bmf 34 level 5 leadership
TRANSCRIPT
MENTORING-34 (LEVEL 5 LEADERSHIP)
BMF collections - 2015
i | P a g e
Table of Contents PENDAHULUAN ........................................................................................................ iii
Leadership .......................................................................................................... 1
Jim Collins: People First, Strategy Second ................................................. 1
Leadership Level 5 ................................................................................................ 8
Level 5 Leadership ............................................................................................... 12
Meraih Kepemimpinan Tingkat 5 Jim Collins: Langkah Menjadi CEO Kelas Dunia .... 16
Kepemimpinan Tingkat 5 Jim Collins .......................................................... 16
Membangun Kepercayaan Diri | Menjadi Pemimpin Level 5................ 18
aih Level Kepemimpinan Eksekutif: Menguak Vitalitas Kepemimpinan CEO Sukses .. 19
Kepemimpinan Eksekutif ............................................................................... 19
Kepemimpinan Eksekutif adalah Kepemimpinan Tingkat 5 ................. 20
Quotes Kepemimpinan Soekarno: Merasakan Getar-Getar Perjuangan ...................... 24
Jim Collins: Orang Pertama, Strategi Kedua ................................................... 26
KERENDAHAN HATI VERSI JIM COLLINS, LAO TZU, DAN YESUS
KRISTUS .......................................................................................................... 30
Fakta Ilmiah di balik Pemimpin Hebat .............................................................. 34
5 Landasan Pemimpin Hebat ............................................................................. 39
GOOD TO GREAT ....................................................................................... 43
KONSEP BUDAYA ORGANISASI.............................................................. 51
17 Februari 2010 ................................................................................................. 87
Modul VI : "Teori Kepemimpinan" ................................................................ 87
Good to great .................................................................................................. 126
KNOW-HOW : "8 KeterampilanYang Menjadi Ciri Pemimpin sukses"
...................................................................................................................... 132
KEPEMPINAN TRANFORMASIONAL DAN PENGAMBILAN
KEPUTUSAN 0 0 Rate This ................................................................... 138
Kiat Sukses 7 Pemimpin Hebat dalam Mengubah Semua Bisnis ................. 160
ii | P a g e
Kerjasama Tim (Team Work) ....................................................................... 178
Pengertian Kepemimpinan (Leadership) ....................................................... 196
PENUTUP ............................................................................................................... 208
iii | P a g e
PENDAHULUAN
Aapakah benar kepemimpinan yang baik itu keras
dan otoriter? Apakah benar kepemimpinan yang
efektif adalah 100% task-oriented?
Bagaimana bila bawahan kemampuan &
komitmennya rendah?
Apakah servant leadership itu efektif dalam
kepemimpinan? Bukankah kepemimpinan selalu
berkaitan dengan manusia? Secara total, benarkah servant leadership lebih baik?
Kita akan belajar mengenai good to great dan 5 level kepemimpinan Jim Collins.
Pendekatannya berbeda dengan 5 level kepemimpinan John Maxwell.
Semoga dapat berguna bagi pelayanan. Tuhan Yesus memberkati.
BMF collections - 2015
1 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Leadership
Jim Collins: People First, Strategy
Second
Penulis bestseller Jim Collins yang berbicara pada sesi keynote
Konferensi Tahunan SHRM 2012 beberapa hari yang lalu kembali
menekankan pentingnya perhatian organiasi pada human capital,
bahkan menempatkannya di atas strategi. People first, strategy second,
demikian ujarnya.
―Satu pilar strategis yang paling penting dalam tiap organisasi adalah
orang-orangnya,‖ Jim Collins membuka konferensi HR yang diadakan
di Atlanta itu.
Setelah menghabiskan 9 tahun mempelajari mengapa sebagian
perusahaan berhasil dalam ketidakpastian dan bahkan chaos, sementara
yang lain tidak, untuk buku terbarunya Great by Choice: Uncertainty,
Chaos, and Luck—Why Some Thrive Despite Them
All (HarperBusiness, 2011), Collins menyimpulkan bahwa, ―semua
berawal dari orang.‖
Keterampilan eksekutif yang paling penting untuk membangun sebuah
organisasi hebat adalah ―kemampuan memilih orang yang tepat,
membuat keputusan tentang SDM yang benar, dan memastikan semua
posisi kunci diisi oleh orang-orang yang tepat,‖ kata Collins seperti
dikutip dari situs SHRM.
Collins, yang buku-buku sebelumnya seperti Good to Great, How the
Mighty Fall, dan Built to Last, menghabiskan hampir seperempat abad
2 |LEVEL 5 LEADERSHIP
mempelajari perusahaan-perusahaan hebat yang bertahan—bagaimana
mereka tumbuh, mencapai kinerja superior, dan bagaimana perusahaan
bagus dapat menjadi perusahaan hebat.
―Sangat berbahaya kalau mempelajari kesuksesan, karena itu tidak kami
lakukan,‖ katanya. ―Kami mempelajari kontras antara yang sukses dan
yang gagal… antara great dan good.‖
Pemimpin Level 5
Collins mendeskripsikan lima tingkat kompetensi kepemimpinan, yaitu:
1. highly capable individuals
2. contributing team members
3. competent managers
4. effective leaders
5. executives
Menurut hasil riset Collins, para pemimpin hebat mempunyai satu sifat
yang sama: mereka semua adalah pemimpin level 5. ―Pemimpin level 5
mempunyai faktor X yang berbeda dengan pemimpin level 4.‖ Collins
menjelaskan faktor itu adalah: kerendahan hati.
Meski Collins menyebut beberapa pemimpin hebat dengan
―kepercayaan diri yang sangat sehat,‖ seperti Bill Gates dan Steve Jobs,
dia juga mengatakan faktor pembeda penting dengan level 4 adalah
pemimpin level 4 masih ―segalanya tentang mereka.‖ Sementara
pemimpin level 5 ―ego dan ambisi dan kepercayaan diri serta motivasi
mereka disalurkan keluar kepada sebuah sebab, sebuah tujuan, kepada
organisasi atau kepada suatu pencarian yang bukan hanya tentang
mereka,‖ katanya.
―Sukses yang dipasangkan dengan kecongkakan pada akhirnya akan
menuju kegagalan,‖ tambah Collins. Tidak mungkin mengharapkan
orang-orang memberikan yang terbaik apabila dengan kecongkakan
perusahaan mengabaikan orang-orangnya.
―Tak ada seorang pun pemimpin yang dengan dirinya sendiri bisa
membangun perusahaan hebat,‖ ujar Collins. ―Pemimpin level 5
memahami hal ini; mereka harus membangun keseluruhan team untuk
membuat perusahaan hebat.‖
Perilaku Kunci Pemimpin Level 5
Collins juga menemukan bahwa pemimpin level 5 mempunyai perilaku-
perilaku kunci, seperti:
3 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Disiplin yang fanatik. Pemimpin-pemimpin ini adalah orang-orang
disiplin yang berpikir serta bertindak dengan disiplin juga. Tetapi
Collins memperingatkan peserta konferensi agar tidak menyamakan
disiplin dengan birokrasi. ―Tujuan birokrasi justru untuk
mendisiplinkan orang yang tidak disiplin,‖ katanya.
Kreativitas empiris. ―Kreativitas adalah kondisi alamiah manusia,
disiplin bukan,‖ jelas Collins. ―Kombinasi yang benar-benar jarang
adalah menemukan cara mengawinkan keduanya sehingga kita
menguatkan kreativitas dan bukan menghancurkannya.‖
Paranoia produktif. ―Satu-satunya kesalahan yang bisa Anda ambil
hikmahnya adalah kesalahan yang berhasil Anda lewati,‖ jelas Collins.
Ini berarti selalu bersiap-siap sebelum hal buruk terjadi. Pagar terbaik
terhadap ketidakpastian, katanya, adalah siapa orang-orang yang bisa
Anda andalkan.
Orang-orang yang Tepat pada Posisi Kunci
Ketika mencari orang-orang untuk mengisi posisi kunci, pemimpin level
5 mencari orang-orang yang:
– mempunyai core value yang sama
– tidak perlu di-manage dengan ketat
– memahami bahwa mereka memiliki tanggung jawab, bukan hanya
pekerjaan
– melakukan apa yang mereka janjikan secara 100 persen
Selain itu, orang-orang ini cenderung melihat ke luar ketika hal baik
terjadi, dan memberikan penghargaan kepada orang lain. Sebaliknya,
ketika hal buruk yang terjadi, mereka melihat ke dalam dan mengambil
tanggung jawab.
―Semua berawal dan berakhir dengan orang,‖ kata Collins.
Collins mengakhiri sesinya dengan ―to do list‖ kepada peserta yang
mengulang beberapa poin yang disebutnya sepanjang sesi. Sebagian
dari sarannya adalah:
– Ganti kata-kata ―pekerjaan‖ dengan ―tanggung jawab.‖
– Mulailah daftar ―stop doing‖ karena ―pekerjaan itu tidak terbatas,
sementara waktu itu terbatas,‖ katanya. ―Bila Anda memiliki lebih dari 3
prioritas, berarti Anda tidak punya prioritas.‖
4 |LEVEL 5 LEADERSHIP
– Berkomitmen untuk menantang semua pemimpin muda menjadi
pemimpin level 5. ―Kita membutuhkan legiun,‖ ujar Collins. ―Kita
membutuhkan generasi level 5.‖
*Foto diambil dari JimCollins.com.
http://www.portalhr.com/business-overview/leadership/jim-collins-people-first-
strategy-second/
5 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Blog 1: Kepemimpinan Level 5 dari Jim Collins
Kepemimpinan Level 5
Level 5 (Eksekutif):
membangun kebesaran
(greatness) lewat kombinasi
yang saling berlawanan
antara kerendahan hati dan
kehendak profesional.
Level 4 (Pemimpin efektif):
menjadi katalisator komitmen dan dengan penuh
semangat mengejar visi yang jelas dan memberi
dorongan; mengstimulasikan kelompok untuk meraih
kinerja tinggi.
Level 3 (Manajer kompeten):
mengorganisasi orang dan sumber-daya guna mencapai
obyektif-obyektif yang sudah ditetapkan secara efektif
dan efisien.
Level 2 (Anggota tim yang memberi sumbangsih):
memberi sumbangsih bagi pencapaian obyektif kelompok;
bekerja secara efektif dengan orang lain dalam pembentukan
kelompok.
Level 1 (Individu dengan kemampuan tinggi):
memberi sumbangsih yang produktif melalui bakat, pengetahuan, keahlian
dan kebiasaan kerja dengan benar.
6 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Yin dan Yang kepemimpinan level 5
Catatan: disebut dengan Yin dan Yang karena mengandung hal-hal yang
saling bertentangan antara “kerendahan hati manusia” dengan “Kehendak
professional”) seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Pada
lengkungan putih (mewakili Yang) terdapat noktah hitam (mewakili Yin) dan
pada lengkungan hitam terdapat noktah putih. Tidak ada yang seluruhnya
putih (Yang) dan tidak ada yang seluruhnya hitam (Yin, semua
mengandung yang lainnya. Contoh, ada istilah damai karena ada perang
atau ada siang karena ada malam.
Kepemimpinan level 5 = Personal humility + Professional will
7 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Kerendahan hati manusia
(Personal humility)
Kehendak profesional
(Professional will)
- Tidak menonjolkan diri,
menghindar dari sorotan publik,
tidak besar mulut.
- Bertindak tanpa banyak bicara,
pemba-aan tenang, tidak
mengandalkan karisma dalam
memotivasi.
- Ambisinya untuk perusahaan
bukan untuk diri sendiri;
menetapkan pengganti dirinya
demi kebesaran untuk generasi
mendatang.
- Melihat cermin, bukan jendela;
berbagi tanggung jawab untuk
hasil buruk,
tidakpernah menyalahkan orang
lain, faktor-faktor eksternal atau
nasib buruk.
- Menciptakan hasil-hasil luar biasa;
katalis dalam proses transisi dari baik-
menjadi-besar.
- Memperlihatkan ketegaran yang tidak
tergoyahkan untuk mengerjakan
apapun yang harus dilakukan guna
menghasilkan hasil-hasil terbaik untuk
jangka panjang, tidak perduli betapa
sakitnya.
- Menetapkan standar guna
membangun perusahaan besar yang
bertahan lama; kemauan tanpa cela.
- Melihat ke luar lewat jendela, bukan
cermin – untuk merefleksi diri, berbagi
kesuksesan perusahaan – bagi orang
lain, faktor-faktor eksternal dan nasib
baik.
8 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Rujukan (oleh Handjojo):
a) Collins, Jim, Good to Great: Why Some Companies Make the Leap and Others Don’t. New
York: HarperCillins Publishers Inc, 2001.
b) “Level 5 Leadership: The Triumph of Humility and Fierce Resolve” by Jim Collins (Harvard
Business Review, January 2001)
http://hanforleadership.blogspot.com/2012/11/blog-1-kepemimpinan-level-5-dari-jim.html
Leadership Level 5
Pertanyaan awal yang mucul adalah, Apakah itu Leadership Level 5
??? Kenapa Leadership Level 5 banyak menginspirasi pemimpin /
CEO perusahaan besar di dunia menerapkan prinsip ini sekarang ???
Bahkan saat ini Dirut Telkom Indonesia, Arif Yahya (AY) sebagai
CEO operator telekomunikasi terbesar di Indonesia menggaungkan
prinsip Leadership Level 5 ini.
Sebenarnya Leadership Level 5 (Kepemimpinan Tingkat 5) ini
berawal dari Buku ―Good to Great‖ yang ditulis oleh Jim Collins,
dimana buku ini banyak menginspirasi pemimpin besar/hebat
karena didasarkan pada riset yang mendalam terhadap berbagai
organisasi atau perusahaan kelas dunia (worldclass).
9 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Pada buku ini mengajari kita untuk memahami aspek apa saja yang
membuat perusahaan yang baik (GOOD) menjadi perusahaan hebat
(GREAT). Salah satu aspek yang ditemukan pada perusahaan yang
menjadi GREAT adalah apa yang disebut Jim Collins
sebagaiLeadership Level 5 (Kepemimpinan Tingkat 5)
Apakah Pemimpin Tingkat 5 itu ? Pada dasarnya Pemimpin Tingkat
5 menjauhkan diri mereka dari kepentingan pribadi dan
mengalokasikan energi dan ambisinya untuk membangun
perusahaan. Tapi bukan berarti Pemimpin Tingkat 5 tidak memiliki
ambisi pribadi, justru terlihat bahwa Pemimpin Tingkat 5 memiliki
ambisi & kemauan yang besar, namun mereka mengarahkan
ambisinya untuk organisasi, bukan untuk diri sendiri dan sekaligus
menerapkan nilai-nilai KERENDAHAN HATI, ibaratnya seorang
pemimpin adalah seorang ayah (Leader is a father) atau seorang
pemimpin adalah Guru (Leader is a teacher)
Bila buku ini ditelaah, maka didalam diri Pemimpin Tingkat 5,
terdapat kombinasi yang unik antara AMBISI atau KEMAUAN dan
KERENDAHAN HATI.
Selanjutnya Jim Collins mengidentifikasikan tingkatan-tingkatan
Kepemimpinan (Leadership) berdasarkan pengamatannya terhadap
banyak CEO perusahaan kelas dunia sebagai berikut :
a. Leadership Level 1 : Individu Berperforma Tinggi (High Capable
Individual)
10 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Merupakan Pemimpin dalam membuat kontribusi yang produktif
melalui bakat, pengetahuan, ketrampilan dan kebiasaan kerja yang
baik (Good Work Habit).
b. Leadership Level 2 : Anggota Tim Yang Kontributif (Contributing
Team Member)
Merupakan Pemimpin yang mengkontribusikan kemampuan
individual untuk mencapai tujuan bersama dan bekerja efektif
dengan orang lain dalam tim.
c. Leadership Level 3 : Manager Handal (Competent Manager)
Merupakan Pemimpin yang mampu mengelola orang sebagai
sumberdaya dalam pencarian cara yang efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
d. Leadership Level 4 : Pemimpin Efektif (Effective Leader)
Merupakan Pemimpin yang mampu meningkatkan komitmen dalam
pencarian visi yang jelas dan tegas serta mendorong terbentuknya
standar performansi yang lebih tinggi.
e. Leadership Level 5 : Executive
Pemimpin ini mampu membangun kehebatan (Greatnest) yang
terus-menerus melalui kombinasi antara kesederhanaan pribadi dan
ambisi profesional.
11 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Berikut gambar piramida tingkatan Leadership Level 5 :
https://jokosulistiyo99.wordpress.com/leadership/leadership-level-5/
12 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Level 5 Leadership
Jim Collins dalam bukunya Good To Great menjelaskan posisi penting
Kepemimpinan dan Pemimpin level 5, pemimpin level 5 ini tidak terlalu
menunjukkan bahwa dia adalah seorang suksesor. Pemimpin level 5
merupakan perwujudan pribadi yang rendah pribadi dan kemauan profesional.
Mereka ambisius tetapi ambisius pertama dan utama untuk
perusahaan/organisasi, bukan untuk kepentingan pribadi.
Sebenarnya dimanapun posisi kita berada, pasti tidak akan jauh dan terlepas
dari sebuah konsep kepemimpinan, di kantor tempat kita bekerja ada atasan
kita, di masyarakat ada pengurus masyarakat, di Pemerintah ada
Bupati/Walikota/Gubernur atau Presiden, di keluarga ada kepala keluarga dan
malah pada diri kita sendiri ada kita sebuah seorang pemimpin yang juga
mempunyai tanggung jawab, jadi dimanapun kita adalah pemimpin bagi diri
kita sendiri.
Kita harus memiliki seni dalam memimpin, karena dalam sebuah
kepemimpinan tentunya ada pemimpin (leader) dan pengikut (follower).
Sebaik-baik pemimpin adalah yang shabar dan sebaik-baiknya pengikut
adalah yang taat. Nah . . . untuk mencapai organisasi/perusahaan yang sukses
tentunya membutuhkan kepemiminan yang yang penuh seni dan professional.
Kepemimpinan menurut Jim Collins memiliki beberapa level, dan level
tertinggi adalah kepemimpinan dengan kapasitas ―level 5″.
Hampir semua dari perusahaan yang berubah dari sekadar baik menjadi luar
biasa dipimpin oleh pemimpin jenis ini. Hal utama yang membedakan mereka
dengan pemimpin lain adalah, bahwa para pemimpin level 5 ini mempunyai
karakter yang paradoks dalam hal kesederhanaan sebagai individu dan ambisi
sebagai seorang professional. Pemimpin level 5 adalah orang yang rendah hati,
tidak menonjolkan diri, dan banyak memberikan kredit atas kontribusi pihak
lain. Namun di saat yang sama, dia juga mempunyai determinasi, kapasitas,
dan ambisi yang kuat sebagai seorang professional.
Kepemimpinan seperti ini sebenarnya cukup banyak sejalan dengan apa yang
ada dalam ajaran Islam. Islam mengajarkan kepemimpinan yang melayani,
―Sayyidul Ummah Khadimuha‖ Pemimpin ummat adalah Pelayan Ummat.
13 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Pemimpin adalah pelayan, dia harus rendah hati, sederhana, egaliter, namun
disisi yang lain Pemimpin ini juga harus memiliki ketegasan, kekuatan ambisi
dan visi, kekuatan memikul beban (sabar), dan professional, maka sebenrnya
ini semua sejalan dengan banyaknya kata-kata tentang kepemimpinan di Al
Qur’an yang disandingkan dengan kata ―Qawiyyul Amin‖, Kuat dan Amanah
(integritas dan professional).
Level 5
Ini adalah level teringgi dari sebuah kepemimpinan. Dimana modal dasar dari
level 5 ini adalah trust dan respect. Artinya orang sudah percaya terhadap
kepemimpinan ini. Orang yang mempunyai kepemimpinan level 5 ini
sangatlah kharismatik dan memperjuangkan sebuah nilai-nilai yang
fundamental. Permintaan biasa saja dari orang yang mempunyai
kepemimpinan level 5 ini akan diikuti oleh para pengikutnya,karena ia telah
menjadi tokoh dan telah menjadi sosok yang ideal. Contoh yang bisa sampai
level 5 adalah Rasulullah SAW.
Level 4
Ini adalah level ke 2 tertinggi. Biasanya kepemimpinan di level ini akibat gagal
14 |LEVEL 5 LEADERSHIP
menjadi pemimpin di level 5. Modal dasar dari kepemimpinan ini
adalah rasional (masuk akal). Ada hubungan sebab akibat disana, artinya
pengikutnya mau mengikuti permintaan pemimpin pada level ini karena
masuk dalam logika. ―Jika mau tujuan tercapai maka harus melakukanini, ini
dan itu‖ selama ini,ini dan itunya masuk akal dan diterima oleh akal sehat,
maka pengikutnya akan senantiasa mejalankan permintaanya. Jika tidak maka
permintaanya akan ditolak.
Level 3
Level ini terjadi karena gagal di level 5 dan 4. Modal dasar dari kepemimpinan
pada level ini adalah reward (imbalan/hadiah), artinya para pengikutnya
mau menuruti permintaan dari pemimpinya selama ada hadiah atau
rewardnya. Selama ada imbalan yang diberikan untuk melakukan sesuatu. Jika
imbalannya hilang,maka hilang juga keinginan untuk menjalankan permintaan
dari pemimpin pada level 3 ini.
Level 2
Level ini terjadi akibat gagal di level 3 level sebelumya. Modal dasar dari level
kepemimpinan ini adalah punishment (hukuman) artinya pengikutnya
mau menuruti permintaan dari pemimpinnya karena khawatir akan hukuman
yang akan diterimanya.
Level 1
Level ini terjadi akibat gagal di seluruh level sebelumnya. Modal dasar dari
level kepemimpinan ini adalah compulsion (paksaan).
Jim Collins menuliskan tentang level kepemimpinan ini sebagai berikut :
Makes productive contributions through talent, knowledge, skills, and good
work habits Highly Capable Individual – Level 1
Contributes to the achievement of group objectives; works
effectively with others in a group setting
Contributing Team Member – Level 2
Organizes people and resources toward the effective and
efficient pursuit of predetermined objectives
Competent Manager – Level 3
Catalyzes commitment to and vigorous pursuit of a clear and
compelling vision; stimulates the group to high performance
15 |LEVEL 5 LEADERSHIP
standards
Effective Leader – Level 4
Builds enduring greatness through a paradoxical combination
of personal humility plus professional will
Level 5 Executive
https://avivsyuhada.wordpress.com/2012/07/04/level-5-leadership/
16 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Meraih Kepemimpinan Tingkat 5 Jim
Collins: Langkah Menjadi CEO Kelas
Dunia
Posted by Mindset SuksesLabels:LEADERSHIP
couch modeprint story
Kepemimpinan Tingkat 5 Jim Collins
Kepemimpinan Tingkat 5 Jim Collins Kepemimpinan Tingkat 5 Jim Collins banyak menginspirasi CEO-CEO
perusahaan kelas dunia. Keberhasilan Kepemimpinan Tingkat 5 tentu saja
merupakan faktor motivasinya.
17 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Tapi adakah cara untuk kita mencapai tahap demi tahap? Lalu pada akhirnya
berada di puncak Kepemimpinan Tingkat 5?
Cari Pengganti
Mencari pengganti untuk diri sendiri, seseorang yang menduduki jabatan yang
kini didudukinya, mungkin agak aneh bagi sebagian orang. Namun inilah yang
dilakukan oleh Leadership Level 5.
Anda harus dapat mencari seorang dengan talenta tinggi. Atau dalam istilah
Jim Collins "get the right people on the bus."
Langkah berikutnya, Anda harus belajar mendelegasikan tugas dan wewenang
kepadanya. Langkah ini setidaknya merupakan masa internship dimana sedikit
demi sedikit tanggung jawab Anda sebagai pemimpinan mulai dibagi.
Yang acapkali terjadi biasanya seorang pemimpin langsung ketakutan begitu
ada keputusan atau langkah salah yang dilakukan oleh calon penggantinya.
Kemudian langsung mengambil alih kembali wewenang tersebut. Padahal hal
ini bisa menjadi pembelajaran berharga bagi calon penggantinya.
Sebab, sejatinya pekerjaan utama seorang CEO adalah memberi bantuan
dalam membangun dan memutuskan strategi, mengembangkan dan memberi
vitalitas kerja orang-orang yang dipimpinnya, dan menjaga konsentrasi mereka
dalam mengejar visi perusahaan.
Pemimpin dalam level serendah apapun tidak akan membuat strategi dan
memberdayakan orang lain untuk mengekseskusinya. Karena jika Anda
melakukan hal seperti ini belum bisa dikatakan sebagai seorang leader, baru
sebatas individual contributor.
Agaknya sifat pemimpin Tingkat 5 yang dipaparkan Jim Collins ini
bertentangan dengan kebanyakan karakteristik entrepreneur. Mereka, para
entrepreneur, lebih banyak mengerjakan sesuatu seorang diri: mengeksploitasi
bakat, passion, dan kreativitas. Mereka sulit menghadapi kenyataan jika ingin
menaiki tangga kesuksesan tertinggi mestilah mendelegasikan kerja-kerjanya
kepada orang lain.
Kepemimpinan Tingkat 5 Jim Collins sangat berbeda dengan karakteristik
18 |LEVEL 5 LEADERSHIP
entrepreneur. Para CEO di tingkat 5 ini digambarkan rendah hati, pendiam,
pemalu, tawadhu, lembut. Temuan ini sangat berlawanan dengan keyakinan
kebanyakan orang dimana ketika seseorang menjadi CEO, ia harus bertindak
layaknya CEO. Ia harus berusaha memancarkan karisma tertentu dari dirinya.
Perbedaan antara Kepemimpinan Tingkat 5 dengan para entrepreneur dan
pemimpin karismatik adalah pada tingkat kealamihannya ketika
mendelegasikan tugas-tugasnya.
Kepemimpinan Tingkat 5 biasanya memiliki kepercayaan diri tak terpatahkan
dalam memberdayakan orang lain dalam menggapai visi. Anda yang terbiasa
dengan entrepreneurship dan sebagai problem solver selalu kesulitan apabila
menyerahkan suatu pekerjaan kepada orang lain. Anda seringkali berpikir
mereka tidak mungkin sebaik dan secepat Anda dalam menyelesaikan masalah.
Inilah jebakan itu!
Membangun Kepercayaan Diri | Menjadi Pemimpin
Level 5
Kenyataannya, kepercayaan diri pemimpin tingkat 5 biasanya dibangun
semenjak masa kanak-kanak. Jika memang Anda tidak memiliki bangunan
kepercayaan diri itu, ada cara-cara untuk mencapainya.
Introspective dan Self-Reflective
Mereka memiliki tradisi besar ini: introspeksi dan refleksi. Introspeksi adalah
semacam kemampuan untuk melihat semua sisi dirinya secara objektif; ia
memahami kekurangan dirinya dan memahami bagaimana secara terus
menerus mengisi celah kekurangan itu.
Refleksi adalah keberanian mengaktulisasikan diri, melihat ulang pemikiran
dan keyakinannya.
Introspeksi dan refleksi diri ini membuat seseorang lebih dekat dengan dirinya
sendiri. Impaknya adalah penerimaan terhadap diri sendiri dan adanya
terbentuk self-esteem; sebentuk harga diri. Inilah yang sebenarnya akan
19 |LEVEL 5 LEADERSHIP
menciptakan sifat rendah hati dan rasa puas terhadap diri sendiri, atau dikenal
dengan self-efficacy.
http://mindsetsuksess.blogspot.com/2014/08/meraih-kepemimpinan-tingkat-5-jim.html
aih Level Kepemimpinan Eksekutif:
Menguak Vitalitas Kepemimpinan CEO
Sukses
Posted by Mindset SuksesLabels:LEADERSHIP ,STRATEGI SUKSES
couch modeprint story
Kepemimpinan Eksekutif
Bagi sebagian orang, topik kepemimpinan mungkin saja agak membosankan.
Tapi dunia kerja dan bisnis rupanya senantiasa berdekat-dekatan dengan topik
ini.
20 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Kisah heroik produk-produk inovatif yang merajai pasar tidak bisa dilepaskan
dari budaya kepemimpinan perusahaannya. Memang, pemimpin adalah
seorang nakhoda. Semegah apapun bahtera itu, jika tidak dikomandoi nakhoda
handal akan terlunta-lunta di samudra.
Kepemimpinan Ciputra yang bersahaja, Steve Jobs yang kharismatik, atau
Warren Buffet yang begitu tenang akan menjadi referensi bagi pelaku bisnis di
seantero dunia. Dan penggalian topik mengenai kepemimpinan tidak akan
pernah berhenti.
Salah satu pemikiran hebat di ranah ini adalah mengenai kepemimpinan level
5 yang digagas Jim Collins. Ia membuat suatu tingkatan kepemimpinan dan
yang terakhir merupakan pemimpin tersukses berdasarkan penelitian
panjangnya.
Kepemimpinan Eksekutif adalah Kepemimpinan Tingkat
5
Strata kepemimpinan itu terdiri dari tingkatan-tingkatan: High Capable
Individual, Contributing Team Member, Competent Manager, Effective
Leader, dan yang terakhirExcecutive.
Kepemimpinan Level 5 yang disebut Jim Collins sebagai Excecutive inilah yang
akan kita bahas, khususnya pada bagaimana meraih level kepemimpinan
tersebut.
Langkah #1: Berpikir Dua Kutub -- Agaknya ada sedikit kesulitan
menerapkan sifat-sifatExcecutive ini, terutama bagi mereka yang terbiasa
berpikir linear. Menurut Jim Collins kepemimpinan eksekutif Level 5
merupakan perpaduan unik antara pribadi rendah hati dan ambisius.
Mereka dengan alamiah dapat membedakan antara kepribadiannya yang low
profile dan gericik arungan ambisi perusahaan dimana ia bekerja. Sebuah
perpaduan yang disebut-sebut sebagaiYing Yang Level 5; Personality
Humility dan Professional Will.
21 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Langkah #2: Miliki Personal Humility. Personal humility ini semacam
pilar bagi bangunan kebesaran jiwa Anda sebagai seorang pemimpin. Anda
harus belajar merendah, seperti dasar lautan semakin rendah semakin dalam
dan luas. Atau seperti lumba-lumba yang merendah agar dapat melompat
setinggi-tingginya.
Jim Collins menjelaskan 4 poin berkenaan dengan personal humility.
1. Demonstrate a compelling modesty, shunning public adulation, and never
boastful.
Mereka sederhana dan bersahaja, menghindari pujian yang berlebih-lebihan,
dan tidak pernah memperlihatkan sifat congkak. Tabiat ini harus menjadi
sulur-sulur yang merajut kepribadiannya, bukan sebagai usaha mencitrakan
diri kepada publik.
2. Act with quiet, calm determination, relies principally on inspired standards,
not inspiring charisma, to motivate.
Dan berikutnya, mereka bertindak dengan ketegasan tak terpatahkan namun
nuansanya tetap menenangkan. Mereka memotivasi pegawai dengan tolak
ukur dan standar-standar yang memantik api inspirasi, tidak memotivasi
dengan bergantung pada pancaran karisma pribadi.
3. Channel ambition into the company, not the self; sets up successors for even
more greatness in the next generation.
Menyalurkan ambisinya kepada perusahaan, bukan untuk diri sendiri; dan
oleh karenanya mereka bahkan sudah mempersiapkan penggantinya jauh-jauh
hari demi meraih kesuksesan yang lebih besar di masa depan.
4. Looking in the mirror, not out the window, to apportion responsibility for
poor result, never blaming other people, external factor, or bad luck.
Kepemimpian Eksekutif ditandai dengan kebiasaan "looking in the mirror";
sebuah tradisi instropeksi diri setiap kali hanya mendapatkan hasil kurang
memuaskan; rasa tanggung jawab yang mendalam atas kegagalan. Mereka
22 |LEVEL 5 LEADERSHIP
tidak menyalahkan orang lain atau sebab-sebab lain di luar dirinya.
Tradisi seperti ini menjadi semacam mahaguru yang senantiasa memahatkan
kebesaran jiwa dan -- tidak kalah pentingnya -- sebagai sistem perbaikian terus
menerus atas kepribadiannya. Oleh sebab itu mereka mengalami
perkembangan kapasitas jiwanya dari waktu ke waktu.
Langkah #3: Miliki Professional Will. Pada langkah #2 kita telah
memahami arti rendah hati bagi kepemimpinan Excecutive, maka langkah ke
#3 ini adalah kebalikan darinya: ambisi besar yang menggelombang. Hanya
saja ambisi menggedor ini bukan lahir di atas kepentingan pribadi, melainkan
sebagai kehendak profesi.
1. Creates superb results, a clear catalyst in the transition from good to great.
Jika untuk dirinya sendiri mereka adalah pribadi yang bersahaja, maka ketika
berdiri atas nama perusahaan mereka adalah orang-orang yang menciptakan
hasil luar biasa. Mereka-lah arsitek sesungguhnya yang mengubah perusahaan
dari good menjadi great.
2. Demonstrates unwavering resolve to do whatever must be done to produce
the best long-term results, no matter how difficult.
Terlihat dari mereka kekuatan tekad tak tergoncangkan oleh apapun demi
meraih hasil jangka panjang terbaik; tak peduli seberapa keras usaha yang
harus dilakukan. Sifat ini merupakan kebalikan dari semangatnya yang terlihat
tenang.
3. Sets the standard of building an enduring great company; will settle for
nothing less.
Para pemimpin dalam tingkat excecutive ini membangun standar dan
mengubahnya menjadi sebuah budaya perusahaan demi berdirinya great
company.
4. Look out the window, not in the mirror, to apportion credit for the success of
the company -- to other people, external factor, and good luck.
23 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Ketika melihat kegagalan mereka melihat ke dalam, maka manakala melihat
kesuksesan, para pemimpin level 5 ini melihat ke luar; membandingkan
perusahaanya dengan keberhasilan perusahaan-perusahaan lain, dirinya
dengan pencapaian orang lain.
Dari keempat poin yang bertentangan tersebut, terlihat jelas bahwa
kepemimpinan excecutive atau kepemimpinan level 5 ini hanya terjadi apabila
seseorang sudah "selesai" dengan dirinya, keluar dari "dirinya" lalu
meleburkan kepentingan yang lebih besar sebagai misinya.
Pencapaian perusahaan tentunya lebih besar daripada pencapaian pribadi.
Inilah yang akhirnya memberikan mereka asupan energi untuk berbuat lebih
hebat lagi.
http://mindsetsuksess.blogspot.com/2014/08/raih-level-kepemimpinan-eksekutif.html
24 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Quotes Kepemimpinan Soekarno:
Merasakan Getar-Getar Perjuangan
Gantungkan cita-cita mu setinggi langit! Bermimpilah setinggi langit. Jika
engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang.
Kita belum hidup dalam sinar bulan purnama, kita masih hidup dimasa
pancaroba. Jadi tetaplah bersemangat elang rajawali.
Barangsiapa ingin mutiara, harus berani terjun di lautan yang dalam.
Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku
10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia.
"Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita
tidak akan minta-minta, apalagi jika bantuan-bantuan itu diembel-embeli
25 |LEVEL 5 LEADERSHIP
dengan syarat ini syarat itu! Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka,
daripada makan bestik tapi budak."
Aku lebih suka lukisan samudra yang gelombangnya menggebu-gebu daripada
lukisan sawah yang adem ayem tentram.
Janganlah mengira kita semua sudah cukup berjasa dengan segi tiga warna.
Selama masih ada ratap tangis di gubuk-gubuk pekerjaan kita selesai!
Berjuanglah terus dengan mengucurkan sebanyak-banyak keringat.
Kami menggoyangkan langit, menggempakan darat, dan menggelorakan
samudera agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2 ½ sen sehari. Bangsa
yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli. Bangsa yang rela
menderita demi pembelian cita-cita.
Bebek berjalan berbondong-bondong, akan tetapi burung elang terbang
sendirian.
Negeri kita kaya, kaya, kaya-raya, Saudara-saudara. Berjiwa besarlah,
berimagination. Gali ! Bekerja! Gali! Bekerja! Kita adalah satu tanah air yang
paling cantik di dunia.
Kemerdekaan hanyalah diperdapat dan dimiliki oleh bangsa yang jiwanya
berkobar-kobar dengan tekad 'Merdeka, merdeka atau mati!
http://mindsetsuksess.blogspot.com/2014/08/qoutes-kepemimpinan-soekarno.html
26 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Jim Collins: Orang Pertama, Strategi
Kedua
Posted by admin in Kepemimpinan On August 16, 2012
Anda sering mendengar
bahwa Perusahaan Besar adalah Perusahaan yang memperlakukan
Karyawan dan Orang-orangnya sebagai Aset. Aset Manusia
menjadi sangat penting bagi setiap Perusahaan saat ini, terlebih
banyak sekarang terjadi Bajak Membajak orang-orang Profesional
dalam bidangnya. Karena itulah banyak bentuk Benefit dan
Kompensasi tambahan untuk Mempertahankan (Retaining) orang-
orang terbaiknya.
Jim Collins sebagai Penulis buku Bestseller menekankan
pentingnya perhatian organisasi pada Human Capital, bahkan
lebih lanjut harus menempatkannya di atas
Strategi. People First, Strategy Second, demikian ujarnya.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah “Semua Berawal dari
Orang”, karena setiap pergerakan Dunia Ekonomi dan Bisnis
memerlukan orang-orang yang tepat dalam bidangnya. Sedangkan
Alat, Teknologi hanya pendamping dalam Progress dan Proses
Akselerasi Organisasi yang ada. Pilar Utama sebuah Organisasi
tentunya Orang didalamnya. Sebuah Senjata tidak akan berfungsi
Tanpa ada Man Behind The Gun yang mentrigernya. Lebih
lanjutnya Collins mnjelaskan dalam bukunya berjudul “ Great by
Choice: Uncertainty, Chaos, and Luck—Why Some Thrive Despite Them All (HarperBusiness, 2011)”.
27 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Pemimpin Puncak atau Top Manajemen harus memiliki banyak
Ketrampilan (Skills) namun terlebih dia harus mempunyai
Kemampuan membangun Organisasi yang Hebat, yakni : Memilih
Anggota Tim yang Tepat, Membuat Keputusan SDM yang Benar
dan Memastikan Posisi Kunci diisi Orang yang memiliki Integritas
dan Capabilitas benar dan tepat.
Sebuah Organisasi tidak perlu berlebihan mempelajari Kesuksesan
namun pahami dengan detail antara Sukses dan Gagal, antara Hebat
dan Baik (Great and Good)
Pemimpin Level 5
Collins mendeskripsikan lima Tingkatan Kompetensi
Kepemimpinan, yaitu:
1. Highly Capable Individuals
2. Contributing Team Members
3. Competent Managers
4. Effective Leaders
5. Executives
Menurut hasil riset Collins, para pemimpin hebat mempunyai satu
sifat yang sama: mereka semua adalah pemimpin level 5.
“Pemimpin level 5 mempunyai faktor X yang berbeda dengan
pemimpin level 4.” Collins menjelaskan faktor itu adalah:
Kerendahan Hati.
Meski Collins menyebut beberapa pemimpin hebat dengan
“kepercayaan diri yang sangat sehat,” seperti Bill Gates dan Steve
Jobs, dia juga mengatakan faktor pembeda penting dengan level 4
adalah pemimpin level 4 masih “Segalanya tentang Mereka.”
Sementara pemimpin level 5 “Ego, Ambisi dan Kepercayaan Diri
serta Motivasi mereka disalurkan keluar kepada sebuah Sebab,
sebuah Tujuan, kepada Organisasi atau kepada suatu Pencarian
yang bukan hanya tentang mereka,” katanya.
“Sukses yang dipasangkan dengan kecongkakan pada akhirnya
akan menuju kegagalan,” tambah Collins. Tidak mungkin
mengharapkan orang-orang memberikan yang terbaik apabila
dengan kecongkakan perusahaan mengabaikan orang-orangnya.
“Tak ada seorang pun pemimpin yang dengan dirinya sendiri bisa
membangun perusahaan hebat,” ujar Collins. “Pemimpin level 5
28 |LEVEL 5 LEADERSHIP
memahami hal ini; mereka harus membangun keseluruhan team
untuk membuat perusahaan hebat.”
Perilaku Kunci Pemimpin Level 5
Collins juga menemukan bahwa pemimpin level 5 mempunyai
perilaku-perilaku kunci, seperti:
Fanatik dalam Disiplin. Pemimpin-pemimpin ini adalah orang-
orang disiplin yang berpikir serta bertindak dengan disiplin juga.
Namun Collins memperingatkan peserta konferensi agar tidak
menyamakan disiplin dengan birokrasi. “Tujuan birokrasi justru
untuk mendisiplinkan orang yang tidak disiplin,” katanya.
Kreativitas Empiris. “Kreativitas adalah kondisi alamiah manusia,
disiplin bukan,” jelas Collins. “Kombinasi yang benar-benar jarang
adalah menemukan cara mengawinkan keduanya sehingga kita
menguatkan kreativitas dan bukan menghancurkannya.”
Paranoia Produktif. “Satu-satunya kesalahan yang bisa Anda
ambil hikmahnya adalah kesalahan yang berhasil Anda lewati,”
jelas Collins. Ini berarti selalu bersiap-siap sebelum hal buruk
terjadi. Pagar terbaik terhadap ketidakpastian adalah siapa orang-
orang yang bisa Anda andalkan.
Orang-orang yang Tepat pada Posisi Kunci
Ketika mencari orang-orang untuk mengisi posisi kunci, pemimpin
level 5 mencari orang-orang yang:
- mempunyai core value yang sama
- tidak perlu di-manage dengan ketat
- memahami bahwa mereka memiliki tanggung jawab, bukan hanya
pekerjaan
- melakukan apa yang mereka janjikan secara 100%
Selain itu, orang-orang ini cenderung melihat ke luar ketika hal
baik terjadi, dan memberikan penghargaan kepada orang lain.
Sebaliknya, ketika hal buruk yang terjadi, mereka melihat ke dalam
dan mengambil tanggung jawab.
Pada akhirnya Anda dalam membangun Tim yang berisi orang-
orang tepat perlu memperhatikan hal berikut:
Gantilah kata-kata “Pekerjaan” dengan “Tanggung Jawab.”
Mulailah daftar “Stop Doing” karena “Pekerjaan
itu Tidak Terbatas, sementara Waktu itu Terbatas”. Bila Anda
memiliki lebih dari 3 prioritas, berarti Anda tidak punya prioritas.
29 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Berkomitmen Menantang Pemimpin Muda menjadi Pemimpin
Level 5. Anda memerlukan ReGenerasi Pemimpin Level 5.
ikhtisar.com
- See more at: http://ikhtisar.com/jim-collins-orang-pertama-strategi-
kedua/#sthash.yrxdzVPR.dpuf
K E R E N D AH AN H AT I V E R S I J I M C O L L I N S , L A O T Z U , D AN Y E S U S
K R I S T U S
Download : [htm] [pdf]
Penulis : Sendjaya
Buku : Kepemimpinan Kristen
Penerbit : Kairos Books, Yogyakarta, 2004
Deskripsi : Anda tentunya telah familiar dengan kata "rendah hati". Lalu apakah arti
"kerendahan hati" menurut Jim Collins, Lao Tzu, dan Yesus Kristus? Temukan
jawabnya di artikel ini.
Field Code Changed
30 |LEVEL 5 LEADERSHIP
KERENDAHAN HATI VERSI JIM COLLINS, LAO TZU, DAN
YESUS KRISTUS
Dewasa ini, pemimpin yang rendah hati termasuk dalam kategori "satwa langka" yang
perlu dilindungi. Kapan terakhir kali Anda menjumpainya?
Dalam salah satu bukunya tentang kepemimpinan, John Stott menulis:
"At no point does the Christian mind come into more collision with the secular mind than
in its insistence on with all the weakness it entails."
Menurut Stott, tabrakan terdahsyat perspektif alkitabiah dan sekuler terjadi pada masalah
kerendahan hati.
Dunia memang sama sekali tidak memberikan apresiasi terhadap kerendahan hati karena
kerendahan hati dianggap identik dengan kelemahan dan kerugian. Dunia menuntut
kuasa, bukan kelemahan. Yang dunia senantiasa inginkan adalah pemimpin ala Nietzsche,
yaitu "ubermensch" atau "superman". Pemimpin yang tangguh, maskulin, dan otoritatif,
bahkan kalau perlu opresif.
Sedangkan pemimpin ideal ala Yesus adalah anak kecil. Anak kecil yang tidak berdaya,
yang sangat tergantung kepada orang lain. Terdapat kontras yang sangat tajam antara
kedua konsep di atas. Tidak ada kompromi di tengah-tengahnya, oleh karena itu, mau
tidak mau, kita harus memilih.
Masalahnya, kerendahan hati bahkan hampir punah di era hiperkompetitif yang menuntut
setiap pemimpin untuk senantiasa membuktikan diri superior dibanding orang lain di
berbagai area. Kerendahan hati menjadi komoditi kepemimpinan yang semakin langka.
Sekarang ini, yang dibutuhkan untuk dapat bertahan dan menang dalam persaingan hidup
yang keras adalah aktualisasi diri dan pembuktian diri secara konstan. Dalam proses
mencapai pengakuan sosial akan dirinya, sang pemimpin yang tadinya rendah hati tanpa
sadar bermetamorfosa menjadi pemimpin tinggi hati.
Jadi, observasi Stott bahwa kontras antara perspektif alkitabiah dan sekuler mencapai titik
kulminasi dalam soal kerendahan hati memang benar, meski tidak sepenuhnya. Hal itu
dikarenakan adanya sesuatu yang penting yang sedang terjadi di dunia bisnis sekuler.
Kerendahan Hati dalam Dunia Bisnis
Setelah sukses luar biasa dengan bukunya yang pertama, "Built to Last", peneliti
manajemen Jim Collins kembali menggemparkan dunia bisnis dengan bukunya, "Good to
Great". Jika sebagai pemimpin, Anda hanya memiliki waktu untuk membaca dua buku
bisnis, bacalah kedua buku ini. Buku pertama berfokus pada pertanyaan: apa rahasia yang
dimiliki sebelas perusahaan global dari berbagai industri untuk bertahan selama puluhan
dan ratusan tahun, bahkan menjadi nomor satu di dunia? Sedangkan buku kedua didasari
oleh pertanyaan: apa rahasia transformasi perusahaan yang "cukup baik" menjadi
perusahaan yang "sangat hebat"? Itulah sebabnya mengapa Collins menganggap bahwa
31 |LEVEL 5 LEADERSHIP
seharusnya buku kedua menjadi "prequel", bukan "sequel" dari buku pertama.
Ada beberapa hal yang menarik dari hasil penelitian Collins dan dua puluh orang
asistennya selama lima tahun dengan metodologi ilmiah yang sangat solid, yang menjadi
bahan dasar buku "Good to Great". Dari awal, Collins sudah berkali-kali berpesan kepada
tim risetnya untuk tidak memedulikan faktor pemimpin dalam mencari kunci sukses
perusahaan. Ia sadar bahwa kepemimpinan memang cenderung diromantisir, yaitu kalau
perusahaan sukses, itu pasti karena pemimpinnya, demikian juga kalau gagal.
Namun, setiap kali menganalisa tumpukan data-data riset yang menggunung, mau tidak
mau mereka menemukan bahwa kepemimpinan adalah faktor yang krusial dalam
menentukan suksesnya perusahaan. Namun begitu, temuan berikut ini lebih menarik.
Semua perusahaan yang mereka teliti, yang telah mengalami terobosan transformatif
dalam kinerja dan mampu mempertahankannya secara terus-menerus selama puluhan,
bahkan ratusan tahun, ternyata memiliki pemimpin dengan dua karakteristik utama:
"personal humility" dan "professional will". Kombinasi kedua karakteristik ini menjadi
paradoks.
Pemimpin yang disebut Collins sebagai "Level 5 Leaders" ini adalah para pemimpin yang
rendah hati, tidak pernah menyombongkan diri, bahkan cenderung pemalu. Mereka
menunaikan tugas dengan diam-diam tanpa berupaya mencari perhatian dan pujian
publik. Apabila mereka berhasil, mereka selalu berusaha untuk memberi kredit kepada
orang lain atau hal lain di luar diri mereka. Apabila ada kegagalan, mereka bertanggung
jawab secara pribadi dan tidak mencari kambing hitam. Ambisi mereka adalah untuk
kelanggengan perusahaan, bukan penggemukan dan kepentingan diri.
Ketika saya membaca buku Jim Collins, mau tak mau saya tertegun dengan temuan riset
tersebut. Betapa tidak, pemimpin bisnis sekuler mengadopsi kerendahan hati yang adalah
ide alkitabiah (meski mereka tidak menyadari ide tersebut berasal dari Alkitab),
sementara banyak pemimpin Kristen malah meninggalkannya.
Namun, hal itu tidak berarti Collins mengerti dengan tuntas apa arti kerendahan hati
karena konsep Alkitab tentang kerendahan hati sangat erat terkait dengan Allah
Tritunggal, yaitu kerendahan hati yang didasari oleh Allah Bapa, dicontohkan oleh Allah
Anak dan dimungkinkan oleh Allah Roh Kudus.
Mengerti Kerendahan Hati
Apa arti sesungguhnya dari kerendahan hati? Kerendahan hati tidak identik dengan
inferioritas atau rasa minder. Seorang pengkhotbah besar, Charles Spurgeon, mengatakan
bahwa kerendahan hati adalah "to make a right estimate of oneself." Kerendahan hati
adalah mengerti posisi diri kita dengan tepat di hadapan Tuhan.
Seorang yang rendah hati bukanlah seorang yang mengatakan bahwa ia tidak memiliki
kemampuan apa pun dan tidak mampu melakukan segala sesuatu (karena itu berarti
menghina Tuhan, pencipta-Nya). Seorang yang rendah hati adalah seorang yang
mengatakan bahwa semua kemampuannya berasal dari Tuhan dan bahwa ia mampu
melakukan sesuatu karena Tuhan yang memampukannya. Tanpa Tuhan, ia sama sekali
32 |LEVEL 5 LEADERSHIP
bukan apa-apa.
Buku klasik karya Andrew Murray yang berjudul "Humility" memberi definisi rendah hati
sebagai berikut. "Humility is the sense of entire nothingness, which comes when we see
how truly God is all, and in which we make way for God to be all." Dengan nada yang
sama. Martin Luther dengan lugas berkata, "God created the world out of nothing, and as
long as we are nothing, He can make something out of us."
Kalau boleh dielaborasi lebih jauh, yang dikatakan Murray dan Luther kira-kira begini.
Manusia itu pada dasarnya "nothing", lalu dalam kondisi "nothing" tersebut, manusia
diubah dari "nothing" menjadi "something" oleh Tuhan yang adalah "everything". Saat
manusia mulai berani mencoba sendiri untuk menjadi "something", Tuhan tidak lagi dapat
bekerja melaluinya. Karena Tuhan tidak mungkin mengubahnya dari "something" menjadi
"everything".
Kerendahan hati memang unik, kalau kita mengklaim bahwa kita memilikinya, kita justru
tidak memilikinya. Saat kita merasa bahwa kita orang yang rendah hati, saat itulah kita
kehilangan kerendahan hati kita. Inilah paradoks kerendahan hati. Kerendahan hati adalah
satu-satunya karakteristik yang kita miliki tanpa kita merasa memilikinya.
Adalah relatif lebih mudah bagi kita untuk rendah hati di hadapan Tuhan (khususnya saat
kita berada dalam kebaktian Minggu!). Namun, satu-satunya bukti kesungguhan
kerendahan hati kita di hadapan Tuhan adalah kerendahan hati kita di hadapan sesama
manusia dalam keseharian hidup kita.
Jarum dalam Jerami
Sekarang ini, pemimpin Kristen (Kristen dalam arti sesungguhnya, bukan Kristen KTP)
sangat sulit ditemui. Ironis memang, banyak orang Kristen begitu berambisi menjadi
pemimpin, sampai-sampai mereka lupa untuk menjadi Kristen.
Pemimpin Kristen yang rendah hati senantiasa sadar bahwa di balik segala kredibilitas dan
kompetensi yang memosisikan mereka sebagai "something" di hadapan publik, mereka
tetap adalah "nothing" di hadapan Tuhan. Perasaan "saya bukan apa-apa" inilah yang
memungkinkan mereka berdiri sama tinggi, duduk sama rendah dengan orang lain tanpa
kesulitan.
G.K. Chesterton suatu kali berkata, "It is always the secure who are humble." Pemimpin
yang tidak "secure" akan kesulitan menjadi pemimpin yang rendah hati. Namun,
pemimpin yang "secure" tidak akan tersinggung dan marah bila ditegur. Mereka membuka
diri untuk dikoreksi. Mereka bersedia untuk "learn", "unlearn", dan "relearn" tanpa harus
merasa malu.
Dunia bisnis di Barat pada abad ke-21, melalui Jim Collins, mengakui dan menghargai
kerendahan hati sebagai salah satu karakter pemimpin yang sejati. Dan berabad-abad
sebelumnya, dunia Timur melalui filsuf Cina kuno, Lao Tzu, telah menjunjung tinggi
pentingnya kerendahan hati sebagai syarat menjadi seorang pemimpin.
I have three precious things which I hold fast and prize. The first is gentleness; the second
33 |LEVEL 5 LEADERSHIP
frugality; the third is humility, which keeps me from putting myself before others. Be
gentle and you can be bold; be frugal and you can be liberal; avoid putting yourself before
others and you can become a leader among men. (Ada tiga hal berharga yang saya
pegang teguh. Kelembutan, kecermatan, dan kerendahan hati yang menjaga saya untuk
tidak menempatkan diri di atas orang lain. Bersikaplah lembut dan Anda akan menjadi
seorang yang hebat, jadilah cermat sehingga Anda menjadi orang yang liberal, jangan
merasa diri paling hebat dan Anda akan dapat menjadi pemimpin.)
Sungguh ironis bila pemimpin Kristen kontemporer justru mencampakkan sikap rendah
hati yang diajarkan Alkitab. Sungguh tragis bila Kristus yang menyebut diri-Nya sebagai
"lemah lembut dan rendah hati" tidak lagi menjadi teladan ideal.
Diambil dan diedit seperlunya dari:
Judul
buku : Kepemimpinan Kristen
Judul bab : Kerendahan Hati Versi Jim Collins, Lao
Tzu, dan
Yesus Kristus
Penulis : Sendjaya
Penerbit : Kairos, Yogyakarta 2004
Halaman : 79 -- 84
http://lead.sabda.org/lead/?title=kerendahan_hati_versi_jim_collins
34 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Fakta Ilmiah di balik Pemimpin Hebat
Bagaimana kita tahu seseorang adalah pemimpin yang tepat. Apakah
ketegasan dan karisma merupakan penentu keberhasilan
kepemimpinan? Apakah tampang yang cakep? Apa dasarnya? Kalau
orang manajemen pertanyaannya, apa CSF (critical success factors)-
nya?
Jim Collins adalah seorang pakar dan pengajar bidang manajemen dan
bisnis yang tertarik mempelajari mengapa sebuah perusahaan bisa
menjadi hebat dan perusahaan lain biasa-biasa saja. Collins
membentuk tim para peneliti yang mempelajari 6000 artikel dan
melakukan wawancara yang menghasilkan 2000 halaman catatan
wawancara dalam waktu 5 tahun untuk mencari tahu faktor-faktor kritis
penentu keberhasilan perusahaan-perusahaan tersebut. Hasil
penelitiannya dituangkan dalam buku bestseller-nya yang terkenal,
“Good to Great” , yang dinilai merupakan salah satu buku manajemen
terbaik.
Keputusan untuk hal yang sangat penting dan kritikal, seperti pilpres
saat ini, tidak boleh hanya didasari atas emosi atau kira-kira saja.
Prinsip-prinsip dari hasil penelitian Jim Collins dapat dan sebaiknya
digunakan dalam menentukan pemimpin yang akan membuat Indonesia
hebat (great), bukan sekadar baik/bagus (good). Karakteristik yang
dimiliki oleh perusahaan hebat adalah:
1. Kepemimpinan Level 5
2. Pertama Siapa … Baru Apa
3. Hadapi Fakta Brutal (Tanpa kehilangan Keyakinan)
4. Konsep Landak (Kesederhanaan)
5. Budaya Disiplin
6. Teknologi
Kita akan coba bahas satu persatu, mulai dari yang paling penting:
35 |LEVEL 5 LEADERSHIP
1. Kepemimpina Level 5
Kunci sebuah organisasi menjadi hebat adalah memiliki pemimpin level
5. Kepemimpinan Level 5 memiliki ciri kerendahan hati yang tulus tetapi
juga kemauan yang kuat.
Pemimpinan Level 5 memiliki gaya hidup yang sederhana, tidak
boros/”extravangant,” kekeluargaan dan relasi dengan komunitas yang
kuat, pernikahan yang sehat dan bertahan (long-term). Mereka
menganggap semua capaian sebagai berkat dari Tuhan dan bukan
karena kehebatan mereka. Mereka adalah pemimpin-pelayan (servant
leaders), bukan melayani kepentingan sendiri.
Kepemimpinan Level 5 dibutuhkan untuk dapat mentransformasikan
organisasi biasa menjadi organisasi hebat. Untuk menjadi pemimpin
Level 5 dibutuhkan dukungan kemampuan dari semua 4 tingkat
kepemimpinan di bawahnya, yaitu: Individu yang Kapabel (Level 1),
Anggota Tim yang Berkontribusi (Level 2), Manajer yang Kompeten
(Level 3), Kepemimpinan yang Efektif (Level 4). Banyak yang membuat
kesalahan dengan menekankan dikotomi antara manajer dan leader.
Para pakar leadership dan manajemen menyadari bahwa untuk mendari
leader yang efektif harus memiliki kemampuan manajerial yang baik.
(Silakan baca bukunya untuk informasi yang lebih detil).
Kepemimpinan Level 5 berlawanan dengan intuisi dan budaya.
Umumnya orang beranggapan bahwa untuk mentransformasikan dari
baik (good) menjadi hebat (great) dibutuhkan pemimpin yang
karismatik, pintar berorasi, pemimpin yang “larger-than-life” (percaya
diri, meyakinkan/impresif, flamboyan).
Pemimpin Level 5 memiliki sifat yang kelihatannya bertentangan
(dualitas), mirip Abraham Lincoln dan bukan seperti Napoleon (atau Lee
Iacocca atau Jack Welch). Mereka memiliki sikap “modest” (sederhana,
rendah hati, tidak menonjolkan diri) tetapi memiliki kemauan kuat, “shy”
(pemalu) tetapi “fearless” (tidak gentar/tidak kenal takut).
Kira-kira siapa yang memenuhi kriteria terpenting ini? Jokowi atau
Prabowo? Silakan direnungkan.
36 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Kepemimpinan Level 5 adalah faktor kritis dan penting untuk
menghasilkan organisasi hebat, tetapi ada faktor pendukung/penentu
lainnya.
2. Pertama Siapa … Baru Apa
Ada pernyataan “people is the most important asset” (orang adalah aset
yang paling penting). Jim Collins mengatakan bahwa pernyataan
tersebut salah. Yang benar adalah “the right people is the most
important asset” (orang yang tepat adalah aset yang paling penting).
Pemimpin yang hebat mulai dari memilih orang yang tepat, baru setelah
itu mengurus visi dan strategi, bukan sebaliknya. Mereka menempatkan
orang-orang yang tepat dalam bus dan menyingkirkan orang-orang
yang tidak tepat dari bus.
Mereka mendudukkan orang-orang yang tepat tersebut pada kursi dan
tempat yang tepat. Baru setelah itu mereka menentukan kemana bus
akan dibawa, menentukan visi dan strategi. Menurut Jim Collins “Great
vision without great people is irrelevant” (visi yang hebat tanpa orang
yang hebat akan menjadi tidak relevan). Orang-orang yang tepat akan
menentukan arah tujuan bus Indonesia Raya yang tepat.
Siapakah yang akan memilih orang yang tepat untuk duduk di kursi
yang tepat? Bukan karena kontrak-kontrak politik, tapi untuk mencapai
Indonesia Hebat? Silakan direnungkan.
3. Hadapi Fakta Brutal (Tanpa Kehilangan Keyakinan)
Organisasi yang hebat memiliki keyakinan teguh tak tergoyahkan
bahwa mereka dapat dan akan mencapai tujuan, walaupun harus
menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan. Namum di lain pihak
mereka memiliki kedisiplinan untuk mengkonfrontasi fakta yang paling
brutal dan realita yang ada, apapun itu dan betapa burukpun itu. Mereka
tidak menipu diri sendiri, mereka sadar dan bahkan mencari dan
menghadapi kelemahan dan kekurangan yang ada dengan optimisme
untuk mengalahkan dan menyelesaikannya. Mereka memiliki dua
disiplin sekaligus, “faith and facts” (keyakinan dan fakta), pada waktu
yang sama dan pada setiap waktu.
37 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Kita membutuhkan pemimpin yang realistis, bukan pemimpi tanpa
dasar, yang berani jujur menghadapi fakta brutal, tapi sekaligus memiliki
keyakinan untuk maju dan menang, untuk membuat Indonesia Hebat.
4. Konsep Landak (Sederhana tapi Penting/Utama)
Organisasi hebat adalah organisasi dengan konsep landak, bukan
rubah. Rubah mengetahui sedikit-sedikit tentang banyak hal, landak
mengetahui hanya satu hal utama dengan sangat baik. Stragegi rubah
kompleks, strategi landak itu sederhana. Landak hanya tahu kalau ada
musuh dia harus menggulung badannya dan menegakkan duri. Rubah
memiliki banyak jurus untuk menaklukkan landak. Dan siapakah yang
menang? Landak!
Konsep landak bukan tujuan, tetapi strategi, intensi, dan rencana untuk
mencapai kehebatan. Konsep landak merupakan irisan dari tiga
lingkaran: (1) Apa yang menjadi keunggulan organisasi, (2) Apa yang
menjadi penggerak mesin (ekonomi) organisasi, (3) Apa yang
membangkitkan gairah dan semangat orang-orangnya.
Organisasi hebat fokus pada satu hal, hal utama yang terpenting yang
akan menghasilkan perubahan dan transformasi menuju kehebatan.
Organisasi hebat memahami cara kerja organisasi dengan baik, faktor-
faktor pendorong dan penggerak organisasi. Organisasi hebat dapat
membangkitkan semangat dan gairah pada orang-orangnya. Pemimpin
hebat tidak menggerakkan orang dengan iming-iming uang atau hadiah
(motivasi dari luar/ekstrinsik), pemimpin yang hebat menggerakkan dan
membangkitkan motivasi intrinsik orang-orangnya. Pemimpin hebat
mengetahui apa yang menjadi gairah orang-orangnya.
Pemimpin dan pemerintah tidak bisa melakukan apapun tanpa orang-
orangnya (rakyat). Pemerintah adalah rakyat, rakyat adalah pemerintah.
Tugas pemerintah bukan mengulurkan tangan untuk membantu rakyat.
Tugas pemerintah bukan menciptakan masyarakat yang hanya bisa
menadahkan tangan. Tugas pemerintah adalah memberdayakan rakyat
(”empowering”). Hanya jika rakyat sadar akan tanggung jawabnya dan
bersedia bekerja sama bahu membahu untuk membangun, maka
Indonesia akan menjadi hebat.
38 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Siapakah pemimpin yang memahami gairah yang dapat menggerakkan
masyarakat? Siapakah pemimpin yang tahu hal utama dan terpenting
untuk mentransformasikan Indonesia?
5. Budaya Disiplin
Negara hebat memiliki budaya disiplin dengan tiga jenis kedisiplinan
sbb:
(1) Orang yang disiplin, maka tidak dibutuhkan hirarki
(2) Pikiran yang disiplin, maka tidak dibutuhkan birokrasi
(3) Tindakan yang disiplin, maka tidak dibutuhkan kontrol yang
berlebihan
Indonesia Hebat bergantung pada pembangunan budaya disiplin
tersebut. Budaya disiplin bukan tentang hukuman, tetapi tentang kontrol
dan penguasaan diri (self-control). Budaya disiplin bukan hanya tentang
tindakan yang disiplin, budaya disiplin adalah mendapatkan orang yang
disiplin … yang menggunakan pikiran yang disiplin dan … yang
melakukan tindakan yang disiplin.
Ahli politik sudah mengetahui sejak lama bahwa untuk memperoleh
kebebasan (freedom) harus ada aturan (rules). Budaya disiplin
membutuhkan dua hal yang kelihatannya bertentangan, pada satu sisi
ada tuntutan untuk mengikuti aturan dan sistem secara konsisten, pada
sisi lain, ada kebebasan dan tanggung jawab dalam sistem tersebut.
Kedisiplinan di sini merupakan hasil dari sebuah budaya, bukan sekedar
aturan.
Keajaiban akan muncul jika budaya disiplin digabungkan dengan etika
kewirausahaan (entrepreneurship).
Pemimpin mana yang akan menghindari birokrasi dan hirarki dan
sebagai gantinya akan menciptakan budaya disiplin? Bukan sekedar
tindakan disiplin yang harus dikontrol secara berlebihan, tetapi
membangun mental dan pikiran yang disiplin. Silakan direnungkan.
Bagi yang penasaran dan ingin tahu lebih lengkap dan detil, silakan beli
dan baca bukunya. Selamat merenung dan memutuskan dengan tepat,
bukan dengan emosi, bukan dengan asumsi dan ide yang belum teruji,
39 |LEVEL 5 LEADERSHIP
tapi dengan akal sehat dan rasio, dengan fakta, dengan metodologi
ilmiah yang terbukti, untuk Indonesia Hebat.
Wass.
JKamal
http://politik.kompasiana.com/2014/07/05/nasehat-pakar-manajemenbisnis-top-
untuk-indonesia-hebat-671826.html
5 Landasan Pemimpin Hebat OPINI | 26 April 2013 | 19:43 Dibaca: 802 Komentar: 0 0
Kepemimpinan adalah sebuah proses menggunakankan sejumlah nilai dan
prinsip-prinsip untuk menginspirasi dan mempengaruhi orang lain sehingga
berubah menjadi lebih baik dan mampu mencapai tujuan bersama.
Menimba inspirasi dari ktab suci, terutama dari Roma 12:8 boleh dikatakan bahwa
memimpin berarti juga “memerintah dengan rajin”. Kata Yunani proistēmi dalam
Roma 12:8 itu diterjemahkan dalam bahasa inggris menjadi to rule dan bahasa
Indonesia memberi pimpinan. Itu berarti kepemimpinan mensyaratkan sebuah
kerja keras bukan hanya secara fisik tetapi juga secara mental, emosional dan
spiritual.
Kemampuan memimpin yang hebat sangat diperlukan dalam bisnis, organisasi
politik, sosial, spiritual dan yang lainnya. Itu sebabnya, seorang pemimpin harus
memastikan bahwa ia memiliki semua kualitas dan nilai-nilai dari seorang
pemimpin besar dan tidak pernah berhenti belajar untuk bertumbuh. Berikut
adalah lima cara yang mendasar untuk menjadi seorang pemimpin hebat menurut
seorang penulisbernama Victorino Q. Abrugar :
1. Jadilah Hebat (Great) bukan sekedar baik (Good)
40 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Ada ungkapan mengatakan, “Pemimpin besar/hebat, membuat perbedaan”.
Berbeda disini bukan berarti kalau pemimpin lain buruanda harus menjadi baik
atau sebaliknya, kalau pemimpn lain baik anda lalu menjadi buruk. Berbeda disini
berarti bahwa entah pemimpin lain baik atau buruk Anda harus menjadi
pemimpin yang hebat (great). Dan Anda harus tetap hebat sepanjang waktu.
Kepemimpinan adalah sebuah transformasi dari yang baik (good) menjadi
besar/hebat (great), dari biasa menjadi luar biasa dan bahkan dari normal ke
supranormal. Seorang pemimpin dapat mengubah dari baik (good) menjadi besar
(besar) dengan berbagai cara berikut ini : berikut:
a. Dari penerima menjadi pemberi
b. Dari yang dilayani menjadi yang melayani
c. Dari pemikir menjadi pengambil keputusan
d. Dari membayangkan menjadi menciptakan
e. Dari kompetitif menjadi kooperatif
f. Dari reaktif menjadi proaktif
g. Dari hanya tepat waktu (timely) menjadi abadi (timeless).
h. Dari hanya sekedar membangun sistem pengorganisasian yang baik menjadi
merancang nilai-nilai dan prinsip-prinsip
i. Dari hanya merekrut pekerja menjadi merekrut oaring-orang kunci.
j. Dari material menjadi spiritual
k. Dari memerintah menjadi teladan hidup.
m.Dari mengendalikan orang menjadi mengendalikan diri
n.Dari tradisi menuju inovasi
2. Jadilah seperti matahari
Matahari adalah pusat tata surya. Planet-planet di gugusan tatasurya mengelilingi
Matahari dan bergerak disekitar matahari. Yang menarik dari analogi ini adalah
matahrai dan palnet-plenet pengikutnya bergerak bersama dalam irama yang
harmoni.
41 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Analogi ini mengajarkan sesuatu kepada kita bahwa sebuah tim akan menjadi tim
yang harmonis dan bergerak bersama kalau ada pemimpin yang kompeten dan
bisa diteladani.
Itu berarti pula seorang pemimpin harus menjadi inspirator dan penggerak
sekaligus. Ia memberdayakan pengikutnya sehingga mereka akhirnya mampu
bertumbuh kearah potensi maksimal mereka.
Selain itu matahari dengan panasnya juga menjadi sumber penghidupan di jagad
raya ini. Ini mengindikasikan seorang pemimpin haruslah juga memperhatikan
kehidupan anak buahnya. Ia tidak segan menolong ketika anak buahnya
membutuhkan pertolongan. John Maxwell mengingatkan bahwa perhatian
seorang pemimpin berbanding lurus dengan loyalitas anak buahnya. Maxwell
mengajarkan, “Kalau mau tanganya (loyalitas) sentuh dulu hatinya (perduli dulu).”
3. Tanamlah pohon bukan rumput
Apa bedanya pohon dengan rumput ? Pohon lama tumbuh tapi lama pula mati
(bahkan mungkin abadi karena biji yang jatuh dari pohon itu akan terus tumbuh
dan menduplikasi diri). Rumput sebaliknya, cepat tumbuh tapi cepat pula layu.
Analogi ini ingin mengajarkan bahwa seorang pemimpin hebat haruslah
menciptakan sesuatu yang bersifat tahan lama atau malahan kekal, bukan sesuatu
yang temporer. Pemimpin hebat membangun segala sesuatu diatas batu karang
bukan pasir.
Pemimpin yang buruk selalu berusah cepat “mendapatkan hasil”, tidak perduli
entah bagaimana caranya, namun pemimpn hebat tidak demikian. Ia menyadari
perlunya proses dalam segala sesuatu. Ia tidak suka “mengkarbit” sesuatu.
Ada beberapa contoh bisa disebutkan. Pemimpin perusahaan yang mendorong
anak buahnya untuk mencari profit sebesar-besarnya bahkan kaau perlu dengan
mencurangi costumer, jelas merupakan contoh pemimpin yang buruk. Pemimpin
jenis ini mau serba instan.
42 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Atau pemimpin agama yang menggunakan “ancaman ayat-ayat suci“ kepada
orang lain agar mau memeluk agama yang dianutnya, jelas contoh lain lagi dari
pemimpin yang buruk.
Sukses yang dicapai noleh pemimpin tipe rumput itu tidak akan bertahan lama.
Secepat kilat melejit, sekejap mata menghilang!
Sebaliknya, pemimpin tipe pohon yang bersedia sabar mengikuti proses dengan
seksama malahan akan menuai hasil yang lebih baik dan lebih langgeng.
Pemimpin tipe ini tidak menerapkan trik tapi prinsip, tidak mengakali tapi
mengedukasi, tidak buru-buru tapi sabar.
4. Berjalan seperti burung merpati berpikir seperti ular
Kitab suci memberi banyak petunjuk dalam hal kepemimpinan. Matius 10:16
mengatakan, “…sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti
merpati.
Seorang pemimpin tidak hanya membutuhkan kemampuan intelektual yang
mumpuni tetapi juga harus memiliki kerendahan hati dan kesederhanaan. Atau
meminjam ayat kitab suci diatas, seorang pemimpin harus berpikir secerdik ular
namun sekaligus harus bertindak setulus dan sesederhana layaknya merpati.
Kombinasi dari intelektualitas yang tinggi (termasuk di dalamnya keahlian
professional) dan kerendahatian yang dalam menjadi jaminan seseorang bisa
sampai ke puncak tangga kepemimpinan. Paling tidak hal ini diyakini oleh Jim
Collin dalam teori “Five level Leadership-nya”.
5. Jadilah pengikut dari Allah yang Maha Besar
Pemimpin hebat mematuhi dan hidup menurut hukum Allah, sementara
pemimpin buruk memimpin dengan hikmatnya sendiri. Dengan mengikuti hukum-
hukum Allah yang kekal, maka seorang pemimpin akan menerapkan prinsip-
prinsip yang tidak akan bertentangan dengan moralitas. Dan yang yang pasti,
hukum-hukum Allah itu selalu benar dan bersifat universal.
43 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Dengan demikian ketika pemimpin hebat menerapkan hukum-hukum itu dalam
kepemimpinanya, ia sedang menghadirkan “Kerajaan Allah” dalam realitas
Kerajaan dunia yang jahat dan gelap ini.
http://filsafat.kompasiana.com/2013/04/26/5-landasan-pemimpin-hebat-
550562.html
GOOD TO GREAT
RESUME
Pengarang : Jim Collins
Publication : October 16, 2001
Peneribit : William Collin
Halaman : 320 lembar
Good to Great karya Jim Collins bukan sekadar buku yang berbicara
tentang kemajuan dalam organisasi, namun tentang bagaimana bertumbuh
menjadi luar biasa. Sejak di bagian awal buku, Jim Collins menekankan
bahwa "good is the enemy of great". Kata-kata ini akan terus diulang di
44 |LEVEL 5 LEADERSHIP
dalam buku, sehingga pembaca akan terdorong untuk "melepaskan" diri
dari bayang-bayang pencapaian yang sudah diraih organisasinya untuk
fokus agar terus bertumbuh menjadi luar biasa.
Prinsip-prinsip dalam Good to Great adalah sari pati dari riset yang
dilakukan secara menyeluruh dan dalam waktu lama. Jim menganalisis
perusahaan-perusahaan yang harga sahamnya naik minimal 3 kali lipat
lebih banyak dari kenaikan rata-rata nilai saham keseluruhan dalam
rentang waktu 15 tahun.
Jim juga memisahkan kondisi keseluruhan dari industri dan perusahaan
yang diteliti agar bisa membedakan mana yang didorong oleh kemajuan di
industri, dan mana yang benar-benar bertumbuh tanpa terpengaruh kondisi
industrinya. Ia kemudian menganalisis berbagai faktor dalam perusahaan,
mulai dari teknologi, sistem renumerasi, gaya kepemimpinan, strategi
merger dan akuisisi perusahaan, serta berbagai variabel lainnya untuk
melihat apa yang membuat sebuah perusahaan bisa berubah dari sekadar
baik menjadi luar biasa.
Hasilnya, Jim Collins menemukan bahwa ada beberapa prinsip yang dapat
dilakukan untuk mendorong terciptanya sebuah "flywheel". Flywheel adalah
istilah untuk tindakan yang saling terkait satu sama lain, yang pada
akhirnya mendorong momentum perubahan sebuah organisasi menjadi
luar biasa.
Dalam flywheel, satu tindakan mendorong tindakan lainnya, dan di saat
yang sama, sebuah tindakan merupakan hasil dari tindakan sebelumnya.
Semuanya menjadi seperti roda yang bergerak semakin lama semakin
cepat, dan menggerakkan organisasi untuk lebih unggul dari organisasi
45 |LEVEL 5 LEADERSHIP
lainnya. Dalam flywheel tersebut, ada 3 hal besar yang harus diperhatikan,
yakni disciplined people, disciplined thought, dan disciplined action. Berikut
ini sekilas mengenai ketiga hal tersebut.
Tahap pertama ini terdiri atas 2 hal, yaitu "Level 5 leadership" dan "First
who, then what". Dalam "Level 5 leadership", Jim menjelaskan pentingnya
kepemimpinan dengan kapasitas "level 5". Hampir semua dari perusahaan
yang berubah dari sekadar baik menjadi luar biasa dipimpin oleh pemimpin
jenis ini. Hal utama yang membedakan mereka dengan pemimpin lain
adalah, bahwa para pemimpin level 5 ini mempunyai karakter yang
paradoks dalam hal kesederhanaan sebagai individu dan ambisi sebagai
seorang professional.
Pemimpin level 5 adalah orang yang rendah hati, tidak menonjolkan diri,
dan banyak memberikan kredit atas kontribusi pihak lain. Namun di saat
yang sama, dia juga mempunyai determinasi, kapasitas, dan ambisi yang
kuat sebagai seorang professional.
Dalam "First who, then what", Jim menjelaskan perlunya merekrut orang-
orang terbaik dalam bidangnya masing-masing. Dengan modal ini, barulah
sebuah organisasi memutuskan tujuan apa yang ingin dicapai, sesuai
dengan rekomendasi dan kesepakatan tim yang solid ini. Hal ini membuat
semua orang dalam organisasi dapat berkontribusi maksimal.
Menurut Jim, jika organisasi memutuskan kebalikannya (first what, then
who), maka organisasi akan bergantung pada 1-2 orang yang "jenius" saja,
dan anggota tim yang lain hanya berfokus membantu tanpa berbuat lebih
jauh.
46 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Disciplined Thought
Di tahap kedua, perusahaan bergerak dari kondisi "build up" menjadi
"breakthrough". Ini berarti pada tahap ini, sudah ada peningkatan yang
terjadi sebagai hasil penerapan prinsip-prinsip sebelumnya. Di tahap ini,
ada 2 hal penting yang harus diperhatikan, yaitu "Confront the brutal fact"
dan "Hedgehog concept".
Confront the brutal fact berarti sebuah organisasi harus mempunyai budaya
keterbukaan dalam hal komunikasi. Keterbukaan ini bukan dalam
semangat ingin menjatuhkan, namun dalam semangat perbaikan.
Pemimpin mendorong keterbukaan dengan lebih banyak mengajukan
pertanyaan daripada jawaban.
Sedangkan para staf di level bawah dan menengah mendorong
keterbukaan. Di antaranya dengan menganalisis kondisi perusahaan
secara jujur, melihat kesalahan secara apa adanya tanpa ditutupi, atau
apapun dalam kaitannya dengan keterbukaan untuk menerima fakta secara
apa adanya.
Sedangkan Hedgehog concept adalah analisis organisasi yang didasarkan
atas 3 pertanyaan besar:
1. Aktivitas apa yang paling menarik bagi organisasi untuk
dilakukan?
2. Aktivitas apa yang bisa dilakukan organisasi dengan lebih
baik dibandingkan pesaing?
3. Aktivitas apa yang paling menguntungkan secara ekonomi
bagi organisasi?
Interseksi ketiga pertanyaan tersebut adalah area yang harus menjadi
fokus kegiatan sebuah organisasi agar bertumbuh dengan maksimal.
Disciplined Action
47 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Pada tahap ini, fokus perusahaan bukan lagi untuk bertumbuh, tetapi
bagaimana mempertahankan pertumbuhan secara berkelanjutan. Di tahap
ini ada 2 hal utama, yaitu "A culture of discipline" dan "Technology
accelerator". A culture of discipline adalah pentingnya perusahaan
mempunyai sebuah sistem kerja yang bisa menjamin budaya kerja tanpa
adanya pengawasan, sehingga pertumbuhan bisa terus dialami.
Technology accelerator adalah pentingnya perusahaan mengaplikasi
kemajuan teknologi sebagai alat untuk mempercepat pertumbuhan, bukan
sebagai fokus dari pertumbuhan. Segala kemajuan yang bisa
mempercepat gerak perusahaan, perlu diadaptasi. Sebaliknya, teknologi
yang tidak relevan terhadap pertumbuhan perusahaan tidak perlu
diadaptasi. Ini dilakukan agar perusahaan tetap efisien dalam pengeluaran
sumber daya uang dan waktu.
Disciplined People
Yang menjadi ukuran bahwa suatu perusahaan dapat disebut dengan
perusahaan yang hebat adalah :
1. Harga saham kumulatif perusahaan hebat tersebut minimal
3 kali diatas harga pasar.
2. Perusahaan sebagaimana tersebut diatas harus dapat
bertahan minimal 15 tahun di kondisi tersebut.
3. Pola perusahaan tersebut tidak tergantung pada jenis
industri, namun berlaku universal.
Dalam melakukan penelitiannya, Jim Collins menggunakan beberapa cara
sebagai berikut :
* Mengumpulkan berbagai informasi & data mengenai perusahaan-
perusahaan yang ada di Amerika, termasuk di dalamnya informasi
48 |LEVEL 5 LEADERSHIP
mengenai harga saham tersebut di pasar dan operasional perusahaan
tersebut sehari-hari.
* Mengklasifikasikan perusahaan-perusahaan tersebut ke dalam golongan :
Kelompok perusahaan dengan industri sejenis. Kelompok perusahaan
yang memiliki harga saham kumulatif minimal 3 kali diatas harga pasar,
dan dapat bertahan minimal 15 tahun, yang kemudian disebut kelompok
perusahaan baik-menjadi-hebat.
Kelompol perusahaan pembanding, yaitu perusahaan yang pernah memiliki
harga saham kumulatif minimal 3 kali diatas harga pasar, namun gagal
mempertahankannya.
* Membandingkan perusahaan baik-menjadi-hebat dengan perusahaan
pesaing langsung (perusahaan industri sejenis) dengan perusahaan yang
gagal melakukan lompatan dari hasil baik menjadi hebat (atau bila berhasil
mencapai hebat, namun gagal mempertahankannya), dan juga dengan
perusahaan yang biasa saja, à untuk menemukan faktor penting yang
membedakan perusahaan baik-menjadi-hebat dengan perusahaan lainnya.
Dari hasil membandingkan tersebut didapatkanlah informasi sebagai
berikut :
Didapatkan hasil 11 perusahaan masuk dalam kategori perusahaan
baikmenjadi-hebat. Perusahaan baik-menjadi-hebat, jika diinvestasikan
uang senilai $1 pada tahun x (tahun transisi), maka 15 tahun kemudian
setelah masa transisi perusahaan tersebut, rata-rata nilai kumulatif harga
saham hasil investasi tersebut (dengan asumsi : deviden hasil saham
tersebut diinvestasikan kembali, sesuai dengan semua pemisahan saham)
pada tahun ke-15 adalah 6,9 x harga pasar (atau nilai uang awal $1
tersebut menjadi 471x, sedangkan dalam pasar nilainya 56x). 10 dari 11
49 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Dirut perusahaan baik-menjadi-hebat berasal dari dalam perusahaan
tersebut, dan hanya 1 perusahaan yang Dirutnya berasal dari luar
perusahaan tersebut, dimana perusahaan pembanding melakukan
pergantian Dirut dari luar perusahaan mereka 6x lebih sering.
Ditemukan tidak ada pola sistematis yang menghubungkan bentuk spesifik
dari kompensasi eksekutif terhadap proses beranjaknya perusahaan dari
status baik menjadi status hebat. Pendapat yang mengutarakan bahwa
struktur kompensasi eksekutif merupakan penggerak utama dalam kinerja
perusahaan tidak didukung oleh data yang ada.
Strategi saja tidak memisahkan perusahaan baik-menjadi-hebat dari
perusahaan pembanding. Kedua kelompok perusahaan mempunyai
strategi yang ditetapkan dengan baik, dan tidak ada bukti bahwa
perusahaan baikmenjadi-hebat meluangkan waktu lebih banyak untuk
membuat rencana strategi jangka panjang ketimbang perusahaan
pembanding.
Perusahaan baik-menjadi-hebat secara prinsip tidak memfokuskan pada
apa yang harus dilakukan untuk menjadi hebat, mereka juga memfokuskan
dengan perhatian yang sama besar pada apa yang tidak boleh dilakukan
dan tindakan apa yang harus dihentikan.
Teknologi dan perubahan yang digerakkan oleh teknologi praktis tidak
mempunyai kaitan dengan memulai transformasi dari baik menjadi hebat.
Teknologi dapat mempercepat transformasi, namun teknologi tidak dapat
menyebabkan terjadinya transformasi.
Merger dan akuisisi praktis tidak mempunyai peran dalam memulai
transformasi dari baik menjadi hebat. 2 perusahaan besar dengan prestasi
50 |LEVEL 5 LEADERSHIP
sedang yang bergabung menjadi 1 tidak pernah menjadi satu perusahaan
yang hebat.
Perusahaan baik-menjadi-hebat kurang memberi perhatian untuk
mengelola perubahan, memotivasi orang, atau menciptakan penyesuaian.
Dengan kondisi yang tepat, sebagian besar masalah komitmen,
penyesuaian, motivasi dan perubahan akan hilang dengan sendirinya.
Perusahaan baik-menjadi-hebat tidak mempunyai nama, batas tanggal
tertentu, peresmian peristiwa, atau program untuk menandai transformasi
mereka. Sekalipun demikian, beberapa melaporkan tidak menyadari
mengenai besarnya transformasi pada waktu itu. Barulah kemudian, ketika
melakukan introspeksi, hal ini menjadi jelas. Benar, mereka benar-benar
membuahkan lompatan revolusioner dalam hasil, tetapi tidak dengan
proses revolusioner.
Perusahaan baik-menjadi-hebat, secara umum, tidak berkecimpung dalam
industri yang hebat, dan beberapa berada dalam industri yang buruk sekali.
Kami belum pernah bertemu dengan kasus perusahaan yang sudah
berada dalam posisi mantap ketika tinggal landas. Kehebatan bukan fungsi
keadaan. Kehebatan, ternyata, pada dasarnya adalah masalah pilihan
yang dibuat secara sadar.
The reason why we have to read “good to great”
Pertama, buku ini adalah penjabaran hasil riset yang menganalisis
berbagai dimensi dan dari berbagai sumber informasi dalam jangka waktu
lama. Buku ini bukan sekadar versi panjang dari ilham penulis yang
ditambah-tambahkan dengan data-data untuk memperkuat argumen.
51 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Kedua, buku ini berhasil menyajikan prinsip yang berlaku universal,
sehingga isinya dapat diterapkan dalam berbagai kondisi, termasuk dalam
momen perubahan ICT dan perubahan sosial saat ini.
Ketiga, buku ini ditulis dengan gaya bahasa bercerita yang enak dibaca.
Dalam buku ini, pembaca akan membayangkan Jim Collins seolah sedang
bercerita mengenai hasil risetnya. Ketiga hal itulah yang menjadi alasan
mengapa buku ini menarik untuk dibaca oleh siapapun yang tertarik untuk
berubah dari sekadar baik menjadi luar biasa
http://teknikkepemimpinan.blogspot.com/2012/06/good-to-great.html
KONSEP BUDAYA ORGANISASI
Budaya Organisasi merupakan bagian dari MSDM dan Teori Organisasi. MSDM
BO dilihat diri aspek prilaku, sedangkan Teori organisasi dilihat dari aspek
sekelompok individu yang berkerjasama untk mencapai tujuan, atau organisasi
sebagai wadah tempat individu bekerjasama secara rasional dan sistematis untuk
mencapai tujuan.
DALAM pekembangannya, pertama kali Budaya Organisasi dikenal di Amerika dan
Eropa pada era 1970-an. Salah satu tokohnya,Edward H. Shein seorang Profesor
Manajemen dari Sloan School of Management, Massachusetts Institute of
Technology dan juga seorang Ketua kelompok Studi Organisasi (1972-1981), serta
Konsultan BO pada berbagai perusahaan di Amerika dan Eropa.Salah satu karya
ilmiahnya, “Organizational Culture and Leadership”.
Di Indonesia Budaya Organisasi mulai dikenal pada tahun 80-90-an, saat banyak
dibicarakan tentang konflik budaya, bagaimana mempertahankan
Budaya Indonesia serta pembudayaan nilai-nilai baru. Bersamaan dengan itu para
akademisi mulai mengkajinya dan memasukkannya ke dalam kurikulum berbagai
52 |LEVEL 5 LEADERSHIP
pendidikan formal dan infomal. Salah satu pakar yang cukup gigih
mengembangkan BO adalah Prof Dr. Taliziduhu Ndraha, seorang pakar Ilmu
Pemerintahan.
Definisi
Berasal dari istilah budaya dan organisasi, menurut Kroeber dan Kluchon tahun
1952 menemukan 164 definisi Budaya. Akan tetapi pengertian yang penulis
kemukakan di sini hanya yang terkait dengan Budaya Organisasi.
Taliziduhu Ndraha dalam bukunya Budaya Organisasi mengemukakan pendapat
Edward Burnett dan Vijay Sathe, sebagai berikut : Edward Burnett mendefinsikan
sebagai ; “Culture or civilization, take in its wide technografhic sense, is that
complex whole which includes knowledge, bilief, art, morals, law, custom and any
other capabilities and habits acquired by men as a member of society.”
Budaya mempunyai pengertian teknografis yang luas meliputi ilmu pengetahuan,
keyakinan/percaya, seni, moral, hukum, adapt istiadat, dan berbagai kemampuan
dan kebiasaan lainnya yang didapat sebagai anggoa masyarakat. sedang Vijay
Sathe mengartikan “Culture is the set of important assumption (opten unstated)
that members of a community share in common”.
Budaya adalah seperangkat asumsi penting yang dimiliki bersama anggota
masyarakat.
Edgar H. Schein : Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan,
ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran
untuk mengatasi masalah adaptasi ekstrenal dan integrasi internal yang resmi dan
terlaksana dengan baik dan oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada angota-
anggota baru sebagai cara yang tepat memahami, memikirkan dan merasakan
terkait degan masalah-masalah tersebut.
Unsur-unsu Budaya
1. Ilmu Pengetahuan
2. Kepercayaan
3. Seni
53 |LEVEL 5 LEADERSHIP
4. Moral
5. Hukum
6. Adat-istiadat
7. Perilaku/kebiasaan (norma) masyarakat
8. Asumsi dasar
9. Sistem Nilai
10. Pembelajaran/Pewarisan
11. Masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal
Beberapa pemikir dan penulis telah mengadopsi tiga sudut pandang berkaitan
dengan budaya, sebagai mana dikemukakan Graves, 1986, sebagai berikut :
1. Budaya merupakan produk konteks pasar di tempat organisasi beroperasi,
peraturan yang menekan, dsb.
2. Budaya merupakan produk struktur dan fungsi yang ada dalam
organisasi, misalnya organisasi yang tersentralisasi berbeda dengan organisasi
yang terdesentralisasi.
3. Budaya merupakan produk sikap orang orang dalam pekerjaan mereka,
hal ini berarti produk perjanjian psikologis antara individu dengan organisasi.
Definisi organisasi, J.R. Schermerhorn mengartikan "Organization is a collection of
people working together in a division of labor to achieve a common
purpose". Organisasi adalah kumpulan orang yang bekerjasama untuk mencapai
tujuan bersama. SedangkanPhiliph Selznick, Organisasi adalah pengaturan
personil guna memudahkan pencapaian beberapa tujuan yang telah ditetapkan
melalui alokasi fungsi dan tanggung jawab.
Unsur-unsur Organisasi
1. Kumpulan orang
2. Kerjasama
3. Tujuan bersama
4. Sistem Koordinasi
5. Pembagian tugas adntanggung jawab
6. Sumber Daya Organisasi.
Budaya Organisasi
Peter F. Drucker , Budaya Organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah
54 |LEVEL 5 LEADERSHIP
ekternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu
kelompok yang kemudian mewariskan kepada angota-anggota baru sebagai cara
yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-
masalah terkait sepeti di atas.
Phithi Sithi Amnuai, Budaya Organisasi adalah seperangkat asumsi dasar dan
keyakinan yang dianut oleh anggota-angota organisasi, kemudian dikembangkan
dan diwariskan guna mengatasi masalah-masalah adaptasi eksternal dan masalah-
masalah integrasi internal.
Edgar H. Schein, Budaya Organisasi mengacu ke suatu system makna bersama,
dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu terhadap
organisasi lain.
Daniel R. Denison
Jadi Budaya Organisasi adalah nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip dasar yang
merupakan landasan bagi system dan praktek-praktek manajemen serta perilaku
yang meningkatkan dan menguatkan perinsip-perinsip tersebut. Robbins, Budaya
Organisasi dimaknai sebagai filosofi dasar yang memberikan arahan bagi
kebijakan organisasi dalam pengelolaan karyawan dan nasabah. Lebih lanjut
Robbins (2001) menyatakan bahwa sebuah sistem makna bersama dibentuk oleh
para warganya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain.
Sistem pemaknaan bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari nilai-nilai
organisasi. Dalam hal ini Robbins memberikan 7 karakteristik budaya organisasi
sebagai berikut :
1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko
2. Perhatian terhadap detail
3. Berorientasi pada hasil
4. Berorientasi kepada manusia
5. Berorientasi pada tim
6. Agresivitas
7. Stabilitas
55 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Ahob dkk (1991) mengemukakan 7 dimensi budaya organisasi, sebagai berikut :
1. Konformitas
2. Tanggungjawab
3. Penghargaan
4. Kejelasan
5. Kehangatan
6. Kepemimpinan
7. Bakuan mutu
Berdasarkan berbagai uaraian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
BO merupakan sistem nilai yang diyakini dan dapat dipelajari, dapat diterapkan
dan dikembangkan secara terus menerus. BO juga berfungsi sebagai perkat,
pemersatu, identitas, citra, brand, pemacu-pemicu (motivator ),
pengengmbangan yang berbeda dengan organisasi lain yang dapat dipelajaridan
diwariskan kepada generasi berikutnya, dan dapat dijadikan acuan prilaku
manusia dalam organisasi yang berorientasi pada pencapaian tujuan atau
hasil/target yang ditetapkan.
Unsur-unsur Budaya Organisasi
1. Asumsi dasar
2. Seperangkat nilai dan Keyakinan yang dianut
3. Pemimpin
4. Pedoman mengatasi masalah
5. Berbagai nilai
6. Pewarisan
7. Acuan prilaku
8. Citra dan Brand yang khas
9. Adaptasi
Unsur Budaya Menurut Susanto :
1. Lingkungan Usaha
2. Nilai-nilai
3. Kepahlawanan
4. Upacara/tata cara
56 |LEVEL 5 LEADERSHIP
5. Jaringan Cultural
Level Budaya Organisasi
1. Artifact ( Physical Characteristics; Behavior; Public Dcocuments ).
2. Espoused Value ( Strategies; Goals; Philosophies).
3. Basic Underlying Assumptions ( Biliefs; Percption; Feeling; Aspects of behavior;
Internal & external relationships )
Level Budaya organisasi yg lain :
1. Assumsi dasar
2. Value
3. Norma Prilaku
4. Perilaku
5. Artefact
Budaya Organisasi disebut juga Budaya perusahaan
Budaya perusahaan sering juga disebut budaya kerja, karena tidak bisa dipisahkan
dengan kinerja (performance) Sumber Daya Manusia (SDM); makin kuat budaya
perusahaan, makin kuat pula dorongan untuk berprestasi.
Budaya perusahaan (corporate culture) memang sulit didefinisikan secara tegas
dan sulit diukur, namun bisa dirasakan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) di dalam
perusahaan tersebut. Suatu perusahaan yang mempunyai budaya perusahaan
yang kuat bahkan dapat terlihat atau teramati oleh peninjau dari luar perusahaan,
yang mengamati. Pengamat tersebut akan merasakan suasana yang khas dan
?lain dari pada yang lain, di dalam perusahaan tersebut, bila dibandingkan dengan
perusahaan lainnya.
Oleh karena suatu organisasi terbentuk dari kumpulan individu yang berbeda baik
sifat, karakter, keahlian, pendidikan, dan latar belakang pengalaman dalam
hidupnya, perlu ada pengakuan pandangan yang akan berguna untuk pencapaian
misi dan tujuan organisasi tersebut, agar tidak berjalan sendiri-sendiri.
Penyatuan pandangan dari Sumber Daya Manusia (SDM) di dalam perusahaan ini
57 |LEVEL 5 LEADERSHIP
diperlukan dalam bentuk ketegasan dari perusahaan, yang dituangkan dalam
bentuk budaya kerja yang akan mencerminkan spesifikasi dan karakter
perusahaan tersebut. Budaya kerja ini akan menjadi milik dan pedoman bagi
seluruh lapisan individu yang ada di dalam perusahaan/organisasi tersebut dalam
menjalankan tugasnya. Budaya kerja inilah yang sering kita dengar sekarang
dengan istilah Corporate Culture.
Definisi Budaya perusahaan
Walaupun sulit didefinisikan secara tegas, untuk data memahami apa yang
dimaksudkandengan budaya perusahaan ada beberapa batasan atau pernyataan
yang dapat membantu penyamaan persepsi, atau setidaknya pemahaman
mengenai budaya perusahaan.
Schein,E.H. mencoba memberikan beberapa pengertian umum mengenai budaya
perusahaan:
1. Observed behavioral regularities when people interact. (Keteraturan-
keteraturan perilakuyang teramati apabila orang berinteraksi.)
2. The norms that evolve in workin group. (Norma-norma yang berkembang
dalam kelompok kerja.)
3. The dominant values espoused by an organization?. (Nilai-nilai yang
dominan yang didukungoleh suatu organisasi.)
4. The philosophy directing the organization policy. (Filosofi yang
mengarahkan kebijaksanaan organisasi.)
5. The rule of the game for getting along inthe organization. (Aturan
permainan yang harus ditaatiuntuk dapat diterima sebagai anggota di dalam
organisasi.)
6. The feeling or climate in an organization. (Perasaan atau iklim dalam
suatu organisasi.)
Jadi pada dasarnya Corporate Culture atau budaya perusahaan mempunyai
pengertian sebagai aturan main yang ada di dalam perusahaan yang akan menjadi
pegangan dari Sumber Daya Manusia (SDM)-nya dalam menjalankan
kewajibannya dan nilai-nilai untuk berprilaku di dalam organisasi tersebut.
Dapat juga dikatakan, budaya perusahaan adalah pola terpadu perilaku manusia
58 |LEVEL 5 LEADERSHIP
di dalam organisasi/perusahaan termasuk pemikiran-pemikiran, tindakan-
tindakan, pemicaraan-pembicaraan yang dipelajari dan diajarkan kepada generasi
berikutnya.
Terbentuknya Budaya Perusahaan
Budaya perusahaan yang terbntuk banyak ditentukan oleh beberapa unsure,
yaitu:
1. Lingkungan usaha; lingkungan di mana perusahaan itu beroperasi akan
menentukan apa yang harus dikerjakan oleh perusahaan tersebut untuk menvapai
keberhasilan.
2. Nilai-nilai (values); merupakan konsep dasar dan keyakinan dari suatu
organisasi.
3. Panutan/keteladanan; orang-orang yang menjadi panutan atau teladan
karyawan lainnya karena keberhasilannya.
4. Upacara-upacara (rites and ritual); acara-acara rutin yang diselenggarakan
oleh perusahaan dalam rangka memberikan penghargaan pada karyawannya.
5. Network; jaringan komunikasi informal di dalam perusahaan yang dapat
menjadi sarana penyebaran nilai-nilai dari budaya perusahaan.
Dalam proses pengembangannya, budaya perusahaan dipengaruhi oleh factor-
faktor:kebijakan perusahaan (Corporate Wisdom), gayaperusahaan (Corporate
Style), dan jati diri perusahaan (Corporate Identity).
Kebijakan perusahaan (Corporate Wisdom) ditunjang oleh Filosofi Perusahaan
(serangkaian nilai-nilai yang menjelaskan bagaimana perusahaan dengan
pelanggan, produk atau pelayanannya, bagaimana karyawan berhubungan satu
sama lain, sikap, perilaku,gaya pakaian, dan lain-lain serta apa yang bias
mempengaruhi semangat), keterampilan yang dimiliki dan pengetahuan yang
terakumulasi dalam perusahaan.
Jati diri perusahaan (Corporate Identity) ditunjang oleh Citra perusahaan , Kredo
(semboyan) perusahaan, dan proyeksi perusahaan atau apa yang ditonjolkan
perusahaan.
Gaya perusahaan (Corporate style) ditunjang oleh profil karyawan, pengembagan
59 |LEVEL 5 LEADERSHIP
SDM dan masyarakat perusahaan (Corporate community) atau bagaimana
penampilan perusahaan tersebut di lingkungan perusahaan lainnya.
Budaya Perusahaan perlu difahami lebih baik karena :
1. BP terlihat secara nyata dan dapat dirasakan sehingga dapat menjadi
kebanggaan (pride).
2. Kinerja individu dan perusahaan serta what business are we ini tidak mungkin
dapat difahami dengan baik tanpa memperhatikan BP. Hal inibanyak kaitannya
dengan pengembagan karier.
Menurut Harris dan Moran dalam bukunya Managing Cultural Differences (1991)
baru sejak decade yang lalau ( akhir 70-an atau awal 80-an) para eksekutif dan
cendikiawan benar-benar memperhatikan factor BP/BO yang ternyata
berpengaruh terhadap prolaku, moral atau semangat kerja dan produktivitas
kerja.
Pada saat ini manajemen menjadi lebih memahami bawa komponen-komponen
budaya seperti adapt istiadat, tradisi, peraturan, aturan-aturan, kebijaksanaan
dan prosedur bias membuat pekerjaan menjadi lebih menyenangkan , sehingga
bias meningkatkan produktivitas, memnuhi kebutuhan elanggan dan
meningkatkan daya saing perusahaan. BP memerikan kepada karyawan
kenyamanan, keamanan, kebersamaan, rasa tanggung jawab, iut memiliki,
mereka tahu bagaimana berprilaku, apa yang harus mereka kerjakan, dll.
Dengan BP pegawai menjadi lebih menyenagkan, maka perluada upaya serius dari
seluruh SDM perusahaan ( Stake holders ) untuk memlihara keberadaannya.
Untuk itu diperlukan komitmet dari seluruh pegawai, mulai dari top, middle
sampai lower atau perasioal merupakan persyaratan mutlak untuk tetap
terpeliharanya BP. Komitme tidak sekedar keterkaiatan secara fisik, tapi juga
secara mental.
Komitmen = Confidence + Motivation
60 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Confidence : a measure of s person's self assuredness ( ukuran keyakinan diri
seseoramg ) atau feeling 0f being able to do a task well without much supervision
( rasa mampu melakukan sesuatu tugas dengan baik tanpa banyak diawasi).
Motivation : a person's interest in and anthusiasm of doing a task well ( minat dan
atusas seseorang untuk melakukan sesuatu tugas dengan baik ).
Selain Komitmen, juga diperlukan suasana kerka atau iklim erja yang kondusif.
Dalam hal ini De Bettignies, H.CI dari INSEAD, suatu sekolah bisnis di Perancis
mengemukakan 9 parameter Iklim Kerja yang Kondusif :
1. Konformity ( Kepatuhan)
2. Reactance (Reaksi atau respon)
3. Responsibility (Tanggung jawab)
4. Risk Taking (Pengambilan Resiko)
5. Standards ( Standar atau Baku )
6. Rewards (Upah/ganjaran)
7. Clarity ( kejelasan)
8. Team Spirit (Semangat Tim)
9. Warmth (Kehangatan atau keakraban)
Perusahaan bukan lagi hanya tempat berkarya mencari nafkah, tetapi lebih dari
itu, diyakini sebagai tempat dimana individu merasa memperoleh nilai tambah
dan dapat mengembagkan diri.
Agar pegawai tetap mejadi mebih menyenangkan, maka BP harus bersifat
dinamis, artinya BP harus terbuka, adaptif dan siap berbah sesuai yang terjadi
dilingkungan intern maupun ekstern perusahaan.
Jenis-jenis budaya Organisasi
1. Berdasarkan Proses Informasi
Budaya Rasional
Budaya Idiologis
Budaya Konsensus
Budaya Hierarkis
61 |LEVEL 5 LEADERSHIP
2. Berdasarkan Tujuannya
Budaya Organisasi Perusahaan
Budaya Organisasi Publik
Budaya Organisasi Sosial
Fungsi dan dinamika budaya organisasi
Fungsi Budaya Organisasi
1. Perasaan Identitas dan Menambah Komitmen Organisasi
2. Alat Pengorganisasian Anggota
3. Menguatkan Nilai-Nilai dalam Organisasi
4. Mekanisme Kontrol Prilaku ( Nelson dan Quick,1997)
Tipe budaya organisasi
1. Budaya Birokrasi
2. Budaya Inovatif
3. Budaya Suporatif
Sementara itu Robbins, 2001 mengemukakan Fungsi BO, sebagai berikut :
1. Pembeda antara satu organisasi dengan organisasi laiannya
2. Membangun rasa identitas bagi anggota organisasi
3. Mempermudah tumbuhnya komitmen
4. Meningkatkan kemantapan system social, sebagai perekat social, menuju
integrasi organisasi.
Karakteristik BO
1. Inisiatif Individual
2. Toleransi terhadap tindakan beresiko
3. Pengarahan
4. Integrasi
5. Dukungan manajemen
6. Kontrol
7. Identitas
8. Sistem Imbalan
9. Toleransi terhadap konflik
10. Pola komunikasi
Pembentukan BO
Deal & Knnedi, mengemukakan lima unsure pembentukan BO :
62 |LEVEL 5 LEADERSHIP
1. Ligkungan Usaha
2. Nialai-nilai
3. Pahlawan
4. Ritual
5. Jaringan budaya
Proses Pembentukan BO
Proses pembentukan BO dapat di analisis dari tiga teori sebagai berikut :
1. Teori Sociodynamic
2. Teori Kepemimpinan
3. Teori pembelajaran
Menururt Kotter dan Haskett proses pembentukan BO, sebagai berikut :
1. Manager Puncak
2. Perilaku Organisasi
3. Hasil
4. Budaya
Berdasarkan pendapat tersebut, penulis dapat menyimpulkan proses
pemebentukan BO, sbb. :
1. Dari Atas ( Memilik dan manajemen )
2. Dari Bawah ( masyarakat atau karyawan )
3. Kompromi dari atas dan dari bawah.
Mempertahankan BO
a. Praktek Seleksi
b. Manajemen Puncak
c. Sosialisasi dan Internalisasi
ASUMSI DASAR BO
1. Artifak dan Kreasi ( semua fenomena/gejala ).
2. Nilai-nilai ( filosofi, Visi dan misi, tujuan, larangan-larangan, standar.
3. Asumsi dasar ( hubungan dengan lingkungan, hakikat, waktu dan ruang, sifat
manusia, aktivitas mansia dll)
4. Simbol atau lambang-lambang
63 |LEVEL 5 LEADERSHIP
5. Perspektif ( Norma sosial dan peraturan baik tertulis/tidaktertulis yang
mengatur prilaku anggota dalam situasi tertentu ).
LEBIH JAUH MEMAHAMI BUDAYA ORGANISASI
Organisasi sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul,
bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin
danterkendali, dalam memanfaatkan sumber daya organisasi ( uang, material,
mesin, metode, lingkungan, sarana-parasarana, data, dll ) secara efisien dan
efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Kerjasama dimaksud adalah
kerjasama yang terarah pada pencapaian tujuan. Kerjasama yang terarah tersebut
dilakukan dengan mengikuti pola interaksi antar setiap individu atau kelompok.
Pola interaksi tersebut diselaraskan dengan berbagai aturan, norma, keyakinan,
nilai-nilai tertentu sebagaimana ditetapkan oleh para pendiri organisasi itu.
Keseluruhan pola interaksi tersebut dalam waktu tertentu akan membentuk suatu
kebiasaan bersama atau membentuk budaya organisasi.
Menurut pendapat Tika ( 2006 : 1 ) ? Budaya Organisasi merupakan bagian dari
kuriukulum Manajemen Sumber Daya manusia dan Teori Organisasi ?. Budaya
organisasi dalam MSDM, ditemukan saat mengkaji aspek prilaku, sedangkan
Budaya Organisasi dalam Teori organisasi, ditemukan saat mengkaji aspek
sekelompok individu yang berkerjasama untuk mencapai tujuan, atau organisasi
sebagai wadah tempat individu bekerjasama secara rasional dan sistematis untuk
mencapai tujuan.
Dalam pekembangannya, pertama kali Budaya Organisasi dikenal di Amerika dan
Eropa pada era 1970-an. Salah satu tokohnya : Edward H. Shein seorang Profesor
Manajemen dari Sloan School of Management, Massachusetts Institute of
Technology dan juga seorang Ketua kelompok Studi Organisasi 1972-1981, serta
Konsultan Budaya Organisasi pada berbagai organisasi di Amerika dan Eropa.
Salah satu karya ilmiahnya : Organizational Culture and Leadership.
Di Indonesia Budaya Organisasi menurut Ndraha ( 1997 : 3) mengemukakan
bahwa sejak tahun 80-an saat sektor swasta berkesempatan mengembangkan
usaha di bidang non-migas, kebutuhan akan pembudayaan nilai-nilai baru tentang
kewirausahaan dan amanejemen. Alvin dan Heide Toffler menyebutnya ?wave?.
Kemudian pada tahun 90-an banyak dibicarakan tentang kebutuhan niali-nilai
baru, konflik budaya, dan bagaimana mempertahankan Budaya Indonesia serta
64 |LEVEL 5 LEADERSHIP
pembudayaan nilai-nilai baru.Bersamaan dengan itu para akademisi mulai
mengkajinya dan memasukkannya ke dalam kurikulum berbagai pendidikan
formal dan infomal. Salah satu pakar yang cukup gigih mengembangkan Budaya
Organisasi adalah Taliziduhu Ndraha, seorang pakar Ilmu Pemerintahan.
Budaya Organisasi
Kajian terhadap konsep budaya, peneliti memulainya dengan pendapar
Koentjaraningrat (2004 : 9), menurutnya, istilah budaya berasal dari kata bahasa
latin colere yang berarti mengolah, mengerjakan, terutama mengolah tanah atau
bertani. Kemudian dalam bahsa ingris disebut Culture. Menurut Kotter dan
Haskett (1992 :3) menyatakan, bahwa perhatian masyarakat akademik terhadap
budaya berasal dari studi antropologi sosial yang pada akhir abad 19 melakukan
studi terhadap masyarakat ?primitif? seperti Eskimo, Afrika dan penduduk asli
Amerika. Studi tersebut mengungkapkan, bahwa cara hidup anggota-anggota
masyarakat initidak hanya berbeda dengan cara hidup masyarakat maju teknologi
di Eropa damn Amerika Utara, tetapi juga berbeda diantara masing-masing
masyarakat primitif tersebut.
Kroeber dan Kluchon tahun 1952 telah menemukan tidak urang dari 164 definisi
Budaya. Akan tetapi pengertian yang peneliti kemukakan di sini hanya yang terkait
dengan Budaya Orgaisasi. Ndraha ( 1997 : 43 ) ) mengemukakan pendapat Edward
Burnett dan Vijay Sathe, sebagai berikut :
Edward Burnett Tyllor (1832-1917)
Culture or civilization, take in its wide technografhic sense, is that complex whole
which includes knowledge, bilief, art, morals, law, custom and any other
capabilities and habits acquired by men as a member of society.
Budaya mempunyai pengertian teknografis yang luas meliputi ilmu pengetahuan,
keyakinan/percaya, seni, moral, hukum, adapt istiadat, dan berbagai kemampuan
Vijay Sathe ( 1985)
Culture is the set of important assumption (opten unstated) that members of a
community share in common. dan kebiasaan lainnya yang didapat sebagai anggoa
masyarakat.
Budaya adalah seperangkat asumsi penting yang dimiliki bersama anggota
masyarakat.
65 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Edgar H. Schein ( 1992)
Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau
dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi
masalah adaptasi ekstrenal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana
dengan baik dan oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada angota-anggota
baru sebagai cara yang tepat memahami, memikirkan dan merasakan terkait
degan masalah-masalah tersebut.
Hofstede (dalam Pheysey, 1993 : 4) mengartikan budaya sebagai nilai nilai
(values) dan kepercayaan (beliefs) yang memberikan orang-orang suatu cara
pandang terprogram (programmed way of seeing). Dengan demikian budaya
merupakan suatu cara pandang yang sama bagi sebahagian besar orang.
Selanjutnya Pheysey (1993 : 4) menartikan nilai-nilai sebagai segala sesuatu yang
dimuliakan ( esteemed), dijunjung (prized), atau dihargai (appreciated) dalam
budaya tersebut. Sedangkan kepercayaan diartikan sebagai
apa yang seseorang anggap benar (true) .
Dengan demikian sebagai bentuk atau wujud dari pengertian budaya dapat dilihat
dalam tiga hal, yaitu : Pertama bahwa budaya itu absatrak (ideal), budaya itu
merupakan kepercayaan, asumsi dasar, gagasan, ide,moral, norma, adapt-istiadat,
hokum atau peraturan; Kedua budaya itu berupa sikap yang merupakan pola
prilaku atau kebiasaan dari kegiatan manusia dalam lngkungan komunitas
masyarakat, yang menggambarkan kemempuan beradaftasi baik secara internal
maupun eksternal; Ketiga budaya itu nampak secara fisik yang merupakan bentuk
fisik dari hasil karya manusia.
Beberapa pemikir dan peneliti telah mengadopsi tiga sudut pandang berkaitan
dengan budaya, sebagai mana dikemukakan Graves, 1986, sebagai berikut :
1. Budaya merupakan produk konteks pasar di tempat organisasi beroperasi,
peraturan yang menekan, dsb.
66 |LEVEL 5 LEADERSHIP
2. Budaya merupakan produk struktur dan fungsi yang ada dalam
organisasi, misalnya organisasi yang tersentralisasi berbeda dengan organisasi
yang terdesentralisasi.
3. Budaya merupakan produk sikap orang orang dalam pekerjaan mereka,
hal ini berarti produk perjanjian psikologis antara individu dengan organisasi.
Ndraha ( 1997 : 45 ) mengemukakan fungsi budaya, sebagai berikut :
1. Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat.
2. Sebagai pengikat suatu masyarakat.
3. Sebagai sumber inspirasi, kebanggaan dan sumber daya.
4. Sebagai kekuatan penggerak.
5. Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah.
6. Sebagi pola prilaku.
7. Sebagai warisan.
8. Sebagai pengganti formalisasi.
9. Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan.
10. Sebagai proses menjadikan bangsa kongruen dengan negara, sehingga
tebentuk nation state.
Manusia, baik secara individu-individu , di dalam kelompok dan organisasi
memiliki naluri keinginan untuk dikenal oleh manusia lainnya atau oleh
lingkungannya. Oleh karena itu menusia akan selalu berusaha melakukan sesuatu
yang berbeda baik dalam sikap atau prilaku yang khas , maupun dalam bentuk
hasil karya tertentu, sehingga kemudian orang lain atau orang-orang disekitarnya
akan segera mengenalnya. Prilaku tertentu atau hasil karya tertentu, akan
menjelma menjadi identitas dan citra manusia baik secara individu, kelompok,
organisasi bahkan komunitas masyarakat tertentu.
Sebagai contoh, kita mengenal sikap atau perilaku orang Jawa yang lamban dan
sopan. Orang Batak yang tegas; Orang Barat yang rasional. Kemudian secara fisik
kita mengenal rencong dari Aceh; Keris dari Yogyakarta, Batik dari Solo, Kain
borderan dari Tasikmalayan, dll. Kita mengenal produk-produk barang dengan
merek tertentu, seperti merek Air Minum Dalam kemasan Aqua Ades dan lain
67 |LEVEL 5 LEADERSHIP
sebagainya. Kita juga menegnal orang Betawi asli dari logat bahasanya atau kata-
kata atau kalimatnya diakhirir huruf e : mau kemane .
Kita juga mengenal orang Jawa, orang sunda, orang batak, salah satunya kita
kenal dari bahasanya atau cara merelk berkata atau berbicara. Zaman dimana kita
hidup ini (abad 21 ) sering disebut sebagai abad modern. Salah satunya
disebabkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengasilkan barang-
barang serbacanggih dan hal tersebut merupakan cirri atau identitas dari sutu
peradamab yang modern. Kita mengenal sustu Negara di dunia antara laian
karena identitas atau cirri atau citra dari Negara tersebut. Amerika, Indonesia,
Cina atau Negara manapun di dunia, dikenal dengan bahasanya, lambang
negaranya, idiologinya, cirri fisiknya, warna kulitnya, perilaku atau gaya hidunya.
Dll.
Budaya dalam konteks komunitas manusia, baik itu dalam bentuk kelompok,
organisasi, suku bangsa atau Negara memiliki fungsi yang strategis,yaitu sebagai
pengikat, perekat hingga membentuk satu kesatuan yang utuh sebagai suatu
kelompok, organisasi, suku tertentu dan bahkan Negara. Akibat kita kita mengenal
budaya Cina, maka dimanapun mereka, kita pasti mengetakan dia orang Cina.
Kemudian kita juga meganal orang Indonesia dengan ragam budayanya yang
dikenal dengan ?Bhineka Tunggal Ika?.
Budaya menjadi sumber inspirasi, kebanggaan dan sumber daya. Bagi siapapun
terutama bagi kalangan internal suatu komunitas suku tertentu, budaya akan
menjadi sumber inspirasi dalam menggembangkan dan memberdayakan
budayanya sehingga menjdi kebanggaan bagi sukutertentu bahkan lebih luas lagi
bagi Negara dimana suku bangsa tersebut eksis. Kita mengenal budaya suku
minangkabau, suku Papua, Suku Jawa, Suku Batak, Aceh, Palembang, Suku Bali.
Dari keragaman budaya tersebut, muncul ide untuk mengembangkan budaya
tersebut sebagai komoditi dalam rangka pemberdayaan masyarakat untuk
meningkatkan kesejahteraan. Tidak sedikit, suatu daerah bisa sejahteran karena
kebanggaan dan pemebrdayaan budayanya, bahka budaya telah menjadi unsure
utama komoditas bisnis pariwisata.
68 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Budaya juga menjadi kekuatan penggerak yang mampu membangkitkan semangat
juang untuk memerdekakan dan memajukan sutu daerah atau suatu Negara.
Dalam era Globalisasi, dimana, salah satu cirinya adalah kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yag demikian cepat. Sebagai produk atau wujud
budaya, kemajuan IPTEK tersebut mendorong manusia di berbagai dunia untuk
bergerak maju lebih cepat dari Negara lain. Globalisasi telah memunculkan
budaya baru, yaitu budaya kompetisi, budaya persaingan, budaya cepat dan
akurat, budaya teknologi komunikasi. Setiap Negara berusaha untuk
mengaksesnya dan berusaha mencari keunggulan masing-masing agar menjadi
pemenang dalam kancah kompetisi tersebut. Setiap Negara berusaha dengan
berbagai upaya dan mengerahkan sumber dayanya agar eksis dalam bidang
tertentu.
Saat ini kita mengenal adanya budaya jawa, sunda, betawi, dll. Hal itu sebagai
akibat dari adanya proses pewarisan atau proses dimana telah terjadi tranformasi
budaya dari maktu ke waktu dari satu generasi ke genarasi yang lain, baik
disengaja atau terprogram mauopun secara alamiah. Mugkin, tanpa disadari, kita
sendiri telah menjadi bahaguan dari proses tersebut, dan ini telah , sedang dan
akan terus terjadi, selama manusia masih memiliki rasa ego atau kebanggaan akan
jati dirinya. Saya bangga menjadi salah seorang putra daearah. Saya bangga
menjdadi sal;ah seorang oputra Indonesia. Nampaknya secara formal, lembaga
pendidikan, telah menjelma menjadi mesin pengolah dan pendistribusi, dan agen
dari proses pewarisan budaya tertentu.
Budaya juga berfungsi sebagai mekanisme dalam berdadaptasi dengan berbagai
perubahan yang terjadi baik di dalam maupun di luar organisasai. Proses adaptasi
tersebut, dibutuhnya agar tidak terjadi konflik antar budaya. Mekanisme adaptasi,
menjadi cirri kedewasaan individu, kelompok, organisasi bahkan masyarakat suatu
Negara tertentu. Kepentinga-kepentingan individu, golongsan, bahkan dalam
skala nasional, tidak menjadikan ?egois? menutup diri, terisolir dari kemajuan
yang terjadi di sekitarnya, justru mekanisme adaptasi yang berjalan dengan tepat
dan ditak akan merugikan dirinya dan juga orang lain. Dengan dayua adaptasi,
kehidupan dapat berjalan secara harmonis, tenteram aman dan damai. Karena
esesnsi adaptasi sesungguhnya adalah saling menghargai kelebihan dan
kekurangan masing-masing.
69 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Dapat pula dikatakan bahwa budaya merupakan asset yang sangat berharga yang
dapat digunakan sebagai modal dasar dalam membangun dan mengembangkan
kehidupan berbangsa dan bernegara yang sejahtera, adil dan bermartabat. Karena
dengan budaya kita bisa dikenal, bisa hidup berdampingan secara sehat dan
harmonis. Budaya sebagai proses telah menghantarkan atau menjadikan suatu
komunitas masyarakat atau suatu bangsa kongruen dengan negara, sehingga
tebentuk Negara bangsa atau sebuah nation ? state yang dikenal dan dicintai
karena komitmennya pada nialai-nulai , perilaku atau sikapnya dan kerana karya
terbaiknya.
2. Pengertian Organisasi
Berbagai kebutuhan hidup yang tidak terbatas dan kemampuan yang terbataslah
yang mendorong manusia untuk berhubungan dengan manusia lainnya. Hal ini
diperkuat dengan pendapat,bahwa manusia merupakan mahluk social. Sejalan
dengan tingkat kematangan (keinginan dan kemampuannya), hubungan tersebut
terus bergerak dinamis dimuali dari tingkat yang sederhana, hingga tingkat
hubungan yang modern. Organisasi, merupakan wadah atau alat dimana segenap
keinginan dan kemampuan sejumlah atau sekumpulan orang bersatu, mengikat
diri dalam rangka usaha memenuhi kebutuhannya.
Jika dilihat dari proses terbentuknya dan kegunaannya, organisasi juga merupakan
salah satu fungsi Budaya, yaitu sebagai pengikat suatu masyarakat, berisi pola
prilaku,dll. Hal ini sejalan dengan pendapat Ndraha ( 1997 : 53) yang
menyimpulkan pendapat beberapa pakar yang menyebutkan bahwa Organisasi
sebagai gejala social dan sebagai living organism, dan untuk lebih jelasnya ,
berikut ini definisi organisasi yang dikemukakan oleh para pakar tersebut :
Robbins (1990 : 4 ) mengartikan organisasi sebagai ? A consciously coordinated
social entity, with a relatively identifiable boundary that functions on a relatively
continous basis to achieve a common goal or set of goals Brown and Moberg
(1980 :6), mendefinisikan sebagai berikut :
70 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Organization are relatively permanent social entities characterized by goal-
oriented behavior, specialization and structure?. Barnard mendefinisikan
Organisasi sebagai ? Cooperation of two or more persons, a sytems of consciously
coordinated personnel activites or forces. Selznick, mengatakan Organisasi
sebagai ? The arrangement of personnel for facilitating the accomplishment of
some agree purpose through the allocation of function and responsibilities:
Brdasakan pengertian oraginasi tersebut, peneliti berkesimpulan bahwa
Organisasi merupakan sekumpulan orang yang bekerjasama dengan pembagian
atau alokasi tugas dan tanggung jawab tertentu dalam system koordinasi dan
pengaturan guna memudahkan pencapaian beberapa tujuan yang telah
ditetapkan. Berdasarkan kesimpulan tersebut, peneliti menentukan unsur-unsur
organisasi, sebagai beriku :
1. Kumpulan orang
2. Kerjasama
3. Tujuan bersama
4. Sistem Koordinasi
5. Pembagian/alokasi tugas dan tanggung jawab
6. Sumber daya organisasi ( material, uang, informasi, metode, lingkungan,
budaya,dll ).
Sebagai salah satu bentuk atau wujud dari organisasi tersebut, adalah negara. Hal
ini sesuai dengan pendapat Salam ( 2002 : 40 ) yang menyatakan bahwa :
Negara merupakan suatu bentuk organisasi kekuasaan masyarakat yang berupaya
mengatur interaksi atar anggota masyarakat atau penduduknya dalam suatu
wilayah hokum tertentu berdasarkan kesepakatan diantara mereka baik
mengenai cara pencapaan maupuntujuanyang akan di capai agar mereka dapat
hidup sedcara harmonis dan meninkat kesejahteraanna secar adil makmur. sesuai
dengan kajian ilmu pemerintahan.
Pendapat tersebut, mempertegas, bahwa yang dimaksud organisasi dalam kajian
pustaka ini adalah Negara. Salah satu unsur Negara adalah pemerintah, yang
menjadi objek forma ilmu pemerintahan. Sedangkan yang menjadi objek material
ilmu pemerintahan adalah kegiatan dan hubungan hubungan pemeritahan.
71 |LEVEL 5 LEADERSHIP
3. Perspektif, Pengertian dan Peran Budaya Organisasi
Intensitas kajian terhadap budaya organisasi ternyata berbeda-beda atar satu
pakar dengan pakar lainnya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh presfektif atau aliran
dalam teori organisasi. Dari nama aliran juga terdapat perbedaan, akan tetapi dari
segi substansi bahasan terdapat tumpang tindih. Misalkan, Hatch ( 2000 : 5 )
menyajikan empat prespektf yaitu : Classical, Modern, Syimboloic iterpretatif dan
Postmodern. Shafritz dan Ott ( 2001 : viii), menyajikan sembilan aliran, yaitu :
Classical organization theory, Neoclassical organization theory, Human resources
theory atau Organizational behavior theory, Modern structural organization
theory, Syaytem theory and organizational economics, Power and politics
organizational theory, Organizational culture and sense making, Organizational
culture reform movement dan Postmodernism and the Information age.
Budaya organisasi dalam prespektif Hatch membahas perspektif symbolic
interpretative, sedangkan menurut Shafritz dan Ott, budaya organisasi secara
khusus dibahas pada prespektif ke tujuh yaitu Organizational Culture and Sense
making dan pada perpektif ke delapan, yaitu : Organizational Culture Reform
Movements. Hatch, Shafirtz dan Ott mempunyai kesamaan pada penamaan
prespektif awal sebagai prespektif klasik dan juga pada prespektif akhir, yaitu
postmodern, namanja berbeda dalam penamaan perspektif lainnya. Selanjutnya
Brown (1998 : 5) mengajukan empat aliran dalam teori organisasi dan sejauhmana
pengaruh masing-masing aliran ini terhadap perkembangan budaya organisasi,
yaitu : aliran Human relation, Modern structural theory, System theori dan power
and politics.
Aliran human relation berkembang pada tahun 1950-an dan 1960-an yang
dipelopori oleh Chris Argyris dan Warren Bennis. Kemudian aliran ini
dikembangkan atas dasar teori baru tentang motivasi dan dinamika kelompok.
Aliran ini menekankan bahwa organisasi eksis untuk melayani kebutuhan
manusia. Sumbangan aliran ini kepada teori organisasi, khususnya terhadap
budaya organisasi adalah tentang pengkajian konmsep-konsep : belief, values dan
attitude yang turut mempertajam perspektif budaya.
Sedangkan aliran modern struktural theory yang dipeloporioleh Lawrence dan
Lors pada tahun 1960-an menekankan pada organisasi yang rasional, berorientasi
72 |LEVEL 5 LEADERSHIP
pada tujuan dan bersifat mekanistis, dengan issu utamany adalah wewenang dan
hierarki yang tercermin dari struktur organisasi. Aliran ini menekankan pada
konsep-konsep diferensiasi dan integrasi dimana para teoritis budaya terlibat juga
di dalamnya, tetapi aliran ini hanya mempunyai pengaruh minimal terhadap
perkembangan prespektip budaya.
Aliran systems theory diperkuat oleh Katz dan Kahn pada tahun 1996. Aliran ini
menyatakan bahwa cara terbaik mempelajari organisasi adalah dengan sistem
interdepedensi yang mengaitkan inputs-outputs dan feedback. Kecenderungan
para ahli budaya yang membahas budaya sebagai suatu ?sistem budaya? dari
pada budaya yang merupakan pengaruh dari aliran ini. Prespektif budaya
terpengaruh oleh aliran ini anatara laian pada konsep-konsep analisa organisasi
terhadap lingkungan, ketidakpastian, dan keterbatasan lingkup pekerja.
Aliran power politics dimulai pada tahun 1970-an yang dipelopori oleh antara lain
Pfeffer yang menyatakan bahwa organisasi adalah kompleksitas individu-individu
dan koalisi-koalisi yang berbeda dan sering berkompetisi dalam nilai, kepentingan
dan preferensi. Aliran ini memiliki dengan prespektif budaya antara lain pada
pendapat bahwa adakalanya bertindak irasional dan bahwa tujuan dan sasaran
timbul melalui proses negosiasi dan pengaruh terhadap organisasi dan
kewlompok-kelompok. Pada tahun 1970-an ini, Cartwright ( 1999 :6 ) menyatakan
? Xenikon dan Furnham menyatakan bahwa ide budaya organisasi mulai
memasuki literatur manajemen pada tahun 1970-an?. Akan tetapi, Peter dan
Waterman ( 1997 :2002 ) mengungkap bahwa ada peneliti
sebelumnya/pendahulu ynag mnyempaikan laporan penelitian tentang budaya
organisasi, sebagaimana terungkap pada pernyataan sebagai berikut :
There's nothing new under the sun. Selznick and Barnard talked about culture and
value shaping forty years ago. Herbert Simon began talking about limits to
rationality at the same time. Chander began writing about environment linkage
thirty years ago. Weick began writing about evolutionary analogues fifteen years
ago.
Ungkapan tersebut menyatakan bahwa studi budaya organisasi telah ada sejak
tahuan 50-an, sebelum kedua peneliti tersebut melakukan penelitian terhadap
73 |LEVEL 5 LEADERSHIP
perusahaan Amerika Serikat yang hasilnya ditulis dalam buku In Search of
Excelence tahun 1980. Kemudian pada thun 80-an ini budaya oragnsiasi secara
intensif dikaji kembali yang ditandai dengan terbitnya 4 (empat) buku
monumental. Kempat buku tersebut masing-masing ditulis oleh Wiliam Ouchi
(1981) yang berjudul Theory Z, Pascale dan Athos (1981) yang berjudul The Art Of
Japanese Managemen, Deal dan Kenedi (1981) yang berjudul corporate Culture,
dan Peter dan Waterman (1982) yang berjudul In Search Of Exelence. Dengan
adanya empat buku yang dilanjutkan dengan buku-buku lain, maka studi terhadap
budaya tidak lagi menjadi monopoli studi Antropologi social dan entografi. Budaya
menjadi salah satu konsep penting dalam membahas teori organisasi selain
Phisical structure, technology dan social structure.
Rosenbloom dan Goldman (2005 : 491-501) menilai empat asumsi Leonard D.
White tentang administrasi negara yakni ?a single process? , ?management not
law?, ?the heart of Government? , dan ?art and science? sebagai budaya
administrasi lama. Keempat asumsi White mendapat sanggahan dari Rosenbloom
dan Goldman. Kedepan budaya administrasi baru menurut kedua peneliti ini
adalah: recognition of complexity, personal responsibility, protection of
Constitutional Right, Representation, participation dan information.
Pollitt dan Bouckaert (2000 : 52-53) menyatakan dalam rangka reformasi
administrasi public mengidentifikasikan dua pola nilai-nilai dan asumsi-asumsi
administrasi public yang disebut sebagai filsafat dan budaya kepemerintahan. Dua
budaya administrasi tersebut adalah Rechtsstaat dan public interest?. Dalam
perspektif Rechtsstaat Negara adalah pusat integrasi kekuatan dalam masyarakat
dan sangat perduli terhadap persiapan, sosialisasi dan pelaksanaan hukum. Dari
pegawai paling atas sampai kepada bawahan dilatih disosialisasikan hukum.
Sistem ini menghendaki suatu hirakhi pengadilan administratif seperti Counseil
d?Etat di Prancis dan Bundesverwaltungsgericht di Jerman dalam persepektif
publik interest tentu saja semua penduduk tunduk dibawah hukum, akan tetapi
hukum lebih banyak menjadi latar belakang dari pada latar depan dan banyak
pegawai senior yang tidak berpendidikan khusus.
Saat ini, pada dekade awal tahun 2000-an, perhatian terhadap budaya organisasi
masih tetap tinggi. Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Pendayagunaan
74 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Aparatur Negara dalam rangka meningkatkan kinerja departemen pemerintahaan
menyusun buku Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Pemerintah (
KEPMENPAN Nomor : 25/KEP/M.PAN/4/2002).
Kemudian berbagai program study pascasarjana di berbagai Perguruan Tinggi juga
telah mencantumkan matakuliah Budaya Organisasi, yang dalam lima tahun
sebelumnya belum pernah ditawarkan sebagai suatu mata kuliah sendiri.
Lembaga-lembaga pemerintah dan swasta berupaya untuk merumuskan visi dan
misi lembaga masing-masing sebagai artifak yakni salah satu unsur dalam konsep
budaya organisasi. Presiden Republik Indonesia dalam berbagai kesempatan
mengharapkan budaya unggul dari rakyat Indonesia dan menegaskan
penghentian budaya komisi, mark-up, dan pengadaan barang fiktif.
Selanjutnya, salah satu konsep tentang budaya organisasi yang menjadi rujukan
dalam mempelajari teory organisasi pada umumnya dan budaya organisasi pada
khususnya adalah apa yang oleh Peters dan Waterman ( 1982 : 42) disebut
sebagai McKYNSEY 7-S FRAMEWORK, yang terdiri dari tujuh buah konsep yang
saling terkait laksana sebuah mutiara. Enam buah konsep dalam bentuk lingkaran
yang dihubungkan dengan tali-temali, masing-masing Strategy, Structure, Style,
Staff dan Skill saling terkait dan ditenggahnya adalah lingkaran ShareValues yang
tidak lain adalah budaya organisasi yang digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.2
McKINSEY 7-S FRAMEWORK
Peter dan Waterman ( 1982 : 139) menyatakan, bahwa dalam pengertian
organisasi, budaya atau shared values adalah cerita-cerita, mitos, legenda yang
muncul menjadi sangat penting dalam kehidupan suatu organisasi. Tanpa
pengecualian, dominasi dan koherensi budaya telah membuktikan sebagai
kualitas pokok tersendiri. Lagi pula makin kuat suatu budaya organisasi, dan
makin diarahkan kearah tempat pemasaran, maka makin kurang kebutuhan
kebijakan, bagan organisasi dan aturan serta prosedur terinci.
Menurut Senge ( 1990 : 208) menyabutkan istilah Visi bersama ?(Shared Vision)?
sangat penting dalam sebuah organisasi, karena visi yang dimiliki bersama
75 |LEVEL 5 LEADERSHIP
mendorong anggota organisasi, karena visi yang dimiliki bersama mendorong
anggota organisasi bersedia berkorban dalam mencapai tujuan bersama di dalam
organisasi. Dengan mengambil contoh kisah Spartacus, seorang pemimpin budaya
yang berontak ingin bebas dari kekuasaan Romawi, yang pada mulanya menang
terhadap tentara Romawi, akan tetapi pada akhirnya ia kalah. Jendral Romawi,
Marcus Crassus, secara lantang menyatakan kepada para budak yang telah
dikalahkan ?Katakan kepadaku siapa Spartacus?, maka setelah hening sejenak
Spartacus pun menjawab: Sayalah Spartacus. Namun dalam waktu yang hampir
bersamaan setiap budak mengaku dirinya sebagai Spartacus, walaupun mereka
tahu akibat mengaku sebagai Spartacus ganjarannya adalah hukum salib sampai
mati. Mengapa anak buah Spartacus berani menantang hukum salib tersebut ?
jawabannya tidak lain adalah semua budak-semua anggota organisasi-
mempunyai visi yang sama, bahwa jika mereka menang mereka akan menjadi
manusia yang bebas. Loyalitas anak buah Spartacus bukan kepada pribadi
Spartacus tetapi kepada visi bersama. Selanjutnya Senge ( 1990 : 205)
mengemukkan
But the loyalty of Spartacus?s army was not to Spartacus the man. Their loyality
was to shared vision which Spartacus has inspired- the idea that they could be
free-man. The vision was so compelling that no man could bear to give it up and
return to slavery.
Visi bersama adalah visi yang betul-betul dimiliki bersama, bukan visi individual
pemimpin. Ini berarti bahwa apa yang dilihat seorang pemimpin juga dilihat oleh
seluruh anggota organisasi. Visi yang sama akan mengakibatkan komitmen
bersama tentang gambar yang sama yang akan dicapai dimasa yang akan dating.
Pemimpin dan angota organisasi diikat bersama oleh aspirasi yang sama. Dalam
sejarah perkembangan Islam, seorang budak yang bernama Bilal bin Rabbah,
karena Shared Vision yang dilihatnya kedepan bahwa ia akan terbebas dari
perbudakan, dan ia akan mempunyai derajat yang sama dengan sesama muslim
tanpa melihat warna kulitnya. Berdasarkan visi ini, maka ia berani menantang
maut ditindih dengan batu besar, ia tetap pada pendirianya.
Selanjutnya Senge menyatakan, bahwa visi bersama adalah awal yang
memungkinkan angota organisasi yang selama ini tidak saling mempercayai
76 |LEVEL 5 LEADERSHIP
menjadi bekerja sama. Visi bersama merupakan kemudi dalam menghadapi
keraguan dan tekanan-tekanan, dan merupakan pengungkapan cara berpikir. Visi
bersama menciptakan suatu identitas, tingkatpaling basis dari kesamaan sesama
anggota organisasi, dan merupakan dorongan luar biasa untuk melaksanakan
tugas. Ungkap Presiden J.F. Keneddy pada awal tahun 1960-an: to have man on
the moon by the end of the decade menjadi visi bersama yang mendorong
seluruh pimpinan dan staf NASA untuk menyelesaikan tugas mereka,
mendaratkan orang di bulan sebelum akhir decade. Dan terbukti NASA berhasil
mendaratkan Apollo di permukaan bulan pada tahun 1969. mengapa amerika
menang dati rusia dalam perlombaan ruang angkasa ini . Kaitannya dengan
haltersebut Shafritz dan Russel ( 1997 : 43 ), mengatakan :
The American wan because they head managers, public administratiors, who
whre not nesesssharily more capable as individual but decidely capable whith
political, organizational, and cultural and vironment. NASA not only won they
Space race, but it became the national exemplar of managerial Exellence.
Setelah memahami prespektif budaya organisasi sebagaimana kajian di atas, maka
untuk lebih memahami budaya organisasi, peneliti mengemukakan dan mengkaji
beberapa pengertian budaya organisasi yang befrhasil dihimpun oleh Andreas
Lako ( 2004 : 29 ? 33 ), sebagai berikut :
1) Luthans (1998)
Budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yangmengarahkan
perilaku anggota organisasi. Setiap anggota akan berprilaku sesuai dengan budaya
yang berlaku agar diterima oleh lingkungannya.
2) Sarplin ( 1995)
Budaya organisasi merupakan suatu sistem nilai, kepercayaan dan kebiasaan
dalam suatu organisasi yang saling berinteraksidengan struktur sistem formalnya
untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi.
3) Stoner ( 1995)
Budaya organisasi sebagai suatu cognitive framework yang meliputi sikap, nilai-
nilai, norma prilaku dan harapan-harapan yang disumbangkan oleh anggota
77 |LEVEL 5 LEADERSHIP
organisasi.
4) Davis (1984)
Budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai organisasi yang
difahami, dijiwaidan dipraktikkan oleh organisasi sehingga pola tersebut
memberikan artitersendiri dan menjadi dasar aturan berprilaku dalamorganisasi.
5) Schein (1992)
Budaya ofrganisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan,
diciptakan, atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan maksud
agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi maslah-masalahnya
yagtimbul akibat aaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan
dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada angota-anggota baru sebagai
cara yang benar untuk memahami, memikiran dan merasakan berkenaan dengan
masalah-masalah tersebut.
6) Monde dan Noe (1996)
Budaya organisasi adalah sistem dari shared value, keyakinan dan kebiasaan-
kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur
formalnya untuk menciptakan norma-norma perilaku. Budaya organisasi juga
mencakup nilai-nilai dan standar-standar yang mengarahkan perilaku pelaku
organisasi dan menentukan arah organisasi secara keseluruhan.
7) Hodge (1996)
Budaya organisasi sebagai konstruksi dari dua tingkat karakteristik, yaitu
karakteristik organisasi yang kelihatan (observable) dan yang tidak kelihatan
(unobservable). Pada level observable, Budaya Organisasi mencakup beberapa
aspek organisasi seperti arsitektur, seragam, pola prilaku, peraturan, legenda,
mitos, bahasa, dan seremoni yang dilakukan organisasi. Sementara pada level
unobservable, Budaya Organisasi mencakup shared values, norma-norma,
kepercayaan, asumsi-asumsi para anggota organisasi untuk mengelola masalah-
masalah dan keadaan-keadaan di sekitarnya. Budaya Organisasi juga dianggap
sbagai alat untuk menentukan arah organisasi. Mengarahkan apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan, bagaimana mengalokasikan sumber daya dan mengelola
78 |LEVEL 5 LEADERSHIP
sumber daya organisasi, dan sebagai alat untuk menghadapi masalah dan peluang
dari lingkungan.
Peneliti mensikapi beberapa p-engertian Budaya Organisasi di atas, bahwa secara
garis bessar budaya organisasi memiliki dua sifat, yaitu budaya organisasi
yangbersifat kasatmata, jelas terlihat, berupa seragam, logo dll., dan budaya
organisasi yang tidak terlihat berupa nilai-niali yang ada, difahami dan
dilaksanakan oleh sebagahagian besar orang dalam organisasi. Kedua sifat
tersebut berfungsi sebagai identitas organisasi, sehingga orang diluar organisasi
akan mudah mengenal organisasi dari identitas tersebut, dan juga penentu arah
setiap perilaku orang-orang dalam organisasi.
Selanjutnya Lako (2004), secara lebih sistematis berdasrkan tahun perkembangan
pemahaman budaya organisasi, menginventarisir dari beberapa referensi tentang
pendapat para pakar dalam ruang lingkup arti, deskripsi dan unsur-unsur budaya
organisasi sebagai berikut :
1. E.B. Taylor ( 1871 )
Keseluruhan kompleksitas yang meliputi pengetahuan , kepercayaan, seni dan
moral, hokum adapt dan setiap kemampuan dan kebiasaan laian yang dibutuhkan
manusia sebagai anggota masyarakat
Unsur-unsur :
1. Pengetahuan
2. Kepercayaan
3. Seni, moral, hokum dan adapt
4. Kemampuan dan kebiasaan.
2. C.I. Barnard ( 1939)
Nilai dan pemahaman bersama yang telah diterima oleh anggota organisasi
dapat merupakan sistem pengawasan yang kuat,lebih kat dari pengawasan
melalui hadiah materi atau penghukuman Unsur-Unsur :
1) Nilai bersama
2) Pemahaman bersama.
3. Sudjatmoko ( 1954)
Masalah pembangunan nasional adalah masalah budaya Unsur-unsur : Budaya
79 |LEVEL 5 LEADERSHIP
adalah unsure penting dalam pembangunan bangsa.
4. Cliford Geertz, mengutip pendapat Clyde Clukhon ( 1975 )
Jalan hidup total rakyat
1. Peninggalan sosial yang diperoleh individu dari kelompoknya
2. Cara berfikir, merasakan dan mempewrcayai
3. Abstarksi dari prilaku
4. Sebuah teori dalam antropologi tentang cara kelompok mansia berprilaku.
5. Sebuah gudang pembelajaran.
6. Seperangkat orientasi baku untuk masalah yang erulang.
7. Perilaku
8. Sebuah mekanisme untukregulasi dari prilaku
9. Seperangkat tehnik untuk menyesuaikan lingkungan luar dan manusia
lain, serta endapan sejarah.
5. Schwartz H. And Davis S.M (1981, dalam Andrew Brown,1998 : 71 )
Pola keperecayaan dan harapan-harapan yang dimiliki oleh anggota
organisasi yang menghasilkan norma yang mempertajam prilaku
individu dan kelompok dalam organisasi. Unsur-Unsur :
1. Kepercayaan
2. Harapan
3. Norma.
6. Kilman et al ( 1985, dalam Shafritz & Otto )
Enersi sosial yang mendorong manusia untuk bernuat Unsur- unsur :- Enersi social
7. James Q Wilson ( 1989 )
Cara berfikir yang gigih dan terpola tentang tugas pokok dan
hubungan manusia dalam organisasi Unsur-unsur :
1) Gigih
2) Terpola
8. Charles Humpdent ? Tuner ( 1990 : 14 )
Sebagai perbuatan penyeimbang antara gonjangan dan stabilitas, antara
kesinambungan dan perubahan, sebagai kekuatan dan pengarah pada saat
terjadik angina pasang-pasang. Unsur-unsur :
80 |LEVEL 5 LEADERSHIP
1) Alat penyeimbang
2) Kekuatan
3) Pengarah
9. Gerald M Goldhaber ( 1990 )
Budaya secara khas merujuk pada kepercayaan ritual, nilai, mitos, adapt istiadat,
dan cerita yang membedakan sutu organisasi dengan lainnya, yang dimilikioleh
anggota. Budaya adalah pola kepercayaan dan nilai yang dimiliki oleh anggota
organisasi. Unsur-unsur :
1) Kepercayaan
2) Ritual, Nilai, Mitos
3) Adat istiadat
4) Cerita.
10. Edgar H. Schein ( 1992 )
Budaya ofrganisasi sebagai suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang ditemukan,
diciptakan, atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan maksud
agar organisasi belajar mengatasi atau menanggulangi masalah-masalahnya yang
timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan
dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada angota-anggota baru sebagai
cara yang benar untuk memahami, memikiran dan merasakan berkenaan dengan
masalah-masalah tersebut?
Budaya organisasi terdiri dari tiga lapis, yaitu : Artifk, Nilai-nilai yang menyertai
dan asumsi dasar?
Unsur-unsur :
1. Pola asumsi dasar bersama
2. Nilai dan Cara untuk melihat, berfikir dan merasakan.
3. Artifak
11. Jones ( 1995 )
1) Srangkat nilai bersama yang mengawasi anggota organisasi
berinteraksi sesame anggota, pelanggan, rekanandan rang lain di luar organisasi.
2) Sebagai alat control cara anggota mengambil kepuusan, caraanggota
mengatur ligkungan organisasi, apa yang mereka buat dengan
81 |LEVEL 5 LEADERSHIP
informasi dan bagaimana mereka melaksanakannya.
Unsur-unsur :
1) Seperangkat nilai bersama
2) Alat kontrol
12. Adrew Brown ( 1998 )
Pola kepercayaan, nilai dan cara yang telah dipelajari berdasrkan pengalaman
yang telah berkembang sepanjang sejarah organisasi dan yang cenderung
terwujud pada penyelesaian materin dan dalam perilaku anggota organisasi.
Unsur-unsur :
1. Pola kepercayaan
2. Pola nilai
3. Cara menyelesaikan masalah
13. Jeff Cartwright ( 1999)
Keseluruhan rentangan sistematis dan aktivitas mansia yang dialihkan dari
generasi ke generasi melaluiberbagai proses pembelajaran untuk menciptakan
cara hidup tertentu yang sedapat mungkin sesuai dengan lingkungan?.
Unsur-unsur :
1. Rentangan sistematis
2. Prosespembelajaran
3. Menciptakancara hidup
4. Sesuai lingkungan
5. Francis Fukuyama ( 2000 )
Perangkat nilaiatau norma yang secara sedketika dimiliki bersama anggota
kelompok yang memungkinkan mereka bekerjasma satu sama lain. Jika naggota
kelompok menyatakan kepada yang laian akan bertindak dapat dipercaya dan
jujur, maka mereka akan saling mempercayai satu sam lain. Kepercayaan adalah
pelumas yang membuat kelompok atau organisasi berjalan secara lebih efisien.
Unsur-unsur :
1) Norma seketika
2) Sebagai pelumas mencapai efieien.
15. J.M. Shafritz & Steven Otto ( 2001 )
Budaya terdiri dari fenomena tak terab seperti nilai, kepercayaan, asumsi,
82 |LEVEL 5 LEADERSHIP
persepsi, norma perilaku, artifak dan pola-pola perilaku. Budaya adalah kekuatan
yang takterlihat dan tak teramati yang selalu berada di belakang aktivitas
organisasi, yang dapat dilihat dan dapat diamati. Unsur-unsur:
1) Nilai
2) Kepercayaan
3) Asumsi
4) Persepsi
5) Norma perilaku
6) Kekuatan yang tidak terliaht dan tidak teramati
7) Selalu dibelakang aktivitas organisasi yang dapat dilihat dan
diamati.
16. Geert Hopstede ( 2001 )
Dilambangkan sebagai diagram bawang yang terdiri dari symbol-simbol,
pahlawan-pahlawan, ritual-ritualdan nilai-nilai.
Unsur-unsur :
1) Simbol
2) Pahlawan
3) Ritual
4) Nilai
17. Stephen Robbins ( 2003 )
Suatu system pemahaman bersama yang dianut oleh anggota organisasi yang
membedakannya dari organisasi lain.
Unsur-unsur :
Sistem pemahaman bersama
Yang memebedakannya dari organisasi lain.
18. David H. Rossenbloom and Robert S. Kravchuk ( 2005)
Pengawasan terhadap cara berfikir dan perilaku anggota individual terutama
terdiri dari kepercayaan, asumsi, dan nilai merupakan budaya organisasi. Unsur-
unsur :
1) Kepercayaan
2) Asumsi
3) Norma
83 |LEVEL 5 LEADERSHIP
4) Nilai.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut diatas, peneliti menyimpulkan bahwa
budaya organisasi merupakan salah satu asset atau sumber daya organisasi yang
menjadikan organisasi dinamis dengan karakteristik fisik (observable) maupun
non-fisik (unobservable) yang khas berisi asumsi-asumsi, nilai-nilai, norma,
komitmen dan kepercayaan, bermanfaat untuk mendorong dan meningkatkan
efisiensi dan efektivitas organisasi publik maupun privat. Pendapat peneliti
tersebut, sejalan dengan pendapat dari Hal ini sejalan dengan pendapat Piti Sithi-
Amnuai, (dalam Ndraha, 1997 :102) mendefinisikan budaya organisasi : ? Aset of
basic assumptions and beliefs that are shared by members of an organization,
being developed as they learn to cope with problems of eksternal adaption and
internal itegration.
Deninson (1990 : 2), mengartikan budaya organisasi adalah nilai-nilai, keyakinan
dan prinsip-prinsip dasar yang merupakan landasan bagi system dan praktek-
praktek manajemen serta perilaku yang meningkatkan dan menguatkan perinsip-
perinsip tersebut. Kemudian Robbins (Dalam Versi Bahasa Indonesia, 2002 : 247),
mengartikan budaya organisasi sebagai ?suatu persepsi bersama yang dianut oleh
angota-anggota organisasi; suatu sistem dari makna bersama?. Kemudian A.B.
Susanto (1997 :3), mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu nilai-nilai yang
menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permaslahan
eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam organisasi, sehingga masing-
masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana
mereka harus bertindak atau berprilaku.
Pengertian-pengertaian tersebut mempertajam kajian peneliti terhadap budaya
organisasi yang memperjelas bahwa budaya organisasi juga merupakan identitas
khas yang membedakan organisasi yang satu dengan organisasi lainnya, bahkan
budaya organisasi juga merupakan keyakinan setiap orang di dalam organisasi
akan jati diri yang secara idiologis dapat memperkuat eksistensi organisasi baik ke
dalam sebagai pengikat atau simpul organisasi dan keluar sebagai identitas
sekaligus kemampuan untuk beradaptasi dengan berbagai situasi dan kondisi yang
dapat merugikan atau menguntungkan organisasi. Dengan memahami lebih
dalam tentang budaya organiasi, peneliti sepakat dengan pendapat Robbins ( Alih
84 |LEVEL 5 LEADERSHIP
bahsa oleh Jusuf Udaya, 1994 : 505 ), bahwa dengan budaya organisasi, suatu
prganisasi memiliki kepribadian, sebagaimana kepribadian, sebagaimana halnya
individu.
McNamara (1999:2) menyebut budaya organisasi sebagai kepribadian organisasi.
Dengan demikian, memandang organisasi dalam prespektif budaya sama dengan
memandang sosok manusia, dengan segala karekteristiknya. Organisasi bisa sakit
bisa juga sehat. Organisasi bisa imun juga bisa rentan terhadap penyakit
organisasi. Organisasi bisa juga timbuh berkenbang, bisa juga mati perlahan agau
cepat hilang, musnah dilikuidasi atau dibunuh. Organisasi juga bisa belajar (
lerning organization). Karena itu bebagai definisi budaya organisasi yang banyak
diutarakan para pakar, cenderung lebih mengutamakan komponen-komponen
kognitif seperti asumsi, kepercayaan, dan nilai. Walaupun ada juga definisi lainya
yang menyentuh komponen atau aspek perilaku dan artifak ( artifact), yang
kemudian menimbulkan perbedaan antara tingkatan-tingakatan budaya
organisasi yang nampak (visible), dan yang tersembunyi (hidden).
Kajian terhadap pengertian budaya organisasi juga mempertegas dan
memperjelas peran budaya organisasi sebagai alat untuk menentukan arah
organisasi, mengarahkan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, bagaimana
mengalokasikan dan memanage sumber daya organisasional ( SDM, Teknologi.
Uang, Material, Informasi, Metode, dll ), dan juga sebagai alat untuk menghadapi
masalah dan peluang yang datang dari lingkungan organisasi, terutama kekuatan
ini bersumber dari nilai-nilai fundamental organisasi, Martin, 1992 ( dalam Lako,
2004 : 31), berpendapat bahwa budaya organisasi mrupakan sensitivitas terhadap
kebutuhan pelanggan dan karyawan; kemauan untuk menerima resiko;
kebebasan atau minat karyawan untuk memberi ide-ide baru; keterbukaan untuk
melakukan komunikasi secara bebas dan bertanggung jawab.
Kajian terhadap pengertian budaya organisasi tersebut, disimpulkan bahwa
terdapat beberapa unsur atau elemen budaya organisasi, sebagai berikut :
1. Lingkungan organisasi, meliputi : lingkungan intern ( SDM, Teknologi,
Peraturan-peraturan, Material, Strktur Organisasi, Tugas pokok dan fungsi, dll).
Lingkungan ekternal ( IPOLEKSOSBUDHANKAM, dll ).
2. Karakteristik Organisasi yang kelihatan dan yangtidak kelihatan.
85 |LEVEL 5 LEADERSHIP
3. Jaringan cultural : unsur ini secara informal dapat dikatakan sebagai
jaringan komunikasi dalam organisasi yang dapat dijadikan sebagai alat untuk
menyebarkan nilai-nilai budaya organisasi.
4. Kepahlawanan : unsur ini sering dimanfaatkan untuk mengajak seluruh
karyawan untuk mengikuti nilai-nilai budaya organisasi yang dilakukan oleh
orang-orang tertentu yang ditunjuk sebagai tokoh.
5. Upacara/tatacara tertentu yang dilakukan secara rutin dalam rangka
mensosialisaikan dan menginternalisasikan nilai-nilai karakteristik budaya
organisasi.
Unsur-unsur budaya organisasi tersebut berinteraksi satu sama lain, saling
mempengaruhi, saling menguatkan atau melemahkan tergantung dari tingkat
keselarasan diantara unsur-unsur tersebut. Namun secara bersama-sama unsur-
unsur tersebut membentuk corak budaya kerja suatu oragnisasi baik di tingkat
satuan kerja maupun di tingkat organisasi secara keseluruhan.
Untuk lebih mendalami kajian terhadap pengertian budaya organisasi, peneliti
mengutip definisi budaya organisasi yang dikemukakan oleh Drucker, Amnuai
(1989) dan Schein ( 1992) ( dalam Tika, 2006 : 5), sebagai berikut :
1) Peter F. Drucker dalam buku Robert G Owens, Organization Behavior in
Education : Organization culture is the body of solution to external and internal
problems than has worked consistenly for a group and that is therefore tought to
new members as the correct way to perceive, think about and feel in relation to
those problrms?. ( Budaya organisasi adalah pokok penyesuaian masalah-masalah
eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suau
kelompok yang kemudian mewariskan kepada angota-anggota baru sebagai cara
yang tepat untuk memahami, memikirkan dan merasakan terhadap masalah-
masalah terkaiat seperti di atas).
2) Phithi Sithi Amnuai (1989)
Organization culture is a sett of basic assumptions and beliefs that are shared by
members of an organization, being developed as they learn to cope with problems
of external adaptation and internal integration?.(Budaya organisasi adalah
seperangkat asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota ? anggota
86 |LEVEL 5 LEADERSHIP
organisasi, kemudian dikembangkan dan diwariskan guna mengatasi masalah-
masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi internal).
Berdasarkan definisi tersebut, Tika ( 2006 : 5), mengemukakan unsur-unsur
budaya organisasi, sebagai berikut :
1. Asumsi dasar
2. Keyakinan yang dianut
3. Pemimpin atau kelompok pencipta dan pengembangan budaya organisasi
4. Pedoman mengatasi masalah
5. Berbagi nilai
6. Pewarisan
7. Penyesuaian
4. Fungsi Budaya Organisasi
Berkaiatan dengan fungsi budaya organisasi ini, peneliti akan mengemukakan
beberapa pendapat para pakar, sebagai berikut :
1). Robbins (1996 : 642)
1. Menetapkan batasan/Menegaskan posisi organisasi secara
berkesinambungan
2. Mencetuskan atau menunjukkan identitas diri para
anggotaorganisasi.Mewakili kepentingan orang banyak.
3. Mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas daripada kepentingn
individual sesorang.
4. Meningkatkan stabilitas sosial.
5. Menyediakan mekanisme pengawasan yang dapat menuntun, membentuk
tingkah laku anggota organisasi dan sekaligus menunjukkanhal-hal apa saja yang
dilarang dan diperbolehkan untuk dilakukan dalam organisasi.
b. Luthans(1998) ( Lako, 2004 : 31)
1. Memberi sence of identity kepada anggota organisasi untuk memahami
visi, misi dan menjadi bagian integral dari organisasi.
2. Menghasilkan dan meningkatkan komitmen terhadap misi organisasi.
3. Memberikan arah dan memperkuat standar perilaku untuk mengendalikan
pelaku organisasi agar melaksanakantugas dan tanggung jawab mereka secara
87 |LEVEL 5 LEADERSHIP
efektif dan efisien untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi yang telah
disepakati bersama. ( Noe dan Mondy, 1996)
4. Membangun dalam mendesain kembali sistem pengendalian manajemen
organisasi, yaitu sebagai alat untuk menciptakan komitmen agar para manajer dan
karyawan mau melaksanakan perencanaan strategis programing, budgetting,
controlling, monitoring, evaluasi dan lainnya (Merchant 1998, Anthony dan
Goviandarajan 1996).
5. Membantgu manajemen dalam menyususn skema sistem kompensasi
manajemen untuk eksekutif dan karyawan.
6. Sebagai sumber daya kompetitif organisasi apabila dikelola secara baik.
Kajian lebih mendalam terhadap fungsi budaya organisasi, peneliti mengutip
pendapat Schein (1992) ; Ouchy
http://teknikkepemimpinan.blogspot.com/2010/09/konsep-budaya-
organisasi.html
17 Februari 2010
Modul VI : "Teori Kepemimpinan"
Dalam organisasi kepemimpinan bisa berkembang dengan luas sehingga
makna kepemimpinan secara umum berasal dari istilah organum yang
berarti tubuh manusia dengan berbagai fungsi yang digunakan dalam
istilah kepemimpinan. Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang
memuat dua hal pokok yaitu:
1.pemimpin sebagai subjek, dan.
88 |LEVEL 5 LEADERSHIP
2.yang dipimpin sebagai objek.
Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau
mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi.
Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual
terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi
pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai
kesamaan di dalam menjalankan ke-pemimpinannya.
Stogdill (1974) menyimpulkan bahwa banyak sekali definisi mengenai
kepemimpinan. Hal ini dikarenakan banyak sekali orang yang telah mencoba
mendefinisikan konsep kepemimpinan tersebut. Namun demikian, semua definisi
kepemimpinan yang ada mempunyai beberapa unsur yang sama.
Sarros dan Butchatsky (1996), "leadership is defined as the purposeful behaviour
of influencing others to contribute to a commonly agreed goal for the benefit of
individual as well as the organization or common good". Menurut definisi tersebut,
kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu
untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan
bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi.
Sedangkan menurutAnderson (1988), "leadership means using power to influence
the thoughts and actions of others in such a way that achieve high performance".
Berdasarkan definisi-definisi di atas, kepemimpinan memiliki beberapa
implikasi. Antara lain:
Pertama: kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain, yaitu
para karyawan atau bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan
harus memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pemimpin.
Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan,
kepemimpinan tidak akan ada juga.
89 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Kedua: seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan
kekuasaannya (his or herpower) mampu menggugah pengikutnya untuk
mencapai kinerja yang memuaskan. Menurut French dan Raven (1968),
kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari:
Reward power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa
pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan
penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahan
pemimpinnya.
Coercive power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa
pemimpin mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi
bawahan yang tidak mengikuti arahan-arahan pemimpinnya
Legitimate power, yang didasarkan atas persepsi bawahan
bahwa pemimpin mempunyai hak untuk menggunakan pengaruh dan
otoritas yang dimilikinya.
Referent power, yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan)
bawahan terhadap sosok pemimpin. Para pemimpin dapat
menggunakan pengaruhnya karena karakteristik pribadinya, reputasinya
atau karismanya.
Expert power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa
pemimpin adalah seeorang yang memiliki kompetensi dan mempunyai
keahlian dalam bidangnya.
Para pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau
kekuatan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam
berbagai situasi.
Ketiga: kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri
(integrity), sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion),
pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan
keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain
(confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain
(communication) dalam membangun organisasi. Walaupun
kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan manajemen
(management), kedua konsep tersebut berbeda.
Perbedaan antara pemimpin dan manajer dinyatakan secara jelas
90 |LEVEL 5 LEADERSHIP
oleh Bennis and Nanus (1995). Pemimpin berfokus pada mengerjakan
yang benar sedangkan manajer memusatkan perhatian pada
mengerjakan secara tepat ("managers are people who do things right
and leaders are people who do the right thing, "). Kepemimpinan
memastikan tangga yang kita daki bersandar pada tembok secara tepat,
sedangkan manajemen mengusahakan agar kita mendaki tangga
seefisien mungkin.
Model-Model Kepemimpinan
Banyak studi mengenai kecakapan kepemimpinan (leadership skills)
yang dibahas dari berbagai perspektif yang telah dilakukan oleh para
peneliti. Analisis awal tentang kepemimpinan, dari tahun 1900-an
hingga tahun 1950-an, memfokuskan perhatian pada perbedaan
karakteristik antara pemimpin (leaders) dan pengikut/karyawan
(followers). Karena hasil penelitian pada saat periode tersebut
menunjukkan bahwa tidak terdapat satu pun sifat atau watak (trait) atau
kombinasi sifat atau watak yang dapat menerangkan sepenuhnya
tentang kemampuan para pemimpin, maka perhatian para peneliti
bergeser pada masalah pengaruh situasi terhadap kemampuan dan
tingkah laku para pemimpin.
Studi-studi kepemimpinan selanjutnya berfokus pada tingkah laku yang
diperagakan oleh para pemimpin yang efektif. Untuk memahami faktor-
faktor apa saja yang mempengaruhi tingkah laku para pemimpin yang
efektif, para peneliti menggunakan model kontingensi (contingency
model). Dengan model kontingensi tersebut para peneliti menguji
keterkaitan antara watak pribadi, variabel-variabel situasi dan
keefektifan pemimpin.
Studi-studi tentang kepemimpinan pada tahun 1970-an dan 1980-an,
sekali lagi memfokuskan perhatiannya kepada karakteristik individual
para pemimpin yang mempengaruhi keefektifan mereka dan
keberhasilan organisasi yang mereka pimpin. Hasil-hasil penelitian pada
91 |LEVEL 5 LEADERSHIP
periode tahun 1970-an dan 1980-an mengarah kepada kesimpulan
bahwa pemimpin dan kepemimpinan adalah persoalan yang sangat
penting untuk dipelajari (crucial), namun kedua hal tersebut disadari
sebagai komponen organisasi yang sangat komplek.
Dalam perkembangannya, model yang relatif baru dalam studi
kepemimpinan disebut sebagai model kepemimpinan transformasional.
Model ini dianggap sebagai model yang terbaik dalam menjelaskan
karakteristik pemimpin. Konsep kepemimpinan transformasional ini
mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan
watak, gaya dan kontingensi.
Berikut ini akan dibahas tentang perkembangan pemikiran ahli-ahli
manajemen mengenai
model-model kepemimpinan yang ada dalam literatur.
(a) Model Watak Kepemimpinan (Traits Model of Leadership)
Pada umumnya studi-studi kepemimpinan pada tahap awal mencoba
meneliti tentang watak
individu yang melekat pada diri para pemimpin, seperti misalnya:
kecerdasan, kejujuran,
kematangan, ketegasan, kecakapan berbicara, kesupelan dalam
bergaul, status sosial ekonomi mereka dan lain-lain (Bass 1960,
Stogdill 1974).
Stogdill (1974) menyatakan bahwa terdapat enam kategori faktor
pribadi yang membedakan antara pemimpin dan pengikut, yaitu
kapasitas, prestasi, tanggung jawab, partisipasi, status dan situasi.
Namun demikian banyak studi yang menunjukkan bahwa faktor-faktor
yang membedakan antara pemimpin dan pengikut dalam satu studi
tidak konsisten dan tidak didukung dengan hasil-hasil studi yang lain.
Disamping itu, watak pribadi bukanlah faktor yang dominant dalam
menentukan keberhasilan kinerja manajerial para pemimpin. Hingga
tahun 1950-an, lebih dari 100 studi yang telah dilakukan untuk
mengidentifikasi watak atau sifat personal yang dibutuhkan oleh
92 |LEVEL 5 LEADERSHIP
pemimpin yang baik, dan dari studi-studi tersebut dinyatakan bahwa
hubungan antara karakteristik watak dengan efektifitas kepemimpinan,
walaupun positif, tetapi tingkat signifikasinya sangat rendah (Stogdill
1970).
Bukti-bukti yang ada menyarankan bahwa "leadership is a relation that
exists between persons in a social situation, and that persons who are
leaders in one situation may not necessarily be leaders in other
situation" (Stogdill 1970). Apabila kepemimpinan didasarkan pada
faktor situasi, maka pengaruh watak yang dimiliki oleh para pemimpin
mempunyai pengaruh yang tidak signifikan. Kegagalan studi-studi
tentang kepimpinan pada periode awal ini, yang tidak berhasil
meyakinkan adanya hubungan yang jelas antara watak pribadi
pemimpin dan kepemimpinan, membuat para peneliti untuk mencari
faktor-faktor lain (selain faktor watak), seperti misalnya faktor situasi,
yang diharapkan dapat secara jelas menerangkan perbedaan
karakteristik antara pemimpin dan pengikut.
(b) Model Kepemimpinan Situasional (Model of Situasional
Leadership)
Model kepemimpinan situasional merupakan pengembangan model
watak kepemimpinan
dengan fokus utama faktor situasi sebagai variabel penentu
kemampuan kepemimpinan. Studi
tentang kepemimpinan situasional mencoba mengidentifikasi
karakteristik situasi atau keadaan sebagai faktor penentu utama yang
membuat seorang pemimpin berhasil melaksanakan tugas-tugas
organisasi secara efektif dan efisien. Dan juga model ini membahas
aspek kepemimpinan lebih berdasarkan fungsinya, bukan lagi hanya
berdasarkan watak kepribadian pemimpin.
Hencley (1973) menyatakan bahwa faktor situasi lebih menentukan
keberhasilan seorang pemimpin dibandingkan dengan watak
pribadinya. Menurut pendekatan kepemimpinan situasional ini,
93 |LEVEL 5 LEADERSHIP
seseorang bisa dianggap sebagai pemimpin atau pengikut tergantung
pada situasi atau keadaan yang dihadapi. Banyak studi yang mencoba
untuk mengidentifikasi karakteristik situasi khusus yang bagaimana
yang mempengaruhi kinerja para pemimpin. Hoy dan Miskel (1987),
misalnya, menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang
mempengaruhi kinerja pemimpin, yaitu sifat struktural organisasi
(structural properties of the organisation), iklim atau lingkungan
organisasi (organisational climate), karakteristik tugas atau peran (role
characteristics) dan karakteristik bawahan (subordinate characteristics).
Kajian model kepemimpinan situasional lebih menjelaskan fenomena
kepemimpinan dibandingkan dengan model terdahulu. Namun demikian
model ini masih dianggap belum memadai karena model ini tidak dapat
memprediksikan kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang
mana yang lebih efektif dalam situasi tertentu.
(c) Model Pemimpin yang Efektif (Model of Effective Leaders)
Model kajian kepemimpinan ini memberikan informasi tentang tipe-tipe
tingkah laku (types of behaviours) para pemimpin yang efektif. Tingkah
laku para pemimpin dapat dikatagorikan menjadi dua dimensi, yaitu
struktur kelembagaan (initiating structure) dan konsiderasi
(consideration). Dimensi struktur kelembagaan menggambarkan sampai
sejauh mana para pemimpin mendefinisikan dan menyusun interaksi
kelompok dalam rangka pencapaian tujuan organisasi serta sampai
sejauh mana para pemimpin mengorganisasikan kegiatan-kegiatan
kelompok mereka. Dimensi ini dikaitkan dengan usaha para pemimpin
mencapai tujuan organisasi. Dimensi konsiderasi menggambarkan
sampai sejauh mana tingkat hubungan kerja antara pemimpin dan
bawahannya, dan sampai sejauh mana pemimpin memperhatikan
kebutuhan sosial dan emosi bagi bawahan seperti misalnya kebutuhan
akan pengakuan, kepuasan kerja dan penghargaan yang
mempengaruhi kinerja mereka dalam organisasi. Dimensi konsiderasi
ini juga dikaitkan dengan adanya pendekatan kepemimpinan yang
mengutamakan komunikasi dua arah, partisipasi dan hubungan
manusiawi (human relations).
94 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Halpin (1966), Blake and Mouton (1985) menyatakan bahwa tingkah
laku pemimpin yang efektif cenderung menunjukkan kinerja yang tinggi
terhadap dua aspek di atas. Mereka berpendapat bahwa pemimpin
yang efektif adalah pemimpin yang menata kelembagaan organisasinya
secara sangat terstruktur, dan mempunyai hubungan yang
persahabatan yang sangat baik, saling percaya, saling menghargai dan
senantiasa hangat dengan bawahannya. Secara ringkas, model
kepemimpinan efektif ini mendukung anggapan bahwa pemimpin yang
efektif adalah pemimpin yang dapat menangani kedua aspek organisasi
dan manusia sekaligus dalam organisasinya.
(d) Model Kepemimpinan Kontingensi (Contingency Model)
Studi kepemimpinan jenis ini memfokuskan perhatiannya pada
kecocokan antara karakteristik watak pribadi pemimpin, tingkah lakunya
dan variabel-variabel situasional. Kalau model kepemimpinan
situasional berasumsi bahwa situasi yang berbeda membutuhkan tipe
kepemimpinan yang berbeda, maka model kepemimpinan kontingensi
memfokuskan perhatian yang lebih luas, yakni pada aspek-aspek
keterkaitan antara kondisi atau variabel situasional dengan watak atau
tingkah laku dan kriteria kinerja pemimpin (Hoy and Miskel 1987).
Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi
karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin
terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya
kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the
favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada
tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga
faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor
tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-
member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan
posisi (position power).
Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh
95 |LEVEL 5 LEADERSHIP
mana pemimpin itu
dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk
mengikuti petunjuk pemimpin. Struktur tugas menjelaskan sampai
sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas
dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi
dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku. Kekuatan posisi
menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang
dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi
untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-
tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan
sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya
dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan
penurunan pangkat (demotions).
Model kontingensi yang lain, Path-Goal Theory, berpendapat bahwa
efektifitas pemimpin ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku
pemimpin dengan karakteristik situasi (House 1971). Menurut House,
tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan dalam 4
kelompok:supportive leadership (menunjukkan perhatian terhadap
kesejahteraan bawahan dan menciptakan iklim kerja yang
bersahabat), directive leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja
sesuai dengan peraturan, prosedur dan petunjuk yang ada),participative
leadership (konsultasi dengan bawahan dalam pengambilan keputusan)
dan achievement-oriented leadership(menentukan tujuan organisasi
yang menantang dan menekankan perlunya kinerja yang memuaskan).
MenurutPath-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat
menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para
bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya
peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan
kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel
sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi,
namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang
jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi,
96 |LEVEL 5 LEADERSHIP
tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.
(e) Model Kepemimpinan Transformasional (Model of
Transformational Leadership)
Model kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif
baru dalam studi-studi kepemimpinan. Burns (1978) merupakan salah
satu penggagas yang secara eksplisit mendefinisikan kepemimpinan
transformasional. Menurutnya, untuk memperoleh pemahaman yang
lebih baik tentang model kepemimpinan transformasional, model ini
perlu dipertentangkan dengan model kepemimpinan transaksional.
Kepemimpinan transaksional didasarkan pada otoritas birokrasi dan
legitimasi di dalam organisasi. Pemimpin transaksional pada
hakekatnya menekankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan
apa yang perlu dilakukan para bawahannya untuk mencapai tujuan
organisasi. Disamping itu, pemimpin transaksional cenderung
memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas organisasi.
Untuk memotivasi agar bawahan melakukan tanggungjawab mereka,
para pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem
pemberian penghargaan dan hukuman kepada bawahannya.
Sebaliknya, Burns menyatakan bahwa model kepemimpinan
transformasional pada hakekatnya menekankan seorang pemimpin
perlu memotivasi para bawahannya untuk melakukan tanggungjawab
mereka lebih dari yang mereka harapkan. Pemimpin transformasional
harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan dan
mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus menerima dan
mengakui kredibilitas pemimpinnya.
Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa "the dynamic of
transformational leadership involve strong personal identification with
the leader, joining in a shared vision of the future, or goingbeyond the
self-interest exchange of rewards for compliance". Dengan demikian,
pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang karismatik dan
97 |LEVEL 5 LEADERSHIP
mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi
mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga harusmempunyai
kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya,
serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi
dari pada apa yang mereka butuhkan. Menurut Yammarino dan Bass
(1990), pemimpin transformasional harus mampu membujuk para
bawahannya melakukan tugas-tugas mereka melebihi kepentingan
mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang lebih besar.
Yammarino dan Bass (1990) juga menyatakan bahwa pemimpin
transformasional mengartikulasikan visi masa depan organisasi yang
realistik, menstimulasi bawahan dengan cara yang intelektual, dan
menaruh parhatian pada perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh
bawahannya. Dengan demikian, seperti yang diungkapkan oleh Tichy
and Devanna (1990), keberadaan para pemimpin transformasional
mempunyai efek transformasi baik pada tingkat organisasi maupun
pada tingkat individu.
Dalam buku mereka yang berjudul "Improving Organizational
Effectiveness through Transformational Leadership", Bass dan Avolio
(1994) mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional
mempunyai empat dimensi yang disebutnya sebagai "the Four I's".
Dimensi yang pertama disebutnya sebagai idealized influence
(pengaruh ideal). Dimensi yang pertama ini digambarkan sebagai
perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi,
menghormati dan sekaligus mempercayainya. Dimensi yang kedua
disebut sebagai inspirational motivation (motivasi inspirasi).
Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai
pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas
terhadap prestasi bawahan, mendemonstrasikan komitmennya
terhadap seluruh tujuan organisasi, dan mampu menggugah spirit tim
dalam organisasi melalui penumbuhan entusiasme dan optimisme.
Dimensi yang ketiga disebut sebagai intellectual stimulation (stimulasi
98 |LEVEL 5 LEADERSHIP
intelektual). Pemimpin transformasional harus mampu menumbuhkan
ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-
permasalahan yang dihadapi bawahan, dan memberikan motivasi
kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan yang baru
dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi.
Dimensi yang terakhir disebut sebagai individualized consideration
(konsiderasi individu). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional
digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan
dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan dan secara
khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan akan
pengembangan karir. Walaupun penelitian mengenai model
transformasional ini termasuk relatif baru, beberapa hasil penelitian
mendukung validitas keempat dimensi yang dipaparkan oleh Bass dan
Avilio di atas. Banyak peneliti dan praktisi manajemen yang sepakat
bahwa model kepemimpinan transformasional merupakan konsep
kepemimpinan yang terbaik dalam menguraikan karakteristik pemimpin
(Sarros dan Butchatsky 1996).
Konsep kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide
yang dikembangkan dalam pendekatan-pendekatan watak (trait), gaya
(style) dan kontingensi, dan juga konsep kepemimpinan
transformasional menggabungkan dan menyempurnakan konsep-
konsep terdahulu yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosiologi (seperti
misalnya Weber 1947) dan ahli-ahli politik (seperti misalnya Burns
1978).
Beberapa ahli manajemen menjelaskan konsep-konsep kepimimpinan
yang mirip dengan kepemimpinan transformasional sebagai
kepemimpinan yang karismatik, inspirasional dan yang mempunyai visi
(visionary). Meskipun terminologi yang digunakan berbeda, namun
fenomenafenomana kepemimpinan yang digambarkan dalam konsep-
konsep tersebut lebih banyak persamaannya daripada perbedaannya.
Bryman (1992) menyebut kepemimpinan transformasional sebagai
99 |LEVEL 5 LEADERSHIP
kepemimpinan baru (the new leadership), sedangkan Sarros dan
Butchatsky (1996) menyebutnya sebagai pemimpin penerobos
(breakthrough leadership).
Disebut sebagai penerobos karena pemimpim semacam ini mempunyai
kemampuan untuk membawa perubahan-perubahan yang sangat besar
terhadap individu-individu maupun organisasi dengan jalan:
memperbaiki kembali (reinvent) karakter diri individu-individu dalam
organisasi ataupun perbaikan organisasi, memulai proses penciptaan
inovasi, meninjau kembali struktur, proses dan nilai-nilai organisasi agar
lebih baik dan lebih relevan, dengan cara-cara yang menarik dan
menantang bagi semua pihak yang terlibat, dan mencoba untuk
merealisasikan tujuan-tujuan organisasi yang selama ini dianggap tidak
mungkin dilaksanakan. Pemimpin penerobos memahami pentingnya
perubahan-perubahan yang mendasar dan besar dalam kehidupan dan
pekerjaan mereka dalam mencapai hasil-hasil yang diinginkannya.
Pemimpin penerobos mempunyai pemikiran yang metanoiac, dan
dengan bekal pemikiran ini sang pemimpin mampu menciptakan
pergesaran paradigma untuk mengembangkan Praktekorganisasi yang
sekarang dengan yang lebih baru dan lebih relevan. Metanoia
berasaldari kata Yunani meta yang berarti perubahan, dan nous/noos
yang berarti pikiran.
Dengan perkembangan globalisasi ekonomi yang makin nyata, kondisi
di berbagai pasar dunia makin ditandai dengan kompetisi yang sangat
tinggi (hyper-competition). Tiap keunggulan daya saing perusahaan
yang terlibat dalam permainan global (global game) menjadi bersifat
sementara (transitory). Oleh karena itu, perusahaan sebagai pemain
dalam permainan global harus terus menerus mentransformasi seluruh
aspek manajemen internal perusahaan agar selalu relevan dengan
kondisi persaingan baru.
Pemimpin transformasional dianggap sebagai model pemimpin yang
tepat dan yang mampu untuk terus-menerus meningkatkan efisiensi,
100 |LEVEL 5 LEADERSHIP
produktifitas, dan inovasi usaha guna meningkatkan daya saing dalam
dunia yang lebih bersaing.
Mitos-mitos Pemimpin
Mitos pemimpin adalah pandangan-pandangan atau keyakinan-keyakinan
masyarakat yang dilekatkan kepada gambaran seorang pemimpin. Mitos ini
disadari atau tidak mempengaruhi pengembangan pemimpin dalam
organisasi.
Ada 3 (tiga) mitos yang berkembang di masyarakat, yaitu mitos the
Birthright, the For All – Seasons , dan the Intensity. Mitos the Birthright
berpandangan bahwa pemimpin itu dilahirkan bukan dihasilkan (dididik).
Mitos ini berbahaya bagi perkembangan regenerasi pemimpin karena yang
dipandang pantas menjadi pemimpin adalah orang yang memang dari
sananya dilahirkan sebagai pemimpin, sehingga yang bukan dilahirkan
sebagai pemimpin tidak memiliki kesempatan menjadi pemimpin
Mitos the For All – Seasons berpandangan bahwa sekali orang itu menjadi
pemimpin selamanya dia akan menjadi pemimpin yang berhasil. Pada
kenyataannya keberhasilan seorang pemimpin pada satu situasi dan
kondisi tertentu belum tentu sama dengan situasi dan kondisi lainnya. Mitos
the Intensity berpandangan bahwa seorang pemimpin harus bisa bersikap
tegas dan galak karena pekerja itu pada dasarnya baru akan bekerja jika
didorong dengan cara yang keras. Pada kenyataannya kekerasan
mempengaruhi peningkatan produktivitas kerja hanya pada awal-awalnya
saja, produktivitas seterusnya tidak bisa dijamin. Kekerasan pada
kenyataannya justru dapat menumbuhkan keterpaksaan yang akan dapat
menurunkan produktivitas kerja.
Atribut-atribut Pemimpin
101 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Secara umum atribut personal atau karakter yang harus ada atau melekat
pada diri seorang pemimpin adalah:
1.mumpuni, artinya memiliki kapasitas dan kapabilitas yang lebih balk
daripada orang-orang yang dipimpinnya,
2.juara, artinya memiliki prestasi balk akademik maupun non akademik
yang lebih balk dibanding orang-orang yang dipimpinnya,
3.tangungjawab, artinya memiliki kemampuan dan kemauan
bertanggungjawab yang lebih tinggi dibanding orang-orang yang
dipimpinnya,
4.aktif, artinya memiliki kemampuan dan kemauan berpartisipasi sosial dan
melakukan sosialisasi secara aktif lebih balk dibanding oramg-orang yang
dipimpinnya, dan
5.walaupun tidak harus, sebaiknya memiliki status sosial ekonomi yang
lebih tinggi disbanding orang-orang yang dipimpinnya.
Meskipun demikian, variasi atribut-atribut personal tersebut bisa berbeda-
beda antara situasi organisasi satu dengan organisasi lainnya. Organisasi
dengan situasi dan karakter tertentu menuntut pemimpin yang memiliki
variasi atribut tertentu pula.
TEORI KEPEMIMPINAN KLASIK DAN TEORI KONTINGENSI
Kepemimpinan Menurut Teori Sifat (Trait Theory)
Studi-studi mengenai sifat-sifat/ciri-ciri mula-mula mencoba untuk
mengidentifikasi karakteristik-karakteristik fisik, ciri kepribadian, dan
kemampuan orang yang dipercaya sebagai pemimpin alami. Ratusan studi
102 |LEVEL 5 LEADERSHIP
tentang sifat/ciri telah dilakukan, namun sifat-sifat/ciri-ciri tersebut tidak
memiliki hubungan yang kuat dan konsisten dengan keberhasilan
kepemimpinan seseorang. Penelitian mengenai sifat/ciri tidak
memperhatikan pertanyaan tentang bagaimana sifat/ciri itu berinteraksi
sebagai suatu integrator dari kepribadian dan perilaku atau bagaimana
situasi menentukan relevansi dari berbagai sifat/ciri dan kemampuan bagi
keberhasilan seorang pemimpin.
Berbagai pendapat tentang sifat-sifat/ciri-ciri ideal bagi seorang pemimpin
telah dibahas dalam kegiatan belajar ini termasuk tinjauan terhadap
beberapa sifat/ciri yang ideal tersebut.
Kepemimpinan Menurut Teori Perilaku (Behavioral Theory)
Selama tiga dekade, dimulai pada permulaan tahun 1950-an, penelitian
mengenai perilaku pemimpin telah didominasi oleh suatu fokus pada
sejumlah kecil aspek dari perilaku. Kebanyakan studi mengenai perilaku
kepemimpinan selama periode tersebut menggunakan kuesioner untuk
mengukur perilaku yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi
pada hubungan. Beberapa studi telah dilakukan untuk melihat bagaimana
perilaku tersebut dihubungkan dengan kriteria tentang efektivitas
kepemimpinan seperti kepuasan dan kinerja bawahan. Peneliti-peneliti
lainnya menggunakan eksperimen laboratorium atau lapangan untuk
menyelidiki bagaimana perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan dan
kinerja bawahan. Jika kita cermati, satu-satunya penemuan yang konsisten
dan agak kuat dari teori perilaku ini adalah bahwa para pemimpin yang
penuh perhatian mempunyai lebih banyak bawahan yang puas.
Hasil studi kepemimpinan Ohio State University menunjukkan bahwa
perilaku pemimpin pada dasarnya mengarah pada dua kategori yaitu
consideration dan initiating structure. Hasil penelitian dari Michigan
103 |LEVEL 5 LEADERSHIP
University menunjukkan bahwa perilaku pemimpin memiliki kecenderungan
berorientasi kepada bawahan dan berorientasi pada produksi/hasil.
Sementara itu, model leadership continuum dan Likert‟s Management
Sistem menunjukkan bagaimana perilaku pemimpin terhadap bawahan
dalam pembuatan keputusan. Pada sisi lain, managerial grid, yang
sebenarnya menggambarkan secara grafik kriteria yang digunakan oleh
Ohio State University dan orientasi yang digunakan oleh Michigan
University. Menurut teori ini, perilaku pemimpin pada dasarnya terdiri dari
perilaku yang pusat perhatiannya kepada manusia dan perilaku yang pusat
perhatiannya pada produksi.
Teori Kontingensi (Contigensy Theory)
Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku pemimpin
(atau ciri) dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi efektivitas
kepemimpinan. Teori Path-Goal tentang kepemimpinan meneliti bagaimana
empat aspek perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan serta motivasi
pengikut. Pada umumnya pemimpin memotivasi para pengikut dengan
mempengaruhi persepsi mereka tentang konsekuensi yang mungkin dari
berbagai upaya. Bila para pengikut percaya bahwa hasil-hasil dapat
diperoleh dengan usaha yang serius dan bahwa usaha yang demikian akan
berhasil, maka kemungkinan akan melakukan usaha tersebut. Aspek-
aspek situasi seperti sifat tugas, lingkungan kerja dan karakteristik pengikut
menentukan tingkat keberhasilan dari jenis perilaku kepemimpinan untuk
memperbaiki kepuasan dan usaha para pengikut.
LPC Contingency Model dari Fiedler berhubungan dengan pengaruh yang
melunakkan dari tiga variabel situasional pada hubungan antara suatu ciri
pemimpin (LPC) dan kinerja pengikut. Menurut model ini, para pemimpin
yang berskor LPC tinggi adalah lebih efektif untuk situasi-situasi yang
secara moderat menguntungkan, sedangkan para pemimpin dengan skor
LPC rendah akan lebih menguntungkan baik pada situasi yang
104 |LEVEL 5 LEADERSHIP
menguntungkan maupun tidak menguntungkan. Leader Member Exchange
Theory menjelaskan bagaimana para pemimpin mengembangkan
hubungan pertukaran dalam situasi yang berbeda dengan berbagai
pengikut. Hersey and Blanchard Situasional Theory lebih memusatkan
perhatiannya pada para pengikut. Teori ini menekankan pada perilaku
pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya dan hubungan
pemimpin pengikut.
Leader Participation Model menggambarkan bagaimana perilaku pemimpin
dalam proses pengambilan keputusan dikaitkan dengan variabel situasi.
Model ini menganalisis berbagai jenis situasi yang mungkin dihadapi
seorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya.
Penekanannya pada perilaku kepemimpinan seseorang yang bersifat
fleksibel sesuai dengan keadaan yang dihadapinya.
TEORI KEPEMIMPINAN KONTEMPORER
Teori Atribut Kepemimpinan
Teori atribusi kepemimpinan mengemukakan bahwa kepemimpinan
semata-mata merupakan suatu atribusi yang dibuat orang atau seorang
pemimpin mengenai individu-individu lain yang menjadi bawahannya.
Beberapa teori atribusi yang hingga saat ini masih diakui oleh banyak
orang yaitu:
1. Teori Penyimpulan Terkait (Correspondensi Inference),
yakni perilaku orang lain merupakan sumber informasi yang kaya.
2. Teori sumber perhatian dalam kesadaran (Conscious
Attentional Resources) bahwa proses persepsi terjadi dalam kognisi
orang yang melakukan persepsi (pengamatan).
105 |LEVEL 5 LEADERSHIP
3. Teori atribusi internal dan eksternal dikemukakan oleh Kelly
& Micella, 1980 yaitu teori yang berfokus pada akal sehat.
Kepemimpinan Kharismatik
Karisma merupakan sebuah atribusi yang berasal dari proses interaktif
antara pemimpin dan para pengikut. Atribut-atribut karisma antara lain rasa
percaya diri, keyakinan yang kuat, sikap tenang, kemampuan berbicara
dan yang lebih penting adalah bahwa atribut-atribut dan visi pemimpin
tersebut relevan dengan kebutuhan para pengikut.
Berbagai teori tentang kepemimpinan karismatik telah dibahas dalam
kegiatan belajar ini. Teori kepemimpinan karismatik dari House
menekankan kepada identifikasi pribadi, pembangkitan motivasi oleh
pemimpin dan pengaruh pemimpin terhadap tujuan- tujuan dan rasa
percaya diri para pengikut. Teori atribusi tentang karisma lebih
menekankan kepada identifikasi pribadi sebagai proses utama
mempengaruhi dan internalisasi sebagai proses sekunder. Teori konsep
diri sendiri menekankan internalisasi nilai, identifikasi sosial dan pengaruh
pimpinan terhadap kemampuan diri dengan hanya memberi peran yang
sedikit terhadap identifikasi pribadi. Sementara itu, teori penularan sosial
menjelaskan bahwa perilaku para pengikut dipengaruhi oleh pemimpin
tersebut mungkin melalui identifikasi pribadi dan para pengikut lainnya
dipengaruhi melalui proses penularan sosial. Pada sisi lain, penjelasan
psikoanalitis tentang karisma memberikan kejelasan kepada kita bahwa
pengaruh dari pemimpin berasal dari identifikasi pribadi dengan pemimpin
tersebut.
Karisma merupakan sebuah fenomena. Ada beberapa pendekatan yang
dapat digunakan oleh seorang pemimpin karismatik untuk merutinisasi
karisma walaupun sukar untuk dilaksanakan. Kepemimpinan karismatik
106 |LEVEL 5 LEADERSHIP
memiliki dampak positif maupun negatif terhadap para pengikut dan
organisasi.
Kepemimpinan Transformasional
Pemimpin pentransformasi (transforming leaders) mencoba menimbulkan
kesadaran para pengikut dengan mengarahkannya kepada cita-cita dan
nilai-nilai moral yang lebih tinggi.
Burns dan Bass telah menjelaskan kepemimpinan transformasional dalam
organisasi dan membedakan kepemimpinan transformasional, karismatik
dan transaksional. Pemimpin transformasional membuat para pengikut
menjadi lebih peka terhadap nilai dan pentingnya pekerjaan, mengaktifkan
kebutuhan-kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi dan menyebabkan
para pengikut lebih mementingkan organisasi. Hasilnya adalah para
pengikut merasa adanya kepercayaan dan rasa hormat terhadap pemimpin
tersebut, serta termotivasi untuk melakukan sesuatu melebihi dari yang
diharapkan darinya. Efek-efek transformasional dicapai dengan
menggunakan karisma, kepemimpinan inspirasional, perhatian yang
diindividualisasi serta stimulasi intelektual.
Hasil penelitian Bennis dan Nanus, Tichy dan Devanna telah memberikan
suatu kejelasan tentang cara pemimpin transformasional mengubah
budaya dan strategi-strategi sebuah organisasi. Pada umumnya, para
pemimpin transformasional memformulasikan sebuah visi,
mengembangkan sebuah komitmen terhadapnya, melaksanakan strategi-
strategi untuk mencapai visi tersebut, dan menanamkan nilai-nilai baru.
TIPOLOGI KEPEMIMPINAN
Tipologi Kepemimpinan Berdasarkan Kondisi Sosio Psikologis
107 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Kondisi sosio-psikologis adalah semua kondisi eksternal dan internal yang
ada pada saat pemunculan seorang pemimpin. Dari sisi kondisi sosio-
psikologis pemimpin dapat dikelompokkan menjadi pemimpin kelompok
(leaders of crowds), pemimpin siswa/mahasiswa (student leaders),
pemimpin publik (public leaders), dan pemimpin perempuan (women
leaders). Masing-masing tipe pemimpin tersebut masih bisa dibuat sub-
tipenya. Sub-tipe pemimpin kelompok adalah: crowd compeller, crowd
exponent, dan crowd representative.
Sub-tipe pemimpin siswa/mahasiswa adalah: the explorer president, the
take charge president, the organization president, dan the moderators.
Sub-tipe pemimpin publik ada beberapa, yaitu:
Menurut Pluto: timocratic, plutocratic, dan tyrannical
Menurut Bell, dkk: formal leader, reputational leader, social leader,
dan influential leader
Menurut J.M. Burns, ada pemimpin legislatif yang : ideologues,
tribunes, careerist, dan parliementarians.
Menurut Kincheloe, Nabi atau Rasul juga termasuk pemimpin
publik, yang memiliki kemampuan yang sangat menonjol yang
membedakannya dengan pemimpin bukan Nabi atau Rasul, yaitu dalam
hal membangkitkan keyakinan dan rasa hormat pengikutnya untuk dengan
sangat antusias mengikuti ajaran yang dibawanya dan meneladani semua
sikap dan perilakunya.
Tipe pemimpin yang lain adalah pemimpin perempuan, yang oleh
masyarakat dilekati 4 setereotip, yaitu sebagai: the earth mother, the
manipulator, the workaholic, dan the egalitarian.
Tipologi Kepemimpinan Berdasar Kepribadian
Tipologi kepemimpinan berdasar kepribadian dapat dikelompokkan ke
dalam dua kelompok besar, yaitu tipologi Myers – Briggs dan tipologi
berdasar skala CPI (California Personality Inventory). Myers – Briggs
mengelompokkan tipe-tipe kepribadian berdasar konsep psikoanalisa yang
dikembangkan oleh Jung, yaitu: extrovert – introvert, sensing – intuitive,
108 |LEVEL 5 LEADERSHIP
thinking – feeling, judging – perceiving. Tipe kepribadian ini kemudian dia
teliti pada manajer Amerika Serikat dan diperoleh tipe pemimpin berdasar
kepribadian sebagai berikut:
ISTJ: introvert – sensing – thinking – judging
ESTJ: extrovert – sensing – thinking – judging
ENTJ: extrovert – intuitive – thinking – judging
INTJ:introvert - intuitive – thinking – judging
Kemudian dengan menggunakan tipe kepribadian yang disusun berdasar
konsep psikoanalisa Jung, Delunas melakukan penelitian terhadap para
manajer dan ekesekutif negara bagian, dan mengelompokkan tipe
pemimpin berdasar kepribadian sebagai berikut:
Sensors – perceivers
Sensors – judgers
Intuitive – thinkers
Intuitive - feelers
Tipologi kepribadian yang lain adalah sebagaimana yang disusun dengan
menggunakan skala CPI (California Personality Invetory) yang
mengelompokkan tipe pemimpin menjadi: leader, innovator, saint, dan
artist.
Tipologi Kepemimpinan Berdasar Gaya Kepemimpinan
Ada empat kelompok tipologi kepemimpinan yang disusun berdasar gaya
kepemimpinan, yaitu tipologi Blake – Mouton, tipologi Reddin, tipologi
Bradford – Cohen, dan tipologi Leavitt. Menurut Blake – Mouton tipe
pemimpin dapat dibagi ke dalam tipe:
Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Ekstrim Rendah, Orientasi
Tugasnya Ekstrim Tinggi,
Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Ekstrim Tinggi, Orientasi
Tugasnya Ekstrim Rendah,
Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Ekstrim Rendah, Orientasi
Tugasnya Ekstrim Rendah,
109 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Moderat, Orientasi Tugasnya
Moderat, dan
Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Ekstrim Tinggi, Orientasi
Tugasnya Ekstrim Tinggi
Kemudian Reddin melakukan pengembangan lanjut atas tipologi ini, dan
menemukan tipe pemimpin sebagai berikut: deserter, missionary,
compromiser, bureaucrat, benevolent autocrat, developer, dan executive.
Sementara Bradford dan Cohen membagi tipe pemimpin menjadi:
technician, conductor, dan developer. Tipologi kepemimpinan yang
dikembangkan oleh Leavitt membagi tipe pemimpin menjadi: pathfinders,
problem solvers, dan implementers.
Tipologi Kepemimpinan Berdasar Peran Fungsi dan Perilaku
Tipologi pemimpin berdasar fungsi, peran, dan perilaku pemimpin adalah
tipologi pemimpn yang disusun dengan titik tolak interaksi personal yang
ada dalam kelompok . Tipe-tipe pemimpin dalam tipologi ini dapat
dikelompokkan dalam kelompok tipe berdasar fungsi, berdasar peran, dan
berdasar perilaku yang ditunjukkan oleh pemimpin. Berdasar perilakunya,
tipe pemimpin dikelompokkan dalam kelompok tipe pemimpin yang
dikemukakan oleh: Cattell dan Stice; S. Levine; Clarke; Komaki, Zlotnik dan
Jensen. Berdasar fungsinya, tipe pemimpin dapat dikelompokkan dalam
kelompok tipe pemimpin yang dikemukakan oleh: Bales dan Slater; Roby;
Shutz; Cattell; Bowes dan Seashore. Berdasar perannya, tipe pemimpin
dapat dikelompokkan dalam kelompok tipe pemimpin yang dikemukakan
oleh : Benne dan Sheats; dan Mintzberg.
PERAN-PERAN PEMIMPIN
The Vision Role
Sebuah visi adalah pernyataan yang secara relatif mendeskripsikan
aspirasi atau arahan untuk masa depan organisasi. Dengan kata lain
110 |LEVEL 5 LEADERSHIP
sebuah pernyataan visi harus dapat menarik perhatian tetapi tidak
menimbulkan salah pemikiran.
Agar visi sesuai dengan tujuan organisasi di masa mendatang, para
pemimpin harus menyusun dan manafsirkan tujuan-tujuan bagi individu
dan unit-unit kerja.
Peran Pemimpin dalam Pengendalian dan Hubungan Organisasional
Tindakan manajemen para pemimpin organisasi dalam mengendalikan
organisasi meliputi: (a) mengelola harta milik atau aset organisasi; (b)
mengendalikan kualitas kepemimpinan dan kinerja organisasi; (c)
menumbuhkembangkan serta mengendalikan situasi maupun kondisi
kondusif yang berkenaan dengan keberadaan hubungan dalam organisasi.
Dan peran pengendalian serta pemelihara / pengendali hubungan dalam
organisasi merupakan pekerjaan kepemimpinan yang berat bagi pemimpin.
Oleh sebab itu diperlukan pengetahuan, seni dan keahlian untuk
melaksanakan kepemimpinan yang efektif.
Ruang lingkup peran pengendali organiasasi yang melekat pada pemimpin
meliputi pengendalian pada perumusan pendefinisian masalah dan
pemecahannya, pengendalian pendelegasian wewenang, pengendalian
uraian kerja dan manajemen konflik.
Ruang lingkup peran hubungan yang melekat pada pemimpin meliputi
peran pemimpin dalam pembentukan dan pembinaan tim-tim kerja;
pengelolaan tata kepegawaian yang berguna untuk pencapaian tujuan
organisasi; pembukaan, pembinaan dan pengendalian hubungan eksternal
dan internal organisasi serta perwakilan bagi organisasinya.
111 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Peran Pembangkit Semangat
Salah satu peran kepemimpinan yang harus dijalankan oleh seorang
pemimpin adalah peran membangkitkan semangat kerja. Peran ini dapat
dijalankan dengan cara memberikan pujian dan dukungan. Pujian dapat
diberikan dalam bentuk penghargaan dan insentif. Penghargaan adalah
bentuk pujian yang tidak berbentuk uang, sementara insentif adalah pujian
yang berbentuk uang atau benda yang dapat kuantifikasi. Pemberian
insentif hendaknya didasarkan pada aturan yang sudah disepakati
bersama dan transparan. Insentif akan efektif dalam peningkatan semangat
kerja jika diberikan secara tepat, artinya sesuai dengan tingkat kebutuhan
karyawan yang diberi insentif, dan disampaikan oleh pimpinan tertinggi
dalam organisasi , serta diberikan dalam suatu „event‟ khusus.
Peran membangkitkan semangat kerja dalam bentuk memberikan
dukungan, bisa dilakukan melalui kata-kata , baik langsung maupun tidak
langsung, dalam kalimat-kalimat yang sugestif. Dukungan juga dapat
diberikan dalam bentuk peningkatan atau penambahan sarana kerja,
penambahan staf yag berkualitas, perbaikan lingkungan kerja, dan
semacamnya.
Peran Menyampaikan Informasi
Informasi merupakan jantung kualitas perusahaan atau organisasi; artinya
walaupun produk dan layanan purna jual perusahaan tersebut bagus, tetapi
jika komunikasi internal dan eksternalnya tidak bagus, maka perusahaan
itu tidak akan bertahan lama karena tidak akan dikenal masyarakat dan
koordinasi kerja di dalamnya jelek. Penyampaian atau penyebaran
informasi harus dirancang sedemikian rupa sehingga informasi benar-
benar sampai kepada komunikan yang dituju dan memberikan manfaat
yang diharapkan. Informasi yang disebarkan harus secara terus-menerus
112 |LEVEL 5 LEADERSHIP
dimonitor agar diketahui dampak internal maupun eksternalnya.
Monitoring tidak dapat dilakukan asal-asalan saja, tetapi harus betul-betul
dirancang secara efektif dan sistemik. Selain itu, seorang pemimpin juga
harus menjalankan peran consulting baik ke ligkungan internal organisasi
maupun ke luar organisasi secara baik, sehingga tercipta budaya
organisasi yang baik pula. Sebagai orang yang berada di puncak dan
dipandang memiliki pengetahuan yang lebih baik dibanding yang dipimpin,
seorang pemimpin juga harus mampu memberikan bimbingan yang tepat
dan simpatik kepada bawahannya yang mengalami masalah dalam
melaksanakan pekerjaannya.
GAYA KEPEMIMPINAN
Gaya Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan demokratis menempatkan manusia sebagai faktor utama
dan terpenting dalam setiap kelompok/organisasi. Gaya kepemimpinan
demokratis diwujudkan dengan dominasi perilaku sebagai pelindung dan
penyelamat dan perilaku yang cenderung memajukan dan
mengembangkan organisasi/kelompok. Di samping itu diwujudkan juga
melalui perilaku kepemimpinan sebagai pelaksana (eksekutif).
Dengan didominasi oleh ketiga perilaku kepemimpinan tersebut, berarti
gaya ini diwarnai dengan usaha mewujudkan dan mengembangkan
hubungan manusiawi (human relationship) yang efektif, berdasarkan
prinsip saling menghormati dan menghargai antara yang satu dengan yang
lain. Pemimpin memandang dan menempatkan orang-orang yang
dipimpinnya sebagai subjek, yang memiliki kepribadian dengan berbagai
aspeknya, seperti dirinya juga. Kemauan, kehendak, kemampuan, buah
pikiran, pendapat, minat/perhatian, kreativitas, inisiatif, dan lain-lain yang
113 |LEVEL 5 LEADERSHIP
berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain selalu dihargai dan
disalurkan secara wajar.
Berdasarkan prinsip tersebut di atas, dalam gaya kepemimpinan ini selalu
terlihat usaha untuk memanfaatkan setiap orang yang dipimpin. Proses
kepemimpinan diwujudkan dengan cara memberikan kesempatan yang
luas bagi anggota kelompok/organisasi untuk berpartisipasi dalam setiap
kegiatan. Partisipasi itu disesuaikan dengan posisi/jabatan masing-masing,
di samping memperhatikan pula tingkat dan jenis kemampuan setiap
anggota kelompok/organisasi. Para pemimpin pelaksana sebagai
pembantu pucuk pimpinan, memperoleh pelimpahan wewenang dan
tanggung jawab, yang sama atau seimbang pentingnya bagi pencapaian
tujuan bersama. Sedang bagi para anggota kesempatan berpartisipasi
dilaksanakan dan dikembangkan dalam berbagai kegiatan di lingkungan
unit masing-masing, dengan mendorong terwujudnya kerja sama, baik
antara anggota dalam satu maupun unit yang berbeda. Dengan demikian
berarti setiap anggota tidak saja diberi kesempatan untuk aktif, tetapi juga
dibantu dalam mengembangkan sikap dan kemampuannya memimpin.
Kondisi itu memungkinkan setiap orang siap untuk dipromosikan
menduduki posisi/jabatan pemimpin secara berjenjang, bilamana terjadi
kekosongan karena pensiun, pindah, meninggal dunia, atau sebab-sebab
lain.
Kepemimpinan dengan gaya demokratis dalam mengambil keputusan
sangat mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang
dan di dalam unit masing-masing. Dengan demikian dalam pelaksanaan
setiap keputusan tidak dirasakan sebagai kegiatan yang dipaksakan, justru
sebaliknya semua merasa terdorong mensukseskannya sebagai tanggung
jawab bersama. Setiap anggota kelompok/organisasi merasa perlu aktif
bukan untuk kepentingan sendiri atau beberapa orang tertentu, tetapi untuk
kepentingan bersama.
114 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Aktivitas dirasakan sebagai kebutuhan dalam mewujudkan partisipasi, yang
berdampak pada perkembangan dan kemajuan kelompok/organisasi
secara keseluruhan. Tidak ada perasaan tertekan dan takut, namun
pemimpin selalu dihormati dan disegani secara wajar
Gaya Kepemimpinan Otoriter
Kepemimpinan otoriter merupakan gaya kepemimpinan yang paling tua
dikenal manusia. Oleh karena itu gaya kepemimpinan ini menempatkan
kekuasaan di tangan satu orang atau sekelompok kecil orang yang di
antara mereka tetap ada seorang yang paling berkuasa. Pemimpin
bertindak sebagai penguasa tunggal. Orang-orang yang dipimpin yang
jumlahnya lebih banyak, merupakan pihak yang dikuasai, yang disebut
bawahan atau anak buah. Kedudukan bawahan semata-mata sebagai
pelaksana keputusan, perintah, dan bahkan kehendak pimpinan. Pemimpin
memandang dirinya lebih, dalam segala hal dibandingkan dengan
bawahannya. Kemampuan bawahan selalu dipandang rendah, sehingga
dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa perintah. Perintah pemimpin
sebagai atasan tidak boleh dibantah, karena dipandang sebagai satu-
satunya yang paling benar. Pemimpin sebagai penguasa merupakan
penentu nasib bawahannya. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain, selain
harus tunduk dan patuh di bawah kekuasaan sang pemimpin. Kekuasaan
pimpinan digunakan untuk menekan bawahan, dengan mempergunakan
sanksi atau hukuman sebagai alat utama. Pemimpin menilai
kesuksesannya dari segi timbulnya rasa takut dan kepatuhan yang bersifat
kaku.
Kepemimpinan dengan gaya otoriter banyak ditemui dalam pemerintahan
Kerajaan Absolut, sehingga ucapan raja berlaku sebagai undang-undang
atau ketentuan hukum yang mengikat. Di samping itu sering pula terlihat
115 |LEVEL 5 LEADERSHIP
gaya dalam kepemimpinan pemerintahan diktator sebagaimana terjadi di
masa Nazi Jerman dengan Hitler sebagai pemimpin yang otoriter.
Gaya Kepemimpinan Bebas dan Gaya Kepemimpinan Pelengkap
Kepemimpinan Bebas merupakan kebalikan dari tipe atau gaya
kepemimpinan otoriter. Dilihat dari segi perilaku ternyata gaya
kepemimpinan ini cenderung didominasi oleh perilaku kepemimpinan
kompromi (compromiser) dan perilaku kepemimpinan pembelot (deserter).
Dalam prosesnya ternyata sebenarnya tidak dilaksanakan kepemimpinan
dalam arti sebagai rangkaian kegiatan menggerakkan dan memotivasi
anggota kelompok/organisasinya dengan cara apa pun juga. Pemimpin
berkedudukan sebagai simbol. Kepemimpinannya dijalankan dengan
memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam
mengambil keputusan dan melakukan kegiatan (berbuat) menurut
kehendak dan kepentingan masing-masing, baik secara perseorangan
maupun berupa kelompok-kelompok kecil.
Pemimpin hanya memfungsikan dirinya sebagai penasihat, yang dilakukan
dengan memberi kesempatan untuk berkompromi atau bertanya bagi
anggota kelompok yang memerlukannya. Kesempatan itu diberikan baik
sebelum maupun sesudah anggota yang bersangkutan menetapkan
keputusan atau melaksanakan suatu kegiatan.
Kepemimpinan dijalankan tanpa berbuat sesuatu, karena untuk bertanya
atau tidak (kompromi) tentang sesuatu rencana keputusan atau kegiatan,
tergantung sepenuhnya pada orang-orang yang dipimpin. Dalam keadaan
seperti itu setiap terjadi kekeliruan atau kesalahan, maka pemimpin selalu
berlepas tangan karena merasa tidak ikut serta menetapkannya menjadi
keputusan atau kegiatan yang dilaksanakan kelompok/organisasinya.
Pemimpin melepaskan diri dari tanggung jawab (deserter), dengan
116 |LEVEL 5 LEADERSHIP
menuding bahwa yang salah adalah anggota kelompok/organisasinya yang
menetapkan atau melaksanakan keputusan dan kegiatan tersebut. Oleh
karena itu bukan dirinya yang harus dan perlu diminta pertanggungjawaban
telah berbuat kekeliruan atau kesalahan.
Sehubungan dengan itu apabila tidak seorang pun orang-orang yang
dipimpin atau bawahan yang mengambil inisiatif untuk menetapkan suatu
keputusan dan tidak pula melakukan sesuatu kegiatan, maka
kepemimpinan dan keseluruhan kelompok/organisasi menjadi tidak
berfungsi. Kebebasan dalam menetapkan suatu keputusan atau melakukan
suatu kegiatan dalam tipe kepemimpinan ini diserahkan sepenuhnya pada
orang-orang yang dipimpin.
Oleh karena setiap manusia mempunyai kemauan dan kehendak sendiri,
maka akan berakibat suasana kebersamaan tidak tercipta, kegiatan
menjadi tidak terarah dan simpang siur. Wewenang tidak jelas dan
tanggung jawab menjadi kacau, setiap anggota saling menunggu dan
bahkan saling salah menyalahkan apabila diminta pertanggungjawaban.
Gaya atau perilaku kepemimpinan yang termasuk dalam tipe
kepemimpinan bebas ini antara lain
1. Kepemimpinan Agitator. Tipe kepemimpinan ini diwarnai
dengan kegiatan pemimpin dalam bentuk tekanan, adu domba,
memperuncing perselisihan, menimbulkan dan memperbesar
perpecahan/pertentangan dan lain-lain dengan maksud untuk
memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri. Agitasi yang dilakukan
terhadap orang luar atau organisasi lain, adalah untuk
mendapatkan keuntungan bagi organisasinya dan bahkan untuk
kepentingan pemimpin sendiri
2. Kepemimpinan Simbol. Tipe kepemimpinan ini
menempatkan seorang pemimpin sekedar sebagai lambang atau
simbol, tanpa menjalankan kegiatan kepemimpinan yang
sebenarnya.
117 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Di samping gaya kepemimpinan demokratis, otokrasi maupun bebas maka
pada kenyataannya sulit untuk dibantah bila dikatakan terdapat beberapa
gaya atau perilaku kepemimpinan yang tidak dapat dikategorikan ke dalam
salah satu tipe kepemimpinan tersebut. Sehubungan dengan itu sekurang
kurangnya terdapat lima gaya atau perilaku kepemimpinan seperti itu.
Kelima gaya atau perilaku kepemimpinan itu adalah
1. Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Ahli (Expert)
2. Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Kharismatik
3. Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Paternalistik
4. Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Pengayom
5. Gaya atau Perilaku Kepemimpinan Tranformasional
KEKUASAAN DAN KONFLIK DALAM KEPEMIMPINAN
Kekuasaan
Kekuasaan dapat didefinisikan sebagai suatu potensi pengaruh dari
seorang pemimpin. Kekuasaan seringkali dipergunakan silih berganti
dengan istilah pengaruh dan otoritas.
Berbagai sumber dan jenis kekuasaan dari beberapa teoritikus seperti
French dan Raven, Amitai Etzioni, Kenneth W. Thomas, Organ dan
Bateman, dan Stepen P Robbins telah dikemukakan dalam kegiatan
belajar ini.
Kekuasaan merupakan sesuatu yang dinamis sesuai dengan kondisi yang
berubah dan tindakan-tindakan para pengikut. Berkaitan dengan hal ini
telah dikemukakan social exchange theory, strategic contingency theory
dan proses-proses politis sebagai usaha untuk mempertahankan,
melindungi dan me-ningkatkan kekuasaan.
118 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Dalam kaitan dengan kekuasaan, para pemimpin membutuhkan kekuasaan
tertentu agar efektif. Keberhasilan pemimpin sangat tergantung pada cara
penggunaan kekuasaan. Pemimpin yang efektif kemungkinan akan
menggunakan kekuasaan dengan cara yang halus, hati-hati,
meminimalisasi perbedaan status dan menghindari ancaman- ancaman
terhadap rasa harga diri para pengikut.
Pengaruh
Pengaruh sebagai inti dari kepemimpinan merupakan kemampuan
seseorang untuk mengubah sikap, perilaku orang atau kelompok dengan
cara-cara yang spesifik. Seorang pemimpin yang efektif tidak hanya cukup
memiliki kekuasaan, tetapi perlu pula mengkaji proses-proses
mempengaruhi yang timbal balik yang terjadi antara pemimpin dengan
yang dipimpin.
Para teoretikus telah mengidentifikasi berbagai taktik mempengaruhi yang
berbeda-beda seperti persuasi rasional, permintaan berinspirasi,
pertukaran, tekanan, permintaan pribadi, menjilat, konsultasi, koalisi, dan
taktik mengesahkan. Pilihan taktik mempengaruhi yang akan digunakan
oleh seorang pemimpin dalam usaha mempengaruhi para pengikutnya
tergantung pada beberapa aspek situasi tertentu. Pada umumnya, para
pemimpin lebih sering menggunakan taktik-taktik mempengaruhi yang
secara sosial dapat diterima, feasible, memungkinkan akan efektif untuk
suatu sasaran tertentu, memungkinkan tidak membutuhkan banyak waktu,
usaha atau biaya.
Efektivitas masing-masing taktik mempengaruhi dalam usaha untuk
memperoleh komitmen dari para pengikut antara lain tergantung pada
keterampilan pemimpin, jenis permintaan serta position dan personal
power pemimpin tersebut.
119 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Konflik
Konflik dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana sebuah usaha
dibuat dengan sengaja oleh seseorang atau suatu unit untuk menghalangi
pihak lain yang menghasilkan kegagalan pencapaian tujuan pihak lain atau
meneruskan kepentingannya.
Ada beberapa pandangan tentang konflik yaitu pandangan tradisional,
netral dan interaksionis. Pandangan tradisional mengatakan bahwa konflik
itu negatif, pandangan netral menganggap bahwa konflik adalah ciri hakiki
tingkah laku manusia yang dinamis, sedangkan interaksionis mendorong
terjadinya konflik.
Untuk mengurangi, memecahkan dan menstimulasi konflik ada beberapa
pendekatan atau strategi yang dapat ditempuh sebagaimana disarankan
oleh beberapa teoretikus.
PERKEMBANGAN MUTAKHIR TENTANG KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan Perempuan
Perubahan lingkungan dan pergeseran budaya telah mempengaruhi
dinamika kepemimpinan perempuan. Pada umumnya pemimpin
perempuan cenderung diberikan porsi pada organisasi perempuan dan
sosial. Namun dengan adanya globalisasi telah merubah paradigma
kepemimpinan ke arah pertimbangan core competence yang dapat
berdaya saing di pasar global Oleh sebab itu banyak organisasi berkaliber
dunia yang memberikan kesempatan bagi perempuan yang mampu dan
120 |LEVEL 5 LEADERSHIP
memenuhi persyaratan kepemimpinan sesuai situasi dan kondisi sekarang
ini.
Hambatan bagi kepemimpinan perempuan lebih banyak akibat adanya
stereotipe negatif tentang kepemimpinan perempuan serta dari mental
(perempuan) yang bersangkutan. Stereotipe-stereotipe tersebut muncul
sebagai akibat dari pemikiran individu dan kolektif yang berasal dari latar
belakang sosial budaya dan karakteristik pemahaman masyarakat
terhadap gender serta tingkat pembangunan suatu negara atau wilayah.
Dari hasil temuan, ternyata tidak ditemukan adanya perbedaan antara gaya
kepemimpinan perempuan dengan laki-laki, walaupun ada sedikit
perbedaan potensi kepemimpinan perempuan dan laki-laki, di mana
keunggulan dan kelemahan potensi kepemimpinan perempuan dan laki-laki
merupakan hal yang saling mengisi. Begitu juga dengan karakteristik
kepemimpinan perempuan dan laki-laki dapat disinergikan menjadi
kekuatan yang harmonis bagi organisasi yang bersangkutan.
Untuk menduduki posisi kepemimpinan dalan organisasi di era global,
perempuan perlu meningkatkan ESQ dan memperkaya karakteristik
kepemimpinannya dengan komponen-komponen, antara lain
pembangunan mental, ketangguhan pribadi dan ketangguhan sosial serta
menutupi agresivitasnya menjadi ketegasan sikap, inisiatif, dan percaya diri
akan kompetensinya.
Kepemimpinan dalam Beragam Budaya dan Negara
Pada kegiatan belajar ini telah Anda lihat bahwa terdapat perbedaan
mendasar dari sikap dan perilaku pemimpin pada berbagai Negara atau
budaya. Namun demikian, terdapat dimensi kepemimpinan yang secara
121 |LEVEL 5 LEADERSHIP
universal relatif sama yaitu setiap pemimpin diharapkan mampu proaktif
dan tidak otoriter. Di samping itu, terdapat pula beberapa variasi sikap dan
perilaku pemimpin di dalam kelompok budaya dan di dalam Negara pada
berbagai budaya atau Negara. Demikian pula terdapat perbedaan sikap
dan perilaku pemimpin pada Negara- Negara yang menganut system nilai
berbeda.
Kepemimpinan Visioner
Seorang pemimpin visioner harus bisa menjadi penentu arah, agen
perubahan, juru bicara dan pelatih.
Oleh karena itu seorang pemimpin visioner harus:
1. menyusun arah dan secara personal sepakat untuk
menyebarkan kepemimpinan visioner ke seluruh organisasi.
2. memberdayakan para karyawan dalam bertindak untuk
mendengar dan mengawasi umpan balik.
3. selalu memfokuskan perhatian dalam membentuk organisasi
mencapai potensi terbesarnya.
Kepemimpinan Ahli
Pada era globalisasi, banyak terjadi perubahan dalam segala sendi
kehidupan masyarakat, terutama yang berhubungan dengan bidang
ekonomi perdagangan, industri, telekomunikasi dan informasi. Dalam masa
post modernism yang sekarang sedang kita jalani, perubahan paradigma
manajemen turut bergerak secara dinamis, dari paradigma manajemen
klasik hingga paradigma post modernism yang salah satunya diwakili oleh
learning organization dengan pengukuran kinerja balanced score card yang
memperhitungkan pula keterkaitan dengan lingkungan luar organisasi.
Secara historis, paradigma kepemimpinan tersebut terbagi dalam beberapa
lokus dan fokus keilmuan, yang diwakili dalam kelompok paradigma aliran
wilayah utara, barat, timur dan global baru. Hal tersebut, dipaparkan dalam
beberapa kategori, antara lain dalam kategori manajer individual, yang
terbagi menjadi manajemen efektif (Drucker), manajemen perusahaan
122 |LEVEL 5 LEADERSHIP
(Peters), manajemen kualitas total (Toyota), keahlian diri pada bidang
tertentu (self- mastery); kategori kelompok sosial terbagi menjadi
kerjasama tim yang efektif (Likert), pembagian nilai (Deal/Kennedy), siklus
atau lingkaran kualitas (Sony), sinergi sosial; kategori organisasi secara
keseluruhan yang terbagi menjadi organisasi yang hirarkis (Chandler),
organisasi jaringan (Handy) organisasi ramping (Honda), organisasi yang
belajar (learning organization), kategori ekonomi dan masyarakat yang
terbagi menjadi tanggungjawab badan hukum (Chandler), perusahaan
swasta yang mandiri atau bebas (Gilder), modal atau investasi sumber
daya manusia (Ozaka) dan pembangunan yang berkelanjutan.
Globalisasi juga telah mempengaruhi terjadinya perubahan paradigma
dalam praktik manajemen khususnya kepemimpinan. Secara garis besar,
perbedaaan antara paradigma lama dan baru dilihat dari aspek-aspek
antara lain berikut ini:
1. dari aspek tanggung jawab organisasi: paradigma lama
menitikberatkan pada pertanggungjawaban organisasi tentang
lingkungan akibat dari proses input-proses-output organisasi
sedangkan pada paradigma baru menekankan tanggungjawab
pada pembangunan yang berkelanjutan.
2. dari aspek tim manajemen: paradigma lama menekankan
struktur dan fungsi interaksi kelompok untuk mencapai sinergi sosial
dalam mengelola organisasi masing-masing, sedangkan paradigma
baru menitikberatkan pada struktur dan proses dengan pendekatan
learning organization.
3. dari aspek kepemimpinan manajemen: paradigma lama
menitikberatkan pada kapasitas individual manajer dalam
memimpin, sedangkan paradigma baru menekankan keunggulan
diri manajer (self-mastery) dalam memimpin.
Kesemua perjalananan dan dinamika faktor-faktor organisasi tersebut baik
eksternal maupun internal, telah membawa perubahan paradigma
kepemimpinan yang dinamis dan fleksibel. Perubahan tersebut banyak
123 |LEVEL 5 LEADERSHIP
menyangkut pada pembentukan mental pribadi manajer dan pembentukan
visi manajer serta organisasi.
APLIKASI KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI
Kepemimpinan, Organisasi dan Perubahan Lingkungan
Ada tiga jenis perubahan yaitu perubahan rutin, perubahan
pengembangan, dan inovasi. Mengelola perubahan adalah hal yang sulit.
Ukuran kapasitas kepemimpinan seseorang salah satu diantaranya adalah
kemampuannya dalam mengelola perubahan. Kemampuan ini penting
sebab pada masa kini pemimpin, akan selalu dihadapkan pada perubahan-
perubahan, sehingga pemimpin dituntut untuk mampu menyesuaikan
dengan perubahan lingkungan.
Pemimpin yang kuat bahkan mampu mempelopori perubahan lingkungan.
Ada empat tahap yang harus dilakukan agar pemimpin dapat mengelola
perubahan lingkungan. Tahap-tahap tersebut adalah pertama,
mengidentifikasi perubahan; Kedua, Menilai posisi organisasi; Ketiga,
Merencanakan dan melaksanakan perubahan; dan Keempat, Melakukan
evaluasi. Untuk memperoleh hasil yang diharapkan maka keempat langkah
tersebut perlu dilakukan secara berurutan dan berkesinambungan.
Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
Tugas utama seorang pemimpin adalah mengajak orang untuk
menyumbangkan bakatnya secara senang hati dan bersemangat untuk
kepentingan organisasi. Dengan demikian pemimpin atau manajer harus
mengarahkan perilaku para anggota organisasi agar tujuan organisasi
dapat tercapai. Para pemimpin perlu membentuk, mengelola,
124 |LEVEL 5 LEADERSHIP
meningkatkan, dan mengubah budaya kerja organisasi. Untuk
melaksanakan tugas tersebut, manajer perlu menggunakan
kemampuannya dalam membaca kondisi lingkungan organisasi,
menetapkan strategi organisasi, memilih teknologi yang tepat, menetapkan
struktur organisasi yang sesuai, sistem imbalan dan hukuman, sistem
pengelolaan sumberdaya manusia, sistem dan prosedur kerja, dan
komunikasi serta motivasi.
Salah satu cara mengembangkan budaya adalah dengan menetapkan visi
yang jelas dan langkah yang strategis, mengembangkan alat ukur kinerja
yang jelas, menindaklanjuti tujuan yang telah dicapai, menetapkan sistem
imbalan yang adil, menciptakan iklim kerja yang lebih terbuka dan
transparan, mengurangi permainan politik dalam organisasi, dan
mengembangkan semangat kerja tim melalui pengembangan nilai-nilai inti.
Kepemimpinan dan Inovasi
Inovasi berbeda dengan kreativitas. Kreativitas lebih berfokus pada
penciptaan ide sedangkan inovasi berfokus pada bagaimana mewujudkan
ide. Karena inovasi adalah proses mewujudkan ide, maka diperlukan
dukungan dari faktor-faktor organisasional dan leaderships.
Dalam membahas inovasi paling tidak ada duabelas tema umum yang
berkaitan dengan pembahasan tentang inovasi yaitu kreativitas dan
inovasi, karakteristik umum orang-orang kreatif, belajar atau bakat,
motivasi, hambatan untuk kreatif dan budaya organisasi, struktur
organisasi, struktur kelompok, peranan pengetahuan, kreativitas radikal
atau inkrimental, struktur dan tujuan,proses, dan penilaian. Kemampuan
organisasi dalam mengelola keduabelas tema tersebut akan menentukan
keberhasilannya dalam melakukan inovasi.
125 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Inovasi berkaitan erat dengan proses penciptaan pengetahuan. Proses
penciptaan pengetahuan dilakukan dengan melakukan observasi atas
kejadian, mengolahnya menjadi data, lalu data dijadikan informasi, dan
informasi diberikan konteks sehingga menjadi pengetahuan. Pengetahuan
inilah yang oleh pemimpin dijadikan arah atau bekal untuk melakukan
inovasi. Organisasi yang mampu secara terus menerus melakukan
penciptaan pengetahuan disebut sebagai learning organization.
Referensi:
Bass, B.M. and Avolio, B.J., 1994, Improving Organizational Effectiveness through
Transformational Leadership, Sage, Thousand Oaks.
Bass, B.M., 1960, Leadership, Psychology and Organizational Behavior, Harper and Brothers,
New York.
Bennis, W.G. and Nanus, B., 1985, Leaders: The Strategies for Taking Charge, Harper and Row,
New York.
Bryman, A., 1992, Charisma and Leadership in Organizations, Sage, London.
Burns, J.M., 1978, Leadership, Harper and Row, New York.
Fiedler, F.E., 1967, A Theory of Leadership Effectiveness, McGraw-Hill, New York.
French, J. and Raven, B., 1967, 'The basis of social power', in D. Cartwright and A. Zander (eds.),
Group
http://teknikkepemimpinan.blogspot.com/2010/02/teori-kepemimpinan.html
126 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Good to great
By tonypaulo - Posted on June 1st, 2010
Tagged:
determinasi
kerendahan hati
perspekti Alkitab
Good is enemy to great, demikan pembukaan dari buku good to great Jim Collins,
tidak cukup untuk menjadi baik namun terlebih dari itu, sekedar puas menjadi baik
adalah musuh dari menjadi terbaik. Sungguh suatu konsep Manajemen yang
mengedepankan pembelajaran yang tiada pernah berhenti dan berkesinambungan
127 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Yang “mengejutkan” dari konsep-konsep yang ditawarkan oleh Jim Collins, dalam
konsep 5 hirarki yang sebagai puncaknya adalah kerendahan hati dan tekad yang
kuat untuk membentuk apa yang disebut level 5 executive.
Secara psikologis Jim Collins melakukan suatu pendekatan yang memanusiakan
manusia itu sendiri, ia tidak sekedar menghadirkan suatu konsep yang njlimet dan
tidak relevan dengan keseharian manusia sendiri, justru dengan suatu rumusan yang
jitu ia menyampaikan :
Bahwa seorang pemimpin level 5 mengkanalisasi (menyalurkan) kebutuhan ego
mereka untuk membangun suatu tujuan yang lebih besar atau lebih luas, Jim Collins
128 |LEVEL 5 LEADERSHIP
menyadari bahwa ego seorang pemimpin yang memiliki ambisi, dapat mengarahkan
ambisinya bukan sekedar untuk kepentingan pribadi namun kepentingan bersama
yang lebih luas.
Sebagai contoh dari kepemimpinan level 5 Collins, menyebutkan nama Darwin
Smith, seorang CEO dari Kimberly & Clark, seorang pemimpin yang sangat bersahaja
dan sederhana, yang melakukan suatu tindakan yang sangat berani dengan menjual
suatu unit usaha pengillingan yang merupakan salah satu unit usaha andalan
korporasi tersebut, bahkan media bisnis menyebut tindakan tersebut sebagai the
stupid move, dan para analis Wall Street mendowngrade nilai saham perusahaan
tersebut.
Namun Smith tetap fokus kepada tujuannya untuk merestrukturisasi bisnis korporasi
tersebut dengan melakukan pemusatan terhadap industri konsumsi sehari-hari,
dengan melakukan investasi kepada brand Huggies dan Klenex. Buatnya hanya ada
satu opsi; succeed or die, hasilnya 25 tahun kemudian Kimberly & Clark mampu
bersanding dengan Protect & Gamble, sebagai korporasi dalam industri konsumsi
keperluan sehari-hari, bahkan sempat mengalahkan Protect & Gamble dalam enam
sampai delapan kategori produk. Begitupun juga nilai saham dari Kimberly & Clark
yang meningkat secara signifikan akibat keputusan Smith tersebut.
Pada saat pensiunnya, ketika Smith ditanyakan apa rahasia dari performance yang
luar biasa tersebut, dengan sederhana Smith menyatakan "I never stopped trying to
become qualified for the job." Sudah menjadi CEO di perusahaan multinasional pun
Smith tidak pernah berhenti belajar dan berusaha untuk menjadi seseorang dengan
kualifikasi yang pantas dengan posisi dan tanggung jawab yang diemban. Itulah
salah satu poin pembelajaran tentang kerendahan hati dan tekad yang kuat serta
determinasi yang luar biasa dari seorang pemimpin yang rendah hati.
Lebih lanjut Collins mengurai secara sistematis apa itu kombinasi dari Humility + Will
= Level 5 Leadership dengan formulasi sebagai berikut ;
129 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Lebih lanjut uraian tersebut jika dikaitkan dengan apa kata FIRMAN, atau lebih
konkretnya apakah Tuhan Yesus sendiri dapat menjadi teladan ideal dari konsep
diatas tersebut, dengan kata lain apa yang Tuhan Yesus lakukan (WWJD, what would
Jesus do?)
130 |LEVEL 5 LEADERSHIP
131 |LEVEL 5 LEADERSHIP
132 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Bagi saya pribadi, menarik sangat untuk menelaah konsep-konsep Manajemen yang
mengedepankan intensitas pembaharuan dan melakukan lebih dari sekedar-sekedar
saja, jika ditarik dari perspektif yang dapat ditemukan dalam Alkitab, selain
memperkaya khasanah praktikal dalam relevansi atau aktualisasi Firman dengan
kenyataan sehari-hari, dalam hal ini ruang lingkup manajemen.
Kerendahan hati (humility) bukanlah sesuatu yang sudah “terberi” atau sebuah
talenta, namun sebuah pilihan untuk dijalani detik demi detik, begitu pula dengan
determinasi (will), yang membutuhkan kerelaan untuk dibentuk, ditempa bahkan
dilebur dalam suatu perapian yang sangat panas untuk memurnikan kerendahan hati
dan determinasi dalam diri saya dan saudara masing-masing.
Bukan untuk demi menjadi pemimpin yang baik dan benar, kerendahan hati dan
determinasi tersebut dibutuhkan, melainkan untuk melakukan lompatan (leap) dari
“sekedar” baik (good) menjadi yang terbaik (great). Good to Great
http://www.sabdaspace.org/good_great
KNOW-HOW : "8 KeterampilanYang Menjadi Ciri Pemimpin
sukses"
RESENSI BUKU
133 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Pengarang : Ram Charan
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku : 274 halaman
Di abad yang ke 21 ini,tentu para pemimpin menginginkan kesuksesan
dalam memimpin dalam sebuah perusahaan.. Berapa kali anda mendengar
seoarng yang berpenampilan tegas menyampaikna visi berani yang yamg
ternyata sekedar retorika kosong??Sering kali kita salah menilai orang
yang berpenampilan bak pemimpin sebagai peminpin sejati. Tak,diragukan
lagi ,kecerdasan,visi dan kemampuan berkomonikasi itu penting. Tapi ada
suatu hal besar yang tidak ada : know – howmenjalankan bisnis –
kapasitas membawa bisnis kearah yang benar ,melakukan yang
benar,memberi hasil,dan membuat perusahaan serta oarng – orang di
dalamnya lebih baik daraipada sebelumnya. Hambatan dalam upaya
menemukan orang yang bisa berprestasi
adalah penampilankepemimpinan Sering saya melihat seorang terpilih
menjalankan tugas kepemimpinan atas dasar pembawaan karakteristik
pribadi yang dangkal seperti :
1. Daya tarik kecerdasan mentah : “ Dia sangat cerdas , tajam ,
dan sangat analistis. Saya dapat mersakan ia bisa melakukan
pekerjaan ini.
2. Karakter yang mengesankan dan keterampilan komunikasi
yang hebat :” Presentasi luar biasa . Caranya mempresentasikan
data dengan program power Point sangat impresif . Ia berhasil
membuat komite terkesan. Camkan perkataanku ,dia akan meraih
posisi tertinggi.”
3. Kekuatan posisi yang berani : “ Betapa hebat gambaran
yang ia berikan mengenai arah tujuan kita , yaitu gerak maju .”
4. Kesan sebagai pemimpin alami: “ Ornag – orang di divisi ini
sangat menyukainya . Ia pembangkit semangat dan motivator yang
hebat !!”
Know –how anda untuk memimpin bisnis anda kearah yang tepat
akanselalu di uji . Apakah anda akan mampu melakukan hal yang benar ,
membuat keputusan yang benar,memberikan hasil, dan membuat bisnis
134 |LEVEL 5 LEADERSHIP
anda seorang serta orang – orang di dalamnya lebih baik daripada
sebelumnya????
1. Dapatkah anda melakukan positioning ( memosisikan
) bisnis anda dengan mencari ke ide utama yang dapat memenuhi
keinginan konsumen anda dan menghasilkan uang?? Dan ,seperti
yang akan semakin dituntut , apakah anda dapat
melakukan respositioning ( resposisi) dengan benar??
2. Dapatkah anda mengidentifikasi perubahan
eksternal dengan mendeteksi pola – pola bisnis mendahului orang
lain dan mengambil posisi menyerang?
3. Tahukah anda cara memimpin system sosisl
bisnis anda dengan memperkerjakan orang – orang yang tepat
dengan perilaku yang teapat untuk membuat keputusan yang lebih
baik serta cepat dan untuk meraih hasil bisnis ??
4. Dapatkah anda menilai orang dengan dengan menemukan
bakat terbesar mereka berdasarkan fakta dan observasi dan
mencocokannya dengan sebuah tugas??
5. Apakah anda membentuk sebuah tim dengan
mempekerjakan pemimpin yang sangat kompeten untuk menekan
ego mereka dan berkoordinasi dengan baik?
6. Tahukah anda cara mengembangkan tujuan dengan
menyeimbangkan potensi bisnis anda dengan pencapaian
realistisnya, tidak hanya melihat kebelakang dan melalukan
penyesuaian bertahap pada apa yang sudah dilakukan masa lalu?
7. Dapatkah anda menetapkan prioritas akurat dengan
menentukan tugas-tugas spesifik yang memadukan sumber
daya,tindakan, dan energi untuk pencapaiannya?
8. Dapatkah anda menanggulangi kekuatan diluar pasar
dengan merespon secara kreatif dan positif terhadap tekanan
social yang anda kendalikan tetapi berdampak besar pada bisnis
anda?
Karakter pribadi yang dapat membantu atau menghalangi:
1. Ambisi-meraih sesuatu yang berharga TAPI TIDAK
menghalalkan segala cara.
2. Dorongan dan kegigihan-mencari,berkeras, dan menindak
lanjutin TAPI TIDAK menunngu teralu lama.
135 |LEVEL 5 LEADERSHIP
3. Kepercayaan diri-mengatasi rasa gagal ,takut pada respon
, atau kebutuhan untuk disukai dan menngunakan kekuasaan
secara bijak TAPI TIDAK menjadi arogan dan narsis
4. Keterbukaan psikologis-menerima ide baru dan berbeda
DAN TIDAK mengabaikan orang lain.
5. Realisme- Melihat apa yang benar – benar dapat di capai
DAN TIDAK menutupi masalah atau memperkirakan yang terburuk.
6. Selera belajar-terus tumbuh dan meningkatkan know-
how DAN TIDAK menanggulangi kesalahan yang sama.
Tentu saja proses pengembangan know-how ini memerlukan kecerdasan.
Tetapi para pemimpin terbaik memiliki kemampuan kognitif yang istimewa,
melebihi kecerdasan rata-rata. Daya pikir mereka mencakup rentang
ketinggian yang luas dari hal-hal konseptual hingga spesifik, mereka
punya jangkauan frekuansi knognitif yang luas, yang berarti mereka
melihat menggunakan lensa lebar, dan mereka mahir
melakukan reframing(membingkai kembali) persoalan dam masalah,
dengan melihatnya dari berbagai sudut pandang.
Karakter kognitif yang memperbaiki know-how
1. Rentang ketinggian yang panjang-beralih dari hal
konseptual ke hal spesifik.
2. Jangkauan kognitif yang luas-memahami banyak
masukan dan melihat gambar besarnya.
3. Kemampuan melakukan Reframing-melihat dari prsepektif
berbeda.
Tanda-tanda peringatan awal bahwa positioning bisnis anda harus diubah
agar anda bisa memanfaatkan peluang baru :
1. Munculnya industri baru
2. Pesaing baru mulai bermunculan
3. Perubahan positioning pesaing utama
4. Kebangkitan pelanggan baru
5. Pola konsumsi dipengaruhi penawaran baru yang terjangkau
dari teknologi baru (misal iPod)
6. Pelanggan beralih ke produk lain
7. Hilangnya pangsa pasar di segmen kunci terpilih
136 |LEVEL 5 LEADERSHIP
8. Munculnya model bisnis baru dan model menejemen baru
9. Tekanan pada margin laba
10. Merosotnya arus kas oprasional secara tak terduga
11. Merosotnya kepuasan pelanggan
Tanda-tanda ini mungkin tidak mencolok terjadi secara perlahan, lalu
berakhir dengan penurunan atau peningkatan peluang bagi perusahaan
secara tiba-tiba.
Cara melacak pemimpin masa depan bisnis :
1. Mereka secara konsisten memberi hasil yang ambisius.
2. Mereka terus menerus memperlihatkan pertumbuhan
,kemampuan menyesuaikan diri dan pemelajaran yang lebih baik
serta lebih cepat ketimbang rekan mereka yang berkinerja bagus.
3. Mereka mengambil peluang untuk melaksanakan tugas
yang lebih besar dan menantang,denagan demikian
mengembangkan kemampuan dan kapasitas serta memperbaiki
penilaian.
4. Mereka mampu mencari solusi bisnis dan punya imajinasi
tinggi dalm membubuhkan bisnis mereka.
5. Mereka terdorong untuk membawa bisnis ke level berikut.
6. Mereka mempunyai kemampuan observasi yang sangat
cermat, membentuk penilaian tentang orang dengan terpusat pada
keputusan, perilaku, dan tindakannya dan bukan dengan
mengandalkan reaksi awal atau insting; mereka mamapu secara
mental mendeteksi dan membangun “DNA” seseorang.
7. Mereka berbicara secukupnya, merupakan pemikir
jernih,dan mempunyai berani mengungkapkan pendapat meskipaun
kemungkinan mendapatkan reaksi negatif dari pendengar.
8. § Mereka mnajukan pertanyaan tajam yang membuka mata
dan menakibatakan imajinasi.
9. Mereka denagan perseptif menilai bawahan langsung
mereka, berani memberikan masukan yang jujur sehingga bawahan
mereka tumbuh: mereka menggali sebab akibatnya bila bawahan
mereka gagal.
137 |LEVEL 5 LEADERSHIP
10. Mereka mengetahui kriteriamutlak tuagas bawahan mereka
dan menyesuaiakan tugas tersebut dengan orangnya: bila ada
ketidakcocokan, mereka langsung menanganianya.
11. Mereka mamapu mengenalai bakat dan melihat “ bakat
anugrah Tuhan” orang lain.
Cara tidak terjepit diantara batu dan tempat yang keras
1. Persiapkan tim manajemen secara psikologis menghadapi
kenyataan bahwa issu social akan timbul dan akan cepat memanas
mengingat tingginya transpalasi era ini dan keberadaan internet.
2. Selagi mengamati positioning perusahaan, anda perlu
mengantisipasi issu social apa yang mungkin akan diangkat dan
kelompok advokasi mana yang akan mengangkatnya.
3. Kembangkan sebuah metodelogi untuk menangani issu ini,
pertama sesuai pandangan pribadi anda dalam mendeteksi sinyal
peringatan awal issu yang sedang bangkit ?
4. Bersiaplah untuk bertukar informasi dan mengatasi
perbedaan dengan kelompok advokasi untuk membantu
membentuk issu dan solusinya. Bersikaplah ofensif.
Bila tujuan sudah ditetapkan, prioritaspun harus ditetapkan sebagai berikut
:
1. Membuat proses untuk mencari tahu penyebab margin bruto
yang lebih rendah, menumpuknya stok, dan besarnya piutang, lalu
membuat keputusan mengenai divisi apa yang harus
dipertahankan, dihapus,atau dibentuk ulang.
2. Menentukan, dalam setiap divisi, lini produk dan segmen
pelanggan, yang harus diutamakan,tidak diutamakan, atau dihapus.
3. Mendapatkan uang tunai dengan menjual asset yang tidak
berada didaftar prioritas.
4. Segera menentukan dimana harus menempatkan lebih
banyak sumber daya dengan caliber yang berbeda (contoh dalam
bidang teknologi dan pemasaran ) agar mendapatkan margin bruto
yang lebih tinggi.
5. Segera membentuk tim lintas fungsi yang akan menangani
issu berkenaan dengan kepuasan pelanggan dalam segmen
terpilih, menurunkan biaya, dan mengubah ukuran organisasi untuk
mengantisipasi penurunan pendapatan.
138 |LEVEL 5 LEADERSHIP
6. Membentuk “tim SWAT” untuk menagih piutang lebih cepat
dan memperbaiki pergerakan stok..Mengomunikasikan prioritas.
Lalu menanggulanginya lagi.
Kesimpulan
Menurut saya, pemimpin sukses adalah seorang pemimpin yang dapat
menjalankan bisnisnya dengan baik,membawa kapasitas bisninya kearah
yang benar, membuat keputusan – keputusan yang benar , memberi hasil ,
dan membuat perusahaan serta orang – orang di dalamnya lebih baik
daripada sebelumya. Tidak hanya dengan membuat visi dan misi saja para
pemimpin itu dapat sukses, melainkan menjalankanya dengan baik dan
tahu sejauh mana kita berperan dalam kedudukan kita masing – masing.
Pemimpin seharusnya mampu mengatasi perubahan – perubahan ini, dan
berusaha bertahan pada posisi yang baik,memastikan bisnis mereka pada
posisi menghasilkan uang,sekarang dan di masa depan.
http://teknikkepemimpinan.blogspot.com/2012/06/know-how-8-keterampilan-
yang-menjadi.html
KEPEMPINAN TRANFORMASIONAL DAN PENGAMBILAN
KEPUTUSAN 0 0 Rate This
Kepemimpinan merupakan suatu hal yang seharusnya dimiliki oleh setiap
pemimpin organisasi. Efektivitas seorang pemimpin ditentukan oleh kepiawaiannya
memutuskan suatu kebijaksanaan. Tipe pemimpin transformasional adalah
seorang pemimpin yang mempunyai keahlian diagnosis, dan selalu meluangkan
139 |LEVEL 5 LEADERSHIP
waktu dan mencurahkan perhatian dalam upaya untuk memecahkan masalah dari
berbagai aspek, secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin
dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya
(uang, material, mesin, metode, lingkungan), sarana-parasarana, data, dan lain
sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif.
Kata kunci : Kepemimpinan Transformasional , Kebijaksanaan.
A. PENDAHULUAN
Perkembangan lingkungan organisasi mengalami perubahan yang begitu cepat.
Hal ini membutuhkan respon yang cepat dari semua anggota organisasi agar
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dapat tecapai. Untuk itu, peran pemimpin
sangat penting terutama dalam hal pengambilan keputusan organisasional.
Pemimpin juga harus tepat menempatkan karyawan dalam proses pengambilan
keputusan. Dalam beberapa hal tertentu, karyawan dan anggota organisasi lain
perlu terlibat lebih banyak dalam beberapa hal tertentu. Namun ada pula beberapa
bagian yang perlu ditetapkan secara tegas oleh pemimpin tanpa perlu banyak
melibatkan pihak lain agar kefektifan organisasi dapat tercapai.
Kepemimpinan dan pengambilan keputusan yang menarik untuk dikaji. Kedua
elemen tersebut dalam kenyataanya saling terkait satu sama lain dan terkadang
tidak dapat dipisahkan. Di lingkungan masyarakat maupun dalam organisasi formal
ataupun non formal, selalu ada seseorang yang dianggap lebih dari yang lain.
Seseorang yang mempunyai kemampuan lebih tersebut kemudian diangkat atau
ditunjuk sebagai orang yang mengatur orang lain.
Biasanya orang yang seperti itu disebut pemimpin (leader) atau manajer
(manager). Semua organisasi, apapun jenisnya, tentunya memerlukan seorang
pemimpin atau manajer yang nantinya akan menjalankan kegiatan kepemimpinan
(leadership) dan atau manajemen (management). Kepemimpinan (leadership)
merupakan suatu subjek yang sudah lama diminati para ilmuwan maupun orang
awam. Fokus dari kebanyakan penelitian adalah mengenai determinan-determinan
dari efektivitas kepemimpinan dalam setiap pengambilan keputusan.
140 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Tugas pemimpin antara lain penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan
(problem solving and decision-makinh activivy). Penyelesaian masalah merupakan
proses menghasilkan satu solusi guna mengenali, mengidentifikasi dan merinci
masalah. Pengambilan keputusan merupakan proses penentuan satu alternative
pilihan atas beragam alternatif pilihan.
Aktifitas penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan membutuhkaan
perhatian dan pendefinisian yang tepat atas masalah, penentuan tujuan,
menemukan, mendesain dan menetapkan sejumlah tindakan yang tepat, serta
mengevaluasi dan memilih alternative tindakan terbaik. Aktivitas atau tugas
penyelesaian masalah dilakukan melalui proses pengambilan keputusan dengan
baik, berkualitas dan efektif.
B. KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan mempunyai arti yang berbeda pada orang-orang yang berbeda.
Definisi tentang kepemimpinan sangat bervariasi sebanyak orang yang mencoba
mendefinisikan konsep kepemimpinan itu sendiri. Hal ini disebabkan karena topik
tentang kepemimpinan ini telah diminati oleh banyak orang selama berabad-abad
lamanya. Para peneliti biasanya mendefinisikan kepemimpinan sesuai dengan
perspektif-perspektif individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik
perhatian mereka. Perbedaan pendapat tentang definisi kepemimpinan didasarkan
pada kenyataan bahwa kepemimpinan melibatkan interaksi yang kompleks antara
pemimpin, pengikut, dan situasi. Kebanyakan definisi mengenai kepemimpinan
mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah proses
pengaruh sosial yang sengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk
menstruktur aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan di dalam sebuah
kelompok atau organisasi (Yukl , 2011). Sebagai contoh, beberapa peneliti
mendefinisikan kepemimpinan itu sendiri dalam bentuk hubungan pribadi dan ciri-
ciri fisik, sedangkan peneliti yang lain meyakini bahwa kepemimpinan itu
digambarkan oleh sekumpulan perilaku yang ditentukan.
Berbeda dengan hal tersebut, peneliti lainnya juga berpandangan bahwa konsep
tentang kepemimpinan akan selalu mengalami banyak perubahan, hal ditandai
dengan adanya pengaruh sosial. Definisi lainnya tentang kepemimpinan juga
dikemukakan oleh John Carrey & Carrey Dimmit (Journal of Leadership : Juli :
141 |LEVEL 5 LEADERSHIP
2001) yang menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah suatu tindakan yang
dilakukan untuk mempengaruhi orang lain agar berprestasi dalam upaya mencapai
tujuan organisasi. Hal ini menjelaskan bahwa seorang pemimpin juga merupakan
motivator yang baik bagi pengikutnya untuk terus meningkatkan kinerjanya dalam
organisasi. Pendapat lain oleh Kreitner & Kinicki (2007) menjelaskan bahwa
kepemimpinan adalah upaya mempengaruhi anggota untuk mencapai tujuan
organisasi secara sukarela. Pengertian ini menekankan pada kemampuan
pemimpin yang tidak memaksa dalam menggerakkan anggota organisasi agar
melakukan kegiatan yang terarah pada tujuan organisasi.
Selanjutnya pengarang terkemuka, Tom Peters dan Nancy Austin juga
menjelaskan pengertian kepemimpinan dalam bentuk yang lebih luas bahwa
kepemimpinan juga mengandung arti visi, antusiasme, kepercayaan, obsesi,
konsistensi, dan pemberian perhatian. Definisi ini menjelaskan bahwa
kepemimpinan memerlukan lebih dari sekedar mempunyai kekuatan dan
menggunakan kekuasaan. Kepemimpinan sebagai kemampuan untuk
mempengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran. Sumber dari pengaruh ini
bersifat formal, sepertii yang disajikan oleh kepemilikan peringkat manajerial
dalam organisasi karena posisi manajemen muncul bersamaan sejumlah tingkat
wewenang yang dirancang secara formal, seseorang dapat menjalankan peran
kepemimpinan semata-mata karena dalam kedudukannya dalam organisasi itu.
Tetapi tidak semua pemimpin itu manajer; dan sebaliknya, tidak semua manajer itu
pemimpin. Hanya karena organisasi memberikan kepada manajernya hak formal
tertentu tidak menjadi jaminan bahwa mereka akan mampu memimpin secara
efektif. Sering kita menjumpai bahwa kepemimpinann yang tidak mengandung
unsure sanksi-yakni, kemampuan untuk mempengaruhi yang timbul diluar struktur
formal organisasi itu- sering mempunyai arti penting yang sama atau lebih penting
daripada pengaruh formal. Dengan kata lain, pemimpin dapat muncul dari dalam
kelompok sekaligus melalui pengangkatan formal untuk memimpin kelompok.
Karakteristik/ciri pemimpin adalah merupakan dasar dari kepemimpinan yang
efektif. Kepemimpinan yang efektif juga tergantung pada variabel-variabel
situasional yang beraneka ragam. Aspek-aspek situasi yang meningkatkan atau
menghilangkan efek ciri atau dari perilaku pemimpin tersebut disebut variabel-
142 |LEVEL 5 LEADERSHIP
variabel situasional (Yukl , 2011). Variabel-variabel ini merupakan komponen
penting dalam teori kepemimpinan kontingensi. Pengertian yang senada juga
dikemukakan oleh Gibson dkk (1996 ; 334) yang menjelaskan bahwa
kepemimpinan adalah upaya menggunakan berbagai jenis pengaruh yang bukan
paksaan untuk memotivasi anggota organisasi untuk mencapai tujuan tertentu.
Selanjutnya Fremont E. Kast dan James E. Rosenzwigh juga mengatakan bahwa
kepemimpinan adalah kesanggupan untuk membujuk orang lain dalam mencapai
tujuan secara antusias. Greenberg & Bacon ( 2000) menyatakan bahwa
kepemimpinan adalah suatu proses dimana seorang pemimpin mempengaruhi
anggotanya untuk mencapai tujuan kelompok. Keseluruhan definisi kepemimpinan
yang telah dikemukakan sebelumnya menunjukan bahwa kepemimpinan
berlangsung di dalam sebuah organisasi yang dalam arti statis merupakan wadah
dalam bentuk suatu struktur organisasi yang di dalamnya terdapat unit-unit kerja
sebagai hasil kegiatan pengorganisasian.
Setiap unit kerja dipimpin oleh seorang pemimpin (manajer) dengan sejumlah staf
dan tenaga pelaksana teknis. Pemimpin dalam konteks struktural adalah pemimpin
formal yang terdiri dari para manajer yang menjalankan kegiatan manajerial di
dalam unit kerja atau organisasinya. Oleh karena itu penting kiranya mengetahui
perbedaan antara kepemimpinan (leadership) dan pimpinan (management) untuk
memahami secara jelas apa yang dimaksud dengan kepemimpinan.
C. GAYA KEPEMIMPINAN
Para pemimpin menggunakan gaya kepemimpinan berbeda-beda yang dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Kharismatik/Non kharismatik. Para pemimpin kharismatik sangat
tergantung pada kepribadian mereka, kualitas-
kualitas inspirasional (pemberi semangat) serta “aura”nya. Seringkali
mereka adalah pemimpin yang visioner, yang memiliki orientasi prestasi,
pengamibl resiko yang penuh perhitungan dan juga merupakan
komunikator yang baik. Adapun para pemimpin non kharismatik sangat
tergantung pada pengetahuan mereka (wewenngnya jatuh kepada orang
yang memiliki pengetahuan tersebut), kepercayaan diri serta pendekatan
analitis dalam menangani permasalahan.
143 |LEVEL 5 LEADERSHIP
2. Otokratis/Demokratis. Para pemimpin otokratis cenderung
membuat keputusan sendiri, menggunakan posisinya untuk memaksa
karyawan agar melaksanakan perintahnya. Adapun para pemimpin
demokratis mendorong karyawan untuk ikut serta dalam pembuatan
keputusan.
3. Pendorong/Pengawas. Adalah pemimpin yang memiliki sifat
mendorong, memberi semangat kepada para karyawan menggunakan
visinya dan memberdayakannya untuk mencapai tujuan kelompok. Adapun
pmimpin bergaya pengawas memanipulasi karyawan agar patuh.
4. Transaksional/transformasional. Para pemimpin transaksional
memanfaatkan uang, pekerjaan dan keamanan pekerjaan untuk
memperoleh kepatuhan dari karyawan. Para pemimpin transformasional
memberikan motivasi kepaada karyawan untuk bekerja keras mencapai
tujuan yang lebih tinggi.
Gaya kepemimpinan itu juga berdasarkan situasional. Situasi akan memperngaruhi
pendekatan yang diambil oleh para pemimpin. Tidak ada gaya kepemimpinan yang
ideal, semuanya sangat tergantung pada situasi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi gaya kepemimpinan yang tepat adalah jenis organisasi, sifat dasar
tugas, karakteristik kelompok dan yang penting adalah kepribadian pemimpin.
Pendekatan berorientasi pada tugas (otokrasi, pengawasan dan transaksional)
barangkali merupakan gaya kepemimpinan terbaik dalam siuasi darurat atau
kondisi kritis atau apabila pemimpin memiliki kekuasaan, pendukung formal dan
tugas yang cukup tertata dengan baik. Dalam kondisi seperti ini, kelompok siap
untuk diarahkan dan diberitahu tentang apa yang harus dilakukan. Di dalam situasi
yang kurang tertata dengan baik atau situasi yang tidak menentu dimana hasil
yang ditimbulkan bergantung pada kerjasama yang baik antara kelompok,
pemimpin yang lebih menjaga hubungan baik (demokratis, pemberi wewenang,
transformasional) cenderung bisa mencapai hasil yang baik.
Meskipun demkikian, para komentator seperti halnya Charles Handy menunjukkan
bahwa organisasi yang cerdas harus dipimpin dengan cara persuasi dan
kesepakatan. Dalam bukunya berjudul “The Age of Unreason” yang mengatakan
bahwa dimasa lampau organisasi dipimpin oleh pemimpin heroik yang
“mengetahui semua hal, dapat melakukan semua hal dan dapat memecahkan
setiap permasalahan”, sudah berlalu. Sedangkan para pemimpin masa kini adalah
144 |LEVEL 5 LEADERSHIP
para pemimpin yang “berupaya memecahkan setiap masalah dengan cara
mengembangkan karyawannya untuk memecahkan masalah tersebut”.
D. TEORI KEPEMIMPINAN TRNASFORMASIONAL
Menurut Burns (1978: 20) kepemimpinan transformasional adalah sebuah proses
dimana padanya para pemimpin dan pengikutnya saling menaikkan diri ke tingkat
moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Pemimpin tersebut mencoba
menimbulkan kesadaran dari pengikutnya dengan menyerukan cita – cita yang
lebih tinggi dan nilai – nilai moral bukan didasarkan pada emosi, keserakahan,
kecemburuan atau kebencian.
Dijelaskan oleh Burns (1978: 440) kepemimpinan yang mentransformasi dapat
dipegang baik sebagai sebuah proses mempengaruhi pada tingkat mikro, antara
para individu dan sebagai sebuah proses pada tingkat makro dalam memobilisasi
kekuasaan untuk mengubah sistem sosial tingkat makro, kepemimpinan
transformasional menyangkut bentuk, mengekspresikan, dan menengahi konflik
antara kelompok – kelompok sebagai tembahan terhadap memotivasi orang.
Avolio & Bass (1987) mengatakan bahwa kepemimpinan transformasional berbeda
dengan kepemimpinan transaksional dalam dua hal. Pertama, meskipun pemimpin
transformasional yang efektif juga mengenali kebutuhan bawahan, mereka
berbeda dari pemimpin transaksional aktif. Pemimpin transformasional yang efektif
berusaha menaikkan kebutuhan bawahan. Motivasi yang meningkat dapat dicapai
dengan menaikkan harapan akan kebutuhan dan kinerjanya. Misalnya, bawahan di
dorong mengambil tanggungjawab lebih besar dan memiliki otonomi dalam
bekerja. Kedua, pemimpin transformasional berusaha mengembangkan bawahan
agar mereka juga menjadi pemimpin.
Pengembangan faktor – faktor kepemimpinan transformasional telah
dikembangkan dari penelitian oleh Bass. Ia mengindentifikasi lima faktor (tiga yang
pertama berlaku pada transformasional dan dua faktor yang berakhir berlaku pada
kepemimpinan transaksional) yang menjelaskan pemimpin – pemimpin
transformasional. Faktor – faktor tersebut adalah :
1. Kharisma : pemimpin mampu menanamkan suatu nilai, hormat,
dan kebanggan untuk mengutarakan suatu visi dengan jelas;
145 |LEVEL 5 LEADERSHIP
2. Perhatian individual : pemimpin membantu para pengikut berpikir
kembali dengan cara – cara rasional untuk memerikas sebuah situasi. Ia
mendorong para pengikut agar kreatif;
3. Rangsangan Intelektual : pemimpin membantu para pengikut
berpikir kembali dengan cara – cara rasional untuk memeriksa sebuah
situasi. Ia menolong para pengikut agar kreatif;
4. Penghargaan yang tidak terduga : pemimpin memberitahu para
pengikut tentang apa yang harus dikerjakan untuk menerima penghargaan
yang lebih mereka sukai; dan
5. Manajemen dengan pengecualian : pemimpin mengijinkan para
pengikut untuk mengerjakan tugas dan tidak mengganggu kecuali sasaran
– sasaran tidak dicapai dalam waktu yang masuk akal dan biaya yang
pantas.
Salah satu karakteristik yang penting dari kepemimpinan transformasional adalah
kharisma. Bagaimanapun juga kharisma dengan sendirinya tidak cukup untuk
kepemimpinan transformasional yang sukses, seperti yang dinyatakan oleh Bass.
Pada setiap tahap pemimpin transformasional keberhasilannya akan tergantung
pada sikap, nilai dan keterampilan pemimpin tersebut. Adapun atribut atau ciri –
ciri pemimpin transformasional adalah :
1. Mereka melihat diri mereka sendiri sebagai agen perubahan;
2. Mereka dalah para pengambil resiko yag berhati – hati;
3. Mereka yakin pada orang – orang dan sangat peka terhadap
kebutuhan – kebutuhan mereka;
4. Mereka mampu mengartikulasikan sejumlah nilai inti yang
membimbing perilaku mereka
5. Mereka terbuka dan fleksible terhadap pelajaran dan
pengalamannya
6. Mereka mempunyai keterampilan kognetif, dan yakin kepada
pemikiran berdisiplin dan kebutuhan akan analsis masalah yang hati – hati;
dan
7. Mereka adalah orang – orang yang mempunyai visi yang
mempercayai isntitusi mereka (Yulk, 1994: 297)
8. Fungsi utamanya adalah berperan sebagai katalis perubahan,
bukannya sebagai pengontrol perubahan. Seorang pemimpin
transformasional memiliki visi yang jelas, memiliki gambaran holistis
146 |LEVEL 5 LEADERSHIP
tentang bagaimana organisasi di masa depan ketika semua tujuan atau
sasaran telah tercapai (Peter, 1992).
Sergiovanni (1990:21) berpendapat makna simbolis dari tindakan seorang
pemimpin transformasional adalah lebih penting dari tindakan aktual. Nilai-nilai
yang dijunjung oleh pemimpin yang terpenting adalah segalanya. Artinya ia
menjadi model dari nilai-nilai tersebut. Mentransformasikan nilai organisasi jika
perlu untuk membantu mewujudkan visi organisasi. Elemen yang paling utama dari
karakteristik seorang pemimpin transformasional adalah dia harus memiliki hasrat
yang kuat untuk mencapai tujuan organisasi. Seorang pemimpin transformasional
adalah seorang pemimpin yang mempunyai keahlian diagnosis, dan selalu
meluangkan waktu dan mencurahkan perhatian dalam upaya untuk memecahkan
masalah dari berbagai aspek.
Rees (2001) menyatakan paradigma baru kepemimpinan transformasional
mengangkat tujuh prinsip menciptakan kepemimpinan yang sinergis, yakni:
1. Simplifikasi, yakni keberhasilan dari kepemimpinan diawali dengan
sebuah visi yang akan menjadi cermin dan tujuan bersama. Kemampuan
serta keterampilan dalam mengungkapkan visi secara jelas, praktis dan
tentu saja transformasional yang dapat menjawab “Ke mana kita akan
melangkah?” menjadi hal pertama yang penting untuk kita
implementasikan,
2. Motivasi, yakni kemampuan untuk mendapatkan komitmen dari
setiap orang yang terlibat terhadap visi sudah dijelaskan adalah hal kedua
yang perlu dilakukan. Pada saat pemimpin transformasional dapat
menciptakan suatu sinergis di dalam organisasi, berarti seharusnya dia
dapat mengoptimalkan, memotivasi dan memberi energi kepada setiap
pengikutnya. Praktisnya dapat saja berupa tugas atau pekerjaan yang
betul-betul menantang serta memberikan peluang bagi mereka pula untuk
terlibat suatu proses kreatif, memberikan usulan mengambil keputusan
dalam pemecahan masalah, hal ini akan memberikan nilai tambah bagi
mereka sendiri,
3. Fasilitasi, yakni dalam pengertian kemampuan untuk secara efektif
memfasilitasi “pembelajaran” yang terjadi di dalam organisasi secara
kelembagaan, kelompok, ataupun individual. Hal ini akan berdampak pada
semakin bertambahnya modal intelektual dari setiap orang yang terlibat di
dalamnya,
147 |LEVEL 5 LEADERSHIP
4. Inovasi, yaitu kemampuan untuk secara berani dan bertanggung
jawab melakukan suatu perubahan bilamana diperlukan dan menjadi suatu
tuntutan dengan perubahan yang terjadi. Dalam suatu organisasi yang
efektif dan efisien, setiap orang yang terlibat perlu mengantisipasi
perubahan dan seharusnya pula mereka tidak takut akan perubahan
tersebut. Dalam kasus tertentu, pemimpin transformasional harus sigap
merespons perubahan tanpa mengorbankan rasa percaya dan tim kerja
yang sudah dibangun,
5. Mobilitas, yaitu pengerahan semua sumber daya yang ada untuk
melengkapi dan memperkuat setiap orang yang terlibat di dalamnya dalam
mencapai visi dan tujuan. Pemimpin transformasional akan selalu
mengupayakan pengikut yang penuh dengan tanggung jawab,
6. Siap Siaga, yaitu kemampuan untuk selalu siap belajar tentang diri
mereka sendiri dan menyambut perubahan dengan paradigma baru yang
positif,
Tekad, yaitu tekad bulat untuk selalu sampai pada akhir, tekad bulat untuk
menyelesaikan sesuatu dengan baik dan tuntas. Untuk ini tentu perlu pula
didukung oleh pengembangan disiplin spiritualitas, emosi, dan fisik serta
komitmen.
Menurut Bass dan Avolio (1994) terdapat 4 dimensi dalam kadar kepemimpinan
seseorang dengan konsep 4 I, yakni:
1. “I” pertama adalah Idealized Influence, yang dijelaskan sebagai
perilaku yang menghasilkan rasa hormat (respect) dan rasa percaya diri
yang menghasilkan rasa hormat (respect) dan rasa percaya diri (trust) dari
orang-orang yang dipimpinnya. Idealized influence mengandung makna
saling berbagi risiko, melalui pertimbangan atas kebutuhan yang dipimpin
di atas kebutuhan pribadi, dan perilaku moral serta etis,
2. “I” kedua adalah Inspirational Motivation, yang tercermin dalam
perilaku yang senantiasa menyediakan tantangan dan makna atas
pekerjaan orang-orang yang dipimpin, termasuk di dalamnya adalah
perilaku yang mampu mendemonstrasikan komitmen terhadap sasaran
organisasi. Semangat ini dibangkitkan melalui antusiasme dan optimisme,
3. “I” ketiga adalah Intellectual Simulation. Pemimpin yang
mendemonstrasikan tipe kepemimpinan senantiasa mengali ide-ide baru
dan solusi yang kreatif dari orang-orang yang dipimpinnya. Ia juga selalu
mendorong pendekatan baru dalam melakukan pekerjaan,
148 |LEVEL 5 LEADERSHIP
4. “I” keempat adalah Indivualized Consideration, yang direfleksikan
oleh pemimpin yang selalu mendengarkan dengan penuh perhatian, dan
memberikan perhatian khusus kepada kebutuhan prestasi dan kebutuhan
dari orang-orang yang dipimpinnya.
Berdasarkan perspektif manajemen kepemimpinan didasarkan pada filosofi bahwa
perbaikan metode dan proses kerja secara berkesinambungan akan dapat
memperbaiki kualitas, biaya, produktivitas, dan ROI (return of invesment) yang
pada gilirannya juga meningkatkan daya saing. Kepemimpinan pada akhirnya
bertujuan membentuk budaya mutu organisasi. Disimpulkan bahwa menurut
pandangan manajemen pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang dapat
memindahkan (transformasi) nilai, idealisme, perilaku, mental, dan sikap mutu
kepada karyawan.
Kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang mempunyai dimensi,
kharismatik, stimulus intelektual, konsiderasi individual, sumber inspirasi serta
idealisme. Konsep dan praktik kepemimpinan transformasional dikembangkan
sebagai jawaban atas keterbatasan konsep kepemimpinan yang telah ada dalam
mengelola SDM dan organisasi dalam lingkungan yang mengalami perubahan.
Kepemimpinan transformasional menekankan terbentuknya rasa memiliki bagi
setiap individu sebagai bagian dari kelompok. Oleh karena itu kepemimpinan
transformasional diproposisikan berpengaruh positif terhadap komitmen bawahan
pada organisasi.
Dimensi kepemimpinan transformasional di atas akan berdampak positif terhadap
komitmen karyawan terutama komitmen afektif, dan ini tentunya akan berpengaruh
pula terhadap motivasi kerja dari karyawan. Perilaku kepemimpinan yang memiliki
visi dan misi yang jelas dan menarik, menunjukkan kepercayaan diri yang kuat,
mampu mengomunikasikan ide-ide yang cerdas dan dapat dipercaya karyawan.
Secara logis kaitan ini menunjukkan bahwa praktik kepemimpinan
transformasional dapat menumbuhkan identifikasi karyawan terhadap organisasi
yang antara lain tercermin dalam perasaan memiliki, bangga sebagai bagian dari
organisasi. Terbentuknya identifikasi tersebut berdampak positif terhadap
internalisasi tujuan (goals internalization) yaitu tujuan yang ditetapkan perusahaan
secara konkret termanivestasi dalam bentuk motivasi karyawan dalam
menjalankan tugasnya.
149 |LEVEL 5 LEADERSHIP
A. DECISION THEORY (TEORI KEPUTUSAN)
Pengambilan keputusan adalah proses yang disengaja dalam membuat pilihan
diantara satu atau beberapa alternative dengan tujuan mencapai sesuatu yang
diinginkan. Keputusan muncul sebagai respon terhadap masalah atau peluang.
Masalah (problem) adalah penyimpangan dari situasi yang ada saat ini dengan
situasi yang diinginkan. Itu adalah kesenjangan (gap) antara apa yang terjadi
dengan apa yang seharusnya. Beberapa aspek kinerja tidak memuaskan.
Peluang (opportunities) terjadi ketika pemimpin melihat potensi prestasi yang
menyediakan kesempatan untuk menciptakan prestasi organisasional melebihi
sasaran yang telah ditetapkan saat ini. Peluang adalah penyimpangan antara
harapan yang ada saat ini dan pengenalan terhadap situasi yang secara potensial
lebih baik. Para pemimpin melihat kemungkinan meningkatkan kinerja melebihi
level saat ini. Dengan kata lain pengambil keputusan menyadari bahwa keputusan
yang tepat dapat menghasilkan kondisi sesuai tujuan atau yang diharapkan.
Simon menggambarkan hubungan antara pengambilan keputusan yang efektif dan
administrasi organisasi. Simon mencatat bahwa administrator tidak menyelesaikan
apa-apa dibandingkan operator di lapangan. Sebaliknya, mereka mempengaruhi
pencapaian tujuan melalui keputusan mereka
Proses pembuatan keputusan administrasi dipengaruhi tingkat koordinasi, keahlian
dan tanggung jawab pemangku jabatan, dan pelatihan mempengaruhi kualitas
pembuatan keputusan. Oleh karena itu perlu keseimbangan antara kepentingan
individu dan tujuan yang ingin dicapai organisasi. Hampir semua pembahasan
dalam proses pengambilan keputusan selalu merincinya menjadi serangkaian
langkah yang beurutan. Menurut Herbert A Simon, proses pengambilan
keputusan pada hakikatnya terdiri atas tiga langkah utama :
1. Kegiatan inletejen. Dimbil dari penegrtian inletejen yang digunakan
militer, langkah awal ini menyangkut pencarian berbagai kondisi
lingkungan yang diperlukan bagi keputusan.
2. Kegiatan desain. Dlam tahap ini pembuatan, pengembangan dan
penganalisaan sebagai rangkaian yang mungkin dilakukan.
3. Kegiatan pemilihan. Pada tahap ini pemilihan serangkaian
kegiatan tertentu dari alternatif yang tersedia (Herbert A Simon,)
150 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Penyajian langkah-langkah proses pengambilan keputusan lainnya hanya sedikit
berbeda dari apa yang dikemukakan oleh Simon, Newman dan Warren merinci
langkah desain dan mengidentifikasikan melalui 4 tahapan :
1. Pembuatan suatu diagnosis,
2. Penemuan penyelesaian alternatif,
3. Penganalisaan dan pembandingan alternatif-alternatif dan
4. Pemilihan rencana yang diambil. (William H Newman, Charles E
Summer dan E Kirby warren, 1972).
Sedangkan menurut Scott dan Mitchell, proses pengambilan keputusan meliputi :
1. Proses pencarian /penemuan tujuan,
2. Formulasi tujuan,
3. Pemilihan alternatif atau strategi untuk mencapai tujuan dan
4. Mengevaluasi hasil-hasil, William G Scott dan Terence R
Mitchell, 1975).
Pendekatan konperhensif lainnya adalah dengan menggunakan analisa
sistem.Selanjutnya ia mengkaji fakta dan nilai dalam pengambilan keputusan.
Pembatasan Simon jelas antara keduanya. Fakta yang dapat diuji proposisi, di
mana sebagai pernyataan etis mungkin timbul dari dalam organisasi, dan
melibatkan kata-kata seperti “harus” atau “seharusnya.” Selain itu, keputusan ada
yang mengandung faktual dan komponen etika, sehingga keputusan tidak dapat
dievaluasi sebagai “benar” atau “salah.” Mereka hanya bisa dinilai oleh pencapaian
tujuan, atau “nilai-nilai.” Hal ini tampak jelas perbedaannya antara organisasi public
dan swasta.
Simon mengajukan gagasan mempertimbangkan rasionalitas dalam perilaku
administratif. Idealnya, Simon menunjukkan bahwa semua pengambilan keputusan
akan mengikuti proses seperti mata rantai. Namun, sistem nyata jarang
sesederhana ini, dan orang tidak selalu berakhir dengan mempertimbangkan
perilaku alternatif. Waktu, pengetahuan, dan kelompok mempengaruhi perilaku.
Rasionalitas secara kasar didefinisikan sebagai perhatian atau keberpihakan pada
pemilihan perilaku tertentu dari suatu system nilai yang dapat dievaluasi.
1. RASIONALITAS KEPUTUSAN
Sarana hasil akhir (means ends) adalah definisi rasionalitas yang paling sering
digunakan dalam pengambilan keputusan. Bila sarana (peralatan) dipilih secara
151 |LEVEL 5 LEADERSHIP
tepat untuk mencapai berbagai hasil akhir yang diinginkan, keputusan dikatakan
rasional. Bagaimanapun juga ada banyak komplikasi pada tes rasionalitas
sederhana ini. Pertama adalah sulit untuk memisahkan sarana-sarana dari hasil
akhir, karena suatu hasil akhir nyata mungkin hanya merupakan suatu sarana bagi
hasil akhir dimasa mendatang. Gagasan ini bisa disebut means-ends chain atau
hierarchy. Simon, mengemukakan bahwa hirarki sarana hasil akhir terkadang
merupakan satu rantai yang terintegrasi dan sepenuhnya kait mengkait. Hubungan
antara kegiatan organisasi dan tujuan akhir sering kabur atau tujuan akhir ini
dirumuskan secara tidak lengkap atau ada berbagai bentuk komplik internal dan
kongtradiksi diantara tujuan dan diantara sarana-sarana yang dipilih untuk
mencapainya ( Herbert A Simon, 1957). Disamping itu konsep yang digunakan
dalam pengambilan keputusan bahkan mungkin sudah usang. Sebagai contoh ,
penggunaan analisis economic order quantity tanpa memperhatikan pemenuhan
asumsi-asumsinya, dimana hal ini sulit dilakukan dalam situasi bisnis sekarang
dapat mengarahkan pengambilan keputusan tidak rasional.
Satu cara untuk memperjelas rasionalitas sarana hasil akhir adalah dengan
menambahkan berbagai kata keterangan yang sesuai pada berbagai tipe
rasionalitas. Jadi suatu keputusan disebut rasional secara obyektif adalah bila
keputusan tersebut dapat memaksimumkan nilai-nilai tertentu dalam suatu situasi
tertentu. Rasioonal secara subyektif dapat digunakan bila keputusan
memaksimumkan perolehan relatif pengetahuan akan subyek tertentu. Rasional
secara sadar mungkin diterapkan untuk keputusan-keputusan dimana berbagai
penyesuaian sarana terhadap hasil akhir merupakan proses yang dilakukan
dengan sadar. Suatu keputusan adalah rasional secara sengaja bila penyesuaian
sarana terhadap hasil akhir merupakan proses yang dilakukan dengan sadar.
Suatu keputusan rasional secara sengaja bila penyesuaian sarana terhadap hasil
akhir dicoba dengan sengaja oleh individu atau organisasi. Suatu keputusan
adalah rasional secara orgaisasional dalam arti bahwa keputusan tersebut
diarahkan pada tujuan organisasi dan rasional secara pribadi bila keputusan
diarahkan ke tujuan individual.
2. RASIONALITAS TERBATAS DAN SATISFICING
152 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Model administratif pengambilan keputusan didasarkan pada hasil penelitian
Hebert A. Simon. Simon mengajukan dua konsep yang penting dalam
pembentukan model administratif : rasional terbatas dan satisficing. Rasionalitas
terbatas (bounded rationality) berarti bahwa orang-orang memiliki keterbatasan
dalam pemikiran rasional. Organisasi merupakan sesuatu yang sangat kompleks
dan para manajer memiliki waktu dan kemampuan untuk memproses informasi
dalam jumlah yang terbatas bagi pengambilan keputusan. Karena pemimpin tidak
memiliki cukup waktu atau kemampuan kognitif untuk memproses informasi yang
lengkap mengenai keputusan yang kompleks, mereka
harus satisfice. Satisficing berarti bahwa pembuat keputusan memilih alternatif
solusi pertama yang memenuhi kriteria keputusan minimal. Daripada mencari
seluruh alternatif untuk mengidentifikasi solusi tunggal yang akan memaksimalkan
pendapatan ekonomi, manajer akan memilih solusi pertama yang muncul untuk
memecahkan masalah, meski diperkirakan ada solusi lain yang lebih baik.
Pembuat keputusan tidak dapat mempertaruhkan waktu dan pengeluaran dalam
rangka memperoleh informasi yang lengkap.
Model administratif tergantung pada asumsi-asumsi yang berbeda dengan apa
yang menjadi asumsi pada model klasik dan memfokuskan pada faktor-faktor
organisasi yang mempengaruhi keputusan individu. Menurut model administratif :
1. Sasaran keputusan terkadang tidak jelas, saling bertentangan, dan
kurangnya kesepakatan antar pemimpin. Para pemimpin sering tidak
menyadari masalah atau kesempatan yang ada dalam organisasi.
2. Prosedur rasional tidak selalu digunakan, dan ketika digunakan
ternyata dibatasi pada pandangan yang sederhana mengenai masalah
yang tidak mencakup seluruh kompleksitas atas apa yang terjadi dalam
organisasi yang sesungguhnya.
3. Pencarian pemimpin terhadap alternatif-alternatif dibatasi oleh
batasan-batasan manusiawi, informasi dan sumber daya.
4. Kebanyakan pemimpin lebih memilih satisficing daripada
memaksimalkan solusi. Hal demikian terjadi karena sebagian dari mereka
memiliki keterbatasan informasi dan sebagian karena kriteria mengenai
hal-hal apa saja yang memaksimalkan solusi tidak jelas.
Model administratif sering dianggap deskriptif, yang berarti menjelaskan
bagaimana manajer mengambil keputusan secara aktual dalam situasi yang
153 |LEVEL 5 LEADERSHIP
kompleks daripada sekedar memberikan perintah bagaimana seharusnya
membuat keputusan menurut teori yang ideal.
3. INTUISI
Aspek lain dalam pengambilan keputusan administratif adalah intuisi, yakni
menyajikan pemahaman secara cepat terhadap situasi keputusan berdasarkan
pengalaman masa lalu tanpa pemikiran yang mendalam. Pengambilan keputusan
secara intuitif bukan merupakan hal yang sembarangan atau tidak masuk akal,
karena hal tersebut didasarkan pada praktek bertahun-tahun dan berdasarkan
pengalaman yang memudahkan manajer untuk mengidentifikasi solusi secara
cepat tanpa melalui perhitungan seksama. Menurut Michael Ray dan Rochelle
Myers intuisi sesungguhnya adalah “recognisi”. Ketika orang-orang membangun
pengalaman mendalam dan pengetahuan pada bidang tertentu, keputusan yang
tepat terkadang datang dengan cepat tanpa kesulitan apapun dalam mengenali
informasi yang sering dilupakan oleh pikiran sadar.
Para pemimpin tergantung pada intuisi untuk menentukan kapan munculnya
masalah dan untuk mensintesiskan potongan data dan pengalaman yang terpisah
menjadi gambaran yang terintegrasi. Mereka juga menggunakan intuitif untuk
menilai hasil dari analsiis secara rasional. Apabila analisis rasional tidak sesuai
dengan intuisinya, para manajer akan menggali lebih mendalam sebelum
menerima usulan alternatif. Intuisi membantu para manajer memahami situasi
yang bercirikan ketidakpastian dan ambiguitas yang telah terbukti tidak mempan
terhadap analisa rasional.
B. Penerapan Teori Keputusan Dalam Kepemimpinan Transformasional Di
Setiap Keputusannya (Herbert A Simon – Decision Theory)
Kepemimpinan mempunyai arti yang berbeda pada orang-orang yang berbeda.
Definisi tentang kepemimpinan sangat bervariasi sebanyak orang yang mencoba
mendefinisikan konsep kepemimpinan itu sendiri. Hal ini disebabkan karena topik
tentang kepemimpinan ini telah diminati oleh banyak orang selama berabad-abad
lamanya. Para peneliti biasanya mendefinisikan kepemimpinan sesuai dengan
perspektif-perspektif individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik
perhatian mereka. Perbedaan pendapat tentang definisi kepemimpinan didasarkan
pada kenyataan bahwa kepemimpinan melibatkan interaksi yang kompleks antara
154 |LEVEL 5 LEADERSHIP
pemimpin, pengikut, dan situasi. Kebanyakan definisi mengenai kepemimpinan
mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah proses
pengaruh sosial yang sengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk
menstruktur aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan di dalam sebuah
kelompok atau organisasi (Yukl , 2011).
Menurut Burns (1978: 20) kepemimpinan transformasional adalah sebuah proses
dimana padanya para pemimpin dan pengikutnya saling menaikkan diri ke tingkat
moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Burns (1978: 440) kepemimpinan yang
mentransformasi dapat dipegang baik sebagai sebuah proses mempengaruhi pada
tingkat mikro, antara para individu dan sebagai sebuah proses pada tingkat makro
dalam memobilisasi kekuasaan untuk mengubah sistem sosial tingkat makro.
Simon menggambarkan hubungan antara pengambilan keputusan yang efektif
dalam organisasi administrasi ialah dengan Proses pembuatan keputusan
administrasi dipengaruhi tingkat koordinasi, keahlian dan tanggung jawab
pemangku jabatan dan pelatihan mempengaruhi kualitas pembuatan keputusan.
Kepemimpinan Transformasional dalam menciptakan sinergis antara
kepemimpinan dalam setiap keputusannya terdapat beberapa prinsip yaitu :
1. Simplifikasi, yakni keberhasilan dari kepemimpinan diawali dengan
sebuah visi yang akan menjadi cermin dan tujuan bersama. Kemampuan
serta keterampilan dalam mengungkapkan visi secara jelas, praktis dan
tentu saja transformasional yang dapat menjawab “Ke mana kita akan
melangkah?” menjadi hal pertama yang penting untuk kita
implementasikan,
2. Motivasi, yakni kemampuan untuk mendapatkan komitmen dari
setiap orang yang terlibat terhadap visi sudah dijelaskan adalah hal kedua
yang perlu dilakukan. Pada saat pemimpin transformasional dapat
menciptakan suatu sinergis di dalam organisasi, berarti seharusnya dia
dapat mengoptimalkan, memotivasi dan memberi energi kepada setiap
pengikutnya. Praktisnya dapat saja berupa tugas atau pekerjaan yang
betul-betul menantang serta memberikan peluang bagi mereka pula untuk
terlibat suatu proses kreatif, memberikan usulan mengambil keputusan
dalam pemecahan masalah, hal ini akan memberikan nilai tambah bagi
mereka sendiri,
155 |LEVEL 5 LEADERSHIP
3. Fasilitasi, yakni dalam pengertian kemampuan untuk secara efektif
memfasilitasi “pembelajaran” yang terjadi di dalam organisasi secara
kelembagaan, kelompok, ataupun individual. Hal ini akan berdampak pada
semakin bertambahnya modal intelektual dari setiap orang yang terlibat di
dalamnya,
4. Inovasi, yaitu kemampuan untuk secara berani dan bertanggung
jawab melakukan suatu perubahan bilamana diperlukan dan menjadi suatu
tuntutan dengan perubahan yang terjadi. Dalam suatu organisasi yang
efektif dan efisien, setiap orang yang terlibat perlu mengantisipasi
perubahan dan seharusnya pula mereka tidak takut akan perubahan
tersebut. Dalam kasus tertentu, pemimpin transformasional harus sigap
merespons perubahan tanpa mengorbankan rasa percaya dan tim kerja
yang sudah dibangun,
5. Mobilitas, yaitu pengerahan semua sumber daya yang ada untuk
melengkapi dan memperkuat setiap orang yang terlibat di dalamnya dalam
mencapai visi dan tujuan. Pemimpin transformasional akan selalu
mengupayakan pengikut yang penuh dengan tanggung jawab,
6. Siap Siaga, yaitu kemampuan untuk selalu siap belajar tentang diri
mereka sendiri dan menyambut perubahan dengan paradigma baru yang
positif,
7. Tekad, yaitu tekad bulat untuk selalu sampai pada akhir, tekad
bulat untuk menyelesaikan sesuatu dengan baik dan tuntas. Untuk ini tentu
perlu pula didukung oleh pengembangan disiplin spiritualitas, emosi, dan
fisik serta komitmen.
Oleh karena itu pada setiap tahap pemimpin transformasional keberhasilan
pembuatan keputusan akan tergantung pada sikap, nilai dan keterampilan
pemimpin tersebut. Adapun atribut atau ciri – ciri pemimpin transformasional
adalah :
1. Mereka melihat diri mereka sendiri sebagai agen perubahan;
2. Mereka dalah para pengambil resiko yag berhati – hati;
3. Mereka yakin pada orang – orang dan sangat peka terhadap
kebutuhan – kebutuhan mereka;
4. Mereka mampu mengartikulasikan sejumlah nilai inti yang
membimbing perilaku mereka
5. Mereka terbuka dan fleksible terhadap pelajaran dan
pengalamannya
156 |LEVEL 5 LEADERSHIP
6. Mereka mempunyai keterampilan kognetif, dan yakin kepada
pemikiran berdisiplin dan kebutuhan akan analsis masalah yang hati – hati;
dan
7. Mereka adalah orang – orang yang mempunyai visi yang
mempercayai isntitusi mereka (Yulk, 1994: 297)
Menurut Herbert Simon, keputusan dapat diukur dengan dua kriteria;
1. Kecukupan mencapai tujuan yang diinginkan
2. Efisiensi yang hasilnya diperoleh. Banyak anggota organisasi
dapat fokus pada kecukupan, tetapi manajemen administrasi secara
keseluruhan harus memiliki perhatian khusus pada efisiensi dengan hasil
yang ingin diperoleh.
Simon mengajukan gagasan mempertimbangkan rasionalitas dalam perilaku
administratif. Idealnya, Simon menunjukkan bahwa semua pengambilan keputusan
akan mengikuti proses seperti mata rantai. Namun, sistem nyata jarang
sesederhana ini, dan orang tidak selalu berakhir dengan mempertimbangkan
perilaku alternatif.
Pengambilan keputusan rasional adalah dengan cara memilih alternatif-alternatif
yang menghasilkan kumpulan dari semua konsekuensi yang mungkin akan terjadi.
Cara tersebut dapat dialakukan dengan tiga langkah sebagi berikut:
1. Identifikasi dan daftar semua alternative
2. Tentukan semua konsekuensi dari setiap alternative
3. Bandingkan kebenaran dan efisiensi dari setiap konsekuensi
Sedangkan koordinasi dilaksanakan melalui: self coordination, alternative individu
vs kelompok, rencana kelompok, dan komunikasi Komentar yang ditambahkan
meliputi bukti empiris keterbatasan rasio (bounded rationality), pengembangan
relasi dalam teori pembuatan keputusan formal menanggapi teori permainan
(game theory) Neumann dan Morgenstern yang menggambarkan perilaku yang
akan datang seperti pohon dengan dahan dan rantingnya yang dipengaruhi oleh
faktor kepemimpinan transformasional. Faktor – faktor tersebut adalah :
1. Kharisma : pemimpin mampu menanamkan suatu nilai, hormat,
dan kebanggan untuk mengutarakan suatu visi dengan jelas;
2. Perhatian individual : pemimpin membantu para pengikut berpikir
kembali dengan cara – cara rasional untuk memerikas sebuah situasi. Ia
mendorong para pengikut agar kreatif;
157 |LEVEL 5 LEADERSHIP
3. Rangsangan Intelektual : pemimpin membantu para pengikut
berpikir kembali dengan cara – cara rasional untuk memeriksa sebuah
situasi. Ia menolong para pengikut agar kreatif;
4. Penghargaan yang tidak terduga : pemimpin memberitahu para
pengikut tentang apa yang harus dikerjakan untuk menerima penghargaan
yang lebih mereka sukai; dan
5. Manajemen dengan pengecualian : pemimpin mengijinkan para
pengikut untuk mengerjakan tugas dan tidak mengganggu kecuali sasaran
– sasaran tidak dicapai dalam waktu yang masuk akal dan biaya yang
pantas.
Kemudian dijelaskan juga rencana dan peninjauan dalam proses pengambilan
keputusan terpadu yang meliputi dua teknik. Yang pertama adalah pada
perencanaan para spesialis diarahkan pada suatu masalah sebelum dibuat
keputusan dan yang kedua peninjauan dimana individu yang ditunjuk
mempertanggung-jawabkan dan membrikan alasan-alasan internal maupun
eksternal atas keputusan tersebut.
Pada dasarnya, kepemimpinan merupakan kemampuan pemimpin untuk
mempengaruhi karyawan ataupun membuat suatu keputusan bersama dalam
sebuah organisasi. Dalam memberikan penilaian terhadap gaya kepemimpinan
yang diterapkan pemimpin, karyawan melakukan proses kognitif untuk menerima,
mengorganisasikan, dan memberi penafsiran terhadap pemimpin (Solso, 1998).
C. KESIMPULAN
Kepemimpinan mempunyai arti yang berbeda pada orang-orang yang berbeda.
Definisi tentang kepemimpinan sangat bervariasi sebanyak orang yang mencoba
mendefinisikan konsep kepemimpinan itu sendiri. Hal ini disebabkan karena topik
tentang kepemimpinan ini telah diminati oleh banyak orang selama berabad-abad
lamanya. Para peneliti biasanya mendefinisikan kepemimpinan sesuai dengan
perspektif-perspektif individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik
perhatian mereka. Perbedaan pendapat tentang definisi kepemimpinan didasarkan
pada kenyataan bahwa kepemimpinan melibatkan interaksi yang kompleks antara
pemimpin, pengikut, dan situasi. Kebanyakan definisi mengenai kepemimpinan
mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah proses
pengaruh sosial yang sengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk
158 |LEVEL 5 LEADERSHIP
menstruktur aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan di dalam sebuah
kelompok atau organisasi (Yukl , 2011).
Menurut Burns (1978: 20) kepemimpinan transformasional adalah sebuah proses
dimana padanya para pemimpin dan pengikutnya saling menaikkan diri ke tingkat
moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Pemimpin tersebut mencoba
menimbulkan kesadaran dari pengikutnya dengan menyerukan cita – cita yang
lebih tinggi dan nilai – nilai moral bukan didasarkan pada emosi, keserakahan,
kecemburuan atau kebencian.
Pengembangan faktor – faktor kepemimpinan transformasional telah
dikembangkan dari penelitian oleh Bass. Ia mengindentifikasi lima faktor (tiga yang
pertama berlaku pada transformasional dan dua faktor yang berakhir berlaku pada
kepemimpinan transaksional) yang menjelaskan pemimpin – pemimpin
transformasional. Faktor – faktor tersebut adalah :
1. Kharisma : pemimpin mampu menanamkan suatu nilai, hormat,
dan kebanggan untuk mengutarakan suatu visi dengan jelas;
2. Perhatian individual : pemimpin membantu para pengikut berpikir
kembali dengan cara – cara rasional untuk memerikas sebuah situasi. Ia
mendorong para pengikut agar kreatif;
3. Rangsangan Intelektual : pemimpin membantu para pengikut
berpikir kembali dengan cara – cara rasional untuk memeriksa sebuah
situasi. Ia menolong para pengikut agar kreatif;
4. Penghargaan yang tidak terduga : pemimpin memberitahu para
pengikut tentang apa yang harus dikerjakan untuk menerima penghargaan
yang lebih mereka sukai; dan
5. Manajemen dengan pengecualian : pemimpin mengijinkan para
pengikut untuk mengerjakan tugas dan tidak mengganggu kecuali sasaran
– sasaran tidak dicapai dalam waktu yang masuk akal dan biaya yang
pantas.
Salah satu karakteristik yang penting dari kepemimpinan transformasional adalah
kharisma. Bagaimanapun juga kharisma dengan sendirinya tidak cukup untuk
kepemimpinan transformasional yang sukses, seperti yang dinyatakan oleh Bass.
159 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Pada setiap tahap pemimpin transformasional keberhasilannya akan tergantung
pada sikap, nilai dan keterampilan pemimpin tersebut. Adapun atribut atau ciri –
ciri pemimpin transformasional adalah :
1. Mereka melihat diri mereka sendiri sebagai agen perubahan;
2. Mereka dalah para pengambil resiko yag berhati – hati;
3. Mereka yakin pada orang – orang dan sangat peka terhadap
kebutuhan – kebutuhan mereka;
4. Mereka mampu mengartikulasikan sejumlah nilai inti yang
membimbing perilaku mereka
5. Mereka terbuka dan fleksible terhadap pelajaran dan
pengalamannya
6. Mereka mempunyai keterampilan kognetif, dan yakin kepada
pemikiran berdisiplin dan kebutuhan akan analsis masalah yang hati – hati;
dan
7. Mereka adalah orang – orang yang mempunyai visi yang
mempercayai isntitusi mereka (Yulk, 1994: 297)
Simon mengajukan gagasan mempertimbangkan rasionalitas dalam perilaku
administratif. Idealnya, Simon menunjukkan bahwa semua pengambilan keputusan
akan mengikuti proses seperti mata rantai. Namun, sistem nyata jarang
sesederhana ini, dan orang tidak selalu berakhir dengan mempertimbangkan
perilaku alternatif
DAFTAR PUSTAKA
:
Gibson, dkk. ORGANISASI, Perilaku, Struktur, Proses. Edisi kedelapan Jilid
dua. Tangerang: Binarupa Aksara
Zazin, Nur. 2010. Kepemimpinan dan Manajemen Konflik. Yogyakarta: Absolute
Media
Sumber elektronik :
Alwafier, Agus. 2012. Budaya Kepemimpinan Dalam Mengendalikan
Wewenang Dan Kekuasaan [Online]. http://agusalwafier.wordpress.com/
160 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Bihadi, Rahmat. 2011. Kepemimpinan dalam
Perusahaan[Online]. http://lampungorlampumerahprumpung.blogspot.com/2011/05
/kepemimpinan-dalam-perusahaan.html
Feri, Hardiansyah. . 2011. Makalah Kepemimpinan Transformasional
[Online]. http://hardiansyahferi.blogspot.com/2011/05/makalah-kepemimpinan-
transformasional.html
Ihsan. 2009. Peran Kepemimpinan dalam Pengambilan Keputusan
[Online]. http://www.ruangihsan.net/2009/08/peran-kepemimpinan-dalam
pengambilan.html
Kurniawan, Dheny. 2011. Makalah Kepemimpinan dan
Etika[Online]. http://dhenykurniawansstp.blogspot.com/2011/12/makalah-
kepemimpinan-dan-etika.html
Louis, Jeffy. 2012. Makalah Kepemimpinan Transassional[Online]. http://jeffy-
louis.blogspot.com/2012/04/makalah-kepemimpinan-transaksional-dan.html
Rusditanhir. 2012. Leadership, Decision Making, Employee Involvement
[Online]. http://rusdintahir.wordpress.com/2011/12/13/leadership-decision-making-
employee-involvement/
http://teknikkepemimpinan.blogspot.com/2014/04/kepempinan-tranformasional-
dan.html
Kiat Sukses 7 Pemimpin Hebat dalam Mengubah Semua Bisnis
Bagian 1
161 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Yang Membuat Mereka Hebat
a) CEO (Chief Executive Officer ) terbaik mulai dengan memahami pasar dan menanamkan
sudut pandang “dari luar ke dalam” di perusahaannya.
CEO yang paling efektif selalu mulai dengan mempelajari pasar, kemudian kembali bekerja
untuk menciptakan sebuah organisasi yang terpusat kepada pemuasan kebutuhan
pelanggan.
b) Sebagian besar CEO hebat “memiliki gen kepemimpinan evangelis(Pendakwah)”
Jim Collins menyatakan “Gaya high profile dan karismatik sama sekali tidak dibutuhkan
untuk berhasil membentuk sebuah perusahaan yang visioner.”
Evangelical dapat di definisikan sebagai “bercirikan semangat berapi-api atau semangat
juang ; sangat antusias”
c) Pemimpin bisnis yang paling efektif ialah pemimpin yang dapat memahami peran kritis
budaya perusahaan, dan betapa sulitnya membuat perubahan budaya yang bermakna.
Perubahan budaya yang autentik membutuhkan waktu bertahun-tahun, bukan bulanan.
d) Menciptakan atau menyesuaikan produk, proses, atau jalan keluar “generasi berikutnya”.
Ciri ini banyak berkaitan dengan visi -- kemampuan untuk mengantisipasi kebutuhan yang
akan muncul dan yang akan datang, dan untuk menciptakan produk, layanan, serta
teknologi baru yang mampu memuaskan kebutuhan-kebutuhan tersebut.
e) Pemimpin yang menerapkan gagasan terbaik, tanpa melihat asal-usulnya.
Ini adalah ciri pemimpin hebat dan juga ciri kunci sebuah budaya belajar. Dalam sebuah
organisasi belajar , para pemimpin mendorong manajer serta karyawan mereka untuk
mendapatkan gagasan terbaik dari berbagai macam sumber.
f) CEO hebat mengembangkan kerangka pengetahuan kepemimpinan dengan sebuah cara
yang bermakna.
Bagian 2
162 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Strategi Penentu pemimpin Hebat (Michael Dell)
Menempatkan Pelanggan di Titik Pusat Model Bisnis
“sejak awal, seluruh bisnis kami ̶ mulai dari desain sampai manufaktur dan
penjualan ̶ dipusatkan pada mendengarkan pelanggan” (Michael Dell, Pendiri dan CEO ,
Dell Computer).
Mengetahui kebutuuhan pelanggan.....selalu penting, namun mungkin lebih penting saat
kebutuhan berubah-dan biasanya hal itu terjadi ketika perekonomian memburuk Anda
harus dapat memahaminya lebih baik dibandingkan perusahaan lain.
Tiga hal yang dapat dilakukan para manajer untuk menumbuhkan hubungan yang lebih
dekat dengan pengguna langsung, sambil mengumpulkan informasi utama dan umpan
balik tentang prroduk :
1. Lewatkan lebih banyak waktu dengan pelanggan
2. Undang pelanggan utama untuk berbicara dengan unit-unit utama.
3. Gunakan Internet dan cara tanpa pengantara lain untuk menciptakan hubungan pelanggan
bersinambung.
Berikut ini gagasan Dell, dalam model pendekatan langsung :
a. Buat komitmen untuk belajar lebih banyak tentang pelanggan anda.
b. Ketika bertemu dengan pelanggan, pastikan anda bijak menggunakan waktu dengan
meminta umpan balik khusus tentang kebutuhan dan pilihan mereka, dan lain-lain.
c. Jika perusahaan anda belum melakukannya, rencanakan untuk mengadakan sedikitnya
satu penelitian pelanggan setiap tahun di area yang memerlukan peningkatan
pengetahuan tentang pelanggan.
d. Berpedoman pada model Dell, tentukan bidang-bidang yang akan paling merasakan
manfaat peningkatan keterlibatan pelanggan.
e. Begitu anda memutuskan bidang yang akan menjadi fokus anda, tulislah sebuah rencana
singkat yang menyertakan gagasan anda untuk meningkatkan keterlibatan pelanggan.
163 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Bagian 3
Menciptakan Organisasi Belajar sejati (Jack Welch)
Empat Ciri Khas Organisasi Belajar
“Perilaku kita didorong oleh keyakinan inti yang mendasar : keinginan dan kemampuan
sebuah organisasi untuk terus menerus belajar dari sumber apapun, dimana saja, dan
dengan cepat mengubah pembelajaran itu menjadi tindakan merupakan daya saingnya
yang utama.”(Jack Welch, mantan CEO General Electric).
Budaya belajar tak berbatas ini membantah pandangan yang menganggap “cara GE”
adalah satu-satunya cara atau bahkan cara yang terbaik. Anggapan yang berlaku saat ini
adalah bahwa seseorang, di suatu tempat, memiliki gagasan yang lebih baik dan
dorongan yang dirasakan adalah mencari tahu siapa yang memiliki gagasan yang lebih
baik itu, mempelajarinya dan melakukannya dengan cepat.
Meski jalan untuk menjadi organisasi belajar bagi setiap perusahaan berlainan, semua
budaya belajar memiliki ciri khas tertentu. Berikut ini empat ciri tersebut :
1. Informasi disebarluaskan dan dapat diakses.
2. Pembelajaran ditekankan dan dihargai.
3. Kesalahan atau kegagalan tidak dihukum.
4. Orang-orang diharapkan terus menerus belajar.
Tambahan Pembelajaran Dari Sang CEO :
1. Pastikan seluruh organisasi mengetahui komitmen anda kepada pembelajaran.
2. Dukung kata-kata anda dengan tindakan.
164 |LEVEL 5 LEADERSHIP
3. Singkirkan penghalang produktivitas.
4. Jika perusahaan anda tidak mempunyai pernyataan seperangkat nilai perusahaan, bentuk
sebuah gugus tugas untuk menciptakannya.
5. Memulai gerakan “Praktik Terbaik”.
6. Pertimbangkan untuk menerapkan prakarsa ke seluruh perusahaan.
Bagian 4
Terpusat Kepada Solusi (Lou Gerstner)
Tempatkan Pelanggan di Kursi CEO
“IBM adalah perusahaan solusi.Kami mulai dari problem bisnis seorang pelanggan, dan
menelusurinya kembali hingga menemukan gabungan teknologi dan keahlian yang
tepat.”(Lou Gerstner, mantan CEO IBM).
Jadi, itulah IBM, perusahaan yang telah memimpin tahap awal komputerisasi dan telah
menciptakan banyak teknologi terpenting industri tersebut, yang dari hari kehari
merasakan keberadaannya terpinggirkan oleh perusahaan-perusahaan yang telah menjadi
anak emas industri komputer pribadi.
Sekali lagi, kata-kata Gerstner dan tindakannya memberikan cetak biru kasar bagi
perusahaan lain yang menghadapi tantangan untuk mengubah budaya mereka :
1) Arahkan perusahaan untuk mencari jawaban di luar perusahaan.
2) Untuk mengubah pola pikir perusahaan, pertimbangkan tiga kunci Gerstner : obsesi
pasar, kecepatan dan kerja tim.
3) Pahami bahwa perubahan budaya yang sebenarnya bisa makan waktu bertahun-tahun.
165 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Keputusan Gerstner untuk mengembangkan bisnis jasa IBM memberikan beberapa
pelajaran bisnis yang layak diperhatikan :
1. Pastikan anda memonitor perubahan bisnis inti anda dan bisnis kunci yang lain.
2. Jangan mengharapkan manajer dan karyawan begitu saja menerima pergeseran strategi.
“Kepemimpinan industri yang sebenarnya adalah meninggalkan penciptaan teknologi
menuju penerapan teknologi.”
Berikut adalah beberapa tindakan ala Gerstner yang dapat Anda terapkan di organisasi
Anda sendiri :
a. Berinvestasi untuk masa depan.
b. Ketika membuat keputusan yang “mempertaruhkan”, pastikan anda benar.
c. Menjadi pemantau Tren.
Bagian 5
Menyiapkan Organisasi Menghadapi PerubahanDrastis (Andy
Grove)
“Kebanyakan perusahaan mati bukan karena mereka melakukan kesalahan; kebanyakan
mati karena tidak berkomitmen. Perusahaan – perusahaan itu menyia-nyiakan
momentum dan sumber-sumber berharga mereka saat berusaha membuat keputusan.
Bahaya yang lebih besar adalah tidak melakukan apa pun” (Andy Grove, rekan pendiri dan
mantan CEO, Intel)
Andy Grove bersama dua rekannya yaitu Bob Noyce, dan Gordon Moore
menciptakan Chip yang mampu menyimpan informasi yang jumlahnya selalu bertambah,
mereka dapat meningkatkan memori dan kegunaan komputer dengan cara yang sangat
166 |LEVEL 5 LEADERSHIP
hemat biaya. Lahirlah Intel. Dan salah satu hal terpenting yang mendukungnya adalah
kebijakan Groove yang masuk akal :
“Saya memiliki sebuah aturan dalam bisnis saya yaitu melihat apa yang bisa terjadi
selama sepuluh tahun mendatang , dan melihat apa yang telah terjadi sepuluh tahun
terakhir.”
Andy Grove mengakui bahwa semua bisnis, entah bisnis dunia nyata atau dunia maya,
saat ini berada di titik pilihan, seperti titik perubahan strategis dan , tergantung pada
penerimaan mereka terhadap kedua unsur di atas.... Mereka akan harus menulis strategi
persaingan baru atau tersingkir.
Dua Pengungkit Keberhasilan : PELAKSANAAN DAN STRATEGI
Grove menggunakan sebuah perumpamaan untuk menggambarkan cara teknologi,
produksi, dan pemasaran memberikan landasan bagi kesuksesan Intel :
Hakikat perusahaan seperti Intel adalah pelaksanaan dan Strategi. Intel, dipandang dari
sisi lani, adalah sebuah kursi berkaki tiga. Satu kaki adalah teknologi –teknologi desain
dan silikon – kaki yang lain adalah produksi, dan kaki yang ketiga adalah pemasaran.
Setiap kali Intel berhasil melakukan sesuatu, hal itu karena ketiga kakinya seimbang.
Setiap kali salah satu kakinya lebih pendek dari yang lainnya, kami pun goyah.
Kita dapat memetik pelajaran dari pengalaman awal Grove di Intel :
Kembangkan sudut pandang orang luar
Agar dapat benar-benar mempelajari perusahaan Anda –termasuk semua kelemahannya –
lihatlah perusahaan Anda dari sudut pandang orang luar. Itulah sudut pandang yang anda
butuhkan untuk membuat keputusan-keputusan yang sangat menentukan.
167 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Jangan pernah terlalu melindungi sebuah perusahaan sehingga perusahaan itu tak bisa
mempercayai kehancurannya sendiri.
Grove yakin bahwa sedikit paranoid baik untuk perusahaan. Hal itu melindungi kita dari
serangan pesaing dengan cara membuat para manajer dan karyawan terus waspada. Hal
itu bukan berarti membuat mereka lumpuh karena takut; sebaliknya, hal itu menanamkan
sikap skeptis dalam dosis yang sehat ke dalam organisasi, sehingga setiap orang terfokus
kepada upaya menjaga perusahaan di jalur yang benar.
Bagi Grove , perbedaan antara perubahan biasa dan sebuah titik perubahan strategis
(Strategic Inflection Point atau SIP) adalah besarnya potensi dampak perubahan terhadap
bisnis :
Kita para manajer sering berbicara tentang perubahan, begitu seringnya hingga
perubahan menjadi semacam klise manajemen. Namun, titik perubahan strategis
bukanlah perubahan biasa. Hal itu seperti arus sungai Tahap VI --- arus deras mematikan
yang bahkan membuat pengarung jeram profesional pun berhati-hati mengarunginya ---
dibandingkan arus air biasa.
Grove bahkan menghitung besarnya titik perubahan strategis dengan menyebutnya
“perubahan 10x lipat”, yang berarti besarnya perubahan itu 10x lipat dari perubahan yang
biasa terjadi di dunia bisnis.
Menghadapi titik perubahan strategis : Pedoman Manajer
1. Pesaing utama Anda akan berubah .
Organisasi yang selama ini Anda anggap sebagai pesaing utama Anda mungkin bukan lagi
perusahaan yang harus paling Anda takuti. Hal itu mungkin merupakan peringatan awal
bahwa sedang terjadi guncangan dan bahwa akan terjadi perubahan besar.
168 |LEVEL 5 LEADERSHIP
2. “Pelengkap” utama Anda akan berubah.
Perusahaan yang selama ini menjadi sekutu terbesar Anda mungkin tak lagi sepenting dulu
– baik di pasar maupun bagi Anda. Jika sesuatu terjadi dan mengubah posisi persaingan
seorang pemasok atau partner strategis dan nilai pentingnya bagi perusahaan Anda, ada
kemungkinan hal yang sama akan menimpa Anda .
3. Kemampuan manajemen untuk “mengetahui situasi” mulai berubah.
Jika anggota tim manajemen ---termasuk Anda--- merasa bahwa mereka tidak mengetahui
apa yang benar-benar sedang terjadi di luar sana, itu merupakan tanda bahwa apa yang
ada di luar mungkin berubah lebih cepat dibanding perkiraan Anda.
Menyiapkan organisasi anda untuk titik perubahan strategis
1. Dengarkan orang-orang yang mudah khawatir
2. Mendorong diskusi dan debat sengit
3. Teliti ---dan curigai--- data yang ada
Tambahan dari sang CEO
1. Untuk memastikan organisasi Anda siap menghadapi perubahan besar-besaran, Anda
harus menanamkan budaya membenci rasa puas diri
2. Untuk mencapai langkah 1, tanamkan rasa takut dengan dosis yang sehat ke dalam
organisasi
3. Pastikan bahwa manajer di seluruh dunia bisa berkomunikasi langsung dengan Anda
4. Jadikan eksperimen dengan produk baru sebagai bagian rutin proses pengembangan
produk, meskipun pemasukannya terlihat kecil.
169 |LEVEL 5 LEADERSHIP
5. Jika sesuai dengan industri Anda, pastikan strategi bisnis perusahaan Anda melibatkan
komponen online yang unik, yaitu dengan memanfaatkan keunikan Internet dengan cara
yang belum terpikirkan oleh para pesaingnya.
Bagian 6
Mengendalikan Pemikiran Setiap Karyawan (Bill Gates)
“Orang-orang pintar di seluruh perusahaan harus memilliki kekuatan untuk menggerakkan
sebuah prakarsa” (Bill Gates , Pimpinan dan arsitek kepala peranti lunak, Microsoft)
Internet bukan hanya tentang perusahaan yang baru berdiri... Internet lebih merupakan
bisnis yang sudah ada dan cara mereka beralih menggunakan keterampilan serta basis
pelanggan, dua pendekatan digital, untuk melakukan segalanya dengan lebih baik. Itulah
hal terhebat dalam revolusi ini. --- Bill Gates
Beberapa cara untuk memastikan bahwa perusahaan Anda menekankan prinsip berbagi
gagasan dan pemahaman :
1. Pastikan organisasi mempunyai prasarana dan budaya yang mendukung gagasan dari
semua orang
2. Pertimbangkan untuk mengadakan retret perusahaan guna memusatkan perhatian kepada
prakarsa kunci dan membantu tim manajemen memperbaiki arahnya.
Beberapa gagasan untuk meningkatkan arus informasi perusahaan Anda :
170 |LEVEL 5 LEADERSHIP
1. Dorong setiap karyawan atau pelanggan untuk menghubungi secara langsung melalui e-
2. Targetkan transaksi digital “murni”
Beberapa cara untuk meningkatkan memori perusahaan Anda :
1. Pastikan pelanggan dan pemasok Anda mempunyai akses yang sama atas informasi seperti
karyawan anda
2. Pastikan tidak dibutuhkan lebih dari 60 detik untuk memperoleh dokumen atau arsip apa
pun.
Pelajaran Tambahan dari sang CEO (Bill Gates)
a. Pastikan setiap laporan --- dan setiap dokumen penting lain --- yang dikeluarkan oleh
perusahaan Anda tersedia dalam format digital.
b. Adakan pertemuan dengan bawahan langsung Anda untuk memperkuat komitmen Anda
dalam menciptakan sistem syaraf digital yang efisien dan berfungsi penuh.
c. Bentuk gugus tugas untuk mengembangkan memori korporat organisasi Anda.
d. Sejak awal, pastikan pelanggan ditempatkan di pusat keseluruhan upaya.
e. Supaya sesuai dengan semangat sistem syaraf digital, biarkan semua orang tahu betapa
berkomitmennya Anda kepada komunikasi cepat di tiap tingkat .
Bagian 7
Menciptakan Budaya Bermotivasi Kinerja (Herb Kelleher)
Peraturan di Southwest adalah, jika seseorang memiliki gagasan, baca dan tanggapi
dengan segera. Anda bisa menolak, namun Anda harus memberikan banyak alasan
mengapa Anda menolak, atau Anda bisa mengatakan bahwa kita akan mengujinya di
lapangan, dan melihat apakah gagasan itu berhasil.
171 |LEVEL 5 LEADERSHIP
---Herb Kelleher, Pendiri dan mantan CEO, Southwest Airlines
Kami berupaya menghargai setiap orang di Southwest dan menyadari keberadaan mereka
sebagai manusia --- bukan sekadar orang-orang yang bekerja untuk perusahaan kami.
Yang sebenarnya ingin kami katakan adalah, “Kami menghargai Anda sebagai manusia di
samping kenyataan bahwa Anda bekerja disini”. Pendekatan itu terbukti sangat
membantu Southwest.
---Herb Kelleher
Berdasarkan saran Kelleher , berikut dua buah gagasan yang mungkin dapat membantu
organisasi Anda ketika sedang mewawancarai kandidat untuk posisi penting :
1. Menghargai hal-hal yang tidak tampak .
Kelleher memahami bahwa hal-hal yang “tidak terlihat” sering kali lebih penting daripada
hal-hal yang “terlihat”.
2. Mengembangkan daftar kriteria perekrutan Anda sendiri.
Buatlah daftar sifat yang paling penting bagi Anda dan organisasi Anda, dan pastikan
kandidat yang ada memenuhi kriteria tersebut sebelum Anda menawarkan pekerjaan
kepada mereka.
Kelleher Tentang Laba : “Produk Sampingan Layanan Pelanggan”
Kami katakan kepada karyawan kami, “Jangan pusingkan masalah laba. Pikirkan layanan
pelanggan.” Laba adalah produk sampingan layanan pelanggan. Laba secara intrinsik
bukan sebuah tujuan. Laba adalah sesuatu yang dihasilkan oleh upaya Anda dan cara
Anda memperlakukan satu sama lain serta dunia luar.
172 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Langkah-langkah Kelleher Membentuk Budaya Kinerja Tinggi
Birokrasi berlawanan dengan prestsasi. Sukses bagi sebagian besar bisnis tergantung pada
cepatnya pencapaian hasil eksternal, bukannya kemurnian dan pembentukan proses
internal. Untuk bisnis-bisnis yang ingin lebih bersifat kewiraswastaan dan tidak terlalu
birokratis, kelleher merekomendasikan langkah-langkah berikut :
a. Terfokus kepada dunia pesaing, pelanggan, dan perubahan sosial, bukan kepada dunia
internal kantor pada umumnya, yang kadang hanya terdiri atas pengabdian diri kepada
formulir, protokol, dan prosedur.
b. Jangan menjadi bawang, jadilah jeruk.
c. Kurangi, sebanyak mungkin, jumlah dewan korporat permanen.
d. Tidak ada “Pengetahuan Yang Sempurna”, yang ada hanya penilaian yang baik.
e. Minta para manajer Anda menggunakan waktu untuk benar-benar bekerja bersama (tidak
mengawasi) karyawan dan pelanggan eksternal.
f. Sadari bahwa semua kertas kerja yang dihasilkan, termasuk anggaran,hanyalah halaman
putih yang diisi bercak hitam.
g. Hindari aturan yang kaku dan buku petunjuk yang rumit yang dirancang untuk mengatur
detail kehidupan perusahaan dan interaksi pelanggan.
h. Jadilah “intelektual” sejati : Hargai gagasan bukan karena status, hubungan, atau
pengalaman orang yang menyampaikannya, dan ajak setiap orang untuk memberikan
gagasan langsung ke pucuk pimpinan (Tidak ada orang lain --- hanya ada “kita”).
i. Beri personel “manajemen” masalah untuk dipecahkan dalam bidang di luar tanggung
jawab langsung mereka dan beri karyawan kesempatan untuk mempelajari pekerjaan lain;
hal itu sering menghasilkan pembelajaran, empati, dan kesatuan.
j. Terfokuslah kepada hal pokok, bukan kepada hal sampingan.
k. Miliki rencana strategis umum, bukan rencana jangka panjang atau pedoman.
l. Untuk mempunyai “ceruk” yang bisa ditentukan dan dipahami.
173 |LEVEL 5 LEADERSHIP
m. Bersikaplah rendah hati; mudah didekati; etis; memimpin dengan melayani; jangan rakus
untuk diri sendiri
n. Ingatlah selalu bahwa G.O. (korps pasokan) ada untuk melayani orang-orang di garis
depan, bukan sebaliknya.
Kelleher menambahkan gagasan khusus untuk mengelola “bagian SDM” dari bisnis
tersebut --- dan, terutama saran-saran konkret untuk mengembangkan sebuah budaya
dan memastikan agar birokrasi tidak menjadi bumerang bagi budaya tersebut (yang ia
nyatakan sebagai aset terbesar perusahaan).
Begitu Anda selesai membangun budaya G.O yang pas, sadari bahwa Karyawan
perusahaan Anda adalah Pelanggan utama Anda : Rekrut, latih,tanamkan, libatkan, dan
ilhami mereka, maka mereka akan bersikap toleran, berempati, ramah, perhatian,
memiliki selera humor yang baik, dan rela berkorban kepada satu sama lain dan
Pelanggan eksternal Anda.
1. Rekrut sikap baik dan bukan sikap buruk (bahkan sikap buruk dengan ijazah, pengalaman,
dan keahlian yang tinggi).
2. Latih orang-orang dalam dua hal: kepemimpinan dan layanan pelanggan.
3. Tempatkan wakil pelanggan (internal dan eksternal) di tingkat manajemen tertinggi, yang
selalu diberitahu tentang semua pertimbangan dan proposal dalam segala hal yang
mempengaruhi pelanggan internal dan eksternal.
4. Biarkan karyawan Anda menjadi diri sendiri di tempat kerja.
5. Rayakan prestasi karyawan Anda , secara sering dan spontan.
6. Gambarkan dengan jelas apa yang sedang dilakukan perusahaan Anda dan alasannya.
7. Tangani masalah karyawan secara perorangan, cepat, dan khusus; bahkan “masalah
mental” pun masih merupakan “sebuah masalah” bagi orang yang bersangkutan.
174 |LEVEL 5 LEADERSHIP
8. Melalui anutan, perayaan, dan komunikasi, junjung tinggi kesempurnaan semangat dan
kinerja; tumbuhkan rasa bangga atas prestasi dan sikap tidak mementingkan diri sendiri,
dan ingat bahwa apa yang tidak terlihat, yang tidak mudah ditiru,jauh lebih penting
daripada apa yang terlihat,yang dapat dibeli.
9. Jabatan dan posisi tidak penting, kualitas kepemimpinanlah yang paling penting. Dan
setiap orang, apapun jabatan atau gelarnya,memimpin dengan memberikan contoh.Oleh
karena itu, sungguh tidak adil bagi para karyawan jika anda tidak mengubah
kepemimpinan yang buruk.
10. Komunikasi dari hati lebih penting dibanding komunikasi dari kepala, dan komunikasi tidak
formal sama pentingnya dengan komunikasi formal (misal,”senang sekali bertemu
anda.” “Saya ikut gembira mendengar kelahiran bayi anda.”) Selain itu,
mengomunikasikan tujuan, gagasan, perasaan,ilham, dan kasih sayang sama pentingnya
dengan mengomunikasikan fakta dan angka-angka.
11. Jika anda tidak berapi-api tentang apa yang anda lakukan, alasan anda melakukannya, dan
orang-orang yang melakukannya bersama anda, anda tidak bisa mengobarkan pikiran,
hati, dan pengabdian mereka untuk sebuah tujuan.
Tambahan Pelajaran dari Sang CEO
1. Bekerja bersama manajer lain dan gugus tugas budaya, tunjukkan semua proses dan
prosedur yang akan paling merasakan manfaat “Operasi Plastik Proses”.
2. Hasil Akhir gugus tugas budaya harus merupakan sebuah rancangan budaya yang meliputi
perincian tindakan untuk mengurangi birokrasi dan hierarki perusahaan.
3. Mengambil langkah-langkah penting untuk sedikit demi sedikit menghapus lapisan
manajemen.
4. Begitu anda mempunyai rencana, pastikan hal itu dikomunikasikan ke seluruh tingkat
organisasi (misal, lewat pidato, rapat manajer, e-mail ke seluruh perusahaan, buletin dan
sebagainya).
175 |LEVEL 5 LEADERSHIP
5. Jangan meremehkan pentingnya menjadikan tempat kerja sebagai pengalaman yang
menyenangkan. Ambil selembar halaman buku manajemen Herb Kelleher dan biarkan
para karyawan mengetahui bahwa anda berkomitmen menjadikan tempat kerja sebagai
pengalaman yang menyenangkan. Ingat, karyawan yang termotivasi cenderung melayani
pelanggan anda dengan lebih baik.
Bagian 8
Belajar dari Pesaing, namun Tetap Setia kepada Visi (Sam
Walton)
Hanya ada satu bos. Pelanggan. Dan ia dapat memecat setiap orang di perusahaan mulai
dari pimpinan ke bawah, hanya dengan membelanjakan uangnya di tempat lain.
“Sebagian besar yang kulakukan aku tiru dari orang lain....aku mungkin mengunjungi lebih
banyak kantor pusat bisnis diskon dibanding siapapun-sepanjang sejarah....aku
mengajukan banyak pertanyaan tentang cara menentukan harga dan distribusi, apa saja.
Aku banyak belajar dengan cara itu.” (Sam Walton)
Beberapa gagasan yang diambil dari buku panduan Walton yang dapat Anda terapkan
pada perusahaan Anda sendiri :
1. Jangan pernah berhenti belajar – dari pesaing, pelanggan dan karyawan
Anda sendiri.
2. Anggap ada sesuatu yang bisa Anda pelajari bahkan dari pesaing
“terbesar” Anda.
3. Pertimbangkan rapat akhir pekan bersama para manajer untuk unggul
dalam persaingan.
Lakukan Inovasi, bereksperimen, Ciptakan Anarki
176 |LEVEL 5 LEADERSHIP
“Saya tidak pernah puas dengan apa yang sudah baik dan kenyataannya,saya merasa
bahwa perombakan yang selalu saya lakukan mungkin merupakan salah satu kontribusi
terbesar saya....saya selalu tertantang untuk melawan sistem, melakukan inovasi,
melangkah lebih jauh...saya selalu menjadi pemberontak yang suka menimbulkan
gangguan dan menciptakan sedikit kekacauan.”
Di bawah ini ada dua pelajaran penting yang layak diterapkan dalam bisnis Anda :
a) Pertimbangkan menurunkan harga untuk meningkatkan volume penjualan.
b) Jangan takut untuk menimbulkan gangguan.
Setia Kepada Visi : Harga Terendah
Yang selalu menjadi obsesi kami adalah menjaga agar harga kami di bawah toko
lain....Kami berhasil menjual barang dagangan kami dengan harga serendah mungkin, dan
hal itu membuat kami mampu berdiri selama sepuluh tahun pertama-hal itu ditambah
dengan selalu memperbaiki penjualan kami di pasar-pasar yang lebih kecil dengan cara
membina hubungan dengan pelanggan. Gagasannya sangat sederhana ; ketika pelanggan
memikirkan Wal-Mart, mereka harus memikirkan harga murah dan jaminan kepuasan.
“Sungguh mengherankan para pesaing kami tidak lebih cepat mengetahuinya dan
berusaha menghentikan kami...yang terjadi adalah mereka tidak benar-
benar berkomitmen terhadap bisnis diskon. Mereka terlalu lama mempertahankan
konsep toko serba ada kuno mereka. Mereka begitu terbiasa memperoleh markup sebesar
45 persen dan tidak mau melepasnya. Dengan biaya rendah, struktur pengeluaran rendah
dan harga murah kami mengakhiri sebuah era dominasi. Kami menutup pintu pemikiran
beragam”.
Beberapa hal yang layak dipelajari dari model Walton yang mungkin berhasil diterapkan
dalam bisnis Anda :
Begitu anda memiliki “Resep” untuk industri Anda, berupayalah memperbaikinya.
177 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Tetaplah setia kepada Visi.
Pelajaran tambahan yang dapat diperoleh dari Sam Walton :
1. Pastikan bahwa perusahaan mempunyai pernyataan visi yang jelas, dan
bahwa pernyataan visi itu di komunikasikan ke seluruh perusahaan.
2. Alokasikan sejumlah waktu setiap minggu untuk mempelajari apa yang
sedang dilakukan pesaing Anda,sekaligus mempelajari bisnis apa pun yang
kemungkinan akan memacu gagasan bagus.
3. Saat mengolah gagasan yang telah Anda tulis, cari cara
mengembangkannya sehingga menjadi sesuatu yang segar dan baru.
4. Pastikan sistem informasi Anda memungkinkan Anda dan organisasi
Anda beroperasi dengan efisiensi maksimal.
5. Rekrut berdasarkan sikap, tidak selalu harus berdasarkan pengalaman.
http://teknikkepemimpinan.blogspot.com/2014/01/kiat-sukses-7-pemimpin-
hebat-dalam.html
178 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Kerjasama Tim (Team Work)
Team adalah sekelompok orang dengan kemampuan, talenta, pengalaman dan
latar belakang yang berbeda, yang berkumpul bersama-sama untuk mencapai satu
tujuan. Meskipun adaperbedaan di antara mereka, namun tujuan bersama
merupakan penghubungyang menyatukan mereka sebagai team. Dalam sebuah
organisasi, kerja teammenentukan output kerja yang dihasilkan.
Karakteristik Team
- Harus memiliki tujuan bersama yang jelas. Apapun bentuk tujuannya,usaha untuk
mencapai tujuan tersebut merupakan alasan keberadaan suatu team.
- Adanya kerjasama untuk mencapai tujuan.
Mengapa Team diperlukan?
Kualitas keputusan dan tingkat kreatifitas yang dihasilkan oleh sebuah team, jauh
lebih baik daripada kualitas dan kreatifitas yang dihasilkan oleh rata-rata individu
yang bekerja sendirian. Keuntungan team adalah adanya kekuatan kerjasama.
179 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Ciri-ciri Team yang hebat :
menciptakan hasil dengan cepat;
kreatif;
bijaksana;
positif
konsisten.
Salah satu faktor yang membuat sebuah team berfungsi adalah keikutsertaan
seluruh anggota team.
TUJUAN TEAM
Tujuan team dinilai baik apabila hasil yang diharapkan tidak dapat diraih oleh
usaha seorang saja.
Agar seluruh anggota team mengetahui tujuan team maka :
1. Jadikan tujuan singkat, padat, jelas, pasti dan beorientasi pada
tindakan. Contoh tujuan team adalah “Menciptakan hubungan yang lebih
baik antara pelanggan dan perusahaan”. Tujuan ini terlalu luas dan dapat
menciptakan berbagai arti. Seluruh anggota team harus mengartikan
tujuan secara sama. Pernyataan tujuan dapat diperjelas dengan
“Mengurangi keluhan pelanggan” atau “Meningkatkan kualitas kepuasan
pelanggan”.
2. Seluruh anggota team harus mengetahui arti dari tujuan team
yang sebenarnya. Hal ini dapat dilakukan dengan menanyakan kepada
tiap anggota mengenai tujuan team. Jawaban anggota team akan
menunjukkan apa yang sebenarnya menjadi hasil pekerjaan team.
3. Adanya kemungkinan keberhasilan. Team harus percaya bahwa
tujuan tersebut dapat dicapai dan merupakan hal yang tepat untuk
dilakukan.
“Tujuan kita hanya dapat diraih dengan bantuan rencana yang dapat dipercaya
dan bisa digunakan untuk memimpin tindakan kita dengan bersemangat. Tidak
ada jalan lain untuk meraih keberhasilan” -Pablo Picasso-
180 |LEVEL 5 LEADERSHIP
MEMBANGUN
TEAMYANG BAIK
1. Bergerak ke arah yang samasecara bersama-sama.
Untuk membangun sebuah team yang baik, setiap anggota team harus
mengetahui tujuan team dan memiliki persepsi yang sama tentang arti dari tujuan
team tersebut.
2. Perjelas Keahlian dan Tanggung Jawab Anggota Team. ( Job Description)
Setiap anggota team harus tugas dan tanggung jawab secara personal
Setiap anggota team harus mengetahui cara dan melakukan tugas teknis
mereka.
Setiap anggota team harus mengerti dan memahami peraturan dasar yang
dibangun berdasarkan tujuan team.
3. Adanya Peraturan, Panduan atau Prosedur
Hal ini akan memberikan perasaan yang stabil dan sebagai acuan dalam
menyelesaikan masalah yang belum terjadi atau telah terjadi.
4. Hindari Masalah yang Dapat Diprediksi
Jangan mengambil resiko dengan tetap melakukan suatu proses yang
memungkinkan terjadinya kegagalan.
5. Gunakan Segala Peraturan, Panduan atau Prosedur Sebagai Alat Pengukur
181 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Peraturan, Panduan atau Prosedur dapat menjelaskan bagaimana team ingin
bekerjasama. Peraturan team harus diperhitungkan sebagai konsep yang hidup
dan dinamis, yang dapat dilakukan dengan meluangkan waktu untuk
membicarakannya, mengubah peraturan/ panduan jika tidak berfungsi dan buatlah
dokumen mengenai perubahan tersebut.
Jika terjadi pelanggaran terhadap Peraturan/Panduan harus langsung dibicarakan,
setiap anggota team harus bertanggung jawab terhadap kinerja team dan juga
bekerja keras untuk mencapai tujuan team.
6. Membantu Rekan Baru dalam Team
Yang dibutuhkan oleh anggota baru adalah
- Memperoleh gambaran jelas tentang cara kerja, norma dan nilai-nilai team.
- Orientasi tentang budaya team.
Untuk membantu rekan baru dalam team fokuskan pada hal dasar terlebih dahulu.
Jangan berasumsi bahwa rekan baru akan otomatis mengerti apa yang sedang
terjadi.
7. Selalu Bekerjasama
Ketika seseorang berkerjasama untuk memecahkan suatu masalah maka
pandangan dan interprestasi masalah yang berbeda ditambah kenyataan dan
pengetahuan yang berbeda akan menciptakan solusi yang lebih baik.
8. Wujudkan Gagasan/Ide Menjadi Kenyataan
- Jika salah seorang anggota mengemukakan gagasan/ide, dengarkan dengan baik.
Lalu piculan dengan mengajukan pertanyaan “Bagaimana jika..”, hal tersebut akan
memacu perkembangan pikiran. Banyak orang yang menjadi kreatif karena
tantangan.
182 |LEVEL 5 LEADERSHIP
- Kejarlah kuantitas gagasan/ide bukan pada kualitas gagasan/ide. untuk
memunculkan gagasan/ide seseorang membutuhkan waktu untuk berpikir. Yang
perlu dilakukan selanjutnya adalah memperbaiki gagasan/ide apabila kurang
sesuai.
- Hindari kritikan terhadap gagasan/ide ketika gagasan/ide itu terbentuk.
Namun pusatkan perhatian pada cara gagasan/ide dapat
diperbaiki/digunakan.
9. Paculah Kreatifitas
Pada dasarnya setiap orang dapat menjadi kreatif, hanya saja dibutuhkan latihan.
Cara sederhana adalah dengan melakukan beberapa latihan kelompok yang
terdengar bodoh. Para anggota team diberi masalah kecil dan tugas yang
mengembangkan imajinasi dan tidak mempunyai konsekuensi nyata. Hal tersebut
dapat memacu pemikiran kreatif team ketika masalah harus ditangani.
Antisipasi perilaku team yang tidak produktif dengan menghindari perilaku yang
cenderung menjatuhkan gagasan sebelum gagasan dibangun.
10. Ambilah Keputusan secara Solid
Fungsi dasar team adalah mengambil keputusan yang akan mempengaruhi hasil
yang penting. Pengambilan keputusan harus dilakukan secara efektif dan efisien
dengan berorientasi pada masa depan. Artinya mengidentifikasi dan mengurangi
faktor yang tidak dikethui yaitu RESIKO. Tiga informasi yang dibutuhkan untuk
mengurangi resiko adalah :
- Informasi yang menyangkut fakta, data, trend dan informasi akurat lainnya dari
sumber yang dapat dipercaya dan dapat diandalkan.
- Informasi data hasil percobaan.
- Intuisi atau indra keenam yang dimiliki beberapa orang yang didasarkan pada
pengalaman dan persepsi yang tajam.
Kenali Resiko – menciptakan cara untuk meminimalisasi resiko dari setiap
alternatif – memilih alternatif terbaik.
183 |LEVEL 5 LEADERSHIP
11. Hindari Pemecahan Masalah dengan Kompromi
Kompromi adalah apa yang terjadi ketika team mencapai keputusan yang tidak
disetujui sebagian anggota atau mereka tidak benar-benar perduli pada keputusan
itu.
Contoh : Pihak A percaya bahwa produk dapat diselesaikan dalam waktu dua hari,
sedangkan pihak B beranggapan bahwa waktu yang dibutuhkan adalah setengah
hari. Setelah diskusi yang panjang dan saling mengalahkan opini, akhirnya team
berkompromi dan memutuskan bahwa pekerjaan akan diselesaikan satu setengah
hari. Apa yang akan dirasakan oleh para anggota? Para pihak akan merasa tidak
puas dengan keputusan tersebut.
Perlu diingat kompromi dapat dilakukan apabila keputusan harus diambil sesegera
mungkin (tekanan waktu) dan kompromi merupakan keputusan sementara.
Agar keputusan kompromi dapat berguna dan berjalan dengan baik :
- Perhatikan Kompromi. Ketika mengambil keputusan haris dipertanyakan bagaimana
perasaan team. Apabila anggota team setuju makan keputusan dapat
dilaksanakan tetapi apabila tidak setuju maka ada baiknya menimbang kembali
keputusan tersebut.
- Perhatikan Penerapannya. Pastikan keputusan yag dicapai melalui kompromi
diterapkan secara se-efektif dan se-efisien mungkin.
- Jangan jadikan keputusan kompromi sebagai kebiasaan. Sebagian anggota akan
merasa diacuhkan. Semangat dan komitmen akan jatuh.
12. Carilah Kesamaan Pandangan dengan Pengambilan Keputusan secara
Konsensus
Konsensus adalah melakukan diskusi yang mengacu pada pemecahan masalah,
menciptakan sudut pandang yang sama terhadap masalah dan hambatan, serta
memikirkan tindakan yang paling mungkin dilakukan berdasarkan suatu kondisi
tertentu.
184 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Konsensus merupakan keputusan yang dibuat dalam kelompok dan disetujui
semua orang sebagai keputusan terbaik yang diambil pada kondisi saat itu. Dalam
konsensus diperlukan pengertian yang jelas mengapa keputusan diambil dan
semua orang mendukung. Konsensus menjadi penting karena untuk menerapkan
suatu keputusan diperlukan dukungan dan bantuan total dari team.
Dalam konsensus, sudut pandang yang beragam dari setiap anggota team harus
diperhatikan, dipertimbangkan, diselidiki, dibandingkan dan didiskusikan, sampai
semua anggota melihat dan memahami semua aspek masalah atau keputusan.
Hasil konsensus jauh lebih baik daripada kompromi, tetapi harus diingat,
konsensus memerlukan waktu dan tidak berlaku untuk semua keputusan,
konsensus akan menghasilakn keputusan yang tepay untuk saat dan kondisi saat
itu.
Pengambilan Keputusan secara konsensus dapat dilatih.
- Kuncinya adalah setuju bukan kompromi.
- Mendengarkan secara aktif.
- Berpikir Terbuka.
- Mengutarakan posisi dan alasan, bukan pungutan suara.
- Partisipan yang bersemangat.
13. Manfaatkan Pertentangan Sebagai Langkah Membangun Kreatifitas
Team adalah sekelompok orang yang berkerjasama untuk meraih tujuan bersama.
Kenyataannya, setiap orang berbeda. Setiap orang di dalam team berasal dari
tempat yang berbeda, memiliki pendidikan, pekerjaan, pengalaman, dan
kegemaran yang berbeda. Apa yang menjadi jelas dan penting bagi pihak lain
belum tentu jelas dan penting juga bagi pihak lain.
Cara mengatasi perbedaan adalah dengan menghadapi perbedaan tanpa emosi,
dengan tidak memandang perbedaan sebagai serangan pribadi. Perbedaan harus
dihadapi dengan dewasa dan profesional. Perbedaan dapat menghasilkan
185 |LEVEL 5 LEADERSHIP
pemecahan masalah yang berbeda, menghasilkan gagasan/ide yang berbeda dan
dapat memunculkan kreatifitas.
14. Perangi Virus Konflik
Meskipun team dapat menangani konflik dengan efektif tetapi tidakkan efisien jika
potensi terjadinya konfilk dapat dihindari sejak awal.
Pemicu konflik yang dapat dihindari antara lain adalah
- Komitmen. Setiap anggota team harus bertanggung jawab pada pekerjaan dan hasil
yang diperoleh team.
- Persepktif menang kalah di kalangan para anggota harus dihilangkan dari awal.
- Ingatlah bahwa perbedaan dapat memacu kreatifitas. Dengarkan dengan seksama
apa yang dikatakan orang-orang dan usahakan untuk melihat dari sudut pandang
mereka.
15. Saling Percaya
Bagaimana team membangun kepercayaan :
- Tepati janji anda tanpa ragu.
- Pastikan apa yang anda katakan dan informasi yang anda bawa merupakan informasi
terkini dan akurat.
- Lakukan tugas anda dengan sungguh-sungguh. Orang cenderung mempercayai
orang yang kompeten dan punya disiplin diri.
- Selesaikan tugas anda dengan kualitas dan akurasi yang baik.
- Bergaul dengan oranglain. Apakah anda akan mempercayai indovidu yang
cenderung enggan bersosialisasi?
- Kerjasama dengan oranglain dalam mengambil keputusan. Tunjukkan fleksibilitas
dan kreatifitas.
- Biasanya orang akan mengerjakan segala sesuatu dengan baik dan bertanggung
jawab apabila dia merasa dipercaya.
186 |LEVEL 5 LEADERSHIP
16. Adakan Rapat dengan Baik
Susun agenda rapat dan lakukanlah rapat secara baik.
17. Saling Memberi Penghargaan
Hasil penelitian yang telah dilakukan berulang kali menunjukkan bahwa uang
bukanlah motivator paling penting dalam pekerjaan. Faktor nomor satu yang
memotivasi adalah bahwa mereka telah berkontribusi terhadap pekerjaan yang
menarik. Selain itu tanggung jawab tambahan juga dapat merupakan bentuk tanda
kepercayaan dan keyakinan. Dan jangan lupa untuk mengucapkan “Terimakasih”.
18. Evaluasi Team secara Teratur
- Evaluasi team
- Evaluasi Tujuan
- Rayakan kemajuan
- Lakukan perbaikan
19. Pimpinlah Tanpa Mendominasi
Mengendalikan tanpa memerintah dapat dilakukan dengan :
- Mengusulkan;
- Mengarahkan;
- mengajukan pertanyaan;
- merangkum sudut pandang;
- mengarisbawahi konsekuensi;
- membiarkan segala sesuatunya terjadi.
187 |LEVEL 5 LEADERSHIP
“Kunci Keberhasilan Kepemimpinan dewasa ini adalah pengaruh bukan
kekuasaan” -Ken Blanchard-
20. Mintalah Bantuan
Bagi sebagian orang meminta bantuan dinilai sebagai tanda kelemahan. Hilangkan
pemikiran mengenai hal tersebut dan tekankan bahwameminta bantuan lebih
baik demi menghindari terjadinya kesalahan atau masalah.
21. Jangan Menyerah
Jangan biarkan kendala menengendalikan team, belajarlah dari kesalahan dan
maju terus demi mencapai tujuan team secara bersama-sama.
Ringkasan dari buku “Making Teams Work by Michael Maginn”
Team adalah sekelompok orang dengan kemampuan, talenta, pengalaman dan
latar belakang yang berbeda, yang berkumpul bersama-sama untuk mencapai satu
tujuan. Meskipun ada perbedaan di antara mereka, namun tujuan bersama
merupakan penghubung yang menyatukan mereka sebagai team. Dalam sebuah
organisasi, kerja team menentukan output kerja yang dihasilkan.
Karakteristik Team
- Harus memiliki tujuan bersama yang jelas. Apapun bentuk tujuannya,usaha untuk
mencapai tujuan tersebut merupakan alasan keberadaan suatu team.
- Adanya kerjasama untuk mencapai tujuan.
Mengapa Team diperlukan?
Kualitas keputusan dan tingkat kreatifitas yang dihasilkan oleh sebuah team, jauh
lebih baik daripada kualitas dan kreatifitas yang dihasilkan oleh rata-rata individu
yang bekerja sendirian. Keuntungan team adalah adanya kekuatan kerjasama.
188 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Ciri-ciri Team yang hebat :
menciptakan hasil dengan cepat;
kreatif;
bijaksana;
positif
konsisten.
Salah satu faktor yang membuat sebuah team berfungsi adalah keikutsertaan
seluruh anggota team.
TUJUAN TEAM
Tujuan team dinilai baik apabila hasil yang diharapkan tidak dapat diraih oleh
usaha seorang saja.
Agar seluruh anggota team mengetahui tujuan team maka :
1. Jadikan tujuan singkat, padat, jelas, pasti dan beorientasi pada
tindakan. Contoh tujuan team adalah “Menciptakan hubungan yang lebih
baik antara pelanggan dan perusahaan”. Tujuan ini terlalu luas dan dapat
menciptakan berbagai arti. Seluruh anggota team harus mengartikan
tujuan secara sama. Pernyataan tujuan dapat diperjelas dengan
“Mengurangi keluhan pelanggan” atau “Meningkatkan kualitas kepuasan
pelanggan”.
2. Seluruh anggota team harus mengetahui arti dari tujuan team
yang sebenarnya. Hal ini dapat dilakukan dengan menanyakan kepada
tiap anggota mengenai tujuan team. Jawaban anggota team akan
menunjukkan apa yang sebenarnya menjadi hasil pekerjaan team.
3. Adanya kemungkinan keberhasilan. Team harus percaya bahwa
tujuan tersebut dapat dicapai dan merupakan hal yang tepat untuk
dilakukan.
“Tujuan kita hanya dapat diraih dengan bantuan rencana yang dapat dipercaya
dan bisa digunakan untuk memimpin tindakan kita dengan bersemangat. Tidak
ada jalan lain untuk meraih keberhasilan” -Pablo Picasso-
189 |LEVEL 5 LEADERSHIP
MEMBANGUN TEAM
YANG BAIK
1. Bergerak ke arah yang sama secara bersama-sama.
Untuk membangun sebuah team yang baik, setiap anggota team harus
mengetahui tujuan team dan memiliki persepsi yang sama tentang arti dari tujuan
team tersebut.
2. Perjelas Keahlian dan Tanggung Jawab Anggota Team. ( Job Description)
Setiap anggota team harus tugas dan tanggung jawab secara personal
Setiap anggota team harus mengetahui cara dan melakukan tugas teknis
mereka.
Setiap anggota team harus mengerti dan memahami peraturan dasar yang
dibangun berdasarkan tujuan team.
3. Adanya Peraturan, Panduan atau Prosedur
Hal ini akan memberikan perasaan yang stabil dan sebagai acuan dalam
menyelesaikan masalah yang belum terjadi atau telah terjadi.
4. Hindari Masalah yang Dapat Diprediksi
Jangan mengambil resiko dengan tetap melakukan suatu proses yang
memungkinkan terjadinya kegagalan.
5. Gunakan Segala Peraturan, Panduan atau Prosedur Sebagai Alat Pengukur
Peraturan, Panduan atau Prosedur dapat menjelaskan bagaimana team ingin
bekerjasama. Peraturan team harus diperhitungkan sebagai konsep yang hidup
dan dinamis, yang dapat dilakukan dengan meluangkan waktu untuk
190 |LEVEL 5 LEADERSHIP
membicarakannya, mengubah peraturan/ panduan jika tidak berfungsi dan buatlah
dokumen mengenai perubahan tersebut.
Jika terjadi pelanggaran terhadap Peraturan/Panduan harus langsung dibicarakan,
setiap anggota team harus bertanggung jawab terhadap kinerja team dan juga
bekerja keras untuk mencapai tujuan team.
6. Membantu Rekan Baru dalam Team
Yang dibutuhkan oleh anggota baru adalah
- Memperoleh gambaran jelas tentang cara kerja, norma dan nilai-nilai team.
- Orientasi tentang budaya team.
Untuk membantu rekan baru dalam team fokuskan pada hal dasar terlebih dahulu.
Jangan berasumsi bahwa rekan baru akan otomatis mengerti apa yang sedang
terjadi.
7. Selalu Bekerjasama
Ketika seseorang berkerjasama untuk memecahkan suatu masalah maka
pandangan dan interprestasi masalah yang berbeda ditambah kenyataan dan
pengetahuan yang berbeda akan menciptakan solusi yang lebih baik.
8. Wujudkan Gagasan/Ide Menjadi Kenyataan
- Jika salah seorang anggota mengemukakan gagasan/ide, dengarkan dengan baik.
Lalu piculan dengan mengajukan pertanyaan “Bagaimana jika..”, hal tersebut akan
memacu perkembangan pikiran. Banyak orang yang menjadi kreatif karena
tantangan.
- Kejarlah kuantitas gagasan/ide bukan pada kualitas gagasan/ide. untuk
memunculkan gagasan/ide seseorang membutuhkan waktu untuk berpikir. Yang
perlu dilakukan selanjutnya adalah memperbaiki gagasan/ide apabila kurang
sesuai.
- Hindari kritikan terhadap gagasan/ide ketika gagasan/ide itu terbentuk.
Namun pusatkan perhatian pada cara gagasan/ide dapat
diperbaiki/digunakan.
9. Paculah Kreatifitas
191 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Pada dasarnya setiap orang dapat menjadi kreatif, hanya saja dibutuhkan latihan.
Cara sederhana adalah dengan melakukan beberapa latihan kelompok yang
terdengar bodoh. Para anggota team diberi masalah kecil dan tugas yang
mengembangkan imajinasi dan tidak mempunyai konsekuensi nyata. Hal tersebut
dapat memacu pemikiran kreatif team ketika masalah harus ditangani.
Antisipasi perilaku team yang tidak produktif dengan menghindari perilaku yang
cenderung menjatuhkan gagasan sebelum gagasan dibangun.
10. Ambilah Keputusan secara Solid
Fungsi dasar team adalah mengambil keputusan yang akan mempengaruhi hasil
yang penting. Pengambilan keputusan harus dilakukan secara efektif dan efisien
dengan berorientasi pada masa depan. Artinya mengidentifikasi dan mengurangi
faktor yang tidak dikethui yaitu RESIKO. Tiga informasi yang dibutuhkan untuk
mengurangi resiko adalah :
- Informasi yang menyangkut fakta, data, trend dan informasi akurat lainnya dari
sumber yang dapat dipercaya dan dapat diandalkan.
- Informasi data hasil percobaan.
- Intuisi atau indra keenam yang dimiliki beberapa orang yang didasarkan pada
pengalaman dan persepsi yang tajam.
Kenali Resiko – menciptakan cara untuk meminimalisasi resiko dari setiap
alternatif – memilih alternatif terbaik.
11. Hindari Pemecahan Masalah dengan Kompromi
Kompromi adalah apa yang terjadi ketika team mencapai keputusan yang tidak
disetujui sebagian anggota atau mereka tidak benar-benar perduli pada keputusan
itu.
Contoh : Pihak A percaya bahwa produk dapat diselesaikan dalam waktu dua hari,
sedangkan pihak B beranggapan bahwa waktu yang dibutuhkan adalah setengah
hari. Setelah diskusi yang panjang dan saling mengalahkan opini, akhirnya team
berkompromi dan memutuskan bahwa pekerjaan akan diselesaikan satu setengah
hari. Apa yang akan dirasakan oleh para anggota? Para pihak akan merasa tidak
puas dengan keputusan tersebut.
Perlu diingat kompromi dapat dilakukan apabila keputusan harus diambil sesegera
mungkin (tekanan waktu) dan kompromi merupakan keputusan sementara.
192 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Agar keputusan kompromi dapat berguna dan berjalan dengan baik :
- Perhatikan Kompromi. Ketika mengambil keputusan haris dipertanyakan bagaimana
perasaan team. Apabila anggota team setuju makan keputusan dapat
dilaksanakan tetapi apabila tidak setuju maka ada baiknya menimbang kembali
keputusan tersebut.
- Perhatikan Penerapannya. Pastikan keputusan yag dicapai melalui kompromi
diterapkan secara se-efektif dan se-efisien mungkin.
- Jangan jadikan keputusan kompromi sebagai kebiasaan. Sebagian anggota akan
merasa diacuhkan. Semangat dan komitmen akan jatuh.
12. Carilah Kesamaan Pandangan dengan Pengambilan Keputusan secara
Konsensus
Konsensus adalah melakukan diskusi yang mengacu pada pemecahan masalah,
menciptakan sudut pandang yang sama terhadap masalah dan hambatan, serta
memikirkan tindakan yang paling mungkin dilakukan berdasarkan suatu kondisi
tertentu.
Konsensus merupakan keputusan yang dibuat dalam kelompok dan disetujui
semua orang sebagai keputusan terbaik yang diambil pada kondisi saat itu. Dalam
konsensus diperlukan pengertian yang jelas mengapa keputusan diambil dan
semua orang mendukung. Konsensus menjadi penting karena untuk menerapkan
suatu keputusan diperlukan dukungan dan bantuan total dari team.
Dalam konsensus, sudut pandang yang beragam dari setiap anggota team harus
diperhatikan, dipertimbangkan, diselidiki, dibandingkan dan didiskusikan, sampai
semua anggota melihat dan memahami semua aspek masalah atau keputusan.
Hasil konsensus jauh lebih baik daripada kompromi, tetapi harus diingat,
konsensus memerlukan waktu dan tidak berlaku untuk semua keputusan,
konsensus akan menghasilakn keputusan yang tepay untuk saat dan kondisi saat
itu.
Pengambilan Keputusan secara konsensus dapat dilatih.
- Kuncinya adalah setuju bukan kompromi.
- Mendengarkan secara aktif.
- Berpikir Terbuka.
193 |LEVEL 5 LEADERSHIP
- Mengutarakan posisi dan alasan, bukan pungutan suara.
- Partisipan yang bersemangat.
13. Manfaatkan Pertentangan Sebagai Langkah Membangun Kreatifitas
Team adalah sekelompok orang yang berkerjasama untuk meraih tujuan bersama.
Kenyataannya, setiap orang berbeda. Setiap orang di dalam team berasal dari
tempat yang berbeda, memiliki pendidikan, pekerjaan, pengalaman, dan
kegemaran yang berbeda. Apa yang menjadi jelas dan penting bagi pihak lain
belum tentu jelas dan penting juga bagi pihak lain.
Cara mengatasi perbedaan adalah dengan menghadapi perbedaan tanpa emosi,
dengan tidak memandang perbedaan sebagai serangan pribadi. Perbedaan harus
dihadapi dengan dewasa dan profesional. Perbedaan dapat menghasilkan
pemecahan masalah yang berbeda, menghasilkan gagasan/ide yang berbeda dan
dapat memunculkan kreatifitas.
14. Perangi Virus Konflik
Meskipun team dapat menangani konflik dengan efektif tetapi tidakkan efisien jika
potensi terjadinya konfilk dapat dihindari sejak awal.
Pemicu konflik yang dapat dihindari antara lain adalah
- Komitmen. Setiap anggota team harus bertanggung jawab pada pekerjaan dan hasil
yang diperoleh team.
- Persepktif menang kalah di kalangan para anggota harus dihilangkan dari awal.
- Ingatlah bahwa perbedaan dapat memacu kreatifitas. Dengarkan dengan seksama
apa yang dikatakan orang-orang dan usahakan untuk melihat dari sudut pandang
mereka.
15. Saling Percaya
Bagaimana team membangun kepercayaan :
- Tepati janji anda tanpa ragu.
- Pastikan apa yang anda katakan dan informasi yang anda bawa merupakan informasi
terkini dan akurat.
194 |LEVEL 5 LEADERSHIP
- Lakukan tugas anda dengan sungguh-sungguh. Orang cenderung mempercayai
orang yang kompeten dan punya disiplin diri.
- Selesaikan tugas anda dengan kualitas dan akurasi yang baik.
- Bergaul dengan oranglain. Apakah anda akan mempercayai indovidu yang
cenderung enggan bersosialisasi?
- Kerjasama dengan oranglain dalam mengambil keputusan. Tunjukkan fleksibilitas
dan kreatifitas.
- Biasanya orang akan mengerjakan segala sesuatu dengan baik dan bertanggung
jawab apabila dia merasa dipercaya.
16. Adakan Rapat dengan Baik
Susun agenda rapat dan lakukanlah rapat secara baik.
17. Saling Memberi Penghargaan
Hasil penelitian yang telah dilakukan berulang kali menunjukkan bahwa uang
bukanlah motivator paling penting dalam pekerjaan. Faktor nomor satu yang
memotivasi adalah bahwa mereka telah berkontribusi terhadap pekerjaan yang
menarik. Selain itu tanggung jawab tambahan juga dapat merupakan bentuk tanda
kepercayaan dan keyakinan. Dan jangan lupa untuk mengucapkan “Terimakasih”.
18. Evaluasi Team secara Teratur
- Evaluasi team
- Evaluasi Tujuan
- Rayakan kemajuan
- Lakukan perbaikan
19. Pimpinlah Tanpa Mendominasi
Mengendalikan tanpa memerintah dapat dilakukan dengan :
- Mengusulkan;
- Mengarahkan;
- mengajukan pertanyaan;
195 |LEVEL 5 LEADERSHIP
- merangkum sudut pandang;
- mengarisbawahi konsekuensi;
- membiarkan segala sesuatunya terjadi.
“Kunci Keberhasilan Kepemimpinan dewasa ini adalah pengaruh bukan
kekuasaan” -Ken Blanchard-
20. Mintalah Bantuan
Bagi sebagian orang meminta bantuan dinilai sebagai tanda kelemahan. Hilangkan
pemikiran mengenai hal tersebut dan tekankan bahwameminta bantuan lebih
baik demi menghindari terjadinya kesalahan atau masalah.
21. Jangan Menyerah
Jangan biarkan kendala menengendalikan team, belajarlah dari kesalahan dan
maju terus demi mencapai tujuan team secara bersama-sama.
Ringkasan dari buku “Making Teams Work by Michael Maginn”
Sumber : http://punyalea.blogspot.com
http://teknikkepemimpinan.blogspot.com/2010/08/kerjasama-tim-team-
work.html
196 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Pengertian Kepemimpinan (Leadership)
Stogdill (1974) menyimpulkan bahwa banyak sekali definisi mengenai kepemimpinan. Hal
ini dikarenakan banyak sekali orang yang telah mencoba mendefinisikan konsep
kepemimpinan tersebut. Namun demikian, semua definisi kepemimpinan yang ada
mempunyai beberapa unsur yang sama.
Sarros dan Butchatsky (1996),"leadership is defined as the purposeful behaviour of
influencing others to contribute to a commonly agreed goal for the benefit of individual as
well as the organization or common good". Menurut definisi tersebut, kepemimpinan dapat
didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas
para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan
manfaat individu dan organisasi. Sedangkan menurut Anderson (1988), "leadership means
using power to influence the thoughts and actions of others in such a way that achieve high
performance".
Berdasarkan definisi-definisi di atas, kepemimpinan memiliki beberapa
implikasi. Antara lain:
Pertama: kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para
karyawan atau bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan harus
memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pemimpin. Walaupun
demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan, kepemimpinan tidak akan ada
juga.
Kedua: seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan
197 |LEVEL 5 LEADERSHIP
kekuasaannya (his or herpower) mampu menggugah pengikutnya untuk
mencapai kinerja yang memuaskan. Menurut French dan Raven (1968),
kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari:
Reward power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa
pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan
penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahan pemimpinnya.
Coercive power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa
pemimpin mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang
tidak mengikuti arahan-arahan pemimpinnya
Legitimate power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa
pemimpin mempunyai hak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas yang
dimilikinya.
Referent power, yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan)
bawahan terhadap sosok pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan
pengaruhnya karena karakteristik pribadinya, reputasinya atau karismanya.
Expert power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin
adalah seeorang yang memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian dalam
bidangnya.
Para pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan
yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.
Ketiga: kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri
(integrity), sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan
(cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment),
kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan
untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam membangun organisasi.
Walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan
manajemen (management), kedua konsep tersebut berbeda.
Perbedaan antara pemimpin dan manajer dinyatakan secara jelas oleh Bennis
and Nanus (1995). Pemimpin berfokus pada mengerjakan yang benar
sedangkan manajer memusatkan perhatian pada mengerjakan secara tepat
("managers are people who do things right and leaders are people who do the
right thing, "). Kepemimpinan memastikan tangga yang kita daki bersandar
198 |LEVEL 5 LEADERSHIP
pada tembok secara tepat, sedangkan manajemen mengusahakan agar kita
mendaki tangga seefisien mungkin.
Model-Model Kepemimpinan
Banyak studi mengenai kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang
dibahas dari berbagai perspektif yang telah dilakukan oleh para peneliti.
Analisis awal tentang kepemimpinan, dari tahun 1900-an hingga tahun 1950-
an, memfokuskan perhatian pada perbedaan karakteristik antara pemimpin
(leaders) dan pengikut/karyawan (followers). Karena hasil penelitian pada saat
periode tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat satu pun sifat atau watak
(trait) atau kombinasi sifat atau watak yang dapat menerangkan sepenuhnya
tentang kemampuan para pemimpin, maka perhatian para peneliti bergeser pada
masalah pengaruh situasi terhadap kemampuan dan tingkah laku para
pemimpin.
Studi-studi kepemimpinan selanjutnya berfokus pada tingkah laku yang
diperagakan oleh para pemimpin yang efektif. Untuk memahami faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi tingkah laku para pemimpin yang efektif, para
peneliti menggunakan model kontingensi (contingency model). Dengan model
kontingensi tersebut para peneliti menguji keterkaitan antara watak pribadi,
variabel-variabel situasi dan keefektifan pemimpin.
Studi-studi tentang kepemimpinan pada tahun 1970-an dan 1980-an, sekali lagi
memfokuskan perhatiannya kepada karakteristik individual para pemimpin
yang mempengaruhi keefektifan mereka dan keberhasilan organisasi yang
mereka pimpin. Hasil-hasil penelitian pada periode tahun 1970-an dan 1980-an
mengarah kepada kesimpulan bahwa pemimpin dan kepemimpinan adalah
persoalan yang sangat penting untuk dipelajari (crucial), namun kedua hal
tersebut disadari sebagai komponen organisasi yang sangat komplek.
Dalam perkembangannya, model yang relatif baru dalam studi kepemimpinan
disebut sebagai model kepemimpinan transformasional. Model ini dianggap
sebagai model yang terbaik dalam menjelaskan karakteristik pemimpin. Konsep
199 |LEVEL 5 LEADERSHIP
kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide yang
dikembangkan dalam pendekatan watak, gaya dan kontingensi.
Berikut ini akan dibahas tentang perkembangan pemikiran ahli-ahli manajemen
mengenai
model-model kepemimpinan yang ada dalam literatur.
(a) Model Watak Kepemimpinan (Traits Model of Leadership)
Pada umumnya studi-studi kepemimpinan pada tahap awal mencoba meneliti
tentang watak
individu yang melekat pada diri para pemimpin, seperti misalnya: kecerdasan,
kejujuran,
kematangan, ketegasan, kecakapan berbicara, kesupelan dalam bergaul, status
sosial ekonomi
mereka dan lain-lain (Bass 1960, Stogdill 1974).
Stogdill (1974) menyatakan bahwa terdapat enam kategori faktor pribadi yang
membedakan antara pemimpin dan pengikut, yaitu kapasitas, prestasi, tanggung
jawab, partisipasi, status dan situasi. Namun demikian banyak studi yang
menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membedakan antara pemimpin dan
pengikut dalam satu studi tidak konsisten dan tidak didukung dengan hasil-hasil
studi yang lain. Disamping itu, watak pribadi bukanlah faktor yang dominant
dalam menentukan keberhasilan kinerja manajerial para pemimpin. Hingga
tahun 1950-an, lebih dari 100 studi yang telah dilakukan untuk
mengidentifikasi watak atau sifat personal yang dibutuhkan oleh pemimpin
yang baik, dan dari studi-studi tersebut dinyatakan bahwa hubungan antara
karakteristik watak dengan efektifitas kepemimpinan, walaupun positif, tetapi
tingkat signifikasinya sangat rendah (Stogdill 1970).
Bukti-bukti yang ada menyarankan bahwa "leadership is a relation that exists
between persons in a social situation, and that persons who are leaders in one
situation may not necessarily be leaders in other situation" (Stogdill
1970).Apabila kepemimpinan didasarkan pada faktor situasi, maka pengaruh
watak yang dimiliki oleh para pemimpin mempunyai pengaruh yang tidak
signifikan. Kegagalan studi-studi tentang kepimpinan pada periode awal ini,
200 |LEVEL 5 LEADERSHIP
yang tidak berhasil meyakinkan adanya hubungan yang jelas antara watak
pribadi pemimpin dan kepemimpinan, membuat para peneliti untuk mencari
faktor-faktor lain (selain faktor watak), seperti misalnya faktor situasi, yang
diharapkan dapat secara jelas menerangkan perbedaan karakteristik antara
pemimpin dan pengikut.
(b) Model Kepemimpinan Situasional (Model of Situasional Leadership)
Model kepemimpinan situasional merupakan pengembangan model watak
kepemimpinan
dengan fokus utama faktor situasi sebagai variabel penentu kemampuan
kepemimpinan. Studi
tentang kepemimpinan situasional mencoba mengidentifikasi karakteristik
situasi atau keadaan sebagai faktor penentu utama yang membuat seorang
pemimpin berhasil melaksanakan tugas-tugas organisasi secara efektif dan
efisien. Dan juga model ini membahas aspek kepemimpinan lebih berdasarkan
fungsinya, bukan lagi hanya berdasarkan watak kepribadian pemimpin.
Hencley (1973) menyatakan bahwa faktor situasi lebih menentukan
keberhasilan seorang pemimpin dibandingkan dengan watak pribadinya.
Menurut pendekatan kepemimpinan situasional ini, seseorang bisa dianggap
sebagai pemimpin atau pengikut tergantung pada situasi atau keadaan yang
dihadapi. Banyak studi yang mencoba untuk mengidentifikasi karakteristik
situasi khusus yang bagaimana yang mempengaruhi kinerja para
pemimpin.Hoy dan Miskel (1987), misalnya, menyatakan bahwa terdapat
empat faktor yang mempengaruhi kinerja pemimpin, yaitu sifat struktural
organisasi (structural properties of the organisation), iklim atau lingkungan
organisasi (organisational climate), karakteristik tugas atau peran (role
characteristics) dan karakteristik bawahan (subordinate characteristics). Kajian
model kepemimpinan situasional lebih menjelaskan fenomena kepemimpinan
dibandingkan dengan model terdahulu. Namun demikian model ini masih
dianggap belum memadai karena model ini tidak dapat memprediksikan
kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang mana yang lebih efektif
dalam situasi tertentu.
201 |LEVEL 5 LEADERSHIP
(c) Model Pemimpin yang Efektif (Model of Effective Leaders)
Model kajian kepemimpinan ini memberikan informasi tentang tipe-tipe
tingkah laku (types of behaviours) para pemimpin yang efektif. Tingkah laku
para pemimpin dapat dikatagorikan menjadi dua dimensi, yaitu struktur
kelembagaan (initiating structure) dan konsiderasi (consideration). Dimensi
struktur kelembagaan menggambarkan sampai sejauh mana para pemimpin
mendefinisikan dan menyusun interaksi kelompok dalam rangka pencapaian
tujuan organisasi serta sampai sejauh mana para pemimpin mengorganisasikan
kegiatan-kegiatan kelompok mereka. Dimensi ini dikaitkan dengan usaha para
pemimpin mencapai tujuan organisasi. Dimensi konsiderasi menggambarkan
sampai sejauh mana tingkat hubungan kerja antara pemimpin dan bawahannya,
dan sampai sejauh mana pemimpin memperhatikan kebutuhan sosial dan emosi
bagi bawahan seperti misalnya kebutuhan akan pengakuan, kepuasan kerja dan
penghargaan yang mempengaruhi kinerja mereka dalam organisasi. Dimensi
konsiderasi ini juga dikaitkan dengan adanya pendekatan kepemimpinan yang
mengutamakan komunikasi dua arah, partisipasi dan hubungan manusiawi
(human relations).
Halpin (1966), Blake and Mouton (1985) menyatakan bahwa tingkah laku
pemimpin yang efektif cenderung menunjukkan kinerja yang tinggi terhadap
dua aspek di atas. Mereka berpendapat bahwa pemimpin yang efektif adalah
pemimpin yang menata kelembagaan organisasinya secara sangat terstruktur,
dan mempunyai hubungan yang persahabatan yang sangat baik, saling percaya,
saling menghargai dan senantiasa hangat dengan bawahannya. Secara ringkas,
model kepemimpinan efektif ini mendukung anggapan bahwa pemimpin yang
efektif adalah pemimpin yang dapat menangani kedua aspek organisasi dan
manusia sekaligus dalam organisasinya.
(d) Model Kepemimpinan Kontingensi (Contingency Model)
Studi kepemimpinan jenis ini memfokuskan perhatiannya pada kecocokan
antara karakteristik watak pribadi pemimpin, tingkah lakunya dan variabel-
variabel situasional. Kalau model kepemimpinan situasional berasumsi bahwa
situasi yang berbeda membutuhkan tipe kepemimpinan yang berbeda, maka
model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih luas,
202 |LEVEL 5 LEADERSHIP
yakni pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi atau variabel situasional
dengan watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja pemimpin (Hoy and Miskel
1987).
Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena
model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas
kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership
style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang
dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi
kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan
pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan
bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan
kekuatan posisi (position power).
Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana
pemimpin itu
dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti
petunjuk pemimpin. Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-
tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana
definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan
prosedur yang baku. Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana
kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya
diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting
dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga
menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan
otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan
penurunan pangkat (demotions).Model kontingensi yang lain, Path-Goal
Theory, berpendapat bahwa efektifitas pemimpin ditentukan oleh interaksi
antara tingkah laku pemimpin dengan karakteristik situasi (House 1971).
Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan dalam 4
kelompok:supportive leadership (menunjukkan perhatian terhadap
kesejahteraan bawahan dan menciptakan iklim kerja yang bersahabat), directive
leadership(mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan peraturan,
prosedur dan petunjuk yang ada), participative leadership (konsultasi dengan
203 |LEVEL 5 LEADERSHIP
bawahan dalam pengambilan keputusan) dan achievement-oriented
leadership(menentukan tujuan organisasi yang menantang dan menekankan
perlunya kinerja yang memuaskan).
MenurutPath-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan
efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan
lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang
ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna
dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan
dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan
klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik
pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.
(e) Model Kepemimpinan Transformasional (Model of Transformational
Leadership)
Model kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif baru
dalam studi-studi kepemimpinan. Burns (1978) merupakan salah satu
penggagas yang secara eksplisit mendefinisikan kepemimpinan
transformasional. Menurutnya, untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik
tentang model kepemimpinan transformasional, model ini perlu
dipertentangkan dengan model kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan
transaksional didasarkan pada otoritas birokrasi dan legitimasi di dalam
organisasi. Pemimpin transaksional pada hakekatnya menekankan bahwa
seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan para
bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu, pemimpin
transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas
organisasi.
Untuk memotivasi agar bawahan melakukan tanggungjawab mereka, para
pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem pemberian
penghargaan dan hukuman kepada bawahannya. Sebaliknya, Burns menyatakan
bahwa model kepemimpinan transformasional pada hakekatnya menekankan
seorang pemimpin perlu memotivasi para bawahannya untuk melakukan
204 |LEVEL 5 LEADERSHIP
tanggungjawab mereka lebih dari yang mereka harapkan. Pemimpin
transformasional harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan dan
mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus menerima dan mengakui
kredibilitas pemimpinnya.Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa "the
dynamic of transformational leadership involve strong personal identification
with the leader, joining in a shared vision of the future, or goingbeyond the
self-interest exchange of rewards for compliance". Dengan demikian,
pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang karismatik dan
mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai
tujuannya. Pemimpin transformasional juga harusmempunyai kemampuan
untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi
kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka
butuhkan. Menurut Yammarino dan Bass (1990), pemimpin transformasional
harus mampu membujuk para bawahannya melakukan tugas-tugas mereka
melebihi kepentingan mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang lebih
besar.
Yammarino dan Bass (1990) juga menyatakan bahwa pemimpin
transformasional mengartikulasikan visi masa depan organisasi yang realistik,
menstimulasi bawahan dengan cara yang intelektual, dan menaruh parhatian
pada perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh bawahannya. Dengan demikian,
seperti yang diungkapkan oleh Tichy and Devanna (1990), keberadaan para
pemimpin transformasional mempunyai efek transformasi baik pada tingkat
organisasi maupun pada tingkat individu.
Dalam buku mereka yang berjudul "Improving Organizational Effectiveness
through Transformational Leadership", Bass dan Avolio
(1994) mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai
empat dimensi yang disebutnya sebagai "the Four I's". Dimensi yang pertama
disebutnya sebagai idealized influence (pengaruh ideal). Dimensi yang pertama
ini digambarkan sebagai perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya
mengagumi, menghormati dan sekaligus mempercayainya. Dimensi yang kedua
disebut sebagai inspirational motivation (motivasi inspirasi). Dalam dimensi
ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang mampu
205 |LEVEL 5 LEADERSHIP
mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan,
mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi, dan
mampu menggugah spirit tim dalam organisasi melalui penumbuhan
entusiasme dan optimisme. Dimensi yang ketiga disebut sebagai intellectual
stimulation (stimulasi intelektual). Pemimpin transformasional harus mampu
menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap
permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan, dan memberikan motivasi
kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan yang baru dalam
melaksanakan tugas-tugas organisasi. Dimensi yang terakhir disebut sebagai
individualized consideration (konsiderasi individu). Dalam dimensi ini,
pemimpin transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau
mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan dan secara
khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan akan
pengembangan karir. Walaupun penelitian mengenai model transformasional
ini termasuk relatif baru, beberapa hasil penelitian mendukung validitas
keempat dimensi yang dipaparkan oleh Bass dan Avilio di atas. Banyak peneliti
dan praktisi manajemen yang sepakat bahwa model kepemimpinan
transformasional merupakan konsep kepemimpinan yang terbaik dalam
menguraikan karakteristik pemimpin (Sarros dan Butchatsky 1996). Konsep
kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide yang
dikembangkan dalam pendekatan-pendekatan watak (trait), gaya (style) dan
kontingensi, dan juga konsep kepemimpinan transformasional menggabungkan
dan menyempurnakan konsep-konsep terdahulu yang dikembangkan oleh ahli-
ahli sosiologi (seperti misalnya Weber 1947) dan ahli-ahli politik (seperti
misalnya Burns 1978).
Beberapa ahli manajemen menjelaskan konsep-konsep kepimimpinan yang
mirip dengan kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan yang
karismatik, inspirasional dan yang mempunyai visi (visionary). Meskipun
terminologi yang digunakan berbeda, namun fenomenafenomana
kepemimpinan yang digambarkan dalam konsep-konsep tersebut lebih banyak
persamaannya daripada perbedaannya. Bryman (1992) menyebut
kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan baru (the new
leadership), sedangkan Sarros dan Butchatsky (1996) menyebutnya sebagai
206 |LEVEL 5 LEADERSHIP
pemimpin penerobos (breakthrough leadership).
Disebut sebagai penerobos karena pemimpim semacam ini mempunyai
kemampuan untuk membawa perubahan-perubahan yang sangat besar terhadap
individu-individu maupun organisasi dengan jalan: memperbaiki kembali
(reinvent) karakter diri individu-individu dalam organisasi ataupun perbaikan
organisasi, memulai proses penciptaan inovasi, meninjau kembali struktur,
proses dan nilai-nilai organisasi agar lebih baik dan lebih relevan, dengan cara-
cara yang menarik dan menantang bagi semua pihak yang terlibat, dan mencoba
untuk merealisasikan tujuan-tujuan organisasi yang selama ini dianggap tidak
mungkin dilaksanakan. Pemimpin penerobos memahami pentingnya
perubahan-perubahan yang mendasar dan besar dalam kehidupan dan pekerjaan
mereka dalam mencapai hasil-hasil yang diinginkannya. Pemimpin penerobos
mempunyai pemikiran yang metanoiac, dan dengan bekal pemikiran ini sang
pemimpin mampu menciptakan pergesaran paradigma untuk mengembangkan
Praktekorganisasi yang sekarang dengan yang lebih baru dan lebih relevan.
Metanoia berasaldari kata Yunani meta yang berarti perubahan, dan nous/noos
yang berarti pikiran.
Dengan perkembangan globalisasi ekonomi yang makin nyata, kondisi di
berbagai pasar dunia makin ditandai dengan kompetisi yang sangat tinggi
(hyper-competition). Tiap keunggulan daya saing perusahaan yang terlibat
dalam permainan global (global game) menjadi bersifat sementara (transitory).
Oleh karena itu, perusahaan sebagai pemain dalam permainan global harus
terus menerus mentransformasi seluruh aspek manajemen internal perusahaan
agar selalu relevan dengan kondisi persaingan baru.
Pemimpin transformasional dianggap sebagai model pemimpin yang tepat dan
yang mampu untuk terus-menerus meningkatkan efisiensi, produktifitas, dan
inovasi usaha guna meningkatkan daya saing dalam dunia yang lebih bersaing.
Referensi:
Bass, B.M. and Avolio, B.J., 1994, Improving Organizational Effectiveness through Transformational
Leadership, Sage, Thousand Oaks.
207 |LEVEL 5 LEADERSHIP
Bass, B.M., 1960, Leadership, Psychology and Organizational Behavior, Harper and Brothers, New
York.
Bennis, W.G. and Nanus, B., 1985, Leaders: The Strategies for Taking Charge, Harper and Row, New
York.
Bryman, A., 1992, Charisma and Leadership in Organizations, Sage, London.
Burns, J.M., 1978, Leadership, Harper and Row, New York.
Fiedler, F.E., 1967, A Theory of Leadership Effectiveness, McGraw-Hill, New York.
French, J. and Raven, B., 1967, 'The basis of social power', in D. Cartwright and A. Zander (eds.),
Group
http://teknikkepemimpinan.blogspot.com/2009/03/pengertian-
kepemimpinan-leadership.html
208 |LEVEL 5 LEADERSHIP
PENUTUP
Betapa pentingnya kepemimpinan yang
lebih besar atau keluar dari kepentingan
diri sendiri.
Betapa pentingnya keseimbangan dalam
kepemimpinan, antara ambisi dan
kerendahan hati, antara mencapai tujuan
dan memperhatikan kemanusiaan.
Antara visi yang besar dan kerendahan hati.
Keseimbangan antara efisiensi dan
efektivitas.
Betapa pentingnya kepemimpinan yang manusiawi dan meningkatkan
kemanusiaan. Kepemimpinan jangka panjang yang membawa dampak positif bagi
kemanusiaan dan perusahaan.
BERKARYALAH BAGI KEBAIKAN MANUSIA & DUNIA.
Tuhan Yesus memberkati kita semua.