biokimia dasar

31
BIOKIMIA DASAR PERCOBAAN PROTEIN DAN ASAM AMINO Disusun Oleh: Nama : Putrawan Bahriul No. stambuk : A 251 10 006 Kelompok : IV Asisten : Naima Tuljannah

Upload: alif-hidayatullah-amin

Post on 14-Apr-2016

18 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Mrs. Muli gives us the best

TRANSCRIPT

Page 1: Biokimia Dasar

BIOKIMIA DASAR

PERCOBAAN

PROTEIN DAN ASAM AMINO

Disusun Oleh:

Nama : Putrawan Bahriul

No. stambuk : A 251 10 006

Kelompok : IV

Asisten : Naima Tuljannah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2010

Page 2: Biokimia Dasar

PERCOBAAN I

“PROTEIN DAN ASAM AMINO”

I. TUJUAN

Untuk mengidentifikasi asam amino yang terdapat dalam suatu protein

dan mengamati sifat-sifat protein dan asam amino.

II. DASAR TEORI

Kata protein berasal dari protos atau proteos yang berarti pertama atau

utama. Protein merupakan komponen penting atau komponen utama sel

hewan atau manusia. Oleh karena sel itu merupakan pembentuk tubuh kita,

maka protein yang terdapat dalam makanan berfungsi sebagai zat utama

dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh.

Protein merupakan makromolekul terbanyak yang dapat ditemui

dalam sel hidup. Protein dapat diisolasi dari seluruh sel dan bagian sel. Di

samping itu protein mempunyai peranan biologi yang sangat beragam,

sebagai zat pembentuk, transport, katalisator reaksi biokimia, hormon,

racun, dan masih banyak yang lainnya. Protein adalah sumber asam-asam

amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki

oleh lemak atau karbohidrat.

Semua asam amino pembentuk molekul protein mempunyai struktur

yang serupa yaitu mempunyai gugus karboksilat dan gugus amino yang

terikat pada satu atom karbon yang sama. Perbedaan struktur asam amino

banyak ditemukan oleh gugus rantai samping atau biasa dinamakan gugus

R. gugus R ini bervariasi baik struktur, ukuran, muatan listrik maupun

kelarutannya dalam air.

Adapun struktur umum dari asam amino ini adalah sebagai berikut :

Page 3: Biokimia Dasar

Di dalam molekul protein, tiap asam amino dihubungkan satu sama

lain oleh ikatan peptida, yaitu ikatan yang terbentuk antara gugus amin asam

amino satu dengan gugus karboksil unit asam amino yang lain.

Suatu peptida ialah suatu amida yang dibentuk dari 2 asam amino atau

lebih. Ikatan amida antara suatu gugus α-amino dari suatu asam amino dan

gugus karboksil dari asam amino lain disebut ikatan peptida. Tiap asam

amino dalam suatu molekul peptida disebut suatu satuan (unit) atau suatu

residu. Bergantung pada banyaknya satuan asam amino dalam molekul itu,

maka suatu peptida dirujuk sebagai dipeptida (dua satuan), suatu tripeptida

(tiga satuan), dan seterusnya. Suatu polipeptida ialah suatu peptida dengan

banyak sekali residu asam amino.

Secara kasar protein dapat dikategorikan menurut tipe tugas yang

dilaksanakan. Protein serat (fibrous protein; juga disebut protein struktur)

yang membentuk kulit, oto, dinding pembuluh darah, dan rambut, terdiri

dari molekul panjang mirip benang yang liat dan tidak larut.

Tipe fungsional ialah kelas protein globular, yang bentuknya agak

bulat karena rantai-rantai melipat bertumpukan. Protein globular larut dalam

air dan melakukan berbagai fungsi suatu organisme. Lalu protein konjugasi

yang dihubungkan ke suatu bagian nonprotein seperti misalnya gula,

melakukan berbagai fungsi dalam seluruh tubuh.

Page 4: Biokimia Dasar

Berkat ketekunan yang dirintis oleh Pauling dan Corey, kini para ahli

Biokimia sepakat bahwa dalam organisasi molekul protein terdapat 4

struktur dasar. Keempat struktur dasar protein itu ialah sebagai berikut :

1. Struktur Primer

Di dalam struktur ini tidak terdapat ikatan atau kekuatan lain yang

menghubungkan asam amino satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini,

struktur protein yang terbentuk berupa rantai polipeptida lurus.

2. Struktur Sekunder

Di dalam struktur protein ini rantai asam amino tidak hanya

dihubungkan oleh ikatan peptida tetapi juga diperkuat oleh ikatan

hidrogen. Adanya ikatan tambahan ini menyebabkan rantai asam amino

membentuk gelung alfa-heliks.

3. Struktur Tersier

Struktur tersier merupakan struktur protein ysng lebih rumit karena

merupakan bentuk gelung alfa heliks yang cenderung melipat menjadi

struktur yang kompak. Kekompakan struktur ini disebabkan karena

banyaknya jenis ikatan atau kekuatan yang menunjang ikatan peptide di

dalam molekul protein. Jenis – jenis ikatan tersebut biasanya merupakan

kekhasan gugus R pada tiap – tiap unit asam amino, misalnya ikatan

hydrogen, ikatan disulfide, jembatan garam, interaksi hidrofilik (polar),

interaksi hidrofobik (non polar) dan gaya van der walls.

4. Struktur kuartener

Struktur ini terbentuk dari dua unit atau lebih struktur tersier di

dalam satu molekul protein. Sebagai contoh antara hemoglobin,

mioglobin, virus polio dan virus mosaic tembakau.

Dalam kenyataannya, suatu rantai polipeptida tidaklah merupakan

rantai lurus memanjang, namun ditemui dalam bentuk gelung (spiral) atau

dalam bentuk berbelit dan kompleks. Dalam hal ini sesungguhnya struktur

primer hanya menerangkan jumlah serta urutan asam amino penyusunnya.

Adapun keseluruhan bentuk protein yang dihasilkan oleh struktur sekunder

dan struktur tersier dinamakan konformasi protein. Tidak semua protein

Page 5: Biokimia Dasar

memiliki struktur hingga struktrur kuartener. Umumnya protein yang

berbentuk serabut berstruktur sekunder. Protein serabut terdiri dari jajaran

polipeptida yang diperkuat oleh ikatan hydrogen atau ikatan disulfide

sebagai contoh ialah keratin yang memiliki konformasi alfa heliks memutar

ke kanan. Sedangkan protein globular umumnya memiliki struktur tersier

sampai struktur kuartener (Teori dan Penuntun Praktikum BIOKIMIA,

2012).

Page 6: Biokimia Dasar

III. ALAT DAN BAHAN

A. Sifat Mengion Asam Amino

Alat

1. Gelas kimia

2. Neraca Digital

3. Gelas ukur

4. Spatula

5. pH meter

6. Pipet tetes

7. Batang pengaduk

8. Tissue

Bahan

1. Serbuk glisin

2. Serbuk sistin

3. Aquades

4. Larutan NaOH 10%

5. Larutan H2SO4 2N

B. Titik Isoelektrik Dan Kelarutan Kasein

Alat

1. Rak tabung dan tabung reaksi

2. Pipet tetes

3. Stop watch

4. Gelas kimia

Bahan

1. Larutan CH3COOH 0,01 N

2. Larutan CH3COOH 0,1 N

3. Larutan CH3COOH 1 N

4. Aquades

5. Larutan kasein-Na-asetat

Page 7: Biokimia Dasar

C. Penggaraman Protein (Salting-Out)

Alat

1. Gelas kimia 100 ml

2. Gelas ukur 10 ml

3. Spatula

4. Kertas saring

5. Pipet tetes

6. Corong

7. Neraca digital

8. Batang pengaduk

Bahan

1. Albumin telur ayam ras

2. Albumin telur ayam kampung

3. Padatan ammonim sulfat

4. Biuret

Page 8: Biokimia Dasar

IV. PROSEDUR KERJA

A. Sifat Mengion Asam Amino

1. Menimbang dengan teliti 0,4 gr asam amino (glysin dan sistein)

kemudian melarutkannya dengan 20 mL aquades di dalam sebuah

gelas kimia.

2. Menuangkan 20 mL aquades ke dalam gelas kimia lainnya (sebagai

penetral pH meter).

3. Menambahkan larutan H2SO4 2 N kedalam larutan glysin dan sistein

kemudian menentukan pH-nya dengan pH meter yang diukur dengan

aturan sebagai berikut :

Mengukur pH tiap penambahan 1 tetes untuk 10 tetes pertama.

Mengukur pH tiap penambahan 2 tetes untuk 5 tetes selanjutnya.

Mengukur pH tiap penambahan 4 tetes sampai tercapai pH 1,2.

(setiap 1x pengukuran pH, lalu mengkalibrasi pH-meter dengan

aquades).

4. Mengulangi poin 1-3 pada percobaan di atas dengan menggunakan

larutan NaOH 10 % , tetapi penambahan larutan NaOH dihentikan

pada saat pH mencapai 12.

B. Titik isoelektrik dan kelarutan Casein.

1. Menyediakan 9 buah tabung reaksi yang bersih dan mengisi dengan

larutan sebagai berikut :

No. tabung 1 2 3 4 5 6 7 8 9

mL air suling

mL CH3COOH

0,01N

mL CH3COOH 0,1 N

mL CH3COOH 1,0 N

8,38

0,62

-

-

7,75

1,25

-

-

8,75

-

0,25

-

8,5

-

0,5

-

8

-

1

-

7

-

2

-

5

-

4

-

1

-

8

-

7,4

-

-

1,6

pH Larutan 5,9 5,6 5,3 5,0 4,7 4,4 4,1 3,8 3,5

Kelarutan segera . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Kelarutan setelah 10 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Page 9: Biokimia Dasar

detik

2. Selanjutnya, menambahkan masing – masing 1 mL larutan kasein Na-

Asetat kedalam masing-masing tabung. Setelah itu tabung dikocok.

Mencatat kekeruhan yang terjadi setelah pengocokan berakhir dan

setelah 10 menit dengan tanda sebagai berikut :

(-) = Tidak terjadi kekeruhan sama sekali

(+/-) = Kekeruhan tipis sekali

(++) = Kekeruhan lebih banyak

(+++) = Kekeruhan paling banya

(x) = endapan

3. Menentukan titik isoelektrik kasein.

C. Penggaraman Protein (Salting-out)

1. Memasukkan 5 mL larutan protein (putih telur) ke dalam gelas kimia

dan menambahkan kira-kira sebanyak 4 gram kristal ammonium

sulfat.

2. Mengaduk larutan sampai jenuh dengan garam ini.

3. Menyaring dan menguji filtrat dengan uji biuret dan melakukan hal

yang sama terhadap endapan pada kertas saring.

Page 10: Biokimia Dasar

V. HASIL PENGAMATAN

A. Sifat Mengion Asam Amino

No Perlakuan Hasil

A 400 mg glisin + 20 ml aquades

Larutan glisin + H2SO4 2N

1. Untuk 10 tetes pertama

- 1 tetes

- 2 tetes

- 3 tetes

- 4 tetes

- 5 tetes

- 6 tetes

- 7 tetes

- 8 tetes

- 9 tetes

- 10 tetes

2. Untuk 10 tetes kedua

- 2 tetes

- 4 tetes

- 6 tetes

- 8 tetes

- 10 tetes

3. Untuk penambahan terakhir

- 4 tetes

- 8 tetes

- 12 tetes

- 16 tetes

- 20 tetes

- 24 tetes

6,75

5,00

4,52

4,37

4,21

4,09

4,00

3,91

3,86

3,82

3,78

3,64

3,58

3,49

3,44

3,35

3,24

3,17

3,09

3,02

2,94

2,87

Page 11: Biokimia Dasar

- 28 tetes

- 32 tetes

- 36 tetes

- 40 tetes

- 44 tetes

- 48 tetes

- 52 tetes

- 56 tetes

- 60 tetes

- 64 tetes

- 68 tetes

- 72 tetes

- 76 tetes

- 80 tetes

- 84 tetes400 mg glisin + 20 ml aquades

Glisin + NaOH 10%

1. Untuk 10 tetes pertama

- 1 tetes

- 2 tetes

- 3 tetes

- 4 tetes

- 5 tetes

- 6 tetes

- 7 tetes

- 8 tetes

- 9 tetes

- 10 tetes

2. Untuk 10 tetes kedua

- 2 tetes

2,81

2,76

2,72

2,67

2,61

2,57

2,49

2,44

2,40

2,23

2,15

2,13

1,89

1,23

1,20

5,73

7,62

7,85

8,05

8,18

8,30

8,37

8,44

8,50

8,56

8,61

8,72

Page 12: Biokimia Dasar

B

- 4 tetes

- 6 tetes

- 8 tetes

- 10 tetes

3. Untuk tetes terakhir

- 4 tetes

- 8 tetes

- 12 tetes

- 16 tetes

- 20 tetes

- 24 tetes

- 28 tetes

- 32 tetes

400 mg sistin + 20 ml aquades

Larutan sistin + H2SO4 2N

1. Untuk 10 tetes pertama

- 1 tetes

- 2 tetes

- 3 tetes

- 4 tetes

- 5 tetes

- 6 tetes

- 7 tetes

- 8 tetes

- 9 tetes

- 10 tetes

2. Untuk 10 tetes kedua

- 2 tetes

- 4 tetes

8,85

8,96

9,04

9,11

9,28

9,45

9,61

9,84

10,13

10,54

11,63

12,07

6,59

2,89

2,45

2,29

2,21

2,09

2,04

1,99

1,98

1,92

1,88

1,82

1,75

Page 13: Biokimia Dasar

- 6 tetes

- 8 tetes

- 10 tetes

3. Untuk tetes terakhir

- 4 tetes

- 8 tetes

- 12 tetes

- 16 tetes

- 20 tetes

- 24 tetes

400 mg sistin + 20 ml aquades

Larutan sistin + NaOH 10 %

1. Untuk 10 tetes pertama

- 1 tetes

- 2 tetes

- 3 tetes

- 4 tetes

- 5 tetes

- 6 tetes

- 7 tetes

- 8 tetes

- 9 tetes

- 10 tetes

2. Untuk 10 tetes kedua

- 2 tetes

- 4 tetes

- 6 tetes

- 8 tetes

- 10 tetes

1,69

1,65

1,60

1,52

1,47

1,40

1,37

1,26

1,20

6,76

8,70

8,86

8,93

8,97

9,00

9,10

9,11

9,13

9,25

9,26

9,32

9,33

9,62

9,91

10,81

Page 14: Biokimia Dasar

3. Untuk tetes terakhir

- 4 tetes

- 8 tetes

11,62

12,02

B. Titik isoelektrik dan kelarutan kasein

No. tabung 1 2 3 4 5 6 7 8 9

mL air suling

mL CH3COOH

0,01N

mL CH3COOH 0,1 N

mL CH3COOH 1,0 N

8,38

0,62

-

-

7,75

1,25

-

-

8,75

-

0,25

-

8,5

-

0,5

-

8

-

1

-

7

-

2

-

5

-

4

-

1

-

8

-

7,4

-

-

1,6

pH Larutan 5,9 5,6 5,3 5,0 4,7 4,4 4,1 3,8 3,5

Kelarutan segera - - - - - +/- + ++ +++

Kelarutan setelah 10

detik- - - +/- +/- +/- + ++ +++

Keterangan :

(-) = Tidak terjadi kekeruhan sama sekali

(+/-) = Kekeruhan tipis sekali

(++) = Kekeruhan lebih banyak

(+++) = Kekeruhan paling banyak

(x) = endapan

Page 15: Biokimia Dasar

C. Penggaraman Protein

No Perlakuan Hasil

A

B

Albumin telur ayam ras

1. 5 ml albumin ayam ras + 4 g

(NH4)2SO4 + diaduk

2. Disaring

3. Residu + 2 tetes biuret

Albumin telur ayam kampung

1. 5 ml albumin ayam kampung + 4 g

(NH4)2SO4 + diaduk

2. Disaring

3. Residu + 2 tetes buret

- Kristal (NH4)2SO4

melarut dan

berwarna putih

susu.

- Filtrat dan residu

terpisah

- Endapan berwarna

biru (+)

- Kristal (NH4)2SO4

melarut dan

berwarna putih susu.

- Filtrat dan residu

terpisah

- Padatan/endapan

berwarna biru (++)

Page 16: Biokimia Dasar

Keterangan : (+) = biru muda

(++) = biru

VI. PEMBAHASAN

Protein yaitu senyawa makromolekul polipeptida yang berbobot

molekul tinggi dan tersusun dari sejumlah asam amino yang dihubungkan

oleh ikatan peptida. Asam amino adalah sembarang senyawa organik yang

memiliki gugus fungsional karboksil (-COOH) dan amina (biasanya -NH2)

(Tim Penyusun, 2012).

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mempelajari sifat-sifat asam

amino dan protein. Pada percobaan ini melakukan 3 pengujian yaitu sifat

mengion asam amino, menentukan titik isoelektrik dan kelarutan kasein, dan

penggaraman protein (salting-out).

A. Sifat mengion asam amino

Pada percobaan ini, asam amino yang akan di amati sifat

mengionnya yaitu glisin dan sistin. Mula-mula menimbang masing-

masing 0,4 gram serbuk glisin dan sistin di dalam gelas kimia.

Selanjutnya menambahkan 20 ml aquades ke dalam gelas kimia tersebut,

kemudian mengukur pH masing-masing larutan tersebut dengan

menggunakan pH meter. Pada percobaan ini glisin dan sistin dilarutkan

dalam aquades agar asam amino dapat membentuk zwitter ion, karena

jika dalam bentuk padatannya, maka tidak dapat di uji lebih lanjut dalam

hal ini yaitu penambahan asam dan basa. Setelah penambahan aquades,

dapat dilihat bahwa glisin larut dalam aquades sedangkan sistin tidak

Page 17: Biokimia Dasar

larut. Glisin larut dalam air karena memiliki kepolaran yang tinggi karena

memiliki elektron bebas dan tidak memiliki gugus samping pada

senyawanya, sedangkan sistin tidak larut dalam aquades karena sistin

merupakan gabungan dua molekul sistein sehingga membentuk jembatan

sulfida yang menyebabkan sistin tidak larut dalam air. Pada percobaan ini

pH-meter berfungsi untuk menentukan pH sampel. Selanjutnya kepada

masing-masing sampel tersebut, ditambahkan dengan larutan asam atau

basa, untuk melihat zat mana yang paling terpengaruh dengan keadaan

asam atau basa ini. Larutan asam yang digunakan adalah larutan H2SO4

2N. Sementara larutan basanya adalah larutan NaOH 10%.

Untuk penambahan asam, penambahan dilakukan kepada kedua

sampel, dengan melihat sampel mana yang lebih dulu mencapai pH 1,2.

dan diperoleh hasil yaitu larutan sistin lebih dulu mencapai pH 1,2

dengan hanya membutuhkan 44 tetes larutan H2SO4 2 N sedangkan untuk

larutan glisin membutuhkan 104 tetes larutan H2SO4 2 N untuk mencapai

pH 1,2. Demikian pula pada penambahan basa pada kedua sampel

tersebut. Lalu, jika kita membandingkan lagi kecepatan perubahan pH

menjadi 12 untuk kedua asam amino tersebut, maka dapat kita lihat

bahwa sistin lebih dulu mencapai pH 12 dengan hanya membutuhkan 32

tetes larutan NaOH 10% dibandingkan dengan glisin yang membutuhkan

84 tetes larutan NaOH 10% untuk mencapai pH 12. Dari data yang

diperoleh tersebut dapat dilihat bahwa sistin lebih cepat mencapai pH 1,2

dan pH 12 dibandingkan glisin. Hal ini terjadi karena sistin merupakan

gabungan dari dua molekul sistein, sehingga dapat membentuk dua

zwitterion dalam satu molekulnya yang menyebabkan sistin lebih cepat

mengion. Adapun struktur zwitterion dari glisin dan sistin yaitu :

Glisin Sistin

Page 18: Biokimia Dasar

Sebelum menguji sifat mengion asam amino, terlebih dahulu

dilakukan pengujian aquades jika ditambahkan dengan larutan asam dan

larutan basa. Ketika aquades ditambahkan dengan larutan asam, maka

konsentrasi ion H+ dalam air akan bertambah yang menyebabkan air

bersifat asam, sedangkan ketika aquades ditambahkan dengan larutan

basa, maka konsentrasi ion OH- dalam air akan bertambah yang

menyebabkan air bersifat basa. Berdasarkan literatur, perubahan pH

terjadi secara drastis, sesuai dengan penambahan asam dan basa

(Fessenden, 1990).

Selain itu, asam amino bersifat amfoterik, artinya berperilaku

sebagai asam dan mendonasikan proton pada basa kuat, atau dapat juga

berperilaku sebagai basa dan menerima proton dari asam kuat. Perilaku

ini dinyatakan dalam kesetimbangan berikut untuk asam amino dengan

satu gugus amino dan satu gugus karboksil. Keadaan ion ini sangat

tergantung pada pH larutan. Apabila larutan asam amino dalam air

ditambah dengan basa, maka asam amino akan terdapat dalam bentuk (I)

karena konsentrasi ion OH- yang tinggi mampu mengikat ion-ion H+ yang

terdapat pada gugus -NH3+.

Sebaliknya apabila ditambahkan asam ke dalam larutan asam

amino, maka konsentrasi ion H+ yang tinggi mampu berikatan dengan ion

–COO-, sehingga terbentuk gugus –COOH. Dengan demikian asam

amino terdapat dalam bentuk (II).

Asam amino mengandung suatu gugus amino yang bersifat basa

dan gugus karboksil yang bersifat asam dalam molekul yang sama. Suatu

asam amino mengalami reaksi asam-basa internal yang menghasilkan

Page 19: Biokimia Dasar

suatu ion dipolar, yang juga disebut zwitterion (dari kata Jerman zwitter,

“hibrida”). Karena terjadinya muatan ion, suatu asam amino mempunyai

banyak sifat garam.

Dari percobaan ini, dapat kita asumsikan bahwa suatu asam amino

akan mengion ketika ditambahkan suatu asam atau basa, dan ionnya

tersebut dapat bersifat asam ataupun basa (Poedjiadi, 2005).

B. Titik isoelektrik dan kelarutan kasein

Pada percobaan ini yang akan diamati dari protein dan asam amino

ini adalah titik isoelektriknya. Pada zwitterion asam amino yang rantai

sampingnya tak bermuatan, maka muatan positif dan negatif saling

meniadakan, sehingga tak ada muatan bersih pada molekul. Setiap asam

amino yang muatan positif dan negatifnya berimbang dikatakan berada

pada titik isoelektrik. pH pada saat perimbangan ini terjadi disebut pH

isoelektrik. Titik isoelektrik asam amino dengan rantai samping tak

bermuatan terjadi di sekitar pH 7,0 pada larutan berair. Asam amino

cenderung paling kurang larut pada titik isoelektriknya, karena muatan

bersihnya nol.

Berdasarkan teori tersebut, maka dilakukan pengamatan terhadap

titik isoelektrik dari Casein. Casein merupakan suatu protein yang

tersusun atas 3 unit asam amino.

Pada percobaan ini, disiapkan 9 buah tabung reaksi dengan

diberikan perlakuan yang berbeda. Di dalam tabung tersebut dimasukkan

air dengan asam asetat dengan konsentrasi serta volume yang bervariasi

untuk setiap tabung reaksi. Setelah itu, pada kesembilan tabung reaksi

tersebut kemudian diisi dengan larutan Casein-Na-asetat lalu kemudian

dikocok, dan pH dari kesembilan tabung diukur serta mengamati

perubahan yang terjadi. Dari tabung 1-9 terlihat intensitas terjadinya

pengendapan meningkat. Dari tidak ada (pada tabung 1-6), hingga

perlahan-lahan muncul pada tabung selanjutnya. Terlihat bahwa hal ini

terjadi seiring dengan dinaikkannya konsentrasi asam asetat yang

Page 20: Biokimia Dasar

dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Pada perlakuan ini natrium asetat

berfungsi untuk mengendapkan casein.

Berdasarkan literatur dikatakan bahwa asam amino dan protein

seperti casein cenderung paling kurang larut pada titik isoelektriknya,

karena muatan bersihnya nol. Dimana kasein memiliki titik isoelektrik

pada pH 4,6 – 4,7 artinya apabila kasein memiliki pH di atas atau di

bawah pH tersebut maka kasein terlarut. Sehingga dapat kita tentukan

bahwa titik isoelektrik dari sampel Casein pada percobaan ini adalah

pada pH 3,5. Yaitu terjadi pada tabung ke-9, Dimana pada tabung

tersebut berisi aquades senbanyak 7,4 mL dan larutan asam asetat 1 N

sebanyak 1,6 mL. Hal serupa tidak terjadi pada tabung reaksi yang

lainnya karena pada saat itu titik isoelektriknya belumlah tercapai. Atau

dengan kata lain, casein disini masih bermuatan atau membentuk ion,

sehingga belum menjadi netral, dan masih dapat larut di dalam air.

Penambahan asam terhadap casein ini akan membuat ion H+ dari asam

tertarik ke terminal N pada casein, dan membuat NH2 menjadi bermuatan

dan mulai bersifat basa (Anonim, 2010).

C. Penggaraman protein (Salting-Out)

Penggaraman atau salting out adalah proses pengendapan protein

dengan cara menambahkan garam tertentu. Protein dapat diendapkan atas

dasar sifat-sifatnya seperti koloid. Kebanyakan protein (terutama protein

Globular) di dalam air akan membentuk koloid hidrofil. Karena itu,

faktor pengendapan koloid berlaku pula pada protein. Pada percobaan ini

kami menggunakan putih telur (albumin) ayam kampung dan ayam ras

sebagai sampel proteinnya. Protein-protein ini bersifat khas yaitu pada

titik isoelektriknya menghasilkan larutan yang mantap dan tetap larut

dalam air.

Pada percobaan ini 5 ml albumin atau putih telur di reaksikan

dengan 4 gram garam kristal ammonium sulfat. Pada langkah ini larutan

akan masuk ke tahap penjenuhan, sehingga akan terbentuk endapan. Hal

ini sesuai dengan literatur yang ada, bahwa penambahan garam terhadap

Page 21: Biokimia Dasar

protein hingga jenuh akan mengendapkan karena terjadi proses

penetralan partikel protein sekaligus dehidrasi. Pengendapan ini terjadi

karena garam ammonium sulfat lebih kuat mengikat air dari protein

dalam hal ini adalah albumin yang menyebabkan protein mengendap

karena molekul airnya telah bereaksi dengan ammonium silfat. Bentuk

dan sifat protein dalam pengendapan ini umumnya tetap dipertahankan

atau utuh (Anonim, 2010).

Kemudian, endapan dari campuran ini diuji dengan uji biuret. Uji

biuret ini sesungguhnya bertujuan untuk mengetahui adanya ikatan

peptida dalam suatu protein. Dimana hasil positifnya adalah terbentuknya

zat berwarna biru-ungu. Berdasarkan hasil yang diperoleh, albumin ayam

kampung berwarna biru sedangkan albumin ayam ras berwarna biru

muda. Hal ini menandakan bahwa protein albumin ayam ras hanya

mengandung sedikit ikatan peptide dibanding albumin ayam kampung.

Warna biru yang diperoleh berasal dari ion Cu2+ pada biuret. Karena

biuret adalah senyawa dengan dua ikatan peptida yang terbentuk pada

pemanasan dua molekul urea. Ion Cu2+ dari pereaksi biuret dalam suasana

basa akan bereaksi dengan polipeptida atau ikatan peptida yang

menyusun protein membentuk senyawa kompleks berwarna ungu.

VII. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang diperoleh pada percobaan ini adalah

sebagai berikut :

1. Pada pH isoelektriknya, suatu protein sangat mudah diendapkan karena

pada saat itu muatan nettonya adalah nol.

2. Semua asam amino bersifat amfoter, karena setidak-tidaknya

mengandung satu gugus karboksil (asam) dan satu gugus amin (basa).

Sehingga dapat dengan mudah bereaksi dengan basa ataupun dengan

basa.

Page 22: Biokimia Dasar

3. Protein akan memberikan warna ungu jika dilakukan uji biuret, yang

mengidentifikasi bahwa warna ungu terjadi akibat adanya ikatan peptida

dalam protein.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010. Protein dan Asam Amino. Http:// wikipedia.org/protein-dan-asam-amino/09/2010/. (Diunduh : 10 Desember 2012).

Fessenden. 1990. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga.

Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta :UI-Press.

Tim Pembina Mata Kuliah. 2008. Penuntun Praktikum Biokimia Dasar. Palu: Universitas Tadulako.

Wirahadikusumah, Muhammad. 1989. BIOKIMIA Protein, Enzim dan Asam Nukleat. Bandung. Penerbit ITB.