beragam strategi untuk perawatan saluran akar bebas.docx
TRANSCRIPT
Beragam Strategi untuk Perawatan Saluran Akar Bebas-Nyeri
AbstrakPendahuluan: Pencapaian anestesia yang berhasil dan pelaksanaan perawatan saluran akar bebas-nyeri merupakan tujuan yang sangat penting dalam bidang kedokteran gigi. Hal tersebut tidak selalu dapat tercapai dan oleh karena itu, para praktisi secara terus-menerus mencari teknik, peralatan, dan solusi anestesi terbaru untuk digunakan dalam tujuan ini. Tujuan ulasan artikel ini yaitu untuk memperkenalkan strategi dalam mencapai anestesi yang dalam terutama pada kasus-kasus sulit. Bahan dan Metode: Ulasan artikel ini dilakukan dengan metode pencarian melalui media elektronik dan manual mengenai agen, teknik, dan peralatan anestesi. Tingkat tertinggi penelitian berdasarkan bukti disertai metode dan bahan yang tepat dipilih untuk pembahasan artikel ini. Hasil: Sejumlah penelitian melakukan penelitian mengenai penatalaksanaan nyeri selama perawatan saluran akar; namun, tetap saja belum ada satu teknik yang secara terprediksi dapat mencapai anestesi yang dalam untuk gigi dengan pulpitis irreversibel terutama pada regio posterior mandibula. Simpulan: Berdasarkan sebagian besar penelitian yang dilakukan, pencapaian keberhasilan anestesia mungkin tidak selalu dengan menggunakan satu teknik saja dan prkatisi harus mewaspadai seluruh kemungkinan alternatif untuk hasil anestesi yang dalam.
Kata kunci: Anestesi; Nervus Alveolaris Inferior; Pulpitis Irreversbel; Nyeri; Saluran Akar; Keberhasilan.
PENDAHULUAN
Tidak diragukan lagi bahwa metode yang paling sering digunakan untuk
penatalaksanaan nyeri selama prosedur kedokteran gigi, terutama prosedur endodontik, yaitu
dengan menginjeksikan anestesi lokal intraoral. Terdapat tiga mekanisme umum untuk
penatalaksanaan nyeri gigi berdasarkan pendekatan farmakologis:
1. Menghambat impuls nosiseptif di sepanjang nervus perifer.
2. Mengurangi input nosiseptif dari daerah cedera.
3. Mencegah persepsi nyeri pada sistem saraf pusat dan mengurangi input nosiseptif.
Strategi penatalaksanaan nyeri selama perawatan saluran akar dapat berdasarkan salah
satu atau kombinasi mekanisme tersebut. Penghambatan impuls nosiseptif selama perawatan
saluran akar dilakukan dengan menginjeksikan anestesi lokal, sedangkan pengurangan input
nosiseptif ditangani dengan meresepkan medikamen seperti obat anti-inflamasi non-steroid
(OAINS) untuk mencegah pembentukan prostaglandin pada daerah cedera.
Penatalaksanaan nyeri selama dan setelah perawatan saluran akar merupakan
tantangan utama untuk praktisi kedokteran gigi. Sejumlah bukti penelitian tingkat tinggi telah
dilakukan untuk mengatasi nyeri selama dan setelah perawatan saluran akar. Terkadang
sebuah intervensi dapat dilakukan selama perawatan untuk menangani nyeri post-operatif,
misalnya untuk mencegah persepsi nyeri pada sistem saraf pusat yang dapat dicapai dengan
meresepkan OAINS dan menggunakan agen anestesi dengan aksi yang lama.
Beberapa larutan anestesi tersedia di pasaran seperti lidokain dengan konsentrasi
epinephrine yang berbeda, prilokain, mepivakain, bupivakain, artikain, dan ropivakain. The
US Food and Drug Administration (FDA) telah menyetujui artikain dengan 1:100000
epinephrine dan artikain dengan 1:200000 masing-masing pada tahun 200 dan 2006.
Pemilihan anestesi lokal oleh praktisi kedokteran gigi kebanyakan berdasarkan durasi
anestesi yang dibutuhkan, penetrasi tulang, kondisi sistemik pasien, adanya vasokonstriktor
dan jenisnya di dalam larutan anestesi.
Beberapa strategi telah diperkenalkan untuk memberikan anestesi yang dalam
sehingga perawatan saluran akar dapat dilakukan senyaman mungkin. Sejumlah penelitian
telah menilai beragam faktor yang mempengaruhi keberhasilan anestesia dan memberikan
prosedur yang lebih nyaman, seperti:
1. Mengurangi nyeri saat injeksi
Persepsi nyei selama penginjeksian larutan anestesi
Jenis larutan anestesi
Ukuran jarum
Kecepatan injeksi
Anestesi topikal
2. Meningkatkan tingkat keberhasilan anestesi
Prevalensi nyeri intra-operatif
Konsentrasi epinephrine dan volume larutan anestesi
Premedikasi
Efek jenis larutan anestesi terhadap keberhasilan anestesi
A. Lengkung maksila
B. Lengkung mandibula
Efek kombinasi agen anestesi dan medikasi lainnya untuk meningkatkan tingkat
keberhasilan anestesi
Anestesi tambahan
A. Teknik intraosseus
a. Injeksi ligamentum periodontal (PL)
b. Injeksi intraosseus (IO)
B. Infiltrasi bukal
C. Injeksi intrapulpa
Anestesi untuk gigi yang berbeda
Faktor penting lainnya
Pendapat klinis dalam membuktikan hasil anestesi yang dalam
Tujuan ulasan artikel ini yaitu untuk menyediakan informasi mengenai faktor yang
dapat mempengaruhi persepsi nyeri pasien sama halnya dengan bagaimana seorang klinisi
dapat menyediakan anestesi yang dalam dan menangani rasa nyeri selama perawatan saluran
akar dengan menggunakan metode pencarian melalui elektronik dan manual mengenai agen,
teknik, dan peralatan anestesi. Sebagian besar tingkat tertinggi penelitian berdasarkan bukti
disertai metode dan bahan yang tepat dipilih untuk pembahasan artikel ini.
Mengurangi nyeri saat injeksi
Persepsi nyeri selama penginjeksian larutan anestesi
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi persepsi nyeri selama injeksi
larutan anestesi termasuk jenis larutan anestesi, ukuran jarum, kecepatan injeksi, dan
penggunaan anestesi topikal.
Jenis larutan anestesi
Lidokain 2% dengan epinephrin 1:100000 merupakan salah satu agen anestesi yang
sangat banyak digunakan di bidang kedokteran gigi. Sebagian besar dokter gigi memilih
menggunakan agen anestesi yang dikombinasikan dengan vasokonstriktor. Terdapat
kemungkinan bahwa pasien akan merasakan nyeri yang lebih parah ketika menerima agen
anestesi jenis tertentu. Anestesi lokal memiliki nilai pH yang berbeda dan dianggap bahwa
nilai pH yang lebih rendah dapat menyebabkan rasa terbakar selama injeksi karena sifat
larutan yang asam. Beberapa penelitian telah menegaskan perbedaan persepsi nyeri ketika
menginjeksikan larutan anestesi yang berbeda. Berlawanan dengan hal tersebut, dua
penelitian lainnya telah melaporkan bahwa tidak ada perbedaan persepsi nyeri ketika larutan
anestesi yang berbeda digunakan pada daerah intraoral yang berbeda pula. Salah satu
kelemahan utama beberapa penelitian tersebut yaitu bahwa penelitian ini tidak memisahkan
nyeri yang dirasakan saat infiltrasi maksila dengan nyeri yang dirasakan saat injeksi blok
nervus alveolaris inferio. Karena daerah injeksi memberikan dampak terhadap rasa nyeri
selama injeksi, penggunaan larutan anestesi yang berbeda, pada daerah yang berbeda, dan
mengkombinasikan hasilnya, tidak sepenuhnya menggambarkan nyeri yang berhubungan
dengan injeksi. Selain itu, penelitian ini bukanlah uji randomized double-blinded yang dapat
mengakibatkan bias. Hanya tiga penelitian dengan uji randomized double-blinded yang
melaporkan adanya perbedaan signifikan pada nyeri injeksi ketika menggunakan agen
anestesi yang berbeda. Dalam penelitian ini, prilokain, artikain, dan lidokain murni
berhubungan dengan nyeri injeksi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan lidokain 2%
disertai epinephrine 1:80000 atau epinephrine 1:100000.
Daerah injeksi juga merupakan faktor penting dalam rasa nyeri saat injeksi. Salah satu
penelitian melaporkan bahwa injeksi bukal maksilaris berhubungan dengan rasa nyeri yang
sangat rendah ketika lidokain 2% murni diinjeksikan dan dibandingkan dengan lidokain 2%
disertai epinephrimee 1:80000. Namun, pada daerah palatal, tidak terdapat signifikansi
mengenai rasa nyeri saat injeksi yang dilaporkan dengan menggunakan agen yang sama.
Dalam penelitian lainnya, tidak terdapat perbedaan signifikan yang dilaporkan antara nyeri
injeksi untuk infiltrasi bukal maksilaris dan IANB.
Dapat disimpulkan bahwa ketika daerah dengan jaringan ikat yang kurang (seperti
daerah palatal maksila) diinjeksi, jenis larutan anestesi tidak memberikan dampak terhadap
nyeri injeksi. Penelitian dengan tingkat bukti yang tinggi melaporkan perbedaan signifikan
pada nyeri injeksi dengan agen anestesi yang berbeda.
Ukuran jarum
Telah dilaporkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal nyeri
pada subjek dewasa ketika jarum 25 gauge atau 27 gauge (G) digunakan untuk IANB. Selain
itu, tidak terdapat perbedaan ketika jarum #25, #27, dan #30 gauge digunakan untuk infiltrasi
bukal maupun infiltrasi palatal gigi maksila. Namun, pada pasien anak yang mendapatkan
injeksi IANB, ukuran jarum yang lebih kecil (30 G) memberikan rasa tidak nyaman dan
menyebabkan tangisan yang lebih kecil jika dibandingkan dengan jarum yang lebih besar (27
G) sedangkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada injeksi infiltrasi untuk gigi molar
maksila.
Dapat disimpulkan bahwa pada pasien dewasa, ukuran jarum tidak memberikan
dampak terhadap nyeri injeksi; namun, pada pasien anak, daerah injeksi dapat memberikan
beberapa dampak pada efek ukuran jarum terhadap nyeri selama injeksi anestesi intraoral.
Kecepatan injeksi
Dalam bidang medis, semakin tinggi kecepatan injeksi mengakibatkan semakin
meningkatnya distribusi obat dalam tubuh. Terdapat pernyataan bahwa semakin cepat injeksi
semakin meningkatkan daerah nervus yang terpapar oleh larutan anestesi sehingga
menyebabkan tingkat keberhasilan anestesi lokal yang lebih tinggi. Beberapa uji klinis acak
melaporkan bahwa injeksi yang cepat memiliki tingkat keberhasilan yang lebih rendah secara
signifikan atau bahkan tidak terdapat perbedaan tingkat keberhasilan yang signifikan pada
IANB dan blok nervus insisivus/mentale. Namun, semakin cepat injeksi yang dilakukan
dapat menyebabkan rasa nyeri dan tidak nyaman yang semakin besar selama injeksi.
Dapat disimpulkan bahwa kecepatan injeksi tidak memiliki efek yang signifikan
terhadap tingkat keberhasilan anestesi, namun injeksi yang lebih cepat menyebabkan rasa
nyeri dan tidak nyaman yang lebih besar pada pasien.
Anestesi topikal
Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi keefektifan anestesi lokal
pada nyeri injeksi. Penelitian ini sebagian besar berpusat pada evaluasi nyeri selama insersi
jarum, selama injeksi larutan anestesi, atau keduanya. Tidak terdapat persetujuan umum
mengenai keefektifan anestesi topikal untuk menurunkan nyeri yang dirasakan pasien selama
insersi jarum juga ketika dilakukan injeksi. Hasil dari beberapa penelitian mendukung
penggunaan anestesi topikal, sedangkan penelitian lainnya melaporkan bahwa tidak ada
pengaruh yang signifikan terhadap rasa nyeri selama penetrasi jarum maupun selama injeksi
larutan anestesi.
Beberapa faktor dapat mempengaruhi keefektifan anestesi topikal termasuk waktu
antara aplikasi anestesi topikal dan injeksi, daerah injeksi, serta jenis agen anestesi topikal
termasuk konsentrasu anestesi lokal itu sendiri.
Anestesi topikal harus ditempatkan pada mukosa setidaknya 30 detik hingga 1 menit
sebelum injeksi. Faktor penting lainnya yang dapat mempengaruhi rasa nyeri selama
penetrasi jarum dan injeksi larutan anestesi yaitu daerah injeksinnya. Derajat keratinisasi
dapat mengalihkan efek terhadap keefektifan anestesi topikal. Terlihat bahwa anestesi topikal
untuk injeksi palatal maksila, dan untuk injeksi IANB tidak memiliki efek yang positif
terhadap nyeri baik selama insersi jarum maupun injeksi. Kandungan yang terdapat pada gel
anestesi topikal merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi keefektifan anestesi
topikal. Beberapa kandungan seperti lidokain 60% atau kombinasi lidokain 2.5% dan
prilokain 2.5% dilaporkan memiliki keefektifan yang lebih besar dibandingkan gel benzokain
20%.
Sebagai simpulan, karena anestesi topikal hanya efektif pada beberapa daerah di
rongga mulut, penggunaannya masih dianjurkan karena mengindikasikan untuk pasien
dengan dokter gigi yang mencoba melakukan seluruh kemungkinan untuk meminimalisasi
nyeri selama perawatan. Selain itu, kandungan tertentu anestesi topikal seperti kombinasi
lidokain 2.5% dan prilokain 2.5% lebih efektif dibandingkan agen anestesi topikal
konvensional.
Peningkatan tingkat keberhasilan anestesi
Sebagian besar penelitian keberhasilan anestesi menggunakan kekebalan bibir sebagai
tanda keberhasilan IANB. Penelitian ini menggunakan desain cross-over atau uji klinis acak.
Penelitian berdesain cross-over menggunakan jenis agen anestesi atau teknik yang berbeda
pada pasien yang sama dengan gigi dan pulpa sehat pada waktu yang berbeda, sedangkan uji
klinis acak menggunakan agen anestetik atau teknik yang berbeda pada pasien yang
mengalami pulpitis irreversibel dengan atau tanpa nyeri spontan pada keadaan perawatan
klinis. Setelah pemberian anestesi, uji dingin, atau uji pulpa elektrik (EPT) digunakan untuk
mengevaluasi anestesi. Pada penelitian cross-over, jika tidak terdapat respon pada uji dingin
maupun uji pulpa elektrik diasumsikan sebagai keberhasilan klinis. Pada uji klinis acak, gigi
dengan pulpitis irreversibel, jika tidak terdapat respon pada uji dingin atau uji elektrik, juga
tidak terasa nyeri atau terasa nyeri minimal selama preparasi akses kavitas dan instrumentasi
saluran akar digunakan sebagai kriteria untuk keberhasilan anestesi. Sebagian besar uji klinis
menunjukkan bahwa kekebalan bibir dan kurangnya respon terhadap uji dingin atau uji
elektrik bukanlahh indikator yang baik untuk anestesi pulpa karena sebagian besar pasien
masih merasakan nyeri. Salah satu penjelasan yang dapat terjadi pada gigi dengan pulpitis
irreversibel, respon terhadap EPT atau uji dingin masing-masing berhubungan dengan A-
fibers yang berjalan cepat dan lambat. Oleh sebab itu, dapat dihipotesiskan bahwa karena
saluran sodium resisten-tetrodotoxin (resisten-TTX) sebagian besar tampak pada C-fiber
nosiseptif yang lebih dalam, namun tanpa adanya respon positif maupun negatif terhadap
EPT dan uji dingin menunjukkan keberhasilan anestesi setelah pemberian agen anestesi.
Prevalensi nyeri intra-operatif
Beberapa penelitian telah melaporkan prevalensi nyeri selama perawatan saluran akar.
Karena bahkan sedikit rasa tidak nyaman selama perawatan dapat dilaporkan sebagai rasa
nyeri, prevalensi nyeri selama perawatan tidak sepenuhnya menggambarkan kualitas
ketidaknyamanan yang dirasakan pasien. Beberapa penelitian mengkategorikan nyeri selama
perawatan sebagai cara yang menunjukkan kualitas nyata rasa ketidaknyamanan selama
perawatan. Prevalensi rasa nyeri sedang hingga parah selama perawatan saluran akar
dilaporkan berkisar dari 11% hingga 35%. Penting untuk dicatat bahwa prevalensi dan
keparahan nyeri selama perawatan secara umum dinilai dalam perbandingannya terhadap
tingkat rasa nyaman pra-perawatan. Dalam salah satu penelitian, seluruh pasien melaporkan
rasa nyeri selama perawatan, sedangkan Watkins dkk melaporkan prevalensi nyeri sebesar
22%. Perbedaan antara nyeri yang dilaporkan pada dua penelitian tersebut dikarenakan nyeri
yang diantisipasi selama perawatan saluran akar, dan penggunaan beragam kriteria untuk
melaporkan rasa nyeri. Sebagian besar penelitian yang menggunakan kriteria tidak terasa
nyeri atau nyeri ringan selama perawatan menunjukkan anestesi yang berhasil, sedangkan
beberapa penelitian melaporkan seluruh derajat rasa nyeri selama perawatan, tanpa
memperhatikan seberapa ringan atau seberapa parah rasa nyeri tersebut. Dua peneliti
melaporkan rasa nyeri sedang sebesar 12% dan rasa nyeri parah sebesar 35% selama
perawatan saluran akar. Segura-Egea dan rekan melaporkan bahwa perawatan saluran akar
pada pulpitis irreversibel dan periodontitis apikalis akut secara signifikan lebih nyeri
dibandingkan merawat gigi dengan pulpa nekrotik dan terinfeksi. Selain itu, lamanya
kunjungan secara signifikan dapat meningkatkan risiko rasa nyeri selama perawatan.
Penelitian klinis cross-sectional lainnya melaporkan rasa nyeri lebih tinggi secara
signifikan setelah instrumentasi step-back jika dibandingkan dengan instrumentasi
menggunakan alat berputar. Selain itu, perawatan pada gigi molar dan gigi dengan pulpitis
menyebabkan rasa nyeri intra-operatif yang lebih tinggi dibandingkan dengan perawatan pada
gigi berakar tunggal serta gigi dengan pulpa nekrotik dan terinfeksi. Namun, hasil penelitian
tersebut seharusnya diinterpretasi dengan hati-hati karena terdapat ukuran sampel yang kecil
pada tiap kelompok pasien dengan keadaan pulpa dan periapikal yang berbeda. Selain itu,
dalam penelitian tersebut, menggunakan larutan anestesi yang berbeda dengan atau tanpa
vasokonstriktor dan faktor tersebut memberikan durasi anestesi yang lebih pendek sehingga
mempengaruhi hasil penelitian.
Efek usia dan jenis kelamin pasien, dan juga lengkung gigi terhadap tingkatan nyeri
selama perawatan saluran akar telah diteliti dan hasilnya sangat berlawanan. Namun, penting
untuk dicatat bahwa faktor ini dapat berhubungan dengan risiko nyeri yang lebih tinggi
selama perawatan.
Sebagai simpulan, pasien dengan pulpitis irreversibel dan rasa sakit saat perkusi
merupakan pasien yang paling mudah merasakan nyeri selama perawatan saluran akar.
Konsentrasi epinephrine dan volume agen anestesi
Beberapa penelitian mengevaluasi keefektifan konnsentrasi epinephrine dan volume
agen anestesi yang berbeda.
Konsentrasi epinephrine: Penggunaan konsentrasi epinephrine yang berbeda telah
dievaluasi dengan perluasan yang terbatas. Dua penelitian yang mengevaluasi perbedaan
konsentrasi epinephrine untuk injeksi IANB dan infiltrasi dengan menggunakan lidokain atau
artikain melaporkan tidak terdapat perbedaan yang signifkan antara agen anestesi dengan
konsentrasi epinephrine yang berbeda. Beberapa penelitian dilakukan secara cross-over
namun gigi bersifat asimtomatik dan tidak membutuhkan perawatan saluran akar.
Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut mengenai gigi dengan pulpitis irreversibel dan
kebutuhan perawatan saluran akar diperlukan untuk mengevaluasi efek perbedaan konsentrasi
epinephrine pada anestesi pulpa.
Volume larutan anestesi: Tidak terdapat persetujuan umum mengenai pengaruh
bolume larutan anestesi pada tingkat keberhasilan anestesi. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa tingginya volume larutan anestesi dapat meningkatkan tingkat
keberhasilan, namun penelitian lainnya melaporkan tidak ada perbedaan signifikan mengenai
volume larutan anestesi yang tinggi.
Jenis larutan anestesi dapat mempengaruhi hasil penelitian. Contohnya, penelitian
terbaru menunjukkan bahwa peningkatan volume artikain 4% secara signifikan meningkatkan
tingkat keberhasilan anestesi, sedangkan penelitian lainnya tidak melaporkan perbedaan yang
signifikan ketika volume lidokain 2% ditingkatkan.
Pada maksila, volume larutan anestesi sangat penting untuk mencapai durasi anestesi
yang lebih lama dan waktu mula yang lebih cepat.
Meskipun beberapa penelitian telah melakukan penelitian mengenai efek peningkatan
volume agen anestesi disertai injeksi IANB, heterogenitas agen anestesi juga desain
penelitian ini serta daerah injeksi mencegah pembaca memperoleh hasil yang pasti.
Contohnya, beberapa penelitian memiliki desain cross-over yang menggunakan gigi utuh
dengan pulpa sehat. Hanya satu penelitian yang mengevaluasi efek volume agen anestesi
terhadap gigi dengan pulpitis irreversibel. Telah ditunjukkan bahwa untuk mencapai anestesi
pada gigi dengan pulpitis irreversibel jauh lebih sulit dibandingkan dengan mencapai anestesi
pada gigi utuh dengan pulpa sehat. Selain itu, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, EPT
atau uji dingin yang digunakan untuk mengevaluasi anestesi selama penelitian cross-over
bukanlah indikator yang akurat untuk keberhasilan anestesi.
Dari sudut pandang klinis, peningkatan volume larutan anestesi dapat membantu
meyakinkan pasien bahwa dokter gigi melakukan upaya terbaik untuk membuat perawatan
senyaman mungkin. Tingkat bukti penelitian yang lebih tinggi mengenai gigi dengan pulpitis
irreversibel diperlukan untuk menentukan apakah volume agen anestesi memiliki efek
terhadap tingkat keberhasilan anestesi.
Premedikasi
Beberapa jenis medikasi telah digunakan untuk meningkatkan keberhasilan anestesi
termasuk dengan menggunakan benzodiazepin (triazolam, alprazolam, dan diazepam),
OAINS, dan kortikosteroid.
Konsep penggunaan benzodiazepin didasarkan pada laporan yang menunjukkan
bahwa rasa cemas dapat menurunkan keberhasilan anestesi dan penggunaan medikasi untuk
mengatasi rasa cemas dapat meningkatkan keberhasilan anestesi. Karena keunggulan
triazolam dibandingkan dengan diazepam dan placebo dalam menurunkan rasa cemas pasien,
belum ada penelitian yang melaporkan efek signifikan terhadap anestesi IANB setelah
prosedur premedikasi menggunakan benzodiazepin.
Konsep penggunaan OAINS dan kortikosteroid sebagai premedikasi untuk
meningkatkan keberhasilan anestesi terlihat masuk akal karena jumlah prostaglandin secara
signifikan meningkat pada pulpa yang mengalami inflamasi dibandingkan dengan pulpa sehat
dan normal. Telah dipertegas bahwa semakin tinggi kadar prostaglandin dapat mempengaruhi
reseptor resisten-TTX dan menurunkan respon saraf terhadap agen anestesi. Oleh karena itu,
medikasi apapun yang dapat mempengaruhi jumlah prostaglandin dapat meningkatkan
tingkat keberhasilan anestesi. Beberapa penelitian telah menegaskan bahwa OAINS seperti
ibuprofen memiliki efek anti-inflamasi. Namun, tidak terdapat persetujuan umum mengenai
keefektifan premedikasi terhadap keberhasilan anestesi. Beberapa penelitian melaporkan
pengaruh positif medikasi OAINS, sedangkan penelitian lainnya melaporkan tidak ada
perbedaan yang signifikan antara placebo dan OAINS terhadap tingkat keberhasilan anestesi.
Perbedaan antara kriteria inklusi dan jenis OAINS yang digunakan mungkin merupakan
alasan untuk hasil penelitian yang saling berlawanan. Parirokh dkk menyatakan bahwa
premedikasi untuk pasien dengan pulpitis irreversibel namun tanpa nyeri spontan memiliki
efek yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan pasien yang merasakan nyeri spontan,
karena premedikasi menggunakan OAINS tidak memiliki efek positif terhadap saluran
sodium resisten-TTX yang telah terbentuk sebelumnya. Hasil penelitian lainnya tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan ketika ibuprofen digunakan sebagai premedikasi
untuk pasien tanpa nyeri spontan, namun tingkat signifikansi (p=0.055) pada kelompok
ibuprofen hampir mendekati signifikan dibandingkan dengan kelompok placebo.
Jenis medikasi juga dapat mempengaruhi hasil penelitian yang telah mengevaluasi
keefektifan premedikasi menggunakan OAINS pada keberhasilan anestesi. Penelitian meta-
analisis mengenai efek premedikasi menggunakan OAINS terhadap keberhasilan IANB
menunjukkan bahwa dosis ibuprofen 600 hingga 800 mg, indometasin 75 mg, lornoxikam 8
mg, dan potassium diklofenak 50 mg secara signifikan meningkatkan tingkat keberhasilan
IANB, sedangkan OAINS lainnya seperti ketorolak, kombinasi ibuprofen dan asetaminofen,
juga hanya dengan pemberian asetaminofen tidak memberikan efek yang signifikan terhadap
keberhasilan anestesi jika dibandingkan dengan placebo. Harus dicatat bahwa meta-analisis
hanya mencakup tujuh penelitian yang telah dilakukan hingga Juli 2011 dan sejak saat itu,
dua penelitian terbaru telah dilakukan dan melaporkan tidak ada efek OAINS yang signifikan
terhadap tingkat keberhasilan IANB.
Hanya salah satu penelitian yang telah meneliti penggunaan kortikosteroid sebagai
premedikasi sebelum anestesi dengan injeksi IANB. Karena tingkat keberhasilan yang lebih
tinggi secara signifikan dibandingkan placebo, seluruh pasien tidak sepenuhnya teranestesi
ketika dexametason digunakan sebagai premedikasi. Praktisi kedokteran gigi harus selalu
mempertimbangkan risiko dan keuntungan pemberian obat, terutama untuk kortikosteroid.
Oleh karena itu, berdasarkan tingkat bukti penelitian yang tinggi, pra-perawatan
dengan beberapa jenis OAINS memiliki pengaruh yang positif terhadap keberhasilan anestesi
dalam merawat pulpitis irreversibel dan membuktikan bahwa pasien tidak merasakan nyeri
spontan.
Efek jenis larutan anestesi terhadap keberhasilan anestesi
Dapat diterima secara umum bahwa gigi dengan pulpitis irreversibel merupakan salah
satu perwatan yang peling menantang dalam hal anestesi, di mana desain penelitian cross-
over memiliki khas dengan sampel pulpa sehat untuk mengevaluasi keefektifan anestesi. Oleh
karena itu, dalam ulasan berikut, hasil penelitian ini ditujukan secara terpisah. Selain itu, gigi
mandibula lebih sulit teranestesi dibandingkan gigi maksila, dan untuk alasan tersebut gigi ini
juga ditujukan secara terpisah.
Lengkung maksila
Desain penelitian cross-over mengenai gigi dengan pulpa sehat: Tidak ada
perbedaan signifikan pada tingkat keberhasilan anestesi gigi kaninus maksila yang telah
dilaporkan ketika membandingkan artikain 4% dengan prilokain 4% (keduanya mengandung
epinephrine 1:200000) untuk injeksi infiltrasi bukal. Ketika artikain 4% dibandingkan dengan
lidokain 2% (keduanya mengandung epinephrine 1:100000) pada lengkung maksila, artikain
menunjukkan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi secara signifikan untuk gigi insisivus
lateralis, namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan untuk gigi molar satu. Investigasi
yang membandingkan lidokain 2% dengan epinephrine 1:50000 atau 1:80000 dan
mepivakain 3%, melaporkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara agen anestesi untuk
gigi insisivus lateral dan gigi molar satu maksila. Perbandingan antara lidokain 2% dengan
epinephrine 1:100000 dan mepivakain 3% ketika diberikan sebagai blok nervus divisi
maksila kedua dengan pendekatan tuberositas yang tinggi, mengakibatkan tidak ada
perbedaan yang signifikan antara keefektifan larutan anestesi untuk gigi molar dan premolar
maksila. Ketika bupivakain 0.5% dengan epinephrine 1:200000 dibandingkan dengan
lidokain 2% dengan epinephrine 1:100000, bupivakain menunjukkan tingkat keberhasilan
yang lebih rendah secara signifikan untuk gigi insisivus lateral, namun tidak terdapat
perbedaan yang signifikan untuk gigi molar satu maksila. Tidak ada perbedaan yang
signifikan antara tingkat keberhasilan anestesi untuk gigi insisivus dan kaninus maksila yang
dilaporkan ketika ropivakain murni 0.5% dibandingkan dengan artikain 4% disertai
epinephrine 1:100000.
Sebagai simpulan, sebagian besar penelitian telah melaporkan tidak ada perbedaan
yang signifikan antara agen anestesi yang berbeda terhadap tingkat keberhasilan anestesi
pada gigi maksila ketika menguji pulpa yang sehat, meskipun dua penelitian lainnya
melaporkan bahwa jenis gigi yang berbeda juga merespon secara berbeda terhadap beragam
kandungan anestesi dengan teknik injeksi infiltrasi yang sama.
Penelitian mengenai gigi dengan pulpitis irreversibel: Hanya tiga penelitian yang
telah dilakukan mengenai gigi maksila dengan pulpitis irreversibel. Dua penelitian
melaporkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara artikain 4% dengan epinephrine
1:100000 dan lidokain 2% dengan epinephrine 1:80000 atau lidokain 2% dengan epinephrine
1:100000 ketika merawat gigi anterior, premolar, dan molar maksila. Berlawanan dengan hal
tersebut, penelitian lainnya melaporkan adanya tingkat keberhasilan yang lebih tinggi secara
signifikan untuk artikain 4% dengan epinephrine 1:100000 ketika merawat gigi molar dan
premolar maksila.
Sejumlah penelitian terbatas dengan tingkat bukti yang tinggi tidak memudahkan
dalam membentuk simpulan mengenai teknik anestesi untuk gigi maksila dengan pulpitis
irreversibel. Penelitian berdasar bukti dengan tingkat yang lebih tinggi harus dilakukan.
Lengkung mandibula
Desain penelitian cross-over mengenai gigi dengan pulpa sehat: Beragam hasil
telah dilaporkan dalam beberapa penelitian. Tidak terdapat perbedaan signifikan yang
ditemukan pada keefektifan anestesi antara prilokain 4%, mepivakain 3%, dan lidokain 2%
dengan epinephrine 1:100000 untuk gigi dengan pulpa sehat setelah injeksi IANB. Tidak ada
perbedaan signifikan pada tingkat keberhasilan anestesi IANB yang dilaporkan ketika
mepivakain 3% dibandingkan dengan lidokain 2% disertai epinephrine 1:80000 atau
1:100000. Penggunaan artikain 4% untuk blok nervus insisivus/mentale memberikan tingkat
keberhasilan yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan lidokain 2% (kedua larutan
mengandung epinephrine 1:100000) untuk gigi insisivus lateral, kaninus, premolar satu dan
dua mandibula. Sementara itu, tidak ada perbedaan signifikan yang dilaporkan untuk gigi
kaninus mandibula ketika artikain 4% dibandingkan dengan prilokain 4% yang keduanya
mengandung epinephrine 1:200000 untuk injeksi infiltrasi pada bagian bukal gigi baik di
lengkung maksila maupun mandibula. Tidak ada perbedaan signifikan yang dilaporkan dalam
tingkat keberhasilan anestesi gigi molar satu mandibula setelah injeksi IANB menggunakan
lidokain 2% dengan epinephrine 1:80000 dibandingkan dengan artikain 4% dengan
epinephrine 1:1000000 setelah infiltrasi bukal atau infiltrasi bukal dan lingual.
Sebagai simpulan, sebagian besar desain penelitian cross-over telah melaporkan tidak
ada perbedaan yang signifikan untuk keefektifan agen anestesi yang berbeda ketika
digunakan untuk injeksi IANB.
Penelitian mengenai gigi dengan pulpitis irreversibel: Beberapa penelitian
melaporkan tidak ada perbedaan yang signifkan pada tingkat keberhasilan blok Gow-Gates
atau anestesi IANB ketika membandingkan artikain 4% dengan epinephrine 1:100000 dan
lidokain 2% dengan epinephrine 1:100000. Serupa dengan hal tersebut, tidak terdapat
perbedaan signifikan yang dilaporkan antara bupivakain 0.5% versus ethidokain, dengan
epinephrine 1:200000, dan bupivakain 0.5% dengan epinephrine 1:200000 versus lidokain
2% dengan epinephrine 1:100000.
Sebagai simpulan, beberapa penelitian telah melaporkan tidak ada perbedaan
signifikan ketika agen anestesi yang berbeda digunakan untuk mencapai anestesi IANB
sebagai injeksi utama dalam merawat gigi mandibula dengan pulpitis irreversibel.
Penelitian meta-analisis yang membandingkan artikain dan lidokain melaporkan
tingkat keberhasilan anestesi yang lebih tinggi untuk kandungan anestesi terdahulu ketika
digunakan sebagai injeksi infiltrasi, sedangkan artikain untuk blok nervus alveolaris inferior
lebih tinggi dibandingkan lidokain pada gigi asimtomatik atau gigi dengan pulpa normal.
Efek kombinasi agen anestesi dan medikasi lainnya untuk meningkatkan tingkat
keberhasilan anestesi.
Tambahan obat anti-inflamasi secara rasional dapat meningkatkan keberhasilan
anestesi karena obat-obatan tersebut cenderung mencegah pembentukan prostaglandin
sebagai mediator paling penting dalam mempengaruhi pembentukan saluran sodium resisten-
TTX. Namun, dari sudut pandang klinis, hal tersebut tidak selalu bermanfaat. Sebagai contoh,
telah dilaporkan bahwa tambahan dexametason tidak meningkatkan keberhasilan anestesi
untuk gigi molar mandibula dengan pulpitis irreversibel. Selain itu, bahkan ketika OAINS
digunakan untuk efek anti-inflamasinya, beberapa efek samping yang merugikan seperti nyeri
parah selama injeksi dapat terjadi. Penelitian telah dilakukan untuk menentukan apakah
keberhasilan anestesi IANB untuk pulpitis irreversibel pada gigi molar mandibula dapat
ditingkatkan dengan menggunakan injeksi bukal dexametason tambahan, artikain 4% dengan
epinephrine 1:100000, atau artikain 4% disertai epinephrine 1:100000 dikombinasikan
dengan ketorolac. Tingkat keberhasilan anestesi yang lebih tinggi secara signifikan diperoleh
ketika menggunakan artikain saja atau dikombinasikan dengan penggunaan ketorolac.
Alasan lain untuk penggunaan zat aditif dalam larutan anestesi untuk menurunkan
nyeri injeksi dan meningkatkan kecepatan waktu mula anestesi. Beberapa agen anestesi
(contohnya, lidokain) memiliki pH asam dan beberapa peneliti mempercayai bahwa pH asam
meningkatkan nyeri injeksi dan memperlambat waktu mula anestesi. Penelitian cross-over
mengenai tambahan sodium bikarbonat untuk menahan lidokain 2% disertai epinephrine
1:100000 menunjukkan peningkatan yang tidak signifikan untuk nyeri dan waktu mula yang
berhubungan dengan infiltrasi bukal maksila untuk gigi kaninus.
Rute dan metode pemberian zat aditif sangat penting untuk meningkatkan keefektifan
anestesi, contohnya tambahan hyaluronidase pada lidokain tidak memberikan peningkatan
yang signifikan pada keberhasilan anestesi dan menimbulkan efek samping negatif seperti
trismus dan nyeri post-operatif. Namun, ketika hyaluronidase diinjeksikan segera setelah
injeksi larutan anestesi, durasi anestesi akan meningkat.
Tambahan meperidine secara signifikan tidak meningkatkan keberhasilan anestesi
IANB untuk gigi molar dan premolar mandibula dengan pulpitis irreversibel.
Tambahan mannitol pada agen anestesi diuji karena kemampuannya melarutkan
membran perineural untuk sementara waktu sehingga meningatkan penetrasi larutan anestesi.
Ketika mannitol ditambahkan pada lidokain, terdapat peningkatan tingkat keberhasilan
anestesi pada gigi molar dan premolar mandibula dengan pulpa sehat dan pulpitis
irreversibel.
Beberapa peneliti telah menambahkan dipenhidramin untuk meningkatkan efek
anestesi melalui aksi saluran sodium. Namun, kombinasi ini tidak seefektif lidokain saja dan
terdapat efek samping seperti nyeri injeksi juga nyeri post-perawatan dan rasa tidak nyaman.
Sebagai simpulan, beberapa zat aditif memiliki efek positif terhadap keberhasilan dan
durasi anestesi namun diperlukan beberapa penelitian mengenai kemungkinan manfaat dan
risiko yang dimiliki zat aditif tersebut.
Anestesi tambahan
Keberhasilan anestesi lokal merupakan bagian terpenting dalam praktik keseharian
untuk setiap dokter gigi. Sebagian besar penelitian mengenai keberhasilan anestesi dalam
bidang kedokteran gigi telah melaporkan beragam persentasi kegagalan ketika menggunakan
jenis teknik dan agen anestesi yang berbeda. Kaufman dan rekan melaporkan 13% praktisi
umum mengalami kegagalan anestesi selama lima hari dalam waktu satu minggu praktik, dan
yang paling penting, 10% prosedur kedokteran gigi tidak dapat dilanjutkan karena kegagalan
anestesi ini. Kegagalan yang paling umum terjadi pada injeksi IANB.
Terkadang, terutama pada gigi dengan nyeri spontan dan pulpitis irrversibel, teknik
anestesi rutin tidak dapat meredakan nyeri yang cukup bagi pasien ketika akses kavitas
dipreparasi atau selama instrumentasi saluran akar. Oleh sebab itu, dalam hal untuk mencoba
dan mengatasi kegagalan ini, diperkenalkan teknik anestesi tambahan.
Teknik injeksi intraosseus
Dua bentuk teknik injeksi intraosseus telah dijelaskan termasuk injeksi ligamentum
periodontal (PDL) dan injeksi intraosseus (IO). Teknik intraosseus biasanya melibatkan
penggunaan peralatan tertentu seperti Stabident, X-Tip, dan Intraflow.
Injeksi ligamentum periodontal (PDL): Injeksi ligamentum periodontal, disebut juga
sebagai teknik injeksi intra-ligamentum, sebenarnya merupakan injeksi intraosseus dengan
larutan anestesi diinjeksikan melalui ligamentum periodontal. Larutan anestesi mencapai
nervus pulpa melalui plat cribriform alami pada dinding soket gigi hingga tulang cancellous.
Hasil survey berdasar-internet menunjukkan bahwa injeksi PDL merupakan tambahan teknik
yang sangat terkenal dan digunakan oleh anggota American Association of Endodontists
(AAE) di AS. Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai keefektifan injeksi PDL.
Anestesi setelah injeksi PDL biasanya tercapai setelah 30 detik. Hal terpenting mengenai
teknik ini yaitu penempatan jarum dan menginjeksikan agen anestesi disertai dengan tekanan.
Klinisi harus merasakan adanya resistensi terhadap injeksi selama prosedur tersebut dan
tekanan tertentu sangat dibutuhkan untuk mendepositkan larutan. Jika penempatan jarum
tidak tepat dan tidak terasa adanya tekanan ketika menginjeksi, larutan tidak akan tertekan ke
dalam tulang dan tidak dapat mencapai nervus pulpa.
Penggunaan injeksi PDL sebagai tambahan injeksi IANB secara signifikan
meningkatkan tingkat keberhasilan anestesi selama 23 menit pertama setelah injeksi.
Pemberian kombinasi krim lidokain dan prilokain pada daerah injeksi PDL, ketika tidak ada
teknik anestesi lain yang digunakan, mengakibatkan nyeri injeksi yang lebih rendah secara
signifikan jika dibandingkan dengan salep lidokain 5%. Tidak terdapat perbedaan signifikan
yang dilaporkan antara nyeri injeksi atau nyeri post-injeksi pada gigi molar satu mandibula
setelah menggunakan artikain 4% maupun lidokain 2% (keduanya mengandung epinephrine
1:100000) untuk injeksi PDL. Dua penelitian telah melaporkan bahwa 56 hingga 70% gigi
posterior mandibula dengan pulpitis irreversibel yang masih terasa nyeri setelah melakukan
teknik anestesi konvensional, berhasil teranestesi dengan injeksi PDL.
Sebagai simpulan, injeksi PDL merupakan teknik tambahan terkenal yang
meningkatkan tingkat keberhasilan anestesi, meskipun tidak selalu menghasilkan anestesi
yang dalam.
Injeksi intra-osseus (IO): Injeksi IO merupakan salah satu metode paling berhasil di
antara seluruh teknik anestesi tambahan yang digunakan untuk mengatasi nyeri yang terus
berlanjut setelah dilakukannya teknik anestesi konvensional dalam bidang kedokteran gigi.
Beberapa sistem telah diperkenalkan untuk injeksi IO termasuk Stabident (Fairfax
Dental Inc., Miami, FL), X-Tip (Dentsply International Inc, Tusla, OK, USA), Intraflow
(ProDex Inc, Santa Ana, CA), dan Quick Sleeper 2 (DHT, Cholet, France). Sebagian besar
penelitian mengenai teknik IO telah menggunakan teknik tersebut sebagai teknik anestesi
tambahan, namun beberapa penelitian telah berhasil menggunakan IO sebagai teknik anestesi
utama.
Injeksi IO berulang secara signifikan meningkatkan anestesi pulpa pada salah satu
penelitian. Namun, kekurangan utama dua penelitian yang menggunakan injeksi IO sebagai
teknik anestesi utama yaitu bahwa penelitian tersebut menganestesi dan menguji gigi yang
tidak membutuhkan perawatan saluran akar yang berarti bahwa gigi tersebut memiliki pulpa
sehat. Penelitian lainnya yang menggunakan injeksi IO sebagai teknik utama yaitu penelitian
kohort yang menggunakan teknik ini untuk gigi yang memerlukan restorasi, perawatan
endodontik, atau ekstraksi pada anak-anak dan dewasa. Telah diketahui bahwa menyediakan
anestesi untuk perawatan endodontik merupakan masalah paling menantang dibandingkan
dengan prosedur kedokteran gigi lainnya seperti restorasi, dan bahkan ekstraksi gigi. Telah
ditunjukkan bahwa keefektifan injeksi IO pada tingkat keberhasilan anestesi pulpa tidaklah
sama pada beberapa bagian rongga mulut dikarenakan adanya perbedaan pada ruang tulang
cancellous.
Injeksi IO memiliki efek samping sistemik seperti peningkatan detak jantung. Selain
itu, injeksi IO tidak mudah dilakukan dan sebagian besar memerlukan peralatan khusus.
Kekurangan lainnya untuk injeksi IO yaitu rasa nyeri dan tidak nyaman setelah injeksi serta
berpotensi merusak gigi selama perforasi tulang menggunakan perforator. Teknik ini juga
sulit digunakan ketika rubber dam telah dipasang dan terjadi keadaan di mana pasien
merasakan nyeri selama preparasi akses kavitas atau selama instrumentasi saluran akar.
Sebagai simpulan, meskipun injeksi IO memberikan tingkat ansetesi tertinggi sebagai
injeksi tambahan, teknik ini memerlukan peralatan khusus, sulit untuk dilakukan, dan dapat
menimbulkan rasa nyeri post-operatif dan rasa tidak nyaman.
Infiltrasi bukal
Infiltrasi bukal digunakan baik sebagai teknik utama maupun anestesi tambahan untuk
menganestesi gigi molar mandibula. Dua penelitian juga telah menguji IANB dan infiltrasi
bukal. Sebagian besar penelitian melaporkan bahwa penggunaan artikain 4% sebagai anestesi
tambahan secara signifikan memberikan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dibandingkan
lidokain 2%. Namun, sebaliknya, penelitian lainnya menemukan tidak ada perbedaan yang
signifikan antara lidokain dan artikain untuk infiltrasi bukal. Tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara penggunaan artikain untuk anestesi infiltrasi bukal dibandingkan dengan
penggunaan lidokain untuk anestesi IANB.
Sebagai simpulan, ketika praktisi memutuskan untuk menggunakan injeksi infiltrasi
sebagai anestesi tambahan untuk gigi molar mandibula, artikain dapat memberikan hasil yang
lebih baik dibandingkan dengan lidokain 2%.
Injeksi intra-pulpa
Teknik injeksi intra-pulpa harus dipertimbangkan sebagai upaya akhir untuk anestesi
pulpa dan seharusnya hanya digunakan ketika seluruh teknik tambahan lainnya telah dicoba
namun tidak berhasil.
Titik terpenting agar teknik ini berhasil yaitu dengan menginjeksikan larutan ke dalam
pulpa disertai tekanan. Jika tekanan atau resistensi injeksi tidak terasa oleh klinisi, maka
larutan tersebut secara umum tidak dapat mencapai pulpa dan kemungkinan mengalir keluar
dari ruang pulpa dan kembali ke akses kavitas. Telah dipertegas bahwa tidak perlu
menginjeksikan agen anestesi ke dalam saluran akar karena bahkan injeksi larutan salin dapat
menyediakan anestesi yang diinginkan jika diinjeksikan disertai dengan tekanan.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, injeksi IP sangat nyeri sehingga harus
dilakukan sebagai upaya terakhir selama perawatan endodontik.
Kerugian anestesi IP lainnya yaitu durasi aksinya yang pendek. Oleh karena itu,
setelah penggunaan injeksi IP, sangat perlu untuk mengangkat isi pulpa dari seluruh saluran
akar secepat mungkin untuk mencegah berulangnya injeksi IP. Injeksi yang berulang
kemungkinan kurang bekerja karena pulpa yang terbuka dan tiap saluran akar membesar
karena kurangnya kesempatan menciptakan tekanan selama injeksi.
Penelitian terhadap gigi anjing melaporkan bahwa setelah injeksi IP, 62% agen
anestesi dapat mencapai apeks sehingga memungkinkan untuk mengeluarkan sisa isi pulpa
atau debris melalui jaringan periapikal. Oleh karena itu, injeksi IP tidak direkomendasikan
pada gigi dengan pulpa nekrosis parsial jika pasien merasa nyeri selama instrumentasi saluran
akar. Beberapa penulis menganjurkan penggunaan anestesi topikal di dalam saluran akar
dibandingkan dengan menginjeksikan larutan anestesi disertai tekanan. DeNueizo
menyatakan bahwa pemberian anestesi topikal ke dalam ruang saluran akar sebagai bantuan
klinis selama preparasi saluran akar untuk meredakan nyeri jika pasien tidak merespon
dengan baik terhadap seluruh teknik anestesi tambahan lainnya.
Namun, terdapat beberapa kerugian dari teknik ini, termasuk kemungkinan keluarnya
gel topikal melalui jaringan periapikal dan mengganggu perlekatan bahan pengisi saluran
akar terhadap dinding saluran akar.
Teknik anestesi untuk gigi yang berbeda
Beragam teknik spesifik telah dijelaskan untuk membantu mendapatkan anestesi yang
dapat diprediksi pada gigi yang berbeda. Untuk gigi insisivus sentralis dan insisivus lateralis
mandibula, kombinasi infiltrasi bukal dan lingual memberikan tingkat keberhasilan anestesi
yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan infiltrasil labial saja atau infiltrasi lingual
saja.
Injeksi alveolaris palatal-anterior superior (P-ASA) telah dijelaskan untuk
menganestesi gigi insisivus dan kaninus maksila. Namun, teknik ini memiliki potensi
menimbulkan rasa nyeri selama jarum diinsersikan, serta selama dan setelah injeksi. Selain
itu, teknik ini dapat menyebabkan pembengkakan, rasa kebal, dan parastesia papilla insisivus
bahkan ketika melakukan sistem injeksi dengan bantuan komputer.
Untuk gigi molar maksila, kombinasi injeksi bukal dan palatal secara signifikan
meningkatkan durasi anestesi dari 21 menit hingga 57 menit. Blok nervus palatinus majus
dan blok nervus tuberositas tinggi divisi kedua merupakan teknik yang efektif untuk
menganestesi gigi molar satu dan dua maksila pada sebagian besar kasus, sedangkan hanya
sekitar dua pertiga gigi premolar dua yang teranestesi dengan teknik ini. Tidak terdapat
perbedaan signifikan yang ditemukan di antara keefektifan teknik tersebut, meskipun nyeri
post-injeksi lebih banyak dilaporkan pada teknik injeksi tuberositas tinggi divisi kedua.
Tingkat keberhasilan anestesi untuk gigi molar mandibula telah dilaporkan ketika
teknik blok Gow-Gates mandibula dibandingkan dengan IANB konvensional atau infiltrasi
bukal dan lingual. Namun, dua penelitian lainnya menemukan tidak ada perbedaan yang
signifikan di antara teknik anestesi yang berbeda untuk gigi molar mandibula.
Tidak terdapat perbedaan signifikan yang ditemukan antara blok nervus alveolaris
palatal superior, infiltrasi bukal, dan injeksi bukal ditambah injeksi palatal untuk
menganestesi gigi molar satu maksila dengan pulpitis irreversibel.
Salah satu penelitian menggunakan stimulasi bergantung frekuensi untuk
menghambat nervus alveolaris inferior setelah IANB dan tidak menemukan adanya
peningkatan yang signifikan pada anestesi pulpa untuk gigi mandibula.
Sebagai simpulan, dokter gigi harus melakukan teknik yang menyediakan tingkat
keberhasilan lebih tinggi dibandingkan mendapatkan nyeri injeksi, nyeri post-injeksi dan rasa
tidak nyaman yang lebih sedikit bagi pasien. Teknik tambahan maupun teknik pengganti
harus digunakan ketika injeksi pertama tidak berhasil memberikan anestesi yang dalam.
Faktor penting lainnya
Terdapat kepercayaan terdahulu bahwa pemijatan jaringan lunak setelah pemberian
anestesi dapat memberikan efek yang bermanfaat pada kecepatan waktu mula anestesi dan
tingkat keberhasilannya. Namun, hasil uji klinis acak terbaru menunjukkan tidak ada
perbedaan yang signifikan pada kecepatan waktu mula, keberhasilan, dan rasa tidak nyaman
setelah anestesi dengan melakukan pemijatan jaringan lunak setelah blok nervus
insisivus/mentale.
Penurunan anestesi pulpa (anestesi yang tidak berlanjut) telah dilaporkan pada
beberapa penelitian dengan desain cross-over ketika awalnya pasien tidak melaporkan rasa
nyeri pada evaluasi EPT, namun pasien kadang melaporkan rasa nyeri sesaat kemudian
dengan uji yang sama. Hal ini serupa dengan skenario klinis di mana pasien kadang
melaporkan rasa nyeri di pertengahan kunjungan perawatan. Untuk mengatasi masalah ini,
tiga penelitian menguji injeksi larutan anestesi berulang selama 20 hingga 30 menit setelah
injeksi pertama. Seluruh penelitian tersebut melaporkan peningkatan anestesi pulpa yang
signifikan untuk gigi insisivus lateral maksila, premolar, dan molar satu mandibula setelah
injeksi infiltrasi.
Terakhir, pemberian nitrous oksida 30%-50% dilaporkan meningkatkan tingkat
keberhasilan injeksi IANB secara signifikan.
Pendapat klinis untuk membantu menyediakan anestesi yang dalam
Praktisi kedokteran gigi sebaiknya selalu memperbarui seluruh kemungkinan data
yang ada untuk mengatasi nyeri selama dan setelah perawatan saluran akar. Terdapat
beberapa pendapat klinis untuk penatalaksanaan nyeri selama perawatan saluran akar yang
berguna untuk diingat:
a. Jika pasien melihat bahwa dokter gigi dan stafnya melakukan seluruh upaya terbaik
mereka untuk kenyamanan pasien, kooperatif pasien akan meningkat dan hal ini akan
membantu praktisi dalam menggunakan cara lain untuk mengatasi nyeri selama
perawatan. Praktisi juga harus memiliki beberapa keuntungan dari efek placebo sifat
pasien.
b. Selalu bersikap jujur kepada pasien Anda mengenai kemungkinan timbulnya rasa
nyeri selama perawatan saluran akar. Jika praktisi akan menggunakan injeksi IP
sebagai upaya terakhir dan berpikir bahwa injeksi ini akan terasa sakit, maka pasien
harus diinformasikan mengenai apa yang diharapkan dari pemberian injeksi ini.
c. Penting untuk memastikan pasien tidak merasakan nyeri ketika pasien meninggalkan
tempat praktik. Jika diperlukan, pemberian anestesi lainnya pada akhir kunjungan
perawatan untuk memastikan pereda nyeri post-operatif sesegera mungkin.
d. Kecepatan injeksi tidak memiliki perbedaan yang signifikan pada keberhasilan
anestesi. Namun, injeksi yang lambat lebih nyaman secara signifikan bagi pasien
dibandingkan injeksi yang cepat.
e. Rasa nyeri selama injeksi tidak memiliki efek yang signifikan terhadap tingkat
keberhasilan anestesi. Oleh karena itu, pasien harus diyakinkan bahwa jika injeksi
anestesi menimbulkan sedikit nyeri, tidak ada yang dapat dilakukan untuk
mendapatkan anestesi yang berhasil.
f. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada keefektifan anestesi antara bevel jarum
yang diarahkan menjauhi ramus atau teknik rotasi jarum dua arah selama injeksi
IANB.
g. Ketika melakukan injeksi infiltrasi, panjang gigi yang akan dianestesi harus
dipertimbangkan. Terdapat kemungkinan kuat adanya kegagalan anestesi jika
penempatan jarum lebih pendek dibandingkan panjang perkiraan gigi.
h. Jika pasien memiliki riwayat kesulitan dalam meperoleh anestesi, teknik tambahan
harus dipertimbangkan sesegera mungkin untuk membantu mencegah terjadinya
kegagalan anestesi.
i. Jika praktisi berasumsi bahwa perawatan saluran akar membutuhkan waktu lebih lama
dari yang diperkirakan dan lebih banyak, jika memungkinkan bentuk murni agen
anestesi harus dihindari karena agen anestesi tersebut memberikan durasi anestesi
yang pendek.
SIMPULAN
Memberikan anestesi yang dalam merupakan tujuan terpenting bagi setiap praktisi
kedokteran gigi dan sangat diinginkan oleh pasien. Untuk mencapai tujuan ini, seluruh tim
kerja dan pasien harus bekerja sama dan bertindak sebagai tim untuk mencegah terjadinya
kegagalan dan mendapatkan anestesi yang dalam. Praktisi harus waspada rute dan teknik
injeksi yang berbeda untuk meningkatkan kedalaman anestesi juga harus merasa percaya diri
dalam menangani rasa cemas pasien sehingga perawatan gigi dapat dilakukan dengan
senyaman mungkin.