bank indonesia . menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun...
TRANSCRIPT
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT
TRIWULAN III-2010
KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG
Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 – 4230223 Fax : 022 – 4214326
Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Misi Bank Indonesia Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan. Nilai-nilai Strategis Bank Indonesia Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak atau berperilaku yaitu kompetensi, integritas, transparansi, akuntabilitas dan kebersamaan. Visi Kantor Bank Indonesia Bandung Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. Misi Kantor Bank Indonesia Bandung Mendukung pencapaian kebijakan Bank Indonesia di bidang moneter, perbankan dan sistem pembayaran secara efisien dan optimal serta memberikan saran kepada Pemda & lembaga terkait lainnya di daerah dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi daerah. Tugas Pokok Bank Indonesia Bandung adalah sebagai berikut : 1. Memberikan masukan kepada Kantor Pusat tentang kondisi ekonomi dan keuangan daerah di
wilayah kerjanya; 2. Melaksanakan kegiatan operasional sistem pembayaran tunai dan/atau non tunai sesuai dengan
kebutuhan ekonomi daerah di wilayah kerjanya; 3. Melaksanakan pengawasan terhadap perbankan di wilayah kerjanya; 4. Memberikan saran kepada Pemerintah Daerah mengenai kebijakan ekonomi daerah, yang
didukung dengan penyediaan informasi berdasarkan hasil kajian yang akurat; 5. Mengelola sumber daya internal yang dibutuhkan sebagai faktor pendukung terlaksananya fungsi-
fungsi utama.
Halaman ini sengaja dikosongkan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya, buku “Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Barat Triwulan III-2010” ini akhirnya dapat
diselesaikan. Hasil kajian atas perkembangan ekonomi regional Provinsi Jawa Barat pada triwulan
laporan memberi gambaran bahwa perekonomian Jawa Barat masih menunjukkan kondisi yang
kondusif.
Perekonomian Jawa Barat pada triwulan III-2010 menunjukkan adanya perlambatan
pertumbuhan. Bila pada triwulan II-2010, perekonomian Jawa Barat tumbuh sebesar 6,9% (yoy),
pertumbuhan ekonomi selama triwulan III-2010 hanya mampu tumbuh 4,0%. Dari sisi permintaan,
perlambatan disebabkan karena melambatnya konsumsi rumah tangga, sebagai penyangga utama
perekonomian Jawa Barat, serta meningkatnya realisasi impor ke Jawa Barat. Namun demikian,
perlambatan pertumbuhan lebih lanjut dapat diredam dengan masih meningkatnya pertumbuhan
konsumsi pemerintah, investasi, maupun ekspor. Sementara itu, dari sisi penawaran, perlambatan
disebabkan oleh kontraksi yang terjadi terhadap sektor pertanian, karena menurunnya produktivitas
padi, serta melambatnya sektor PHR seiring perlambatan konsumsi rumah tangga.
Dari sisi harga, perkembangan harga di Jawa Barat secara umum selama periode triwulan III-
2010 sampai bulan Oktober 2010, masih menunjukkan terjadinya inflasi. Namun demikian, laju inflasi
secara bulanan (mtm) menunjukkan trend yang melambat sehingga akumulasi kenaikan laju inflasi
(ytd) dapat sedikit teredam dan lebih rendah dibandingkan akumulasi inflasi nasional.
Sementara itu, kondisi perbankan di Jawa Barat masih menunjukkan penguatan. Hal ini
tercermin dari pertumbuhan berbagai indikator perbankan, seperti aset, dana pihak ketiga, dan
outstanding kredit, yang terus mengalami peningkatan. Penyaluran kredit pada triwulan III-2010
tumbuh lebih tinggi, khususnya untuk kredit investasi, sejalan dengan maraknya realisasi investasi di
Jawa Barat. Di sisi lain, risiko kredit mengalami sedikit peningkatan, namun masih relatif terkendali,
yaitu masih berada di bawah 5%.
Dari sisi keuangan daerah, realisasi penerimaan, baik APBN maupun APBD di Jawa Barat,
mengalami peningkatan selama triwulan III-2010. Adapun penerimaan pemerintah pusat meningkat
terutama pada pos Pajak Penghasilan, sementara penerimaan Pemerintah Provinsi terutama bersumber
dari Pajak Kendaraan Bermotor serta Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Sementara itu, dari sisi
belanja, realisasi belanja Pemerintah Pusat di Jawa Barat diperkirakan mengalami peningkatan, yang
terdorong akibat naiknya realisasi dana Dekonsentrasi serta dana Tugas Pembantuan. Namun
demikian, realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada triwulan III-2010 diperkirakan lebih
rendah dibandingkan pola musimannya, dan lebih terkonsentrasi pada triwulan IV-2010. Kondisi ini
mengakibatkan kurang optimalnya peran pembiayaan keuangan daerah terhadap perekonomian Jawa
Barat pada periode laporan.
Di sisi tenaga kerja, kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat diperkirakan semakin menunjukkan
perbaikan, akibat semakin tingginya penyerapan tenaga kerja, sebagai dampak dari masih kondusifnya
v
perekonomian di Jawa Barat. Kondisi kesejahteraan masyarakat Jawa Barat juga diperkirakan masih
relatif stabil, meskipun terhadang oleh inflasi yang sedikit memperlemah daya beli masyarakat.
Uraian di atas merupakan hasil analisa kami terhadap berbagai data dan informasi, yang selain
berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor
Bank Indonesia Bandung, juga kami peroleh dari berbagai pihak, seperti Pemerintah Provinsi Jawa
Barat, dinas-dinas terkait, Badan Pusat Statistik Jawa Barat, BULOG Divre III Jawa Barat, Direktorat
Jenderal Pajak Jawa Barat I, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Persepatuan Indonesia
(APRISINDO), PT. Angkasa Pura II, PT. Jasa Marga, serta PT. Kereta Api. Sehubungan dengan hal
tersebut, dalam kesempatan ini, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak tersebut yang telah membantu penyusunan buku ini.
Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku
ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini. Kiranya kerjasama yang sangat
baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang.
Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-Nya dan melindungi setiap langkah kita.
Bandung, November 2010
Lucky Fathul A.H.
Pemimpin
vi
DAFTAR ISI Kata Pengantar ....................................................................................................................... v Daftar Isi ................................................................................................................................. vii Daftar Tabel............................................................................................................................ ix Daftar Grafik........................................................................................................................... x Tabel Indikator Ekonomi Jawa Barat........................................................................................ xii RINGKASAN EKSEKUTIF .......................................................................................................... 1 BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL ........................................................................... 7
1. Sisi Permintaan.................................................................................................................. 9 1.1. Konsumsi ................................................................................................................ 10 1.2. Investasi .................................................................................................................. 11 1.3. Ekspor Impor ........................................................................................................... 13
2. Sisi Penawaran............ ...................................................................................................... 16 2.1. Sektor Pertanian......................................................................................................... 16 2.2. Sektor Industri Pengolahan......................................................................................... 19 2.3. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran.................................................................... 23 2.4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi ....................................................................... 24 2.5. Sektor Bangunan/Konstruksi ...................................................................................... 26 2.6. Sektor Lainnya ........................................................................................................... 26
Boks 1. Analisis Siklus Bisnis Sektoral di Jawa Barat ................................................................. 27 Boks 2. Tugas Bank Indonesia Bandung dalam Mendorong Perkembangan Ekonomi Moneter dan Pengembangan Sektor Riil .................................................................... 30
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH ........................................................................... 33 1. Perkembangan Inflasi ....... ................................................................................................ 35
1.1. Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa .............................................................. 36 Inflasi Bulanan.......................................................................................................... 36
Inflasi Tahunan.......................................................................................................... 36 1.2. Inflasi Menurut Kota ................................................................................................ 37
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi........ .................................................................. 38 2.1. Fundamental............................................................................................................... 38 a. Interaksi Permintaan dan Penawaran ..... .............................................................. 38
b. Eksternal .............................................................................. ............................... 38 c. Ekspektasi Inflasi ........... ...................................................................................... 39
2.2. Non Fundamental....................................................................................................... 39 BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH .................................................................. 41
1. Struktur Perbankan di Jawa Barat ..................................................................................... 43 2. Bank Umum Konvensional .................................................................................................. 43
2.1. Pendanaan dan Risiko Likuiditas .................................................................................. 43 Perkembangan Dana Pihak Ketiga ................................................................................. 43
2.2. Perkembangan Kredit dan Risikonya ........................................................................... 45 Perkembangan Kredit ................................................................................................. 45 Kredit Mikro, Kecil dan Menengah (MKM)................................................................... 46 Kredit yang berlokasi Proyek di Jawa Barat ................................................................. 47 Risiko Kredit ............................................................................................................... 48
3. Bank Umum Syariah .......................................................................................................... 48 4. Bank Perkreditan Rakyat ................................................................................................... 49
BAB 4 KEUANGAN DAERAH............................... ................................................................. 51 1. Pendapatan Pemerintah di Jawa Barat................ ....................................................... 53 1.1. Pendapatan Pajak Pemerintah Pusat .......................................................................... 53 1.2. Pendapatan Pemerintah Provinsi.................................................................................. 54 2. Belanja Daerah.................................................................................................................... 55
2.1. Belanja APBN di Jawa Barat ......................................................................................... 55
vii
Belanja Dana Dekonsentrasi........................................................................................ 55 Belanja Dana Tugas Pembantuan................................................................................ 56
2.2. Belanja APBD Provinsi Jawa Barat................................................................................ 57
BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN ..................................................................... 59 1. Pengedaran Uang Kartal..................................................................................................... 61
1.1. Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow) ...................................................... 61 1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar ............................................................................ 63 1.3. Uang Palsu ................................................................................................................. 64
2. Sistem Pembayaran Non Tunai............................................................................................ 64 2.1 Kliring Lokal................................................................................................................ 64 2.2 Real Time Gross Settlement (RTGS).............................................................................. 65
BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH............. 67
1. Ketenagakerjaan ................................................................................................................ 69 Keadaan Ketenagakerjaan Jawa Barat ..................................................................... ........... 69
2. Kesejahteraan..................................................................................................................... 70 Boks 3. Survei Kondisi Remitansi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Jawa Barat........................... 72
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH .......................................................................................... 75
1. Prospek Ekonomi Makro..................................................................................................... 77 2. Prakiraan Inflasi .................................................................................................................. 78
Boks 4. Survei Respons Sektor Ekonomi Utama Jawa Barat Terhadap Perkembangan Permintaan......................................................................................................................... 80
LAMPIRAN............................................................................................................................................... 83 DAFTAR ISTILAH ...................................................................................................................................... 87
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat dari Sisi Permintaan (yoy) ................ 10 Tabel 1.2. Pertumbuhan Volume Ekspor Berdasarkan Benua Asal Pembeli ....................................... 15 Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Barat – Sisi Penawaran (%)........... .. 16 Tabel 1.4. Indikator Perhotelan di Jawa Barat.................................................................................... 24 Tabel 1.5. Jumlah Penumpang Kereta Api di Jawa Barat...................................... ............................ 25 Tabel 1.6. Jumlah Kendaraan yang Melintasi 12 Gerbang Tol di Jawa Barat..................................... 25 Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Jawa Barat per Kelompok Barang/Jasa................................ ..................... 37 Tabel 2.2. Inflasi Bulanan Tujuh Kota di Jawa Barat ......................................................................... 37 Tabel 3.1. Perkembangan Dana Pihak Ketiga di Jawa Barat ........................................................... 44 Tabel 3.2. Perkembangan Baki Debet Kredit Bank Umum per Penggunaan ...................................... 45 Tabel 3.3. Perkembangan Baki Debet Kredit Bank Umum per Sektoral............................................. 46 Tabel 4.1. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Pusat di Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa
Barat I………………………………………………………….......... .................................... 53 Tabel 4.2. Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat....................................................... 54 Tabel 4.3. Realisasi penerimaan Pajak Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Rp Miliar) ............................. 55 Tabel 4.4. Realisasi (ytd) Dana Dekonsentrasi Jawa Barat di Lima Dinas Penerima Anggaran Terbesar 56 Tabel 4.5. Realisasi (ytd) Dana Tugas Pembantuan Jawa Barat di Lima Pemerintah Daerah Penerima
Alokasi Anggaran Terbesar ............................................................................................. 56 Tabel 4.6. Perkiraan Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat ............................................................ 57
Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui KBI Bandung. ................. 63 Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal Rata-rata per Bulan di Jawa Barat ......................... 65 Tabel 5.3. Perkembangan Transaksi RTGS di Jawa Barat .................................................................. 66 Tabel 6.1. Nilai Tukar Petani di Jawa Barat (2007=100).................................................................... 71
ix
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat (yoy) .............................................................. 9 Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen ........................................................................................... 10 Grafik 1.3. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini ..................................................................... 11 Grafik 1.4. Komponen Indeks Ekspektasi........................................................................................... 11 Grafik 1.5. Posisi Baku Debet Kredit Konsumsi.................................................................................... 11 Grafik 1.6. Impor Barang Modal........................................................................................................ 12 Grafik 1.7. Realisasi Investasi Jawa Barat ........................................................................................... 12 Grafik 1.8. Nilai Ekspor Jawa Barat.................................................................................................... 13 Grafik 1.9. Volume Ekspor Jawa Barat............................................................................................... 13 Grafik 1.10. Nilai Ekspor TPT ............................................................................................................... 14 Grafik 1.11. Volume Ekspor TPT.......................................................................................................... 14 Grafik 1.12. Nilai Ekspor Alas Kaki ...................................................................................................... 14 Grafik 1.13. Volume Ekspor Alas Kaki ................................................................................................. 14 Grafik 1.14. Nilai Ekspor Alat Telekomunikasi...................................................................................... 14 Grafik 1.15. Volume Ekspor Alat Telekomunikasi................................................................................. 14 Grafik 1.16. Nilai Ekspor Mesin Elektrik ............................................................................................... 15 Grafik 1.17. Volume Ekspor Mesin Elektrik .......................................................................................... 15 Grafik 1.18. Volume Ekspor Jawa Barat Berdasarkan Benua Pembeli.................................................... 15 Grafik 1.19. Nilai Impor Jawa Barat ..................................................................................................... 16 Grafik 1.20. Volume Impor Jawa Barat................................................................................................ 16 Grafik 1.21. Produksi Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat................................................................ 17 Grafik 1.22. Luas Panen Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat............................................................ 17 Grafik 1.23. Luas Panen Padi Jawa Barat........................... .................................................................. 18 Grafik 1.24. Penyaluran Kredit Perbankan Jawa Barat ke Sektor Pertanian........................... ................ 18 Grafik 1.25. Produksi Tanaman Pangan Non Padi di Jawa Barat........................................................... 19 Grafik 1.26. Luas Panen Tanaman Pangan Non Padi di Jawa Barat....................................................... 19 Grafik 1.27. Realisasi Kegiatan Industri Pengolahan.................................................................. ........... 20 Grafik 1.28. Penjualan Mobil dan Motor Nasional.................................................................. .............. 20 Grafik 1.29. Nilai dan Volume Ekspor Kendaraan ................................................................................ 21 Grafik 1.30. Nilai dan Volume Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil ......................................................... 22 Grafik 1.31. Penyaluran Kredit Perbankan Jawa Barat ke Sektor Industri Pengolahan ........................... 23 Grafik 1.32. Indeks Kondisi Ekonomi................................................................................................... 23 Grafik 1.33. Perkembangan Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat........................ 24 Grafik 1.34. Asal Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat ........................................ 24 Grafik 1.35. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Husein Sastranegara ............. 25 Grafik 1.36. Penyaluran Semen di Jawa Barat ....................................................... .............................. 26 Grafik 1.37. Posisi Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kepemilikan Apartemen (KPA)............. 26 Grafik 1.38. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih.... 26 Grafik 1.39. Saldo Bersih Tertimbang Sektor Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan... ....................... 26 Grafik 2.1. Inflasi IHK Jawa Barat, bulanan (mtm), akumulasi (ytd), dan Tahunan (yoy) ...................... 35 Grafik 2.2. Kontribusi Inflasi/Deflasi Bulanan per kelompok Barang/Jasa ............................................ 36 Grafik 2.3. Kapasitas Utilisasi............................................................................................................. 38 Grafik 2.4. Laju Inflasi di Negara Mitra Dagang.................................................................................. 38 Grafik 2.5. Perkembangan Harga Emas dan Minyak Dunia di Pasar Internasional............. .................. 38 Grafik 2.6. Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung......................... 39 Grafik 2.7. Luas Panen Padi di Jawa Barat ......................................................................................... 39
Grafik 3.1. Perkembangan Aset Perbankan di Jawa Barat Triwulan III-2010........................................ 43 Grafik 3.2. Pangsa Aset Perbankan di Jawa Barat Triwulan III-2010.................................................... 43 Grafik 3.3. Porsi DPK berdasarkan Jenis Simpanannya ....................................................................... 44 Grafik 3.4. Porsi DPK berdasarkan Kelompok Bank di Jawa Barat....................................................... 44 Grafik 3.5. Grafik Porsi DPK per Jenis Valuta ..................................................................................... 45 Grafik 3.6. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional di Jawa Barat berdasarkan Jenis Valuta ... 45 Grafik 3.7. Porsi Kredit Per Jenis Penggunaan......................................... ........................................... 45
x
xi
Grafik 3.8. Porsi Kredit UMKM di Jawa Barat .................................................................................... 47 Grafik 3.9. Porsi Kredit Per Jenis Penggunaan di Jawa Barat .............................................................. 47 Grafik 3.10. Perkembangan Kredit Lokasi Proyek dan Kredit Bank Pelapor .......................................... 47 Grafik 3.11. Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Sektor Ekonomi ........................................................... 48 Grafik 3.12. Kredit Lokasi proyek Berdasarkan Jenis Penggunaan........................................................ 48 Grafik 3.13. Perkembangan Jumlah Kredit Bermasalah Bank Umum Konvensional di Jawa Barat ......... 48 Grafik 3.14. Perkembangan NPL Total Kredit dan NPL Kredit UMKM................................................... 48 Grafik 3.15. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah di Jawa Barat................................. 49 Grafik 3.16. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah di Jawa Barat .......................................... 49 Grafik 3.17. Perkembangan FDR Perbankan Syariah di Jawa Barat ...................................................... 49 Grafik 3.18. Perkembangan Indikator BPR Konvensional di Jawa Barat................................................ 50 Grafik 3.19. Perkembangan Indikator BPR Konvensional di Jawa Barat................................................ 50
Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di Jawa Barat ........................................ 62 Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Kantor Bank Indonesia Bandung ..................................................... 64
Grafik 6.1. Indikator Jumlah Karyawan ............................................................................................. 69 Grafik 6.2. Indeks Penghasilan dan Indeks Ekspektasi Penghasilan .................................................... 70 Grafik 6.3. Nilai Tukar Petani ............................................................................................................ 71
Grafik 7.1. Indeks Keyakinan Konsumen........................................................................................... 77 Grafik 7.2. Impor Barang Modal ....................................................................................................... 77 Grafik 7.3. Business Cycle Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat ........................................................... 78 Grafik 7.4. Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung........................ 79
TABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA BARAT I. MAKRO
2009 2010 INDIKATOR Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III
PDRB - harga konstan (Rp Miliar) 73.390 77.680 78.560 77.610 78.710 80.800
- Pertanian 9.080 10.180 9.470 11.700 9.760 9.890
- Pertambangan & Penggalian 1.780 1.920 2.000 1.840 1.880 1.910
- Industri Pengolahan 32.940 33.400 34.440 31.890 33.440 34.080
- Listrik. Gas. dan Air Bersih 1.650 1.830 1.970 1.860 1.850 1.890
- Bangunan 2.460 2.680 2.830 2.720 2.870 2.980
- Perdagangan. Hotel. dan Restoran 14.980 16.660 16.820 16.790 17.250 17.680
- Pengangkutan dan Komunikasi 3.270 3.480 3.440 3.400 3.860 4.240
- Keuangan. Persewaan. dan Jasa 2.350 2.550 2.580 2.450 2.590 2.730
- Jasa 4.870 4.980 5.010 4.970 5.200 5.420
Pertumbuhan PDRB (yoy %) 3,2 4,0 6,1 6,6 6,9 4,0
Ekspor-Impor*) 3.119,55 3.459,90 3.637,59 3.254,81 3.332,30 2.107,89
Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) 4.681,69 5.053,79 5.306,40 5.212,96 5.802,48 4.204,74
Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) 1.921,40 1.727,67 1.998,84 1.693,90 1.961,02 1.405,70
Nilai Impor Nonmigas (USD Juta) 1.562,14 1.593,88 1.668,81 1.958,15 2.470,18 2.096,86
Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 246,97 272,10 250,90 339,65 373,33 300,35
Indeks Harga Konsumen* 113,37 115,49 115,83 116,94 118,68 121,74
- Kota Bandung 112.66 114,51 115,08 116,05 116,60 119,18
- Kota Bekasi 112,43 114,41 114,88 116,33 118,75 122,14
- Kota Bogor 116,60 118,60 118,50 119,81 121,53 124,86
- Kota Sukabumi 116,64 118,10 118,31 119,03 120,24 123,80
- Kota Cirebon 118,30 121,25 122,00 122,44 123,97 128,33
- Kota Tasikmalaya 117,23 118,51 119,87 121,47 122,47 124,68
- Kota Depok 112,69 115,43 115,39 116,26 118,85 121,85
Laju Inflasi Tahunan (yoy %)**) 3,13 1,87 2,02 2,99 4,68 5,41
- Kota Bandung 2,17 1,61 2,11 2,86 3,50 4,08
- Kota Bekasi 3,59 1,51 1,93 3,20 5,62 6,76
- Kota Bogor 2,57 2,24 2,16 2,47 4,23 5,28
- Kota Sukabumi 3,38 3,31 3,49 2,41 3,09 4,83
- Kota Cirebon 5,23 3,47 4,11 3,54 4,79 5,84
- Kota Tasikmalaya 6,91 2,99 4,17 4,74 4,47 5,21
- Kota Depok 6,87 1,33 1,30 2,96 5,47 5,56
Keterangan: *) Data Ekspor Impor triwulan III-2010 meliputi data pada bulan Juli-Agustus 2010 **) Data IHK menggunakan Tahun Dasar 2007
xii
xiii
II. PERBANKAN
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III*)A Bank Umum1 Total Aset (Rp Triliun) 162,80 170,85 178,02 181,92 187,08 197,78 206,592 DPK (Rp Triliun) 123,03 126,97 129,53 133,28 121,59 131,06 131,87
- Tabungan (Rp Triliun) 41,63 45,06 47,31 53,05 44,48 48,03 49,32 - Giro (Rp Triliun) 27,48 27,61 27,14 25,32 24,33 28,75 28,12 - Deposito (Rp Triliun) 53,91 54,31 55,08 54,91 52,78 54,28 54,42
3 Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek* 167,13 171,39 174,16 181,41 180,28 193,30 197,54 - Investasi 24,28 24,25 24,74 27,05 27,51 28,23 29,68 - Modal Kerja 79,79 81,36 81,55 83,16 80,59 81,87 87,03 - Konsumsi 63,06 65,77 67,87 71,20 77,10 79,45 80,83
4 Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cabang 87,58 95,46 98,77 102,62 104,99 111,64 114,90 - Modal Kerja 39,39 44,00 44,95 46,68 45,25 48,18 50,96 - Investasi 9,18 9,50 9,69 10,36 11,60 12,42 12,24 - Konsumsi 39,02 41,96 44,13 45,58 48,13 51,05 51,70
5 - LDR (%) 71,19 75,18 76,25 77,00 86,35 85,19 87,146 Rasio NPL Gross (%) 3,99 3,91 3,82 3,37 3,53 3,45 3,6B Bank Umum Syariah*)1 DPK (Rp Triliun) 4,03 4,49 4,38 5,07 4,72 5,92 6,34
- Giro (Rp Triliun) 0,33 0,34 0,40 0,53 0,36 0,60 0,59 - Deposito (Rp Triliun) 1,87 1,90 2,14 2,37 1,95 2,36 2,33 - Tabungan (Rp Triliun) 1,89 2,25 2,06 2,16 2,41 2,96 3,42
2 Pembiayaan (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cabang 3,41 3,53 3,72 4,05 3,96 5,56 6,20 - Modal Kerja 1,86 1,89 2,07 2,10 2,23 2,68 3,03 - Investasi 0,54 0,55 0,57 0,61 0,48 0,76 0,81 - Konsumsi 1,01 1,09 1,19 1,34 1,25 2,12 2,37
3 - FDR 86,26 78,50 84,83 79,89 83,95 93,93 97,81C BPR Konvensional1 Total Aset (Rp Triliun) 6,21 6,49 6,67 7,06 7,33 7,64 8,072 DPK (Rp Triliun) 4,40 4,62 4,78 5,08 5,38 5,55 5,78
- Tabungan (Rp Triliun) 0,96 1,03 1,03 1,16 1,27 1,25 1,26 - Deposito (Rp Triliun) 3,44 3,59 3,75 3,93 4,11 4,30 4,53
3 Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek 4,49 4,59 4,72 4,81 4,98 5,33 5,64 - Modal Kerja 2,42 2,45 2,48 2,64 2,73 2,91 3,1 - Investasi 0,14 0,14 0,14 0,13 0,13 0,14 0,1 - Konsumsi 1,93 2,00 2,08 2,03 2,11 2,28 2,39
4 Kredit MKM (triliun Rp) 4,49 4,59 4,72 4,81 4,97 5,33 5,64
No Indikator2009 2010
0
15
Keterangan: *) Data merupakan data per Agustus 2010, kecuali data BPR Konvensional yang menggunakan data September 2010
III. SISTEM PEMBAYARAN
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III
Transaksi Tunai
Posisi Kas Gabungan (Rp Triliun) 5,77 7,42 6,65 4,10 5,49 3,67 6,05
Inflow (Rp Triliun) 7,02 3,34 3,71 6,00 6,72 5,00 8,22
Outflow (Rp Triliun) 0,81 2,01 3,14 2,05 0,80 2,18 5,09
Transaksi Non Tunai
BI-RTGS
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 130,57 138,64 159,53 147,18 151,19 169,98 188,69
Volume Transaksi BI-RTGS 188.863 196.533 232.945 238.919 252.006 274.959 2.915.564
Rata-rata Harian Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 2,18 2,24 2,57 2,37 2,48 2,74 3,04
Rata-rata Harian Volume Transaksi BI-RTGS 3.148 3.170 3.757 3.854 4.131 4.435 47.025
Kliring
Nominal Perputaran Kliring (triliun Rp) 9,94 10,38 10,64 11,19 10,82 11,14 11,82
Volume Perputaran Kliring 504.311 476.875 484.106 481.440 496.425 510.649 515.642
Rata-rata Harian Nominal Perputaran Kliring (triliun Rp) 0,17 0,17 0,17 0,18 0,18 0,18 0,19
Rata-rata Harian Volume Perputaran Kliring 8.405 7.692 7.808 7.765 8.138 8.236 8.317
Indikator2009 2010
xiv
RINGKASAN EKSEKUTIF
1
RINGKASAN EKSEKUTIF
RINGKASAN EKSEKUTIF
2
RINGKASAN EKSEKUTIF
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO
Perekonomian Jawa Barat tumbuh melambat
Perekonomian Jawa Barat pada triwulan III-2010 mengalami pertumbuhan sebesar 4,0% (yoy), atau melambat apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,9%.
Dari sisi permintaan, perlambatan dipicu oleh melambatnya konsumsi
rumah tangga
Dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi disebabkan karena melambatnya konsumsi rumah tangga, sebagai penyangga utama perekonomian Jawa Barat, serta meningkatnya realisasi impor ke Jawa Barat. Namun demikian, perlambatan pertumbuhan lebih lanjut dapat diredam dengan masih meningkatnya pertumbuhan konsumsi pemerintah, investasi, maupun ekspor.
Dari sisi penawaran, menurunnya sektor
pertanian dan perlambatan di sektor PHR
mengakibatkan perlambatan pada
perekonomian Jawa Barat
Dari sisi penawaran, perlambatan disebabkan oleh turunnya kinerja sektor pertanian, karena turunnya produksi di sektor pertanian, sebagai dampak dari menurunnya produktivitas padi. Selain itu, sektor PHR mengalami perlambatan pertumbuhan, seiring melambatnya konsumsi rumah tangga. Di sisi lain, sektor industri pengolahan, sebagai sektor yang paling dominan, masih tumbuh relatif stabil selama periode laporan.
PERKEMBANGAN INFLASI
Perkembangan harga di Jawa Barat masih
menunjukkan terjadinya inflasi
Selama periode triwulan III-2010 sampai bulan Oktober 2010, perkembangan harga di Jawa Barat secara umum masih menunjukkan terjadinya inflasi. Laju inflasi secara bulanan (mtm) menunjukkan trend yang melambat sehingga akumulasi kenaikan laju inflasi (ytd) dapat sedikit teredam dan lebih rendah dibandingkan akumulasi inflasi nasional.
Tekanan inflasi bersumber dari kenaikan harga
sebagian besar kelompok barang/jasa
Tekanan inflasi yang terjadi bersumber dari kenaikan harga pada sebagian besar kelompok barang/jasa. Perkembangan harga juga tidak terlepas dari adanya pengaruh musiman, seperti berakhirnya Hari Raya Idul Fitri pada pertengahan September 2010, yang menyebabkan tekanan harga pada sebagian besar barang dan jasa menurun. Sementara itu, pengaruh faktor fundamental relatif tidak terlalu memberikan tekanan yang kuat terhadap harga
PERKEMBANGAN PERBANKAN
Kondisi perbankan di Jawa Barat masih menunjukkan
adanya peningkatan
Perbankan di Jawa Barat pada triwulan III-2010 masih berada dalam kondisi yang kuat, sebagaimana tercermin dari pertumbuhan berbagai indikator perbankan, seperti aset, dana pihak ketiga, dan outstanding kredit. Penyaluran kredit pada triwulan III-2010 tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan II-2010, khususnya untuk kredit investasi. Hal ini sejalan dengan semakin maraknya upaya realisasi investasi yang dilakukan oleh pelaku usaha. Sementara itu, pertumbuhan kredit yang lebih cepat daripada pertumbuhan DPK menyebabkan Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan mengalami peningkatan. Di sisi lain, risiko kredit mengalami sedikit peningkatan, namun masih relatif terkendali.
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Realisasi penerimaan keuangan daerah
mengalami peningkatan
Realisasi penerimaan, baik APBN maupun APBD di Jawa Barat, mengalami peningkatan selama triwulan III-2010. Penerimaan pajak pemerintah pusat meningkat terutama pada pos Pajak Penghasilan, sementara penerimaan Pemerintah Provinsi juga diperkirakan meningkat, yang bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor serta Bea
3
RINGKASAN EKSEKUTIF
Balik Nama Kendaraan Bermotor. Realisasi belanja
Pemerintah Pusat di Jawa Barat diperkirakan
meningkat, namun realisasi belanja
Pemerintah Provinsi Jawa Barat diperkirakan lebih
rendah dibandingkan pola musimannya
Realisasi belanja Pemerintah Pusat di Jawa Barat diperkirakan mengalami peningkatan pada triwulan III-2010, yang terjadi akibat naiknya realisasi dana Dekonsentrasi yang relatif tinggi, serta realisasi dana Tugas Pembantuan. Namun demikian, di sisi lain, realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada triwulan III-2010 diperkirakan lebih rendah dibandingkan pola musimannya, dan lebih terkonsentrasi pada triwulan IV-2010. Kondisi ini mengakibatkan kurang optimalnya peran pembiayaan keuangan daerah terhadap perekonomian Jawa Barat pada periode laporan.
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Transaksi sistem pembayaran di Jawa Barat
masih mengalami kenaikan
Transaksi sistem pembayaran tunai di Jawa Barat selama triwulan III-2010 secara umum masih mengalami peningkatan, dan menunjukkan net infow yang semakin tinggi. Di sisi lain, sistem pembayaran non tunai, baik transaksi kliring maupun RTGS, juga masih masih mengalami kenaikan selama triwulan III-2010. Sementara it, strategi jemput bola serta kerjasama dengan perbankan Jawa Barat dalam kegiatan penukaran Uang Pecahan Kecil, berhasil memenuhi kebutuhan masyarakat Jawa Barat terhadap UPK, sekaligus meminimasi antrian masyarakat.
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat diindikasikan
terus meningkat
Kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat diperkirakan semakin menunjukkan perbaikan selama periode triwulan III-2010, terindikasikan oleh meningkatnya penyerapan tenaga kerja yang lebih besar, sebagai dampak dari masih kondusifnya perekonomian pada beberapa sektor perekonomian utama di Jawa Barat.
Kondisi kesejahteraan di Jawa Barat masih relatif
stabil
Kondisi kesejahteraan masyarakat Jawa Barat juga diperkirakan masih relatif stabil. Walaupun terhadang oleh inflasi, yang sedikit memperlemah daya beli masyarakat, namun kesejahteraan diperkirakan masih cenderung meningkat, sebagaimana tercermin dari masih optimisnya Indeks Penghasilan masyarakat serta meningkatnya Nilai Tukar Petani di Jawa Barat selama triwulan III-2010.
PROSPEK PEREKONOMIAN
Perekonomian Jawa Barat pada triwulan IV-2010
diperkirakan mengalami peningkatan
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sampai dengan akhir tahun 2010 diperkirakan akan semakin menguat. Setelah tumbuh melambat pada laju 4,0% (yoy) pada triwulan III-2010, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2010 diperkirakan akan mengalami peningkatan, yang berada pada kisaran 6-6,5%. Dengan demikian, secara keseluruhan perekonomian Jawa Barat untuk tahun 2010 akan mencapai 6,0%. Dari sisi permintaan, relatif tingginya pertumbuhan masih disumbang oleh peningkatan konsumsi, baik rumah tangga maupun pemerintah, serta kenaikan investasi. Sementara itu, dari sisi sektoral, ketiga sektor dominan di Jawa Barat, meliputi sektor industri pengolahan, PHR, dan pertanian, diperkirakan mengalami peningkatan pada triwulan IV-2010 dibandingkan triwulan sebelumnya.
Laju inflasi Jawa Barat pada triwulan III-2010
diperkirakan berada pada kisaran 4,3% s.d. 4,6%
Perkembangan inflasi selama tahun 2010 cenderung meningkat sehingga inflasi di Provinsi Jawa Barat diperkirakan akan mencapai 6,22% pada akhir tahun 2010. Masih tingginya perkiraan laju inflasi selama triwulan IV-2010 terutama bersumber dari kenaikan harga pada
4
RINGKASAN EKSEKUTIF
5
komoditas kelompok makanan jadi/minuman/rokok dan kelompok non makanan. Ditinjau dari faktor penyebabnya, faktor fundamental, sebagai dampak meningkatnya permintaan dan kenaikan ekspektasi inflasi masyarakat, serta adanya potensi shock, memberikan kontribusi terhadap terjadinya kenaikan inflasi selama triwulan IV-2010.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
7
,
BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
8
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
Perekonomian Jawa Barat pada triwulan III-2010 masih mengalami pertumbuhan sebesar
4,0% (yoy), walaupun melambat apabila dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode
sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,9%. Perlambatan pertumbuuhan pada triwulan III-2010
merupakan pola yang berbeda, dimana biasanya pertumbuhan pada triwulan III selalu lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya. Dilihat dari sisi permintaan, perlambatan ekonomi disebabkan
karena melambatnya konsumsi rumah tangga, sebagai penyangga utama perekonomian Jawa Barat,
serta meningkatnya realisasi impor ke Jawa Barat. Namun demikian, perlambatan pertumbuhan lebih
lanjut dapat diredam dengan masih meningkatnya pertumbuhan konsumsi pemerintah, investasi,
maupun ekspor. Sementara itu, dari sisi penawaran, penurunan di sektor pertanian, akibat datangnya
anomali iklim yang mengakibatkan turunnya produksi tanaman bahan makanan khususnya padi di
Jawa Barat, serta melambatnya sektor PHR akibat lesunya konsumsi rumah tangga, menjadi faktor
utama yang mengakibatkan perlambatan perekonomian Jawa Barat selama triwulan III-2010. Di sisi
lain, sektor industri pengolahan masih tumbuh positif dan relatif stabil, yang terutama didorong oleh
meningkatnya permintaan ekspor terhadap produk industri pengolahan.
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat (yoy)
7,1%
4,7%
6,4%
4,5% 4,4%
3,2%
4,0%
6,1%6,6%
6,9%
4,0%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III
2008 2009 2010 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
1. SISI PERMINTAAN
Di sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan investasi, ekspor, serta konsumsi pemerintah
belum mampu mendorong peningkatan pertumbuhan pada triwulan III-2010, mengingat
lambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga serta meningkatnya impor. Perkembangan
berbagai komponen tersebut menjadikan perekonomian Jawa Barat secara keseluruhan mengalami
perlambatan pada triwulan III-2010, berbeda dengan pola musimannya, yang biasanya tumbuh lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.
9
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
10
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Barat Dari Sisi Permintaan (%)
Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.IIIKonsumsi Rumah Tangga 8,0% 4,8% 7,8% 4,3% 7,1% 5,6% 8,0% 3,5% 2,5% 5,1% 3,8%Konsumsi Pemerintah ‐2,9% ‐14,5% 11,0% 5,0% 4,5% 7,0% 3,2% 1,1% ‐11,4% ‐2,0% 0,3%Pembentukan Modal Tetap Bruto 10,4% 8,5% 14,0% 7,9% 12,7% 4,4% ‐9,0% 0,2% 5,4% 8,8% 9,5%Ekspor ‐14,2% ‐10,5% ‐20,8% ‐8,4% ‐13,7% ‐13,0% 9,5% 5,3% 4,8% 0,6% 18,4%Impor ‐5,5% ‐14,3% ‐19,8% ‐3,9% ‐8,8% ‐2,8% 5,8% ‐8,2% 2,6% 8,9% 25,5%
PDRB 7,1% 4,7% 6,4% 4,5% 4,4% 3,2% 4,0% 6,1% 6,6% 6,9% 4,0%
Komponen Penggunaan2008 2009 2010
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
1.1. Konsumsi
Konsumsi rumah tangga di Jawa Barat mengalami perlambatan bila dibandingkan triwulan
sebelumnya. Melambatnya konsumsi rumah tangga terutama disebabkan karena menurunnya
persepsi daya beli masyarakat, akibat kenaikan tren inflasi khususnya bahan makanan, serta naiknya
TDL pada periode laporan. Kondisi ini mengakibatkan masyarakat melakukan penundaan dalam
pembelian konsumsi rumah tangga. Selain itu, turunnya produksi padi akibat anomali iklim, juga turut
mendorong perlambatan pada konsumsi masyarakat, khususnya para petani. Bahkan, perayaan
Lebaran yang jatuh pada periode laporan, diperkirakan tidak mampu untuk mendorong peningkatan
konsumsi masyarakat, seperti yang terjadi pada triwulan III-2009. Hal ini turut dikonfirmasi oleh
Asosiasi Pedagang Ritel Indonesia (APRINDO) Jawa Barat, yang menyatakan bahwa penjualan produk
ritel di pasar modern hanya meningkat tipis, yaitu sekitar 9%. Nilai tersebut jauh lebih rendah
dibandingkan pencapaian pada periode Lebaran di tahun-tahun sebelumnya, yang mampu meningkat
sekitar 18-20%.
Perlambatan konsumsi rumah tangga ini
didukung pula oleh hasil survei yang dilakukan
Bank Indonesia (BI) Bandung. Rata-rata Indeks
Keyakinan Konsumen1 berada pada level yang
semakin pesimis, dan mengalami penurunan,
yaitu dari sebesar 99,5 pada triwulan II-2010
menjadi 96,3 pada triwulan III-2010 (Grafik
1.2). Namun demikian, IKK tersebut masih
lebih tinggi dibandingkan kondisi pada
triwulan III-2010, yang mengindikasikan masih
relatif tingginya dan positifnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada periode laporan. Dilihat
dari komponennya, penurunan IKK terutama didorong oleh menurunnya Indeks Kondisi Ekonomi Saat
ini, terutama akibat persepsi menurunnya daya beli masyarakat, serta menurunnya Indeks Pembelian
Barang Tahan Lama (Durabel Goods).
1 Hasil Survei Konsumen KBI Bandung
Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen
40
60
80
100
120
140
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2007 2008 2009 2010
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Garis 100 Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
Grafik 1.3. Komponen Indeks Kondisi
Ekonomi Saat ini
25
50
75
100
125
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2008 2009 2010
Penghasilan saat ini Pembelian durable goods
Garis 100 Ketersediaan lapangan kerja saat ini Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung
Grafik 1.4. Komponen Indeks Ekspektasi
40
60
80
100
120
140
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2008 2009 2010
Ekspektasi kondisi perekonomian Garis 100
Ekspektasi ketersediaan Lap. Kerja Ekspektasi penghasilan
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.
Melambatnya konsumsi rumah tangga juga tercermin dari perlambatan penyaluran kredit perbankan di
Jawa Barat untuk penggunaan konsumsi, selama triwulan III-2010. Pada Agustus 2010, kredit konsumsi
tumbuh 17,7% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang
mencapai 21,7%.
Grafik 1.5. Posisi Baku Debet Kredit Konsumsi
0
10
20
30
40
0
20
40
60
Tw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.III
2007 2008 2009 2010
%Rp Triliun
Posisi Baki Debet Pertumbuhan (yoy)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), BI Bandung
1.2. Investasi
Terus membaiknya perekonomian, baik domestik maupun global, serta positifnya prospek
perekonomian ke depan, mendorong maraknya investasi yang terealisasi pada triwulan III-
2010. Realisasi investasi masuk ke Jawa Barat, akibat meningkatnya optimisme pelaku usaha akan
kondisi usaha ke depan. Oleh karenanya, produsen merespons dengan meningkatkan kapasitas
produksi demi memenuhi naiknya perkiraan permintaan yang akan datang.
Peningkatan investasi tersebut diantaranya tercermin dari naiknya impor barang modal ke Jawa Barat,
yang mengalami lonjakan pertumbuhan yang sangat signifikan, yaitu tumbuh 184% (yoy). Pencapaian
tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II-2010 yang sebesar 58%. Dilihat
dari komoditasnya, peningkatan impor barang modal tersebut disebabkan oleh meningkatnya
peralatan transportasi untuk industri, seperti alat berat.
11
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
12
Grafik 1.6. Impor Barang Modal
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
0
25
50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
2008 2009 2010
Ribu Ton
Volume Impor Barang Modal Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Meningkatnya realisasi investasi juga diindikasikan oleh kenaikan tren investasi di Jawa Barat pada
triwulan III-2010, dengan realisasi investasi sebesar Rp1,9 triliun untuk Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN), dan USD0,7 miliar untuk Penanaman Modal Asing (PMA). Realisasi tersebut
mengalami peningkatan pertumbuhan, apabila dibandingkan dengan realisasi pada triwulan
sebelumnya, yaitu dari tumbuh 9,2% (yoy) menjadi 10,5%. Adapun investasi tersebut berasal dari 41
proyek PMDN dan 180 proyek PMA. Dengan demikian, investasi sudah terealisasi sekitar 67,5% dari
target investasi Jawa Barat untuk keseluruhan tahun 2010. Dengan pencapaian tersebut, Provinsi Jawa
Barat menduduki posisi ketiga dalam hal
realisasi investasi terbesar di Indonesia.
Sementara itu, dilihat dari sisi sektoral, serapan
investasi di Jabar hingga triwulan III-2010
didominasi oleh sektor industri pengolahan,
yang mencapai 43% dari keseluruhan realisasi
investasi, seperti komponen otomotif,
permesinan, karet olahan, furnitur, tesktil, dll.
Berdasarkan lokasi, realisasi investasi terbesar
berada di Jabar Bagian Utara, seperti Bekasi,
Karawang, dan Purwakarta.
Selain itu, indikasi lain dari meningkatnya investasi pada triwulan III-2010 adalah peningkatan jumlah
perizinan baru yang diproses oleh BPPT Kota Bandung hingga akhir semester I-2010. Usaha yang
sudah memperoleh izin tersebut tentunya akan segera diikuti dengan realisasi investasi pada triwulan
III-2010.
Salah satu wujud investasi yang dilakukan pada periode laporan adalah pembangunan pabrik baru PT
Astra Honda Motor di Cikarang, dengan perkiraan investasi senilai Rp760 miliar, yang diperkirakan
rampung pada pertengahan tahun 2011. Demikian juga dengan investasi yang dilakukan oleh PT
Indocement dalam wujud pembangunan pabrik baru, untuk meningkatkan kapasitas produksinya.
Setelah menginvestasikan dana senilai USD18,75 juta untuk peningkatan kapasitas produksi pabrik
serta pembangunan pabrik semen baru di Cirebon pada semester I-2010 lalu, pada semester II-2010,
Grafik 1.7. Realisasi Investasi Jawa Barat
-100
0
100
200
300
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III
2008 2009 2010
%Rp Miliar
Realisasi Investasi Pertumbuhan (yoy)
Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Jawa Barat
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
PT Indocement segera merealisasikan investasi senilai USD56,25 juta untuk kembali membangun
pabrik baru di Citeureup (dengan investasi total senilai USD300-450 juta). Disamping itu, perusahaan
juga berencana membangun PLTU 2x50 MW di lokasi yang sama, dengan perkiraan investasi senilai
USD100-150 juta. Investasi pada produk alas kaki juga tampak pada upaya sebelas produsen sepatu,
baik lokal maupun asing, yang melakukan pembangunan pabrik baru di Jawa Barat, seperti di
Karawang, untuk menangkap peluang pasar sepatu baik global maupun domestik yang menunjukkan
tren pemulihan dari guncangan krisis keuangan global.
1.3. Ekspor Impor
Meningkatnya kinerja ekspor menjadi salah satu faktor utama penggerak perekonomian
Jawa Barat pada triwulan III-2010. Hal ini didukung oleh membaiknya pertumbuhan ekonomi di
negara-negara mitra dagang utama Jawa Barat, khususnya di Asia. Pergerakan impor juga mengalami
keadaan serupa dengan ekspor, yaitu mengalami peningkatan. Hal ini terjadi sejalan dengan
meningkatnya kebutuhan bahan baku produksi di Jawa Barat, dengan kandungan bahan baku impor
yang cukup tinggi.
Naiknya kinerja ekspor Jawa Barat terindikasikan dari meningkatnya realisasi volume ekspor Jawa Barat
selama Juli-Agustus 2010, yang tumbuh rata-rata sebesar 11,1% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan pada periode sebelumnya yang sebesar 2,1%. Apabila dilihat dari sisi nilainya, maka
terjadi perlambatan pertumbuhan, dari 24,1% menjadi19,2%. Namun demikian, perlambatan ini
disebabkan karena penguatan nilai rupiah yang terjadi selama periode laporan, yang mengakibatkan
harga produk ekspor lebih murah.
Grafik 1.8. Nilai Ekspor Jawa Barat
-20%
0%
20%
40%
1.000
1.250
1.500
1.750
2.000
2.250
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8
2008 2009 2010
USD Juta
Nilai Ekspor Pertumbuhan (sumbu kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 1.9. Volume Ekspor Jawa Barat
-50%
-25%
0%
25%
50%
300
600
900
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8
2008 2009 2010
Ribu Ton
Volume Ekspor Pertumbuhan (sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia
Dilihat dari komoditasnya, peningkatan ekspor terjadi untuk komoditas dominan ekspor Jawa Barat,
khususnya Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Baik secara nilai maupun secara volume, ekspor TPT selama
periode Juli-Agustus 2010 tumbuh rata-rata 25% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada
periode sebelumnya. Demikian juga dengan perkembangan ekspor produk alas kaki, yang mengalami
13
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
lonjakan permintaan ekspor yang signifikan, yaitu mampu tumbuh rata-rata sebesar 41%, jauh lebih
tinggi dibandingkan triwulan II-2010 yang tumbuh 14%.
Grafik 1.10. Nilai Ekspor TPT
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
200
400
600
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
2008 2009 2010
(yoy)USD Juta
Nilai Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 1.11. Volume Ekspor TPT
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
0
25
50
75
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
2008 2009 2010
(yoy)Ribu Ton
Volume Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 1.12. Nilai Ekspor Alas Kaki
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
0
10
20
30
40
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
2008 2009 2010
(yoy)USD Juta
Nilai Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 1.13. Volume Ekspor Alas Kaki
-40%
0%
40%
80%
120%
0
2
4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
2008 2009 2010
(yoy)Ribu Ton
Volume Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Namun demikian, beberapa komoditas dominan ekspor lainnya mengalami penurunan ekspor, yaitu
alat telekomunikasi, mesin elektrik, yang mengalami pertumbuhan negatif selama Juli-Agustus 2010.
Sementara itu, penjualan ekspor kendaraan bermotor mengalami perlambatan pertumbuhan, namun
masih tumbuh pada level yang relatif tinggi, yaitu 59% (yoy) dari sisi volumenya, dan 65% dari sisi
nilai ekspornya.
Grafik 1.14. Nilai Ekspor Alat Telekomunikasi
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
0
100
200
300
400
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2
2008 2009 2010
yoyUSD Juta
Nilai Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 1.15. Volume Ekspor Alat
Telekomunikasi
-30%
0%
30%
60%
90%
120%
150%
180%
0
5
10
15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2
2008 2009 2010
yoyRibu Ton
Volume Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Sumber: Bank Indonesia
14
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
15
Grafik 1.16. Nilai Ekspor Mesin Elektrik
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
0
50
100
150
200
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2
2008 2009 2010
yoyUSD Juta
Nilai Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 1.17. Volume Ekspor Mesin Elektrik
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
0
10
20
30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2
2008 2009 2010
yoyRibu Ton
Volume Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Dilihat dari negara pembeli, ekspor terbesar (secara volume) masih ditujukan untuk negara Singapura,
yang kemungkinan diekspor kembali ke negara-negara lain di Asia, Amerika, dan Eropa. Adapun
pertumbuhan volume ekspor Jawa Barat ke 4 negara tujuan ekspor utama Jawa Barat terus
mengalami peningkatan pada triwulan III-2010, yaitu Singapura, Jepang, Malaysia, dan Amerika
Serikat. Hal ini juga tampak pada perkembangan volume ekspor Jawa Barat ke seluruh benua yang
mengalami peningkatan pertumbuhan selama triwulan III-2010 ini, dengan peningkatan tertinggi
terjadi ke benua Afrika.
Grafik 1.18. Volume Ekspor Jawa Barat
Berdasarkan Benua Pembeli
0
100
200
300
400
500
600
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
2008 2009 2010
Ribu Ton
Asia
Amerika
EropaAustraliaAfrika
Sumber: Bank Indonesia
Tabel 1.2. Pertumbuhan Volume Ekspor
Berdasarkan Benua Asal Pembeli
No WilayahPertumbuhan
Tw.II-2010 (yoy)
Pertumbuhan Tw.III-2010*)
(yoy)
1 Afrika -8,9% 37,9%
2 Amerika -33,8% -28,0%
3 Asia 22,7% 28,1%
4 Australia 20,4% 12,5%
5 Eropa -4,6% 3,3%
Sumber: Bank Indonesia *) Meliputi realisasi ekspor selama bulan Juli-Agustus 2010
Sementara itu, impor juga bergerak searah dengan ekspor, yang mengalami peningkatan selama
triwulan III-2010. Hal ini terjadi, selain akibat meningkatnya investasi di Jawa Barat, juga sebagai
dampak persiapan memenuhi kebutuhan masyarakat dalam rangka peringatan hari raya Idul Fitri yang
jatuh pada triwulan III-2010. Dilihat dari jenisnya, peningkatan terutama terjadi untuk impor barang
modal serta barang konsumsi.
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
Grafik 1.19. Nilai Impor Jawa Barat
-80%
-40%
0%
40%
80%
120%
160%
0
250
500
750
1.000
1.250
1.500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
2008 2009 2010
USD Juta
Nilai Impor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 1.20. Volume Impor Jawa Barat
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
0
100
200
300
400
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
2008 2009 2010
Ribu Ton
Volume Impor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Sumber: Bank Indonesia
2. SISI PENAWARAN
Perlambatan ekonomi yang terjadi di Jawa Barat pada triwulan III-2010 disebabkan oleh
turunnya kinerja sektor pertanian akibat turunnya produksi padi, serta melambatnya sektor
PHR. Di sisi lain, sektor industri pengolahan, sebagai sektor yang paling dominan, masih tumbuh
relatif stabil. Kondisi ini tercermin dari hasil Survei Kondisi Dunia Usaha (SKDU) di Jawa Barat, yang
menunjukkan adanya perlambatan pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Barat
Dari Sisi Penawaran (%)
Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.IIIPertanian 34,8% ‐2,0% ‐3,5% ‐11,2% 2,7% 9,7% 3,3% 16,9% ‐3,0% 2,2% ‐2,8%Pertambangan dan Penggalian ‐15,3% ‐15,9% ‐8,8% 2,4% 1,0% 4,6% 10,9% 16,1% 7,1% 5,7% ‐0,7%Industri Pengolahan 5,5% 9,5% 10,5% 10,8% 4,3% ‐1,6% ‐1,2% ‐1,8% 3,2% 2,4% 2,0%Listrik, Gas, dan Air Bersih 4,7% 5,4% 3,7% 3,3% 4,5% 11,0% 22,6% 27,9% 17,2% 11,8% 3,0%Bangunan/Konstruksi 2,1% 1,2% 13,4% 19,2% 3,9% 8,5% 2,4% 8,7% 17,0% 16,6% 11,2%Perdagangan, Hotel, dan Restoran 3,6% 2,8% 6,1% ‐0,8% 6,5% 6,8% 12,4% 14,4% 17,9% 15,1% 6,1%Pengangkutan dan Komunikasi 0,5% 7,0% 3,5% 0,7% 7,7% 11,1% 10,5% 11,2% 13,7% 18,0% 21,7%Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusaha ‐1,8% 3,5% 8,6% 9,9% 2,5% 4,3% 5,0% 11,8% 14,5% 10,0% 7,0%Jasa‐jasa 1,1% ‐0,1% 2,4% 3,8% 2,7% 4,0% 3,4% 2,8% 3,2% 6,9% 8,8%
PDRB 7,1% 4,7% 6,4% 4,5% 4,4% 3,2% 4,0% 6,1% 6,6% 6,9% 4,0%
2009 2010Lapangan Usaha
2008
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
2.1. Sektor Pertanian
Kinerja sektor pertanian mengalami kontraksi pada triwulan III-2010, seiring terjadinya
anomali iklim, khususnya pada semester II-2010. Fenomena La Nina, yang mengakibatkan lebih
panjangnya musim hujan, menjadikan musim kemarau di Indonesia menjadi basah (kemarau basah),
dan diperkirakan akan terjadi hingga Maret 2011. Khusus untuk Agustus-September 2010, La Nina
diperkirakan memiliki intensitas moderat, dan akan meningkat menjadi kuat hingga Januari 2011.
Pada dasarnya, kondisi ini seharusnya menguntungkan bagi petani, khususnya petani padi tadah hujan
di sentra-sentra produksi padi, karena meningkatkan ketersediaan air. Kondisi ini pula lah yang
16
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
menjadikan produksi padi Jawa Barat pada tahun 2009 lalu meningkat dan melampaui target. Namun
demikian, khusus untuk tahun 2010 ini, fenomena La Lina juga mendatangkan kegagalan panen yang
cukup besar, akibat semakin masifnya serangan Organisme Pengganggu Tanaman, khususnya hama
Wereng Batang Cokelat (WBC). Serangan pada tahun 2010 ini (data hingga 15 September 2010)
mendatangkan kegagalan panen seluas 871 hektar di Jawa Barat, jauh lebih luas dibandingkan
dampak hama pada tahun 2009 silam. Selain itu, penurunan produksi akibat merebaknya serangan
hama WBC juga terindikasikan dari turunnya produktivitas rata-rata di sentra produksi di Karawang,
dari sebelumnya 7,32 juta ton GKP/ha pada musim lalu, menjadi 6,76 juta ton GKP/ha.
Menurunnya sektor pertanian diindikasikan oleh melambatnya pertumbuhan produksi padi di Jawa
Barat. Walaupun luas panen mengalami kenaikan yang cukup besar, yaitu dari tumbuh 4,6% (yoy)
pada triwulan II-2010 menjadi 12,1% pada triwulan III-2010, namun produksi padi melambat akibat
turunnya produktivitas padi. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat,
produksi padi di Jawa Barat selama triwulan III-2010 tumbuh melambat, yaitu dari sebesar 6,8% (yoy)
menjadi 5,7%. Adapun perlambatan tersebut terutama terjadi karena turunnya produksi pada bulan
Juli 2010. Selanjutnya, hingga akhir triwulan III-2010, produksi padi terus mengalami tren kenaikan
pertumbuhan.
Grafik 1.21. Produksi Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat
-50%
0%
50%
100%
150%
-
1.000.000
2.000.000
3.000.000
4.000.000
Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.III
2007 2008 2009 2010
%Ton
Produksi Padi Pertumbuhan (yoy)
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat
Grafik 1.22. Luas Panen Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat
-50%
0%
50%
100%
150%
-
200.000
400.000
600.000
800.000
Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.III
2007 2008 2009 2010
%Ha
Luas Panen Padi Pertumbuhan (yoy)
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat
Perlambatan kinerja sektor pertanian juga diindikasikan oleh melambatnya luas panen padi di Jawa
Barat selama triwulan III-2010 (Juli s.d. Agustus 2010), yang hanya tumbuh 4% (yoy), lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan rata-rata selama triwulan II-2010 yang sebesar 11%. Perlambatan juga
terindikasikan oleh turunnya luas panen padi di subround II-2010 (Mei s.d. Agustus 2010), pada
Angka Ramalan III-2010 BPS Jawa Barat. Sementara itu, penyaluran kredit perbankan di Jawa Barat ke
sektor pertanian juga menunjukkan laju penurunan yang semakin dalam pada triwulan III-2010.
17
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
Grafik 1.23. Luas Panen Padi Jawa Barat
1,83
0,42
0,76
0,64
1,80
0,32
0,64
0,84
1,95
0,35
0,74
0,86
2,01
0,45
0,72
0,84
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50
Jan-Des
IIISep-Des
IIMei-Ags
IJan-Apr
Juta Ha
Subround
2010 (Angka Ramalan III)
2009 (Angka Tetap)
2008 (Angka Tetap)
2007
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
Grafik 1.24. Penyaluran Kredit Perbankan Jawa Barat ke Sektor Pertanian
-20
-10
0
10
20
30
40
50
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IVTw.I Tw.II Tw.IIITw.IVTw.I Tw.II Tw.IIITw.IVTw.I Tw.II Tw.III
2007 2008 2009 2010
%Rp Triliun
Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), BI Bandung.
Untuk mengantisipasi meluasnya serangan hama WBC tersebut, Dinas Pertanian Tanaman Pangan
Jawa Barat telah melakukan pola pembasmian serempak dengan musuh alami dan pestisida. Selain
itu, petani juga diberikan pelatihan penyemprotan hama dengan teknik yang tepat. Untuk memutus
siklus WBC, petani diimbau untuk menanam komoditas palawija pada musim sela dari masa tanam
musim hujan ke masa tanam musim kemarau dan mengupayakan pola penanaman padi yang
serempak, penggunaan padi yang direkomendasikan oleh pemerintah yang lebih rentan terhadap
serangan hama tersebut, serta melakukan penyemprotan insektisida secara massal dan kontinu agar
penyebaran WBC dapat dikendalikan.
Dalam rangka pengendalian hama WBC, khususnya di Jawa Barat, pada tahun 2010 ini Kementerian
Pertanian mencoba suatu terobosan dengan memutus siklus tanaman melalui pola tanam. Dengan
pola ini, tanaman padi terutama di Jalur Pantai Utara (Pantura) sebagian akan diganti dengan tanaman
jagung dan kedelai. Program ini akan mulai dilaksanakan pada musim tanam Oktober-Maret, di
sebagian areal tanaman padi di jalur Pantura seperti Bekasi, Indramayu, Purwakata, Subang hingga
Karawang. Petani yang terkena program ini akan diberikan bantuan bibit jagung atau kedelai, pupuk
dan obat-obatan. Dalam rangka meningkatkan efektivitas program ini, keterlibatan semua unsur,
terutama petani dan pihak pemerintah daerah dalam melakukan monitoring dan koordinasi, mutlak
diperlukan. Selain itu, penyuluh pertanian, sebagai ujung tombak terdepan, diharapkan dapat lebih
aktif turun ke lapangan/petani.
Sementara itu, produksi untuk tanaman palawija di Jawa Barat mengalami perbaikan selama triwulan
III-2010, walaupun masih mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama di tahun 2009.
Berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, produksi tanaman palawija (meliputi
komoditas jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar) selama triwulan III-
2010 tumbuh -1,8% (yoy), lebih baik dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang
mengalami penurunan sebesar 8,2%. Kondisi ini terjadi seiring dengan perkembangan luas panen
palawija, yang tumbuh membaik dari -11,9% (yoy) pada triwulan II-2010 menjadi -1,6% selama
triwulan III-2010.
18
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
Grafik 1.25. Produksi Tanaman Pangan Non
Padi di Jawa Barat
-25%
0%
25%
50%
75%
-
500.000
1.000.000
1.500.000
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III
2008 2009 2010
%Ton
Produksi Tanaman Pangan Non Padi Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat
Grafik 1.26. Luas Panen Tanaman Pangan Non Padi di Jawa Barat
-25%
0%
25%
50%
-
50.000
100.000
150.000
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III
2008 2009 2010
%Ton
Luas Panen Tanaman Pangan Non Padi Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat
Di sisi lain, terdapat perkembangan yang cukup menggembirakan pada komoditas beras organik.
Setelah sukses melakukan ekspor ke Amerika Serikat, Singapura, dan Belanda, Gapoktan Simpatik di
Kabupaten Tasikmalaya kini menerima pesanan dari Malaysia untuk mengirim beras organik sebanyak
250 ton, yang dikirim secara rutin sebanyak 18-30 ton per bulan. Permintaan ini datang karena minat
masyarakat Malaysia yang tinggi terhadap beras organik asal Jabar ini. Selain itu, hasil perkebunan
Jabar juga semakin diminati masyarakat internasional, seperti melonjaknya permintaan dari Eropa
terhadap produk teh, kopi, dan Kakao. Khusus untuk teh, peranan Jabar dalam produksi teh nasional
sangat signifikan, karena 70% produksi teh berasal dari Jabar.
2.2. Sektor Industri Pengolahan
Sektor industri pengolahan tumbuh relatif stabil selama triwulan III-2010, didukung oleh
pertumbuhan subsektor-subsektor unggulan Jawa Barat, seperti TPT, alas kaki, serta
kendaraan bermotor. Meningkatnya kinerja sektor industri terjadi karena permintaan masyarakat,
terutama dari luar negeri, terhadap produk industri pengolahan semakin menunjukkan peningkatan.
Peningkatan yang terjadi pada sektor industri pengolahan tercermin dari naiknya nilai SBT dari hasil
Survei Kegiatan Dunia Usaha Jawa Barat, dari -3,3 pada triwulan II-2010, naik menjadi 0,6 pada
triwulan III-2010. Apabila dilihat dari subsektornya, kedua subsektor dominan di Jawa Barat
mengalami kenaikan nilai SBT, yang menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan, yaitu subsektor
tekstil, barang kulit, dan alas kaki, serta subsektor mesin, alat angkutan, dan alas kaki. Selain itu,
indikasi lainnya adalah peningkatan kapasitas produksi terpakai pada sektor industri pengolahan, yaitu
dari 67,3% pada triwulan II-2010 menjadi 69,1% pada triwulan III-2010.
19
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
Grafik 1.27. Realisasi Kegiatan Industri Pengolahan
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.III
2007 2008 2009 2010
SBT
Industri Pengolahan
Tekstil, barang kulit, dan alas kaki
Alat angkutan, mesin, dan peralatannya Sumber: Bank Indonesia
Subsektor industri mesin, alat angkutan, dan peralatannya mengalami peningkatan, didorong oleh
terus meningkatnya permintaan masyarakat, baik dari pasar domestik maupun ekspor, terhadap
kendaraan bermotor. Hal ini mendorong industri otomotif untuk menaikkan kapasitas produksi
mereka hingga mencapai titik maksimum.
Bahkan, inden mobil terus mengalami
kenaikan, akibat ketidakmampuan beberapa
merk memenuhi permintaan yang datang.
Salah satu contohnya adalah permintaan
produk Honda, yang diproduksi di Karawang,
dengan permintaan sebesar dua kali lipat dari
kemampuan produksinya. Kondisi ini akan
mendorong produsen untuk mengejar sisa
pesanan selama triwulan III-2010. Adapun
penjualan mobil dan motor secara nasional
mencatatkan rekor di sepanjang waktu,
masing-masing pada bulan Juli dan Agustus
2010.
20.000
40.000
60.000
80.000
200.000
400.000
600.000
800.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2008 2009 2010
Penjualan Motor (LHS) Penjualan Mobil (RHS)
Sumber: Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) dan Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI)
Gambar 1.28. Penjualan Mobil dan Motor Nasional
Selain faktor pembiayaan yang semakin mudah dalam kredit kepemilikan kendaraan bermotor,
naiknya penjualan kendaraan bermotor juga dipicu oleh diselenggarakannya The 18th Indonesia
International Motor Show (IIMS) pada tanggal 23 Juli-1 Agustus 2010. Untuk mempertahankan
tingginya permintaan, kalangan ATPM juga terus berupaya untuk mempertahankan harga jual,
walaupun diperkirakan akan terjadi pembengkakan biaya produksi, didorong oleh naiknya TDL serta
harga bahan baku, seperti baja.
Meningkatnya kinerja subsektor industri mesin dan alat angkutan juga tercermin salah satunya dari
hasil liaison terhadap perusahaan spare part kendaraan bermotor, dengan pencapaian penjualan di
tahun 2010 meningkat sekitar 20% (yoy), lebih tinggi dibandingkan kondisi normalnya, yang tumbuh
rata-rata sekitar 7-10%. Penjualan dalam waktu 1 tahun ke depan juga diperkirakan terus meningkat,
seiring semakin membaiknya perekonomian domestik serta permintaan konsumen terhadap
20
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
21
kendaraan bermotor yang juga diperkirakan
terus mengalami peningkatan. Selain itu,
perusahaan juga terus menjalankan strategi
baru untuk mengembangkan pasar, yaitu
dengan mencari target konsumen baru, dari
sebelumnya adalah Honda, Daihatsu, Yamaha,
dan Toyota, bertambah menjadi Kawasaki,
Nissan, dan Mitsubishi. Selanjutnya, untuk
mengantisipasi naiknya permintaan di depan,
perusahaan sudah merencanakan investasi,
dengan menambah 1 line mesin baru di tahun
2011, serta menambah jumlah tenaga kerja.
Selain dipicu oleh peningkatan penjualan di pasar domestik, permintaan di pasar internasional juga
menunjukkan peningkatan. Hal ini tercermin dari naiknya realisasi ekspor, baik dari sisi nilai maupun
volume, dari penjualan kendaraan Jawa Barat.
Positifnya kinerja industri kendaraan bermotor tersebut mendorong pelaku industri kendaraan
bermotor untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen mobil dan motor pada tahun 2011/2012,
serta sebagai basis produksi otomotif pada tahun 2025 mendatang.
Peningkatan kinerja sektor industri pengolahan juga terjadi pada industri elektronik. Walaupun
menghadapi serbuan produk elektronik China di pasar domestik, namun ACFTA diperkirakan tidak
berpengaruh signifikan terhadap industri lokal. Bahkan, kinerja industri elektronik di Jawa Barat
diperkirakan juga terus mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan kualitas produk lokal yang berada
jauh di atas produk China dengan harga yang tidak jauh berbeda. Salah satu indikasinya adalah hasil
liaison terhadap perusahaan produsen karton, sebagai pemasok perusahaan produsen elektronik di
Jawa Barat, yang mengalami kenaikan permintaan sekitar 20-25% (yoy), akibat kinerja perusahaan
yang sedang menuju pemulihan akibat krisis perekonomian global di tahun 2009 silam.
Penjualan alat-alat elektrik juga diperkirakan meningkat, seperti dikonfirmasi oleh hasil liaison
terhadap produsen alat listrik di Jawa Barat. Penjualan pada triwulan III-2010 diperkirakan semakin
meningkat, akibat permintaan ekspor yang sudah pulih, serta meningkatnya permintaan domestik
menjelang Lebaran. Untuk memenuhi kenaikan permintaan tersebut, kapasitas utilisasi sudah
ditingkatkan ke level maksimum (100%).
Industri TPT dan alas kaki Jawa Barat juga terus memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi
global, perluasan ekspor akibat ACFTA, serta masuknya Lebaran, sebagai faktor-faktor yang
mendorong kinerja industri TPT dan alas kaki tumbuh lebih tinggi pada triwulan III-2010. Walaupun
mendapatkan tantangan dengan semakin maraknya perdagangan produk TPT impor, khususnya dari
Cina, kinerja industri TPT diperkirakan masih bergerak dalam arah yang positif. Tingginya permintaan
dalam negeri selama periode laporan membuat produsen tekstil dan kerajinan sandal mengalihkan
fokus pemasaran ke dalam negeri. Sementara itu, ekspor produk TPT mencapai puncaknya selama Juli-
Agustus 2010, dengan realisasi nilai ekspor sebesar USD1.099 juta dan volume sebesar 209 ribu ton.
Gambar 1.29. Nilai dan Volume Ekspor Kendaraan
0
3
6
9
12
0
20
40
60
80
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
2008 2009 2010
Ribu TonUSD Juta
Nilai Ekspor Volume Ekspor
Sumber: Bank Indonesia
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
22
Dengan pencapaian tersebut, nilai maupun
volume ekspor tumbuh masing-masing sekitar
25% (yoy). Dari sisi perdagangan domestik,
relatif tingginya permintaan salah satunya
terlihat dari meningkatnya permintaan pasar
terhadap produk sarung buatan Majalaya pada
bulan Ramadhan, terutama dari Malaysia.
Bahkan, stok yang dimiliki perusahaan pun
sudah habis. Salah satu cerminan membaiknya
industri TPT Jawa Barat adalah perkembangan
salah satu perusahaan TPT besar di Jawa Barat
(PT Panafil), yang kini mulai bangkit setelah sempat melakukan PHK terhadap karyawannya.
Perusahaan tersebut kini mulai memanggil kembali karyawannya agar tetap dapat bekerja seperti
biasa. Optimisme pelaku industri TPT juga terlihat dari melonjaknya minat perusahaan yang mendaftar
untuk mengikuti program restrukturisasi mesin TPT (dikeluarkan oleh Kementrian Perindustrian), yang
telah ditutup pada 30 Juni 2010 lalu. Bahkan, potensi penyerapan dana restrukturisasi tersebut
(Rp179,5 miliar) telah melebih alokasinya (Rp144 miliar). Mulai kondusifnya iklim di industri TPT
diyakini merupakan salah satu faktor yang mendorong perusahaan untuk beradu cepat dalam
mengakses bantuan yang diberikan pemerintah tersebut. Dari 153 perusahaan yang mengajukan
bantuan di tahun 2010 ini, potensi investasi baru yang dihasilkan diperkirakan mencapai Rp1,99
triliun. Adapun peminat terbesar program ini masih didominasi perusahaan TPT dari Jawa Barat (54%).
Sementara itu, produk pakaian Jawa Barat dengan merk lokal juga semakin diminati sejumlah negara
tetangga, seperti Singapura. Beberapa perjanjian resmi telah diwujudkan antara industri TPT Jawa
Barat dengan pembeli di Singapura, terutama setelah penyelenggaran eksibisi pada bulan Juni 2010.
Adapun keunggulan produk lokal tersebut adalah dimasukkannya unsur kreativitas yang
diimplementasikan pada desain kaus, kemasan, hingga label. Untuk turut mendukung kinerja industri
TPT domestik, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) akan menggelontorkan dana senilai
USD350 juta untuk industri TPT pada tahun 2010. Dana tersebut akan digunakan untuk pembiayaan
ekspor dan investasi di sektor TPT. Dengan adanya dukungan tersebut, ekspor produk TPT
diperkirakan akan terus mengalami peningkatan.
Namun demikian, sebagai langkah Early Warning System, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) telah
mengajukan tindakan safeguard untuk beberapa produk TPT, meliputi benang kapas selain benang
jahit, dan kain tenunan dari kapas, pada akhir Juni 2010. Tindakan ini dilakukan setelah melakukan
pemantauan terhadap impor kedua produk tersebut yang sudah relatif tinggi.
Dari sisi pembiayaan, kenaikan kinerja sektor industri pengolahan juga tampak dari terus
meningkatnya pertumbuhan kredit perbankan di Jawa Barat yang disalurkan kepada sektor industri
pengolahan. Setelah tumbuh 6,4% (yoy) pada triwulan II-2010, posisi kredit yang disalurkan ke sektor
tersebut melonjak, hingga tumbuh mencapai 12,5% pada triwulan III-2010. Hal ini menunjukkan
Gambar 1.30. Nilai dan Volume EksporTekstil dan Produk Tekstil
50
60
70
80
90
100
110
0
200
400
600
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
2008 2009 2010
Ribu TonUSD Juta
Nilai Ekspor Volume Ekspor
Sumber: Bank Indonesia
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
23
bahwa semakin tingginya dana yang dibutuhkan oleh perusahaan yang bergerak di sektor industri,
sebagai salah satu sumber pembiayaan dalam melakukan aktivitas produksi dan investasi.
Gambar 1.31. Penyaluran Kredit Perbankan Jawa Barat
ke Sektor Industri Pengolahan
-10
0
10
20
30
0
5
10
15
20
Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.IITw.III
2007 2008 2009 2010
%Rp Triliun
Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Sumber: Bank Indonesia
2.3. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran masih mampu tumbuh relatif tinggi pada
triwulan III-2010, walaupun melambat apabila dibandingkan triwulan sebelumnya.
Perlambatan ini terjadi seiring akibat
melambatnya konsumsi rumah tangga, yang
mempengaruhi volume perdagangan eceran
di Jawa Barat selama triwulan III-2010.
Kondisi ini tercermin dari menurunnya rata-
rata Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini,
terutama Indeks Penghasilan Saat Ini dan
Indeks Pembelian Durable Goods. Penurunan
ini diperkirakan terjadi, karena persepsi
melemahnya daya beli masyarakat, akibat
relatif tingginya angka inflasi pada periode
tersebut.
Sementara itu, subsektor hotel diperkirakan juga mengalami perlambatan pertumbuhan, yang
diperkirakan disebabkan oleh menurunnya wisatawan domestik ke Jawa Barat, sementara wisatawan
mancanegara masih terus mengalami peningkatan pertumbuhan. Beberapa indikator melambatnya
subsektor hotel tersebut antara lain melambatnya Tingkat Hunian Kamar (THK) Hotel di Jawa Barat
selama triwulan III-2010, bahkan lebih rendah dibandingkan THK pada triwulan II-2010. Hal ini
berbeda dibandingkan kondisi pada triwulan III di tahun-tahun sebelumnya, dimana terjadi
peningkatan pada THK di triwulan III. Perlambatan ini diperkirakan lebih disebabkan karena
melambatnya jumlah wisatawan asal domestik yang menginap, karena wisatawan mancanegara yang
berkunjung ke Jawa Barat masih tumbuh meningkat. Kondisi ini terindikasikan dari meningkatnya
pertumbuhan jumlah wisatawan mancanegara ke Jawa Barat melalui bandara Hussein Sastranegara
Gambar 1.32. Indeks Kondisi Ekonomi
25
50
75
100
125
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2008 2009 2010
Penghasilan saat ini Pembelian durable goods
Garis 100 Ketersediaan lapangan kerja saat ini
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
ataupun Pelabuhan Muarajati, yang tumbuh sebesar 14% (yoy), meningkat dari periode sebelumnya
yang turun 8%.
Tabel 1.4. Indikator Perhotelan di Jawa Barat
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIHotel Bintang 42,31 41,40 40,03 40,45 43,65 43,10 46,93 49,67 48,16 49,95 47,89 15,9% 2,0%Hotel Non Bintang 24,54 25,24 25,18 27,13 24,96 28,08 27,40 32,35 31,65 35,46 36,64 26,3% 33,7%Hotel Bintang &
Non Bintang36,01 31,22 32,84 33,87 35,23 36,75 37,33 42,75 42,85 46,89 44,62 27,6% 19,5%
2008 Pertumbuhan Tw.III-10 (yoy)
2010 Pertumbuhan Tw.II-10 (yoy)
2009Tingkat Hunian Kamar
Sumber: BPS Provinsi Jabar Keterangan: data merupakan rata-rata dari data TPK bulanan
Grafik 1.33. Perkembangan Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat
0
200
400
600
800
1000
1200
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2008 2009 2010
orangorang
Husein Sastranegara (LHS) Total Muarajati (RHS)
Sumber: BPS Provinsi Jabar
Grafik 1.34. Asal Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat
Malaysia87%
Singapura4%
Lainnya6%
Eropa1%
Amerika1%
Australia1%
Sumber: BPS Provinsi Jabar
2.4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
Sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami peningkatan pertumbuhan selama
triwulan III-2010. Hal ini diperkirakan terjadi akibat meningkatnya penggunaan jasa transportasi dan
komunikasi selama hari raya Lebaran, sehingga meningkatkan kinerja sektor tersebut pada triwulan III-
2010. Kondisi ini didukung oleh informasi pada subsektor transportasi, meliputi pertumbuhan jumlah
penumpang di Bandara Husein Sastranegara, jumlah penumpang kereta api di daerah operasi
Bandung dan Cirebon, serta jumlah kendaraan yang melintasi 12 gerbang tol di Jawa Barat.
Jumlah penumpang yang menggunakan jasa kereta api di Daerah Operasi Bandung dan Cirebon,
mengalami pertumbuhan sebesar 2,6%. Apabila dilihat berdasarkan kelasnya, peningkatan terjadi
untuk penumpang kereta api di kelas ekonomi, yang meningkat hingga 21,51% (yoy). Demikian juga
halnya dengan penumpang di kelas lokal bisnis, yang mengalami peningkatan pertumbuhan.
24
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
25
Tabel 1.5. Jumlah Penumpang Kereta Api di Jawa Barat
Pertumbuhan Pertumbuhan
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.II-10 (yoy) Tw.III-10 (yoy)Eksekutif 0,28 0,32 0,34 0,34 0,28 0,30 0,30 -8,71% -10,22%Bisnis 0,27 0,29 0,35 0,31 0,28 0,29 0,30 -0,93% -13,86%Ekonomi 0,41 0,48 0,53 0,49 0,47 0,54 0,64 11,28% 21,51%Lokal Bisnis 0,36 0,40 0,47 0,42 0,41 0,43 0,51 7,80% 10,14%Lokal Ekonomi 1,94 2,23 2,45 2,25 2,29 2,31 2,48 3,57% 1,16%
Total 3,25 3,72 4,13 3,81 3,73 3,86 4,24 3,60% 2,55%
Kelas2009 2010
Sumber: PT Kereta Api DAOP Jawa Barat Catatan: terdiri dari DAOP Bandung dan Cirebon
Jumlah kendaraan yang melalui 12 gerbang tol di Jawa Barat juga menunjukkan perkembangan yang
serupa, yaitu mengalami peningkatan, dengan masih tumbuh positif pada triwulan III-2010. Adapun
peningkatan tersebut terutama terjadi karena naiknya jumlah kendaraan yang keluar dari 12 gerbang
tol di Jawa Barat, sementara di sisi lain, jumlah kendaraan yang masuk mengalami perlambatan
pertumbuhan, walaupun masih tumbuh positif.
Tabel 1.6. Jumlah Kendaraan yang Melintasi 12 Gerbang Tol di Jawa Barat
Masuk Keluar Masuk Keluar Masuk Keluar
Sadang 472.485 448.111 506.118 482.366 7,1% 7,6%
Jatiluhur 334.472 354.383 368.956 375.503 10,3% 6,0%
Padalarang Barat 2.011.706 1.932.843 2.149.147 2.392.565 6,8% 23,8%
Padalarang 1.611.383 1.467.057 1.647.609 1.535.187 2,2% 4,6%
Baros 1 481.356 765.672 509.720 826.921 5,9% 8,0%
Baros 2 759.052 515.529 821.730 533.488 8,3% 3,5%
Pasteur 2.543.871 2.485.574 2.643.528 2.598.995 3,9% 4,6%
Pasir Koja 1.421.771 1.179.946 1.391.753 1.161.529 -2,1% -1,6%
Kopo 1.022.053 1.096.667 1.030.658 1.105.983 0,8% 0,8%
M Toha 853.251 931.664 790.925 961.491 -7,3% 3,2%
Buah Batu 1.184.199 1.267.619 1.337.951 1.424.506 13,0% 12,4%
Cileunyi 1.963.071 1.987.383 2.117.385 2.132.032 7,9% 7,3%
TOTAL 14.658.670 14.432.448 15.315.480 15.530.566 4,5% 7,6%
Gerbang TolTw.III-09 Tw.III-10 Pertumbuhan (yoy)
Sumber: PT Jasa Marga Kantor Cabang Purbaleunyi
Jumlah penumpang yang melalui Bandara Husein
Sastranegara, Bandung, masih mengalami
pertumbuhan yang relatif tinggi selama triwulan
III-2010, yaitu sebesar 37%. Peningkatan ini
terjadi, karena masih tumbuh positifnya aktivitas
penerbangan, baik di penerbangan domestik
maupun internasional.
Grafik 1.35. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Husein
Sastranegara
-25%
0%
25%
50%
75%
100%
125%
0
70.000
140.000
210.000
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III
2008 2009 2010
orang
Jumlah Penumpang Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Sumber: PT Persero Angkasa Pura II
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
2.5. Sektor Bangunan/Konstruksi
Sektor bangunan/konstruksi di Jawa Barat mengalami pertumbuhan yang sedikit melambat,
namun masih tumbuh pada level yang relatif tinggi, yaitu 11,2% (yoy). Salah satu indikasi
perlambatan di sektor bangunan/konstruksi ini adalah turunnya pertumbuhan penjualan semen di
Jawa Barat, yang menunjukkan melambatnya proyek bangunan selama triwulan III-2010. Selain itu,
perlambatan juga tercermin dari melambatnya pertumbuhan kredit perbankan Jawa Barat yang
tersalurkan untuk penggunaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA)
selama triwulan III-2010.
Grafik 1.36. Penjualan Semen di Jawa Barat
-20
-10
0
10
20
30
40
0
400
800
1.200
1.600
2.000
Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.III
2007 2008 2009 2010
%Ribu Ton
Penjualan Semen Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Asosiasi Semen Indonesia
Grafik 1.37. Posisi Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kepemilikan Apartemen (KPA)
0
20
40
0
10.000.000
20.000.000
Tw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.III
2007 2008 2009 2010
%Rp Juta
Posisi Kredit KPR & KPA Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung
2.6. Sektor Lainnya
Sektor listrik, gas, dan air bersih menunjukkan kinerja yang melambat pada triwulan III-2010,
sebagaimana diindikasikan oleh terus turunnya penyaluran kredit perbankan Jawa Barat ke sektor
tersebut selama triwulan III-2010. Sementara itu, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan
mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan III-2010. Kondisi tersebut diindikasikan oleh
turunnya nilai Saldo Bersih Tertimbang dari realisasi sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan
pada triwulan III-2010, yaitu dari 2,5 pada triwulan IV-2009 menjadi -1,2 (hasil Survei Kegiatan Dunia
Usaha).
Grafik 1.38. Penyaluran Kredit oleh Bank
Umum di Jawa Barat ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih
-100
0
100
200
300
400
500
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IVTw.I Tw.II Tw.IIITw.IVTw.I Tw.II Tw.IIITw.IVTw.I Tw.II Tw.III
2007 2008 2009 2010
%Rp Triliun
Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung
Grafik 1.39. Saldo Bersih Tertimbang Sektor Keuangan, Persewaan, Jasa
Perusahaan
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II
2007 2008 2009 2010
SBT
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung
26
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
27
BOKS 1
ANALISIS SIKLUS BISNIS SEKTORAL DI JAWA BARAT
Pendahuluan
Untuk melihat pergerakan perubahan output perekonomian, siklus bisnis perekonomian daerah perlu dipetakan,
khususnya untuk masing-masing sektor unggulan/dominan di daerah. Dari siklus tersebut, dapat diketahui sektor
mana yang dapat secara efisien mendorong siklus ekonomi yang lebih baik. Hal ini tercermin dari pergerakan
kenaikan output yang berlangsung lama, dan di sisi lain, penurunan output dapat segera diikuti dengan recovery,
sehingga kontraksi tidak berlangsung lama. Dengan berbekal informasi tersebut, para pemutus kebijakan,
khususnya Pemerintah Daerah, diharapkan dapat mengambil kebijakan yang tepat sasaran untuk masing-masing
sektor ekonomi, menetapkan alokasi anggaran yang tepat, menyusun prioritas pembangunan daerah, dengan
tujuan akhir mencapai partumbuhan ekonomi daerah yang berkualitas dan berkesinambungan.
Hasil Analisis
Siklus perekonomian Jawa Barat, digambarkan
oleh Grafik 1. Dari grafik tersebut, terlihat bahwa
sepanjang periode pengamatan (Januari 1981 s.d. Maret
2010), terdapat sekitar 10 siklus ekonomi di Provinsi Jawa
Barat. Satu-satunya resesi yang terjadi di Jawa Barat
sepanjang periode pengamatan, yang juga merupakan
siklus kontraksi terdalam dialami selama periode 1997
hingga 1998, yang diakibatkan adanya krisis ekonomi
moneter pada periode dimaksud.
Secara umum, siklus perekonomian Jawa Barat dibentuk oleh fase pada sektor pertanian, industri
pengolahan, serta PHR. Hal ini diakibatkan karena ketiga sektor tersebut merupakan tiga sektor dominan di Jawa
Barat, dengan masing-masing kontribusi sebesar 12%, 42%, dan 20% terhadap PDRB Jawa Barat (tahun 2008).
Namun demikian, apabila dilihat lebih mendalam, maka terdapat perubahan sektor pembentuk siklus
perekonomian Jawa Barat, dilihat antar waktu. Dari periode pengamatan tahun 1980 hingga pertengahan tahun
1991, siklus perekonomian Jawa Barat lebih dibentuk oleh sektor pertanian, sebagai kontributor utama PDRB Jawa
Barat pada periode tersebut, dengan porsi sekitar 25%. Selanjutnya, siklus lebih dibentuk oleh sektor industri
pengolahan. Sementara itu, sektor PHR relatif konsisten mempengaruhi siklus perekonomian Jawa Barat dalam
rentang waktu sepanjang periode pengamatan. Kondisi ini sesuai dengan pergerakan transformasi perekonomian
Jawa Barat, yaitu dominansi sektor pertanian di awal periode pengamatan telah bertransformasi menjadi
dominansi sektor industri pengolahan di akhir periode pangamatan.
Grafik 1. Siklus Perekonomian Jawa Barat
0
1
‐25
‐20
‐15
‐10
‐5
0
5
10
15
20
25
Jan‐80
Sep‐80
Mei‐81
Jan‐82
Sep‐82
Mei‐83
Jan‐84
Sep‐84
Mei‐85
Jan‐86
Sep‐86
Mei‐87
Jan‐88
Sep‐88
Mei‐89
Jan‐90
Sep‐90
Mei‐91
Jan‐92
Sep‐92
Mei‐93
Jan‐94
Sep‐94
Mei‐95
Jan‐96
Sep‐96
Mei‐97
Jan‐98
Sep‐98
Mei‐99
Jan‐00
Sep‐00
Mei‐01
Jan‐02
Sep‐02
Mei‐03
Jan‐04
Sep‐04
Mei‐05
Jan‐06
Sep‐06
Mei‐07
Jan‐08
Sep‐08
Mei‐09
Jan‐10
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
28
Grafik 2. Pembentukan Siklus Perekonomian:
Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Pertanian
Grafik 3. Pembentukan Siklus Perekonomian:
Sektor PHR
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1
Jan‐80
Okt‐80
Jul‐8
1
Apr‐82
Jan‐83
Okt‐83
Jul‐8
4
Apr‐85
Jan‐86
Okt‐86
Jul‐8
7
Apr‐88
Jan‐89
Okt‐89
Jul‐9
0
Apr‐91
Jan‐92
Okt‐92
Jul‐9
3
Apr‐94
Jan‐95
Okt‐95
Jul‐9
6
Apr‐97
Jan‐98
Okt‐98
Jul‐9
9
Apr‐00
Jan‐01
Okt‐01
Jul‐0
2
Apr‐03
Jan‐04
Okt‐04
Jul‐0
5
Apr‐06
Jan‐07
Okt‐07
Jul‐0
8
Apr‐09
Jan‐10
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1
Jan‐80
Okt‐80
Jul‐8
1
Apr‐82
Jan‐83
Okt‐83
Jul‐8
4
Apr‐85
Jan‐86
Okt‐86
Jul‐8
7
Apr‐88
Jan‐89
Okt‐89
Jul‐9
0
Apr‐91
Jan‐92
Okt‐92
Jul‐9
3
Apr‐94
Jan‐95
Okt‐95
Jul‐9
6
Apr‐97
Jan‐98
Okt‐98
Jul‐9
9
Apr‐00
Jan‐01
Okt‐01
Jul‐0
2
Apr‐03
Jan‐04
Okt‐04
Jul‐0
5
Apr‐06
Jan‐07
Okt‐07
Jul‐0
8
Apr‐09
Jan‐10
PHRIndustri Pertanian PDRB PDRB
Durasi rata-rata siklus ekonomi di Provinsi Jawa Barat adalah 31 bulan, dengan durasi fase ekspansi (rata-
rata 17 bulan) lebih panjang dibandingkan fase kontraksi (rata-rata 15 bulan). Apabila dibandingkan dengan siklus
ekonomi sebelum dan setelah krisis ekonomi 1998, terbentuk siklus ekonomi yang sedikit lebih panjang, yaitu dari
rata-rata 30,8 bulan pada saat sebelum krisis, menjadi 31,8 bulan pada saat setelah krisis. Lebih panjangnya durasi
siklus ekonomi tersebut disebabkan karena fase ekspansi menjadi lebih panjang dibandingkan sebelumnya, yaitu
dari 15,6 bulan menjadi 17,75 bulan. Sementara itu, fase kontraksi justru menjadi lebih pendek, yaitu dari 15,33
bulan menjadi 14 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian Jawa Barat menjadi lebih baik setelah
mendapatkan pengalaman kontraksi yang mendalam akibat krisis ekonomi, dimana perekonomian menjadi lebih
cepat pulih, dan mengalami peningkatan pertumbuhan yang lebih lama dibandingkan sebelumnya.
Dilihat dari sisi sektoral, terlihat adanya perbedaan durasi fase ekspansi dan kontraksi antara sebelum dan
setelah krisis. Sebagian besar perubahan tersebut mengarah kepada perbaikan, dimana fase ekspansi menjadi lebih
panjang, yang menunjukkan kemampuan pelaku usaha dalam mempertahankan kinerja tingginya dalam waktu
yang lebih panjang, sementara fase kontraksi menjadi lebih pendek, yang menunjukkan kemampuan pelaku usaha
dalam melakukan proses recovery lebih cepat. Dari kesembilan sektor ekonomi, hanya 1 sektor yang memiliki fase
kontraksi lebih panjang, walaupun hanya sedikit meningkat, yaitu dari 14,57 bulan menjadi 15,67 bulan. Namun
demikian, fase ekspansinya menjadi jauh lebih panjang dibandingkan sebelum krisis.
Tabel 1. Durasi Siklus Perekonomian Jawa Barat:
Sebelum dan Setelah Krisis Ekonomi 1998 (dalam bulan)
PP PT TP TT PP PT TP TT PP PT TP TT
Pertanian 31,2 16,5 13,4 28,1 33,2 20,2 12,2 29,8 28,8 11,0 15,0 26,0
Pertambangan 32,2 14,9 17,1 33,1 28,7 14,6 14,5 30,7 39,3 15,7 22,3 38,0
Industri Pengolahan 50,5 22,1 26,3 49,0 52,0 30,8 27,8 62,3 49,0 10,7 25,0 35,7
Listrik, Gas, Air bersih 44,6 27,3 15,7 45,0 46,5 28,2 19,5 51,5 42,0 25,7 10,7 36,3
Bangunan/Konstruksi 33,3 17,8 14,7 28,8 36,4 23,0 14,6 31,2 30,2 11,6 14,8 26,4
PHR 44,7 20,4 23,2 45,3 49,7 26,5 21,0 52,3 39,7 12,3 25,3 38,3
Transportasi 33,8 19,3 14,9 33,1 34,2 20,5 15,2 34,0 33,3 17,5 14,5 32,0
Keuangan 43,4 25,9 15,6 38,3 46,0 29,0 14,5 38,8 40,0 20,7 17,0 37,7
Jasa-jasa 37,4 20,0 17,6 36,4 36,2 23,5 15,8 38,0 39,3 13,0 20,7 33,7
PDRB 29,9 14,8 16,6 31,2 28,2 15,3 15,6 30,8 32,0 14,0 17,8 31,8
Durasi dalam bulan
Setelah Krisis 1998
Durasi dalam bulanDurasi dalam bulan
KeseluruhanSektor
Sebelum Krisis 1998
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
29
Khusus untuk ketiga sektor dominan sekaligus sektor
utama pembentuk siklus perekonomian Jawa Barat,
sektor pertanian dan sektor PHR mengalami
perkembangan yang jauh lebih baik, dengan fase
ekspansi yang lebih panjang, serta fase kontraksi yang
jauh lebih pendek dibandingkan sebelum krisis. Adapun
siklus perekonomian untuk ketiga sektor dominan
tersebut ditampilkan pada Grafik 4, 5, dan 6.
Grafik 5. Siklus Sektor Industri Pengolahan
0
1
‐30
‐20
‐10
0
10
20
30
40
Jan‐80
Okt‐80
Jul‐8
1
Apr‐82
Jan‐83
Okt‐83
Jul‐8
4
Apr‐85
Jan‐86
Okt‐86
Jul‐8
7
Apr‐88
Jan‐89
Okt‐89
Jul‐9
0
Apr‐91
Jan‐92
Okt‐92
Jul‐9
3
Apr‐94
Jan‐95
Okt‐95
Jul‐9
6
Apr‐97
Jan‐98
Okt‐98
Jul‐9
9
Apr‐00
Jan‐01
Okt‐01
Jul‐0
2
Apr‐03
Jan‐04
Okt‐04
Jul‐0
5
Apr‐06
Jan‐07
Okt‐07
Jul‐0
8
Apr‐09
Jan‐10
Grafik 6. Siklus Sektor PHR
0
1
‐20
‐15
‐10
‐5
0
5
10
15
20
25
30
35
Jan‐80
Mar‐81
Mei‐82
Jul‐8
3
Sep‐84
Nop
‐85
Jan‐87
Mar‐88
Mei‐89
Jul‐9
0
Sep‐91
Nop
‐92
Jan‐94
Mar‐95
Mei‐96
Jul‐9
7
Sep‐98
Nop
‐99
Jan‐01
Mar‐02
Mei‐03
Jul‐0
4
Sep‐05
Nop
‐06
Jan‐08
Mar‐09
Selanjutnya, apabila dilihat karakteristik siklus bisnis dari masing-masing sektor dominan di Jawa Barat tersebut,
terlihat bahwa ada kemiripan antara sektor industri pengolahan dan PHR, tercermin dari panjang durasi siklus,
serta fase ekspansi dan kontraksinya. Hal ini dikarenakan produk utama yang diperdagangkan pada sektor PHR
merupakan produk dari industri pengolahan. Sementara itu, hasil output dari produk sektor pertanian pada
umumnya tidak akan langsung masuk ke sektor PHR untuk diperdagangkan, melainkan akan diproses terlebih
dahulu oleh sektor industri. Kondisi ini tercermin dari interpretasi Tabel Input Output Jawa Barat 2003 (Matriks
Koefisien Langsung).
Grafik 4. Siklus Sektor Pertanian
0
1
‐30
‐20
‐10
0
10
20
30
40
50
60
Jan‐80
Des‐80
Nop
‐81
Okt‐82
Sep‐83
Agust‐84
Jul‐8
5
Jun‐86
Mei‐87
Apr‐88
Mar‐89
Feb‐90
Jan‐91
Des‐91
Nop
‐92
Okt‐93
Sep‐94
Agust‐95
Jul‐9
6
Jun‐97
Mei‐98
Apr‐99
Mar‐00
Feb‐01
Jan‐02
Des‐02
Nop
‐03
Okt‐04
Sep‐05
Agust‐06
Jul‐0
7
Jun‐08
Mei‐09
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
BOKS 2
TUGAS BANK INDONESIA BANDUNG DALAM MENDORONG PERKEMBANGAN EKONOMI MONETER DAN PENGEMBANGAN SEKTOR RIIL
Berdasarkan SE No. 9/12/INTERN tanggal 30 Maret 2007 tentang Penyempurnaan Organisasi Kantor Bank
Indonesia Tahap 1, fungsi yang dijalankan Bidang Ekonomi Moneter Bank Indonesia Bandung baik sebagai Kantor
Bank Indonesia dan sebagai Kantor Koordinator Wilayah Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten mencakup:
1. Kajian dan pengendalian inflasi daerah
a. Forum Koordinasi Pengendalian Inflasi (FKPI) Jawa Barat
FKPI merupakan suatu wadah yang merupakan sinergi antara KBI Bandung dengan beberapa Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) terkait. FKPI Jawa Barat melakukan pemantauan, evaluasi, serta pengendalian
terhadap sumber-sumber serta potensi tekanan inflasi di Jawa Barat. Dalam kegiatannnya, FKPI telah
memberikan beberapa rekomendasi terkait upaya stabilisasi harga beberapa komoditas di wilayah Jawa
Barat yang kemudian ditindaklanjuti oleh Dinas-dinas terkait.
b. Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kota yang ada di Jawa Barat, yang berada di Kota Cirebon,
Tasikmalaya, dan Daerah Provinsi Banten.
2. Kajian Ekonomi Regional (Zona Ekonomi dan Wilayah Administratif)
Bank Indonesia (KBI) Bandung secara rutin menerbitkan buku Kajian Ekonomi Regional (KER). KER memuat
mengenai analisis, data, dan informasi perkembangan ekonomi, keuangan, dan perbankan di Jawa Barat. Di
samping itu, KBI Bandung telah melaksanakan berbagai riset yang berkaitan dengan perekonomian daerah,
yang bertujuan untuk memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah terkait perekonomian Jawa Barat
maupun kepada Bank Indonesia di Kantor Pusat sebagai salah satu bahan masukan di dalam pengambilan
kebijakan moneter. Riset-riset yang dilakukan itu di antaranya ada yang bekerja sama dengan Kantor Pusat,
atas inisiatif sendiri atau bekerja sama dengan KBI Jawa Barat-Banten, dan juga bekerja sama dengan
stakeholder daerah.
3. Survei Ekonomi, Liaison Dunia Usaha, dan Pusat Informasi
KBI Bandung melakukan pengumpulan data/informasi ekonomi, keuangan, perbankan dan demografi.
Pengumpulan data dan informasi tersebut dilakukan dengan metode survei dan interview langsung (liaison)
kepada pelaku usaha dan pemerintah daerah. Adapun data dan informasi daerah yang dikumpulkan secara
rutin adalah inflasi daerah, PDRB, nilai tukar petani, tingkat hunian hotel, tingkat investasi daerah, dan data
tenaga kerja. Data dan informasi ekonomi yang terkumpul tidak hanya dimanfaatkan oleh Bank Indonesia,
melainkan beberapa data dapat diakses oleh masyarakat melalui terbitan Statistik Ekonomi Daerah (SEKDA)
mapun fasilitas Perpustakaan KBI Bandung.
30
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
4. Pemberdayaan sektor riil dan UMKM
Dalam rangka mendukung pemberdayaan sektor riil dan Usaha menengah, kecil dan mikro (UMKM), KBI
Bandung telah melakukan beberapa upaya, diantaranya :
a. Pusat Pengembangan Pendamping Usaha Kecil dan Menengah (P3UKM), yang bertujuan meningkatkan
produktivitas dan kualitas PUKM sehingga dapat meningkatkan kemampuan akses KUMKM terhadap
pelayanan jasa keuangan dari lembaga keuangan.perbankan.
b. Pelatihan/Bantuan Teknis kepada Bank
c. Pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI)
Disamping kegiatan tersebut, KBI Bandung juga melakukan kegiatan Pengawasan Pedagang Valuta Asing (PVA)
dan Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU), serta kegiatan dalam kaitannya dengan tanggung jawab sosial
kepada masyarakat, diantaranya Gerakan Penghijauan, Pemberian Bantuan untuk Korban Bencana Alam, Edukasi
Kebanksentralan, Pelatihan Wartawan mengenai Kebanksentralan dan Perekonomian, dan Pengembangan Hasil
Karya Warga Binaan Lapas Sukamiskin serta Pemberian Bantuan Buku.
31
BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL
32
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
33
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
34
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
35
Selama periode triwulan III-2010 sampai bulan Oktober 2010, perkembangan harga di Jawa
Barat secara umum masih menunjukkan terjadinya inflasi. Laju inflasi secara bulanan (mtm)
menunjukkan trend yang melambat sehingga akumulasi kenaikan laju inflasi (ytd) dapat sedikit teredam
dan lebih rendah dibandingkan akumulasi inflasi nasional. inflasi IHK yang terjadi di Jawa Barat bersumber
dari kenaikan harga pada sebagian besar kelompok barang/jasa. Memperhatikan pergerakan harga
barang dan jasa secara bulanan tidak terlepas dari adanya pengaruh musiman berakhirnya Hari Raya Idul
Fitri pada pertengahan September 2010 yang menyebabkan tekanan harga pada sebagian besar barang
dan jasa yang berhubungan dengan kebutuhan Lebaran menurun. Sementara pengaruh faktor
fundamental relatif tidak terlalu memberikan tekanan yang kuat terhadap harga
1. PERKEMBANGAN INFLASI
Selama periode triwulan III-2010 sampai bulan Oktober 2010, perkembangan harga yang
ditunjukkan oleh Indeks harga kota (IHK) di Jawa Barat secara umum masih menunjukkan
terjadinya inflasi. Meskipun sepanjang Juli-Oktober secara bulanan (mtm) terjadi inflasi, namun trendnya
cenderung melambat sehingga akumulasi kenaikan laju inflasi (ytd) dapat sedikit teredam. Laju inflasi Jawa
Barat pada Oktober 2010 mencapai 0,02% (mtm) lebih rendah dibandingkan triwulan II-2010 yang
mencapai 1,04%, sehingga secara akumulasi inflasi Jawa Barat mencapai 5,13%, lebih rendah
dibandingkan akumulasi inflasi nasional yang mencapai 5,35%. Sementara itu secara tahunan (yoy), laju
inflasi Jawa Barat mencapai 5,30% lebih tinggi dibandingkan periode triwulan II-2010 yang mencapai
4,68%, namun masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 5,67%.
Grafik 2.1. Inflasi IHK Jawa Barat, bulanan (mtm), Akumulasi (ytd), dan Tahunan (yoy)
-0,9
0,0
0,9
1,8
-2
0
2
4
6
8
5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2009 2010
%%
Inflasi yoy Inflasi ytd Inflasi mtm
Sumber: BPS Jawa Barat, TD 2007
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
36
1.1. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA
Inflasi Bulanan
Perkembangan inflasi IHK secara bulanan (mtm) yang terjadi di Jawa Barat bersumber dari kenaikan harga
pada sebagian besar kelompok barang/jasa. Terdapat lima kelompok barang/jasa yang mengalami inflasi,
yaitu kelompok makanan jadi/minuman/rokok sebesar 0,36%, kelompok perumahan sebesar 0,10%,
kelompok sandang sebesar 0,77, kelompok kesehatan sebesar 0,16%, dan kelompok pendidikan sebesar
0,36%. Sementara perkembangan harga untuk kelompok bahan makanan dan kelompok transportasi
mengalami deflasi masing-masing sebesar -0,28% dan -0,40%. Terjadinya deflasi pada kelompok bahan
makanan telah memberikan kontribusi terhadap pengereman laju inflasi lebih lanjut mengingat kelompok
bahan makanan merupakan salah satu kontributor utama dalam pembentukan inflasi IHK di Jawa Barat.
Grafik 2.2. Kontribusi Inflasi/Deflasi Bulanan per Kelompok Barang/Jasa
-0.08 -0.06 -0.04 -0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga
Kesehatan
Sandang
Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
Bahan Makanan
Memperhatikan pergerakan harga barang dan jasa secara bulanan tidak terlepas dari adanya pengaruh
musiman. Berakhirnya Hari Raya Idul Fitri pada pertengahan September 2010 telah menyebabkan tekanan
harga pada sebagian besar barang dan jasa yang berhubungan dengan kebutuhan Lebaran menurun.
Bahkan, pada kelompok bahan makanan terjadi penurunan harga yang signifikan, diantaranya daging
ayam ras, cabe merah, angkutan antar kota, daging sapi, telur ayam ras, dan kentang. Namun demikian,
terdapat beberapa komoditas yang menghadapi tekanan harga akibat dari adanya anomali cuaca yang
berakibat pada turunnya produksi, khususnya barang bahan makanan, diantaranya padi dan sayur-mayur.
Inflasi Tahunan
Perkembangan inflasi secara tahunan (yoy) sampai dengan periode Oktober 2010 mencapai 5,35%, lebih
rendah dari inflasi nasional sebesar 5,67%. Seluruh kelompok barang/jasa yang dihitung perkembangan
harganya menunjukkan terjadinya inflasi. Inflasi yang tinggi terjadi pada kelompok bahan makanan,
kelompok makanan jadi/minuman, dan kelompok sandang masing-masing sebesar 10.65%, 6.32%, dan
6.28%. Sementara empat kelompok barang/jasa mengalami inflasi yang relatif rendah, yaitu kelompok
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
37
perumahan, kelompok kesehatan, kelompok pendidikan, dan kelompok transport masing-masing sebesar
3.17%, 2.27%, 1.86%, dan 1.45%.
Tabel 2.1. Inflasi Tahunan per Kelompok Barang/Jasa
Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Okt-10
Bahan Makanan 6,05 6,22 4,10 3,42 9,67 10,86 10,65
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, & Tembakau 7,66 4,95 6,66 6,52 7,05 6,46 6,32
Perumahan, Air, Listrik, Gas, & Bahan Bakar 3,59 0,45 1,06 1,75 1,82 3,67 3,17
Sandang 4,84 4,09 4,94 1,32 4,34 5,89 6,28
Kesehatan 4,57 3,83 3,95 2,74 2,44 2,36 2,27
Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 6,22 4,94 3,61 3,80 3,79 1,54 1,86
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan (7,03) (8,31) (5,74) 0,53 0,38 1,22 1,45
2009 2010Kelompok
Mayoritas komoditas barang dan jasa pada tujuh kelompok barang/jasa mengalami inflasi. Terjadinya
kenaikan harga secara tahunan pada komoditas mencerminkan terdapatnya pengaruh faktor fundamental
terhadap inflasi meskipun dampak tersebut relatif minimal. Sementara pengaruh kebijakan pemerintah di
bidang harga relatif minimal karena relative tidak adanya kebijakan di bidang harga.
1.2. INFLASI MENURUT KOTA
Secara bulanan, dari 7 kota di Jawa Barat yang dihitung perkembangan harganya menunjukkan bahwa
sebagian besar kota mengalami inflasi. Kota-kota yang mengalami inflasi adalah kota Bogor, Sukabumi,
Cirebon, Depok masing-masing sebesar 0.09%, 0.06%, 0.14%, dan 0.25%. Sedangkan kota Bandung,
Bekasi, dan Tasikmalaya mengalami deflasi masing-masing sebesar -0.09, -0.09%, dan -0.02. Terjadinya
deflasi di ketiga tersebut memberikan kontribusi signifikan terhadap pengereman inflasi di Jawa Barat
mengingat bobot kota Bandung dan Bekasi yang relatif besar.
Tabel 2.2. Inflasi bulanan Tujuh Kota di Jawa Barat
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Oktober
Bandung 0,52 0,09 0,84 0,22 0,03 0,25 0,43 (0,09)
Bekasi (0,18) 0,01 0,78 0,17 (0,48) 1,74 0,07 (0,09)
Depok 0,03 0,01 1,27 0,14 (0,24) 1,38 0,26 0,25
Bogor 0,53 0,18 0,66 0,49 0,26 0,75 0,38 0,09
Cirebon 0,10 0,13 1,14 0,49 (0,54) 0,95 0,98 0,14
Sukabumi 1,18 0,07 0,44 0,26 (0,34) 0,49 0,23 0,06
Tasikmalaya 0,25 0,09 0,64 0,24 (0,30) 0,74 0,27 (0,02)
2009 2010Kota
Ditinjau secara tahunan, seluruh kota di Jawa Barat yang dihitung perkembangan harganya mengalami
inflasi. Secara berurutan, inflasi tertinggi dihadapi oleh kota Bekasi diikuti oleh kota Cirebon dan Bogor
masing-masing sebesar 6.42%, 5.87%, dan 5.84%.
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
38
2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI
2.1. FUNDAMENTAL
a. Interaksi Permintaan dan Penawaran
Interaksi antara permintaan dan penawaran belum memberikan tekanan pada harga secara berarti. Hal ini
ditunjukkan oleh peningkatan kapasitas utilisasi sektoral yang relatif tidak terlalu tinggi meskipun terjadi
peningkatan permintaan akibat meningkatnya daya beli masyarakat.
Grafik 2.3. Kapasitas Utilisasi
0
3
6
9
12
15
50
60
70
80
Tw.I Tw.II Tw.IIIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.III
2007 2008 2009 2010
% (yoy)%
Utilisasi Kapasitas Inflasi Jabar
Sumber: SKDU-BI Bandung
b. Eksternal
Tekanan dari sisi eksternal juga relatif minimal seiring dengan rendahnya inflasi yang terjadi di beberapa
Negara dan kecenderungan menguatnya nilai tukar rupiah. Perkembangan harga di beberapa negara
mitra dagang Indonesia masih menunjukkan tekanan inflasi yang relatif rendah. Sementara itu, apresiasi
nilai tukar rupiah menyebabkan peningkatan impor barang yang mendorong kenaikan supply. Namun
demikian, khusus pada komoditas emas masih terjadi tekanan harga terkait dengan masih tingginya harga
emas di pasar internasional.
Grafik 2.4. Laju Inflasi di Negara Mitra Dagang
‐4
‐2
0
2
4
6
8
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7
2007 2008 2009 2010
% (yoy)Amerika Jepang Singapura
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 2.5. Perkembangan Harga Emas dan Minyak Dunia di Pasar Internasional
0
50
100
150
0
500
1.000
1.500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2007 2008 2009 2010
Emas Minyak Dunia (WTI)
Sumber: Bloomberg
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
39
c. Ekspektasi Inflasi
Membaiknya perekonomian di Jawa Barat telah
mendorong ekspektasi harga di sisi pedagang
dan konsumen semakin membaik. Hasil survey
pedagang eceran menunjukkan bahwa
pedagang meyakini bahwa kenaikan harga akan
relatif terkendali seiring meningkatnya produksi,
meskipun dibayang-bayangi oleh munculnya
anomali cuaca. Di sisi konsumen, membaiknya
perekonomian menyebabkan ekspektasi
terhadap kenaikan harga menunjukkan
penurunan.
Grafik 2.6. Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung
100110120130140150160170180190200
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
Tw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IV Tw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.III
2006 2007 2008 2009 2010
SB% (inflasi)
Inflasi Jabar TD 07 (qtq) SK* SK** Sumber: SK-BI Bandung, BPS Jawa Barat
Keterangan: SK*= Moving Average (3 bln) Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb. menurut SK 3 bulan sebelumnya; SK**= Moving Average (3 bln) Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb. menurut SK 6 bulan sebelumnya.
.
2.2. NON FUNDAMENTAL
Pengaruh faktor shock, khususnya keterbatasan produksi dan hambatan distribusi menjadi faktor yang
mewarnai inflasi selama triwulan III-2010. Terjadinya musim hujan yang diiringi oleh banjir telah
mengakibatkan terjadinya hambatan distribusi. Namun demikian, stok beras diperkirakan mencukupi
mengingat produksi pada periode sebelumnya yang relatif tinggi dan petani banyak melakukan
penyimpanan beras dalam jumlah signifikan. Di sisi lain, pengaruh administered price terhadap tekanan
harga di Jawa Barat pada periode tersebut relatif minimal. Tidak terdapat kebijakan pemerintah (pusat dan
daerah) yang secara signifikan mempengaruhi harga.
Grafik 2.7. Luas Panen Padi di Jawa Barat
1,83
0,42
0,76
0,64
1,80
0,32
0,64
0,84
1,95
0,35
0,74
0,86
2,01
0,45
0,72
0,84
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50
Jan-Des
IIISep-Des
IIMei-Ags
IJan-Apr
Juta Ha
Subround
2010 (Angka Ramalan III)
2009 (Angka Tetap)
2008 (Angka Tetap)
2007
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
40
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
41
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
42
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Secara umum kondisi perbankan di Jawa Barat pada triwulan III-2010 masih kuat. Berbagai
indikator seperti aset, dana pihak ketiga, dan outstanding kredit menunjukkan adanya pertumbuhan
dan bahkan beberapa diantaranya tumbuh lebih tinggi dari periode sebelumnya. Di sisi penghimpunan
dana, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga terutama terjadi pada tabungan. Sementara itu, kredit tumbuh
lebih tinggi dibandingkan triwulan II-2010, khususnya untuk kredit investasi. Pertumbuhan kredit yang
lebih cepat daripada pertumbuhan DPK menyebabkan Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan di Jawa
Barat mengalami peningkatan dibandingkan posisi triwulan sebelumnya. Di sisi risiko, risiko kredit
masih di bawah 5% meskipun sedikit mengalami peningkatan.
1. STRUKTUR PERBANKAN DI JAWA BARAT Aset perbankan di Jawa Barat mengalami kenaikan selama triwulan III-2010. Hal ini tercermin
dari meningkatnya aset, dari sebesar Rp197,8 triliun pada triwulan II-2010 menjadi RpRp206,6 triliun
pada Agustus 2010. Dilihat dari sisi pertumbuhan, terjadi kenaikan tipis dari sebelumnya tumbuh
15,8% (yoy) menjadi 16,1%.
Dari sisi kelompok bank, aset bank pemerintah di Jawa Barat masih mendominasi struktur aset
perbankan di Jawa Barat, dengan kontribusi sebesar 55%. Selanjutnya, aset bank swasta nasional
berkontribusi terhadap 41% terhadap keseluruhan aset perbankan Jawa Barat. Sementara itu, aset
bank asing dan bank campuran hanya berkontribusi terhadap 4% aset perbankan di Jawa Barat.
Grafik 3.1. Perkembangan Aset Perbankan Jawa Barat
0
50
100
150
200
250
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III
2008 2009 2010
0%
5%
10%
15%
20%
25%
Rp Triliun
Aset (LHS) Pertumbuhan (yoy, RHS)
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.2. Pangsa Aset Perbankan di Jawa Barat Triwulan III-2010
Bank Pemerintah
55%
Bank Swasta Nasional
41%
Bank Asing dan Bank
Campuran 4%
Sumber: LBU KBI Bandung
2. BANK UMUM KONVENSIONAL
2.1 Pendanaan dan Risiko Likuiditas
Perkembangan Dana Pihak Ketiga
Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) oleh perbankan umum konvensional dalam triwulan
III-2010 mencapai Rp.131,87 triliun, atau tumbuh sebesar 3,8%. Pertumbuhan DPK tersebut lebih
43
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
rendah dibandingkan periode triwulan sebelumnya, yang tumbuh sebesar 9,8.%. Pertumbuhan DPK
terutama terjadi pada jenis tabungan. Terjadinya pertumbuhan penghimpunan DPK mencerminkan
terdapatnya kelebihan likuiditas yang dimiliki masyarakat yang dapat diserap oleh bank.
Tabel 3.1. Perkembangan Dana Pihak Ketiga di Jawa Barat (Rp Triliun)
Tw.I Tw.II Juli Agustus yoy qtq
Bank Umum 121.59 131.06 132.40 131.87 3.82 0.62
Giro 24.33 28.75 27.90 28.12 2.03 -2.19
Tabungan 44.48 48.03 48.87 49.32 8.09 2.71
Deposito 52.78 54.28 55.63 54.42 1.12 0.25
2010Keterangan
Pertumbuhan (%)
Berdasarkan jenis simpanan, deposito merupakan simpanan yang memiliki porsi terbesar sebesar
41,3%, diikuti oleh tabungan dan giro masing-masing dengan porsi sebesar 37,4% dan 21,3%.
Tingginya preferensi masyarakat untuk deposito menunjukkan bahwa aspek bunga masih menjadi
salah satu faktor utama dalam memilih produk simpanan. Sementara itu, ditinjau dari kelompok bank
penghimpun dana, bank swasta nasional dan bank pemerintah masih menguasai pangsa DPK di Jawa
Barat, masing-masing dengan porsi sebesar 48,8% dan 47,3%, sedangkan prosi bank asing hanya
sebesar 3,2%.
Grafik 3.3. Porsi DPK Berdasarkan Jenis Simpanannya
Giro21%
Tabungan38%
Deposito41%
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.4. Porsi DPK Berdasarkan Kelompok Bank di Jawa Barat
Bank Pemerintah
48%
Bank Swasta Nasional
49%
Bank Swasta Asing
3%
Sumber: LBU KBI Bandung
Berdasarkan jenis valuta, perkembangan DPK rupiah masih tumbuh lebih tinggi
dibandingkan DPK valas. DPK dalam rupiah pada Agustus 2010 tumbuh sebesar 4,0% (yoy), atau
mencapai Rp118 triliun. Namun demikian, pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan periode
sebelumnya yang tumbuh hingga 3,5% (yoy). Sementara itu, DPK valas mencapai posisi Rp13,6 triliun,
atau tumbuh 2,7% dibandingkan periode yang sama di tahun 2009. Berbeda dengan DPK rupiah,
pertumbuhan DPK valas mengalami peningkatan, dari tumbuh hanya 0,6% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Hal ini diperkirakan akibat terjadinya apresiasi rupiah, yang mengakibatkan masyarakat
enggan mencairkan valas mereka.
44
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
45
Grafik 3.5. Grafik Porsi DPK per Jenis Valuta
Rupiah90%
Valas10%
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.6. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional di Jawa Barat berdasarkan Jenis
Valuta
0
8
16
40
80
120
160
Tw.I
Tw.II
Tw.III
Tw.IV
Tw.I
Tw.II
Tw.III
Tw.IV
Tw.I
Tw.II
Tw.III
Tw.IV
Tw.I
Tw.II
Tw.III
Tw.IV
2007 2008 2009 2010
Rp triliunRp triliun
Rupiah Valas
Sumber: LBU KBI Bandung
2.2 Perkembangan Kredit dan Risikonya
Perkembangan Kredit
Penyaluran kredit oleh bank umum konvensional pada triwulan laporan mencapai Rp114,9 triliun atau
tumbuh sebesar 18,1%. Pertumbuhan kredit tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 17,0%.
Ditinjau dari jenis penggunaannya,
pertumbuhan kredit tertinggi terjadi untuk
kredit jenis investasi sebesar 28,7%. Sementara
kredit konsumsi dan kredit modal kerja tumbuh
masing-masing sebesar 17,7% dan 16,2%.
Adapun porsi kredit terbesar masih dikuasai
oleh kredit konsumsi yang diikuti dengan kredit
modal kerja dengan porsi masing-masing
sebesar 45% dan 44,4%. Tingginya
pertumbuhan kredit investasi mengindikasikan
bahwa kegiatan usaha semakin membaik,
khususnya investasi.
Tabel 3.2. Perkembangan Baki Debet Kredit Bank Umum per Penggunaan (Rp Triliun)
Tw.I Tw.II Juli Agustus yoy qtq
Modal Kerja 45.25 48.18 48.66 50.96 16.21 5.79
Investasi 11.60 12.42 12.77 12.24 28.74 -1.47
Konsumsi 48.13 51.05 51.47 51.70 17.75 1.28
Total Kredit 104.99 111.64 112.90 114.90 18.13 2.92
Jenis Penggunaan2010 Pertumbuhan (%)
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.7. Porsi Kredit Per Jenis Penggunaan
Modal Kerja 44%
Investasi11%
Konsumsi45%
Sumber: LBU KBI Bandung
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
46
Ditinjau secara sektoral, pertumbuhan kredit tertinggi terjadi pada sektor jasa sosial dan sektor
pertambangan masing-masing sebesar 151,2% dan 60,0%. Tingginya pertumbuhan kredit pada
sektor jasa sosial dan pertambangan mencerminkan bahwa kedua sektor tersebut masih menarik bagi
perbankan mengingat aktifitasnya yang membaik.
Tabel 3.3. Perkembangan Baki Debet Kredit bank Umum per Sektoral (Rp Triliun)
Tw.I Tw.II Juli Agustus yoy qtq
Pertanian 1.46 1.79 1.83 1.76 2.95 -1.23
Pertambangan 0.21 0.24 0.23 0.27 60.00 12
Perindustrian 16.70 17.25 17.08 17.47 11.65 1.27
Listrik, Gas & Air 0.11 0.12 0.11 0.11 -66.80 -9
Konstruksi 2.61 2.89 3.07 3.23 22.91 11
Perdag., Rest & Hotel 26.63 28.29 29.87 30.17 44.36 6.63
Jasa Dunia Usaha 2.28 2.41 2.47 3.02 -33.24 25
Jasa Sosial 2.04 3.82 3.54 3.51 151.17 -8.20
Lain-lain 52.93 54.83 54.70 55.36 25.07 0.97
Total 104.99 111.64 112.90 114.90 18.13 2.92
Jenis Penggunaan2010 Pertumbuhan (%)
.52
.73
.59
.52
Pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK telah menyebabkan rasio kredit
terhadap simpanan (LDR) meningkat dari 85,2% menjadi 87,1%. Kondisi ini mencerminkan bahwa
bank secara bertahap telah berusaha melakukan ekspansi kredit dengan memperhatikan semakin
kondusifnya perekonomian domestik.
Kredit Mikro, Kecil dan Menengah (MKM)
Perkembangan kredit Mikro, Kecil, dan Menengah menunjukkan pertumbuhan yang semakin
meningkat, yaitu dari 10,6% pada triwulan II-2010 menjadi 15,3%. Pertumbuhan tertinggi terjadi
pada kredit yang diperuntukkan bagi usaha mikro, yaitu sebesar 41,5%, sedangkan kredit MKM untuk
usaha kecil dan menengah tumbuh masing-masing sebesar 16,2% dan 12,6%. Meningkatnya
pertumbuhan kredit bagi usaha mikro telah meningkatkan porsi kredit mikro didalam total kredit
UMKM menjadi 34%.
Ditinjau dari jenis penggunaannya, porsi kredit UMKM masih banyak ditujukan untuk kredit modal
kerja dengan porsi mencapai 84%. Tingginya porsi kredit modal kerja pada UMKM menunjukkan
bahwa pembiayaan bank masih condong pada upaya memperlancar aktifitas produksi dibandingkan
untuk meningkatkan atau memperluas skala usaha.
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Grafik 3.8. Porsi Kredit UMKM di Jawa Barat
Kecil34%
Mikro22%
Menengah44%
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.9. Porsi Kredit Per Jenis Penggunaan di Jawa Barat
Investasi16%
Modal kerja84%
Sumber: LBU KBI Bandung
Kredit yang berlokasi proyek di Jawa Barat
Seperti periode-periode sebelumnya,
kredit yang disalurkan ke Jawa Barat
(kredit lokasi proyek) berjumlah lebih
besar dibandingkan kredit yang
disalurkan perbankan Jawa Barat
(kredit bank pelapor). Kondisi ini
menunjukkan kuatnya daya tarik investasi
yang dimiliki oleh Jawa Barat, sehingga
dapat menarik dana dari perbankan di
luar Jawa Barat untuk aktivitas ekonomi
di Provinsi Jawa Barat. Dilihat dari
pertumbuhannya, kredit bank pelapor
mengalami sedikit perlambatan, yaitu
dari tumbuh 16,9% (yoy) menjadi
16,3%. Di sisi lain, sejalan dengan
meningkatnya aktivitas perekonomian regional, kredit lokasi proyek mengalami sedikit peningkatan,
yaitu dari tumbuh 12,8% (yoy) menjadi 13,4%.
Grafik 3.10. Perkembangan Kredit Lokasi Proyek dan Kredit Bank Pelapor
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Kredit Bank Pelapor 40,7 50,5 57,8 69,7 71 77,9 82,9 87,3 87,6 95,5 98,8 100,4 105 111,6 114,9
Kredit Lokasi Proyek 73,9 91,2 100,7 122,5 127,2 140,1 151,2 161,9 167,1 171,4 174,2 181,4 180,3 193,3 197,5
0
50
100
150
200
250
Rp triliun
Keterangan: Kredit Lokasi Proyek adalah kredit yang diberikan ke wilayah Jawa Banat Kredit bank pelapor adalah kredit yang diberikan oleh bank umum konvensional di Jawa Barat Sumber: LBU KBI Bandung
Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit berlokasi proyek di Jawa Barat semakin didominasi oleh
kredit produktif (modal kerja dan investasi), yang mencapai 59% dari total kredit. Sementara itu,
kredit konsumsi memberikan kontribusi terhadap 41% total kredit lokasi proyek. Sementara itu,
berdasarkan sektor ekonominya, kredit masih didominasi oleh kredit konsumsi (42%), kredit sektor
industri pengolahan sebesar 25%, kredit sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 16%, serta
kredit ke sektor jasa (16%).
47
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Grafik 3.11. Grafik Kredit Lokasi Proyek
Berdasarkan Sektor Ekonomi Pertanian
1%Pertambangan
0%Perindustrian
25%
Perdagangan16%
Jasa-jasa16%
Lain-lain42%
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.12. Grafik Kredit Lokasi Proyek Berdasarkan Jenis Penggunaan
Investasi15%
Modal kerja44%
Konsumsi41%
Sumber: LBU KBI Bandung
Risiko kredit
Risiko kredit perbankan di Jawa Barat pada triwulan III-2010 mengalami sedikit peningkatan
dibandingkan periode sebelumnya. Walaupun demikian, risiko kredit masih berada pada level yang
relatif kendali, yaitu 3,6%, dan masih lebih rendah dibandingkan NPL pada periode yang sama di
tahun 2009. Dengan demikian, kondisi perbankan di Jawa Barat masih berada dalam kondisi yang
relatif kuat. Kenaikan ini disebabkan karena meningkatnya jumlah kredit yang masuk ke dalam
kategori “macet”, yaitu dari Rp2,38 triliun pada triwulan II-2010 menjadi Rp2,75 triliun pada Agustus
2010. Sementara itu, pergerakan NPL Kredit UMKM mengikuti NPL kredit secara keseluruhan, yang
mengalami peningkatan. Bahkan, risiko kredit UMKM mengalami peningkatan yang relatif tinggi, yaitu
dari 4,1% pada triwulan II-2010 menjadi 5,4 pada Agustus 2010.
Grafik 3.13. Perkembangan Jumlah Kredit Bermasalah Bank Umum Konvensional di
Jawa Barat
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III
2007 2008 2009 2010
Nominal NPL Gross NPL Gross
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.14. Perkembangan NPL Total Kredit dan NPL Kredit UMKM
0
2
4
6
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw
2007 2008 2009 2010
%
NPL Kredit NPL Kredit UMKM
Sumber: LBU KBI Bandung
3. BANK UMUM SYARIAH Kondisi perbankan syariah terus menunjukkan peningkatan, yang tercermin dari pergerakan berbagai
indikatornya. Dari sisi nominal, Dana Pihak Ketiga mengalami peningkatan hingga mencapai Rp 6,3
triliun pada Agustus 2010, atau mengalami pertumbuhan sebesar 37,7% (yoy), lebih tinggi
48
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II-2010 yang sebesar 31,7%. Sementara itu, pembiayaan
yang disalurkan oleh perbankan syariah di Jawa Barat juga menunjukkan peningkatan, yaitu dari Rp5,6
triliun pada triwulan II-2010, menjadi Rp6,2 triliun pada Agustus 2010. Dengan pencapaian tersebut,
pembiayaan pada triwulan III-2010 juga mengalami peningkatan pertumbuhan, dari 57,6% (yoy)
menjadi 61,9%. Dengan perkembangan kondisi tersebut, Financing to Deposit Ratio (FDR) bank
umum syariah di Jawa Barat meningkat, yaitu 94% pada triwulan II-2010 menjadi 98% pada Agustus
2010.
Grafik 3.15. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah di Jawa Barat
-
1.000.000
2.000.000
3.000.000
4.000.000
5.000.000
6.000.000
7.000.000
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III
2007 2008 2009 2010
0%
50%
100%
150%
200%
250%
Rp Juta
DPK (LHS) Pertumbuhan (yoy, RHS)) Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.16. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah di Jawa Barat
-
1.000.000
2.000.000
3.000.000
4.000.000
5.000.000
6.000.000
7.000.000
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III
2007 2008 2009 2010
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Rp Juta
Pembiayaan (LHS) Pertumbuhan (yoy, RHS))
Sumber: LBU KBI Bandung
Grafik 3.17. Perkembangan FDR Perbankan Syariah di Jawa Barat
88%
82%
92%
86% 83%78%
83%
80%84%
94% 98%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III
2008 2009 2010 Sumber: LBU KBI Bandung
4. BANK PERKREDITAN RAKYAT Kondisi BPR Konvensional di Jawa Barat terus menunjukkan peningkatan pada triwulan III-
2010. Seluruh indikator kinerj BPR konvensional mengalami peningkatan, seperti aset, kredit, serta
DPK. Dari sisi aset, terjadi peningkatan hingga mencapai Rp8,1 triliun, atau tumbuh sebesar 21%
(yoy). Pertumbuhan tersebut meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
17,6%. Sementara itu, penyaluran kredit BPR konvensional juga mengalami peningkatan. Pada
49
BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
50
September 2010, total kredit yang tersalurkan mencapai Rp5,6 triliun, atau mengalami pertumbuhan
sebesar 19,7% (yoy), juga mengalami peningkatan yang cukup besar dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh 16,2%. Di sisi lain, Dana Pihak Ketiga (DPK) juga terus meningkat, hingga
mencapai Rp5,8 triliun pada triwulan III-2010. Dengan demikian, DPK tumbuh sebesar 20,9% (yoy),
sedikit lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang sebesar 20,1%.
Berbagai perkembangan indikator tersebut menunjukkan bahwa BPR di Jawa Barat terus menunjukkan
eksistensinya dalam sistem perbankan di Jawa Barat, dan semakin disukai oleh masyarakat Jawa Barat.
Grafik 3.18. Perkembangan Indikator BPR Konvensional di Jawa Barat
-
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
TW. I TW. II TW. III TW. IV TW. I TW. II TW. III TW. IV TW. I TW. II TW. III
2008 2009 2010
Triliu
n Rp
Aset DPK Kredit
Sumber: LBPR KBI Bandung
Dilihat dari jenis penggunaannya, mayoritas kredit BPR konvensional di Jawa Barat
disalurkan ke sektor produktif, terutama untuk penggunaan modal kerja. Pangsa kredit modal
kerja selama triwulan III-2010 terhadap keseluruhan kredit adalah sebesar 55%, relatif stabil
dibandingkan periode sebelumnya. Sementara itu, kredit investasi masih relatif kecil, karena hanya
berkontribusi terhadap 3% total kredit BPR konvensional. Di sisi lain, kredit konsumsi masih
berkontribusi cukup tinggi, yaitu sekitar 42% dari total kredit.
Grafik 3.19. Perkembangan Indikator BPR Konvensional di Jawa Barat
Modal Kerja55%
Investasi3%
Konsumsi42%
Sumber: LBPR KBI Bandung
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
51
BAB 4 KEUANGAN DAERAH
BAB 4. KEUANGAN DAERAH
52
BAB 4. KEUANGAN DAERAH
53
Realisasi penerimaan baik APBN maupun APBD di Jawa Barat pada periode laporan
meningkat. Penerimaan pajak pemerintah pusat meningkat terutama pada pos Pajak Penghasilan,
khususnya PPh Pasal 26. Selain itu, penerimaan Pemerintah Provinsi juga diperkirakan meningkat yang
terutama bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor serta Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
Kondisi ini terjadi akibat peningkatan penjualan kendaraan bermotor, serta sebagai dampak kenaikan
tarif perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
Sementara itu, realisasi belanja pemerintah pusat diperkirakan mengalami peningkatan pada
triwulan III-2010. Peningkatan realisasi ini terjadi akibat naiknya realisasi dana Dekonsentrasi yang
relatif tinggi, khususnya oleh Dinas Pertanian dan Dinas Pendidikan, serta realisasi dana Tugas
Pembantuan, khususnya di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Tasikmalaya. Secara keseluruhan,
tingginya realisasi dana Dekonsentrasi berdampak pada meningkatnya pertumbuhan konsumsi
pemerintah. Di sisi lain, realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada triwulan III-2010
diperkirakan lebih rendah dibandingkan pola musimannya, dan lebih terkonsentrasi pada triwulan IV-
2010.
1. PENDAPATAN PEMERINTAH DI JAWA BARAT
1.1. PENDAPATAN PAJAK PEMERINTAH PUSAT
Pendapatan pajak Pemerintah Pusat di Jawa Barat mengalami peningkatan pada triwulan III-
2010, dibandingkan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama di tahun 2009.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Barat I1, peningkatan penerimaan pajak
Pemerintah Pusat selama triwulan III-2010 terutama berasal dari kenaikan Pajak Penghasilan (PPh),
khususnya PPh Pasal 26. Adapun kenaikan pendapatan pajak tersebut disebabkan karena membaiknya
kondisi ekonomi nasional, yang turut mendukung kinerja dunia usaha, khususnya sektor industri
pengolahan. Selama triwulan III-2010, tercatat adanya peningkatan realisasi penerimaan untuk sektor
industri pengolahan sebesar 33,13% (yoy). Selain itu, peningkatan penyerapan APBN/APBD di tahun
2010 juga memberikan pengaruh terhadap meningkatnya pembayaran PPh dan PPN. Selain itu,
kenaikan penerimaan pajak dibandingkan triwulan sebelumnya, juga dipengaruhi karena pembayaran
PBB yang jatuh tempo pada bulan September 2010 (akhir triwulan III-2010).
Tabel 4.1. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Pusat di Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I Tw. II Tw. IIIA. Pajak Penghasilan 1.398,60 1.328,38 1.638,64 2.372,20 1.292,00 1.446,63 1.962,23
589,14 641,88 729,03 1.454,70 624,00 722,48 784,46 C. PL dan PIB 34,94 40,79 38,59 69,59 26,00 45,57 43,29
106,87 295,61 560,78 630,12 86,00 332,31 458,73 2.129,55 2.306,67 2.967,04 4.526,61 2.028,00 2.547,00 3.248,70 17,07 18,79 25,41 55,66 (4,76) 10,42 9,49
2010
Pertumbuhan (%, yoy) Jumlah
Jenis Pajak2009
B. PPN dan PPN BM
D. PBB dan BPHTB
Sumber: DJP Jawa Barat I
1 Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I meliputi Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka
BAB 4. KEUANGAN DAERAH
1.2. PENDAPATAN PEMERINTAH PROVINSI
Pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan selama triwulan III-
2010. Secara keseluruhan, pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat diperkirakan telah terealisasi
sekitar 79-80% (ytd), dari APBD tahun 2010. Nilai tersebut lebih besar dibandingkan triwulan III-2009,
dengan tingkat realisasi sebesar 73%.
Tabel 4.2. Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat
Triwulan III-2009** Triwulan III-2010
No. Uraian APBD
2009 (Rp Miliar)
Realisasi (Rp
Miliar)
% Realisasi thd APBD
APBD 2010 (Rp Miliar) Realisasi (Rp
Miliar)
% Realisasi thd APBD
I PAD 5,176 3,560 69 5,623 4,470 80
a. Pajak Daerah 4,835 3,177 66 5,147 4,250 83
b. Retribusi Daerah 29 23 80 29 20 68
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 138 179 130 204 3 1
d. Lain-lain PAD 174 181 104 242 165 68
II Dana Perimbangan 1,763 1,473 84 2,105 1,690 80
a. Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 786 650 83 981 824 84
b. Dana Alokasi Umum 977 822 84 1,086 815 75
c. Dana Alokasi Khusus - - - 39 12 30
III Lain-lain Pendapatan 12 25 199 29 N/A N/A
a. Bantuan Keuangan 10 0 0 8 N/A N/A
b. Lain-lain Penerimaan 3 25 869 21 N/A N/A
Total Pendapatan 6,952 5,058 73 7,736 6.100-6.200*) 79-80*) Keterangan: *) Angka Perkiraan Bank Indonesia Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat
Pendapatan Asli Daerah (PAD) meningkat sebesar 21% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mengalami penurunan sebesar 6%. Sementara itu, secara triwulanan, PAD
mengalami kenaikan sebesar Rp603 miliar, atau tumbuh melonjak 55% (qtq). Dengan pencapaian
tersebut, PAD tercatat telah terealisasi sekitar 80% (ytd) hingga triwulan III-2010, lebih tinggi
dibandingkan triwulan yang sama di tahun 2009 dengan realisasi sebesar 69%. Peningkatan
pendapatan terutama berasal dari meningkatnya pendapatan pajak, yakni Pajak Kendaraan Bermotor
dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Selain disebabkan karena terus meningkatnya penjualan
kendaraan bermotor di Jawa Barat akibat pergerakan positif aktivitas perekonomian domestik,
peningkatan tarif perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) memberikan dampak pada
penurunan daya beli masyarakat. Sementara itu, tingkat realisasi Dana Perimbangan adalah sekitar
80% (ytd), lebih rendah dibandingkan realisasi pada triwulan III-2009 yang sebesar 84%.
54
BAB 4. KEUANGAN DAERAH
Tabel 4.3. Realisasi Penerimaan Pajak Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Rp Miliar)
2009 2010 Jenis Pajak Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III
Pajak Kendaraan Bermotor
411
458
520
473
429
375
588
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
404
423
565
544
647
522
801
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
266
263
283
273
265
192
298
Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
23
24
35
14
23
9 14
Jumlah
1,103
1,168
1,403
1,305
1,365
1,098
1,701 Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat
2. BELANJA DAERAH
2.1. BELANJA APBN DI JAWA BARAT
Baik pertumbuhan maupun tingkat realisasi belanja pemerintah pusat di Jawa Barat
mengalami kenaikan. Hal ini tercermin dari meningkatnya realisasi belanja dana Dekonsentrasi serta
dana Tugas Pembantuan. Meningkatnya realisasi belanja dana Dekonsentrasi telah berdampak pada
meningkatnya laju pertumbuhan konsumsi pemerintah.
Belanja Dana Dekonsentrasi
Dana Dekonsentrasi berfungsi sebagai pembiayaan kegiatan pendukung dalam pelaksanaan program
pemerintah pusat di daerah. Kegiatan-kegiatan yang dibiayai oleh dana Dekonsentrasi meliputi
koordinasi, pembinaan, dan pengawasan. Pengalokasian dana dekonsentrasi juga ditujukan langsung
kepada dinas/instansi di tingkat provinsi sementara wewenang dana tugas pembantuan diserahkan
kepada pemerintah kota/kabupaten/provinsi untuk mengatur.
Pada triwulan III-2010, realisasi dana Dekonsentrasi diperkirakan mengalami peningkatan
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu mencapai 36,67% (ytd). Hal ini terutama
disebabkan oleh realisasi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat yang telah merealisasikan dana
dekonsentrasi jauh lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi ini terjadi salah satunya
karena skema BOS (Bantuan Operasional Sekolah) telah cukup dimengerti oleh berbagai pihak terkait,
baik pihak pemerintah maupun sekolah. Selain itu, realisasi yang lebih tinggi juga didorong oleh
realisasi dana dekonsentrasi yang dilakukan oleh Dinas Pertanian, dengan realisasi sebesar 52,93%,
jauh lebih tinggi dibandingkan realisasi pada triwulan III-2009 (6,94%). Secara total nominal, realisasi
dana dekonsentrasi sampai dengan triwulan III-2010 mencapai Rp1,51 triliun dari target anggarannya,
55
BAB 4. KEUANGAN DAERAH
atau tumbuh 26,5% dibandingkan realisasi pada triwulan III-2009 terhadap target anggarannya
(Rp1,2 triliun).
Tabel 4.4. Realisasi (ytd) Dana Dekonsentrasi Jawa Barat di Lima Dinas Penerima Anggaran Terbesar
2009 2010 Dinas Anggaran
(Rp Miliar) Tw.III Anggaran
(Rp Miliar) Tw.III*
Dinas Pendidikan 4.540,44 19.92% 3.856,76 36.64%
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD)
42,97 46.43% 53.2 45.05%
Dinas Pertanian 30,41 6.94% 24.3 52.93%
Dinas Sosial 25,21 52.10% 22.61 53.25%
Jumlah 4.637,44 25.68% 4.109,34 36.67% Keterangan: *) Angka Perkiraan Sumber: BAPPEDA Provinsi Jawa Barat
Belanja Dana Tugas Pembantuan
Tingkat realisasi Dana Tugas Pembantuan diperkirakan juga mengalami peningkatan dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan realisasi terutama berasal dari kinerja Pemerintah
Kabupaten Sukabumi serta Kabupaten Tasikmalaya. Sementara itu, realisasi dana Tugas Pembantuan
oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengalami perlambatan dibandingkan periode yang sama di
tahun 2009.
Tabel 4.5. Realisasi Dana Tugas Pembantuan Jawa Barat di Lima Pemerintah Daerah Penerima Alokasi Anggaran Terbesar
2009 2010 Provinsi/Kabupaten/Kota Anggaran
(Rp Miliar) Tw.III
Anggaran (Rp Miliar)
Tw.III*)
Provinsi Jawa Barat 204,89 25.10% 215.06 15.50%
Kabupaten Garut 117,34 30.67% 17.06 27.55%
Kabupaten Sukabumi 100,33 39.44% 19.84 42.45%
Kabupaten Tasikmalaya 87,94 62.01% 8.34 63.07%
Kabupaten Cianjur 75,29 56.42% 9.21 43.37%
Jumlah 1.145,16 31.36% 442.03 36.21%
Keterangan: *) Angka Perkiraan Sumber: BAPPEDA Provinsi Jawa Barat
56
BAB 4. KEUANGAN DAERAH
2.2. BELANJA APBD PROVINSI JAWA BARAT
Di sisi belanja daerah, realisasi belanja pada triwulan III-2010 diperkirakan lebih rendah
dibandingkan pola musimannya. Oleh karena itu, realisasi belanja pada tahun 2010 diperkirakan
akan terpusat pada triwulan IV-2010. Berdasarkan jenisnya, tingkat realisasi tertinggi berasal dari
belanja modal atau infrastruktur sementara untuk belanja pegawai adalah yang terendah mengingat
adanya program Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk melakukan efisiensi belanja perjalanan dinas
pegawai.
Tabel 4.6. Perkiraan Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat (dalam %)
2010 Jenis
Tw.II Tw.III*) Prognosa
Akhir Tahun 2010**)
Belanja 22,39 55-58 96,73
a) Pegawai 18,92 47-51 88,47
b) Barang dan jasa 19,40 52-57 97,54
c) Modal 34,93 61-65 98,88
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat Keterangan: *) Perkiraan **) Prognosa Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat
57
BAB 4. KEUANGAN DAERAH
Halaman ini sengaja dikosongkan
58
BAB 5
PERKEMBANGAN
SISTEM PEMBAYARAN
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
60
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
61
Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran nasional baik tunai maupun non tunai
merupakan salah satu dari tiga tugas utama Bank Indonesia. Untuk itu, Bank Indonesia senantiasa
berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup,
jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar (clean money policy). Sementara itu
kebijakan di bidang instrumen pembayaran non tunai tetap diarahkan untuk menyediakan sistem
pembayaran yang efektif, efisien, aman dan handal dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan
konsumen. Khusus untuk menghadapi Lebaran di tahun 2010 ini, KBI Bandung melakukan strategi
jemput bola, serta melakukan kerjasama dengan 100 jaringan kantor bank di wilayah kerja KBI Bandung.
Adapun tujuannya adalah untuk memfasilitasi kegiatan penukaran Uang Pecahan Kecil, yang berdampak
terhadap berhasil diminimalisasinya antrian masyarakat dalam memperoleh UPK.
Transaksi sistem pembayaran tunai di Jawa Barat selama triwulan III-2010 secara umum masih
mengalami peningkatan. Dari sisi peredaran uang kartal, tercatat adanya kenaikan aliran uang kartal
yang masuk ke Jawa Barat (inflow), serta uang yang keluar dari Jawa Barat (outflow). Khusus untuk
triwulan III-2010, terjadi kenaikan net inflow di Jawa Barat, yang terjadi di wilayah kerja KBI Tasikmalaya
dan KBI Cirebon. Terjadinya outflow pada triwulan III-2010 merupakan siklus musiman meningkatnya
permintaan kartal oleh masyarakat akibat Lebaran.
Sementara itu, sistem pembayaran non tunai juga masih masih mengalami kenaikan selama
triwulan III-2010. Baik transaksi kliring maupun RTGS tercatat mengalami kenaikan dari sisi nominal,
yang menunjukkan bahwa semakin besarnya nominal transaksi masyarakat yang dilakukan melalui sistem
pembayaran non tunai tersebut.
1. PENGEDARAN UANG KARTAL
1.1. ALIRAN UANG KARTAL MASUK/KELUAR (INFLOW/OUTFLOW)
Seperti kondisi pada periode-periode sebelumnya, perkembangan aliran uang kartal di wilayah
Jawa Barat masih mengalami net inflow. Kondisi ini terjadi, karena aliran uang yang masuk (inflow)
ke Bank Indonesia di regional Jawa Barat (meliputi KBI Bandung, KBI Cirebon, dan KBI Tasikmalaya) lebih
besar dibandingkan aliran uang yang keluar ke masyarakat Jawa Barat (outflow). Khusus untuk triwulan
III-2010, net inflow mengalami sedikit peningkatan, yaitu dari sebesar Rp2,81 triliun pada triwulan II-
2010 menjadi Rp3,13 triliun pada triwulan III-2010, atau tumbuh 11,3% (qtq). Peningkatan net inflow
tersebut terjadi di KBI Tasikmalaya dan KBI Cirebon, yang masing-masing tumbuh meningkat dari sebesar
Rp0,37 triliun menjadi Rp0,61 triliun, serta dari Rp0,84 triliun menjadi Rp0,96 triliun. Dari sisi
pertumbuhan, masing-masing net inflow di KBI tersebut tumbuh 63,8% (qtq) dan 14,6%. Di sisi lain, KBI
Bandung mengalami penurunan net inflow sebesar Rp40 miliar, yaitu dari Rp1,60 triliun menjadi Rp1,56
triliun, atau turun 2,8% dibandingkan triwulan sebelumnya.
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
62
Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal Di Jawa Barat
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III
2007 2008 2009 2010
(Rp
Triliu
n)
Outflow Net Inflow Inflow
Sumber: BI Bandung, BI Tasikmalaya & BI Cirebon
Seiring dengan kebutuhan masyarakat yang tinggi untuk Lebaran yang jatuh di triwulan III-2010, aliran
uang yang keluar dari KBI Bandung juga mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Peningkatan yang
terjadi adalah sebesar Rp1,3 triliun pada triwulan II-2010 menjadi Rp3,8 triliun pada triwulan III-2010,
atau mengalami pertumbuhan sebesar 191% (qtq). Dibandingkan dengan kondisi pada triwulan
sebelumnya, peningkatan aliran uang yang keluar dari KBI Bandung terutama adalah dari jenis Uang
Pecahan Kecil (pecahan Rp20.000 ke bawah) yang tumbuh diatas 300% (qtq). Kondisi tersebut memang
lazim terjadi, karena meningkatnya kebutuhan UPK dalam masa-masa menjelang Lebaran. Di sisi lain,
uang pecahan besar, yaitu Rp100.000 mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan periode
sebelumnya.
Apabila dilihat lebih detail, peningkatan uang keluar terbesar terjadi pada pecahan uang logam Rp1.000,
yang baru saja diluncurkan di Kota Bandung pada triwulan III-2010 ini (bulan Juli 2010). Adapun kegiatan
peluncuran uang logam pecahan baru tersebut diresmikan langsung oleh Wakil Presiden Republik
Indonesia, sekaligus meresmikan uang kertas Rp10.000 desain baru. Peresmian dilakukan di Kota
Bandung, karena uang logam tersebut memiliki desain bergambarkan Gedung Sate dan alat musik
angklung, yang masing-masing merupakan ikon Kota Bandung dan alat musik tradisional dari Jawa
Barat.
Dalam hal memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat, terutama dalam menyambut Hari Raya
Lebaran, KBI Bandung melakukan strategi jemput bola, diantaranya melalui penawaran kepada
dinas/instansi di daerah dalam hal penyediaan uang pecahan kecil. Wujud kegiatan tersebut adalah
dengan penyediaan UPK untuk pembayaran gaji pegawai negeri di dinas/instansi tersebut, serta
melakukan dropping langsung dengan menggunakan mobil kas keliling. Disamping itu, KBI Bandung
juga memfasilitasi mobil kas keliling, pada acara-acara Bazaar / Pasar Murah yang secara
berkesinambungan dilakukan oleh masing-masing dinas/instansi dalam rangka menyambut Lebaran.
Khusus dalam mengantisipasi lonjakan permintaan masyarakat terhadap UPK menjelang Lebaran di tahun
2010 ini, KBI Bandung berkoordinasi dengan jajaran perbankan, dan melibatkan 100 jaringan kantor
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
63
bank yang ada di wilayah kerja KBI Bandung, untuk memfasilitasi kegiatan penukaran Uang Pecahan
Kecil. Kegiatan tersebut memberikan dampak positif, yaitu dapat meminimalisir antrian masyarakat dalam
memperoleh Uang Pecahan Kecil di loket Kantor Bank Indonesia Bandung.
Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui KBI Bandung
Nominal Bilyet/Keping Nominal Bilyet/Keping(Rp Juta) (Juta) (Rp Juta) (Juta)
Uang Kertas100,000 755,546.50 7.56 1,707,483.30 17.07 126%50,000 443,123.30 8.86 1,425,437.00 28.51 222%20,000 37,427.86 1.87 181,069.86 9.05 384%10,000 43,571.88 4.36 262,705.76 26.27 503%5,000 14,286.18 2.86 127,082.93 25.42 790%2,000 - 65,721.02 32.86 1,000 1,901.03 1.90 632.82 0.63 -67%
Total 1,295,856.75 27.40 3,770,132.69 139.82 191% Uang Logam
1,000 0.01 0.00 11,421.13 11.42 228422440%500 8.89 0.02 1,958.76 3.92 21943%200 306.62 1.53 723.40 3.62 136%100 310.07 3.10 668.69 6.69 116%50 67.00 1.34 146.00 2.92 118%25 2.00 0.08 0.00 0.00 -100%
Total 694.58 6.07 14,917.97 28.56 2048%
Tw. III-2010Pertumbuhan
(qtq)
Tw. II-2010Jenis Pecahan
Sumber: BI Bandung
1.2. PENYEDIAAN UANG KARTAL LAYAK EDAR
Jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang dimusnahkan, atau yang disebut juga dengan
kegiatan Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) di KBI Bandung tercatat mengalami
penurunan pada triwulan III-2010, dibandingkan periode sebelumnya. Kondisi ini merupakan
indikasi bahwa kesadaran masyarakat Jawa Barat untuk menjaga kondisi fisik uang kartal Rupiah semakin
meningkat. Setelah mencapai posisi tertinggi pada triwulan I-2010, jumlah bilyet uang kertas yang
dimusnahkan di KBI Bandung tercatat terus mengalami penurunan. Khusus untuk triwulan III-2010,
jumlah uang yang dimusnahkan adalah sebanyak 96,45 juta bilyet, dengan total nominal senilai hamper
Rp2,8 triliun. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan PTTB pada triwulan II-2010, baik dari sisi jumlah
bilyet maupun nominalnya. Jenis pecahan yang paling banyak dimusnahkan adalah uang pecahan
Rp50.000, dengan porsi sebesar 31% dari seluruh pecahan uang. Porsi tersebut mengalami peningkatan
dibandingkan periode sebelumnya, yang sebanyak 28% dari keseluruhan uang. Selanjutnya, jenis
pecahan yang paling banyak dimusnahkan adalah pecahan Rp1.000 (21%); Rp5.000 (13%); serta
pecahan Rp2.000 (12%).
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
64
Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Kantor Bank Indonesia Bandung
-
30
60
90
120
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III
2007 2008 2009 2010
Juta Lembar
Sumber: BI Bandung
1.3. UANG PALSU
Penemuan uang palsu di wilayah kerja KBI Bandung mengalami penurunan dari sisi jumlah
bilyet dibandingkan periode sebelumnya. Selama triwulan III-2010, tercatat sebanyak 3.753 lembar
uang palsu ditemukan, dengan nominal sebesar Rp309,55 juta. Walaupun turun dari sisi bilyet, namun
nominal temuan uang palsu tersebut mengalami peningkatan, dari sejumlah Rp273,21 juta selama
triwulan II-2010. Peningkatan ini terjadi karena terjadi kenaikan jumlah uang palsu pecahan yang besar,
yaitu Rp100.000, dari sebelumnya hanya sebanyak 39,4% dari keseluruhan uang palsu yang ditemukan,
menjadi 69,3%. Untuk meminimalisasi peredaran uang palsu tersebut, BI Bandung terus berupaya
memberikan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada semua lapisan masyarakat, menyediakan
sarana informasi hotline service, serta iklan layanan masyarakat.
2. SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI
Berkembangnya perekonomian domestik meningkatkan kebutuhan masyarakat akan kecepatan,
kehandalan, dan keamanan dalam melakukan transaksi. Untuk itu, Bank Indonesia secara terus menerus
melakukan penyempurnaan dan pengembangan terhadap sistem yang telah ada, termasuk diantaranya
melalui penyelenggaraan kliring dan Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS).
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
65
2.1 KLIRING LOKAL
Perkembangan sistem pembayaran di bidang kliring1 di Jawa Barat mengalami peningkatan,
apabila dilihat dari sisi nominal. Selama triwulan III-2010, tercatat rata-rata transaksi kliring (meliputi
kliring penyerahan, kliring pengembalian, dan kliring kredit) senilai Rp11,83 triliun, dengan jumlah rata-
rata warkat sebanyak 515.642 lembar. Dari sisi nominal, terdapat kenaikan dibandingkan transaksi kliring
pada triwulan II-2010, baik secara triwulanan (tumbuh 6,1%) maupun secara tahunan (tumbuh 11,1%).
Namun demikian, apabila dilihat dari sisi volume, terdapat perlambatan pertumbuhan selama triwulan III-
2010 ini. Hal ini menunjukkan semakin besarnya nominal transaksi masyarakat yang dilakukan melalui
sistem pembayaran kliring. Dilihat dari wilayahnya, transaksi kliring yang paling besar di Jawa Barat,
dilakukan di wilayah Kota Bandung, yang disebabkan karena besarnya jumlah penduduk serta tingginya
aktivitas perekonomian di Kota Bandung.
Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal Rata-rata per Bulan di Jawa Barat
TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III qtq yoyNominal (Rp Triliun) 9.94 10.38 10.64 11.19 10.82 11.14 11.83 6.12 11.14
Volume (Lembar) 504,311 476,875 484,106 481,440 496,425 510,649 515,642 0.98 6.51
Pertumbuhan Keterangan2009 2010
Sumber: Bank Indonesia
2.2 REAL TIME GROSS SETTLEMENT (RTGS)
Transaksi RTGS masih mendominasi sistem pembayaran non tunai di Jawa Barat, yang
dikarenakan keunggulan RTGS dalam kecepatan penyelesaian transaksi (seketika) dan risiko
penyelesaian transaksi yang dapat diperkecil. Perkembangan penyelesaian transaksi RTGS per bulan
(dari dan ke Jawa Barat), selama triwulan III-2010, secara nominal maupun volume, masih mengalami
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu mencapai rata-rata bulanan sebesar Rp62,9 triliun
dan 97.188 transaksi RTGS. Dengan demikian terjadi peningkatan rata-rata transaksi bulanan RTGS
senilai RpRp6,24 triliun. Namun demikian, apabila dilihat dari sisi pertumbuhannya, terdapat sedikit
perlambatan pada triwulan III-2010. Dari sisi nominal, transaksi RTGS tumbuh sebesar 11% (qtq), sedikit
lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang sebesar 12%. Begitu pula
dengan transaksi dari sisi volume, yang tumbuh melambat dari 9% pada triwulan II-2010 menjadi 6%
pada triwulan III-2010. Adapun perlambatan ini terjadi karena melambatnya transaksi RTGS yang masuk
ke wilayah Jawa Barat, sementara di sisi lain, transaksi RTGS ke luar Jawa Barat masih mengalami
peningkatan apabila dilihat dari sisi nominal transaksi.
1 Kliring adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar-peserta kliring, dan perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
66
Tabel 5.3. Perkembangan Transaksi RTGS di Jawa Barat
Nominal (Triliun Rp)
VolumeNominal (Triliun
Rp)Volume
Nominal (Triliun
Rp)Volume
Januari 17.58 25,993 24.19 33,736 41.77 59,729
Februari 18.33 29,266 22.77 34,240 41.10 63,506Maret 18.73 31,282 28.97 34,346 47.70 65,628
Rata2 Tw I-09 18.21 28,847 25.31 34,107 43.52 62,954 April 20.58 31,562 27.91 32,396 48.49 63,958Mei 16.52 28,440 23.16 36,509 39.68 64,949
Juni 21.33 31,807 29.14 35,819 50.47 67,626 Rata2 Tw II-09 19.48 30,603 26.74 34,908 46.21 65,511 Juli 25.54 36,708 32.92 46,480 58.46 83,188
Agustus 19.18 32,520 30.45 47,482 49.63 80,002
September 20.17 30,164 31.27 39,591 51.44 69,755Rata2 Tw III-09 21.63 33,130.667 31.55 44,518 53.18 77,648 Oktober 15.72 30,323 25.30 34,783 41.01 65,106
November 17.32 31,508 28.52 41,202 45.84 72,710
Desember 22.63 42,739 37.70 58,364 60.33 101,103Rata2 Tw IV-09 18.56 34,856.667 30.50 44,783 49.06 79,640 Januari 19.96 36,750 32.52 45,588 52.47 82,338
Februari 17.96 33,030 28.16 43,878 46.13 76,908Maret 20.19 40,771 32.40 51,989 52.59 92,760
Rata2 Tw I-10 19.37 36,850.333 31.03 47,152 50.40 84,002 April 21.63 39,718 34.58 49,289 56.20 89,007Mei 20.11 38,703 32.16 48,589 52.28 87,292
Juni 24.16 44,037 37.34 54,623 61.50 98,660Rata2 Tw II-10 21.97 40,819.333 34.69 50,834 56.66 91,653 Juli 31.99 44,926 42.04 54,953 74.03 99,879
Agustus 25.63 47,066 37.22 56,981 62.85 104,047
September 19.91 39,447 31.90 48,191 51.81 87,638Rata2 Tw III-10 25.84 43,813.000 37.05 53,375 62.90 97,188 Pertumbuhan 17.64% 7.33% 6.80% 5.00% 11.01% 6.04%
Keluar Masuk Keluar + Masuk
Bulan
Sumber: Bank Indonesia
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
68
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
Kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat diperkirakan semakin menunjukkan perbaikan selama
periode triwulan III-2010. Meningkatnya aktivitas perekonomian pada beberapa sektor perekonomian
utama di Jawa Barat, mendorong penyerapan tenaga kerja yang lebih besar, terutama di sektor pertanian,
seiring dengan masuknya musim panen, serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran, terutama sebagai
dampak meningkatnya aktivitas perdagangan besar di Jawa Barat.
Sementara itu, kondisi kesejahteraan masyarakat Jawa Barat diperkirakan masih relatif stabil.
Walaupun terhadang oleh inflasi, yang sedikit memperlemah daya beli masyarakat, namun kesejahteraan
diperkirakan masih cenderung meningkat. Hal ini diantaranya tercermin dari masih optimisnya Indeks
Penghasilan masyarakat Jawa Barat, serta meningkatnya Nilai Tukar Petani di Jawa Barat selama triwulan
III-2010.
1. KETENAGAKERJAAN
Keadaan Ketenagakerjaan Jawa Barat
Seiring dengan semakin bergeraknya aktivitas perekonomian, penyerapan tenaga kerja juga
diperkirakan mengalami peningkatan. Kondisi ini salah satunya terindikasikan dari hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha di Jawa Barat. Dari survei tersebut, SBT tenaga kerja masih bernilai positif, yaitu
sebesar 3,4, yang menunjukkan bahwa masih terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja yang terserap di
berbagai sektor perekonomian di Jawa Barat. Peningkatan serapan tenaga kerja terutama terjadi di sektor
penyerap tenaga kerja terbesar di Jawa Barat, yaitu sektor PHR, seiring dengan meningkatnya aktivitas
perdagangan, khususnya pada subsektor perdagangan besar. Sementara itu, sektor lainnya yang juga
mengalami peningkatan jumlah tenaga kerja adalah sektor pertanian, yang merupakan sektor penyerap
tenaga kerja terbesar kedua di Jawa Barat, seiring dengan masuknya musim panen gadu di Jawa Barat.
Grafik 6.1. Indikator Jumlah Karyawan
-7,79
-10,39
1,6
-1,43
4,754,2
1,76
-6,47
2,3
-1,61
4,76
2,682,18
4,34 3,36
-12
-6
0
6
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III
2007 2008 2009 2010
SBT
Total Sektor Pertanian PHR
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, KBI Bandung
69
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
Peluang untuk penyerapan tenaga kerja Jawa Barat juga datang dari luar negeri. Berdasarkan informasi
dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar, terdapat kesempatan kerja sebanyak
70.000 tenaga kerja Jawa Barat di luar negeri. Permintaan tersebut datang, baik dari perwakilan penyalur
tenaga kerja, maupun G to G (Government to Government). Permintaan tenaga kerja yang datang
sebagian besar membutuhkan tenaga kerja dengan kemampuan spesifik, seperti perkapalan, konstruksi,
perhotelan, dan lain-lain. Sementara itu, mayoritas permintaan tenaga kerja datang dari negara-negara di
Timur Tengah, Singapura, Malaysia, serta Taiwan. Upaya penyediaan kebutuhan tenaga kerja tersebut
masih mengalami hambatan, terutama dari sisi kemampuan bahasa serta keterampilan calon tenaga
kerja. Untuk itu, pihak Disnakertrans Jabar terus berupaya untuk meningkatkan jumlah serta
mengooptimalkan balai latihan kerja yang sudah ada.
Dalam rangka terus meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penciptaan lapangan kerja baru,
Disnakertrans Jabar, dengan bekerjasama dengan LKS Tripartit, menyelenggarakan pelatihan gratis tata
boga dan bazaar murah Ramadhan selama triwulan III-2010. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan
peluang usaha pada bulan Ramadhan yang cukup tinggi, yang memberikan kesempatan munculnya
usaha-usaha yang bersifat sementara. Pelatihan tersebut juga memprioritaskan pada pemanfaatan bahan
baku lokal. Oleh karena itu, disamping dapat meningkatkan kemandirian usaha, kegiatan juga bertujuan
untuk membantu pengembangan dan kemajuan bahan baku lokal. Adapun acara tersebut diikuti oleh
lebih dari 1.000 orang perempuan dari berbagai daerah di Jawa Barat.
2. KESEJAHTERAAN
Tingkat kesejahteraan masyarakat di Jawa Barat
diperkirakan dalam kondisi yang relatif baik,
dan dalam relatif stabil. Salah satu indikasinya
adalah pergerakan Indeks Penghasilan Saat Ini serta
Indeks Ekspektasi Penghasilan, yang mengalami
pergerakan semakin meningkat, dari bulan Juli (awal
triwulan III-2010) hingga September 2010 (akhir
triwulan III-2010). Walaupun demikian, secara rata-
rata kedua indeks tersebut mengalami sedikit
perlambatan, yang disebabkan karena persepsi akan
sedikit melemahnya daya beli masyarakat, karena
tingginya inflasi pada periode tersebut. Namun demikian, kondisi kesejahteraan masih relatif baik, karena
kedua indeks masih berada pada level optimis, yaitu Indeks Penghasilan Saat Ini sebesar 104, sementara
Indeks Ekspektasi Penghasilan bernilai 120.
Grafik 6.2. Indeks Penghasilan dan Indeks
Ekspektasi Penghasilan
40
60
80
100
120
140
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2008 2009 2010
Penghasilan saat ini Ekspektasi penghasilan Garis 100
Sumber: Survei Konsumen, KBI Bandung
70
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
Sementara itu, walaupun dihadang rendahnya
produksi padi akibat anomali iklim,
kesejahteraan petani diperkirakan masih
mengalami kenaikan selama triwulan III-2010.
Hal ini salah satunya tercermin dari naiknya
rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP), dari 97,6
pada triwulan II-2010 menjadi 99,8 pada
triwulan III-2010. Kenaikan NTP tersebut
disebabkan karena peningkatan indeks harga
yang diterima petani lebih tinggi dibandingkan
indeks harga yang dibayarkan petani. Naiknya
indeks harga yang dibayar petani diperkirakan berasal dari kenaikan harga jual beras, yang terjadi karena
langkanya pasokan beras dari petani. Di sisi lain, naiknya indeks harga yang dibayar petani juga
disebabkan terutama karena peningkatan harga bahan makanan, serta Harga Eceran Tertinggi (HET)
pupuk, sebagai salah satu input produksi. Namun demikian, beberapa kelompok mengalami perlambatan
pertumbuhan, yaitu kelompok perumahan, sandang, serta kesehatan.
Grafik 6.3. Nilai Tukar Petani
100
110
120
130
140
80
90
100
5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2008 2009 2010
NTP (LHS) Indeks yang diterima petani (RHS)
Indeks yang dibayar petani (RHS)
Sumber: BPS Jawa Barat
Tabel 6.1. Nilai Tukar Petani di Jawa Barat (2007 = 100)
No. Sektor, Kelompok, & Subkelompok Tw.I-09 Tw.II-09 Tw.III-09 Tw.IV-09 Tw.I-10 Tw.II-10 Tw.III-10
1 Indeks harga yang diterima petani 116,4 117,2 120,6 122,4 125,1 125,6 132,1
2 Indeks harga yang dibayar petani 120,2 121,8 123,4 124,9 127,3 128,8 132,3
2.1. Konsumsi Rumah Tangga 121,9 123,5 125,3 127,0 129,6 131,1 135,3
- Bahan Makanan 123,3 122,8 124,7 126,7 130,1 132,4 139,8
- Makanan Jadi 117,1 119,8 121,0 122,7 125,5 126,9 128,4
- Perumahan 132,3 138,0 141,0 141,9 143,6 143,7 145,1
- Sandang 114,9 118,0 121,2 122,7 123,7 124,7 127,7
- Kesehatan 113,9 117,5 119,0 121,0 124,0 126,2 127,4
- Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 112,9 116,5 118,3 119,2 120,1 121,0 123,0
- Transportasi & Komunikasi 113,2 112,2 112,4 113,0 113,8 113,7 113,9
2.2. Biaya Produksi & Penambahan Barang Modal 115,2 116,6 117,6 118,6 120,2 121,8 123,5
- Bibit 113,9 115,4 116,6 117,8 119,5 120,6 122,6
- Obat-obatan & Pupuk 111,6 112,1 112,5 113,4 115,3 119,7 122,4
- Sewa Lahan, Pajak & Lainnya 112,0 116,7 117,2 117,7 118,6 119,5 120,6
- Transportasi 114,1 113,8 113,7 115,7 116,6 116,5 116,9
- Penambahan Barang Modal 117,7 119,1 120,7 122,8 125,2 126,4 128,4
- Upah Buruh Tani 116,7 118,1 119,4 120,6 122,0 122,9 124,2
3 Nilai tukar petani (NTP) 96,9 96,2 97,7 98,0 98,3 97,6 99,8 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat
71
72
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
BOKS 3
SURVEI KONDISI REMITANSI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) JAWA BARAT
Pendahuluan
Penerimaan devisa dari remitansi Tenaga Kerja Indonesia (TKI), merupakan inflow terbesar dalam kelompok
Services, Income & Current Transfer Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Jumlah yang ada bahkan telah mencapai
sepertiga inflow yang diperoleh dari penanaman modal asing (Foreign Direct Investment-FDI) dan melampaui utang
luar negeri pemerintah (official aids). Inflow remitansi tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun seiring
meningkatnya jumlah WNI yang bekerja di luar negeri. Sejak Januari 2008 hingga September 2009, jumlah
penempatan TKI di luar negeri yang tercatat di BNP2TKI mencapai 370 ribu orang. Dari jumlah tersebut, persentase
TKI yang berasal dari daerah Jawa Barat mencapai 26% atau sekitar 98 ribu orang.
Dalam rangka memperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai TKI asal daerah Jawa Barat dan nilai remitansi
yang dihasilkannya tersebut telah dilakukan survei kondisi remitansi TKI Jawa Barat pada tahun 2009. Survei
dilakukan terhadap 535 (lima ratus tiga puluh lima) orang responden TKI, yang terdiri dari TKI aktif, TKI purna dan
keluarga TKI penerima remitansi di daerah kantong-kantong TKI di Jawa Barat, yaitu Purwakarta, Subang,
Majalengka, Bandung, Ciamis, Sukabumi, Cianjur, Karawang, Cirebon, dan Indramayu.
Profil TKI Jawa Barat
Berdasarkan tingkat pendidikannya, dapat terlihat bahwa
sebagian besar responden TKI (58,52%) adalah lulusan
Sekolah Dasar dan hanya 0,57% responden yang
berpendidikan perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan
masih rendahnya kualitas TKI sehingga hanya dapat
diserap pada lapangan pekerjaan yang tidak
membutuhkan pendidikan tinggi seperti pembantu rumah
tangga dan buruh industri.
Sebelum bekerja sebagai TKI, sebagian besar responden bekerja sebagai buruh/karyawan pabrik, petani, pekerja
bangunan, pelayan toko dan pembantu rumah tangga dengan tingkat upah yang relatif rendah yaitu kurang dari
Rp500.000,00 perbulan (57% responden) dan kurang dari Rp1.000.000,00 per bulan (37% responden).
Rendahnya tingkat upah yang diterima menjadi salah satu alasan utama responden bekerja sebagai TKI di luar
negeri dengan harapan dapat memperoleh penghasilan yang lebih tinggi.
Berdasarkan negara tempat bekerja, 57,9% responden bekerja di Arab Saudi dan 10,3% bekerja di negara
Malaysia, sedangkan sisanya tersebar di negara-negara lain di Timur Tengah, seperti Kuwait (5,6%), Abu Dhabi
(4,1%), dan Qatar (3%). Di sisi lain, mayoritas responden bekerja sebagai TKI untuk jangka waktu 2 s.d. 5 tahun.
Hal ini dikarenakan responden cenderung beralih pekerjaan untuk mencari penghasilan yang lebih tinggi ataupun
beban kerja yang lebih ringan.
Grafik 1. Rata-rata Tingkat Pendidikan TKI
SD58,52%
SMP22,73%
SMA18,18%
Perguruan Tinggi0,57%
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
Kondisi Remitansi TKI Jawa Barat
Besarnya penghasilan yang diterima TKI sangat
bervariatif tergantung pada standar negara tujuan dan
jenis pekerjaan, 75% dari reponden menerima gaji
sebesar Rp1 juta - Rp2 juta (sebagian besar bekerja di
Timur Tengah dan Malaysia), 16% responden menerima
gaji Rp2–3 juta, 7% responden menerima Rp3–5 juta
dan hanya 2% responden menerima gaji diatas Rp5 juta
(bekerja di negara Korea, Jepang, Hongkong dan
Amerika).
Dari penghasilan yang diperoleh tersebut, sebanyak 62% responden mengirim uang secara rutin ke keluarganya di
Indonesia sebanyak 3 hingga 6 kali dalam satu tahun. Jumlah uang yang dikirim cenderung lebih dari 50% jumlah
gaji yang diterima dalam setahun. Uang yang dikirim ke Indonesia antara lain dimanfaatkan untuk biaya
pendidikan anak, kebutuhan sehari-hari, biaya renovasi rumah, membayar hutang, ditabung, dan sebagai modal
usaha.
Sebagian besar TKI (47%) mengirimkan uang menggunakan jasa pengiriman uang cepat (seperti Western Union)
dan dengan transfer menggunakan jasa perbankan (34%). Sedangkan responden lainnya menggunakan jasa
Kantor Pos (4%) dan ada yang menitipkan pada temannya yang pulang ke Indonesia. Responden TKI saat ini lebih
banyak menggunakan jasa agen pengiriman uang cepat seperti Western Union dikarenakan waktu pengiriman
lebih singkat, jaringan yang semakin luas hingga ke pelosok daerah, prosedur yang mudah dalam pengiriman
maupun pengambilan uang, serta keamanan yang terjamin.
Khusus bagi TKI Purna, sebagian besar dari mereka saat ini tidak memiliki tabungan ketika sudah kembali ke
Indonesia, karena penghasilan yang diperoleh sebagai TKI sudah terlebih dahulu dikirimkan dan hanya 36%
responden yang masih memiliki penghasilan untuk dibawa ke Indonesia dengan jumlah uang rata-rata tidak lebih
Rp50 juta. Uang tersebut antara lain disimpan dalam bentuk kas, tabungan di bank, dibelikan tanah maupun
rumah, serta dijadikan modal usaha.
Rekomendasi
1. Untuk meningkatkan taraf hidup TKI, dibutuhkan peningkatan ketrampilan bagi TKI sebelum TKI berangkat ke
luar negeri. Peningkatan ketrampilan antara lain dapat dilakukan melalui pelatihan, sehingga TKI memiliki
keahlian khusus sebagai nilai tambah. Selain itu, pelatihan mengenai kewirausahaan dan cara pengelolaan
uang juga dibutuhkan bagi TKI Purna (TKI yang sudah kembali ke Indonesia) agar mereka dapat
memanfaatkan penghasilan yang diperoleh sebagai TKI dengan sebaik mungkin.
2. Dibutuhkan sosialisasi khusus kepada TKI mengenai fasilitas perbankan dan jasa pengiriman uang, sehingga
mereka dapat memanfaatkan jasa tersebut dengan sebaik mungkin di luar negeri.
3. Perbaikan Sistem Operating Procedure (SOP) pengiriman TKI untuk menekan beberapa permasalahan yang
dihadapi TKI.
Grafik 1. Penghasilan TKI Aktif dan TKI Purna
Rp1-2 juta75%
Rp2-3 juta16%
Rp3-5 juta7%
> Rp5 juta2%
73
BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH
74
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
75
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
76
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
1. PROSPEK EKONOMI MAKRO
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sampai dengan akhir tahun 2010 diperkirakan akan
semakin menguat. Setelah tumbuh melambat pada laju 4,0% (yoy) pada triwulan III-2010,
pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2010 diperkirakan akan mengalami peningkatan, yang berada
pada kisaran 6-6,5%. Dengan demikian, secara keseluruhan perekonomian Jawa Barat untuk tahun
2010 akan mencapai 6,0%.
Dari sisi permintaan, masih meningkatnya pertumbuhan masih disumbang oleh peningkatan konsumsi
dan kenaikan investasi. Konsumsi yang meningkat terjadi baik pada konsumsi rumah tangga maupun
konsumsi pemerintah. Peningkatan konsumsi rumah tangga salah satunya disebabkan oleh faktor
membaiknya daya beli akibat rendahnya inflasi dan optimisme masyarakat terhadap ekonomi.
Optimisme terhadap kuatnya ekonomi tercermin dari masih tingginya keyakinan konsumsi terutama
yang bersumber dari optimisme terhadap ekspektasi ekonomi ke depan. Selain itu, meningkatnya
pendapatan masyarakat juga terjadi karena kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) riil serta naiknya
produksi komoditas pertanian, khususnya padi. Di sisi pemerintah, konsumsi pemerintah turut
memberikan kontribusi terhadap kuatnya konsumsi akibat meningkatnya pengeluaran APBD pada
akhir tahun, menyusul relatif rendahnya realisasi belanja pemerintah daerah pada periode-periode
sebelumnya. Sementara itu, investasi juga diperkirakan terus membaik seiring dengan meningkatnya
permintaan yang mengakibatkan sektor usaha melakukan realisasi investasi untuk meningkatkan
produksi. Peningkatan investasi tercermin dari naiknya impor barang yang sampai periode terakhir
mencapai pertumbuhan sebesar 300%. Dari sisi perdagangan luar negeri, kinerja ekspor diperkirakan
mengalami sedikit perlambatan, akibat adanya potensi melambatnya pertumbuhan ekonomi di negara
mitra dagang utama Jawa Barat, khususnya negara-negara maju.
Grafik 7.1. Indeks Keyakinan Konsumen
40
60
80
100
120
140
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9
2007 2008 2009 2010
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Garis 100 Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.
Grafik 7.2. Impor Barang Modal
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
0
25
50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
2008 2009 2010
Ribu Ton
Volume Impor Barang Modal Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Dari sisi sektoral, ketiga sektor dominan di Jawa Barat diperkirakan mengalami peningkatan pada
triwulan IV-2010 dibandingkan triwulan sebelumnya. Meningkatnya pertumbuhan sektor industri
sejalan dengan kuatnya aktifitas ekonomi, khususnya di dalam negeri, baik di wilayah Jawa Barat,
maupun secara nasional. Sektor PHR juga mengalami peningkatan, seiring kuatnya konsumsi
sebagaimana yang tercermin dari masih tingginya indeks penjualan eceran. Selain itu, sektor PHR juga
diperkirakan meningkat sebagai dampak bencana alam di DI Yogyakarta, sehingga wisatawan
77
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
diperkirakan mengalihkan tujuan wisatanya ke Jawa Barat, dan turut mendongkrak kinerja sektor PHR
di Jawa Barat. Menguatnya kegiatan pada sektor industri dan PHR tercermin pula dari informasi hasil
liaison terhadap perusahaan-perusahaan pada kedua sektor, diantara industri komponen elektronik
dan kendaraan bermotor. Informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa, peningkatan kegiatan sektor
tersebut didorong oleh semakin membaiknya permintaan. Bahkan beberapa perusahaan berusaha
meningkatkan kapasitas produksinya melalui investasi tambahan mesin dan pabrik baru. Di sisi lain,
produksi padi diperkirakan mengalami peningkatan selama triwulan IV-2010, akibat masih tingginya
curah hujan, serta sudah relatif terkendalinya Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Dengan
perkiraan tersebut, Provinsi Jawa Barat diperkirakan dapat kembali menjadi produsen beras terbesar
pada tahun 2010.
Dengan perkiraan tersebut, maka pertumbuhan ekonomi Jawa Barat selama tahun 2010 dan sampai
dengan pertengahan 2011 diproyeksikan masih berada dalam fase ekspansi. Perkiraan masih kuatnya
ekonomi tersebut berasal dari perkiraan laju pertumbuhan ekonomi pada sektor industri, sektor PHR,
dan sektor pertanian yang dalam fase ekspansi.
Grafik 7.3. Business Cycle Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat
0
1
‐25
‐20
‐15
‐10
‐5
0
5
10
15
20
25
Jan‐80
Sep‐80
Mei‐81
Jan‐82
Sep‐82
Mei‐83
Jan‐84
Sep‐84
Mei‐85
Jan‐86
Sep‐86
Mei‐87
Jan‐88
Sep‐88
Mei‐89
Jan‐90
Sep‐90
Mei‐91
Jan‐92
Sep‐92
Mei‐93
Jan‐94
Sep‐94
Mei‐95
Jan‐96
Sep‐96
Mei‐97
Jan‐98
Sep‐98
Mei‐99
Jan‐00
Sep‐00
Mei‐01
Jan‐02
Sep‐02
Mei‐03
Jan‐04
Sep‐04
Mei‐05
Jan‐06
Sep‐06
Mei‐07
Jan‐08
Sep‐08
Mei‐09
Jan‐10
Sumber: Bank Indonesia Bandung
2. PRAKIRAAN INFLASI
Perkembangan inflasi selama tahun 2010 cenderung meningkat sehingga inflasi di provinsi
Jawa Barat pada akhir tahun 2010 diperkirakan akan mencapai 6,22%. Perkiraan inflasi tersebut
akan memberikan sumbangan terhadap kecenderungan target inflasi nasional sebesar 5%+1% ke
batas atas. Masih tingginya perkiraan laju inflasi selama triwulan IV-2010 terutama bersumber dari
kenaikan harga pada komoditas kelompok makanan jadi/minuman/rokok dan kelompok non makanan.
Ditinjau dari faktor penyebabnya, faktor fundamental dan shock memberikan kontribusi terhadap
terjadinya kenaikan inflasi selama triwulan IV-2010. Di sisi fundamental, meningkatnya permintaan
dalam negeri dan ekspor yang direspons dengan tingginya pemakaian kapasitas telah menyebabkan
78
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
terjadinya tekanan harga. Kenaikan harga
juga didorong oleh meningkatnya
ekspektasi masyarakat, sebagaimana yang
ditunjukkan oleh hasil survei ekspektasi
harga oleh konsumen (Grafik 7.5.). Tekanan
terhadap harga yang berasal dari shock
diperkirakan terjadi akibat dari
melambatnya produksi komoditas bahan
makanan dan hambatan distribusi seiring
dengan anomali cuaca yang sulit dapat
diantisipasi. Sementara itu, tekanan
terhadap inflasi diperkirakan tidak tinggi
mengingat tidak adanya kenaikan harga
barang yang diatur oleh pemerintah
(administered price) pada triwulan IV-2010.
Grafik 7.4. Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung
100110120130140150160170180190200
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
Tw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IV Tw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.III
2007 2008 2009 2010
SB% (inflasi)
Inflasi (qtq) SK* SK** Sumber: SK-BI Bandung; BPS Jawa Barat. Keterangan: SK*=Ekspektasi terhadap harga pada 3 bulan sebelumnya; SK**= Ekspektasi terhadap harga pada 6 bulan sebelumnya
79
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
80
BOKS 4
SURVEI RESPONS SEKTOR EKONOMI UTAMA JAWA BARAT TERHADAP PERKEMBANGAN PERMINTAAN
Pendahuluan
Dalam rangka mendapatkan informasi yang lebih mendalam terhadap kondisi usaha, khususnya kapasitas
produksi, dan bagaimana respons sektor ekonomi utama di Jawa daerah terhadap perkembangan permintaan
yang datang, serta perkiraan prospek (dan risiko) ke depan, Bank Indonesia Bandung melakukan survei kepada 30
pelaku usaha di Jawa Barat. Responden merupakan perusahaan berskala menengah besar, yang bergerak di
industri TPT dan alat angkutan.
Prospek Usaha
Sebagian besar responden survei memperkirakan kondisi
usaha mereka dalam jangka menengah (< 1 tahun) akan
relatif stabil, dengan kecenderungan adanya peningkatan.
Penyebab utama positifnya perkiraan para pelaku usaha
tersebut adalah karena masih luasnya pasar produk.
Membaiknya perkiraan prospek usaha tersebut juga terlihat
dari perkiraan pelaku usaha terhadap beberapa indikator
kinerja perusahaan. Meningkatnya permintaan yang datang
(penjualan), diperkirakan akan turut mendongkrak omzet,
keuntungan. Dampaknya, untuk dapat memenuhi naiknya
permintaan tersebut, responden akan meningkatkan
kapasitas produksi serta menambah jumlah tenaga kerja.
Grafik 2. Faktor Penyebab Membaiknya Prospek Usaha
16%
28%
12%
24%
68%
0%
20%
40%
60%
80%
Pendapatan masyarakat yang
cukup besar
Kebijakan Pemerintah yang
kondusif
Akses pembiayaan usaha yang diperluas
Kurs yang stabil Pasar produk yang masih luas
Grafik 3. Perkiraan Indikator Kinerja Perusahaan
0%
20%
40%
60%
80%
Permintaan / penjualan
Omzet Keuntungan Produksi Kapasitas Terpakai
Tenaga Kerja
Naik Turun Stabil
Grafik 1. Perkiraan Prospek Usaha
Membaik33.3%
Stabil50.0%
Memburuk16.7%
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
81
Dalam menghadapi perkiraan naiknya permintaan yang akan datang, responden melakukan beberapa langkah
strategi, diantaranya adalah melakukan investasi (dinyatakan oleh 43% responden); melakukan penyesuaian harga
(46,7% responden); meningkatkan pinjaman dari perbankan (36,7% responden); dan yang terutama adalah
dengan meningkatkan kapasitas produksi (53,3% responden). Khusus untuk upaya meningkatkan pinjaman
perbankan, responden cenderung meningkatkan kredit untuk kebutuhan investasi yang akan mereka lakukan ke
depan.
Grafik 4. Respons Pelaku Usaha dalam Mengantisipasi Perkembangan Permintaan
43.3%53.3%
46.7%36.7%
56.7%46.7%
53.3%63.3%
0%
50%
100%
Investasi Meningkatkan Kapasitas
Penyesuaian Harga
Meningkatkan Pinjaman
Ya Tidak
Grafik 5. Kebijakan Pemerintah yang Diharapkan Pelaku usaha
50%
13%
20%
50%
37%
43%
23%
0%
20%
40%
60%
Akses Kredit Perbankan
Jumlah Skema Kredit
Bersubsidi
Kontinuitas Energi
Kemudahan Prosedur Perizinan
Kegiatan Promosi
Infrastruktur Pelatihan
Dalam menjalankan aktivitas produksi, pelaku usaha tentunya juga sangat mengharapkan dukungan dari
Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Adapun kebijakan-kebijakan yang paling
diharapkan oleh para pelaku usaha adalah:
• Mempermudah akses terhadap kredit perbankan
• Memberikan kemudahan prosedur perizinan
• Membangun infrastruktur (tol, kereta api, dll)
• Meningkatkan kegiatan promosi, baik di dalam maupun di luar negeri
• Menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan teknis produksi dan pemasaran
• Memastikan kontinuitas pasokan energi (listrik dan gas)
• Menambah jumlah skema kredit bersubsidi
BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
Halaman ini sengaja dikosongkan
82
LAMPIRAN
83
LAMPIRAN
LAMPIRAN
84
LAMPIRAN
85
1. Ekonomi Makro
Tabel 1.A. Perkembangan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat Menurut Sektor Ekonomi (Triliun Rupiah)
Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.IIIPertanian 11,0 8,2 9,1 8,1 12,1 9,1 10,2 9,5 11,70 9,76 9,89 Pertambangan dan Penggalian 1,5 1,5 1,7 1,7 1,7 1,8 1,9 2,0 1,84 1,88 1,91 Industri Pengolahan 31,2 33,5 34,3 35,1 30,9 32,9 33,4 34,4 31,89 33,44 34,08 Listrik, Gas, dan Air Bersih 1,5 1,5 1,5 1,5 1,6 1,7 1,8 2,0 1,86 1,85 1,89 Bangunan/Konstruksi 2,2 2,3 2,6 2,6 2,3 2,5 2,7 2,8 2,72 2,87 2,98 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 13,4 14,0 14,8 14,7 14,2 15,0 16,7 16,8 16,79 17,25 17,68 Pengangkutan dan Komunikasi 3,1 3,1 3,2 3,1 3,0 3,3 3,5 3,4 3,40 3,86 4,24 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusaha 2,1 2,3 2,4 2,3 2,1 2,4 2,6 2,6 2,45 2,59 2,73 Jasa‐jasa 4,7 4,7 4,8 4,9 4,8 4,9 5,0 5,0 4,97 5,20 5,42
PDRB 70,6 71,0 74,4 74,0 72,8 73,4 77,7 78,6 77,61 78,71 80,80
2009 2010Lapangan Usaha
2008
Tabel 1.B. Perkembangan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat Menurut Jenis Penggunaan (Triliun Rupiah)
Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.IIIKonsumsi Rumah Tangga 45,64 45,93 47,73 48,00 48,89 48,60 50,60 49,69 50,10 51,09 52,50 Konsumsi Pemerintah 3,15 4,11 4,71 6,19 4,49 4,44 4,95 6,26 3,98 3,82 4,96 Pembentukan Modal Tetap Bruto 12,35 12,59 13,28 13,46 12,66 12,03 13,23 13,63 13,34 14,17 14,48 Perubahan Inventori 1,85 1,83 1,90 1,86 2,20 2,43 2,80 3,07 2,91 3,23 3,0 Diskrepansi Statistik 3,03 1,21 (0,62) 1,12 (1,10) (2,95) (3,31) (3,60) (1,10) (0,57) ‐3,68Ekspor 31,18 29,28 29,18 28,86 29,97 32,11 32,49 32,98 31,42 32,29 38,48Impor 26,62 23,94 21,81 25,50 22,47 23,26 23,07 23,42 23,05 25,32 28,95
PDRB 70,59 71,01 74,38 74,02 72,98 73,38 77,68 78,56 77,61 78,71 80,80
Komponen Penggunaan2008 2009 2010
2. Inflasi Tabel 2.A. Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan Juli 2010 (%)
Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm1 Bahan makanan 4,44 5,88 1,37 4,35 7,30 11,35 7,02 4,82
2Makanan jadi, minuman, rokok dantembakau
0,09 1,27 -7,12 -2,08 -3,75 -3,22 -1,68 0,51
3Perumahan, air, listrik, gas dan bahanbakar
0,01 0,32 -0,86 -5,98 -9,21 -13,13 -15,38 0,13
4 Sandang 0,40 1,80 11,44 13,64 1,40 8,72 11,73 0,695 Kesehatan 0,08 1,07 10,36 2,90 -9,78 6,41 10,27 0,256 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,37 0,06 -2,51 -8,82 -20,27 7,32 -5,23 0,407 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 1,47 1,01 8,65 6,47 6,41 10,25 8,85 1,07
1,26 2,16 2,08 -0,17 -2,14 0,90 -0,94 1,58Umum
No. KelompokKota
Gab.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: Bd= Bandung, Bks=Bekasi, Dpk=Depok, Bgr=Bogor, Cn=Cirebon, Skbm=Sukabumi, Ts=Tasikmalaya
LAMPIRAN
86
Tabel 2.B. Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan Agustus 2010 (%)
Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm1 Bahan makanan 0,38 0,39 0,39 0,39 0,39 0,39 0,39 0,91
2Makanan jadi, minuman, rokok dantembakau
0,06 0,46 0,46 0,46 0,46 0,46 0,46 0,27
3Perumahan, air, listrik, gas dan bahanbakar
1,35 1,85 1,85 1,85 1,85 1,85 1,85 1,50
4 Sandang 1,04 -0,17 -0,17 -0,17 -0,17 -0,17 -0,17 0,335 Kesehatan 0,47 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,246 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,24 0,38 0,38 0,38 0,38 0,38 0,38 0,537 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan -0,17 -0,04 -0,04 -0,04 -0,04 -0,04 -0,04 0,03
0,51 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60 0,71
No. KelompokKota
Gab.
Umum
S
umber: BPS Provinsi Jawa Barat.
3. Data Perbankan
Tabel 3. Indikator Bank Umum di Jawa Barat Posisi bulan Mei 2010 (Rp Triliun)
Bank Umum Konvensional
Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III* q-t-q y-o-y
Total Aset 133,59 139,72 145,03 154,91 162,80 170,85 178,02 181,92 187,08 197,78 206,59 4,45% 16,05%
DPK 101,76 105,98 107,03 117,76 123,03 126,97 129,53 133,28 121,59 131,06 131,87 0,62% 1,80%
Kredit bank pelapor 70,98 77,92 82,86 87,35 87,58 95,45 98,77 102,62 104,99 111,64 114,90 2,92% 16,33%
Kredit lokasi proyek 127,22 135,29 147,46 163,33 162,54 171,39 174,16 181,41 180,28 193,30 197,54 2,19% 13,42%
LDR % 69,75 73,52 77,42 74,18 71,19 75,17 76,25 77,00 86,35 85,19 87,14
Rasio NPLs (%) 3,78 3,63 3,57 3,52 3,99 3,91 3,82 3,37 3,53 3,45 3,60
PertumbuhanIndikator
2008 2009 2010
* Posisi bulan Agustus 2010 Sumber: LBU KBI Bandung
Bank Umum Syariah
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III* qtq yoy
DPK 3,21 3,73 3,65 3,97 4,09 4,49 4,61 5,07 4,72 5,92 6,34 7,2% 37,7%
Pembiayaan 2,84 3,07 3,37 3,43 3,41 3,53 3,83 4,05 3,96 5,56 6,20 11,6% 61,9%
- FDR (%) 88,40 82,28 92,21 86,26 86,26 78,50 83,17 79,88 83,95 93,93 97,81
IndikatorPertumbuhan2008 2009 2010
* Posisi bulan Agustus 2010 Sumber: LBU KBI Bandung
DAFTAR ISTILAH
87
DAFTAR ISTILAH
Administered price
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur oleh pemerintah.
Andil inflasi Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Bobot inflasi Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Faktor Fundamental
Faktor fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter, yakni interaksi permintaan-penawaran atau output gap, eksternal, serta ekspektasi inflasi masyarakat
Faktor Non Fundamental
Faktor non fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang berada di luar kewenangan otoritas moneter, yakni produksi maupun distribusi bahan pangan (volatile foods), serta harga barang/jasa yang ditentukan oleh pemerintah (administered price)
Imported inflation Salah satu disagregasi inflasi, yaitu inflasi yang berasal dari pengaruh perkembangan harga di luar negeri (eksternal)
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1–100.
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1–100.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1–100.
Indeks Pembangunan Manusia
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas hidup, yaitu pendidikan, kesehatan dan daya beli.
Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal.
Inflasi inti Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental
Liaison Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan secara periodik melalui wawancara langsung kepada pelaku ekonomi mengenai perkembangan dan arah kegiatan ekonomi dengan cara yang sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan
Migas Minyak dan gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.
Mtm Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
Omzet Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan
DAFTAR ISTILAH
88
hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Perceived risk Persepsi risiko yang dimiliki oleh investor terhadap kondisi perekonomian sebuah negara
Qtq Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
Saldo Bersih Selisih antara persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “meningkat” dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “menurun” dan mengabaikan jawaban “sama”.
SBT Saldo Bersih Tertimbang. Nilai yang diperoleh dari hasil perkalian saldo bersih sektor/subsektor yang bersangkutan dengan bobot sektor/subsektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya.
Sektor ekonomi dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Volatile food Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
West Texas Intermediate
Jenis minyak bumi yang menjadi acuan untuk transaksi perdagangan minyak dunia.
Yoy Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.