· visi bank indonesia . menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara...

111
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2010 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG

Upload: dongoc

Post on 17-May-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

TRIWULAN IV-2010

KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG

Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 – 4230223 Fax : 022 – 4214326

Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Misi Bank Indonesia Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan. Nilai-nilai Strategis Bank Indonesia Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak atau berperilaku yaitu kompetensi, integritas, transparansi, akuntabilitas dan kebersamaan. Visi Kantor Bank Indonesia Bandung Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. Misi Kantor Bank Indonesia Bandung Mendukung pencapaian kebijakan Bank Indonesia di bidang moneter, perbankan dan sistem pembayaran secara efisien dan optimal serta memberikan saran kepada Pemda & lembaga terkait lainnya di daerah dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi daerah. Tugas Pokok Bank Indonesia Bandung adalah sebagai berikut : 1. Memberikan masukan kepada Kantor Pusat tentang kondisi ekonomi dan keuangan daerah di

wilayah kerjanya; 2. Melaksanakan kegiatan operasional sistem pembayaran tunai dan/atau non tunai sesuai dengan

kebutuhan ekonomi daerah di wilayah kerjanya; 3. Melaksanakan pengawasan terhadap perbankan di wilayah kerjanya; 4. Memberikan saran kepada Pemerintah Daerah mengenai kebijakan ekonomi daerah, yang

didukung dengan penyediaan informasi berdasarkan hasil kajian yang akurat; 5. Mengelola sumber daya internal yang dibutuhkan sebagai faktor pendukung terlaksananya fungsi-

fungsi utama.

Halaman ini sengaja dikosongkan

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia-

Nya, buku “Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-2010” ini akhirnya dapat

diselesaikan.

Perekonomian Jawa Barat pada triwulan IV-2010 secara umum masih kondusif. Pertumbuhan

ekonomi pada triwulan IV-2010 mencapai 4,5%. Dari sisi permintaan, perlambatan disebabkan

tingginya realisasi impor ke Jawa Barat serta melambatnya konsumsi pemerintah. Namun demikian,

perlambatan pertumbuhan lebih lanjut dapat diredam dengan masih meningkatnya pertumbuhan

konsumsi rumah tangga, investasi, maupun ekspor. Sementara itu, dari sisi penawaran, perlambatan

disebabkan oleh kontraksi yang terjadi pada sektor industri pengolahan, terutama pada industri

makanan dan minuman serta tekstil. Secara keseluruhan tahun 2010, perekonomian Jawa Barat dapat

tumbuh sebesar 6,09%. Dari sisi harga, laju inflasi Jawa Barat relatif rendah dan menjadi sumber yang

mampu menahan inflasi nasional tidak meningkat sangat tinggi.

Sementara itu, kondisi dan ketahanan perbankan di Jawa Barat masih menunjukkan

penguatan. Hal ini tercermin dari pertumbuhan berbagai indikator perbankan, seperti aset, dana pihak

ketiga, dan outstanding kredit, yang terus mengalami peningkatan. Di sisi lain, efisiensi BPR juga turut

membaik dengan risiko kredit dan likuiditas yang masih kuat.

Dari sisi keuangan daerah, realisasi penerimaan, baik APBN maupun APBD di Jawa Barat,

mengalami peningkatan selama triwulan IV-2010. Adapun penerimaan pemerintah pusat meningkat

terutama pada pos Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Bumi dan Bangunan,

sementara penerimaan Pemerintah Provinsi terutama bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor serta

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Sementara itu, dari sisi belanja, realisasi belanja Pemerintah

Pusat dan Provinsi di Jawa Barat mengalami peningkatan pada proyek infrastruktur jalan (Jalan Tol

Bogor Ring Road, Jalan Tol Cisumdawu, jalan pintas Cibungur Tanjungrasa), fly over (Lippo Village,

Merak dan Balaraja), irigasi (DAS Citarum) dan waduk (Jatigede).

Di sisi tenaga kerja, perekonomian ekonomi Jawa Barat dalam tiga tahun terakhir mampu

menyerap tenaga kerja relatif siginifikan. Setiap satu persen pertumbuhan PDRB Jawa Barat secara

rata-rata selama 3 tahun terakhir mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 197 ribu orang. Sementara

itu, dari sisi kesejahteraan masyarakat Jawa Barat juga diperkirakan meningkat.

Uraian di atas merupakan hasil analisa kami terhadap berbagai data dan informasi, yang selain

berasal dari Bank Indonesia, laporan perbankan, serta hasil-hasil survei yang dilakukan oleh Kantor

Bank Indonesia Bandung, juga kami peroleh dari berbagai pihak, seperti Pemerintah Provinsi Jawa

Barat, dinas-dinas terkait, Badan Pusat Statistik Jawa Barat, BULOG Divre III Jawa Barat, Direktorat

Jenderal Pajak Jawa Barat I, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Persepatuan Indonesia

(APRISINDO), PT. Angkasa Pura II, PT. Jasa Marga, serta PT. Kereta Api. Sehubungan dengan hal

tersebut, dalam kesempatan ini, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada pihak-pihak tersebut yang telah membantu penyusunan buku ini.

v

Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku

ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran

membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini. Kiranya kerjasama yang sangat

baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang.

Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga Tuhan

Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-Nya dan melindungi setiap langkah kita.

Bandung, 8 Februari 2011

Lucky Fathul A.H.

Pemimpin

vi

DAFTAR ISI Kata Pengantar ....................................................................................................................... v Daftar Isi ................................................................................................................................. vii Daftar Tabel............................................................................................................................ ix Daftar Grafik........................................................................................................................... x Tabel Indikator Ekonomi Jawa Barat........................................................................................ xiii RINGKASAN EKSEKUTIF .......................................................................................................... 1 BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL ........................................................................... 7

1. Sisi Permintaan.................................................................................................................. 9 1.1. Konsumsi ................................................................................................................ 10 1.2. Investasi .................................................................................................................. 12 1.3. Ekspor Impor ........................................................................................................... 15

2. Sisi Penawaran............ ...................................................................................................... 17 2.1. Sektor Pertanian......................................................................................................... 18 2.2. Sektor Industri Pengolahan......................................................................................... 19 2.3. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran.................................................................... 23 2.4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi ....................................................................... 24 2.5. Sektor Bangunan/Konstruksi ...................................................................................... 26 2.6. Sektor Lainnya ........................................................................................................... 26

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH ........................................................................... 29

1. Perkembangan Inflasi ....... ................................................................................................ 31 1.1. Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa .............................................................. 32

Inflasi Tahunan.......................................................................................................... 32 Inflasi Triwulanan..................................................................................................... 33

1.2. Inflasi Menurut Kota ................................................................................................ 35 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi........ .................................................................. 42

2.1. Fundamental............................................................................................................... 42 Eksternal ................................................................................................................. 42

Ekspektasi Inflasi .............................................................................. ....................... 44 Interaksi Permintaan dan Penawaran ....................................................................... 45

2.2. Non Fundamental....................................................................................................... 45 Volatile Foods ........................................................................................................... 45 Administered price .................................................................................................... 46

Boks 1. Tingginya Kenaikan Harga Cabai ......................................................................... 48 BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH .................................................................. 51

1. Struktur Perbankan di Jawa Barat ..................................................................................... 53 2. Bank Umum Konvensional .................................................................................................. 53

2.1. Pendanaan dan Risiko Likuiditas .................................................................................. 53 Perkembangan Dana Pihak Ketiga ................................................................................. 53 Risiko Likuiditas ........................................................................................................... 55

2.2. Perkembangan Kredit dan Risikonya ........................................................................... 55 Perkembangan Kredit ................................................................................................. 55 Risiko Kredit ............................................................................................................... 58

3. Bank Umum Syariah .......................................................................................................... 58 4. Bank Perkreditan Rakyat ................................................................................................... 59

BAB 4 KEUANGAN DAERAH............................... ................................................................. 61 1. Pendapatan Pemerintah di Jawa Barat................ ....................................................... 63 1.1. Pendapatan Pemerintah Pusat di Daerah ..................................................................... 63 1.2. Pendapatan Pemerintah Provinsi.................................................................................. 64 2. Belanja Daerah.................................................................................................................... 65

2.1. Belanja APBN di Jawa Barat ......................................................................................... 65 Belanja Dana Tugas Pembantuan ................................................................................ 66

vii

Belanja Dana Dekonsentrasi ...................................................................................... 66 2.2. Belanja APBD Provinsi Jawa Barat................................................................................ 67

BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN ..................................................................... 69

1. Pengedaran Uang Kartal..................................................................................................... 71 1.1. Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow) ...................................................... 71 1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar ............................................................................ 73 1.3. Uang Palsu ................................................................................................................. 74

2. Sistem Pembayaran Non Tunai............................................................................................ 74 2.1 Kliring Lokal................................................................................................................ 75 2.2 Real Time Gross Settlement (RTGS).............................................................................. 75

BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH............. 77

1. Ketenagakerjaan ................................................................................................................ 79 Keadaan Ketenagakerjaan Jawa Barat ..................................................................... ........... 79

2. Kesejahteraan..................................................................................................................... 81

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH .......................................................................................... 83 1. Prospek Ekonomi Makro..................................................................................................... 85 2. Prakiraan Inflasi .................................................................................................................. 86 Boks 2. Kondisi Bahan Pangan Dapat Memenuhi Demand Jawa Barat di Awal Tahun 2011 ........ 88

LAMPIRAN............................................................................................................................................... 99 DAFTAR ISTILAH ...................................................................................................................................... 104

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat dari Sisi Permintaan (yoy) ................ 10 Tabel 1.2. Proyek Infrastruktur di Jawa Barat ........................................................ 14 Tabel 1.3. Pertumbuhan Nilai Ekspor Berdasarkan Benua Asal Pembeli............................................. 16 Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat-Sisi

Penawaran.................................................................................... .................................. 17 Tabel 1.5. Indikator Perhotelan di Jawa Barat................................................................................... 24 Tabel 1.6. Jumlah Kendaraan yang Melintasi 12 Gerbang Tol di Jawa Barat..................................... 25 Tabel 1.7. Jumlah Penumpang Kereta Api di Jawa Barat .................................................................. 25 Tabel 1.8. Pemakaian Listrik di Jawa Barat (juta kwh)....................................................................... 27 Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) ............................... 33 Tabel 2.2. Inflasi Triwulanan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) ........................... 34 Tabel 2.3. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota & Kelompok Barang dan Jasa Triwulan IV-

2010 (qtq, %)................................................................................................................. 36 Tabel 2.4. Inflasi Tahunan Kota Bandung Menurut Kelompok Barang dan Jasa ................................ 36 Tabel 2.5. Inflasi Tahunan Kota Bekasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa .................................... 37 Tabel 2.6. Inflasi Tahunan Kota Depok Menurut Kelompok Barang dan Jasa .................................... 38 Tabel 2.7. Inflasi Tahunan Kota Bogor Menurut Kelompok Barang dan Jasa..................................... 39 Tabel 2.8. Inflasi Tahunan Kota Cirebon Menurut Kelompok Barang dan Jasa.................................. 40 Tabel 2.9. Inflasi Tahunan Kota Sukabumi Menurut Kelompok Barang dan Jasa............................... 41 Tabel 2.10. Inflasi Tahunan Kota Tasikmalaya Menurut Kelompok Barang dan Jasa............................ 42

Tabel 3.1. Perkembangan Kredit per Kota/Kab di Jawa Barat ........................................................... 57 Tabel 3.2. Perkembangan Jumlah Kantor BPR Jawa Barat ........................................................... 60 Tabel 3.3. Perkembangan Indikator Kinerja BPR Jawa Barat ........................................................... 60 Tabel 4.1. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Pusat di Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa

Barat I………………………………………………………….......... .................................... 64 Tabel 4.2. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat ............................................ 64 Tabel 4.3. Perkembangan Penerimaan Pajak Pemerintah Provinsi Jawa Barat.................................... 65 Tabel 4.4. Anggaran dan Realisasi 5 Daerah Penerima Dana Tugas Bantuan Terbesar....................... 66 Tabel 4.5. Realisasi Belanja Dinas Provinsi Jawa Barat....................................................................... 66 Tabel 4.6. Realisasi Belanja Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat .................................................... 66

Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui KBI Bandung. ................. 73 Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal di Jawa Barat........................................................ 75 Tabel 6.1. Penduduk Bekerja Berdasarkan Lapangan PekerjaanUtama.............................................. 80 Tabel 6.2. Nilai Tukar Petani Per Sub Sektor di Jawa Barat (2007=100) ............................................ 82

ix

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat (yoy) .............................................................. 9 Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen ........................................................................................... 10 Grafik 1.3. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini ..................................................................... 11 Grafik 1.4. Komponen Indeks Ekspektasi........................................................................................... 11 Grafik 1.5. Indeks Penjualan Eceran.................................................................................... ............... 11 Grafik 1.6. Indeks Penjualan Makanan dan Minuman........................................................................ 11 Grafik 1.7. Konsumsi Listrik Rumah Tangga....................................................................................... 11 Grafik 1.8. Kredit Konsumsi .............................................................................................................. 12 Grafik 1.9. Impor Barang Konsumsi................................................................................................... 12 Grafik 1.10. Nilai Tukar Petani............................................................................................................. 13 Grafik 1.11. Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Nilai Proyek ................................................. 13 Grafik 1.12. Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Jumlah Proyek ............................................. 13 Grafik 1.13. Distribusi Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Kabupaten/Kota ........................... 13 Grafik 1.14. Indeks Penjualan Bahan Konstruksi .................................................................................. 13 Grafik 1.15. Penjualan Semen di Jawa Barat........................................................................................ 14 Grafik 1.16. Impor Barang Modal........................................................................................................ 14 Grafik 1.17. Nilai Ekspor Jawa Barat.................................................................................................... 15 Grafik 1.18. Volume Ekspor Jawa Barat............................................................................................... 15 Grafik 1.19. Pangsa Nilai Produk Ekspor Jawa Barat ............................................................................ 16 Grafik 1.20. Nilai dan Volume Ekspor TPT ........................................................................................... 16 Grafik 1.21. Nilai dan Volume Ekspor Alat Telekomunikasi .................................................................. 16 Grafik 1.22. Nilai dan Volume Ekspor Mesin Elektrik........................... ................................................. 16 Grafik 1.23. Nilai dan Volume Ekspor Kendaraan................................................................................. 16 Grafik 1.24. Nilai Ekspor Jawa Barat Berdasarkan Benua Pembeli........................... .............................. 17 Grafik 1.25. Volume Ekspor Jawa Barat............................................................................................... 17 Grafik 1.26. Nilai Impor Jawa Barat ..................................................................................................... 18 Grafik 1.27. Produksi Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat................................................................ 18 Grafik 1.28. Luas Panen Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat............................................................ 18 Grafik 1.29. Luas Panen Padi di Jawa Barat ......................................................................................... 19 Grafik 1.30. Konsumsi Listrik Industri .................................................................................................. 21 Grafik 1.31. Penjualan Motor Nasional ................................................................................................ 21 Grafik 1.32. Penjualan Mobil Nasional................................................................................................. 21 Grafik 1.33. Nilai Ekspor Kendaraan..................................................................... ............................... 21 Grafik 1.34. Volume Ekspor Kendaraan............................................................................................... 22 Grafik 1.35. Produksi Kendaraan Bermotor ......................................................................................... 23 Grafik 1.36. Indeks Penjualan Makanan dan Minuman ....................................................... ................ 23 Grafik 1.37. Arus Bongkar Muat Pelabuhan Cirebon ........................................................................... 24 Grafik 1.38. Perkembangan Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat........................ 24 Grafik 1.39. Asal Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa Barat ........................................ 24 Grafik 1.40. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Husein Sastranegara ............. 25 Grafik 1.41. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pengangkutan, Gudang, dan

Komunikasi ..................................................................................................................... 25 Grafik 1.42. Penyaluran Kredit Oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Konstruksi........................... 26 Grafik 1.43. Penyaluran Kredit Oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih ... 26 Grafik 2.1. Inflasi Bulanan (mtm) Jawa Barat dan Nasional................................................................. 31 Grafik 2.2. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional.......................................................................... 32 Grafik 2.3. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional ...................................................................... 32 Grafik 2.4. Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa

Triwulan IV-2010............................................................................................................. 33

x

Grafik 2.5. Inflasi Triwulanan dan Andil Inflasi Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa Triwulan IV-2010 ............................................................................................................ 34

Grafik 2.6. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kota ...................................................................... 35 Grafik 2.7. Inflasi Tahunan Kota Bandung ........................................................................................ 36 Grafik 2.8. Perkembangan Inflasi Kota Bandung............................................................................... 37 Grafik 2.9. Inflasi Tahunan Kota Bekasi............................................................................................. 37 Grafik 2.10. Perkembangan Inflasi Kota Bekasi ................................................................................... 38 Grafik 2.11. Inflasi Tahunan Kota Depok ............................................................................................ 38 Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi Kota Depok................................................................................... 39 Grafik 2.13. Inflasi Tahunan Kota Bogor ............................................................................................. 39 Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Kota Bogor.................................................................................... 40 Grafik 2.15. Inflasi Tahunan Kota Cirebon .......................................................................................... 40 Grafik 2.16. Perkembangan Inflasi Kota Cirebon................................................................................. 41 Grafik 2.17. Inflasi Tahunan Kota Sukabumi ....................................................................................... 41 Grafik 2.18. Inflasi Kota Sukabumi ..................................................................................................... 41 Grafik 2.19. Inflasi Tahunan Kota Tasikmalaya.................................................................................... 42 Grafik 2.20. Perkembangan Inflasi Kota Tasikmalaya .......................................................................... 42 Grafik 2.21. Laju Inflasi di Negara Mitra Dagang................................................................................. 43 Grafik 2.22. Perkembangan Kurs Rupiah ............................................................................................ 43 Grafik 2.23. Perkembangan Harga Emas dan Minyak Dunia di Pasar Internasional............................... 43 Grafik 2.24. Perkembangan Harga Gula di Pasar Internasional ............................................................ 44 Grafik 2.25. Ekspektasi Konsumen Terhadap Barang dan Jasa di Kota Bandung.................................. 44 Grafik 2.26. Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Barang dan Jasa di Kota Bandung ........................ 44 Grafik 2.27. Utilisasi Kapasitas Sektor Ekonomi................................................................................... 45 Grafik 2.28. Andil Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan ......................................................... 45 Grafik 2.29. Awareness Masyarakat ................................................................................................... 46 Grafik 2.30. Peningkatan Pengeluaran Rumah Tangga........................................................................ 46

Grafik 3.1. Perkembangan Aset Perbankan di Jawa Barat ................................................................. 53 Grafik 3.2. Porsi DPK per Jenis ......................................................................................................... 53 Grafik 3.3. Perkembangan DPK per Jenis di Jawa Barat..................................................................... 53 Grafik 3.4. Porsi DPK per Kelompok Bank di Jawa Barat.................................................................... 54 Grafik 3.5. Perkembangan DPK berdasarkan Kelompok Bank di Jawa Barat ...................................... 54 Grafik 3.6. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah .......................................................................... 54 Grafik 3.7. Porsi DPK per Jenis Valuta .................................................................................... 54 Grafik 3.8. Perkembangan DPK per Jenis Valuta ............................................................................... 54 Grafik 3.9. Perkembangan Risiko Likuiditas......................................... .............................................. 55 Grafik 3.10. Porsi Kredit Per Jenis Penggunaan ................................................................................... 55 Grafik 3.11. Perkembangan Kredit Per Jenis Penggunaan ................................................................... 55 Grafik 3.12. Porsi Kredit Per Sektor Ekonomi ...................................................................................... 56 Grafik 3.13. Perkembangan Kredit Per Sektor Ekonomi ...................................................................... 56 Grafik 3.14. Porsi Kredit Per Kelompok Bank ...................................................................................... 56 Grafik 3.15. Perkembangan Kredit Per Kelompok Bank....................................................................... 56 Grafik 3.16. Perkembangan Kredit UMKM di Jawa Barat .................................................................... 57 Grafik 3.17. Porsi Kredit UMKM per Jenis Penggunaan di Jawa Barat.................................................. 57 Grafik 3.18. Perkembangan NPL......................................................................................................... 58 Grafik 3.19. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah di Jawa Barat................................. 58 Grafik 3.20. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah di Jawa Barat .......................................... 58 Grafik 3.21. Perkembangan FDR Perbankan Syariah di Jawa Barat ...................................................... 58 Grafik 3.22. Perkembangan NPF Perbankan Syariah di Jawa Barat....................................................... 59 Grafik 3.23. Perkembangan Aset BPR Jawa Barat................................................................................ 59 Grafik 3.24. Perkembangan DPK dan Kredit BPR di Jawa Barat ........................................................... 59 Grafik 3.25. Perkembangan BOPO BPR di Jawa Barat.......................................................................... 60 Grafik 4.1. Perkembangan Dana Perimbangan Daerah Jawa Barat .................................................... 65

Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di Jawa Barat ........................................ 72 Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Kantor Bank Indonesia Bandung ..................................................... 73 Grafik 5.3. Proposi Outflow Berdasarkan Bilyet Pecahan Uang ........................................................ 74

xi

xii

Grafik 5.4. Proposi PTTB Berdasarkan Bilyet Pecahan Uang ........................................................ 74 Grafik 5.5. Perkembangan Transaksi BI-RTGS Di Jawa Barat ........................................................ 76

Grafik 6.1. Perkembangan Ketenagakerjaan di Jawa Barat ................................................................ 79 Grafik 6.2. Rata-rata Peningkatan Penyerapan Tenaga Kerja Akibat Pertumbuhan PDRB 1%.............. 80 Grafik 6.3. SBT Indikator Jumlah Tenaga Kerja .................................................................................. 81 Grafik 6.4. Indeks Penghasilan ......................................................................................................... 81

Grafik 7.1. Indeks Keyakinan Konsumen ........................................................................................... 85 Grafik 7.2. Impor Barang Modal........................................................................................................ 85 Grafik 7.3. Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung ........................ 86 Grafik 7.4. Kapasitas Terpakai Sektor Ekonomi di Jawa Barat ............................................................ 86

TABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA BARAT I. MAKRO

2009 2010 INDIKATOR Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV

PDRB - harga konstan (Rp Miliar) 73.390 77.680 78.560 77.610 78.710 82.630 81.630

- Pertanian 9.080 10.180 9.470 11.700 9.760 11.600 9.310

- Pertambangan & Penggalian 1.780 1.920 2.000 1.840 1.880 540 540

- Industri Pengolahan 32.940 33.400 34.440 31.890 33.440 34.240 3.420

- Listrik. Gas. dan Air Bersih 1.650 1.830 1.970 1.860 1.850 1.510 1.480

- Bangunan 2.460 2.680 2.830 2.720 2.870 2.980 3.230

- Perdagangan. Hotel. dan Restoran 14.980 16.660 16.820 16.790 17.250 17.820 18.160

- Pengangkutan dan Komunikasi 3.270 3.480 3.440 3.400 3.860 4.000 4.260

- Keuangan. Persewaan. dan Jasa 2.350 2.550 2.580 2.450 2.590 2.730 2.800

- Jasa 4.870 4.980 5.010 4.970 5.200 5.500 6.000

Pertumbuhan PDRB (yoy %) 3,2 4,0 6,1 5,6 8,5 5,8 4,5

Ekspor-Impor*) 3.119,55 3.459,90 3.637,59 3.254,81 3.332,30 2.107,89 2.100,84

Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) 4.681,69 5.053,79 5.306,40 5.212,96 5.802,48 4.204,74 4.220,01

Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) 1.921,40 1.727,67 1.998,84 1.693,90 1.961,02 1.405,70 1.391,72

Nilai Impor Nonmigas (USD Juta) 1.562,14 1.593,88 1.668,81 1.958,15 2.470,18 2.096,86 2.119,17

Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 246,97 272,10 250,90 339,65 373,33 300,35 290,62

Indeks Harga Konsumen* 113,37 115,49 115,83 116,94 118,68 121,74 123,50

- Kota Bandung 112.66 114,51 115,08 116,05 116,60 119,18 120,29

- Kota Bekasi 112,43 114,41 114,88 116,33 118,75 122,14 123,93

- Kota Bogor 116,60 118,60 118,50 119,81 121,53 124,86 126,29

- Kota Sukabumi 116,64 118,10 118,31 119,03 120,24 123,80 124,73

- Kota Cirebon 118,30 121,25 122,00 122,44 123,97 128,33 130,18

- Kota Tasikmalaya 117,23 118,51 119,87 121,47 122,47 124,68 126,53

- Kota Depok 112,69 115,43 115,39 116,26 118,85 121,85 124,59

Laju Inflasi Tahunan (yoy %)**) 3,13 1,87 2,02 2,99 4,68 5,41 6,62

- Kota Bandung 2,17 1,61 2,11 2,86 3,50 4,08 4,53

- Kota Bekasi 3,59 1,51 1,93 3,20 5,62 6,76 7,88

- Kota Bogor 2,57 2,24 2,16 2,47 4,23 5,28 6,57

- Kota Sukabumi 3,38 3,31 3,49 2,41 3,09 4,83 5,43

- Kota Cirebon 5,23 3,47 4,11 3,54 4,79 5,84 6,70

- Kota Tasikmalaya 6,91 2,99 4,17 4,74 4,47 5,21 5,56

- Kota Depok 6,87 1,33 1,30 2,96 5,47 5,56 7,97

Keterangan: *) Data Ekspor Impor triwulan IV-2010 meliputi data pada bulan Oktober-November 2010 **) Data IHK menggunakan Tahun Dasar 2007

xiii

II. PERBANKAN

xiv

Keterangan: *) Konsep kredit MKM pada tahun 2009 adalah berdasarkan plafon kredit sedangkan 2010 menurut jenis usahanya **) Data Laporan Bank Umum per Desember 2010

III. SISTEM PEMBAYARAN

Keterangan: *) Data Sistem Pembayaran BI Bandung per Desember 2010

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV*Transaksi Tunai Posisi Kas gabungan (Rp Triliun) 5,77 7,42 6,65 4,1 5,49 3,67 6,05 3,6Inflow (Rp Triliun) 7,02 3,34 3,71 6 6,72 5 8,22 5,97Outflow (Rp Triliun) 0,81 2,01 3,14 2,05 0,8 2,18 5,09 3,14Transaksi Non Tunai BI-RTGS Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 130,57 138,64 169,98 188,69 202,65Volume Transaksi BI-RTGS 188.863 196.533 232.945 238.919 252.006 274.959 291.564 308140Rata-rata Harian Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 2,18 2,24 2,57 2,37 2,48 2,74 3,04 3,07Rata-rata Harian Volume Transaksi BI-RTGS 3.148 3.170 3.757 3.854 4.131 4.435 4.703 4.669 Kliring Nominal Perputaran Kliring (Rp Triliun) 28,3 30,0 30,8 31,7 31,1 32,1 33,8 33,8 Volume Perputaran Kliring 1.365.045 1.373.134 1.393.539 1.395.897 1.428.796 1.468.878 1.475.903 1.328.202 Rata-rata Harian Nominal Transaksi Kliring (Rp Triliun) 0,48 0,48 0,49 0,50 0,51 0,52 0,55 0,51 Rata-rata Harian Volume Transaksi Kliring 23.136 22.147 22.120 22.157 23.423 23.692 23.805 20.124

2009 2010Indikator

159,53 147,18 151,19

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV**A Bank Umum Konvensional1 Total Aset 162.80 170.85 178.02 181.92 187.08 197.78 210.61 210.852 DPK 123.03 126.97 129.53 133.28 146.76 158.91 163.23 178.05

- Giro 27.48 27.61 27.14 25.32 27.70 32.99 31.71 31.54 - Tabungan 41.63 45.06 47.31 53.05 58.26 63.22 66.81 74.21 - Deposito 53.91 54.31 55.08 54.91 60.80 62.69 64.72 72.31

3 Kredit berdasarkan lokasi proyek 167.13 171.39 174.16 181.41 180.28 193.30 207.34 210.84- Investasi 24.28 24.25 24.74 27.05 27.51 28.23 30.19 32.25- Modal Kerja 79.79 81.36 81.55 83.16 80.59 81.87 92.29 94.95- Konsumsi 63.06 65.77 67.87 71.2 77.10 79.45 84.85 83.64

4 Kredit berdasarkan lokasi kantor cabang 87.58 95.46 98.77 102.62 111.45 118.71 123.54 130.97- Investasi 9.18 9.50 9.69 10.36 12.15 13.38 13.21 14.51 - Modal Kerja 39.39 44.00 44.95 46.69 49.50 52.33 55.93 60.62 - Konsumsi 39.02 1.96 45.57 49.80 53.00 54.40 55.83

5 LDR 71.19 75.18 76.25 77.00 75.94 74.70 75.68 73.56 6 Rasio NPL Gross 3.99 3.91 3.82 3.38 3.42 3.35 3.51 3.05 7 Kredit MKM * 75.57 75.39 76.23 76.04 38.93 42.72 30.49 29.86B Bank Umum Syariah1 DPK 4.09 4.49 4.61 4.63 5.29 6.84 7.87 9.35 2 Pembiayaan berdasarkan lokasi kantor cabang 3.41 3.53 3.83 3.91 4.07 5.85 6.74 7.81 3 FDR 119.91 127.39 120.23 118.32 130.19 117.03 116.65 119.76C BPR Konvensional1 Aset 6.25 6.53 6.71 7.09 7.35 7.63 8.04 8.482 DPK 4.42 4.65 4.80 5.10 5.38 5.56 5.78 6.06

- Tabungan 0.97 1.03 1.04 1.16 1.27 1.25 1.26 1.39- Deposito 3.46 3.61 3.77 3.94 4.11 4.31 4.53 4.67

3 Kredit berdasarkan lokasi kantor cabang 4.52 4.62 4.75 4.84 5.01 5.36 5.65 5.86

2009IndikatorNo.

2010

4 44.13

RINGKASAN EKSEKUTIF

1

RINGKASAN EKSEKUTIF

RINGKASAN EKSEKUTIF

2

RINGKASAN EKSEKUTIF

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO

Perekonomian Jawa Barat tumbuh melambat

Perekonomian Jawa Barat pada triwulan IV-2010 mengalami pertumbuhan sebesar 4,5% (yoy), atau melambat apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,82%.

Dari sisi permintaan, perlambatan dipicu oleh tingginya realisasi impor

Dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh tingginya realisasi impor ke Jawa Barat serta melambatnya konsumsi pemerintah. Namun demikian, perlambatan pertumbuhan lebih lanjut dapat diredam dengan masih meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga, investasi, maupun ekspor.

Dari sisi penawaran, sumber perlambatan laju

pertumbuhan ekonomi berasal dari menurunnya

kinerja sektor industri pengolahan

Dari sisi penawaran, perlambatan disebabkan oleh turunnya kinerja sektor industri pengolahan, karena turunnya kinerja industri makanan dan minuman serta tekstil. Di sisi lain, sektor Perdagangan, Hotel, dan restoran (PHR) dan sektor pertanian tumbuh meningkat sehingga mampu meredam perlambatan pertumbuhan ekonomi.

PERKEMBANGAN INFLASI

Laju inflasi masihmengalami

peningkatan

Selama triwulan IV-2010 laju inflasi Jawa Barat meningkat, yakni dari 5,4% menjadi 6,6%. Namun demikian, secara bulanan, laju inflasi menunjukkan tren yang melambat sehingga akumulasi kenaikan laju inflasi (ytd) dapat sedikit teredam.

Tekanan inflasi terutama berasal dari kenaikan harga sebagian besar

kelompok barang/jasa

Tekanan inflasi yang terjadi bersumber dari kenaikan harga pada sebagian besar kelompok barang/jasa, terutama dipicu oleh inflasi kelompok bahan makanan. Berdasarkan faktor penyebabnya, volatile foods merupakan penyebab utama naiknya laju inflasi sementara, pengaruh faktor fundamental relatif tidak terlalu memberikan tekanan yang kuat terhadap harga. Meskipun laju inflasi Jawa Barat meningkat, namun lebih rendah dibandingkan inflasi nasional.

PERKEMBANGAN PERBANKAN

Kondisi perekonomian yang masih baik

mendukung kinerja perbankan pada periode

laporan

Intermediasi perbankan meningkat yakni dengan pertumbuhan hingga akhir tahun sebesar 27% dengan risiko kredit yang terjaga (5,3%). Sementara itu, pertumbuhan DPK juga tumbuh dengan laju yang lebih tinggi (33,6%) dibandingkan dengan penyaluran kredit. Kinerja kredit BPR juga cukup baik, yakni tumbuh 21%. Pada periode laporan, efisiensi BPR membaik dari 74,5% menjadi 73,4% sementara risiko kredit dan likuiditas juga masih kuat, sebagaimana yang diindikasikan oleh indikator NPL sebesar (7,28%) dan CAR sebesar 21,4%. Dengan demikian, ketahanan perbankan pada triwulan IV-2010 masih cukup kuat.

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

Penerimaan pemerintah pusat dan provinsi di Jawa

Barat mengalami peningkatan

Realisasi penerimaan, baik APBN maupun APBD di Jawa Barat, mengalami peningkatan selama triwulan IV-2010. Penerimaan pajak pemerintah pusat tumbuh menjadi 14,6% terutama pada pos Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Bumi dan Bangunan. Sementara itu, penerimaan Pemerintah Provinsi juga mengalami peningkatan yang bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

Kinerja realisasi belanja infastruktur membaik

Meski belanja pemerintah pusat maupun provinsi di Jawa Barat masih terbatas yakni dalam kisaran 85% menjadi 90% akibat gangguan cuaca serta terkendalanya penyerahan belanja bantuan, pembiayaan kepada

3

RINGKASAN EKSEKUTIF

proyek infrastruktur membaik dibandingkan periode sebelumnya. Pembangunan jalan dan jembatan, irigrasi serta waduk berjalan dengan bak karena proses pelaksanaan kegiatan yang lebih cepat dari tahun sebelumnya serta penggunaan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dalam proses lelang.

PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Transaksi sistem pembayaran non tunai di

Jawa Barat masih mengalami kenaikan

Transaksi sistem pembayaran tunai di Jawa Barat selama triwulan IV-2010 secara umum mengalami penurunan, ditunjukkan dengan perkembangan indikator net inflow yang turun dari sebesar Rp3,13 triliun pada triwulan III-2010 menjadi Rp2,83 triliun pada triwulan IV-2010. Di sisi lain, sistem pembayaran non tunai, terutama transaksi RTGS, mengalami kenaikan sebesar 7,4% selama triwulan IV-2010. Sosialisasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk mengetahui ciri-ciri keaslian uang rupiah dan cara perlakuan uang rupiah sangat diperlukan untuk mengurangi tingkat pemalsuan uang dan memperpanjang umur uang kartal.

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat diindikasikan

terus meningkat

Kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat diperkirakan semakin menunjukkan perbaikan yang ditunjukkan dengan penurunan tingkat pengangguran terbuka dari 10,96% pada Agustus 2009 menjadi 10,33% pada Agustus 2010 seiring dengan membaiknya perekonomian Jawa Barat selama tahun 2009 hingga 2010. Kondisi tersebut terindikasikan oleh meningkatnya penyerapan tenaga kerja, sebagai dampak dari masih kondusifnya perekonomian pada beberapa sektor perekonomian utama di Jawa Barat.

Dalam rentang waktu 3 tahun, perekonomian Jawa Barat mampu menyerap tenaga kerja secara signifikan. Setiap satu persen pertumbuhan PDRB secara rata-rata mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 190 ribu orang.

Kondisi kesejahteraan di Jawa Barat mengalami

peningkatan.

Kondisi kesejahteraan masyarakat Jawa Barat juga membaik sebagaimana peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Barat dari 99,8 pada periode sebelumnya menjadi 101,4 pada triwulan IV-2010 seiring perbaikan kondisi ketenagakerjaan. Kesejahteraan diperkirakan mengalami peningkatan, sebagaimana tercermin dari masih optimisnya Indeks Penghasilan masyarakat serta meningkatnya Nilai Tukar Petani di Jawa Barat selama triwulan IV-2010.

PROSPEK PEREKONOMIAN

Laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada

triwulan I-2011 diperkirakan mengalami

peningkatan 

Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sampai dengan akhir tahun 2010 diperkirakan akan semakin menguat. Setelah tumbuh melambat pada laju 4,5% (yoy) pada triwulan IV-2010, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2010 diperkirakan akan mengalami peningkatan, yang berada pada kisaran 5,8-6,4%. Dari sisi permintaan, relatif tingginya pertumbuhan masih disumbang oleh peningkatan konsumsi rumah tangga dan kenaikan investasi. Sementara itu, dari sisi sektoral, ketiga sektor dominan di Jawa Barat, meliputi sektor industri pengolahan, PHR, dan pertanian, diperkirakan mengalami peningkatan pada triwulan I-2011 dibandingkan triwulan sebelumnya.

4

RINGKASAN EKSEKUTIF

Dari sisi harga, inflasi Jawa Barat pada triwulan I-2011

diperkirakan cenderung menurun dengan kisaran

6,0%-6,8%

Pada periode laporan, laju inflasi Jawa Barat diperkirakan relatif terkendali. Faktor penyebab turunnya laju inflasi Jawa Barat antara lain adalah Terjaganya laju inflasi Jawa Barat disebabkan oleh terjaganya ekspektasi inflasi masyarakat, respon sektoral yang cukup baik dalam mengantisipasi kenaikan permintaan domestik, nilai tukar rupiah yang terjaga, serta harga volatile foods yang relatif stabil. Namun demikian, kondisi eksternal yang belum stabil menjadi risiko tekanan inflasi (upside risk) pada triwulan I-2011.

5

RINGKASAN EKSEKUTIF

6

Halaman ini sengaja dikosongkan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

7

,

BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

8

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

9

Perekonomian Jawa Barat tumbuh melambat selama triwulan IV-2010. Setelah peningkatan laju

pertumbuhan yang tinggi pada periode sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan

IV-2010 tumbuh melambat dengan pertumbuhan sebesar 4,5% (yoy). Dari sisi permintaan,

melambatnya perekonomian Jawa Barat dikarenakan tingginya realisasi impor ke Jawa Barat serta

melambatnya konsumsi pemerintah. Di sisi penawaran, melambatnya perekonomian disebabkan oleh

melambatnya kinerja sektor industri pengolahan. Sementara meningkatnya sektor Perdagangan, Hotel,

dan Restoran (PHR) dan sektor pertanian mampu menahan perlambatan pertumbuhan pada triwulan

IV-2010.

Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Jawa Barat mencapai 6,09% tidak berbeda

dibandingkan pertumbuhan nasional yang mencapai 6,1%. Relatif kuatnya pertumbuhan

tersebut terutama bersumber dari tingginya pertumbuhan triwulan II-2010 yang mencapai 8,5%.

Pertumbuhan pada triwulan II-2010 tersebut merupakan pertumbuhan tertinggi yang pernah dicapai

oleh Jawa Barat dalam periode tiga tahun terakhir.

1. Sisi Permintaan

Membaiknya komponen permintaan agregat didorong oleh peningkatan konsumsi rumah

tangga, dan investasi di Jawa Barat pada triwulan IV-2010 (Tabel 1.1). Peningkatan terbesar

komponen permintaan agregat terlihat dari tingginya konsumsi rumah tangga khususnya pada akhir

tahun, serta investasi di Jawa Barat yang terus meningkat. Sementara itu, perkembangan ekspor di

Jawa Barat tumbuh meningkat, namun lebih tingginya pertumbuhan impor menyebabkan secara netto

ekspor menurun.

Grafik 1.1. Pertumbuhan EkonomiProvinsi Jawa Barat (yoy)

7.1%

4.7%

6.4%

4.5% 4.4%

3.2%4.0%

6.1%5.6%

8.5%

5.8%

4.5%

0.0%

2.0%

4.0%

6.0%

8.0%

10.0%

Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV

Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV

Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV

2008 2009 2010

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

10

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat – Sisi Permintaan (yoy) 

Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IVKonsumsi Rumah Tangga 8.0% 4.8% 7.8% 4.3% 7.1% 5.6% 8.0% 3.5% 4.1% 5.4% 3.4% 5.4%Konsumsi Pemerintah ‐2.9% ‐14.5% 11.0% 5.0% 4.5% 7.0% 3.2% 1.1% ‐15.9% 10.1% 9.1% ‐2.7%Pembentukan Modal Tetap Bruto 10.4% 8.5% 14.0% 7.9% 12.7% 4.4% ‐9.0% 0.2% 6.1% 6.9% 6.5% 4.2%Ekspor ‐14.2% ‐10.5% ‐20.8% ‐8.4% ‐13.7% ‐13.0% 9.5% 5.3% 6.1% 10.2% 18.4% 19.3%Impor ‐5.5% ‐14.3% ‐19.8% ‐3.9% ‐8.8% ‐2.8% 5.8% ‐8.2% ‐2.6% 5.6% 11.4% 21.7%

PDRB  7.1% 4.7% 6.4% 4.5% 4.4% 3.2% 4.0% 6.1% 5.6% 8.5% 5.8% 4.5%

Komponen Penggunaan201020092008

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

1.1. Konsumsi Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV-2010 mengalami peningkatan pertumbuhan yang

relatif tinggi yaitu sebesar 5,4% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar

3,4%. Meningkatnya konsumsi masyarakat pada masa liburan akhir tahun serta banyaknya promosi

yang diselenggarakan dalam rangka natal dan tahun baru turut mendorong tumbuhnya konsumsi

masyarakat. Hal ini juga didukung oleh tekanan inflasi yang relatif menurun selama triwulan IV-2010.

Namun, pertumbuhan tingkat konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2010 sedikit tertahan

dikarenakan menurunnya jumlah ekspor Jawa Barat.

Kenaikan konsumsi rumah tangga diindikasikan

salah satunya oleh meningkatnya keyakinan

konsumen. Indeks Keyakinan Konsumen1 (IKK) di

Kota Bandung meningkat dari rata-rata 96,28 pada

triwulan III-2010, menjadi 96,65 pada triwulan IV-

2010 (Grafik 1.2). Namun jika dilihat dari

pertumbuhan secara tahunan pertumbuhan pada

triwulan ini mengalami perlambatan, dari 2% (yoy)

pada triwulan III-2010 menjadi -6% pada triwulan

IV-2010. Berdasarkan pergerakan Indeks tersebut,

keyakinan masyarakat terhadap ekonomi

cenderung lebih pesimis, terutama pada bulan

November. Namun secara keseluruhan masih

terdapat kecenderungan pada konsumsi

masyarakat untuk meningkat selama triwulan IV-

2010.

1 Hasil Survei Konsumen KBI Bandung

Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen

40

60

80

100

120

140

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112

2007 2008 2009 2010

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)

Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Garis 100 Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

11

Grafik 1.3. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini

25

50

75

100

125

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2008 2009 2010

Penghasilan saat ini Pembelian durable goods

Garis 100 Ketersediaan lapangan kerja saat ini

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung

Grafik 1.4. Komponen Indeks Ekspektasi

40

60

80

100

120

140

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2008 2009 2010

Ekspektasi kondisi perekonomian Garis 100

Ekspektasi ketersediaan Lap. Kerja Ekspektasi penghasilan

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.

Meningkatnya konsumsi rumah tangga pada triwulan IV-2010 juga diindikasikan oleh Indeks Penjualan

Eceran yang cenderung meningkat (Grafik 1.5). Kecenderungan peningkatan penjualan terutama terjadi

pada kelompok makanan dan minuman. Indikasi meningkatnya konsumsi juga tercermin dari kredit

konsumsi di Jawa Barat yang tumbuh cukup tinggi yaitu sebesar 22,5% (yoy). Indikator lain yang

mengindikasikan peningkatan konsumsi masyarakat Jawa Barat pada triwulan IV-2010 turut ditopang

oleh tingginya pertumbuhan impor barang konsumsi sebesar 203,1% (yoy).

Grafik 1.5. Indeks Penjualan Eceran

50

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2008 2009 2010

150

200

Indeks Penjualan Eceran

Sumber: Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia

Grafik 1.6. Indeks Penjualan Makanan dan Minuman

0

100

200

300

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2008 2009 2010

400

500

Makanan & Tembakau

Sumber: Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia

Grafik 1.7. Konsumsi Listrik Rumah Tangga

0%

5%

10%

15%

20%

25%

-

800

1,600

2,400

3,200

4,000

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2008 2009 2010

%Juta kWh

Konsumsi Listrik Rumah Tangga Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: PT PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten

Grafik 1.8. Kredit Konsumsi

0

10

20

30

40

0

20

40

60

Tw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IV

2007 2008 2009 2010

%Rp Triliun

Posisi Baki Debet Pertumbuhan (yoy)

Sumber: Laporan Bank Bulanan Umum, LBU KBI Bandung

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

12

Meningkatnya Nilai Tukar Petani (NTP) turut mendorong naiknya konsumsi masyarakat di Jawa Barat.

Walaupun terdapat ancaman anomali iklim dan serangan hama terhadap produksi padi, namun NTP terus

mengalami peningkatan yang menggambarkan naiknya daya beli untuk kalangan petani di Jawa Barat.

Hal ini diindikasikan oleh peningkatan NTP. Rata-rata NTP selama triwulan IV-2010 adalah sebesar 101.4,

lebih tinggi dibandingkan NTP pada triwulan sebelumnya yang sebesar 99,82. Peningkatan ini terjadi

karena Indeks Harga yang Diterima Petani meningkat lebih besar (3,3% qtq) dibandingkan Indek Harga

yang Dibayar Petani (1,8% qtq).

1.2. Investasi

Peningkatan realisasi investasi di Jawa Barat pada triwulan IV-2010 didorong oleh optimisme

pelaku usaha dalam memandang prospek perekonomian ke depan. Investasi (Pembentukan

Modal Tetap Bruto) mengalami pertumbuhan walaupun melambat yaitu sebesar 4,2% (yoy) pada

triwulan IV-2010 dari 6,5% pada periode sebelumnya. Indikasi perbaikan meningkatnya investasi di

Jawa Barat juga dapat dilihat melalui meningkatnya realisasi sebesar Rp.14 triliun untuk Penanaman

Modal Dalam Negeri (PMDN) dan USD0,9 miliar untuk Penanaman Modal Asing (PMA). Dengan

demikian, realisasi investasi tumbuh meningkat dari 68% (yoy) pada triwulan III-2010 menjadi 115%

pada triwulan IV-2010. Namun dari sisi jumlah proyek yang terealisasi pada triwulan IV-2010,

pertumbuhannya mengalami penurunan sebesar 7% (yoy) dimana pada triwulan sebelumnya

pertumbuhan realisasi jumlah proyek konstan.

2 NTP > 100 menunjukkan kemampuan/daya beli (kesejahteraan) petani lebih baik dibandingkan keadaan pada tahun dasar.

Grafik 1.10. Nilai Tukar Petani

100

110

120

130

140

80

90

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2009 2010

NTP (LHS) Indeks yang diterima petani (RHS)

Indeks yang dibayar petani (RHS) Sumber: BPS Jawa Barat

Grafik 1.9. Impor Barang Konsumsi

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

250%

0

2,500,000

5,000,000

7,500,000

10,000,000

12,500,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011

2008 2009 2010

kg

Barang Konsumsi Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

13

Grafik 1.11. Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Nilai Proyek

-100

0

100

200

300

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2008 2009 2010

%Rp Miliar

Realisasi Investasi Pertumbuhan (yoy)

Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat

Grafik 1.12. Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Jumlah Proyek

-20020406080100120140160180200220240260280300320340360

-

50

100

150

200

250

300

350

400

450

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2008 2009 2010

%

Jumlah Proyek Pertumbuhan (yoy)

Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat

Kota Bandung dan Kabupaten Bekasi

merupakan tujuan realisasi terbesar di Jawa

Barat selama tahun 2010. Total nilai realisasi

investasi PMA/PMDN di Kota Bandung mencatat

30,38% dari keseluruhan di Jawa Barat,

sedangkan Kabupaten bekasi mencatat 29,18%

dari keseluruhan di Jawa Barat. Selanjutnya,

investai tertinggi diikuti oleh Kabupaten

Karawang (9,74%), Kabupaten Cirebon

(8,82%), dan Kabupaten Bogor (5,99%).

Grafik 1.13. Distribusi Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Kabupaten/Kota

Kota Bandung

Kabupaten Bekasi

Kabupaten Karawang

Kabupaten Cirebon

Kabupaten Bogor Lainnya

Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat

Investasi yang dilakukan, baik oleh swasta

maupun pemerintah, dilakukan dalam bentuk

bangunan maupun non bangunan. Kenaikan

investasi bangunan dan proyek infrastruktur

di Jawa Barat diantaranya tercermin dari

meningkatnya Indeks Penjualan Eceran untuk

bahan/peralatan konstruksi, serta

pertumbuhan penjualan semen di Jawa Barat.

Walaupun masih mengalami kontraksi, Indeks

Penjualan Eceran untuk bahan/peralatan

konstruksi meningkat dari -53,5% (yoy) pada

triwulan III-2010 menjadi -41,9% pada

triwulan IV-2010.

Peningkatan investasi bangunan juga diindikasikan oleh pertumbuhan penjualan semen di Jawa Barat.

Walaupun masih terus mengalami kontraksi pertumbuhan secara tahunan, namun jumlah penjualan

semen pada triwulan IV-2010 meningkat dibanding penjualan pada triwulan III-2010. Penjualan semen

selama triwulan IV-2010 juga memiliki kecenderungan untuk terus meningkat.

Grafik 1.14. Indeks Penjualan Bahan Konstruksi

-70

-40

-10

20

50

80

110

0

50

100

150

200

250

300

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2008 2009 2010

%

Bahan Konstruksi Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

Selain itu, peningkatan investasi didorong oleh peningkatan investasi non bangunan tercermin dari

kenaikan pertumbuhan impor barang modal ke Jawa Barat yang tumbuh sebesar 98,4% (yoy).

Pertumbuhan impor barang modal secara tahunan pada triwulan IV-2010 mengalami perlambatan di

bandingkan pertumbuhan pada triwulan III-2010 sebesar 121%. Walaupun pertumbuhan tersebut

masih lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya, namun peningkatannya masih cukup tinggi

dalam mendorong pertumbuhan investasi.

Grafik 1.15. Penjualan Semen di Jawa Barat

-20

-10

0

10

20

30

40

0

400

800

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2008 2009 2010

%Ribu Ton

Penjualan Semen Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia.

Grafik 1.16. Impor Barang Modal

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

600%

700%

800%

900%

0

25

50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2008 2009 2010

Ribu Ton

Volume Impor Barang Modal Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Bank Indonesia

Investasi dalam proyek infrastruktur di Jawa Barat juga diharapkan mampu meningkatkan

perekonomian daerah. Pada triwulan IV-2010 tercatat kurang lebih 12 proyek infrastruktur baik

swasta maupun pemerintah dengan nilai proyek sebesar 27,7 trilyun dan US$ 16,34 miliar yang masih

dalam tahap penyelesaian proyek.

Tabel 1.2. Proyek Infrastruktur di Jawa Barat

1 Pembangunan Fly over Lippo Village 1,9 Km Proyek Pemerintah Pusat di Jawa Barat

Rp 22 miliar beroperasi Juli 2010

2 Pembangunan fly over Merak (1,5 km) dan Balaraja (1 km)

Proyek Pemerintah Pusat di Jawa Barat

Rp 180 miliar jika mengacu kontrak fly over selesai Januari 2011

3 Penanggulangan banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum

Proyek Pemerintah Pusat di Jawa Barat

Rp 132,4 miliar

4 Pembangunan Waduk Jatigede Proyek Pemerintah Pusat di Jawa Barat

Rp 642,14 miliar penyeleaiannya mundur dari 2012 menjadi 2014, terhambat masalah pembebasan lahan dan komunikasi dengan kontraktor

5 Proyek Listrik 10.000 MW (PLTP Kamojang unit 5 dan 6, dan PLTP Tangkuban Perahu, Jawa Barat.)

Proyek Pemerintah Pusat di Jawa Barat

USD 16,34 miliar

6 Bandara Internasional Kertajati Jawa Barat Proyek Pemerintah Provinsi Rp 6 triliun Pencarian investor

7 Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu)Jalan Tol Soreang-Pasirkoja (Soroja)Jalan Tol Bandung Intra Urban Toll Road (BIUTR)

Proyek Pemerintah Provinsi Rp690 miliar - Cisumdawu pada tahap tender konstruksi dan dibangun tahun 2011- Soroja dan BIUTR pengerjaannya masih tahun 2012

8 Jalan pintas Cibungur-Tanjungrasa, kereta api Bandung-Cirebon

Proyek Pemerintah Provinsi Rp 15 miliar pembebasan lahan

9 jalan tol Cileunyi-Tasikmalaya (Citas) Proyek Swasta Rp 3,2 triliun persiapan

10 Pembangunan Pelabuhan Pengumpul Kota Karawang

Proyek Swasta (PT Pelindo II) Rp 9,7 triliun Pembahasan oleh Pemda, DPR, DPRD

11 Jalan Tol Bogor Ring Road (BORR) Proyek Pemerintah Pusat di Jawa Barat

Rp 800 miliar dan 1,1 triliun

seksi I telah selesai dan dilanjutkan seksi II pada tahun 2011 ini

12 Jalan Tol Ciawi Sukabumi Proyek Swasta Rp 5,2 Triliun pembebasan lahan

PendanaanNo Proyek Investasi ProgressBiaya

14

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

15

1.3. Ekspor Impor Kinerja ekspor Jawa Barat pada triwulan IV-2010 mengalami pertumbuhan yang meningkat.

Pertumbuhan ekspor Jawa Barat meningkat dari 18,37% (yoy) pada periode sebelumnya menjadi

19,26% di triwulan IV-2010. Peningkatan tersebut dikarenakan masih adanya sisa inventori dari

periode sebelumnya yang di ekspor pada periode laporan, sehingga menyumbang pertumbuhan

ekspor. Sementara itu, laju pertumbuhan impor pada triwulan IV-2010 adalah sebesar 21,65% (yoy),

meningkat dibandingkan periode sebelumnya sebesar 11,44%. Kondisi tersebut menunjukkan

tingginya laju pertumbuhan impor dibandingkan ekspor.

Grafik 1.17. Nilai Ekspor Jawa Barat

-20%

0%

20%

40%

1,000

1,250

1,500

1,750

2,000

2,250

2,500

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011

2008 2009 2010

USD Juta

Nilai Ekspor Pertumbuhan (sumbu kanan)

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 1.18. Volume Ekspor Jawa Barat

-50%

-25%

0%

25%

50%

300

600

900

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011

2008 2009 2010

Ribu Ton

Volume Ekspor Pertumbuhan (sumbu kanan)

Sumber: Bank Indonesia

Terdapat empat jenis produk yang

merupakan ekspor unggulan dilihat dari

besarnya nilai ekspor dibanding

keseluruhan ekspor Jawa Barat. Produk

tekstil dan produksi tekstil (TPT)

menyumbang 23% dari keseluruhan nilai

ekspor Jawa Barat, diikuti dengan produk

telokomunikasi (19%), produk mesin

elektrik (8%), serta produk kendaraan

bermotor (4%).

Pada triwulan IV-2010, dua industri

penyumbang ekspor terbesar di Jawa

Barat, yaitu industri alat telekomunikasi

dan TPT, mampu mendorong peningkatan pertumbuhan ekspor secara keseluruhan. Sedangkan

industri kendaraan bermotor dan mesin elektrik mengalami perlambatan pertumbuhan. Nilai ekspor

alat telekomunikasi tumbuh dari 7,8% menjadi 15,0%, dimana volumenya juga meningkat dari -9,3%

menjadi 11,7%. Nilai ekspor TPT tumbuh meningkat dari 22,6% menjadi 27,7%, walaupun secara

volume tumbuh melambat dari 19,8% menjadi 13,9%. Sementara itu, untuk kendaraan bermotor,

nilai ekspornya tumbuh melambat dari 49,6% menjadi 32,1%, sementara volumenya melambat dari

Grafik 1.19. Pangsa Nilai Produk Ekspor Jawa Barat

Mesin Elektrik

8%Kendaraan Bermotor

4%

Alat Telekomunikasi

19%

Tekstil dan Produk Tekstil

23%

Industri Lainnya46%

Sumber: Bank Indonesia

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

45,8% menjadi 18,8%. Kondisi yang sama juga terjadi pada mesin elektrik, yang nilainya tumbuh

melambat dari 15,0% menjadi 14,1%, sementara volumenya tumbuh melambat dari -3,2% menjadi -

5,2%.

Grafik 1.20. Nilai dan Volume Ekspor TPT

50

60

70

80

90

100

110

0

200

400

600

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011

2008 2009 2010

Ribu TonUSD Juta

Nilai Ekspor Volume Ekspor

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 1.21. Nilai dan Volume Ekspor Alat Telekomunikasi

0

5

10

15

0

100

200

300

400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2008 2009 2010

Ribu TonUSD Juta

Nilai Ekspor Volume Ekspor

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 1.22. Nilai dan Volume Ekspor Mesin Elektrik

10

15

20

25

0

50

100

150

200

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2008 2009 2010

Ribu TonUSD Juta

Nilai Ekspor Volume Ekspor Sumber: Bank Indonesia

Grafik 1.23. Nilai dan Volume Ekspor

Kendaraan

0

3

6

9

12

0

20

40

60

80

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2008 2009 2010

Ribu TonUSD Juta

Nilai Ekspor Volume Ekspor Sumber: Bank Indonesia

Berdasarkan benua asal pembeli, terlihat pertumbuhan positif nilai ekpsor ke benua tujuan ekspor

Jawa Barat selama triwulan IV-2010. Peningkatan pertumbuhan ekspor terjadi pada tujuan ekspor ke

benua Amerika, Asia, Australia, dan Eropa. Sedangkan ekspor tujuan ke benua Afrika mengalami

perlamabatan pertumbuhan pada periode laporan.

Grafik 1.24. Nilai Ekspor Jawa Barat Berdasarkan Benua Pembeli

0

300,000

600,000

900,000

1,200,000

1,500,000

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11

2008 2009 2010

USD Ribu

Asia

Amerika

Eropa

Australia

Afrika

Sumber: Bank Indonesia

Tabel 1.3. Pertumbuhan Nilai Ekspor Berdasarkan Benua Asal Pembeli

BenuaPertumbuhan

Tw.III-2010Pertumbuhan

Tw.IV-2010

Afrika 32.1% 0.1%

Amerika 23.5% 23.8%

Asia 20.8% 23.3%

Australia & Oceania 19.6% 34.6%

Eropa -1.2% 1.0% Sumber: Bank Indonesia

16

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

17

Berdasarkan hasil liaison KBI Bandung, Permintaan ekspor cenderung naik normal secara kuantitas

untuk perusahaan di sektor TPT, logam, serta alat angkut, mesin, dan peralatannya, karena sudah

membaiknya kembali permintaan setelah menurun drastis pada 2009 akibat dampak krisis keuangan

global. Namun terdapat juga produsen di sektor alat angkut, mesin, dan peralatan yang masih

terpengaruh krisis keuangan global sehingga tingkat penjualannya masih menurun (pasar Amerika).

Sejalan dengan ekspor, kegiatan impor ke Jawa Barat juga mengalami peningkatan pertumbuhan

pada triwulan IV-2010. Kondisi tersebut tercermin dari meningkatnya pertumbuhan volume impor

sebesar 65,3% (yoy) selama triwulan III-2010, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan

sebelumnya yang sebesar 48,3%. Sementara itu, untuk nilai impor mengalami perlambatan dari

88,4% pada periode sebelumnya menjadi 74,5%. Meningkatnya pertumbuhan volume impor

dikarenakan banyaknya impor untuk barang konsumsi seiring dengan tingginya pertumbuhan

subsektor perdagangan di Jawa Barat pada triwulan IV-2010.

2. Sisi Penawaran

Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan IV-2010 yang melambat didorong oleh

melambatnya kinerja sektor dominan terutama sektor industri pengolahan. Sektor industri

pengolahan mengalami pertumbuhan yang melambat sehubungan dengan penurunan kinerja industri

makanan dan minuman serta tekstil. Sementara itu, sektor PHR dan pertanian mengalami peningkatan

pertumbuhan, sehingga mampu menyumbang pertumbuhan perekonomian pada triwulan IV-2010.

Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat – Sisi Penawaran (yoy)

Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

Pertanian 12.1 9.1 10.2 9.5 11.70 9.76 11.60 9.31

Pertambangan dan Penggalian 1.7 1.8 1.9 2.0 1.8 1.9 0.54 0.54

Industri Pengolahan 30.9 32.9 33.4 34.4 31.9 33.4 34.24 34.20

Listrik, Gas, dan Air Bersih 1.6 1.7 1.8 2.0 1.9 1.9 1.51 1.48

Bangunan/Konstruksi 2.3 2.5 2.7 2.8 2.7 2.9 2.98 3.23

Perdagangan, Hotel, dan Restoran 14.2 15.0 16.7 16.8 16.8 17.3 17.82 18.16

Pengangkutan dan Komunikasi 3.0 3.3 3.5 3.4 3.4 3.9 4.00 4.26

Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 2.1 2.4 2.6 2.6 2.5 2.6 2.73 2.80

Jasa-jasa 4.8 4.9 5.0 5.0 5.0 5.2 5.50 6.00

PDRB 73.3 73.4 77.7 78.6 77.4 80.2 82.63 81.63

2009 2010Lapangan Usaha

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Grafik 1.25. Volume Impor Jawa Barat

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

0

100

200

300

400

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011

2008 2009 2010

Ribu Ton

Volume Impor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 1.26. Nilai Impor Jawa Barat

-80%

-40%

0%

40%

80%

120%

160%

0

2,234

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2008 2009 2010

USD Juta

Nilai Impor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Bank Indonesia

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

18

2.1. Sektor Pertanian Sektor pertanian kembali tumbuh meningkat pada triwulan IV-2010 menjadi 4,1% (yoy).

Berdasarkan Angka Sementara dari Dinas Pertanian Jawa Barat, terjadi peningkatan produksi padi

sawah dan ladang dari 5,3% (yoy) pada periode sebelumnya menjadi 25,4%. Peningkatan juga

ditunjukkan oleh meningkatnya luas panen padi sawah dan ladang pada triwulan IV-2010 dari 11,3%

(yoy) menjadi 34,0%. Kondisi tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kinerja sektor

pertanian tumbuh meningkat pada triwulan IV-2010. Hasil pertanian lainnya juga mengalami

pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan perkiraan sebelumnya. Berdasarkan Angka Sementara

Dinas Pertanian, produksi tanaman non padi tumbuh meningkat, dari yang sebelumnya turun 2,1%

(yoy) menjadi meningkat sebesar 11,6%. Salah satunya adalah produksi jagung yang mengalami

peningkatan yang cukup tinggi pada triwulan IV-2010 sebesar 93,7% (yoy), meningkat dibandingkan

periode sebelumnya sebesar 23,7%. Peningkatan produksi baik tanaman padi maupun non padi

tersebut berhasil meningkatkan kinerja sektor pertanian selama periode laporan.

Grafik 1.27. Produksi Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat

-50%

0%

50%

100%

150%

-

1,000,000

2,000,000

3,000,000

4,000,000

Tw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IV

2007 2008 2009 2010

%Ton

Produksi Padi Pertumbuhan (yoy) Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat

Grafik 1.28. Luas Panen Padi Sawah dan Ladang di Jawa Barat

-50%

0%

50%

100%

150%

-

200,000

400,000

600,000

800,000

Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IVTw.I Tw.II Tw.IIITw.IVTw.I Tw.II Tw.IIITw.IVTw.I Tw.II Tw.IIITw.IV

2007 2008 2009 2010

%Ha

Luas Panen Padi Pertumbuhan (yoy) Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat

Angka Ramalan III hasil rilis BPS memperkuat

perkiraan peningkatan panen tanaman padi

selama triwulan IV-2010. Luas panen padi

selama subround III-2010 (September s.d.

Desember 2010) diperkirakan mengalami

pertumbuhan yang meningkat mencapai 445

ribu hektar. Pertumbuhan tersebut meningkat

sebesar 26,5% dibandingkan subround III pada

tahun sebelumnya.

Grafik 1.29. Luas Panen Padi Jawa Barat

1.83

0.42

0.76

0.64

1.80

0.32

0.64

0.84

1.95

0.35

0.74

0.86

2.01

0.45

0.72

0.84

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

Jan-Des

IIISep-Des

IIMei-Ags

IJan-Apr

Juta Ha

Subround

2010 (Angka Ramalan III)

2009 (Angka Tetap)

2008 (Angka Tetap)

2007

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

19

2.2. Sektor Industri Pengolahan

Industri pengolahan di Jawa Barat

mengalami perlambatan selama triwulan

IV-2010. Penurunan tersebut disebabkan oleh

menurunnya kinerja subsektor industri

makanan, minuman, dan tembakau dan

industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki di

Jawa Barat. Sedangkan subsektor industri

mesin, alat angkutan, dan peralatannya

menunjukkan peningkatan kinerja.

PERKEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN

Dalam rentang waktu periode pengamatan, kategori penjualan pada Likert Scale (LS) memiliki korelasi

yang cukup kuat dengan pergerakan PDRB Jawa Barat. Selanjutnya, sehubungan dengan besarnya

responden Liaison yang bergerak di sektor industri pengolahan, pergerakan LS juga cukup searah

dengan pergerakan dari nilai tambah PDRB di sektor industri pengolahan. Pada triwulan IV-2010,

penurunan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat, baik secara keseluruhan (-1,21%, qtq) maupun khusus

untuk industri pengolahan (-0,1%, qtq), juga tercermin pada hasil Liaison triwulan IV-2010, khususnya

untuk kategori penjualan/permintaan.

PDRB dan Penjualan

‐0,03

‐0,02

‐0,01

0

0,01

0,02

0,03

0,04

0,05

0,06

0,07

(0,60)

(0,30)

0,30 

0,60 

0,90 

1,20 

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2009 2010

Penjualan (LS, LHS) PDRB (qtq, RHS)

Penjualan dan Industri Pengolahan

‐0,15

‐0,1

‐0,05

0

0,05

0,1

(0,60)

(0,30)

0,30 

0,60 

0,90 

1,20 

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2009 2010

Penjualan (LS, LHS) Industri Pengolahan (qtq, RHS)

Grafik 1.30. Konsumsi Listrik Industri

0%

10%

20%

-

2,000

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2008 2009 2010

30%

40%

4,000

6,000

%Juta kWh

Konsumsi Listrik Industri Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: PT PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

20

Turunnya kinerja sektor industri pengolahan

pada periode laporan juga tercermin dari

menurunnya kapasitas utilisasi responden Liaison

pada triwulan IV-2010. Penurunan kapasitas

utilisasi tersebut dilakukan oleh para responden

dalam menyikapi turunnya permintaan pada

triwulan laporan, khususnya ekspor.

Kapasitas Utilisasi dan Industri Pengolahan

‐0,15

‐0,1

‐0,05

(1,40)

(1,00)

(0,60)

0

0,05

0,1

(0,20)

0,20 

0,60 

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2009 2010

Kapasitas Utilisasi (LS, LHS) Industri Pengolahan (qtq, RHS)

Industri Otomotif

Berdasarkan hasil liaison KBI Bandung, permintaan domestik untuk industri otomotif meningkat diatas

normal dibanding tahun sebelumnya. Hal ini didorong oleh meningkatnya target penjualan kendaraan

bermotor secara nasional hingga 30%. Selain itu menurunnya suku bunga pinjaman membuat

masyarakat lebih mudah memperoleh pembiayaan dalam membeli kendaraan. Disisi lain, industri

otomotif mengalami tantangan dengan adanya kenaikan BBM sejak triwulan IV-2010 dan juga adanya

tarif pajak kendaraan bermotor. Dampak ACFTA pada industri otomotif saat ini belum terasa

signifikan, karena belum ada kendaraan roda empat buatan Cina yang mampu menembus pasar

nasional secara signifikan.

Industri Tekstil dan Produsen Tekstil

Diketahui untuk contact pada industri tekstil dan produsen tekstil, terjadi penurunan penjualan yang

dialami oleh produsen pakaian yang menggunakan bahan baku benang katun. Kenaikan harga kapas

internasional, sekitar 30%, sejak pertengahan tahun 2010 membuat biaya produksi meningkat tajam.

Disisi lain, produsen benang polyester mengalami kenaikan permintaan akibat adanya peralihan

konsumen dari benang katun ke benang polyester.

Subsektor Industri Mesin, Alat Angkutan, dan Peralatannya

Subsektor industri mesin, alat angkutan, dan peralatannya mengalami peningkatan, terindikasikan

oleh naiknya permintaan masyarakat terhadap kendaraan bermotor, baik mobil maupun motor selama

triwulan IV-2010. Peningkatan permintaan masyarakat dikarenakan banyaknya aksi promosi berupa

bunga murah dan diskon yang dilakukan oleh dealer serta didukung oleh peran perusahaan

multifinance yang mengucurkan kredit kendaraan bermotor. Selain itu, peningkatan tersebut juga

turut didukung oleh kondisi makro ekonomi nasional, inflasi, dan nilai tukar yang stabil serta

rendahnya suku bunga kredit. Pada Bulan November 2010, dilangsungkan acara Jakarta Motor Cycle

Show (JMCS) 2010 yang turut menyumbang peningkatan penjualan motor pada periode laporan.

Kinerja subsektor industri mesin, alat angkutan, dan peralatannya dilihat dari penjualan motor dan

mobil nasional mengalami pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan penjualan motor tumbuh positif

4% (yoy) selama triwulan IV-2010, walaupun mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

periode sebelumnya yang mencapai 22%. Selama triwulan IV-2010, pertumbuhan penjualan mobil

mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu sebesar 40% (yoy), namun pertumbuhan tersebut

masih lebih rendah dibanding periode sebelumnya sebesar 46%.

Berdasarkan hasil rilis BPS, industri kendaraan bermotor di Jawa Barat mengalami peningkatan

pertumbuhan pada triwulan IV-2010. Industri kendaraan bermotor mengalami peningkatan

pertumbuhan dari 8,69% pada periode sebelumnya menjadi 8,86%. Sedangkan kinerja industri mesin

dan perlengkapannya di Jawa Barat mengalami pertumbuhan positif selama triwulan IV-2010 sebesar

6,25%, namun mengalami perlambatan dibanding periode sebelumnya sebesar 8,32%. Bila dilihat

dari pertumbuhan ekspor kendaraan bermotor, pertumbuhan volume dan juga nilai ekspor kendaraan

bermotor memiliki tren yang cenderung meningkat di bulan Oktober dan November 2010 jika

dibandingkan dengan periode sebelumnya (Grafik 1.33 dan 1.34).

.

Grafik 1.31. Penjualan Motor Nasional

-30%

0%

30%

60%

90%

0

1,000,000

2,000,000

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2007 2008 2009 2010

Unit

Penjualan Motor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia, AISI

Grafik 1.32. Penjualan Mobil Nasional

-40%

0%

40%

80%

0

100,000

200,000

Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV

2007 2008 2009 2010

Unit

Penjualan Mobil Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Bank Indonesia, Gaikindo

Grafik 1.33. Nilai Ekspor Kendaraan

-75%

-50%

-25%

0%

25%

50%

75%

100%

0

20

40

60

80

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011

2008 2009 2010

yoyUSD Juta

Nilai Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 1.34. Volume Ekspor Kendaraan

-75%

-50%

-25%

0%

25%

50%

75%

100%

0

5

10

15

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011

2008 2009 2010

yoyRibu Ton

Volume Ekspor Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Bank Indonesia

21

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

22

Sedangkan jika dilihat dari produksi

kendaraan bermotor di Jawa Barat,

industri tersebut selama triwulan IV-2010

mengalami pertumbuhan yang masih

tinggi, namun melambat dibandingkan

triwulan sebelumnya. Pertumbuhan

produksi kendaraan bermotor melambat

dari 52% (yoy) pada triwulan III-2010

menjadi 31% pada triwulan IV-2010.

Subsektor Industri Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki

Kinerja subsektor industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki mengalami pertumbuhan yang relatif

stabil selama triwulan IV-2010. Industri TPT mendapat tekanan dari kenaikan harga bahan baku yang

dapat menghambat pencapaian target. Pada paruh kedua tahun 2010, harga bahan baku TPT seperti

kapas mengalami kenaikan hingga 140%. Namun secara keseluruhan permintaan baik domestik

maupun luar negeri untuk produk tekstil mengalami peningkatan di tahun 2010. Hal ini dipengaruhi

oleh membaiknya situasi perekonomian dunia sehingga mendorong konsumsi TPT dari negara tujuan.

Di pasar domestik pertumbuhan konsumsi masyarakat yang meningkat pada tahun 2010 cukup

mendorong konsumsi TPT.

Berdasarkan hasil rilis BPS, pada triwulan IV-2010 industri tekstil mengalami penurunan pertumbuhan

sedangkan industri barang kulit dan alas kaki mengalami peningkatan pertumbuhan. Kinerja industri

tekstil melambat dari 0,27% pada periode sebelumnya menjadi -0,53%. Sementara itu, industri

barang kulit dan alas kaki tumbuh sebesar 0,10%, meningkat dibandingkan periode sebelumnya

sebesar -6,87%. Kondisi tersebut mendorong kinerja subsektor industri tekstil, barang kulit, dan alas

kaki mengalami pertumbuhan yang stabil selama periode laporan.

Subsektor Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau 

Kinerja subsektor industri makanan, minuman, dan tembakau di Jawa barat mengalami perlambatan

pertumbuhan selama triwulan IV-2010. Kondisi tersebut tercermin dari melambatnya pertumbuhan

Indeks Penjualan Makanan dan Minuman

dari 47% (yoy) pada periode sebelumnya

menjadi 33%.

Kondisi tersebut juga didukung oleh hasil

liaison yang dilakukan oleh KBI Bandung,

yang menyatakan bahwa sektor makanan

dan minuman mengalami pertumbuhan

yang melambat selama tahun 2010,

Grafik 1.35. Produksi Kendaraan Bermotor

‐40.0%

‐20.0%

0.0%

20.0%

40.0%

60.0%

80.0%

50,000  

100,000  

150,000  

200,000  

250,000  

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2009 2010

Sumber: CEIC

Grafik 1.36. Indeks Penjualan Makanan dan Minuman

0

20

40

60

80

100

120

0

100

200

300

400

500

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

%

2008 2009 2010

Makanan & Tembakau Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

23

walaupun pertumbuhan tersebut berada diatas pertumbuhan pada tahun 2009 yang masih terdampak

krisis keuangan global. Hasil rilis BPS turut menyatakan bahwa industri makanan dan minuman di Jawa

Barat mengalami penurunan pada triwulan IV-2010 dari 2,81% pada periode sebelumnya menjadi -

10,58%.

2.3. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran Sektor perdagangan, hotel, dan

restoran (PHR) kembali mengalami

pertumbuhan pada triwulan IV-

2010. Sektor PHR mengalami

pertumbuhan sebesar 8%(yoy).

Tingginya pertumbuhan sektor PHR

antara lain disebabkan oleh

meningkatnya konsumsi rumah

tangga, perdagangan ritel serta

ekspor. Musim belanja dan diskon

besar pada akhir tahun 2010 seiring

dengan adanya perayaan natal dan

tahun baru berimbas pada perdagangan ritel yang meningkat.

Meningkatnya kinerja subsektor perdagangan diindikasikan dengan meningkatnya arus bongkar muat

di Pelabuhan Cirebon. Tercatat sekitar 937 ribu ton muatan melalui Pelabuhan Cirebon selama

triwulan IV-2010, meningkat dibandingkan muatan selama triwulan sebelumnya sebesar 921 ribu ton.

Sedangkan berdasarkan Survei Konsumen Kantor Bank Indonesia Bandung, pembelian Durable Goods

yang juga merupakan indikator kinerja subsektor perdagangan menunjukkan adanya perlambatan

pertumbuhan pada triwulan IV-2010. Pertumbuhan Pembelian Durable Goods menurun dari 14%

(yoy) pada triwulan III-2010 menjadi 10% di triwulan IV-2010.

Tabel 1.5. Indikator Perhotelan di Jawa Barat

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IVHotel Bintang 43.65 43.10 46.93 49.67 48.16 49.95 47.89 51.04 2.0% 2.8%

Hotel Non Bintang 24.96 28.08 27.40 32.35 31.65 35.46 36.64 38.36 33.7% 18.6%Hotel Bintang & Non

Bintang35.23 36.75 37.33 42.75 42.85 46.89 44.62 45.51 19.5% 6.4%

20102009Tingkat Hunian Kamar Pertumbuhan

Tw.IV-10 (yoy)Pertumbuhan Tw.III-10 (yoy)

Sumber: BPS Provinsi Jabar Keterangan: data merupakan rata-rata dari data THK (Tingkat Hunian Kamar) bulanan

Grafik 1.38. Perkembangan Wisatawan Grafik 1.39. Asal Wisatawan Mancanegara

Grafik 1.37. Arus Bongkar Muat Pelabuhan Cirebon

0,00

200.000,00

400.000,00

600.000,00

800.000,00

1.000.000,00

1.200.000,00

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2009 2010

Sumber: PT Pelindo II

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

Mancanegara yang Berkunjung ke Jawa

Barat

0

200

400

600

800

1000

1200

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2008 2009 2010

orangorang

Husein Sastranegara  (LHS) Total Muarajati (RHS)

Sumber: BPS Provinsi Jabar

yang Berkunjung ke Jawa Barat

Malaysia

SingapuraLainnya

EropaAmerika Australia

Sumber: BPS Provinsi Jabar

Sementara itu, subsektor hotel mengalami kenaikan, yang diindikasikan oleh meningkatnya Tingkat

Hunian Kamar (THK) perhotelan di Jawa Barat selama triwulan IV-2010 (Tabel 1.4). Secara rata-rata,

THK hotel di Jawa Barat selama triwulan IV-2010 adalah sebesar 45.51, meningkat dibandingkat rata-

rata pada periode sebelumnya sebesar 44.62. Hal ini dikarenakan adanya penignkatan jumlah

kunjungan wisata di Jawa Barat selama musim liburan akhir tahun 2010. Dilihat dari asalnya, kenaikan

jumlah wisman yang datang tersebut terutama berasal dari Malaysia, dengan pangsa sebesar 87,6%

dari seluruh wisman, meningkat dibandingkan pangsa pada triwulan III-2010 yang sebesar 87,5%.

2.4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Kinerja sektor pengangkutan dan

komunikasi mengalami pertumbuhan pada

triwulan IV-2010. Kondisi tersebut

diindikasikan oleh pertumbuhan penumpang

yang masuk ke Jawa Barat, baik melalui Bandara

Husein Sastranegara, maupun jalan tol di Jawa

Barat. Jumlah penumpang yang masuk ke Jawa

Barat melalui Bandara Husein Sastranegara

mengalami pertumbuhan sebesar 31% (yoy)

didorong oleh masih aktifnya aktifitas

penerbangan domestik dan mancanegara.

Kondisi transportasi darat berupa angkutan jalan

di Jawa barat, menunjukkan adanya pertumbuhan. Pada triwulan IV-2010, jumlah kendaraan yang

melintasi 12 gerbang tol di Jawa Barat mengalami rata-rata pertumbuhan yang meningkat. Kondisi

tersebut didukung dengan peningkatan rata-rata kendaraan masuk sebesar 6,7%, dan rata-rata

kendaraan keluar sebesar 6,3% selama triwulan IV-2010.

Grafik 1.40. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional

di Bandara Husein Sastranegara

-25%

0%

25%

50%

75%

100%

125%

0

70,000

140,000

210,000

280,000

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2008 2009 2010

orang

Jumlah Penumpang Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: PT Persero Angkasa Pura II

Tabel 1.6. Jumlah Kendaraan yang Melintasi 12 Gerbang Tol di Jawa Barat

24

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

25

Sumber: PT Jasa Marga Kantor Cabang Purbaleunyi

Sementara itu, jumlah penumpang yang menggunakan jasa kereta api di Daerah Operasi Bandung dan

Cirebon mengalami perlambatan pertumbuhan dari 2,55% (yoy) pada periode sebelumnya menjadi -

0,94% pada triwulan IV-2010. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh menurunnya jumlah

penumpang kereta api di kelas eksekutif, ekonomi, dan lokal bisnis. Sedangkan penumpang yang

menggunakan kelas bisnis dan lokal ekonomi justru mengalami peningkatan pertumbuhan.

Tabel 1.7. Jumlah Penumpang Kereta Api di Jawa Barat

 Sumber: PT Kereta Api DAOP Jawa Barat Catatan: terdiri dari DAOP Bandung dan Cirebon 

Penyaluran kredit oleh bank umum ke sektor

pengangkutan, gudang, dan komunikasi

mengalami peningkatan pertumbuhan selama

triwulan IV-2010. Pertumbuhan penyaluran kredit

untuk sektor tersebut meningkat menjadi 20,6%

(yoy) dari yang sebelumnya 12,6%.

2.5. Sektor Bangunan/Konstruksi

Sektor bangunan/konstruksi pada triwulan IV-2010 mengalami pertumbuhan sebesar 14.4%

(yoy). Peningkatan kinerja sektor bangunan/konstruksi diindikasikan oleh meningkatnya pembiayaan

Grafik 1.41. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke

Sektor Pengangkutan, Gudang, dan Komunikasi

0

150

300

450

600

0

2

4

6

8

Tw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IV

2007 2008 2009 2010

%Rp Triliun

Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan) Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

melalui kredit oleh bank umum untuk sektor konstruksi. Penyaluran kredit untuk sektor konstruksi

tumbuh meningkat dari 22,3% (yoy) pada periode sebelumnya menjadi 24,6%.

Grafik 1.42. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke

Sektor Konstruksi

0

10

20

30

40

50

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

Tw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IV

2007 2008 2009 2010

%Rp Triliun

Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung

2.6. Sektor Lainnya Kinerja sektor listrik, gas, dan air bersih mengalami pertumbuhan yang melambat pada

triwulan IV-2010. Sektor tersebut mengalami perlambatan pertumbuhan sebesar -22,6% (yoy).

Perlambatan sektor listrik, gas, dan air bersih

diindikasikan oleh penurunan pemakaian

listrik terutama oleh pengguna industri di

Jawa Barat dibandingkan periode

sebelumnya. Sedangkan konsumsi listrik oleh

pengguna rumah tangga relatif stabil.

Dari sisi penyaluran kredit oleh bank umum

di Jawa Barat untuk sektor listrik, gas, air

bersih secara umum masih mengalami

kontraksi, walaupun pada triwulan IV- 2010

mengalami peningkatan sebesar -51,9% (yoy)

dibandingkan periode sebelumnya sebesar -

65,9%.

Grafik 1.43. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat

ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih

-100

0

100

200

300

400

500

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

Tw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.I Tw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IV

2007 2008 2009 2010

%Rp Triliun

Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung

26

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

Tabel 1.8. Pemakaian Listrik di Jawa Barat (Juta Kwh)

Sumber: PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten.

Kinerja sektor jasa-jasa di Jawa Barat mengalami peningkatan pertumbuhan selama triwulan

IV-2010. Sektor jasa-jasa di Jawa Barat mengalami pertumbuhan menjadi 16,2% (yoy). Kinerja sektor

jasa yang meningkat didorong oleh meningkatnya pertumbuhan sektor-sektor lainnya yang kemudian

membutuhkan dukungan dari sektor jasa.

27

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

28

Halaman ini sengaja dikosongkan

BAB 2

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

30

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

Selama periode triwulan IV-2010, perkembangan harga di Jawa Barat secara umum

mengalami inflasi yang semakin meningkat. Sementara itu, bila dibandingkan dengan triwulan III-

2010 laju inflasi tahunan Jawa Barat mengalami peningkatan. Laju inflasi tahunan Jawa Barat pada

triwulan III-2010 tercatat sebesar 5,41%, sedangkan pada triwulan IV-2010 meningkat menjadi

6,62%. Peningkatan laju inflasi pada triwulan laporan ini lebih banyak didorong karena faktor cuaca

dan iklim yang mengganggu pasokan sejumlah komoditas bergejolak (volatile foods) sehingga harga

komoditas tersebut meningkat secara umum.

Meskipun laju inflasi meningkat, namun inflasi di Jawa Barat tercatat masih lebih rendah

dibandingkan dengan inflasi nasional. Secara tahunan, inflasi di Jawa Barat meningkat menjadi

6,62% (yoy) pada triwulan IV-2010, sedangkan inflasi tahunan nasional tercatat lebih tinggi, yaitu

sebesar 6,96% (yoy) pada triwulan IV-2010. Rendahnya inflasi Jawa Barat yang bersumber dari

rendahnya inflasi di kota Bandung, telah mampu menarik inflasi nasional tidak terlalu jauh dari

targetnya sebesar 5 ± 1%, mengingat bobot Jawa Barat dalam pembentukan inflasi nasional yang

mencapai 18,63%. Penyebab rendahnya inflasi Jawa Barat dibandingkan dengan inflasi nasional

adalah rendahnya inflasi kelompok bahan makanan di Bandung dan Sukabumi. Ditinjau secara per

kota, rendahnya inflasi Jawa Barat tersebut bersumber dari inflasi kota Bogor, Sukabumi, Bandung,

dan Tasikmalaya, masing-masing sebesar 6,57%, 5,43%, 4,53% dan 5,56% sedangkan inflasi kota

Cirebon, Bekasi dan Depok mencapai 6,70%, 7,88% dan 7,97%.

1. PERKEMBANGAN INFLASI

Grafik 2.1. Inflasi Bulanan (mtm) Jawa Barat dan Nasional

‐1.00

‐0.50

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2008 2009 2010

% (mtm)

Jabar Nasional

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 2007

Perkembangan harga secara umum di Jawa

Barat selama triwulan IV-2010 mengalami

peningkatan dibandingkan triwulan

sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dari tren

indeks harga konsumen (IHK) yang

mengindikasikan terjadinya inflasi. Tren inflasi

Jawa Barat pada pada triwulan IV-2010

meningkat dan pada akhir bulan Desember 2010

inflasi bulanan (mtm) Jawa Barat mencapai

0,73%.

Meningkatnya inflasi tersebut bersumber dari naiknya inflasi kelompok bahan makanan yang

disebabkan oleh turunnya produksi karena gangguan cuaca/iklim dan serangan organisme

pengganggu tanaman (OPT). Sepanjang tahun 2010, inflasi bulanan cenderung lebih tinggi

dibandingkan tahun 2009 sehingga inflasi tahunan 2010 mencapai 6,62% (yoy). Meskipun inflasi

Jabar meningkat, namun masih lebih rendah dari inflasi nasional yang tercatat mencapai 6,96%.

31

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

32

Secara bulanan, tren laju inflasi Jawa Barat pada bulan Oktober hingga Desember 2010

memiliki tren meningkat. Hal ini sangat berbeda dengan triwulan sebelumnya yang memiliki tren

laju inflasi yang menurun. Titik balik penurunan tersebut terjadi pada bulan Oktober 2010. Pada bulan

Oktober 2010 inflasi bulanan Jawa Barat tercatat sebesar 0,02%, kemudian pada November 2010

terjadi peningkatan inflasi secara signifikan yang tercatat sebesar 0,68%. Tren peningkatan tersebut

masih berlanjut pada bulan Desember 2010 yang tercatat sebesar 0,73%. Laju inflasi Desember 2010

merupakan laju inflasi bulanan tertinggi dibandingkan dengan inflasi bulan Desember pada tahun-

tahun sebelumnya, meskipun laju inflasi Jawa Barat pada bulan tersebut masih lebih rendah

dibandingkan laju inflasi nasional.

Grafik 2.2. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2009 2010

% (yoy)

Jabar Nasional

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 2007

Grafik 2.3. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2009 2010

% (qtq)

Jabar Nasional

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 2007

Secara tahunan, tren peningkatan laju inflasi terus berlanjut dari 5,41% (yoy) pada triwulan

III-2010 menjadi 6,62% (yoy) pada triwulan IV-2010. Namun demikian, inflasi tahunan nasional

tercatat lebih tinggi, yaitu sebesar 6,96% (yoy) pada triwulan IV-2010. Peningkatan laju inflasi

disebabkan oleh meningkatnya harga bahan makanan, seperti beras, sayuran dan bumbu-bumbuan.

Apabila ditelisik lebih lanjut, kenaikan harga bahan makanan tersebut dipicu oleh menurunnya jumlah

pasokan dari daerah sentra produksi yang mengalami bencana alam serta anomali iklim.

Secara triwulanan, laju inflasi pada triwulan IV-2010 melambat dari 2,58% pada triwulan III-

2010 menjadi 1,45% pada triwulan IV-2010. Laju inflasi nasional pun melambat dari 2,79%

triwulan III-2010 menjadi 1,59% pada triwulan IV-2010, namun masih tercatat lebih tinggi dari inflasi

Jawa Barat. Salah satu penyebab perlambatan laju inflasi tersebut adalah menurunnya jumlah

permintaan paska bulan Ramadhan dan Idul Fitri pada akhir triwulan III-2010.

1.1. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA

Inflasi Tahunan

Meningkatnya inflasi pada triwulan laporan terutama bersumber dari kenaikan inflasi

kelompok bahan makanan secara signifikan. Inflasi tahunan kelompok bahan makanan pada

triwulan laporan tercatat sebesar 16,70%, sehingga memberikan sumbangan terhadap pembentukan

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

33

inflasi Jawa barat sebesar 3,62%. Hal ini disebabkan oleh terkendalanya pasokan sejumlah komoditas

bergejolak (volatile foods), seperti beras, cabai merah, daging ayam ras, dan sayur-sayuran sehingga

menyebabkan kenaikan harga. Faktor cuaca/iklim dan kelayakan infrastruktur menjadi penyebab

terkendalanya pasokan tersebut.

Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)

Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV1 Bahan makanan 6,05 6,22 4,10 3,42 9,67 10,86 16,70 3,62

2 Makanan jadi 7,66 4,95 6,66 6,52 7,05 6,46 5,94 1,43

3 Perumahan 3,59 0,45 1,06 1,75 1,82 3,67 3,17 0,95

4 Sandang 4,84 4,09 4,94 1,32 4,34 5,89 6,22 0,34

5 Kesehatan 4,57 3,83 3,95 2,74 2,44 2,36 1,80 0,10

6 Pendidikan 6,22 4,94 3,61 3,80 3,79 1,54 1,72 0,15

7 Transpor -7,03 -8,31 -5,74 0,53 0,38 1,22 1,40 0,153,14 1,87 2,02 2,99 4,68 5,41 6,62 6,62

No. Kelompok Andil

Umum

2009 2010

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 2007

Sementara kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau dan kelompok kesehatan

justru mengalami perlambatan laju inflasi. Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok &

tembakau melambat dari 6,46% pada triwulan III-2010 menjadi 5,94% pada triwulan IV-2010. Terus

melambatnya laju inflasi kelompok makanan jadi terutama disebabkan oleh terus meningkatnya

pasokan barang makanan jadi yang berasal dari impor. Kelompok barang dan jasa lain yang

mengalami perlambatan laju inflasi adalah kelompok kesehatan dari 2,36% pada triwulan III-2010

menjadi 1,80% pada triwulan IV-2010.

Grafik 2.4. Inflasi Tahunan dan Andil Inflasi Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan

Jasa Triwulan IV-2010

16.70

5.94

3.17

6.22

1.80

1.72

1.40

3.62

1.43

0.95

0.34

0.10

0.15

0.15

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00

Bahan Makanan

Makanan Jadi

Perumahan

Sandang

Kesehatan

Pendidikan

Transpor

% (yoy)

Kelompo

k Barang

 dan

 Jasa

Andil

Inflasi

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 2007

Andil inflasi tertinggi disumbang oleh

kelompok bahan makanan sebesar 3,62%.

Besarnya andil inflasi tersebut disebabkan oleh

menurunnya pasokan beberapa komoditas bahan

makanan dari sentra produksi yang mengalami

bencana alam serta anomali iklim. Menurunnya

pasokan tersebut memicu kenaikan harga bahan

makanan seperti beras, cabai merah, cabai rawit,

dan bawang merah di sejumlah pasar tradisional

dan modern di wilayah Jawa Barat.

Inflasi Triwulanan

Secara triwulanan, inflasi Jawa Barat pada triwulan mengalami perlambatan. Bila

dibandingkan dengan inflasi Jawa Barat pada triwulan III-2010 yang sebesar 2,58%, pada triwulan IV-

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

34

2010 inflasi Jawa Barat tercatat sebesar 1,45%. Hampir semua kelompok barang dan jasa mengalami

perlambatan laju inflasi. Sehingga cukup menahan laju inflasi Jawa Barat pada triwulan IV-2010.

Kelompok bahan makanan pada triwulan IV-2010 masih mengalami laju inflasi triwulanan

yang cukup tinggi. Faktor anomali cuaca/iklim yang menyebabkan pergeseran masa panen telah

mengganggu pasokan beberapa komoditas bahan makanan dan bumbu-bumbuan pada akhir tahun

2010 sehingga terjadi peningkatan harga pada kelompok bahan makanan tersebut.

Subkelompok bumbu-bumbuan mengalami inflasi triwulanan yang tinggi. Pada triwulan IV-

2010 subkelompok bumbu-bumbuan mengalami inflasi sebesar 23,20% jauh lebih tinggi bila

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang justru mengalami deflasi sebesar 5,27%. Hal ini

dipicu oleh komoditas bergejolak terutama cabai merah dan bawang merah yang mengalami

peningkatan harga secara signifikan yang disebabkan oleh gangguan faktor cuaca/iklim.

Tabel 2.2. Inflasi Triwulanan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)

Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV1 Bahan makanan -1,63 4,96 -1,20 1,39 4,30 6,10 4,01 1,02

2 Makanan jadi 0,85 0,20 3,47 1,88 1,35 1,34 1,25 0,24

3 Perumahan 0,45 -0,15 0,86 0,58 0,51 1,67 0,38 0,09

4 Sandang -1,37 0,18 1,68 0,85 1,57 1,67 2,00 0,09

5 Kesehatan 0,69 0,78 0,86 0,40 0,39 0,70 0,30 0,01

6 Pendidikan 0,08 3,12 0,25 0,33 0,07 0,88 0,44 0,04

7 Transpor 0,01 0,66 -0,45 0,31 -0,14 1,51 -0,28 -0,05-0,15 1,87 0,29 0,96 1,49 2,58 1,45 1,45

No. Kelompok Andil

Umum

2009 2010

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 2007

Grafik 2.5. Inflasi Triwulanan dan Andil Inflasi Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan

Jasa Triwulan IV-2010

4.01

1.25

0.38

2.00

0.30

0.44

‐0.28

1.02

0.24

0.09

0.09

0.01

0.04

‐0.05

‐1.00 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00

Bahan Makanan

Makanan Jadi

Perumahan

Sandang

Kesehatan

Pendidikan

Transpor

% (qtq)

Kelompo

k Barang

 dan

 Jasa

Andil

Inflasi

Secara triwulanan, kelompok bahan

makanan juga menyumbang andil inflasi

tertinggi. Andil inflasi kelompok bahan

makanan tercatat sebesar 1,02%. Dibandingkan

dengan tahun 2009, pergeseran musim panen

beberapa hasil pertanian pada tahun 2010 di

wilayah menyebabkan kurangnya pasokan

komoditas hasil pertanian di beberapa wilayah di

Jawa Barat. Hal ini memicu kenaikan harga

sejumlah komoditas hasil pertanian.

Andil deflasi kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mampu menahan laju

inflasi triwulanan Jawa Barat. Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya tarif telekomunikasi

yang diakibatkan oleh persaingan harga layanan telekomunikasi serta menurunnya tarif transportasi

Hari Raya Idul Fitri.

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

1.2. INFLASI MENURUT KOTA

Inflasi Jawa Barat pada tahun 2010 lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional,

namun masih lebih tinggi dari target inflasi nasional. Inflasi Jawa Barat pada tahun 2010 adalah

sebesar 6.62% lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 6.96%. Namun demikian,

pencapaian inflasi tersebut masih melampaui target inflasi nasional tahun 2010 yang telah ditetapkan

sebesar 5% ± 1%. Sementara itu pada tahun 2009, inflasi tahunan Jawa Barat hanya mencapai

2.02% jauh lebih rendah dibandingkan target inflasi nasional yang ditetapkan sebesar 4.5% ± 1%.

Grafik 2.6. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kota

0

2

4

6

8

10

12

14

16

2008 2009 2010

% inflasi (yoy)

TARGETINFLASI NASIONAL TAHUN 2009TARGETINFLASI NASIONAL TAHUN 2008 TARGETINFLASI NASIONAL TAHUN 2010

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Bank Indonesia

Pada tahun 2010, terdapat empat kota di Jawa Barat yang inflasi tahunannya melampaui

target inflasi nasional. Kota-kota tersebut antara lain Bekasi 7.88%, Bogor 6.57%, Cirebon 6.70%,

dan Depok 7.97%. Sedangkan tiga kota lainnya masih dalam kisaran target inflasi nasional yaitu

Bandung mencatat inflasi sebesar 4.53%, Sukabumi 5.43%, dan Tasikmalaya 5.56%. Setelah terjadi

krisis pada tahun 2008, perekonomian Jawa Barat pada tahun 2009 mengalami masa kontraksi, hal ini

terindikasi dari pencapaian inflasi Jawa Barat pada tahun 2009 masih tergolong rendah dan semua

kota pemantauan inflasi mengalami inflasi yang cukup rendah di bawah target inflasi nasional. Pada

tahun 2010 ini, masa pemulihan ekonomi Jawa Barat mulai berlanjut yang ditandai dengan mulai

meningkatnya inflasi tahunan Jawa Barat. Bahkan, tingkat inflasi Jawa barat melampaui target inflasi

nasional walaupun masih berada di bawah tingkat inflasi nasional.

35

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

36

Tabel 2.3 Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota & Kelompok Barang dan Jasa Triwulan IV-2010 (qtq, %)

Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm1 Bahan makanan 2.69 3.77 11.57 5.18 4.43 -1.51 1.14 4.01

2Makanan jadi, minuman, rokok dantembakau

0.23 1.57 11.00 2.37 6.98 3.90 4.03 1.25

3Perumahan, air, listrik, gas dan bahanbakar

0.11 0.30 1.43 6.91 9.76 14.61 18.15 0.38

4 Sandang 1.61 2.70 -8.14 -11.28 0.37 -4.87 -7.44 2.005 Kesehatan 0.01 0.53 -9.60 -1.99 13.34 -5.66 -7.68 0.306 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 1.44 -0.01 2.54 12.11 35.31 -4.29 2.56 0.447 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0.40 -0.26 -7.59 -6.14 -5.33 -9.15 -7.64 -0.28

0.93 1.47 2.01 3.40 6.58 2.12 3.59 1.45

No. KelompokKota

Gab.

Umum Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Secara triwulanan, Kelompok Bahan Makanan mengalami inflasi gabungan tertinggi di Jawa

Barat. Faktor cuaca/iklim merupakan penyebab tingginya harga komoditas di kelompok bahan

makanan, terutama komoditas beras, cabai merah, dan bawang merah selama triwulan IV-2010.

Secara gabungan, inflasi kelompok bahan makanan mencapai 4.01% (qtq). Bahkan di kota Depok,

inflasi triwulanan kelompok bahan makanan mencapai 11.57% tertinggi di semua kota pantauan

inflasi. Hal tersebut menyebabkan kota Depok menjadi kota yang mengalami inflasi tahunan tertinggi

di provinsi Jawa Barat yakni mencapai 7.97% jauh diatas inflasi nasional.

Kota Bandung

Tingkat inflasi tahunan kota Bandung tahun 2010 masih berada di dalam kisaran target

inflasi nasional. Inflasi tahunan kota Bandung tercatat sebesar 4.53% dengan didominasi oleh

tekanan inflasi komoditas bergejolak (volatile foods) yang mencapai 12.61%. Sedangkan inflasi untuk

komoditas yang diatur oleh pemerintah (administered price) tercatat sebesar 4.06% dan inflasi inti

hanya tercatat sebesar 1.67%. Kenaikan komoditas bergejolak di kota Bandung disebabkan oleh

kelangkaan pasokan komoditas seperti beras dan cabai merah di beberapa pasar di kota Bandung.

Grafik 2.7. Inflasi Tahunan Kota Bandung

‐8.00

‐6.00

‐4.00

‐2.00

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2009 2010

% inflasi (yoy)

Umum Volatile Foods Administered Price Inti

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Tabel 2.4. Inflasi Tahunan Kota Bandung Menurut Kelompok Barang dan Jasa

2009Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

1 Bahan makanan 4.02 3.96 7.18 8.87 12.61

2 Makanan jadi 5.85 5.39 4.75 3.49 2.57

3 Perumahan 1.74 1.97 2.34 3.71 2.20

4 Sandang 5.09 -1.74 0.12 2.49 3.44

5 Kesehatan 5.32 2.20 1.33 1.50 0.97

6 Pendidikan 3.31 3.71 3.55 1.14 2.13

7 Transpor -5.98 1.09 0.63 1.51 2.402.11 2.86 3.50 4.08 4.53

No. Kelompok2010

Umum

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

37

Grafik 2.8. Perkembangan Inflasi Kota Bandung

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

% inflasi(yoy)% inflasi(mtm)

Inflasi Bandung (mtm)

Inflasi Bandung (yoy) ‐RHS

Inflasi Nasional (yoy) ‐RHS

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Inflasi tahunan kota Bandung dalam dua

tahun terakhir selalu berada di bawah

inflasi nasional. Hal ini menunjukkan bahwa

inflasi kota Bandung relatif terkendali. Upaya

kerjasama yang telah dilakukan oleh berbagai

dinas terkait dalam mengendalikan inflasi

menunjukkan hasil yang optimal dengan

persistensi laju inflasi tahunan kota Bandung

yang selalu lebih rendah dari inflasi nasional.

Kota Bekasi

Inflasi tahunan kota Bekasi pada triwulan IV-2010 adalah yang tertinggi kedua setelah kota

Depok. Inflasi tahunan kota Bekasi tercatat sebesar 7.88%. Kelompok sandang (12.16%), bahan

makanan (16.55%), dan makanan jadi (10.08%) merupakan kelompok penyumbang inflasi tertinggi

di kota Bekasi. Inflasi komoditas bergejolak tercatat sebesar 16.55%, jauh lebih tinggi dibandingkan

inflasi administered price dan inflasi inti yang masing-masing sebesar 4.54% dan 6.59%. Dari

kelompok sandang, subkelompok sandang laki-laki dan subkelompok barang pribadi & sandang

lainnya menyumbang kontribusi terbesar. Sedangkan dari kelompok bahan makanan, subkelompok

padi-padian, umbi-umbian, & hasilnya dan subkelompok bumbu-bumbuan. Kelangkaan komoditas

seperti beras, cabai merah, dan cabai rawit di akhir tahun 2010 juga merupakan faktor penyebab

kenaikan harga komoditas tersebut.

Grafik 2.9. Inflasi Tahunan Kota Bekasi

‐7.00

‐2.00

3.00

8.00

13.00

18.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2009 2010

% inflasi (yoy)

Umum Volatile Foods Administered Price Inti

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Tabel 2.5. Inflasi Tahunan Kota Bekasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa

2009Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

1 Bahan makanan 2.86 2.85 9.61 10.97 16.55

2 Makanan jadi 6.86 8.54 10.75 10.84 10.08

3 Perumahan -0.29 0.45 0.97 3.91 3.57

4 Sandang 5.49 6.23 10.85 12.81 12.16

5 Kesehatan 3.64 4.21 4.08 4.79 3.97

6 Pendidikan 3.56 3.85 3.86 1.10 0.79

7 Transpor -3.05 0.68 0.58 1.40 1.341.93 3.20 5.62 6.76 7.88

No. Kelompok2010

Umum

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

38

Grafik 2.10. Perkembangan Inflasi Kota Bekasi

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

18.00

20.00

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

% inflasi(yoy)% inflasi(mtm)

Inflasi Bekasi (mtm)

Inflasi Bekasi (yoy)  ‐ RHS

Inflasi Nasional (yoy)  ‐ RHS

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Dalam dua triwulan terakhir kota Bekasi

mengalami inflasi diatas inflasi nasional. Hal

ini menunjukkan kota Bekasi sangat rawan

mengalami inflasi tinggi karena kota Bekasi

memiliki karakteristik bukan sebagai kota sentra

produksi hasil pertanian sehingga inflasi kota

Bekasi rentan terhadap kenaikan harga komoditas

bergejolak (volatile foods).

Kota Depok

Grafik 2.11. Inflasi Tahunan Kota Depok

‐10.00

‐5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2009 2010

% inflasi (yoy)

Umum Volatile Foods Administered Price Inti

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Tabel 2.6. Inflasi Tahunan Kota Depok Menurut Kelompok Barang dan Jasa

2009Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

1 Bahan makanan 6.53 5.24 14.81 7.94 21.96

2 Makanan jadi 7.60 6.50 6.86 -1.46 7.69

3 Perumahan -0.69 1.52 1.78 2.71 3.85

4 Sandang 4.97 0.68 4.35 16.02 5.01

5 Kesehatan 0.79 0.30 0.31 11.28 0.40

6 Pendidikan 3.91 4.40 4.69 -1.11 1.29

7 Transpor -7.41 -0.36 -0.42 8.35 0.791.30 2.96 5.47 5.56 7.97Umum

No. Kelompok2010

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Kota Depok adalah kota yang mengalami inflasi tahunan tertinggi pada triwulan IV-2010.

Inflasi tahunan kota Depok cenderung kurang terkendali, hal ini terlihat dari tinggi inflasi tahunan

yang tercatat sebesar 7.97%, naik secara signifikan dari triwulan III-2010 yang hanya sebesar 5.56%.

Inflasi komoditas bergejolak (volatile foods) menyumbang tekanan paling signifikan yakni dari 7.94%

pada triwulan III-2010 menjadi 21.96% pada triwulan IV-2010. Hal ini disebabkan karena kota Depok

merupakan kota yang komoditas bergejolaknya bergantung dari daerah lain. Kelangkaan komoditas

tersebut pada daerah lain langsung berdampak pada kenaikan harga di kota Depok.

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi Kota Depok

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

-1.00

-0.50

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2008 2009 2010

% inflasi(yoy)% inflasi(mtm)

Inflasi Depok (mtm)

Inflasi Depok (yoy) ‐RHS

Inflasi Nasional (yoy) ‐RHS

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Inflasi tahunan kota Depok memiliki

kecenderungan yang tinggi. Sama halnya

dengan kota Bekasi, kota Depok memiliki

karakteristik bukan sebagai sentra produksi hasil

pertanian. Kekurangan pasokan komoditas

pertanian seperti yang terjadi pada tahun 2010,

memberikan tekanan yang signifikan terhadap

inflasi kota Depok sehingga inflasi kota Depok

tercatat sebagai inflasi tahunan tertinggi di Jawa

Barat.

Kota Bogor

Sama halnya dengan kota Depok dan Bekasi, kota Bogor juga mengalami inflasi yang

melampaui target inflasi nasional. Inflasi komoditas bergejolak masih merupakan komponen yang

mengalami inflasi tertinggi yakni 17.10%, diikuti oleh inflasi administered price 3.23% dan inflasi inti

1.85%. Inflasi komoditas bergejolak lebih disebabkan karena kurangnya pasokan beberapa komoditas

tersebut di pasar-pasar kota Bogor. Meski kelompok bahan makanan memberikan tekanan yang

cukup signifikan pada inflasi kota Bogor, namun inflasi kota Bogor masih teredam oleh turunnya

harga-harga barang dari kelompok sandang terutama subkelompok sandang laki-laki yang mengalami

deflasi hingga 0.87% setelah pada triwulan sebelumnya mengalami inflasi sebesar 18.76% pada saat

Hari Raya Idul Fitri tahun 2010.

Grafik 2.13. Inflasi Tahunan Kota Bogor

‐10.00

‐5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2009 2010

% inflasi (yoy)

Umum Volatile Foods Administered Price Inti

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Tabel 2.7. Inflasi Tahunan Kota Bogor Menurut Kelompok Barang dan Jasa

2009Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

1 Bahan makanan 4.15 1.25 7.02 8.62 17.10

2 Makanan jadi 8.07 5.09 5.78 2.04 2.49

3 Perumahan 1.62 2.34 2.38 -2.12 3.94

4 Sandang 2.72 2.74 1.78 15.74 1.70

5 Kesehatan 9.66 7.93 8.44 6.94 1.95

6 Pendidikan 3.33 2.58 1.68 -8.38 2.65

7 Transpor -9.74 0.54 0.90 6.58 0.422.16 2.47 4.23 2.98 6.57

No. Kelompok2010

Umum

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

39

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

40

Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Kota Bogor

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

-2.00

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

% inflasi(yoy)% inflasi(mtm)

Inflasi Bogor (mtm)

Inflasi Bogor (yoy) ‐ RHS

Inflasi Nasional (yoy) ‐ RHS

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Kota Bogor memiliki tren laju inflasi yang

meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan tren

laju inflasi kota Bogor yang selalu mendekati

tren laju inflasi nasional. Walaupun memiliki

tren laju inflasi yang meningkat, inflasi kota

Bogor masih relatif rendah daripada inflasi

nasional. Walaupun kota Bogor adalah sentra

produksi hasil pertanian, meningkatnya inflasi

kota Bogor juga disebabkan karena tekanan

inflasi yang berasal dari volatile foods.

Kota Cirebon

Grafik 2.15. Inflasi Tahunan Kota Cirebon

‐5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2009 2010

% inflasi (yoy)

Umum Volatile Foods Administered Price Inti

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Tabel 2.8. Inflasi Tahunan Kota Cirebon Menurut Kelompok Barang dan Jasa

2009Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

1 Bahan makanan 4.68 3.58 8.18 9.99 15.00

2 Makanan jadi 5.99 5.30 5.52 0.12 6.05

3 Perumahan 3.64 2.31 1.77 -5.92 2.41

4 Sandang 10.77 2.00 6.26 6.46 6.49

5 Kesehatan 5.48 2.53 3.11 -7.90 3.44

6 Pendidikan 8.15 7.01 8.14 -18.60 9.77

7 Transpor -2.95 2.29 2.56 7.52 2.014.11 3.54 4.79 0.73 6.70

No. Kelompok2010

Umum

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Inflasi tahunan kota Cirebon tercatat sebesar 6.70% lebih tinggi dari inflasi gabungan Jawa Barat yang

sebesar 6.62%. Komponen inflasi komoditas bergejolak masih merupakan komponen penyumbang

inflasi terbesar di kota Cirebon yakni 15.00%. Faktor pendorong inflasi kota Cirebon yang signifikan

meliputi kelompok bahan makanan dan kelompok pendidikan. Berdasarkan Survei Pemantauan Harga

(SPH) yang dilakukan oleh Bank Indonesia, subkelompok padi-padian pada kelompok bahan makanan

mengalami kenaikan harga terutama untuk komoditas beras pada hampir semua tingkat kualitas.

Sedangkan, kenaikan harga subkelompok daging mengalami perlambatan sehingga cukup meredam

inflasi kota Cirebon. Sementara itu, pada kelompok pendidikan terjadi kenaikan harga pada biaya jasa

pendidikan dan kursus-kursus serta pelatihan pada triwulan IV-2010.

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

Grafik 2.16. Perkembangan Inflasi Kota Cirebon

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

18.00

20.00

-2.00

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

% inflasi(yoy)% inflasi(mtm)

Inflasi Cirebon (mtm)

Inflasi Cirebon (yoy) ‐RHS

Inflasi Nasional (yoy) ‐ RHS

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Pada tahun 2010, Laju inflasi kota Cirebon

relatif terkendali. Hal ini ditunjukkan dengan

tren laju inflasi kota Cirebon yang berada di

sekitar laju inflasi nasional. Pada tahun-tahun

sebelumnya, inflasi kota Cirebon memiliki

kecenderungan selalu berada jauh diatas inflasi

nasional. Namun, sejak triwulan II-2010 laju

inflasi kota Cirebon dapat diredam di sekitar

laju inflasi nasional meskipun masih memiliki

kecenderungan yang tinggi.

Kota Sukabumi

Inflasi tahunan kota Sukabumi pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar 5.43%. Seperti pada kota

lainnya, faktor pendorong inflasi berasal dari komoditas bergejolak. Inflasi komoditas bergejolak kota

Cirebon tercatat sebesar 12.85%. Sedangkan inflasi harga yang diatur pemerintah (administered price)

dan inflasi inti masing-masing adalah 2.14% dan 3.10%. Walaupun tidak naik secara signifikan

dibandingkan triwulan III-2010, kelompok bahan makanan merupakan kelompok pendorong inflasi

yang signifikan di kota Sukabumi.

Grafik 2.17. Inflasi Tahunan Kota Sukabumi

‐5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2009 2010

% inflasi (yoy)

Umum Volatile Foods Administered Price Inti

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Tabel 2.9. Inflasi Tahunan Kota Sukabumi Menurut Kelompok Barang dan Jasa

2009Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

1 Bahan makanan 0.39 -1.49 4.71 12.94 12.85

2 Makanan jadi 7.70 5.17 4.60 1.00 2.82

3 Perumahan 11.32 7.06 2.19 -9.53 2.94

4 Sandang 1.25 -1.91 3.00 14.55 7.98

5 Kesehatan 2.88 1.02 -0.68 5.82 -0.31

6 Pendidikan 2.83 2.42 2.60 7.44 3.26

7 Transpor -6.59 0.83 0.56 10.35 0.693.49 2.41 3.09 3.42 5.43Umum

No. Kelompok2010

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Grafik 2.18. Inflasi Kota Sukabumi

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

-4.00

-2.00

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

% inflasi(yoy)% inflasi(mtm)

Inflasi Sukabumi (mtm)

Inflasi Sukabumi (yoy) ‐RHS

Inflasi Nasional (yoy) ‐RHS

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Persistensi laju inflasi kota Sukabumi

memiliki kecenderungan menurun. Sejak

terjadi krisis ekonomi pada tahun 2008,

persistensi laju inflasi kota Sukabumi cenderung

tinggi dan berada di atas laju inflasi nasional.

Namun, sejak awal tahun 2010 persistensi laju

inflasi kota Sukabumi mulai menurun.

41

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

42

Kota Tasikmalaya

Di kota Tasikmalaya, faktor pendorong inflasi tahunan masih didominasi oleh komoditas bergejolak.

Inflasi tahunan kota Tasikmalaya tercatat cukup tinggi sebesar 5.56% walaupun masih dalam kisaran

target inflasi nasional. Sedangkan inflasi komoditas bergejolak (volatile foods) tercatat sebesar

16.73%. Inflasi komoditas yang diatur oleh pemerintah (administered price) sebesar 1.99% dan inflasi

inti sebesar 2.64%. Sejak pertengahan triwulan I-2010 inflasi volatile foods menjadi faktor pendorong

utama inflasi kota Tasikmalaya. Hal ini disebabkan karena naiknya harga bumbu-bumbuan seperti

cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah pada bulan Desember 2010 serta naiknya harga beras

pada bulan November 2010.

Grafik 2.19. Inflasi Tahunan Kota Tasikmalaya

‐5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2009 2010

% inflasi (yoy)

Umum Volatile Foods Administered Price Inti

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Tabel 2.10. Inflasi Tahunan Kota Tasikmalaya Menurut Kelompok Barang dan Jasa

2009Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

1 Bahan makanan 2.79 7.09 9.98 15.08 16.73

2 Makanan jadi 13.14 6.98 6.63 4.54 3.53

3 Perumahan 6.47 5.42 1.68 -12.44 3.30

4 Sandang 4.63 -0.03 3.42 16.06 5.66

5 Kesehatan 0.77 1.77 1.46 10.87 2.48

6 Pendidikan 2.45 0.86 2.30 -5.05 -2.84

7 Transpor -3.85 0.43 -0.11 7.92 0.944.17 4.74 4.47 3.06 5.56

No. Kelompok2010

Umum

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Grafik 2.20. Perkembangan Inflasi Kota Tasikmalaya

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

-2.00

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

% inflasi(yoy)% inflasi(mtm)

Inflasi Tasikmalaya (mtm)

Inflasi Tasikmalaya (yoy) ‐ RHS

Inflasi Nasional (yoy) ‐ RHS

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

Menjelang akhir tahun 2010, inflasi kota

Tasikmalaya relatif terkendali. Semula

persistensi inflasi tahunan kota Tasikmalaya

memiliki kecenderungan selalu lebih tinggi

daripada inflasi nasional. Namun, menjelang

akhir tahun 2010, inflasi tahunan menjadi lebih

terkendali. Hal ini ditunjukkan dengan

persistensi inflasi tahunan yang selalu berada

lebih rendah dari inflasi nasional sejak awal

triwulan II-2010.

2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI

2.1. FUNDAMENTAL

Eksternal

Kondisi faktor eksternal masih relatif terjaga. Nilai tukar rupiah selama triwulanan IV-2010 relatif

stabil pada kisaran Rp9.000,- per Dollar Amerika (USD) sehingga menyebabkan tekanan inflasi dari

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

43

eksternal relatif minimal. Meskipun demikian, harga beberapa komoditas strategis di pasar

internasional cenderung naik.

Grafik 2.21. Laju Inflasi di Negara Mitra Dagang

‐4

‐2

0

2

4

6

8

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011

2008 2009 2010

% (yoy)

Amerika Jepang Singapura

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 2.22. Perkembangan Kurs

Rupiah

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

8,800

9,300

9,800

10,300

10,800

11,300

11,800

12,300

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112

2008 2009 2010

%Rp/USD

Kurs Tengah Bulanan Pertumbuhan (yoy)

Sumber: Bank Indonesia

Laju inflasi di negara mitra dagang relatif stabil. Hal ini berdampak positif terhadap inflasi Jawa

Barat dari pengaruh faktor eksternal. Laju inflasi Amerika Serikat cenderung mengalami perlambatan

yang disebabkan karena mulai membaiknya perekonomian Amerika Serikat pasca krisis ekonomi yang

melanda Amerika Serikat pada tahun 2008. Laju inflasi Jepang juga relatif stabil di akhir tahun 2010.

Sementara itu, laju inflasi Singapura sedikit mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan

ekonomi yang tinggi sehingga permintaan akan barang dan jasa mengalami peningkatan.

Grafik 2.23. Perkembangan Harga Emas dan Minyak Dunia di Pasar Internasional

0

20

40

60

80

100

120

140

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600USD/barrelsUSD/troys

Emas Minyak Dunia (RHS) Sumber: Bloomberg

Harga minyak dunia yang meningkat di

akhir tahun memberikan kontribusi

terhadap peningkatan laju inflasi pada

komoditas BBM non subsidi. Di bulan

Desember 2010 harga minyak dunia secara rata-

rata mencapai US$88.5/barrels. Hal ini

berdampak pada kenaikan bahan bakar minyak

non-subsidi di dalam negeri.

Harga emas dunia relatif meningkat pada akhir tahun 2010. Hal ini dipicu oleh adanya sentimen

dari kebijakan pemerintah China yang menaikkan giro wajib minimum yang memberikan

kekhawatiran bagi sektor perbankan dan perekonomian China secara luas. Selain itu, adanya

kecemasan akan inflasi dunia dan perkembangan isu Eropa menjadi faktor penggerak naiknya harga

emas di akhir tahun 2010. Hal ini memicu kenaikan harga perhiasan emas di perdagangan domestik

yang diindikasikan dengan naiknya inflasi kelompok sandang.

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

44

Grafik 2.24. Perkembangan Harga Gula di Pasar Internasional

0

5

10

15

20

25

30

35

40

Jan‐08

Mar‐08

May‐08

Jul‐0

8

Sep‐08

Nov

‐08

Jan‐09

Mar‐09

May‐09

Jul‐0

9

Sep‐09

Nov

‐09

Jan‐10

Mar‐10

May‐10

Jul‐1

0

Sep‐10

Nov

‐10

USD/pound

Sumber: Bloomberg

Potensi tekanan inflasi juga berasal dari

kenaikan harga gula di pasar internasional.

Sebagai upaya menekan harga gula di pasar

domestik, pemerintah melalui PTPN (perusahaan

perkebunan negara) akan melakukan tender

lelang impor gula kristal putih (GKP). Rencana

impor tersebut bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan GKP sebagai salah satu upaya

stabilisasi harga.

Ekspektasi Inflasi

Ekspektasi konsumen terhadap harga barang dan jasa di kota Bandung mengalami

peningkatan. Hal ini disebabkan oleh kondisi perekonomian Jawa Barat yang masih pada tahap

pemulihan dan faktor cuaca/iklim yang kurang menentu. Isu terkait pembatasan penggunaan BBM

Bersubsidi juga turut mendorong ekspektasi inflasi masyarakat.

Grafik 2.25. Ekspektasi Konsumen Terhadap Barang dan Jasa di Kota Bandung

100

110

120

130

140

150

160

170

180

190

200

-0.8

-0.3

0.2

0.7

1.2

1.7

2.2

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112

2007 2008 2009 2010

SB% (inflasi)

Inflasi Jabar TD 07 (mtm) SK* SK**

Sumber: SK-BI Bandung, BPS Jawa Barat

Keterangan: SK* = Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb, menurut SK 3 bulan sebelumnya; SK** = Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb, menurut SK 6 bulan sebelumnya

Grafik 2.26. Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Barang dan Jasa di Kota Bandung

90

100

110

120

130

140

150

‐1

0

1

2

3

4

5

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2008 2009 2010

SB% (inflasi)

Inflasi Jabar (qtq) SPE* SPE**

Sumber: SPE-BI Bandung, BPS Jawa Barat

Keterangan: SK* = Ekspektasi pedagang eceran terhadap harga pada bulan tsb, menurut SK 3 bulan sebelumnya; SK** = Ekspektasi pedangan eceran terhadap harga pada bulan tsb, menurut SK 6 bulan sebelumnya

Sama halnya dengan ekspektasi konsumen, ekspektasi pedagang terhadap harga barang

dan jasa juga meningkat. Sebagaimana pola musimannya, menjelang akhir tahun ekspektasi

pedagang mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena adanya penyesuaian Upah Minimum

Kabupaten/Kota yang dilakukan pada akhir tahun. Tingginya harga komoditas di dalam negeri seperti

beras, bahan bakar minyak non subsidi juga memicu ekspektasi pedagang terhadap harga barang dan

jasa. Ekspektasi pedagang terhadap harga dan jasa 6 bulan ke depan pada triwulan IV-2010

mengalami kenaikan menjadi 116,67.

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

Interaksi Permintaan dan Penawaran

Grafik 2.27. Utilisasi Kapasitas Sektor Ekonomi

0.00

3.00

6.00

9.00

12.00

15.00

50.00

60.00

70.00

80.00

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2008 2009 2010

% (yoy)%

Utilisasi Kapasitas Inflasi Jabar

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha - BI Bandung

Interaksi permintaan dan penawaran

memberikan tekanan terhadap inflasi Jawa

Barat. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi

turut pula menyebabkan membaiknya

pendapatan yang berimplikasi pada menguatnya

konsumsi. Meningkatnya konsumsi direspons di

sisi supply melalui peningkatan utilisasi kapasitas

produksi. Berdasarkan hasil liaison, sebagian

produsen telah melakukan overtime dalam

mengantisipasi kenaikan kapasitas produksinya.

2.2. NON FUNDAMENTAL

Volatile Foods

Pada triwulan IV-2010 harga volatile foods naik cukup tinggi. Secara tahunan, inflasi gabungan

Jawa Barat pada kelompok bahan makanan saja tercatat sebesar 16.70%. Selama triwulan IV-2010,

terdapat tiga subkelompok pada kelompok bahan makanan yang menyumbang inflasi cukup tinggi

yaitu subkelompok padi-padian & hasilnya, subkelompok daging & hasilnya, dan subkelompok

bumbu-bumbuan.

Grafik 2.28. Andil Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20

Padi‐padian, Umbi‐umbian & HasilnyaDaging dan Hasil‐hasilnya

Ikan SegarIkan Diawetkan

Telur, Susu & Hasil‐hasilnyaSayur‐sayuran

Kacang‐kacanganBuah‐buahan

Bumbu‐bumbuanLemak & Minyak

Bahan Makanan  Lainnya

Andil inflasi  (%, ytd)

Andil inflasi subkelompok padi-padian,

umbi-umbian & hasilnya memberikan andil

inflasi terbesar terhadap inflasi Jawa Barat.

Andil inflasi yang besar ini disebabkan karena

kenaikan harga komoditas beras akibat banyak

sentra-sentra produksi padi di Jawa Barat

mengalami pergeseran masa panen akibat

gangguan cuaca/iklim. Tidak hanya itu, serangan

organisme penganggu tanaman (OPT) juga

menyebabkan gagal panen sejumlah komoditas

pertanian.

Subkelompok padi-padian khususnya komoditas beras mengalami peningkatan harga yang

cukup tinggi selama triwulan IV-2010. Meskipun berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman

Pangan Provinsi Jawa Barat produksi padi Jawa Barat pada periode laporan diperkirakan akan

meningkat, tetap terjadi kenaikan harga beras pada tingkat konsumen. Intelkam Polda Jawa Barat

menginformasikan adanya indikasi penimbunan yang dilakukan oleh beberapa spekulan di daerah

45

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

46

Cirebon. Hal ini semakin diperparah dengan jalur distribusi beras yang memusat ke DKI Jakarta (Pasar

Induk Cipinang) sehingga daerah selain Jabodetabek mengalami kenaikan harga beras karena

kekurangan pasokan beras.

Dari subkelompok bumbu-bumbuan, harga cabai merah dan cabai rawit juga mengalami

peningkatan. Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FDG) yang diselenggarakan oleh Bank

Indonesia Bandung dan dihadiri oleh asosiasi pengusaha cabai, perwakilan pasar caringin, akademisi,

dinas pertanian, Badan Ketahanan Pangan (BKP), dan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa)

diketahui bahwa penyebab kenaikan harga cabai dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

produktifitas berkurang karena faktor cuaca dan bencana alam pada daerah sentra cabai, permintaan

yang meningkat karena hari besar keagamaan dan liburan panjang dimana Jawa Barat menjadi tujuan

wisata (karena adanya bencana di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur), serta gangguan infrastruktur

jalan raya yang menyebabkan lama waktu tempuh yang dibutuhkan untuk mengirimkan cabai dari

sentra produksi ke sentra konsumsi.

Setelah melewati bulan Ramadhan tahun 2010, komoditas daging & hasilnya mengalami

sedikit penurunan harga (deflasi). Hal ini disebabkan karena stok daging sapi telah mencukupi

dengan seiring menurunnya kebutuhan masyarakat akan daging sapi selama akhir tahun 2010.

Administered Price

Hasil survei pembatasan subsidi BBM yang dilakukan terhadap 1000 responden

menunjukkan bahwa hampir seluruh responden (91%) telah mengetahui adanya rencana

pemerintah membatasi BBM bersubsidi. Kebijakan pemerintah tersebut, diperkirakan akan

merubah pola konsumsi masyarakat, yakni melalui pengurangan proporsi biaya hiburan, pakaian, dan

rokok. Sementara itu, hanya 5% responden yang akan menghentikan pemakaian kendaraan pribadi,

sebanyak 74% responden akan tetap menggunakan kendaraan pribadi dan 21% akan menggunakan

kendaraan pribadi hanya pada waktu tertentu. Dari responden yang akan menghentikan kendaraan

pribadi, sebanyak 87% akan menggunakan kendaraan umum dan 13% akan menumpang. Dengan

masih kuatnya konsumsi BBM yang akan beralih ke Pertamax akan meningkatkan konsumsi Pertamax

sehingga dapat mempengaruhi harga Pertamax yang notebene sudah merupakan harga pasar.

Grafik 2.29. Awareness Masyarakat

7%

93%

Tidak Mengetahui Mengetahui

Grafik 2.30. Peningkatan Pengeluaran Rumah Tangga

16%

35%

42%

5%

2%

Tidak Naik < 10% 10 ‐ 30% 31 ‐ 50% > 50%

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

Dari sisi harga, sebanyak 87% responden memandang harga premium yang wajar adalah sebesar

Rp5.000-6.000 dengan waktu penyesuaian terhadap harga pasar sebaiknya adalah mingguan.

Sementara, seluruh responden (94%) menilai bahwa kendaraan umum dan motor roda 2 masih

berhak menerima BBM bersubsidi. Menurut dampaknya terhadap harga, hampir seluruh responden

(97%) menyatakan kebijakan pemerintah akan mendorong kenaikan harga barang/jasa lainnya. Hal ini

menyebabkan ekspektasi inflasi responden cenderung meningkat, yakni sebanyak 46%

memperkirakan inflasi tahun 2011 berada pada kisaran 6-9% dan 38% pada kisaran 4-6%.

47

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

48

BOKS 1.

TINGGINYA KENAIKAN HARGA CABAI

Cabai merah merupakan salah satu komoditas bahan pangan yang cukup besar dikonsumsi oleh

masyarakat. Besarnya konsumsi masyarakat di satu sisi dan kondisi produksi yang inelastis di sisi lain

menyebabkan harga cabai merah rentan terhadap gangguan dari sisi penawaran. Jawa Barat

merupakan sentra produksi utama cabai di Indonesia, yakni dengan produktivitas sebesar 285

kuintal/ha. Meski demikian, produksi Jawa Barat belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi

masyarakatnya sehingga harus mendatangkan dari daerah lain. Berdasarkan pelaku usaha, pedagang

pengumpul merupakan price maker dalam tata niaga cabai karena memiliki akses pasar yang besar

serta dapat mempengaruhi pola produksi petani. Pada hari besar keagamaan nasional, pedagang

pengumpul melakukan spekulasi dan meningkatkan imbal untung. Sementara itu tingkat serapan

industri untuk produksi cabai domestik masih sangat kecil, yakni hanya 2% dari pemasok di Sumatera

Utara. Bahan baku utama industri pengolahan didatangkan dari luar negeri berupa produk pasta.

Selama pemasaran, rata-rata tingkat kehilangan komoditas cabai masih cukup besar, yakni sekitar

4,7% pada setiap titik jalur distribusi, meski Jawa Barat memiliki tingkat kehilangan terkecil

dibandingkan dengan daerah lain, yakni 1%.

Keterkaitan Daerah Produksi dan Konsumsi

Sumber : Departemen Pertanian RI (2006) Analisis Karakteristik Pasar Cabe Merah Indonesia.

Pada tahun 2010 harga cabai melonjak tinggi yakni mencapai Rp75.000/kg sehingga menyumbang

kenaikan laju inflasi. Kenaikan harga cabai disebabkan oleh berbagai faktor. Dari sisi produksi, terjadi

gangguan pasokan akibat menurunnya produksi pada salah satu sentra produksi cabai akibat bencana

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

alam dan dampak anomali iklim. Distribusi cabai juga mengalami hambatan karena belum baiknya

infrastruktur jalan, rantai pemasaran yang panjang, serta ketidaksimetrisan informasi yang dimiliki oleh

pedagang pengumpul. Selain itu, meningkatnya permintaan akibat penyelenggaraan hari raya besar

keagamaan nasional turut mendorong kenaikan harga cabai. Kondisi ini semakin diperburuk dengan

pemberitaan negatif atas perkembangan harga cabai di pasar sehingga ekspektasi harga menjadi

tinggi.

Rekomendasi

Perbaikan yang perlu dilakukan dalam jangka pendek adalah (1) Pengumpulan informasi ketersediaan

stok dan harga di jalur distribusi; (2) Pengaturan pola tanam cabai, (3) Optimalisasi jalur distribusi serta

mengatur tata niaga,serta (4) Diseminasi harga cabai melalui media massa untuk menjaga

keberbeimbangan berita. Secara jangka panjang perlu dilakukan pelatihan kepada petani cabai,

pemuliaan untuk bibit cabai, serta perbaikan infrastruktur jalan.

49

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

50

Halaman ini sengaja dikosongkan

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

51

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

52

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

Kondisi perekonomian yang cukup baik menjadi salah satu pendukung kuatnya

pertumbuhan kinerja perbankan Jawa Barat pada triwulan IV-2010. Penyaluran kredit tumbuh

lebih tinggi pada periode laporan dengan risiko kredit yang terjaga. Kinerja yang baik ini didukung

dengan meningkatnya pertumbuhan DPK terutama deposito. Sementara itu, risiko likuiditas

cenderung membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Khusus BPR Jawa Barat, kinerja

penyaluran kredit yang baik pada periode laporan juga didukung dengan upaya efisiensi serta

terjaganya risiko baik likuiditas maupun kredit.

1. STRUKTUR PERBANKAN DI JAWA BARAT Laju pertumbuhan aset perbankan di Jawa

Barat cenderung stabil selama triwulan IV-

2010. Hal ini sebagaimana tercermin dari

perkembangan pertumbuhan periode laporan

yang sebesar 15,9% (Grafik 3.1). Relatif

tertahannya laju pertumbuhan aset perbankan

Jawa Barat diduga disebabkan oleh lebih

tingginya pertumbuhan DPK dibanding kredit

sehingga meningkatkan biaya dana.

Grafik 3.1. Perkembangan Aset Perbankan Jawa Barat

681012141618202224

150

160

170

180

190

200

210

220

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2009 2010

%, yoyTriliun Rp

Aset Pertumbuhan Sumber: LBU KBI Bandung

2. BANK UMUM KONVENSIONAL

2.1 Pendanaan dan Risiko Likuiditas

Perkembangan Dana Pihak Ketiga

Penghimpunan DPK oleh perbankan umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan IV-

2010 tumbuh lebih tinggi dari 26,0% menjadi 33,6% atau mencapai Rp178,05 triliun (Grafik

3.3). Kenaikan pertumbuhan terutama pada jenis deposito dan giro, sedangkan tabungan cenderung

stabil. Beberapa bank di Jawa Barat menyebutkan bahwa meningkatnya pertumbuhan DPK akibat

suku bunga yang kompetitif, khususnya deposito.

Grafik 3.2. Porsi DPK per Jenis

Giro 18%

Tabungan42%

Deposito40%

Sumber: LBU KBI Bandung

Grafik 3.3. Perkembangan DPK per Jenis di Jawa Barat

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2008 2009 2010

%, yoy

Total DPK Giro Tabungan Deposito Sumber: LBU KBI Bandung

53

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

Berdasarkan kelompok banknya, bank pemerintah dan bank swasta nasional mendominasi

penghimpunan DPK di Jawa Barat, yakni masing-masing dengan pangsa sebesar 51% dan 47%

(Grafik 3.4). Di sisi lain, bank swasta asing hanya menghimpun 2% dari total DPK Jawa Barat. Naiknya

pertumbuhan DPK perbankan Jawa Barat terutama disebabkan oleh meningkatnya kontribusi DPK

Bank milik pemerintah yang pada akhir triwulan IV-2010 tumbuh sebesar 38,6% (Grafik 3.5).

Sementara itu, pada tahun 2010 terdapat 1 buah bank asing yang berubah menjadi bank umum

syariah sehingga total DPK bank asing turun cukup drastis.

Grafik 3.4. Porsi DPK per Kelompok Bank di Jawa Barat

Bank Pemerintah

51%

Bank Swasta Nasional47%

Bank Swasta Asing2%

Sumber: LBU KBI Bandung

Grafik 3.5. Perkembangan DPK per Kelompok Bank di Jawa Barat

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2008 2009 2010

%, yoy

Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Swasta Asing

Sumber: LBU KBI Bandung

Sementara itu, berdasarkan jenis valutanya,

pertumbuhan DPK rupiah meningkat cukup

tinggi, yakni 36% menjadi Rp162 triliun (Grafik

3.8). Di sisi lain, DPK valas relatif melambat yakni

dari 12,6% menjadi 11,6% atau Rp16 triliiun.

Perlambatan DPK valas diperkirakan semata-

mata akibat apresiasi nilai tukar rupiah yang

lebih rendah dibandingkan dengan periode

sebelumnya (Grafik 3.6).

Grafik 3.6. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

8.800

9.300

9.800

10.300

10.800

11.300

11.800

12.300

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112

2008 2009 2010

%Rp/USD

Kurs Tengah Bulanan Pertumbuhan (yoy)

Sumber: LBU KBI Bandung

Grafik 3.7. Porsi DPK per Jenis Valuta

Rupiah87%

Valas13%

Sumber: LBU KBI Bandung

Grafik 3.8. Perkembangan DPK per Jenis Valuta

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2008 2009 2010

yoy, %

Rupiah Valas

Sumber: LBU KBI Bandung

54

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

Risiko Likuiditas

Perbankan Jawa Barat diperkirakan masih

dapat menjaga likuiditasnya sebagaimana

tercermin dari angka undisbursed loans dan

rasio LDR (loan to deposit ratio). Pada triwulan

IV-2010, rasio LDR cenderung menurun, yakni dari

75,7% menjadi 73,6% pada periode laporan

(Grafik 3.9). Sementara itu, angka undisbursed

loans bank umum konvensional masih relatif stabil,

yakni 7,7% pada triwulan III-2010 menjadi 6,7%.

Grafik 3.9. Perkembangan Risiko Likuiditas

0

2

4

6

8

10

12

14

60

64

68

72

76

80

Tw.I

Tw.II

Tw.II

I

Tw.IV

Tw.I

Tw.II

Tw.II

I

Tw.IV

Tw.I

Tw.II

Tw.II

I

Tw.IV

Tw.I*

Tw.II

*

Tw.II

I*

Tw.IV

*

2007 2008 2009 2010

LDR Undisbursed Loans

Sumber: LBU KBI Bandung

2.2 Perkembangan Kredit dan Risikonya

Perkembangan Kredit

Pertumbuhan penyaluran kredit oleh bank umum konvensional pada triwulan laporan

mencapai 27,6% lebih tinggi dari periode sebelumnya bahkan melebih target penyaluran

kredit nasional (Grafik 3.11). Dengan angka pertumbuhan tersebut, maka outstanding kredit

menjadi sebesar Rp130,97 triliun. Berdasarkan jenis penggunaannya, penyaluran kredit investasi dan

modal kerja tumbuh lebih tinggi dari periode sebelumnya, yakni masing-masing dari 36,3% menjadi

40,1% serta 24,4% menjadi 29,8%. Sementara itu, pertumbuhan penyaluran kredit konsumsi sedikit

menurun dari 23,3% menjadi 22,5% karena kebijakan perbankan yang menahan penyaluran untuk

menjaga tingkat kualitas kredit.

Grafik 3.10. Porsi Kredit per Jenis Penggunaan

Modal Kerja46%

Investasi11%

Konsumsi43%

Sumber: LBU KBI Bandung

Grafik 3.11. Perkembangan Kredit per Jenis Penggunaan

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV*

2009 2010

%, yoy

Modal Kerja Investasi Konsumsi

Keterangan: *) Laporan baru dengan ketentuan Basel IISumber: LBU KBI Bandung

Secara sektoral, penyaluran kredit terbesar ditujukan sektor PHR dan perindustrian masing-masing

mencapai 21% dan 16% dari total penyaluran kredit (Grafik 3.12). Pertumbuhan kredit sektor PHR

cenderung stabil pada periode laporan, sementara sektor industri pengolahan cenderung meningkat,

yakni dari 23% menjadi 32% (Grafik 3.13). Di sisi lain, pada tahun 2010 sektor pertanian masih turun

meski pada triwulan IV-2010 kredit ke sektor pertanian relatif meningkat. Berdasarkan hasil survey

55

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

perbankan BI Bandung, turunnya penyaluran kredit perbankan terutama disebabkan oleh anomali

cuaca.

Grafik 3.12. Porsi Kredit per Sektor Ekonomi Pertanian

2%Pertambang

an0%

Perindustrian

16%

LGA0%

Konstruksi3%

PHR21%

Pengktn, Gudg& Kmnks

5%

Jasa Dunia Usaha2%

Jasa Sosial3%

Lain-lain48%

Sumber: LBU KBI Bandung

Grafik 3.13. Perkembangan Kredit per Sektor Ekonomi

-20

0

20

40

60

80

100

120

Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV*

2010

yoy, % Pertanian Perindustrian

PHR Pengktn, Gudg& Kmnks

Sumber: LBU KBI Bandung

Sementara itu, berdasarkan kelompok bank, penyaluran kredit terbesar masih dilakukan oleh bank

pemerintah, yakni sebesar 61% atau sebesar Rp79,3 triliun pada periode laporan (Grafik 3.14). Namun

demikian, perkembangan pertumbuhan kredit bank pemerintah cenderung menurun, sementara bank

swasta nasional meningkat cukup signifikan (Grafik 3.15). Kinerja penyaluran kredit oleh bank swasta

nasional yang cukup baik berpotensi untuk meningkat mengingat masih relatif kecilnya porsi kredit

bank swasta nasional (37%) dibandingkan jumlah dana yang dihimpun (47%).

Grafik 3.14. Porsi Kredit per Kelompok Bank

Bank Pemerintah

61%

Bank Swasta Nasional37%

Bank Swasta Asing2%

Sumber: LBU KBI Bandung

Grafik 3.15. Perkembangan Kredit per Kelompok Bank

-20

-10

0

10

20

30

40

50

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV*

2009 2010

yoy, %

Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional

Bank Swasta Asing

Sumber: LBU KBI Bandung Dari 26 kabupaten/kota yang berada di Jawa Barat, penyaluran kredit oleh bank yang berkantor di

Kota Bandung adalah yang terbesar, yakni mencapai 46% (Tabel 3.1). Kredit yang disalurkan oleh

perbankan di Kota Bandung mayoritas diperuntukkan sektor PHR serta industri pengolahan. Menurut

angka pertumbuhannya, penyaluran bank berkantor di Kota Bekasi adalah yang tertinggi yakni sebesar

47% yang sebagian besar ditujukan untuk sektor industri pengolahan. Hal ini mengingat daerah

tersebut merupakan salah satu pusat pertumbuhan industri di Jawa Barat.

56

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

Tabel 3.1. Perkembangan Kredit per Kota/Kab di Jawa Barat

Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV* Tw.III* Tw.IV*Kab. Bekasi 0.22 0.27 0.31 1.17 (79.70) (34.72) 0.95%Kab. Purwakarta 1.83 1.95 2.01 1.90 13.61 7.22 1.54%Kab. Karawang 3.17 3.37 3.45 3.71 15.34 20.76 3.02%Kab. Bogor 0.57 0.61 0.64 0.68 (63.42) (60.43) 0.55%Kab. Sukabumi 0.83 0.89 0.90 0.90 9.23 12.27 0.73%Kab. Cianjur 1.61 1.70 1.72 1.75 12.47 9.50 1.42%Kab. Bandung 1.88 2.01 2.12 2.31 18.44 26.87 1.88%Kab. Sumedang 1.26 1.33 1.38 1.46 9.68 18.25 1.19%Kab. Tasikmalaya 0.37 0.39 0.41 0.42 14.12 15.28 0.34%Kab. Garut 1.98 2.09 2.16 2.27 9.55 18.69 1.85%Kab. Ciamis 0.99 1.07 1.13 1.19 14.77 24.01 0.97%Kab. Cirebon 0.52 0.54 0.55 0.57 N/A N/A 0.47%Kab. Kuningan 1.10 1.16 1.17 1.22 13.47 15.42 0.99%Kab. Indramayu 1.51 1.62 1.70 1.81 30.36 25.16 1.48%Kab. Majalengka 1.29 1.67 1.41 1.46 15.69 15.19 1.19%Kab. Subang 2.45 2.54 2.64 2.73 11.59 18.09 2.22%Kota Banjar 0.89 0.93 0.95 0.98 10.84 13.44 0.80%Kota Bandung 48.71 51.62 53.75 57.06 17.01 18.46 46.44%Kota Bogor 8.20 8.64 8.91 9.43 36.84 37.87 7.67%Kota Sukabumi 2.73 2.90 3.02 3.14 15.64 16.25 2.56%Kota Cirebon 6.18 6.55 6.90 7.27 10.49 11.42 5.91%Kota Tasikmalaya 4.43 4.69 4.80 5.12 15.07 20.36 4.17%Kota Cimahi 1.34 1.48 1.48 1.58 20.93 21.53 1.29%Kota Depok 1.82 1.95 2.15 2.32 29.75 31.21 1.88%Kota Bekasi 9.14 9.68 10.04 10.42 46.32 47.27 8.48%

URAIANKredit (Rp Triliun) Pertumbuhan (%, yoy)

Pangsa

Khusus untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), penyaluran kredit perbankan Jawa Barat

meningkat, yakni dari Rp37,7triliun menjadi Rp39,1 triliun (Grafik 3.16). Sementara itu, pangsa kredit

UMKM masih relatif stabil, yakni 29,9%. Peningkatan kredit UMKM terutama disebabkan oleh

tingginya kenaikan kredit kepada Usaha Menengah dibandingkan periode sebelumnya. Di sisi lain,

berdasarkan jenis penggunaannya baik kredit investasi maupun konsumsi masih memiliki kontribusi

yang sama dengan nilai kredit pada periode laporan, masing-masing sebesar Rp5,9 triliun dan Rp33,1

triliun (Grafik 3.17).

Grafik 3.16. Perkembangan Kredit UMKM di Jawa Barat

25

27

29

31

33

35

37

39

41

43

45

-

10

20

30

40

50

60

Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV*

2010

%Triliun Rp

Kredit MKM per Skala Usaha Pangsa Kredit MKM (RHS)

Sumber: LBU KBI Bandung

Grafik 3.17. Porsi Kredit UMKM Per Jenis Penggunaan di Jawa Barat

-

5

10

15

20

25

30

35

Tw.I* Tw.II* Tw.III* Tw.IV*

2010

Rp TriliunModal Kerja Investasi Konsumsi

Sumber: LBU KBI Bandung

57

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

Risiko kredit

Pada periode laporan, risiko kredit perbankan di

Jawa Barat cenderung membaik, sebagaimana

diindikasikan oleh NPL gross yang turun dari

3,51% menjadi 3,05% (Grafik 3.18). Namun

demikian, risiko kredit UMKM sedikit meningkat,

yakni dari 5,25% menjadi 5,30%.

Grafik 3.18. Perkembangan NPL

4,31

4,13

3,92

3,44

3,783,63

3,57

3,52

3,993,91

3,82

3,38

3,42

3,35

3,51

3,05 3,0

3,2

3,4

3,6

3,8

4,0

4,2

4,4

Tw.I

Tw.II

Tw.III

Tw.IV Tw.I

Tw.II

Tw.III

Tw.IV Tw.I

Tw.II

Tw.III

Tw.IV

Tw.I*

Tw.II*

Tw.III*

Tw.IV*

2007 2008 2009 2010

Sumber: LBU KBI Bandung

3. BANK UMUM SYARIAH

Pada triwulan IV-2010 perbankan umum syariah di Jawa Barat mengalami perkembangan

yang cukup baik. Perubahan status salah satu bank umum konvensional menjadi syariah

menyebabkan baik penghimpunan dana maupun pembiayaan tumbuh sangat tinggi menjadi sekitar 2

kali lipat sehingga masing-masing menjadi sebesar Rp9,85 triliun dan Rp7,81 triliun (Grafik 3.19 dan

3.20). Laju pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembiayaan diduga

menyebabkan meningkatnya biaya dana bank umum syariah sebagaimana yang terjadi dengan bank

umum konvensional.

Grafik 3.19. Perkembangan Dana Pihak

Ketiga Perbankan Syariah di Jawa Barat

0

20

40

60

80

100

120

-1 2 3 4 5 6 7 8 9

10

Tw.I

Tw.II

Tw.II

I

Tw.IV

Tw.I

Tw.II

Tw.II

I

Tw.IV

Tw.I*

Tw.II

*

Tw.II

I*

Tw.IV

*

2008 2009 2010

yoy, %Rp Triliun

DPK Pertumbuhan

Sumber: LBU KBI Bandung

Grafik 3.20. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah di Jawa Barat

0

20

40

60

80

100

120

-1 2 3 4 5 6 7 8 9

Tw.I

Tw.II

Tw.II

I

Tw.IV

Tw.I

Tw.II

Tw.II

I

Tw.IV

Tw.I*

Tw.II

*

Tw.II

I*

Tw.IV

*

2008 2009 2010

yoy, %Rp Triliun

Pembiayaan Pertumbuhan

Sumber: LBU KBI Bandung

Lebih tingginya laju pertumbuhan DPK

dibandingkan kredit menyebabkan Financing to

Deposit Ratio (FDR) sedikit turun dari 85,7%

menjadi 83,5% (Grafik 3.21). Perbankan umum

syariah menyebutkan bahwa FDR masih dijaga

dilevel yang cukup tinggi meski sedikit menahan

penyaluran pembiayaan karena menunggu

kepastian kondisi perekonomian ke depan serta

menjaga kualitas pembiayaan.

Grafik 3.21. Perkembangan FDR Perbankan Syariah di Jawa Barat

88,4

82,3

92,2

86,3

83,4

78,5

83,2 84,5

76,8

85,5 85,7

83,5

70

75

80

85

90

95

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2008 2009 2010

%

Sumber: LBU KBI Bandung

58

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

Dengan sikap kehati-hatian yang cukup baik dari perbankan syariah di Jawa Barat rasio Non

Performing Financing (NPF) cenderung turun, yakni dari 3,3% menjadi 2,6% pada periode laporan

(Grafik 3.22). Evaluasi sepanjang tahun 2010 menunjukkan bahwa risiko kredit cenderung membaik

dan pada akhir tahun telah tercapai rekor nilai NPF yang baru.

Grafik 3.22. Perkembangan NPF Perbankan Syariah di Jawa Barat

5,65,1

4,8

3,6

4,5

3,3

4,0

3,1

4,8

3,9

3,3

2,6

-

1

2

3

4

5

6

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2008 2009 2010

%

Sumber: LBU KBI Bandung

4. BANK PERKREDITAN RAKYAT Kinerja BPR Jawa Barat membaik pada periode laporan sebagaimana diindikasikan oleh

peningkatan pertumbuhan kredit, perbaikan efisiensi, serta terjaganya risiko. Pada periode

laporan, pertumbuhan kredit naik dari 18,94% menjadi 21,10% (Grafik 3.23). Meski demikian, aset

BPR Konvensional tumbuh melambat dari 19,81% menjadi 19,71% atau Rp8,48 triliun pada triwulan

IV-2010. Sementara, pertumbuhan DPK turun dari 20,41% menjadi 18,90% atau sebesar Rp6,06

triliun (Grafik 3.24). Kondisi ini terutama disebabkan oleh terpacunya BPR Konvensional untuk

meningkatkan nilai LDRnya.

Grafik 3.23. Perkembangan Aset BPR Jawa Barat

0

5

10

15

20

25

5,0

5,5

6,0

6,5

7,0

7,5

8,0

8,5

9,0

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2009 2010

%, yoyRp Triliun

Aset Pertumbuhan Aset

Sumber: LBU KBI Bandung

Grafik 3.24. Perkembangan DPK dan Kredit BPR Jawa Barat

0

5

10

15

20

25

30

4,0

4,5

5,0

5,5

6,0

6,5

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2009 2010

%, yoyRp Triliun

DPK Kredit Pertumbuhan DPK Pertumbuhan Kredit

Sumber: LBU KBI Bandung

59

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

60

Selain itu, pada triwulan IV-2010 BPR Jawa Barat

semakin berupaya untuk meningkatkan akses

pembiayaannya kepada masyarakat. Hal ini

sebagaimana diindikasikan dengan penambahan

kantor cabang sebanyak 558 unit menjadi 563

unit (Tabel 3.2). Dari aspek efisiensi, kinerja BPR

Jawa Barat berada dalam tren perbaikan. Pada

triwulan IV-2010 BOPO (Beban Operasional –

Pendapatan Operasional) BPR Jawa Barat

membaik dari 74,5% menjadi 73,4% (Grafik

3.25).

Grafik 3.25. Perkembangan BOPO BPR Jawa Barat

88,2

86,9

86,7

86,9 86,9

86,5

87,287,0

85,3

84,8

85,6 85,5

83

84

85

86

87

88

89

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2008 2009 2010

%

Sumber: LBU KBI Bandung

Tabel 3.2. Perkembangan Jumlah Kantor BPR Jawa Barat

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IVJumlah BPR 401 400 400 401 379 379 379 376Jumlah kantor cabang BPR 526 531 532 545 550 553 558 563

152 152 152 153 131 131 131 130Jumlah PD BPR

2009 2010URAIAN

Sumber: LBU KBI Bandung

Berdasarkan risiko yang dihadapi perbankan, BPR Jawa Barat memiliki ketahanan permodalan yang

cukup baik, sebagaimana indikator CAR (Capital Adequacy Ratio) yang sebesar 21,4% (Tabel 3.3).

Sementara itu, risiko kredit (Non Performing Loans) mengalami perbaikan, yakni dari 8,13% pada

triwulan III-2010 menjadi 7,28% pada periode laporan. Penurunan NPL BPR Jawa Barat diperkirakan

akan masih berlanjut di masa mendatang. Selain itu likuiditas masih cukup baik sebagaimana

terjaganya indikator LDR BPR Jawa Barat.

Tabel 3.3. Perkembangan Indikator Kinerja BPR Jawa Barat

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV23.8 23.08 22.6 22.81 23.41 22.3 22.12 21.43

LDR 75.47 75.02 74.89 72.42 71.28 73.83 74.47 73.4386.89 86.45 87.17 87.01 85.25 84.81 85.56 85.51

9.9 9.62 9.58 8.68 8.49 8.09 8.13 7.28NPL BOPO

CAR

2009 2010URAIAN

Sumber: LBU KBI Bandung

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

61

BAB 4 KEUANGAN DAERAH

BAB 4. KEUANGAN DAERAH

62

BAB 4. KEUANGAN DAERAH

Menggeliatnya perekonomian Jawa Barat serta beberapa kebijakan pemerintah pusat terkait

tarif pajak menyebabkan realisasi penerimaan melebihi target. Dari sisi pemerintah pusat,

penerimaan pajak terbesar didorong oleh komponen pajak PPh, PPN impor, serta PBB terhutang.

Sementara itu, penerimaan pajak dari kendaraan bermotor menjadi sumber utama penerimaan

Pemerintah Provinsi. Konsumsi pemerintah pada triwulan IV-2010 meningkat pesat dibandingkan

triwulan lalu akibat percepatan penyaluran belanja hibah dan bantuan kepada kabupaten/kota. Meski

demikian, secara tahunan realisasi belanja pemerintah daerah masih relatif terbatas dengan kisaran

85% hingga 90% atau relatif sama dengan tahun sebelumnya.

Di sisi pengeluaran, realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat hingga triwulan IV-2010

diperkirakan berada dalam kisaran 85% hingga 90% dari total anggaran. Realisasi belanja

langsung diperkirakan lebih baik dibanding tahun lalu mengingat perencanaan maupun pelaksanaan

program, serta realisasi belanja infrastruktur telah berjalan cukup baik. Namun demikian, belanja tidak

langsung diperkirakan mengalami realisasi yang lebih rendah.

1. PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH PROVINSI DI

JAWA BARAT

Pendapatan pemerintah di Jawa Barat meningkat dibandingkan dengan periode lalu.

Komponen penyebab naiknya pendapatan pemerintah adalah realisasi PPh pasal 21, PPN Impor, dan

pelunasan PBB terhutang serta kenaikan pajak dan bea balik nama kendaraan bermotor. Masih

kuatnya konsumsi masyarakat pada periode laporan disebabkan oleh adanya pencairan tunjangan

penghasilan profesi dan guru/dosen, sementara kenaikan jumlah impor turut mendorong

pertumbuhan pajak pemerintah pusat di Jawa Barat. Sementara itu, dampak kebijakan pemerintah

pusat menaikkan tarif STNK serta masih baiknya konsumsi kendaraan bermotor masyarakat selama

tahun 2010 mendorong kinerja PAD Pemerintah Provinsi Jawa Barat melampaui target.

1.1 PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT DI DAERAH

Pertumbuhan perolehan pajak pemerintah pusat di Jawa Barat pada triwulan IV-2010

meningkat cukup tinggi, yakni sebesar 14,6% (yoy) atau menjadi Rp3,48 triliun (Tabel 4.1).

Tingginya pertumbuhan penerimaan pajak pemerintah pusat di Jawa Barat terutama disebabkan oleh

pertumbuhan realisasi PPh pasal 21. Pada triwulan IV-2010 terjadi pencairan tunjangan penghasilan

profesi dan guru/dosen di lingkungan dinas yang merupakan arah kebijakan pemerintah tahun 2010.

Kondisi ini juga ditopang dengan masih relatif stabilnya penghasilan masyarakat Jawa Barat.

Laju pertumbuhan impor yang meningkat pada periode laporan menyebabkan penerimaan PPN

barang impor meningkat cukup tinggi. Berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Pajak I Jawa

Barat, impor barang konsumsi menyebabkan PPN barang impor meningkat cukup tinggi pada triwulan

IV-2010, yakni tumbuh 9,27% menjadi Rp1,14 triliiun. Adapun, pada akhir tahun wajib pajak telah

melakukan pelunasan PBB terhutang setelah pada periode lalu penerimaan PBB mengalami

penurunan. Selain dipicu meningkatnya kesadaran wajib pajak, hal ini juga disebabkan oleh adanya

akumulasi realisasi PBB Migas dan Non Migas pada triwulan IV-2010.

63

BAB 4. KEUANGAN DAERAH

Tabel 4.1. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Pusat di Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I (Rp Miliar)

Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

A. Pajak Penghasilan 1.638,64 1.378,42 1.292,00 1.446,63 1.962,23 1.663,62

B. PPN dan PPN BM 729,03 1.049,18 624,00 722,48 784,46 1.146,44

C. PL dan PIB 38,59 42,79 26,00 45,57 43,29 46,70

D. PBB dan BPTHB 560,78 565,10 86,00 332,31 458,73 622,81

Jumlah 2.967,04 3.035,49 2.028,00 2.547,00 3.248,70 3.479,56

Pertumbuhan (%, yoy) 25,41 4,38 -4,77 10,42 9,49 14,63

Jenis Pajak20102009

Sumber: Direktorat Jenderal Pajak I Jawa Barat

1.2 PENDAPATAN PEMERINTAH PROVINSI

Pendapatan pemerintah provinsi Jawa Barat pada tahun 2010 melebihi target APBD, yakni

sebesar 122,61% (Tabel 4.2). Faktor penyebab besarnya penerimaan pajak Pemerintah Provinsi Jawa

Barat adalah kebijakan pemerintah pusat yang menerapkan kenaikan tarif STNK sehingga pajak dan

bea balik nama kendaraan bermotor serta masih kuatnya konsumsi masyarakat.

Berdasarkan komponennya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) memberikan kontribusi paling besar dari

realisasi pendapatan pemerintah provinsi pada tahun 2010 yakni sebesar Rp7.231,24 miliar, lebih

besar dari APBD 2010 yang hanya sebesar Rp5.622,88 miliar. Selain itu, realisasi dana perimbangan

pada triwulan IV-2010 juga lebih besar dari APBD 2010 yakni sebesar Rp2.427,89 miliar. Peningkatan

realisasi dana perimbangan terutama disebabkan oleh pengalihan beberapa jenis pajak dari pusat,

yakni PBB, PPh pasal 25 dan 29, serta cukai hasil tembakau serta pendapatan non pajak, yakni

pendapatan dari pemanfaatan sumber daya alam hutan, pertambangan, minyak bumi, gas alam, dan

panas bumi.

Tabel 4.2. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat

Realisasi(Rp Miliar)

% Realisasithd APBD

Realisasi(Rp Miliar)

% Realisasithd APBD

I PAD 5.176,29 5.786,26 111,78 5.622,88 7.231,24 128,60 a. Pajak Daerah 4.835,28 4.979,39 102,98 5.147,19 6.470,87 125,72 b. Retribusi Daerah 28,63 38,04 132,84 29,14 32,89 112,84 c. Hasil Perusahaan Milik Daerah 138,21 179,94 130,19 204,22 226,38 110,85 d. Lain-lain PAD 174,17 492,82 282,95 242,32 395,39 163,17

II Dana Perimbangan 1.763,25 2.172,73 123,22 2.105,35 2.427,89 115,32 a. Bagi Hasil Pajak 786,02 939,65 119,55 980,66 1.113,09 113,50 b. Dana Alokasi Umum 977,24 984,30 100,72 1.086,12 1.086,12 100,00 c. Dana Alokasi Khusus - - - 38,57 38,57 100,00

III Lain-lain Pendapatan 12,44 N/A N/A 29,33 N/A N/Aa. Bantuan Keuangan 9,59 N/A N/A 8,29 N/A N/Ab. Lain-lain Penerimaan 2,84 N/A N/A 21,04 N/A N/A

6.951,98 7.958,99 114,49 7.757,56 9.659,13 124,51 Total Pendapatan

Triwulan IV 2009APBD 2009(Rp Miliar)

APBD 2010(Rp Miliar)

Triwulan IV 2010No Uraian

Sumber: Dispenda Jawa Barat

64

BAB 4. KEUANGAN DAERAH

65

Pendapatan Asli Daerah

Bea balik nama kendaraan bermotor tumbuh 54,7% selama tahun 2010 menjadi Rp2,99 triliun.

Sementara itu, pajak kendaraan bermotor naik sebesar 18,5% menjadi Rp2,2 triliun (Tabel 4.3).

Kontribusi kedua jenis pajak tersebut mendorong pertumbuhan PAD sebesar 29,95% menjadi Rp6,47

triliun. Namun demikian, pada akhir tahun penerimaan pajak kendaraan bermotor maupun bea balik

nama kendaraan bermotor sedikit menurun dibandingkan triwulan III-2010. Dinas Pendapatan Provinsi

Jawa Barat menginformasikan bahwa telah berlalunya hari raya Idul Fitri menyebabkan minat atas

pembelian kendaraan bermotor berkurang.

Tabel 4.3. Perkembangan Penerimaan Pajak Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Rp. Miliar)

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

Pajak Kendaraan Bermotor 1.862,29 495,46 551,41 588,20 572,45 2.207,52 18,54

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

1.936,20 657,22 765,16 800,83 772,48 2.995,70 54,72

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

1.084,82 275,23 287,75 298,45 300,61 1.162,04 7,12

Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan AirBawah Tanah dan Air Permukaan

96,08 23,20 27,39 26,59 28,44 105,61 9,92

Jumlah 4.979,39 1.451,11 1.631,71 1.714,07 1.673,98 6.470,87 29,95

Jenis Pajak2010

2009 2010 Pertumbuhan

(%, yoy)

Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat

Dana Perimbangan

Grafik 4.1. Perkembangan Dana Perimbangan Pemerintah Jawa Barat

-

200

400

600

800

1,000

1,200

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2008 2009 2010

Rp MiliarDana Alokasi Umum Dana Bagi Hasil

Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat

Kebijakan pemerintah pusat mengalihkan

beberapa jenis pajak ke daerah meningkatkan

realisasi dana perimbangan khususnya dana bagi

hasil pajak. Beberapa pajak yang dialokasikan

kepada pemerintah daerah adalah pajak bumi

dan bangunan serta panas bumi. Dengan adanya

pengalihan kewenangan tersebut, maka realisasi

dana bagi hasil pajak Pemerintah Provinsi Jawa

Barat melebihi perkiraan.

2. BELANJA DAERAH

2.1. BELANJA APBN DI JAWA BARAT

Realisasi belanja pemerintah pusat di daerah melalui alokasi dana tugas pembantuan dan

dekonsentrasi masih relatif terbatas. Hingga akhir tahun 2010, realisasi fisik dana tugas pembantuan

adalah sebesar 80,31% sementara dana dekonsentrasi sebesar 86,52%. Terhambatnya realisasi dana

diperkirakan karena ketidakpastian kondisi cuaca serta serangan hama yang intensif.

BAB 4. KEUANGAN DAERAH

Dana Tugas Pembantuan

Dana tugas pembantuan adalah dana pemerintah pusat yang diberikan kepada pemerintah daerah

untuk menjalankan program pemerintah pusat. Pada tahun 2010 alokasi dana tugas pembantuan

terbesar diterima oleh Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat untuk perbaikan

jaringan irigrasi dan waduk dalam rangka mendukung program ketahanan pangan nasional. DPSDA

telah merealisasikan anggaran dengan cukup baik yakni sebesar 92% (Tabel 4.4). Sementara itu,

masih terdapat kendala dalam realisasi program peningkatan budidaya pertanian maupun perikanan di

beberapa daerah khususnya akibat anomali iklim.

Tabel 4.4. Anggaran dan Realisasi 5 Daerah Penerima Dana Tugas Pembantuan Terbesar (dalam Miliar Rp)

Realisasi (%) Provinsi/Kabupaten/Kota

Anggaran 2010 Fisik Keuangan

Provinsi Jawa Barat 62,368.40 86.15 92.01

Kabupaten Garut 26.76 92.74 93.86

Kabupaten Sukabumi 19.83 90.12 91.64

Kabupaten Tasikmalaya 18.85 76.54 69.78

Kabupaten Cianjur 9.21 99.22 99.26

Jumlah 62,682.75 80.31 75.88

Sumber: BAPPEDA Provinsi Jawa Barat

Dana Dekonsentrasi

Dana dekonsentrasi adalah dana pemerintah pusat untuk pembiayaan program yang telah

dilimpahkan kepada daerah. Dinas Pendidikan memperoleh alokasi dana terbesar yang diperuntukkan

dan Biaya Operasional Sekolah (BOS). Sama halnya yang terjadi pada program tugas pembantuan,

realisasi dana dekonsentasi mengalami kendala akibat gangguan cuaca terhadap lahan pertanian.

Tabel 4.5. Realisasi Belanja Dinas Provinsi Jawa Barat (dalam Miliar Rp)

Realisasi (%) Dinas

Anggaran 2010 Fisik Keuangan

Dinas Pendidikan 4,838.82 97.54 98.78

Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) 54.70 95.67 95.62

Dinas Pertanian 25.81 77.53 85.22

Dinas Sosial 22.61 91.21 93.01

Dinas Tata Ruang dan Pemukiman 4.69 88.02 100.00

Jumlah 5,107.17 86.52 90.29

Sumber: BAPPEDA Provinsi Jawa Barat

66

BAB 4. KEUANGAN DAERAH

2.2. BELANJA APBD PROVINSI JAWA BARAT

Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat hingga triwulan IV-2010 diperkirakan sama

dengan tahun lalu, yakni berada dalam kisaran 85% hingga 90% dari total anggaran. Realisasi

belanja langsung diperkirakan lebih baik dibanding tahun lalu mengingat perencanaan maupun

pelaksanaan program masing-masing OPD telah berjalan dengan baik, serta realisasi belanja

infrastruktur yang cukup baik oleh Dinas Bina Marga. Namun demikian, belanja tidak langsung

diperkirakan mengalami realisasi yang lebih rendah.

Tabel 4.6. Realisasi Belanja Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat (dalam Miliar Rp)

Jenis Belanja APBD 2009 Realisasi (%) APBD 2010 Realisasi (%)

Pegawai 64,89 97,28 59,18 97,68

Barang dan Jasa 299,16 93,27 293,86 98,19

Modal 340,42 84,62 594,90 91,63

- Tanah 141,65 62,76 84,13 85,08

- Peralatan dan Mesin 2,59 97,07 15,32 94,36

- Pembangunan Jalan & Jembatan 196,18 94,03 495,46 95,44

JUMLAH 706,468 87,78 977,36 95,68

Sumber: Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat

Khusus untuk Dinas Bina Marga, anggaran belanja untuk pembangunan jalan dan jembatan

meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, yakni dari Rp196 miliar menjadi Rp495 miliar. Alokasi

anggaran tersebut diperuntukkan pembangunan proyek pembangunan tol Cisumdawu dan tol Soroja

serta pembebasan tanah ruas jalan Situraja-Darmaraja. Dengan alokasi anggaran yang meningkat

cukup tinggi pada tahun 2010, kinerja realisasi anggaran Dinas Bina Marga masih sangat baik bahkan

cenderung meningkat. Tingkat realisasi anggaran pada tahun 2010 membaik dari 87% menjadi 95%.

Hal ini disebabkan pelaksanaan kegiatan pelelangan serta pembangunan yang dimulai lebih awal,

yakni pada tahun 2009 pada bulan Maret sedangkan pada tahun 2010 dimulai sejak bulan Januari.

Selain itu, penerapan Layanan Pengadaan Secara Elektronik merupakan salah satu faktor pendukung

dalam percepatan proses lelang proyek infrastruktur. Tidak terealisirnya seluruh anggaran proyek

infrastruktur terutama disebabkan oleh hasil lelang yang lebih rendah dari perkiraan. Dengan

demikian, hingga akhir tahun 2010, target pembangunan fisik telah tercapai sepenuhnya dengan

biaya hanya sebesar 95,44% dari perkiraan.

Di lain pihak, realisasi anggaran pembangunan infrastruktur dapat lebih tinggi jika hambatan

administrasi maupun pembangunan dapat diatasi. Beberapa hambatan yang dihadapi oleh Dinas Bina

Marga adalah kelengkapan dokumen pengajuan pembayaran proyek, kemampuan penyedia jasa

peningkatan jalan yang kurang memadai, serta proses pembebasan lahan yang tidak dapat

sepenuhnya terealisir.

67

BAB 4. KEUANGAN DAERAH

Halaman ini sengaja dikosongkan

68

BAB 5

PERKEMBANGAN

SISTEM PEMBAYARAN

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

 

70

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

 

71

Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran nasional baik tunai maupun non tunai

merupakan salah satu dari tiga tugas utama Bank Indonesia. Untuk itu, Bank Indonesia senantiasa

berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup,

jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar (clean money policy). Sementara itu

kebijakan di bidang instrumen pembayaran non tunai tetap diarahkan untuk menyediakan sistem

pembayaran yang efektif, efisien, aman dan handal dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan

konsumen.  

Transaksi sistem pembayaran tunai di Jawa Barat selama triwulan IV-2010 secara umum

mengalami penurunan. Dari sisi peredaran uang kartal, perkembangan aliran uang kartal di wilayah

Jawa Barat masih mengalami net inflow yang mengindikasikan kebutuhan uang tunai untuk transaksi

semakin berkurang seiring dengan semakin banyaknya alat transaksi non tunai seperti transfer via mesin

ATM, alat pembayaran menggunakan kartu dan uang elektronik. Khusus untuk triwulan IV-2010, terjadi

penurunan net inflow di Jawa Barat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yang terjadi di wilayah

kerja KBI Bandung dan KBI Tasikmalaya.

Sementara itu, sistem pembayaran non tunai terus mengalami kenaikan selama triwulan IV-

2010. Peningkatan kegiatan non tunai terutama terjadi pada transaksi RTGS tercatat mengalami kenaikan

dari sisi nominal. Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya kebutuhan transaksi

masyarakat secara cepat, efisien dan aman.

1. PENGEDARAN UANG KARTAL

1.1. ALIRAN UANG KARTAL MASUK/KELUAR (INFLOW/OUTFLOW)

Seperti kondisi pada periode-periode sebelumnya, perkembangan aliran uang kartal di wilayah

Jawa Barat masih mengalami net inflow. Kondisi ini terjadi, karena aliran uang yang masuk (inflow)

ke Bank Indonesia di regional Jawa Barat (meliputi KBI Bandung, KBI Cirebon, dan KBI Tasikmalaya) lebih

besar dibandingkan aliran uang yang keluar ke masyarakat Jawa Barat (outflow). Kondisi ini

menunjukkan bahwa kebutuhan uang tunai untuk transaksi semakin berkurang di masyarakat seiring

dengan semakin mudahnya transaksi secara non tunai melalui transfer via ATM (Automated Teller

Machine), uang elektronik, dan alat pembayaran menggunakan kartu.

Khusus untuk triwulan IV-2010, net inflow mengalami sedikit penurunan, yaitu dari sebesar Rp3,13 triliun

pada triwulan III-2010 menjadi Rp2,83 triliun pada triwulan IV-2010, atau turun 9,58% (qtq). Penurunan

tersebut disebabkan karena adanya penurunan inflow sebesar Rp2,25triliun yang lebih besar daripada

penurunan outflow sebesar Rp1,95 triliun. Baik inflow maupun outflow mengalami penurunan karena

kebutuhan masyarakat terhadap uang tunai pada triwulan IV-2010 tidak sebesar pada saat Lebaran di

triwulan III-2010.

Penurunan net inflow terjadi di KBI Bandung dan KBI Tasikmalaya, yang masing-masing turun dari

sebesar Rp1,56 triliun menjadi Rp1,41 triliun dan dari Rp0,61 triliun menjadi Rp0,36 triliun. Di sisi lain,

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

 

72

KBI Cirebon mengalami peningkatan net inflow sebesar Rp100 miliar, atau tumbuh 10% dibandingkan

triwulan sebelumnya. Peningkatan net inflow di KBI Cirebon disebabkan karena penurunan inflow lebih

kecil daripada penurunan outflow.

Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal Di Jawa Barat

-

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV

2007 2008 2009 2010

(Rp

Triliu

n)

Outflow Net Inflow Inflow

Sumber: BI Bandung, BI Tasikmalaya & BI Cirebon

Setelah mengalami peningkatan yang cukup tinggi pada triwulan III-2010 mencapai 191% (qtq) untuk

uang kertas dan 2.048% (qtq) untuk uang logam seiring dengan kebutuhan masyarakat untuk Lebaran,

aliran uang yang keluar dari KBI Bandung pada triwulan IV-2010 mengalami penurunan yang cukup

besar dibandingkan triwulan sebelumnya. Meskipun demikian, aliran uang keluar tersebut masih lebih

tinggi jika dibandingkan dengan aliran uang keluar pada triwulan II-2010 karena terdapat musim liburan

Natal dan Tahun Baru 2011.

Nominal yang banyak diperlukan oleh masyarakat pada triwulan IV-2010 adalah uang pecahan besar

yaitu pecahan Rp50.000 (18,53 juta bilyet atau 50% dari total bilyet keluar) dan Rp100.000 (12,28 juta

bilyet atau 33,2%). Hal ini berbeda dengan kebutuhan pada saat triwulan III-2010 yang didominasi oleh

kebutuhan uang pecahan kecil Rp1000 – Rp10.000 yang mencapai 85,18 juta bilyet atau 60,9% dari

total bilyet keluar.

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

 

73

Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui KBI Bandung

Nominal Bilyet/Keping Nominal Bilyet/Keping(Rp J uta) (J uta) (Rp J uta) (J uta)

Uang Kertas100,000 1,707,483.30 17.07 1,228,471.70 12.28 -28.05% -28.05%

50,000 1,425,437.00 28.51 926,327.30 18.53 -35.01% -35.01%20,000 181,069.86 9.05 16,346.12 0.82 -90.97% -90.97%10,000 262,705.76 26.27 13,716.71 1.37 -94.78% -94.78%

5,000 127,082.93 25.42 10,362.23 2.07 -91.85% -91.85%2,000 65,721.02 32.86 3,382.88 1.69 -91.85% -91.85%1,000 632.82 0.63 151.87 0.15 -76.00% -76.00%

Total 3,770,132.69 139.82 2,198,758.81 36.92 -41.68% -73.60%

Uang Logam1,000 11,421.13 11.42 1,074.46 1.07 -90.59% -90.59%

500 1,958.76 3.92 5.25 0.01 -99.73% -99.73%200 723.40 3.62 46.80 0.23 -93.53% -93.53%100 668.69 6.69 43.32 0.43 -93.52% -93.52%

50 146.00 2.92 7.81 0.16 -94.65% -94.65%25 0.00 0.00 - - -100.00% -100.00%

Total 14,917.97 28.56 1,177.64 1.91 -92.11% -93.32%

J enis PecahanPertumbuhan (qtq)Tw. III-2010 Tw. IV-2010

Nominal Bilyet/Keping

Sumber: BI Bandung

1.2. PENYEDIAAN UANG KARTAL LAYAK EDAR

Jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang dimusnahkan, atau yang disebut juga dengan

kegiatan Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) di KBI Bandung tercatat mengalami

peningkatan pada triwulan IV-2010 dibandingkan periode sebelumnya. Peningkatan tersebut

disebabkan karena banyaknya aliran uang yang masuk dari masyarakat melalui kegiatan penukaran uang

untuk kebutuhan Lebaran pada triwulan III-

2010 baru dimusnahkan pada triwulan IV-

2010. Pada triwulan IV-2010, jumlah uang

yang dimusnahkan adalah sebanyak 156,62

juta bilyet, dengan total nominal senilai

Rp3,6 triliun. Nilai tersebut lebih tinggi

dibandingkan PTTB pada triwulan III-2010,

baik dari sisi jumlah bilyet maupun

nominalnya. Jenis pecahan yang paling

banyak dimusnahkan adalah uang pecahan

Rp50.000, dengan porsi sebesar 20,27%

dari seluruh pecahan uang. Selanjutnya,

jenis pecahan yang paling banyak

dimusnahkan adalah pecahan Rp1.000

(20%); Rp2.000 (18%); serta pecahan Rp5.000 (14%).

0,00 

40,00 

80,00 

120,00 

160,00 

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2009 2010

Juta Lembar

Rp100rb  Rp50rb  Rp20rb Rp10rb Rp5rb Rp2rb Rp1rb

Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Kantor Bank Indonesia Bandung

Sumber: BI Bandung

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

 

74

Uang dengan nominal pecahan kecil (Rp1.000 – Rp5.000) masih mendominasi pemusnahan uang pada

triwulan IV-2010 mencapai 52,91% dari keseluruhan bilyet uang yang dimusnahkan. Disisi lain, uang

pecahan kecil yang dikeluarkan ke masyarakat pada triwulan IV-2010 hanya sebesar 10,61% dari

keseluruhan bilyet uang yang dikeluarkan. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan rusak dari uang

pecahan kecil lebih tinggi daripada uang pecahan besar maupun pecahan sedang. Untuk memperlama

umur uang, Bank Indonesia terus berupaya memberikan sosialisasi mengenai perlakuan uang yang baik

dan benar (3D – Didapat, disimpan, disayang).

82,5183,46

5,37  5,93 12,12  10,61 

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2009 2010

Pecahan Besar (Rp50rb-Rp100rb) Pecahan Sedang (Rp10rb-Rp20rb)

Pecahan Kecil (Rp1rb-Rp5rb)

Bilyet Outflow (%)

32,52  29,96 

14,22  17,13 

53,25  52,91 

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2009 2010

Pecahan Besar (Rp50rb-Rp100rb) Pecahan Sedang (Rp10rb-Rp20rb)

Pecahan Kecil (Rp1rb-Rp5rb)

Bilyet PTTB (%)

Sumber: BI Bandung Sumber: BI Bandung

1.3. UANG PALSU

Penemuan uang palsu di wilayah kerja KBI Bandung mengalami penurunan dari sisi jumlah

bilyet dibandingkan periode sebelumnya. Selama triwulan IV-2010, tercatat sebanyak 2.254 lembar

uang palsu ditemukan, dengan nominal sebesar Rp147,62 juta. Dari total uang palsu yang ditemukan

tersebut, sebanyak 55,9% merupakan uang palsu nominal Rp50.000 dan 36,4% uang palsu nominal

Rp100.000. Untuk meminimalisasi peredaran uang palsu tersebut, BI Bandung terus berupaya

memberikan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada semua lapisan masyarakat, menyediakan

sarana informasi hotline service, serta iklan layanan masyarakat.

2. SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI

Berkembangnya perekonomian domestik meningkatkan kebutuhan masyarakat akan kecepatan,

kehandalan, dan keamanan dalam melakukan transaksi. Untuk itu, Bank Indonesia secara terus menerus

melakukan penyempurnaan dan pengembangan terhadap sistem yang telah ada, termasuk diantaranya

Grafik 5.3. Proposi Outflow Berdasarkan Bilyet Pecahan Uang

Grafik 5.4. Proposi PTTB Berdasarkan Bilyet Pecahan Uang

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

 

75

melalui penyelenggaraan kliring dan Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Peningkatan

kegiatan pembayaran non tunai terjadi dengan menggunakan RTGS yang berbasis pada kehandalan,

tepat waktu dan aman.

2.1 KLIRING LOKAL

Perkembangan sistem pembayaran di bidang kliring1 di Jawa Barat tidak mengalami perubahan

yang signifikan, apabila dilihat dari sisi nominal. Selama triwulan IV-2010, transaksi melalui kliring

yang diselesaikan (meliputi kliring debet2 dan dan kliring kredit) senilai Rp33,79 triliun, mengalami

peningkatan sebesar 6,53% dibandingkan triwulan IV-2009 atau sebesar 0,02% dibandingkan periode

sebelumnya. Peningkatan tersebut didukung oleh adanya peningkatan pada wilayah Bandung dan

Cirebon, meskipun terjadi penurunan nominal kliring pada wilayah Tasikmalaya.

Adapun jumlah warkat kliring yang sah sebagai alat transaksi oleh masyarakat sebanyak 1.328.202

lembar, mengalami penurunan sebesar 4,85% dibandingkan triwulan IV-2009 atau sebesar 10,01%

dibandingkan periode sebelumnya. Meskipun terdapat penurunan jumlah warkat, terdapat peningkatan

transaksi per warkat dari Rp22,92 juta pada triwulan III-2010 menjadi Rp25,39 juta pada triwulan IV-

2010.

Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal di Jawa Barat

Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV qtq yoyJawa Barat Nominal (Rp Triliun) 30,8 31,7 31,1 32,1 33,8 33,8 0,02 6,53

Volume (Lembar) 1.393.539 1.395.897 1.428.796 1.468.878 1.475.903 1.328.202 -10,01 -4,85

Bandung Nominal (Rp Triliun) 25,73 26,53 26,03 26,74 28,00 28,07 0,24 5,82Volume (Lembar) 1.170.331 1.156.827 1.188.038 1.220.141 1.216.903 1.123.397 -7,68 -2,89

Tasikmalaya Nominal (Rp Triliun) 1,57 1,65 1,59 1,65 1,88 1,65 -12,31 -0,24Volume (Lembar) 59.573 75.465 75.617 78.693 85.859 77.190 -10,10 2,29

Cirebon Nominal (Rp Triliun) 3,45 3,55 3,49 3,69 3,91 4,08 4,36 14,97Volume (Lembar) 163.635 163.605 165.141 170.044 173.141 127.615 -26,29 -22,00

2009Wilayah Keterangan

2010 Pertumbuhan

 Sumber: Bank Indonesia

2.2 REAL TIME GROSS SETTLEMENT (RTGS)

Transaksi RTGS masih mendominasi sistem pembayaran non tunai di Jawa Barat, karena

keunggulan RTGS dalam kecepatan penyelesaian transaksi (seketika) dan risiko penyelesaian

transaksi yang dapat diperkecil. Perkembangan penyelesaian transaksi RTGS (dari dan ke Jawa Barat),

selama triwulan IV-2010, secara nominal maupun volume masih mengalami peningkatan dibandingkan

triwulan sebelumnya, yaitu mencapai sebesar Rp202,65 triliun dan 308.140 transaksi RTGS, atau

                                                             

1 liring adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar-peserta kliring, dan perhitun ya diselesaikan pada aktu tertentu.

K gannw2 Kliring debet merupakan transaksi kliring debet penyerahan dikurangi kliring debet pengembalian. 

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

 

76

meningkat sebesar 7,40% dari nominal transaksi triwulan sebelumnya dan sebesar 37,69% dari nominal

transaksi triwulan IV-2009. Secara rata-rata bulanan, transaksi RTGS di masyarakat mencapai sebesar

Rp67,55 triliun dan 102.713 transaksi. Dengan demikian terjadi peningkatan rata-rata transaksi bulanan

RTGS senilai Rp4,65 triliun.

Grafik 5.5. Perkembangan Transaksi BI-RTGS Di Jawa Barat

-

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

300.000

350.000

-

50

100

150

200

250

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV

2007 2008 2009 2010

transaksi (Volume)Rp Triliun (Nilai)

Volume Nilai

Sumber: Bank Indonesia

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

78

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

Dalam periode tiga tahun terakhir setiap pertumbuhan PDRB Jawa Barat sebesar 1 %

meningkatkan penyerapan tenaga kerja rata-rata sebesar 197.734 orang dengan kemampuan

penyerapan tertinggi terjadi pada sektor industri pengolahan. Relatif kuatnya daya serap

pertumbuhan terhadap tenaga kerja seiring dengan kinerja ekonomi Jawa Barat selama tahun 2009

hingga 2010 yang membaik yang menyebabkan kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat juga terus

menunjukan perbaikan. Hal ini tercermin dari kenaikan jumlah penduduk di Jawa Barat yang bekerja serta

menurunnya tingkat pengangguran di Jawa Barat. Peningkatan jumlah tenaga kerja antara lain berada

pada sektor industri dan sektor konstruksi.

Tingkat kesejahteraan masyarakat Jawa Barat juga mengalami peningkatan. Membaiknya

kesejahteraan tersebut didorong oleh meningkatnya pendapatan sebagaimana yang tercermin dari indeks

penghasilan dan meningkatnya Nilai Tukar Petani (NTP) di Jawa Barat.

1. KETENAGAKERJAAN

Keadaan Ketenagakerjaan Jawa Barat

Perkembangan ketenagakerjaan di Jawa Barat

menunjukkan kondisi yang semakin baik. Hal ini

diindikasikan dengan tingkat pengangguran di Jawa

Barat yang menurun, searah dengan perekonomian

Jawa Barat yang mengalami peningkatan.

Berdasarkan rilis BPS Jawa Barat terbaru, jumlah

penduduk Jawa Barat yang bekerja relatif tetap yaitu

sebanyak 16,9 juta orang baik pada Agustus 2009

maupun Agustus 2010. Sementara itu jumlah

penduduk yang menganggur mengalami penurunan

yaitu dari 2,1 juta orang menjadi 2 juta orang.

Dengan kondisi tersebut, tingkat pengangguran

terbuka turun dari 10,96% pada Agustus 2009

menjadi 10,33% pada Agustus 2010.

Grafik 6.1. Perkembangan Ketenagakerjaan di Jawa Barat

16.5

16.9

16.9

2.3 2.1 2.0

8

12

16

0

5

10

15

20

Ags-08 Aug-09 Aug-10

%Juta orang

Penduduk Bekerja (sumbu kiri)

Penganggur (sumbu kiri)

Tingkat Pengangguran Terbuka (sumbu kanan)

Sumber : BPS Jawa Barat

Berdasarkan lapangan pekerjaan utamanya, terdapat kenaikan jumlah tenaga kerja pada sektor industri,

konstruksi, jasa kemasyarakatan, keuangan dan jasa perusahaan, serta pertambangan. Kenaikan tenaga

kerja terbesar terdapat pada sektor industri, meningkat dari 18,2% pada Agustus 2009 menjadi 20%

pada Agustus 2010. Hal ini terjadi seiring dengan berkembangnya sektor industri di Jawa Barat.

79

80

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

Tabel 6.1 Penduduk Bekerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama

Sektor Agust-08 Agust-09 Agust-10

Jumlah (juta) 4,21 4,26 3,96

Proporsi 25,6% 25,2% 23,4%

Jumlah 0,09 0,09 0,11

Proporsi 0,6% 0,6% 0,7%

Industri Jumlah 2,94 3,07 3,39

Proporsi 17,8% 18,2% 20,0%

Jumlah 0,04 0,04 0,06

Proporsi 0,2% 0,3% 0,4%

Jumlah 1,02 0,97 1,01

Proporsi 6,2% 5,7% 5,9%

Jumlah 4,18 4,30 4,21

Proporsi 25,4% 25,5% 24,8%

Jumlah 1,39 1,44 1,21

Proporsi 8,5% 8,5% 7,1%

Jumlah 0,27 0,26 0,34

Proporsi 1,6% 1,6% 2,0%

Jumlah 2,33 2,46 2,66

Proporsi 14,1% 14,5% 15,7%

Total Jumlah 16,48 16,90 16,94

Transportasi

Keuangan dan Jasa Perusahaan

Jasa Kemasyarakatan

Pertanian

Pertambangan

Listrik, Gas, dan Air

Konstruksi

Perdagangan

Sumber : BPS Jawa Barat

Pertumbuhan perekonomian Propinsi Jawa

Barat yang semakin membaik

meningkatkan penyerapan tenaga kerja.

Berdasarkan data tiga tahun terakhir,

diindikasikan bahwa rata-rata kenaikan 1%

pertumbuhan PDRB Jawa Barat akan

meningkatkannya penyerapan tenaga kerja

sebesar 197.734 orang. Secara sektoral,

peningkatan penyerapan tenaga kerja

paling tinggi adalah sektor industri

pengolahan yaitu sebesar 101.990 orang.

Hal ini sejalan dengan hasil liaison KBI

Bandung, dimana industri di Jawa Barat

sebagian besar merupakan industri padat

karya, sehingga kinerja sektor tersebut

berpengaruh secara signifikan terhadap

jumlah tenaga kerja.

Grafik 6.2. Rata-rata Peningkatan Penyerapan

Tenaga Kerja Akibat Pertumbuhan PDRB 1%

Pengolahan101,990

Jasa‐jasa   19,760 

Pertanian 40,745

Transportasi,  10,451 

Perdagangan11,860 

Keuangan4,878 

Konstruksi5,675 

LGA2,090  Pertambangan

285 

Sumber: Hasil Pengolahan Sementara, KBI Bandung

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

Terus membaiknya kondisi ketenagakerjaan juga

terindikasikan dari hasil Survei Kegiatan Dunia

Usaha (SKDU) di Jawa Barat. Penggunaan

tenaga kerja mengalami pertumbuhan walaupun

melambat sepanjang triwulan-III sampai dengan

triwulan-IV 2010 setelah sempat naik pada

triwulan-II 2010 sebagaimana tercermin pada

SBT yang bernilai positif. Dilihat dari sisi sektoral,

peningkatan terbesar sepanjang tahun 2010

terjadi pada sektor Perdagangan, Hotel dan

Restoran dan sektor pertanian. Pada periode

laporan, kenaikan tenaga kerja terjadi terutama

pada sektor pertanian. Sektor PHR mengalami pertumbuhan tenaga kerja yang positif, namun melambat

dibandingkan periode sebelumnya. Sedangkan sektor industri pengolahan masih mengalami

pertumbuhan tenaga kerja yang negatif, namun tumbuh meningkat dibandingkan periode sebelumnya.

Grafik 6.3. SBT Indikator Jumlah Tenaga Kerja

-7.79

-10.39

1.6

-1.43

4.754.2

1.76

-6.47

2.3

-1.61

4.76

2.682.18

4.34

1.13 1.74

-12

-6

0

6

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2007 2008 2009 2010

SBT

Total Sektor Pertanian PHR Pengolahan Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, KBI Bandung

Sedangkan berdasarkan hasil liaison yang dilakukan KBI Bandung tahun 2010 terhadap pelaku usaha,

diindikasikan bahwa sepanjang triwulan-I sampai dengan triwulan-III tahun 2010 pelaku usaha melakukan

penambahan jumlah tenaga kerja dengan tren yang menurun sesuai dengan peningkatan kondisi usaha

karena peningkatan permintaan ekspor maupun impor. Hal tersebut tercermin dari hasil likert scale

penggunaan tenaga kerja yang positif. Namun pada triwulan IV-2010 diindikasikan terjadi pengurangan

tenaga kerja dalam rangka efisiensi biaya yang tercermin dari hasil hasil likert scale penggunaan tenaga

kerja yang negatif yaitu sebesar -0.13

2. KESEJAHTERAAN Seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi

Jawa Barat, tingkat kesejahteraan masyarakat

turut mengalami peningkatan. Membaiknya

tingkat kesejahteraan tercermin dari meningkatnya

indikator pendapatan. Pendapatan masyarakat Jabar

meningkat sebagaimana yang diindikasikan oleh

hasil Survei Konsumen di Kota Bandung yang

menunjukkan angka indeks yang rata-rata berada

diatas 100, dimana lebih banyak masyarakat yang

memandang adanya kenaikan penghasilan

dibandingkan yang merasa ada penurunan

penghasilan selama 2010 (Grafik 6.3). Dengan demikian, meningkatnya pendapatan akan menyebabkan

naiknya daya beli masyarakat Jawa Barat yang pada akhirnya memperbaiki tingkat kesejahteraan.

Grafik 6.4. Indeks Penghasilan

40

60

80

100

120

140

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2008 2009 2010

Penghasilan saat ini Garis 100

Sumber: Survei Konsumen, KBI Bandung

81

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

82

Membaiknya pendapatan juga terindikasikan dari meningkatnya Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Barat dari

99,8 pada periode sebelumnya menjadi 101,4 pada triwulan IV-2010. Nilai NTP diatas 100 mencerminkan

pendapatan petani secara riil telah membaik. Peningkatan NTP khususnya berlaku untuk petani pada sub

sektor tanaman pangan dan perikanan. Hal ini mengindikasikan meningkatnya kesejahteraan para petani

tanaman pangan dan petani perikanan pada triwulan IV-2010.

Tabel 6.2. Nilai Tukar Petani per Sub Sektor di Jawa Barat (2007 = 100)

No. Sektor, Kelompok, & Subkelompok Tw.IV-09 Tw.I-10 Tw.II-10 Tw.III-10 Tw.IV-101 Tanaman pangan 91,1 91,3 89,2 91,7 94,9

2 Hortikultura 105,8 107,8 109,9 114,3 112,2

3 Tanaman Perkebunan Rakyat 110,9 111,6 113,3 112,3 111,7

4 Perternakan 101,4 100,0 99,5 99,4 98,6

5 Perikanan 109,1 108,7 108,8 109,9 114,8

6 Gabungan/Provinsi 98,0 98,3 97,6 99,8 101,4

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

83

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

84

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

1. PROSPEK EKONOMI MAKRO

Memasuki tahun 2011, perekonomian Jawa Barat pada triwulan pertama diperkirakan

berpotensi meningkat. Setelah tumbuh melambat pada laju 4,5% (yoy) pada triwulan IV-2010,

pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2011 diperkirakan berada pada kisaran 5,8 – 6,4% (yoy).

Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha yang dilakukan oleh KBI Bandung, ekspektasi para

pelaku usaha dalam memandang kegiatan dunia usaha pada triwulan I-2011 mengalami peningkatan

tercermin pada Saldo Bersih Tertimbang (SBT) yang masih positif mencapai 19,18%. Kegiatan usaha

yang diperkirakan mengalami perkembangan positif tertinggi adalah sektor pertanian, perdagangan

hotel restoran (PHR) dan industri pengolahan.

Dari sisi permintaan, meningkatnya pertumbuhan disumbang oleh peningkatan konsumsi rumah

tangga dan kenaikan investasi. Peningkatan konsumsi rumah tangga salah satunya disebabkan oleh

faktor membaiknya daya beli akibat rendahnya inflasi dan optimisme masyarakat terhadap ekonomi.

Optimisme terhadap kuatnya ekonomi tercermin dari masih tingginya keyakinan konsumsi terutama

yang bersumber dari optimisme terhadap ekspektasi ekonomi ke depan. Selain itu, meningkatnya

pendapatan masyarakat juga terjadi karena kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) riil serta naiknya

produksi komoditas pertanian, khususnya padi berkenaan dengan adanya panen raya di triwulan I-

2011. Sementara itu, investasi juga diperkirakan terus membaik seiring dengan meningkatnya

permintaan yang mengakibatkan sektor usaha melakukan realisasi investasi untuk meningkatkan

produksi. Indikasi peningkatan investasi tercermin dari naiknya impor barang yang sampai periode

terakhir mencapai pertumbuhan sebesar 150%. Kinerja ekspor diperkirakan masih mencatat

pertumbuhan yang tinggi, meskipun dengan laju yang melambat. Masih kuatnya kinerja ekspor sejalan

dengan perkiraan masih berlanjutnya proses pemulihan ekonomi dunia.

Grafik 7.1. Indeks Keyakinan Konsumen

40

60

80

100

120

140

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1

2008 2009 2010 2011

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)

Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Garis 100

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.

Grafik 7.2. Impor Barang Modal

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

600%

700%

800%

900%

0

25

50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2009 2010

Ribu Ton

Volume Impor Barang Modal Pertumbuhan (yoy, sumbu kanan)

Sumber: Bank Indonesia

Dari sisi sektoral, ketiga sektor dominan di Jawa Barat diperkirakan mengalami peningkatan pada

triwulan I-2011 dibandingkan triwulan sebelumnya. Meningkatnya pertumbuhan sektor industri sejalan

dengan kuatnya aktivitas ekonomi, khususnya di dalam negeri, baik di wilayah Jawa Barat, maupun

secara nasional. Sektor PHR juga mengalami peningkatan, seiring kuatnya konsumsi sebagaimana yang

tercermin dari masih tingginya indeks penjualan eceran. Di sisi lain, produksi padi diperkirakan

85

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

mengalami peningkatan selama triwulan I-2011, akibat adanya masa panen raya yang dimulai pada

bulan Februari 2011.

Dengan perkiraan tersebut, maka pertumbuhan ekonomi Jawa Barat selama tahun 2011 diproyeksikan

masih berada dalam fase ekspansi. Perkiraan masih kuatnya ekonomi tersebut berasal dari perkiraan

laju pertumbuhan ekonomi pada sektor industri, sektor PHR, dan sektor pertanian yang dalam fase

ekspansi.

2. PRAKIRAAN INFLASI

Laju inflasi Jawa Barat diperkirakan akan dalam kisaran 6,0%-6,8% (yoy) dengan

kecenderungan kearah batas bawah. Terjaganya laju inflasi Jawa Barat disebabkan oleh terjaganya

ekspektasi inflasi masyarakat, respon sektoral yang cukup baik dalam mengantisipasi kenaikan

permintaan domestik (lihat Boks Kondisi Bahan Pangan Dapat Memenuhi Demand Jawa Barat di awal

Tahun 2011), nilai tukar rupiah yang relatif stabil, serta harga volatile foods yang relatif terjaga.

Faktor fundamental inflasi diperkirakan akan cenderung lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2010.

Kebijakan Bank Indonesia yang menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi sebesar 6,75%

disambut baik oleh pasar sehingga diduga dapat menjaga ekspektasi inflasi masyarakat serta persepsi

investor di pasar modal (Grafik 7.4). Aliran modal asing dijaga tetap terkendali sehingga tekanan dari

eksternal tetap minimal. Selain itu, sisi sektoral Jawa Barat diperkirakan dapat merespon peningkatan

konsumsi domestik sebagaimana yang ditunjukkan dengan kapasitas terpakai yang masih berada

dibawah level 80% (Grafik 7.5).

Grafik 7.3. Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung

100110120130140150160170180190200

-2

-1

0

1

2

3

4

5

6

Tw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IV Tw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.ITw.IITw.IIITw.IVTw.I

2008 2009 2010 2011

SB% (inflasi)

Inflasi (qtq) SK* SK**

Sumber: SK-BI Bandung; BPS Jawa Barat. Keterangan: SK*=Ekspektasi terhadap harga pada 3 bulan sebelumnya; SK**= Ekspektasi terhadap harga pada 6 bulan sebelumnya

Grafik 7.4. Kapasitas Terpakai Sektor Ekonomi di Jawa Barat

50

55

60

65

70

75

80

Tw.I

Tw.II

Tw.II

I

Tw.I V

Tw.I

Tw.II

Tw.II

I

Tw.IV

Tw.I

Tw.II

Tw.II

I

Tw.I V

2008 2009 2010

%

Sumber: SKDU-BI Bandung

Dari sisi non fundamental, beberapa kebijakan pemerintah seperti kenaikan cukai rokok pada awal

tahun 2011 diperkirakan akan berdampak minimal terhadap laju inflasi Jawa Barat. Selain itu, pajak

ekspor CPO (Crude Palm Oil) yang naik dan berlaku sejak bulan Februari 2011 diperkirakan akan

86

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

menjaga harga bahan baku minyak goreng, sehingga dampak tidak langsung kenaikan harga minyak

dunia akan minimal terhadap perkembangan harga komoditas pangans strategis.

Di lain pihak, harga bahan pangan diperkirakan akan cenderung menurun. Puncak panen padi akan

dimulai pada minggu ke-2 bulan Februari 2011 sehingga dapat meredam aksi ambil untung yang

dilakukan pedagang. Dampak anomali cuaca diperkirakan akan mulai berkurang sehingga pasokan

beberapa komoditas perishable akan mulai kembali normal. Selain itu, Forum Koordinasi Pengendalian

Inflasi (FKPI) Jawa Barat akan tetap mengawal perkembangan harga komoditas pangan strategis dalam

level yang terkendali, melalui sinergi kebijakan stabilisasi harga pangan.

Dalam pertemuan tingkat tinggi FKPI Jawa Barat pada tanggal 5 Januari 2011 telah menyepakati

beberapa poin pengendalian inflasi yang terangkum dalam 10 Langkah Strategis Pengendalian Inflasi,

yakni :

1. Peningkatan produktivitas padi di Jawa Barat

2. Gerakan budidaya cabe di pekarangan (dalam pot) rumah melalui kerjasama dengan PKK

3. Percepatan penyaluran raskin tahun 2011 (alokasi pagu raskin sebesar 511 ribu ton)

4. Operasi Pasar beras terus dilakukan oleh Perum Bulog Divre III Jawa Barat sesuai dengan

kebutuhan daerah

5. Peningkatan produksi perikanan di Jawa Barat yang terintegrasi dengan program nasional

6. Pengendalian distribusi DOC dalam rangka memenuhi kebutuhan para peternakan rakyat

7. Persiapan sistem distribusi pangan melalui pembentukan food centre dan terminal agrobisnis (pada

akhir tahun 2010, studi kelayakan telah selesai dilakukan oleh akademisi)

8. Konsolidasi dengan pemerintah kabupaten/kota, khususnya Kota Bekasi, Depok, dan Bogor yang

memiliki angka inflasi tinggi dan TPID/FKPI yang baru terbentuk

9. Melaksanakan Operasi Pasar Murah untuk komoditas beras, gula pasir, dan minyak goreng dengan

alokasi dana APBD sebesar Rp40 miliar

10. Meningkatkan awareness masyarakat dalam rangka mencapai harga barang/jasa secara umum

yang stabil

Dari sepuluh langkah strategis tersebut, telah diimplementasikan upaya percepatan penyaluran Raskin

oleh Bulog dengan telah ditandatanganinya SK tentang pagu Raskin Jawa Barat 2011 dua hari setelah

pertemuan FKPI. SK tersebut telah ditindaklanjuti oleh Bulog Divre Jabar dengan penyaluran Raskin

pada minggu kedua Januari 2011.

Meskipun terdapat beberapa faktor yang dapat menahan kenaikan inflasi Jawa Barat, terdapat faktor

yang dapat menyebabkan tekanan inflasi. Kondisi perekonomian Eropa yang sedang dalam masa

pemulihan serta krisis politik di Mesir berpotensi memberikan tantangan ketidakpastian perekonomian

global yang diindikasikan oleh semakin meningkatnya harga minyak dunia.

87

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

88

BOKS *

KONDISI BAHAN PANGAN DAPAT MEMENUHI DEMAND JAWA BARAT DI AWAL TAHUN 2011

Upaya menjaga level inflasi di level yang rendah dan stabil tidak semata-mata menjadi tanggung jawab Bank

Indonesia melalui kebijakan moneternya mengingat terdapat faktor yang mempengaruhi inflasi yang berada diluar

kontrol Bank Indonesia, yaitu inflasi yang disebabkan oleh pergerakan harga komoditas bahan pangan (volatile

foods) dan komoditas yang harganya dikontrol oleh pemerintah (administered price). Dari beberapa faktor

penyumbang tersebut, inflasi bahan pangan pada tahun 2010 memiliki kontribusi yang terbesar di hampir seluruh

daerah, yang disebabkan oleh hambatan ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi, serta dampak tidak

langsung dari meningkatnya harga pangan di luar negeri. Hambatan-hambatan tersebut pada tahun 2011

diprediksi masih akan berlanjut, termasuk di Jawa Barat yang merupakan salah satu produsen bahan pangan

utama bagi Indonesia. Di sisi lain, membaiknya ekonomi telah membawa pada perbaikan pendapatan sehingga

daya beli masyarakat untuk berkonsumsi pada 2011 akan menguat. Terkait dengan problem di sisi supply dan

demand tersebut maka diperlukan suatu kajian terkait dengan aspek produksi, stok, dan konsumsi bahan pangan

di Jawa Barat, sehingga tekanan inflasi di Jawa Barat pada 2011 dapat diperkirakan dan dilakukan antisipasi untuk

meredamnya.

Perkembangan Pertumbuhan Komoditas Bahan Pangan Secara Triwulanan (qtq)

Triwulan IV-2010 Triwulan I-2011

Produksi Turun

Kentang, Wortel, Ikan Mas, Bayam, Bawang Merah, Daging Sapi, Jeruk, Mie Kering Instant, Bawang Putih, dan Cabe Merah

Naik

Kangkung, Tomat, Jeruk, Ikan Kembung, Bayam, Bawang Putih, Kentang, Bawang Merah, Cabe Merah dan Daging Sapi

Stok Naik tipis

Tempe, Ikan mas, Bawang Putih, Minyak Goreng, dan Jeruk

Naik

Tempe, Bawang putih, Tahu mentah, Mie kering instant dan Kentang

Konsumsi Turun

Daging sapi, Cabe merah dan Bawang putih

Naik

Minyak goreng, Bawang putih, dan Cabe merah

Kondisi bahan pangan pada triwulan IV-2010

Kondisi produksi dan stok bahan pangan di Jawa Barat1 dalam dua periode yang berbeda menunjukkan bahwa

respons sisi supply untuk bahan pangan relatif memadai untuk memenuhi konsumsi. Meskipun produksi selama

triwulan IV-2010 menurun, namun stok pada beberapa komoditas relatif memadai. Tekanan inflasi yang terjadi di

Jabar pada triwulan IV-2010 dapat diredam salah satunya akibat menurunnya konsumsi bahan pangan.

1 Bank Indonesia (KBI) Bandung telah melakukan Survei Indikator Stok Bahan Pangan Jawa Barat yang bertujuan memperoleh indikator dini produksi, konsumsi, serta stok pangan. Survei dilakukan kepada 375 responden jenis produsen, industri pengolahan dan konsumen di Provinsi Jawa Barat.

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

Turunnya produksi akibat faktor musim sehingga meningkatkan serangan hama dan hasil panen menjadi mudah

busuk. Dari sisi konsumsi, jumlah konsumsi rumah tangga untuk sebagian besar komoditas tersebut cenderung

tetap sementara hanya konsumsi daging sapi, cabe merah dan bawang putih yang turun. Penurunan konsumsi

beberapa komoditas pangan strategis tersebut disebabkan oleh lebih rendahnya dampak penyelenggaraan hari

besar keagamaan nasional dibandingkan dengan periode triwulan lalu (Idul Fitri dan Idul Adha), serta ketersediaan

barang yang barang.

Penyebab Penurunan Jumlah Produksi pada Triwulan IV-2010

Penyebab Penurunan Konsumsi Rumah Tangga pada Triwulan IV-2010

Perkiraan kondisi bahan pangan pada triwulan I-2011

Prediksi pada triwulan I-2011 menunjukkan bahwa produksi bahan pangan di Jabar akan meningkat sehingga stok

relatif memadai untuk hampir semua komoditas bahan pangan, yaitu kangkung, tomat, jeruk, ikan kembung,

bayam, bawang putih, kentang, bawang merah, cabe merah dan daging sapi yang akan mulai memasuki masa

panen. Diharapkan ketersediaan pasokan yang tentunya harus didukung dengan kelancaran distribusi serta tidak

terjadinya struktur pasar yang bersifat oligopolistik dapat mengantisipasi menguatnya konsumsi bahan pangan

akibat membaiknya daya beli. Beberapa komoditas yang diperkirakan meningkat konsumsinya diantaranya minyak

goreng, bawang putih, dan cabe merah.

Penyebab Peningkatan Jumlah Produksi pada Triwulan I-2011

Penyebab Peningkatan Konsumsi Rumah Tangga pada Triwulan I-2011

89

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

Halaman ini sengaja dikosongkan

90

LAMPIRAN

 

 

LAMPIRAN

99

LAMPIRAN

 

100

LAMPIRAN

1. Ekonomi Makro

Tabel 1.A. Perkembangan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan Menurut Sektor Ekonomi (Triliun Rupiah)

Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

Pertanian 12.1 9.1 10.2 9.5 11.70 9.76 11.60 9.31

Pertambangan dan Penggalian 1.7 1.8 1.9 2.0 1.8 1.9 0.54 0.54

Industri Pengolahan 30.9 32.9 33.4 34.4 31.9 33.4 34.24 34.20

Listrik, Gas, dan Air Bersih 1.6 1.7 1.8 2.0 1.9 1.9 1.51 1.48

Bangunan/Konstruksi 2.3 2.5 2.7 2.8 2.7 2.9 2.98 3.23

Perdagangan, Hotel, dan Restoran 14.2 15.0 16.7 16.8 16.8 17.3 17.82 18.16

Pengangkutan dan Komunikasi 3.0 3.3 3.5 3.4 3.4 3.9 4.00 4.26

Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 2.1 2.4 2.6 2.6 2.5 2.6 2.73 2.80

Jasa-jasa 4.8 4.9 5.0 5.0 5.0 5.2 5.50 6.00

PDRB 73.3 73.4 77.7 78.6 77.4 80.2 82.63 81.63

2009 2010Lapangan Usaha

Tabel 1.B. Perkembangan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan Menurut Jenis Penggunaan (Triliun Rupiah)

Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw. IVKonsumsi Rumah Tangga 48.9 48.6 50.6 49.7 50.1 51.1 52.2 52.4 Konsumsi Pemerintah 4.5 4.4 5.0 6.3 4.0 3.8 5.0 6.4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 12.7 12.0 13.2 13.6 13.3 14.2 14.1 14.2 Ekspor 30.0 32.1 32.5 33.0 31.4 32.3 38.4 39.4 Impor 22.5 23.3 23.1 23.4 23.1 25.3 25.7 29.4

PDRB 73.0 73.4 77.7 78.6 77.6 78.7 82.6 81.6

Komponen Penggunaan2009 2010

2. Inflasi

Tabel.3.A. Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Bulanan (mtm) di Jawa Barat

Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan Oktober 2010 (%)

Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm1 Bahan makanan -0,71 -0,53 4,93 2,53 -0,35 -3,38 -2,78 -0,28

2Makanan jadi, minuman, rokok dantembakau

-0,02 0,39 9,15 1,95 6,44 3,57 2,53 0,36

3Perumahan, air, listrik, gas dan bahanbakar

0,01 0,08 0,95 6,18 9,70 14,28 18,06 0,10

4 Sandang 0,72 0,70 -8,98 -11,73 3,05 -5,84 -10,29 0,775 Kesehatan -0,02 0,26 -9,62 -2,33 13,26 -5,71 -8,30 0,166 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 1,01 -0,01 2,75 11,87 35,27 -4,19 4,28 0,367 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan -0,26 -0,44 -7,21 -6,13 -5,44 -8,88 -8,49 -0,40

-0,09 -0,09 0,02 2,32 5,22 1,42 2,06 0,02

No. KelompokKota

Gab.

Umum Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: Bd= Bandung, Bks=Bekasi, Dpk=Depok, Bgr=Bogor, Cn=Cirebon, Skbm=Sukabumi, Ts=Tasikmalaya

101

LAMPIRAN

 

102

Tabel.3.B. Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut

Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan November 2010 (%)

Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm1 Bahan makanan 1,64 1,45 3,78 1,62 2,67 0,56 1,39 2,08

2Makanan jadi, minuman, rokok dantembakau

0,24 0,15 0,95 0,28 0,56 0,24 1,46 0,41

3Perumahan, air, listrik, gas dan bahanbakar

0,01 0,11 0,05 0,64 0,04 0,09 -0,02 0,11

4 Sandang 0,69 1,59 0,23 0,24 0,33 0,52 1,29 0,795 Kesehatan 0,01 0,24 0,02 0,07 0,07 0,12 -0,25 0,086 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,44 0,00 -0,04 0,22 0,00 -0,12 -0,09 0,147 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,33 0,10 -0,44 0,01 0,07 -0,36 0,03 -0,01

0,54 0,53 1,08 0,72 0,79 0,21 0,73 0,68

No. KelompokKota

Gab.

Umum Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: Bd= Bandung, Bks=Bekasi, Dpk=Depok, Bgr=Bogor, Cn=Cirebon, Skbm=Sukabumi, Ts=Tasikmalaya Tabel.3.C. Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut

Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan Desember 2010 (%)

Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm1 Bahan makanan 1,76 2,84 2,45 0,95 2,07 1,36 2,60 2,17

2Makanan jadi, minuman, rokok dantembakau

0,02 1,01 0,74 0,13 -0,05 0,09 0,01 0,47

3Perumahan, air, listrik, gas dan bahanbakar

0,10 0,11 0,42 0,04 0,02 0,20 0,09 0,18

4 Sandang 0,19 0,39 0,69 0,26 0,26 0,50 1,87 0,435 Kesehatan 0,02 0,03 0,01 0,28 0,00 -0,07 0,93 0,066 Pendidikan, rekreasi dan olahraga -0,01 0,00 -0,16 0,00 0,03 0,02 -1,57 -0,067 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,32 0,08 0,03 -0,02 0,05 0,06 0,90 0,13

0,48 1,02 0,90 0,33 0,50 0,48 0,77 0,73Umum

No. KelompokKota

Gab.

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: Bd= Bandung, Bks=Bekasi, Dpk=Depok, Bgr=Bogor, Cn=Cirebon, Skbm=Sukabumi, Ts=Tasikmalaya Tabel 3.D. Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Triwulanan (qtq) di Jawa Barat

Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Triwulan IV-2010 (%)

Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm1 Bahan makanan 2,69 3,77 11,57 5,18 4,43 -1,51 1,14 4,01

2Makanan jadi, minuman, rokok dantembakau

0,23 1,57 11,00 2,37 6,98 3,90 4,03 1,25

3Perumahan, air, listrik, gas dan bahanbakar

0,11 0,30 1,43 6,91 9,76 14,61 18,15 0,38

4 Sandang 1,61 2,70 -8,14 -11,28 0,37 -4,87 -7,44 2,005 Kesehatan 0,01 0,53 -9,60 -1,99 13,34 -5,66 -7,68 0,306 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 1,44 -0,01 2,54 12,11 35,31 -4,29 2,56 0,447 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,40 -0,26 -7,59 -6,14 -5,33 -9,15 -7,64 -0,28

0,93 1,47 2,01 3,40 6,58 2,12 3,59 1,45

No. KelompokKota

Gab.

Umum Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

LAMPIRAN

Tabel 3.E. Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Tahunan (yoy) di Jawa Barat Menurut

Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Triwulan IV-2010 (%)

Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm1 Bahan makanan 12,61 16,55 21,96 17,10 15,00 12,85 16,73 16,70

2Makanan jadi, minuman, rokok dantembakau

2,57 10,08 7,69 2,49 6,05 2,82 3,53 5,94

3Perumahan, air, listrik, gas dan bahanbakar

2,20 3,57 3,85 3,94 2,41 2,94 3,30 3,17

4 Sandang 3,44 12,16 5,01 1,70 6,49 7,98 5,66 6,225 Kesehatan 0,97 3,97 0,40 1,95 3,44 -0,03 2,48 1,806 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 2,13 0,79 1,29 2,65 9,77 3,26 -2,84 1,727 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 2,40 1,34 0,79 0,42 2,01 0,69 0,94 0,14

4,53 7,88 7,97 6,57 6,70 5,43 5,56 6,62

No. KelompokKota

Gab.

Umum Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

 

103

DAFTAR ISTILAH

104

DAFTAR ISTILAH

Administered price

Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur oleh pemerintah.

Andil inflasi Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.

APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

Bobot inflasi Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.

Dana Perimbangan

Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.

Faktor Fundamental

Faktor fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter, yakni interaksi permintaan-penawaran atau output gap, eksternal, serta ekspektasi inflasi masyarakat

Faktor Non Fundamental

Faktor non fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang berada di luar kewenangan otoritas moneter, yakni produksi maupun distribusi bahan pangan (volatile foods), serta harga barang/jasa yang ditentukan oleh pemerintah (administered price)

Imported inflation Salah satu disagregasi inflasi, yaitu inflasi yang berasal dari pengaruh perkembangan harga di luar negeri (eksternal)

Indeks Ekspektasi Konsumen

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1–100.

Indeks Harga Konsumen (IHK)

Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.

Indeks Kondisi Ekonomi

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1–100.

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1–100.

Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal.

Inflasi inti Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental

Liaison Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan secara periodik melalui wawancara langsung kepada pelaku ekonomi mengenai perkembangan dan arah kegiatan ekonomi dengan cara yang sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan

Migas Minyak dan gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.

Mtm Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.

Omzet Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.

PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu.

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan

LAMPIRAN

105

kekayaan daerah.

Perceived risk Persepsi risiko yang dimiliki oleh investor terhadap kondisi perekonomian sebuah negara

Qtq Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.

Saldo Bersih Selisih antara persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “meningkat” dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “menurun” dan mengabaikan jawaban “sama”.

SBT Saldo Bersih Tertimbang. Nilai yang diperoleh dari hasil perkalian saldo bersih sektor/subsektor yang bersangkutan dengan bobot sektor/subsektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya.

Sektor ekonomi dominan

Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.

Volatile food Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.

West Texas Intermediate

Jenis minyak bumi yang menjadi acuan untuk transaksi perdagangan minyak dunia.

Yoy Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.