bahan kimfar 2
DESCRIPTION
KIMFARTRANSCRIPT
Lentina Sitohang BlogJumat, 26 Juli 2013
Laporan Praktikum Membuat Larutan Standar
a. Judul Praktikum : Membuat Larutan Standar
b. Tanggal Praktikum : 27 April 2013
Tujuan Praktikum : Untuk membuat larutan standar dengan konsentrasi normalitas.
ABSTRAK
Telah dilakukan percobaan yang berjudul Membuat Larutan Standar, dengan tujuan untuk membuat
larutan standar dengan konsentrasi Normalitas. Pembuatan larutan standar pada larutan Asam Klorida
(HCl), Kalium Iodida (KI), dan Timbal Nitrat (Pb(NO ) ) menggunakan konsentrasi X Normalitas
untuk menghitung zat murninya terlebih dahulu sebelum dilakukan pengenceran. Sehingga pada KI 0,2
N 0,05 Liter dengan persentase kemurnian 99,5 % diperoleh 1,668 gram KI, pada Pb(NO ) 0,2
N 0,05 Liter dengan persentase kemurnian 99,5 % diperoleh 1,664 gram Pb(NO ) , dan pada
larutan HCl 0,1 N 50 mL dengan persentase kemurnian 37 % diperoleh 0,44 mL larutan HCl. Dari hasil
percobaan dapat disimpulkan bahwa untuk larutan KI 0,2 N dibutuhkan 1,668 gram dalam larutan 50 mL
aquades, untuk larutan Pb(NO ) 0,2 N dibutuhkan 1,664 gram dalam 50 mL aquades, dan untuk
larutan HCl 0,1 N dengan persentase kemurnian 37 % dan volume 50 mL dibutuhkan dalam 0,44 mL
aquades.
Kata Kunci : Larutan, Konsentrasi Normalitas, Pengenceran Larutan
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketika mempelajari ilmu kimia, dikenal adanya larutan. Larutan pada dasarnya adalah fase yang
homogen mengandung lebih dari satu komponen. Komponen yang terdapat dalam jumlah besar disebut
pelarut atau solvent, sedangkan komponen yang terdapat dalam jumlah kecil disebut zat terlarut
atau solute.
Penerapan titrasi di dunia industri ada banyak sekali. Contohnya saja dalam penetapan kadar vitamin
C dalam tablet vitamin C dan penetapan kadar asam dalam asam cuka, serta penentuan asam oksalat
menggunakan permanganate. Karena itu, praktikan tentunya harus tahu dan memahami bagaimana cara
menghitung konsentrasi larutan dan pengenceran larutan.
Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kesalahan yang dapat membahayakan diri praktikan. Dengan
begitu, praktikan tidak hanya pintar dalam teori, tetapi juga dalam praktik dan penerapannya. Sehingga
nantinya praktikan dapat mengolah bahan-bahan yang memiliki konsentrasi tinggi dan menguntungkan
perusahaan, sehingga dapat meminimalisasi pengeluaran perusahaan.
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini ialah untuk membuat larutan standar dengan menggunakan
konsentrasi Normalitas.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Larutan
Campuran zat-zat yang homogeny disebut larutan, yang memiliki komposisi merata atau serba sama
di seluruh volumenya. Suatu larutan mengandung satu zat terlarut atau lebih dari satu pelarut.
Larutan terbagi menjadi beberapa bagian, di antaranya adalah larutan baku dan larutan baku primer.
Larutan baku adalah larutan yang kepekaannya diketahui dengan tepat dan dapat dibuat melalui dua cara.
Cara kedua masing-masing tergantung dari penggunaan bahan baku. Bahan baku adalah bahan kimia
yang dapat dipergunakan untuk membuat larutan baku (primary standary solution).
Larutan baku primer berfungsi untuk melakukan pembakuan atau untuk memastikan konsentrasi
larutan tertentu, yaitu larutan atau pereaksi yang ketetapan atau kepastian konsentrasinya sukar diperoleh
melalui pembuatannya secara langsung.
Konsentrasi dapat dinyatakan dengan beberapa cara, yaitu :
a. Molaritas (M)
Molaritas adalah jumlah mol zat terlarut dalam satu liter larutan. Rumus molaritas adalah : M = Mol zat terlarut
Liter larutan
Contoh : Berapakah molaritas 0,4 gram NaOH (Mr = 40) dalam 250 mL larutan?Jawab : M = (0,4/40) mol = 0,4 M
0,25 L
b. Molalitas (m)
Molalitas adalah jumlah mol zat terlarut dalam 1000 gram pelarut. Rumus molalitas adalah : M = mol terlarut x 1000
Gram pelarut
Contoh : Berapa molalitas 4 gram NaOH (Mr = 40) dalam 500 gram air?
Jawab : molalitas NaOH = (4/40)/500 gr air
= (0,1 x 2 mol)/1000 gr air
= 0,2 m
c. Persen Massa/Berat (% m/m atau % w/w)
Persen berat menyatakan jumlah gram berat zat terlarut dalam 100 gram larutan.
Contoh : larutan gula 5%, berarti dalam 100 gram larutan gula terdapat :
(5/100) x 100 gram gula = 5 gram gula
(100 - 5) gram air = 95 gram air
d. Persen volume (% V/V)
Persen volume menyatakan jumlah larutan zat dalam liter dalam 100 liter larutan, misal : Alkohol 76 %
berarti dalam 100 liter larutan Alkohol terdapat 76 liter Alkohol murni.
e. Fraksi Mol (x)
Fraksi mol adalah perbandingan antara jumlah mol suatu komponen dengan jumlah total seluruh
komponen dalam satu larutan. Fraksi mol total selalu total. Konsentrasi ini tidak mempunyai satuan karena
merupakan perbandingan.
Dengan rumus : X (terlarut) = n (terlarut)
n (terlarut) + n (pelarut)
X (pelarut) = n (pelarut)
n (terlarut) + n (pelarut)
Dalam fraksi mol dinyatakan sebagai mol persen.
f. Normalitas (N)
Normalitas merupakan jumlah mol-ekivalen zat terlarut per liter larutan. Terdapat hubungan antara
normalitas dengan molaritas yaitu :
N = M x valensi N = gram ekivalen zat
Cm3 larutan/liter
Analisa Volumetri
Mengukur volume larutan adalah jauh lebih cepat dibandingkan menimbang berat suatu zat
dengan suatu metode Gravimetri. Akurasinya sama dengan metode Gravimetri, analisa Volumetri juga
dikenal sebagai Titrimetri, dimana zat yang akan dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang
konsentrasinya diketahui dan dialirkan dalam buret dan dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang
tidak diketahui (analit) kemudian dihitung, maka syaratnya adalah reaki harus berlangsung secara tepat,
reaksi berlangsung secara kuantitaif dan tidak ada reaksi samping.
Indikator Methyl Orange (MO)
Metil orange (Methyl Orange) adalah senyawa organik dengan rumus ”C H N
NaO S” dan biasanya dipakai sebagai indikator dalam titrasi asam-basa. Indikator MO ini berubah
warna dari merahpada pH diatas 4,4 jadi warna transisinya adalah sebagai berikut :
Indikator metil orange (MO) merupakan indikator asam basa yang berwarna merah dalam suasana asam
dan warna jingga dalam suasana basa, dengan trayek pH 3,1 – 4,4. penggunaan Metil Orange (MO) dalam
titrasi.
(Mulyono HAM, Bumi Aksara, 2006)
Asam Klorida (HCl)
Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas Hidrogen Klorida (HCl). Asam kuat merupakan
komponen utama dalam asam lambung. Senyawa ini juga digunakan secara luas dalam industri. Asam
klorida (HCl) harus ditangani dengan keselamatan yang tepat karena merupakan cairan yang sangat
korosif.
Hidrogen klorida (HCl) adalah asam monoprotik yang berarti dalam berdisosiasi melepaskan satu
H+ hanya sekali. Dalam larutan asam klorida, H+ ini bergabung dengan molekul air membentuk ion
Hidronium (H3O+).
HCl + H2O H3O+ + Cl-
Asam klorida merupakan (HCl) merupakan asam kuat karena berdisosiasi penuh dengan air.
( S. M. Khopar, Konsep Dasar Kimia Analitik, jakarta, 2006)
Kalium Iodida (KI)
Kalium Iodida merupakan larutan Kalium Yodium. Kalium Iodida ini biasanya digunakan dalam
fotografi.
Timbal Nitrat atau Pb(NO3)2
Pb (NO3)2 + H2O PbO- + H2(NO3)2
Persamaan ini menunjukkan bahwa Pb(NO)3 atau Timbal Nitrat terlarut dalam air.
BAB IIIMETODELOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat – alat
Neraca Digital : digunakan untuk menimbang bahan yang akan digunakan.
Labu ukur 100 mL : digunakan untuk mencampur bahan kimia
Kaca arloji : digunakan untuk menimbang bahan-bahan kimia
Spatula : digunakan untuk mengambil bahan-bahan kimia dalam bentuk padatan.
3.1.2 Bahan – bahan
1. Zat murni yang sudah diketahui kemurniannya, yaitu KI, Pb(NO3)2, dan HCl.
2. Aquadest
3.2 Cara Kerja
1. Dihitung zat murni (dalam satuan gram) yang akan dibuat larutan standar dengan konsentrasi x
Normalitas.
2. Dimasukkan zat murni (dalam satuan gram) yang telah ditimbang ke dalam labu ukur.
3. Ditambahkan aquades ke dalam labu ukur sampai volume tepat (garis batas).
4. Dicampurkan larutan sampai tercampur sempurna.
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
1. Untuk larutan Kalium Iodida (KI) 0,2 N dibutuhkan 1,668 gram dalam larutan 50 mL aquades.
2. Untuk larutan Timbal Nitrat atau Pb(NO3)2 0,2 N dibutuhkan 1,664 gram dan 50 mL aquades.
3. Untuk larutan Asam Klorida (HCl) 0,1 N dengan persentase kemurnian 37% dan volume 50 mL,
dibutuhkan dalam 0,44 mL aquades.
5.2 Pembahasan
Massa jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi massa jenis
suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya.
Massa jenis berfungsi untuk menentukan zat. Setiap zat memiliki massa jenis yang berbeda.
Pada padatan tidak menggunakan massa jenis, sedangkan pada cairan memerlukan massa jenis,
yaitu dengan rumus :
ρ = m/v
Percobaan pembuatan larutan standar ini sangat berperan penting dalam proses analisa volumetrik
yang merupakan analisis kuantitatif dengan mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan larutan baku
(standar) yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan reaksi zat yang dianalisis berlangsung
secara kuantitatif. Maka dari itu, sebelum kita membuat larutan standar, terlebih dahulu kita menghitung
massa zat (gram) dengan menggunakan konsentrasi X normalitas.
Zat murni (gram) = X Normalitas x BM
Seperti pada praktikum yang telah kami lakukan, terlebih dahulu menghitung zat murni larutan
Kalium Iodida (KI), larutan Pb(NO3)2, dan larutan asam Klorida (HCl), sebelum membuat larutan
standarnya.
1. Larutan Kalium Iodida (KI), dimana diketahui normalitasnya 0,2 N, persentase kemurniannya 99,5%, serta
volumenya 0,05 liter. Nah, terlebih dahulu kita menghitung zat kemurniannya (gram) agar kita mudah untuk
membuat larutan standarnya (karena Kalium Iodida merupakan padatan). Cara menghitung zat murninya
(gram), yaitu :
BM KI = Ar K + Ar I = 166,01
KI (gram) = 0,2 N x 166,01 x 100% x 0,05 L = 1,668 gram
1 x 99,5%
2. Karena Pb(NO3)2 juga merupakan padatan, maka kita harus menghitung zat murninya (gram), sebelum
membuat larutannya. Dimana telah diketahui normalitas 0,2 N, persentase kemurnian 99,5% dan
volumenya 0,05 Liter. Maka rumus yang digunakan sama seperti diatas yaitu dengan konsentrasi x
normalitas.
BM Pb(NO3)2 = Ar Pb + 2Ar N + 2Ar O = 331,21
Pb(NO3)2 (gram) = 0,2 N x 331,21 x 100% x 0,05 L = 1,664 gram
2 x 99,5%
3. Larutan HCl, berhubung karena HCl merupakan cairan, dan kita diminta untuk mengubahnya ke dalam
gram dengan menggunakan larutan HCl dihitung dengan konsentrasi X Normalitas. Seperti pada
percobaan, diketahui 0,1 N, persentase kemurnian 37%, dan volumenya 50 mL karena HCl merupakan
cairan, jadi kita menggunakan mL bukan liter.
BM HCl = Ar H + Ar Cl = 36
HCl (gram) = 0,1 N x 1,19 x 100% x 50 mL = 0,44 mL
36 x 1 x 37%
Ketiga larutan diatas hanya merupakan beberapa contoh dan itu merupakan percobaan yang telah
kami uji.
Setelah kita memperoleh zat murninya (gram) maka barulah kita boleh membuat larutan
standarnya. Yaitu dengan memasukkan HCl, Kalium Iodida (KI) dan Pb(NO3)2 yang telah ditimbang sesuai
dengan yang kita hitung tadi ke dalam labu ukur. Kemudian menambahkan aquadest ke dalam labu ukur
sampai pada volume tepat (garis tepat). Lalu larutan tersebut dikocok hingga tercampur sempurna. Maka
terbentuk suatu larutan standar.
BAB VKESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang diperoleh yaitu :
1. Untuk membuat larutan standar,maka terlebih dahulu kita menghitung zat murninya, misalnya dengan
menggunakan konsentrasi x normalitas.
2. Berhubung karena Kalium Iodida dan Pb(NO3)2 pada percobaan ini berbentuk padatan maka volume air
yang digunakan dalam rumus konsentrasi x normalitas ialah 0,05 L, dengan rumusnya :
zat murni (gram) = X normalitas x BM x 100 % x volume
valensi x puerity
3. Sedangkan larutan HCl menggunakan rumus Normalitas dan massa jenis, serta membutuhkan 50 mL.
Dengan rumus :
zat murni = normalitas x ρ x 100 % x volume
BM x Valensi x Puerity
4. Untuk membuat larutan standar KI 0,2 N dengan kemurnian 99,5% dan volume 50 mL dibutuhkan 1,668
gram padatan KI di dalam aquades.
5. Untuk membuat larutan standar Pb(NO3)2 dengan normalitas 0,2 N dan kemurnian 99,5% serta volume 50
mL maka dibutuhkan 1,664 gram padatan Pb(NO3)2 di dalam aquades.
6. Untuk membuat larutan standar HCl 0,1 N dengan volume 50 mL, dan kemurnian 37% dibutuhkan 0,44 mL
di dalam aquades.
DAFTAR PUSTAKA
Hiskia Achmad, Kimia larutan, Bandung : PT. Citra Aditia Bakti, 1996.
Mulyono HAM, Membuat Reagen Kimia, Jakarta : Bumi Aksara, 2006.
Ratna, dkk.2013.Konsentrasi Larutan.
S.M. Kophar. Konsep Dasar Kimia Analitik, Jakarta-UI-press,2008
laporan kimiaLAPORAN PRAKTIKUM KIMIA
MENENTUKAN NORMALITAS LARUTAN MISTERI
Disusun olehArfi Erwindi1010401001FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS TIDAR MAGELANG2010
PENDAHULUAN
Praktikum adalah pelaksanaan dari aspek teori yang diberikan pada saat kuliah. Praktikum mengenalkan kepada mahasiswa dara-dasar pengamatan dan percobaan. Selain itu mahasiswa harus mengetahui tata tertib praktikum, mengenal alat-alat yang digunakan, bahan-bahan kimia yang sering digunakan saat praktikum hingga langkah kerja dari tiap praktikum.Menentukan normalitas larutan misteri penting juga dikuasai mengingat setiap larutan mempunyai normalitas yang berbeda.
MAGSUD DAN TUJUAN
Ø Mahasiswa dapat menentukan normalitas larutan yang belum diketahuiØ Mahasiswa dapat mengetahui tata cara dan bahan yang digunakan
TINJAUAN PUSTAKA
Larutan adalah campuran homogen dalam suatu campuran terdapat molekul-molekul, atom-atom, ion-ion dan zat atau lebih disebut campuran, karena susunannya dapat diubah-ubah disebut campuran homogen, karena komponen-komponen penyusunnya telah kehilangan sifat fisiknya dan susunannya sangat seragam sehingga tidak dapat diamati. Contohnya : Larutan NaOH dan larutan eH3OH dalam Aquades. Suatu larutan tersusun dari komponen pelarut (jumlahnya lebih banyak). Serta komponen zat terlarut (jumlahnya sedikit). Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain adalah tekanan dan suhu. Kelarutan zat padat dan cairan tidak terpengaruh oleh tekanan, sedangkan kelarutan gas-gas akan bertambah, apabila tekanan diperbesar. (Kimia I. Isfan Anshary). 2.2 Komponen Larutan. Ada dua komponen yang penting dalam suatu larutannya, yaitu pelarut dan zat yang dilarutkan dalam pelarut tersebut, zat yang dilarutkan itu disebut zat terlarut. Apabila dua atau lebih komponen dicampurkan dan membentuk campuran homogen, larutan yang dihasilkan dapat berfase gas, larutan cair dan padat. Campuran etil alkohol dengan air dalam perbandingan 50 : 50 sifak fisik baik air maupun etil alkohol tetap dipertahankan jumlah keduanya zat 2.4 Perbandingan antara berbagai skala konsentrasi Skala konsentrasi molar dan normalitas sangat bermanfaat untuk. Eksperimen volumetri dimana kuantitas zat terlarut dalam larutan dengan volume bagian larutan itu. Skala normalitas sangat menolong dalam membandingkan volume dua larutan yang diperlukan untuk bereaksi secara kimia. Keterbatasana skala normalitas adalah bahwa suatu larutan mungkin mempunyai lebih dari satu nilai normalitas, bergantung pada reaksi yang menggunakannya. Kosentrasi molar larutan sebaliknya merupakan suatu bil tetap karena bobot molekul
zat itu tidak bergantung pada reaksi yang menggunakannya. Skala fraksi mol sangat berguna dalam karya-karya teoritas karena banyak sifat-sifat fisika larutan dapat dinyatakan dengan lebih jelas dalam perbandingan jumlah molekul pelarut dan zat terlarut. (Kimia Dasar E.G jerame L. Rossenberg) Kimia volumetri yaitu pembuatan larutan baku. Zat murni di timbang dengan teliti, kemudian di larutkan dalam laba ukur sampai volume tertentu dengan tepat. Dimana normalitasnya diperoleh dengan perhitungan larutan-larutan baku primer yaitu Natnium Oksalat, kalium Bikromat, barak, Natrium Karbonat, kalium Iadida. Zat-zat kimia yang dipakai untuk membuat larutan harus memenuhi syarat. 1.Zat yang digunakan harus murni dan mempunyai rumus molekul yang pasti.2.Zat yang digunakan harus mempunyai berat ekuivalen yang pasti.3.Zat yang digunakan mudah di keringkan.4.Stabil dimana larutan baku primer dapat dipakai untuk menentukan kadar larutan yang tidak diketahuidalam larutan sama. Dalam hal ini bai alkohol maupun air dapat disebut zat terlarut atau pelarut. (Kimia 2, Renny Karyadi). 2.3 Kosentrasi Larutan. Kosentrasi larutan menyatakan banyaknya zat terlarut dalam suatu larutan. Apabila zat terlarut banyak sekali, sedangkan pelarutnya sedikit, maka dapat dikatakan bahwa larutan itu pekat atau kosentrasinya sangat tinggi. Sebaliknya bila zat yang terlarut sedikit sedangkan pelarutrnya sangat banyak, maka dapat dikatakan larutan itu encer atau kosentrasinya sangat rendah. Banyak cara untuk memeriksa kosentrasi larutan, yang semuanya menyatakan kuantitas zat terlarut dalam kuantitas pelarut (atau larutan). Dengan demikian, setiap sistem kosentrasi harus menyatakan butir-butir berikut : 1.Satuan yang digunakan untuk zat terlarut2.Kuantitas kedua dapat berupa pelarut atau larutan keseluruhan.3.Satuan yang digunakan untuk kuantitas kedua.(Kimia Dasar Jilid 2. Ralp H. Petrucci) Kosentrasi dapat dinyatakan dengan beberapa cara yaitu : a. Persen Volum Persen volum menyatakan jumlah liter zat terlarut dalam 100 liter larutan misalnya : Alkohol 76% berarti dalam 100 liter larutan alkohol terdapat 76 liter alkohol murni. b. Persen Massa Persen Massa menyatakan jumlah gram zat terlarut dalam 100 gram larutan contohnya : Sirup merupakan larutan gula 80% artinya dalam 100 gram sirup terdapat 80 gram gula.
c. Molaritas Molaritas menyatakan banyaknya mol zat terlarut perkilo gram pelarut tang terkandung dalam suatu larutan molaritas (m) tidak dapat di hitung dari kosentrasi molar (M), kecuali jika rapatan (densitar) larutan itu di ketahui. d. Molaritas Molaritas menyatakan jumlah Mol zat terlarut dalam 1 liter larutan contohnya :NaCL berarti 1 liter larutan terdapat 0,1 Mol NaCLKosentrasi molar = Jumlah mol terlarutJumlah L larutan e. Normalitas Normalitas suatu larutan adalah jumlah gram ekuivalen zat terlarut yang terkandung di dalam 1 liter larutan. Batas ekuivalen adalah fraksi bobot molekul yang berkenaan dengan satu satuan tertentu, reaksi kimia dan 1 gram ekuivalen adalah fraksi yang sama dari pada 1 mol. N= gram ekuivalen zat terlarut cm3 larutan/liter larutan. f. Fraksi Mol Fraksi mol suatu dalam larutan didefinisikan sebagai banyaknya mol (n) komponen itu, dibagi dengan jumlah mol keseluruhan komponen dalam larutan itu. Jumlah fraksi seluruh komponen dalam setiap larutan adalah : X (terlarut) =n (terlarut) n (terlarut) + n (pelarut) X (Pelarut) =n (pelarut) n (terlarut) + n (pelarut) Dalam persentase fraksi mol dinyatakan sebagai mol persen
ALAT DAN BAHANAlatEnlemeyerBiuretGelas ukurPipet tetesCororngGelas arlojiBahanH2SO4NaOH
Indikatop PP
CARA KERJA
Ø Ambil 10 ml larutan misteri, masukkan dalam enkemeyerØ Diberi indicator PP 1% 1-2 tetesØ Dititrasi dengan larutan H2SO4 0,1 NØ Percobaan diulangi 3xØ Hitung volume titrasi kemudian hitung normalitas larutan misteri
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANTitrasi larutan misteri 10 ml untuk H2SO4 0,1 N sebanyak 30 mlH3SO4 yang diperlukan untuk menitrasi larutan misteri 10 ml adalah sebanyak 5,5 ml. Hal ini dapat ditunjukkan pada saat larutan H2SO40,1 N pada biuret menunjukkan skala 24,5 ml larutan misteri yang ada dalam enlemeyer pertama berubah warna dari merah muda menjadi jernih. Titrasi larutan misteri 10 ml untuk H2SO4 0,1 N sebanyak 24,5 ml H2SO4 0,1 N yang dibutuhkan untuk menitrasi larutan misteri 10 ml adalah sebanyak 5 ml. Hal ini ditunjukkan pada saat larutan H2SO4 0,1 N pada buret menunjukkan skala 19,5 ml, larutan misteri yang ada dalam enlemeyer ke dua tepat berubah warna dari merah muda menjadi jernih. Titrasi larutan misteri 10 ml untuk H2SO4 0,1 N sebanyak 19,5 ml.H2SO4 0,1 N yang dibutuhkan untuk menitrasi larutan misteri 10 ml adalah sebanyak 5,2 ml. Hal ini ditunjukkan pada saat larutan H2SO4 0,1 N yang ada pada biuret menunjukkan skala 14,3 ml, larutan misteri yang ada pada enlemeyer ke tiga tepat berubah warna dari merah muda menjadi jernih.V rata-rata 5,5, + 5 + 5,2 = 15,23 ml 310 . N1 = ( 10 + 5,23 ) . 0,1 N1 = 0,1523 = 0,1 NJadi normalitas larutan misteri adalah 0,1 N.
KESIMPULANSetelah menentukan normalitas larutan misteri dilakukan dengan langkah kerja dan hasil pengamatan yang sesuai dengan petunjuk maka saat melekukan percobaan dengan menggunakan 10 ml larutan misteri hasilnya adalah 0,1 N
DAFTAR PUSTAKAww.google.comDiposkan oleh arfi erwindi di 01.46 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!
PEMBUATAN DAN PENENTUAN
KONSENTRASI LARUTAN
I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaan praktikum ini adalah diharapkan praktikan dapat
membuat larutan dengan konsentrasi tertentu, mengencerkan larutan, dan
menentukan konsentrasi larutan yang telah dibuat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Larutan terbentuk melalui pencampuran dua atau lebih zat murni yang
molekulnya berinteraksi langsung dalam keadaan tercampur. Perubahan
gaya antarmolekul yang dialami oleh molekul dalam bergerak dari zat
terlarut murni atau pelarut ke keadaan tercampur mempengaruhi baik
kemudahan pembentukan maupun kestabilan larutan. Larutan dapat berada
dalam kesetimbangan fase dengan gas, padatan, atau cairan lain,
kesetimbangan ini sering kali menunjukkan efek yang menarik yang
ditentukan oleh bobot molekul zat terlarut (Oxtoby, 2001).
Konsentrasi merupakan cara untuk menyatakan hubungan kuantitatif
antara zat terlarut dan pelarut.
Menyatakan konsentrasi larutan ada beberapa macam, di antaranya:
1.Fraksi Mol
Fraksi mol adalah perbandingan antara jumiah mol suatu komponen dengan
jumlah mol seluruh komponen yang terdapat dalam larutan.
Fraksi mol dilambangkan dengan X.
2. Persen Berat
Persen berat menyatakan gram berat zat terlarut dalam 100 gram larutan.
3. Molalitas (m)
Molalitas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1000 gram pelarut.
4. Molaritas (M)
Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1 liter larutan.
5. Normalitas (N)
Normalitas menyatakan jumlah mol ekivalen zat terlarut dalam 1 liter
larutan.
Untuk asam, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion H+.
Untuk basa, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion OH-. Antara
Normalitas dan Molaritas terdapat hubungan:
N = M x valensi (Anonim1,2009).
Molaritas menyatakan banyaknya mol zat terlarut dalam tiap liter
larutan. Normalitas menyatakan jumlah ekivalen zat terlarut dalam tiap liter
larutan. Molalitas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam tiap 1.000 g
pelarut murni, sedangkan fraksi mol menyatakan perbandingan mol salah
satu komponen dengan jumlah mol semua komponen (Syukri,1999).
Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat
dengan menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi
biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses
titrasi, sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut
sebagai titrasi asam basa. Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut
sebagai titrant dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat
yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai titer dan biasanya
diletakkan di dalam buret. Baik titer maupuntitrant biasanya berupa larutan
(Anonim2, 2009).
Selesainya suatu proses reaksi dapat dilihat dari perubahan warna, jika
warna larutan sudah berubah maka tercapailah suatu titrasi. Indikator
merupakan asam dan basa kedua dalam larutan yang dititrasi. Penyebab
warna berubah adalah karena indikator lebih lemah dari pada asam atau
basa analit, sehingga indikator bereaksi terakhir dengan titrat (Suardhana,
1986).
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat – alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah gelas piala, gelas ukur,
pipet tetes, pipet ukur, pipet gondok, labu takar dan buret.
B. Bahan – bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah asam klorida pekat,
larutan natrium hidroksida 0,1 M, pelet natrium hidroksida, larutan asam
klorida 0,1 m, indikator metil merah, indikator phenoptalein, indikator metil
orange, dan akuades.
IV. CARA KERJA
A. Pembuatan Larutan A
1. Gelas ukur kosong ditimbang, catat beratnya.
2. Ambil 4,5 mL larutan asam klorida pekat dengan menggunakan gelas ukur
yang telah ditimbang dan pipet tetes. Lakukan dalam lemari asam.
3. Labu takar ditimbang 100 mL yang kosong, catat beratnya. Isi labu takar
tersebut dengan sekitar 20-25 mL akuades.
4. Perlahan-lahan, asam klorida pekat dimasukkan ke dalam labu takar.
Dilakukan dalam lemari asam.
5. Akuades dimasukan ke dalam labu takar hingga tanda batas (perhatikan,
miniskus yang diamati adalah miniskus bawah). Tutup labu takar dan
lakukan pengocokan hingga larutan homogen. Timbang berat labu takar
yang telah diisi larutan. Larutan ini disebut larutan A.
B. Pembuatan Larutan B
1. Dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur, 20mL larutan A
dipindahkan ke dalam labu takar 100mL yang baru.
2. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar tersebut hingga tanda batas.
Larutan HCl yang telah diencerkan ini disebut sebagai Larutan B.
C. Penentuan Konsentrasi Larutan Asam Klorida melalui Titrasi.
I. Titrasi dengan Indikator Metil Merah
1. Buret dibilas dengan akuades, kemudian bilas kembali dengan larutan
NaOH yang akan digunakan.
2. Buret diisi dengan larutan natrium hidroksida
3. Volume awal larutan natrium hidroksida dicatat dengan membaca skala
pada miniskus bawah larutan.
4. Larutan B dipindahkan ke dalam erlenmeyer dengan menggunakan pipet
gondok atau pipet ukur.
5. Indikator metil merah ditambahkan ke dalam larutan tersebut.
6. Larutan dititrasi dalam erlenmeyer dengan larutan NaOH di dalam buret
hingga terjadi perubahan warna.
7. Begitu terjadi perubahan warna yang konstan, titrasi dihentikan.
8. Volume akhir natrium hidroksida yang tersisa dalam buret dibaca. Volume
NaOH yang diperlukan dihitung untuk titrasi dari selisih volume awal dan
volume akhir NaOH dalam buret.
9. Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali.
II. Titrasi dengan Indikator Fenoftalein
1. Lakukan kembali prosedur titrasi terhadap 10 mL larutan HCl encer
(Larutan B) dengan larutan NaOH 0,1 M, namun dengan menggunakan
indikator phenoptalein
2. Hasil yang diperoleh dibandingkan antara perlakuan dengan menggunakan
indikator metil merah dan dengan menggunakan phenoptalein sebagai
indikator.
D. Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida
1. Butiran NaOH ditimbang dengan teliti menggunakan kaca arloji dan
neraca analitik.
2. Begitu penimbangan selesai dilakukan, segera NaOH dipindahkan dari
gelas arloji ke dalam gelas beker yang telah berisi 20-25 mL akuades
hangat.
3. NaOH diaduk dengan pengaduk kaca hinnga larut sempurna.
4. Larutan dipindahkan dari gelas beker kedalam labu takar 50 mL.
5. Akuades ditambahkan hingga tanda batas pada labu takar. Labu takar
ditutup, kemudian dikocok hingga homogen. Larutan yang diperoleh pada
tahap ini disebut Larutan C.
6. Digunakan pipet gondok yang sesuai, 25 mL larutan C dipindahkan ke
dalam labu takar 100 mL yang baru.
7. Akuades ditambahkan hingga tanda batas. Kocok hingga homogen. Larutan
yang diperoleh disebut sebagai larutan D.
E. Penentuan Konsentrasi Larutan Natrium Hidroksida melalui Titrasi
I. Titrasi NaOH dengan Larutan HCl sebagai Titran
1. Buret dibilas dengan akuades, kemudian bilas kembali dengan larutan HCl
0,1 M yang akan digunakan.
2. Buret diisi dengan larutan HCl 0,1 M.
3. Volume awal larutan HCl dicatat dalam buret dengan membaca skala pada
miniskus bawah larutan.
4. Larutan D dipindahkan ke dalam erlenmayer dengan menggunakan pipet
gondok atau pipet ukur.
5. Indikator metil merah ditambahkan 2-3 tetes kedalam larutan tersebut.
6. Larutan dititrasi dalam erlenmayer dengan larutan HCl 0,1 M di dalam
buret hingga terjadi perubahan warna.
7. Begitu terjadi perubahan warna yang konstan, hentikan titrasi.
8. Volume akhir HCl yang tersisa dalam buret dibaca. Volume HCl yang
diperlukan untuk titrasi dari selisih volume awal dan volume akhir HCl
dalam buret dihitung.
9. Titrasi dilakukan 3 kali.
II. Titrasi Larutan HCl 0,1 N dengan Larutan NaOH sebagai Titran
1. Buret dibilas dengan akuades, kemudian bilas kembali dengan larutan D.
2. Buret diisi dengan NaOH encer.
3. Larutan HCl 0,1 M dipindahkan ke dalam erlenmayer dengan
menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
4. Indikator metil merah ditambahkan 2-3 tetes.
5. Larutan dititrasi dalam erlenmeyer dengan NaOH encer dalam buret
hingga berubah warna.
6. Volume NaOH yang diperlukan untuk menitrasi larutan HCl tersebut
dihitung.
7. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali.
8. Hasil yang diperoleh dibandingkan antara perlakuan dengan larutan HCl
0,1 sebagai titran, dan larutan NaOH encer sebagai titran.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan perhitungan
I. Pembuatan dan Pengenceran Larutan Asam Klorida
a. Pembuatan Larutan A
No Langkah percobaan Hasil percobaan
.
1. Gelas ukur kosong ditimbang. 30,34 gr
2. Larutan asam klorida pekat diambil
dengan menggunakan gelas ukur yang
sudah ditimbang dan pipet tetes.
V = 4 mL
Mr = 440,3 gr/mL
Konsentrasi = 37%
3. Labu takar 100 mL kosong ditimbang,
kemudian di isi 20-25 mL larutan
akuades.
Kosong = 69,01 gr
4. Asam klorida pekat yang telah diambil ke
dalam labu takar dimasukan dengan
perlahan-lahan.
5. Akuades dimasukan ke dalam labu takar
hingga tanda batas. Kemudian tutup labu
takar dan lakukan pengucokan hingga
larutan homogen. Timbang berat labu
takar yang berisi larutan tersebut.
Berat berisi 168,31gr
Larutan A sebanyak
100 ml
b. Pembuatan Larutan B
No. Langkah percobaan Hasil percobaan
1. Pipet gondok atau pipet ukur digunakan,
untuk memindahkan larutan A ke dalam
labu takar 100 mL yang baru.
20 mL
2. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar
tersebut hingga tanda batas.
Larutan B sebanyak
100 ml
c. Penentuan Konsentrasi Larutan HCl melalui Titrasi
a. Titirasi dengan Indikator Metil Merah
Titrasi ke Volume HCl Volume NaOH Perubahan warna
1 10 ml 11,2 ml Merah muda menjadi kuning
2 10 ml 9,8 ml Merah muda menjadi kuning
Rata-rata 10 ml 10,5 ml Merah muda menjadi kuning
b. Menggunakan Indikator Fenoftalein
Titrasi ke Volume HCl Volume NaOH Perubahan warna
1 10 ml 10,7 ml Bening menjadi Merah
muda
2 10 ml 11,6 ml Bening menjadi Merah
muda
Rata-rata 10 ml 10,65 ml Bening menjadi Merah
muda
d. Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida
a. Pembuatan larutan C
No. Langkah percobaan Hail percobaan
1. Menimbang butiran NaOH menggunakan
kaca arloji.
0,4 gr
Mr NaOH 40 gr/mol
2. Memindahkan NaOH ke dalam gelas beker
berisi 20-25 mL akuades.
3. Mengaduk dan memindahkan NaOH ke
labu takar 50 ml
4. Menambahkan akuades hingga tanda batas
akhir.mengocok hingga homogen.
Larutan C
5. Volume larutan 50 ml
b. Pembuatan Larutan D
No. Langkah percobaan Hasil percobaan
1. Pipet gondok yang sesuai digunakan untuk
memindahkan larutan C
25 mL
2. Menambahkan akuades hingga tanda batas.
Kocok hingga homogen.
Larutan D sebanyak
100 ml
E. Penentuan Konsentrasi Larutan Natrium Hidroksida melalui
Titrasi
a. Titrasi NaOH dengan Larutan HCl sebagai Titran
Titrasi ke V HCl V NaOH indikator Perubahan
warna
1 9,1 ml 10 ml Metil merah Kuning
menjadi
merah muda
2 9 ml 10 ml Metil merah Kuning
menjadi
merah muda
Rata-rata 9,05 ml 10 ml
b. Titrasi Larutan HCl dengan NaOH sebagai titran
Titrasi ke V HCl V NaOH indikator Perubahan
warna
1 10ml 13,7 ml Fenoftalein Merah muda
menjadi
bening
2 10 ml 13,5 ml Fenoftalein Merah muda
menjadi
bening
Rata-rata 10 ml 13.6 ml
B. Perhitungan dan Pengolahan Data
I. Penentuan Konsentrasi Larutan HCl Pekat
Diketahui :
Massa jenis HCl = 1,19 kg/L
Persen berat = 37 % (b/b)
Mr HCl pekat = 36,5 gram/mol
Ditanya :
a. Massa 1 L larutan pekat HCl
b. Massa HCl dalam 1 L larutan pekat
c. Molaritas HCl pekat
Jawab :
a. Massa 1 L larutan pekat HCl = massa jenis HCl x 1 L
= 1190 gram/L x 1 L
= 1190 gram
b. Massa HCl dalam 1 L larutan pekat = persen berat x massa 1 L lar.HCl
pekat
= 37 % x 1190 gram
= 440,3 gram
c. Molaritas HCl pekat = (massa HCl pekat / Mr HCl pekat)
1 L
= ( 440,3 gram / 36,5 gram.mol -1 )
1 L
= 12,063 mol/L
II. Penentuan Konsentrasi Larutan HCl Encer (Larutan A dan B)
1. Melalui Perhitungan Pengenceran
a. Konsentrasi Larutan A
Diketahui : Molaritas HCl pekat = MHCl = 12,063 mol/L
Volume HCl pekat = VHCl = 4 mL
Volume larutan A = VA = 100 mL
Ditanyakan : Molaritas larutan A = MA
Jawab : MA . VA = MHCl . VHCl
MA . 100 mL = 12,063 mol/L . 4 mL
MA = 0,4825 mol/L
b. Konsentrasi Larutan B
Diketahui : Molaritas larutan A = MA =0,4825 mol/L
Volume larutan A yang diencerkan = VA = 20 mL
Volume larutan B = VB = 50 mL
Ditanyakan : Molaritas larutan B = MB
Jawab : MA . VA = MB . VB
0,4825 mol/L . 20 mL = MB . 50 mL
MB = 0,193 mol/L
Melalui Titrasi
a. metil merah
Diketahui : Konsentrasi larutan NaOH = MNaOH = 0,1 M
Volume rata-rata larutan NaOH yang
digunakan
saat titrasi = 10,5 mL = VNaOH
Volume larutan HCl yang dititrasi = VHCl = 10 mL
Ditanyakan : Molaritas larutan HCl yang dititrasi = MHCl
Jawab : ekuivalen asam = ekuivalen basa
MHCl . VHCl = MNaOH . VNaOH
MHCl . 10 mL = 0,1 M . 10,5 mL
MHCl = 0,105 M
b. fenoftalein
Diketahui : Konsentrasi larutan NaOH = MNaOH = 0,1 M
Volume rata-rata larutan NaOH yang digunakan saat titrasi = 10,65 mL =
VNaOH
Volume larutan HCl yang dititrasi = VHCl = 10 mL
Ditanyakan : Molaritas larutan HCl yang dititrasi = MHCl
Jawab : ekuivalen asam = ekuivalen basa
MHCl . VHCl = MNaOH . VNaOH
MHCl . 10 mL = 0,1 M . 10,65 mL
MHCl = 0,106 M
2. Penentuan Konsentrasi Larutan NaOH
Melalui Perhitungan Pengenceran
- Konsentrasi Larutan C
Diketahui : Massa NaOH = 0,4 gram
Volume NaOH = 50 mL = 5.10-2 L
Mr NaOH = 40 gram/mol
Ditanyakan : Molaritas NaOH = Molaritas larutan C = MC
Jawab : MC = (0,4 gram/40 gram/mol -1 )
5.10-2 L
= 0,2 mol/L
- Konsentrasi Larutan D
Diketahui : Volume larutan C yang diencerkan = VC = 25 mL
Volume larutan D = VD = 100 mL
Ditanyakan : Molaritas larutan D = MD
Jawab : MC . VC = MD . VD
0,2 mol/L . 25 mL = MD . 100 mL
MD = 0.05 mol/L
Melalui Titrasi
- Titrasi NaOH oleh HCl
Diketahui : Volume larutan NaOH yang dititrasi = VNaOH
= 10 mL
Volume HCl yang digunakan untuk titrasi =
VHCl = 9,05
Molaritas HCl yang digunakan untuk titrasi =
MHCl
= 0,1 M
Ditanyakan : Molaritas NaOH = MNaOH
Jawab : ekuivalen asam = ekuivalen basa
MHCl . VHCl = MNaOH . VNaOH
0,1 M . 9,05 mL = MNaOH . 10 mL
MNaOH = 0,0905 M
- Titrasi HCl oleh NaOH
Diketahui : Konsentrasi HCl = MHCl = 0,1 M
Volume NaOH yang digunakan untuk titrasi = VNaOH = 13,6 mL
Volume HCl yang dititrasi = VHCl = 10 mL
Ditanyakan : Konsentrasi larutan NaOH = MNaOH
Jawab : ekuivalen asam = ekuivalen basa
MHCl . VHCl = MNaOH . VNaOH
0,1 M . 10 mL = MNaOH . 13.6 mL
MNaOH = 0,0735 M
VI. PEMBAHASAN
I. Pembuatan Larutan NaOH
Proses standarisasi merupakan suatu proses yang digunakan untuk
menentukan secara teliti konsentrasi suatu larutan. Suatu larutan umumnya
distandarisai dengan cara titrasi. Titrasi adalah proses penentuan
banyaknya konsentrasi suatu larutan dengan titran yang konsentrasinya
diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah
larutan tersebut.
Pemilihan suatu indikator untuk titrasi asam basa bergantung pada
kuat relatif asam dan basa yang digunakan dalam titrasi. Idealnya dalam
suatu titrasi titik kesetimbangan atau kesetaraan (titik dimana tepat cukup
satu pereaksi ditambahkan untuk bereaksi dengan pereaksi lain) dan titik
akhir dari indikator yang dipilih haruslah identik. Indikator asam dan basa
adalah asam atau basa organik yang mempunyai satu warna jika konsentrasi
hidrogen lebih tinggi daripada suatu harga tertentu dan satu warna lain jika
konsentrasi itu lebih rendah.
Pada pembuatan larutan HCl bersifat endoterm, karena suhu larutan
lebih rendah dari larutan HCl. Sedangkan pada pembuatan larutan NaOH
bersifat eksoterm karena suhu larutan lebih tinggi. Pada pengenceran
larutan HCl dapat kita lihat terjadinya perubahan, tetapi tidak secara nyata.
Sebelum diencerkan sampai sesudah diencerkan tidak terjadi perubahan
warna. Perubahan hanya pada konsentrasi dan dapat diketahui dari hasil
perhitungan, yaitu dari 0,5 M menjadi 0,1 M. Perubahan konsentrasi yang
terjadi dikarenakan perubahan volume.
II. Titrasi Asam Terhadap Basa
Pada titrasi HCl dengan NaOH 0,1 M menggunakan indikator metil
merah. Indikator metil merah dipilih sebagai larutan indikator karena
mempunyai perubahan warna yang sangat signifikan atau sangat mencolok
dalam suasana asam. Perubahan warna yang terjadi pada titrasi yaitu dari
warna merah muda menjadi warna kuning. Volume rata-rata dari proses
titrasi ini adalah 10,5 ml, maka dari hasil perhitungan dapat diperoleh
normalitas HCl 0,105 M. Sedangkan, pada titrasi larutan HCl dengan NaOH
0,1 M menggunakan indikator phenophtalein. Indikator phenoptalein dipilih
karena mempunyai perubahan warna yang signifikan dalam suasana basa.
Perubahan warna yang terjadi yaitu dari warna bening menjadi warna
merah muda. Volume rata-rata dari proses titrasi ini adalah 10,65 ml, maka
dari perhitungan diperoleh normalitas HCl 0,106 M. Dari hasil tersebut, nilai
normalitas lebih besar dengan menggunakan indikator penophtalein.
III. Titrasi Basa Terhadap Asam
Titrasi Larutan NaOH dengan larutan HCl 0,1 M sebagai titran
menggunakan indikator metil merah. Indikator metil merah dapat bereaksi
dengan asam maupun basa. perubahan warna yang terjadi yaitu dari warna
kuning menjadi warna merah muda. Volume rata-rata pada proses titrasi ini
adalah 9,05 ml, maka dari proses perhitungan diperoleh hasil konsentrasi
NaOH sebesar 0,0905 M. Reaksi dari titrasi ini adalah :
NaOH + HCl → NaCl + H2 O
Pada titrasi larutan HCl 0,1 M dengan NaOH sebagai titran,
perubahan warna yang terjadi yaitu dari warna merah muda menjadi warna
kuning. Volume rata-rata proses titrasi adalah 13,6 ml, maka diperoleh
konsentrasi NaOH sebesar 0,0735 M.
HCl + NaOH → NaCl + H2 O
VII. KESIMPULAN
Dari percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan hal-hal berikut :
1. Larutan bisa dibuat dengan melarutkan zat terlarut yang berada dalam
bentuk padatan dan mengencerkan suatu larutan pekat.
2. Dari hasil perhitungan, titrasi menggunakan indikator metil merah
adalah 0,105 M dan titrasi dengan menggunakan indikator phenophtalein
yaitu 0,106 M. Sedangkan pada titrasi NaOH dengan larutan HCl sebagai
titran, M NaOH = 0,0905 M dan pada titrasi HCl dengan larutan NaOH
sebagai titran, M NaOH = 0,0735 M.
3. Konsentrasi larutan merupakan cara untuk menyatakan hubungan
kuantitatif antara zat terlarut dan pelarut.
4. Titrasi merupakan cara untuk menghitung konsentrasi suatu larutan
dengan menghitung volume titran yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1. 2009. Konsentrasi Larutan
http://www.chem-is-try.org
diakses pada tanggal 28 Oktober 2009
Anonim2. 2009. Titrasi asam basa
http://rumahkimia.wordpress.com
diakses pada tanggal 28 Oktober 2009
Oxtoby,G.2001.Prinsip-Prinsip Kimia Modern.Erlangga:Jakarta
Suardhana, L. 1986. Kimia Dasar. Erlangga: Jakarta
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung . ITB.
Kirimkan Ini lewat Email