bab iv hasil penelitian dan...
TRANSCRIPT
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.1 Drama Korea “Goblin”
Drama Korea ini merupakan drama yang ditulis oleh Kim Eun Seok dengan latar
belakang cerita rakyat yang dipercayai oleh masyarakat di Korea Selatan. Kim Eun
Seok sendiri sebelumnya juga mendapatkan kesuksesan di drama sebelumnya
“Descendants Of The Sun”, sehingga tidak aneh ketika drama “Goblin” keluar banyak
orang yang menantikan drama ini. “Goblin” sendiri ditayangkan di televisi Korea tvN
dengan 16 episode. Dalam episode pertamanya, “Goblin” mencapai rating 6.3%, yang
merupakan rekor rating tertinggi setelah sebelumnya dipegang drama “Reply 1988” di
saluran televisi yang sama. Rating ini terus meningkat di setiap episode hingga sampai
episode terakhir dengan peroleh 18.6%.
Drama ini mengusung genre fantasy-romance-drama dengan gimmick dari para
pemerannya yang membuat drama ini sangat menarik. Drama ini memiliki kisah
tentang seorang tentara perang bernama Kim Shin di masa lalu, yang harus mati
terbunuh atas perintah raja yang iri kepadanya. Kematian Kim Shin justru
mengubahnya menjadi seorang goblin, yang memiliki kehidupan abadi. Setelah
menunggu 900 tahun, Kim Shin akhirnya bertemu dengan pengantinnya Ji Eun Tak,
yang dapat mencabut kutukan yang merubahnya menjadi Goblin. Setelah naik turun
perjalanan cinta Kim Shin dan Ji Eun Tak, pada akhirnya mereka berakhir hidup
bersama dengan bahagia.
1.2 Karakteristik Responden
Sebelum peneliti melakukan analisis data, pertama akan dipaparkan mengenai
karakteristik responden untuk mengetahui gambaran umum tentang responden yang
45
dijadikan sampel dalam penelitian ini. Karakteristik responden ini meliputi jenis
kelamin, usia dan pendidikan.
4.2.1. Jenis Kelamin
Dalam penelitian ini peneliti melibatkan 67 responden yang terdiri dari
perempuan dan laki-laki. Meskipun mayoritas dari responden adalah
perempuan, tetapi masih ada responden laki-laki yang juga melibatkan diri
dalam penelitian ini. Hal ini terbukti dari tabel di bawah ini.
Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Presentase (%)
Laki-laki 11 16.4 %
Perempuan 56 83.6 %
Total 67 100 %
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
Dapat dilihat bahwa jumlah responden perempuan sebanyak 50 (83.6%)
orang. Dalam artikel yang ditulis di kompas.com, pada tahun 2010, 46%
pengguna internet adalah perempuan yang tersebar di seluruh dunia. Dari
statistik yang dirilis comscore.com, dikatakan perempuan menghabiskan waktu
rata-rata 24,8 jam dalam penggunaan internet.
4.2.2. Usia
Berdasarkan data yang didapat di lapangan, dapat diketahui bahwa usia
responden berkisar antara umut 18 – 22 tahun.Dapat dilihat dalam tabel berikut:
46
Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Usia
Usia Jumlah Presentase (%)
18 4 6.0%
19 20 29.9 %
20 20 29.9 %
21 17 25.4 %
22 6 9.0 %
Total 67 100 %
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
Dari data di atas, dapat dilihat kebanyakkan penonton berusia antara 19-
20 tahun. Sesuai dengan target sasaran usia penonton yang diberikan tvN untuk
serial “Goblin” di umur 20-40 tahun, responden cukup memenuhi segmentasi
tersebut.
4.2.3. Pendidikan
Berdasarkan pendidikan dari responden sudah jelas bahwa sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswi aktif fakultas Ilmu Sosial dan
Komunikasi (FISKOM) Universitas Kristen Satya Wacana angkatan 2014 –
2017 yang sedang menempuh pendidikan strata satu (S1) sesuai dengan
segmentasi drama Korea “Goblin” yang ditargetkan untuk anak remaja.
47
1.3 Karakteristik Variabel X
Variabel X dalam penelitian ini terdiri dari dua indikator, yaitu Intensitas
menonton, dan Daya Tarik. Untuk menentukan tinggi rendahnya hasil pengukuran
indikator menonton drama Korea “Goblin” ini, maka digunakan empat kategori yang
menunjukan kesetujuan dan ketidaksetujuan terhadap setiap item pernyataan yang
digunakan yaitu sangat Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju dan Sangat Tidak Setuju.
Analisis yang digunakan dalam indikator Intensitas menonton menggunakan analisis
statistik deskriptif karena data yang terdapat bersifat rasio atau terbuka. Sementara
indikator isi pesan dan daya tarik dianalisis dengan menggunakan skala indeks likert
karena data bersifat ordinal.
4.3.1. Analisis Intensitas Menonton
a. Durasi Menonton Serial Drama Korea “Goblin”
Seperti yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, dalam teori
Kultivasi Gerbner terdapat dua karakteristik penonton yaitu (1) Penonton
Berat (Heavy Viewer) yaitu mereka yang menonton lebih dari 4 jam setiap
harinya; (2) Penonton Biasa (Light Viewer) yaitu yang menonton kurang dari
4 jam setiap harinya. Dari jumlah sampel yang didapat dari 61 responden
penonton “Goblin” menurut tingkat frekuensinya adalah sebagai berikut:
48
Tabel 4.3
Distribusi Responden Berdasarkan Lamanya Menonton
Jee Hyun Moon ,seorang peneliti dari Mirae Asset Daewoo,
mengatakan bahwa drama merupakan kunci keberhasilan dari Korean Wave.
Dalam satu judul drama yang rata-rata berkisar 16-20 episode, penonton
dapat memperoleh banyak pengetahuan sekaligus, mulai dari kebudayaan,
gaya busana, keindahan alam, dan akting para artis yang memukau
penonton. Selain itu Jee Hyun Moon juga mengatakan banyak orang yang
betah menonton drama Korea secara terus-menerus dikarenakan emosi para
penonton dibuat turun naik karena alur ceritanya,1 hal inilah yang menjadi
salah satu alasan sampai dapat menjadi seorang Heavy Viewer.
b. Daya Tarik Menonton Serial Drama Korea “Goblin”
Berdasarkan data yang diperoleh data, hasil frekuensi menonton
drama Korea “Goblin” para responden dalam seminggu adalah sebagai
berikut:
1
http://today.line.me/id/article/Peneliti+Asal+Korea+Ini+Ungkap+Alasan+Orang+Ketagiha+Nonton+Drama+Korea-177035d842ff4736a145cef39fa56515c76923f2106d66f3c26ce8be121458f5 diakses pada 07 Desember 2017 pukul 02.14 WIB.
No. Tingkat Keseringan
Menonton Frekuensi Persentase (%)
1 Heavy Viewer 36 53.7 %
2 Light Viewer 31 46.3 %
Jumlah 67 100 %
49
Tabel 4.4
Frekuensi Menonton Dalam Seminggu
No. Frekuensi menonton
dalam Seminggu
Kategori
Heavy
Kategori
Light
1 1 – 2 hari 9
25.0 %
14
45.2 %
2 2 – 3 hari 12
33.3 %
12
38.7 %
3 3 – 4 hari 14
38.9 %
3
9.7 %
4 > 4 hari 1
2.8 %
2
6.5 %
TOTAL 36
100%
31
100%
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
Dari hasil kuisioner seperti yang terlihat di atas, rata-rata penonton
kelas Heavy Viewer menonton drama “Goblin” sebanyak 3 – 4 hari dalam
satu minggu dengan durasi lebih dari 4 jam. Sedangkan penonton dalam
kelas Light Viewer rata-rata menonton diantara 1 – 3 hari dengan durasi
kurang dari 4 jam dalam seminggu. Maka dapat disimpulan bahwa
mahasiswa FISKOM rata-rata menonton drama Korea 1 – 4 hari dalam
seminggu.
4.3.2. Analisis Daya Tarik
Dalam indikator Isi Tayangan dan Daya Tarik terdiri dari delapan item
pernyataan. Untuk mengetahui tingkat skala perhitungan rata-rata, digunakan
interval sebagai berikut :
50
= nilai jawaban maximum – nilai jawaban minimum
Jumlah Kategori
= 24 - 6 = 4.5
4
Tabel 4.5
Interval Kategori Jawaban Indikator Likert Variabel X
Tingkat
Skala Interval Interpretasi Frekuensi
Presentase
(%)
1 6 – 10.5 Sangat Tidak
Setuju 0 0 %
2 10.5 – 15 Tidak Setuju 16 23.9 %
3 15 – 19.5 Setuju 32 47.8 %
4 19.5 – 24 Sangat Setuju 19 28.4 %
TOTAL 67 100%
Pada indikator likert variabel X di atas menunjukkan bahwa responden
setuju dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai isi tayangan dan daya tarik
drama Korea Goblin dengan jumlah 67 responden. Hal ini menunjukkan bahwa
pada indikator isi tayangan responden memiliki ketertarikan untuk menonton
drama “Goblin”. Selain itu juga responden menyetujui bahwa mereka tertarik
menonton “Goblin” karena pemain yang terkenal dan juga alur cerita yang
menarik, hal ini dapat dilihat dari hasil pada indikator daya tarik.
1.4 Karakteristik Variabel Y
Variabel Y atau interaksi sosial mahasiswi FISKOM dalam peneliti ini terdiri dari
empat indikator yaitu Imitasi, Sugesti, Simpati dan Identifikasi. Dalam indikator Y
51
terdiri dari 16 butir pernyataan. Untuk mengetahui tingkat skala perhitungan rata-rata,
digunakan interval sebagai berikut :
= nilai jawaban maximum – nilai jawaban minimum
Jumlah Kategori
= 52 – 13 = 9.75
4
Tabel 4.6
Interval Kategori Jawaban Indikator Likert Variabel Y
Tingkat
Skala Interval Interpretasi Frekuensi
Presentase
(%)
1 13 – 22.75 Sangat Tidak
Setuju 2 3.0 %
2 22.75 – 32.5 Tidak Setuju 14 20.9 %
3 32.5 – 42.25 Setuju 39 58.2 %
4 42.25 - 52 Sangat Setuju 12 17.9 %
TOTAL 67 100%
Pada indikator variabel Y (Interaksi Sosial Mahasiswa FISKOM) menunjukkan
rata-rata responden sebanyak 51 orang setuju dengan pernyataan-pernyataan yang
diberikan. Hal ini menunjukkan pada indikator Imitasi, bahwa responden sebagian besar
juga sering menggunakan istilah-istilah Korea dan juga menirukan gaya bicara orang
Korea seperti yang mereka tonton di tayangan drama Korea “Goblin”. Selain itu pada
indikator Sugesti juga dapat dilihat bahwa hasilnya para penonton atau responden tidak
menyadari bahwa tokoh yang ada dalam “Goblin” adalah tokoh fiksi. Selanjutnya pada
indikator Simpati, kebanyakan responden merasa senang ketika berbicara dengan lawan
52
bicara yang sama-sama memiliki ketertarikan pada drama Korea, selain itu juga
membuat responden ingin berbicara dengan istilah Korea satu sama lain. Terakhir, pada
indikator Identifikasi mendapatkan hasil bahwa banyak responden yang ingin
mempelajari bahasa Korea setelah menonton drama Korea “Goblin” juga mereka
kadang ingin mempraktekkan adegan-adegan di drama “Goblin”.
1.5 Analisis Tabulasi Silang
Untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara durasi menonton dengan
interaksi sosial dengan mengkategorikan tipe penonton menurut teori Kultivasi milik
Gerbner, yaitu Heavy Viewer dan Light Viewer, maka data akan diolah dengan
menggunakan analisis tabulasi silang yaitu metode untuk mentabulasikan beberapa
variabel yang berbeda ke dalam suatu tabel. Dan hasil tabulasi silang dengan
menggunakan aplikasi SPSS 16 adalah sebagai berikut:
53
Interaksi
Tabel 4.7
Tabulasi Silang antara Durasi Menonton Light Viewer dan Heavy Viewer
terhadap Interaksi Sosial
Berdasarkan tabel diatas diketahui responden yang memiliki interaksi sosial yang
tinggi setelah menonton serial drama Korea ”Goblin” adalah sebanyak 28 responden
(77.8%) yang berada pada kategori tipe penonton berat (Heavy Viewers). Hal ini telah
membuktikan bahwa teori Kultivasi yang dikemukakan oleh Gerbner mengenai tipe
penonton berat adalah benar. Penonton yang menonton lebih dari 4 jam sehari lebih
terpengaruh dan percaya terhadap realitas yang dibentuk oleh media tersebut. Hal
tersebut terjadi dalam penelitian ini dimana responden yang tergolong ke dalam
kategori Heavy Viewer memiliki interaksi sosial yang lebih besar dibandingkan dengan
responden Light Viewer yang menonton kurang dari 4 jam dalam sehari.
Hal ini juga menunjukkan kuatnya daya tarik tayangan serial drama Korea
“Goblin” pada responden dengan menunjukkan adanya efek kuatnya media massa
dalam memberikan terpaannya kepada perubahan perilaku seseorang dalam interaksi
Kultivasi DURASI MENONTON Total
Light Viewer Heavy Viewer
Sangat Rendah 0
0 %
2
5.6 %
2
3.0 %
Rendah 8
25.8 %
6
16.7 %
16
20.9 %
Tinggi 21
67.7 %
18
50.0 %
39
59.2 %
Sangat Tinggi 2
6.5 %
10
27.8 %
12
17.9 %
Total 31
100%
36
100%
67
100%
54
sosialnya. Tayangan drama Korea “Goblin” memberikan peran yang aktif dan menarik
perhatian khalayaknya dalam memberikan hiburan dengan paket lengkap dimulai dari
kreatifitas pengemasan, keunikan karakter, audiovisual yang memukau hingga jalan
cerita yang unik dan menarik membuat khalayak setia menonton serial ini hingga akhir.
1.6 Pengujian Hipotesis
Sebelum peneliti melakukan analisis data dengan menggunakan aplikasi pengolah
data SPSS 16, peneliti membuat hipotesis yang telah dicantumkan dibab sebelumnya.
Hipotesis tersebut adalah:
H0: Drama Korea “Goblin” tidak berpengaruh terhadap interaksi sosial
mahasiswa.
H1: Drama Korea “Goblin” berpengaruh terhadap interaksi sosial mahasiswa.
Kemudian untuk mengetahui adanya pengaruh antara drama Korea “Goblin”
dengan interaksi sosial mahasiswa FISKOM sebelumnya peneliti akan melakukan uji
asumsi klasik terhadap data yang didapat melalui kuisioner yang meliputi 4 tahap, yaitu
(1.) Uji Normalitas; (2.) Uji Heteroskedastisitas; (3.) Uji multikolineritas, dan (4.) Uji
Autokorelasi. Apabila pengujian tersebut dinyatakan lolos, selanjutnya peneliti akan
menganalis data menggunakan teknik analisis regresi sederhana dengan menggunakan
aplikasi statistik SPSS 16 untuk mengetahui hasil penelitian ini.
1.6.1 Uji Normalitas
Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
Kolmogorov – Smirnov. Dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas
dengan teknik Kolmogorov – Smirnov adalah jika nilai signifikasi lebih besar
55
dari 0,05 maka data tersebut berdistribusi normal. Sebaliknya, jika nilai
signifikasi lebih kecil dari 0,05 maka data tersebut tidak berdistribusi normal.2
Tabel 4.8
Tabel Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
RES2
N 67
Normal Parametersa Mean 10.5016
Std. Deviation 6.30425
Most Extreme Differences Absolute .075
Positive .075
Negative -.050
Kolmogorov-Smirnov Z .614
Asymp. Sig. (2-tailed) .845
a. Test distribution is Normal.
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa nilai signifikasi sebesar 0.845
> 0.05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data yang diteliti
berdistribusi normal dan tidak terkena masalah normalitas.
1.6.2 Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah sebuah model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual dari satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varians dari residual itu tetap, maka disebut
2 http://www.spssindonesia.com/2014/01/uji-normalitas-kolmogorov-smirnov-spss.html diakses pada 14
Desember 2017 pukul 01.46
56
Homoskedastisitas, dan apabila varians dari residual itu berbeda, disebut
Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi
Heteroskedastisitas dan dasar pengambilan keputusan pada uji
Heteroskedastisitas yaitu:
1. Jika nilai signigikansi > 0,05 berarti tidak terjadi Heteroskedastisitas.
2. Jika nilai signigikansi < 0,05 berarti terjadi Heteroskedastisitas.
Dalam uji Heteroskedastisitas ini dilakukan dengan teknik uji Glejser
dimana teknik ini mengusulkan untuk meregres nilai absolute residual terhadap
variabel independen dengan persamaan regresi dengan rumus:
Ut= a +BXt + vt
Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan Glejser pada SPSS 17 adalah
sebegai berikut:
Tabel 4.9
Tabel Hasil Uji Heteroskedastisitas Glejser
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 1.550 2.290
.677 .501
Goblin .323 .203 .194 1.592 .116
a. Dependent Variable: RES2
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
57
Berdasarkan output diatas diketahui bahwa nilai signifikasi variabel X
atau “Goblin” sebesar 0,116 dan lebih besar dari 0,05. Artinya dapat
disimpulkan bahwa variabel yang diuji tidak terjadi Heteroskedastisitas.
1.6.3 Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas (tidak terjadi
Multikolinieritas). Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel
tidak ortogonal.
Dasar pengambilan keputusan pada uji Multikolinieritas dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu:
1. Melihat nilai Tolerance
- Jika nilai Tolerance > 0,10 = tidak terjadi Multikolinieritas pada data
yang diuji.
- Jika nilai Tolerance < 0,10 = terjadi Multikolinieritas pada data yang
diuji.
2. Melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor)
- Jika nilai VIF < 10,00 = tidak terjadi Multikolinieritas pada data
yang diuji
- Jika nilai VIF > 10,00 = terjadi Multikolinieritas pada data yang diuji
Dan setelah melakukan olah data pada SPSS, hasil outputnya adalah
sebagai berikut:
58
Tabel 4.10
Tabel Hasil Uji Multikolinieritas
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 2.125 9.150 .232 .817
Goblin 2.177 .464 .503 4.689 .000 1.000 1.000
a. Dependent Variable: Interaksi
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa nilai tolerance variabel X atau
“Goblin” 1,000 lebih besar dari 0,10; dan nilai VIF menunjukkan pada angka
1,000 lebih kecil dari 10,00. Jadi dapat disimpulkan pada penelitian ini tidak
terjadi Multikolinieritas.
1.6.4 Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan untuk mengetahui gangguan data yang bersifat
time series (data berdasarkan waktu). Model regresi seharusnya bebas dari
autokorelasi, sehingga kesalahan prediksi (selisih data asli dengan data hasil
regresi) bersifat bebas untuk tiap nilai X (variabel independen).
Dalam pengolahan dengan SPSS, deteksi adanya autokorelasi dapat
dilihat dari besarnya angka DURBIN-WATSON (D-W). Secara umum pedoman
besaran D-W adalah:
1. Jika angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif.
2. Jika angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada korelasi.
3. Jika angka D-W diatas +2 berarti ada autokorelasi negatif.
59
Setelah melakukan uji autokorelasi pada SPSS 16, hasil outputnya adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.11
Tabel Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .503a .253 .241 12.41093 .941
a. Predictors: (Constant), Goblin
b. Dependent Variable: Interaksi
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
Berdasarkan hasil tabel diatas diketahui bahwa besarnya angka D-W
adalah sebesar 0.941 dan berada diantara -2 sampai +2. Hal ini berarti
menunjukkan bahwa penelitian ini tidak terjadi adanya autokorelasi.
Dilihat dari uji asumsi klasis yang di analisis, yaitu Uji Normalitas, Uji
Heteroskedastisitas, Uji Multikolinieritas, dan Uji Autokorelasi diketahui bahwa semua
tahap dalam uji asumsi tersebut dikatakan lolos, sehingga setelah melakukan uji asumsi
peneliti dapat melakukan analisis regresi sederhana.
1.6.5 Analisis Regresi
Untuk menguji hipotesis ini, menggunakan regresi linear sederhana, dan
diperoleh data sebagai berikut :
60
Tabel 4.12
Tabel Korelasi Menonton Drama Korea “Goblin”
dengan Interaksi Sosial Mahasiswa FISKOM
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .503a .253 .241 12.41093
a. Predictors: (Constant), Goblin
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
Dari hasil analisis yang ditampilkan pada tabel diatas (Tabel Model
Summary) diketahui bahwa korelasi parsial antara menonton drama Korea
“Goblin” dan Interaksi Sosial Mahasiswa FISKOM dengan korelasi product
moment by pearson didapat nilai r hitung sebesar 0,503 dan berarti nilai korelasi
tersebut tergolong sangat kuat (>0,50) dan memiliki nilai positif (arah korelasi
positif) dan dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi menonton drama Korea
“Goblin” maka interaksi sosial yang terjadi semakin tinggi.
Berdasarkan uji tabel korelasi tersebut, koefisien determinasinya (R
square) yang ditemukan yaitu seberar 0,254 atau sebesar 25.3% (R2 x 100%).
Artinya dalam penelitian ini pengaruh drama Korea “Goblin” (Variabel X)
terhadap interaksi sosial mahasiswa FISKOM (Variabel Y) sebesar 25.3% dan
sisanya dipengaruhi oleh variabel yang lain diluar penelitian ini.
Kemudian untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh drama Korea
“Goblin” terhadap interaksi sosial mahasiswa FISKOM, maka dapat dilihat pada
tabel ANOVA sebagai berikut:
61
Tabel 4.13
Tabel ANOVA
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 3386.417 1 3386.417 21.985 .000a
Residual 10012.031 65 154.031
Total 13398.448 66
a. Predictors: (Constant), Goblin
b. Dependent Variable: Interaksi
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
Pembahasan:
Dalam analisis ANOVA ini dasar pengambilan keputusan dilihat
berdasarkan:
- Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima dan H1 ditolak
- Jika probabilitas < 0,05, maka H1 diterima dan H0 ditolak
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H0: Drama Korea “Goblin” tidak berpengaruh terhadap interaksi sosial
mahasiswa.
H1: Drama Korea “Goblin” berpengaruh terhadap interaksi sosial
mahasiswa.
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa tingkat probabilitas sebesar 0,000
yang nilainya lebih kecil dari alpha 0,05. Jadi H1 diterima dan H0 ditolak dan
artinya drama Korea “Goblin” mempengaruhi interaksi sosial mahasiswa
FISKOM.
62
Tabel 4.14
Tabel Model Persamaan Regresi
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 2.125 9.150 .232 .817
Goblin 2.177 .464 .503 4.689 .000
a. Dependent Variable: Interaksi
Sumber: Analisis Data Primer, Tahun 2017
Pembahasan:
Berdasarkan tabel diatas persamaan regresi sederhana linier yang
diperoleh berdasarkan perhitungan diatas adalah sebagai berikut:
Y= a + bX
YInteraksi Sosial Mahasiswa FISKOM = 2.125 + 2.177 Menonton drama Korea “Goblin”
Konstanta sebesar 2.125 menunjukkan bahwa apabila tidak ada nilai
variabel tingkat Menonton drama Korea, maka besarnya nilai
Interaksi Sosial adalah 2.125.
Koefisien regresi sebesar 2.177 pada variabel Menonton drama
Korea, artinya bahwa setiap penambahan 1 nilai variabel menonton
drama Korea, maka akan meningkatkan interaksi sosial sebesar
4.302.
Selain menggambarkan persamaan regresi output ini, peneliti juga akan
menampilkan uji signifikasi dengan uji t yang bertujuan untuk mengetahui
apakan ada pengaruh yang signifikan antara variabel X terhadap variabel Y.
63
Dari output model persamaan regresi pada tabel 4.14, model persamaan
regresi diketahui bahwa nilai t hitung = 4.689 dengan nilai signifikasi 0,000.
Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
- Jika nilai probabilitas > 0,05, H0 diterima dan H1 ditolak
- Jika nilai probabilitas < 0,05, H0 ditolak dan H1 diterima
Jadi kesimpulannya adalah berdasarkan probabilitasnya menunjukkan
bahwa variabel Menonton drama Korea “Goblin” secara signifikan
mempengaruhi terhadap Interaksi Sosial Mahasiswa FISKOM (0,000 < 0,05).
1.7 Pembahasan
Dari hasil analisis yang telah peneliti lakukan menunjukkan bahwa ada hubungan
yang positif antara menonton drama Korea “Goblin” dengan interaksi sosial mahasiswa
FISKOM. Variabel menonton drama Korea “Goblin” yang dimaksud dalam penelitian
ini diukur dengan dua indikator yaitu Intensitas menonton tayangan drama Korea dan
Daya tarik drama Korea. Sedangkan variabel interaksi sosial mahasiswa FISKOM
diukur menggunakan empat indikator yaitu, Imitasi, Sugesti, Simpati, dan Identifikasi.
Dari kedua variabel tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara variabel (X)
menonton drama Korea “Goblin” dengan variabel (Y) interaksi sosial mahasiswa
FISKOM. Signifikansi hubungan antara variabel X dengan variabel Y dibuktikan
dengan uji hipotesis yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
menonton drama Korea “Goblin” dengan interaksi sosial.
Interaksi sosial meliputi empat komponen, yaitu imitasi, sugesti, simpati, dan
identifikasi. Dari keempat komponen tersebut menunjukkan sikap responden yang telah
menonton drama Korea “Goblin”, yaitu responden menjadi lebih berinteraksi dengan
orang disekitarnya dengan menirukan istilah-istilah dan gaya bahasa dalam drama
tersebut (Imitasi), juga mempercayai bahwa apa yang terjadi dalam drama tersebut
adalah nyata seperti tokoh, jalan cerita, dll (Sugesti), berbicara kepada orang lain
64
terutama jika mereka memiliki kesamaan yaitu seputar drama Korea (Simpati), hingga
mereka juga ingin mempelajari bahasa Korea karena menonton drama “Goblin”
(Identifikasi). Semakin responden terhanyut dengan jalan cerita drama “Goblin” maka
semakin besar juga keinginan responden untuk berinteraksi kepada orang lain. Hal ini
ditunjukkan pada tabel karakteristik variabel Y (tabel 4.6) dimana kebanyakan
responden setuju dengan interaksi sosial yang akan terjadi karena menonton drama
“Goblin”.
Berdasarkan uji hipotesis, nilai korelasi r hasil adalah 0,503 dan nilai korelasi ini
tergolong sangat kuat serta memiliki arah korelasi yang positif dan searah. Artinya
semakin sering mahasiswa FISKOM menonton drama Korea “Goblin”, maka akan
semakin besar interaksi sosial yang terjadi dan begitu pula sebaliknya, semakin jarang
orang melihat drama Korea “Goblin”, maka interaksi sosialnya akan semakin kecil. Ini
berarti responden yang menonton drama korea “Goblin” lebih dari 4 jam dalam sehari
(heavy viewer) cenderung mempunyai dampak yang lebih besar untuk terjadinya
interaksi sosial dibandingkan dengan responden yang menonton drama korea “Goblin”
kurang dari empat jam dalam sehari (Light Viewers) dengan adanya hasil ini, semakin
memperkuat dugaan bahwa ada dampak secara nyata antara menonton drama Korea
“Goblin” terhadap interaksi sosial.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya
yang sama-sama mengenai drama Korea. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh
Yessi Paradina Sella (Universitas Mulawarman) 2013, Tentang Analisa Perilaku Imitasi
Dikalangan Remaja Setelah Menonton Tayangan Drama Seri Korea di Indosiar (Studi
Kasus Perumahan Pondok Karya Lestari Sei Kapih Samarinda). Semakin rutin
menonton drama Korea tersebut, maka akan semakin tinggi perubahan perilaku meniru
atau perilaku imitasi. Begitu juga dengan hasil penelitian oleh Deansa Putri yang
berjudul “Hubungan Intensitas Menonton Tayangan Drama Seri Korea di Televisi dan
Motif Menonton Tayangan Drama Seri Korea di Televisi dengan Perilaku Berpakaian
65
Remaja” (Universitas Diponegoro) 2013 yang diperoleh hasil terdapat hubungan yang
sangat signifikan antara menonton drama Korea dengan variabel berpakaian remaja
dengan nilai korelasi sebesar 0.540 dan nilai signifikasi sebesar 0.000.
Teori Kultivasi milik Gerbner memfokuskan diri pada proses penanaman nilai
media bagi khalayak, seperti halnya media sebagai alat ukur utama untuk menanamkan
pandangan terhadap dunia. Maka manusia menjadi percara bahwa hal tersebut adalah
sebuah realitas seperti apa yang sudah mereka lihat dalam media. Dalam penelitian ini
peneliti menggolongkan kelas Heavy Viewer dan Light Viewer. Efek kultivasi ini
memiliki pengaruh yang kuat pada responden. Hal ini ditunjukan bahwa tipe penonton
berat (heavy viewer) mempunyai keinginan berinteraksi sosial yang lebih besar sebesar
77.8% daripada penonton ringan (light viewer) yang memiliki ekspektasi sebesar
74,2%. Hal ini membuktikan bahwa teori kultivasi Gerbner yang mengatakan bahwa
khalayak yang menonton televisi lebih dari 4 jam (Heavy Viewer) lebih percaya
terhadap realitas yang dibentuk oleh media, dan penonton ringan (light viewer)
memiliki akses media yang lebih luas sehingga sumber informasi mereka lebih variatif.
Dan penelitian ini menunjukkan bahwa semakin sering mereka menonton drama Korea
tersebut, semakin besar pula keinginan mereka untuk berinteraksi dan mewujudkan apa
yang mereka lihat didalam media tersebut menjadi sebuah realitas dalam dunia nyata.
Pada akhirnya peneliti dapat mengetahui bahwa terjadi pula komunikasi lintas
budaya yang membuat responden juga memiliki ketertarikan untuk mempelajari bahasa
Korea agar dapat berinteraksi dengan orang lain. Keinginan berinteraksi satu sama lain
akan menjadi sangat tinggi ketika kedua orang tersebut memiliki kesamaan terhadap hal
yang mereka suka. Misalnya pada penelitian ini adalah sama-sama suka menonton
drama Korea “Goblin”, hal ini membuat responden ingin saling berinteraksi,
berkomunikasi, dan juga berbagi cerita terhadap apa yang sudah mereka tonton dalam
drama tersebut.
66
Dalam penelitian ini juga terjadi komunikasi lintas budaya yang dapat
memberikan pengaruh cukup besar pada responden. Korean Wave memilliki pengaruh
cukup besar dalam penyebaran budayanya, sehingga mampu untuk mendominasi trend
yang ada di jaman sekarang ini. Tidak hanya dalam mengimitasi cara berpakaian pada
penelitian sebelumnya, dapat diketahui melalui in depth interview dengan beberapa
responden bahwa dengan menonton drama Korea adalah salah satu hal yang sangat
utama bagi beberapa responden. Menurut responden dengan menonton drama Korea
merupakan salah satu cara agar tidak tertinggal trend yang sedang berkembang
sekarang ini di Korea. Dengan menonton drama Korea juga kita sebagai penonton dapat
mengetahui perkembangan budaya di Korea. Bagi para penonton drama Korea,
menguasai bahasa Korea merupakan salah satu keinginan yang sangat besar, karena
dengan menguasai bahasa Korea penonton dapat menonton drama tanpa harus
menunggu edisi yang di translate. Maka dari itu pada awalnya mereka memilih untuk
mencoba dengan menirukan kalimat-kalimat yang ada di drama tersebut. Para
responden setuju bahwa dengan menirukan kalimat dan gaya bicara seperti yang ada di
drama “Goblin” membantu mereka untuk menguasai bahasa Korea lebih dalam lagi
tanpa harus mengikuti kursus bahasa Korea.