bab iii tambang dan upaya perlawanan masyarakat

28
34 BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT DALAM RITUAL TA’NO 3.1. Pendahuluan Ritual merupakan suatu hal yang tidak terlepas dari kehidupan manusia. Demikian pula halnya bagi masyarakat Oenbit yang masih memegang teguh adat dan budaya lokal. Kehidupan masyarakat yang sarat akan nilai budaya dan adat istiadat ini membuat masyarakat Oenbit menghadapi segala persoalan dengan mempertimbangkan adat budaya yang dimiliki. Salah satu upaya nyata masyarakat dalam menjalankan tradisi dan budaya lokal mereka adalah pelaksanaan ritual. Masyarakat Oenbit mengenal beberapa ritual dengan fungsi dan tujuannya masing-masing. Salah satu ritual yang dimiliki oleh masyarakat Oenbit adalah ritual Ta’no yang beberapa waktu lalu dilaksanakan sebagai bentuk penolakan terhadap penambangan yang dilakukan oleh PT. Elgary Resources Indonesia. Bab ini berisi hasil penelitian yang telah dilakukan di Oenbit kecamatan Insana Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur. Peneliti akan membahas sejarah singkat pertumbuhan Oenbit sebagai gambaran dari keadaan desa Oenbit bahkan juga akan memaparkan faktor-faktor yang memengaruhi masyarakat Oenbit menolak kegiatan penambangan yang dilakukan oleh PT. Elgary Resources Indonesia dan bentuk-bentuk penolakan yang dilakukan oleh Masyarakat Oenbit Terhadap PT. Elgary Resources Indonesia.

Upload: others

Post on 02-Dec-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

34

BAB III

TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

DALAM RITUAL TA’NO

3.1. Pendahuluan

Ritual merupakan suatu hal yang tidak terlepas dari kehidupan manusia. Demikian

pula halnya bagi masyarakat Oenbit yang masih memegang teguh adat dan budaya lokal.

Kehidupan masyarakat yang sarat akan nilai budaya dan adat istiadat ini membuat

masyarakat Oenbit menghadapi segala persoalan dengan mempertimbangkan adat budaya

yang dimiliki. Salah satu upaya nyata masyarakat dalam menjalankan tradisi dan budaya

lokal mereka adalah pelaksanaan ritual. Masyarakat Oenbit mengenal beberapa ritual dengan

fungsi dan tujuannya masing-masing. Salah satu ritual yang dimiliki oleh masyarakat Oenbit

adalah ritual Ta’no yang beberapa waktu lalu dilaksanakan sebagai bentuk penolakan

terhadap penambangan yang dilakukan oleh PT. Elgary Resources Indonesia.

Bab ini berisi hasil penelitian yang telah dilakukan di Oenbit kecamatan Insana

Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur. Peneliti akan membahas

sejarah singkat pertumbuhan Oenbit sebagai gambaran dari keadaan desa Oenbit bahkan juga

akan memaparkan faktor-faktor yang memengaruhi masyarakat Oenbit menolak kegiatan

penambangan yang dilakukan oleh PT. Elgary Resources Indonesia dan bentuk-bentuk

penolakan yang dilakukan oleh Masyarakat Oenbit Terhadap PT. Elgary Resources

Indonesia.

Page 2: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

35

3.1.1. Gambaran Umum Masyarakat Oenbit

Secara historis-kultural, desa Oenbit termasuk dalam wilayah kefetoran (sistem

pemerintahan gaya lama dan kalau untuk sebutan zaman sekarang adalah setingkat

kecamatan) Insana. Suku yang dominan berada di wilayah itu adalah suku Kafun Baineo,

Bnany Ataupah, Naisau Zebui, Naikofi Kaufnilo, Naili Oeleon dan Tanuf Neonbeni.

Sedangkan secara Administrasi-geografis, desa Oenbit terletak di Kecamatan Insana

Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), yang mana

sebelah Utara Berbatasan dengan dengan desa T‟Eba, sebelah Selatan dengan desa Fatoih dan

Nunmafo, Sebelah Timur berbatasan dengan desa Naisau, Sebelah Barat berbatasan dengan

desa Upfaon kecamatan Biboki Selatan. Jumlah penduduk desa Oenbit adalah 2.415 jiwa,

yang terdiri dari 1.180 laki-laki dan 1.235 perempuan. Jumlah kepala keluarga sebanyak 562

KK dan jumlah kepala keluarga miskin sebanyak 181 KK.1

Masyarakat Oenbit sebagian besar didominasi oleh penduduk asli dari suku Timor.

Hal ini membuat budaya Timor masih sangat menonjol, terutama dalam pelaksanaan adat

istidat di desa, misalnya upacara-upacara pada musim tanam dan panen berlangsung

dilakukan sesuai dengan adat Timor. Selain itu, dalam komunikasi sehari-hari, kebanyakan

masyarakat Oenbit menggunakan bahasa daerah atau bahasa dawan. Masyarakat Oenbit

umumnya hidup secara berkelompok dan menganut sistem gotong-royong.2

Pada bidang pendidikan, keberhasilan pembangunan pendidikan disadari sangat

menentukan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Oleh karena itu, pemerintah

kecamatan Insana menempatkan pendidikan sebagai salah satu program prioritas dalam

pembangunan daerah. Sehubungan dengan hal tersebut, maka upaya peningkatan pelayanan

1 Wawancara dengan Kepala Desa Oenbit dan Data Statistik Desa Oenbit yang diambil, di Oenbit 21

Desember 2015. 2 Wawancara dengan Pemuda Suku Naikofi yang berjuang bersama masyarakat Oenbit, di Kefamenanu

26 Desember 2015.

Page 3: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

36

pendidikan di setiap tingkatan perlu mendapat perhatian khususnya dalam hal ketersediaan

prasarana dan ketersediaan sumber daya manusia.3

Tingkat pendidikan masyarakat Oenbit rata-rata adalah Sekolah Dasar (SD), Sekolah

Menengah Pertama (SMP) dan juga beberapa orang tua yang sempat mengenyam bangku

Sekolah Rakyat (SR) pada zaman penjajahan. Saat ini telah ada kurang lebih 39 orang yang

menjadi lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan beberapa sarjana yang bekerja di luar

desa Oenbit maupun di desa Oenbit. Di luar dari pada itu masih banyak masyarakat Oenbit

yang buta huruf.4

3.1.2. Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita penduduk merupakan salah satu indikator yang dapat mengukur

tingkat kemakmuran penduduk suatu daerah dan juga merupakan gambaran tingkat

pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Perkapita penduduk Oenbit lima tahun terakhir menurut

sektor usaha, pertanian sebanyak 545 keluarga dan jumlah anggota 960 orang. Pertanian di

ladang merupakan mata pencaharian pokok di kabupaten Timor Tengah Utara khususnya

Oenbit. Tanaman yang ditanam ialah jagung, pada ladang, ubi kayu dan beberapa jenis

kacang-kacangan.

Pada saat melakukan penanaman, masyarakat biasanya menggunakan sistem tumpang

sari, yaitu dalam satu lubang ditanam beberapa jenis tanaman (misalnya kacang dan jagung).

Ladang-ladang kebanyakan letaknya di gunung-gunung yang curam dan terjal, yang ditinjau

dari segi pengerjaan lebih mudah. Dalam pertanian di ladang, tanah ladang umumnya adalah

tanah „suku‟, maka pengaturannya diatur oleh kepala „suku‟ (tuan tanah). Untuk sektor

perkebunan, terdiri dari 545 keluarga dan 960 orang anggota, peternakan 410 keluarga dan

3 Sumber Data Profil Desa Oenbit Kecamatan Insana Kabupaten TTU Tahun 2014, 19.

4 Sumber Data Profil Desa Oenbit Kecamatan Insana Kabupaten TTU Tahun 2014, 19.

Page 4: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

37

jumlah anggota 410 orang, kerajinan 162 keluarga dan jumlah anggota 162 orang dan usaha

jasa dan perdagangan 21 keluarga dan jumlah anggota 21 orang.5

Jika dihitung presentasenya, penduduk Oenbit 80% bermatapencaharian sebagai

petani, sedangkan 10% sebagai pegawai negeri sipil, 5% sebagai pedagang dan 5% rumah

tangga. Berdasarkan presentasi yang telah dipaparkan, dapat dilihat bahwa penduduk yang

bermatapencahatian sebagai petani menempati presentasi terbesar.

3.1.3. Agama, Lingkungan Hidup dan Lembaga Adat

3.1.3.1. Agama

Mayoritas masyarakat Oenbit beragama Katolik dengan jumlah 1.777 laki-laki orang

dan 1.232 perempuan. Sedangkan agama Kristen Protestan berjumlah 3 orang laki-laki dan 3

orang perempuan.6 Agama Katolik berkembang dengan baik di kalangan masyarakat Oenbit.

Walaupun demikian, tidak berarti bahwa kehidupan religi secara umum di TTU didominasi

oleh ajaran Katolik saja. Tradisi nenek moyang masih tetap melekat walaupun para misioner

dengan kuat dan intensif menjalankan dakwah agamanya. Sebagian besar masyarakat masih

menjalankan tradisi nenek moyang, terutama di daerah pedalaman seperti di Oenbit ini.

Keadaan ini akan terus bertahan dan memegang peranan penting terhadap kehidupan

masyarakat Oenbit. Bagi masyarakat Oenbit, kehidupan yang ideal adalah menjalankan

upacara-upacara tradisional secara baik dan teliti.7

Menurut agama asli masyarakat Oenbit, kehidupan mereka berpusat kepada suatu

kepercayaan akan adanya dewa langit Usi Neno. Dewa ini dianggap sebagai pencipta dan

pemelihara kehidupan di dunia. Upacara-upacara yang ditujukan kepada Usi Neno terutama

bermaksud untuk meminta hujan, sinar matahari, meminta kesehatan dan kesejahteraan. Di

samping itu, masyarakat Oenbit juga mengenal dan percaya akan adanya makhluk-makhluk

5 Sumber Data Profil Desa Oenbit Kecamatan Insana Kabupaten TTU Tahun 2014, 9.

6 Sumber Data Profil Desa Oenbit Kecamatan Insana Kabupaten TTU Tahun 2014, 20.

7 Wawancara dengan Kepala Desa Oenbit, di Oenbit 21 Desember 2015.

Page 5: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

38

gaib yang mendiami tempat-tempat tertentu di hutan-hutan, mata air-mata air, sungai-sungai

dan pohon-pohon tertentu.

Terlihat adanya dualisme agama dalam praktek kehidupan masyarakat Oenbit. Hal ini

dapat dilihat dari, meskipun agama Katolik secara formal telah diterima dan dipeluk oleh

sebagian besar penduduk Oenbit, namun sebagian besar dari penganut agama Katolik tersebut

masih percaya akan adanya dewa-dewa, makhluk-makhluk halus. Kepercayaan ini tetap

terjaga karena para pendeta dan guru-guru agama dianggap tidak dapat memberikan

pertolongan-pertolongan langsung dalam kehidupan sehari-hari.8

3.1.3.2. Lingkungan Hidup

Perusakan lingkungan pada dasarnya adalah perbuatan manusia yang sadar atau tidak

sadar, langsung maupun tidak langsung yang mengakibatkan rusaknya suatu lingkungan.

Perusakan karena ulah manusia tersebut menyebabkan bencana alam seperti petir, hujan lebat

dan lama, angin puting beliung, musim kemarau berkepanjangan, tanah longsor dan gempa

bumi. Untuk mencegah agar tidak terjadi perusakan maka masyarakat dan pemerintah harus

berusaha keras untuk melestarikan hutan dan lingkungan dengan jalan:9

a. Mencegah orang berladang berpindah-pindah.

b. Mengatur, mengawasi dan mengendalikan cara penebangan pohon dan kayu-

kayu sehingga terjamin kelestarian hutan dan lingkungan mencegah punahnya

spesies-spesies yang sudah langkah.

c. Mencegah terjadinya kebakaran hutan dan padang.

d. Mencegah pengrusakan hutan oleh orang-orang yang tidak bertanggung.

3.1.3.3. Lembaga Adat

Dalam struktur masyarakat Oenbit, lembaga adat mendapat perhatian yang sangat

besar dari masyarakat dan pemerintah setempat. Hal ini terlihat dalam profil desa yang

8 Wawancara dengan Ketua Adat Suku Ataupah, di Oenbit 22 Desember 2015.

9 Sumber Data Profil Desa Oenbit Kecamatan Insana Kabupaten TTU Tahun 2014,

Page 6: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

39

mencantumkan lembaga adat sebagai salah satu bagian terpenting dalam masyarakat. Para

pemangku adat dalam masyarakat ini diprioritaskan oleh masing-masing suku yang dominan

di Oenbit. Selain itu, di dalam rumah masing-masing suku, khususnya orang-orang yang

dituakan di dalam suku masih terlihat dengan jelas adanya simbol-simbol adat yang menjadi

tempat mereka berkumpul.

Di dalam segala bidang kehidupan, masyarakat selalu melibatkan dan mendahuluinya

dengan ritual adat yang dipercayai oleh masyarakat Oenbit. Ritual-ritual adat tersebut antara

lain: Upacara adat perkawinan, kematian, kelahiran, bercocok tanam, perikanan/laut,

kehutanan, pengelolaan sumber daya alam, pembangunan rumah dan adat dalam penyelesaian

masalah atau konflik. Hal ini jelas membuktikan bahwa dalam masyarakat Oenbit, adat dan

budaya memegang peranan yang sangat penting dalam segala aspek kehidupan masyarakat.

3.2. Faktor Penolakan Masyarakat Oenbit Terhadap Penambangan PT. Elgary

Resources Indonesia

Pada tahun 2014, masyarakat Oenbit mendengar dan melihat adanya aktivitas

penambangan yang dilakukan oleh PT. Elgary Resources Indonesia (ERI). Sejak awal

kehadirannya, PT. ERI tidak pernah melakukan sosialisasi dengan masyarakat sebagai bentuk

perkenalan perusahaan dengan masyarakat. Perusahaan dan pemerintah Kabupaten TTU

selama ini tidak pernah mendatangi desa Oenbit untuk melakukan sosialisasi tentang adanya

aktivitas pertambangan tersebut sehingga masyarakat merasa bahwa hak ulayat mereka

seakan dirampas oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.10

Sejak awal kehadirannya, PT. ERI tidak pernah diterima oleh masyarakat. Semula PT.

Elgary Resources Indonesia mengatakan bahwa mereka hanya akan melakukan tesbit dan

pengujian saja. Hal ini yang membuat masyarakat Oenbit memberikan izin. Namun pada

10

Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit

21 Desember 2015.

Page 7: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

40

pelaksanaannya, masyarakat menilai bahwa yang dilakukan oleh PT. ERI adalah

mengeksploitasi tanah mereka. Hal ini yang kemudian melatarbelakangi masyarakat Oenbit

melakukan penolakan dan tidak memberikan ijin kepada PT. Elgary Resources Indonesia.

Penolakan ini karena pada lokasi penambangan terdapat tempat ritus adat yang paling unik

dari beberapa suku yang ada di desa Oenbit dan di lokasi penambangan juga merupakan

tempat mata pencaharian dan padang pengembalaan ternak.11

Kehadiran PT. Elgary Resources Indonesia ini jelas menimbulkan aksi penolakan

yang sangat mendalam karena PT. ERI tidak melakukan sosialisasi dengan masyarakat

setempat dan masuk ke dalam lokasi tersebut tanpa melalui jalur adat seperti kebiasaan

masyarakat Oenbit. Lokasi penambangan yang dilakukan oleh PT. Elgary Resources

Indonesia merupakan tempat bersejarah bagi masyarakat Oenbit, khususnya bagi beberapa

suku yang dominan di desa Oenbit suku Ataupah, Naikofi dan Taesbenu. Hal ini yang

semakin memperkuat penolakan dari masyarakat.12

Masyarakat Oenbit memiliki ikatan yang kuat dengan tanah mereka karena memiliki

sejarah perjuangan yang melatarbelakanginya. Ketika terjadi perang antara kerajaan Insana

dan Belu, kerajaan Insana sudah hampir kalah dan pada saat itu kerajaan Insana yang masih

memiliki hubungan kekerabatan dengan Miomafo yang ada di Noeltoko meminta bantuan

kepada Uskono (kerajaan Miomafo) untuk membantu Usfinik (kerajaan Insana) dengan

mengirim empat Temukung untuk membantu Insana melakukan perang. Setelah perang

tersebut, mereka memberikan tanah itu untuk Temukung H sebagai lahan kebun dan Us

Taolin dan Insana seluruhnya menjadi milik Temukung H.13

11

Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit

21 Desember 2015. 12

Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit

21 Desember 2015. 13

Wawancara dengan Ketua Adat Suku Ataupah, di Oenbit 22 Desember 2015.

Page 8: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

41

Masyarakat Oenbit memahami tanah sebagai ibu, artinya sebagai perut dan juga

sumber kehidupan serta kekuatan pribadi mereka. Hal ini yang membuat masyarakat tidak

melepaskan tanah mereka dirampas oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Bagi

masyarakat Oenbit, PT. ERI merupakan orang asing yang datang tanpa ijin dan berusaha

merusak tanah dan menghancurkan alam tempat mata pencaharian yang selama ini mereka

lestarikan.14

3.3. Bentuk-Bentuk Penolakan yang dilakukan oleh Masyarakat Oenbit Terhadap PT.

Elgary Resources Indonesia

3.3.1. Aksi dan Demo

Pada awal bulan Oktober 2014, masyarakat Oenbit mendatangi lokasi tambang dan

mendapati PT. ERI telah melakukan eksploitasi atas tanah mereka. PT. ERI sendiri

mengatakan bahwa mereka telah mendapat Surat keputusan Bupati. Nikolas Ataupah selaku

Ketua Aliansi masyarakat peduli lingkungan (ARAPEL) menjelaskan bahwa surat keputusan

Bupati tersebut tidak akan sah apabila tidak ada izin dari masyarakat selaku pemilik lahan

tersebut.

Gambar 1: Aksi demo masyarakat Oenbit bersama dengan LMND (Liga Mahasiswa

Untuk Demokrasi)

14

Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit

22 Desember 2015.

Page 9: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

42

Kami minta orang asing meninggalkan tanah kami, jangan merampas hak

ulayat kami. Kami tidak mau orang asing yang tidak bertanggungjawab datang

dan merusak tanah kami. Lebih baik angkat kaki atau kalian akan berurusan

dengan kami.15

Berbagai aksi dan demo terus dilakukan oleh masyarakat bahkan hingga mendatangi

kantor DPRD untuk meminta perlindungan namun tidak pernah ada tindak lanjutan. Pada

bulan Februari 2015 pihak perusahaan menanamkan 13 pilar dan memasang tanda larangan

agar selain perusahaan, tidak diperbolehkan bagi orang lain untuk melintasi lokasi

penambangan. Hal itu yang membuat masyarakat Oenbit menjadi semakin marah dan terus

melakukan aksi demo.16

Selain melakukan aksi demo, masyarakat juga melibatkan pastor dan ketua adat dari

beberapa suku untuk melakukan peneguran kepada perusahaan. Melalui upaya ini, pihak

perusahaan akhirnya menemui masyarakat dengan membawa syarat-syarat adat seperti sopi

dan uang. Namun, upaya perusahaan ini mendapat penolakan dari masyarakat.

Masyarakat juga telah mengadukan hal ini ke DPR Propinsi komisi empat dan

bareskrim tetapi hingga saat ini tidak ada kepastian dan jawaban. Pada bulan maret 2015,

masyarakat mendatangi lokasi untuk mengusir PT. ERI tetapi pihak perusahaan tetap

bertahan. Pada minggu berikutnya, masyarakat mendatangi kepolisian untuk meminta

pendampingan dan hingga bulan mei 2015 masyarakat langsung melakukan blokade di

lokasi. Masyarakat telah mencabut papan larangan untuk sapi dilarang melintasi. Namun

upaya yang dilakukan juga tidak menemukan hasil dan pihak PT. tetap melakukan aktivitas

penambangan mereka.17

15

Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit

22 Desember 2015. 16

Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit

22 Desember 2015. 17

Wawancara dengan Aktivis Liga Mahasiswa Untuk Demokrasi (LMND), di Oenbit 23 Desember

2015.

Page 10: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

43

3.3.2. Ritual Ta’no

Masyarakat Oenbit selama ini telah menempuh berbagai macam cara agar aktivitas

penambangan yang dilakukan PT. ERI mendapat perhatian dari pemerintah setempat tetapi

usaha mereka tidak juga menemui hasil. Hingga pada akhirnya masyarakat Oenbit dan

beberapa suku yang memiliki lahan membuat keputusan untuk melakukan blokade dan ritual

di lokasi penambangan. Ada berbagai macam ritual yang dikenal dan dilaksanakan oleh

masyarakat Oenbit, salah satunya adalah ritual yang mereka sebut Ta’no (Pengutukan keras)

yang mereka pilih untuk mengusir PT. ERI.

3.3.3. Pemahaman Masyarakat Oenbit Tentang Ritual Ta’no

3.3.3.1. Pengertian dan asal mula Ritual Ta’no

Masyarakat Oenbit mengenal dan memahami Ta’no sebagai ritus pengutukan keras.

Ta’no merupakan ritus yang dikenal oleh masyarakat Oenbit sebagai ritus panas dan hanya

digunakan untuk menghadapi masalah-masalah besar. Menurut kepercayaan masyarakat

Oenbit, Ta’no merupakan ritus yang dapat membawa malapetaka bagi orang yang dikutuk

sehingga ritus ini tidak dapat dilakukan secara sembarangan karena mempunyai resiko yang

sangat besar. Karena itu, sekalipun ritual ini telah ada sejak lama dan telah berkembang

dalam masyarakat Oenbit dan telah dilaksanakan oleh para leluhur, suku Ataupah yang ada

saat ini baru pertama kali melakukan ritual Ta’no untuk menghadapi PT. ERI yang sejak

2014 mengeksploitasi tanah mereka.18

Ritual Ta’no telah dikenal oleh masyarakat Oenbit jauh sebelum Injil masuk dan

berkembang di wilayah Timor. Ta’no sebagai salah satu bentuk kebudayaan yang ada pada

zaman dahulu sebelum kekristenan masuk, dianggap sebagai suatu penyembahan yang benar

kepada roh-roh nenek moyang, yang dipercayai oleh masyarakat Oenbit memiliki kuasa.

18

Wawancara dengan Ketua Adat Suku Ataupah, di Oenbit 22 Desember 2015.

Page 11: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

44

Kehidupan kerajaan yang ada dalam masyarakat zaman dahulu di kecamatan Insana

mengharuskan rakyat untuk mengikuti setiap perkataan maupun kepercayaan dari raja yang

berkuasa pada zaman itu. Kekerasan dan ketegasan pemerintah kerajaan zaman dahulu di

Oenbit, membuat para rakyat tidak dapat melawan apa yang diperintahkan raja kepada

rakyatnya dalam segala aspek kehidupan, termasuk juga dalam hal memeluk kepercayaan.

Ta’no merupakan salah satu kepercayaan dari budaya yang ada pada saat itu, yang diturunkan

secara turun-temurun oleh masyarakat Oenbit.19

Masyarakat Oenbit juga mempercayai bahwa manusia religius sangat yakin bahwa

kehidupan di alam semesta tak dapat berlangsung tanpa dipelihara dan dirangsang oleh ritus

yang menjamin keserasian dengan kekuatan ilahi. Baik kejadian sangat penting dalam hidup

seperti kelahiran, perkawinan, kematian maupun aktivitas kerja rutin seperti berburu dan

bertani memperoleh kemanjuran dari kekuatan ritus yang mengiringinya. Di antara berbagai

ritus yang dilaksanakan, upacara mempersembahkan atau menyembelih kurban menempati

posisi utama, karena dengannya manusia mengadakan persembahan diri kepada leluhur lewat

suatu pemberian. Hubungan manusia dengan leluhur ditetapkan lewat keikutsertaan dalam

persembahan yang disucikan.20

Ritual penyembelihan kurban menjadi ritus religius penting, yang pada banyak suku,

korban darah merupakan tindakan religius inti. Hal ini juga yang membuat masyarakat

Oenbit memberi ciri-ciri khusus terhadap kurban yang akan disembelih. Seperti semakin

besar masalah yang dihadapi semakin besar pula kurban yang akan dipersembahkan. Karena

19

Wawancara dengan Ketua Adat Suku Ataupah, di Oenbit 22 Desember 2015. 20

Wawancara dengan Ketua Adat Suku Ataupah, di Oenbit 22 Desember 2015.

Page 12: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

45

hewan-hewan persembahan ini dianggap menggantikan kehidupan individu atau kelompok

yang mempunyai kepentingan dalam melakukan ritual tersebut.21

Kurban yang sudah disembelihkan menciptakan suatu hubungan mistis antara

pemberi persembahan dan penerima kurban yaitu para leluhur. Selain itu, bahwa darah yang

sudah mengalir merupakan kurban yang sangat berharga yang dipersembahkan kepada

leluhur, dalam arti sepenuhnya, darah melambangkan kehidupan seseorang dan melalui darah

para leluhur telah mengambil kehidupan lewat darah dan napas dari kurban sembelihan.

Karena itu, pada satu pihak, kurban darah menciptakan suatu ikatan baru di antara para

peserta ritual dan para leluhur. Oleh karena itu, ritual Ta’no penyembelihan hewan

merupakan hal yang paling penting dilakukan sehingga sebelum melakukan ritual

penyembelihan mereka juga terlebih dahulu melakukan beberapa tahap persiapan seperti

memohon petunjuk kepada para leluhur seperti hewan apa yang harus mereka persembahkan.

3.3.3.2. Persiapan Sebelum Melakukan ritual Ta’no

Di dalam melaksanakan ritual Ta’no, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan oleh

masyarakat sebelum melakukan ritual yaitu sebagai berikut:22

1. Beberapa hari sebelum melakukan ritual Ta’no, para Usi Mnasi atau tua-tua adat

biasanya dari suku-suku yang berkepentingan dan suku mayoritas dalam hal ini

suku Ataupah, masuk ke sonaf untuk meminta ijin kepada leluhur dan agar

mendapat petunjuk mengenai permintaan leluhur mengenai hewan kurban yang

diinginkan untuk dibawa pada ritual Ta’no yang akan dilaksanakan beberapa hari

kemudian.

21

Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit

22 Desember 2015. 22

Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit

22 Desember 2015.

Page 13: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

46

2. Setelah mendapat petunjuk lewat sonaf, masyarakat atau suku-suku mulai

mempersiapkan kurban-kurban yang diminta oleh leluhur tersebut. Biasanya

korban persembahan yang diminta adalah seekor ayam jantan berbulu merah dan

tidak boleh bercampur dengan warna lain, seekor sapi, seekor babi merah dan

beras.

3. Masyarakat menyiapkan alat-alat perlengkapan ritual seperti:

a. Kapak untuk memotong korban persembahan

b. Periuk untuk memasak beras yang dibawa

c. Kayu bakar dan korek api untuk memasak korban persembahan

d. Daun pisang sebagai tempat makan setelah ritual dilakukan.

3.3.3.3. Waktu dan tempat ritual Ta’no dilakukan

Menurut N.A, Ta’no tidak dapat dilakukan di sembarang waktu. Ta’no hanya dapat

dilakukan ketika masyarakat menghadapi masalah besar yang tidak bisa lagi ditempuh lewat

ritual atau tindakan lainnya. Selain itu, Ta’no juga tidak dapat dilakukan disembarangan

tempat. Biasanya Ta’no dilakukan ketika menghadapi masalah besar yang dipusatkan di atas

gunung Loeram. Menurut masyarakat Oenbit, gunung Loeram merupakan tempat paling

sakral, tempat bersemayam dan tempat tinggal pertama nenek moyang masyarakat Oenbit

dalam hal ini suku Ataupah (Usi Ataupah). Arwah nenek moyang tersebut dipercayai akan

membantu mereka jika mengalami kesulitan dalam hidup, seperti ketika mengalami sakit

penyakit, kesulitan dalam bercocok tanam atau pertanian maupun dalam menghadapi masalah

besar lainnya atau konflik.23

23

Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit

22 Desember 2015.

Page 14: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

47

3.3.3.4. Tata cara ritual Ta’no

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh penulis, ada beberapa hal

yang didapatkan mengenai tata cara pelaksanaan ritual Ta’no dalam penolakan terhadap PT.

Elgary Resources Indonesia di Oenbit, yaitu sebagai berikut:24

1. Setelah segala kelengkapan yang diperlukan telah disiapkan oleh masyarakat,

maka masyarakat akan berkumpul di salah satu rumah sebelum mereka bersama-

sama pergi ke gunung Loeram. Rumah yang biasanya dipakai sebagai tempat

berkumpulnya masyarakat sebelum melakukan ritual Ta’no di gunung Loeram

untuk penolakan terhadap PT. ERI ini ialah di sonaf Ataupah, yang bertempat di

kediaman Bapak A.A selaku ketua adat suku Ataupah.

2. Masyarakat yang telah berkumpul kemudian bersama-sama berjalan kaki menuju

ke kaki gunung Loeram dengan membawa kurban-kurban untuk ritual dan alat-

alat yang akan dipakai dalam ritual tersebut. Perjalanan dari rumah Bapak A.A ke

kaki gunung Loeram biasanya memakan waktu 30-45 menit.

3. Setelah tiba di kaki gunung Loeram, maka ritual Ta’no pun dilakukan. Usi Mnasi

(tua adat atau orang yang dituakan dalam masyarakat ataupun dalam keluarga,

biasanya adalah laki-laki) yang biasanya berasal dari keluarga atau suku Ataupah

akan memimpin ritual Ta’no.

4. Ritual diawali dengan pengucapan Tateab Hanaf 25

oleh tua adat. Tateab Hanaf

ini biasanya berupa doa-doa yang ditunjukan kepada nenek moyang, sebagai tanda

bahwa mereka meminta izin untuk dapat bertemu dengan nenek moyang mereka

guna menyampaikan apa yang menjadi permintaan atau kebutuhan mereka saat

itu.

24

Wawancara dengan Ketua Adat Suku Naikofi, di Oenbit 20 Desember 2015. 25

Tateab Hanaf: Doa-doa atau mantera-mantera.

Page 15: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

48

5. Setelah Tateab Hanaf dilakukan, maka ritual berikutnya adalah memotong

kurban-kurban yang diminta oleh nenek moyang. Kurban-kurban yang berupa

hewan, dipotong lehernya dan darahnya diteteskan di seputar kaki gunung

Loeram.

6. Setelah darah dari kurban-kurban selesai diteteskan, maka masyarakat akan

melepas kepergian dua orang utusan untuk naik ke atas gunung Loeram.

7. Sesampai di atas gunung Loeram, kedua utusan ini pun mulai mempersembahkan

korban hewan yang masih hidup. Kurban yang dibawa ke atas gunung itu,

biasanya adalah seeokor babi merah, sapi dan beras. Ketua adat suku Ataupah dan

ketua suku Naikofi yang biasanya diutus untuk naik ke gunung Loeram,

mengatakan bahwa sesampainya di depan sebuah batu keramat bertuliskan Usi

Ataupah (yang dipercayai merupakan rumah atau kediaman nenek moyang),

mereka langsung melepaskan babi yang dibawa tadi, kemudian beras yang dibawa

di ra’u26

dan dibuang di sekeliling puncak gunung.

8. Sambil darah dari hewan kurban diteteskan dan beras ditabur di sekeliling puncak

gunung, maka bersamaan dengan itu mereka mengucapkan Tateab Hanaf yang

biasanya berisi maksud kedatangan mereka kepada para nenek moyang saat itu.

9. Kemudian, ketua suku Naikofi akan menunggu di depan batu keramat dan salah

satu utusan dari suku Ataupah akan pergi menghadap nenek moyang di batu

keramat yang masyarakat sebut Funan Abaina, Neno Abaina (bulan bisa berubah,

matahari bisa berubah) karena pada waktu pagi wujudnya bisa berubah menjadi

anak kecil, siang pemuda, sore dewasa dan malam menjadi lansia.

10. Utusan dari suku Ataupah itu, akan mendekati batu keramat dan mulai melakukan

Tateab Hanaf, dan isi Tateab Hanaf yang disampaikan dengan tutur adat (bahasa

26

Ra’u: Diambil dengan kedua belah tangan.

Page 16: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

49

dawan) pada pertemuan dengan nenek moyang tersebut dirahasiakan, dan

biasanya hanya diketahui oleh tua-tua adat.

11. Setelah pertemuan yang membicarakan mengenai tujuan penyembelihan yang

dilakukan oleh penduduk diberitahukan kepada nenek moyang, maka utusan itu

akan kembali menemui suku Naikofi yang telah menunggu di depan batu keramat

tersebut.

12. Setelah keduanya bertemu, maka utusan tersebut akan menyampaikan isi berita

yang sudah disampaikannya kepada arwah nenek moyang kepada suku Naikofi

yang telah menunggu, apabila permintaan penduduk agar penolakan terhadap PT.

Elgary Resources Indonesia sudah disampaikan. Setelah itu, kedua utusan tersebut

kembali turun ke kaki gunung Loeram dengan membawa serta hewan yang sudah

disembelihkan tadi untuk direbus karena jawaban diterima dapat dilihat dari

kurban sembelihan yang akan direbus. Masyarakat mempercayai bahwa apabila

dalam rebusan tadi terlihat hati kurban tersebut tidak terbelah dan tidak bercacat

maka permohonan mereka sudah diterima oleh leluhur nenek moyang mereka.

13. Setelah kurban sembelihan selesai direbus, mereka masuk ke dalam sonaf untuk

mempersembahkan kepada leluhur. Para utusan dari beberapa suku akan

memotong daging kurban sembelihan kemudian di ra’u dan diletakkan di atas

nyiru atau tempat beras. Setelah pemotongan daging selesai dilakukan maka

masyarakat menaikan Tateab Hanaf. Setelah itu, semua perwakilan dari beberapa

suku juga diminta untuk masuk ke dalam sonaf. Ketua suku yang telah dipercayai

untuk melakukan ritual di atas gunung Loeram tadi langsung memakan bagian

paru-paru babi yang mentah dengan dicampur beras mentah.

14. Mereka kemudian mulai berpesta bersama dengan memasak hewan dan beras

yang ada, lalu dimakan bersama-sama di atas daun pisang. Pesta makan bersama

Page 17: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

50

ini mengungkapkan rasa sukacita dan tanda terima kasih dari mereka kepada roh-

roh nenek moyang yang telah menerima permintaan yang mereka sampaikan.

Ritual makan bersama dipercayai mampu memberikan berkat dan tanda

kemenangan bagi masyarakat Oenbit.

15. Setelah selesai makan bersama, maka hujan pun langsung turun, dan biasanya

disebut Ulan Nmof atau hujan. Hujan ini menandakan bahwa permintaan mereka

telah didengar oleh nenek moyang.

Hal yang menarik dari pelaksanaan ritual Ta’no ini adalah, masyarakat mengawali

ritual adat mereka dengan melaksanakan ritual keagamaan secara Katolik terlebih dahulu.

Setelah mengadakan misa, baru kemudian masyarakat melaksanakan ritual Ta’no dengan

menyembelihkan hewan dan mengeluarkan sumpah adat sebagai bentuk kutukan terhadap

PT. Elgary Resources Indonesia. Misa tersebut dipimpin oleh seorang P.K MSF dan diikuti

oleh umat yang berasal dari masyarakat suku Naikofi, Ataupah dan suku Taesbenu, bersama

aktivis Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi (LMND) Kefamenanu. Kelompok

masyarakat ini kemudian menamakan diri Aliansi Rakyat Peduli Lingkungan (Arapel).27

Gambar 2: Aksi demo yang dilakukan oleh masyarakat Oenbit yang menamakan diri

mereka sebagai masa Arapel.

27

Wawancara dengan Aktivis Liga Mahasiswa Untuk Demokrasi (LMND), di Oenbit 23 Desember

2015.

Page 18: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

51

Gambar 3: Misa bersama di lokasi penambangan.

P. K mengatakan dalam khotbahnya, pihaknya harus yakin bahwa perjuangan warga

harus menderita akibat pemimpin yang telah dipilih.

“Kita hadir sebagai satu keluarga yang memiliki tugas dan tanggung jawab

untuk lestarikan lingkungan ini. Lebih baik kita jadi pelayan daripada

pemimpin, karena beban apapun harus diperjuangkan untuk harga diri kita.

Hadirnya mangan membawa penderitaan bukan kesejahteraan, hadirkan konflik

masyarakat dengan masyarakat, sehingga kita harus hentikan. Kita makan

jagung dan ubi, bukan makan mangan. Hari ini mereka keruk semua, apakah

besok kita makan mangan.” Sebagai pelaksana sabda Tuhan, lanjut P.K umat

harus berani hadapi siapapun. Senjata umat adalah kebersamaan, keluarga, dan

itu tidak bisa dikalahkan oleh siapapun.”Sebagai martir-martir Kristus, kita

jangan jadi orang Farisi yang munafik. Kita takut akan Tuhan dan alam kita

karena dirusak oleh manusia rakus. Kita tidak punya senjata karena kita punya

Alkitab dan tubuh Kristus. Semangat kita untuk mengolah, maka apapun yang

terjadi, mau malam sampai besok ini, tetap tanah kita. Hari ini tanggal 3 Maret,

di sinilah gereja kita demi alam semesta, bukan ciptaan bupati, PT Elgary

Resources Indonesia dan DPRD. Ketika mereka merusak tanah kita, maka

mereka setan-setam dan iblis. Mereka bukan Katolik kata P.K.28

Berdasarkan upaya-upaya yang dilakukan, terlihat bahwa gereja terlibat aktif dalam

memperjuangkan hak ulayat masyarakat. Dengan pelaksanaan ritual agama dan adat secara

bersamaan ini menunjukkan bahwa terjadi dualisme agama, di mana agama Katolik dan

agama suku berjalan bersama dalam menghadapi eksploitasi tanah yang dilakukan oleh PT.

Elgary Resources Indonesia. Keterlibatan aktif gereja katolik dalam memperjuangkan hak

ulayat masyarakat ini terjadi karena di dalam wilayah Oenbit, mayoritas agama terbesar yang

dianut oleh masyarakat adalah Katolik.

28

Wawancara dengan Pater yang berjuang bersama masyarakat Oenbit, di Kefamenanu 26 Desember

2015.

Page 19: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

52

Misa yang dilaksanakan berlangsung sekitar 32 menit dan dilanjutkan dengan dialog

antara pengunjuk rasa dengan pimpinan PT. Elgary Resources Indonesia yang dimediasi oleh

Wakil Kepala Kepolisian TTU Komisaris Polisi D. R. Dalam dialog, pengunjuk rasa meminta

agar perusahaan segera menghentikan aktivitas pertambangan. Dalam aksi tersebut, massa

membawa sejumlah spanduk protes, beberapa di antaranya adalah “Tangkap dan Adili Mafia

Tambang”, “Jangan Rampas Tanah Kami” dan “Kami Juga Butuh Sejahtera.”29

Sementara itu, pimpinan PT. Elgary Resources Indonesia, D. C mengatakan, pihaknya

akan menghentikan aktivitas penambangan sampai hari senin 9 Maret 2015. Namun kegiatan

administrasi di kantor PT. Elgary Resources Indonesia akan berjalan seperti biasa. “Kami

akan melanjutkan aktivitas setelah ada pertemuan dengan instansi-instansi terkait” jelasnya.30

Setelah berorasi, mereka kemudian bergerak menuju puncak tambang mangan

(gunung Loeram) untuk melaksanakan ritual adat. Kegiatan ritual adat Ta’no dilakukan

dengan menyembelih satu ekor ayam jantan merah dan satu ekor ayam jantan hitam yang

digantung di pagar perusahaan oleh salah seorang perwakilan massa, A.A dengan

mengeluarkan sumpah:

“Siapa yang berani melanggar ini berarti bertanggung jawab atas alam dan

tanah ini”. Sumpah demi langit dan bumi, kalau orang ini bukan orang asli di

sini mengapa dia memiliki tanah ini. Kalau memang betul bumi ini memiliki

kekuatan bahwa bumi ini milik kita, hindarkan orang ini dari sini dan siapa

berani bongkar pagar ini berarti bertanggungjawab atas langit dan bumi ini.31

Kutukan ini secara tidak langsung mengandung ungkapan isi hati masyarakat yang

merasa bahwa tanah mereka telah dirusak oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Selain

itu, kutukan yang diucapkan juga merupakan ungkapan kekesalan yang sudah tidak dapat

29

Wawancara dengan Aktivis Liga Mahasiswa Untuk Demokrasi (LMND), di Oenbit 23 Desember

2015. 30

Wawancara dengan Aktivis Liga Mahasiswa Untuk Demokrasi (LMND), di Oenbit 23 Desember

2015. 31

Wawancara dengan Ketua Adat Suku Ataupah, di Oenbit 22 Desember 2015.

Page 20: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

53

dibendung oleh masyarakat. Hal ini yang mendorong masyarakat berani untuk mengucapkan

sumpah dan kutukan keras tersebut.

Gambar 4: Pemotongan ayam jantan berwarna merah di lokasi penambangan.

Gambar 5: Pengantungan leher dan kaki ayam di pagar lokasi, sebagai tanda larangan.

Digantungnya kaki dan leher ayam pada pagar pembatas (gambar 5) menjadi tanda

larangan terhadap PT. Elgary Resources Indonesia untuk segera menghentikan aktivitas

penambangan. Sejak digantungnya leher dan kaki ayam tersebut, PT. Elgary sources

Indonesia langsung menghentikan aktivitas penambangan yang dilakukan dan hingga saat ini

belum pernah sekalipun mereka melanggar atau melepaskan tanda tersebut. Leher dan kaki

ayam tersebut menjadi media sumpah yang sudah diucapkan oleh kepala suku. Masyarakat

mempercayai bahwa apabila seseorang melanggarnya maka akan bertanggungjawab terhadap

Page 21: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

54

langit dan bumi. Siapapun yang melakukannya, baik itu masyarakat maupun perusahaan akan

mengalami kegagalan dalam setiap usaha-usahanya.32

Gambar 6: Penyembelihan babi merah dalam ritual Ta’no.

Ritual adat yang dilakukan diartikan sebagai pemberitahuan kepada leluhur bahwa

adanya tambang mangan mengakibatkan kerusakan alam sehingga masyarakat memohon

restu untuk berjuang kembali guna mengembalikan kelestarian alam. Setelah melakukan

ritual pemotongan ayam merah dan hitam di lokasi penambangan, para tua-tua adat yang

sudah diutus dari suku-suku yang ada naik ke puncak gunung Loeram untuk melakukan ritual

Ta’no.

Seusai melaksanakan ritual adat, massa kemudian membongkar tenda jaga di lokasi

tambang mangan PT. Elgary Resources Indonesia, serta mencabut papan plang

pemberitahuan lokasi tambang. Massa kemudian berjalan menuju kantor PT Elgary. Saat tiba

di depan kantor PT. Elgary, massa langsung merobohkan pagar pintu masuk perusahaan

tersebut, lalu masuk ke stock file dan membentangkan spanduk bertuliskan "Lokasi Ini

disegel oleh Masyarakat Adat.”33

32

Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit

22 Desember 2015. 33

Wawancara dengan Juru Bicara Suku Naikofi, di Oenbit 20 Desember 2015.

Page 22: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

55

Menurut kepercayaan masyarakat, apabila dalam pelaksanaan ritual masyarakat tidak

sempat ke gunung Loeram, maka bagi mereka yang ingin meminta berkat ataupun memohon

perlindungan kepada nenek moyang dapat juga dilakukan di sonaf dengan cara membawa

persyaratan seperti sopi, sirih pinang, ayam jantan berwarna merah dan beras sambil

mengucapkan permintaan mereka kepada arwah-arwah nenek moyang.

Kehidupan masyarakat Oenbit yang masih sangat kental dengan adat dan budaya ini

juga berpengaruh pada penerimaan masyarakat terhadap tamu yang datang ke wilayah

mereka. Kehadiran orang baru yang berasal dari luar wilayah mereka harus didahului dengan

memohon izin kepada para leluhur. Permohonan izin ini dilakukan dengan cara memberikan

syarat-syarat seperti sopi, sirih pinang, dan ayam sebagai korban persembahan. Apabila

semua persyaratan telah diberikan maka mereka kemudian masuk ke dalam sonaf untuk

berdoa guna menyampaikan bahwa ada orang asing yang datang dan ingin mengetahui

tentang Oenbit. Lewat penyembelihan ayam di sonaf, masyarakat dapat mengetahui apakah

tamu tersebut mempunyai rencana jahat terhadap mereka atau tidak. Bukti tersebut dapat

dilihat dari hewan yang disembelih tadi.

3.4. Faktor yang menyebabkan Masyarakat Oenbit masih melakukan ritual Ta’no

Manusia pada umumnya menginginkan kehidupan yang terbaik. Karena itu, manusia

seringkali tidak melakukan sesuatu secara asal-asalan saja, tetapi dengan memiliki tujuan atau

pun maksud tertentu. Hal ini pula yang dilakukan oleh masyarakat Oenbit ketika mereka

menghadapi konflik dengan PT. Elgary Resources Indonesia yang telah mengeksploitasi

tanah mereka.34

34

Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit

21 Desember 2015.

Page 23: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

56

Masyarakat Oenbit mengenal dan memahami Ta’no sebagai ritus pengutukan keras.

Ta’no merupakan ritus yang dikenal oleh masyarakat Oenbit sebagai ritus panas dan hanya

digunakan untuk menghadapi masalah-masalah besar. Tetapi Ta’no yang bersifat mengutuk

ini kemudian diabaikan oleh masyarakat Oenbit karena masyarakat merasa bahwa tidak ada

yang perlu dikutuk. Karena mereka hidup dalam satu keluarga, mereka hidup selaras dengan

norma adat yang diwariskan oleh nenek moyang, mereka menjaga alam, menjaga ketentuan

sosial dalam masyarakat dan masyarakat juga menghargai situs-situs adat yang ada dalam

masyarakat. Sehingga Ta’no yang bersifat kutukan itu tidak berguna. Justru yang paling

dominan adalah memohon berkat dan restu dari nenek moyang.35

Ketika kehadiran PT. Elgary Resources Indonesia masyarakat melakukan ritus itu

bukan untuk memohon restu dan berkat lagi tetapi beralih fungsi menjadi kutukan, mengapa

kutuk yang telah diabaikan dihidupkan kembali? Karena PT. Elgary Resources Indonesia

datang dan membawa satu sistem kehidupan perekonomian dan sistem kemasyarakatan yang

menganggu norma adat dan tradisi suci dalam masyarakat misalnya, melakukan ekploitasi

terhadap situs-situs adat yang dianggap sakral oleh masyarakat Oenbit, merusak ketentraman

masyarakat, melangkahi struktur sosial yang selama ini dijaga oleh masyarakat dan

melakukan pengrusakan terhadap ekologi, kehidupan dalam sistem kehidupan sosial

masyarakat tradisional keselamatan itu dipahami dalam arti keselarasan hidup dengan alam,

tumbuhan, margasatwa, manusia dan roh-roh. Tetapi kehadiran PT. Elgary Resources

Indonesia itu datang tanpa melihat itu semua sehingga masyarakat melakukan perlawanan.36

Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis, didapati beberapa jawaban

terhadap pertanyaan faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi masyarakat Oenbit kembali

35

Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit

21 Desember 2015. 36

Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit

21 Desember 2015.

Page 24: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

57

melakukan ritual Ta’no walaupun ritual ini telah lama tidak dilakukan oleh masyarakat

Oenbit. Adapun hasil wawancara mengenai pertanyaan penelitian ini menghasilkan beberapa

jawaban sebagai berikut:

1. Akibat dari budaya Timor yang masih sangat kental dalam kehidupan masyarakat

Oenbit, di mana tradisi-tradisi kepada arwah atau roh-roh nenek moyang tetap

berperan dalam kehidupan sehari-hari mereka.

2. Sistem kekerabatan yang erat terjalin dalam masyarakat Oenbit, menyebabkan

tradisi kepada nenek moyang ini masih melekat dan diajarkan turun-temurun

kepada keturunan-keturunan mereka.

3. Akibat kehadiran PT. Elgary Resources Indonesia yang datang dan merusak situs

adat masyarakat Oenbit dalam hal ini suku Ataupah yang berada persis di lokasi

penambangan.

4. Akibatnya pencaplokan tanah yang dilakukan oleh PT. Elgary Resources

Indonesia yang telah merusak padang pengembalaan ternak masyarakat Oenbit.37

3.5. Pandangan Masyarakat Oenbit terhadap ritual Ta’no yang dilakukan sebagai

bentuk penolakan terhadap PT. Elgary Resources Indonesia.

Bagi masyarakat Oenbit yang telah menganut agama Katolik, khususnya bagi

mereka yang telah menjadi warga gereja, Ta’no yang dilaksanakan untuk meminta

bantuan dan restu dari para leluhur adalah hal yang salah. Hal ini dikarenakan, ritual

Ta’no dianggap bertentangan dengan ajaran Alkitab.38

Walaupun demikian, banyak

masyarakat mengakui bahwa mereka masih mempercayai bahkan melaksanakan tradisi

37

Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit

21 Desember 2015. 38

Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit

21 Desember 2015.

Page 25: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

58

tersebut. Masyakarakat sendiri tidak dapat menjamin bahwa apabila seseorang yang

sudah memeluk agama Katolik akan meninggalkan tradisi dari nenek moyang mereka.39

Paroki-paroki di Oenbit sendiri sejauh ini mengetahui kebiasaan atau tradisi-

tradisi yang masih berlangsung dalam kehidupan jemaatnya. Namun, gereja menganggap

bahwa untuk dapat menghentikan secara total segala macam bentuk tradisi-tradisi

kepercayaan kepada nenek moyang, termasuk juga di dalam ritual Ta’no merupakan hal

yang mustahil. Hal ini disebabkan karena ritual Ta’no merupakan salah satu dari sekian

banyak tradisi yang ada dalam kehidupan masyarakat Oenbit. Masyarakat menganggap

bahwa ritual ini merupakan warisan nenek moyang turun-temurun yang perlu untuk

dijaga dan dilestarikan sebaik mungkin.40

Dalam kepercayaan masyarakat Oenbit, apabila

ritual Ta’no dan ritual-ritual lainnya tidak dilaksanakan, maka mereka akan menerima

petaka. Sebaliknya, jika tradisi ini dilakukan dengan baik dan benar, maka mereka akan

menerima berkah dari roh-roh nenek moyang. Kepercayaan ini yang kemudian memaksa

mereka untuk terus menjalankan dan melestarikan kepercayaan ini.41

P.K mengatakan bahwa ritual Ta’no dan ritual lainnya sebenarnya merupakan hal

yang baik karena menyangkut penyembahan. Ritual merupakan bagian dari budaya. Hal

ini hendak menegaskan bahwa kehadiran pertambangan secara tidak langsung telah

merusak ritual yang ada sehingga masyarakat menjadi konsuptif. Hilangnya ritual

menyebabkan ikatan sosial menjadi hilang sehingga masyarakat menjadi kehilangan

kesepahaman untuk melakukan penolakan. P.K juga mengatakan bahwa siapapun kita,

kita lahir dan hidup dari daging di tengah-tengah budaya. Ritual merupakan identitas, dan

39

Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit

21 Desember 2015. 40

Wawancara dengan Pater yang berjuang bersama masyarakat Oenbit, di Kefamenanu 26 Desember

2015. 41

Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di

Kefemenanu 26 Desember 2015.

Page 26: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

59

tidak dapat dipungkiri bahwa ritual Ta’no merupakan bagian identitas masyarakat

oenbit.42

Masyarakat Oenbit meyakini bahwa mereka dapat tetap hidup tanpa adanya

penambangan. Kehidupan masyarakat dapat terus berlangsung dengan tetap melestarikan

adat budaya sebagai identitas. Kosmologi tersebut merupakan totem dan simbol bagi

masyarakat. Bagaimanapun juga, dalam ajaran Katolik, gereja masih tetap dan terus

menghargai inkulturasi. Oleh sebab itu, dalam setiap aksi yang dilakukan oleh

masyarakat, selalu didahului dengan doa menurut ajaran Katolik sebagai bukti bahwa

ritual yang dilakukan bukan semata-mata memohon pertolongan kepada leluhur saja

tetapi merupakan sebuah ungkapan persembahan permohonan kekuatan dari Allah

pencipta semesta. Hal ini dilakukan agar masyarakat tidak hanya meyakini kemenangan

mereka dari leluhur saja tetapi karena iman yang menyelamatkan mereka. Kehadiran

Pastor selaku pemuka agama tidak hanya untuk turut menyaksikan tetapi juga untuk

mengambil bagian di dalam ritual dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat

dalam melakukan ritual.43

Setelah banyak cara yang dilakukan, seperti aksi demo ke pemerintahan,

mendatangi kepolisian dan memblokade lokasi penambangan tidak membuahkan hasil,

masyarakat memutuskan untuk menempuh jalur ritual Ta’no yang kemudian dirasa

berhasil mengusir keluar PT. Elgary Resources Indonesia. Dengan berhentinya aktivitas

penambangan yang dilakukan oleh PT. Elgary Resources Indonesia, secara tidak langsung

telah memengaruhi cara pandang masyarakat. Masyarakat semakin meyakini bahwa

kehadiran dan ekploitasi tanah yang dilakukan oleh PT. Elgary Resources Indonesia

42

Wawancara dengan Pater yang berjuang bersama masyarakat Oenbit, di Kefamenanu 26 Desember

2015. 43

Wawancara dengan Pater yang berjuang bersama masyarakat Oenbit, di Kefamenanu 26 Desember

2015.

Page 27: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

60

berhasil dihentikan melalui ritual adat seperti ritual Ta’no. Berhentinya kegiatan

penambangan diyakini sebagai akibat dari pelaksanaan ritual Ta'no. Hal ini dipengaruhi

oleh, adanya beberapa anggota masyarakat Oenbit dari suku lain yang bergabung dengan

PT. Elgary Resources Indonesia yang meyakini dan mempercayai kekuatan dari ritual

kutukan tersebut. Ketakutan tersebut membuat aktifitas pertambangan dihentikan oleh

perusahaan.

Page 28: BAB III TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT

61