bab iii tambang dan upaya perlawanan masyarakat
TRANSCRIPT
34
BAB III
TAMBANG DAN UPAYA PERLAWANAN MASYARAKAT
DALAM RITUAL TA’NO
3.1. Pendahuluan
Ritual merupakan suatu hal yang tidak terlepas dari kehidupan manusia. Demikian
pula halnya bagi masyarakat Oenbit yang masih memegang teguh adat dan budaya lokal.
Kehidupan masyarakat yang sarat akan nilai budaya dan adat istiadat ini membuat
masyarakat Oenbit menghadapi segala persoalan dengan mempertimbangkan adat budaya
yang dimiliki. Salah satu upaya nyata masyarakat dalam menjalankan tradisi dan budaya
lokal mereka adalah pelaksanaan ritual. Masyarakat Oenbit mengenal beberapa ritual dengan
fungsi dan tujuannya masing-masing. Salah satu ritual yang dimiliki oleh masyarakat Oenbit
adalah ritual Ta’no yang beberapa waktu lalu dilaksanakan sebagai bentuk penolakan
terhadap penambangan yang dilakukan oleh PT. Elgary Resources Indonesia.
Bab ini berisi hasil penelitian yang telah dilakukan di Oenbit kecamatan Insana
Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur. Peneliti akan membahas
sejarah singkat pertumbuhan Oenbit sebagai gambaran dari keadaan desa Oenbit bahkan juga
akan memaparkan faktor-faktor yang memengaruhi masyarakat Oenbit menolak kegiatan
penambangan yang dilakukan oleh PT. Elgary Resources Indonesia dan bentuk-bentuk
penolakan yang dilakukan oleh Masyarakat Oenbit Terhadap PT. Elgary Resources
Indonesia.
35
3.1.1. Gambaran Umum Masyarakat Oenbit
Secara historis-kultural, desa Oenbit termasuk dalam wilayah kefetoran (sistem
pemerintahan gaya lama dan kalau untuk sebutan zaman sekarang adalah setingkat
kecamatan) Insana. Suku yang dominan berada di wilayah itu adalah suku Kafun Baineo,
Bnany Ataupah, Naisau Zebui, Naikofi Kaufnilo, Naili Oeleon dan Tanuf Neonbeni.
Sedangkan secara Administrasi-geografis, desa Oenbit terletak di Kecamatan Insana
Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), yang mana
sebelah Utara Berbatasan dengan dengan desa T‟Eba, sebelah Selatan dengan desa Fatoih dan
Nunmafo, Sebelah Timur berbatasan dengan desa Naisau, Sebelah Barat berbatasan dengan
desa Upfaon kecamatan Biboki Selatan. Jumlah penduduk desa Oenbit adalah 2.415 jiwa,
yang terdiri dari 1.180 laki-laki dan 1.235 perempuan. Jumlah kepala keluarga sebanyak 562
KK dan jumlah kepala keluarga miskin sebanyak 181 KK.1
Masyarakat Oenbit sebagian besar didominasi oleh penduduk asli dari suku Timor.
Hal ini membuat budaya Timor masih sangat menonjol, terutama dalam pelaksanaan adat
istidat di desa, misalnya upacara-upacara pada musim tanam dan panen berlangsung
dilakukan sesuai dengan adat Timor. Selain itu, dalam komunikasi sehari-hari, kebanyakan
masyarakat Oenbit menggunakan bahasa daerah atau bahasa dawan. Masyarakat Oenbit
umumnya hidup secara berkelompok dan menganut sistem gotong-royong.2
Pada bidang pendidikan, keberhasilan pembangunan pendidikan disadari sangat
menentukan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Oleh karena itu, pemerintah
kecamatan Insana menempatkan pendidikan sebagai salah satu program prioritas dalam
pembangunan daerah. Sehubungan dengan hal tersebut, maka upaya peningkatan pelayanan
1 Wawancara dengan Kepala Desa Oenbit dan Data Statistik Desa Oenbit yang diambil, di Oenbit 21
Desember 2015. 2 Wawancara dengan Pemuda Suku Naikofi yang berjuang bersama masyarakat Oenbit, di Kefamenanu
26 Desember 2015.
36
pendidikan di setiap tingkatan perlu mendapat perhatian khususnya dalam hal ketersediaan
prasarana dan ketersediaan sumber daya manusia.3
Tingkat pendidikan masyarakat Oenbit rata-rata adalah Sekolah Dasar (SD), Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan juga beberapa orang tua yang sempat mengenyam bangku
Sekolah Rakyat (SR) pada zaman penjajahan. Saat ini telah ada kurang lebih 39 orang yang
menjadi lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan beberapa sarjana yang bekerja di luar
desa Oenbit maupun di desa Oenbit. Di luar dari pada itu masih banyak masyarakat Oenbit
yang buta huruf.4
3.1.2. Pendapatan Perkapita
Pendapatan perkapita penduduk merupakan salah satu indikator yang dapat mengukur
tingkat kemakmuran penduduk suatu daerah dan juga merupakan gambaran tingkat
pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Perkapita penduduk Oenbit lima tahun terakhir menurut
sektor usaha, pertanian sebanyak 545 keluarga dan jumlah anggota 960 orang. Pertanian di
ladang merupakan mata pencaharian pokok di kabupaten Timor Tengah Utara khususnya
Oenbit. Tanaman yang ditanam ialah jagung, pada ladang, ubi kayu dan beberapa jenis
kacang-kacangan.
Pada saat melakukan penanaman, masyarakat biasanya menggunakan sistem tumpang
sari, yaitu dalam satu lubang ditanam beberapa jenis tanaman (misalnya kacang dan jagung).
Ladang-ladang kebanyakan letaknya di gunung-gunung yang curam dan terjal, yang ditinjau
dari segi pengerjaan lebih mudah. Dalam pertanian di ladang, tanah ladang umumnya adalah
tanah „suku‟, maka pengaturannya diatur oleh kepala „suku‟ (tuan tanah). Untuk sektor
perkebunan, terdiri dari 545 keluarga dan 960 orang anggota, peternakan 410 keluarga dan
3 Sumber Data Profil Desa Oenbit Kecamatan Insana Kabupaten TTU Tahun 2014, 19.
4 Sumber Data Profil Desa Oenbit Kecamatan Insana Kabupaten TTU Tahun 2014, 19.
37
jumlah anggota 410 orang, kerajinan 162 keluarga dan jumlah anggota 162 orang dan usaha
jasa dan perdagangan 21 keluarga dan jumlah anggota 21 orang.5
Jika dihitung presentasenya, penduduk Oenbit 80% bermatapencaharian sebagai
petani, sedangkan 10% sebagai pegawai negeri sipil, 5% sebagai pedagang dan 5% rumah
tangga. Berdasarkan presentasi yang telah dipaparkan, dapat dilihat bahwa penduduk yang
bermatapencahatian sebagai petani menempati presentasi terbesar.
3.1.3. Agama, Lingkungan Hidup dan Lembaga Adat
3.1.3.1. Agama
Mayoritas masyarakat Oenbit beragama Katolik dengan jumlah 1.777 laki-laki orang
dan 1.232 perempuan. Sedangkan agama Kristen Protestan berjumlah 3 orang laki-laki dan 3
orang perempuan.6 Agama Katolik berkembang dengan baik di kalangan masyarakat Oenbit.
Walaupun demikian, tidak berarti bahwa kehidupan religi secara umum di TTU didominasi
oleh ajaran Katolik saja. Tradisi nenek moyang masih tetap melekat walaupun para misioner
dengan kuat dan intensif menjalankan dakwah agamanya. Sebagian besar masyarakat masih
menjalankan tradisi nenek moyang, terutama di daerah pedalaman seperti di Oenbit ini.
Keadaan ini akan terus bertahan dan memegang peranan penting terhadap kehidupan
masyarakat Oenbit. Bagi masyarakat Oenbit, kehidupan yang ideal adalah menjalankan
upacara-upacara tradisional secara baik dan teliti.7
Menurut agama asli masyarakat Oenbit, kehidupan mereka berpusat kepada suatu
kepercayaan akan adanya dewa langit Usi Neno. Dewa ini dianggap sebagai pencipta dan
pemelihara kehidupan di dunia. Upacara-upacara yang ditujukan kepada Usi Neno terutama
bermaksud untuk meminta hujan, sinar matahari, meminta kesehatan dan kesejahteraan. Di
samping itu, masyarakat Oenbit juga mengenal dan percaya akan adanya makhluk-makhluk
5 Sumber Data Profil Desa Oenbit Kecamatan Insana Kabupaten TTU Tahun 2014, 9.
6 Sumber Data Profil Desa Oenbit Kecamatan Insana Kabupaten TTU Tahun 2014, 20.
7 Wawancara dengan Kepala Desa Oenbit, di Oenbit 21 Desember 2015.
38
gaib yang mendiami tempat-tempat tertentu di hutan-hutan, mata air-mata air, sungai-sungai
dan pohon-pohon tertentu.
Terlihat adanya dualisme agama dalam praktek kehidupan masyarakat Oenbit. Hal ini
dapat dilihat dari, meskipun agama Katolik secara formal telah diterima dan dipeluk oleh
sebagian besar penduduk Oenbit, namun sebagian besar dari penganut agama Katolik tersebut
masih percaya akan adanya dewa-dewa, makhluk-makhluk halus. Kepercayaan ini tetap
terjaga karena para pendeta dan guru-guru agama dianggap tidak dapat memberikan
pertolongan-pertolongan langsung dalam kehidupan sehari-hari.8
3.1.3.2. Lingkungan Hidup
Perusakan lingkungan pada dasarnya adalah perbuatan manusia yang sadar atau tidak
sadar, langsung maupun tidak langsung yang mengakibatkan rusaknya suatu lingkungan.
Perusakan karena ulah manusia tersebut menyebabkan bencana alam seperti petir, hujan lebat
dan lama, angin puting beliung, musim kemarau berkepanjangan, tanah longsor dan gempa
bumi. Untuk mencegah agar tidak terjadi perusakan maka masyarakat dan pemerintah harus
berusaha keras untuk melestarikan hutan dan lingkungan dengan jalan:9
a. Mencegah orang berladang berpindah-pindah.
b. Mengatur, mengawasi dan mengendalikan cara penebangan pohon dan kayu-
kayu sehingga terjamin kelestarian hutan dan lingkungan mencegah punahnya
spesies-spesies yang sudah langkah.
c. Mencegah terjadinya kebakaran hutan dan padang.
d. Mencegah pengrusakan hutan oleh orang-orang yang tidak bertanggung.
3.1.3.3. Lembaga Adat
Dalam struktur masyarakat Oenbit, lembaga adat mendapat perhatian yang sangat
besar dari masyarakat dan pemerintah setempat. Hal ini terlihat dalam profil desa yang
8 Wawancara dengan Ketua Adat Suku Ataupah, di Oenbit 22 Desember 2015.
9 Sumber Data Profil Desa Oenbit Kecamatan Insana Kabupaten TTU Tahun 2014,
39
mencantumkan lembaga adat sebagai salah satu bagian terpenting dalam masyarakat. Para
pemangku adat dalam masyarakat ini diprioritaskan oleh masing-masing suku yang dominan
di Oenbit. Selain itu, di dalam rumah masing-masing suku, khususnya orang-orang yang
dituakan di dalam suku masih terlihat dengan jelas adanya simbol-simbol adat yang menjadi
tempat mereka berkumpul.
Di dalam segala bidang kehidupan, masyarakat selalu melibatkan dan mendahuluinya
dengan ritual adat yang dipercayai oleh masyarakat Oenbit. Ritual-ritual adat tersebut antara
lain: Upacara adat perkawinan, kematian, kelahiran, bercocok tanam, perikanan/laut,
kehutanan, pengelolaan sumber daya alam, pembangunan rumah dan adat dalam penyelesaian
masalah atau konflik. Hal ini jelas membuktikan bahwa dalam masyarakat Oenbit, adat dan
budaya memegang peranan yang sangat penting dalam segala aspek kehidupan masyarakat.
3.2. Faktor Penolakan Masyarakat Oenbit Terhadap Penambangan PT. Elgary
Resources Indonesia
Pada tahun 2014, masyarakat Oenbit mendengar dan melihat adanya aktivitas
penambangan yang dilakukan oleh PT. Elgary Resources Indonesia (ERI). Sejak awal
kehadirannya, PT. ERI tidak pernah melakukan sosialisasi dengan masyarakat sebagai bentuk
perkenalan perusahaan dengan masyarakat. Perusahaan dan pemerintah Kabupaten TTU
selama ini tidak pernah mendatangi desa Oenbit untuk melakukan sosialisasi tentang adanya
aktivitas pertambangan tersebut sehingga masyarakat merasa bahwa hak ulayat mereka
seakan dirampas oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.10
Sejak awal kehadirannya, PT. ERI tidak pernah diterima oleh masyarakat. Semula PT.
Elgary Resources Indonesia mengatakan bahwa mereka hanya akan melakukan tesbit dan
pengujian saja. Hal ini yang membuat masyarakat Oenbit memberikan izin. Namun pada
10
Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit
21 Desember 2015.
40
pelaksanaannya, masyarakat menilai bahwa yang dilakukan oleh PT. ERI adalah
mengeksploitasi tanah mereka. Hal ini yang kemudian melatarbelakangi masyarakat Oenbit
melakukan penolakan dan tidak memberikan ijin kepada PT. Elgary Resources Indonesia.
Penolakan ini karena pada lokasi penambangan terdapat tempat ritus adat yang paling unik
dari beberapa suku yang ada di desa Oenbit dan di lokasi penambangan juga merupakan
tempat mata pencaharian dan padang pengembalaan ternak.11
Kehadiran PT. Elgary Resources Indonesia ini jelas menimbulkan aksi penolakan
yang sangat mendalam karena PT. ERI tidak melakukan sosialisasi dengan masyarakat
setempat dan masuk ke dalam lokasi tersebut tanpa melalui jalur adat seperti kebiasaan
masyarakat Oenbit. Lokasi penambangan yang dilakukan oleh PT. Elgary Resources
Indonesia merupakan tempat bersejarah bagi masyarakat Oenbit, khususnya bagi beberapa
suku yang dominan di desa Oenbit suku Ataupah, Naikofi dan Taesbenu. Hal ini yang
semakin memperkuat penolakan dari masyarakat.12
Masyarakat Oenbit memiliki ikatan yang kuat dengan tanah mereka karena memiliki
sejarah perjuangan yang melatarbelakanginya. Ketika terjadi perang antara kerajaan Insana
dan Belu, kerajaan Insana sudah hampir kalah dan pada saat itu kerajaan Insana yang masih
memiliki hubungan kekerabatan dengan Miomafo yang ada di Noeltoko meminta bantuan
kepada Uskono (kerajaan Miomafo) untuk membantu Usfinik (kerajaan Insana) dengan
mengirim empat Temukung untuk membantu Insana melakukan perang. Setelah perang
tersebut, mereka memberikan tanah itu untuk Temukung H sebagai lahan kebun dan Us
Taolin dan Insana seluruhnya menjadi milik Temukung H.13
11
Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit
21 Desember 2015. 12
Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit
21 Desember 2015. 13
Wawancara dengan Ketua Adat Suku Ataupah, di Oenbit 22 Desember 2015.
41
Masyarakat Oenbit memahami tanah sebagai ibu, artinya sebagai perut dan juga
sumber kehidupan serta kekuatan pribadi mereka. Hal ini yang membuat masyarakat tidak
melepaskan tanah mereka dirampas oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Bagi
masyarakat Oenbit, PT. ERI merupakan orang asing yang datang tanpa ijin dan berusaha
merusak tanah dan menghancurkan alam tempat mata pencaharian yang selama ini mereka
lestarikan.14
3.3. Bentuk-Bentuk Penolakan yang dilakukan oleh Masyarakat Oenbit Terhadap PT.
Elgary Resources Indonesia
3.3.1. Aksi dan Demo
Pada awal bulan Oktober 2014, masyarakat Oenbit mendatangi lokasi tambang dan
mendapati PT. ERI telah melakukan eksploitasi atas tanah mereka. PT. ERI sendiri
mengatakan bahwa mereka telah mendapat Surat keputusan Bupati. Nikolas Ataupah selaku
Ketua Aliansi masyarakat peduli lingkungan (ARAPEL) menjelaskan bahwa surat keputusan
Bupati tersebut tidak akan sah apabila tidak ada izin dari masyarakat selaku pemilik lahan
tersebut.
Gambar 1: Aksi demo masyarakat Oenbit bersama dengan LMND (Liga Mahasiswa
Untuk Demokrasi)
14
Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit
22 Desember 2015.
42
Kami minta orang asing meninggalkan tanah kami, jangan merampas hak
ulayat kami. Kami tidak mau orang asing yang tidak bertanggungjawab datang
dan merusak tanah kami. Lebih baik angkat kaki atau kalian akan berurusan
dengan kami.15
Berbagai aksi dan demo terus dilakukan oleh masyarakat bahkan hingga mendatangi
kantor DPRD untuk meminta perlindungan namun tidak pernah ada tindak lanjutan. Pada
bulan Februari 2015 pihak perusahaan menanamkan 13 pilar dan memasang tanda larangan
agar selain perusahaan, tidak diperbolehkan bagi orang lain untuk melintasi lokasi
penambangan. Hal itu yang membuat masyarakat Oenbit menjadi semakin marah dan terus
melakukan aksi demo.16
Selain melakukan aksi demo, masyarakat juga melibatkan pastor dan ketua adat dari
beberapa suku untuk melakukan peneguran kepada perusahaan. Melalui upaya ini, pihak
perusahaan akhirnya menemui masyarakat dengan membawa syarat-syarat adat seperti sopi
dan uang. Namun, upaya perusahaan ini mendapat penolakan dari masyarakat.
Masyarakat juga telah mengadukan hal ini ke DPR Propinsi komisi empat dan
bareskrim tetapi hingga saat ini tidak ada kepastian dan jawaban. Pada bulan maret 2015,
masyarakat mendatangi lokasi untuk mengusir PT. ERI tetapi pihak perusahaan tetap
bertahan. Pada minggu berikutnya, masyarakat mendatangi kepolisian untuk meminta
pendampingan dan hingga bulan mei 2015 masyarakat langsung melakukan blokade di
lokasi. Masyarakat telah mencabut papan larangan untuk sapi dilarang melintasi. Namun
upaya yang dilakukan juga tidak menemukan hasil dan pihak PT. tetap melakukan aktivitas
penambangan mereka.17
15
Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit
22 Desember 2015. 16
Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit
22 Desember 2015. 17
Wawancara dengan Aktivis Liga Mahasiswa Untuk Demokrasi (LMND), di Oenbit 23 Desember
2015.
43
3.3.2. Ritual Ta’no
Masyarakat Oenbit selama ini telah menempuh berbagai macam cara agar aktivitas
penambangan yang dilakukan PT. ERI mendapat perhatian dari pemerintah setempat tetapi
usaha mereka tidak juga menemui hasil. Hingga pada akhirnya masyarakat Oenbit dan
beberapa suku yang memiliki lahan membuat keputusan untuk melakukan blokade dan ritual
di lokasi penambangan. Ada berbagai macam ritual yang dikenal dan dilaksanakan oleh
masyarakat Oenbit, salah satunya adalah ritual yang mereka sebut Ta’no (Pengutukan keras)
yang mereka pilih untuk mengusir PT. ERI.
3.3.3. Pemahaman Masyarakat Oenbit Tentang Ritual Ta’no
3.3.3.1. Pengertian dan asal mula Ritual Ta’no
Masyarakat Oenbit mengenal dan memahami Ta’no sebagai ritus pengutukan keras.
Ta’no merupakan ritus yang dikenal oleh masyarakat Oenbit sebagai ritus panas dan hanya
digunakan untuk menghadapi masalah-masalah besar. Menurut kepercayaan masyarakat
Oenbit, Ta’no merupakan ritus yang dapat membawa malapetaka bagi orang yang dikutuk
sehingga ritus ini tidak dapat dilakukan secara sembarangan karena mempunyai resiko yang
sangat besar. Karena itu, sekalipun ritual ini telah ada sejak lama dan telah berkembang
dalam masyarakat Oenbit dan telah dilaksanakan oleh para leluhur, suku Ataupah yang ada
saat ini baru pertama kali melakukan ritual Ta’no untuk menghadapi PT. ERI yang sejak
2014 mengeksploitasi tanah mereka.18
Ritual Ta’no telah dikenal oleh masyarakat Oenbit jauh sebelum Injil masuk dan
berkembang di wilayah Timor. Ta’no sebagai salah satu bentuk kebudayaan yang ada pada
zaman dahulu sebelum kekristenan masuk, dianggap sebagai suatu penyembahan yang benar
kepada roh-roh nenek moyang, yang dipercayai oleh masyarakat Oenbit memiliki kuasa.
18
Wawancara dengan Ketua Adat Suku Ataupah, di Oenbit 22 Desember 2015.
44
Kehidupan kerajaan yang ada dalam masyarakat zaman dahulu di kecamatan Insana
mengharuskan rakyat untuk mengikuti setiap perkataan maupun kepercayaan dari raja yang
berkuasa pada zaman itu. Kekerasan dan ketegasan pemerintah kerajaan zaman dahulu di
Oenbit, membuat para rakyat tidak dapat melawan apa yang diperintahkan raja kepada
rakyatnya dalam segala aspek kehidupan, termasuk juga dalam hal memeluk kepercayaan.
Ta’no merupakan salah satu kepercayaan dari budaya yang ada pada saat itu, yang diturunkan
secara turun-temurun oleh masyarakat Oenbit.19
Masyarakat Oenbit juga mempercayai bahwa manusia religius sangat yakin bahwa
kehidupan di alam semesta tak dapat berlangsung tanpa dipelihara dan dirangsang oleh ritus
yang menjamin keserasian dengan kekuatan ilahi. Baik kejadian sangat penting dalam hidup
seperti kelahiran, perkawinan, kematian maupun aktivitas kerja rutin seperti berburu dan
bertani memperoleh kemanjuran dari kekuatan ritus yang mengiringinya. Di antara berbagai
ritus yang dilaksanakan, upacara mempersembahkan atau menyembelih kurban menempati
posisi utama, karena dengannya manusia mengadakan persembahan diri kepada leluhur lewat
suatu pemberian. Hubungan manusia dengan leluhur ditetapkan lewat keikutsertaan dalam
persembahan yang disucikan.20
Ritual penyembelihan kurban menjadi ritus religius penting, yang pada banyak suku,
korban darah merupakan tindakan religius inti. Hal ini juga yang membuat masyarakat
Oenbit memberi ciri-ciri khusus terhadap kurban yang akan disembelih. Seperti semakin
besar masalah yang dihadapi semakin besar pula kurban yang akan dipersembahkan. Karena
19
Wawancara dengan Ketua Adat Suku Ataupah, di Oenbit 22 Desember 2015. 20
Wawancara dengan Ketua Adat Suku Ataupah, di Oenbit 22 Desember 2015.
45
hewan-hewan persembahan ini dianggap menggantikan kehidupan individu atau kelompok
yang mempunyai kepentingan dalam melakukan ritual tersebut.21
Kurban yang sudah disembelihkan menciptakan suatu hubungan mistis antara
pemberi persembahan dan penerima kurban yaitu para leluhur. Selain itu, bahwa darah yang
sudah mengalir merupakan kurban yang sangat berharga yang dipersembahkan kepada
leluhur, dalam arti sepenuhnya, darah melambangkan kehidupan seseorang dan melalui darah
para leluhur telah mengambil kehidupan lewat darah dan napas dari kurban sembelihan.
Karena itu, pada satu pihak, kurban darah menciptakan suatu ikatan baru di antara para
peserta ritual dan para leluhur. Oleh karena itu, ritual Ta’no penyembelihan hewan
merupakan hal yang paling penting dilakukan sehingga sebelum melakukan ritual
penyembelihan mereka juga terlebih dahulu melakukan beberapa tahap persiapan seperti
memohon petunjuk kepada para leluhur seperti hewan apa yang harus mereka persembahkan.
3.3.3.2. Persiapan Sebelum Melakukan ritual Ta’no
Di dalam melaksanakan ritual Ta’no, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan oleh
masyarakat sebelum melakukan ritual yaitu sebagai berikut:22
1. Beberapa hari sebelum melakukan ritual Ta’no, para Usi Mnasi atau tua-tua adat
biasanya dari suku-suku yang berkepentingan dan suku mayoritas dalam hal ini
suku Ataupah, masuk ke sonaf untuk meminta ijin kepada leluhur dan agar
mendapat petunjuk mengenai permintaan leluhur mengenai hewan kurban yang
diinginkan untuk dibawa pada ritual Ta’no yang akan dilaksanakan beberapa hari
kemudian.
21
Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit
22 Desember 2015. 22
Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit
22 Desember 2015.
46
2. Setelah mendapat petunjuk lewat sonaf, masyarakat atau suku-suku mulai
mempersiapkan kurban-kurban yang diminta oleh leluhur tersebut. Biasanya
korban persembahan yang diminta adalah seekor ayam jantan berbulu merah dan
tidak boleh bercampur dengan warna lain, seekor sapi, seekor babi merah dan
beras.
3. Masyarakat menyiapkan alat-alat perlengkapan ritual seperti:
a. Kapak untuk memotong korban persembahan
b. Periuk untuk memasak beras yang dibawa
c. Kayu bakar dan korek api untuk memasak korban persembahan
d. Daun pisang sebagai tempat makan setelah ritual dilakukan.
3.3.3.3. Waktu dan tempat ritual Ta’no dilakukan
Menurut N.A, Ta’no tidak dapat dilakukan di sembarang waktu. Ta’no hanya dapat
dilakukan ketika masyarakat menghadapi masalah besar yang tidak bisa lagi ditempuh lewat
ritual atau tindakan lainnya. Selain itu, Ta’no juga tidak dapat dilakukan disembarangan
tempat. Biasanya Ta’no dilakukan ketika menghadapi masalah besar yang dipusatkan di atas
gunung Loeram. Menurut masyarakat Oenbit, gunung Loeram merupakan tempat paling
sakral, tempat bersemayam dan tempat tinggal pertama nenek moyang masyarakat Oenbit
dalam hal ini suku Ataupah (Usi Ataupah). Arwah nenek moyang tersebut dipercayai akan
membantu mereka jika mengalami kesulitan dalam hidup, seperti ketika mengalami sakit
penyakit, kesulitan dalam bercocok tanam atau pertanian maupun dalam menghadapi masalah
besar lainnya atau konflik.23
23
Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit
22 Desember 2015.
47
3.3.3.4. Tata cara ritual Ta’no
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh penulis, ada beberapa hal
yang didapatkan mengenai tata cara pelaksanaan ritual Ta’no dalam penolakan terhadap PT.
Elgary Resources Indonesia di Oenbit, yaitu sebagai berikut:24
1. Setelah segala kelengkapan yang diperlukan telah disiapkan oleh masyarakat,
maka masyarakat akan berkumpul di salah satu rumah sebelum mereka bersama-
sama pergi ke gunung Loeram. Rumah yang biasanya dipakai sebagai tempat
berkumpulnya masyarakat sebelum melakukan ritual Ta’no di gunung Loeram
untuk penolakan terhadap PT. ERI ini ialah di sonaf Ataupah, yang bertempat di
kediaman Bapak A.A selaku ketua adat suku Ataupah.
2. Masyarakat yang telah berkumpul kemudian bersama-sama berjalan kaki menuju
ke kaki gunung Loeram dengan membawa kurban-kurban untuk ritual dan alat-
alat yang akan dipakai dalam ritual tersebut. Perjalanan dari rumah Bapak A.A ke
kaki gunung Loeram biasanya memakan waktu 30-45 menit.
3. Setelah tiba di kaki gunung Loeram, maka ritual Ta’no pun dilakukan. Usi Mnasi
(tua adat atau orang yang dituakan dalam masyarakat ataupun dalam keluarga,
biasanya adalah laki-laki) yang biasanya berasal dari keluarga atau suku Ataupah
akan memimpin ritual Ta’no.
4. Ritual diawali dengan pengucapan Tateab Hanaf 25
oleh tua adat. Tateab Hanaf
ini biasanya berupa doa-doa yang ditunjukan kepada nenek moyang, sebagai tanda
bahwa mereka meminta izin untuk dapat bertemu dengan nenek moyang mereka
guna menyampaikan apa yang menjadi permintaan atau kebutuhan mereka saat
itu.
24
Wawancara dengan Ketua Adat Suku Naikofi, di Oenbit 20 Desember 2015. 25
Tateab Hanaf: Doa-doa atau mantera-mantera.
48
5. Setelah Tateab Hanaf dilakukan, maka ritual berikutnya adalah memotong
kurban-kurban yang diminta oleh nenek moyang. Kurban-kurban yang berupa
hewan, dipotong lehernya dan darahnya diteteskan di seputar kaki gunung
Loeram.
6. Setelah darah dari kurban-kurban selesai diteteskan, maka masyarakat akan
melepas kepergian dua orang utusan untuk naik ke atas gunung Loeram.
7. Sesampai di atas gunung Loeram, kedua utusan ini pun mulai mempersembahkan
korban hewan yang masih hidup. Kurban yang dibawa ke atas gunung itu,
biasanya adalah seeokor babi merah, sapi dan beras. Ketua adat suku Ataupah dan
ketua suku Naikofi yang biasanya diutus untuk naik ke gunung Loeram,
mengatakan bahwa sesampainya di depan sebuah batu keramat bertuliskan Usi
Ataupah (yang dipercayai merupakan rumah atau kediaman nenek moyang),
mereka langsung melepaskan babi yang dibawa tadi, kemudian beras yang dibawa
di ra’u26
dan dibuang di sekeliling puncak gunung.
8. Sambil darah dari hewan kurban diteteskan dan beras ditabur di sekeliling puncak
gunung, maka bersamaan dengan itu mereka mengucapkan Tateab Hanaf yang
biasanya berisi maksud kedatangan mereka kepada para nenek moyang saat itu.
9. Kemudian, ketua suku Naikofi akan menunggu di depan batu keramat dan salah
satu utusan dari suku Ataupah akan pergi menghadap nenek moyang di batu
keramat yang masyarakat sebut Funan Abaina, Neno Abaina (bulan bisa berubah,
matahari bisa berubah) karena pada waktu pagi wujudnya bisa berubah menjadi
anak kecil, siang pemuda, sore dewasa dan malam menjadi lansia.
10. Utusan dari suku Ataupah itu, akan mendekati batu keramat dan mulai melakukan
Tateab Hanaf, dan isi Tateab Hanaf yang disampaikan dengan tutur adat (bahasa
26
Ra’u: Diambil dengan kedua belah tangan.
49
dawan) pada pertemuan dengan nenek moyang tersebut dirahasiakan, dan
biasanya hanya diketahui oleh tua-tua adat.
11. Setelah pertemuan yang membicarakan mengenai tujuan penyembelihan yang
dilakukan oleh penduduk diberitahukan kepada nenek moyang, maka utusan itu
akan kembali menemui suku Naikofi yang telah menunggu di depan batu keramat
tersebut.
12. Setelah keduanya bertemu, maka utusan tersebut akan menyampaikan isi berita
yang sudah disampaikannya kepada arwah nenek moyang kepada suku Naikofi
yang telah menunggu, apabila permintaan penduduk agar penolakan terhadap PT.
Elgary Resources Indonesia sudah disampaikan. Setelah itu, kedua utusan tersebut
kembali turun ke kaki gunung Loeram dengan membawa serta hewan yang sudah
disembelihkan tadi untuk direbus karena jawaban diterima dapat dilihat dari
kurban sembelihan yang akan direbus. Masyarakat mempercayai bahwa apabila
dalam rebusan tadi terlihat hati kurban tersebut tidak terbelah dan tidak bercacat
maka permohonan mereka sudah diterima oleh leluhur nenek moyang mereka.
13. Setelah kurban sembelihan selesai direbus, mereka masuk ke dalam sonaf untuk
mempersembahkan kepada leluhur. Para utusan dari beberapa suku akan
memotong daging kurban sembelihan kemudian di ra’u dan diletakkan di atas
nyiru atau tempat beras. Setelah pemotongan daging selesai dilakukan maka
masyarakat menaikan Tateab Hanaf. Setelah itu, semua perwakilan dari beberapa
suku juga diminta untuk masuk ke dalam sonaf. Ketua suku yang telah dipercayai
untuk melakukan ritual di atas gunung Loeram tadi langsung memakan bagian
paru-paru babi yang mentah dengan dicampur beras mentah.
14. Mereka kemudian mulai berpesta bersama dengan memasak hewan dan beras
yang ada, lalu dimakan bersama-sama di atas daun pisang. Pesta makan bersama
50
ini mengungkapkan rasa sukacita dan tanda terima kasih dari mereka kepada roh-
roh nenek moyang yang telah menerima permintaan yang mereka sampaikan.
Ritual makan bersama dipercayai mampu memberikan berkat dan tanda
kemenangan bagi masyarakat Oenbit.
15. Setelah selesai makan bersama, maka hujan pun langsung turun, dan biasanya
disebut Ulan Nmof atau hujan. Hujan ini menandakan bahwa permintaan mereka
telah didengar oleh nenek moyang.
Hal yang menarik dari pelaksanaan ritual Ta’no ini adalah, masyarakat mengawali
ritual adat mereka dengan melaksanakan ritual keagamaan secara Katolik terlebih dahulu.
Setelah mengadakan misa, baru kemudian masyarakat melaksanakan ritual Ta’no dengan
menyembelihkan hewan dan mengeluarkan sumpah adat sebagai bentuk kutukan terhadap
PT. Elgary Resources Indonesia. Misa tersebut dipimpin oleh seorang P.K MSF dan diikuti
oleh umat yang berasal dari masyarakat suku Naikofi, Ataupah dan suku Taesbenu, bersama
aktivis Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi (LMND) Kefamenanu. Kelompok
masyarakat ini kemudian menamakan diri Aliansi Rakyat Peduli Lingkungan (Arapel).27
Gambar 2: Aksi demo yang dilakukan oleh masyarakat Oenbit yang menamakan diri
mereka sebagai masa Arapel.
27
Wawancara dengan Aktivis Liga Mahasiswa Untuk Demokrasi (LMND), di Oenbit 23 Desember
2015.
51
Gambar 3: Misa bersama di lokasi penambangan.
P. K mengatakan dalam khotbahnya, pihaknya harus yakin bahwa perjuangan warga
harus menderita akibat pemimpin yang telah dipilih.
“Kita hadir sebagai satu keluarga yang memiliki tugas dan tanggung jawab
untuk lestarikan lingkungan ini. Lebih baik kita jadi pelayan daripada
pemimpin, karena beban apapun harus diperjuangkan untuk harga diri kita.
Hadirnya mangan membawa penderitaan bukan kesejahteraan, hadirkan konflik
masyarakat dengan masyarakat, sehingga kita harus hentikan. Kita makan
jagung dan ubi, bukan makan mangan. Hari ini mereka keruk semua, apakah
besok kita makan mangan.” Sebagai pelaksana sabda Tuhan, lanjut P.K umat
harus berani hadapi siapapun. Senjata umat adalah kebersamaan, keluarga, dan
itu tidak bisa dikalahkan oleh siapapun.”Sebagai martir-martir Kristus, kita
jangan jadi orang Farisi yang munafik. Kita takut akan Tuhan dan alam kita
karena dirusak oleh manusia rakus. Kita tidak punya senjata karena kita punya
Alkitab dan tubuh Kristus. Semangat kita untuk mengolah, maka apapun yang
terjadi, mau malam sampai besok ini, tetap tanah kita. Hari ini tanggal 3 Maret,
di sinilah gereja kita demi alam semesta, bukan ciptaan bupati, PT Elgary
Resources Indonesia dan DPRD. Ketika mereka merusak tanah kita, maka
mereka setan-setam dan iblis. Mereka bukan Katolik kata P.K.28
Berdasarkan upaya-upaya yang dilakukan, terlihat bahwa gereja terlibat aktif dalam
memperjuangkan hak ulayat masyarakat. Dengan pelaksanaan ritual agama dan adat secara
bersamaan ini menunjukkan bahwa terjadi dualisme agama, di mana agama Katolik dan
agama suku berjalan bersama dalam menghadapi eksploitasi tanah yang dilakukan oleh PT.
Elgary Resources Indonesia. Keterlibatan aktif gereja katolik dalam memperjuangkan hak
ulayat masyarakat ini terjadi karena di dalam wilayah Oenbit, mayoritas agama terbesar yang
dianut oleh masyarakat adalah Katolik.
28
Wawancara dengan Pater yang berjuang bersama masyarakat Oenbit, di Kefamenanu 26 Desember
2015.
52
Misa yang dilaksanakan berlangsung sekitar 32 menit dan dilanjutkan dengan dialog
antara pengunjuk rasa dengan pimpinan PT. Elgary Resources Indonesia yang dimediasi oleh
Wakil Kepala Kepolisian TTU Komisaris Polisi D. R. Dalam dialog, pengunjuk rasa meminta
agar perusahaan segera menghentikan aktivitas pertambangan. Dalam aksi tersebut, massa
membawa sejumlah spanduk protes, beberapa di antaranya adalah “Tangkap dan Adili Mafia
Tambang”, “Jangan Rampas Tanah Kami” dan “Kami Juga Butuh Sejahtera.”29
Sementara itu, pimpinan PT. Elgary Resources Indonesia, D. C mengatakan, pihaknya
akan menghentikan aktivitas penambangan sampai hari senin 9 Maret 2015. Namun kegiatan
administrasi di kantor PT. Elgary Resources Indonesia akan berjalan seperti biasa. “Kami
akan melanjutkan aktivitas setelah ada pertemuan dengan instansi-instansi terkait” jelasnya.30
Setelah berorasi, mereka kemudian bergerak menuju puncak tambang mangan
(gunung Loeram) untuk melaksanakan ritual adat. Kegiatan ritual adat Ta’no dilakukan
dengan menyembelih satu ekor ayam jantan merah dan satu ekor ayam jantan hitam yang
digantung di pagar perusahaan oleh salah seorang perwakilan massa, A.A dengan
mengeluarkan sumpah:
“Siapa yang berani melanggar ini berarti bertanggung jawab atas alam dan
tanah ini”. Sumpah demi langit dan bumi, kalau orang ini bukan orang asli di
sini mengapa dia memiliki tanah ini. Kalau memang betul bumi ini memiliki
kekuatan bahwa bumi ini milik kita, hindarkan orang ini dari sini dan siapa
berani bongkar pagar ini berarti bertanggungjawab atas langit dan bumi ini.31
Kutukan ini secara tidak langsung mengandung ungkapan isi hati masyarakat yang
merasa bahwa tanah mereka telah dirusak oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Selain
itu, kutukan yang diucapkan juga merupakan ungkapan kekesalan yang sudah tidak dapat
29
Wawancara dengan Aktivis Liga Mahasiswa Untuk Demokrasi (LMND), di Oenbit 23 Desember
2015. 30
Wawancara dengan Aktivis Liga Mahasiswa Untuk Demokrasi (LMND), di Oenbit 23 Desember
2015. 31
Wawancara dengan Ketua Adat Suku Ataupah, di Oenbit 22 Desember 2015.
53
dibendung oleh masyarakat. Hal ini yang mendorong masyarakat berani untuk mengucapkan
sumpah dan kutukan keras tersebut.
Gambar 4: Pemotongan ayam jantan berwarna merah di lokasi penambangan.
Gambar 5: Pengantungan leher dan kaki ayam di pagar lokasi, sebagai tanda larangan.
Digantungnya kaki dan leher ayam pada pagar pembatas (gambar 5) menjadi tanda
larangan terhadap PT. Elgary Resources Indonesia untuk segera menghentikan aktivitas
penambangan. Sejak digantungnya leher dan kaki ayam tersebut, PT. Elgary sources
Indonesia langsung menghentikan aktivitas penambangan yang dilakukan dan hingga saat ini
belum pernah sekalipun mereka melanggar atau melepaskan tanda tersebut. Leher dan kaki
ayam tersebut menjadi media sumpah yang sudah diucapkan oleh kepala suku. Masyarakat
mempercayai bahwa apabila seseorang melanggarnya maka akan bertanggungjawab terhadap
54
langit dan bumi. Siapapun yang melakukannya, baik itu masyarakat maupun perusahaan akan
mengalami kegagalan dalam setiap usaha-usahanya.32
Gambar 6: Penyembelihan babi merah dalam ritual Ta’no.
Ritual adat yang dilakukan diartikan sebagai pemberitahuan kepada leluhur bahwa
adanya tambang mangan mengakibatkan kerusakan alam sehingga masyarakat memohon
restu untuk berjuang kembali guna mengembalikan kelestarian alam. Setelah melakukan
ritual pemotongan ayam merah dan hitam di lokasi penambangan, para tua-tua adat yang
sudah diutus dari suku-suku yang ada naik ke puncak gunung Loeram untuk melakukan ritual
Ta’no.
Seusai melaksanakan ritual adat, massa kemudian membongkar tenda jaga di lokasi
tambang mangan PT. Elgary Resources Indonesia, serta mencabut papan plang
pemberitahuan lokasi tambang. Massa kemudian berjalan menuju kantor PT Elgary. Saat tiba
di depan kantor PT. Elgary, massa langsung merobohkan pagar pintu masuk perusahaan
tersebut, lalu masuk ke stock file dan membentangkan spanduk bertuliskan "Lokasi Ini
disegel oleh Masyarakat Adat.”33
32
Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit
22 Desember 2015. 33
Wawancara dengan Juru Bicara Suku Naikofi, di Oenbit 20 Desember 2015.
55
Menurut kepercayaan masyarakat, apabila dalam pelaksanaan ritual masyarakat tidak
sempat ke gunung Loeram, maka bagi mereka yang ingin meminta berkat ataupun memohon
perlindungan kepada nenek moyang dapat juga dilakukan di sonaf dengan cara membawa
persyaratan seperti sopi, sirih pinang, ayam jantan berwarna merah dan beras sambil
mengucapkan permintaan mereka kepada arwah-arwah nenek moyang.
Kehidupan masyarakat Oenbit yang masih sangat kental dengan adat dan budaya ini
juga berpengaruh pada penerimaan masyarakat terhadap tamu yang datang ke wilayah
mereka. Kehadiran orang baru yang berasal dari luar wilayah mereka harus didahului dengan
memohon izin kepada para leluhur. Permohonan izin ini dilakukan dengan cara memberikan
syarat-syarat seperti sopi, sirih pinang, dan ayam sebagai korban persembahan. Apabila
semua persyaratan telah diberikan maka mereka kemudian masuk ke dalam sonaf untuk
berdoa guna menyampaikan bahwa ada orang asing yang datang dan ingin mengetahui
tentang Oenbit. Lewat penyembelihan ayam di sonaf, masyarakat dapat mengetahui apakah
tamu tersebut mempunyai rencana jahat terhadap mereka atau tidak. Bukti tersebut dapat
dilihat dari hewan yang disembelih tadi.
3.4. Faktor yang menyebabkan Masyarakat Oenbit masih melakukan ritual Ta’no
Manusia pada umumnya menginginkan kehidupan yang terbaik. Karena itu, manusia
seringkali tidak melakukan sesuatu secara asal-asalan saja, tetapi dengan memiliki tujuan atau
pun maksud tertentu. Hal ini pula yang dilakukan oleh masyarakat Oenbit ketika mereka
menghadapi konflik dengan PT. Elgary Resources Indonesia yang telah mengeksploitasi
tanah mereka.34
34
Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit
21 Desember 2015.
56
Masyarakat Oenbit mengenal dan memahami Ta’no sebagai ritus pengutukan keras.
Ta’no merupakan ritus yang dikenal oleh masyarakat Oenbit sebagai ritus panas dan hanya
digunakan untuk menghadapi masalah-masalah besar. Tetapi Ta’no yang bersifat mengutuk
ini kemudian diabaikan oleh masyarakat Oenbit karena masyarakat merasa bahwa tidak ada
yang perlu dikutuk. Karena mereka hidup dalam satu keluarga, mereka hidup selaras dengan
norma adat yang diwariskan oleh nenek moyang, mereka menjaga alam, menjaga ketentuan
sosial dalam masyarakat dan masyarakat juga menghargai situs-situs adat yang ada dalam
masyarakat. Sehingga Ta’no yang bersifat kutukan itu tidak berguna. Justru yang paling
dominan adalah memohon berkat dan restu dari nenek moyang.35
Ketika kehadiran PT. Elgary Resources Indonesia masyarakat melakukan ritus itu
bukan untuk memohon restu dan berkat lagi tetapi beralih fungsi menjadi kutukan, mengapa
kutuk yang telah diabaikan dihidupkan kembali? Karena PT. Elgary Resources Indonesia
datang dan membawa satu sistem kehidupan perekonomian dan sistem kemasyarakatan yang
menganggu norma adat dan tradisi suci dalam masyarakat misalnya, melakukan ekploitasi
terhadap situs-situs adat yang dianggap sakral oleh masyarakat Oenbit, merusak ketentraman
masyarakat, melangkahi struktur sosial yang selama ini dijaga oleh masyarakat dan
melakukan pengrusakan terhadap ekologi, kehidupan dalam sistem kehidupan sosial
masyarakat tradisional keselamatan itu dipahami dalam arti keselarasan hidup dengan alam,
tumbuhan, margasatwa, manusia dan roh-roh. Tetapi kehadiran PT. Elgary Resources
Indonesia itu datang tanpa melihat itu semua sehingga masyarakat melakukan perlawanan.36
Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis, didapati beberapa jawaban
terhadap pertanyaan faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi masyarakat Oenbit kembali
35
Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit
21 Desember 2015. 36
Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit
21 Desember 2015.
57
melakukan ritual Ta’no walaupun ritual ini telah lama tidak dilakukan oleh masyarakat
Oenbit. Adapun hasil wawancara mengenai pertanyaan penelitian ini menghasilkan beberapa
jawaban sebagai berikut:
1. Akibat dari budaya Timor yang masih sangat kental dalam kehidupan masyarakat
Oenbit, di mana tradisi-tradisi kepada arwah atau roh-roh nenek moyang tetap
berperan dalam kehidupan sehari-hari mereka.
2. Sistem kekerabatan yang erat terjalin dalam masyarakat Oenbit, menyebabkan
tradisi kepada nenek moyang ini masih melekat dan diajarkan turun-temurun
kepada keturunan-keturunan mereka.
3. Akibat kehadiran PT. Elgary Resources Indonesia yang datang dan merusak situs
adat masyarakat Oenbit dalam hal ini suku Ataupah yang berada persis di lokasi
penambangan.
4. Akibatnya pencaplokan tanah yang dilakukan oleh PT. Elgary Resources
Indonesia yang telah merusak padang pengembalaan ternak masyarakat Oenbit.37
3.5. Pandangan Masyarakat Oenbit terhadap ritual Ta’no yang dilakukan sebagai
bentuk penolakan terhadap PT. Elgary Resources Indonesia.
Bagi masyarakat Oenbit yang telah menganut agama Katolik, khususnya bagi
mereka yang telah menjadi warga gereja, Ta’no yang dilaksanakan untuk meminta
bantuan dan restu dari para leluhur adalah hal yang salah. Hal ini dikarenakan, ritual
Ta’no dianggap bertentangan dengan ajaran Alkitab.38
Walaupun demikian, banyak
masyarakat mengakui bahwa mereka masih mempercayai bahkan melaksanakan tradisi
37
Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit
21 Desember 2015. 38
Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit
21 Desember 2015.
58
tersebut. Masyakarakat sendiri tidak dapat menjamin bahwa apabila seseorang yang
sudah memeluk agama Katolik akan meninggalkan tradisi dari nenek moyang mereka.39
Paroki-paroki di Oenbit sendiri sejauh ini mengetahui kebiasaan atau tradisi-
tradisi yang masih berlangsung dalam kehidupan jemaatnya. Namun, gereja menganggap
bahwa untuk dapat menghentikan secara total segala macam bentuk tradisi-tradisi
kepercayaan kepada nenek moyang, termasuk juga di dalam ritual Ta’no merupakan hal
yang mustahil. Hal ini disebabkan karena ritual Ta’no merupakan salah satu dari sekian
banyak tradisi yang ada dalam kehidupan masyarakat Oenbit. Masyarakat menganggap
bahwa ritual ini merupakan warisan nenek moyang turun-temurun yang perlu untuk
dijaga dan dilestarikan sebaik mungkin.40
Dalam kepercayaan masyarakat Oenbit, apabila
ritual Ta’no dan ritual-ritual lainnya tidak dilaksanakan, maka mereka akan menerima
petaka. Sebaliknya, jika tradisi ini dilakukan dengan baik dan benar, maka mereka akan
menerima berkah dari roh-roh nenek moyang. Kepercayaan ini yang kemudian memaksa
mereka untuk terus menjalankan dan melestarikan kepercayaan ini.41
P.K mengatakan bahwa ritual Ta’no dan ritual lainnya sebenarnya merupakan hal
yang baik karena menyangkut penyembahan. Ritual merupakan bagian dari budaya. Hal
ini hendak menegaskan bahwa kehadiran pertambangan secara tidak langsung telah
merusak ritual yang ada sehingga masyarakat menjadi konsuptif. Hilangnya ritual
menyebabkan ikatan sosial menjadi hilang sehingga masyarakat menjadi kehilangan
kesepahaman untuk melakukan penolakan. P.K juga mengatakan bahwa siapapun kita,
kita lahir dan hidup dari daging di tengah-tengah budaya. Ritual merupakan identitas, dan
39
Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di Oenbit
21 Desember 2015. 40
Wawancara dengan Pater yang berjuang bersama masyarakat Oenbit, di Kefamenanu 26 Desember
2015. 41
Wawancara dengan Koordinator Umum Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (Arapel), di
Kefemenanu 26 Desember 2015.
59
tidak dapat dipungkiri bahwa ritual Ta’no merupakan bagian identitas masyarakat
oenbit.42
Masyarakat Oenbit meyakini bahwa mereka dapat tetap hidup tanpa adanya
penambangan. Kehidupan masyarakat dapat terus berlangsung dengan tetap melestarikan
adat budaya sebagai identitas. Kosmologi tersebut merupakan totem dan simbol bagi
masyarakat. Bagaimanapun juga, dalam ajaran Katolik, gereja masih tetap dan terus
menghargai inkulturasi. Oleh sebab itu, dalam setiap aksi yang dilakukan oleh
masyarakat, selalu didahului dengan doa menurut ajaran Katolik sebagai bukti bahwa
ritual yang dilakukan bukan semata-mata memohon pertolongan kepada leluhur saja
tetapi merupakan sebuah ungkapan persembahan permohonan kekuatan dari Allah
pencipta semesta. Hal ini dilakukan agar masyarakat tidak hanya meyakini kemenangan
mereka dari leluhur saja tetapi karena iman yang menyelamatkan mereka. Kehadiran
Pastor selaku pemuka agama tidak hanya untuk turut menyaksikan tetapi juga untuk
mengambil bagian di dalam ritual dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat
dalam melakukan ritual.43
Setelah banyak cara yang dilakukan, seperti aksi demo ke pemerintahan,
mendatangi kepolisian dan memblokade lokasi penambangan tidak membuahkan hasil,
masyarakat memutuskan untuk menempuh jalur ritual Ta’no yang kemudian dirasa
berhasil mengusir keluar PT. Elgary Resources Indonesia. Dengan berhentinya aktivitas
penambangan yang dilakukan oleh PT. Elgary Resources Indonesia, secara tidak langsung
telah memengaruhi cara pandang masyarakat. Masyarakat semakin meyakini bahwa
kehadiran dan ekploitasi tanah yang dilakukan oleh PT. Elgary Resources Indonesia
42
Wawancara dengan Pater yang berjuang bersama masyarakat Oenbit, di Kefamenanu 26 Desember
2015. 43
Wawancara dengan Pater yang berjuang bersama masyarakat Oenbit, di Kefamenanu 26 Desember
2015.
60
berhasil dihentikan melalui ritual adat seperti ritual Ta’no. Berhentinya kegiatan
penambangan diyakini sebagai akibat dari pelaksanaan ritual Ta'no. Hal ini dipengaruhi
oleh, adanya beberapa anggota masyarakat Oenbit dari suku lain yang bergabung dengan
PT. Elgary Resources Indonesia yang meyakini dan mempercayai kekuatan dari ritual
kutukan tersebut. Ketakutan tersebut membuat aktifitas pertambangan dihentikan oleh
perusahaan.
61