bab iii pembahasan a. pengaturan pembiayaan kesehatan

20
58 BAB III PEMBAHASAN a. Pengaturan Pembiayaan Kesehatan Antara BPJS dan Rumah Sakit Dalam konsep Negara hukum berakar dari paham kedaulatan hukum yang pada hakikatnya berprinsip bahwa kekuasaan tertinggi di dalam suatu Negara adalah berdasarkan atas hukum. Negara hukum merupakan substansi dasar dari kontrak sosial setiap Negara hukum. 1 Berikut ini akan dijelaskan mengenai pengaturan pembiayaan kesehatan antara Badan Penyelegara Jaminan Sosial dan Rumah Sakit. 1. Sumber Pembiayaan Rumah Sakit memiliki sumber daya yang merupakan pendapatan operasional yang berasal dari masyarakat umum yang memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit. 2 Pemanfaatan fasilitas rumah sakit tersebut meliputi: pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan gawat darurat, pelayanan penunjang medik, pelayanan kefarmasian dan lain-lain. Selain itu pembiayaan rumah sakit bersumber dari penerimaan rumah sakit sebagaimana disebutkan di atas, dapat juga berasal dari anggaran Pemerintah, subsidi Pemerintah, anggaran Pemerintah Daerah, subsidi Pemerintah Daerah atau sumber lain yang tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3 Sumber lain yang tidak mengikat sebagaimana diatur dalam pasal 48 ayat 1 UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit tidak diatur secara jelas. Dengan Demikian dimungkinkan rumah sakit untuk berkreasi dalam mencari sumber pembiayaan rumah sakit dengan batasan bahwa sumber itu tidak mengikat dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 1 Hamidi Jazim (at. al), Hukum Lembaga Kepresidenan Indonesia, Malang, Alumni, 2009, hlm. 9. 2 Indra Bastian, Akuntansi Kesehatan, Jakarta, Penerbit Erlangga, 2008, hlm. 38. 3 Pasal 48 (1) UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Upload: others

Post on 19-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

58

BAB III

PEMBAHASAN

a. Pengaturan Pembiayaan Kesehatan Antara BPJS dan Rumah Sakit

Dalam konsep Negara hukum berakar dari paham kedaulatan hukum yang pada hakikatnya

berprinsip bahwa kekuasaan tertinggi di dalam suatu Negara adalah berdasarkan atas hukum.

Negara hukum merupakan substansi dasar dari kontrak sosial setiap Negara hukum.1Berikut ini

akan dijelaskan mengenai pengaturan pembiayaan kesehatan antara Badan Penyelegara Jaminan

Sosial dan Rumah Sakit.

1. Sumber Pembiayaan

Rumah Sakit memiliki sumber daya yang merupakan pendapatan operasional yang

berasal dari masyarakat umum yang memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada

di rumah sakit.2 Pemanfaatan fasilitas rumah sakit tersebut meliputi: pelayanan rawat jalan,

pelayanan rawat inap, pelayanan gawat darurat, pelayanan penunjang medik, pelayanan

kefarmasian dan lain-lain. Selain itu pembiayaan rumah sakit bersumber dari penerimaan

rumah sakit sebagaimana disebutkan di atas, dapat juga berasal dari anggaran Pemerintah,

subsidi Pemerintah, anggaran Pemerintah Daerah, subsidi Pemerintah Daerah atau sumber

lain yang tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.3Sumber

lain yang tidak mengikat sebagaimana diatur dalam pasal 48 ayat 1 UU No. 44 Tahun 2009

tentang Rumah Sakit tidak diatur secara jelas. Dengan Demikian dimungkinkan rumah

sakit untuk berkreasi dalam mencari sumber pembiayaan rumah sakit dengan batasan

bahwa sumber itu tidak mengikat dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

1 Hamidi Jazim (at. al), Hukum Lembaga Kepresidenan Indonesia, Malang, Alumni, 2009, hlm. 9. 2 Indra Bastian, Akuntansi Kesehatan, Jakarta, Penerbit Erlangga, 2008, hlm. 38. 3 Pasal 48 (1) UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

59

Gambar.2. Komponen sistem pelayanan kesehatan (Diadaptasi dari:

Public Health Forum di London School of Hygiene and Tropical

Medicine, tahun 1998)

Dari Bagan diatas bahwa pemerintah memegang beberapa peranan, pemerintah sebagai

badan pengatur, pemerintah sebagai badan pembayar, dari beberapa sisi pemerintah juga sebagai

pelaksana penyelengara perumahsakitan hal ini dapat dibuktikan dengan pemberian dana

talangan untuk menutup kekurangan dana BPJS Kesehatan sebesar Rp 10,25 T4 sesuai Pasal 48

UU SJSN5, guna: menyehatkan keuagan BPJS kesehatan, mengehentikan dan mengoreksi

dampak sistematik defisit asset JKN, mencegah peningkatan resiko reputasi JKN dan munculnya

risiko politis bagi pemerintah, dan mencegah terjadinya konsekuensi hukum

4Dana Talangan BPJS Rp10,25 Triliun Ludes, Kenapa Tak Naikkan Premi?, https://tirto.id/dana-talangan-

bpjs-rp1025-triliun-ludes-kenapa-tak-naikkan-premi-ddTe, dikunjugi pada 7 Juli pukul 04.00 WIB. 5 Pemerintah dapat melakukan tindakan-tindakan khusus guna menjamin terpeliharanya tingkat kesehatan

keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Badan Pengatur

Pemerintah

Pemerintah Sbg

pembayar

BPJS

Masyarakat

Rumah Sakit

Industri

Obat

Pemberi

Pinjaman LN

Bantuan

60

Badan pemerintah memiliki peranan yang sangat kuat dalam memberikan pengawasan

dan penagung jawab dalam pelayan kesehatan. Sebagai sebuah sistem, komponen badan

pengatur merupakan komponen penting yang terhubung dengan komponen-komponen lain.

Adapun Asuransi, pabrik obat dan fasilitas layanan, industry peralatan dan teknologi kesehatan

dan industry finansial akan menjadi penentu dalam sistem layanan kesehatan.

Gambar 3. Alur BPJS

BPJS

Iuran UU JKN

Masyarkat Rumah Sakit

Sumber UU JKN

Berdasarkan bagan diatas dapat jelaskan sebagai berikut :

1. Iuran

Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh

Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan (Pasal

16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan). Pembayaran iuran Bagi Peserta

PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah, bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya

dibayar oleh Pemberi Kerja dan Pekerja, bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan

Peserta Bukan Pekerja iuran dibayar oleh Peserta yang bersangkutan, Besarnya Iuran

Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui Peraturan Presiden dan ditinjau ulang

61

secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup

yang layak.

Pembayaran Iuran Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan

berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah

nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI). Setiap Pemberi Kerja wajib memungut

iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan

membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara berkala (paling

lambat tanggal 10 setiap bulan).

Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari

kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda administratif

sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh

Pemberi Kerja. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib

membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan palinglambat tanggal 10

(sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran JKN dapat dilakukan

diawal.

BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN sesuai dengan

Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran,

BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada Pemberi Kerja dan/atau Peserta

paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau

kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran Iuran bulan

berikutnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran iuran diatur dengan

Peraturan BPJS Kesehatan.

2. Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan

62

BPJS Kesehatan akan membayar kepada Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan,

BPJS Kesehatan membayar dengan sistem paket INA CBG’s( Indonesia Case Base

Groups)6. Sistem tersebut merupakan model pembayaran yang digunakan BPJS Kesehatn

untuk mengganti klaim yang ditagihkan oleh rumah sakit. INA CBGs merupakan sistem

pembayaran dengan sitem paket berdasarkan penyakit yang diderita pasien. Mengacu

pada kamus istilah BPJS dalam laman webnya menyatakan bahwa rumah sakit akan

mendapat besaran bayaran berdasar nominal yang sesuai pada tarif INA CBGs yang

merupakan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu kelompok diagnosis.

Permisalan dalam hal ini sistem menghitung misalkan seorang pasien penderita

demam berdarah maka layanan apa saja yang akan diberikan bagi pasien tersebut berikut

pengobatannya sampai pasien tersebut dinyatakan sembuh atau selama satu periode

rawat di rumah sakit itu.

Semua Fasilitas Kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS

Kesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah keadaan gawat

daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka fasilitas kesehatan tersebut wajib

merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. BPJS

Kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama

setelah memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan tarif yang berlaku di wilayah

tersebut.

3. Kewajiban Pembayaran BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan

kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima

6 Pasal 38 Perpres No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Sosial.

63

lengkap.7 Besaran pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan ditentukan berdasarkan

kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi Fasilitas Kesehatan di wilayah tersebut

dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam hal

tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran, Menteri Kesehatan memutuskan besaran

pembayaran atas program JKN yang diberikan.

Asosiasi Fasilitas Kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam JKN, peserta

dapat meminta manfaat tambahan berupa manfaat yang bersifat non medis berupa

akomodasi. Misalnya: Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi

daripada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan

tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan

dan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan, yang disebut dengan

iur biaya (additional charge).

Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI. Sebagai bentuk

pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS Kesehatan wajib menyampaikan

pertanggungjawaban dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan

tahunan (periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember).

Masalah yang terjadi, sampai saat ini adalah BPJS tidak bisa melaksanakan

pemenuhan kewajiban 15 hari setelah klaim diterima.

4. Pengembangan Dana yang terkumpul

Pengembangan aset BPJS Kesehatan terdiri dari aset BPJS dan pengembangan aset

Dana Jaminan Sosial Kesehatan.8 Dana Jaminan Sosial wajib dikelola dan dikembangkan

oleh BPJS secara optimal dengan mempertmbangkan aspek likuiditas, solvabilitas,

7 Pasal 24 UU No. 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial.

8 Pasal 22 PP No. 87 tahun 2013

64

kehati-hatiankeamanan dana, dan hasil yang memadai.9 Sesuai dengan pasal diatas maka

BPJS membangan aset dalam investasi dalam negeri10 berupa:

a) Deposito berjangka termasuk deposit on call dan deposito yang berjangka waktu

kurang dari atau sama dengan 1 (satu) bulan serta sertifikat deposito yang tidak dapat

diperdagangkan (non negotiable certificate deposit) pada Bank;

b) Surat berharga yang diterbitkan Negara Republik Indonesia;

c) Surat berharga yang diterbitkan Bank Indonesia;

d) Surat utang korporasi yang tercatat dan diperjual belikan secara luas dalam Bursa

Efek Indonesia;

e) Saham yang tercatat dalam Bursa Efek Indonesia;

f) Reksadana;

g) Efek beragun aset yang diterbitkan berdasarkan kontrak investasi kolektif efek

beragun aset;

h) Dana investasi real estate;

i) penyertaan langsung; dan/atauj.tanah, bangunan atau tanah dengan bangunan.

5. Pemberian dana BPJS dalam pelayanan Rumah Sakit

Kerjasama yang dilakukan rumah sakit dan BPJS Kesehatan menimbulkan beragam

dampak perubahan alur pelayanan dan pembayaran, di bawah akan dijelaskan alur

perubahan pelayanan dan pembayaran.

9 Pasal 47 ayat 1 UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial. 10 Pasal 23 UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

65

1. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan

Mulai

A. Identitas

Peserta

BPJS.

B. surat

rujukan

(tidak

untuk

pasien

UGD) Peserta

menunjukan

identitas peserta

BPJS

LOKET

PENDAFTARA

N

Pemeriksaan

eligilitas peserta

dan surat rujukan

Peserta

BPJS

elijibel

Peneriman Surat

Eligibilitas

Peserta

Surat eligibalitas

peserta

Pemberian

pelayanan

kesehatan sesuai

indikasi medis

dan paket INA

CBG’s (UGD,

rawat jalan

maupun rawat

inap)

ya

Konfirmasi

status

kepesertaan

Penyelesaian

administrasi

kepesertaan

sesuai alur

kepesertaan

Pengecekan

ulang status

eligibilitas

peserta

Peserta

BPJS

elijibel

Peserta

BPJS

konfirmasi

eligibitas

kepesertaan

dengan pihak RS

Tidak dijamin

Untuk proses lebih

lanjut agar peserta

mengurus

administrasi

kepesertaan

terlebih dahulu

Legalisasi Surat

Elijibilitas

peserta

Tujuan

Peserta:

A. Poli

Spesialis

B.UGD

C. Rawat

inap

66

a. Peserta membawa identitas BPJS Kesehatan serta surat rujukan dari fasilitas

kesehatan tingkat pertama.

b. Peserta melakukan pendaftaran ke RS dengan memperlihatkan identitas dan surat

rujukan.

c. Fasilitas kesehatan bertanggung jawab untuk melakukan pengecekan keabsahan

kartu dan surat rujukan serta melakukan input data ke dalam aplikasi Surat

Elijibilitas Peserta (SEP) dan melakukan pencetakan SEP

d. Petugas BPJS kesehatan melakukan legalisasi SEPe. Fasilitas kesehatan

melakukan pemeriksaan, perawatan, pemberian tindakan, obat dan bahan medis

habis pakai (BMHP)

e. Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan pada

lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh masing-masing

fasilitas kesehatan.

f. Atas indikasi medis peserta dapat dirujuk ke poli lain selain yang tercantum dalam

surat rujukan dengan surat rujukan/konsul intern.

g. Atas indikasi medis peserta dapat dirujuk ke Fasilitas kesehatan lanjutan lain

dengan surat rujukan/konsul ekstern.

h. Apabila pasien masih memerlukan pelayanan di Faskes tingkat lanjutan karena

kondisi belum stabil sehingga belum dapat untuk dirujuk balik ke Faskes tingkat

pertama, maka Dokter Spesialis/SubSpesialis membuat surat keterangan yang

menyatakan bahwa pasien masih dalam perawatan.

67

i. Apabila pasien sudah dalam kondisi stabil sehingga dapat dirujuk balik ke Faskes

tingkat pertama, maka Dokter Spesialis/Sub Spesialis akan memberikan surat

keterangan rujuk balik.

j. Apabila Dokter Spesialis/Sub Spesialis tidak memberikan surat keterangan yang

dimaksud pada huruf i dan j maka untuk kunjungan berikutnya pasien harus

membawa surat rujukan yang baru dari Faskes tingkat pertama.

2. Rawat Inap Tingkat Lanjutan

a. Peserta melakukan pendaftaran ke RS dengan membawa identitas BPJS

Kesehatan serta surat perintah rawat inap dari poli atau unit gawat darurat.

b. Peserta harus melengkapi persyaratan administrasi sebelum pasien pulang

maksimal 3 x 24 jam hari kerja sejak masuk Rumah Sakit.

c. Petugas Rumah Sakit melakukan pengecekan keabsahan kartu dan surat rujukan

serta melakukan input data kedalam aplikasi Surat Elijibilitas Peserta (SEP) dan

melakukan pencetakan SEP

d. Petugas BPJS kesehatan melakukan legalisasi SEP

e. Fasilitas kesehatan melakukan pemeriksaan, perawatan, pemberian tindakan, obat

dan bahan medis habis pakai (BMHP)f. Setelah mendapatkan pelayanan peserta

menandatangani bukti pelayanan pada lembar yang disediakan. Lembar bukti

pelayanan disediakan oleh masing-masing fasilitas kesehatan

f. Dalam hal peserta menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi daripada

haknya, maka Peserta dapat meningkatkanhaknya dengan mengikuti asuransi

kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin

68

oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas

perawatan.

g. Kenaikan kelas perawatan lebih tinggi daripada haknya atas keinginan sendiri

dikecualikan bagi peserta PBI Jaminan Kesehatani.

h. Jika karena kondisi pada fasilitas kesehatan mengakibatkan peserta tidak

memperoleh kamar perawatan sesuai haknya, maka:

1) Peserta dapat dirawat di kelas perawatan satu tingkat lebih tinggi.

2) BPJS Kesehatan membayar kelas perawatan peserta sesuai haknya.

3) Apabila kelas perawatan sesuai hak peserta telah tersedia, maka peserta

ditempatkan di kelas perawatan yang menjadi hak peserta.

4) Perawatan satu tingkat lebih tinggi paling lama 3 (tiga) hari.

5) Jika kenaikan kelas yang terjadi lebih dari 3 (tiga) hari, maka selisih biaya

yang terjadi menjadi tanggung jawab Fasilitas Kesehatan yang bersangkutan

atau berdasarkan persetujuan pasien dirujuk ke Fasilitas Kesehatan yang

setara

i. Penjaminan peserta baru dalam kondisi sakit dan sedang dalam perawatan.

1) Penjaminan diberikan mulai dari pasien terdaftar sebagai peserta BPJS

Kesehatan yang dibuktikan dengan tanggal bukti bayar (bukan tanggal yang

tercantum dalam kartu peserta BPJS Kesehatan);

2) Peserta diminta untuk mengurus SEP dalam waktu maksimal 3 x 24 jam hari

kerja sejak pasien terdaftar sebagai peserta BPJS kesehatan;

69

3) Apabila peserta mengurus SEP lebih dari 3 x 24 jam hari kerja sejak terdaftar

sebagai peserta BPJS Kesehatan, maka penjaminan diberikan untuk 3 hari

mundur ke belakang sejak pasien mengurus SEP;

4) Biaya pelayanan yang terjadi sebelum peserta terdaftar dan dijamin oleh BPJS

Kesehatan menjadi tanggung jawab pasien sesuai dengan ketentuan yang

berlaku di Fasilitas kesehatan tersebut.

5) Untuk pasien baru yang sudah mendapatkan pelayanan rawat inap, maka tidak

diperlukan surat rujukandari fasilitas kesehatan tingkat satu atau keterangan

gawat darurat. Untuk penjaminan selanjutnya, peserta wajib mengikuti

prosedur pelayanan BPJS Kesehatan yang berlaku.

6) Perhitungan penjaminan berdasarkan proporsional hari rawat sejak pasien

dijamin oleh BPJS Kesehatan.

7) Besar biaya yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan adalah sejak pasien

dijamin oleh BPJS Kesehatan sampai dengan tanggal pulang dibagi total hari

rawat kali tarif INA CBG’s.

6. Pembayaran klaim dan Keterlambatan Pembayaran

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sedang dihadapkan pada

masalah, yakni, pembayaran klaim rumah sakit dan defisit arus kas. Sejak didirikan,

BPJS Kesehatan menghadapi defisit arus kas. Pada tahun 2014, defisit BPJS kesehatan

mencapai Rp 3,8 triliun. Tahun 2015, defisit membengkak menjadi Rp 5,9 triliun. Pada

2016, defisit membengkak lagi menjadi Rp 9 triliun. Tahun 2017 defisit melebar menjadi

Rp 9,75 triliun dan tahun 2018, defisit BPJS kesehatan capai Rp 16,5 triliun. Alhasil

setaip tahun pemerintah harus turun tangan suntik dana kepada BPJS. Suntikan terbaru

70

adalah sebesar Rp10,25 triliun yang cairkan pada tahun 2018. Sepanjang tahun lalu,

pemerintah sudah menyuntik BPJS Kesehatan Rp 10 triliun lebih. Dana ini sebagai besar

digunakan BPJS Kesehatan untuk membayar klaim tagihan dari rumah sakit.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan mengaku terlambat membayar klaim

pelayanan kesehatan pada rumah sakit mitra hingga obat-obatan karena tidak memiliki

dana atau anggaran yang cukup. BPJS Kesehatan menegaskan tidak ingin mangkir atau

melakukan wanprestasi. Kami terlambat bayar karena uangnya memang tidak cukup.

Rumah Sakit untuk pembayaran pelayanan kesehatan yang telah diberikan, Rumah

mengajukan klaim kolektif kepada BPJS secara periodik dan lengkap dan BPJS akan

mengeluarkan berita acara kelengkapan berkas klaim paling lambat 10 (sepuluh) hari

sejak klaim diajukan oleh Fasilitas kesehatan dan diterima oleh BPJS Kesehatan11.

Selanjutnya BPJS Kesehatan wajib melakukan pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan

berdasarkan klaim yang diajukan dan telah diverifikasi paling lambat 15 hari sejak

diterbitkannya berita acara kelengkapan berkas klaim12, dan BPJS berkewajiban untuk

membayar kapitasi kepada fasilitas kesehatan paling lambat 15 hari setiap bulannya.13

Juru bicara BPJS Kesehatan, M. Iqbal Anas Ma’ruf, menyarankan rumah sakit agar

meminjam dana bank menggunakan invoice dari lembaganya, sudah ada sejumlah bank

yang menjadi rujukan. Bank Mandiri, BNI, Bank DKI, Bank KEB Hana, Bank Permata,

Bank Bukopin, Bank Woori Saudara, Bank Jabar Banten (BJB), Bank Muamalat, Bank

11Pasal 30 ayat 3 Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan nomor 7 Tahun 2018 Tentang

pengelolaan Administrasi Klaim Fasilitas Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan. 12 Pasal 32 ayat 1 Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan nomor 7 Tahun 2018 Tentang

pengelolaan Administrasi Klaim Fasilitas Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.

13 Pasal 29 ayat 1 Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan nomor 7 Tahun 2018 Tentang

pengelolaan Administrasi Klaim Fasilitas Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.

71

Syariah Mandiri, dan Bank CIMB Niaga. Selain bank, ada dua lembaga pembiayaan

(multifinance) yang juga memakai skema ini, yakni TIFA Finance dan MNC Leasing.

Direktur Syariah Banking CIMB Niaga, Pandji P. Djajanegara, mengatakan siap

memberikan pinjaman kepada rumah sakit atau fasilitas kesehatan dengan skema anjak

piutang. Skema ini mengatur penerimaan pembayaran lebih awal atas tagihan yang

diajukan ke BPJS Kesehatan.

Dana talangan ini pada dasarnya sejenis dengan kredit modal kerja, Secara rata-rata

tenggat pembayaran kredit modal kerja tidak sampai 1 tahun. CIMB akan memberikan

tenor sesuai dengan jumlah tagihan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan. Begitu juga

dengan bunga yang akan dibebankan kepada rumah sakit. “Misalnya rumah sakit tersebut

operasional finansial di kami, tentu kami tidak memberikan bunga standar.

Bank Mandiri telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan

beberapa Rumah Sakit, dana talangan Rp 500 Miliar untuk 50 Rumah Sakitdi Indonesia,

dana itu merupakan fasilitas pembiayaan sebagai solusi tunggakan pembayaran dari BPJS

Kesehatan kepada RS."Konsepnya itu sebagai fasilitas pembiayaan pengganti dana dari

BPJS Kesehatan yang belum sampai ke RS. Agar keuangan RS tetap sehat. Manfaatnya

untuk membantu likuiditas RS demi menjaga dan mencapai kualitas pelayanan yang

optimal kepada masyarakat.

72

1. Dana Talangan

BPJS

Perjanjian

MOU

Perjanjian kepersetaan Bank

Sifatnya relatif

RS Perjanjian Kredit Bank

Perjanjian Anjak Piutang

Pelayan Kesehatan

pasien

Bagan 4. Hubungan Hukum Yang terjadi pada BPJS

Dari Bagan diatas dapat dijelaskan bahwa pada dasarnya, pasien BPJS memiliki

hubungan hukum melalui perjanjian yang didasari oleh undang-undang JKN dengan

membayarkan iuran kepada BPJS. BPJS sendiri memilik tanggung jawab untuk mengelola

dana jaminan sosial demi kepentinggan pasien, dengan mengelola dana jaminan sosial dan

membayarkan kepada Rumah Sakit. Dalam hal ini Rumah Sakit juga memiliki ke terikatatan

hubungan hukum melalui suatu perjanjian dengan BPJS, dimana dalam hal ini BPJS

seharusnya memberikan prestasi ketika klaim diajukan, namun BPJS tidak dapat

melaksanakan prestasinya terhadap Rumah Sakit dikarenakan defisit yang dialami BPJS, hal

ini lah yang mengakibatkan timbulnya skema dana talangan diatas untuk mengatasi likuiditas

Rumah sakit dan melanjutkan biaya operasionalnya sehingga pelayanan terhadap pasien tidak

73

terabaikan, oleh sebab itu Rumah sakit mengadakan Mou/kesepahaman yang sifatnya terikat

moral dengan pihak bank untuk dilakukan skema dana talangan.

Dalam dunia perbankan hal ini adalah hal yang biasa dilakukan, kerjasama dengan

pihak lain adalah suatu hal yang lumrah mengenai pinjaman meminjam uang, kesepahaman

hal seperti memberikan bentuk pilihan yang sesuai dengan kebutuhan mitra kerjanya, dalam

skema pembiayaan antara BPJS dan Rumah sakit bentuk pilihan yang dipilih adalah bentuk

dana talangan, karena setiap waktu dapat ditarik kembali oleh rumah sakit yang meminjam

tanpa dikenakan suatu pembebanan.

Dana talangan atau tambahan dana dari dari Lembaga keuagan Ini adalah suatu instrumen

atau sarana yang paling mudah digunakan oleh Rumah Sakit yang membutuhkan tambahan

dana dalam kegiatan operasionalnya baik dalam keadaan darurat atau mendesak atau dalam

keadaan biasa sekalipun. Dana talangan sebernarnya sudah dikenal didalam dunia perbankan

kita dengan istilah seperti Call money14. Namun dana talangan yang diberikan bank ini

sifatnya relatif, maksudnya dana talangan bisa tidak perlu digunakan lagi jika BPJS bisa

melakukan pembayarannya seseuai dengan amanat Undang-Undang Jaminan Kesehatan

Nasional.

b. Alternaif pembiayaan

Kerjasama yang dilakukan rumah sakit dan BPJS Kesehatan menimbulkan beragam

dampak perubahan yang dirasakan oleh rumah sakit peserta BPJS. Terdapat dampak baik dan

kurang baik yang dialami Rumah Sakit akibat dilakukannya kerjasama tersebut. Salah satu

dampak positifnya adalah meningkatnya perekonomian rumah sakit dengan dukungan penuh

dari pemerintah atas perjanjian yang disepakati. Sedangkan dampak negatif yang dirasakan

14 Hermasyah,Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta, Kencana, 2009, hlm.55.

74

oleh beberapa rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, diantaranya adalah

saat pemenuhan prestasi yang sudah diberikan Rumah sakit yang sering terlambat dibayar.

Keterlambatan pembayaran klaim kepada Rumah Sakit adalah sebenarnya adalah sebuah

wanprestasi yang dilakukan BPJS baik kepada pihak pasien dan Rumah dan BPJS dalam hal

ini melakukan Fraud, dikarenakan dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh

peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh

BPJS untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional

penyelenggaraan program Jaminan Sosial.15 Peraturan Pemerintah nomor 53 Tahun 2018

tentang perubahan Kedua Atas peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 Tentang

pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan dijelaskan dalam Pasal 39 (1) jika terjadi

Kesulitan likuiditas aset Dana Jaminan Sosial Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

33 huruf (c) dapat berupa kewajiban pembayaran kepada penyedia layanan kesehatan yang

tidak dapat dilakukan sesuai dengan perjanjian, di ayat (2) Dalam hal terjadi kesulitan

likuiditas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS Kesehatan dapat memberikan dana

talangan kepada aset Dana Jaminan Sosial Kesehatan. Pada Pasal 7 ayat (c) Peraturan

Pemerintah Nomor 85 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Hubungan Antar Lembaga Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial dapat bekerjasama dengan bank dan lembaga keuangan.

Menurut analisis penulis ada dua alternatif pembiayaan yang dapat dilakukan oleh Rumah

Sakit untuk mengatasi pembiayaan tunggakan klaim yang diajukan Rumah Sakit yaitu melalui

kredit modal kerja dengan jaminan fidusia, dan anjak piutang. Kedua hal inilah yang paling

cocok dengan sistem Lembaga keuangan di Indonesia. Kredit modal kerja dengan jaminan

fidusia merupakan kredit untuk perorangan atau badan usaha lainnya sebagai tambahan

15 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelengara Sosial

75

permodalan untuk pengembangan usaha yang telah berjalan, minimal 1 tahun, maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa perjanjian kredit modal kerja merupakan salah satu perjanjian

yang dilakukan antara bank selaku kreditur dengan nasabahnya selaku debitur, yang jangka

waktunya tidak melebihi satu tahun, namun dapat dilakukan perpanjangan kembali jika sudah

habis masa berlakunya dan debitur masih membutuhkan kredit modal kerja tersebut. Kelebihan

dari kredit modal kerja yaitu penarikan dana dapat dilakukan setiap saat sesuai kebutuhan usaha,

Bagian yang belum ditarik tidak dikenakan bunga, dan membantu untuk mengantisipasi

pengeluaran musiman atau pengeluaran tak terduga.

Kredit modal kerja dengan jaminan fidusia adalah kredit yang diberikan untuk memulai suatu

pekerjaan dengan menggunakan jaminan fidusia dan dalam konteks BPJS, kredit ini dibutuhkan

oleh Rumah Sakit untuk membiayaai pekerjaan yang sudah dilakukan. Jika kredit modal kerja

biasanya adalah sebelum pekerjaan dilakukan, dalam konteks dana talangan setelah pekerjaan

dilakukan, tetapi pembayaran dari pihak BPJS sebagai pihak ketiga belum dibayar. Kredit yang

di peroleh dari pihak Bank sebagai dana talangan, ini adalah modal kerja untuk menjalankan

pekerjaan yang lain untuk menjaga keseimbagan likuiditas Rumah Sakit.

Anjak Piutang adalah pengalihan tagihan kepada pihak ketiga atau pembelian serta

pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu tagihan transaksi, sehingga dalam konteks

BPJS sebenarnya tagihan dari rumah sakit dialihkan kepada bank, yang seharusnya ke BPJS.

Menurut Penulis, Lembaga pembiayaan perbankan dan bukan bank, hal ini yang paling

relevan dalam konteks ini, karena adanya pekerjaan yang sudah dilakukan Rumah Sakit

seharusnya mendapatkan prestasi dari BPJS, dana BPJS berasal dari pemerintah dan masyarakat.

Seharusnya pekerjaan yang sudah dilakukan Rumah Sakit mendapatkan prestasi yang diberikan

76

oleh BPJS untuk kepentingan pasien. Ketika Rumah sakit sudah melakukan prestasinya kepada

pasien teryata Rumah sakit tidak mendapatkan prestasi dari BPJS.

Dengan demikian Rumah sakit harus mencari sumber agar dapat membiayai pengeluaran

yang sudah dia keluarkan dan menjaga susitantibiltas dari kegiatan usahanya melalui perbankan

dan lembaga pembiayaan. Produk-produk yang di keluarkan ada berbagai macam tetapi yang

sesuai dengan konstruksi diatas, jika pada lembaga pembaiayaan disebut anjak piutang

sedangkan pada lembaga perbankan perbankan disebut dana talangan, dana talangan ini

menyerupai kredit modal kerja dengan jaminan fidusia.

Namun menurut penulis dana talangan yang disebutkan tidak tepat dikontruksikan sebagai

anjak piutang maupun kredit modal kerja dengan jaminan fidusia, karena yang dibiayai adalah

seluruh piutang Rumah Sakit kepada BPJS yang didasarkan pada tagihan klaim, lebih tepat

menggunakan konsep Dana talangan atau tambahan dana dari dari Lembaga keuagan Ini adalah

suatu instrument atau sarana yang paling mudah digunakan oleh Rumah Sakit yang

membutuhkan tambahan dana dalam kegiatan operasionalnya baik dalam keadaan darurat atau

mendesak atau dalam keadaan biasa sekalipun, menurut penulis ini adalah suatu inovasi baru

yang diberikan oleh perbankan dengan mencampurkan berbagai instrumen yaitu kredit modal

kerja dengan fidusia dan, anjak piutang menjadi satu inovasi yang disebut dana talangan.

Sesuai didalam Kitab Undang-undang Hukum perdata tidak ada ketentuan tentang

bagaimana seharusnya bentuk suatu perjanjian, artinya perjanjian dapat dituangkan dalam

bentuk tertulis maupun tidak tertulis. Didalam perjanjian Kredit juga tidak ada ketentuan

bahwa perjanjian harus dalam bentuk tertulis. Perbankan biasanya mendasarkan segala

perjanjian kredit kepada buku kedua mengenai jaminan kredit bank dan buku ketiga. Kitab

77

Undang-undang Hukum Perdata hanya menetukan pedoman umum bahwa perjanjian harus

dibuat dengan kata sepakat kedua belah pihak, perbankan pada umumnya membuat

perjanjian kredit secara tertulis agar lebih aman bagi para pihak dibandingkan lisan.

Perjanjian kredit pada hakikatnya merupakan perjanjian tidak bernama, karena mengenai

perjanjian kredit belum ada pengaturan secara khusus diatur baik dalam undang-undang

maupun undang-undang perbankan. Pengaturan yang ada menurut penulis tidak mengatur

bagaimana bentuk serta klausula-klausula dalam perjanjian kredit.

Bentuk dana talangan ini membentuk kesan Bank dan Rumah sakit membangun suatu

kemitraan yang saling memerlukan. Jika merujuk pada pasal 1338KUHPer ayat 1 bahwa

semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya, atau dalam kata lain ini adalah kebebasan berkontrak, mungkin ini adalah

variasi baru yang dileluarkan oleh lembaga perbankan.