bab ii pembahasan a. tinjauan pustaka...16 bab ii pembahasan a. tinjauan pustaka 1. perkembangan...

55
16 BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Pustaka 1. Perkembangan Pengaturan Perundang-undangan merupakan salah satu sumber hukum dalam arti formal yang dianut oleh Negara yang menggunakan sistem civil law, seperti Indonesia dengan latar belakang negara jajahan Belanda dan dalam rangka menemukan keadilan maka para yuris dan lembaga yudisial maupun quasi judisial merujuk pada sumber tersebut. Apabila diselaraskan dengan pengertian hukum menurut O. Notohamidjodjo dimana hukum adalah sekumpulan peraturan baik tertulis maupun yang tidak tertulis yang bersifat sedikit memaksa yang hidup dan tumbuh di dalam masyarakat maka dapat dipahami bahwa hukum haruslah hidup dengan menyesuaikan segala perkembangan dan dinamika yang ada dalam masyarakat. Berlandaskan pemahaman diatas maka hukum menyesuaikan dengan kebutuhan dalam segala aspek kehidupan masyarakat yang dari masa ke masa akan terus berkembang. Roscoe Pound dalam pendapatnya yang berkaitan dengan Perkambangan makna hukum dalam hidup bermasyarakat ini mencakup beberapa landasan yang diawali dengan memahami apa yang dimaksud hukum. Pertama hukum dipandang sebagai aturan atau seperangkat aturan tingkah laku manusia yang

Upload: others

Post on 06-Feb-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 16

    BAB II

    PEMBAHASAN

    A. Tinjauan Pustaka

    1. Perkembangan Pengaturan

    Perundang-undangan merupakan salah satu sumber hukum dalam

    arti formal yang dianut oleh Negara yang menggunakan sistem civil law,

    seperti Indonesia dengan latar belakang negara jajahan Belanda dan

    dalam rangka menemukan keadilan maka para yuris dan lembaga

    yudisial maupun quasi judisial merujuk pada sumber tersebut. Apabila

    diselaraskan dengan pengertian hukum menurut O. Notohamidjodjo

    dimana hukum adalah sekumpulan peraturan baik tertulis maupun yang

    tidak tertulis yang bersifat sedikit memaksa yang hidup dan tumbuh di

    dalam masyarakat maka dapat dipahami bahwa hukum haruslah hidup

    dengan menyesuaikan segala perkembangan dan dinamika yang ada

    dalam masyarakat.

    Berlandaskan pemahaman diatas maka hukum menyesuaikan

    dengan kebutuhan dalam segala aspek kehidupan masyarakat yang dari

    masa ke masa akan terus berkembang. Roscoe Pound dalam pendapatnya

    yang berkaitan dengan Perkambangan makna hukum dalam hidup

    bermasyarakat ini mencakup beberapa landasan yang diawali dengan

    memahami apa yang dimaksud hukum. Pertama hukum dipandang

    sebagai aturan atau seperangkat aturan tingkah laku manusia yang

  • 17

    ditetapkan oleh kekuasaan yang bersifat Ilahi. Disini hukum

    dimaknai sebagai wujud campur tangan langsung dari kekuasaan

    yang bersifat Ilahi terhadap kehidupan manusia.1 Kedua, hukum

    dimaknai sebagai sistem prisip yang dikemukakan secara filosofis dan

    prinsip-prinsip yang mengungkapkan hakikat hal-hal yang merupakan

    pedoman bagi tingkah laku manusia.2 Dalam hal ini pandangan yang

    bersifat transidental mulai dilepaskan digantikan pandangan yang bersifat

    metafisis dan oleh sebab itu buku-buku teks dapat ditemukan prinsip-

    prinsip keadilan dan hak dalam memberikan bentuk untuk dinyatakan

    dalam pengalaman melalui penalaran. Ketiga, bahwa hukum dipandang

    sabagai serangkaian perintah penguasa dalam suatu masyarakat yang

    diorganisir secara politis.3 Berdasarkan perintah itulah manusia

    bertingkah laku tanpa perlu mempertanyakan atas dasar apakah perintah

    itu diberikan. Tidak dapat disangkal bahwa pandangan ini hanya

    mengakui hukum positif, yaitu hukum yang dibuat oleh penguasa sebagai

    hukum.

    Seperti halnya dalam peraturan perundang-undang nomor 23 tahun

    2002 tentang perlindungan anak. Beberapa ketentuan dalam undang-

    undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak ketentuan angka

    7, angka 8, angka 12, angka 17 diubah , diantara angka 15 dan angka 16

    disisipkan satu angka, yakni angka 15a, ditambah satu angka yakni angka

    18 sehingga pengaturan tentang perlindungan anak semakin lengkap 1 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, h. 110.

    2 Peter Mahmud Marzuki, Ibid , h. 111.

    3Ibid

  • 18

    dengan amandemen undang-undang nomor 23 tahun 2002 menjadi

    undang-undang nomor 35 tahun 2014. Untuk mengatur tentang

    perlindungan anak.

    2. Eksploitasi

    Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan

    korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau

    pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan,

    penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi

    atau secara melawan hukum.4

    Eksploitasi ekonomi adalah pemanfaatan yang dilakukan secara

    sewenang-wenang dan berlebihan terhadap anak untuk kepentingan

    ekonomi semata-mata tanpa mempertimbangkan rasa kepatutan,

    keadilan serta kompensasi kesejahteraan terhadap anak5

    Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan

    korban yang meliputi pelacuran, kerja atau pelayanan paksa,

    perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan,

    memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain

    untuk mendapatkan keuntungan6

    Meskipun tidak dijelaskan secara umum mengenai eksploitasi

    namun dalam pasal 66 Undang-undang nomor 35 tahun 2014,

    memberikan penjelasan mengenai anak yang dieksploitasi secara

    4Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 6Tahun 2014.

    5Benedhicta Desca Prita Octalina, Jurnal Skripsi Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban

    Eksploitasi Ekonomi, Skripsi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 3 Oktober 2014, h.10. 6Isti Rochatun, Eksploitasi Anak Jalanan Sebagai Pengemis Di Kawasan Simpang Lima Semarang,

    Skripsi, Universitas Negeri Semarang, Juli 2011, h.23.

  • 19

    ekonomi: yang dimaksud dieksploitasi secara ekonomi adalah tindakan

    atau tanpa persetujuan anak yang menjadi korban yang meliputi tetapi

    tidak terbatas pada pelacuran, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik,

    seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum atau

    mentranspalantasikan organ / atau jaringan tubuh atau manfaat tenaga

    atau kemampuan anak oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan

    materil.7

    Sampai saat ini permasalahan pekerja anak bukan lagi tentang

    pekerja anak itu sendiri, melainkan telah terjadi eksploitasi terhadap

    anak-anak atau menempatkan anak-anak di lingkungan yang

    berbahaya8. Menurut Undang-undang Nomor 4 tahun 1797 tentang

    Kesejahteran anak, yang di maksud dengan anak adalah seseorang yang

    berusia dibawah 21 tahun dan belum menikah 27, sedangkan menurut

    Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, anak

    adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun , termasuk anak yang

    masih dalam kandungan menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014

    tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18

    tahun , termasuk anak yang masih dalam kandungan

    UNICEF menetapkan beberapa kriteria pekerja anak yang

    dieksploitasi, yaitu bila menyangkut:9

    7Pasal 66 Udang-Undang Nomo 35 Tahun 2014

    8Usman al, Pekerja Anak Di Indonesia (Kondisi Determinan dan Eksploitasi) Kajian Kualitatif,

    Gramedia , Jakarta ,2004, h.17. 9 Ibid

  • 20

    a. Kerja penuh waktu (full time) pada umur yang teralu dini.

    b. Terlalu banyak waktu yang digunakan untuk bekerja.

    c. Pekerjaan yang menimbulkan tekanan fisik, sosial dan psikologis

    yang tak patut terjadi.

    d. Upah yang tidak mencukupi.

    e. Tanggung jawab yang terlalu banyak.

    f. Pekerjaan yang menghambat akses pendidikan

    g. Pekerjaan yang mengurangi martabat dan harga diri anak, seperti

    perbudakan atau pekerjaan kontrak paksa dan eksploitasi seksual

    Meskipun di Indonesia telah ada undang-undang yang

    mengatur tentang perlindungan anak yaitu UU No. 35 Tahun 2014

    tentang hak anak namun, masih banyak anak-anak yang mencari

    nafkah seperti yang dialami oleh anak jalanan di kawasan

    Kabupaten Semarang. Ketentuan pasal 66 perlindungan khusus bagi

    anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan atau seksual sebagai mana

    yang dimaksud pasal 5 ayat 2 huruf d dilakukan melalui a).

    Penyebarluasan dan atau sosialisasi ketentuan peratuan perundang

    undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi

    secara ekonomi dan seksual, b). Pemantauan pelaporan dan pemberian

    sangsi, c). Pelibatan berbagai perusahaan serikat pekerja lemaga suadaya

    masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap

    anak secara ekonomi dan seksual.

  • 21

    Eksploitasi pada anak-anak penjual asongan menimbulkan

    berbagai gangguan pada anak baik fisik maupun mental. Beberapa

    dampak dari eksploitasi anak terhadap tumbuh kembangnya adalah:10

    a. Pertumbuhan fisik termasuk kesehatan secara menyeluruh,

    kekuatan, penglihatan dan pendengaran.

    b. Pertumbuhan kognitif termasuk melek huruf, melek angka, dan

    memperoleh pengetahuan yang diperlukan untuk kehidupan normal

    c. Pertumbuhan emosional termasuk harga diri, ikatan kekeluargaan,

    perasaan dicintai dan diterima secara memadai

    d. Pertumbuhan sosial serta moral termasuk rasa identitas kelompok,

    kemauan untuk bekerja sama dengan orang lain dan kemauan

    membedakan yang benar dan yang salah.

    Bentuk eksploiatasi pada anak jalanan sangat beragam,

    diantaranya:11

    bentuk eksploitasi terhadap anak jalanan yang dilakukan

    oleh orang tua, bentuk eksploitasi terhadap anak jalanan yang

    dilakukan oleh anak jalanan yang lain dan bentuk eksploitasi terhadap

    anak jalanan yang dilakukan oleh preman.

    3. Perlindungan Hukum Terhadap Anak

    Perlindungan anak yang tertuang dalam pasal 13 ayat 1 No.

    35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-udang Nomor 23 Tahun 2002

    bahwa setiap anak dalam pengasuhan orang tua, wali, pihak lain

    maupun yang bertanggung jawab atas pengasuhan berhak mendapat 10

    Rosdalina, Aspek Keperdataan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Jalanan, Dalam Jurnal Anak Jalanan, STAIN Manado,Manado, 2007, h. 34. 11

    Ratna, Dewi Agustin, Bentuk Eksploitasi Terhadap Anak Jalanan, Malang, 2008

  • 22

    perlindungan dari perlakuan diskriminasi. Dari berbagai ketentuan

    peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan anak-anak juga

    mendapatkan jaminan perlindungan antara lain:

    a. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk

    kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk dan

    pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau wali.

    b. Hak untuk tidak dilibatkan dalam peristiwa peperangan sengketa

    bersenjata, kerusuhan sosial dan peristiwa lain yang mengandung

    unsur kekerasan.

    c. Hak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi

    ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga

    dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan

    sosial dan mental spiritual.

    d. Hak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksplotasi

    dan pelecehan seksual, penculikan dan perdagangan anak, serta

    berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat

    adiktif lainnya.

    e. Hak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan,

    atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Landasan hukum

    yang berkaitan dengan pemenuhan hak anak Anak merupakan

    anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga serta

    dijunjung tinggi hak-hak mereka. Oleh sebab itu, pemenuhan akan

    hak-hak anak itu sangat penting untuk tumbuh kembang mereka.

  • 23

    Beberapa landasan hukum yang berhubungan langsung dengan

    upaya pemenuhan hak anak untuk kelangsungan hidup dan tumbuh

    kembangnya yang terbebas dari segala bentuk kekerasan dan

    diskriminasi, antara lain:

    1) Undang-undang Dasar 1945 pasal 28B ayat 2

    2) Undang-undang nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

    Pasal 2

    3) Undang-undang RI nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi

    Manusia Pasal 62

    4) Undang-undang RI nomor 35 tahun 2014 tentang

    Perlindungan Anak Pasal 44 ayat 1,2 dan 3

    5) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 tahun 2002

    tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi

    Seksual Komersial Anak.

    6) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 tahun 2002

    tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan

    (Trafiking) Perempuan dan Anak.

    f. Pengertian Perlindungan Hukum

    Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya

    fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni

    keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Perlindungan hukum

    adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum

    sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif

  • 24

    (pencegahan) maupun dalam bentuk represif (pemaksaan), baik

    yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka

    menegakkan peraturan hukum.

    g. Menurut UU NO 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekeraasan

    dalam rumah tangga dalam pasal 45 melarang setiap orang yang

    melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkungan ruma

    tangga yang dimaksud dalam pasal 5 setiap orang dilarang

    melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam

    lingkungan rumah tangganya, dengan cara: a. kekerasan fisik, b.

    kekerasan psikis, c. kekerasan seksual, d. penelantaran dalam rumah

    tangga. Dalam pasal 45 orang yang melanggar pasal 5 huruf b

    dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda

    paling banyak Rp. 9.000.000,00 ( Sembilan juta rupiah).

    h. Undang-undang kesejahteraan anak, Nommor 4 tahun 1979

    Menyebutkan bahwa:

    1) Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan

    bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya

    maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang

    dengan wajar.

    2) Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan

    dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan

    kepribadian bangsa, untuk menjadi warganegara yang baik dan

    berguna.

  • 25

    3) Anak berhak atas pemeliharaan dan perlidungan, baik semasa

    dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.

    4) Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang

    dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan

    perkembangannya dengan wajar.

    i. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang nomor 6 tahun 2014 tentang

    perlindungan anak pasal 4, setiap anak berhak:

    1) Untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara

    wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaaan serta mendapat

    perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan

    perlakuan salah

    2) Mendapat hak sipil dan kebebasan

    4. Kesejahteraan Anak

    Kesejahteraan anak merupakan orientasi utama dari

    perlindungan hukum. Secara umum, kesejahteraan anak tersebut

    adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat

    menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara

    rohani, jasmani maupun sosial.12

    Kesejahteraan merupakan hak setiap

    anak tanpa terkecuali. Maksudnya adalah bahwa setiap anak baik itu anak

    dalam keadaan normal maupun anak yang sedang bermasalah tetap

    mendapatkan prioritas yang sama dari pemerintah dan masyarakat

    dalam memperoleh kesejahteraan tersebut. Kondisi anak dewasa ini

    12

    Hadisuprapto, Paulus, Masalah Perlindungan Hukum Bagi Anak, Citra Aditya BaktiBandung&Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, , 1996, h. 7.

  • 26

    yang sangat mengkhawatirkan seharusnya menjadi perhatian utama

    pemerintah dan masyarakat.

    Realita menunjukkan bahwa kesejahteraan anak untuk saat

    ini, nampaknya masih jauh dari harapan. Seperti yang telah kita

    ketahui bersama bahwa tidak sedikit anak yang menjadi korban

    kejahatan dan dieksploitasi dari orang dewasa, dan tidak sedikit pula

    anak-anak yang melakukan perbuatan menyimpang, yaitu kenakalan

    hingga mengarah pada bentuk tindakan kriminal seperti : minuman keras,

    perkelahian, pengrusakan, pencurian bahkan bisa sampai pada

    melakukan tindakan pembunuhan. Beberapa produk perundang-

    undangan sebenarnya telah dibuat guna menjamin terlaksananya

    perlindungan hukum bagi anak. misalnya, Undang-undang Nomor 35

    Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dan Undang-undang Nomor

    36 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Anak. Bagong Suyanto

    menyatakan secara konseptual kekerasan terhadap anak ( child abuse )

    adalah persitiwa perlukaan fisik, mental, atau seksual yang umunya

    dilakukan oleh orang –orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap

    kesejahteran anak.13

    Menurut Harkistuti Harkrisnowo tindak kekerasan

    yang dialami anak-anak dapat dapet diklasifikasiakan menjadi 4 Jenis14

    ,yaitu :

    a. Tindakan Kekerasan Fisik Kekerasan fisik umunya menyangkut

    prilaku-prilaku yang berupa penganiayaan dan pembunuhan, yang 13

    Bagong S, Analisis Situasi Pekerja Anak dan Permasalahan Pendidikan Dasar Di Jawa Timur. Universitas Airlangga Press, Surabaya, 1999, h.12. 14

    HarkristutiHarkrisnowo, HakAsasiManusiadanKerjaSosial,OHCHR Indonesia, Jakarta,1999

  • 27

    dapat dilakukan baik oleh orang tua sendiri , saudara ( paman ,kakek,

    dan lain-lain ) maupun orang lain ( misalnya majikan ) .

    b. Tindakan Kekerasan Seksual Tindak kekerasan ini mencakup berbagai

    tindakan yang melanggar kesusilaan dan atau yang berkenaan dengan

    kegiatan seksual.

    c. Tindakan Kekerasan Psikologis walapun pernah dianggap sebagai

    suatu prilaku yang “ biasa saja “ dan tidak mempunyai dampak yang

    berarti pada anak, sejumlah penelitian menunjukan bahwa sikap

    tndak, kata-kata dan gerakan yang dilakukan terutama oleh orang tua

    mempunyai dampak negatif yang serius bahkan traumatis, yang

    mempengaruhi perkembangan kepribadian /psikologi anak.

    d. Tindakan Kekerasan Ekonomi Tidak memberikan pemeliharan dan

    pendidikan yang sewajarnya bagi anak, kadangkala tidak dapat

    dihindari karena kemiskinan orang tua.

    Namun kondisi ini tetap merupakan kejahatan kekerasan terhadap

    anak secara ekonomis, karena mempunyai pengaruh bagi perkembangan

    anak . Salah satu akibatnya adalah larinya anak dari rumah dan menjadi

    anak jalanan dengan resiko yang amat besar. Melihat definisi menegani

    beberapa jenis kejahatan kekerasan terhadap anak maka tindakan

    mengeksploitasikan anak sebagai pedangang asongan dapat digolongan ke

    dalam kejahatan kekerasan ekonomi terhadap anak, ini tentu jelas

    melanggar pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang

    Perlindungan Anak. “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana

  • 28

    dimaksud dalam pasal 76 yang berisi setiap orang dilarang menempatkan ,

    membiarkan, melakukan, menyeruh melakukan, atau turut serta

    melakukan eksploitasi secara ekonomi atau seksual terhadap anak,

    dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan atau denda

    paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

    5. Anak Jalanan

    a. Hubungan eksploitasi dengan Anak Jalanan

    Dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan dan

    diperberat oleh adanya berbagai kerusuhan sosial dan berbagai

    bencana alam menyebabkan meningkatnya jumlah anak terlantar,

    anak jalanan, anak nakal serta anak cacat. Terbentuknya anak

    jalanan banyak disebabkan akibat anak tereksploitasi oleh orang untuk

    berjualan asogan maupun disuruh untuk mengemis. Munculnya anak

    jalanan di masyarakat disebabkan oleh berbagai macam faktor, diantaranya

    yaitu:15

    a. Inisiatif sendiri karena kasihan sama orang tua/ nenek b. Korban

    kekerasan di rumah c. Untuk membiayai sekolah d. Ikutan teman e. Ingin

    hidup bebas f. Tidak mau diatur terus-menerus sama orang tua g. Eksploitasi

    orang tua h. Pengalaman. i. Suasana rumah yang kurang baik, salah satu

    akibat banyakna anak jalanan diakibatkan oleh adanya eksploitasi anak

    jalanan. Seperti halnya keberadaan anak jalanan di Kawasan

    Kabupaten Semarang yang semakin bertambah sejak krisis ekonomi

    1998. Menurut Surbakti dkk bahwa berdasarkan hasil kajian di

    15

    Khatra Budikusuma, Analisis Kebijakan Penanganan Anak Jalanan Sebagai Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Anak Jalanan, Skripsi tidak diterbitkan, Malang, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, 2011, hlm 38.

  • 29

    lapangan, secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga

    kelompok. Pertama, children on the street, yakni anak-anak yang

    mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalanan,

    namun masih mempunyai hubungan kuat dengan orang tua

    mereka. Sebagian penghasilan mereka di jalanan diberikan kepada

    orang tuanya.16

    Masalah yang dihadapi anak jalanan, masalah anak jalanan

    adalah merupakan fenomena yang biasa terjadi di kota-kota besar.

    Untuk bertahan hidup di tengah kehidupan kota yang keras, anak-anak

    jalanan biasanya melakukan berbagai pekerjaan di sektor informal,

    baik yang legal maupun ilegal di mata hukum. Ada yang bekerja

    sebagai pedagang asongan di kereta api dan bus kota, menjajakan

    koran, menyemir sepatu, mencari barang bekas atau sampah,

    mengamen di perempatan lampu merah, tukang lap mobil, dan

    tidak jarang pula ada anak-anak jalanan yang terlibat pada jenis

    pekerjaan berbau kriminal seperti: mengompas, mencuri, bahkan

    menjadi bagian dari kompotan perampok.

    b. Ciri-ciri anak jalanan

    Ciri-ciri anak jalanan secara umum, antara lain:17

    1) berada di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, tempat

    hiburan) selama 3-24 jam perhari;

    16

    Suyanto, Bagong, Masalah Sosial Anak, Kencana,Jakarta, 2010, h. 186. 17

    Op.Cit.,Rosdalina h. 72.

  • 30

    2) berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah, dan sedikit

    sekali yang lulus SD);

    3) berasal dari keluarga yang tidak mampu (kebnyakan kaum

    urban, dan beberapa diantaranya tidak jelas keluarganya);

    4) melakukan aktivitas ekonomi/ melakukan pekerjaan pada

    sektor informal

    c. Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Anak Jalanan

    1) Masalah Ekonomi Keluarga

    Sebagian besar anak-anak jalanan berasal dari golongan

    kurang mampu, mereka mencari nafkah di jalan agar dapat

    memenuhi kebutuhannya, mulai dari kebutuhan akan makanan

    sampai pakaian yang mereka pakai sehari-hari. Sering kita jumpai

    secara langsung di jalanan, orang tua mereka telah

    mengajarkan mereka menjadi anak jalanan ketika mereka

    masih kecil. Tidak jarang seorang ibu -ibu menggendong

    seorang balita untuk mengemis di jalanan dengan harapan

    orang yang melihatnya akan merasa kasihan.

    2) Komunitas Anak dan Pengaruh Lingkungan

    Teman juga bisa menyebabkan anak turun ke jalanan,

    yaitu adanya dukungan sosial atau bujuk rayu dari teman.

    Dalam perkembangan sosial remaja, harga diri yang positif

    sangat berperan dalam pembentukan pribadi yang kuat, sehat

    dan memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan, termasuk

  • 31

    mampu berkata “tidak” untuk hal-hal negatif. Dengan kata lain

    tidak mudah terpengaruh berbagai godaan yang di hadapai

    seorang remaja setiap hari dari teman sebaya mereka

    sendiri.18

    Apabila teman-teman anak adalah lingkungan anak

    jalanan, secara tidak langsung anak bisa ikut -ikutan menjadi

    anak jalanan. Mula-mula meninggalkan rumah dan keluarganya

    untuk bergaul dan bermain di terminal atau di jalanan,

    kemudian ikut mengemis. Anak semakin tertarik mengemis

    karena dengan mengemis mereka bisa mendapatkan uang. Ada

    beberapa alasan yang menyebabkan anak mengemis, yaitu:

    Karena sifat pemalas dan tidak mau bekerja dan adanya cacat

    yang bersifat biologis. Seseorang yang cacat secara biologis

    misalnya kakinya tidak normal dan lain sebagainya.

    3) Keretakan dan Kekerasan Kehidupan Rumah Tangga Orang

    Tua Studi yang dilakukan UNICEF pada anak-anak yang

    dikategorikan children of the street, menunjukan bahwa

    motivasi mereka hidup di jalanan bukanlah sekedar karena

    desakan kebutuhan ekonomi rumah tangga, melainkan juga

    karena terjadinya kekerasan dan keretakan kehidupan rumah

    tangga orang tuanya. Bagi anak-anak ini, kendati kehidupan di

    jalanan sebenarnya tak kalah keras, namun bagaimanapun

    18

    Bagong Suyanto, Loc.Cit.

  • 32

    dinilai lebih memberikan alternatif dibandingkan dengan hidup

    dalam keluarganya yang penuh dengan kekerasan yang tidak

    dari ancaman tindak kekerasan, tetapi di keluarganya justru

    mereka harus menerima nasib begitu saja saat dipukuli oleh

    orang-orang dewasa disekitarnya karena acap kali anak-anak

    merupakan titik rawan keluarga untuk menerima perlakuan

    sewenang-wenang dan salah.19

    d. Dampak Anak yang Tereksploitasi

    Sesuai dengan pasal 32 Konvensi PBB tentang Hak-Hak

    Anak, maka pemerintah yang telah meratifikasinya diwajibkan

    untuk melindungi anak-anak dari eksploitasi ekonomi dan

    melakukan pekerjaan apa saja yang kemungkinan membahayakan,

    mengganggu pendidikan anak, berbahaya bagi kesehatan fisik,

    jiwa, rohani, moral, dan perkembangan sosial anak20

    . Ada beberapa

    akibaat yang ditimbulakn dari eksploitasi anak, yaitu sebagai

    berikut.Anak kehilangan haknya untuk belajar. Sebagian besar

    anak jalanan adalah anak yang putus sekolah dan bahkan tidak

    pernah merasakan bangku pendidikan karena kekurangan biaya

    atau tidak ada biaya. Anak tidak bisa merasakan masa masa

    kekanak-kanakannya dan masa bermainnya dengan baik. Mereka

    sudah dituntut untuk bekerja padahal belum waktunya untuk itu.

    19

    Bagong Suyanto, Loc.Cit. 20 Aris Ananta. Pekerja Anak di Indonesia. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta,

    h.180.

  • 33

    Perilaku anak banyak yang menyimpang. Hidup di jalanan

    bukanlah hal yang mudah terlebih bagi anak-anak di bawah umur.

    Mereka harus berjuang mencari uang dan besar kemungkinan

    terpengaruh hal-hal buruk seperti merokok di usia anak-anak,

    berbahasa kasar, terkadang bertengkar dengan anak-anak lainnya,

    masuk ke dalam pergaulan bebas, kecanduan alcohol, pemakai

    narkoba, dan pengaruh buruk lainnya.Anak kekurangan kasih

    sayang. Poin ini menjadi faktor utama dari eksploitasi ini. Mereka

    dipaksa bekerja dan lebih banyak menghabiskan waktunya di

    jalanan mencari uang dibandingkan merasakan kasih sayang dari

    orang tuanya. Padahal, anak pada usia dini sangat membutuhkan

    kasih sayang orang tua untuk merawatnya dan menjaganya.

    Mendapatkan perhatian yang lebih dan diperlakukan dengan

    lembutlah yang dibutuhkan oleh anak-anak di bawah umur, bukan

    perlakukan yang kasar dan mempekerjakannya. Eksploitasi anak

    juga berdampak buruk terhadap psikologis dan jiwa anak.

    Berdasarkan hasil penelitian pada tanggal 27 Oktober 2017

    di kawasan Kabupaten Semarang, dampak adanya anak ang

    tereksploitasi adalah sebagai berikut:

    1) Mengganggu Ketertiban Lalu Lintas

    Salah satu tempat favorit yang dijadikan anak jalanan

    untuk mengais rejeki adalah traffic light, oleh sebab itu tak jarang

    kegiatan tersebut mengganggu kelancaran lalu lintas karena

  • 34

    banyak diantara mereka asik meminta-minta dari kendaraan satu

    ke kendaraan yang lain tanpa memeperdulikan lampu hijau pada

    traffic light, padahal hijau tersebut menandakan bahwa

    kendaraan harus berjalan kembali. Hal inilah yang

    menyebabkan keberadaan anak jalanan mengganggu ketertiban

    lalu lintas.

    2) Membuat Resah Pengguna Jalan.

    Selain di traffic light, tempat favorit anak jalanan

    adalah di trotoar jalan yang terdapat pedagang kaki lima yang

    menjajakan dagangannya. Mereka meminta-minta kepada para

    pembeli di kaki lima yang mereka datangi, dan tak jarang teman-

    teman mereka juga datang meminta-minta di tempat yang sama,

    sehingga para pembeli merasa tidak nyaman oleh keberadaan

    mereka yang selalu datang meminta-minta.

    3) Menumbuhkan Sikap Ketergantungan

    Banyak diantara anak jalanan beranggapan bahwa cara

    yang paling mudah untuk mendapatkan uang adalah dengan

    cara berjualan asongan karena tidak harus bekerja berat, hanya

    cukup bermodal membawa jajanan dan minuman di tempat umum.

    Anggapan seperti itulah yang membuat anak jalanan sangat

    bergantung pada hasil penjualan dari masayarakat tanpa mau

    berusaha untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik dengan

    tidak menjadi anak jalanan.

  • 35

    6. Penjual Asongan

    Pedagang Kaki Lima (Sektor Informal) adalah mereka yang

    melakukan kegiatan usaha dagang perorangan atau kelompok yang dalam

    menjalankan usahanya menggunakan tempat-tempat fasilitas umum,

    seperti terotoar, pingir-pingir jalan umum, dan lain sebagainya. Pedagang

    yang menjalankan kegiatan usahanya dalam jangka tertentu dengan

    menggunakan sarana atau perlangkapan yang mudah dipindahkan,

    dibongkar pasang dan mempergunakan lahan fasilitas umum sebagai

    tempat usaha seperti kegiatan pedagang- pedagang kaki lima yang ada di

    wilayah Kabupaten Semarang. Kegiatan Perdagangan dapat menciptakan

    kesempatan kerja melalui dua cara. Pertama ,secara langsung, yaitu

    dengan kapasitas penyerapan tenaga kerja yang benar. Kedua, secara tidak

    langsung, yaitu dengan perluasan pasar yang di ciptakan oleh kegiatan

    perdagangan disatu pihak dan pihak lain dengan memperlancar penyaluran

    dan pengadaan bahan.21

    Pedagang adalah perantara yang kegiatannya membeli barang dan

    menjualnya kembali tanpa merubah bentuk atas inisiatif dan tanggung

    jawab sendiri dengan konsumen untuk membeli dan menjualnya dalam

    partai kecil atau per satuan.22

    Pedagang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dibagi atas dua

    yaitu: pedagang besar dan pedagang kecil. Pedagang kecil adalah 21

    Khairuddin, Sosiologi Keluarga, Liberty, Yogyakarta, 2002, h. 21. 22

    Sugiharsono, Zamroni, dan Suyant, Ilmu Ekonomi Makro,Prima Mitra Media, Yogyakarta,2002, h. 45.

  • 36

    pedagang yang menjual barang dagangan dengan modal yang

    kecil.23

    Menurut UU Nomor 29 Tahun 1948, Pedagang adalah orang atau

    badan membeli, menerima atau menyimpan barang penting dengan

    maksud untuk di jual diserahkan, atau dikirim kepada orang atau badan

    lain, baik yang masi berwujud barang penting asli, maupun yang sudah

    dijadikan barang lain .24

    7. Kemiskinan

    a. Pengertian Kemiskinan

    Menurut BPS Kemiskinan adalah ketidakmampuan

    individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup

    layak. Selanjutnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk

    memenuhi kebutuhan hidup yang pokok, seperti: sandang, pangan,

    papan sebagai tempat berteduh. Menurut Emil Salim bahwa

    seseorang dikatakan miskin apabila pendapatanya tidak cukup

    untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok, seperti: pangan,

    pakaian, tempat berteduh dan lain-lain. Sedangkan menurut

    Suparlan bahwa kemiskinan adalah sebagai suatu standar hidup

    yang rendah yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada

    sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar

    kehidupan yang rndah ini secara langsung nampak pengaruhnya

    terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa

    23KBBI,2002:230

    24Widodo, Psikologi Belajar,Rineka Cipta, Jakarta, 2008, h. 285.

  • 37

    harga diri dari mereka yang tergolong orang miskin25

    .

    Kemiskinan terwujud dari hasil interaksi antara berbagai aspek

    tersebut terutama aspek sosial dan ekonomi.

    Berdasarkan beberapa teori diatas dapat dicermati bahwa

    kemiskinan biasanya identik dengan serba kekurangan baik

    kekurangan pendapatan, kekurangan dalam memenuhi kebutuhan

    pokok, kesehatan serta pendidikan.

    b. Ukuran kemiskinan

    Klasifikasi seseorang dikatakan miskin di tetapkan dengan

    menggunakan tolok ukur sebagai berikut:

    1) Tingkat pendapatan

    Tolok ukur yang digunakan di Indonesia untuk

    menentukan besarnya jumlah orang miskin adalah batasan tingkat

    pendapatan per waktu kerja misalnya saja masyarakat yang

    bekerja itu memiliki pendapatan Rp. 300.000;/ bulan atau lebih

    rendah.

    2) Kebutuhan relative

    Tolok ukur kebutuhan relative/ keluarga yang batasanya

    dibuat berdasarkan atas kebutuhan minimal yang harus

    dipenuhi guna sebuah keluarga dapat melangsungkan kehidupanya

    secara sederhana tetapi memadai sebagai warga masyarakat yang

    layak. Tolok ukur ini adalah kebutuhan yang biasanya berkenaan

    25

    Emil Salim, Perencanaan Pembangunan dan Pemerataan Pendapatan, Jakarta, 1984, h. 61.

  • 38

    sewa rumah, biaya untuk kesehatan, biaya menyekolahkan anak,

    biaya untuk sandang pangan.

    c. Ciri-ciri Kemiskinan

    Menurut Amin Rais ada dua kategori ciri-ciri kemiskinan, yaitu:

    1) Kemiskinan Absolut adalah absolut adalah suatu kondisi dimana

    tingkat pendapatan seseorang tidak cukup untuk memenuhi

    kebutuhan pokoknya seperti pangan, sandang, papan, kesehatan

    dan pendidikan.

    2) Kemiskinan relative adalah perhitungan kemiskinan

    berdasarkan proporsi distribusi pendapatan dalam suatu daerah.

    Kemiskinan jenis ini dikatakan reletive karena lebih berkaitan

    dengan distribusi pendapatan antar lapisan masyarakat.

    Sedangkan menurut Emil Salim dalam mengemukakan adanya

    5 ciri kemiskinan, meliputi:

    a) Tidak memiliki faktor industri sendiri.

    b) Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset

    produksi dengan kekuatan sendiri.

    c) Tingkat pendidikan yang rendah

    d) Tidak mempunyai fasilitas

    e) Tidak mempunyai ketrampilan atau pendidikan yang

    memadai.

    d. Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan

  • 39

    Secara umum permasalahan kemiskinan disebabkan oleh

    dua faktor utama yang saling terkait yaitu: faktor internal dan

    faktor eksternal. Faktor internal menyangkut permasalahan dan

    kendala yang berasal dari dalam individu atau masyarakat miskin

    yang bersangkutan, seperti: rendahnya motivasi, minimalnya modal,

    lemahnya penguasaan aspek manajemen dan teknologi serta etos

    kerja. Sementara faktor eksternal penyebab kemiskinan adalah

    belum kondusifnya aspek kelembagaan yang ada. Di samping itu,

    masih minimalnya infrastruktur dan daya dukung lainnya sehingga

    potensi-potensi yang dimiliki oleh masyarakat tidak dapat ditumbuh

    kembangkan.26

    e. Bentuk-bentuk Kemiskinan

    Menurut Saihaan Kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua

    yaitu:

    1) Kemiskinan Sruktural

    Kemiskinan sturuktural adalah kemiskinan yang terjadi

    karena kepincangan struktural sistim sosial, sehingga orang

    tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang

    tersedia, atau usaha yang dilakukan untuk memperbaiki

    nasibnya selalu terbentur dengan sistim yang berlaku.

    2) Kemiskinan Kultural

    26

    Yuliati, Yayuk dan Purnomo, Mangku, Sosiologi Pedesaan, Lappera Pustaka Utama, Yogyakarta, , 2003, h. 67.

  • 40

    Kemiskinan kultural merupakan kemiskinan-kemiskinan

    alamiah sifatnya, yakni penduduk yang sejak lahir sudah

    berada di lingkungan miskin.

    f. Dampak Kemiskinan

    Kemiskinan memberikan dampak yang beraneka ragam

    mulai dari tindak kriminal, pengangguran, kesehatan terganggu, putus

    sekolah dan masih banyak lagi. Kemiskinan memang dapat

    menyebabkan beragam masalah tapi yang paling penting adalah

    masalah pendidikan. Yang harus diutamakan bagaimana caranya

    supaya anak-anak yang sama sekali tidak mampu, dapat bersekolah

    dengan baik seperti anak-anak lainnya. Itulah masalah yang harus

    dipecahkan oleh pemerintah karena jika masalah itu tidak dapat

    dibereskan maka akan muncul masalah masalah baru yang lebih

    banyak lagi, seperti munculnya anak jalanan.27

    8. Berdasarkan Intensitas Hubungan dengan Keluarga

    Aktivitas utama anak jalanan adalah berada di jalanan baik

    untuk mencari nafkah maupun melakukan aktivitas lain. Hal ini

    membuat intensitas hubungan anak jalanan dengan keluarga mereka

    kurang intensif. Menurut Departemen Sosial indikator anak jalanan

    menurut intensitas hubungan dengan keluarga, yaitu:

    a. Masih berhubungan secara teratur minimal bertemu sekali setiap hari.

    27

    Istirochatun, Eksploitasi Anak Jalanan Sebagai Pengemis Di Kawasan Simpang Lima Semarang, 2011, www. Sekitarkita.com. Diuduh tanggal 26 februari 2011

  • 41

    b. Frekuensi dengan keluarga sangat kurang

    c. Sama sekali tidak ada komunikasi dengan keluarga

    Selain itu, menurut penelitian Departemen Sosial RI dan

    UNDP, intensitas hubungan anak jalanan dengan keluarga mereka

    dibedakan menjadi 3 macam, yaitu: putus hubungan atau lama tidak

    bertemu dengan orang tua, berhubungan tidak teratur dengan orang tua,

    dan bertemu teratur setiap hari atau tinggal dan tidur bersama orang

    tua mereka. Menurut Badan Kesejahteraan Sosial Nasional, beberapa

    macam intensitas anak jalanan dengan keluarga mereka adalah:

    hubungan orang tua sudah putus, masih ada hubungan dengan orang tua

    tetapi tidak harmonis, maupun pulang antara 1 sampai 3 bulan sekali. Dari

    beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak

    jalanan berdasarkan intensitas anak jalanan berhubungan dengan

    keluarga ada tiga macam, yaitu:

    1) Masih berhubungan teratur dengan orang tua atau keluarga

    2) Masih berhubungan dengan orang tua atau keluarga tetapi tidak

    teratur dengan frekuensi sangat kurang

    3) Sudah tidak berhubungan lagi dengan orang tua maupun keluarga.

    9. Upaya Penanggulangan Kejahatan Terhadap Anak Akibat Eksploitasi

    Orang Tua

    Kejahatan merupakan gejala sosial yang senantiasa dihadapi oleh

    setiap masyarakat di dunia ini. Kejahatan dalam keberadaannya dirasakan

    sangat meresahkan, disamping itu juga mengganggu ketertiban dan

  • 42

    ketentraman dalam masyarakat berupaya semaksimal mungkin untuk

    menanggulangi kejahatan tersebut. Upaya penanggulangan kejahatan telah

    dan terus dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat. Berbagai

    program dan kegiatan telah dilakukan sambil terus menerus mencari cara

    paling tepat dan efektif untuk mengatasi masalah tersebut. Kejahatan

    adalah masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat di seluruh negara

    semenjak dahulu dan pada hakekatnya merupakan produk dari masyarakat

    sendiri. Kejahatan dalam arti luas, menyangkut pelanggaran dari norma-

    norma yang dikenal masyarakat, seperti norma-norma agama, norma

    moral hukum. Norma hukum pada umumnya dirumuskan dalam undang-

    undang yang dipertanggung jawabkan aparat pemerintah untuk

    menegakkannya, terutama kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Namun,

    karena kejahatan langsung mengganggu keamanan dan ketertiban

    masyarakat, maka wajarlah bila semua pihak baik pemerintah maupun

    warga masyarakat, karena setiap orang mendambakan kehidupan

    bermasyarakat yang tenang dan damai.

    Upaya pencegahan kejahatan dapat berarti menciptakan suatu

    kondisi tertentu agar tidak terjadi kejahatan.pencegahan kejahatan sebagai

    suatu usaha yang meliputi segala tindakan yang mempunyai tujuan yang

    khusus untuk memperkecil ruang segala tindakan yang mempunyai tujuan

    yang khusus untuk memperkecil ruang lingkup kekerasan dari suatu

    pelanggaran baik melalui pengurangan ataupun melalui usaha-usaha

  • 43

    pemberian pengaruh kepada orang-orang yang potensial dapat menjadi

    pelanggar serta kepada masyarakat umum.

    Penanggulangan kejahatan dapat diartikan secara luas dan sempit.

    Dalam pengertian yang luas, maka pemerintah beserta masyarakat sangat

    berperan.Bagi pemerintah adalah keseluruhan kebijakan yang dilakukan

    melalui perundangundangan dan badan-badan resmi yang bertujuan untuk

    menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat.28

    Peran pemerintah

    yang begitu luas, maka kunci dan strategis dalam menanggulangi

    kejahatan meliputi ketimpangan sosial, diskriminasi nasional, standar

    hidup yang rendah, pengangguran dan kebodohan di antara golongan besar

    penduduk. Bahwa upaya penghapusan sebab dari kondisi menimbulkan

    kejahatan harus merupakan strategi pencegahan kejahatan yang

    mendasar.29

    Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan

    penanggulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal. Kebijakan

    kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu

    kebijakan sosial yang terdiri dari kebijakan/ upaya-upaya untuk

    kesejahteraan sosial dan kebijakan/ upaya-upaya untuk perlindungan

    masyarakat.30

    Kebijakan penanggulangan kejahatan dilakukan dengan

    menggunakan sarana penal (hukum pidana), maka kebijakan hukum

    pidana khususnya pada tahap kebijakan yudikatif harus memperhatikan

    28

    Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, AlumniBandung, Bandung, 1981, h. 114. 29

    Ibid 30

    Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, h. 77.

  • 44

    dan mengarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu berupa

    ”social welfare” dan “social defence.

    Sistem represif tidak terlepas dari sistem peradilan pidana, dimana

    dalam sistem peradilan pidana paling sedikit terdapat 5 (lima) subsistem

    yaitu subsistem kehakiman, kejaksaan, kepolisian, pemasyarakatan, dan

    kepengacaraan, yang merupakan suatu keseluruhan yang terangkai dan

    berhubungan secara fungsional. Upaya represif dalam pelaksanaannya

    dilakukan pula dengan metode perlakuan (treatment) dan penghukuman

    (punishment).

    Yang berkewajiban melindungi anak terhadap eksploitasi orang tua

    dalam Undang-Undang Republik Indonesia no 35 tahun 2014 tentang

    perubahan atas undang-undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan

    anak menebutkan dalam pasal 20 yang berkewajiban untuk melindungi

    anak terhadap eksploitasi orang tua: Negara, pemerintah, pemerintahan

    daerah, masyarakat, keluarga, orang tua dan wali berkewajiban dan

    bertaggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.31

    31

    Pasal 20 Undang- Undang No 35 Tahun2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 23 Tahun2002 Tentang Perlindungan Anak

  • 45

    B. Hasil Penelitian

    1. Tentang Responden

    a. Identitas Responden Eksploitasi

    Tabel 2.1

    Identitas Responden Eksploitasi

    No Nama

    responden

    Jenis

    Kelamin Pendidikan Alamat

    1 Haryadi L Tidak Sekolah Kec.Sumowono

    2 Susilo Arifin L SD Kec. Ambarawa

    3 Ardi L Tidak Sekolah Kec. Sumowono

    4 Sinta P SD Kec. Bawen

    5 Royak Tana L Tidak Sekolah Kec.Ungaran Barat

    6 Nanang L Tidak Sekolah Kec. Getasan

    7 Widya P Tidak Sekolah Kec.Bawen

    8 Musyafak L Tidak Sekolah Kec. Ungaran Barat

    9 Dwiki k L Tidak Sekolah Kec.Ungaran Timur

    10 Indana P SD Kec. Ambarawa

    11 Indah P SMP Kec.Ungaran Barat

    Berdasarkan tabel 2.1 responden sebanyak 11 orang,

    responden paling banyak adalah responden berjenis kelamin laki –

    laki sebanyak 7 orang/ sejumlah 63,6 % dan untuk responden yang

    berjenis kelamin perempuan sejumlah 4 orang/ 36,4%. Responden

    yang Berjualan Asongan tingkat pendidikan paling banyak tidak

    sekolah berjumlah 7 (63,6%) yaitu paling banyak laki-laki 6 orang

    perempuan 1 orang, tingkat pendidikan SD 3(27,3%) orang, tingkat

    pendidikan SMP 1 (9,1%) orang dan tingkat pendidikan SMA tidak

    ada.

  • 46

    b. Daftar identitas orangtua responden

    Tabel 2.2

    Daftar identitas orangtua responden

    No

    Nama

    Orang

    Tua

    Nama

    Responden

    Pendidik

    an Pekerjaan Alamat

    1 Mintoyo Sinta SD Tidak

    bekerja

    Kec. Bawen

    2 Kasdi Royak Tana Tidak

    Sekolah

    Berjualan es

    kelapa muda

    Kec.Ungaran

    Barat

    3 Rumini Indana Tidak

    Sekolah

    Berjualan

    makanan di

    pinggir jalan

    Kec.

    Ambarawa

    Berdasarkan Tabel 2.2 daftar identitas orang tua responden

    korban eksploitasi yang mau di wawancarai dan di mintai keterangan

    oleh peneliti

    2. Alasanan Anak Berjualan

    Responden pada penelitian ini adalah anak-anak yg berjualan di

    terminal, lampu merah, POM bensin pengamatan selama 5 hari dengan

    cara nongkrong di lokasi dari pukul 08.00 d pukul 16.00 ditemukan 11

    anak yang berjualan asongan detail tentang responden diuraikan dalam

    tabel-tabel berikut ini:

    Berdasarkan penelitian terhadap anak jalanan di Terminal,

    lampu merah dan pom bensin pada bulan Oktober 2018, responden yang

    diteliti adalah anak yang berjualan di Terminal, lampu merah dan pom

    bensin Hasil penelitian ini disajikan sebagai berikut:

  • 47

    a. Alasan Berjualan

    Tabel 2.3

    Responden berdasarkan alasan berjualan asongan

    Alasan Jumlah

    responden

    Persentase (%)

    Ingin membantu orang tua 2 18,9%

    Dipaksa orang tua 1 9,1%

    Disuruh orang tua 5 44,6%

    Kemauan sendiri 3 27,4%

    Jumlah 11 100%

    Berdasarkan tabel 2.3 menunjukan bahwa responden paling

    banyak dengan alasan paling banyak disuruh orang tua sebanyak 5

    (44,6%) orang yaitu laki-laki 3 orang dan perempuan 2 orang, ingin

    membantu orang tua 2 (18,9%)orang, dipaksa orang tua 1 (9,1%) orang

    dan kemauan sendiri sejumlah 3 (27,4%) orang.

    b. Berdasarkan keinginan untuk sekolah

    Tabel 2.4

    Berdasarkan keinginan untuk sekolah

    Keinginan Jumlah

    responden

    Persentase (%)

    Sekolah 9 81,8%

    Berjualan 2 18,2%

    Jumlah 11 100%

    Berdasarkan tabel 2.4 menunjukan bahwa responden paling

    banyak pada Eksploitasi Orang Tua Studi Terhadap Anak Yang

    Berjualan asongan yang paling banyak adalah keinginan untuk

    bersekolah sejumlah 9 (81,8%) orang dan yang tidak adalah 2 (18,2%)

    orang.

  • 48

    c. Berdasarkan lamanya berjualan asongan

    Tabel 2.5

    Berdasarkan lamanya berjualan asongan

    Waktu Jumlah

    responden

    Persentase (%)

    07.00-10.00 WIB 0 0 %

    13.00-17.00 WIB 4 36,4%

    Pagi-Sore 7 63,6%

    Jumlah 11 100%

    Berdasarkan tabel 2.5 menunjukan bahwa lamanya bekerja

    responden paling banyak pada Eksploitasi Orang Tua Studi Terhadap

    Anak Yang Berjualan asongan paling banyak adalah pagi-sore

    7(63,6%)orang, 13.00-17.00 4 (36,4%) orang dan 07.00-10.00 tidak

    ada.

    d. Berdasarkan pekerjaan orang tua

    Tabel 2.6

    Berdasarkan pekerjaan orang tua anak berjualan asongan

    Jenis Pekerjaan Jumlah

    responden

    Persentase (%)

    Koran 5 45,5 %

    Makanan 6 54,5%

    Dll 0 0%

    Jumlah 11 100%

    Berdasarkan tabel 2.6 menunjukan bahwa pekerjaan orang tua

    responden paling banyak pada Eksploitasi Orang Tua Studi Terhadap

    Anak Yang Berjualan asongan paling banyak adalah makanan sejumlah

    6 (54,5%)orang, Koran 5 (45,5%)orang.

  • 49

    e. Berdasarkan pendidikan orang tua responden

    Tabel 2.7

    Berdasarkan pendidikan orang tua responden

    Pendidikan Jumlah

    responden

    Persentase (%)

    Tidak sekolah 7 63,6%

    SD 4 36,4%

    SMP 0 0%

    SMA 0 0%

    Jumlah 11 100%

    Berdasarkan tabel 2.7 menunjukan bahwa tingkat pendidika

    orang tua responden paling banyak pada Eksploitasi Orang Tua Studi

    Terhadap Anak Yang Berjualan asongan paling banyak adalah tidak

    sekolah sejumlah 7 (63,6%) orang, SD 4 (36,4%) orang, SMP tidak ada

    orang dan SMA tidak ada.

    f. Berdasarkan alasan responden tidak boleh sekolah

    Tabel 2.8

    Berdasarkan alasan responden tidak boleh sekolah oleh orang tua

    Alasan Jumlah

    responnden

    Persentase (%)

    Tidak ada biaya 8 72,7%

    Tidak ada gunanya 3 27,3%

    Jumlah 11 100%

    Berdasarkan tabel 2.8 menunjukan bahwa alasan tidak

    diperbolehkan sekolah responden paling banyak pada Eksploitasi Orang

    Tua Studi Terhadap Anak Yang Berjualan asongan paling banyak

    adalah tidak ada biaya 8 (72,7%) orang, tidak ada gunananya 3

    (27,3%)orang,

  • 50

    3. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Anak yang Dieksploitasi

    dalam Aturannya

    Tabel 2.9

    Perlindungan Hukum Terhadap Anak

    No

    Peraturan

    Perundang

    Undangan

    Pasal Pengertian

    1 UUNo. 35

    Tahun

    2014

    Pasal 1 angka 2 Pasal 9 Pasal 7 6a Pasal 7 6b Pasal 77 Pasal 77b

    Pasal 1 agka 2 perlindungan anak adalah

    segala kegiatan untuk

    menjamin dan melindungi

    anak dan hak-hak anak

    agar dapat hidup, tubuh

    berkembang dan

    berpartisipasi secara

    optimal sesuai dengan

    harkat dan martabat

    kemanusiaan, serta

    mendapat perlindungan

    dari kekerasan dan

    diskriminasi

    Pasal 9 setiap anak berhak memperoleh pendidikan

    dan pengajaran dalam

    rangka pengembangan

    pribadinya dan tingkat

    kecerdasanya sesuai minat

    dan bakat.

    Pasal 7 6a setiap orang dilarang memperlakukan

    anak secara diskriminatif

    ang mengakibatkan anak

    mengalami kerugiaan baik

    materil maupun moril

    sehingga menghambat

    fungsi sosialnya.

    Pasal 7 6b setiap orang dilarang menempatkan,

    membiarkan, melibatkan ,

    menyuruh melibatkan

    anak dalam situasi

    perilaku salah dan

  • 51

    No

    Peraturan

    Perundang

    Undangan

    Pasal Pengertian

    penelantaran.

    Pasal 77 setiap orang yang melanggar ketentuan

    sebagaimana dimaksud

    dalam pasal 7 6a dipidana

    dengan pidana penjara

    paling lama 5 tahun dan

    atau denda paling banyak

    Rp.100.000.000,00

    (seratus juta rupiah)

    Pasal 77 setiap orang yang melanggar ketentuan

    sebagaimana dimaksud

    dalam pasal 76b dipidana

    dengan pidana penjara

    paling lama 5 tahun dan

    atau denda paling banyak

    Rp.100.000.000,00

    (seratus juta rupiah).

    2 UU KDRT

    No. 23

    Tahun

    2004

    Pasal 2 Pasal 45

    lingkup rumah tangga dalam UU ini meliputi a)

    suami istri dan anak

    setiap orang yang melakukan perbuatan

    kekerasan psikis dalam

    lingkup rumah tangga

    sebagai mana dimaksud

    dalam pasal 5 huruf b

    dipidana dengan penjara

    paling lama 5 tahun atau

    denda paling banyak

    Rp.9.000.000,00 (sebilan

    juta rupiah)

    3 Perda Kab

    Semarang

    No. 6

    Tahun

    2014

    Pasal 4

    setiap anak berhak a) Untuk dapat hidup,

    tumbuh, berkembang,

    dan berpartisipasi

    secara wajar sesuai

    dengan harkat dan

    martabat kemanusiaan

  • 52

    No

    Peraturan

    Perundang

    Undangan

    Pasal Pengertian

    mendapat

    perlindungan dari

    1) Kekerasan 2) Eksploitasi, 3) Penelantaran,dan 4) Perlakuan salah

    b) Mendapat hak-hak sipil dan kebebasan

    c) Mendapat pengasuhan oleh keluarga wali

    atau dalam

    pengasuhan alternative

    d) Mendapat kesehatan dan kesejahteraan

    sosial

    e) Memperoleh pendidikan,

    pemanfaatan waktu

    luang dan kegiatan

    seni budaya

    f) Mendapat layanan yang cepat, tepat,

    nyaman dan

    kebutuhan anak

    g) Mendapatkan perlindungan khusus

    dan ikut serta dalam

    proses pengasuhan

    yang aman

    4 UUD 1945 Pasal 34 a) Fakir miskin dan anak terlantar

    dipelihara oleh

    negara

    b) Negara mengembangkan

    sistem sosial bagi

    seluruh rakat dan

    memberdayakan

    masyarakat yang

    lemah dan tidak

  • 53

    No

    Peraturan

    Perundang

    Undangan

    Pasal Pengertian

    mampu sesuai

    dengan harkat

    martabaat bangsa

    c) Negara bertanggung jawab penyediaan

    fasilitas pelaanan

    kesehatan dan

    fasilitas pelayaanan

    umum yang layak

    5 UU No. 4

    Tahun

    1979

    Pasal 2 Pasal 2 tentang Kesejahteraan Anak

    a) Anak berhak atas kesejahteraaan ,

    perawatan, asuhan

    dan bimbingan

    berdasarkan kasih

    sayang yang baik

    dalam keluarga

    maupun dalam

    asuhan khusus untuk

    tumbuh dan

    berkembang dengan

    wajar

    b) Anak berhak atas pelayanan untung

    mengembangkan

    kemampuan dan

    kehidupan sosialnya,

    sesuai dengan

    kebudayaan dan

    kepribadian bangsa ,

    untuk menjadi warga

    Negara yang baik

    dan berguna

    c) Anak berhak atas pemeliharaan dan

    prlindungan, baik

    semasa dalam

    kandungan maupu

    setelah dilahirka

  • 54

    No

    Peraturan

    Perundang

    Undangan

    Pasal Pengertian

    Anak berhak atas

    perlindunagan

    terhdap lingkungan

    hidup yang dapat

    membahayakan atau

    mennghambat

    pertumbuhan dan

    perkembangan

    dengan wajar

    6 UU RI No.

    39 Tahun

    1999

    Pasal 62 Menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk

    memperoleh pelayanan

    kesehatan dan jaminan

    sosial secara layak,

    sesuai kebutuhan fisik

    dan mental spiritual.

    4. Upaya pemerintah dalam menanggulangi kejahatan eksploitasi anak

    yang dilakukan oleh orang tua untuk berjualan asongan

    Sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan Undang-

    Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Alinea

    keempat menegaskan bahwa tujuan dibentuknya pemerintah Negara

    Republik Indonesia adalah memajukan kesejahteraan umum,

    mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban

    dunia yang berdasakan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

    sosial. Selain itu, ditegaskan pula dalam Undang-Undang Dasar Negara

  • 55

    Republik 59 Indonesia Tahun 1945 pasal 34 ayat (1) menegaskan

    bahwa “fakir miskin dan anak-anak terlantar, dipelihara oleh Negara”.32

    Oleh karena itu, Pemerintah merupakan pihak yang

    berwenang dan bertanggung jawab di bidang pembinaan anak jalanan

    yang sebagaimana diamanatkan Perda Kab Semarang No 6 Tahun 2014.

    Dari wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada Bapak

    Jojon 33

    (Kepala bidang perlindungan Perempuan dan Anak) berpendapat

    yang mengemukakan beberapa upaya pemerintah dalam mengatasi

    masalah eksploitasi anak jalanan yakni :

    a. Dengan cara pendampingan yaitu pendampingan psikologis sesuai

    anak selanjutnya rujuk psikolog atau psikiater, intervensi keluarga,

    anak diamankan, rujuk ke lembaga perlindungan anak, proses

    perlindungan hukum.

    b. Atau mediasi yaitu lembaga Dinas Perlindungan Anak mendatangi

    orang tua ang mengeksplotasi anaknya dalam penyelesaian eksploitasi

    anak dilaksanakan dengan non intigasi yaitu dibicarakan baik-baik

    dengan keluarga

    c. Konseling dan sosisialisasi terhadap korban dan orang tua

    Lembaga Dinas Perlindungana Anak mendatangi orang tua

    yanak eksplotasi memberikan penyuluhan terhadap orang tua bahwa

    tindakan eksploasi anak tidak diperbolehkan oleh undang-undang

    sehingga orang tua tahu akan hak dan kewajiban seorang anak.

    32

    Undang-Undang Negara Repoblik Indonesia tahun 1945 33

    Tanggal 01/03/2018. Jam 11.35 WIB

  • 56

    apabila orang tua setelah diberi penjelasan tentang hak-hak anak tetapi

    masih juga melakukan eksploitasi terhadap anak maka dari pihak

    Dinas Perlindungan Anak dan Dinas Sosial akan bertindak tegas

    mengambil anak tersebut untuk di ambil alih hak asuh anak oleh

    Negara. Hal ini juga diatur dalam perauran perundang-undangan

    nomor 35 tahun 2014 bagian kedua pasal 20 Negara, Pemerintah,

    Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali

    berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan

    Perlindungan Anak. Perda Kabupaten Semarang juga mengatur

    kewajiban pemerintah dalam menjalankan perlindungan terhadap anak

    di wilayah Kabupaten Semarang. Perda Kabupaten Semarang Pasal 6

    Pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, dan orang tua

    berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan

    perlindungan anak. Bagian Kedua Kewajiban dan Tanggung Jawab

    Pemerintah Daerah. Pasal 7 juga mengatur peranan pemerintah :

    1) Kewajiban Pemerintah Daerah meliputi :

    a) Menyediakan data dan informasi anak;

    b) Mencegah dan mengurangi resiko kerentanan terjadinya

    tindak kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan

    salah terhadap anak;

    c) Menangani anak yang menjadi korban, saksi dan pelaku

    tindak kekerasan, eksploitasi penelantaran dan perlakuan salah;

  • 57

    d) Mendorong tanggungjawab orangtua, masyarakat, lembaga

    pendidikan, lembaga penyelenggaraan pelayanan, lembaga

    partisipasi anak dan kelompok profesi di dalam upaya

    pencegahan, pengurangan resiko kerentanan dan penanganan

    korban; dan

    e) Melakukan fasilitasi, koordinasi dan kerjasama dalam

    mencegah dan menangani terjadinya tindak kekerasan,

    eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah.

    2) Tanggung jawab Pemerintah Daerah meliputi :

    a) Melakukan advokasi untuk membuat kebijakan dan/atau

    perubahan kebijakan tentang perlindungan anak;

    b) Mendorong partisipasi anak dalam pembuatan kebijakan

    yang berpengaruh atau yang berdampak terhadap kehidupan

    anak;

    c) Memberikan advokasi terhadap korban dan/atau masyarakat

    dalampenanganan kasus kekerasan, eksploitasi, penelantaran

    dan perlakuan salah;

    d) Membantu rehabilitasi sosial dan reintegrasi sosial;

    e) Mendirikan dan mengelola lembaga kesejahteraan sosial anak;

    dan

    f) Memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam

    penyelenggaraan perlindungan anak.

  • 58

    5. Bentuk penanggulangan kejahatan terhadap eksploitasi anak oleh

    orang tua

    Urutan dalam berjalannya proses pelaporan kasus eksploitasi

    terhadap anak yang dilakukan orang tua, pelaporan biasana dilakukan oleh

    saudara anak korban eksploitasi melaporan tindakan penyimpangan ini

    kepada Dinas Perlindungan Anak dan Perempuan di Kabupaten Semarang

    selanjutnya mendatangi pihak yang bersangkutan untuk melakukan

    sosialisasi. Jika masih di lakukan Dinas Perlindungan Anak dan

    Perempuan melimpahkan kasus ini kepada pihak kepolisian

    a. Tabel pelapor Dinas Perlindungan Anak & Perempuan

    Tabel 2.10

    Tabel berdasarkan pelapor keseluruhan Tahun 2015-2017

    No Tahun Jumlah

    Pelapor

    (Perempuan

    & Anak)

    Jumlah

    pelapor

    eksploitasi

    anak

    Yang

    Ditangani

    Kasus

    anak

    Yang

    Ditangani

    keseluruhan

    (perempuan

    & anak)

    1 2015 188 5 2 85

    2 2016 161 5 3 95

    3 2017 165 8 4 78

    7 3

    25 12

    Berdasarkan tabel 2.10 Pada tahun 2015 jumlah pelapor kasus

    perempuan dan anak sejumlah 188 orang dan yang di tindak lanjuti

    hanya 85 dikarenakan sebagian dari itu bisa diselesaikan dengan cara

    mediasi. Pada tahun 2016 jumlah pelapor kasus perempuan dan anak

    161 orang dan yang di tindak lanjuti hanya 95 dikarenakan sebagian

  • 59

    dari itu bisa diselesaikan dengan cara mediasi. Pada tahun 2017 jumlah

    pelapor kasus perempuan dan anak 165 orang dan yang di tindak lanjuti

    hanya 78 dikarenakan sebagian dari itu bisa diselesaikan dengan cara

    mediasi.

    Berdasarkan tabel 2.10 menunjukan bahwa kasus eksploitasi

    paling banyak yang ditangani adalah pada tahun 2017 yaitu 4 dengan

    jumlah pelapor 8, pada tahun 2015 kasus yang ditangani adalah 2

    dengan jumlah pelapor 5, tahun 2016 kasus yang ditangani 3 dengan

    jumlah pelapor 5 dan tahun 2018 kasus yang ditangani 3 dan jumlah

    pelapor 7.

    b. Hasil penanganan eksploitasi anak Tahun 2018

    Tabel 2.11

    Hasil penanganan eksploitasi anak Tahun 2018

    No Nama

    Korban

    J/K Alamat Permasalahan Solusi KET

    1 Sinta P Kec.

    Bawen

    Dipaksa

    berjualan

    asongan

    Konseling Tuntas

    2 Royak

    Tana

    L Kec.

    Ungaran

    Barat

    Mencuri

    kelapa untuk

    dijual

    kembali

    Konseling Dalam

    proses

    3 Indana P Kec.

    Ambaraa

    Berjualan

    asongan

    Konseling Tuntas

    Berdasarkan tabel 2.11 Pada tahun 2018 tercatat 3 korban

    eksploitasi yaitu 1). Sinta jenis kelamin perempuan alamat kecamatan

    Bawen yang disuruh berjualan di Pom Bensin solusi dengan cara

  • 60

    pendampingan atau mediasi konseling dan sosisialisasi terhadap korban

    dan orang tua, apabila orang tua setelah diberi penjelasan tentang hak-

    hak anak tetapi masih juga melakukan eksploitasi terhadap anak maka

    dari pihak Dinas Perlindungan Anak dan Dinas Sosial akan bertindak

    tegas mengambil anak tersebut untuk di ambil alih hak asuh anak oleh

    Negara, 2) Royak Tana berjenis kelamin laki-laki alamat Kecamatan

    Ungaran Barat yang dipaksa oleh bapak nya untuk mencuri kelapa

    tetangga untuk dijual kembali oleh orang tuanya, responden juga

    mengalami penganiyayaan oleh orang tuanya apabila tidak mau

    menuruti kemauan dari bapaknya, kendala yang dihadapi selama

    penanganan kasus ini yaitu dalam pengadaan saksi, dalam pemulihan

    psikis korban lama dan proses penanganan kasus lama, 3). Indana

    berjenis kelamin perempuan alamat kecamatan Ambarawa disuruh oleh

    orang tuanya utuk berjualan asogan di Pom bensin setelah diberi

    penjelasan dan bimbingan tentang hak-hak anak kewajiban anak dan

    diberi penjelasan apabila masih dilanggar hak anak akan di ambil oleh

    dinas sosial, orang tua indana mengerti dan berkata paham tidak akan

    mengeksploitasi anaknya untuk berjuaalan kembali.

    C. Analisis

    Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban

    yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa,

    perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan,

  • 61

    pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi atau secara melawan hukum

    pengertian ini terdapa dal perda nomor 6 tahun 2014 pasal 1, Meskipun tidak

    dijelaskan secara umum mengenai eksploitasi namun dalam pasal 66 Undang-

    undang nomor 35 tahun 2014, memberikan penjelasan mengenai anak yang

    diekspoitasi secara ekonomi.

    Yang dimaksud diekspoitasi secara ekonomi adalah tindakan atau

    tanpa persetujuan anak yang menjadi korban yang meliputitetapi tidak terbatas

    pada pelacuran, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ

    reproduksi, atau secara melawan hukum atau mentranspalantasikan organ/

    atau jaringan tubuh atau manfaat tenaga atau kemampuan anak oleh pihak lain

    untuk mendapatkan keuntungan materil.

    Ketika seorang ibu melakukan pemanfaatan terhadaap anak untuk

    membantu perekonmian keluarga yang secara hukum merupakan kejahatan

    yang dilarang oleh Negara hal ini diatur dalam Undang-Undang nomor 35

    Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002

    Tentang Perlindungan Anak karena tidak menutup kemungkinan orang tua

    melakukan tindakan eksploitasi terhadap anak sendiri, dalam Undang-Undang

    Nomer 35 Tahun 2014 menyebutkan bawa dalam hal perlindungan terhadap

    anak Pasal 1 agka 2 perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk

    menjamin dan melindungi anak dan hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh

    berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan

    martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

    diskriminasi.

  • 62

    1. Bentuk perlindungan hukum terhadap anak yang di eksploitasi

    Beberapa ketentuan dalam undang-undang mengatur bentuk

    perlindungan hukum terhadap anak yang dieksploitasi:

    a. Undang- undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan undang –

    undang nomor 32 tahun 2002 tentang perlindungan anak

    1) Pasal 76A Setiap orang dilarang:

    a) Memperlakukan anak secara diskriminatif yang mengakibatkan

    anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga

    menghambat fungsi sosialnya; atau

    b) Memperlakukan anak penyandang disabilitas secara

    diskriminatif.

    2) Pasal 76B

    Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan,

    menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan salah dan

    penelantaran.

    3) Pasal 77

    Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

    dalam Pasal 76A dipidana dengan pidana penjara paling lama 5

    (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00

    (seratus juta rupiah).

    b. Perda Kabupaten Semarang

  • 63

    Peraturan Pemerintah Kabupaten Semarang Nomor 6 Tahun 2014

    juga mengatur pentingnya perlindungan anak yang dieksploitasi Pasal 4

    setiap anak berhak:

    1) Untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara

    wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan mendapat

    perlindungan dari:

    Kekerasan,

    Eksploitasi,

    Penelantaran, dan

    Perlakuan salah.

    2) Mendapat hak-hak sipil dan kebebasan

    3) Mendapat pengasuhan oleh keluarga wali atau dalam pengasuhan

    alternatif

    4) Mendapat kesehatan dan kesejahteraan sosial

    5) Memperoleh pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan

    seni budaya

    6) Mendapat layanan yang cepat, tepat, nyaman dan kebutuhan anak

    7) Mendapatkan perlindungan khusus dan ikut serta dalam proses

    pengasuhan yang aman

    2. Penanggulangan kejahatan terhadap anak akibat eksploitasi orang tua

    Perlindungan Anak dan Perempuan untuk menanggulangi

    kejahatan eksploitasi anak yang dilakukan oleh orang tua dengan cara :

  • 64

    a. Dengan Cara Sosialisasi Terhadap Warga Mengenai Masalah KDRT

    Dan Eksploitasi Anak Serta Meberikan Penjelasan Mengenai Aturan-

    Aturan Pidana Yang Mengatur Tentang KDRT Dan Eksploitasi

    Sehingga Masyarakat Tahu Tentang Hukum dan Sangsi Pidana

    Apababila Masyarakat Melakukanya.

    b. Konseling Terhadap Orang Tua dan Anak Korban Eksploitasi Untuk

    Meberikan Penjelasan, Arahan, Peringatan Serta Apa Saja Hak-Hak

    Dan Kewajiban Anak,

    c. Pengawasan dalam proses perjalanan hukum. Perceraian orang tua

    dapat mempengaruhi anak turun ke jalan menjadi anak jalanan

    karena anak merasa tidak mendapat perhatian dan kasih sayang yang

    utuh dari kedua orang tua anak sehingga anak tidak betah tinggal

    di rumah dan memilih pergi dari rumah walaupun anak tidak

    memiliki tujuan yang jelas ketika anak memutuskan pergi.

    Seorang anak akan merasa sedih dan amat sangat prihatin ketika

    kedua orang tuanya harus berpisah. Anak merasa takut terhadap masa

    depannya. Hal ini juga menjadi salah satu faktor terjadinya eksploitasi

    anak.

    Walaupun sudah ada peraturan yang mengatur mengenai

    pelarangan eksploitasi anak hal ini harus diimbangi dengan bagaimana

    cara penangulanganya

  • 65

    a. Criminal lawa Appliaction ( penerapan hukum pidana ).Contoh : Pasal

    354 KUHP dengan hukuman maksimal tahun, maka dalam sistem

    tersebut baik tuntutan maupun putusan.

    b. Prevention without punishment (pencegahan tanpa pidana) Contoh :

    Dengan cara menerapkan hukuman maksimal kepada pelaku

    kejahatan. Maka secara tidak langsung memberikan pervensi (

    pencegahan ) kepada publik walapun tidak dikenal hukuman atau

    sebagai shock therapy kepada masyarakat.

    c. Influencing views of society in crime and punishment ( mas media

    mempunyai pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan

    pemidanan lewat mas media)34

    Kebijakan penanggulangan kejahatan dilakukan dengan

    menggunakan sarana penal (hukum pidana), maka kebijakan hukum

    pidana khususnya pada tahap kebijakan yudikatif harus memperhatikan

    dan mengarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu berupa

    ”social welfare” dan “social defence. Menurut A.S Alam penanggulangan

    kejahatan yaitu :35

    Preventif. Upaya-upaya preventif ini adalah merupakan

    tindak lanjut dari upaya pre-emtif yang masih dalam tataran pencegahan

    sebelum terjadinyakejahatan. Penanggulangan kejahatan secara preventif

    dilakukan untuk mencegah terjadinya atau timbulnya kejahatan yang

    pertama kali. Mencegah kejahatan lebih baik daripada mencoba untuk

    mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali, sebagaimana semboyan 34

    Moh. Kemal Darmawan, Strategi Pencegahan Kejahatan, Citra Aditya, Bandung, 1994, h.4. 35

    Opcit

  • 66

    dalam kriminologi yaitu usaha-usaha memperbaiki penjahat perlu

    diperhatikan dan diarahkan agar tidak terjadi lagi kejahatan ulangan.

    Upaya preventif sangat beralasan untuk diutamakan karena upaya preventif

    dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa suatu keahlian khusus dan ekonomis.

    Pemanfaatan Atau eksploitasi anak yang dilakukan oleh orang tua

    dapat di pidan penjara hal ini juga diatur Undang-UndangNomor 35 Tahun

    2014 terdapatpada padal Pasal 77 setiap orang yang melanggar ketentuan

    sebagaimana dimaksud dalam pasal 76a dipidana dengan pidana penjara

    paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp.100.000.000,00

    (seratus juta rupiah) dan Pasal 77 setiap orang yang melanggar ketentuan

    sebagaimana dimaksud dalam pasal 76b dipidana dengan pidana penjara

    paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp.100.000.000,00

    (seratus juta rupiah).

    Peranan utama dalam pelaksanaan perlindunan anak akibat

    eksploitasi orang tua adalah pemerintah sekitar yang berdaulat dalam

    penangananya. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 negara,

    pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, dan orang tua atau

    wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan

    perlindungan anak. Perda Kabupaten Semarang juga mengatur kewajiban

    pemerintah dalam menjalankan perlindungan terhadap anak di wilayah

    Kabupaten Semarang hal ini juga diatur dalam Peraturan Daerah

    Kabupaten Semarang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 7, kewajiban pemerintah

    daerah meliputi :

  • 67

    a. Menyediakan data dan informasi anak;

    b. Mencegah dan mengurangi resiko kerentanan terjadinya tindak

    kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah terhadap

    anak.

    Latar Belakang Terjadinya Eksploitasi Anak Jalanan Sebagai

    Penjual asongan di Kawasan Kabupaten semarang.

    a. Ekonomi Keluarga yang Rendah (kemiskinan)

    Era globalisasi seperti sekarang ini, ujar (Ibu Rumini) orang

    tua dari anak yang berjualan asongan di wilayah Kabupaten Semarang

    semua kebutuhan masyarakat semakin mahal dan kebutuhan semakin

    tinggi sehingga banyak masyarakat hidup dalam kemiskinan dan

    tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Banyaknya jumlah

    penduduk di suatu wilayah mengakibatkan masyarakat sulit mencari

    pekerjaan terutama bagi masyarakat yang tidak memiliki pendidikan

    tinggi, rata-rata anak yang berjualan asongan tidak bersekolah hal ini

    ditunjukkan dengan penelitian bahwa 11 orang anak 7 orang tidak

    bersekolah 3 orang masihsekolah SD dan 1 orang masih bersekolah

    SMP, dalam UU No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-

    Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9 menyebutkan : setiap anak

    berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka

    pengembangan pribadi dan tingkat kecerdasanya sesui dengan minat

    dan bakat dan pendidikan. Peran orang tua juga sangatlah penting bagi

    anak untuk mendukung anak bersekolah tetapi disini kebanyakan

  • 68

    orang tua responden juga berpendidikan sangat rendah hal ini

    dibuktikan pada saat penelitian rata-rata pendidikan orang tua

    responden yang berjumlah 11 orang pendidikan yang paling tinggi SD

    sejumlah 4 orang dan 7 orang tidak mengenyam pendidikan. Hal

    inilah yang dirasakan oleh masyarakat golongan menengah bawah,

    yang amat sangat susah mencari uang untuk biaya hidup mereka

    sehari-hari. Kondisi seperti inilah yang memaksa mereka bekerja

    menjadi penjual asongan yang diangap cara yang efisien untuk

    memenui kebutuhan sehari-hari. Kehidupan ekonomi keluarga anak

    jalanan penjual asongan di kawasan Kabupaten Semarang dapat

    dikategorikan dalam kehidupan ekonomi yang rendah. Rata-rata

    pengahasilan orang tua hanya sejumlah 200-350 ribu rupiah perbulan.

    Akibat penghasilan yang rendah tersebut, rumah kontrakan atau tempat

    tinggal mereka jauh dari kata layak, cenderung kumuh tidak

    terawat bahkan ada yang tidak memiliki tempat tinggal. Mereka

    yang tidak memiliki tempat tinggal, biasanya berteduh atau tidur di

    pasar atau di tempat-tempat umum lainnya. Seperti yang terjadi pada

    sebagian dari respoden sehingga hal ini memaksa orang tua untuk

    menyuruh anaknya berjualan asongan.

    b. Keretakan dan Kekerasan Kehidupan Rumah Tangga Orang Tua

    Bapak Jojon (Kepala bidang perlindungan Perempuan dan

    Anak) berpendapat masalah sosial merupakan hubungan seseorang

    (anak jalanan penjual asongan) dengan masyarakat khususnya

  • 69

    keluarga, karena keluargalah yang mempunyai peran penting dalam

    kehidupan anak. Bagaimana sikap orang tua, hubungan orang tua

    (ayah dan ibu) dapat mempengaruhi anak turun ke jalan seperti

    sering terjadi pertengkaran antara ayah dan ibu, perpisahan yang

    disebabkan ayah atau ibu pergi dari rumah dan menikah lagi atau

    perceraian antara ayah dan ibu bahkan pula dapat berimbas

    kekerasan terhadap anak, UU KDRT melarang perbuatan itu pasal 45

    point 1 menyebutkan setiap orang yang melakukan perbuatan psikis

    dalam lingkungan rumah tangga sebagaimana dimaksut dalam pasal 5

    huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau

    denda Rp. 9.000.000,00. Dalam hal ini Dinas

  • 70