bab iii hasil penelitian dan...
TRANSCRIPT
65
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
3.1. Hasil Penelitian
Dalam Sub Bab Hasil Penelitian ini penulis akan memaparkan kasus-kasus
sengketa terkait kepemilikan tanah (sisa) Ex Eigendom Verponding No. 123
seluas ± 873 M2. Ada 2 (dua) kasus sengketa terkait dengan kepemilikan tanah
(sisa) Ex Eigendom Verponding No. 123 seluas ± 873 M2. Kasus yang akan
dipaparkan terlebih dahulu yaitu putusan Makamah Agung Nomor: 312
PK/PDT/2011 dan selanjutnya dipaparkan putusan Makamah Agung Nomor: 378
PK/Pdt/2006.
1.1.1. Putusan Makamah Agung Nomor: 312 PK/PDT/2011
Kasus pertama yaitu antara GPIB sebagai Penggugat melawan Istamar
Sukiswo Raharso sebagai Tergugat I dan Pemerintah RI, Cq. Gubernur KDH
Tk.I Jawa Tengah Cq. Bupati KDH Tk.II Kabupaten Semarang sebagai
Tergugat II, yang menjadi obyek segketa adalah (sisa) Ex Eigendom
Verponding No. 123. Dalam sengketa ini GPIB mengaku pada tahun 1978
mengajukan permohonan konversi menjadi hak milik terhadap 2 (dua) bidang
tanah yaitu Ex Eigendom Verponding No. 1198 seluas ± 612 M2 dan Ex
Eigendom Verponding No. 123 seluas ± 1.463 M2. Terhadap Ex Eigendom
Verponding No. 1198 telah diproses permohonan konversinya sehingga
diterbitkan Sertipikat Hak Milik No. 307 atas nama “Vreest God Eert De
Koning” seluas ± 612 M2. Akan tetapi pada Ex Eigendom Verponding No.
66
123 hanya sebagian yang diproses permohonan konversinya yaitu dari luas
tanah keseluruhan ± 1.463 M2 hanya dikonversi seluas ± 50 M2 sehingga
diterbitkan Sertipikat Hak Milik No. 308 atas nama “De Kerkeraad Der
Protestanche Gementee Te Ambarawa” seluas ± 50 M2.
Dari hal tersebut maka diketahui terhadap Ex Eigendom Verponding
No. 123 masih terdapat sisa tanah seluas ± 1.413 M2 yang belum diproses
menjadi hak milik dan belum bersersetifikat. Sisa tanah pada Ex Eigendom
Verponding No. 123 tersebut tidak dikonversi dikarenakan pada saat itu
digunakan untuk kepentingan pemerintah dan umum yakni berdasarkan Surat
Penangguhan oleh Bupati Kepala Daerah Tk. II Semarang No. AG.210/B/2
tanggal 31 Maret 1978 bahwa pada Gedung Pastori digunakan untuk Kantor
Urusan Perumahan dengan luas tanah ± 873 M2 (yang selanjutnya menjadi
obyek sengketa dalam putusan ini) dan dipergunakan untuk Museum
“Palagan” tanah seluas ± 540 M2 (dikecualikan dalam sengketa ini). Khusus
tanah Ex Eigendom Verponding No. 123 yang diatasnya terletak Gedung
Pastori ± 873 M2 bahwa selain menjadi Kantor Urusan Perumahan Kabupaten
Dati II Semarang juga ditempati atau dihuni oleh Kepala Kantor Urusan
Perumahan Istamar Suskiwo Raharjo.
Penggugat dengan surat tanggal 15 November 1983, No. 348/MjSa-
C3/XI/1983 mengajukan permohonan Kepada Tergugat II agar Gedung
Pastori dikembalikan kepada Penggugat sehingga dapat difungsikan kembali
sebagai rumah pendeta dan untuk kepentingan gerejawi, serta tanah Ex
Verponding No. 123 (sisa) tersebut dapat dilanjutkan pemrosesan konversinya
menjadi milik GPIB. Atas surat yang diajukan Penggugat tersebut maka
67
Tergugat II telah dua kali mengundang Tergugat I dalam rangka penyelesaian
penyerahan kembali Gedung Pastori kepada Penggugat akan tetapi Tergugat I
tidak datang sehingga tidak ada penyelesaian dan hingga saat itu Tergugat I
bersikeras menempati tanah dan Gedung Pastori tersebut.
Penggugat selain mengajukan permohonan kepada Pemerintah Daerah
Dati II Semarang (Tergugat II) untuk mengembalikan tanah dan Gedung
Pastori tersebut dan juga telah mengajukan permohonan dengan surat tanggal
3 September 1991 No. 202/MjTi-C3/I/91, agar dapat melanjutkan pemrosesan
menjadi hak milik GPIB terhadap bidang tanah (sisa) Ex Eigendom
Verponding No. 123 seluas ± 873 M2 yang ditangguhkan berdasarkan Surat
Bupati Kepala Daerah Tk.II Semarang tangal 31 Maret 1978, No. AG
210/B/2, permohoanan Penggugat diatas didasari sepengetahuan Penggugat
bahwa Gedung Pastori tersebut sudah tidak dipergunakan lagi oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten Semarang sejak tahun 1980.
Terhadap permohonan Penggugat diatas tersebut, kantor Pertanahan
Kabupaten Semarang dengan surat tanggal 19 Januari 1991 No.
500/1606/1991 menganjurkan Penggugat agar meminta rekomendasi dari
Pemerintah Daerah tentang tidak dipergunakan lagi Gedung pastori di tanah
Ex Eigendom Verponding No. 123 (sisa) seluas ± 873 M2 tersebut. Pada
tanggal 17 Juni 1993 atas permohonan Penggugat tersebut maka Bupati
Kepala Daerah Tk.II Kabupaten Semarang dengan suratnya No.593/04007
telah menyatakan bahwa Gedung Pastori yang berada diatas tanah (sisa) Ex
Eigendom Verponding No. 123 tersebut sejak tahun 1980 tidak dipergunakan
lagi oleh Pmerintah Daerah Tk. II Kabupaten Semarang.
68
Berdasarkan surat Bupati Kepala Daerah Tk. II Kabupaten Semarang
tersebut, Penggugat dengan surat tanggal 30 Juni 1993 No. 180/MjTi-
C3/VI/1993 telah mengajukan permohonan kepada Kantor Pertanahan
Kabupaten Semarang untuk melanjutkan proses konversi atas tanah (sisa) Ex
Eigendom Verponding No. 123 menjadi hak milik. Terhadap permohonan
Penggugat tersebut diperoleh jawaban terurai dalam suratnya tanggal 02
Agustu 1993, No. 500/1461/1993, bahwa Kantor Pertanahan Kabupaten
Semarang pada dasarnya dapat melaksanakan di prosesnya konversi atas tanah
(sisa) Ex Eigendom Verponding No. 123 kepada GPIB dengan mengajukan
permohonan sesuai PMDN No. 5 Tahun 1973, oleh karena masih ada
permasalahan yang perlu diselesaikan dengan penghuni (Tergugat I) yang saat
itu menempati bangunan yang berdiri diatas tanah (sisa) Ex Eigendom
Verponding No. 123 tersebut. Syarat-syarat yang ditentukan dan diatur dalam
PMDN No. 5 Tahun 1973 tersebut telah dipenuhi oleh Penggugat dengan
melengkapi surat-surat tersebut pada posita butir 2, sehingga menjadi kendala
untuk melanjutkannya pemrosesan adalah karena Tergugat I masih menghuni
Gedung Pastori yang terletak diatas diatas tanah (sisa) Ex Eigendom
Verponding No. 123 tersebut.
Bahwa oleh karena itu Penggugat selain dengan surat tanggal 30 Juli
1993 No. 205/MjTi-C3/VII/1993 yang meminta agar Tergugat I
mengosongkan Gedung Pastori dan tanah (sisa) Ex Eigendom Verponding No.
123, juga telah beberapa kali mendekati Tergugat I untuk diselesaikan secara
damai dan kekeluargaan tetapi tidak berhasil terakhir dengan Somasi tanggal
14 Maret Tahun 2000. Oleh karena hal tersebut maka Penggugat tidak
69
mempunuai jalan lain kecuali melalui jalur hukum dengan mengajukan
gugatan ke Pengadilan Negeri Ungaran terhadap Tergugat I dan Tergugat II.
Setelah dipaparkan bagaimana duduk perkara (kasus posisi) sengketa
diatas maka penulis akan memaparkan bagaimana proses sengketa anatara
GPIB melawan Istamar Sukiswo Raharso dan kawan-kawan, mulai dari proses
Pengadilan Tingkat Pertama, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali.
a) Putusan Pengadilan Tingkat Pertama
Terhadap sengketa GPIB melawan Istamar Sukiswo Raharso dan
kawan kawan sebagaimana sudah dipaparkan sebelumnya diatas, maka
diajukan gugatan kepada Pengadilan Tingkat Pertama oleh GPIB yang
diputuskan oleh Pengadilan Negeri Ungaran dengan Putusan Nomor:
37/Pdt.G/2000/PN.Ung. yang substansi dalam amar putusanya
menyatakan:72
2. Menyatakan menurut hukum bahwa Penggugat untuk
sebagai Badan Gereja Protestan Indonesia bagian Barat
dan sebagai Badan Hukum sesuai Surat Keputusan
Menteri Dalam Negeri tanggal 01 November 1975
Nomor: SK 22/DDA/1969/A/113, adalah yang berhak
dan mendapat prioritas atas tanah sisa tanah hak
eigendom No. 123 seluas ± 873 M2 dengan batas-batas:
UTARA: bekas eigendom 314/Palagan, SELATAN:
Jalan Raya Ambarawa- Magelang, TIMUR: tanah hak
milik GPIB Sertipak Hak Milik No. 307 dan BARAT :
Gedung Pemuda,- untuk dikonversi menjadi hak milik
GPIB termasuk gedung Pastori;
3. Menghukum Tergugat I atau siapa saja yang
mendapatkan hak dari padanya untuk mengosongkan
tanah sengketa (sisa) ex. Eigendom 123 seluas ± 873
M2 dengan batas-batas sebagaimana tersebut diatas
serta gedung Pastori yang terdapat diatasnya dan
72 Pengadilan Negeri Ungaran dengan Putusan Nomor: 37/Pdt.G/2000/PN.Ung, hlm. 78-
79.
70
menyerahkan kepada Penggugat dalam keadaan kosong
tanpa syarat apapun juga;
4. Memerintahkan Tergugat I untuk membongkar
bangunan tambahan atau apapun juga yang telah
ditambahkan oleh Tergugat I atas bangunan asal
tersebut dengan biaya Tergugat I sendiri;
5. Memerintahkan Tergugat II sebagai Bupati Kepala
Daerah Tk. II Kabupaten Semarang untuk melakukan
upaya paksa pengosongan tanah dan bangunan
sengketa;
6. Memerintahkan pula Tergugat II untuk membantu
penyelesaian pengkonversian atas tanah sengketa Ex
sisa Eigendom No. 123 seluas ± 873 M2 tersebut untuk
menjadi hak milik atas nama Penggugat;
Berikut pertimbangan hukum terhadap amar putusan tersebut, sesuai
dengan Majelis Hakim yang berpendapat bahwa terdapat substansi
persoalan dari perkara a quo yakni:
a) Status hukum dari tanah sengketa;
b) Siapa yang paling berhak mengajukan konversi;
c) Apakah perbuatan Tergugat I menguasai tanah sengketa
merupakan perbuatan melawan hukum atau tidak.
Terhadap status hukum dari tanah sengketa Majelis Hakim menimbang
berdasarkan alat bukti P.10 (Fotokopi Surat Keterangan Majelis Sinode
No. 4687 18/MS/XI/S.K tanggal 10 April 1978), P.11 (Fotokopi Surat
Mendagri/Dirjen Agraria No.Dph.6/ 765/ 6-78), P.16 (Fotokopi Surat
Bupati KDH. Tk.II Semarang kepada Sub. Direktorat Agraria Dati II
Semarang No.AG.210/7/Tanggal 31 Maret 1978), P.17 (Fotokopi Surat
Keterangan Sub. Direktorat Agraria Salatiga kepada Bupati KDH.Tk.II),
P.20 (Fotokopi Surat Kantor Agraria Semarang kepada pektorat Wilayah
Kab. Dati II Semarang No.549/2606/1985 tanggal 14 Agustus 1985)
71
dihubungkan keterangan saksi Edi Sukaryono, saksi M.Chorick, Saksi Hos
Sunaru, SH. Dihubungkan satu dengan yang lain dilihat persesuaianya,
maka terbukti menurut hukum tanah sengketa merupakan bagian dari
tanah Ex Eigendom Verponding No. 123 atas nama De Kerkeraad Der
Protestanche Gementee Te Ambarawa. Berdasarkan alat bukti P.1 sampai
dengan P.12 menurut Majelis Hakim dapat membuktikan bahwa De
Kerkeraad Der Protestanche Gementee Te Ambarawa termasuk dalam
bagian dari GPIB yang merupakan Badan Hukum dan dapat memiliki hak
milik. Maka berdasarkan hal tersebut secara mutatis, Majelis Hakim
berpendapat tanah Ex Eigendom Verponding No. 123 merupakan aset dari
Penggugat, yang dapat dikonversi menjadi hak milik sebagaimana ternyata
telah sebagian dari luas tanah tersebut yaitu ± 50 M2 telah menjadi hak
milik sesuai bukti P.14 berupa Sertipikat Hak Milik No. 308. Terhadap
pertimbangan tersebut maka menurut Majelis Hakim telah terbukti bahwa
status hukum tanah sengketa merupakan aset dari Gereja Protestan
Indonesia Barat yang masih dalam status hak eigendom atas nama De
Kekeraad der Protestansche Gemeente;
Menimbang, bahwa dari alat bukti T.1-10 sampai dengan T.1-45 hanya
membuktikan bahwa benar Tergugat I Istamar Sukiswo Raharso adalah
sebagai Penghuni dari rumah dan tanah sengketa tersebut. Menimbang
bahwa bukti T.1-49 jo T.1-50 berupa surat dari Balai Harta Peninggalan
Semarang yaitu berita acara penghadapan, dan surat kepada Kepala
Pertanahan Kabupaten Semarang, barulah merupakan bukti Penelusuran
atas riwayat tanah Ex Eigendom No. 123 yang tidak dapat dijadikan alat
72
bukti kepemilikan. Atas segala apa yang telah dipertimbangkan mengenai
status tanah sengketa, maka Majelis Hakim berpendapat telah terbukti
menurut hukum bahwa tanah dan bangunan sengketa merupakan sebagian
dari tanah Ex Eigendom Verponding No. 123 yang telah menjadi aset
Penggugat dan bangunan sengketa merupakan bangunan Pastori untuk
rumah tinggal Pendeta.
Kemudian mengenai siapa yang berhak mengajukan konversi maka
Majelis Hakim berpendapat berdasarkan pada alat bukti P.1 sampai
dengan P.16 dihubungkan P.26 serta saksi-saksi Penggugat sebagaimana
dihunbungkan dengan yang lainya dilihat persesuaianya, maka Penggugat
yang paling berhak mendapatkan hak untuk mengajukan konversi atas
tanah sengketa berdasarkan bukti P.26 yaitu berupa Surat Bupati Kepala
Daerah Tingkat II Semarang kepada Majelis Jemaat GPIB Salatiga No.
593/04007 tanggal 17 Juni 1993 yang menyatakan bahwa tanah tersebut
sudah tidak dipergunakan lagi oleh Pemerintah Kabupaten Semarang.
Menimbang bahwa dalam persidangan baik dari keterangan-
keterangan saksi, maupun surat-surat bukti yang diajukan, tidak pernah
ada ataupun terjadi jual beli, dan/atau menawarkan atas tanah dan
bangunan sengketa tersebut dari yang berhak kepada Tergugat I. Bahwa
berdasarkan bukti P.4 sampai dengan P.28 serta keterangan saksi-saksi
Penggugat bahwa, Penggugat pernah mengajukan permohonan konversi
serta atas tanah sengketa tersebut, namun tertunda karena masih dipakai
sebagai Kantor Urusan Perumahan. Menimbang bahwa berdasarkan
73
pertimbangan yang sudah dikemukakan maka Majelis Hakim berpendapat
Petitum 3 (tiga) dari gugatan Penggugat harus dikabulkan.
Mengenai pertimbangan Majelis Hakim terhadap apakah penguasaan
tanah dan bangunan sengketa oleh tergugat I merupakan perbuatan
melawan hukum atau tidak maka menimbang alat bukti T.1-10
dihubungkan dengan T.1-46 serta keterangan saksi-saksi Tergugat I,
dihubungkan satu dengan lainya dilihat persesuaianya, Terugat I telah
terbukti menghuni rumah/tanah sengaketa tersebut adalah berdasarkan
hukum sebagai penghuni bukan pemilik. Sehingga berdasarkan
pertimbangan tersebut maka petitum 4 (empat) haruslah ditolak.
Berdasarkan pertimbangan tersebut Majelis Hakim berpendapat bahwa
Penggugatlah satu-satunya yang berhak atas tanah dan bangunan sengketa
tersebut. Sehubungan pula dengan alat bukti P.16, P.20, dan P.26, maka
tanah dan bangunan sengketa tersebut haruslah dikembalikan kepada
pemiliknya yaitu Penggugat untuk dikonversikan menjadi hak milik.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka Majelis Hakim mengabulkan,
petitum 6 (enam) yaitu permohonan untuk dikosongkanya tanah (sisa) Ex
Eigendom Verponding No. 123 seluas ± 873 M2, petitum 7 (tujuh) yaitu
permohonan agar memerintahkan Tergugat I untuk membongkar kedua
bangunan rumah yang menempel pada dinding Gedung Pastori sebelah
timur dengan biaya Tergugat I sendiri, dan petitum 10 (sepuluh) yaitu
permohonan agar memerintahkan Terguat II memaksa Tergugat I
mengosongkan tanah dan rumah sengketa.
74
Terhadap surat penangguhan pemrosesan konversi (sisa) Ex Eigendom
Verponding No. 123 yang dikeluarkan Bupati Kepala Daerah Tk.II
Kabupaten Semarang tertanggal 31 Maret 1978 No.AG.210/3/2, telah
secara implisit dianulir dengan surat Bupati KDH Tk.II Kabupaten
Semarang No.593/04007 tertanggal 17 Juni 1993 maka petitum 9
menganai permohonan untuk mencabut surat penangguhan pemrosesan
konversi haruslah ditolak.
b) Putusan Tingkat Banding
Terhadap putusan Pengadilan Negeri Ungaran seperti yang telah
dipaparkan sebelumnya, dilakukan upaya banding oleh Tergugat I dan
Tergugat II/dalam putusan ini sebagai para Pembanding melawan
Penggugat/dalam putusan ini sebagai Terbanding ke Pengadilan Tinggi
Semarang, dan diputus dengan Putusan Nomor: 235/Pdt/2001/PT.Smg
yang substansi dari putusan tersebut adalah menerima permohonan
banding dan menguatkan Putusan Nomor: 37/Pdt.G/2000/PN.Ung.
Pertimbangan hukum hakim dalam putusan tersebut menimbang
bahwa permohonan banding yang diajukan oleh Tergugat I dan Tergugat
II harus diterima kaarena diajukan dalam tenggang waktu dan menurut
cara-cara serta syarat-syarat yang ditentukan Undang-Undang. Selanjutnya
menimbang bahwa setelah membaca dan mempelajari berkas perkara
turunan dari Pengadilan Negeri Ungaran terhadap Putusan Nomor:
37/Pdt.G/2000/PN.Ung. Majlis Hakim Pengadilan Tinggi berpendapat
bahwa pertimbangan hukum Majelis Hakim pertama sudah tepat dan benar
75
sehingga diambil alih menjadi pertimbangan hukum bagi Pengadilan
Tinggi sendiri.
c) Putusan Tingkat Kasasi
Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Semarang Putusan Nomor:
235/Pdt/2001/PT.Smg diajukan permohonan kasasi ke Makamah Agung
oleh Tergugat I/dalam putusan ini sebagai Pemohon Kasasi I dan Tergugat
II/dalam putusan ini sebagai Pemohon Kasasi II melawan Penguggat/
dalam putusan ini sebagai Termohon Kasasi.
Inti dari alasan-alasan Pemohon Kasasi I dan Pemohon Kasasi II dalam
mengajukan permohonan kasasi adalah:
a. Memori Kasasi Pemohon Kasasi I
1. Gugatan Kabur dan Telah mencampur 2 (dua) kewenangan
peradilan (Pengadilan Negeri dengan Pengadilan Tata
Usaha Negara)
2. Bahwa Judex Facti tidak memeberikan pertimbangan-
pertimbangan hukum terhadap eksepsi Pemohon Kasasi I
dan pada putusan akhirnya sama sekali tidak memutuskan
apakah eksepsi dari para pihak yang telah diajukan, ditolak
atau dikabulkan
3. Pemohon Kasasi I keberatan dengan putusan Majelis
Hakim yaitu mengabulkan petitum 9 yang isinya
memerintahkan Pemohon Kasasi II untuk mencabut surat
penangguhan pemrosesan Sertipikat Hak Milik No 307 dan
76
Sertipikat Hak Milik No. 308. Oleh karena Pemohon Kasasi
II dalam perkara ini adalah Pejabat Tata Usaha Negara
(selanjutnya disingkat TUN) dan surat-surat yang dibuatnya
merupakan Produk TUN harusnya hanya PTUN yang
berhak menilai dan membatalkanya.
4. Dalam hal Sertipikat Hak Milik No. 308 tercatat pemegang
haknya (pemilik) adalah Perkumpulan De Kerkeraad Der
Protestanche Gementee Te Ambarawa. Dengan demikian
bahwa pemilik atas nama Sertipikat Hak Milik No. 308
adalah Badan Hukum Perdata. Maka apabila benar bahwa
Termohon Kasasi bertindak mengurusi kekayaan milik
perkumpulan De Kerkeraad Der Protestanche Gementee Te
Ambarawa maka perlu dibuktikan apakah Termohon Kasasi
memiliki kuasa untuk melakukan perbuatan hukum
tersebut. Terhadap Judex Facti tidak pernah dibacakan
bahwa Termohon Kasasi mempunyai kuasa dari
perkumpulan De Kerkeraad Der Protestanche Gementee Te
Ambarawa untuk mengajukan gugatan atas kekayaan milik
De Kerkeraad Der Protestanche Gementee Te Ambarawa.
Dengan begitu maka Judex Facti telah melalaikan hukum
acara karena mengidahkan kualitas Termohon Kasasi yang
mengajukan gugatan tanpa disertai kuasa untuk itu dari
tanah milik perkumpulan De Kerkeraad Der Protestanche
Gementee Te Ambarawa.
77
5. Pada Putusan No. 37/Pdt.G/2000/PN. Ung dalam amar
putusanya angka 6 telah memberikan putusan yang juga
dikuatkan Pengadilan Tinggi bahwa “Memerintahkan
Tergugat II untuk membantu penyelesaian pengkonversian
atas tanah sengketa (sisa) Ex Eigendom Verponding No.
123 seluas ±873 M2 untuk menjadi Hak Milik atas nama
Penggugat (Termohon Kasasi)”. Terhadap putusan angka
tersebut ternyata tidak pernah ada dalam tuntutan
Termohon Kasasi saat menjadi Penggugat. Dengan
demikian maka benar bahwa Judex Facti telah
mengabulkan hal-hal yang tidak pernah dituntut.
6. Judex Facti telah melanggar ketentuan Konversi, bahwa
tanah Ex Eigendom adalah suatu status hak atas tanah pada
masa penjajahan Belanda. Untuk pengkonversian maka
yang berhak adalah pemiliknya. Oleh karena pemilik
semula hingga tahun 1980 tidak pernah mengajukan
konversi, maka tanah demikian ini statusnya adalah
menjadi tanah yang langsung dikuasai Negara. Terhadap
tanah yang dikuasai langsung oleh negara tidaklah mungkin
diajukan upaya pengkonversian (karena upaya konversi
sudah ditutup), dan yang mungkin adalah mengajukan
permohonan hak atas tanah dengan men mengganti rugi
kepada Negara.
78
7. Bahwa Judex Facti telah salah karena memutuskan bahwa
suatu hak milik atas tanah dapat diperoleh dengan secara
mutatis. Tidak ada yang menyangkal De Kerkeraad Der
Protestanche Gementee Te Ambarawa adalah bagian dari
GPIB, sebab memang ada Surat Keputusan dari Instansi
yang berwenang untuk itu. Tidak ada satu bukti apapun
yang dapat menerangkan secara tegas bahwa seluruh harta
kekayaan, baik harta bergerak maupun tidak bergerak milik
De Kerkeraad Der Protestanche Gementee Te Ambarawa
adalah milik dari GPIB.
8. Setidaknya harus ada pendaftaran sebagaimana amanat
peraturan pertanahan di Indonesia. Tidak secara otomatis
sebagaimana pendapat hakim Tingkat I (tidak ada dasar
hukumnya) yang menyatakan bahwa mutatis tanah Ex
Eigendom Verponding adalah asset GPIB.
b. Memori Kasasi Tergugat II
1. Pengadilan Negeri Ungaran dalam Putusan No.
37/Pdt.G/2000/PN.Ung telah melampaui batas wewenang
sebab Gugatan GPIB merupakan penggabungan 2 (dua)
perkara yang berbeda kewenangan mengadilinya. Disatu
pihak gugatan GPIB melawan Pemohon Kasasi I mengenai
perbuatan melawan hukum merupakan kewenangan
mengadili dari Pengadilan Negeri Ungaran. Dilain pihak
79
gugatan yang diajukan oleh GPIB melawan Pemohon
Kasasi II mengenai pencabutan Surat Penangguhan
pemrosesan Sertipikat Tanah (sisa) Ex Eigendom
Verponding No. 123 bukan kewenangan dari Pengadilan
Negeri Ungaran tapi kewenangan Pengadilan Tatata Usaha
Negara Kabupaten Semarang.
2. Bahwa putusan Judex Facti atas tuntutan yang
memerintahkan Pemohon Kasasi II untuk melakukan upaya
pengosongan tanah dan bangunan sengketa merupakan
pelanggaran ketentuan hukum acara sebab dalam
pertimbangan Judex Facti, petitum tersebut tidak pernah
dipertimbangakan baik dari alat ukti maupun keterangan
saksi-saksi dalam persidangan.
3. Terhadap gugatan Termohon Kasasi atas petitumnya tidak
pernah ada petitum yang menyatakan “ Memerintahkan
Pemohon Kasasi II untuk membantu penyelesaian
pengkonversian atas tanah sengketa (sisa) Ex Eigendom
Verponding No. 123 seluas ±873 M2 menjadi Hak Milik
atas nama Penggugat (Termohon Kasasi)”. Hal tersebut
telah melanggar Pasal 178 ayat (3) HIR. Oleh karena itu
putusan Judex Facti harus dibatalkan.
Terhadap alasan-alasan memori kasasi pihak Pemohon Kasasi I dan
Pemohon Kasasi II sebagaimana telah dipaparkan diatas maka dikeluarkan
Putusan Nomor: 19 K/Pdt/2003 yang isi putusan tersebut menolak
80
permohonan kasasi. Pertimbangan hukum terhadap Putusan Kasasi
tersebut yaitu:
1. Bahwa alasan kasasi terebut tidak dapat dibenarkan karena
Judex Facti tidak salah menerapkan hukum dengan
pertimbangan sebagai berikut:
a. Bahwa pertimbangan Judex Facti sudah tepat dan
benar, bahwa obyek sengketa adalah bagian dari
tanah Penggugat (GPIB) dan sudah tidak dipakai
lagi oleh Tergugat II selaku Kantor Urusan
Perumahan Kabupaten Dati II Semarang;
b. Bahwa oleh Penggugat (GPIB) telah diajukan
pengajuan konversi sebagai hak milik dan oleh
karena obyek sengketa adalah bagian dari tanah
yang telah dikuasai GPIB maka Penggugat (GPIB)
mendapat hak prioritas;
2. Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
diatas dan ternyata bahwa putusan Judex Facti dalam perkara
ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang,
maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi I
dan Pemohon Kasasi II tersebut, harus ditolak.
d) Putusan Peninjauan Kembali
Terhadap permohonan Kasasi tersebut juga dilakukan peninjauan
kembali ke Makamah Agung oleh Tergugat I (selanjutnya khusus dalam
putusan ini disebut Pemohon Peninjauan Kembali) melawan Penggugat
81
(selanjutnya khusus dalam putusan ini disebut Termohon Peninjauan
Kembali) dan Tergugat II (selanjutnya khusus dalam putusan ini disebut
Turut Termohon Peninjauan Kembali).
Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan-alasan
peninjauan kembali dengan alasan-alasan yang pokoknya adalah:
1. Bahwa putusan terdahulu yaitu putusan Makamah Agung Nomor:
19/K/PDT/2003 tertanggal 1 Juli 2008 jo putusan Pengadilan
Tinggi Jawa Tengah Nomor: 235/Pdt/2001/PT.Smg tertanggal 9
Agustus 2001 jo putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang
di Ungaran Nomor: 37/Pdt.G/2000/PN.Ung tertanggal 20
November 2000, terbukti senyatanya didasarkan pada suatu
kebohongan atau tipu muslihat setelah perkara diputus. Hal
tersebut didasarkan atas putusan Makamah Agung dalam perkara
peninjauan kembali Nomor: 378 PK/Pdt/ 2006 tertanggal 14
September 2007 yang menyatakan adanya kebohongan atau tipu
musilhat termuat dalam diktum putusan (halaman 23 dan 24).
2. Dengan dinyatakan bahwa penerbitan Sertipikat Hak Milik No.
307 dan Sertipikat Hak Milik No. 308 dilakukan secara melawan
hukum dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum, maka
tidak bisa dipergunakan lagi sebagai alat bukti termasuk dasar
pertimbangan Majelis dalam memutus perkara a quo Oleh karena
itu secara mutatis mutandis hak Pengggugat a quo mengajukan
permohon konversi sebagai hak milik, dan oleh karena obyek
sengketa adalah bagian dari tanah GPIB sebagaimana dinyatakan
82
dalam putusan kasasi Makamah Agung dalam perkara a quo, harus
dibatalkan dengan permohonan peninjauan kembali ini.
Terhadap alasan-alasan peninjauan kembali seperti diatas maka
dikeluarkanlah Putusan Nomor: 312 PK/PDT/2011 yang dalam putusanya
berisi menolak permohonan peninjauan kembali tersebut. Pertimbangan
Hukum terhadap putusan peninjauan kembali tersebut yaitu:
1. Bahwa tidak ternyata ada kekhilafan atau kekeliruan yang
nyata dalam putusan Judex Juris No. 19 K/Pdt/2003, karena
hal-hal yang relevan secara Yuridis telah dipertimbangkan
dengan benar, yaitu Penggugat berhak dan mendapat
prioritas atas tanah sisa hak Eigendom No. 123;
2. Bahwa poin ad. 2 sampai dengan ad. 4 alasan-alasan ini
tidak memenuhi syarat sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 67 Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 yang telah
diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan
perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 3 Tahun
2009;
Menimbang berdasarkan hal-hal yang dipertimbangkan diatas
Majelis Hakim berpendapat bahwa Pemohon Peninjauan Kembali oleh
Istamar Sukiswo Raharso tidak beralasan sehingga harus ditolak.
Dari proses hukum yang telah terjadi tersebut dapat dikatakan secara
hukum bahwa kasus tersebut telah memperoleh putusan yang berkekuatan
83
hukum tetap (inkracht van gewijsde) sejak diputuskan oleh tingkat kasasi dan
juga setelah diputuskan dalam putusan peninjauan kembali.
1.1.2. Putusan Makamah Agung Nomor: 378 PK/Pdt/2006
Beralih pada kasus sebelumnya, dalam kasus ini yang bersengketa
adalah antara Gereja Kristen Jawa Ambarawa yang dikuasakan kepada Sutopo
Seman (selanjutnya dalam kasus ini disebut sebagai Penggugat) melawan
Pemimpin Perkumpulan Vreest God Eert De Koning (selanjutnya dalam kasus
ini disebut sebagai Tergugat I), De Kerkeraad Der Protestanche Gementee Te
Ambarawa (selanjutnya dalam kasus ini disebut sebagai Tergugat II),
Pemimpin Majelis Jemaat Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB)
Tamansari Salatiga (selanjutnya dalam kasus ini disebut sebagai Tergugat III),
Pemimpin Majelis Sinode Greja Protestan Indonesia Bagian Barat
(selanjutnya dalam kasus ini disebut sebagai Tergugat IV), Pemerintah
Republik Indonesia Cq. Gubernur Kepala Daerah Tk. I Jawa Tengah Cq.
Bupati Kepala Daerah Tk.II Semarang (selanjutnya dalam kasus ini disebut
sebagai Turut Tergugat I) dan Pemerintah Republik Indonesia di Jakarta Cq.
Kepala Badan Pertanahan Nasional di Jakarta Cq. Kepala Kantor Badan
Pertanahan Nasional Wilayah Jawa Tengah di Semarang Cq. Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten Semarang (selanjutnya dalam kasus ini disebut sebagai
Turut Tergugat II).
Sengketa dalam perkara ini muncul atas dalil yang diajukan oleh
Penggugat bahwa penerbitan Sertipikat Hak Milik No. 307 atas nama Vreest
God Eert De Koning yang merupakan tanah hasil konversi dari Ex Eigendom
84
Verponding No. 1198 seluas ± 612 M2 (selanjutnya disebut sebagai Tanah
Sengketa I) dan penerbitan Sertipikat Hak Milik No. 308 atas nama De
Kerkeraad Der Protestanche Gementee Te Ambarawa yang merupakan tanah
hasil konversi sebagian dari Ex Eigendom Verponding No. 123 seluas ± 50 M2
(selanjutnya disebut sebagai Tanah Sengketa II) dari kedua Sertipikat tersebut
keduanya diklaim oleh tergugat III dan IV sebagai miliknya.
Penggugat mengaku sejak tahun 1948 telah menghuni, menempati dan
merawat sebagaimana mestinya bapak rumah yang baik terhadap Tanah
Sengketa I dan Tanah Sengketa II, maka Penggugat yang paling berhak untuk
memiliki Tanah Sengketa I dan Tanah Sengketa II yang merupakan tanah
bekas Eigendom Verponding. Bahwa diketahui Kewarganegaaraan Tergugat I
dan Tergugat II tidak jelas sehingga kepemilikan mereka terhadap tanah-tanah
di Indonesia tidak dibenarkan oleh hukum. Maka penerbitan Sertipikat Hak
Milik No. 307 tercatat pemegang Haknya adalah Tergugat I, Serta Sertipikat
Hak Milik No. 308 tercatat pemegang haknya adalah Tergugat II harus
dinyatakan Cacat Hukum. Dengan demikian menurut Penggugat pantas dan
patut apabila kedua Sertipikat tersebut dinyatakan tidak mempunyai kekuatan
pembuktian serta terhadap Tanah Sengketa I dan Tanah Sengketa II
dikembalikan statusnya menjadi Tanah Negara, sehingga yang paling berhak
mendapatkan hak atas Tanah Negara Tersebut adalah Penggugat.
Surat Ijin Perumahan (selanjutnya disingkat SIP) Nomor 24 A / Idz,
tanggal 19 Maret 1976 yang diterbitkan oleh turut tergugat I terhadap tanah
sengketa I dan tanah sengketa II, menurut Penggugat tanah bangunan tersebut
digunakan untuk Tempat Ibadah dengan ijin penghunian diberikan untuk
85
jangka waktu tidak terbatas. Sesuai ijin peruntukanya pada SIP tersebut,
hingga gugatan ini ada Penggugat masih tetap menggunakan tanah dan
bangunan sengketa sebagai tempat ibadah. Bahwa dilibatkanya Turut Tergugat
I dan Turut Tergugat II dalam perkara ini sekedar untuk dapat menghormati
dan patuh terhadap putusan ini nantinya, karena Turut Tergugat I yang
menerbitkan SIP dan Turut Tergugat II yang tentu tidak akan melepaskan diri
pada sengketa kepemilikan hak atas tanah yang ada dalam lingkup
wilayahnya. Penggugat mengaku bahwa keberadaan Tergugat III dan Tergugat
IV terhadap Tanah Sengketa I dan Tanah Sengketa II, dikarenakan
memperoleh ijin dari Penggugat untuk menumpang ibadah di Bangunan dan
tanah sengketa tersebut hingga mendapatkan tempat ibadah sendiri nantinya.
Akan tetapi tanpa sepengetahuan Pengguggat justru Tergugat III sendiri
mengaku bahwa bangunan dan tanah sengketa tersebut miliknya. Perlu
diketahui bahwa Tergugat IV mengaku Tanah Sengketa I dan Tanah Sengketa
II merupakan miliknya dikarenakan Tergugat I dan Tergugat II dulunya adalah
Gereja Pemerintah Belanda yang berkedudukan di Ambarawa dan setelah
merdeka perkumpulan tersebut dilebur menjadi GPIB berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Dalam Negeri/ Direktur Jendral Agraria No.
SK.22/DDA/1969 tanggal 14 Maret 1969 dan No. SK./DDA/1969/D/13 Tgl.
20 Maret 1978 sehingga berdasarkan bukti tersebut Tergugat I dan Tergugat II
merupakan bagian dari Tergugat IV.
Dari apa yang telah dipaparkan sebelumnya, maka Penggugat
berpendapat perbuatan Tergugat I dan Tergugat II dalam mendapatkan
Sertipikat Hak Milik No. 307 dan Sertipikat Hak Milik No. 308 telah
86
menghalangi Penggugat untuk mengajukan permohonan hak atas tanah
terhadap Tanah Sengketa I dan Tanah Sengketa II. Melihat identitas Tergugat
I dan Tergugat II yang tidak jelas maka perbuatan tersebut adalah Perbuatan
Melawan Hukum. Terhadap tindakan Tergugat III yang memaksa Penggugat
untuk mengakui dengan surat ancaman bahwa Tanah Sengketa I dan Tanah
Sengketa II adalah milik Tergugat III maka perbuatan tersebut merupakan
Perbuatan Melawan Hukum. Terhadap Tergugat IV yang mengaku bahwa
Tergugat I dan Tergugat II merupakan bagian dari Tergugat IV maka Tanah
Sengketa I dan Tanah Sengketa II adalah aset dari Tergugat IV, Penggugat
berpendapat bahwa alasan tersebut tidak berdasarkan alas hukum yang benar
sehingga menghalangi Penggugat untuk memperoleh hak atas tanah sengketa
tersebut maka perbuatan Tergugat IV merupakan Perbuatan Melawan Hukum.
Setelah dipaparkan bagaimana duduk perkara (kasus posisi) sengketa
diatas maka penulis akan memaparkan bagaimana proses sengketa anatara
GKJ melawan GPIB dan kawan kawan, mulai dari proses Pengadilan Tingkat
Pertama, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali.
a) Putusan Pengadilan Tingkat Pertama
Atas keberatan GKJ Ambarawa atas kasus posisi dan gugatan tersebut
yang telah diapaparkan diatas sebelumnya maka GKJ Ambarawa
mengajukan gugatan terhadap GPIB dan kawan-kawan ke Pengadilan
Negeri Ungaran. Atas gugatan tersebut maka dikeluarkan Putusan Nomor:
87
43/Pdt.G/2002/PN.Ung yang substansi dalam amar putusanya sebagai
berikut:73
2. Menyatakan penerbitan Sertifikat Hak Milik No. 307
Kelurahan Panjang, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten
Semarang atas nama “PERKUMPULAN VRESST GOD
EART DE KONING” dan Sertifikat Hak Milik No. 308
Kelurahan Panjang, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten
Semarang atas nama “DE KERKERAAD DER
PROTESTANCHE TE AMBARAWA” oleh Turut
Tergugat II telah dilakukan secara melawan hukum;
3. Menyatan Sertifikat Hak Milik No. 307 atas nama
“PERKUMPULAN VRESST GOD EART DE KONING"
Kelurahan Panjang, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten
Semarang dan Sertifikat Hak Milik No. 308 atas nama “DE
KERKERAAD DER PROTESTANCHE TE
AMBARAWA” Kelurahan Panjang, Kecamatan
Ambarawa, Kabupaten Semarang, tidak memepunyai
kekuatan hukum;
4.1 Tanah Eigendom Verp. No 1198 atas nama Wilhelmina V.
Gelder seluas ± 612 m2 dengan batas-batasnya sebagai
berikut:
Utara : dengan Komplek Museum Palagan Ambarawa;
Timur : dengan Komplek Museum Palagan Ambarawa;
tanah bekas Eig. Verp. Nomor : 123
Selatan : dengan Jl. Mgr. Sugiopranoto;
tanah bekas Eig. Verp. Nomor : 123
Barat : dengan yang ditempati Bp. Istamar Sukiswo
Raharso
1.2 Tanah Eigendom Verp. Nomor 123 atas nama Wilhelmina
V. Gelder seluas ± 123 m2 dengan batas-batasnya sebagai
berikut:
Utara : dengan tanah bekas Eigendom Verp. Nomor
1198;
Timur : dengan Komplek Museum Palagan Ambarawa;
Selatan : dengan Jl. Mgr. Sugiopranoto;
Barat : dengan tanah bekas Eigendom Verp. No. 1198;
adalah tanah-tanah negara.
5. Menyatakan menurut Hukum Pihak penggugat adalah satu-
satunya pihak yang dapat menguasai Tanah Sengketa I dan
Tanah Sengketa II;
6. Menyatakan segala bentuk keterangan dan persetujuan
Penggunaan Tanah Sengketa I dan Tanah Sengketa II yang
dikeluarkan Turut Tergugat II bagi Tergugat III dan
Tergugat IV, tidak mempunyai kekuatan hukum;
73 Putusan Pengadilan Negeri Ungaran Nomor: 43/Pdt.G/2002/PN.Ung, hlm 49-51.
88
Substansi pertimbangan hukum Majelis Hakim terhadap amar putusan
tersebut yaitu menimbang, terkait dengan Eksepsi tergugat tentang adanya
Diskwalifikasi in person dari gugatan maka Majelis Hakim berpendapat
sesuai dengan bukti yang diajukan Tergugat III dan Tergugat IV dimana
bukti pada surat tanda T.III.IV.18 dan No.9 serta T.III.IV.10 samapai
dengan T.III. IV.16, jelas bahwa tanah-tanah sengketa adalah atas nama
Tergugat I dan Tergugat II dan pengakuan Tergugat III dan Tergugat IV
bahwa Tergugat I dan Tergugat II adalah bagian Tergugat III dan Tergugat
IV oleh karenanya Eksepsi tersebut haruslah ditolak.
Kemudian menimbang, bahwa tanah-tanah sengketa adalah atas nama
Mevr Wilhelmina sebagai tanah bebas (bekas) eigendom Verponding
No.123 dan (bekas) eigendom Verponding No.1198, menurut ketentuan
konversi dari Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Pasal 1, dapat saja
dikonversi kalau memenuhi Pasal 21 dari Undang-Undang No.5 Tahun
1960, dalam arti hanya Warga Negara Indonesia yang dapat memiliki Hak
Milik. Sedangkan terbitnya Sertipikat Hak Milik atas tanah-tanah sengketa
jelas bukan atas nama Mevr Wilhelmina, yang sekarang tidak diketahui
keberadaanya ( af Wezieg hed), namun atas nama Tergugat I dan Tergugat
II ini berati tidak atas nama Pemilik Pertama (Mevr Wilhelmina), jika
dihubungkan dengan ketentuan pendaftaran tanah yaitu Peraturan
Pemerintah No. 10 Tahun 1961 sebagai ketentuan hukum waktu itu
khususnya pemberian Sertipikat baru, termasuk pergantian nama lama
menjadi nama baru, sebagaimana atas tanah-tanah sengketa, maka sesuai
dengan Pasal 22, dimana pemohon harus dapat menunjukkan Sertipikat
89
yang lama dan Pasal 33 ayat (3) tentang adanya Pengumuman, maka
penerbitan Sertipikat Hak Milik No. 307 dan Sertipikat Hak Milik No. 308
atas tanah-tanah sengketa tidak memenuhi Pasal 22 dan Pasal 33 Peraturan
Pemerintah No.10 Tahun 1961.
Karena penerbitan Sertipikat Hak Milik No.307 dan Sertipikat Hak
Milik No. 308 dilakukan secara melawan hukum maka Majelis Hakim
berpendapat terhadap tanah-tanah sengketa tersebut dinyatakan tidak
mempunyai kekuatan hukum. Menimbang oleh karena tidak berkekuatan
hukum sebagaimana dimakasud tersebut maka atas tanah sengketa harus
dinyatakan Pemiliknya dalam keadaan tidak hadir dan sesuai dengan
ketentuan konversi dari Undang-Undang No. 5 tahun 1960, maka atas
tanah-tanah sengketa ditetapkan sebagai Tanah Negara. Kemudian
menimbang, bahwa Turut Tergugat I yang telah mengeluarkan surat
keterangan sebagaimana bukti T III. IV No.14, dan telah diajukan
keberatan oleh Turut Tergugat II dengan bukti surat No. T III. IV.15, yang
kemudian diralat dengan bukti surat T III.IV.16 yang dikeluarkan Turut
Tergugat I, maka otomatis surat keterangan yang pernah dikeluarkan Turut
Tergugat II, dalam konversi tanah-tanah sengketa oleh Tergugat III dan IV
menjadi tidak mempunyai kekuatan hukum.
Selanjutnya, menimbang bahwa oleh karena secara nyata Penguasaan
dan Pengelolaan Gereja diatas tanah-tanah sengketa oleh Penggugat sejak
tahun 1948 tanpa terputus sampai dengan sekarang hal ini berdasarkan
pada keterangan saksi Pinujadi, Kasno, Istamar Sukiswo Raharso, Kamsidi
Hadi Mulyoto, Hardjo Dijoyo, maka Majelis Hakim sesuai dengan
90
kepatutan dan rasa keadilan, atas tanah-tanah sengketa dinyatakan kembali
menjadi Tanah Negara dan tetap dikuasai Penggugat serta sebagai pihak
yang diutamakan untuk mengajukan hak-hak diatas tanah sengketa.
b) Putusan Tingkat Banding
Terhadap putusan Pengadilan Negeri Ungaran tersebut telah dilakukan
banding ke Pengadilan Tinggi Semarang oleh pihak Tergugat III dan
Tegugat IV (selanjutnya khusus dalam sengketa ini disebut Pembanding)
melawan Penggugat (selanjutnya khusus dalam sengketa ini disebut
Terbanding) dan Tergugat I, Tergugat II,Turut Tergugat I, Turut Teergugat
II (selanjutnya khusus dalam sengketa ini disebut Turut Terbanding).
Atas banding yang diajukan oleh Pembanding maka dikeluarkan
putusan Nomor: 4/Pdt./2004/PT.Smg yang dalam amar putusanya berisi
menerima permohonan banding dan menguatkan putusan sebelumnya
yaitu putusan Nomor: 43/Pdt.G/2002/PN.Ung. Substansi pertimbangan
hukum atas amar putusan tersebut yaitu Pengadilan Tinggi berpendapat
bahwa pertimbangan hukum Majelis Hakim pada tingkat pertama sudah
tepat dan benar, oleh karena itu dapat disetujui dengan mengambil alih
pertimbangan hukum Majelis Hakim tingkat pertama untuk dijadikan
pertimbangan hukum Pengadilan Tinggi sebagai alasan dan pendapat
sendiri dalam memutus perkara ini dalam tingkat banding.
91
c) Putusan Tingkat Kasasi
Terhadap putusan Nomor: 4/Pdt./2004/PT.Smg diajukan permohonan
kasasi ke Makamah Agung oleh Terugat I, Tergugat II, Tergugat III,
Tergugat IV/dalam putusan ini sebagai para Pemohon Kasasi melawan
Penggugat/dalam putusan ini sebagai Termohon Kasasi dan Turut
Tergugat I, Turut Tergugat II/dalam putusan ini sebagai para Turut
Termohon Kasasi
Oleh karena alasan-alasan seperti yang pada pokoknya tertuang dalam
memori kasasi seperti berikut:
1. Permohonan Kasasi diajukan dikarenakan putusan Nomor:
4/Pdt./2004/PT.Smg yang menguatkan putusan Nomor:
43/Pdt.G/2002/PN. Ung. Amar putusan Nomor:
4/Pdt./2004/PT.Smg tersebut mengambil alih pertimbangan
hukum majelis hakim Tingkat Pertama sebagaimana
tersebut dalam halaman 49 sampai dengan 51 putusan
Pengadilan Negeri Ungaran.
2. Tergugat III dan Terggutat IV keberatan dengan putusan
Nomor: 4/Pdt./2004/PT.Smg sehingga mengajukan kasasi
okeh karena alasan Judex Facti salah dan keliru, tidak
melakukan peradilan seperti yang diharuskan oleh undang-
undang dalam menilai alat bukti yang diajukan di
persidangan.
92
3. Bahwa amar putusan Eksespsi yang menolak Eksepsi
Tergugat III dan Tergugat IV tidak disertai pertimbangan
atau argumentasi hukum yang mendukung karena Eksepsi
Tergugat III dan Tergugat IV mengenai 3 hal yaitu tentang
diskualifikasi in person/gemis ann hoedanigheid, tentang
tidak jelas atau kaburnya batas-batas sengketa, tentang
annhang heiding, tetapi yang dipertimbangkan dan diputus
Judex Facti hanya mengenai batas tanah sengketa.
4. Bahwa mengenai konvensi/pokok perkara putusan Judex
Facti tidak memberikan pertimbangan hukum yang cukup
dan salah menerapkan hukum pembuktian yang berlaku
untuk hukum acara sesuai dalam Pasal 178 (2 dan 3) HIR.
Terhadap alasan-alasan permohonan kasasi seperti diatas maka
dikeluarkan putusan Nomor: 230/K/Pdt./2005 oleh Makamah Agung yang
dalam amar putusan tersebut berisi menolak permohonan kasasi. Dengan
pertimbangan hukum sebagi berikut:
1. Mengenai alasan-alasan pengajuan kasasi seperti yang telah
penulis paparkan diatas yaitu mengenai alasan-alasan
angaka 1 dan 2 maka Majelis hakim berpendapat bahwa,
keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan. Pengadilan
Tinggi berwenang mengambil alih pertimbangan
Pengadilan Negeri yang dianggapnya telah tepat dan benar
menjadikannya sebagai pertimbangan sendiri.
93
2. Mengenai alasan-alasan pengajuan kasasi seperti yang telah
penulis paparkan diatas yaitu mengenai alasan-alasan
angaka 3 dan 4 maka Majelis hakim berpendapat bahwa,
keberatan tersebut tidak dapat diterima. Judex Facti tidak
salah menerapkan hukum, oleh karena keberatan-keberatan
yang diajukan mengenai penilaian hasil pembuktian yang
bersifat kenyataan maka, hal tersibut tidak dapat
dipertimbanhakan pada pemeriksaan tingkat kasasi.
d) Putusan Peninjauan Kembali
Terhadap putusan Nomor: 230/K/Pdt./2005 Tergugat III dan Tergugat
IV/dalam putusan ini sebagai para Pemohon Peninjauan Kembali yang
mengajukan peninjauan kembali ke Makamah Agung melawan
Penggugat/dalam putusan ini sebagai Termohon Peninjauan Kembali dan
Turut Tegugat I, Turut Tergugat II/dalam putusan ini sebagai para Turut
Termohon Peninjauan Kembali. Dalam mengajukan permohonan
Peninjaun Kembali adapun alasan para Pemohon Peninjauan Kembali
yaitu sebagai berikut:
1. Ditemukan bukti-bukti baru yang bersifat menentukan (novum)
sebagaimana ketentuan Pasal 67 huruf b Undang-Undang No
14 Tahun 1985. Novum sebagaimana dimaksud dalam
permohonan peninjauan kembali dalam sengketa ini yaitu
berupa bukti PPK III.IV.1, PPK.II.IV.2, PPK.III.IV.3,
PPK.III.IV.4, PPK.III.IV.5, dan PPK.III.IV. Penulis
memberikan substansi dari alasan Pemohon Peninjauan
94
Kembali adalah berdasarkan bukti tersebut Pemohon
berpendapat bahwa terbukti Welhelmina Van Gelder
sebagaimana tercantum dalam amar putusan Nomor:
230/K/Pdt./2005 butir 4.1 dan butir 4.2 tidak ada dalam daftar
kepemilikan tanah dimana Tanah sengketa I dan Tanah
sengketa II tersebut terletak. Justru berdasarkan tersebut
diibuktikan dengan Penetapan Pengadilan Negeri Kabupaten
Semarang tanggal 26 Juni 1995 No. 31/PDT.P/1994/PN.Ung,
tanah atas nama Welhelmina Van Gelder merupakan tanah ex
eigendom verponding No. 578 yang terletak di Kelurahan
Lodoyong, Kecamatan Ambarawa. Hal tersebut semakin
diperkuat dengan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT)
No. 485/1981, bersama lampiran gambar situasi yang berisikan
keterangan tentang data fisik dan yuridis tanah bekas eigendom
verponding No. 578 dari Welhelmina Van Gelder yang terletak
di Kelurahan Lodoyong, Kecamatan Ambarawa.
Kemudian Pemohon Peninjauan Kembali juga menemukan
bukti Surat Keterangan Pendaftara Tanah (SKPT), tanggal 27
April 2006 No. 77/2006 merupakan keterangan tentang data
fisik dan yuridis tanah ex eigendom verponding No. 578
terletak di Kelurahan Lodoyong, Kecamatan Ambarawa,
sekarang telah berSertipikat Hak Milik No. 1522 atas nama Edi
Suwarto, tanah ini diperoleh Edi Suwarto berdasarkan akta jual
beli tanggal 25 Januari 2006 No. 12/2006. Kemudian
95
ditemukan juga Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT)
tanggal 27 April 2006 No. 75/2006, yang berisikan keterangan
tentang data fisik dan yuridis tanah ex Eigendom Verponding
No. 123 atas nama De Kerkeraad Der Protestansche Gementee
di Ambarawa, diberi tanda PPK.II.IV.2 dan Surat Keterangan
Pendaftaran Tanah (SKPT) tanggal 27 April 2006 No.76/2006,
yang berisikan keterangan tentang data fisik dan yuridis tanah
ex Eigendom Verponding No. 1198 atas nama Perkumpulan
Vreest God Eart Den Koning di Ambarawa.
2. Dikabulkan hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut
oleh Termohon Peninjauan Kembali semula Penggugat/
Terbanding/ Termohon Kasasi (Pasal 67 huruf c Undang-
Undang No. 14 Tahun 1985) hal tersebut terbukti sebagai
berikut:
a. Mengabulkan apa yang tidak dituntut :
1. Bahwa Gugatan Termohon Peninjauan Kembali
semula Termohon Kasasi/Terbanding/Penggugat
asal, dalam posita gugatannya tidak mendalilkan
bahwa tanah sengketa 1, ex eigendom verponding
No. 1198 dan tanah sengketa 2, ex eigendom
verponding No. 123 tersebut adalah bekas tanah
milik Welhelmina Van Gelder. Demikian juga
dalam petitumnya, Termohon tidak menuntut agar
tanah ex eigendom veponding No. 1198 atas nama
Perkumpulan Vreest God Eard Den Koning dan
anah ex eigendom verponding No. 123 atas nama de
Kerkeraad Der Protestanche Gemeente, dinyatakan
menjadi atas nama Welhelmina Van Gelder; Bahwa
ternyata dalam amar putusan Judex Facti pada butir
4.1 dan butir 4.2 telah dicantumkan nama
Welhelmina Van Gelder pada Eigendom
Verponding 1198 dan 123 tersebut.
96
2. Bahwa selain itu juga, amar putusan Judex Facti
pada butir 7 yang berbunyi: “Menyatakan segala
bentuk keterangan dan persetujuan penggunaan
tanah sengketa 1 dan tanah sengketa 2 yang
dikeluarkan oleh Turut Tergugat II bagi Tergugat III
dan Tergugat IV tidak mempunyai kekuatan
hukum”; Adalah putusan yang telah mengabulkan
apa yang tidak dituntut oleh Termohon Peninjauan
Kembali,semula Termohon Kasasi/ Terbanding/
Pengggugat asal.
b. Mengabulkan lebih dari yang dituntut :
Bahwa dalam amar putusan butir 4.2 dinyatakan
bahwa luas tanah Tanah Eigendom Verponding No.
1198 ats nama Wilhelmina V. Gelder seluas ± 123
m², padahal yang dituntut oleh Termohon
Peninjauan Kembali semula Termohon
Kasasi/Terbanding/Penggugat asal, atas tanah
sengketa 2 adalah hanya ± 50 m², hal tersebut
bertentangan atau melanggar Pasal 178 ayah (3)
HIR yang berbunyi “ia dilarang menjatuhkan
putusan atas perkara yang tidak dituntut atau
memberikan lebih dari yang dituntut” dan
bertentangan dengan Jurisprudensi Mahkamah
Agung yakni putusan tanggal 26 Oktober 1994 No.
650 PK/Pdt/1994, yang membatalkan putusan
kasasi tanggal 28 Juli 1993, No. 2263 K/Pdt/1991.
c. Bahwa dari uraian di atas disimpulkan bahwa amar putusan
Judex Facti butir 4.1 dan butir 4.2, serta butir 7 tersebut
telah jelas terlihat melanggar dan bertentangan dengan
ketentuan dalam Pasal 178 (3) HIR dan Pasal 67 huruf c
Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 dan Jurisprudensi
Mahkamah Agung sehingga putusan demikian sudah
sepatutnya menurut hukum dibatalkan.
3. Terdapat suatu kekhilafan atau suatu kekeliruan yang nyata
(Pasal 67 huruf f Undang-Undang No. 14 Tahun 1985) hal
97
tersebut terbukti berdasarkan Surat bukti T-III-IV.11, yakni SK
Dirjen Agraria No. SK 22/DDA/1969/D/13, tanggal 20-3-1978, yang
isinya antara lain menunjuk Gereja Protestan di Indonesia
Bagian Barat yang diatur berdasarkan Staatsblad Tahun 1927
No. 155, 156 dan 532, jo staatblad Tahun 1948 o. 305, sebagai
Badan Hukum yang dapat memiliki tanah dengan hak milik
dan melihat Surat bukti T.III-IV-15, yakni surat kepala Sub
Direktorat Agraria Salatiga kepada Bupati Kepala Daerah Tk.
II Semarang di Ungaran, tanggal 21 Januari 1978, No.
184/PT/1978, yang menyatakan bahwa berdasarkan data yang
ada pada arsip tanah ex Eigendom Verp No. 123 an De
Kerkeraad Der Protestansche Gemeente te Ambarawa semula
seluas ± 2.075 m², kemudian pada tanggal 21 April 1920
dipecah seluas ± 612 m², dan dibalik nama kepada Veeniging
“Vreest God Eard Den Koning” dengan nama hak Eigendom
Verp No. 1198 ;
Melihat pada Surat bukti T.III-IV-6, surat Keterangan
Majelis Sinode GPIB yang menyatakan bahwa “:Vrees God
eerd Den koning adalah merupakan bagian dari “De Kerkeraad
Der Protestansche Gemeente” dan melihat Surat bukti T.III-7,
adalah Surat Dirjen Agraria tanggal 19 Juni 1978, No. Dph
6/765/6-78, yang memperkuat Surat Keterangan Majelis
Sinode GPIB (bukti T.III-6) menyangkut Vreest God Eard Den
Koning. Serta dengan melihat Surat bukti T.III-16, surat
98
Kepala Daerah Tk II Semarang yang isinya menyetujui
memberikan hak milik hasil konversi ex Eigendom Verp 1198
Veregining Vreest God Eerd Den koning te Ambarawa menjadi
milik Gereja Protestan Bagian Barat (GPIB).
Perlu diketahui dalam pengajuan alasan-alasan peninjauan kembali
tersebut masih ada alasan No. 4 (empat) sampai dengan No.13 (tiga belas)
yang belum di paparkan oleh penulis dikarenakan hanya alasan-alasan para
Pemohon Peninjauan Kembali nomor 1 (satu) sampai dengan nomor 3
(tiga) yang menurut penulis penting dan alasan tersebut yang nantinya
akan dibahas dan diberikan pertimbangan hukum oleh Majelis Hakim.
Sehingga penulis tidak memaparkan secara keseluruhanya. Dan atas
alasan-alasan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud maka Makamah
Agung dalam perkara peninjauan kembali Putusan Nomor: 378
PK/Pdt./2006 menyatakan:74
2. Menyatakan penerbitan Sertipikat Hak Milik No. 307,
Kelurahan Panjang, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten
Semarang atas nama “Perkumpulan Vrees God Eart De
Koning” dan Sertipikat Hak Milik No. 308, Kelurahan
Panjang, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang atas
nama “De Kerkeraad Der Protestansche Gementee Te
Ambarawa” oleh Turut Tergugat II telah dilakukan secara
melawan hukum;
3. Menyatakan Sertipikat Hak Milik No. 307 atas nama
“Perkumpulan Vreest God Eart De Koning” Kelurahan
Panjang, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang dan
Sertipikat Hak Milik No. 308 atas nama “De Kerkeraad
DerProtestansche Gementee Te Ambarawa” Kelurahan
Panjang, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang
tidak mempunyai kekuatan hukum;
4.1 Tanah Eigendom Verp. No. 1198 atas nama Perkumpulan
Vreest God Eart De Koning, seluas ± 612 m² dengan batas-
74 Putusan Makamah AgungNomor: 378/PK/Pdt./2006, hlm. 23-24.
99
batasnya sebagai berikut Utara : dengan komplek Museum
Palagan Ambarawa;
Timur : dengan Komplek Museum Palagan Ambarawa;
tanah bekas Eig.Verp. Nomor 123;
Selatan : dengan Jl. Mgr. Sugiopranoto;
tanah bekas Eig.Verp. Nomor 123;
Barat : dengan tanah yang ditempati Bp. Istamara ;
4.2 Tanah Eigendom Verp. Nomor 123 atas nama Wilhelmina
De Kerkeraad Der Protestansche Gementhee Te
Ambarawa, seluas ± 50 m² dengan batas-batas sebagai
berikut:
Utara : dengan tanah bekas Eigendom Verp. Nomor 1198;
Timur : dengan komplek Museum Palagan Ambarawa;
Selatan : dengan Jl. Mgr. Sugiopranoto;
Barat : dengan tanah bekas Eigendom Verp. No. 1198;
Adalah tanah-tanah negara;
5. Menyatakan tindakan Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III
dan Tergugat IV menguasai tanah sengketa 1 dan tanah
sengketa 2 sebagaimana Posita 4 adalah “Perbuatan
Melawan Hukum”;
6. Menyatakan menurut hukum pihak Penggugat adalah salah
satu pihak yang dapat menguasai tanah sengketa 1 dan
tanah sengketa 2 sebagaimana Posita 4;
7. Menyatakan segala bentuk keterangan dan persetujuan
penggunaan tanah sengketa 1 dan tanah sengketa 2 yang
dikeluarkan turut Tergugat II bagi Tergugat III dan
Tergugat IV, tidak mempunyai kekuatan hukum;
8. Memerintahkan kepada turut Tergugat I dan turut Tergugat
II untuk tunduk,patuh serta hormat pada putusan ini;
Majelis Hakim memberikan pertimbangan hukum substansi dari
pertimbangan hukum tersebut yaitu bahwa pada alasan pemohon penijauan
kembali yaitu:
a. Terhadap Alasan Para Pemohon Penijauan Kembali Nomor 1
(Satu),Tentang Adanya Bukti Baru (Novum).
Seperti yang dikemukakan oleh Pemohon Peninjauan Kembali
Berupa Riwayat Pemilikan Tanah Sertipikat Hak Milik No. 307 dan
Sertipikat Hak Milik No. 308 (bukti Pemohon Peninjauan Kembali IV-
1), Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (bukti Pemohon Peninjauan
100
Kembali IV-2 (dua), 3 (tiga) dan 4 (empat) ), bukti-bukti tersebut
selain tidak bersifat menentukan, juga dibuat atau diterbitkan setelah
putusan Mahkamah Agung dijatuhkan, yaitu setelah tanggal 7
September 2005, bukti Permohonan Peninjauan Kembali III-IV-1
sampai dengan 4 dibuat pada tahun 2006, sedangkan terhadap bukti
P,PK-III-IV-4 dan 5 tersebut tidak ada keterkaitan dengan tanah
sengketa, karena tidak ada penyebutan tanah sengketa baik Eigendom
Verponding No. 1198 maupun Eigendom Verponding No. 123.
b. Terhadap Alasan Para Pemohon Peninjauan Kembali Nomor 3
(Tiga) Tentang Adanya Kekhilafan Hakim Atau Kekeliruan Yang
Nyata Dalam Putusan A Quo,
Mahkamah Agung berpendapat tidak ternyata terdapat kekhilafan
Hakim atau kekeliruan nyata dari Judex Facti dan judex juris. Alasan
tersebut hanya merupakan perbedaan pendapat belaka antara Pemohon
Peninjauan Kembali dengan Judex Facti maupun judex juris. Bahwa
oleh karenanya asalan Pemohon Peninjauan Kembali ad. 1 dan ad. 2
tidak termasuk dalam salah satu alasan Peninjauan Kembali
sebagaimana dimaksud Pasal 67 huruf a sampai dengan huruf f,
Undang-Undang No.14 Tahun 1985 jo Undang- Undang No. 5 Tahun
2004.
c. Terhadap Alasan Pemohon Peninjauan Kembali Nomor 2 (Dua)
Tentang Dikabulkan Hal Yang Tidak Dituntut Atau Lebih Dari
Yang Dituntut Oleh Termohon Peninjauan Kembali.
101
Bahwa alasan ini dapat dibenarkan, oleh karena Judex Facti dan
judex juris telah mengabulkan apa yang tidak dituntut atau melebihi
dari yang dimohon, namun hal tersebut hanya merupakan kesalahan
dalam amar putusan saja, yang seharusnya Judex Facti (Pengadilan
Negeri dalam amar putusan No. 4.1 tertulis tanah bekas Eigendom
Verp No. 1198 atas nama Perkumpulan Vreest God Eart De Koning,
namun dalam amar putusan No. 4.1 tersebut tertulis tanah Eigendom
Verp No. 1198 an Wilhelmina Van Gelder, begitu juga Judex Facti
atau Pengadilan Negeri dalam amar putusan No. 4.2 yang seharusnya
tertulis tanah bekas Eigendom Verp. No. 123 a.n De Kerkeraad Der
Protestansche Gementhee Te Ambarawa seluas 50 M², namun dalam
amar putusan tersebut tertulis tanah Eigendom Verp No. 123 a.n
Wilhelmina Van Gelder seluas 123 M².
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas
dengan tidak perlu mempertimbangkan alasan-alasan peninjauan
kembali lainnya. Menurut Mahkamah Agung terdapat cukup alasan
untuk mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan
oleh para Pemohon Peninjauan Kembali : Pemimpin Majelis Jemaat
Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) Taman Sari Salatiga
dan kawan, dan membatalkan putusan Mahkamah Agung No. 230
K/PDT/.2005, tanggal 7 September 2005.
Setelah penulis memaparkan semua duduk perkara masing-masing dalam
sengketa putusan Makamah Agung Nomor: 312 PK/PDT/2011 dan sengketa
putusan Makamah Agung Nomor: 378 PK/Pdt/2006, mulai dari Pengadilan
102
Tingkat Pertama, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali maka dapat
ditemukan adanya isu hukum dalam hasil penelitian ini yaitu adanya kontradiktif
anatara putusan Makamah Agung Nomor: 312 PK/PDT/2011 dengan sengketa
putusan Makamah Agung Nomor: 378 PK/Pdt/2006.
Dengan membaca secara keseluruhan maka dapat ditemukan kontradiktif
kedua kasus sengketa tersebut yaitu dengan dinyatakan bahwa kepemilikan
Sertipikat Hak Milik No. 308 dilakukan secara melawan hukum dan terhadap
sertipikat tersebut tidak memiliki kekuatan hukum lagi, maka dasar perolehan
tanah (sisa) Ex Eigendom Verponding No.123 seluas ± 873 M2 secara tidak
langsung telah digugurkan. Karena Sertipikat Hak Milik No. 308 merupakan dasar
bukti GPIB dalam mengklaim bahwa GPIB merupakan pemilik atas (sisa) Ex
Eigendom Verponding No.123 seluas ± 873 M2 dan hal tersebut juga merupakan
pertimbangan hakim dalam memberikan keputusan atas (sisa) Ex Eigendom
Verponding No.123 seluas ± 873 M2.
Terkait dengan apa yang telah dipaparkan sebelumnya maka, untuk
memudahkan pembaca dalam memahami inti dari sengketa Putusan Makamah
Agung Nomor: 312 PK/PDT/2011 dan Sengketa Putusan Makamah Agung
Nomor: 378 PK/Pdt/2006 penulis membuat tabel seperti berikut:
3.1.3. Tabel Putusan Sengketa Terkait Kepemilikan (sisa) Ex
Eigendom Verponding No. 123 seluas ± 873 M2
No Tingkat
Putusan
Putusan Makamah Agung
Nomor: 312
PK/PDT/2011
Putusan Makamah Agung
Nomor: 378 PK/Pdt/2006
1. Pengadilan
Tingkat
Pertama
Pengggugat berhak atas
kepemikan dan mendapat
prioritas untuk
Menyatakan penerbitan
Sertipikat Hak Milik No. 307
dan No. 308 dilakukan secara
103
melanjutkan konversi atas
tanah (sisa) Ex Eigendom
Verponding No. 123
seluas ± 873 M2 oleh
karena tanah tersebut
merupakan bagian dari
Sertipikat Hak Milik No.
308.
melawan hukum dan terhadap
sertipikat tersebut dinyatakan
tidak mempunyai kekuatan
hukum. Terhadap tanah-tanah
Eigendom Verp. No 1198 dan
Tanah Eigendom Verp. Nomor
123 merupakan tanah dinyatakan
sebagai tanah negara.
2. Putusan
Tingkat
Banding
Mengambil alih segala
pertimbangan hukum
Majelis Hakim pada
Pengadilan Tingkat
Pertama untuk dijadikan
pertimbangan hukum
Putusan Tingkat Banding
Mengambil alih segala
pertimbangan hukum Majelis
Hakim pada Pengadilan Tingkat
Pertama untuk dijadikan
pertimbangan hukum Putusan
Tingkat Banding
3 Putusan
Tingkat
Kasasi
Menolak permohonan
kasasi karena, Judex Facti
tidak salah menerapkan
hukum dan putusan Judex
Facti dalam perkara ini
tidak bertentangan dengan
hukum dan/atau undang-
undang
Menolak permohonan kasasi
karena, Pengadilan Tinggi
berwenang mengambil alih
pertimbangan Pengadilan
Negeri, Judex Facti tidak salah
menerapkan hukum,
4 Putusan
Peninjauan
Kembali
Menolak permohonan
peninjauan kembali
tersebut karena, tidak
ternyata ada kekhilafan
atau kekeliruan yang
nyata dalam putusan
Judex Juris Nomor: 19
K/Pdt/2003, dan tentang
adanya kontradiktif
putusan Makamah Agung
Nomor: 378 PK/Pdt/2006
dengan putusan Nomor:
19 K/Pdt/2003 tidak
memenuhi syarat
sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 67
Undang-Undang No. 14
Tahun 1985 yang telah
diubah dengan Undang-
Undang No. 5 Tahun 2004
dan perubahan kedua
dengan Undang-Undang
No. 3 Tahun 2009;
Tidak terbuki terdapat
kekhilafan Hakim atau
kekeliruan dari Judex Facti dan
judex Juris. Judex Facti dan
judex juris telah mengabulkan
apa yang tidak dituntut atau
melebihi dari yang dimohon,
namun hal tersebut hanya
merupakan kesalahan dalam
amar putusan saja, yang
seharusnya Judex Facti
(Pengadilan Negeri dalam amar
putusan No. 4.1 tertulis tanah
bekas Eigendom Verp No. 1198
atas nama Perkumpulan Vreest
God Eart De Koning seluas ±
612 M² , namun dalam amar
putusan No. 4.1 tersebut tertulis
tanah Eigendom Verp No. 1198
an Wilhelmina Van Gelder,
begitu juga Judex Facti atau
Pengadilan Negeri dalam amar
putusan No. 4.2 yang seharusnya
tertulis tanah bekas Eigendom
104
Verp. No. 123 a.n De Kerkeraad
Der Protestansche Gementhee
Te Ambarawa seluas ± 50 M²,
namun dalam amar putusan
tersebut tertulis tanah Eigendom
Verp No. 123 a.n Wilhelmina
Van Gelder seluas 123 M².
Untuk menjawab apakah GPIB tetap berhak terhadap kepemilikan (sisa)
Ex Eigendom Verponding No. 123 seluas ± 873 M2 meskipun Majelis Hakim
dalam putusan Makamah Agung Nomor: 378 PK/Pdt/2006 menyatakan bahwa
kepemilikan Sertipikat Hak Milik No. 308 dilakukan secara melawan hukum dan
menetapkan sertipikat tersebut tidak memiliki kekuatan hukum lagi. Maka hal
tersebut selanjutnya akan penulis bahas dan analisis secara hukum dalam (Sub
Bab 3.2. Anilisis)
3.2. Analisis
Sesuai yang telah dipaparkan dalam hasil penelitian maka penulis akan
menganalisis mengenai berhak atau tidaknya GPIB terhadap kepemilikan (sisa)
Ex Eigendom Verponding No. 123 seluas ± 873 M2. Untuk menjawab
permasalahan tersebut, penulis melihat dari beberapa point pembahasan yaitu:
1. Terhadap adanya perbuatan melawan hukum penerbitan,
kepemilikan dan perolehan Sertipikat Hak Milik No. 307 dan
Sertipikat Hak Milik No. 308.
2. Terhadap putusan yang menyatakan GPIB berhak untuk
melanjutkan konversi tanah (sisa) Ex Eigendom Verponding No.
123 seluas ± 873 m2 menjadi hak milik.
105
Berikut penulis akan menganalisis kedua point tersebut dalam masing-
masing pokok pebahasan yang selanjutnya diberikan konklusi dari 2 (dua) point
analisis tersebut.
3.2.1 Terhadap Adanya Perbuatan Melawan Hukum Atas Penerbitan,
Kepemilkan, dan Perolehan Sertipikat Hak Milik No. 307 dan
Sertipikat Hak Milik No. 308
Terhadap adanya perbuatan melawan hukum atas penerbitan,
kepemilikan, dan perolehan Sertipikat Hak Milik No. 307 dan Sertipikat
Hak Milik No. 308, penulis menganalisinya atas dasar amar putusan
Makamah Agung Nomor: 378 PK/Pdt/2006 yaitu khusus pada amar
putusan sebagai berikut:
Angka 2 (dua) : Penerbitan sertipikat Sertipikat Hak Milik No. 307
dan Sertipikat Hak Milik No. 308 yang dilakukan
oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Semarang,
telah dilakukan secara melawan hukum.
Angka 5 (lima) : dinyatakan bahwa tindakan Vrees God Eart De
Koning, De Kerkeraad Der Protestansche
Gementee Te Ambarawa, dan pihak GPIB dalam
penguasaan tanah-tanah sengketa merupakan
perbuatan melawan hukum.
Terhadap amar-amar putusan tersebut yaitu angka 2 (dua) dan 5 (lima)
disayangkan pertimbangan hakim mengenai adanya perbuatan melawan
hukum baik oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Semarang dan Vrees God
106
Eart De Koning, De Kerkeraad Der Protestansche Gementee Te
Ambarawa, dan GPIB tidak di paparkan secara jelas. Untuk itu berikut
analisis penulis tentang adanya perbuatan melawan hukum sebagaimana
dimaksud tersebut.
Mengenai yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum, dapat
dilihat dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan:
Tiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian
pada orang lain, mewajibkan orang yang bersalah
menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Berdasarkan rumusan pasal tersebut dapat diketahui bahwa suatu
perbuatan dikatakan melawan hukum apabila memenuhi empat unsur
yaitu:75
a) Perbuatan itu harus melawan hukum (onrechmatig)
b) Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian;
c) Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan;
d) Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada
hubungan kausal.
Terhadap unsur-unsur perbutan melawan hukum tersebut, penulis akan
memparkan unsur-unsur perbuatan melawan hukum apa saja yang
terpenuhi terhadap penerbitan, kepemilikan, dan perolehan Sertipikat Hak
Milik No. 307 dan Sertipikat Hak Milik No. 308 dan .
75 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1990, hlm. 252.
107
a) Perbuatan Itu Harus Melawan Hukum (Onrechmatig)
Sebelum adanya putusan Makamah Agung Belanda tahun 1919
perbuatan melawan hukum diartikan sebagai “suatu perbuatan yang
melanggar hak orang lain atau jika orang berbuat bertentangan dengan
kewajibanya sendiri” dalam rumusan tersebut yang perlu dipertimbangkan
hanya hak dan kewajiban hukum berdasarkan undang-undang. Hal
tersebut merupakan tafsiran sempit. Sedangkan dalam arti luas yaitu
“bertentangan dengan kesusilaan atau sikap berhati-hati sebagaimana
patutnya dalam lalu lintas masyarakat”. Baik dalam arti sempit atau luas
maka, penulis membaginya dalam berbagai unsur melawan hukum yaitu:
1. Perbuatan yang melanggar undang – undang yang berlaku;
2. Melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum;
3. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si
pelaku;
4. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan atau
kepatutan (goede zedeen)
5. Sikap berhati-hati sebagaimana patutnya dalam masyarakat.
Dalam kaitanya dengan perbuatan melwan hukum terhadap penerbitan
dan penguasaan tanah-tanah Sertipikat Hak Milik No. 307 dan Sertipikat
Hak Milik No. 308 penulis menemukan adanya unsur “melawan hukum”
baik dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Semarang, Vrees God
Eart De Koning, De Kerkeraad Der Protestanche Gementee Te Ambarawa,
dan GPIB.
108
Unsur “melawan hukum” yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan
Kabupaten Semarang, Vrees God Eart De Koning, De Kerkeraad Der
Protestansche Gementee Te Ambarawa salah satunya adalah melawan
undang-undang. Perbuatan melawan undang-undang tersebut yaitu terkait
“tidak terpenuhinya subyek hukum pemegang hak milik” atas penerbitan
dan kepemilikan Sertipikat Hak Milik No. 307 dan Sertipikat Hak Milik
No. 308. Berikut adalah analisis penulis mengenai ketentuan sebagai
subyek hukum pemegang hak milik terhadap Sertipikat Hak Milik No. 307
dan Sertipikat Hak Milik No. 308, yang nantinya akan dikaitkan dengan
adanya perbuatan melawan hukum penerbitan dan kepemilikan tanah
Sertipikat Hak Milik No. 307 dan Sertipikat Hak Milik No. 308.
Penulis berpendapat, meskipun secara fakta GPIB yang memperoleh
Sertipikat Hak Milik No. 307 dan Sertipikat Hak Milik No. 308 tetapi
secara de jure yang melakukan pengkonversian adalah sesuai atas nama
badan hukum Gereja pemerintah Belanda yaitu terhadap Sertipikat Hak
Milik No. 307 atas nama “Vrees God Eart De Koning” dan Sertipikat Hak
Milik No. 308 atas nama “De Kerkeraad Der Protestanche Gementee Te
Ambarawa”. Dari pernyataan tersebut, maka perlu dianalisis apakah Vrees
God Eart De Koning dan De Kerkeraad Der Protestanche Gementee Te
Ambarawa memenuhi ketentuan sebagai subyek hukum pemegang hak
milik atau tidak.
Menjawab permasalahan tersebut maka perlu dilihat status tanah
tersebut sebelum menentukan ketentuan syarat pemegang hak milik. Oleh
109
karena tanah tersebut merupakan tanah eigendom, maka melihat pada
Ketentuan Konversi Pasal 1 ayat (1) dinyatakan :
Hak eigendom atas tanah yang ada pada mulai berlakunya
Undang-undang ini sejak saat tersebut menjadi hak milik,
kecuali jika yang mempunyai tidak memenuhi syarat
sebagai yang tersebut dalam pasal 21.
Sesuai dengan amanat pasal tersebut diatas, maka mengacu Pasal 21
UUPA yang menyatakan:
(1) Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hak
milik.
(2) Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang
dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.
Oleh karena sesuai dengan pernyataan GPIB pada kasus posisi yang
telah dipaparkan dalam (Sub bab 3.1.2. Putusan Makamah Agung Nomor:
378 PK/Pdt/2006) yang menyatakan bahwa Vrees God Eart De Koning
dan De Kerkeraad Der Protestanche Gementee Te Ambarawa dulunya
merupakan badan hukum gereja pemerintah Belanda, maka Penulis
selanjutnya akan fokus pada ketentuan Pasal 21 ayat (2) UUPA. Badan-
badan hukum sebagaimana dimaksud Pasal 21 ayat (2) UUPA secara
khusus ditunjuk dalam Pasal 1 PP No. 38 Tahun 1963.
Oleh karena yang menjadi pembahasan adalah subyek hukum yaitu
badan hukum gereja, maka penulis mengacu pada ketentuan badan hukum
keagamaan dalam Pasal 1 PP No. 38 Tahun 1963 huruf c yang
menyatakan bahwa terhadap badan-badan keagamaan sebagaimana
dimaksud harus ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria. Untuk mendapat
pengakuan secara hukum atas pemilikan hak atas tanah, maka hal itu akan
ditetapkan dengan keputusan oleh Menteri Dalam Negeri, sekarang Kepala
110
Badan Pertanahan Nasional (BPN), setelah mendapat rekomendasi dari
Menteri Agama. Adapun syarat yang harus dipenuhi lainya juga yaitu
terhadap badan hukum tersebut diharuskan menggunakan tanahnya untuk
kepentingan yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha
keagamaanya.
Terkait dengan perkumpulan-perkumpulan sebagaimana dimaksud
diatas yang merupakan badan hukum asing (gereja pemerintah Belanda),
terbukti bahwa badan hukum asing tersebut tidak mempunyai dasar hukum
sebagai badan hukum keagamaan yang ditunjuk Menteri
Pertanian/Agraria, dan meskipun menggunakan tanahnya sepanjang untuk
kepentingan keagamaan, terhadap badan hukum asing tetap tidak boleh
diberikan hak milik.
Selain tidak ada satu dasar hukumpun yang memberikan hak milik
kepada badan hukum asing, pemberian hak milik kepada badan hukum
asing akan bertentangan dengan prinsip Nasionalitas maka tidak mungkin
badan hukum asing akan diberikan hak milik. Oleh karena itu untuk badan
hukum asing yang perwakilanya di Indonesia hanya dapat diberikan Hak
Pakai sesuai dalam Pasal 42 UUPA dan Hak Sewa sesuai dengan Pasal 7
ayat 1 UU No. 16 Tahun 1985.
Maka dengan pemaparan mengenai ketentuan subyek hukum
pemegang hak milik diatas berikut unsur melawan hukum yang terpenuhi
oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Semarang dan Vrees God Eart De
Koning dan De Kerkeraad Der Protestanche Gementee Te Ambarawa:
111
1. Kantor Pertanahan Kabupaten Semarang
Dalam menerbitkan Sertipikat Hak Milik No. 307 dan
Sertipikat Hak Milik No. 308 telah tidak sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan atau “melawan undang-undang” mengenai
ketentuan pemegang subyek hak milik dalam Pasal 1 ayat (1)
Ketentuan Konversi UUPA jo Pasal 21 ayat (2) UUPA jo Pasal 1
huruf c PP No. 38 Tahun 1963. Keputusan pemberian sertipikat
oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Semarang tersebut
bertentangan dengan kewajiban hukumnya sebagai pihak yang
mewakili negara dalam penerbitan sertipikat yang menjamin
pemberian sertipikat harus sesuai ketentuan undang-undang.
Dengan penjelasan tersebut maka unusr “melawan hukum” yang
terpenuhi dalam hal ini adalah adanya perbuatan melawan undang-
undang Pasal 1 ayat (1) Ketentuan Konversi UUPA jo Pasal 21
ayat (2) UUPA jo Pasal 1 huruf c PP No. 38 Tahun 1963 dan
adanya perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum
pelaku (Kantor Kantor Pertanahan Kabupaten Semarang)
2. Vrees God Eart De Koning dan De Kerkeraad Der Protestanche
Gementee Te Ambarawa
Sebelum masuk dalam analisis terhadap ketentuan subyek
hukum pemegang hak milik, perlu disampaikan oleh penulis bahwa
terhadap amar putusan angka 5 (lima) Makamah Agung Nomor:
378 PK/Pdt/2006 tentang adanya perbuatan melawan hukum oleh
112
Vrees God Eart De Koning dan De Kerkeraad Der Protestansche
Gementee Te Ambarawa dalam “penguasaan” tanah sengketa yaitu
penguasaan tanah-tanah dengan Sertipikat Hak Milik No. 307 dan
Sertipikat Hak Milik No. 308 penulis tidak sependapat. Dengan
memaparan mengenai subyek pemegang hak milik maka penulis
berpendapat bahwa Vrees God Eart De Koning dan De Kerkeraad
Der Protestansche Gementee Te Ambarawa merupakan pemilik
tanah Sertipikat Hak Milik No. 307 dan Sertipikat Hak Milik No.
308.
Sehingga dalam amar putusan angka 5 (lima) tersebut terhadap
Vrees God Eart De Koning dan De Kerkeraad Der Protestansche
Gementee Te Ambarawa menurut penulis telah melakukan
perbuatan melawan hukum bukan atas penguasaan tanah akan
tetapi kepemilikan tanah-tanah sengketa yaitu yang tanah dengan
Sertipikat Hak Milik No. 307 dan Sertipikaat Hak Milik No. 308.
Sesuai dengan analisis mengenai subyek pemegang hak milik
diatas maka Vrees God Eart De Koning dan De Kerkeraad Der
Protestanche Gementee Te Ambarawa memenuhi unsur melawan
hukum yaitu “melawan undang-undang” dalam ketentuan
pemegang subyek hak milik yaitu melawan Pasal Pasal 1 ayat (1)
Ketentuan Konversi UUPA jo Pasal 21 ayat (2) UUPA jo Pasal 1
huruf c PP No. 38 Tahun 1963.
113
Terhadap unsur “melawan hukum” yang dilakukan oleh GPIB maka
penulis memiliki analisis sendiri yaitu sesuai fakta persidangan bahwa
GPIB telah memperoleh tanah bekas Eigendom Verponding No. 1198 atas
nama Vreest God Eart De Koning seluas ± 612 M2 dan tanah bekas
Eigendom Verponding No. 123 seluas ± 50 M2 atas nama De Kerkeraad
Der Protestansche Gementhee Te Ambarawa menjadi hak milik hingga
disertipikatkan menjadi Sertipikat Hak Milik No. 307 dan Sertipikat Hak
Milik No. 308 dengan alas hukum yang tidak benar.
GPIB jelas telah memenuhi unsur “melawan hukum” yaitu
memperoleh Sertipikat Hak Milik No. 307 dan Sertipikat Hak Milik No.
308 dengan alas hukum yang tidak benar yaitu Surat Keputusan Menteri
Dalam Negeri/Direktur Jendral Agraria No. SK. 22/DAA/1969 tgl 14
Maret 1969 dan SK No. 22 /DDA/1969/ 13 Tgl 20 Maret 1969 yang secara
hukum surat keputusan tersebut merupakan pernyataan bahwa GPIB dapat
menjadi subyek hukum pemegang hak milik, bukan suatu keputusan
bahwa GPIB adalah pemilik atas tanah-tanah sengketa. Sehingga penulis
berpendapat bahwa Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No.
22/DAA/69 bukanlah suatu bukti kepemilikan atas tanah-tanah sengketa.
Tidak ada dasar hukum, ataupun kuasa yang menyatakan bahwa aset Vrees
God Eart De Koning dan De Kerkeraad Der Protestanche Gementee Te
Ambarawa sebagaimana dimaksud untuk kemudian diurus GPIB ataupun
menjadi milik GPIB. Sehingga pernyataan GPIB yang menyatakan bahwa
secara mutatis GPIB berhak terhadap tanah sengketa tersebut tidak dapat
dibenarkan. Melihat hal tersbut jelas bahwa apa yang dilakukan GPIB
114
dalam perolehan Sertipikat Hak Milik No. 307 dan Sertipikat Hak Milik
No. 308 tidak dapat dibenarkan secara hukum. Hal tersebut jelas
“melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum” yaitu si pemilik itu
sendiri Vreest God Eart De Koning dan De Kerkeraad Der Protestansche
Gementhee Te Ambarawa.
Selain itu juga dalam hal unsur “melawan hukum” perlu diketahui dari
fakta persidangan yaitu berdasarkan keterangan saksi Pinujadi, Kasno,
Istamar Sukiswo Raharso, Kamsidi Hadi Mulyoto, Hardjo Dijoyo jelas
terbukti bahwa GKJ Ambarawa lebih dahulu menempati tanah sengketa
daripada GPIB. GKJ Ambarawa terbukti sejak tahun 1948 telah
menempati tanah sengketa. Pada tahun 1977 GPIB menumpang untuk
melaksanakan ibadat di atas tanah bersama GKJ Ambarawa. GPIB yang
sebagai penumpang tanah tersebut justru secara diam-diam mengklaim
tanah sebagai milik GPIB karena memperoleh Sertipikat Hak Milik No.
307 dan Sertipikat Hak Milik No. 308.
Berdasarkan atas izin GKJ Ambarawa maka GPIB dapat menjalankan
kepentingan keagamaanya diatas tanah tanah bekas Eigendom Verponding
No. 1198 seluas ± 612 M2 dan tanah bekas Eigendom Verponding No. 123
seluas ± 50 M2. Tetapi bukanya menjalankan sesuai kewajibanya sebagai
penumpang, justru GPIB secara diam-diam mengkonversi dan
menyertifikatkan tanah tersebut. Jelas dalam hal ini GPIB telah melakukan
perbuatan yang melanggar kesusilaan dan nilai-nilai kepatutan dalam
masyarakat, hal tersebut dikarenakan dengan status GPIB sebagai
penumpang. GPIB berniat memiliki tanah dari pihak yang memberikanya
115
izin menumpang yaitu GKJ Ambarawa hal tersebut terbukti oleh karena
GPIB memperoleh Sertipikat Hak Milik No. 307 dan Sertipikat Hak Milik
No. 308 tanpa sepengetahuan GKJ Ambarawa.
b) Perbuatan Itu Harus Menimbulkan Kerugian
Kerugian yang dimaksud unsur ini yaitu segala kerugian baik bersifat
material atau immaterial. Terkait perkara GKJ Ambarawa melawan GPIB
dan kawan-kawan maka penulis akan memaparkan kerugian yang
diperoleh GKJ Ambarawa. Seperti yang dipaparkan dalam (Sub Bab 3.1.2.
Putusan Makamah Agung Nomor: 378 PK/Pdt/2006) maka sesuai pada
fakta persidangan dan pengakuan GKJ Ambarawa, penulis menganalisis
adanya kerugian baik material dan immaterial yang dialami GKJ
Ambarawa.
Kerugian material yang dialami oleh GKJ Ambarawa dalam perkara
tersebut adalah, GKJ Ambarawa kehilangan haknya untuk memliki tanah
Eigendom Verponding No. 1198 seluas ± 612 M2 dan Ex Eigendom
Verponding No. 123 seluas ± 50 M2 melalui permohonan hak atas tanah.
Selain kerugian material, kerugian immaterial yang dialami oleh GKJ
Ambarawa terhadap perkara ini yaitu, GKJ Ambarawa tidak mempunyai
hak untuk mengfungsikan kembali tanah Eigendom Verponding No. 1198
seluas ± 612 M2 dan Ex Eigendom Verponding No. 123 seluas ± 50 M2
untuk melakukan kegiatan di bidang keagamaan, atau dengan kata lain
GKJ Ambarawa tidak dapat memenuhi kebutuhan rohani jemaatnya
seperti ibadat dan lain-lain.
116
c) Perbuatan Itu Harus Dilakukan Dengan Kesalahan
Kesalahan yang dimaksud dalam Pasal 1365 KUHPerdata adalah
kesalahan baik sengaja maupun tidak sengaja. Dengan melihat pada kasus
terkait pemaparan (3.1.2. Putusan Makamah Agung Nomor: 378
PK/Pdt/2006) terhadap kepemilikan Sertipikat Hak Milik No. 307 dan
Sertipikat Hak Milik No. 308 maka penulis menemukan unsur kesalahan
baik yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan tekait penerbitan sertipikat,
dan kesalahan Vrees God Eart De Koning, De Kerkeraad Der Protestanche
Gementee Te Ambarawa terkait kepemilikan sertipikat, dan GPIB terkait
perolehan Sertipikat Hak Milik No. 307 dan Sertipikat Hak Milik No. 308.
1. Terhadap Penerbitan Sertipikat Hak Milik No. 307 Dan
Sertipikat Hak Milik No. 308
Penulis menemukan unsur “kesalahan” oleh Kantor Pertanahan
Kabupaten Semarang yaitu kesalahan dalam arti “kesengajaan”.
Pendapat penulis mengenai disengaja ini didasarkan pada alasan
bahwa seharusnya sebagai pihak yang memang berkewajiban
dalam pengurusan dibidang pertanahan maka sudah sepatutnya
Kantor Pertanahan Kabupaten Semarang mengetahui ketentuan
hukum mengenai pertanahan dalam masalah ini yang dimaksud
adalah ketentuan pemegang subyek hak milik. Tentunya dalam
permohonan sertifikat tanah maka akan diterima mengenai
identitas dari si pemohon. Sesuai dengan Asas Open Baarheid
(Asas Publisitas) asas tersebut memberikan data yuridis tentang
siapa yang menjadi subyek haknya, apa nama hak atas tanah, serta
117
bagaimana terjadinya peralihan dan pembebananya sehingga tidak
ada alasan bagi Kantor Pertanahan Kabupaten Semarang dalam hal
ini bila mengaku tidak mengerti identitas dari pemohon.
Maka dari hal tersebut jelas bahwa seharusnya Kantor
Pertanahan Kabupaten Semarang tahu bahwa Pemohon tersebut
memenuhi atau tidak memenuhi ketentuan sebagai pemegang hak
milik. Dalam kasus ini jelas bahwa Vrees God Eart De Koning dan
De Kerkeraad Der Protestanche Gementee Te Ambarawa tidak
memenuhi ketentuan subyek pemegang hak milik sesuai analisis
penulis sebelumnya yaitu dalam Pasal 1 ayat (1) Ketentuan
Konversi UUPA jo Pasal 21 ayat (2) UUPA jo Pasal 1 huruf c PP
No. 38 Tahun 1963. Terhadap hal tersebut Kantor Pertanahan
Kabupaten Semarang justru tetap menerbitkan sertipikat atas nama
Vrees God Eart De Koning dan De Kerkeraad Der Protestanche
Gementee Te Ambarawa.
2. Terhadap Kepemilkan Sertipikat Hak Milik No. 307 oleh Vrees
God Eart De Koning dan Sertipikat Hak Milik No. 308 oleh De
Kerkeraad Der Protestanche Gementee Te Ambarawa
Menurut penulis unsur “kesalahan” yang terpenuhi Vrees God
Eart De Koning dan De Kerkeraad Der Protestanche Gementee Te
Ambarawa yaitu bisa saja dalam bentuk “kesengajaan” ataupun
“kelalaian” penulis menimbang 2 (dua) kemungkinan tersebut oleh
karena dalam fakta persidangan tidak ada satupun keterangan yang
118
disampaikan mengenai Vrees God Eart De Koning dan De
Kerkeraad Der Protestanche Gementee Te Ambarawa.
Kemungkinan pertama, unsur kesalahan yaitu “kesengajaan”
Hal tersebut didasarkan penulis oleh karena Vrees God Eart De
Koning dan De Kerkeraad Der Protestanche Gementee Te
Ambarawa melakukan konversi dan pensertifikatan tanah
Sertipikat Hak Milik No. 307 dan Sertipikat Hak Milik No. 308
sementara dia jelas mengetahui tidak memenuhi ketentuan sebagai
subyek pemegang hak milik.
Kemuingkinan kedua, apabila Vrees God Eart De Koning dan
De Kerkeraad Der Protestanche Gementee Te Ambarawa memang
tidak mengetahui mengenai ketentuan sebagai subyek pemegang
hak milik maka penulis berpendapat adanya unsur kesalahan yaitu
“kelalaian” oleh karna sesuai dengan Teori Fiksi yaitu
beranggapan bahwa begitu setiap orang dianggap tahu hukum,
sehingga ketidaktahuan seseorang akan hukum tidak dapat
membebaskan orang itu dari tuntutan hukum. Dengan begitu
apabila Vrees God Eart De Koning dan De Kerkeraad Der
Protestanche Gementee Te Ambarawa tetap dinyatakan bersalah.
Dari kedua kemungkinan tersebut maka penulis konklusikan
bahwa baik sengaja atau tidak sengaja tidak terpenuhinya
ketentuan Vrees God Eart De Koning dan De Kerkeraad Der
119
Protestanche Gementee Te Ambarawa sebagai pemegang subyek
hak milik merupakan suatu kesalahan.
3. Terhadap Unsur “Kesalahan” GPIB
Penulis berpendapat bahwa unsur “kesalahan” yang dilakukan
GPIB adalah kesalahan dalam arti “sengaja”. Dalam kaitanya
perolehan Sertipikat Hak Milik No. 307 dan Sertipikat Hak Milik No.
308. Penulis berpendapat bahwa ada “kesengajaan” GPIB dalam
memperoleh sertipikat-sertipikat tersebut. Terbukti dalam memperoleh
Sertipikat Hak Milik No. 307 dan Sertipikat Hak Milik No. 308 GPIB
mendasarkan pada Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri/Direktur
Jendral Agraria No. SK. 22/DAA/1969 tgl 14 Maret 1969 dan SK No.
22 /DDA/1969/ 13 Tgl 20 Maret 1969 yang jelas secara hukum bukan
merupakan alat bukti kepemilikan hak atas tanah. Menurut penulis
surat tersebut bukanlah suatu bukti kepemilikan ataupun berisi kuasa
adanya peralihan hak atas tanah atau berisi hak untuk mengurus tanah-
tanah Vrees God Eart De Koning dan De Kerkeraad Der Protestanche
Gementee Te Ambarawa.
Dalam perolehan Sertipikat Hak Milik 307 dan Sertipikat Hak
Milik No. 308, GPIB bukanlah pihak yang berhak atas itu atau dapat
dikatakan tidak mempunyai alas hak yang benar dalam mengajukan
baik konversi maupun pensertifikatan tanah-tanah tersebut. Penulis
mengukur kesalahan GPIB secara subyektif maka, seharusnya GPIB
120
tau jika dia bukan pihak yang berkepentingan dan berhak untuk
melakukan konversi akan tetapi tetap melakukan hal tersebut.
Unsur “sengaja” selanjutnya yang dilakukan oleh GPIB adalah
ketika GPIB telah menerima apa yang bukan menjadi haknya yaitu
memperoleh Sertipikat Hak Milik No. 307 dan Sertipikat Hak Milik
No. 308. GPIB tahu bahwa hubungan GPIB dengan tanah-tanah
sengketa hanyalah didasari oleh ijin (menumpang) kepada GKJ
Ambarawa akan tetapi secara diam-diam GPIB telah memperoleh dan
menguasai Sertipikat Hak Milik No. 307 dan Sertipikat Hak Milik No.
308 yang bukan seharusnya menjadi haknya GPIB. Terhadap
perbuatan tersebut maka unsur kesengajaan yang bersifat obyektif
telah dilakukan oleh GPIB.
Asas Negatif menyatakan bahwa sertipikat bukanlah bukti satu-
satunya. Oleh karena itu kaitanya dengan perolehan Sertipikat Hak
Milik No. 307 dan Sertipikat Hak Milik No. 308 dan apabila GPIB
mengklaim bahwa sertipikat tersebut merupakan miliknya maka GPIB
harus bisa membuktikan bagaiamana dia memperoleh sertipikat Hak
Milik No. 307 dan Sertipikat Hak Milik No. 308. Akan tetapi dengan
pemaparan diatas jelas bahwa GPIB tidak mempunyai bukti
kepemilikan ataupun alat bukti yang lainya yang menunjukkan GPIB
berhak sebagai pemilik atas tanah sertipikat Hak Milik No. 307 dan
Sertipikat Hak Milik No. 308.
121
d) Antara Perbuatan Dan Kerugian Yang Timbul Harus Ada
Hubungan Kausal
Berikut perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan
Kabupaten Semarang, Vrees God Eart De Koning, De Kerkeraad Der
Protestanche Gementee Te Ambarawa, dan GPIB yang selanjutnya akan
dipaparkan kerugian GKJ Ambarawa atas perbuatan-perbuatan tersebut:
1. Kantor Pertanahan Kabupaten Semarang
Melakukan penerbitan Sertipikat Hak Milik No. 307 (berasal
dari Ex Eigendom Verponding No. 1198 seluas ± 612 M2 dan
Sertipikat Hak Milik No. 308 (Ex Eigendom Verponding No.
123 seluas ± 50 M2)
2. Vrees God Eart De Koning dan De Kerkeraad Der Protestanche
Gementee Te Ambarawa
Secara De Jure Melakukan Pengkonversian dan pensertifikatan
terhadap Sertipikat Hak Milik No. 307 (berasal dari Ex
Eigendom Verponding No. 1198 seluas ± 612 M2 dan
Sertipikat Hak Milik No. 308 (Ex Eigendom Verponding No.
123 seluas ± 50 M2)
3. GPIB
Telah memperoleh dan menguasai tanah Sertipikat Hak Milik
No. 307 (berasal dari Ex Eigendom Verponding No. 1198
seluas ± 612 M2 dan Sertipikat Hak Milik No. 308 (Ex
Eigendom Verponding No. 123 seluas ± 50 M2) dengan alas
hukum yang tidak benar.
122
Akibat ketiga perbuatan melawan hukum diatas maka secara
hukum tanah tersebut telah berstatus hak milik orang lain sesuai atas nama
yang tertera dalam sertipikat. Terhadap hal tersebut, GKJ Ambarawa
dirugikan karena tidak dapat mengajukan permohonan hak atas tanah
terhadap tanah Ex Eigendom Verponding No. 1198 seluas ± 612 M2 dan
Ex Eigendom Verponding No. 123 seluas ± 50 M2 menjadi hak milik.
GKJ Ambarawa kehilangan hak untuk mengajukan permohonan hak atas
tanah karena terhadap tanah tersebut sudah dimiliki dengan status hak
milik oleh subyek hukum lain.
Karena tertutup kesempatan GKJ Ambarawa untuk mengajukan
permohonan hak atas tanah tersebut maka GKJ Ambarawa sebagai pihak
yang menguasai dan mengfungsikan lebih dulu tanah-tanah tersbut, justru
kehilangan haknya secara hukum untuk mengfungsikan tanah tersebut
untuk kepentingan kegiatan keagamaan seperti melakukan aktivitas ibadat
dan lain-lain.
3.2.2 Terhadap Putusan Yang Menyatakan GPIB Berhak Untuk
Melanjutkan Konversi Tanah (Sisa) Ex Eigendom Verponding No.
123 Seluas ± 873 M2 Menjadi Hak Milik
Terhadap pemaparan (Sub Bab 3.1.1. Putusan Makamah Agung Nomor:
312 PK/PDT/2011) penulis menganalisis adanya kekeliruan hakim dalam
memutus perkara. Seharusnya dalam pemaparan perkara tersebut baik pada
Pengadilan Tingkat Pertama sampai dengan Peninjauan Kembali memutuskan
bahwa tanah (sisa) Ex Eigendom Verponding No. 123 seluas ± 873 M2
123
menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara bukan jutru menyatakan
GPIB untuk melanjutkan konversi terhadap tanah tersebut.
Sesuai dalam kasus posisi bahwa terhadap tanah (sisa) Ex Eigendom
Verponding No. 123 seluas ± 873 M2 memang belum pernah dilakukan
konversi dan oleh karena tanah tersebut kepemilikanya terbukti badan hukum
Gereja Pemerintah Belanda sesuai atas nama Sertipikat Hak Milik No. 307
dan Sertipikat Hak Milik No. 308 maka, secara hukum tanah tersebut
seharusnya menjadi HGB. Pendapat tersebut penulis dasarkan dengan melihat
ketentuan dalam Pasal 1 ayat (3) Ketentuan Konversi UUPA jo Pasal 6 ayat
(1) PMA No. 2 Tahun 1960 jo Pasal 8 PMA No. 2 Tahun 1960 yang
menyatakan:
Pasal 1 ayat (3) Ketentuan Konversi UUPA:
Hak eigendom kepunyaan orang asing, seorang warganegara
yang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai
kewarga-negaraan asing dan badan-badan hukum, yang tidak
ditunjuk oleh Pemerintah sebagai dimaksud dalam pasal 21
ayat (2) sejak mulai berlakunya Undang-undang ini menjadi
HGB tersebut dalam pasal 35 ayat (1) dengan jangka waktu 20
tahun.
Pasal 6 ayat (1) PMA No. 2 Tahun 1960 menyatakan:
Di dalam waktu 6 bulan sejak tanggal 24 September 1960
maka badan-badan keagamaan dan badan-badan sosial yang
mempunyai hak eigendom atas tanah yang dipergunakan untuk
keperluan yang langsung berhubungan dengan usaha-usaha
dalam bidang keagamaan dan sosial wajib mengajukan
permintaan kepada Menteri Agraria melalui Kepala Pengawas
124
Agraria yang bersangkutan (di daerah-daerah dimana tidak ada
pejabat ini melalui Kepala Inspeksi Agraria), untuk mendapat
penegasan bahwa hak eigendomnya itu dapat dikonversi
menjadi hak milik atas dasar ketentuan dalam Pasal 49
Undang-Undang Pokok Agraria.
Pasal 8 PMA No. 2 Tahun 1960 menyatakan:
Setelah ada ketegasan mengenai badan-badan yang hak
eigendomnya dikonversi menjadi hak milik dan hak pakai
sebagai yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 7,
maka hak-hak eigendom kepunyaan badan-badan lainnya
dicatat oleh KKPT pada asli aktanya sebagai dikonversi
menjadi hak guna-bangunan, dengan jangka waktu 20 tahun.
Dengan pemaparan tersebut jelas bahwa status tanah (sisa) Ex
Eigendom Verponding No. 123 seluas ± 873 M2 adalah HGB oleh karena
badan-badan hukum Vrees God Eart De Koning dan De Kerkeraad Der
Protestanche Gementee Te Ambarawa sesuai dalam fakta persidangan tidak
ada surat atau bukti yang meununjukan sebagai Badan Hukum yang ditunjuk
oleh Pemerintah sebagai pemegang hak milik. Selain hal tersebut Vrees God
Eart De Koning dan De Kerkeraad Der juga belum pernah melakukan
penegasan melalui Kepala Inspeksi Agraria, untuk mendapat penegasan bahwa
hak eigendomnya itu dapat dikonversi menjadi hak milik. Sesuai dengan kasus
posisi maka penting untuk selanjutnya dianalisis apakah badan hukum Gereja
Pemernitah Belanda tersebut merupakan badan hukum yang memenuhi syarat
pemegang HGB atau tidak.
Sesuai dengan Pasal 36 ayat (1) huruf b UUPA maka, sebagai
pemegang HGB, badan hukum harus didirikan menurut hukum Indonesia dan
125
berkedudukan di Indonesia. Sesuai dengan Pasal 36 ayat (2) UUPA, apabila orang
atau badan hukum yang mempunyai HGB dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat
Pasal 36 ayat (1) huruf b tersebut, maka dalam jangka waktu 1 tahun wajib
melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
Apabila HGB dilepaskan (yang dimaksud adalah dilepaskan kepada
negara) maka HGB tersebut akan menjadi hapus dan tanahnya menjadi Tanah
Negara. Tetapi jika HGB tersebut dialihkan kepada subyek hukum yang
memenuhi syarat sebagai pemegang HGB, maka HGB tersebut akan
berlangsung terus. Jika kewajiban tersebut tidak terpenuhi, maka HGB akan
menjadi hapus. Konsekuensi dengan hapusnya HGB yakni, bahwa tanah
tersebut akan menjadi tanah yang langsung dikuasai oleh negara.76
Apabila badan hukum Gereja Pemerintah Belanda tersebut memenuhi
ketentuan sebagai subyek hukum pemegang HGB maka, sampai dengan pada
tanggal 24 September 1980, tanahnya akan menjadi tanah yang langsung
dikuasai oleh Negara. Pendapat tersebut penulis dasarkan dengan melihat
ketentuan dalam Pasal 1 PMDN No. 3 Tahun 1979 jo Pasal 1 ayat (1)
Keppres No. 32 Tahun 1979 jelas bahwa terhadap tanah bekas hak barat
selambat-lambatnya harus dikonversi pada tanggal 24 September 1980 dan
apabila melebihi batas waktu yang ditentukan tersebut maka tanah bekas hak
barat tersebut menjadi tanah yang langsung dikuasai oleh Negara.
Terkait hal terpenuhi atau tidak sebagai syarat pemegang HGB diatas,
maka penulis berpendapat sesuai Pasal 36 ayat (1) huruf b maka jelas Vrees
76 Christiana Tri Budhayati, Loc.Cit.
126
God Eart De Koning dan De Kerkeraad Der Protestanche Gementee Te
Ambarawa tidak memenuhi ketentuan sebagai subyek pemegang HGB. Sesuai
dalam Pasal 36 ayat (2) UUPA, oleh karna terhadap hak atas tanah tersebut
belum pernah dilakukan pelepasan atau dialihkan kepada pihak lain terhitung
dalam jangka waktu 1 tahun sejak HGB tersebut ada maka HGB tersebut hapus
karena hukum. Sehingga sejak 24 September tahun 1961 terhadap tanah (sisa) Ex
Eigendom Verponding No. 123 seluas ± 873 M2 seharusnya statusnya sudah
menjadi Tanah Negara.
Selanjutnya mengenai penangguhan pengkonversian (sisa) Ex
Eigendom Verponding No. 123 seluas ± 873 M2 menurut penulis tidak dapat
dibenarkan. Penulis berpendapat, seharusnya pemerintah daerah Kabupaten
Semarang tidak perlu memberikan surat penangguhan kepada pemilik tanah
apabila pemilik tanah akan melaksanakan konversi. Surat penangguhan tidak
ada artinya dalam konversi, karena seharusnya konversi bisa dilakukan
meskipun tanah tersebut masih difungsikan oleh pihak lain. Masalah Kantor
Pertanahan menggunakan sementara tanah tersebut maka itu adalah hubungan
Pemerintah dengan pemilik tanah atau dapat dikatakan bahwa hal tersebut
diluar masalah konversi. Inti dari pendapat penulis mengenai penangguhan
konversi, penulis berpendapat bahwa, pemilik tanah berhak melakukan
konversi tanah sekalipun diatas tanahya tidak dalam penguasaanya. Dengan
pernyataan tersebut jelas surat penangguhan yang dikeluarkan Pemerintah
Daerah Kabupaten tidak dapat dibenarkan, dan bukan merupakan alasan yang
tepat untuk dijadikan alasan GPIB tidak bisa melakukan konversi.
127
Dengan uraian keseluruhan menganai analisis penulis diatas, maka dapat
diambil konklusi bahwa terbukti adanya perbuatan melawan hukum oleh Kantor
Pertanahan Kabupaten Semarang dalam penerbitan Sertipikat Hak Milik No. 307
dan Sertipikat Hak Milik No. 308 oleh karena tidak memenuhi ketentuan subyek
pemegang hak milik oleh pemohonya sesuai dalam Pasal 1 ayat (1) Ketentuan
Konversi UUPA jo Pasal 21 ayat (2) UUPA jo Pasal 1 huruf c PP No. 38 Tahun
1963. Selain hal tersebut juga terbukti adanya perbuatan melawan hukum oleh
Vrees God Eart De Koning dan De Kerkeraad Der Protestanche Gementee Te
Ambarawa dalam kepemilikan Sertipikat Hak Milik No. 307 dan Sertipikat Hak
Milik No. 308 oleh kerena mengajukan pengkonversian dan pensertifikatan tidak
sesuai ketentuan sebagai subyek pemegang hak milik dalam Pasal Pasal 21 ayat
(2) UUPA jo Pasal 1 huruf c PP No. 38 Tahun 1963. Dari analisis yang sudah
dipaparkan juga terdapat perbuatan melawan hukum oleh GPIB dalam
memperoleh Sertipikat Hak Milik No. 307 dan Sertipikat Hak Milik No. 308
dimana GPIB tidak menggunakan dasar alas hukum yang benar dalam perolehan
sertipikat tersebut.
Dengan pernyataan diatas maka Putusan Makamah Agung Nomor: 312
PK/PDT/2011 yang memberikan hak kepada GPIB untuk melanjutkan konversi
terhadap tanah (sisa) Ex Eigendom Verponding No. 123 seluas ± 873 M2 dengan
dasar kepemilikan Sertipikat Hak Milik No. 308 tidak dapat dibenarkan. Penulis
tidak sependapat dengan hal tersebut dikarenakan terbukti secara de jure
Sertipikat Hak Milik No. 308 bukan merupakan milik GPIB akan tetapi milik
Vrees God Eart De Koning dan De Kerkeraad Der Protestanche Gementee Te
Ambarawa. Oleh karena terhadap Sertipikat Hak Milik No. 308 telah dinyatakan
128
tidak mempunyai kekuatan hukum lagi maka seharusnya tidak dapat dijadikan
dasar alasan oleh Majelis Hakim Putusan Makamah Agung Nomor: 312
PK/PDT/2011 untuk menyatakan Sertipikat Hak Milik No. 308 merupakan bagian
dari tanah (sisa) Ex Eigendom Verponding No. 123 seluas ± 873 M2.
Terhadap keseluruhan analisis yang telah dipaparkan diatas maka penulis
menyatakan bahwa GPIB tidak berhak terhadap kepemilikan tanah (sisa) Ex
Eigendom Verponding No. 123 seluas ± 873 M2. Selain hal tersebut mengenai
konversi sesuai analisis penulis, maka oleh karena jelas Vrees God Eart De
Koning dan De Kerkeraad Der Protestanche Gementee Te Ambarawa memenuhi
ketentuan Pasal 1 ayat (3) Ketentuan Konversi UUPA maka terhadap tanah
eigendomnya telah dikonversi menjadi HGB dan oleh karena tidak memenuhi
ketentuan sebagai subyek pemegang HGB dan terhadap hak atas tanah tersebut
belum pernah dilakukan pelepasan atau dialihkan kepada pihak lain yang memenuhi
syarat pemegang HGB, maka sejak 24 September tahun 1961 seharusnya terhadap
tanah (sisa) Ex Eigendom Verponding No. 123 seluas ± 873 M2 sudah menjadi
Tanah Negara.