bab iii data dan analisa tanah -...
TRANSCRIPT
III - 1
BAB III
DATA DAN ANALISA TANAH
3.1. Tinjauan Umum
Perencanaan suatu pekerjaan diperlukan tahapan-tahapan atau metodologi yang
jelas untuk menentukan hasil yang ingin dicapai sesuai dengan tujuan yang ada.
Berdasarkan data-data yang diperoleh dan diolah sehingga diketahui sifat dan karakteristik
yang ada, kemudian dilakukan analisa untuk pemecahan masalah dari data tersebut
3.2. Metode Pembuatan Tugas Akhir
Hasil penyelidikan yang didapat untuk mengetahui kondisi tanah asli di ruas jalan
Menganti - Wangon adalah sebagai berikut :
1. Dari hasil analisa data pada laboratorium akan didapat sifat, jenis dan karakteristik
tanah asli serta susunan tanah asli pada ruas jalan tersebut.
2. Dari hasil analisa dengan program PLAXIS V. 7.11 akan diketahui permasalahan yang
terjadi sehingga dapat dilakukan penanganan di lapangan.
3. Dari hasil perhitungan manual sebagai pembanding dengan hasil perhitungan dengan
program PLAXIS V. 7.11.
III - 2
Bagan Alir Metodologi Pembuatan Tugas Akhir ini : Tidak Ya
Gambar 3.1 Bagan alir pembuatan tugas akhir
Perhitungan dan Perencanaan Konstruksi
Rencana dan Gambar Alternatif
Terpilih
Spesifikasi dan RAB
Stop
Start
Analisa Data Tanah
Permasalahan
III - 3
3.3. Metode Pengumpulan Data
Tahap pengumpulan data merupakan sarana pokok untuk menentukan penyelesaian
suatu masalah secara ilmiah. Data-data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data
sekunder. Adapun hal-hal yang diperhatikan dalam pengumpulan data adalah :
1. Jenis data
2. Tempat diperolehnya data
3. Jumlah data yang diperlukan
Berkaitan dengan studi kasus kelongsoran pada ruas jalan Menganti – Wangon maka
diperlukan data primer, data sekunder, juga didukung dengan data-data penunjang lainnya.
Tujuan yang hendak dicapai melalui pengumpulan data yang memadai adalah
mengevaluasi metode yang diperlukan dalam mengatasi kelongsoran tanah tersebut.
Data-data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder.
3.3.1. Data Primer
Data tanah yang diperoleh secara langsung dari Laboratonium Mekanika Tanah
Universitas Diponegoro di Semarang, di mana data tersebut diambil berdasarkan hasil
penyelidikan di lapangan maupun di laboratorium. Data primer tersebut meliputi :
a. Data Tanah
Diperoleh dari pengambilan sampel di lokasi kemudian dilakukan pengujian di
Laboraturium Mekanika Tanah untuk mendapatkan sifat fisik tanah. Data tanah yang
diperlukan pada penyelidikan tanah untuk analisa longsor pada ruas jalan Menganti –
Wangon meliputi :
• Data Bor Mesin, meliputi : muka air tanah (MAT), Standart Penetration Test (SPT)
• Soil Properties, meliputi : kohesi (c), sudut geser (ø), berat lsi (γ) tanah, water
content (w), void ratio (e)
• Engineering properties, meliputi : hasil dari Triaxial Test, Unconfined Test, maupun
Consolidation Test.
III - 4
• Penyelidikan tanah dengan metode Tes Geolistrik. Penyelidikan ini didasarkan atas
konduktifitas listrik lapisan-lapisan yang berbeda dan penyelidikan dengan metode
ini akan memberikan hasil yang handal, bila lapisan tanah yang memiliki perbedaan
struktur tanah yang nyata, khususnya secara kimia dan biologi.
b. Data Batuan
Diperoleh dari pengambilan sampel di lokasi kemudian dilakukan pengujian di
Laboratorium Mekanika Tanah untuk mendapatkan sifat fisik dan mekanika batuan.
3.3.2. Data Sekunder
Data yang diperoleh melalui studi literatur sebagai data pendukung dan pelengkap
yaitu mengumpulkan referensi dari bahan kuliah maupun buku-buku umum, serta data-data
yang diperlukan dari instansi-instansi yang terkait.
3.4. Evaluasi dan Pengolahan Data
Evaluasi dan pengolahan data dilaksanakan dari data-data yang diperlukan sesuai
identifikasi permasalahan. Analisa data serta langkah-langkah dalam penyusunan Tugas
Akhir ini adalah :
1. Menentukan lokasi terjadinya kelongsoran dan gejala kelongsoran pada ruas jalan
Menganti – Wangon.
2. Dari peta kontur dibuat penampang melintang untuk memperoleh geometri lokasi yang
rawan terkena longsor.
3. Pengambilan data, baik data primer seperti elevasi lokasi, peta kontur, pengujian tanah
dan batuan untuk mendapatkan sifat fisik dan sifat mekanik.
4. Pembuatan Stratifikasi tanah pada ruas jalan Menganti – Wangon.
III - 5
5. Kriteria desain sebagai bahan acuan sebagai analisa stabilitas lereng dan longsor.
6. Perhitungan FK (faktor keamanan) longsor pada ruas jalan Menganti – Wangon.
7. Analisa stabilitas lereng dan longsor dengan menggunakan aplikasi program PLAXIS
V 7.11.
8. Analisa stabilitas lereng dan longsor dengan menggunakan metode Bishop’s.
3.5. Evaluasi Geoteknik
3.5.1 Geologi Regional a. Fisiografi Karakteristik fisiografi suatu wilayah mencakup beberapa aspek seperti
kenampakan geomorfologi, kondisi struktur geologi, jenis batuan penyusun dan kondisi
lapisan atmosfir (curah hujan, angin, sedimentasi, erosi, longsoran dan proses pelapukan).
Berdasarkan pembagian zona fisiografi jawa dan Madura yang telah dikemukakan
oleh Van Bernmelen (1949) maka daerah penelitian terletak pada Zona North Seraju
Montain. Zona ini pada umumnya mempunyai karakteristik berupa morfologi, perbukitan
sampai pegunungan yang tersusun oleh material hasil erupsi gunungapi di bagian barat
yang berbatasan dengan Gunung Slamet dan batuan hasil gunungapi muda dari rangkaian
pegunungan Rogojembangan, Kompleks Dieng dan Ungaran yang, berumur kuarter.
III - 6
Gambar 3.2. Peta fisiografi daerah jawa dan Madura
(sumber : Van Bernmelen, 1949)
b. Stratigrafi
Berdasarkan pada peta geologi yang sudah. terbit (Peta Geologi Lembar Banyumas
(1308 - 3), skala 1 : 100.000 yang disusun oleh S. Asikin, dkk, 1992 dan Lembar Majenang
(13 08 – 5), skala 1 : 100.000 yang disusun oleh Kastowo dan N. Suwarna, 1996)
Stratigrafi regional dapat dibagi menjadi 6 (enam) satuan stratigrafi tidak resmi. Satuan-
satuan ini berurutan dari umur tua sampai muda, terdiri dari :
• Satuan Basal (Tmb) berupa retas atau retas lempeng berumur Pliosen Atas.
• Satuan Batupasir gampingan (Tmp) termasuk dalam Formasi Rambatan yang terdiri
dari batupasir gampingan, bersisipan Napal, Batulempung dari Breksi, umumnya
berstruktur turbidit, berumur Miosen tengah bagian bawah.
• Satuan Batupasir (Tmhs) yang merupakan anggota dan Formasi Halang yang
merupakan endapan turbidit, terdiri dari perselingan Batupasir, Konglomerat dengan
Batulempung.
• Napal dan Serpih dengan sisipan Diamiktit, berumur Miosen Tengah, Bagian Atas,
Satuan Batupasir Formasi Halang (Tmph) yang merupakan perselingan Batupasir,
Batulempung, Napal dan Tuf dengan sisipan Breksi, dipengaruhi oleh arus turbid dan
pelengseran bawah air laut, berumur Pliosen Akhir hingga Miosen Akhir.
III - 7
• Satuan Batupasir Formasi Tapak (Tpt) terdiri dari Batupasir dengan cangkang Moluska,
bersisipan Napal dan Breksi, berumur Pliosen, dan Satuan Aluvium (Qa) yang terdiri
dari lempung, pasir, lanau, kerikil dan kerakal.
c. Struktur Geologi
Sesar didefinisikan sebagai suatu struktur rekahan yang telah mengalami
pergeseran. Sifat pergeserannya dapat bemacam-macam, mendatar, miring (oblique), naik
dan turun/normal (Gambar 3.3). Di dalam mempelajari struktur sesar, di samping
geometrinya yaitu; bentuk, ukuran, arah dan polanya, yang penting juga untuk diketahui
adalah mekanisme pergerakannya.
Gambar 3.3. Hubungan antara pola tegasan dan jenis-jenis sesar yang terbentuk
(sumber : Laporan Geoteknik Wangon)
III - 8
Pola struktur pulau jawa banyak dipengaruhi oleh perkembangan tektonik kawasan
Paparan/Kraton Sunda, pergerakan sub-benua India dari Selatan ke Utara, serta gerak
lempeng Samudera India. Kecepatan penunjaman lempeng Samudera India ke bawah
pulau jawa dan Sumatera pada saat ini diperkirakan sekitar 6 cm pertahun (Le Pichon,
1968 op.cit di Hamilton, 1979). Secara umum terdapat tiga pola kelurusan struktur utama
di Pulau jawa, dari tua ke muda yaitu pola Meratus yang berarah Timurlaut-Baratdaya,
pola Sunda yang berarah Utara-Selatan, dari pola Jawa yang berarah Barat-Timur
(Pulunggono dan Martodjojo, 1994), lihat Gambar 3.4. berikut ini:
Gambar 3.4. Pola struktur umum Pulau Jawa (sumber : Pulunggono dan Martodjojo, 1994)
Berdasarkan umur dan data penyebaran batuan plutonik dan volkanik di Pulau Jawa
dapat disimpulkan bahwa terdapat dua episode kegiatan magmatik Pratersier sampal
Tersier Awal di Jawa (Suparka, dkk., 1991). Periode pertama terjadi pada 112 - 65,1 juta
tahun yang lalu (Kapur Awal - Kapur Akhir) dan menghasilkan busur magmatik yang
berarah Timurlaut - Baratdaya. Periode kedua terjadi pada 65,1 - 47 juta tahun yang lalu
(Kapur Akhir - Miosen Awal) dengan pola penyebaran produk batuannya berarah Barat-
Timur.
Struktur geologi yang berkembang di daerah Banyumas, Majenang dan sekitarnya
dikontrol dan tidak terlepas dari pengaruh struktur besar dan tektonik regional yang
berkembang di Jawa Tengah dan sekitarnya.
III - 9
Menurut Kastowo dan N. Suwarna, 1996, struktur geologi yang dijumpai di daerah
kajian, berupa sesar, lipatan, kelurusan dan kekar, melibatkan batuan berumur oligo
miosen sampai holosen. Sesar yang dijumpai umumnya berarah Baratlaut - Tenggara
sampai Timurlaut – Baratdaya. Jenis sesar berupa sesar naik, sesar normal, dan sesar geser
menganan dan mengiri, yang melibatkan batuan berumur oligo - miosen sampai plistosen.
Sesar naik, secara umum membentuk busur yang memperlihatkan variasi kemiringan
bidang sesar ke arah Selatan sampai Barat, sedangkan sesar normal terdapat secara
setempat. Pola lipatan yang terdapat di daerah ini berarah Baratlaut - Tenggara, dengan
sumbu yang menyelinap.
Kelurusan yang sebagian diduga sesar mempunyai pola penyebaran seperti pola
sesar, dan umumnya berarah Barat Baratlaut - Timur Tenggara, dengan beberapa
Timurlaut - Baratdaya, yang di beberapa tempat saling memotong. Kekar umumnya
dijumpai dan berkembang baik pada batuan berumur tersier dan plistosen.
Kegiatan tektonik yang tenjadi di daerah Banyumas, Majenang dan sekitarnya
berlangsung paling tidak ada dua periode, yang menghasilkan struktur berbeda. Yang
pertama, terjadi pada kala miosen tengah dan menghasilkan pengangkatan yang diikuti
oleh penerobosan andesit dan basal. Formasi Jampang, Pemali, Rambatan, Lawak dan
Batugamping Kalipucang terlipat dan tersesarkan, terutama membentuk sesar normal yang
berarah Baratlaut - Tenggara dan Timurlaut - Baratdaya. Periode kedua, yang berlangsung
pada kala plio-plistosen menghasilkan sesar geser-jurus dan sesar naik berarah dari
baratlaut - tenggara sampai timurlaut – baratdaya. Simandjuntak ( 1979 ) menjelaskan
bahwa pada periode tektonik plio-plistosen sesar yang terbentuk umumnya berupa sesar
bongkah. Data geofisika memperlihatkan bahwa kegiatan tektonik yang terakhir ini
menggiatkan kembali sebagian sesar normal (Wiriosudarmo, 1979).
d. Geohidrologi
Berdasarkan pada pengamatan lapangan dan Peta Fisiografi/Geomorfologi daerah
sepanjang ruas jalan Menganti - Wangon, maka diketahui terdapat beberapa sungai yang
mengalir pada daerah kajian dengan pola aliran sungai bercabang-cabang (dendritik dan
subrektangular), arah aliran sungai relatif berarah Barat - Timur.
III - 10
Pada beberapa lokasi, aliran sungai ini memotong trase jalan. Aliran air dan sungai
tersebut dialirkan melalui jembatan dan gorong-gorong. Di sepanjang jalan eksisting sudah
ada drainase pada bagian kiri/kanan jalan, namun tidak cukup efektif.
Seperti sudah dijelaskan pada sub bab-geologi lokal bahwa daerah kajian disusun
oleh setidaknya 2 (dua) satuan batuan yaitu Tuf (Halus-Pasiran) dan Serpih yang keduanya
merupakan anggota dari Formasi Halang (Tmph). Tuf dan Serpih yang tersingkap di
lapangan sebagian telah mengalami proses pelapukan (DP IV/ lapuk kuat (batuan asal
masih dapat terdeteksi) – VI / lapuk sempurna (batuan yang melapuk telah berubah
menjadi tanah)) utamanya yang tersingkap di permukaan sedangkan bagian tubuh batuan
yang tidak tersingkap relatif segar. Adapun permeabilitas dari kedua jenis batuan ini (jika
segar) adalah rendah/kedap, sehingga dapat berfungsi sebagat batas akuifer. Lapisan
akuifer di lapangan tidak terdeteksi, sehingga diperlukan pemboran untuk mengetahui
berapa kedalalaman lapisan akuifer tersebut. Sedangkan jika lapuk permeabilitas jadi
tinggi sehingga tingkat meloloskan airnya menjadi tinggi pula. Sementara itu kondisi tanah
dan rembesannya tidak dijumpai di lapangan, karena pada saat pelaksanaan rekonesan di
daerah kajian sudah lebih dari 1 (satu) minggu tidak turun hujan.
e. Iklim dan Curah Hujan
Iklim di daerah ini seperti daerah lainnya di Indonesia sangat dipengaruhi oleh
bertiupnya angin muson dan digolongkan sebagai iklim tropis basah. Menurut data curah
hujan tahun 1990 sampai 2002 yang diterbitkan oleh BMG (Badan Meterorologi dan
Geofisika) daerah di sekitar Menganti - Wangon mempunyai curah hujan rata-rata tahunan
berkisar 151 mm. Intensitas curah hujan tertinggi, berkisar 250 mm sedangkan yang
terendah berkisar 86 mm. Curah hujan rata-rata tahunan yang terjadi di daerah kajian dapat
dikatakan relatif tinggi, hal ini secara langsung mempengaruhi tinggi, muka air tanah dan
tekanan air pori. Sehingga tingkat pelapukan yang terjadl pada batuan penyusun daerah ini
cukup tinggi.
f. Resiko Gempa
III - 11
Berdasarkan Peta Wilayah Rawan Bencana Gempa Bumi Indonesia (E.K.Kertapati
et al, 2001) wilayah Menganti - Wangon dan sekitarnya termasuk ke dalam intensitas skala
Modified Mercalli Intensity (MMI) dengan nilai antara V - VI, artinya jika terkena gempa
getarannya hanya terasa jika di dalam rumah. Informasi dari Peta Bahaya Goncangan
Gempa Bumi Indonesia (E.K.Kertapati et al., 1999) yang. ditunjukkan oleh Gambar 2.6,
nilai percepatan tanah pada batuan dasar, untuk selang waktu 500 tahun, berkisar antara
0.15g - 0.20g (g adalah gravitasi bumi). Dari keterangan-keterangan di atas bisa
disimpulkan bahwa faktor gempa bukan merupakan suatu yang menentukan di dalam
desain.
g. Letak Geografis
Ruas jalan Menganti – Wangon terletak diantara 108050’ – 109005’ Bujur Timur
dan 7o20’ – 7o35’ Lintang Selatan.
h. Tata Guna Lahan Ruas jalan Wangon - Batas Jawa Barat yang merupakan lokasi terjadinya
longsoran melewati daerah dengan relief yang bervariasi (perbukitan dengan punggungan
tak beraturan hingga perbukitan dengan punggungan sejajar). Penggunaan lahan di daerah
ini sebagian besar untuk perkebunan palawija dan pesawahan.
3.5.2. Geologi Lokal a. Fisiografi
Analisis geomorfologi daerah ruas jalan Menganti - Wangon dan sekitarnya
didasarkan pada peta fisiografi/geomorfologi daerah Banyumas dan Majenang Jawa
Tengah dan Jawa Barat), pengamatan bentang alam dan proses pembentukan morfologi,
seperti tahapan sungai dan jentera erosi, pengamatan litologi serta struktur yang
berkembang di lapangan.Geomorfologi daerah ruas jalan Menganti - Wangon berdasarkan
pada ciri morfologi dan proses geologi yang mempengaruhinya dapat diklasifikasikan
sebagai satu satuan geomorfologi perbukitan vulkanik. Satuan geomorfologi, tersebut
berada pada ketinggian berkisar 740 sampai dengan 840 m di atas permukaan laut. Sudut
III - 12
lereng pada ketinggian tersebut berkisar antara 40o sampai dengan 85o baik pada lereng
alam, maupun lereng buatan, namun demikian pada beberapa tempat dapat pula dijumpai
adanya lereng yang sangat terjal akibat adanya erosi/kikisan tebing oleh sungai.
Sebagian besar dari satuan geomorfologi tersebut disusun oleh batuan Tuf halus
pasiran dan serpih yang umumnya telah mengalami pelapukan meliputi dari derajat
pelapukan I (fresh rock) sampai dengan derajat pelapukan VI (residual soil). Aktifitas erosi
berjalan cukup intensif, diindikasikan oleh tingginya tingkat pelumpuran pada sungai -
sungai di daerah kajian. Pola aliran sungai adalah bercabang-cabang dan mendaun
(dendritik dan subrektangular), bentuk lembah berbentuk huruf "U", bermeander dan
terdapat dataran banjir (floodplain) di sekitar aliran sungai.
Gambar 3.5. Morfologi perbukitan bergelombang landai, yang menempati bagian selatan daerah kajian (sumber : Laporan Geoteknik Wangon)
III - 13
Gambar 3.6. Morfologi sungai di daerah kajian (sumber : Laporan Geoteknik Wangon)
b. Stratigrafi
Berdasarkan hasil penyelidikan dan pengamatan di lapangan serta data-data
penelitian terdahulu, maka stratigrafi daerah ruas jalan Menganti - Wangon dibagi menjadi
4 (empat) satuan batuan utama, yaitu :
• Satuan Tuf Halus - Pasiran (Formasi Halang - Tmph)
• Satuan Serpih (Formasi Halang -Tmph)
• Satuan Aluvium (Qa)
• Material Debris dan Timbunan
Di mana satuan Tuf Halus-Pasiran dan satuan Serpih merupakan satuan yang dominan
secara regional di daerah kajian.
c. Satuan Tuf (Tmph)
Satuan tuf terdiri dari yang berbutir halus hingga kasar/pasiran, merupakan anggota
dari Formasi Halang. Satuan ini pada umumnya benwarna putih kekuningan, mengandung
mineral mafik, felspar, gelas, oksida besi dan kuarsa. Pada lapisan bagian atas/pemukaan
(Horison A), Tuf di jumpai dengan ketebalan sekitar 1 - 2 meter, dalam kondisi lapuk kuat
(DPIV).
III - 14
Sebagian lapisan ini telah terubah menjadi tanah, bersifat lunak - agak keras,
struktur sedimen laminasi, ukuran butir lempung - pasiran, sortasi baik, tingkat kebundaran
baik, komposisi mineral fragmen dan matriks berupa material volkanik dengan semen
silika. Kedudukan lapisan batuan (strikel / dip) adalah N 120o E / 35o, dengan kemiringan
lereng berkisar antara 45o – 55o, disamping itu dijumpai pula. Tuf dengan tingkat
pelapukan rendah (DP I – II). Lapisan Tuf ini kontak dengan Serpih pada bagian
bawahnya.
d. Satuan Serpih (Tmph)
Satuan serpih, merupakan anggota dari Formasi Halang. Pada umumnya berwama
abu-abu kehitaman - kekuningan, mengandung mineral lempung, felspar, oksida besi dan
kuarsa. Pada lapisan bagian atas/permukaan (Horison A) Serpih di jumpai dengan
ketebalan sekitar 0.5 - 1 meter, kondisi lapuk kuat (DP IV) sebagian telah terubah menjadi
tanah, sifat lunak-agak keras, struktur sedimen yang dijumpai berupa mud crack, ukuran
butir lempung-lanauan, sortasi baik, tingkat kebundaran baik, komposisi mineral fragmen
dan matriks berupa mineral lempung dengan semen silika namun terdapat juga sebagian
kecil semennya berupa karbonat. Kedudukan lapisan batuan (strike/dip) adalah N 260o – E
/ 27o, dengan kemiringan lereng berkisar antara 45o – 85o. Disamping itu dijumpai pula
Serpih dengan tingkat pelapukan rendah (DP I-II). Lapisan Serpih ini, kontak dengan Tuf
pada bagian atasnya.
3.5.3. Struktur Geologi
Menurut Price and Cosgrove, 1990, geologi struktur adalah bagian dari ilmu
geologi yang mempelajari tentang bentuk (arsitektur) batuan sebagai hasil dari proses
deformasi. Proses deformasi adalah perubahan bentuk dan ukuran pada batuan akibat dari
gaya (force) yang terjadi di dalam bumi. Gaya dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang
merubah atau cenderung untuk merubah sesuatu tubuh batuan, sedangkan tegasan
berhubungan dengan tempat di mana gaya tersebut bekerja. Beberapa penulis menganggap
bahwa geologi struktur lebih ditekankan pada studi mengenai unsur-unsur struktur geologi,
misaInya; perlipatan (fold), rekahan (fracture), sesar (fault) dan sebagainya, sebagai bagian
III - 15
dari satuan tektonik (tertonic unit). Sesar juga dapat didefinisikan sebagai suatu struktur
rekahan yang telah mengalami pergeseran. Sifat pergeserannya dapat bermacam-macam,
mendatar, miring (oblique), naik dan turun / normal. Dalam mempelajari strutur sesar,
disamping geometrinya yaitu: bentuk, ukuran, arah dan polanya, yang penting juga untuk
diketahui adalah mekanisme pergerakanya. Struktur geologi yang berkembang pada daerah
kajian, ditentukan berdasarkan pada gejala-gejala yang dijumpai di lapangan dan Peta
Geologi Lembar Banyumas dan Majenang yang ditebitkan oleh P3P, tahun 1992 dan 1996,
dengan skala 1:100.000
III - 16
Gambar 3.7. Kesebandingan Stratigrafi Regional dengan Stratigrafi daerah Kajian (sumber : Laporan Geoteknik Wangon)
Dari hasil analisis dan interprestasi yang didasarkan pada beberapa tahapan, maka
dapat diketahui bahwa struktur geologi yang terdapat di daerah ini , adalah:
1. Struktur Perlipatan
2. Struktur Kekar
3. Struktur Sesar
Berikut ini rincian struktur geologi yang berkembang pada daerah kajian.
• Struktur Perlipatan
Berdasarkan hasil analisis Peta Geologi Lembar Banyumas dan Majenang
diterbitkan oleh P3G, tahun 1992 dan 1996, dengan skala 1 : 100.000 dan pengamatan
langsung di lapangan, struktur lipatan yang berkembang di daerah kajian berupa antiklin
yang terdapat di bagian tengah daerah kajian dengan arah sumbu utama relatif Barat -
Timur. Satuan batuan yang terlipat adalah satuan batuan dari Formasi Halang (Tmph).
• Struktur Kekar Struktur kekar yang diamati di lapangan berupa kekar-kekar sistematik, jenisnya
adalah kekar gerus. Kekar-kekar ini diakibatkan oleh proses tektonik dan dijumpai pada
seluruh satuan batuan yang ada di daerah penelitian kecuali pada satuan aluvial. Struktur
kekar int sebagian terisi oleh kuarsa dan setempat-setempat dijumpai juga kalsit. Lebar
dan bukaan kekar ini sekitar 0,5 -3 cm, dengan arah umum relatif Barat - Timur.
• Struktur Sesar Struktur sesar yang berkembang, ditentukan berdasarkan pada hasil interprestasi
peta topografi berupa bukit, pembelokan sungai, gawir terjal, dan pengamatan langsung
dilapangan dengan mengacu pada peta Geologi Regional.
Hasil dari perpaduan ketiga hal tersebut, dliketahui bahwa struktur sesar yang,
berkembang adalah struktur sesar mendatar, normal, dan naik, skala dari sesar tersebut
sifatnya regional. Berdasarkan hasil, rekonesan tidak dijumpai adanya gejala-gejala
struktur sesar di sepanjang ruas Jalan Menganti – Wangon, namun untuk memastikan
kebenaranya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut sehingga analisis sesar dapat dilakukan
dengan sebaik-baiknya.
III - 17
Pengkajian mengenai sesar ini perlu dilakukan karena sesar ini dapat juga
mempengaruhi kestabilan dari batuan – batuan penyusun daerah kajian yang pada akhirnya
berpengaruh pada bangunan teknik yanga dibangun diatasnya
3.6. Parameter Desain
Dalam pemilihan tipe penanggulangan yang cocok, akan terdapat satu atau
beberapa alternatif yang penentuannya tergantung dari tipe longsoran dan kemudian
pelaksanaannya di lapangan. Di samping itu juga tergantung pada dana yang tersedia.
Setelah tipe penanggulangan dipilih, selanjutnya adalah membuat desainnya. Desain
penanggulangannya meliputi perencanaan, analisis kemantapan dan dimensi bangunan.
3.6.1. Stratifikasi Tanah
Stratifikasi tanah adalah penggambaran jenis lapisan tanah berdasarkan hasil
pengujian tanah dari tes Bore Log dan Sondir. Hasil stratifikasi tanah pada kasus longsoran
ini adalah sebagai berikut :
Penyelidikan Sondir
Sondir diambil dalam dua lokasi, yaitu pada STA 6 + 646 dan 6 + 689. Pada STA 6
+ 646 diambil dua titik sondir, yaitu sondir 2 dan sondir 3. Pada STA 6 + 689 diambil dua
titik sondir, yaitu sondir 4 dan sondir 1. STA 6 + 646 dan STA 6 + 689 merupakan
alinyemen horizontal, sehingga antara sondir 2 dengan STA 6 + 689 berada pada jarak
yang berdekatan sedemikian rupa. Berikut adalah hasil analisa lapisan tanah berdasarkan
sondir menurut konsistensinya.
III - 18
• STA 8 + 646
Tabel 3.1. Hasil Sondir 2 (bawah) kanan
Kedalaman
(m)
Jenis Tanah qc
(kg/cm2)
0.2 – 10 Tanah konsistensi sangat lunak sampai
lunak
1 - 7
10 – 14.2 Pasir sangat lepas sampai setengah padat 10 – 60
14.2 - 24 Tanah konsistensi lunak sampai kaku 7 - 38
Tabel 3.2. Hasil Sondir 3 (atas) kiri
Kedalaman
(m)
Jenis Tanah qc
(kg/cm2)
0.6 – 17.4 Tanah konsistensi sangat lunak sampai
lunak
1 - 7
17.4 – 24 Tanah konsistensi teguh sampai kaku 10 – 35
Dengan menggunakan grafik Schmertman, 1969, yang mengkorelasikan antara
nilai qc dan FR dengan jenis tanah, maka dapat ditentukan jenis tanah yang menyusun
daerah permodelan untuk tiap kedalaman.
Dari sondir di STA 8 + 646 di titik S3 dan S2 dapat kita buat stratifikasi tanah
untuk STA 8 + 646 berikut :
III - 19
Gambar 3.8. Stratifikasi tanah STA 8 + 646 dengan S2 dan S3
• STA 8 + 689
Tabel 3.3. Hasil Sondir 4 (depan rumah) kiri
Kedalaman
(m)
Jenis Tanah qc
(kg/cm2)
0.2 – 17.6 Tanah konsistensi sangat lunak sampai
lunak
2 – 12
17.6 – 24 Tanah konsistensi teguh sampai kaku 12 – 35
Tabel 3.4. Hasil Sondir 1 (atas) kanan
Kedalaman
(m)
Jenis Tanah qc
(kg/cm2)
0.4 – 2.4 Tanah timbunan lepas sampai setengah 5 - 50
III - 20
padat
2.4 – 7 Tanah konsistensi sangat lunak sampai lunak 1 - 5
7 - 17.2 Tanah konsistensi lunak sampai teguh 3 - 15
17.2 - 24 Tanah konsistensi kaku 20 - 40
Dari sondir di STA 8 + 689 di titik S4 dan S1 dapat kita buat stratifikasi tanah
untuk STA 8 + 689 berikut :
Gambar 3.9. Stratifikasi tanah STA 8 + 689 dengan S4 dan S1
III - 21
Gambar 3.10. Stratifikasi tanah STA 8 + 689 dengan S4, S1 dan S2
Penyelidikan Boring
Jumlah titik / lokasi boring untuk lokasi Menganti – Wangon ada 4 titik bor. Di
mana BH 4, BH 1, dan BH 2 terletak pada KM 31 + 700. Dari data bore log ini kita bisa
mendapatkan data jenis tanah dan sifat-sifat fisiknya.
Tabel 3.5. Hasil bore log pada km 31 + 700
BH 1
Kedalaman
(m)
Jenis Tanah N SPT
0 – 0.5 Lempung kepasiran mengandung boulder, coklat -
0.5 – 4.8 Lanau kepasiran plastisitas tinggi, mengandung krikil,
lunak, coklat
6
4.8 – 16 Lempung lunak, mengandung sampah, abu-abu
sampai abu-abu kecoklatan
3 - 5
16 - 25 Lempung kepasiran, teguh sampai kaku, mengandung
sedikit pasir halus, abu-abu
6
III - 22
BH 2
Kedalaman
(m)
Jenis Tanah N SPT
0 – 2 Lanau lunak, coklat kekuningan -
2 – 10 Lempung lunak, abu-abu kecoklatan 2 – 3
10 – 16.5 Pasir kelempungan, lepas sampai agak padat, butiran
halus sampai sedang, abu-abu kehitaman
6
16.5 - 20 Lempung kepasiran, teguh sampai kaku, mengandung
sedikit pasir halus, abu-abu
8 – 12
BH 3
Kedalaman (m) Jenis Tanah N SPT
0 – 2 Lanau, lunak sampai teguh, coklat kekuningan -
2 – 5.5 Lempung, lunak, mengandung sedikit pasir halus,
abu-abu kecoklatan
3
5.5 – 12 Lempung, lunak, butiran halus, abu-abu 3 – 4
12 – 16 Pasir kelempungan, lepas sampai agak padat, butiran
halus sampai sedang, abu-abu kehitaman
6
16 – 20 Lempung kepasiran, teguh sampai kaku, mengandung
sedikit pasir halus, abu-abu kehitaman
7 - 14
BH 4
Kedalaman (m) Jenis Tanah N SPT
0 – 3 Lanau, kaku, butiran halus, coklat kekuningan -
3 – 10 Lempung kepasiran, butiran halus, abu-abu
kecoklatan
4 – 6
10 – 19 Pasir kelempungan, lepas, butiran halus, abu-abu
kehitaman
3 – 6
19 – 25 Pasir, lepas, butiran halus sampai sedang, abu-abu 8 - 9
III - 23
kecoklatan
Kemudian dari data-data boring di atas kita bisa membuat stratifikasi tanah sebagai
berikut.
Gambar 3.11. Stratifikasi tanah KM 31 + 700 dengan B4, B1 dan B2
3.6.2. Perilaku Karakteristik Tanah
Dari data profil tanah yang berasal dari Laboraturium Mekanika Tanah Universitas
Diponegoro pada Ruas Jalan Menganti – Wangon, data sondir dan boring di atas, diperoleh
kesimpulan bahwa jenis tanah pada badan jalan adalah tanah lanau (lempung organik).
Material tanah yang berupa lempung mempunyai ukuran butiran yang sangat kecil serta
menunjukkan sifat kohesi dan sifat plastisitas. Kohesi menunjukkan sifat saling melekat
antar butirannya, sedangkan sifat plastis menunjukkan kemungkinan berubah bentuk tanpa
terjadi perubahan isi atau tanpa kembali kebentuk semula.
Berdasarkan survey lapangan yang telah dilakukan diketahui bahwa longsoran
terutama terjadi pada musim penghujan. Dugaan longsoran yang terjadi pada musim hujan
untuk banyak kasus adalah karena tanah mempunyai sifat ekspansif yang akan
mengembang pada waktu terkena air.
III - 24
Tanah lempung ekspansif adalah tanah yang tersusun dari mineral lempung yang
mengandung mineral montnorrilonite yang mempunyai sifat kembang susut yang tinggi
jika perubahan kadar air, sehingga banyak terjadi kerusakan jalan pada jalan yang
melewati tanah ekspansif akibat dari proses kembang susut yang berulang setiap perubahan
musim kemarau ke musim penghujan atau sebaliknya.
a. Mengidentifikasi potensi mengembang tanah lempung
Chen (1975) menggunakan indeks plastisitas untuk mengetahui potensi
mengembang tanah, sebagaimana telah dibahas pada bab II tabel 2.6. Hubungan potensi
mengembang dengan indeks plastisitas.
Tabel 3.6. Hasil liquid dan plastic limit test
Bore Hole Kedalama
n
LL PL PI Potensi
Mengembang
BH 1 4 – 4.5
8 – 8.5
14 – 14.5
17 – 17.5
24.5 - 25
45.8
60.5
69
66.8
56
30
28.57
35.38
36.03
29.25
15.8
31.93
33.62
30.77
26.75
Sedang
Tinggi
Tinggi
Tinggi
sedang
BH 2 4 – 4.5
8 – 8.5
17 – 17.5
67.8
67.7
66.15
34.65
35.14
34.82
33.15
32.56
31.33
Tinggi
Tinggi
Tinggi
BH 3 4 – 4.5
8 – 8.5
17 – 17.5
50.8
48.3
69.9
30.12
26.15
35.42
20.68
22.15
34.48
Sedang
Sedang
Tinggi
BH 4 4 – 4.5
8 – 8.5
60.40
65.7
30.95
31.97
29.45
33.73
Sedang
Tinggi
Berdasarkan data diatas, nilai indeks plastisitas yang dimiliki pada ruas Jalan
Menganti – Wangon adalah antara 15.8 sampai 34.48, sehingga tanah lempung pada ruas
III - 25
jalan tersebut mempunyai potensi mengembang yang sedang sampai pada kedalaman 5 m
dan tinggi untuk kedalaman di bawahnya.
.
b. Mengidentifikasi tingkat ekspansi tanah lempung
Pada table 2.7. pada bab 2, Altmeyer (1955), menghubungkan nilai batas susut (SL)
dan susut linier (LS) dengan tingkat ekspansi.
Tabel 3.7. Hasil shrinkage limit test
Bore
Hole
Kedalama
n
Shrinkage Limits Susut
Linear
Tingkat
Ekspansi
BH 1 -4
-8
-14
-17
-24.5
12.97
11.21
18.94
18.37
17.08
16.05
17.29
17.10
17.58
16.57
Kritis
Kritis
Kritis
Kritis
Kritis
BH 2 -4
-8
-14
-17
6.76
9.22
pasir kelempungan (tidak dapat
dicetak)
12.58
21.52
15.05
18.79
Kritis
Kritis
Kritis
BH 3 -4
-8
-14
-17
13.06
11.66
psir kelempungan (tidak dapat
dicetak)
10.40
17.19
17.13
16.35
Kritis
Kritis
Kritis
BH 4 -4
-8
-14
-17
9.44
8.03
pasir kelempungan (tidak dapat
dicetak)
pasir kelempungan (tidak dapat
18.21
17.73
Kritis
Kritis
III - 26
-24.5
dicetak)
pasir kelempungan (tidak dapat
dicetak)
Berdasarkan data yang telah ada, nilai batas susut yang dimiliki tanah pada ruas
Jalan Menganti – Wangon adalah sekitar 6.76 sampai 18.94 dan nilai susut linier adalah
sekitar 15.05 sampai 18.79, sehingga tanah lempung termasuk dalam kategori mempunyai
tingkat ekspansi yang kritis.
Dari identifikasi menurut Chen (1975) dan Altmeyer (1955) dapat diketahui bahwa
tanah lempung pada ruas jalan Menganti-Wangon mempunyai pengembangan yang tinggi
dan tingkat ekspansi yang kritis.
3.6.3. Parameter Tanah
Parameter tanah digunakan untuk mendeskripsikan sifat-sifat tanah dan perilaku
karakteristik tanah. Setelah mendapatkan stratifikasi dari penampang melintang bidang
longsoran yang mewakili daerah kajian, maka kita harus mendapatkan data-data yang
menjelaskan properties dari tiap-tiap strata dalam steratifikasi tersebut, baik itu soil
properties (kohesi (c), sudut geser (ø), berat lsi (γ) tanah, water content (w), void ratio
(e)), maupun engineering properties (triaxial test, unconfined test, dan consolidation test)
III - 27
Tabel 3.8. Summary Of Soil Test
No. No. Lokasi Depth Berat Isi Berat Kadar Porosity Void Plasticity Test Shrinkage Bore Hole Tanah Jenis Air (n) Ratio LL PL PI Limits γ Tanah (w) Test (m) (gr/cm3) (Gs) % % (e) % % % %
1,00 BH 1 -4,00 1,72 2,69 48,26 56,85 1,32 45,80 30,00 15,80 12,97 -8,00 1,62 2,61 49,36 58,34 1,40 60,50 28,57 31,93 11,21 -14,00 1,60 2,61 62,04 62,12 1,64 69,00 35,38 33,62 18,94 -17,00 1,66 2,66 64,36 61,39 1,63 66,80 36,03 30,77 18,37 -24,50 1,65 2,66 59,72 61,11 1,67 56,00 29,25 26,75 17,08
2,00 BH 2 -4,00 1,60 2,61 64,03 62,64 1,68 67,80 34,65 33,15 6,76 -8,00 1,62 2,62 65,28 62,68 1,68 67,70 35,14 32,56 9,22 -14,00 1,63 2,62 58,74 60,83 1,55 TIDAK DAPAT DICETAK - -17,00 1,65 2,65 28,89 51,85 1,08 66,15 34,82 31,33 12,58
3,00 BH 3 -4,00 1,68 2,69 48,83 57,39 1,35 50,80 30,12 20,68 13,06 -8,00 1,69 2,68 61,49 60,58 1,54 48,30 26,15 22,15 11,66 -14,00 1,67 2,66 25,05 49,68 0,99 TIDAK DAPAT DICETAK - -17,00 1,66 2,62 286,89 51,00 1,04 69,90 35,42 34,48 10,40
4,00 BH 4 -4,00 1,64 2,62 37,37 54,34 1,19 60,40 30,95 29,45 9,44 -8,00 1,65 2,63 46,93 57,33 1,34 65,70 31,97 33,73 8,03 -14,00 1,65 2,62 30,57 51,65 1,07 TIDAK DAPAT DICETAK - -17,00 1,67 2,65 35,58 53,64 1,16 TIDAK DAPAT DICETAK - -24,50 1,68 2,69 25,12 50,22 1,01 TIDAK DAPAT DICETAK -
III - 28
Tabel 3.9. Summary of Engineering Properties
No. No. Lokasi Depth Dirrect Shear Test Triaxial Test U - U Bore Hole c Ø Total Effective c Ø c Ø (m) kg/cm2 (°) kPa (°) kPa (°) 1 BH 1 -4,00 0,20 14,00 20,40 14,10 30,10 18,40 -8,00 0,12 9,00 60,00 6,40 60,00 8,30 -14,00 0,15 9,00 19,00 8,10 18,80 12,20 -17,00 0,20 15,00 22,40 6,20 22,50 9,90 -24,50 0,13 16,00 21,60 3,40 21,50 5,30 2 BH 2 -4,00 0,12 5,00 34,70 6,00 35,50 8,90 -8,00 0,13 6,00 65,30 7,10 65,30 9,60 -14,00 0,09 20,00 - - - - -17,00 0,10 19,00 - - - - 3 BH 3 -4,00 0,16 13,00 48,20 4,30 44,80 7,80 -8,00 0,17 15,00 23,40 13,00 20,00 19,70 -14,00 0,12 20,00 - - - - -17,00 0,18 20,00 - - - - 4 BH 4 -4,00 0,12 6,00 - - - - -8,00 0,14 12,00 15,70 3,00 15,30 4,90 -14,00 0,09 21,00 - - - - -17,00 0,10 20,00 - - - - -24,50 0,08 22,00 - - - -
Untuk analisa longsoran dengan menggunakan Plaxis V. 7. 11 pada ruas jalan raya
Menganti - Wangon pada STA 8 + 400 s/d 8 + 750 diperlukan parameter tanah yang didapat
dari data-data tanah hasil penyelidikan yang diperoleh secara langsung dari laboratorium
mekanika tanah Universitas Diponegoro Semarang. Data tanah yang diperlukan sebagai
parameter tanah dalam program Plaxis V. 7. 11 dengan model material Mohr-Coloumb adalah
sebagai berikut :
• Kohesi ( c )
Kohesi merupakan gaya tarik menarik antar partikel tanah. Bersama dengan sudut geser
tanah, kohesi merupakan parameter kuat geser tanah yang menentukan ketahanan tanah
terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah. Deformasi dapat terjadi akibat
III - 29
adanya kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser. Nilai dari kohesi
didapat dari engineering properties, yaitu dengan Triaxial Test dan Direct Shear Test.
Tabel 3.10. Nilai Kohesi dari Direct Shear Test dan Triaxial Test U - U
Jenis Tanah Bore
Hole
Kedalaman
(m)
Nilai c
Direct
Shear
Test
(kN/m2)
Triaxial
Test U - U
(kN/m2)
Lempung
Organik 1
BH 4
BH 1
BH 2
0 – 5.6
0 – 7
0 – 3
11.70
19.61
-
-
26.4
50
Lempung
Organik 2
BH 4
BH 1
BH 2
5.6 – 16.6
7 – 16.8
3 – 10
11.28
13.24
12.23
15.7
39.59
50
Lempung
Kepasiran
BH 4
BH 1
BH 2
> 16.6
> 16.8
> 14.2
8.83
16.18
9.81
-
22
-
Pasir
Kelempungan
BH 4
BH 1
BH 2
-
-
10 – 14.20
-
-
8.83
-
-
- Nilai kohesi yang diambil :
a. Lempung Organik 1 : 11.7 kN/m2
b. Lempung Organik 2 : 11.28 kN/m2
c. Lempung Kepasiran : 8.83 kN/m2
d. Pasir Kelempungan : 8.83 kN/m2
III - 30
• Sudut Geser Dalam ( φ )
Sebagaimana telah dibahas dalam bab sebelumnya, sudut geser dalam bersama dengan
kohesi merupakan factor dari kuat geser tanah. Nilai dari sudut geser dalam juga didapat
dari engineering properties tanah, yaitu dengan Triaxial Test dan Direct Shear Test.
Tabel 3.11. Nilai Sudut Geser Dalam dari Triaxial Test dan Direct Shear Test
Jenis Tanah Bore
Hole
Kedalaman
(m)
Nilai Ø
Direct Shear
Test (º)
Triaxial Test
U – U (º)
Lempung
Organik 1
BH 4
BH 1
BH 2
0 – 5.6
0 – 7
0 – 3
6
14
-
-
14.1
-
Lempung
Organik 2
BH 4
BH 1
BH 2
5.6 – 16.6
7 – 16.8
3 – 10
16.5
9
5.5
3
7.25
6.55
Lempung
Kepasiran
BH 4
BH 1
BH 2
> 16.6
> 16.8
> 14.2
21
15.5
20
-
4.8
-
Pasir
Kelempungan
BH 4
BH 1
BH 2
-
-
10 – 14.20
-
-
19
-
-
-
Nilai sudut geser dalam yang diambil :
a. Lempung Organik 1 : 14.1 °
b. Lempung Organik 2 : 3 °
c. Lempung Kepasiran : 4.8 °
d. Pasir Kelempungan : 19 °
• Modulus Young ( Eref )
III - 31
PLAXIS menggunakan Modulus Young sebagai modulus kekakuan dasar dalam model
Mohr-Coloumb. Nilai parameter kekakuan yang diambil dalam perhitungan membutuhkan
perhatian yang khusus di mana material tanah memperlihatkan sifat non-linear sejak dari
awal pembebanan.
Ada beberapa data yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai modulus young, antara
lain :
o Diagram tegangan – regangan dari Triaxial Test
o Data N-SPT
o Data sondir
Tabel 3.12. Nilai Modulus Young dari Triaxial Test dan Bore Log
Jeni
s Tan
ah
Bore
Hole
Kedalaman
(m)
(σ1-σ 3
) 50
(kN
/m2 )
ε rat
a-ra
ta
(in/m
in)
N-S
PT
Modulus Young
(E)
(kN/m2)
Triaxial
Test
Bore
Log
Lem
pung
Org
anik
1 BH 4
BH 1
BH 2
0 – 5.6
0 – 7
0 – 3
-
50
-
-
0.02
-
4
4.5
2
-
2500
-
2585.53
2729.17
2010.97
Lem
pung
Org
anik
2 BH 4
BH 1
BH 2
5.6 – 16.6
7 – 16.8
3 – 10
19.3
52.08
50
0.02
0.02
-
5
4.33
2.5
965
2604
2500
2872.81
2680.33
2154.61
Lem
pung
Kep
asira
n BH 4
BH 1
BH 2
> 16.6
> 16.8
> 14.2
-
33.83
-
-
0.02
-
7.67
6
8.67
-
1691.5
-
3639.85
3160.09
3927.13
III - 32
Pasi
r
Kel
empu
ngan
BH 4
BH 1
BH 2
-
-
10 – 14.20
-
-
-
-
-
-
-
-
6
-
-
-
-
-
3160.09
Tabel 3.13. Nilai Modulus Young dari Sondir
Jenis
Tanah Sond
ir Kedalaman
(m) qc
Modulus Young (E)
(kN/m2)
Lempung
Organik 1
S 4
S 1
S 2
0 – 5.6
0 – 7
0 – 3
5.62
10.47
2.75
1102.27
2053.51
539.37
Lempung
Organik 2
S 4
S 1
S 2
5.6 – 16.6
7 – 16.8
3 – 10
7.47
10.27
2.89
1465.11
2014.29
566.82
Lempung Kepasiran
S 4
S 1
S 2
> 16.6
> 16.8
> 14.2
26.94
28.56
18.88
5283.82
5601.56
3702.99
Pasir
Kelempungan
S 4
S 1
S 2
-
-
10 – 14.20
-
-
38.62
-
-
11361.98
Nilai modulus young yang diambil :
a. Lempung Organik 1 : 593.37 kN/m2
b. Lempung Organik 2 : 566.82 kN/m2
c. Lempung Kepasiran : 1691.5 kN/m2
d. Pasir Kelempungan : 3160.09 kN/m2
• Poisson’s Ratio ( ν )
III - 33
Pemilihan Poisson’s Ratio pada model Mohr-Coloumb relatif sederhana apabila digunakan
pada Gravity Loading (peningkatan nilai ΣMWeight dari 0 sampai 1 pada perhitungan
plastis). Nilai Poisson’s Ratio adalah antara 0,3-0,4. Pada model plastis nilai Poisson’s
Ratio diambil nilai yang rendah, sebaliknya menggunakan model Mohr-Coloumb nilai
Poisson’s Ratio diambil nilai yang besar. Karena pengaruh sifat undrained nilai Poisson’s
Ratio nilai terbesar yang dapat diambil 0.35. Untuk lempung organik atas dan lempung
organik bawah digunakan 0.35, sedangkan untuk lempung kepasiran dan pasir kelempungan
digunakan 0.3.
• Sudut Dilatansi ( ψ )
Pada tanah lempung nilai ψ = 0o, sudut dilatansi untuk tanah pasir tergantung pada kerapatan
dan sudut gesernya, pada umumnya 30o. Pada sebagian besar kasus nilai ψ = 0o , untuk nilai
sudut geser kurang dari 30o.
• Berat Isi Tanah Kering ( γdry )
Nilai dari berat isi tanah kering juga didapat dari hasil pengujian tanah dengan Triaxial Test
dan juga Soil Test.
Tabel 3.14. Berat Isi Tanah Kering dari Triaxial Test dan Soil Test
Jenis Tanah Bore
Hole
Kedalaman
(m)
γdry (kN/m3)
Triaxial
Test
Soil
Test
Lempung
Organik 1
BH 4
BH 1
BH 2
0 – 5.6
0 – 7
0 – 3
-
11.1
-
11.74
11.39
-
Lempung
Organik 2
BH 4
BH 1
BH 2
5.6 – 16.6
7 – 16.8
3 – 10
8.6
10.27
10.20
11.71
10.17
9.58
III - 34
Lempung Kepasiran
BH 4
BH 1
BH 2
> 16.6
> 16.8
> 14.2
-
10.05
-
12.74
10.14
12.54
Pasir
Kelempungan
BH 4
BH 1
BH 2
-
-
10 – 14.20
-
-
-
-
-
10.08
Nilai berat isi tanah kering yang diambil :
a. Lempung Organik 1 : 11.1 kN/m3
b. Lempung Organik 2 : 8.6 kN/m3
c. Lempung Kepasiran : 10.05 kN/m3
d. Pasir Kelempungan : 10.08 kN/m3
• Berat Isi Tanah Jenuh Air ( γsat )
Nilai dari berat isi tanah jenuh air didapat dengan menggunakan rumus:
wsat eeGs γγ ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
++
=1
Di mana :
Gs : Specific Gravity
e : Angka Pori
γw : Berat Isi Air (10 kN/m3)
Nilai-nilai dari Gs, e dan γw didapat dari hasil pengujian tanah dengan Triaxial Test dan juga
Soil Test.
III - 35
Tabel 3.15. Berat Isi Tanah Jenuh dari Triaxial Test dan Soil Test
Nilai berat isi tanah jenuh yang diambil :
a. Lempung Organik 1 : 17.033 kN/m3
b. Lempung Organik 2 : 15.447 kN/m3
c. Lempung Kepasiran : 16.351 kN/m3
d. Pasir Kelempungan : 16.394 kN/m3
• Permeabilitas Arah Vertikal ( ky ) dan Permeabilitas Arah Horizontal ( kx )
Nilai dari e untuk mencari permeabilitas didapat dari hasil Triaxial Test dan juga Soil Test.
Jenis
Tanah
Bore
Hole
Depth
(m)
Triaxial Test Soil Test
Gs e γsat
(kN/m3) Gs e
γsat
(kN/m3)
Lempung
Organik 1
BH 4
BH 1
BH 2
0 – 5.6
0 – 7
0 – 3
-
2.65
-
-
1.346
-
-
17.033
-
2.6218
2.6927
-
1.1901
1.3175
-
17.405
17.304
-
Lempung
Organik 2
BH 4
BH 1
BH 2
5.6 – 16.6
7 – 16.8
3 – 10
2.65
2.65
2.65
2.029
1.539
1.560
15.447
16.499
16.445
2.6235
2.6247
2.6156
1.9751
1.5557
1.6783
15.457
16.357
16.032
Lempung
Kepasiran
BH 4
BH 1
BH 2
> 16.6
> 16.8
> 14.2
-
2.65
-
-
1.598
-
-
16.351
-
2.6924
2.6595
2.6545
1.0090
1.5711
1.0766
18.424
16.454
17.967
Pasir
Kelempungan
BH 4
BH 1
BH 2
-
-
10 – 14.2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2.6326
-
-
1.5533
-
-
16.394
III - 36
Tabel 3.16. Nilai Permeabilitas Arah Vertikal dan Arah Horizontal
Jenis
Tanah
Bore
Hole
Kedalaman
(m)
Triaxial test Soil Test
e KH
(kN/m3)
Kv
(kN/m3)
e KH
(kN/m3)
Kv
(kN/m3)
Lempung
Organik 1
BH 4
BH 1
BH 2
0 – 5.6
0 – 7
0 – 3
-
1.346
-
-
1.039
-
-
1.039
-
1.1901
1.3175
-
0.769
0.987
-
0.769
0.987
-
Lempung
Organik 2
BH 4
BH 1
BH 2
5.6 – 16.6
7 – 16.8
3 – 10
2.029
1.539
1.560
2.7577
1.577
1.216
2.7577
1.542
1.169
1.189
1.556
1.1783
0.626
1.689
1.755
0.626
1.589
1.767
Lempung
Kepasiran
BH 4
BH 1
BH 2
> 16.6
> 16.8
> 14.2
-
1.598
-
-
1.581
-
-
1.514
-
1.009
1.571
1.0766
0.5113
1.5083
0.6009
0.5113
1.5083
0.6009
Pasir
Kelempun
gan
BH 4
BH 1
BH 2
-
-
10 – 14.2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1.553
-
-
1.468
-
-
1.468
III - 37
Nilai permeabilitas arah horisontal yang diambil :
a. Lempung Organik 1 : 0.769 kN/m3
b. Lempung Organik 2 : 1.626 kN/m3
c. Lempung Kepasiran : 0.511 kN/m3
d. Pasir Kelempungan : 1.468 kN/m3
Tabel 3.17. Material Properties Tanah
III - 38
PROPERTIES NAMA Lempung
1
Lempung
2
Lempung
Pasir
Pasir
Lempung UNIT
Kedalaman - 0-7 7-16.8 16.8 < 10-14.2 m
Material model Model Mohr-
Coloumb
Mohr-
Coloumb
Mohr-
Coloumb
Mohr-
Coloumb -
Type of material
behaviour Type Undrained Undrained Undrained Undrained -
Soil unit weight
above phreatic level γdry 11.1 8.6 10.05 10.08 kN/m3
Soil unit below
phreatic level γsat 17.033 15.447 16.351 16.394 kN/m3
Permeability in
horizontal direction Kx 0.769 0.626 0.511 1.468 m/day
Permeability in
vertical direction Ky 0.769 0.626 0.511 1.468 m/day
Young’s modulus
(constant) Eref 593.37 566.82 1691.5 3160.09 kN/m2
Poisson’s ratio ν 0.35 0.35 0.3 0.3 -
Cohession
(constant) cref 11.7 11.28 8.83 8.83 kN/m2
Friction angle φ 14.1 3 4.8 19 o
Dilatancy angle ψ 0 0 0 0 o
3.7. Bidang Longsoran
III - 39
Pergerakan tanah tetlah terjadi selama bertahun-tahun dan permukaan jalan terlihat
secara nyata mengalami deformasi. Longsoran terjadi pada debris lereng yang tidak seragam
yang terletak di atas formasi serpih yang lemah. Di atas lereng batu tuf muncul ke permukaan
(outcrop) dari formasi haling membentuk lipatan patah di atas jalan. Bidang gelincir biasanya
terletak diantara batu tuf lapuk dan serpih lapuk yang menumpang di atas serpih segar dalam
kedudukan miring yang keseimbangannya terganggu akibat air yang keluar dari mata air atau
naiknya permukaan air tanah. Kondisi ini menyebabkan kenaikan tekanan air pori yang
kemudian mengakibatkan turunnya momen tahanan dari tanah.
Pada lokasi kajian selain karena lapisan tanah yang lunak berupa lempung ekspansif
kritis, terganggunya keseimbangan lereng juga disebabkan oleh perubahan tekanan air pori
akibat dari resapan air hujan, sistem drainase yang buruk yang akan menurunkan nilai c dan Ø
yangmenurunkan momen tahanan tanah dam menurunkan angka keamanan.
Bentuk dan kedalaman bidang longsoran sangat penting dalam analisis kemantapan lereng
untuk menentukan dimensi dan stabilitas penanggulangan yang dipilih. Bidang longsoran juga
penting dalam menentukan letak dan kedalaman struktur penanggulangan.
Bentuk bidang longsor dipengaruhi oleh letak kedalaman tanah keras. Apakah nantinya
bidang longsor akan berada pada muka lereng, pada kaki lereng atau pada dasar lereng. Letak
kedalaman tanah keras itu digunakan untuk menentukan factor kedalaman (Df).
Berdasarkan data-data dari sondir dan bore log, diketahui bahwa sampai pada kedalaman
25 m di lokasi kajian tidak terdapat tanah keras. Jadi nilai faktor kedalamannya adalah :
H
HDD f+
=
Karena nilai D (kedalaman tanah keras) di atas 25 m, maka bentuk bidang longsor yang dipakai
adalah melalui dasar lereng :
III - 40
Gambar 3.12. Tipe bidang busur longsor di lokasi kajian
Dengan mempertimbangkan nilai-nilai qc dan N-SPT, maka dapat dibuat bidang busur
longsor sebagai berikut :
Gambar 3.13. Bidang busur longsor di lokasi kajian
Dari bidang busur longsor di atas kemudian dicari titik perkiraan pusat busur lingkaran
longsor. Pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan sudut-sudut pendekatan Fellenius dalam
III - 41
bab 2. Setelah ditentukan titik pendekatannya kemudian dengan metode trial and error dicari
faktor keamanan untuk titik di sekitar titik tersebut. Proses tersebut terus diulang sampai
ditemukan titik dengan angka keamanan yang terkecil. Titik tersebut adalah titik perkiraan letak
pusat busur lingkaran longsor, yang kemudian diselesaikan dengan menggunakan metode
Bishop.