bab iii
DESCRIPTION
AMLTRANSCRIPT
![Page 1: BAB III](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022072112/577c838a1a28abe054b5559e/html5/thumbnails/1.jpg)
Binti Shofiatul Jannah
RMK Akuntansi Manajemen Lanjutan
BAB III
PENGGUNAAN SISTEM MANAJEMEN BIAYA UNTUK EFISIENSI
A. Operating Activity Based Management
Berikut ini adalah perbandingan antara konsep activity based costing dengan activity
based management.
Gambar 1. Konsep Activity based Costing
Dalam gambar tersebut model activity based costing diwakili dengan model yang
vertikal, dimana biaya akan dibebankan pada aktivitas, yang pada akhirnya akan dibebankan
pada objek biaya. Sedangkan activity based management yang diwakili dengan model yang
horizontal, dengan tujuan untuk melakukan perbaikan terhadap aktivitas sehingga aktivitas-
aktivitas tersebut dapat dilakukan dengan lebih efisien.
Dalam penerapan activity based management, maka model activity based costing
yang harus dipakai adalah model activity based costing yang memisahkan antara biaya
fleksibel dengan biaya committed. Tanpa pemisahan tersebut, perusahaan akan mengalami
kesulitan untuk monitoring dari dampak efisiensi terhadap pengurangan biaya perusahaan.
Hal ini disebabkan karena tidak semua biaya-biaya yang dikleuarkan perusahaan akan
otomatis berkurang meskipun perusahaan menghilangkan semua aktivitas-aktivitas yang
Resources
Driver Analysis Performance
Measures
Cost Objects
Activities
Cost Dimension
Process Dimension
How Well? Why?
What?
![Page 2: BAB III](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022072112/577c838a1a28abe054b5559e/html5/thumbnails/2.jpg)
dilakukannya. Hanya biaya yang bersifat fleksibel yang akan hilang, sedangkan biaya yang
bersifat committed tidak otomatis langsung hilang.
Perbandingan aktivitas-aktivitas dalam activity based costing dan activity based
management adalah sebagai berikut.
activity based costing activity based management
a. Unit level a. Aktivitas yang memiliki nilai (value added
activity)
b. Batch level b. Aktivitas yang tidak memiliki nilai (non
value added activity)
c. Product level
d. Facility level
Value added activities adalah aktivitas-aktivitas yang memiliki nilai tambah dimata
konsumen, akibatnya konsumen mau membayar lebih karena perusahaan melakukan
aktivitas tersebut. Misalnya, aktivitas produksi (memotong kayu, merakit kursi) merupakan
aktivitas yang memiliki nilai tambah, karena konsumen merasa bahwa mereka tidak dapat
melakukannya sendiri, maka mereka mau membayar lebih karena perusahaan melakukan
aktivitas tersebut.
Sebaliknya konsumen tidak akan mau membayar untuk aktivitas-aktivitas yang tidak
menambah nilai yang dilakukan perusahaan. Karena itu, perusahaan mencoba untuk
menekan bahwa menghilangkan biaya dari aktivitas-aktivitas yang tidak menambah nilai
tersebut. Contoh dari aktivitas-aktivitas yang tidak menambah nilai adalah sebagai berikut.
1. Pengerjaan ulang (rework), aktivitas ini tidak memiliki nilai tambah, karena aktivitas
pengerjaan ulang menyebabkan perusahaan melakukan aktivitas tersebut sebanyak dua
kali untuk produk yang sama, karena aktivitas yang pertama kali dilakukan menghasilkan
produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi. Pembelin tidak akan akan peduli apakah
terdapat pengerjaan ulang dalam proses produksi perusahaan, yang penting bagi pembeli
adalah membeli produk perusahaan dalam keadaan baik dan berfungsi sebagaimana
menstinya.
2. Pemeriksaan atau inspeksi, merupakan aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah. Jika
perusahaan dapat melakukan seleksi pemasok dengan baik, sehingga bahan baku yang
dipasok selalu sesuai dengan spesifikasi, maka tidak diperlukan inspeksi bahan mentah
lagi.
![Page 3: BAB III](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022072112/577c838a1a28abe054b5559e/html5/thumbnails/3.jpg)
3. Penyimpanan, biaya-biaya yang terkait dengan aktivitas penyimpanan, seperti biaya sewa
atau penyusutan gudang, biaya gaji orang gudang dan sebagainya merupakan biaya yang
tidak memiliki nilai tambah.
B. Efisiensi Biaya dalam Operating Activity Based Management
Dalam konsep activity based management, efisiensi aktivitas dapat dilakukan dengan
empat cara, yaitu
1. Penghilangan aktivitas (activity elimination)
Tujuan: untuk menghilangkan aktivitas yang tidak menambah nilai, dengan harapan jika
aktivitas dihilangkan maka biaya yang dikeluarkan untuk aktivitas itu juga dihilangkan.
2. Pengurangan aktivitas (activity reduction)
Untuk aktivitas yang tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, maka perusahaan dapat
menghasilkan tingkat output yang sama dengan mempergunakan aktivitas yang lebih
seidkit.
3. Pemilihan aktivitas (activity selection)
Perusahaan akan memilih alternatif aktivitas yang lebih murah, seperti pemilihan apakah
sebaiknya perusahaan memproduksi sendiri atau melakukan outsourcing.
4. Activity Sharing
Tujuan: untuk mengurangi besarnya kapasitas menganggut perusahaan.
Bagian berikutnya dalam konsep operating activity based management adalah
mencari tolok ukur yang dapat diprgunakan untuk memonitor kemajuan dari proses efisiensi
yang dilakukan perusahaan. Tolok ukur yang digunakan sebaiknya dilihat dari tiga sisi, yaitu
biaya, waktu dan kualitas.
C. Biaya Kualitas (Cost of Quality)
Salah satu konsep konkrit operating activity based management adalah konsep biaya
kualitas. Konsep biaya kualitas ini disarankan dipergunakan oleh perusahaan yang
emngaplikasikan program gugus kendali mutu (GKM). Tujuan dari proses GKM adalah untuk
menghasilkan barang yang berkualitas. Berkualitas dalam hal ini berarti memproduksi barang
yang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan perusahaan.
Biaya kualitas yang dikeluarkan perusahaan dapat dibagi menjadi empat bagian besar,
yaitu
1. Biaya pencegahan (prevention cost)
2. Biaya pemeriksaan (appraisal cost)
3. Biaya kegagalan internal (internal failure cost)
4. Biaya kegagalan eksternal (external failure cost)
Biaya pengendalian
Biaya kegagalan
![Page 4: BAB III](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022072112/577c838a1a28abe054b5559e/html5/thumbnails/4.jpg)
Biaya pencegahan (prevention cost) adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk
mencegah agar perusahaan tidak memproduksi barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi.
Musalnya biaya untuk melakukan pelatihan terhadap orang-orang, membeli mesin yang lebih
handal, melakukan perawatan berkala yang konsisten.
Biaya pemeriksaan (appraisal cost) adalah biaya yang dikeluarkan untuk mencegah
agar barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang sudah terlanjur diproduksi oleh
perusahaan agar jangan sampai diproses lebih lanjut.
Biaya kegagalan internal (internal failure cost) adalah biaya yang terpaksa dikeluarkan
oleh perusahaan, karena perusahaan telah memproduksi barang yang tidak sesuai
spesifikasi, namun kondisi barang yang tidak baik tersebut ditemukan sebelum barang
tersebut sampai ke tangan konsumen akhir. Contohnya biaya pengerjaan ulang.
Biaya kegagalan eksternal (external failure cost) pada dasarnya memiliki konsep yang
sama dengan biaya kegagalan internal. Bedanya, barang yang tidak sesuai dengan
spesifikasi tersebut baru ditemukan setelah sampai ketangan konsumen akhir.
Monitoring terhadap pergerakan biaya kualitas dapat dilakukan melalui perbandingan
rasio dari satu periode ke periode lainnya. Rasio yang akan dibuat adalah
1. Total biaya kualitas/penjualan
2. Biaya pencegahan/penjualan
3. Biaya pemeriksaan/penjualan
4. Biaya kegagalan internal/penjualan
5. Biaya kegagalan eksternal/penjualan
D. Biaya Kualitas Tersembunyi (Hidden Quality Cost)
Biaya ini disebut tersembunyi karena biaya-biaya tersebut tidak dapat dilihat langsung
pada catatan akuntansi perusahaan, namun diukur secara khusus. Contoh, penjualan yang
hilang akibat ketidakpuasan konsumen karena memperoleh barang yang tidak sesuai dengan
spesifikasi.
Dalam konsep Taguchi quality loss function, setiap terjadi penyimpangan terhadap
spesifikasi yang sudah ditentukan perusahaan akan menimbulkan kerugian perusahaan.
Semakin jauh penyimpangan tersebut, maka kerugian yang dialami perusahaan akan
semakin tinggi, dan kerugian tersebut akan meningkat dalam fungsi kuadratik.
Penerapan konsep biaya kualitas akan semakin mudah dilakukan apabila perusahaan
sudah memiliki sistem ABC. Hal ini disebabkan penggolongan berdasarkan charts of account
perusahaan akan menyulitkan penggolongan biaya menjadi keempat biaya kualitas tersebut.
Contohnya, dalam charts of account perusahaan yang ada adalah biaya gaji, namun untuk
![Page 5: BAB III](https://reader035.vdocuments.mx/reader035/viewer/2022072112/577c838a1a28abe054b5559e/html5/thumbnails/5.jpg)
analisis biaya kualitas maka biaya gaji tersebut harus dibebankan kepada aktivitas-aktivitas
yang dilakukan oleh perusahaan. Jika sudah diketahui biaya masing-masing aktivitas, baru
dapat digolongkan mana yang masuk dalam golongan biaya pencegahan,pemeriksaan,
kegagalan internal, ataupun kegagalan eksternal. Dengan demikian, salah satu konsep
penerapan konkrit dari operating activity based management adalah model biaya kualitas ini.
E. Lean Production
Konsep lean production juga sering disebut dengan Toyota Production System (TPS),
karena perusahaan tersebut yang memelopori penggunaan sistem ini. Berdasarkan lean
production inilah kemudian berkembang konsep baru yang disebut lean accounting.
Konsep lean production bertujuan untuk membuat perusahaan menjadi “kurus” (lean)
dengan cara membuang segala aktivitas-aktivitas dan juga biaya yang tidak memiliki nilai
tambah bagi perusahaan. Dalam konsep lean, terdapat tujuh pemborosan yang harus
dihilangkan perusahaan, yaitu
1. Kelebihan produksi
2. Persediaan
3. Motion
4. Material movement
5. Correction, termasuk rework
6. Over processing
7. Waiting
Perusahaan yang menerapkan konsep lean, biasanya mengorganisir perusahaan
mereka berdasarkan value system. Satu value system terdiri dari keseluruhan aktivitas, baik
itu yang menambah nilai maupun yang tidak menambah nilai, yang terkait dengan suatu
produk atau kelompok produk, baik dari proses pengadaan barang mentah, proses produksi,
sampai dengan produk tersebut sampai ketangan konsumen akhir. Biasanya rangkaian
aktivitas dalam satu value stream hanya diperuntukkan untuk satu produk saja.
Penggunaan value stream diharapkan dapat mempercepat proses pelaporan. Untuk
itu dalam lean accounting disarankan agar pelaporan dapat dibagi menjadi tiga bagian:
1. Untuk sel-sel produksi, maka laporan hasil kegiatan mereka akan dilaporkan setiap hari.
Pelaporan ini terutama menyangkut pada informasi yang bersifat non keuangan
2. Untuk laporan keuangan masing-masing value stream, akan dilakukan per minggu. Hal
ini mungkin untuk dilakukan, karena hanya berfokus pada produk atau kegiatan yang
terdapat pada value stream tersebut
3. Untuk laporan keuangan pabrik secara keseluruhan akan dilakukan setiap bulan.