bab iii

18
15 BAB III ASPEK PENYEMENAN 3.1. Sejarah dan Definisi Semen 3.1.1. Sejarah Semen di Industri Perminyakan Semen yang umumnya digunakan dalam industri perminyakan adalah semen Portland, yang ditemukan pertama kali dan dipatenkan oleh seorang penemu berkebangsaan Inggris Joseph Aspdin (1824), ia membuat semen dengan cara membakar batuan limestone dan batuan clay di dapurnya, kemudian menjadikannya bubuk semen hidrolis yang berarti semen tersebut dapat mengeras juka bercampur dengan air. Joseph Aspdin menamakan semen tersebut pertama kali didapatkan dari pulau Portland, Inggris. Dengan penemuan ini, Joseph Aspdin telah meletakkan dasar dari industry Portland dewasa ini. Kegiatan penyemenan dalam industry perminyakan digunakan pertama kali pada tahun 1903 di Amerika oleh Frank F. Hill dari Union Oil Company untuk menyumbat zona air di atas lapisan batu pasir yang mengandung minyak, pada salah satu sumur minyak di lapangan Lompoc, California. Teknik penyemenan yang digunakan adalah dengan menggunakan suatu boiler yang dirancang khusus untuk mencampur bubuk semen Portland dan air yang disebut dengan neat cement kemudian memasukkannya ke dalam sumur dengan menggunakan boiler tersebut. Setelah 28 hari, pekerja meneruskan pengeboran pada lapisan batu pasir dan secara

Upload: krens-krisal-kapitarauw

Post on 28-Dec-2015

15 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III

15

BAB III

ASPEK PENYEMENAN

3.1. Sejarah dan Definisi Semen

3.1.1. Sejarah Semen di Industri Perminyakan

Semen yang umumnya digunakan dalam industri perminyakan adalah semen

Portland, yang ditemukan pertama kali dan dipatenkan oleh seorang penemu

berkebangsaan Inggris Joseph Aspdin (1824), ia membuat semen dengan cara

membakar batuan limestone dan batuan clay di dapurnya, kemudian menjadikannya

bubuk semen hidrolis yang berarti semen tersebut dapat mengeras juka bercampur

dengan air. Joseph Aspdin menamakan semen tersebut pertama kali didapatkan dari

pulau Portland, Inggris. Dengan penemuan ini, Joseph Aspdin telah meletakkan dasar

dari industry Portland dewasa ini.

Kegiatan penyemenan dalam industry perminyakan digunakan pertama kali

pada tahun 1903 di Amerika oleh Frank F. Hill dari Union Oil Company untuk

menyumbat zona air di atas lapisan batu pasir yang mengandung minyak, pada salah

satu sumur minyak di lapangan Lompoc, California. Teknik penyemenan yang

digunakan adalah dengan menggunakan suatu boiler yang dirancang khusus untuk

mencampur bubuk semen Portland dan air yang disebut dengan neat cement

kemudian memasukkannya ke dalam sumur dengan menggunakan boiler tersebut.

Setelah 28 hari, pekerja meneruskan pengeboran pada lapisan batu pasir dan secara

Page 2: BAB III

16

efektif teknik tersebut telah mengisolasi zona air. Teknik ini menjadi hal yang tepat

guna dan segera menyebar ke seluruh lapangan di California pada waktu itu.

Pada tahun 1920, Erle P. Halliburton memperkenalkan dan memperoleh hak

paten untuk metoda penyemenan baru dengan menggunakan peralatan yang disebut

jet mixer, yang mampu mengatasi kendala pada proses pencampuran bubuk semen

Portland dan air dengan hasil yang memuaskan pada lapangan Hewit di Carter

Country, Oklahoma.

3.1.2. Defenisi Penyemenan

Semen merupakan suatu bahan yang bersifat hidrolis, yaitu bahan yang akan

mengalami proses pengerasan pada percampurannya dengan air ataupun larutan

asam. Salah satu jenis semen yang khas dan biasa aplikasikan dalam industri

perminyakan adalah semen portland (mula-mula ditemukan di pulau Portland,

Inggris) .

Cementing atau penyemenan adalah proses pendorongan bubur semen ke

dalam casing dan naik ke annulus yang kemudian didiamkan sampai semen tersebut

mengeras hingga mempunyai sifat melekat baik terhadap casing maupun formasi.

Proses penyemenan dilakukan pada sekeliling outside diameter casing yang telah

dimasukkan kedalam wellbor. Diameter lubang sumur bor lebih besar dari pada

diameter casing, karena itu untuk memperkuat posisi casing maka perlu dilakukan

penyemenan.

Page 3: BAB III

17

Kenaikan temperatur dan tekanan pada semen akan menaikan compressive

strength dari semen. Akan tetapi untuk temperatur diatas 230°F compressive dari

semen turun. Penurunan dari strength disebut juga Strength retrogression.

Strength retrogression dapat pula terjadi karena penambahan air diwaktu

pembuatan semen terlalu banyak. Selain dari itu additive yang terlalu banyak dapat

menyebabkan retrogression juga.

Gambar 3.1. Pipa yang disemen di dalam formasi[8]

Prosedur untuk penyemenan dibagi menjadi dua, yaitu primary cementing dan

secondary cementing. Primary cementing adalah proses penyemenan yang dilakukan

segera setelah operasi pemboran selesai.

Penyemenan suatu sumur merupakan salah satu faktor yang tidak kalah

pentingnya dalam suatu operasi pemboran. Berhasil atau tidaknya suatu pemboran, salah

satu diantaranya adalah tergantung dari berhasil atau tidaknya penyemenan sumur

tersebut.

FormasiBatuan

PipaSelubung

Semen

Page 4: BAB III

18

Penyemenan sumur secara integral, merupakan salah satu aspek yang sangat

penting dalam suatu operasi pemboran, baik sumur minyak maupun gas. Semen

tersebut digunakan untuk melekatkan rangkaian pipa selubung dan mengisolasi zona

produksi serta mengantisipasi adanya berbagai masalah pemboran.

Perencanaan penyemenan meliputi :

a. Perkiraan kondisi sumur (ukuran, temperatur, tekanan, dsb.)

b. Penilaian terhadap sifat lumpur pemboran

c. Pembuatan suspensi semen (slurry design)

d. Teknik penempatan

e. Pemilihan peralatan, seperti centralizers, scratchers, dan float equipment

Program perencanaan penyemenan secara tepat, merupakan hal pokok yang

akan mendukung suksesnya operasi pemboran.

Pada dasarnya operasi penyemenan bertujuan untuk :

1. Melekatkan pipa selubung pada dinding lubang sumur,

2. Melindungi pipa selubung dari masalah-masalah mekanis sewaktu operasi

pemboran (seperti getaran),

3. Melindungi pipa selubung dari fluida formasi yang bersifat korosi, dan

4. Memisahkan zona yang satu terhadap zona yang lain dibelakang pipa selubung.

Penyemenan lubang sumur perlu dilakukan terutama untuk menyekat zona-

zona pada sumur pemboran sehingga dapat mencegah masuk atau merembesnya

fluida formasi yang tidak diinginkan ke dalam lubang sumur pemboran. Dengan

penyekatan yang baik maka diharapkan dapat diperoleh produksi yang optimal.

Page 5: BAB III

19

Pelaksanaan penyemenan yang salah akan dapat menyebabkan terbentuknya

channel semen, adanya produksi air/gas yang tidak diinginkan dan korosi pada pipa.

Untuk mencegah timbulnya problema tersebut maka diperlukan pengetahuan yang

luas tentang prinsip-prinsip dasar dan perhitungan dalam melaksanakan penyemenan.

Semen yang digunakan dalam industri perminyakan adalah dalam bentuk

material bubuk semen tanpa additives adalah semen portland. Bahan dari semen

tersebut adalah limestone, clay dan senyawa besi (Fe2O3) ditambah gypsum sejumlah

tertentu untuk memperlambat setting time dan untuk meningkatkan kekerasan semen.

Portland Cement adalah semen yang biasa dipakai pada operasi penyemenan

sumur dalam industri perminyakan. Portland cement ini akan mengeras bila bertemu

dengan air. Semen ini dibuat dari bahan dasar calcareous seperti : limestone, marl,

karang-karangan dan argillaceous seperti clay, shale, slate yang diproses pada rotary

kiln (tempat pembakaran berputar) dengan temperatur 2600 – 2800°F.

3.1.3. Proses Pembuatan Semen

Pembuatan semen Portland dibedakan dalam dua proses, yaitu dry proses dan

wet process. Perbedaan antara dua proses ini terletak pada proses peleburan material-

material mentahnya. Setelah melewati salah satu proses di atas, material-material

tersebut akan melalui proses pembakaran, pendinginan dan penggilingan untuk

kemudian dipak.

Secara garis besar semen dapat diklasifikasikan menjadi empat tahap pokok,

yaitu :

Page 6: BAB III

20

1. Proses peleburan

ada dua jenis proses peleburan semen yaitu proses basah (wet process) dan

proses kering (dry process)

2. Proses pembakaran

3. Proses pendinginan dan

4. Proses penggilingan.

1. Proses Peleburan

Dry Process

Material mentah sama-sama dihancurkan lalu dianalisis komposisinya.

Setelah didapat komposisi kimia yang sesuai, campuran tersebut dibawa ke kiln.

Campuran ini biasanya berukuran 100 – 200 mesh agar kontak antar partikel yang

terjadi dapat maksimal.

Wet Process

Proses ini lebih rumit dibandingkan dengan dry process karena lebih

membutuhkan energi lebih besar untuk menguapkan air di kiln. Material calcareous

dicampur air agar kerikil-kerikilnya keluar. Kemudian kedua material mentah ini

digiling dalam “wet grinding mill” dan setelah didapat komposisi kimia yang

diinginkan, campuran siap-siap dibawa ke kiln.

2. Proses Pembakaran

Setelah melalui salah satu proses peleburan di atas (dry process atau wet

process), campuran masuk ke dalam “rotary kiln” dan dipanaskan perlahan-lahan

Page 7: BAB III

21

melalui beberapa proses temperatur seperti berikut (API Spec. 10A, Material and

Testing for Well Cement):

100 C = pembebasan air bebas

200 C = dehidroksilasi mineral-mineral clay

900 C = kristalisasi mineral-mineral clay yang mengalami

dehidroksilasi dan dekomposisi CaCO3.

900 – 1200 C = reaksi antara CaCO3 atau CaO dengan

aluminosilicates.

1250 – 1280 C = mulai terbentuk fasa liquid.

> 1280 C = fasa liquid terus terbentuk, komponen-

komponen semen terjadi.

3. Proses Pendinginan

Kualitas “clinker”, produk yang dihasilkan dari rotary kiln sangat tergantung

dari kecepatan dan metode proses pendinginan. Bila laju pendinginan lambat, akan

dihasilkan produk yang baik dimana terjadi proses kristalisasi dari clinker akan

meningkatkan kekuatan semen. Sedangkan bila pendinginan cepat akan dihasilkan

produk seperti gelas yang mempersulit clinker digiling, ini dapat mengakibatkan

kekuatan semen cepat naik tetapi tidak lama.

4. Proses Penggilingan

Setelah clinker didinginkan perlahan-lahan dan ditempatkan di silo-silo,

kemudian akan mengalami proses penggilingan. Selama proses penggilingan ini

Page 8: BAB III

22

biasanya ditambahakan gypsum sekitar 3 – 5 % untuk mengontrol pembebasan CaO

guna mengheindari flash setting. Bubuk semen yang dihasilkan kemudian

ditempatkan di silo-silo dan dipak.

3.2. Operasi Penyemenan

Ketika lubang sumur minyak telah dilakukan pemboran dan kemudian pipa

(casing) dimasukkan ke dalam annulus, barulah semen berperan sangat penting untuk

melindungi sumur dari formasi yang berbahaya atau supaya casing tetap stabil.

Casing sebaiknya mempunyai permukaan yang tidak terlalu kasar dan mempunyai

kekerasan tertentu yang digunakan sesuai dengan standar operasinal menurut API.

Bubur semen dipompakan ke dalam lubang sumur minyak, kemudian mengisi

bekas ruang yang kosong di bottom hole (open hole), serta semen mengisi antara

casing dengan casing yang dipompakan sampai ke permukaan. Kemudian dibiarkan

sampai semen tersebut mengeras dan mengikat dengan formasi atau casing.

Umumnya casing ini dipasang dari permukaan sampai kedalaman yang

dikehendaki. Susunan casing yang dipasang biasanya terdiri dari :

1) Conductor casing

Merupakan pekerjaan awal penyemenan yang bertujuan untuk memperkokoh

sumur agar tidak runtuh dan untuk menghindari terjdinya kerusakan-kerusakan dari

lubang sumur selama dilaksanakan pemboran selanjutnya. Pada umumnya diameter

casing yang digunakan adalah 24 inch.

Page 9: BAB III

23

Gambar 3.2. Conductor Casing[8]

2) Surface casing

Fungsi dari surface casing adalah untuk menjaga dinding sumur agar tidak

runtuh, menjaga air penduduk atau air formasi tidak terkontaminasi dengan fluida

dari aktifitas pemboran serta sebagai kedudukan alat BOP. Biasanya diameter casing

yang digunakan dalam pemasangan surface casing berukuran 18 5/8” atau 13 3/8”.

Page 10: BAB III

24

Gambar 3.3. Surface casing[8]

3) Intermediate casing

Setelah pemasangan surface casing langkah selanjutnya memasang

intermediate casing dengan jalan menambah lubang bor dengan alat yang disebut bit

atau mata bor. Intermediate casing bertujuan untuk mengatasi atau mengisolasi

adanya formasi-formasi yang mengganggu aktifitas pemboran diameter casing yang

biasa digunakan adalah 13 3/8”, 10 3/4”.

Page 11: BAB III

25

Gambar 3.4. Intermediet casing[8]

4) Production casing

Production casing merupakan penyemenan tahap akhir dari primary

cementing, dimana tujuannya adalah untuk tempat akumulasi fluida formasi sebelum

diproduksi ke permukan. Casing ini biasanya berukuran 7” atau 10 3/4”.

Page 12: BAB III

26

Gambar 3.5. Production Casing[8]

Gambar 3.6. Liner casing[8]

Page 13: BAB III

27

Namun untuk sumur-sumur dilapangan minyak DSF (Duri Steam Flooding)

yang mempunyai kedalaman target pemboran yang relatif dangkal umumnya hanya

dilakukan dua tahap penyemenan yaitu, penyemenan surface casing kemudian

dilanjutkan dengan penyemenan production casing.

Pada dasarnya kegunaan casing pada sumur minyak adalah :

1) Mencegah runtuhnya dinding sumur bor

2) Mencegah tercemarnya fresh water formation oleh lumpur pemboran

3) Tempat memasang alat pencegah semburan liar

4) Menghubungkan permukaan dengan lapisan produktif

5) Menutup formasi yang akan menimbulkan kesulitan terhadap operasi pemboran.

Casing yang dipasang dalam perencanaannya harus dapat menahan gaya-gaya

yang bekerja pada casing dengan biaya serendah mungkin. Gaya-gaya yang bekerja

pada casing adalah :

1) Tension load, yaitu beban tarik yang disebabkan oleh berat rangkaian casing itu

sendiri. Sambungan casing akan menahan beban ini, untuk itu kekuatan

sambungan (joint strength) harus lebih besar dari beban tarik yang terjadi.

2) External Pressure, yaitu tekanan dari luar casing seperti tekanan hidrostatis fluida

di luar casing. Casing collapse resistance harus lebih besar dari external pressure

yang terjadi agar casing tidak collapse.

3) Internal / Burst Pressure, yaitu tekanan yang terjadi di dalam casing oleh karena

tekanan formasi lebih besar dari tekanan hidrostatis fluida di dalam casing.

Page 14: BAB III

28

Casing burst pressure harus lebih besar dari internal pressure yang terjadi agar

casing tidak pecah.

Proses penyemenan dilakukan dengan beberapa langkah yaitu :

1. Tahap I : Melakukan pemboran dengan menggunakan bit atau mata bor

pada kedalaman tertentu. Selanjutnya dengan memompakan

lumpur buatan yang telah dicampur additive tertentu yang dapat

mengangkat cutting, mempertahankan formation pressure,

mempertahankan integritas bore hole (mengangkat mud cake).

2. Tahap II : Pemasangan casing kedalam lubang bor (run casing).

3. Tahap III : Selanjutnya memompakan spacer ke dalam lubang bor. Spacer

ini berfungsi sebagai pemisah antara lumpur dan semen,

pengangkat lumpur.

4. Tahap IV : Memompakan semen kedalam sumur

5. Tahap V : Displacement yaitu memompakan air atau fluida ke dalam

lubang sumur sampai semen mencapai kedalaman annulus

tertentu.

3.3. Fungsi penyemenan

Pada dasarnya penyemenan sumurmerupakan faktor penting di dalam

kegiatan perminyakan. Penyemenan ini dilakukan di annulus dalam suatu lubang

pengeboran yang akan dipasanag casing. Atau pada annulus-annulus yang akan

Page 15: BAB III

29

dilakukan penyemenan ulang, karena adanya kerusakan yang disebabkan oleh

pengaruh formasi atau bonding (ikatan) semen itu kurang sempurna.

Fungsi semen pemboran dalam suatu pemboran dari sumur adalah:

a. Melekatkan casing pada dinding formasi, agar kokoh dan kuat sehingga casing

dapat berfungsi dengan sempurna.

b. Melindungi casing / liner dari tekanan yang datang dari bagian luar casing yang

dapat menimbulkan collapse.

c. Mencegah adanya migrasi fluida yang tidak diinginkan dari satu formasi ke

formasi lain, menutup zona lost circulation dan mengisolasi zona-zona di

belakang casing sehingga tidak terjadi hubungan antar lapisan, serta menutup

zona yang tidak diperlukan.

d. Melindungi casing terhadap pengaruh lingkungan sekitar yang dapat merusak,

seperti cairan formasi yang bersifat korosif, tekanan dan temperatur.

e. Mengurangi kemungkinan terjadinya semburan liar atau blow out melalui

annulus, melindungi casing terhadap tekanan formasi dan mencegah penyusupan

gas atau fluida formasi bertekanan tinggi ke ruang antara casing dengan formasi

yang bisa menyebabkan kebakaran di permukaan.

f. Memperbaiki casing yang pecah

g. Memperkecil gas oil ratio dan water oil ratio.

Untuk memenuhi fungsi-fungsi tersebut di atas, maka semen pemboran harus

memenuhi beberapa syarat, yaitu :

Page 16: BAB III

30

a. Semen slurry harus dapat dipompa sampai ke tempat tertentu (mempunyai

rheology yang baik).

b. Semen setelah ditempatkan harus mempunyai kekuatan atau strength yang cukup

besar dalam waktu tertentu (dapat dipompa selama kurang lebih 6 jam ≈ 500 psi).

c. Semen harus memberikan daya ikat casing dengan formasi yang cukup atau baik.

d. Semen tidak boleh terkontaminasi dengan kotoran (cairan formasi) maupun cairan

pendorong semen.

e. Semen harus stabil atau tidak mudah berubah strength-nya setelah beberapa

waktu dari penempatannya.

f. Semen harus impermeable (permeabilitas nol) yaitu tidak dapat mengalirkan dan

dialiri fluida, karena digunakan untuk menyekat dinding lubang pemboran

sehingga semen tidak mudah terkorosi akibat kontaminasi fluida formasi.

g. Semen harus tahan terhadap sulfate yang sering terdapat dalam cairan formasi.

h. Mempunyai thickening time yang sesuai dengan target penyemenan sumur.

Proses penyemenan didasarkan pada kondisi sumur yang mencakup hal-hal

sebagai berikut :

a. Kedalaman sumur

b. Temperatur

c. Tekanan

Pada kedalaman berbeda dengan formasi yang berbeda pula maka akan terjadi

perubahan temperatur dan tekanan. Untuk itu setiap formasi yang berbeda dibutuhkan

campuran additive yang berbeda pula. Untuk melanjutkan tahap penyemenan

Page 17: BAB III

31

selanjutnya maka semen harus dibiarkan mengeras terlebih dahulu, minimal

kekerasan yang harus dicapai oleh semen adalah 500 psi.

Setelah rangkaian casing diturunkan ke dalam lubang, ruang antara rangkaian

casing dengan dinding lubang diisi dengan bubur semen. Bubur semen ini dibiarkan

hingga keras membatu, sehingga mengikatkan rangkaian ke dinding lubang, dan

sumur menjadi kuat dan kokoh. Gambaran casing yang sudah disemen dapat dilihat

pada gambar dibawah ini.

Gambar 3.7. Gambaran Rangkaian Casing yang Telah Disemen[8]

Penyemenan yang dilakukan setelah pemasangan casing di dalam disebut dengan

primary casing. Sedangkan penyemenan selain dari primary cementing

dikelompokkan ke dalam secondary cementing

Berdasarkan alasan dan tujuannya, penyemenan dapat dibagi dua, yaitu primary

cementing, dan squeeze cementing.

Page 18: BAB III

32

3.3.1. Primary Cementing

Primary cementing adalah penyemenan pertama kali yang dilakukan setelah

casing diturunkan kedalam sumur. Pada primary cementing, penyemenan casing pada

dinding lubang sumur dipengaruhi oleh jenis casing yang akan disemen. Penyemenan

conductor casing bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi fluida pemboran

(lumpur pemboran) dengan formasi. Penyemenan surface casing bertujuan untuk

melindungi air tanah agar tidak tercemar dari fluida pemboran, memperkuat

kedudukan surface casing sebagai tempat dipasangnya BOP. Untuk menahan beban

casing yang terdapat di bawahnya dan untuk mencegah terjadinya aliran fluida

pemboran atau fluida formasi yang akan melalui surface casing.

Penyemenan antara formasi dengan pipa selubung bertujuan untuk :

1. Melekatkan casing dengan formasi melindungi formasi yang akan dibor dari

formasi sebelumnya dibelakang pipa selubung yang mungkin bermasalah.

2. Mengisolasi formasi tekanan tinggi dari zona dangkal sebelumnya.

3. Melindungi daerah produksi dari water-bearing sands.

Suspensi semen biasanya ditempatkan dibelakang pipa selubung. Suatu

kondisi pemboran tertentu mungkin mengharuskan untuk penyemenan annulus tanpa

penyemenan annulus secara keseluruhan.

Penyebab yang umum adalah adanya zona lost circulation yang

memungkinkan semen bersirkulasi kembali keatas. Sebab lain yang mungkin adalah

kesalahan dalam pembuatan suspensi semen.