bab iii

39
15 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Gawat janin 3.1.1 Definisi Gawat janin adalah suatu keadaan dimana terdapat hipoksia pada janin (kadar oksigen yang rendah dalam darah). Keadaan tersebut dapat terjadi baik pada antepartum maupun intrapartum. 3 3.1.2 Patofisiologi Ada beberapa patofisiologi yang mendasari gawat janin: 1. Dahulu janin dianggap mempunyai tegangan oksigen yang lebih rendah karena janin dianggap hidup di lingkungan hipoksia dan asidosis yang kronik, tetapi sebenarnya janin hidup dalam lingkungan yang sesuai dan konsumsi oksigen per gram berat badan sama dengan orang dewasa, kecuali bila janin mengalami stress. 2. Afinitas terhadap oksigen, kadar hemoglobin, dan kapasitas angkut oksigen pada janin lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa. Demikian juga halnya dengan curah jantung dan kecepatan arus darah lebih besar daripada orang dewasa. Dengan demikian penyaluran oksigen melalui plasenta kepada janin dan jaringan perifer dapat terselenggara dengan relatif baik. Sebagai hasil metabolisme oksigen akan terbentuk asam piruvat, sementara CO 2 dan air diekskresi melalui plasenta. Bila plasenta mengalami penurunan fungsi akibat dari perfusi ruang intervilli yang berkurang, maka penyaluran oksigen dan ekskresi CO 2 akan terganggu yang berakibat penurunan pH atau timbulnya asidosis. Hipoksia yang berlangsung lama menyebabkan janin harus mengolah glukosa menjadi energi melalui reaksi anaerobik yang tidak efisien, bahkan menimbulkan asam organik yang menambah asidosis

Upload: dedypurnama

Post on 21-Nov-2015

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

BAB III

TRANSCRIPT

  • 15

    BAB III

    TINJAUAN PUSTAKA

    3.1 Gawat janin

    3.1.1 Definisi

    Gawat janin adalah suatu keadaan dimana terdapat hipoksia pada janin (kadar

    oksigen yang rendah dalam darah). Keadaan tersebut dapat terjadi baik pada

    antepartum maupun intrapartum.3

    3.1.2 Patofisiologi

    Ada beberapa patofisiologi yang mendasari gawat janin:

    1. Dahulu janin dianggap mempunyai tegangan oksigen yang lebih rendah

    karena janin dianggap hidup di lingkungan hipoksia dan asidosis yang kronik,

    tetapi sebenarnya janin hidup dalam lingkungan yang sesuai dan konsumsi

    oksigen per gram berat badan sama dengan orang dewasa, kecuali bila janin

    mengalami stress.

    2. Afinitas terhadap oksigen, kadar hemoglobin, dan kapasitas angkut oksigen

    pada janin lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa. Demikian juga

    halnya dengan curah jantung dan kecepatan arus darah lebih besar daripada

    orang dewasa. Dengan demikian penyaluran oksigen melalui plasenta kepada

    janin dan jaringan perifer dapat terselenggara dengan relatif baik. Sebagai

    hasil metabolisme oksigen akan terbentuk asam piruvat, sementara CO2 dan

    air diekskresi melalui plasenta. Bila plasenta mengalami penurunan fungsi

    akibat dari perfusi ruang intervilli yang berkurang, maka penyaluran oksigen

    dan ekskresi CO2 akan terganggu yang berakibat penurunan pH atau

    timbulnya asidosis. Hipoksia yang berlangsung lama menyebabkan janin

    harus mengolah glukosa menjadi energi melalui reaksi anaerobik yang tidak

    efisien, bahkan menimbulkan asam organik yang menambah asidosis

  • 16

    metabolik. Pada umumnya asidosis janin disebabkan oleh gangguan arus

    darah uterus atau arus darah tali pusat.

    3. Bradikardi janin tidak harus berarti merupakan indikasi kerusakan jaringan

    akibat hipoksia, karena janin mempunyai kemampuan redistribusi darah bila

    terjadi hipoksia, sehingga jaringan vital ( otak dan jantung) akan menerima

    penyaluran darah yang lebih banyak dibandingkan jaringan perifer.

    Bradikardia mungkin merupakan mekanisme perlindungan agar jantung

    bekerja lebih efisien sebagai akibat hipoksia.3

    3.1.3 Etiologi

    Gawat janin dapat disebabkan oleh bermacam-macam hal. Beberapa penyebab

    yang umum dan sering terjadi:

    - Kontraksi

    Pengencangan otot uterus secara involunter untuk melahirkan bayi. Kontraksi

    secara langsung mengurangi aliran darah ke plasenta dan dapat mengkompresi

    tali pusat sehingga penyaluran nutrisi terganggu. Hal ini dapat terjadi pada

    keadaan:

    o persalinan yang lama ( kala II lama)

    o penggunaan oksitosin

    o uterus yang hipertonik ( otot-otot menjadi terlalu tegang dan tidak

    dapat berkontraksi ritmis dengan benar)

    - Infeksi

    - Perdarahan

    - Abrupsi plasenta

    Plasenta terlalu dini memisahkan diri dari fetus

    - Tali pusat prolaps

    - Hipotensi

    Bila tekanan darah ibu menurun selama persalinan, jumlah aliran darah ke

    fetus akan berkurang. Hipotensi dapat disebabkan oleh:

    o anestesi epidural

  • 17

    o posisi supine

    Hal tersebut terjadi karena adanya pengurangan jumlah aliran darah dari vena

    cava ke jantung

    - Masalah pernafasan janin

    - Posisi dan presentasi abnormal dari fetus

    - Kelahiran multipel

    - Kehamilan prematur atau postmatur

    - Distosia bahu

    Penyebab yang paling utama dari gawat janin dalam masa antepartum adalah

    insufisiensi uteroplasental. Faktor yang menyebabkan gawat janin dalam persalinan/

    intrapartum adalah kompleks, contohnya seperti: penyakit vaskular uteroplasental,

    perfusi uterus yang berkurang, sepsis pada janin, pengurangan cadangan janin, dan

    kompresi tali pusat. Pengurangan jumlah cairan ketuban, hipovolemia ibu dan

    pertumbuhan janin terhambat diketahui mempunyai peranan.4

    3.1.4 Faktor Resiko

    Ada beberapa faktor resiko yang diduga berhubungan dengan kejadian gawat

    janin:5

    - Wanita hamil usia > 35 tahun

    - Wanita dengan riwayat:

    o Bayi lahir mati

    o Pertumbuhan janin terhambat

    o Oligohidramnion atau polihidramnion

    o Kehamilan ganda/ gemelli

    o Sensitasi rhesus

    o Hipertensi

    o Diabetes dan penyakit-penyakit kronis lainnya

    o Berkurangnya gerakan janin

    o Kehamilan serotinus

  • 18

    3.1.5 Tanda dan Gejala

    Gejala yang dirasakan oleh ibu adalah berkurangnya gerakan janin. Ibu dapat

    melakukan deteksi dini dari gawat janin ini, dengan cara menghitung jumlah

    tendangan janin/ kick count. Janin harus bergerak minimal 10 gerakan dari saat

    makan pagi sampai dengan makan siang. Bila jumlah minimal sebanyak 10 gerakan

    janin sudah tercapai, ibu tidak harus menghitung lagi sampai hari berikutnya. Hal ini

    dapat dilakukan oleh semua ibu hamil, tapi penghitungan gerakan ini terutama

    diminta untuk dilakukan oleh ibu yang beresiko terhadap gawat janin atau ibu yang

    mengeluh terdapat pengurangan gerakan janin. Bila ternyata tidak tercapai jumlah

    minimal sebanyak 10 gerakan maka ibu akan diminta untuk segera datang ke RS atau

    pusat kesehatan terdekat untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.6

    Tanda-tanda gawat janin:4,5

    Mekonium kental berwarna hijau terdapat di cairan ketuban pada letak kepala

    Takikardi/ bradikardi/ iregularitas dari denyut jantung janin

    Untuk mengetahui adanya tanda-tanda seperti di atas dilakukan pemantauan

    menggunakan kardiotokografi

    Asidosis janin

    Diperiksa dengan cara mengambil sampel darah janin.

    1. Mekonium

    Adanya mekonium saja tidak mampu untuk menegakkan suatu diagnosis

    gawat janin. Mekonium adalah cairan berwarna hijau tua yang secara normal

    dikeluarkan oleh bayi baru lahir mengandung mukus, empedu, dan sel-sel epitel.

    Bagaimanapun, dalam beberapa hal, mekonium dikeluarkan dalam uterus mewarnai

    cairan ketuban. Adanya mekonium pada cairan amnion lebih sering terlihat saat janin

    mencapai maturitas dan dengan sendirinya bukan merupakan tanda-tanda gawat janin.

    Mekonium dapat mewarnai cairan ketuban dalam beberapa tingkat, mulai dari

    mewarnai ringan sampai dengan berat. Adanya mekonium dianggap signifikan bila

    berwarna hijau tua kehitaman dan kental. Mekonium kental merupakan tanda

  • 19

    pengeluaran mekonium pada cairan amnion yang berkurang dan merupakan indikasi

    perlunya persalinan yang lebih cepat dan penanganan mekonium pada saluran napas

    atau neonatus untuk mencegah aspirasi mekonium. Pada presentasi sungsang,

    mekonium dikeluarkan pada saat persalinan akibat kompresi abdomen janin pada

    persalinan. Hal ini bukan merupakan tanda kegawatan kecuali jika hal ini terjadi pada

    awal persalinan/ saat bokong masih tinggi letaknya.7

    Pada tahun 1903, J. Whitridge Williams mengamati dan menganggap keluarnya

    cairan mekonium sebagai relaksasi otot sfingter ani diakibatkan aerasi yang kurang

    dari darah janin. Para ahli obstetri sudah lama menyadari bahwa deteksi mekonium

    dalam persalinan merupakan suatu hal yang problematis dalam memprediksi gawat

    janin atau asfiksia.8

    Terdapat 3 teori yang telah diajukan untuk menjelaskan tentang keluarnya

    mekonium:8

    - Janin mengeluarkan mekonium sebagai respons terhadap hipoksia, dan

    mekonium merupakan hasil dari suatu usaha janin untuk mengkompensasi.

    - Mekonium merupakan tanda maturasi yang normal dari traktus

    gastrointestinal di bawah pengaruh persarafan yang mempersarafinya

    - Mekonium dapat keluar sebagai stimulasi vagal dari terjepitnya tali pusat dan

    gerakan peristalsis yang meningkat

    Komponen mekonium seperti garam empedu dan enzim-enzim yang

    terkandung di dalamnya dapat menyebablan komplikasi serius bila terinhalasi atau

    teraspirasi oleh janin, dapat mengakibatkan sindrom aspirasi mekonium yang dapat

    menyebabkan obstruksi jalan nafas, kehilangan surfaktan paru, pneumonitis kimia.

    Mekonium dalam cairan ketuban terdapat pada 13 % kelahiran hidup, kurang dari

    5 % persalinan di bawah 37 minggu, 30 % pada bayi > 42 minggu. Faktor resikonya

    meliputi: insufisiensi plasenta, hipertensi ibu dan pre-eklamsi, oligohidroamnion, ibu

    perokok, penggunaan obat-obatan terlarang. (internet) Ramin dkk. mempunyai

    hipotesis bahwa patofisiologi sindrom aspirasi mekonium termasuk hiperkapnia janin,

    yang menstimulasi respirasi janin mengakibatkan aspirasi mekonium ke dalam

  • 20

    alveoli, dan trauma parenkim paru sekunder dari kerusakan sel alveolar karena

    asidemia.7

    Kesimpulannya, insidensi tinggi dari mekonium pada cairan amnion selama

    persalinan seringnya merupakan proses fisiologis yang normal. Meskipun normal,

    mekonium dapat menjadi berbahaya bila asidemia janin. Bukti-bukti menunjukkan

    bahwa banyak bayi dengan sindrom aspirasi mekonium ternyata menderita hiposia

    kronis sebelumnya/ saat dilahirkan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kadar

    eritropoetin janin dan penghitungan eritrosit.8

    2. Kardiotokografi

    Kardiotokografi adalah alat elektronik yang digunakan untuk tujuan

    memantau atau mendeteksi adanya gangguan yang berkaitan dengan hipoksia janin

    dalam rahim, seberapa jauh gangguan tersebut dan menetukan tindak lanjut dari hasil

    pemantauan tersebut. Pemantauan dilakukan melalui penilaian pola denyut jantung

    janin dalam hubungan dengan adanya kontraksi ataupun aktivitas janin dalam rahim

    Kardiotokografi merupakan suatu metode pemeriksaan yang telah ditetapkan sebagai

    suatu pemeriksaan standar rutin untuk menentukan kesejahteraan janin. Meskipun

    pemeriksaan kardiotokografi menunjukkan hasil dengan tingkat positif palsu yang

    tinggi, yaitu sekitar 64 % dan evaluasinya juga sangat subyektif, tetapi saat ini tetap

    menjadi metode penapisan diagnosis hipoksia akut pada janin, karena tidak ada cara

    pemeriksaan lain yang lebih obyektif dan non invasif.9

    Gambar 1. Kardiotokograf9

    Pemantauan dapat dilakukan dengan 2 cara:

  • 21

    Pengukuran eksternal

    Dengan menggunakan alat yang dipasang pada dinding perut ibu, terdapat 2

    elektroda: elektroda jantung yang ditempatkan tepat di tempat terdengarnya

    denyut jantung janin dan elektroda kontraksi yang ditempatkan untuk

    mengukur tegangan dinding perut, yang merupakan cara pengukuran tekanan

    intra uterus secara tidak langsung. Ketua elektroda dipasang dengan

    menggunakan suatu sabuk, untuk mendapatkan hasil yang maksimal,

    sebelumnya digunakan jeli dengan tujuan menghilangkan pengaruh udara. Cara

    pengukuran ini harus lebih cermat, karena dapat dikacaukan oleh denyut aorta

    ibu. Cara eksternal lebih populer karena bisa dilakukan selama antenatal

    maupun intranatal, praktis, aman ( mencegah terjadinya ruptur membran dan

    invasi uterus), dengan nilai prediksi positif yang kurang lebih sama dengan cara

    internal yang lebih invasif.8

    Gambar 2. Skema penggunaan elektroda untuk memantau denyut jantung

    janin. Denyut aorta ibu juga dapat terdeteksi dan terhitung.8

  • 22

    Gambar 3. Gambaran denyut jantung janin yang diukur dengan elektroda

    yang ditempatkan di kulit kepala janin, dan dicatat pada kecepatan kertas

    1 cm/ menit dan 3 cm/ menit.8

    Pengukuran internal

    Cara ini lebih invasif, alat pemantau dimasukkan ke dalam rongga rahim ibu

    dan membutuhkan dilatasi serviks, dan memasukkan kateter bertekanan serta

    menempelkan elektroda spiral ke kulit kepala janin. Elektroda bipolar

    diletakkan pada kulit janin bagian terdepan secara langsung. Pengukuran

    internal lebih tepat dan mungkin lebih dipilih pada keadaan tertentu dimana

    diperkirakan akan terjadi persalinan yang terkomplikasi.8

  • 23

    Gambar 4. Gambaran skematik pemantauan internal dimana elektroda

    bipolar terpasang pada kulit kepala janin, untuk mendeteksi kompleks

    QRS ( F), juga menunjukkan denyut jantung ibu ( M)8

  • 24

    Gambar 5. Pemantauan Janin Memakai Kardiotokografi10

    A. Uji Tanpa Beban / Non Stress Test ( NST)

    NST adalah pemeriksaan kesehatan janin dengan menggunakan

    kardiotokografi pada umur kehamilan 32 minggu. Menurut American

    Pregnancy Association, NST dilakukan pada umur kehamilan lebih atau sama

    dengan 28 minggu. Sebelum usia 28 minggu, janin belum cukup berkembang

    untuk memberikan respons terhadap tes. Pemeriksaan ini dilakukan dengan

    Gawat janin berat

    Pemantauan dilanjutkan

    Tindakan

    Gawat janin ringan

    Seksio sesarea

    Pasien Klinis Risti

    NST

    Reaktif Mencurigakan

    Nonreaktif

    OCT

    Negatif Mencurigakan Positif

    Ulangi esok hari

    Admission Test

    Mencurigakan Reaktif

    Pantau dengan KTG tiap 2 jam

  • 25

    maksud menilai kesehatan janin melalui hubungan perubahan denyut jantung

    janin dengan gerakan janin yang dirasakan oleh ibu

    Persiapan uji tanpa beban:

    Ibu hamil telah makan 1- 2 jam sebelum prosedur dilakukan

    Ibu tidak sedang memakai obat-obatan sedativa

    Kandung kemih dikosongkan

    Informed consent

    Indikasi:

    Semua kondisi yang dapat menyebabkan janin lahir dalam keadaan buruk,

    antara lain:

    Kondisi ibu:

    Hipertensi kronis

    Diabetes mellitus

    Anemia berat ( Hb < 8 gr % atau Ht < 26 %)

    Penyakit vaskuler kolagen

    Gangguan fungsi ginjal

    Penyakit jantung

    Pneumonia dan penyakit paru-paru berat

    Penyakit dengan kejang

    Kondisi janin:

    Pertumbuhan janin terhambat

    Kelainan kongenital minor

    Aritmia jantung

    Isoimunisasi

    Infeksi janin

    Pernah mengalami kematian janin dalam rahim yang tidak diketahui

    penyebabnya

    Kondisi yang berhubungan dengan kehamilan:

  • 26

    Kehamilan multipel

    Ketuban pecah pada kehamilan kurang bulan

    Polihidramnion

    Oligohidramnion

    Plasentasi abnormal

    Solusio plasenta

    Kehamilan lewat waktu

    Prosedur:

    Pasien ditidurkan secara santai semi Fowler, 45o miring ke ke kiri

    Tekanan darah diukur tiap 10 menit

    Dipasang kardiotokografi

    Pada i;bu diberikan tombol penanda yang harus ditekan apabila ibu

    merasakan gerak janin

    Frekuensi denyut jantung janin dicatat selama 10 menit pertama untuk

    mendapat data dasar denyut jantung janin

    Pemantauan tidak boleh kurang dari 20 menit. Apabila pada 20 menit

    pertama didapatkan hasil non reaktif, lanjutkan pemantauan 20 menit

    lagi. Pastikan bahwa tidak ada hal-hal yang mempengaruhi hasil

    pemantauan apabila hasilnya tetap nonreaktif

    Pemeriksaan NST ulangan dilakukan berdasarkan pertimbangan hasil

    NST secara individual

    Komplikasi: supine hypotension

    Hasil reaktif, bila:

    Denyut jantung janin basal antara 120-160 kali permenit

    Variabilitas denyut jantung janin 6 -25 permenit

    Ada gerakan janin, terutama gerakan multipel dan berjumlah 5

    gerakan atau lebih dalam pemantauan 20 menit, dengan kenaikan

    minimal 15 dpm selama minimal 15 detik

    Hasil tidak reaktif, bila:

  • 27

    Denyut jantung janin basal antara 120-160 kali permenit

    Variabilitas kurang dari 6 denyut/ menit

    Gerak janin tidak ada atau kurang dari 5 gerakan dalam 20 menit

    Tidak ada akselerasi denyut jantung janin meskipun diberikan

    rangsang dari luar

    Ada juga hasil yang meragukan ( non reassuring), keadaan ini

    interpretasinya sukar, dapat disebabkan oleh pemakaian obat yang

    mendepresi susunan saraf pusat. Pada keadaan hasil yang meragukan

    dimana pasien sudah dipastikan tidak sedang dalam pengaruh obat,

    dianjurkan agar NST diulang keesokan harinya. Bila reaktivitas tidak

    membaik, dilakukan pemeriksaan uji beban kontraksi ( OCT)

    Deselerasi variabel dapat terdeteksi selama pemantauan. Apabila tidak

    berulang dan lamanya tidak lebih dari 30 menit, biasanya tidak

    menunjukkan keadaan janin yang buruk dan tidak memerlukan intervensi

    obstetri. Deselerasi lambat yang berlangsung lebih dari 1 menit pada

    pemeriksaan NST biasanya berhubungan dengan keadaan janin yang

    buruk.10

    B. Uji Beban Kontraksi ( Contraction Stress Test/ CST) atau Uji Dengan

    Oksitosin ( Oxytocin Challenge Test/ OCT)

    CST/ OCT adalah pemeriksaan kesehatan janin dengan menggunakan

    kardiotokografi yang menilai perubahan denyut jantung janin pada saat

    kontraksi rahim. Tujuan dilakukannya tes ini adalah untuk memantau kondisi

    janin pada kehamilan usia lanjut sebelum janin dilahirkan, menilai apakah

    janin sanggup mentolerir beban persalinan normal serta menilai fungsi

    plasenta.

    Indikasi:

    Bila terdapat dugaan insufisiensi plasenta:

    Uji beban yang tidak reaktif

    Diabetes mellitus

    Preeklamsia

  • 28

    Hipertensi kronis

    Pertumbuhan Janin Terhambat

    Kehamilan lewat waktu

    Pernah mengalami lahir mati

    Ketagihan narkotika

    Hemoglobinopati akibat sel sickle

    Penyakit paru kronis

    Gangguan fungsi ginjal

    Kontraindikasi:

    Luka parut pada rahim

    Kehamilan ganda sebelum 37 minggu

    Ketuban pecah sebelum 37 minggu

    Risiko tinggi untuk persalinan kurang bulan

    Perdarahan antepartum

    Serviks inkompeten atau paska operasi serviks

    Kelainan bawaan atau cacat janin berat

    Indikasi untuk seksio sesarea

    Komplikasi: persalinan kurang bulan

    Prosedur:

    a. Pasien ditidurkan secara semi Fowler dan miring kiri

    b. Tekanan darah diukur setiap 10 -15 menit, dicatat di kertas monitor

    c. Kardiotokografi dipasang

    d. Selama 10 menit pertama dicatat data dasar

    e. Pemberian tetes oksitosin untuk mengusahakan terbentuknya 3

    kontraksi rahim dalam 10 menit. Bila telah ada kontraksi uterus

    spontan tapi kontraksi < 3 kali/ 10 menit, tetesan dimulai dengan 0.5

    mU/ menit. Bila belum ada kontraksi rahim, tetesan dimulai dengan 1

    mU/ menit ( 20 tetes/ menit). Bila kontraksi yang diinginkan belum

  • 29

    tercapai, setiap 15 menit tetesan dinaikkan 5 tetes/ menit, sampai

    maksimal 60 tetes/ menit

    Tetesan oksitosin dihentikan bila:

    Lima kontraksi atau lebih dalam 10 menit

    Dalam 10 menit terjadi 3 kontraksi yang lamanya lebih dari 50-60

    detik

    Kontraksi uterus hipertonus

    Deselerasi yang memanjang

    Terjadi deselerasi lambat yang terus-menerus

    Selama 1 jam pemantauan, hasilnya tetap mencurigakan

    Interpretasi hasil:

    Negatif

    Tidak terjadi deselerasi lambat atau deselerasi variabel yang nyata

    Denyut jantung janin normal, variabilitas 6-25 dpm

    Bila hasil OCT negatif, maka kehamilan dapat diteruskan sampai 7 hari lagi,

    selanjutnya dilakukan OCT ulangan, atau diartikan bahwa janin dapat mentolerir

    beban persalinan normal.

    Positif

    Terjadi deselerasi lambat yang menetap pada sebagian besar kontraksi rahim,

    meskipun tidak selalu disertai dengan variabilitas yang menurun dan tidak ada

    akselerasi pada gerakan janin

    OCT positif menunjukkan adanya insufisiensi uteroplasenta. Kehamilan harus segera

    diakhiri, kecuali bila paru-paru belum matang

    Mencurigakan

    Terjadi deselerasi lambat yang tidak menetap, atau deselerasi variabel yang

    terus-menerus

    Deselerasi lambat terjadi hanya bila ada kontraksi rahim hipertonus

    Bila dalam 10 menit meragukan ke arah positif atau negatif

    Adanya takikardi

  • 30

    Bila hasilnya mencurigakan, maka harus dilakukan pemeriksaan ulang 1-2 hari

    kemudian

    Tidak memuaskan

    Kontraksi rahim kurang dari 3 kali dalam 10 menit

    Pencatatan tidak baik, terutama pada akhir kontraksi

    Bila demikian, pemeriksaan harus diulang pada hari berikutnya

    Hiperstimulasi

    Terjadi 5 atau lebih kontraksi rahim dalam 10 menit

    Lama kontraksi 90 detik atau lebih

    Tonus basal uterus meningkat ( > 20 mmHg)

    Bila demikian, tetesan oksitosin harus dikurangi atau dihentikan10

    Gambar 6. Hasil yang menunjukkan baseline rate normal:9

    Seiring dengan maturasi janin, denyut jantung menurun. Penurunan denyut jantung

    janin berkisar antara 1 denyut/ menit per minggu atau 24 denyut/ menit dari antara

    usia 16 minggu sampai dengan aterm. Hal ini disebabkan karena respons terhadap

    maturasi pusat pengaturan parasimpatis ( vagal) jantung. Denyut jantung normal

    adalah antara 110 160 denyut/ menit. Denyut jantung diatur oleh keseimbangan

    antara pusat akselerator ( saraf simpatis) dan deselerator ( saraf vagal parasimpatis)

    pada sel pacemaker, selain itu juga dipengaruhi oleh kemoreseptor kimia yang dapat

    mendeteksi adanya hipoksia dan hiperkapnia.

  • 31

    Gambar 7. Hasil yang menunjukkan adanya bradikardi:9

    Denyut jantung janin dikatakan bradikardi bila baseline heart rate kurang dari 110

    dpm. Jika antara 110 dan 100 dikatakan mencurigakan, sementara di bawah 100

    dikatakan patologis. Penurunan bertahap yang terus-menerus adalah suatu tanda

    gawat janin.

    Gambar 8. Hasil yang menunjukkan gambaran takikardi9

    Suatu gambaran dikatakan mencurigakan takikardi bila denyut jantung janin berkisar

    antara 150 dan 170 sementara bentuk yang patologis adalah bila denyut jantung janin

    di atas 170. Takikardi dapat merupakan suatu tanda dari infeksi janin atau demam dan

    juga gawat janin. Sebab yang paling sering terjadi adalah karena demam pada ibu

  • 32

    yang disebabkan oleh amnionitis, meskipun demam yang disebabkan oleh apapun

    dapat meningkatkan denyut jantung. Takikardi yang disebabkan oleh infeksi ibu

    biasanya tidak berhubungan dengan kompensasi janin kecuali terdapat perubahan

    denyut jantung periodik atau sepsis janin. Penyebab lain dari takikardi janin termasuk

    kompensasi janin, aritmia jantung, pemberian obat-obatan parasimpatetik ( atropin)

    atau simpatomimetik ( terbutalin).Anestesi epidural juga dapat menyebabkan

    takikardi pada janin. Cara untuk membedakan antara kompensasi janin dengan

    takikardi adalah dengan deselerasi denyut jantung yang menyertai. Penghilangan hal-

    hal yang membuat janin harus mengkompensasi, seperti pemulihan hipotensi ibu

    yang disebabkan analgesia epidural dapat menyebabkan pemulihan keadaan janin

    juga.8

    Gambar 9. Gambaran variabilitas8

  • 33

    1. Tidak tampak adanya variabilitas

    2. Variabilitas minimal 5 denyut/ menit

    3. Variabilitas moderat ( normal) 6-25 denyut/ menit

    4. Bermakna, variabilitas 25 denyut/ menit

  • 34

    5. Pola sinusoidal

    Gambar 10. Gambaran bermacam-macam tingkat variabilitas8

    Variabilitas adalah penanda penting dari fungsi kardiovaskuler dan diatur oleh sistem

    saraf otonom, yaitu sistem saraf simpatis dan parasimpatis, diperantarai oleh nodus

    sinoartrial, yang menghasilkan osilasi denyut ke denyut dari denyut jantung dasar/

    baseline. Iregularitas denyut jantung tersebut didefinisikan sebagai variabilitas.

    Variabilitas dibagi menjadi variabilitas dini dan variabilitas lanjut.

    Variabilitas dini : bila perubahan instan denyut jantung terjadi dari denyut

    jantung

    satu langsung ke denyut jantung atau gelombang R berikutnya

    Variabilitas ini adalah interval waktu antara sistole jantung

    Variabilitas lanjut : bila perubahan denyut jantung terjadi dalam waktu 1 menit.

    Normal bila terdapat 3-5 perubahan dalam 1 menit

    Variabilitas ini normal terdapat dengan batasan 6 25 denyut/ menit. Tidak adanya

    variabilitas biasanya berhubungan dengan asidemia metabolik yang mendepresi

    batang otak janin atau jantung itu sendiri.

    Penyebab yang sering menyebabkan tidak adanya variabilitas adalah penggunaan

    obat-obat analgesia, dan obat-obat yang mendepresi susunan saraf pusat ( narkotik,

    barbiturat, fenotiazin, obat penenang).8

  • 35

    Gambar 10. Gambaran variabilitas yang menurun ( < 10 dpm):9

    Variabilitas normal seharusnya di antara 10 sampai dengan 15 dpm ( kecuali selama

    janin tertidur yang seharusnya tidak lebih lama dari 60 menit).

    Gambar 10. Gambaran akselerasi pada respons terhadap stimulus9

    Gambaran di atas menunjukkan peningkatan transien dari denyut jantung yang lebih

    besar dari 15 dpm untuk sekurangnya dari 15 detik. Dua akselerasi dalam 20 menit

    dianggap hasil reaktif. Akselerasi adalah pertanda baik karena menunjukkan bahwa

    janin responsif dan mekanisme pengontrolan jantungnya baik.

  • 36

  • 37

    Gambar 11. Gambaran deselerasi awal, lambat dan variabel9

    Deselerasi dapat normal atau patologis. Deselerasi awal timbul bersamaan dengan

    kontraksi uterus dan biasanya berhubungan dengan dengan kompresi kepala janin,

    oleh karena itu timbul pada persalinan seiring dengan turunnya kepala.

    Deselerasi lambat bila deselerasi persisten setelah kontraksi selesai, hal ini mengarah

    pada keadaan gawat janin. Deselerasi dikatakan variabel bila bervariasi dengan waktu

    dan bentuk antara satu sama lain, gambaran ini mengarah pada keadaan hipoksia atau

    kompresi tali pusat.

    Tabel 2. Klasifikasi gambaran dari kardiotokografi11

    Denyut

    jantung

    Variabilitas Deselerasi Aselerasi

    Pasti normal 110-160 5 Tidak ada Ada

    Tidak pasti 100-109 atau

    161-180

    < 5 untuk 40

    menit tapi < 90

    menit

    Deselerasi

    awal atau

    deselerasi

    variabel atau

    Tidak ada

    akselerasi pada

    gambaran

    normal atau

  • 38

    satu deselerasi

    yang lama 3

    menit

    meragukan

    Abnormal < 100 atau

    > 180 atau

    Bentuk

    sinusoid

    selama 10

    menit

    < 5 selama

    90 menit

    Deselerasi

    variabel atipik

    atau deselerasi

    lanjut atau satu

    deselerasi

    lama > 3 menit

    Tidak ada

    akselerasi pada

    gambaran

    normal atau

    meragukan

    - Normal bila 4 di atas termasuk dalam golongan pasti normal

    - Mencurigakan bila ada 1 golongan tidak pasti

    - Tidak normal bila 2 golongan tidak pasti atau 1 tidak normal

    3. Pengambilan sampel darah janin

    Sesuai dengan American College Of Obstetricians and Gynecologists,

    pengukuran pH pada darah kapiler kulit kepala dapat membantu untuk

    mengidentifikasi keadaan gawat janin. Prosedur ini memang jarang dilakukan, tetapi

    merupakan pemeriksaan penyerta untuk menegakkan diagnosis gawat janin pada hasil

    NST yang meragukan.8

    Pengambilan darah janin harus dilakukan di luar his dan sebaiknya ibu dalam

    posisi tidur miring.

    Pemeriksaan darah janin ini dilakukan bila terdapat indikasi sebagai berikut:

    o Deselerasi lambat berulang

    o Deselerasi variabel memanjang

    o Mekonium pada presentasi kepala

    o Hipertensi ibu

    o Osilasi/ variabilitas yang menyempit

    Kontraindikasi:

    o Gangguan pembekuan darah janin

    o Presentasi fetus yang tidak dapat dicapai

  • 39

    o Infeksi pada ibu

    Syarat:

    o Pembukaan lebih dari 2 cm

    o Ketuban sudah pecah

    o Kepala sudah turun hingga dasar pelvis

    Cara pengambilan sampel darah:12

    1. Masukkan amnioskopi melalui serviks yang sudah didilatasi setelah ruptur

    membran

    2. Oleskan lapisan jel silikon untuk mendapatkan tetesan darah pada tempat

    insisi

    3. Buat insisi tak lebih dari 2 cm dengan pisau tipis

    4. Aspirasi darah dengan tabung kapiler yang telah diberi heparin

    5. Periksa pH darah

    6. Setelah insisi, hentikan perdarahan

  • 40

    Gambar 12. Teknik pengambilan sampel darah dari kulit kepala janin

    menggunakan amnioskopi8

    Tabel 3. Interpretasi dari sampel pH darah janin berdasarkan pedoman

    RCOG dan NICE yang terbaru:11

    Hasil sampel pH darah janin Tindakan

    7.25 Ulangi pengambilan sampel darah jika

    abnormalitas denyut jantung janin

    persisten

    7.21 7.24 Ulangi pengambilan sampel darah dalam

    30 menit atau pertimbangkan terminasi

  • 41

    kehamilan jika terjadi penurunan pH

    yang cepat dibandingkan sampel yang

    terakhir

    7.20 Indikasi terminasi kehamilan

    Semua perkiraan hasil sampel tersebut harus diinterpretasi bersama dengan hasil

    pengukuran pH terdahulu, tingkat kemajuan dalam persalinan dan gambaran

    klinis ibu dan janin.

    Dalam interpretasi, dapat terjadi hasil yang abnormal atau normal palsu.

    Keadaan-keadaan yang menyebabkan terjadinya hasil abnormal palsu:

    Asidosis ibu

    Respons susunan saraf pusat janin terhadap asidosis

    Kontaminasi sampel darah

    Sampel darah terlalu lama didiamkan sebelum dianalisis

    Keadaan-keadaan yang menyebabkan terjadinya hasil normal palsu:

    Narkose

    Infeksi

    Asfiksia saat pengambilan sampel

    Prematuritas

    Obstruksi jalan nafas neonatal

    Trauma persalinan

    Anomali kongenital

    Recovery incomplete asphyxia

    Komplikasi yang dapat terjadi dari tindakan pemeriksaan:

    Perdarahan

    Insisi terlalu dalam

    Infeksi

    4. Profil Biofisik

    Konsep dasar dari profil biofisik adalah penilaian beberapa variabel dari

    kegiatan biofisik fetus yang lebih sensitif dan lebih dapat diandalkan daripada

  • 42

    pemeriksaan satu parameter saja. Pemantauan kegiatan biofisik fetus, memainkan

    peranan dalam mengidentifikasi janin yang mengalami asfiksia.

    Profil biofisik terdiri dari 5 komponen, salah satunya adalah standar tes non stress.

    Empat parameter lainnya dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonik.

    Adapun komponen profil biofisik meliputi:13

    1. Reaksi jantung fetus

    2. Pergerakan pernafasan

    3. Pergerakan badan

    4. Tonus

    5. Kedalaman cairan amnion

    Setiap komponen diberi nilai 0 sampai dengan 2, sehingga skor total minimal adalah

    0 dan maksimal 10.12

    Tabel 4. Skor biofisik janin12

    Parameter Skor= 2 Skor= 0

    NST

    Gerakan pernafasan janin

    Gerakan janin

    Tonus

    Reaktif

    Sekurang-kurangnya 2

    akselerasi dari > 15 dpm,

    berlangsung > 15 detik,

    berhubungan dengan gerakan

    janin dalam periode 20 menit

    Paling sedikit satu periode

    pernapasan dengan lamanya

    60 detik dalam periode

    observasi 30 menit

    3 atau lebih gerakan badan

    dalam waktu 30 menit

    Paling sedikit satu gerakan

    kaki dari fleksi ke ekstensi

    dan kembali lagi

    Non reaktif

    Tidak ada

    Tidak ada

    < 3 gerakan

    Tidak ada gerakan

  • 43

    Voume cairan amnion Satu kantong cairan sekurang-

    kurangnya 2 cm dalamnya

    < 1 cm

    Normal : 8 atau 10

    Ragu-ragu : 4 atau 6

    Abnormal : 0 atau 2

    Profil biofisik kurang begitu menyita waktu bila dibandingkan dengan OCT

    ( Oxytocin Contraction Test), dan ada beberapa peneliti yang menganjurkan

    pemeriksaan biofisik sebagai langkah selanjutnya setelah tes non stress dan bukannya

    OCT.

    Bila tes kedua setelah NST yang non reaktif adalah skor biofisik, maka

    pengelolaannya sebagai berikut:

    1. Skor 0-2 biasanya merupakan indikasi adanya gangguan terhadap janin dan

    cukup alasan untuk melahirkan janin

    2. Skor 4-6 setelah NST yang non reaktif, hendaknya tes diulangi atau lakukan

    OCT

    3. Skor 8 atau lebih setelah NST yang non reaktif menunjukkan janin tersebut

    sehat dimana NST dapat diulangi pada interval tertentu.

    3.1.6 Tata Laksana

    Tabel 4. Kriteria Tata Laksana Untuk Pola Denyut Jantung Janin yang

    Meragukan8

    Tindakan berikut harus dicatat dalam rekam medis:

    1. Reposisi pasien

    2. Hentikan stimulansia uterus dan koreksi hiperstimulasi uterus

    3. Pemeriksaan vaginal

    4. Koreksi hipotensi ibu yang berhubungan dengan anestesi regional

    5. Pemberitahuan tenaga anestesi dan perawat untuk kebutuhan persalinan

    darurat

  • 44

    6. Monitor denyut jantung janin dengan monitor janin elektronik atau

    auskultasi di ruang operasi sebelum menyiapkan kelahiran per abdominal

    7. Adanya tenaga kompeten yang hadir untuk resusitasi dan penanganan

    neonatus

    8. Pemberian oksigen ke ibu

    1. Tokolitik

    Injeksi subkutan atau intravena tunggal dari 0.25 mg terbutalin sulfat

    diberikan untuk relaksasi uterus telah dijelaskan sebagai tindakan sementara dari

    penanganan denyut jantung yang meragukan selama persalinan. Inhibisi kontraksi

    uterus dapat meningkatkan oksigenasi janin, dan menghasilkan resusitasi intrauterus.

    Cook dan Spinato ( 1994) menjabarkan pengalaman mereka menggunakan tokolitik

    terbutalin untuk resusitasi intra uterus pada 368 kehamilan selama 10 tahun.

    Resusitasi seperti ini dapat meningkatkan nilai pH darah dari kulit kepala janin, dan

    terbukti menolong keadaan seperti disebutkan di atas. Dosis kecil nitrogliserin

    intravena ( 60 sampai dengan 180 g) juga dilaporkan dapat memberikan

    keuntungan.8

    2. Amnioinfusion

    Gabbe dkk. melakukan percobaan pada monyet dengan cara mengeluarkan

    cairan amnion yang ternyata menghasilkan deselerasi variabel dan penggantian

    dengan cairan fisiologis menghilangkan deselerasi tersebut. Miyazaki dan Taylor

    ( 1983) memasukkan cairan fisiologis melalui kateter bertekanan pada wanita

    melahirkan yang mengalami deselerasi variabel atau deselerasi lama berhubungan

    dengan terjepitnya tali pusat. Terapi ini terbukti meningkatkan pola denyut jantung

    pada setengah dari jumlah sampel yang diteliti.

    Berdasarkan laporan-laporan terdahulu, amnioinfusion transvaginal kini digunakan

    untuk:

    Penanganan deselerasi variabel atau deselerasi lama

    Profilaksis kaus-kasus oligohidroamnion, seperti ketuban pecah dini

    Usaha untuk mengencerkan atau mencuci mekonium yang kental.

  • 45

    Protokol pemberiannya sendiri masih belum ada ketentuan baku hingga sekarang.

    500 sampai 800 ml bolus cairan fisiologis hangat diikuti dengan infus kontinyu 3 ml

    per menit. Pada penelitian lain, Rinehart dkk menyarankan cukup hanya dengan

    pemberian 500 ml bolus cairan fisiologis dalam temperatur ruangan, atau 500 ml

    bolus ditambah infus kontinyu 3 ml per menit.8

    Tabel 4. Komplikasi Amnioinfusion Berdasarkan Survei dari 186 Pusat

    Pelayanan Obstetri8

    Komplikasi Jumlah laporan ( %)

    Hipertonus uterus

    Denyut jantung janin abnormal

    Amnionitis

    Prolaps tali pusat

    Ruptur uterus

    Kompensasi respiratorius atau jantung

    maternal

    Abrupsi plasenta

    Kematian ibu

    27

    17 ( 9)

    7 ( 4)

    5 ( 2)

    4 ( 2)

    3 ( 2)

    2 ( 1)

    2 ( 1)

    Tata laksana umum untuk keadaan gawat janin:14

    Reposisi pasien ke sisi kiri

    Hentikan pemberian oksitosin

    Identifikasi penyebab maternal ( demam ibu, obat-obatan), dan diterapi sesuai

    dengan penyebab

    Jika penyebab ibu tidak ada tetapi denyut jantung tetap abnormal minimal 3

    kontraksi, lakukan pemeriksaan vaginal

    o Perdarahan dengan nyeri konstan atau intermiten, curigai solusio

    plasenta

    o Tanda infeksi ( demam, sekret vagina berbau), berikan antibiotik

    sesuai dengan penatalaksanaan amnionitis

  • 46

    o Bila tali pusat di bawah bagian yang terendah, atau ada di vagina,

    tangani sesuai dengan penanganan tali pusat prolaps

    Jika denyut jantung abnormal menetap atau ada tanda tambahan gawat janin,

    rencanakan persalinan:

    o Jika serviks terdilatasi penuh dan kepala janin tidak lebih dari 1/5 di

    atas simfisis pubis atau ujung tulang terendah dari kepala pada stasion

    0, lahirkan dengan ekstraksi vakum atau forsep.

    o Jika serviks tidak terdilatasi penuh atau kepala janin lebih dari 1/5 di

    atas simfisi pubis atau ujung tulang terendah dari kepala di atas stasion

    0, lahirkan dengan seksio sesarea.

    3.2 Sindroma HELLP

    3.2.1 Definisi

    Sindroma HELLP adalah pre eklampsia dan eklampsia yang disertai dengan

    adanya hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar dan trombositopenia.

    (H = Hemolisis; EL = Elevated Liver Enzim; LP = Low Platelets Count).15

    3.2.2 Etiologi dan patogenesis sindrom HELLP

    Patogenesis sindrom HELLP sampai sekarang belum jelas. Yang ditemukan

    pada penyakit multisistem ini adalah kelainan tonus vaskuler, vasospasme, dan

    kelainan koagulasi. Sampai sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya. Sindrom

    ini kelihatannya merupakan akhir dari kelainan yang menyebabkan kerusakan endotel

    mikrovaskuler dan aktivasi trombosit intravaskuler akibatnya terjadi vasospasme,

    aglutinasi dan agregasi trombosit dan selanjutnya terjadi kerusakan endotel.

    Hemolisis yang didefinisikan sebagai anemia hemolitik mikroangiopati merupakan

    tanda khas.15,16

    Sel darah merah terfragmentasi saat melewati pembuluh darah kecil yang

    endotelnya rusak dengan deposit fibrin. Pada sediaan apus darah tepi

    ditemukan spherocytes, schistocytes, triangular cells dan burr cells.15

  • 47

    Peningkatan kadar enzim hati diperkirakan sekunder akibat obstruksi aliran

    darah hati oleh deposit fibrin di sinusoid. Obstruksi ini menyebabkan nekrosis

    periportal dan pada kasus yang berat dapat terjadi perdarahan intrahepatik, hematom

    subkapsular atau ruptur hati.15

    Nekrosis periportal dan perdarahan merupakan gambaran histopatologik yang

    paling sering ditemukan. Trombositopeni ditandai dengan peningkatan pemakaian

    dan/atau destruksi trombosit. 15

    Banyak penulis tidak menganggap sindrom HELLP sebagai suatu variasi dari

    disseminated intravascular coagulopathy (DIC), karena nilai parameter koagulasi

    seperti waktu prothrombin (PT), waktu parsial thromboplastin (PTT), dan serum

    fibrinogen normal. Secara klinis sulit mendiagnosis DIC kecuali menggunakan tes

    antitrombin III, fibrinopeptide-A, fibrin monomer, D-Dimer, 2 antiplasmin,

    plasminogen, prekallikrein, dan fibronectin. Namun tes ini memerlukan waktu dan

    tidak digunakan secara rutin. Sibai dkk. mendefinisikan DIC dengan adanya

    trombositopeni, kadar fibrinogen rendah (fibrinogen plasma < 300 mg/dl) dan

    fibrin split product > 40 g/ml2. Semua pasien sindrom HELLP mungkin

    mempunyai kelainan dasar koagulopati yang biasanya tidak terdeteksi.15

    3.2.3 Diagnosis sindroma HELLP 3 :

    1. Tanda dan gejala yang tidak khas : mual, muntah, nyeri kepala,

    malaise, kelemahan.

    2. Tanda dan gejala pre eklampsia : hipertensi, proteinuria, nyeri

    epigastrium, edema, dan kenaikan asam urat.

    3. Tanda-tanda hemolisis intravaskuler :

    a. Kenaikan LDH, AST dan bilirubin indirek.

    b. Penurunan haptoglobin.

    c. Apusan darah tepi : fragmentasi eritrosit.

    d. Peningkatan urobilinogen dalam urine.

    4. Tanda kerusakan / disfungsi sel hepatosit : Kenaikan ALT, AST,

    LDH.

  • 48

    5. Trombositopenia : Trombosit 150.000/ml atau kurang.

    3.2.4 Klasifikasi sindroma HELLP :16,17

    1. Klasifikasi Missisippi

    Kelas I : Trombosit 50.000/ml atau kurang; serum LDH 600.000 IU/l

    atau lebih; AST dan/atau ALT 40 IU/l atau lebih.

    Kelas II : Trombosit lebih 50.000 sampai 100.000/ml; serum LDH

    600.000 IU/l atau lebih; AST dan/atau ALT 40 IU/l atau lebih.

    Kelas III : Trombosit lebih 100.000 sampai 150.000/ml; serum LDH

    600.000 IU/l atau lebih; AST dan/atau ALT 40 IU/l atau lebih.

    2. Klasifikasi Tennesse

    Kelas lengkap : Trombosit kurang 100.000/ml; LDH 600.000 IU/l

    atau lebih; AST 70 IU/l atau lebih.

    Kelas tidak lengkap : Bila ditemukan 1 atau 2 dari tanda-tanda diatas.

    3.2.5 Diagnosa banding pre eklampsia-sindroma HELLP :

    1. Trombotik angiopati

    2. Kelainan konsumtif fibrinogen, misalnya :

    - Acute fatty liver of pregnancy.

    - Hipovolemia berat / perdarahan berat.

    - Sepsis.

    3. Kelainan jaringan ikat : SLE.

    4. Penyakit ginjal primer.

    3.2.6 Penatalaksanaan Sindroma HELLP 17

    1. Penilaian dan stabilisasi kondisi ibu :

    a. Bila DIC (+), koreksi faktor pembekuan

    b. Pemberian profilaksis anti kejang dengan MgSO4

    c. Penanganan hipertensi berat

    d. Rujuk ke fasilitas kesehatan yang memadai

  • 49

    e. CT scan dan USG abdomen bila dicurigai adanya hematom hepar

    subkapsular

    2. Evaluasi kesejahteraan janin:

    a. Non Stress Test

    b. Profil biofisik

    c. Ultrasonografi biometri

    3. Evaluasi kematangan paru, jika usia kehamilan < 35 minggu

    a. Jika paru telah matang, segera lahirkan

    b. Jika paru belum matang, beri kortikosteroid, kemudian lahirkan

    Jika usia kehamilan 35 minggu, setelah kondisi ibu stabil, segera lahirkan

    Terapi Medikamentosa: 17,18

    Mengikuti terapi medikamentosa : preeklampsia dan eklampsia.

    Preeklamsia ringan

    a. Banyak istirahat (berbaring tidur / mirring).

    b. Diet : cukup protein, rendah karbohidraat, lemak dan garam.

    c. Sedativa ringan : tablet phenobarbital 3 x 30 mg atau diazepam 3 x 2 mg per

    oral, selama 7 hari.

    Preeklamsia berat

    1) Sikap tehadap penyakit: pengobatan medikamentosa

    a. Tirah baring miring ke satu sisi (kiri).

    b. Pengelolaan cairan, monitoring input dan output cairan.

    c. Pemberian obat antikejang.

    Obat anti kejang yang digunakan MgSO4, diazepam, fenitoin. Pemberian

    MgSO4 sebagai antikejang lebih efektif dibanding fenitoin. Obat

    antikejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah magnesium sulfat.

    Tujuan utama pemberian magnesium sulfat adalah untuk mencegah dan

  • 50

    mengurangi terjadinya kejang. Di samping itu juga untuk mengurangi

    komplikasi yang terjadi pada ibu dan janin. Cara kerja magnesium sulfat

    sampai saat ini tidak seluruhnya diketahui, diduga ia bekerja sebagai N-

    methyl D Aspartate (NDMA) reseptor inhibitor, untuk menghambat

    masuknya kalsium ke dalam neuron pada sambungan neuro muskuler

    (neuro musculer junction) ataupun pada susunan syaraf pusat. Dengan

    menurunnya kalsium yang masuk maka penghantaran impuls akan

    menurun dan kontraksi otot yang berupa kejang dapat dicegah.

    - Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang

    pada PE berat dan eklampsia.

    - Jika MgSO4 tidak tersedia dapat diberikan diazepam, dengan risiko tterjadinya

    depresi pernapasan neonata

    - Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah

    jantung. Diuretikum yang dipakai adalah furosemid.

    - Pemberian antihipertensi

    Masih banyak perdebatan tentang penetuan batas (cut off) tekanan darah, untuk

    pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai

    adalah 160/110 mmHg dan MAP 126 mmHg. Di RSU Soetomo Surabaya

    batas tekanan darah pemberian antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik 180

    mmHg dan/atau tekanan diastolik 110 mmHg.

    - Antihipertensi lini pertama

    Nifedipin; 10 20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit; maksimum 120 mg

    dalam 24 jam.

    - Antihipertensi lini kedua

    Sodium nitroprusside; 0,25 g i.v./kg/menit, infus; ditingkatkan 0,25 g i.v./kg/5

    menit.

    - Pemberian glukokortikoid

    Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu.

    Diberikan pada kehamilan 32 34 minggu, 2 x 24 jam. Obat ini juga diberikan

    pada sindrom HELLP.

  • 51

    Eklampsia

    MgSO4 2 g IV dalam 10 menit, selanjutnya 2 g/jam drip sampai TD stabil

    (140 150/90 100 mmHg). Bila belum stabil, obat tetap diberikan

    Kejang dosis tambahan MgSO42 g IV minimal 20 menit setelah pemberian

    amobarbital 3 5 mg/kgBB IV perlahan ATAU fenobarbital 250 mg IM

    ATAU diazepam 10 mg IV.

    Bila kontraindikasi MgSO4 :

    Diazepam: dosis awal 20 mg IM ATAU 10 mg IV perlahan dalam 1 menit /

    lebih. Dosis maintenance dekstrosa 5% 500 ml + 40 mg diazepam 20

    tetes/menit, dosis max 2000 ml/24 jam. Pemberian diazepam lebih

    disukai pada eklampsia puerperalis karena pada dosis tinggi

    menyebabkan hipotonia neonatus.

    Fenobarbital: 120 240 mg IV perlahan (60 mg/menit), dosis max 1000 mg.

    2. Pemeriksaan laboratorium untuk trombosit dan LDH setiap 12 jam

    3. Bila trombosit kurang 50.000/ml atau adanya tanda koagulopati konsumtif maka

    harus diperiksa waktu protombin, waktu trombloplastin parsial fibrinogen.

    4. Pemberian dexamethasone rescue

    a. Antepartum : diberikan double strength dexamethasone (double dose). Jika

    didapatkan:

    - Trombosit kurang 100.00/cc atau

    - Trombosit 100.000-150.000/cc dan dengan eklampsia, hipertensi berat, nyeri

    epigastrium, gejala fulminant maka diberikan dexamethasone 10mg IV setiap

    12 jam

    b. Postpartum : Dexamethasone diberikan 10mg intravena setiap 12 jam 2 kali

    lalu diikuti 5mg intravena setiap 12 jam 2 kali.

    c. Terapi dexamethason dihentikan bila terjadi:

  • 52

    - Perbaikan laboratorium : Trombosit lebih 100.00/ml dan penurunan

    LDH

    - Perbaikan tanda dan gejala klinik preeclampsia eklampsia

    5. Dapat dipertimbangkan pemberian transfuse trombosit bila kurang 50.000/cc

    dan antioksidan.

    Sikap : Pengelolaan obstetrik

    Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif yaitu kehamilan diakhiri

    (terminasi) tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan dapat dilakukan

    pervaginam atau perabdomen.17,18

    3.3 Hubungan HELLP Sydrome dengan Fetal distress

    Hemolysis, Elevated Liver Enzymes, Low platelets (HELLP) merupakan

    komplikasi dari preeklamsi dan eklapmsi yang berat pada kehamilan yang bisa

    menyebabkan janin mengalami hipoksia, dimana terjadinya gangguan peretribusian

    aliran darah ke organ dan meningkatkan resistensi pembuluh darah vena janin yang

    akan menyebabkan intrauterine growth retardation (IUGR) dan kematian janin.19

    Pada

    janin yang dengan ibu peeklamsia dengan HELLP syndrome, level Oxidative stress

    dan cytokine proinflamatory meningkat, proses ini dapat menyebabkan terjadinya

    inaktivasi surfaktan yang mengakibatkan terjadinya respiratory distress syndrome

    (RDS) pada janin.20

    Invasi Cytotrofoblasts yang terbatas akibat dari gangguan remodeling pada

    myometrium dan arteri spiralis sehingga menyebabkan terjadinya perfusi lokal yang

    rendah dan hipoksia jaringan, Adanya kegagalan invasi dari trofoblas pada trimester

    kedua dalam menginvasi tunika muskularis arteri spiralis, menyebabkan

    vasokonstriksi arterial pada bagian uteroplasenta. Kegagalan ini disebabkan oleh

    gagalnya sel-sel trofoblas dalam mengekspresikan integrin yang merupakan molekul

    pelekat (adhesion molecules) atau kegagalan VEGF (Vascular Endothelial Growth

    Factor) dalam mengekspresikan integrin. Keadaan ini menyebabkan penurunan aliran

    darah intervilus, hipoksia dan akhirnya terjadi kerusakan sel endotel ibu dan janin.

  • 53

    Karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai oksigen dan

    nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan pertumbuhan janin sampai

    hipoksia dan kematian janin. 20