bab iii

18
II. PERMASALAHAN 1. Bagaimana terjadinya PEB dengan impending eklamsi dan sindrom HELLP? 2. Bagaimana penegakan diagnosis kasus ini? 3. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat pada kasus ini? 4. Apakah komplikasi yang dapat terjadi pada kasus ini? III. ANALISA KASUS 1. Menurut ilmu kebidanan sarwono banyak teori yang dikemukakan tentang preeklamsia-eklamsia. Teori- teori yang sekarang banyak dianut adalah : Teori kelainan vaskularisasi plasenta Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari cabang-cabang a. uterine dan a. ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa a. arkuarta dan a. akuarta member cabang a. radialis. A. radialis menembus endometrium menjadi a. basalis memberikan cabang a. spiralis. Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot a. spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi a. spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan disekitar a. spiralis, sehingga matrik jaringan menjadi gembur dan memudahkan lumen a. spiralis menjadi distensi dan dilatasi. Distensi dan

Upload: andre-prasetyo-mahesya

Post on 02-Oct-2015

228 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

PEB

TRANSCRIPT

II. PERMASALAHAN 1. Bagaimana terjadinya PEB dengan impending eklamsi dan sindrom HELLP?2. Bagaimana penegakan diagnosis kasus ini?3. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat pada kasus ini?4. Apakah komplikasi yang dapat terjadi pada kasus ini?

III. ANALISA KASUS1. Menurut ilmu kebidanan sarwono banyak teori yang dikemukakan tentang preeklamsia-eklamsia. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah : Teori kelainan vaskularisasi plasentaPada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari cabang-cabang a. uterine dan a. ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa a. arkuarta dan a. akuarta member cabang a. radialis. A. radialis menembus endometrium menjadi a. basalis memberikan cabang a. spiralis.Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot a. spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi a. spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan disekitar a. spiralis, sehingga matrik jaringan menjadi gembur dan memudahkan lumen a. spiralis menjadi distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi a. spiralis ini memeberikan dampak penurunana tekanan darah, penurunan resistensi vascular dan peningkatan aliran dari pada daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Hal ini disebut remodeling arteri spiralis. Pada hipertensi kehamilan tidak terjadi invasi sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks disekitarnya. Lapisan otot spiralis menjadi tetap kaku dank eras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relative mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemik plasenta dampak iskemik plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan patogensis HDK selanjutnya.

Teori iskemik plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotela) Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebasPlasenta yang mengalami iskemia dan hipoksi akan mengahasilkan oksidan. Salah satu oksidan yang penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membrane sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut toxiemia.Radikal hidroksil akan merusak membrane sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membrane sel juga akan merusak nucleus dan protein dlam sel endotel.

b) Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilanPada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan khususnya peroksidan lemak meningkat, sedangkan antioksidan misalnya vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar peroksidan lemak relative tinggi.Peroksidan lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksik ini akan beredar diseluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membrane sel endotel. Membrane sel endotel akan lebih mudah mengalami keruasakan oleh peroksidan lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentang terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksidan lemak.

c) Disfungsi endotelAkibat sel endotel terpapar peroksida lemak, maka terjadi keruskan sel endotel, yang keruskannya terjadi dari membrane sel endotel. Keruskan membrane sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel. Gangguan fungsi endotel meliputi: Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel, adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi protaksiklin (PGE2) suatu vasodilator kuat. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami keruskan. Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus Peningkatan permiabilitas kapiler Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO (vasodilator) menurun sedangkan endotelin (Vasokonstriktor) meningkat. Peningkatan faktor koagulasi.

Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janinPada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersfat asing. Hal ini disebabkan HLA-G yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi. Adanya HLA-G pada plasenta melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel NK ibu. Adanya HLA-G mempermudah invasi sel trofoblas ke jaringan desidua ibu. Pada plasenta ibu dengan preeklamsia berat terjadi penurunan HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke desidua.

Analisis :Berdasarkan teori diatas PEB dengan impending eklamsi dan sindrom HELLP, akibat tidak terjadinya invasi sel-sel trofoblas lapisan otot arteri spiralis, sehingga lumen tidak distensi dan dilatasi, terjadilah kegagalan remodelling arteri spiralis, dan terjadi penurunan aliran darah uteroplasenta. Keadaan tersebut menyebabkan keadaan iskemik plasenta, yang mengakibatkan terbentuknya radikal bebas, yang menyebabkan terjadinya disfungsi endotel. Akibatnya terjadi gangguan metabolisme prostaglandin, sehingga menurunlah produksi prostasiklin prostasiklin (vasodilator kuat). Agregasi trombosit pada endotel yang rusak memproduksi tromboksan (vasokonstriktor kuat). 1. Hipertensi terjadi akibat vasospasme meyeluruh dengan ukuran tekanan darah 140/90 mmHg2. Proteinuria terjadi akibat kerusakan sel glomerulus sehingga meningkatnya permeabilitas membran basalis sehingga terjadi kebocoran.3. Edema terjadi akibat disfungsi endotel, yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler, sehingga tekanan onkotik semakin menurun, maka terjadilah perpindahan cairan dari intravaskular ke interstitium. 4. Peningkatan asam urat dan kreatinin plasma, disebabkan oleh hipovolemia yang menimbulkan menurunnya aliran darah ginjal, menurunnya filtrasi glomerulus sehingga menurunnya sekresi asam urat dan kreatinin. 5. Agregasi trombosit pada endotel yang mengalami kerusakan mengakibatkan terjadinya trombositopenia6. Sakit kepala disebabkan oleh peregangan selaput meningen.7. Akibat spasme arteri retina dan edema retina sehingga terjadilah pandangan kabur8. Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia dan perdarahan. Apabila terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar (SGOT SGPT). Nyeri epigastrium disebabkan oleh perdarahan yang meluas sampai bawah kapsula hepar disebut subkapsular hematoma, yang menimbulkan rasa nyeri di daerah epigastrium. 9. Hemolisis terjadi akibat kerusakan endotel arteriole. Hemolisis menimbulkan destruksi eritrosit dan peningkatan LDH.

2. Menurut buku ilmu kebidanan Sarwono preeklamsia berat ialah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5g/24 jam. Diagnosis preeklamsia berat apabila ditemukan satu atau lebih gejala berikut : Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg Proteinuria lebih 5g/24jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif Oliguria yaitu produksi urin kurang dari 500cc/24jam Kenaikan kadar kreatinin plasma Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan pandangan kabur Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya kapsula glisson) Edema paru-paru dan sianosis Hemolisis mikroangiopatik Trombositopenia berat : 5, bila perlu dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak induksi persalinan dianggap gagal dan harus disusul dengan pembedahan sesarb) Indikasi pembedahan sesar : tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam, induksi persalinan gagal, terjadi maternal distress, terjadi fetal distress, umur kehamilan < 33 minggu Bila penderita sudah inpartua) Memperpendek kala IIb) Pembedahan sesar dilakukan bila terdapat maternal distress dan fetal distressc) Primigravida direkomendasikan pembedahan sesard) Anastesia : regional anastesia, epidural anastesia, tidak dianjurkan anastesia umum.

Pada pasien ini belum inpartu lalu dilakukan pematangan serviks dengan pemberian misoprostol 25 g. Dosis yang diberikan belum tepat menurut FIGO misoprostol recommended dosages untuk pematangan serviks diberikan misoprostol 25 g/4jam pervaginam. Jika serviks telah mengalami pematangan lakukan induksi dengan oksitosin dalam 500ml dekstrose 10 tetes per menit. Pada kasus ini tidak dilakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau misoprostol (Poned, 2005)

Pada preeklamsia berat persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedangkan pada eklamsia dalam 6 jam sejak gejala eklamsi timbul. Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam lakukan bedah caesar (Poned, 2005). Pada kasus ini sudah terjadi pembukaan lengkap dalam waktu 12 jam, sehingga sudah tepat untuk dilakukan persalinan, akhiri kala II dengan tindakan.

Pengobatan sindroma HELLP memperhatikan cara-cara perawatan dan pengobatan pada preeklamsia. Penderita preeklamsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap lakukan stabilisasi 3-6 jam dan dianjurkan tirah baring miring ke kiri, supaya menghilangkan tekanan rahim pada vena cava inferior sehingga meningkatkan aliran darah balik dan menambah curah jantung. Hal ini meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan pula aliran darah rahim, menambah oksigenisasi plasenta dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim. Pemasangan foley cateter dimaksudkan untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila produksi urin