bab ii tinjauan teoritis 2.1 konsep kesejahteraan

63
30 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan Kesejahteraan sosial merupakan suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan hidup yang layak bagi masyarakat, sehingga mampu mengembangkan diri dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial (UU Nomor 11 Tahun 2009 Pasal 1 dan 2). Kesejahteraan merupakan suatu hal yang bersifat subjektif, sehingga setiap keluarga atau individu di dalamnya yang memiliki pedoman, tujuan, dan cara hidup yang berbeda akan memberikan nilai yang berbeda tentang faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan (BKKBN 1992, dalam Nuryani 2007). Kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik (2007) adalah suatu kondisi dimana seluruh kebutuhan jasmani dan rohani dari rumah tangga tersebut dapat dipenuhi sesuai dengan tingkat hidup. Status kesejahteraan dapat diukur berdasarkan proporsi pengeluaran rumah tangga (Bappenas, 2000). Rumah tangga dapat dikategorikan sejahtera apabila proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok sebanding atau lebih rendah dari proporsi pengeluaran untuk kebutuhan bukan pokok. Sebaliknya rumah tangga dengan proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran untuk kebutuhan

Upload: others

Post on 04-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

30

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Kesejahteraan

Kesejahteraan sosial merupakan suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan

hidup yang layak bagi masyarakat, sehingga mampu mengembangkan diri dan

dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat dilakukan pemerintah,

pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial yang meliputi

rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial

(UU Nomor 11 Tahun 2009 Pasal 1 dan 2). Kesejahteraan merupakan suatu hal

yang bersifat subjektif, sehingga setiap keluarga atau individu di dalamnya yang

memiliki pedoman, tujuan, dan cara hidup yang berbeda akan memberikan nilai

yang berbeda tentang faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan

(BKKBN 1992, dalam Nuryani 2007).

Kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik (2007) adalah suatu kondisi

dimana seluruh kebutuhan jasmani dan rohani dari rumah tangga tersebut dapat

dipenuhi sesuai dengan tingkat hidup. Status kesejahteraan dapat diukur

berdasarkan proporsi pengeluaran rumah tangga (Bappenas, 2000). Rumah tangga

dapat dikategorikan sejahtera apabila proporsi pengeluaran untuk kebutuhan

pokok sebanding atau lebih rendah dari proporsi pengeluaran untuk kebutuhan

bukan pokok. Sebaliknya rumah tangga dengan proporsi pengeluaran untuk

kebutuhan pokok lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran untuk kebutuhan

Page 2: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

31

bukan pokok, dapat dikategorikan sebagai rumah tangga dengan status

kesejahteraan yang masih rendah.

Kesejahteraan adalah sebuah tata kehidupan dan penghidupan sosial,

material, maupun spiritual yang diikuti dengan rasa keselamatan, kesusilaan dan

ketentraman diri, rumah tangga serta masyarakat lahir dan batin yang

memungkinkan setiap warga negara dapat melakukan usaha pemenuhan

kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri sendiri, rumah

tangga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi (Rambe, 2004).

Arthur Dunham dalam Sukoco (1991) mendefinisikan kesejahteraan social

sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan

kesejahteraan dari segi sosial melalui pemberian bantuan kepada orang untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan di dalam beberapa bidang seperti kehidupan

keluarga dan anak, kesehatan,penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar

kehidupan, dan hubungan-hubungan sosial. Pelayanan kesejahteraan social

memberi perhatian utama terhadap individu-individu, kelompok-kelompok,

komunitas-komunitas, dan kesatuan-kesatuan penduduk yang lebih luas;

pelayanan ini mencakup pemeliharaan atau perawatan, penyembuhan dan

pencegahan.

Pendapat lain tentang kesejahteraan sosial diungkapkan pula oleh

Friedlander (dalam Sukoco, 1991) bahwa kesejahteraan sosial merupakan suatu

sistem yang terorganisasi dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga,

yang bermaksud untuk membantu individu-individu dan kelompok agar mencapai

standar kehidupan dan kesehatan yang memuaskan, serta hubungan perorangan

Page 3: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

32

dan sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan segenap kemampuan

dan meningkatkan kesejahteraan petani selaras dengan kebutuhan-kebutuhan

keluarga maupun masyarakat.

Albert dan Hahnel (2005) membagi teori kesejahteraan menjadi tiga

bagian yakni: (1) Classical utilitarian, dimana pendekatan ini menekankan bahwa

kesenangan atau kepuasan seseorang dapat diukur. Prinsip bagi individu adalah

meningkatkan sebanyak mungkin tingkat kesejahteraannya. Sedangkan bagi

masyarakat, peningkatan kesejahteraan kelompoknya merupakan prinsip yang

dipegang dalam kehidupannya; (2) Neoclassical welfare theory, dimana fungsi

kesejahteraan merupakan fungsi dari semua kepuasan individu; (3) New

contraction approach yang mengangkat adanya kebebasan maksimum dalam

hidup individu atau seseorang. Penekanan dalam pendekatan ini adalah individu

akan memaksimalkan kebebasannya untuk mengejar barang dan jasa tanpa ada

campur tangan dari pihak tertentu.

Todaro (2012) menyebutkan bahwa indikator kesejahteraan daerah diukur

melalui tingkat kemiskinan, angka buta huruf, angka melek huruf, perusakan alam

dan lingkungan, polusi air dan tingkat produk domestik bruto. Kesejahteraan suatu

wilayaha ditentukan dari ketersediaan sumber daya manusia, fisik, dan sumber

daya lainnya. Sumberdaya tersebut berinteraksi dalam proses pembangunan untuk

mencapai pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan hidup

masyarakat. Selanjutnya Todaro menyebutkan kesejahteraan masyarakat

menengah ke bawah dapat ditandai oleh terentaskannya kemiskinan, tingkat

kesehatan yang baik, perolehan tingkat pendidikan yang tinggi, dan peningkatan

Page 4: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

33

produktivitas masyarakat. Kajian yang dilakukan oleh Deaton (2003) menunjukan

bahwa distribusi pendapatan merupakan kewenangan dimiliki oleh pemerintah

dan sangat berdampak pada tingkat kesejahteraan. Distribusi pendapatan yang

tidak seimbang akan menciptakan ketimpangan, sehingga mengakibatkan

sebagian masyarakat tidak dapat menjangkau kebutuhan dasar. Deaton juga

menyebutkan bahwa kesejahteraan masyarakat diukur dengan tingkat pendapatan,

pemenuhan kebutuhan dasar akan makanan dan kesehatan.

2.1.1 Pengurangan Kemiskinan dan Pembangunan Perdesaan

Kemiskinan secara dominan merupakan fenomena perdesaan. Secara

keseluruhan ada sekitar 1,2 juta orang hidup di bawah garis kemiskinan (biaya

hidup kurang dari1 USD per hari), dan tiga perempatnya hidup didaerah

perdesaan . saat ini, Bappenas telah berkomitmen dalam program pengurangan

kemiskinan, kelaparan, dan masalah kemanusiaan lainnya sebagai bagian dari The

Millenium Development Goals (MDGs). Sejak tahun 1990 hingga 2015

ditargetkan akan ada pengurangan proporsi jumlah orang yang hidup dengan

biaya hidup kurang dari USD 1 per hari. Ini berarti bahwa jumlah orang dengan

penghasilan menengah kebawah akan turun dari 28 persen hingga 14 persen, dan

proporsi penduduk yang kelaparan diharapkan juga menurun pada tahun 2015

(Christen dan Pearce, 2005).

Tujuan Pembangunan Millenium (MDGs) merupakan program

pembangunan PBB dalam rangka mengurangi 1,2 miliar penduduk miskin dunia

hingga tahun 2015 menjadi setengahnya. Namun, yang menjadi pertanyaan,

berhasilkah program ini dijalankan, apa saja kendalanya? Salah satu caranya

Page 5: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

34

adalah melalui pertumbuhan ekonomi. Untuk mengurangi kemiskinan, semua

Negara wajib meraih pertumbuhan minimal 7 persen agar tercipta kesempatan

kerja sebesar 1 persen. China pada khususnya dan Negara-negara kawasan Asia

pada umumnya tergolong paling sukses menurunkan kemiskinan berkat

pertumbuhan ekonomi. Asalkan mereka tidak terjebak pada konflik yang semakin

memperburuk kemiskinan dan tentunya didukung oleh kondisi politik yang stabil.

Pengurangan kemiskinan tidak hanya dilakukan melalui pertumbuhan

ekonomi, menurut UNDP bahwa pertumbuhan ekonomi hanya menghasilkan

peningkatan kemakmuran warga kaya dan tak menetes kebawah. Peraih nobel

perdamaian tahun 2006 Muhammad Yunus mengatakan, pengurangan kemiskinan

harus dengan program yang menyentuh langsung mereka yang terjerat

kemiskinan. Alternatif lain untuk mengurangi kemiskinan adalah pengurangan

beban pembayaran utang luar negeri Negara berkembang oleh Negara maju.

Selain itu, juga dapat dilakukan dengan pembukaan pasar Negara maju terhadap

produk pertanian negara berkembang (Hadinoto dan Retnadi, 2007).

Kemiskinan dan kelaparan di perdesaan telah menurun secara drastis pada

tahun 1975 dan tahun 1990. Bantuan terhadap Negara-negara berkembang juga

turun dari 0,35 persen pada tahun 1982-1983 menjadi 0,24 persen pada tahun

2002-2003 dari pendapatan nasional bruto di Negara-negara OECD. Menurut

IFAD bantuan untuk sektor pertanian pada periode 1980-1990 hanya sekitar

35 persen, meskipun secara ekonomi partisipasi aktif penduduk di sektor pertanian

di Negara-negara berkembang lebih dari 50 persen untuk wilayah Asia dan Afrika

(Christen dan Pearce, 2005).

Page 6: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

35

Tujuan pembangunan desa adalah meningkatkan produktivitas dan

produksi pertanian, maupun memperbaiki kesejahteraan masyarakat desa. Pada

repelita I tahun 1969, prioritas utamanya adalah melakukan definisi ulang dari

kebijakan pertanian. Penekanan pertama pada usaha meraih pemenuhan sendiri

(self suffiency) dalam produksi beras. Melalui peningkatan produksi pangan

diharapkan akan menaikkan pendapatan masyarakat desa dan memperbaiki

standar kehidupan petani desa (Budi Winarno, 2003). Hal yang perlu diperhatikan

dalam membangun perdesaan adalah bagaimana pengembangan kawasan

perdesaan bisa seimbang dengan kawasan perkotaan. Untuk mewujudka

keseimbangan kawasan antara desa dan kota tersebut, perlu diperhatikan empat

pilar dalam pengembangan kawasan perdesaan yang berkelanjutan. Empat pilar

tersebut antara lain: (1) Peningkatan kualitas SDM perdesaan (community

empowerment), (2) Peningkatan kualitas sarana prasarana perdesaan

(infrastructure improvement), (3) Peningkatan kualitas kehidupan sosial dan

ekonomi (economic livelihood improvement), dan (4) peningkatan kualitas

lingkungan dan warisan budaya lokal (conservation and cultural preservation).

Pembangunan perdesaan pada dasarnya merupakan suatu proses

modernisasi masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia kearah kehidupan dan

penghidupan yang lebih baik di masa mendatang. Secara umum dapat

dikemukakan tiga unsur utama yang perlu diperhatikan bagi keberhasilan

pembangunan perdesaan yaitu: (1) keikutsertaan masyarakat dalam melaksanakan

pembangunan, (2) munculnya gagasan baru dalam masyarakat mengenai

Page 7: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

36

kehidupan di masa datang, dan (3) adanya teknologi tepat guna dan padat karya

(Fadillah, 2003).

2.1.2 Paradigma Pembangunan Perdesaan

Menurut Ellis dan Biggs (2001), paradigma pertumbuhan pertanian

berdasarkan efisiensi usahatani kecil mendominasi pemikiran pembangunan

perdesaan selama setengah abad yang lalu. Hal tersebut misalnya ditandai oleh

publikasi dari Schultz (1964) yang berjudul Transforming Traditional Agriculture

yang menjelaskan bahwa alokasi sumberdaya secara rasional oleh petani kecil

rasional merupakan proposisi utama. Ide yang menganggap bahwa pertanian

subsistens di negara sedang berkembang dapat mendorong pembangunan yang

didukung oleh sektor pertanian ini merupakan sebuah perubahan yang signifikan

dari pemikiran tahun 1950-an yang terkandung dalam teori pembangunan dua

sektornya Lewis (1954) serta Ranis dam Fei (1964).

Teori ini mengatakan bahwa sektor subsisten memiliki prospek yang dapat

diabaikan dalam meningkatkan produktivitas atau pertumbuhan, dan oleh karena

itu hanya berperan secara pasif dalam proses pembangunan, memasok sumber

kepada sektor ekonomi modern sampai sektor modern tersebut berkembang.

Sektor modern ini digambarkan sebagai pertanian skala besar yang modern

(perkebunan besar) selain sektor industry manufaktur. Teori tersebut didasarkan

pada proposisi adanya skala ekonomis di pertanian, karena usahatani besar dapat

menggunakan sumberdaya dan teknologi modern secara lebih efisien ketimbang

usahatani kecil. Proposisi ini juga dianut sebagai strategi pembangunan pertanian

Page 8: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

37

di Uni Soviet dan banyak negara sedang berkembang pada tahun 1960-an dan

1970-an.

Oleh karena itu, pergeseran pertama dari paradigma pembangunan

perdesaan terjadi pada awal dan pertengahan 1960-an, ketika usahatani kecil

dianggap sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi. Namun demikian,

perubahan yang signifikan pada tataran intelektual tersebut ternyata tidak secara

langsung berpengaruh terhadap gagasan-gagasan di lapangan. Usahatani besar

yang menggunakan teknologi mekanisasi masih dianggap lebih efisien ketimbang

usahatani kecil. Bahkan beberapa ide masih berkembang hingga saat ini.

Seperti telah disinggung di muka, paradigma usahatani kecil (small-farm-

first) ini diawali dengan proposisi bahwa pertanian memiliki peran kunci dalam

pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan melalui penyediaan tenaga kerja,

modal, pangan, devisa, dan pasar bagi barang konsumen yang dihasilkan sektor

industry yang baru muncul. Jadi usahatani kecil harus merupakan fokus utama

bagi strategi pembangunan yang berbasiskan pertanian. Namun sayangnya

paradigma small-farm-firs ini ternyata juga tidak mampu memecahkan masalah

kemiskinan di perdesaan sehingga pada tahun 1980-an dan 1990-an terjadi

pergeseran paradigm yang kedua dari pendekatan yang lebih menekankan pada

„hasil‟ menuju pendekatan yang lebih menekankan pada „proses‟. Dari pendekatan

yang bersifat top-down atau “cetak biru” – yang ditandai oleh teknologi eksternal

dan kebijakan-kebijakan tingkat nasional – ke pendekatan yang bersifat bottom-

up, lebih memperhatikan kepentingan akar rumput (grass-roots). Hal ini

menggambarkan pembangunan perdesaan sebagai proses keperansertaan

Page 9: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

38

(participatory) yang memberdayakan masyarakat perdesaan untuk menentukan

prioritas mereka sendiri untuk perubahan.

2.1.3 Isu Penting Pembangunan Perdesaan

Beberapa isu penting berkenaan dengan pembangunan perdesaan adalah

(Arsyad dkk., 2011), yaitu sebagai berikut.

Pembangunan perdesaan merupakan bagian dari pembangunan social

ekonomi secara keseluruhan. Akses masyarakat terhadap sumber daya

dipengaruhi oleh system ekonomi, sosial, dan politik yang ada. Oleh karena itu,

kita tidak dapat menjelaskan permasalahan perdesaan secara parsial hanya dengan

menggunakan kerangka situasi perdesaan saja. Sebagai contoh, penyebab

kemiskinan perdesaan pada mulanya sering kali disebabkan oleh masalah di luar

perdesaan, yakni karena tidak terintegrasinya daerah perdesaan dengan sistem

ekonomi, sosial, dan politik secara keseluruhan dalam suatu negara.

Pembangunan merupakan suatu sistem perubahan social yang saling

berkaitan satu sama lain. Pembangunan merupakan suatu proses yang dihasilkan

dari pemaduan berbagai elemen: tujuan yang didasarkan pada system nilai yang

ada, sumber daya (alam maupun manusia), teknologi yang tersedia, dan berbagai

bentuk organisasi sosial dan politik. Oleh karena itu, jika salah satu elemen

berubah maka keseluruhan system akan berubah pula.

Pertanian memiliki fungsi yang sangat penting di dalam proses

pembangunan. Di dalam proses pembangunan di mana setiap elemennya saling

berhubungan satu sama lain, pertanian memiliki beberapa fungsi yang sangat

penting: pertama, yang paling mendasar adalah sebagai penghasil pangan dan

Page 10: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

39

bahan baku bagi sektor pertanian itu sendiri, bagi penduduk non pertanian, dan

bagi pengembangan industry; kedua, sektor pertanian merupakan penyerap tenaga

kerja yang besar; ketiga, perkembangan sektor pertanian yang baik akan

menciptakan permintaan akan produk-produk non-pertanian yang merupakan

prasyarat bagi ekspansi sektor sekunder dan tersier; dan yang terakhir, sektor

pertanian dapat menjadi penghasil devisa dari hasil ekspor produk-produk

pertanian komersial. Pembangunan pertanian merupakan salah satu aspek dari

pembangunan perdesaan. Fungsi sektor pertanian dalam proses pembangunan

seperti disinggung di atas menindikasikan bahwa pembangunan pertanian tidak

dapat berkembang baik jika tidak dilakukan secara simultan dengan sektor-

sektor lain. Berbagai sudut pandang dapat digunakan untuk menelaah

pembangunan perdesaan. Menurut Haeruman sebagaimana dikutip oleh Tim

Direktorat Permukiman dan Perumahan, ada dua sisi pandang untuk menelaah

perdesaan, yaitu sebagai berikut.

Pembangunan perdesaan dipandang sebagai suatu proses alamiah yang

bertumpu pada potensi yang dimiliki dan kemampuan masyarakat desa itu sendiri.

Pendekatan ini meminimalkan campur tangan dari luar sehingga perubahan yang

diharapkan berlangsung dalam rentang waktu yang panjang. Sisi yang lain

memandang bahwa pembangunan perdesaan sebagai suatu interaksi antar potensi

yang dimiliki oleh masyarakat desa dan dorongan dari luar untuk mempercepat

pembangunan perdesaan.

Adapun sasaran pokok pembangunan perdesaan adalah terciptanya kondisi

ekonomi rakyat di perdesaan yang kukuh, dan mampu tumbuh secara mandiri dan

Page 11: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

40

berkelanjutan. Sasaran pembangunan perdesaan tersebut diupayakan secara

bertahap dengan langkah: pertama, peningkatan kualitas tenaga kerja di

perdesaan; kedua, peningkatan kemampuan aparatur pemerintah desa; ketiga,

penguatan lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat desa; keempat,

pengembangan kemampuan sosial ekonomi masyarakat desa; kelima,

pengembangan sarana dan prasarana perdesaan; dan keenam, pemantapan

keterpaduan pembangunan desa berwawasan lingkungan.

2.1.4 Kendala-Kendala Pembangunan Perdesaan

Selain masalah-masalah tersebut di atas, daerah perdesaan pada umumnya

memiliki ketidakberuntungan komparatif (comparative disadvantages) yang

cukup serius dalam konteks perkembangan persaingan pasar global. Oleh karena

itu, salah satu tujuan pembangunan perdesaan adalah menghilangkan atau

mengurangi ketidakberuntungan komparatif tersebut untuk menjamin persaingan

yang adil dan terciptanya kohesi sosial dan ekonomi antara daerah yang berbeda.

Ketidakberuntungan komparatif tersebut biasanya muncul karena ketertinggalan

pembangunan berbagai infrastruktur yang mengakibatkan keterbatasan

masyarakat perdesaan dalam berkomunikasi, produk, uang, dan informasi. Ini

merupakan ketidakberuntungan dalam hal akses (access-type disadvantage).

Ketidakberuntungan dalam hal akses biasanya tampak nyata dan

dikuantifikasikan. Ketidakberuntungan ini membatasi akses daerah pinggiran,

misalnya akses fisik, ekonomi, dan politis (atau kebijakan). Contoh yang paling

jelas adalah akses fisik yang buruk karena jeleknya infrastruktur fisik (jaringan

Page 12: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

41

transportasi, telekomunikasi, amenities, dan sebagainya) yang menjadi kendala

sangat kuat bagi pergerakan manusia, barang dan informasi.

Jaringan jalan yang buruk akan menghambat kegiatan commuting

masyarakat perdesaan ke sentra-sentra ekonomi dan industri di sekitarnya,

membatasi pemasaran produksi yang dihasilkan, atau bisa juga menghambat

kedatangan para wisatawan jika di daerah tersebut memiliki objek wisata yang

menarik. Lebih dari itu, keterbatasan ketersediaan jaringan jalan yang memadai

juga akan mengurangi daya tarik investasi, baik yang berasal dari local maupun

yang dari luar. Keterbatasan infrastruktur lunak (soft-infrastructure) seperti jasa-

jasa bisnis dan keuangan, institusi pendidikan, atau jasa pelayanan kesehatan

meskipun agak kurang kelihatan (less visible) tetapi memiliki dampak yang sama.

Keterbatasan infrastruktur lunak tersebut akan membatas pergerakan uang

(investasi) dan dunia usaha untuk masuk dan keluar. Ini merupakan kendala akses

ekonomi.

Keterbatasan kemampuan (ability) dan sumber daya (resource-type

disadvantages) untuk menghasilkan barang dan jasa yang bisa dijual di pasar yang

lebih luas. Ketidakberuntungan dalam hal akses ke sumberdaya (resoures-type

access) dari daerah perdesaan merupakan akibat dari ketergantungan daerah

perdesaan terhadap pusat-pusat perekonomian, struktur ekonomi, dan lokasi

geografis yang kurang menguntungkan, dan keterbatasan akses daerah perdesaan

terhadap barang, informasi, dan sumberdaya pokok. Kendala tersebut membatasi

kemampuan daerah perdesaan untuk menghasilkan barang dan jasa yang bisa

dijual di pasar yang luas (regional, nasional, atau global). Keterbatasan-

Page 13: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

42

keterbatasan ini dapat dikelompokan menjadi keterbatasan sumber daya keuangan,

manusia (human) dan kelembagaan (institusional).

Kelemahan atau kekurangan institusi publik atau kemasyarakatan yang ada

seperti: administrasi publik, organisasi-organisasi masyarakat, agen-agen

pembangunan (Lembaga Swadaya Masyarakat), masyarakat madani (civil

societies), dan organisasi sosial politik. Kelebihan institusi publik tersebut akan

membatasi akses kebijakan (policy access) atau kemampuan organisai-organisasi

pusat untuk mencapai daerah perdesaan dalam upaya untuk menetapkan aturan

atau menyalurkan sumber daya-sumber daya pembangunan. Tanpa adanya sistem

administrasi lokal yang baik, pemerintah akan sulit mempertahankan jasa

pelayanan pokok atau mendistribusikan bantuan-bantuan pemerintah. Tanpa

adanya masyarakat madani yang baik juga akan menyulitkan kita untuk

mengetahui apa yang sesungguhnya yang diinginkan masyarakat perdesaan bagi

masa depan mereka. Dampak dari seluruh masalah di atas adalah keterbatasan

akses yang menyebabkan aliran modal, barang-barang, masyarakat, informasi, dan

kebijakan ke dalam dan ke luar daerah perdesaan menjadi terbatas. Pada akhirnya

kendala-kendala tersebut akan menyebabkan daerah perdesaan tetap tertinggal

karena terkucil dari arus utama perekonomian, kehidupan politik, dan budaya.

Jenis lain dari ketidakberuntungan adalah bersumber dari kelemahan

sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia daerah perdesaan ditandai oleh

tingkat pendidikan yang relatif rendah, keterampilan yang rendah, dan belakangan

ini jumlah penduduk berusia lanjut yang semakin meningkat. Sementara itu,

penduduk desa yang memiliki tingkat pendidikan yang relatif baik banyak yang

Page 14: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

43

bermigrasi ke daerah lainnya, terutama ke perkotaan/industri sehingga

memperburuk kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia yang tinggal di wilayah

perdesaan. Salah satu akibat dari lemahnya sumberdaya manusia perdesaan ini

adalah rendahnya budaya kewirausahaan (entrepreneurship) dan rendahnya

jumlah sumberdaya yang dimiliki masyarakat perdesaan sehingga pada gilirannya

mengakibatkan kapasitas inovasi dan pembelajaran masyarakat juga rendah.

Akibat lebih parah dari kelemahan sumberdaya manusia di atas adalah hilang atau

musnahnya sumberdaya-sumberdaya kelembagaan (institutional resources) atau

institusi-institusi lokal. Di daerah perdesaan dimana sumberdaya manusianya

sangat buruk, budaya saling percaya (mutual trust) dan keinginan untuk bekerja

sama pun bisa hilang sehingga pada akhirnya semakin menyulitkan dalam

memulai dan melaksanakan pembangunan jenis apapun.

Keterbatasan institusi publik dan madani (civic) – yang juga merupakan

ketidakberuntungan akses – akan menghambat daerah tertinggal untuk menyadari

dan mengekspresikan kebutuhan mereka secara efisien dan untuk menarik bantuan

dan sumberdaya keuangan. Ketidakberuntungan dalam hal sumberdaya ini akan

membuat daerah perdesaan tidak mampu bertahan dan bersaing dalam persaingan

global, meskipun mereka memiliki akses yang memadai ke pasar.

2.2 Konsep Usahatani

Walaupun batasan “petani kecil” menjadi pembicaraan dalam banyak

pertemuan, namum pengertiannya masih tetap kabur (Valdes et al., 1979;

Wharton, 1969). Walaupun demikian, batasan yang tepat tidak diperlukan untuk

mengakui kenyataan keadaan buruk petani kecil atau peranannya yang penting

Page 15: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

44

dalam membangun dunia. Mereka merupakan golongan terbesar dalam kelompok

petani di dunia, dengan ciri-ciri sebagai berikut.

1. Berusahatani dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat.

2. Mempunyai sumberdaya terbatas sehingga menciptakan tingkat hidup yang

rendah.

3. Bergantung seluruhnya atau sebagian kepada produksi yang subsisten.

4. Kurang memperolehnya pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pelayanan

lainnya.

Di Indoneisa, batasan petani kecil telah disepakati pada seminar petani

kecil di Jakarta pada tahun 1979 (BPLPP, 1979 dalam Soekartawi, dkk. 2011).

Pada pertemuan tersebut ditetapkan bahwa yang dinamakan petani kecil, adalah

sebagai berikut.

1. Petani yang pendapatannya rendah, yaitu kurang dari setara 240 kg beras

perkapita per tahun.

2. Petani yang memiliki lahan sempit, yaitu lebih kecil dari 0,25 hektar lahan

sawah di Jawa atau 0,5 hektar di luar Jawa. Bila petani tersebut juga

mempunyai lahan tegal, maka luasnya 0,5 hektar di Jawa dan 1,0 hektar di

luar Jawa.

3. Petani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan yang terbatas.

4. Petani yang memilki pengetahuan terbatas dan kurang dinamik.

Jumlah petani kecil di dunia tidak diketahui secara pasti. Wharton (1969)

menduga bahwa kira-kira setengah dari penduduk dunia bergantung kepada

pertanian subsiten dan kira-kira 40 persen dari tanah pertanian digarap oleh oleh

Page 16: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

45

petani kecil. Selanjutnya Wharton menduga bahwa 60 persen dari semua petani

adalah petani kecil yang menghasilkan kira-kira 40 persen dari seluruh produksi

pertanian. Mc Namara (1973) mengatakan bahwa 20 persen dari lahan tanaman di

dunia berbentuk usahatani yang luasnya kurang dari 5 hektar. Usahatani kecil

yang jumlahnya 130 juta ini menyediakan kehidupan langsung kepada ribuan juta

penduduk. Selanjutnya Mc Namara menduga bahwa jumlah penduduk Negara

berkembang mencapai 2 milyar orang. Sepertiga sampai setengahnya diduga

kekurangan pangan dan gizi, 40 persen belum dapat membaca dan menulis, dan

70 persen (1,4 milyar) tinggal di desa. Pada tahun 2000 penduduk Negara-negara

berkembang ditaksir sejumlah 2,7 milyar yang merupaka setengah dari penduduk

seluruhnya. Sebagian besar dari mereka akan tinggal pada usahatani kecil.

Walaupun dugaan-dugaan ini kasar, namun angka tersebut cukup menunjukkan

pentingnya peranan kecil dalam pembangunan dunia.

Keadaan petani kecil di kawasan Asia dan Timur Jauh dilukiskan oleh

Umali (1978), sebagai berikut. “Pengalaman kita dalam memajukan pembangunan

selama dua dasawarsa terakhir mengecewakan. Walaupun Produk Domestik Bruto

negara-negara berkembang di kawasan ini tumbuh cepat. Namun kemiskinan

masih tetap ada di daerah perdesaan. Kenyataanya meluas, dari 750 juta penduduk

miskin di negara-negara berkembang, kira-kira 75 persen ada di Asia. Sebagian

besar dari golongan miskin ini 85 persen menurut taksiran Bank Dunia hidup di

daerah perdesaan. Mereka terdiri dari petani kecil/nelayan, buruh tani, dan

peladang. Penduduk ini menderita karena penyakit dan kekurangan gizi. Bebarapa

di antara mereka tidak mempunyai rumah untuk melindungi kepalanya, tidak

Page 17: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

46

mempunyai baju untuk menutupi tubuhnya, dan tidak berdaya untuk berproduksi

atau membeli makanan yang dibutuhkan guna mempertahankan hidup dan

keluarganya. Kebanyakan petani kecil adalah penggarap tanah orang lain dengan

status menyewa atau bagi hasil. Kehidupan mereka dan cita-citanya ditentukan

oleh pemilik tanah. Hak dasar mereka sebagai manusia untuk mengambil

keputusan dan untuk memperoleh bagian yang sama dari keuntungan yang

diperoleh dari bekerja keras sering tidak diakui. Kebijaksanaan yang mempunyai

tujuan utama memperoleh pertumbuhan tidak memperbaiki perbedaan-perbedaan

tajam yang terjadi di negara berkembang. Pertumbuhan dengan keadilan sosial

tidak akan berhasil apabila tidak memperhatikan dan melindungi kepentingan

golongan miskin di perdesaan dan golongan petani kecil yang merupakan bagian

terbesar dari golongan miskin tersebut.”

Usahatani (Farm) adalah kegiatan ekonomi, karena ilmu ekonomi

berperan dalam membantu mengembangkannya. Ilmu ekonomi ialah ilmu yang

mempelajari alokasi sumber yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan dan

kehenndak manusia yang tidak terbatas. Menurut Rivai (1980), usahatani adalah

sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di

lapangan pertanian. Organisasi ini sendiri dan sengaja di usahakan oleh atau

sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis maupun

tertorial sebagai pengelolaannya. Operasi usahatani meliputi hal-hal berkaitan

dengan pengambilan keputusan tentang apa, kapan, di mana, dan beberapa besar

usahatani itu di jalankan. Masalah apa yang timbul menjadi pertimbangan dalam

percakapan keputusan usaha operasi, usahatani mencakup hal-hal tentang

Page 18: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

47

pengalaman dan kegiatan merencanakan ushatani. Usahatani semata-mata menuju

kepada keuntungan terus menerus, bersifat komersial.

Menurut Rivai (1980:8), potret usahatani ialah sebagai berikut: a) Adanya

lahan, tanah usahatani, yang di atasnya tumbuh tanaman ada tanah yang disebut

kolam, tambak, sawah, ada tegalan, ada tanaman setahun; b) Adanya bangunan

yang berupa rumah petani, gedung, dan kandang, lantai jemur, dan lain-lain; c)

Adanya alat-alat pertanian seperti cangkul, parang, garpu, linggis, spayer, traktor,

pompa air, dan lain-lain; d) Adanya pencurahan kerja untuk mengelolah tanah,

tanaman, memelihara dan lain-lain; e) Adanya kegiatan petani yang menerapkan

uashatani, dan menikmati hasil uashataninya.

Tri Tunggal Usahatani adalah suatu konsep yang di dalamnya terdapat tiga

fondasi atau modal dasar dari kegiatan usahatani. Tiga modal dasar tersebut

adalah petani, lahan dan tanaman atau tenak. Dari pengertian tersebut, petani

memiliki suatu kedudukan yang memegang alih dalam menggerakkan kegiatan

usahatani. Kemudian lahan diperlukan sebagai tempat untuk menjalankan

usahatani. Sedangkan tanaman, merupakan komoditas yang dibudidayakan dalam

kegiatan usahatani. Berikut penjelasan mengenai masing-masing modal dasar

yang terdapat di dalam Tri Tunggal Usahatani menurut Witrianto (2011).

1) Petani, Bahwa yang disebut petani adalah orang yang menggantungkan

hidupnya pada lahan pertanian sebagai mata pencaharian utamanya. Secara

garis besar terdapat tiga jenis petani, yaitu petani pemilik lahan, petani

pemilik yang sekaligus juga menggarap lahan, dan buruh tani.

Page 19: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

48

2) Tanah merupakan sumber daya alam fisik yang mempunyai peranan penting

dalam segala kehidupan manusia karena diperlukan manusia untuk pertanian.

Tanah memiliki kriteria-kriteria dalam peranannya sebagai media tanam

untuk menunjang tumbuh dan berkembangnya tanaman. Kriteria-kriteria

tersebut meliputi kesesuaian tanah untuk ditanami jenis tertentu, kemampuan

tanah untuk berproduksi, dan kemampuan tanah untuk diolah secara berlanjut

tempat tinggal dan hidup, kemudian untuk melakukan kegiatan pertanian.

3) Tanaman atau ternak adalah semua subyek usahatani dan hewan yang di

budidayakan pada suatu ruang atau media yang sesuai untuk usaha itu.

Umumnya petani di Indonesia selain bercocok tanam di lahan ataupun ladang,

mereka juga memiliki ternak atau ikan yang dipelihara dalam menunjang

kegiatan usahataninya.

2.2.1 Kesejahteraan dan Revitalisasi Sektor Pertanian

Tidak banyak atau bahkan sangat jarang jumlah generasi muda yang

bercita-cita ingin menjadi petani. Sebagian besar mereka bercita-cita ingin

menjadi orang-orang yang sukses, terutama secara ekonomi. Paradigma bahwa

menjadi petani tidak akan membawa kepada kesejahteraan dan kekayaan

membuat sektor pertanian tidak berkembang, kehidupan petani selalu identik

dengan kemiskinan, pendidikan rendah dan ketinggalan jaman. Kalaupun jadi

petani, kemana hasil produksi atau komoditas pertanian akan dipasarkan? Kendala

bagaimana memasarkan hasil produksi pertanian ini menjadikan kehidupan para

petani tidak beranjak dari kemiskinan dan jauh dari hidup sejahtera ditambah lagi

ketidakberdayaan komoditas mereka dalam bersaing secara global di pasar

Page 20: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

49

internasional, tentunya makin menambah deretan permasalahan yang terkait

dengan peningkatan kesejahteraan para petani.

Permasalahan yang terkait dengan sektor pertanian cukup banyak, seperti

sempitnya lahan pertanian, infrastruktur pertanian yang kurang baik, tidak

diberdayakannya para petani, gangguan hama dan penyakit pada tanaman,

anomaly cuaca, manajemen usaha yang masih tradisional dan bersifat

kekeluargaan atau individual, kurangnya informasi terhadap pasar dan iptek, dan

yang paling banyak adalah permasalahan sulitnya akses pembiayaan usaha

agrobisnis kepada perbankan. Setiap masalah harus ada penyelesaiannya. Untuk

mengatasinya perlu adanya kerja keras dan kreativitas dari pemangku kebijakan

dan dibantu oleh stakeholder di sektor pertanian.

Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan pata petani, pemerintah telah

berupaya dengan berbagai cara agar kehidupan para petani jauh darikemiskinan.

Sebagai upaya merivitalisasi pembangunan sektor pertanian ini, pemerintah

melalui Kementrian Pertanian telah menetapkan strategi revitalisasi pembangunan

pertanian melalui lima landasan yang mutlak diperhatikan dalam merumuskan

program dan kebijakan pembangunan pertanian. Program dan kebijakan tersebut

antara lain: pertama, perbaikan infrastruktur pertanian. Kedua, penguatan

kelembagaan petani. Ketiga, revitalisasi penyuluhan pertanian. Keempat, fasilitasi

pembiayaan pertanian. Kelima, pengembangan pasar dan pemasaran hasil

pertanian (Dedi Junaedi dan Muarif, 2008).

Investasi infrastruktur dapat mengentaskan kemiskinan melalui beragam

cara, seperti skema kredit mikro yang berhasil menggenerasi pendapatan skala

Page 21: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

50

kecil baik pada sektor usaha pertanian maupun usaha bukan pertanian.

Keterbatasan infrastruktur di desa-desa umumnya meliputi keterbatasan sarana

transportasi, energi, telekomunikasi, dan jasa-jasa infrastruktur terkait yang

menyebabkan pasar-pasar lokal sulit berkembang dengan baik. Hal ini

dikarenakan integrasi special dan temporal, transmisi harga sangat rendah, dan

daya saing internasional sangat lemah, sehingga berakibat pada melonjaknya

harga yang tidak teratur dan dapat berubah setiap waktu (Ja‟far, 2007).

Perbaikan infrastruktur pertanian meliputi upaya-upaya perbaikan saluran

irigasi, sistem pengairan dan pengolahan lahan yang efektif, pembukaan lahan

baru, perbaikan jalan usahatani, penyediaan sarana produksi pertanian yang

cukup, pengembangan riset dan inovasi pertanian, serta upaya rintisan membuat

kebijakan untuk mendukung reforma agraria dan penciptaan lahan pertanian

abadi. Penanganan masalah ini tentunya memerlukan kerjasama dan koordinasi

yang baik dengan kementerian lain dan pemerintah daerah. Penguatan

kelembagaan petani dapat dilakukan melalui pembentukan dan pemberdayaan

kelompok tani-kelompok tani (poktan) dan gabungan kelompok tani (gapoktan)

untuk meningkatkan posisi tawar (bargaining position). Melalui poktan dan

gapoktan, petani dibina dengan informasi dan fasilitas untuk meningkatkan

produktivitas, perbaikan mutu dan penanganan pascapanen, serta dukungan

manajemen usahatani yang lebih modern. Untuk merevitalisasi penyuluhan

pertanian dapat dilakukan dengan penambahan penyuluh, perbaikan kelembagaan

penyuluh dan program serta metode penyuluhan. Program ketiga ini mutlak

diperlukan agar eksistensi penyuluh tidak terpinggirkan, khususnya di era otonomi

Page 22: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

51

daerahsaat ini. Untuk meningkatkan kesejahteraan petani perlu dilakukan

kemudahan melalui fasilitasi pembiayaan.

Akses pendanaan yang adil dan saling menguntungkan diperlukan dalam

rangka memperkuat kelembagaan pertanian. Fasilitas tersebut dapat berupa Skim

Peminjaman Kredit (SP3), Bantuan Langsung Masyarakat untuk Keringanan

Investasi Pertanian (BLM-KIP), dan kebijakan subsidi bunga untuk dana

revitalisasi perkebunan dan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E).

langkah terakhir yang dilakukan untuk merevitalisasi pembangunan sektor

pertanian adalah pengembangan pasar dan pemasaran hasil pertanian. Program ini

meliputi upaya-upaya peningkatan mutu dan nilai tambah melalui pengenalan

teknologi pasca panen dan pengembangan industri olahan hasil pertanian, upaya

mediasi dan promosi pemasaran dengan membuka akses dan fasilitas pemasaran.

Melalui poktan dan gapoktan, petani dibina hingga memiliki akses terhadap

informasi pasar dan penguasaan manajemen usahatani. Pembinaan juga diberikan

dengan paparan informasi tentang analisa supply-demand, perkiraan harga,

preferensi konsumen, dan berbagai kebijakan pemasaran lainnya (Junaedi dan

Muarif, 2008).

Revitalisasi pertanian merupakan kesadaran untuk menempatkan

(kembali) arti penting (re-vital-isasi) pertanian, perikanan dan kehutanan secara

proporsional dan kontekstual. Secara proporsional, pertanian memiliki arti penting

dalam posisinya bersama dengan bidang dan sektor lain dilihat dari perannya bagi

kesejahteraan dan berbagai dimensi kehidupan masyarakat. Arti penting secara

Page 23: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

52

proporsional tersebut tidak dimaksudkan untuk menjadikan bidang dan sektor lain

menjadi lebih tidak penting, tetapi justru menekankan keterkaitan, saling

ketergantungan, dan sinergi. Selain secara proporsional, arti penting pertanian

juga dilihat secara kontekstualsesuai perkembangan masyarakat. Pertanian tidak

dipentingkan melulu karena pertimbangan masa lalu, tetapi terutama karena

pemahaman atas kondisi saat ini dan antisipasi masa depan dalam masyarakat

yang mengglobal, semakin modern, dan menghadapi persaingan yang semakin

ketat (Kompas, 2006).

Revitalisasi pertanian dalam arti luas dilakukan untuk mendukung

pencapaian sasaran penciptaan lapangan kerja, terutama di perdesaan, dan

mengentaskan masyarakat miskin, serta mendukung pertumbuhan ekonomi.

Revitalisasi pertanian mengandung arti sebagai kesadaran untuk mendapatkan

kembali arti penting sektor pertanian secara proporsional dan kontekstual. Dalam

arti menyegarkan kembali vitalitas, memberdayakan kemampuan dan

meningkatkan kinerja pertanian dalam pembangunan dengan tanpa mengabaikan

sektor lainnya. Revitalisasi pertanian ditempuh dengan empat langkah pokok yaitu

peningkatan kemampuan petani dan penguatan lembaga pendukungnya,

pengamanan ketahanan pangan, peningkatan produktivitas, produksi dan daya

saing produkpertanian dan perikanan serta pemanfaatan hutan untuk diverfsifikasi

usaha dan mendukung produksi pangan.

Page 24: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

53

2.2.2 Pola Pertanian

Evolusi sistem pertanian disuatu negara berkembang dari waktu ke waktu

membedakan berbagai pola pertanian, sebagai berikut.

1. Pertanian Subsisten

Dalam pola pertanian subsisten klasik, sebagian besar output diproduksi

untuk konsumsi keluarga (meski sebagian kecil dapat dijual atau diperdagangkan

dipasar-pasar lokal), dan berbagai makanan pokok (staple food), (umumnya

mencakup gandum, barley, sorghum, padi, kentang atau jagung) menjadi sumber

nutrisi utama. Tingkat output dan produktivitasnya rendah karena hanya

menggunakan metode produksi serta peralatan tradisional yang serba sederhana.

Investasi modal minim sedangkan faktor-faktor produksi utamanya adalah lahan

dan tenaga kerja. Hukum hasil yang semakin menurun (law of dimishing return)

berlaku disini ketika lebih banyak tenaga kerja yang diterapkan untuk menggarap

sebidang lahan yang semakin menyusut (berpindah).

Keterbatasan curah hujan, appropriasi lahan miliknya, serta kehadiran para

rentenir yang mengancam untuk menagih hutang adalah sumber-sumber

kekhawatiran petani. Tenaga kerja yang mengalami kondisi setengah menganggur

hampir disepanjang tahun, namun pada musim sibuk para petani biasanya hanya

menanami lahannya terbatas yang dapat ditangani keluarganya tanpa harus

melibatkan pekerja bayaran, walaupun petani ini sekali-kali mempekerjakan satu

atau dua buruh tani yang tidak memiliki lahan sama sekali. Sebagian besar

pendapatan tunai yang diperoleh para petani berasal dari upah pekerjaan non

pertanian (Todaro dan Smith, 2011).

Page 25: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

54

2. Pertanian Bagi Hasil

Fenomena penghindaran resiko diantara para petani kecil ditengah-tengah

ketimpangan kepemilikan lahan yang tinggi juga membantu menjelaskan

keberadaan praktek pertanian bagi hasil/penyakapan (sharecropping). Meskipun

jenis hubungan antara petani penggarap dan pemilik lahan sangat bervariasi

(contohnya, petani dapat menyewa atau bertindak sebagai pekerja yang diberi

upah), praktik ini tersebar luas. Pertanian bagi hasil terjadi jika seseorang petani

kecil menggarap sebidang lahan milik tuan tanah dengan imbalan mendapatkan

sebagian output pangannya, misalnya separuh padi yang ditanamnya. Bagian tuan

tanah juga bervariasi mulai dari kurang dari sepertiga hingga lebih dari duapertiga

output bergantung pada ketersediaan tenaga kerja lokal dan input-input lainnya

(misalnya, bibit, pupuk, dan/atau peralatan pertanian yang disediakan oleh tuan

tanah). Stuktur insentif yang buruk dari pertanian bagi hasil mengarahkan praktik

ini pada in efisiensi (Todaro dan Smith, 2011).

3. Pertanian Campuran dan Terdiversifikasi

Pola pertanian terdiversifikasi (diversified farming) atau pertanian

campuran (mixed farming) merupakan tahap perantara yang harus dilalui dalam

proses transisi dari pola produksi subsisten menjdi produksi yang terspesialisai.

Pada tahap ini, tanaman pangan pokok tidak mendominasi output pertanian, dan

jenis-jenis tanaman komersial baru seperti buah-buahan, sayur-sayuran, kopi, teh

dan pyrethrum sudah ditanam dan disertai pula peternakan sederhana. Kegiatan-

kegiatan baru ini dapat mengisi kekosongan dalam waktu kerja petani pada masa-

masa ketika pengangguran terselubung terjadi.

Page 26: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

55

Keberhasilan atau kegagalan dari usaha-usaha transformasi pertanian

tradisional ini tidak hanya ditentukan oleh kemampuan dan keterampilan para

petani dalam meningkatkan produktivitasnya saja tetapi, yang lebih penting lagi,

semua itu bergantung pada kondisi-kondisi social, komersial, dan kelembagaan

tempat petani berada. Secara khusus, apabila petani dapat memiliki akses yang

layak dan andal terhadap kredit, pupuk, air, bibit unggul, informasi tentang

tanaman, dan fasilitas pemasaran; apabila ia mendapatkan harga pasar yang adil

bagi outputnya; dan apabila ia merasa terjamin bahwa ia dan keluarganya akan

menjadi penerima manfaat utama dari setiap program perbaikan pertanian, maka

tidak ada lagi alas an untuk mengasumsikan bahwa petani tradisional tidak akan

merespons berbagai insentif ekonomi dan peluang baru untuk memperbaiki

standar hidupnya (Todaro dan Smith, 2011).

4. Pertanian Komersial Modern

Pertanian terspesialisasi merevresentasikan tahapan final yang termaju dari

pemikiran individu dalam perekonomian pasar campuran. Metode ini adalah jenis

pertanian yang jamak ditemukan di negara-negara maju. Pertanian ini telah

berkembang dalam merespons terhadap dan bergerak secara paraleldengan

pembangunan sektor lain dalam perekonomian negara. Kenaikan taraf hidup

secara umum, kemajuan biologis dan teknis, dan ekspansi pasar nasional dan

internasional telah menjadi pendorong utama bagi kemunculan dan

pertumbuhannya.

Dalam pola pertanian terspesialisasi (specialized farming), pengadaan

bahan pangan untuk keperluan keluarga dan semua surplus yang dapat dijual

Page 27: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

56

(marketable surplus) tidak lagi menjadi tujuan pokok. Alih-alih, criteria

keberhasilannya adalah keuntungan komersial dan hasil maksimum per hekatar

lahan yang didapatkan dari sumber daya alamiah dan sintetis (irigasi, pupuk,

pestisida, bibit hibrida, dan lain-lain) menjadi obyek dari kegiatan pertanian.

Singkatnya, produksi ditujukan untuk keperluan pasar. Konsep ekonomi seperti

biaya tetap dan variabel, tabungan, investasi, dan tingkat pengembalian (rate of

terurn), kombinasi faktor produksi secara optimal, perkiraan produksi maksimum,

harga pasar, dan dukungan harga memiliki arti penting, baik secara kuantitatif dan

kualitatif. Penekanan dalam utilisasi sumber daya dilakukan pada pembentukan

modal, kemajuan teknologi dan penelitian serta perkembangan ilmiah dalam

merangsang tingkat produktifitas output yang lebih tinggi. Ciri umum dari semua

pertanian terspesialisasi oleh karena itu antara lain penekanannya pada budidaya

satu jenis tanaman tertentu, padat modal dan teknik produksi yang menghemat

tenaga kerja, serta mengandalkan skala ekonomi untuk mengurangi biaya unit dan

memaksimalkan laba (Todaro dan Smith, 2011).

2.2.3 Peranan Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi

Sumbangan atau jasa sektor pertanian pada pembangunan ekonomi

terletak dalam hal (i) menyediakan surplus pangan yang semakin besar kepada

penduduk yang kian meningkat, (ii) meningkatkan permintaan akan produk

industri dan dengan demikian mendorong keharusannya diperluasnya sector

sekunder dan terserier, (iii) menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk

impor barang-barang modal bagi pembangunan melalui ekspor hasil pertanian

Page 28: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

57

terus-menerus, (iv) meningkatkan pendapatan desa untuk dimobilisasi pemerintah,

dan (v) memperbaiki kesejahteraan rakyat perdesaan (Jhingan, 1990).

Di negara terbelakang, produksi pangan mendominasi sektor pertanian.

Jika output membesar akibat meningkatnya produktivitas, maka pendapatan para

petani akan meningkat. Kenaikan pendapatan perkapita akan meningkatkan

permintaan pangan. Dalam suatu situasi dimana kenaikan produksi komoditi

pertanian tertinggal di belakang pertumbuhan permintaannya, maka akan timbul

kenaikan harga bahan makanan. Untuk menutup kelangkaan dalam negeri dan

mencegah membumbungnya harga, bahan pangan dapat saja diimpor dari luar

negeri tetapi impor demikian mungkin akan mengorbankan barang-barang modal

yang diperlukan untuk pembangunan. Negara mungkin juga menerapkan

pengawasan harga atau mewajibkan pengumpulan pangan. Kesemua ini

menekankan perlunya menaikan produksi pangan dan surplus pertanian untuk

pembentukan modal di negara terbelakang.

Kenaikan daya beli daerah perdesaan, sebagai akibat kenaikan surplus

pertanian merupakan perangsang kuat terhadap perkembangan industri. Pasar bagi

barang manufaktur sangat kecil di negara terbelakang dimana para petani, pekerja

di ladang dan keluarganya yang merupakan dua per tiga atau empar per lima dari

keseluruhan penduduk begitu sangat miskin untuk dapat membeli barang-barang

pabrik apa pun sebagai tambahan terhadap sedikit barang yang telah dibeli.

Rendahnya daya beli ini menandakan rendahnya produktivitas sektor pertanian.

Dengan demikian yang menjadi masalah pokok adalah rendahnya hasil investasi

Page 29: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

58

sebagai akibat sempitnya pasar. Meningkatnya daya beli daerah perdesaan sebagai

hasil perluasan output dan produktivitas pertanian akan cenderung menaikkan

permintaan barang manufaktur dan memperluas ukuran pasar. Ini akan

menyebabkan perluasan sektor industry. Selanjutnya, permintaan akan input

seperti pupuk, peralatan yang lebih baik, traktor, dan fasilitas irigasi di sektor

pertanian akan mendorong perluasan sektor industri lebih jauh lagi. Di samping

itu sarana angkutan dan perhubungan akan berkembang luas pada waktu surplus

pertanian yang mengangkut hasil pertanian dari daerah perdesaan ke daerah

perkotaan dan barang manufaktur diangkut ke daerah perdesaan.

2.3 Konsep Modal Sosial

Butterworth dan Heinemann (2000) menyebutkan bahwa modal sosial

sebagai kekayaan (manfaat) yang ada karena hubungan sosial seseorang. Dalam

hubungan sosial ini, ada tiga dimensi utama yang mempengaruhi perkembangan

manfaat yang saling menguntungkan: struktur hubungan, dinamika antar individu

yang ada dalam struktur, dan konteks umum dan bahasa yang digunakan oleh

individu dalam struktur. Lebih lanjutnya mereka menjelaskan ada dua studi utama

yang fokus terhadap struktur aspek relasi. Studi utama pertama berhubungan

dengan koneksi yang dimiliki oleh individu dengan yang lain. Laundefur dan

Lauman menghubungkan hal ini sebagai perspektif egosentris terhadap jaringan

kerja sosial, dimana suatu modal sosial individu di golongkan olehnya hubungan

langsung dengan yang lain dan melalui orang lain dan relasi yang dia bisa jangkau

melalui mereka yang dia ikat secara langsung. Studi kedua berhubungan dengan

Page 30: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

59

pendekatan sosiosentris untuk memahami struktur jaringan kerja. Pendekatan ini

berdasarkan tulisan para pemikir seperti Ronal Burt (2000) di Universitas

Chicago, dimana dia percaya bahwa modal sosial berdasarkan posisi keluarga

seseorang dalam suatu hubungan kerja daripada hubungan langsung seseorang

dengan orang lain dalam jaringan kerja.

Masih menurut Butterworth dan Heinemann bahwa perkembangan modal

sosial tidak hanya terbatas pada adanya hubungan dalam suatu jaringan kerja, juga

interaksi positif yang terjadi antara seseorang dalam jaringan kerja yang berperan

dalam formasi modal sosial. Dalam hal ini, beberapa isu seperti kepercayaan dan

hubungan timbal balik menjadi poin penting bagi formasi modal sosial. Robert

Putnam, seorang ilmuan politik terkemuka yang sering menulis tentang modal

sosial, menghubungkan fenomena ini sebagai “norma-norma timbal balik yang

umum”. Hal yang sama, Jane Fountain, yang telah mempelajari peranan modal

sosial sebagai sesuatu yang memungkinkan bagi inovasi dalam ilmu pengetahuan

dan teknologi, menyatakan, “satu kunci modal sosial terletak pada kepercayaan :

A percaya pada C karena B percaya pada C dan A percaya pada B”. oleh karena

itu, jaringan kerja keluarga yang besar bisa saja menunjukkan sesuatu yang

berlaku umum tanpa adanya hubungan individu diantara mereka. Francis

Fukuyama, yang telah menulis secara ekstensif tentang subjek kepercayaan,

menyarankan bahwa “modal sosial adalah kemampuan yang timbul dari

kelaziman kepercayaan pada masyarakat atau pada bagian-bagian tertentu dari

mereka. Hal ini bisa diwujudkan dalam kelompok sosial yang terkecil dan

Page 31: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

60

kelompok sosial yang paling dasar, pada keluarga, bangsa, dan pada semua

kelompok-kelompok yang lain.

Bourdieu (1985), sebagai peletak pondasi konsep modal sosial

mendifinisikan modal sosial sebagai „agregat sumber daya actual ataupun

potensial yang diikat untuk mewujudkan jaringan yang awet (durable) sehingga

menginstitu-sionalisasikan hubungan persahabatan (acquaintance) yang saling

menguntungkan‟. Menurut Bourdieu (1985) Modal sosial terletak pada hubungan,

dan hubungan diciptakan melalui pertukaran. Istilah jaringan dan relasi yang

diciptakan melalui keduanya merupakan fondasi modal sosial. Apa yang kita

amati merupakan sesuatu yang komplek dan proses dialektika dimana modal

sosial diciptakan dan didukung melalui pertukaran dimana modal sosial

memfasilitasi pertukaran (Butterworth dan Heinemann, 2000).

Melalui pemaknaan tersebut, Bourdieu berkeyakinan bahwa jaringan

sosial (social network) tidaklah alami (natural given), melainkan dikonstruksi

melalui strategi investasi yang berorientasi kepada pelembagaan hubungan-

hungan kelompok (group relations), yang bisa dipakai sebagai sumber terpercaya

untuk meraih keuntungan (benefits). Selanjutnya definisi tersebut juga

mengandaikan bahwa modal sosial memisahkan dua elemen: (a) hubungan sosial

itu sendiri yang mengizinkan individu untuk mengklaim akses terhadap sumber

daya yang dipunyai oleh asosiasi mereka; (b) jumlah dan kualitas dari sumber

daya tersebut. Dengan deskripsi tersebut, melalui modal sosial, aktor dapat meraih

akses langsung terhadap sumber daya ekonomi (pinjaman yang bersubsidi, saran-

saran investasi, pasar yang terlindungi); mereka bisa meningkatkan modal budaya

Page 32: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

61

(cultural capital) lewat kontak dengan ahli-ahli atau individu yang beradab (yang

melekat dalam modal budaya); atau alternatifnya mereka dapat berafiliasi dengan

institusi yang membahas nilai-nilai terpercaya/valued credentials (pelembagaan

modal budaya) (Portes, 1998 dalam Yustika, 2013).

Menurut Coleman tahun 1990 (dalam Butterworth dan Heinemann, 2000)

menjelaskan bahwa modal sosial merupakan akumulasi sejarah dalam bentuk

struktur sosial produktif yang digunakan oleh pelaku dalam mencari kepentingan.

Dalam kerangka kerja rasional Coleman, struktur sosial sendiri muncul melalui

interaksi yang dilakukan oleh seseorang dalam mendapatkan kepentingan mereka

sendiri. Beberapa struktur sosial bisa jadi berbeda secara relatif, seperti organisasi,

bentuk yang lebih banyak tersebar, seperti penyebaran keluarga, dan komunitas.

Struktur sosial terdiri dari hubungan. Hubungan ini bisa jadi komponen formal

organisasi, seperti hubungan teman sekelas, departemen, teman kerja, atau

hubungan struktur sosial bisa jadi didefinisikan oleh kriteria yang lain, seperti

hubungan tetangga, pecinta, konspirator, dan antar teman .

Selain itu Coleman (1988) dalam Yustika, 2013) mendefiniskan modal

sosial bukanlan entitas tunggal (single entity), tetapi entitas majemuk yang

mengandung dua elemen: (i) modal sosial mencakup beberapa aspek dari struktur

sosial; dan (ii) modal sosial memfasilitasi tindakan tertentu dari pelaku (aktor)-

baik individu maupun perusahaan-di dalam struktur tersebut (within the

structure). Dari perspektif ini, sama halnya dengan modal lainnya (modal

ekonomi atau economic/financial capital dan modal manusia atau human capital),

Page 33: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

62

modal sosial juga bersifat produktif, yakni membuat pencapaian tujuan tertentu

yang tidak mungkin diraih bila keberadaannya tidak eksis.

Lebih lanjut Coleman (1988) menyebutkan setidaknya terdapat tiga bentuk

dari modal sosial. Pertama, struktur kewajiban (obligations), ekspektasi

(expectations), dan kepercayaan (trustworthiness). Dalam konteks ini, bentuk

modal sosial tergantung dari dua elemen kunci: kepercayaan dari lingkungan

sosial dan perluasan actual dari kewajiban yang sudah dipenuhi (obligation held).

Dari perspektif ini individu yang bermukim dalam struktur sosial dengan saling

kepercayaan tinggi memiliki modal sosial yang lebih baik daripada situasi

sebaliknya. Kedua, jaringan informasi (information channels). Informasi

sangatlah penting sebagai basis tindakan. Tetapi harus disadari bahwa informasi

itu mahal, tidak gratis. Pada level yang paling minimum, dimana ini perlu

mendapat perhatian, informasi selalu terbatas. Tentu saja individu yang memiliki

jaringan lebih luas akan lebih mudah (dengan murah) untuk memperoleh

informasi, sehingga bisa dikatakan modal sosialnya tinggi; demikian pula

sebaliknya. Ketiga, norma dan sanksi yang efektif (norms and effective sanctions).

Norma dalam sebuah komunitas yang mendukung individu untuk memeroleh

prestasi (achievement) tentu saja bisa digolongkan sebagai bentuk modal sosial

yang sangat penting. Contoh lainnya, norma yang berlaku secara kuat dan efektif

dalam sebuah komunitas yang bisa memengaruhi orang-orang muda, mempunyai

potensi untuk mendidik generasi muda tersebut memanfaatkan waktu sebaik-

baiknya (having a good time).

Page 34: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

63

Baker (1990) mendefinisikan modal sosial sebagai sumber daya yang

diraih oleh pelakunya melalui struktur sosial yang spesifik dan kemudian

digunakan untuk memburu kepentingannya; modal sosial tersebut diciptakan

lewat perubahan-perubahan dalam hubungan antarpelakunya. Demikian pula

dengan Uphoff (2000) yang menyatakan bahwa modal sosial dapat ditentukan

sebagai akumulasi dari beragam tipe dari aspek sosial, psikologi, budaya,

kelembagaan dan asset yang tidak terlihat (intangible) yang memengaruhi

perilaku kerja sama. Sementara itu, Putnam mendefinisikan modal sosial seabgai

gambaran organisasi sosial, seperti jaringan, norma dan kepercayaan sosial, yang

memfasilitasi koordinasi dan kerja sama yang saling menguntunkan. Seluruh

definisi tersebut berujung dalam satu hal saja, bahwa modal sosial baru terasa bila

telah terjadi interaksi dengan orang lain yang dipandu oleh struktur sosial. Putnam

menggambarkan modal sosial sebagai “bentuk organisasi sosial seperti jaringan

kerja, norma, kepercayaan sosial yang memfasilitasi kordinasi dan kerjasama

untuk manfaat bersama. Menurutnya, modal sosial melibatkan norma-norma

timbal balik dan jaringan kerja civic engagement yang mendorong kepercayaan

sosial dan kerja sama (Butterworth dan Heinemann, 2000).

Melalui serangkaian pengertian tersebut, akhirnya terdapat sebuah

aporisme terkenal yang menyatakan bahwa modal sosial „bukanlah masalah apa

yang anda ketahui, tetapi siapa yang anda kenal‟. Dengan dasar tersebut, modal

sosial bisa merujuk kepada norma atau jaringan yang memungkinkan orang untuk

melakukan tindakan kolektif. Implikasinya, makna tersebut lebih memfokuskan

kepada sumber (soruces) daripada konsekuensi atas modal sosial, sementara

Page 35: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

64

pentingnya deskripsi tentang modal sosial – seperti kepercayaan dan hubungan

timbal balik – dikembangkan dalam sebuah proses yang terus menerus. Di luar itu

definisi ini juga mengizinkan adanya penyatuan (incorporation) dimensi-dimensi

yang berbeda dari modal sosial dan mengakui bahwa komunitas bisa memiliki

akses yang lebih luas atau kecil. Terakhir, meskipun definisi ini melihat

komunitas sebagai unit analisis utama (ketimbang individu, rumah tangga, atau

Negara), namun tetap mengakui bahwa individu dan rumah tangga (sebagai

anggota dari komunitas) merupakan pelaku dari modal sosial dan komunitas

sendiri dibentuk sebagai bagian dari relasinya dengan Negara. Realitas ini

menguatkan proposisi bahwa jaringan dan norma merupakan unsur penting dalam

formulasi modal sosial sehingga eksistensinya sangat dibutuhkan (Yustika, 2013).

Sementara itu Lin (2001) menjelaskan bahwa teori modal sosial fokus

pada sumberdaya-sumberdaya yang melekat pada jaringan kerja sosial seseorang

dan bagaimana mengakses dan menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang

bermanfaat yang dilakukan oleh tindakan seseorang. Sumberdaya-sumberdaya

didefinisikan sebagai barang-barang yang bernilai dalam masyarakat, sesuatu

yang ditentukan, Sesuatu yang dimiliki dengan tujuan untuk menjaga dan

mengembangkan kepentingan pribadi seseorang dengan tujuan untuk bertahan

hidup. Modal dapat diklasifikasikan ke dalam dua tipe: (1) personal atau modal

manusia dan (2) modal sosial. Modal manusia terdiri dari sumberdaya yang

dimiliki oleh seseorang yang dapat menggunakan dan menentukan diri mereka

dengan kebebasan yang seluas-luasnya dan tanpa adanya perhatian terhadap

kompensasi. Modal sosial terdiri dari sumberdaya yang melekat pada jaringan

Page 36: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

65

kerja seseorang atau asosiasi. Modal sosial bukanlah milik seseorang tetapi

sumberdaya yang dapat diakses melalui ikatan langsung dan tidak langsung.

Menurut Birdsall (dalam Kartasasmita, 1997), modal sosial merupakan

sumber kekuatan yang dihasilkan oleh manusia dalam kehidupan bermasyarakat.

Di dalam masyarakat sendiri tersimpan sejumlah potensi dan kekuatan, yang bila

didayagunakan secara baik akan memberikan kontribusi positif terhadap

pembangunan. Modal sosial itu sendiri menurut Cohen dan Prusak (dalam Ancok,

2007) adalah kumpulan dari hubungan yang aktif di antara manusia; rasa percaya,

saling pengertian dan kesamaan nilai dan perilaku yang mengikat anggota dalam

sebuah jaringan kerja dan komunitas yang memungkinkan adanya kerjasama.

Sedangkan menurut Fukuyama (1995), modal sosial adalah serangkaian

nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama di antara para

anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan terjalinnya kerjasama

di antara mereka. Pendapat Fukuyama ini sejalan dengan pendapat Coleman

bahwa Modal sosial merupakan kemampuan masyarakat untuk bekerja sama

dengan mencapai tujuan bersama di dalam berbagai kelompok dan organisasi.

Modal sosial menunjuk pada ciri-ciri pada organisasi sosial yang berbentuk

jaringan-jaringan horisontal yang di dalamnya berisi norma-norma yang

memfasilitasi koordinasi, kerja sama, dan saling mengendalikan yang manfaatnya

bisa dirasakan bersama anggota organisasi (Putnam, dalam Rajab, 2005).

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka yang dimaksud dengan modal

sosial adalah serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal, seperti rasa

saling percaya, saling pengertian, kesamaan nilai dan perilaku, yang dimiliki

Page 37: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

66

bersama di antara para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan

terjalinnya kerjasama di antara mereka dan akhirnya mencapai tujuan bersama.

2.3.1 Modal Sosial Dalam Menciptakan Modal Manusia

Ada dua aliran intelektual dalam deskripsi dan penjelasan tindakan sosial.

Pertama, karakter kerja yang dipandang oleh paling banyak sosiolog, mencari

aktor/pelaku sesuatu yang disosialisasikan dan tindakan yang dilakukan oleh

norma sosial, aturan, dan kewajiban. Prinsip kebaikan dari aliran intelektual ini

terletak pada kemampuannya untuk menggambarkan tindakan dalam konteks

sosial dan untuk menjelaskan cara tindakan yang ditunjukkan, terdesak, dan yang

dialihkan oleh konteks sosial. Aliran intelektual yang lain, karakteristik kerja para

ekonom, mencari pelaku/aktor untuk mendapatkan tujuan secara independen

seperti tindakan independen, dan keseluruhan minat diri. Prinsip baik ini terdapat

pada prinsip tindakan yaitu memaksimalkan kegunaan Butterworth dan

Heinemann (2000).

Modal sosial didefinisikan melalui fungsinya. Hal ini bukan satu kesatuan

tapi suatu keragaman dari kesatuan yang berbeda, dengan dua unsur biasa: mereka

terdiri dari beberapa aspek struktur sosial, dan mereka memfasilitasi tindakan

tertentu para aktor/pelaku, apakah orang atau aktor korporasi dalam struktur.

Seperti bentuk modal-modal lain, modal sosial memang produktif, membuat

prestasi yang mungkin pada akhir tertentu yang keberadaannya tidak akan

mungkin. Seperti modal fisik dan modal manusia, modal sosial tidak sama sekali

sepadan tetapi bisa saja lebih khusus terhadap aktivitas-aktivitas tertentu. Bentuk

modal sosial yang berharga dalam memfasilitasi tindakan-tindakan tertentu bisa

Page 38: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

67

jadi tidak berguna atau bahkan berbahaya bagi yang lain. Modal fisik diciptakan

dengan mengubah material untuk membentuk perlengakpan-perlengkapan yang

memfasilitasi produksi, modal manusia diciptakan dengan mengubah perorangan

yang memiliki skill dan kemampuan yang membuat mereka mampu untuk

bertindak dengan cara-cara baru.

Nilai konsep modal sosial terletak pada fakta bahwa mengidentifikasikan

aspek-aspek tertentu struktur sosial melalui fungsi mereka, seperti konsep “kursi”

mengidentifikasikan objek fisik tertentu melui fungsinya, walaupun perbedaan

dalam bentuk, rupa, dan konstruksi. Fungsi diidentifikasikan melalui konsep

“modal sosial” adalah nilai dari aspek-aspek struktur sosial kepada pelaku/aktor

seperti sumberdaya yang mereke bisa gunakan untuk mendapatkan minat mereka.

2.3.2 Modal Sosial dan Pembangunan Ekonomi

Dalam konteks ilmu ekonomi, seperti halnya modal ekonomi dan manusia,

pembahasan modal sosial sudah barang tentu direlasikan dengan pencapaian

(pembangunan) ekonomi. Jadi, meskipun kelahiran konsep modal sosial dipicu

dari ranah bidang sosiologi, begitu sampai dalam kupasan bidang ekonomi

dianggap sebagai bagian dari bentuk modal yang diharapkan memiliki donasi

terhadap pertumbuhan ekonomi. Upaya untuk memberikan terobosan pembahasan

ini sudah berlangsung lama, khususnya semenjak isu modal sosial mulai

diperhatikan secara intensif pada awal dekade 1990-an. Jika dibagi dalam level

studi, riset-riset yang mencoba menghubungkan antara modal sosial dan

pembangunan ekonomi biasanya mengambil dua karakteristik berikut: (i)

penelitian hulu yang mencoba mencari landasan teoritis yang merelasikan modal

Page 39: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

68

sosial dengan pembangunan ekonom; dan (ii) penelitian hilir yang berusaha

melacak implikasi modal sosial terhadap pembangunan ekonomi. Kedua level

studi tersebut masing-masing sudah menyumbangkan khasanah pemikiran yang

matang, sehingga saat ini telah tersedia beberapa argumentasi teoritis maupun

empiris untuk menjelaskan hubungan antara modal sosial dan pembangunan

ekonomi.

Sebelum mengupas masalah hubungan antara modal sosial dan

pembangunan ekonomi, terlebih dahulu akan dipaparkan perbedaan antara

pertukaran ekonomi dan pertukaran sosial, seperti yang dijelaskan oleh Lin

(2001). Dalam perspektif rasionalitas transaksional, yang secara tipikal digunakan

untuk melakukan analisis pertukaran ekonomi, tujuan utamanya adalah

memperoleh modal ekonomi (sumber daya melalui transaksi) dan kepentingan

dalam aspek transaksional pertukaran yang dimediasi oleh harga dan uang.

Kegunaan dari pertukaran adalah untuk mengoptimalisasi keuntungan

transaksional, sedangkan pilihan rasional didasarkan kepada analisis hubungan-

hubungan alternatif yang memproduksi beragam keuntungan dan biaya

transaksional. Dengan basis ini, aturan-aturan pertukaran berperan dalam dua hal:

(1) Jika hubungan dengan agen tertentu menghasilkan keuntungan, maka

keputusannya adalah melanjutkan hubungan transaksi berikutnya; dan (2) Bila

hubungan tersebut gagal menghasilkan laba relatif, maka ada dua pilihan yang

dapat diambil: (a) menemukan hubungan alternatif yang bisa memproduksi

keuntungan; atau (b) merawat hubungan tersebut, tetapi dengan berupaya

mengurangi biaya transaksional. Keputusan di antara dua pilihan itu didasarkan

Page 40: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

69

kepada bobot relatif yang mungkin diambil dari keuntungan memeroleh

keuntungan atau mengurangi biaya transaksi. Dengan begitu, analisis kritis dalam

pertukaran ekonomi memfokuskan kepada transaksi simetris dalam episodis atau

transaksi berulang.

Rasionalitas, sebaliknya, diimplikasikan dalam pertukaran sosial,

memfokuskan kepada aspek relasional dari pertukaran, biasanya diperantarai oleh

pengakuan/recognition (atau ekspektasi bahwa pelaku lainnya akan melakukan

hal itu). Motivasi dari rasionalitas relasional adalah untuk memeroleh seputasi

lewat pengakuan dalam jaringan atau kelompok, sedangkan kegunaan pertukaran

adalah untuk mengoptimasi keuntungan relasional (menjaga hubungan sosial)

serta juga analisis biaya dan keuntungan. Dengan basis ini, juga terdapat dua

aturan partisipasi pertukaran, (1) Jika transaksi spesifik mempromosikan sebuah

hubungan yang kuat dan perluasan pengakuan, maka transaksi akan dilanjutkan;

(2) Bila transaksi itu gagal mempromosikan hubungan yang kuat, maka dua

pilihan bisa dipertimbangkan: (a) menemukan alternatif transaksi yang akan

memberikan keuntungan (misalnya meningkatkan sensitivitas dalam transaksi

untuk mengiming-imingi dan memperkuat pengakuan); atau (b) merawat transaksi

tersebut dengan jalan mengurangi ongkos relasional. Seterusnya, seperti halnya

rasionalitas transaksional, keputusan tergantung dari proses untuk menemukan

transaksi alternative dan biaya relasional relative (Lin, 2001).

Deskripsi di atas membawa kepada suatu ruang, bahwa modal sosial dalam

kegiatan transaksi bisa menjadi basis sumber daya ekonomi (economic resources).

Dalam pengertian yang paling luas, modal sosial bisa menjadi alternatif yang

Page 41: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

70

paling mungkin mengalokasikan kegiatan ekonomi secara efisien bila pasar

(market) tidak sanggup mengerjakannya. Pandangan ini tentu saja mengabaikan

isi dari aliran ekonomi klasik, yang mengandaikan bahwa pasar merupakan

instrumen yang paling efisien dalam menggerakan kegiatan ekonomi. Namun,

fakta di lapangan menunjukan pasar selalu tidak sanggup untuk mengatasi

persoalan eksternalitas, barang publik, hak kepemilikan, dan (bahkan) monopoli,

seperti yang dipostulatkan oleh aliran neo klasik. Pada aspek inilah modal sosial

dapat mendonasikan alternatif penyelesaiannya secara lebih efisien. Dalam kasus

barang publik, misalnya, pemindahan produksi dan pengelolaan barang dan jasa

(publik) kepada individu akan meningkatkan tanggung jawab (responsibility) dan

keeratan komunitas (sense of community) sehingga efisiensi atas produksi barang

publik tersebut dapat dicapai, seperti keberhasilannya untuk meminimalisasi

penunggang bebas/free-rider. Proposisi inilah yang membuat Putnam (1995)

sampai pada kesimpulan bahwa modal sosial merupakan sarana individu yang

akan mengerjakan kerjasama secara sukarela untuk mengurusi barang

publik/bersama (common goods) (Champlin, 1999).

Putnam (1995) menjelaskan bahwa hubungan antara modal sosial dan

pembangunan ekonomi tersebut juga bisa dilacak dari sisi lain. Kegiatan ekonomi

selalu berupa kerja sama (baik dalam pengertian kompetisi maupun saling bantu)

antarpelakunya, apapun motif yang ada dibaliknya (profit, status, harga diri,

preferensi, dan lain-lain). Sedangkan kerjasama itu membutuhkan kepercayaan

(trust), yang dalam ekonomi modern dapat digantikan dengan mekanisme formal

untuk mencegah kecurangan/penipuan, seperti sistem kontrak. Tapi, formalitas itu

Page 42: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

71

sendiri tidak akan pernah menggantikan kepercayaan karena system kontrak

hanyalah instrument pendukung (bukan utama). Sampa di sini, pandangan paling

agung dari modal sosial menyatakan bahwa kerjasama tergantung dari

kepercayaan. Masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi (hig trust

societies) akan sanggup melakukan kerja sama sampai level organisasi yang

sangat besar, semacam korporasi transnasional. Sebaliknya, masyarakat yang

tingkat kepercayaannya rendah (low trust societies) kerja sama dapat digalang

hanya sampai pada level terbatas, misalnya perusahaan yang berbasis keluarga

(family based-firms). Jadi dalam hal ini, harus dipahami bahwa modal sosial

sebagai sumber daya bermakna bahwa komunitas bukanlah suatu produk atau

hasil (outcome) pertumbuhan ekonomi, tetapi merupakan „prakondisi‟ bagi

terciptanya pertumbuhan ekonomi (Champlin, 1999).

2.3.3 Keterkaitan Modal Sosial dan Kegiatan Pertanian

Menyadari akan lemahnya posisi para petani tersebut, maka diperlukan

pengembangan studi modal sosial sebagai kerangka model yang dapat ditawarkan

penelitian ini untuk mengkaji potensi organisasi petani untuk digerakkan dengan

kekuatan mereka dari dalam, yaitu kualitas network, social trust dan norma social

kemasyaratan sebagaimana digagas oleh Putnam (1978). Dimensi pertama dari

social capital adalah koneksi antar individu (Putnam, 2000), yang mencermiman

kemampuan orang-orang dalam sebuah organisasi kemasyarakatan dalam

membangun komunikasi dan network (Coleman, 1990).

Pola komunikasi dapat mencakup structural embedded yaitu komunikasi

dalam berbagai tingkatan struktur sosial. Dimensi komunikasi memiliki dua

Page 43: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

72

bentuk, dinyataan bentuk formal dan bentuk informal, keduanya merupakan

partisipasi pada sebuah system kemasyarajatan (Schaik, 2002). Komunikasi

informal terbentuk melalui bangun komunikasi antar teman, saudara dan tetangga.

Sedangkan partisipasi formal adalah komunkasi orang dengan lembaga organisasi

sosial, dan bentuk organisasi lainnya. Dimensi kedua dari organisasi sosial adalah

social trust yang menjadi komponen pendukung dari dimensi pertama network,

yaitu pengemnbangan kualitas network yang sangat tergantung kepada sosial

trust, serta kualitas nilai-nilai dari norma kemasyarakatan (Putnam, 1993).

Kebijakan yang diambil di Indonesia selalu berganti dan kalanya terjadi

juga tumpang tindih. Sering terlihat dalam kenyataan bergantinya tujuan

pembangunan dan prioritas utama yang akan dilaksanakan maka kebijakan yang

diambil juga berganti. Tidak dapat dipungkiri permasalahan pangan di perdesaan

sebenarnya adalah masalah yang sudah lama mengapung, ini dapat dilihat

permasalahan lokal yaitu bagaimana sebenarnya kemampuan masyarakat

perdesaan dalam memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga di desanya sesuai

dengan preferensi dan kemampuan sumber daya yang dimiliki seperti halnya yang

ditemukan oleh Wilensky (1999) sebagaimana dikutip oleh Primadona (2012).

Selama ini dalam mengkaji dan membuat kebijakan untuk tercapainya

pembangunan selalu hanya diukur dari potensi sumber daya, potensi finansial dan

kurang mengamati bagaimana keadaan modal sosial dalam lingkungan di

perdesaan. Justru yang selalu diunggulkan adalah masalah potensi daerah seperti

struktur tanah, infrastruktur dan modal lainnya, padahal telah banyak penelitian

yang dilakukan seperti Putnam di Irlandia menyatakan bahwa jika modal

Page 44: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

73

sosialnya tinggi maka akan berdampak terhadap kehidupan ekonomi

masyarakatnya (Primadona, 2012).

Berdasarkan hal tersebut di atas, pembangunan perdesaan sejak sekarang

harus dilakukan dengan pendekatan baru. Penguatan modal sosial dalam

pembangunan perdesaan dapat dinilai sebagai pembaruan pendekatan yang sangat

penting. Jika pembangunan perdesaan tidak disertai dengan penguatan lembaga

dan organisasi maka apapun program atau proyek pembangunan perdesaan yang

dijalankan pemerintah di perdesaan, akan sulit mencapai hasil yang diharapkan.

Dewasa ini modal sosial menjadi salah satu faktor penentu pembangunan di suatu

Negara (termasuk di wilayah perdesaan) di samping modal finansial dan modal

manusia. Modal sosial sangat penting bagi masyarakat karena dapat memberi

kemudahan dalam mengakses informasi, mengembangkan solidaritas,

memungkinkan pencapaian tujuan bersama, dan membentuk perilaku

kebersamaan dan berorganisasi.

Modal sosial yang terbentuk di masyarakat dapat memiliki bentuk yang

beraneka ragam, baik itu berupa organisasi maupun nilai-nilai yang berkembang

dimasyarakat. Wujud nyata dari modal sosial yang terjadi di masyarakat tidak

dapat dilepaskan dari sistem budaya yang di masyarakat itu sendiri. Hermawati

dan Handari (dalam Ambara, dkk., 2011) mengungkapkan bentuk-bentuk modal

sosial yang berkembang di masyarakat sebagai: hubungan sosial, adat dan nilai

budaya lokal, toleransi, kesediaan untuk mendengar, kejujuran, kearifan lokal dan

pengetahuan lokal, jaringan social dan kepemimpinan sosial, kepercayaan,

kebersamaan dan kesetiaan, tanggung jawab sosial, partisipasi masyarakat, dan

Page 45: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

74

kemandirian. Pembentukan modal sosial yang memadai diyakini akan membawa

perubahan ke arah yang lebih baik (termasuk dari segi ekonomi) dalam setiap

individu yang akhirnya akan berdampak pada pembangunan perekonomian desa

yang nantinya akan berdampak kepada kesejahteraan petani serta akan turut

mendongkrak perekonomian nasional.

Dewasa ini modal sosial menjadi salah satu faktor penentu pembangunan

di suatu Negara di samping modal finansial dan modal manusia. Modal sosial

sangat penting bagi masyarakat karena dapat memberi kemudahan dalam

mengakses informasi, mengembangkan solidaritas, memungkinkan pencapaian

tujuan bersama, dan membentuk perilaku kebersamaan dan berorganisasi. Modal

sosial dapat digunakan pada berbagai kegiatan termasuk di sektor pertanian.

Kegiatan di sektor pertanian merupakan kegiatan perekonomian yang sangat

intensif memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam. Kegiatan pertanian pada

dasarnya tidak dapat terlepas dari pengelolaan lahan dimana kepemilikan lahan

pertanian pada umumnya di Indonesia bersifat individu.

Kegiatan pertanian merupakan kegiatan proses produksi yang cukup

panjang dan untuk menghasilkan produknya dipasarkan dalam kuantitas yang

besar. Proses produksi pertanian antara lain terdiri dari penggarapan tanah,

penanaman benih, pengairan, pemupukan, pemberantasan hama, dan panen.

Rangkaian kegiatan produksi pertanian ini tidak mungkin dapat dikerjakan oleh

pemilik lahan saja namun membutuhkan sumber daya manusia yang tidak sedikit.

Kegiatan produksi pertanian setidaknya membutuhkan waktu tiga bulan sejak

tahap penanaman bibit hingga panen dan kerjasama antara para pelaku kegiatan

Page 46: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

75

pertanian ini mampu menjaga produktivitas sektor pertanian agar mampu

memproduksi kuantitas yang besar dengan kualitas yang baik pula. Kerjasama di

antara para pelaku pertanian ini tentu saja dapat terjadi dengan dilandasi modal

sosial dimana kerjasama itu sendiri menjadi pokok perwujudannya.

Modal sosial merupakan hal penting yang sangat berpengaruh pada

kegiatan pertanian sejak kegiatan tersebut dimulai sampai pada tingkat

produktivitas penjualan produk pertanian pasca produksi. Kolektivitas dalam

perdagangan hasil-hasil pertanian sangat penting sebagai faktor yang turut

mempengaruhi harga pasar. Selain itu, perdagangan tidak dapat terlepas dari

ketersediaan jaringan dimana modal sosial menjadi faktor penting yang dapat

membuka jejaring antar pelaku pertanian dengan pihak-pihal lain yang

berkepentingan terhadap kegiatan dan produk pertanian sendiri, antara lain

lembaga sektor swasta dan lembaga pemerintahan. Praktek perdagangan produk

pertanian seringkali tidak sepenuhnya menguntungkan pihak produsen sehingga

peranan modal sosial diantara para pelaku pertanian menjadi sangat penting untuk

membantu mendorong posisi tawar pelaku pertanian menjadi lebih baik.

Selain dalam kegiatan produksi dan perdagangan produk pertanian, modal

sosial juga merupakan faktor penting yang perlu dimiliki para pelaku pertanian

untuk melakukan inovasi. Penggunaan teknologi dan pembuatan inovasi dalam

seluruh rangkaian kegiatan yang pertanian akan lebih efektif apabila dilakukan

dalam bentuk kelompok dan dilakukan secara kolektif. Pemanfaatan teknologi dan

inovasi seringkali disalurkan oleh lembaga atau pihak yang mensyaratkan

penerimanya berada dalam satu kelompok dimana kelompok yang ideal adalah

Page 47: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

76

kelompok yang dibentuk atas dasar kesamaan tujuan dan ikatan kekeluargaan.

Tanpa ikatan modal sosial, kelompok diantara sesama pelaku pertanian dan

pelaksanaan kegiatan ini akan sulit dilakukan dimana kerjasama dan kepercayaan

diantara para pelaku pertanian menjadi hal yang paling utama.

Kapasitas manusia dalam menjalankan kegiatan pertanian, selain berasal

dari pengetahuan dan ketrampilan individu petani dalam mengolah lahan

pertanian dan mengolah serta memasarkan hasil pertanian, juga tidak kalah

penting kapasitas kolektif petani dalam seluruh kegiatan pertanian. Kapasitas

kolektif petani ini dimungkinkan ada apabila komunitas petani mempunyai modal

sosial yang cukup besar. Modal sosial merupakan kemampuan yang muncul dari

kelaziman kepercayaan dalam suatu masyarakat atau dalam bagian tertentu dari

masyarakat. Masyarakat yang saling percaya akan lebih baik dalam inovasi

organisasi karena kepercayaan yang tinggi memungkinkan munculnya rentang

hubungan sosial yang lebar (Fukuyama, 1995).

Perluasan modal sosial yang positif, terutama dalam komunitas dengan

sumberdaya ekonomi dan politik yang terbatas, secara konsekuen akan

menghasilkan peningkatan kinerja ekonomi dan politik dan peningkatan kualitas

kehidupan (Carpenter et al., 2004). Seperti dalam kegiatan perekonomian secara

umum, pengikisan modal sosial akan menurunkan kapasitas kolektif petani, yang

selanjutnya akan semakin menurunkan kinerja kegiatan pertanian. Dalam kegiatan

pertanian, khususnya tanaman padi yang sangat membutuhkan kebersamaan dan

kerjasama, kebutuhan modal sosial ini sangat besar. Tanpa adanya modal sosial,

Page 48: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

77

maka kegiatan pra produksi, produksi, dan pasca produksi tidak akan berjalan

optimal (Sawitri dan Ishma, 2014)

2.4 Faktor Sosial Ekonomi

Santrock (2007), status sosial ekonomi sebagai pengelompokan orang-

orang berdasarkan kesamaan karakteristik pekerjaan, pendidikan ekonomi. Status

sosial ekonomi menunjukan ketidak setaraan terentu. Secara umum anggota

masyarakat memiliki (1) pekerjaan yang bervarias prestisenya, dan beberapa

individu memiliki akses yang lebih besar terhadap pekerjaan berstatus lebih tinggi

dibanding orang lain; (2) tingkat pendidikan yang berbeda, ada beberapa

individual memiliki akses yang lebih besar terhadap pendidikan yang lebih baik

dibanding orang lain; (3) sumber daya ekonomi yang berbeda; (4) tingkat

kekuasaan untuk mempengaruhi institusi masyarakat. Perbeedaan dalam

kemampuan mengontrol sumber daya dan berpartisipasi dalam ganjaran

masyarakat menghasilkan kesempatan yang tidak setara.

Sosial ekonomi menurut Abdulsyani (1994) adalah kedudukan atau posisi

sesorang dalam kelompok manusia yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi,

pendapatan, tingkat pendidikan, jenis rumah tinggal, dan jabatan dalam organisasi,

sedangkan menurut Soekanto (2001) sosial ekonomi adalah posisi seseorang

dalam masyarakat berkaitan dengan orang lain dalam arti lingkungan peragulan,

prestasinya, dan hak-hak serta kewajibannya dalam hubunganya dengan sumber

daya. Ada beberapa faktor yang dapat menentukan tinggi rendahnya sosial

ekonomi di masyarakat, di antaranya tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat

pendapatan, kondisi lingkungan tempat tingal, pemilikan kekayaan, dan partisipasi

Page 49: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

78

dalam aktivitas kelompok dari komunitasnya. Tingkat pendidikan sangat

berpengaruh terhadap kerja dan tentunya juga pendapatan yang diperoleh

sehingga akan berpengaruh terhadap status sosial ekonomi seseorang.

Menurut Sumardi dalam Yerikho (2007), mengemukakan bahwa

pendapatan yang diterima oleh penduduk akan dipengaruhi oleh tingkat

pendidikan yang dimilikinya. Dengan pendidikan yang tinggi mereka akan dapat

memperoleh kesempatan yang lebih luas untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih

baik disertai pendapatan yang lebih besar. Sedangkan bagi penduduk yang

berpendidikan rendah akan mendapat pekerjaan dengan pendapatan yang kecil.

Pemilikan kekayaan atau fasilitas adalah kekayaan dalam bentuk barang-

barang dimana masih bermanfaat dalam menunjang kehidupan ekonominya.

Fasilitas atau kekayaan itu, antara lain (1) Barang-barang berharga. Menurut

Abdulsyani (1994), bahwa pemilikan kekayaan yang bernilai ekonomis dalam

berbagai bentuk dan ukuran seperti perhiasan, televisi, kulkas dan lain-lain dapat

menunjukkan adanya pelapisan dalam masyarakat; (2) Jenis-jenis kendaraan

pribadi. Kendaraan pribadi dapat digunakan sebagai alat ukur tinggi rendahnya

tingkat sosial ekonomi orang tua. Misalnya: orang yang mempunyai mobil akan

merasa lebih tinggi tingkat taraf ekonominya dari pada orang yang mempunyai

sepeda motor.

Sementara itu, pekerjaan juga menentukan status sosial ekonomi karena

dari bekerja segala kebutuhan akan dapat terpenuhi. Pekerjaaan tidak hanya

mempunyai nilai ekonomi namun usaha manusia untuk mendapatkan kepuasan

dan mendapatkan imbalan atau upah, berupa barang dan jasa akan terpenuhi

Page 50: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

79

kebutuhan hidupnya. Pekerjaan seseorang akan mempengaruhi kemampuan

ekonominya, untuk itu bekerja merupakan suatu keharusan bagi setiap individu

sebab dalam bekerja mengandung dua segi, kepuasan jasmani dan terpenuhinya

kebutuhan hidup. Di sektor pertanian jumlah anggota keluarga dan luas lahan

termasuk indikator sosial ekonomi petani. Widyawati dan Pujiyono (2013)

menjelaskan bahwa tanggungan keluarga merupakan salah satu alasan utama bagi

para petani untuk bekerja memperoleh penghasilan. Semakin banyak mempunyai

anak dan tanggungan, maka waktu yang disediakan seseiorang untuk bekerja

semakin efektif. Selain itu mereka juga luas lahan merupakan ukuran tingkat

kesejahteraan rumah tangga. Semakin luas lahan pertanian yang digarap petani,

maka akan semakin tinggi curahan waktu kerja petani. Hal ini dikarenakan petani

akan cenderung menambah waktu kerjanya apabila luas lahan yang digarap

semakin luas.

Karakteristik sosial ekonomi terdiri dari; pendidikan, pendapatan, jam

kerja efektif, pengalaman kerja/lama bekerja, pengetahuan, modal kerja dan

pekerjaan faktor pendidikan, pendapatan, jam kerja efektif (Sriyono, 2004).

Dalam usahatani salah satu faktor yang mempengaruhi yaitu faktor sosial

ekonomi petani antara lain adalah umur, tingkat pendidikan, pengalaman

usahatani, luas lahan, dan jumlah tanggungan keluarga terhadap kinerja petani.

Umur. Bagi petani yang lebih tua bisa jadi mempunyai kemampuan

berusahatani yang konservatif dan lebih mudah lelah. Sedangkan petani muda

mungkin lebih miskin dalam pengalaman dan keterampilan tetapi biasanya

sifatnya lebih progresif terhadap inovasi baru dan relatif lebih kuat. Dalam

Page 51: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

80

hubungan dengan perilaku petani terhadap resiko, maka faktor sikap yang lebih

progresi terhadap inovasi baru inilah yang lebih cenderung membentuk nilai

perilaku petani usia muda untuk lebih berani menanggung resiko (Soekartawi,

2002).

Tingkat Pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan petani dan

keterbatasan teknologi modern merupakan dua faktor penyebab utama yang

menyebabkan kemiskinan di sektor pertanian di Indonesia. Keterbatasan dua

faktor produksi tersebut yang sifatnya komplementer satu sama lain

mengakibatkan rendahnya tingkat produktivitas yang pada akhirnya membuat

rendahnya tingkat pendapatan riil petani sesuai mekanisme pasar yang sempurna

(Tambunan, 2003). Model pendidikan yang digambarkan dalam pendidikan petani

bukanlah pendidikan formal yang acap kali mengasingkan petani dari realitas.

Pendidikan petani tidak hanya berorientasi kepada peningkatan produksi petanian

semata, tetapi juga menyangkut kehidupan sosial masyarakat petani. Masyarakat

petani yang terbelakang lewat pendidikan petani diharapkan dapat lebih aktif,

lebih optimis pada masa depan, lebih efektif dan pada akhirnya membawa pada

keadaan yang lebih produktif (Soetpomo, 1997).

Pengalaman Berusahatani. Belajar dengan mengamati pengalaman petani

lain sangat penting, karena merupakan cara yang lebih baik untuk mengambil

keputusan dari pada dengan cara mengolah sendiri informasi yang ada. Misalnya

seorang petani dapat mengamati dengan seksama dari petani lain yang lebih

mencoba sebuah inovasi baru dan ini menjadi proses belajar secara sadar.

Mempelajari pola perilaku baru, bisa juga tanpa disadari (Soekartawi, 2002). Luas

Page 52: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

81

Lahan Luas lahan yang selalu digunakan dalam skala usaha pertanian tradisional

karena komunitas yang ditanam oleh petani tradisional selalu seragam yakni

jagung dan tanaman keras yang sejenisnya. Dengan demikian pedoman luas lahan

juga secara otomatis mengaju pada nilai modal, aset dan tenaga kerja (Soekartawi,

2002).

Jumlah Tanggungan Keluarga. Ada hubungan yang nyata yang dapat

dilihat melalui keengganan petani terhadap resiko dengan jumlah anggota

keluarga. Keadaan demikian sangat beralasan, karena tuntutan kebutuhan uang

tunai rumah tangga yang besar, sehingga petani harus berhati-hati alam bertindak

khususnya berkaitan dengan cara-cara baru yang riskan terhadap risiko.

Kegagalan petani dalam berusahatani akan sangat berpengaruh terhadap

pemenuhan kebutuhan keluarga. Jumlah anggota keluarga yang besar seharusnya

memberikan dorongan yang kuat untuk berusahatani secara intensif dengan

menerapkan teknologi baru sehingga akan mendapatkan pendapatan (Soekartawi,

2002).

2.5 Faktor Sosial Demografi

Salah satu dari faktor demografi yang mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi daerah yaitu pertumbuhan penduduk. Jumlah penduduk di dalam

pembangunan ekonomi suatu daerah merupakan permasalahan mendasar, karena

pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dapat mengakibatkan tidak

tercapainya tujuan pembangunan ekonomi yaitu kesejahteraan rakyat. Di kalangan

para pakar pembangunan, terdapat konsensus bahwa laju pertumbuhan penduduk

yang tinggi tidak hanya berdampak buruk terhadap supply bahan pangan, tetapi

Page 53: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

82

juga semakin membuat kendala bagi pengembangan tabungan, cadangan devisa,

dan sumber daya manusia (Maier dalam Kuncoro, 1997). Menurut Malthus dalam

Agus (1999), pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menyebabkan kebutuhan

konsumsi lebih banyak daripada kebutuhan untuk berinvestasi sehingga sumber

daya yang ada hanya dialokasikan lebih banyak ke pertumbuhan tenaga kerja yang

tinggi daripada untuk meningkatkan kapital kepada setiap tenaga kerja sehingga

akan menyebabkan penyerapan tenaga kerja yang lambat di sektor-sektor modern

dan meningkatkan pengangguran.

Faktor sosial demografi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

pembangunan baik di daerah maupun nasional. Penekanan pada faktor demografi

di dalam kerangka pembangunan karena pertama, penduduk merupakan pusat dari

seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan sehingga posisi

penduduk di dalam pembangunan dapat sebagai subyek pembangunan yaitu

sebagai input dalam faktor produksi berupa penyediaan tenaga kerja yang akan

digunakan di dalam proses produksi dan sebagai obyek pembangunan yaitu

sebagai konsumen yang menggunakan berbagai sumber daya ekonomi. Kedua,

keadaan dan kondisi kependudukan yang ada sangat mempengaruhi dinamika

pembangunan yang dilakukan pemerintah. Oleh karena itu kebijakan dan program

kependudukan, tidak semata-mata hanya sebagai upaya untuk mengetahui pola

dan arah demografi tetapi juga untuk mencapai kesejahteraan masyarakat baik

bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang (Tjiptoherijanto, 2000).

Sementara itu, karakteristik sosial demografi adalah ciri yang

menggambarkan perbedaan masyarakat berdasarkan usia, jenis kelamin,

Page 54: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

83

pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, pendapatan, jenis keluarga, status

pernikahan, lokasi geografi, dan kelas sosial (Kotler dan Armstrong, 2001).

Widyawati dan Pujiyono (2013) menjelaskan bahwa usia atau umur mempunyai

hubungan terhadap responsibilitas seseorang akan penawaran tenaga kerjanya.

Semakin meningkat umur seseorang semakin besar penawaran tenaga kerjanya.

Selama masih dalam usia produktif, semakin tinggi umur seseorang, semakin

besar tanggung jawabnya yang ditanggung, meskipun pada titik tertentu

penawaran akan menurun seiring dengan usia yang makin bertambah pula.

Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin besar probabilitas petani untuk

bekerja. Semakin tinggi pendidikan, akan menjadikan waktu yang dimiliki

menjadi mahal, dan keinginan untuk bekerja semakin tinggi. Sebaliknya, semakin

rendah tingkat pendidikan, akses pekerjaan pun sangat terbatas. Terbatasnya akses

pendidikan ini menyebabkan perempuan bekerja pada kegiatan pertanian.

Karakteristik demografi menurut Laksana (2003) terdiri dari: umur, jenis

kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga, jumlah beban tanggungan

keluarga. Umur seseorang dapat diketahui bila tanggal, bulan dan tahun kelahiran

diketahui. Perhitungan umur menggunakan pembulatan ke bawah atau umur

menurut ulang tahun terakhir. Umur dinyatakan dalam kalender masehi. Misal

seseorang lahir pada tanggal 30 Mei 1985 maka pada bulan Mei tahun 2007 orang

tersebut berumur 22 tahun pada bulan Januari tahun 2008 masih berumur 22 tahun

setelah menginjak bulan Mei 2008 baru berumur 23 tahun. Jenis kelamin sama

artinya dengan seks diartikan sebagai perbedaan organ biologis antara laki-laki

dan perempuan, terutama pada bagian-bagian reproduksi serta kodrat Tuhan

Page 55: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

84

sehingga tidak dapat ditukar atau diubah (Rahmadewi, 2000 dalam

http://hqweb01.bkkbn.go.id).

Menurut P.B. Horton dan C.L. Hunt dalam Sriyono (2004), perkawinan

adalah suatu pola sosial yang disetujui dengan cara mana dua orang atau lebih

membentuk keluarga. Perkawinan tidak hanya mencakup hak untuk melahirkan

dan membesarkan anak, tetapi juga seperangkat kewajiban dan hak istimewa yang

mempengaruhi banyak orang (masyarakat) sesungguhnya dari perkawinan adalah

penerimaan status baru dengan sederetan hak dan kewajiban yang baru serta

pengakuan status baru oleh orang lain.

Sejalan dengan pandangan tersebut, maka seseorang yang belum/tidak

kawin tentu akan memiliki hak dan kewajiban yang berbeda dengan orang yang

kawin. Seseorang yang telah kawin tentu ada sederet kewajiban yang harus

dipenuhi. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut maka seseorang harus

bekerja, agar memperoleh pendapatan. Status perkawinan juga diartikan sebagai

perubahan status seseorang dari bujangan atau janda/duda menjadi berstatus

kawin. Stataus perkawinan penduduk dapat dibedakan menjadi status belum

pernah menikah, menikah, pisah atau cerai, janda atau duda

(http:id.wikipedia.org).

Menurut P.B. Horton dan C.L. Hunt dalam Sriyono (2004) jumlah anggota

keluarga yang dimaksud adalah banyaknya orang yang menjadi anggota dalam

sebuah keluarga (rumah tangga). Suatu keluarga merupakan: suatu kelompok

yang mempunyai nenek moyang yang sama, suatu kelompok yang disatukan

kekerabatan yang disatukan oleh darah atau perkawinan, pasangan perkawinan

Page 56: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

85

atau tanpa anak. Menurut Henry Tanjung dalam Sriyono (2004), keluarga

memiliki fungsi sexualitas, reproduksi sosial, afeksi dan fungsi perlindungan

ekonomi keluarga.

Bekele (2008), mengatakan ukuran keluarga secara positif mempengaruhi

pilihan strategi livelihod, sedangkan umur kepala rumah tangga, jenis kelamin

kepala rumah tangga, dan rasio ketergantungan mempunyai hubungan negatif

dalam menentukan pilihan pertanian dan non pertanian sebagai strategi livelihood.

Aspek demografi yang dapat digunakan untuk melihat profil petani adalah usia,

jenis kelamin, pendidikan, dan pengalaman bertani.

Kajian empiris A.N Siriwardana dan L.N.A.C. Jayawardena (2014) yang

menguji kontribusi faktor sosial demografi terhadap kinerja usahatani padi dengan

fokus pada inovasi dan adopsi praktek baru, perngalaman bertani, berbagi

pengetahuan dan perilaku kelompok dikalangan petani. Menunjukan perilaku

berbagi pengetahuan dalam pertanian berkorelasi kuat dengan karir petani.Berbagi

pengetahuan berkorelasi dengan pengalaman bertani. Inovasi dan adopsi praktek

baru adalah faktor utama yang berkontribusi dalam produktivitas pertanian padi.

2.6 Pertumbuhan Ekonomi

Teori pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai penjelasan

mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output perkapita dalam

jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut

sehingga terjadi proses pertumbuhan (Boediono, 1999). Sehingga persentase

pertambahan output itu haruslah lebih tinggi dari persentase pertambahan jumlah

Page 57: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

86

penduduk dan ada kecenderungan dalam jangka panjang bahwa pertumbuhan itu

akan terus berlanjut.

Suatu wilayah dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi

peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) riil di wilayah tersebut

(Arsyad, 2004). Apabila tingkat pertumbuhan ekonomi bernilai negatif berarti

kegiatan perekonomian menunjukkan penurunan, sebaliknya jika tingkat

pertumbuhan ekonomi tersebut bernilai positif berarti kegiatan perekonomian

mengalami peningkatan.

Beberapa pakar ekonomi membedakan pengertian antara pembangunan

ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi. Para pakar ekonomi yang membedakan

kedua pengertian tersebut mengartikan istilah pembangunan ekonomi sebagai

peningkatan pendapatan perkapita masyarakat yaitu tingkat pertumbuhan Produk

Domestik Bruto/Produk Nasional Bruto pada suatu tahun tertentu dibagi dengan

tingkat pertumbuhan penduduk, atau Perkembangan Produk Domestik

Bruto/Produk Nasional Bruto yang terjadi dalam suatu negara dibarengi oleh

perombakan dan modernisasi struktur ekonominya (transformasi struktural).

Sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Produk

Domestik Bruto/Produk Nasional Bruto tanpa memandang apakah kenaikan itu

lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah

perluasan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 2004). Menurut Kuznets

dalam Jhingan (2002) pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kemampuan

suatu negara (daerah) untuk menyediakan barang-barang ekonomi bagi

penduduknya, yang terwujud dengan adanya kenaikan output nasional secara terus

Page 58: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

87

menerus yang disertai dengan kemajuan teknologi serta adanya penyesuaian

kelembagaan, sikap dan ideologi yang dibutuhkannya.

Menurut Sumitro (1994), pertumbuhan ekonomi bersangkut paut dengan

proses pembangunan yang berdimensi tunggal dan diukur dengan meningkatnya

hasil produksi dan hasil pendapatan. Perbedaan pertumbuhan ekonomi akan

membawa masing-masing daerah membentuk suatu pola pertumbuhan dimana

dapat digolongkan dalam klasifikasi tertentu untuk mengetahui potensi relatif

perekonomian suatu daerah yang dapat dilihat dengan menggunakan analisis

Klassen Typology.

Ada empat faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu

masyarakat (negara), yaitu sebagai berikut (Arsyad, 2004).

1) Akumulasi modal, termasuk semua investasi baru yang berwujud tanah

(lahan), peralatan fisik (mesin-mesin), dan sumberdaya manusia (human

resources). Akumulasi modal akan terjadi jika ada bagian dari pendapatan

pada masa sekarang yang ditabung dan kemudian diinvestasikan untuk dapat

memperbesar output pada masa akan datang. Pabrik-pabrik, mesin-mesin,

peralatan-peralatan, dan barang-barang baru akan meningkatkan stok modal

(capital stock) fisik suatu negara (yaitu jumlah nilai riil bersih dari semua

barang-barang modal produktif secara fisik) sehingga pada gilirannya akan

memungkinkan negara tersebut untuk mencapai tingkat output yang lebih

besar. Investasi jenis ini sering diklasifikasikan sebagai investasi di sektor

produktif (Direct Productive Activities). Investasi-investasi lainnya dikenal

dengan sebutan infrastruktur sosial dan ekonomi (Social Overhead Capital)

Page 59: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

88

yaitu jalan raya, listrik, air, sanitasi, dan komunikasi akan mempermudah dan

mengintegrasikan kegiatan-kegiatan ekonomi. Selain itu, ada juga jenis

investasi tidak langsung. Pembangunan fasilitas-fasilitas irigasi akan dapat

memperbaiki kualitas lahan pertanian melalui peningkatan produktifitas per

hektar.

2) Pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan

jumlah angkatan kerja (labor force) secara tradisional dianggap sebagai faktor

yang positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut berarti:

(1) semakin banyak jumlah angkatan kerja berarti semakin banyak pasokan

tenaga kerja, dan (2) semakin banyak jumlah penduduk akan meningkatkan

potensi pasar domestik.

3) Kemajuan teknologi menurut para ekonom, kemajuan teknologi merupakan

faktor yang paling penting bagi pertumbuhan ekonomi. Dalam bentuknya

yang paling sederhana, kemajuan teknologi disebabkan oleh adanya cara-cara

baru atau mungkin cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan

pekerjaan-pekerjaan tradisional, seperti cara menanam padi, membuat

pakaian, atau membangun rumah. Ada tiga macam klasifikasi mengenai

kemajuan teknologi, yaitu: (a) kemajuan teknologi yang bersifat netral, (b)

kemajuan teknologi yang bersifat menghemat tenaga kerja (labor saving), dan

(c) kemajuan teknologi bersifat menghemat modal (capital saving). Suatu

kemajuan teknologi dikatakan mempunyai sifat yang netral jika output yang

dicapai lebih tinggi dari kuantitas dan kombinasi input yang sama. Kemajuan

teknologi dikatakan mempunyai sifat yang netral jika output total mengalami

Page 60: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

89

kenaikan sebesar dua kali pada saat semua input produktifnya dikalikan dua.

Di sisi lain, kemajuan teknologi dapat pula bersifat menghemat tenaga kerja

(dimana output yang lebih tinggi dapat dicapai dengan jumlah tenaga kerja

yang sama) atau menghemat modal (di mana output yang lebih tinggi dapat

dicapai dengan input modal yang sama). Penggunaan komputer, traktor, dan

mesin-mesin lainnya dapat diklasifikasikan sebagai penggunaan teknologi

yang dapat menghemat tenaga kerja. Sedangkan kemajuan teknologi yang

bersifat menghemat modal sangat jarang terjadi, karena hampir semua

penelitian ilmiah dan pengembangan teknologi yang dilakukan oleh Negara-

Negara Maju pada dasarnya bertujua untuk menghemat tenaga kerja, bukan

untuk menghemat modal.

4) Sumberdaya Institusi (Sistem Kelembagaan).

Menurut Rodrik et al. (2000, dalam Arsyad, 2004), ada empat fungsi institusi

dalam kaitannya dengan mendukung kinerja perekonomian, yaitu (a)

Menciptakan pasar (market creating): institusi yang melindungi hak

kepemilikan dan memastikan pelaksanaan kontrak; (b) Mengatur pasar

(market regulating): institusi yang bertugas mengatasi kegagalan pasar yakni

institusi yang mengatur masalah eksternalits, skala ekonomi (economies of

scale), dan ketidaksempurnaan informasi untuk menurunkan biaya transaksi

(misalnya: lembaga-lembaga yang mengatur telekomunikasi, transportasi, dan

jasa keuangan): (c) Menjaga stabilitas (market stabilizing): institusi yang

menjaga agar tingkat inflasi rendah, meminimumkan ketidakstabilan

makroekonomi, dan mengendalikan krisis keuangan (misalnya: bank sentral,

Page 61: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

90

sistem devisa, otoritas moneter dan fiskal); dan (4) Melegitimasi pasar

(market legitimizing): institusi yang memberikan perlindungan sosial dan

asuransi, termasuk mengatur redistribusi dan mengelola konflik (misalnya:

sistem pensiun, asuransi untuk pengangguran, dan dana-dana sosial lainnya).

Kuznets (dalam Todaro, 2000) juga mengemukakan enam karakteristik

atau ciri proses pertumbuhan ekonomi yaitu, tingkat pertambahan output perkapita

dan pertambahan penduduk yang tinggi, tingkat kenaikan total produktivitas

faktor yang tinggi, khususnya produktivitas tenaga kerja. Kemudian tingkat

transformasi struktural ekonomi yang tinggi dan tingkat transformasi sosial dan

ideologi yang tinggi juga merupakan ciri proses pertumbuhan ekonomi. Selain itu,

adanya kecenderungan daerah yang mulai atau sudah maju perekonomiannya

untuk berusaha menambah bagian-bagian daerah lainnya sebagai daerah

pemasaran dan sumber bahan baku.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas mengandung arti bahwa

pertumbuhan ekonomi merupakan suatu peningkatan terus-menerus dalam produk

perkapita. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa suatu perekonomian akan

mengalami pertumbuhan atau perkembangan apabila tingkat kegiatan ekonomi

lebih tinggi dari masa sebelumnya.

2.7 Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator yang penting dalam

menganalisis pembangunan ekonomi yang dilaksanakan. Pertumbuhan harus

berjalan secara berdampingan dan terencana dalam upaya terciptanya pemerataan

kesempatan dan pembagian hasil-hasil pembangunan. Dengan demikian, maka

Page 62: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

91

suatu daerah yang kurang produktif akan menjadi lebih produktif dan berkembang

yang pada akhirnya dapat mempercepat proses pertumbuhan daerah itu sendiri.

Todaro dan Smith (2006) mengatakan bahwa ada tiga faktor atau

komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi. Pertama, akumulasi modal yang

melliputi semua bentuk dan jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah,

peralatan fisik dan sumberdaya manusia. Kedua, pertumbuhan penduduk yang

beberapa tahun selanjutnya dengan sendirinya membawa pertumbuhan angkatan

kerja dan ketiga adalah kemajuan teknologi.

Menurut Tarigan (2007), pertumbuhan ekonomi wilayah adalah

pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu adanya

kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan

pendapatan menggambarkan pertambahan balas jasa bagi faktor-faktor industri

yang beroperasi di wilayah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja dan teknologi)

dimana pendapatan tersebut diukur dalam nilai riil (dinyatakan dalam harga

konstan). Hal ini juga dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut.

Kemakmuran suatu wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang

tercipta di wilayah tersebut, juga oleh besaran transfer-payment, yaitu bagian

pendapatan yang mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar

wilayah.

Pertumbuhan ekonomi suatu daerah sangat memerlukan peran pemerintah, dalam

hal ini pemerintah harus turun tangan untuk menyediakan jasa yang melayani

kepentingan orang banyak ketika swasta tidak berminat menanganinya apalagi

tidak diberi hak khusus. Misalnya pembangkit tenaga listrik, telepon dan air

Page 63: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep Kesejahteraan

92

minum. Atau jika dikelolah oleh swasta maka haruslah diawasi oleh pemerintah.

Hal ini yang harus dijalankan oleh pemerintah adalah mengatur stok pangan agar

tercipta harga yang stabil. Sesuai dengan tata ruang yang berlaku maka lokasi dari

berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan harus memilih diantara lokasi yang di

tentukan. Dalam perencanaan pertumbuhan daerah, hal yang perlu dilakukan oleh

pemerintah daerah adalah memberi kebebasan kepada setiap orang atau badan

hukum untuk berusaha (pada lokasi yang diperkenankan). Pemerintah Daerah juga

tidak mengeluarkan peraturan yang menghambat pergerakan orang dan barang,

tidak membuat tarif pajak yang terlalu tinggi dari daerah lain sehingga perusahaan

enggan berusaha di daerah tersebut, serta menjaga keamanan dan ketertiban

daerah sehingga pengusaha atau investor dapat beroperasi dengan efisisen serta

tidak membuat prosedur yang rumit. Maka investor dari dalam maupun luar

tertarik menanamkan modalnya di daerah tersebut (Robinson Tarigan 2005).