bab ii tinjauan pustaka - sinta.unud.ac.idsinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1220025003-3-bab...

13
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kematian Ibu Pada International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems tahun 2009, WHO mendefinisikan kematian ibu adalah kematian seorang wanita saat masa hamil atau dalam 42 hari setelah terminasi kehamilan, terlepas dari durasi dan lokasi kehamilan, dari setiap penyebab yang berhubungan dengan atau diperburuk oleh kehamilan atau pengelolaannya, tetapi bukan dari sebab-sebab kebetulan atau insidental (WHO, 2009). 2.1.1 Penyebab Kematian Ibu Menurut Kirana tahun 2013, penyebab kematian ibu dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu sebab obstetri langsung, sebab obstetri tidak langsung, sebab bukan obstetri, dan sebab tidak jelas. Sebab obstetri langsung adalah kematian ibu karena akibat langsung dari penyakit penyulit pada kehamilan, persalinan, dan nifas; misalnya karena infeksi, eklampsi, perdarahan, emboli air ketuban, trauma anastesi, trauma operasi, dan sebagainya. Sementara itu, sebab obstetri tidak langsung adalah kematian ibu akibat penyakit yang timbul selama kehamilan, persalinan, dan nifas. Misalnya anemia, penyakit kardiovaskular, serebrovaskular, hepatitis infeksiosa, penyakit ginjal, dan

Upload: vananh

Post on 22-Jun-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.idsinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1220025003-3-BAB II_skripsi lina.pdfDi wilayah desa yang terpencil dengan stasus ekonomi menengah ke bawah,

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kematian Ibu

Pada International Statistical Classification of Diseases and Related Health

Problems tahun 2009, WHO mendefinisikan kematian ibu adalah kematian seorang

wanita saat masa hamil atau dalam 42 hari setelah terminasi kehamilan, terlepas dari

durasi dan lokasi kehamilan, dari setiap penyebab yang berhubungan dengan atau

diperburuk oleh kehamilan atau pengelolaannya, tetapi bukan dari sebab-sebab

kebetulan atau insidental (WHO, 2009).

2.1.1 Penyebab Kematian Ibu

Menurut Kirana tahun 2013, penyebab kematian ibu dapat dikelompokkan

menjadi empat, yaitu sebab obstetri langsung, sebab obstetri tidak langsung, sebab

bukan obstetri, dan sebab tidak jelas.

Sebab obstetri langsung adalah kematian ibu karena akibat langsung dari

penyakit penyulit pada kehamilan, persalinan, dan nifas; misalnya karena infeksi,

eklampsi, perdarahan, emboli air ketuban, trauma anastesi, trauma operasi, dan

sebagainya.

Sementara itu, sebab obstetri tidak langsung adalah kematian ibu akibat penyakit

yang timbul selama kehamilan, persalinan, dan nifas. Misalnya anemia, penyakit

kardiovaskular, serebrovaskular, hepatitis infeksiosa, penyakit ginjal, dan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.idsinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1220025003-3-BAB II_skripsi lina.pdfDi wilayah desa yang terpencil dengan stasus ekonomi menengah ke bawah,

7

sebagainya. Termasuk juga penyakit yang sudah ada dan bertambah berat selama

kehamilan.

Sebab bukan obstetri adalah kematian ibu hamil, bersalin, dan nifas akibat

kejadian-kejadian yang tidak ada hubungannya dengan proses reproduksi dan

penanganannya. Misalnya karena kecelakaan, kebakaran, tenggelam, bunuh diri, dan

sebagainya. Sedangkan sebab tidak jelas adalah kematian ibu yang tidak dapat

digolongkan pada salah satu yang tersebut di atas.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kematian Ibu

Menurut Depkes RI tahun 2010, penyebab tidak langsung kematian ibu dan bayi

baru lahir adalah karena kondisi masyarakat seperti pendidikan, sosial ekonomi dan

budaya. Kondisi geografi serta keadaan sarana pelayanan yang kurang siap ikut

memperberat permasalahan ini. Beberapa hal tersebut mengakibatkan kondisi 3

terlambat (terlambat mengambil keputusan, terlambat sampai di tempat pelayanan dan

terlambat mendapatkan pertolongan yang adekuat) dan 4 terlalu (terlalu tua, terlalu

muda, terlalu banyak, terlalu rapat jarak kelahiran). Berikut ini merupakan beberapa

pendekatan wilayah yang dapat menjadi penyebab tidak langsung kematian ibu.

2.2.1 Kepadatan Penduduk

AKI merupakan salah satu tolak ukur derajat kesehatan di masyarakat. Derajat

kesehatan dipengaruhi pula oleh kepadatan penduduk. Hal ini erat pula kaitannya dengan

masalah urbanisasi. Kecenderungan urbanisasi berakibat meningkatnya kepadatan

penduduk di beberapa wilayah perkotaan, yang berpengaruh pada kesehatan lingkungan,

gangguan kejiwaan pada masyarakat (psikososial) dan memudahkan penularan penyakit.

Pada kepadatan penduduk,semakin tinggi kepadatan penduduk di suatu wilayah maka

semakin tinggi pula beban pemerintah memfasilitasi faktor kesehatan.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.idsinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1220025003-3-BAB II_skripsi lina.pdfDi wilayah desa yang terpencil dengan stasus ekonomi menengah ke bawah,

8

2.2.2 Jumlah KK Miskin

Informasi mengenai keadaan sosial ekonomi masyarakat juga sangat bermanfaat

dalam menganalisis faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan.

Tingkat ekonomi masyarakat juga juga dapat menjadi indikator dari kemampuan

masyarakat untuk ikut menikmati pelayanan kesehatan. Adanya akses ke pelayanan

kesehatan saja belum dapat dijadikan jaminan bahwa mereka akan dapat pelayanan

kesehatan secara optimal.

Menurut hasil Riskesdas tahun 2010, persalinan yang dibantu oleh tenaga

kesehatan pada kelompok sasaran keluarga miskin baru mencapai 69,3%, sedangkan

sisanya masih ditolong oleh tenaga tidak terlatih atau tepatnya masih ditolong oleh

dukun beranak. Hal ini memberikan kontribusi terhadap peningkatan AKI dan AKB.

Menurut WRI tahun 2010, pandangan masyarakat tentang laki-laki adalah

kepala keluarga dan berhak atas segala keputusan dalam keluarga, masih menjadi

pandangan dominan dalam masyarakat. Kerja perempuan yang umunya sebagai ibu

rumah tangga, menyebabkan perempuan tidak berhak terhadap pengambilan

keputusan yang berhubungan dengan keuangan keluarga. Kondisi ini akan berlaku

semakin berlapis pada kelompok perempuan miskin. Masalah kemiskinan yang

berwajah perempuan ini, memiliki keterkaitan dengan nilai budaya yang tidak

memberi ruang cukup luas bagi partisipasi perempuan.

Selain itu, sulitnya akses jalan menuju fasilitas kesehatan yang memadai

menimbulkan permasalahan mahalnya biaya transportasi menuju fasilitas kesehatan.

Di wilayah desa yang terpencil dengan stasus ekonomi menengah ke bawah, akses ke

pusat layanan kesehatan harus ditempuh dengan menggunakan ojek dengan kondisi

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.idsinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1220025003-3-BAB II_skripsi lina.pdfDi wilayah desa yang terpencil dengan stasus ekonomi menengah ke bawah,

9

jalan yang rusak dan berliku. Kondisi ini tentu saja menambah biaya yang harus

dikeluarkan untuk mendapatkan layanan kesehatan. Kondisi ini tentu saja menambah

biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan layanan kesehatan. (WRI, 2010)

2.2.3 Jumlah Pelayanan Kesehatan

Pertolongan persalinan dengan bantuan tenaga kesehatan terlatih merupakan

salah satu cara yang paling efektif untuk menurunkan AKI di Indonesia. Persentase

persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih meningkat dari 66,7% pada

tahun 2002 menjadi 77,34% pada tahun 2009. Angka tersebut terus meningkat menjadi

82,3% pada tahun 2010. Disparitas pertolongan persalinan oleh tenaga terlatih

antarwilayah masih merupakan masalah. Pada tahun 2009 menunjukkan capaian

tertinggi sebesar 98,14% di DKI Jakarta sedangkan terendah sebesar 42,48% di

Maluku. (WRI, 2013)

Tetapi, sistem rujukan dari rumah ke puskesmas dan ke rumah sakit juga belum

berjalan optimal. Ditambah lagi, dengan kendala geografis, hambatan transportasi, dan

faktor budaya. Selain itu pemerintah juga harus merapikan sistem pencatatan terkait

upaya penurunan AKI di Indonesia sehingga data yang ditampilkan benar-benar

menggambarkan kondisi kesehatan perempuan Indonesia saat ini. (WRI, 2013)

2.2.4 Jarak Fasilitas Kesehatan

Proses kelahiran merupakan salah satu peristiwa kegawat daruratan yang terjadi

di masyarakat. Peristiwa kegawat daruratan ini, apabila dibiarkan begitu saja, akan

menyebabkan kematian pada ibu, sehingga hal ini dapat meningkatkan AKI.

Aksesibilitas yang terjangkau terhadap fasilitas kesehatan merupakan salah satu cara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.idsinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1220025003-3-BAB II_skripsi lina.pdfDi wilayah desa yang terpencil dengan stasus ekonomi menengah ke bawah,

10

untuk menghidari kematian pada ibu. Keterjangkauan fasilitas kesehatan terhadap

peristiwa kegawat daruratan ditunjukkan dalam beberapa penelitian sebagai berikut.

Menurut penelitian Nicholl Jon, et al pada tahun 2007, peningkatan perjalanan

jarak ke rumah sakit dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian. Berdasarkan

hasil penelitian ditunjukkan bahwa setiap pertambahan kilometer jarak dapat

meningkatkan 2% kematian pasien. Ini setara dengan peningkatan absolut 1%

perkiraan kematian terkait dengan setiap kenaikan 10km. Peningkatan kematian pada

pasien ini dapat dilihat pada pasien dengan masalah pernapasan, namun pada pasien

dengan keluhan dada sakit tidak terjadi peningkatan yang berarti. Ini berarti bahwa

peningkatan mortalitas untuk sejumlah kecil pasien dengan mengancam jiwa keadaan

darurat, yang harus melakukan perjalanan jauh sebagai hasilnya.

2.2.5 Keberadaan Desa atau Kelurahan Siaga Aktif

Sejak tahun 2006, Departemen Kesehatan RI melakukan upaya terobosan berupa

program Desa Siaga, dimana dengan program ini diharapkan adanya peningkatan

derajat kesehatan penduduk Indonesia dan untuk akselerasi pencapaian MDGs

mengenai penurunan angka kematian ibu (AKI). Desa Siaga merupakan suatu kondisi

masyarakat desa yang memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan

untuk mencegah dan mengatasi masalah kesehatan, bencana dan kegawat daruratan

kesehatan secara mandiri. Dalam pengembangannya, program Desa Siaga dilaksankan

seara bertahap. Tahap pertama adalah pratama, kemudian dilanjutkan dengan tahap

madya, tahap purnama, dan tahapterahir yaitu mandiri (Kemenkes, 2014). Dalam

pentahapan ini, terhadap delapan unsur yang harus dipenuhi, semakin tinggi

pentahapan desa siaganya, semakin banyak pula unsur yang telah dipenuhi.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.idsinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1220025003-3-BAB II_skripsi lina.pdfDi wilayah desa yang terpencil dengan stasus ekonomi menengah ke bawah,

11

Berikut ini delapan unsur dalam Desa atau Kelurahan Siaga Aktif :

1. Kepedulian Pemerintah Desa atau Kelurahan dan pemuka masyarakat terhadap

Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang tercermin dari keberadaan dan keaktifan

Forum Desa dan Kelurahan.

2. Keberadaan Kader Pemberdayaan Masyarakat/kader teknis Desa dan

Kelurahan Siaga Aktif.

3. Kemudahan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar yang buka

atau memberikan pelayanan setiap hari .

4. Keberadaan UKBM yang dapat melaksanakan (a) survailans berbasis

masyarakat, (b) penanggulangan bencana dan kedaruratan kesehatan, (c)

penyehatan lingkungan.

5. Tercakupnya (terakomodasikannya) pendanaan untuk pengembangan Desa

dan Kelurahan Siaga Aktif dalam Anggaran Pembangunan Desa atau

Kelurahan serta dari masyarakat dan dunia usaha

6. Peran serta aktif masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dalam kegiatan

kesehatan di Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

7. Peraturan di tingkat desa atau kelurahan yang melandasi dan mengatur tentang

pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

8. Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga di desa

atau kelurahan.

Dari hasil evaluasi Kementerian Kesehatan pada tahun 2009, didapatkan

bahwa dari 75.410 desa dan kelurahan di seluruh wilayah Indonesia tercatat 42.295

(56,1%) desa dan kelurahan telah memulai upaya mewujudkan Desa Siaga dan

Kelurahan Siaga. (Depkes RI, 2012)

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.idsinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1220025003-3-BAB II_skripsi lina.pdfDi wilayah desa yang terpencil dengan stasus ekonomi menengah ke bawah,

12

Sistem Informasi Geografis

Menurut Bappeda Provinsi NTB tahun 2012, SIG merupakan suatu komponen

yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, sumberdaya manusia, dan data yang

terintegrasi secara efektif untuk memasukkan, menyimpan, memperbaiki,

memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisis, dan

menampilkan data dalam suatu informasi visual berbasis geografis. Secara umum

fungsi-fungsi dasar SIG (Aini Aisah, 2007), yaitu:

1. Akuisisi data dan proses awal meliputi: digitasi, editing, pembangunan

topologi, konversi format data, pemberian atribut dll.

2. Pengelolaan database meliputi : pengarsipan data, permodelan bertingkat,

pemodelan jaringan pencarian atribut dan lain-lain.

3. Pengukuran keruangan dan analisis meliputi : operasi pengukuran, analisis

daerah penyanggga, overlay, dan lain-lain.

4. Penayangan grafis dan visualisasai meliputi : transformasi skala generalisasi,

peta topografi, peta statistic, tampilan perspektif.

2.3.1 Tipe dan Struktur Data dalam SIG

SIG memiliki sistem manajemen data yang dapat mengolah dan memadukan 2

jenis data, yaitu:

1. Data Atribute

Data atribut/non-spasial, data yang merepresentasikan aspek-aspek deskriptif

dari fenomena yang dimodelkannya. Misalnya data sensus penduduk, catatan

survei, data statistik lainnya.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.idsinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1220025003-3-BAB II_skripsi lina.pdfDi wilayah desa yang terpencil dengan stasus ekonomi menengah ke bawah,

13

2. Data Spasial

Data spasial mempunyai pengertian sebagai suatu data yang mengacu pada

posisi, obyek, dan hubungan diantaranya dalam ruang bumi. Data spasial

merupakan salah satu item dari informasi, dimana bumi, dibawah permukaan

bumi, perairan, kelautan dan bawah atmosfir. Data spasial dan informasi

turunannya digunakan untuk menentukan posisi dari identifikasi suatu

elemen di permukaan bumi. Sumber data spasial bisa didapatkan dari citra

satelit, peta analog, foto udara (aerial photograhps), data tabular, dan data

survei. Sampai saat ini terdapat dua model data spasil yang ada dalam SIG

yaitu model data raster dan model data vektor. Model data raster

menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial dengan

menggunakan struktur matriks atau pixel-pixel yang membentuk grid 30.

Kumpulan pixel-pixel yang menggambar suatu obyek spasial dapat disebut

sebagai dataset obyek. Setiap pixel dalam dataset raster mempunyai

informasi atau sekumpulan data yang unik. Informasi yang terdapat dalam

satu pixel dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu data atribut

(informasi mengenai obyek, misal: sawah, kebun, pemukiman dan

sebagainya) dan koordinat data yang menunjukkan posisi geometris dari data

tersebut. Model data vektor menampilkan, menempatkan dan menyimpan data

spasial dengan menggunakan titik, garis atau poligon beserta atribut-atributnya.

Bentuk-bentuk tersebut didefinisikan oleh sistem koordinat cartesian dua

dimensi (x,y) (Asyhar Tunissea, 2008).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.idsinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1220025003-3-BAB II_skripsi lina.pdfDi wilayah desa yang terpencil dengan stasus ekonomi menengah ke bawah,

14

2.3.2 Fungsi Analisis Data Spasial dalam SIG

Pada analisis spasial dalam SIG terdapat beberapa fungsi, dimana fungsi ini

dapat digunakan untuk yang mendapatkan informasi tamabahan dari suatu data (Lenny

Susie Hutauruk, 2008 ), berikut ini merupakan fungsi dari analisis spasial :

1. Jaringan (network)

Fungsi ini akan menunjukkan data spasial titik (point) atau garis (lines) sebagai

suatu jaringan yang tidak terpisahkan. Fungsi ini sering digunakan di dalam

bidang transportasi dan utility. Fungsi ini juga dapat digunakan untuk

menghitung jarak terdekat antara dua titik tanpa menghitung selisih absis dan

ordinat titik awal dan titik akhirnya.

2. Overlay

Pada fungsi ini akan menghasilkan data spasial baru dari minimal mdua data

spasil yang menjadi masukannya. Contoh pengunaan fungsi ini yaitu pada

penyebaran penyakit TB Paru dengan BTA (+) dengan kondisi fisik rumah

penderita.

3. Buffering

Fungsi buffering ini akan menghasilkan data spasial baru berupa bentuk

polygon atau zone dengan jarak tertentu dari data spasial yang dimasukkan.

Dimana untuk data spasil berupa titik akan menghasilkan data spasial baru

berupa lingkran yang mengelilingi titik pusatnya. Sedangkan untuk data spasil

berupa garis akan menghasilkan data spasil baru berupa data poligon.

Demikian pula untuk data spasil berupa polygon akan menghasilkan data spasil

baru berupa data polygon yang lebih besar dan konsentris.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.idsinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1220025003-3-BAB II_skripsi lina.pdfDi wilayah desa yang terpencil dengan stasus ekonomi menengah ke bawah,

15

2.3.3 Jenis-Jenis Peta yang Dihasilkan SIG

SIG mampu menyajikan data menjadi sebuah informasi dalam bentuk peta

tematik. Peta tematik menggunakan berbagai simbolisasi kartografi untuk

menggambarkan pola spasial tertentu dengan data kualitatif maupun kuantitatif dari

berbagai sumber informasi. Berikut ini jenis-jenis peta tematik yang dapat dihasilkan

SIG, antaralain:

1. Choropleth Map

Peta ini adalah jenis yang paling umum, dan terutama cocok untuk menampilkan

data standar seperti tarif, kepadatan atau persentase. Peta ini menggolongkan suatu

daerah atau lokasi dalam kelas-kelas tertentu dengan menggunakan degradasi

warna untuk merepresentasikan nilai data atributnya. Sebuah warna yang berbeda

digunakan untuk merepresentasikan sebuah informasi, yang memungkinkan

pengguna untuk mengidentifikasi daerah memiliki tinggi, nilai rendah atau

menengah.

Gambar 2.1 Peta Choropleth Kota New York

Sumber : Center for Disease Control and Prevention

2. Dot Dencity Map

Peta ini menggambarkan eristiwa individu atau kelompok peristiwa ditandai dengan

titik (dot), yang memungkinkan pengguna untuk pola geografis seperti cluster.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.idsinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1220025003-3-BAB II_skripsi lina.pdfDi wilayah desa yang terpencil dengan stasus ekonomi menengah ke bawah,

16

Penggunaan teknik peta ini yang paling terkenal adalah dengan Dr John Snow, yang

memetakan kematian kolera di wabah di London pada 1854 dan mampu

menunjukkan bahwa mereka terkonsentrasi di sekitar pompa air tertentu. Peta ini

baik digunakan untuk data besar dan menunjukkan beberapa setdata dengan

menggunakan simbol-simbol atau warna yang berbeda. Interpretasi peta ini

dipengaruhi oleh desain dibuat sepeti ukuran titik, warna, dan pengaturan lainnya.

Gambar 2.2 Peta Dot Density Kelahiran pada Remaja di Meksiko

Sumber : Center for Disease Control and Prevention

3. Heatmap

Heatmap digunakan untuk memudahkan dalam pengidentifikasian atau melakukan

cluster data. Peta ini digunakan untuk menunjukkan kepadatan (atau frekuensi) dari

peristiwa yang terjadi pada setiap wilayah atau lokasi pada peta. Untuk menilai

kepadatan suatu peristiwa digunakan pewarnaan-pewarnaan tertentu, umumnya

yang sering digunakan seperti warna biru, hijau, kuning dan merah. Warna biru

menandai daerah-daerah yang frekuensi kejadian yang relatif sedikit, warna hijau

dan kuning menandai frekuensi kejadian sedang. Dan warna merah menandai

daerah dengan fekuensi terbanyak.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.idsinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1220025003-3-BAB II_skripsi lina.pdfDi wilayah desa yang terpencil dengan stasus ekonomi menengah ke bawah,

17

Pemanfaatan SIG dalam Bidang Kesehatan Masyarakat

Pemanfaatan SIG dalam bidang Kesehatan Masyarakat pertama kali dipelopori

oleh Jhon Snow, yang memetakan kematian kolera di wabah di London pada 1854 dan

mampu menunjukkan bahwa mereka terkonsentrasi di sekitar pompa air tertentu.

Dengan semakin berkembangnya teknologi, pemanfaatan SIG dapat menciptakan

sebuah pelaung baru bagi tenaga kesehatan masyarakat dalam meningkatkan

perencanaan, analisis, monitoring, dan juga manajemen untuk sistem kesehatan

masyarakat (Kristina 2008). Pemanfaatan aplikasi SIG dalam bidang kesehatan

masyarakat secara umum yaitu :

1. Dapat menemukan persebaran secara geografis jenis-jenis penyakit serta

meramalkan terjadinya wabah.

Pemanfaatan aplikasi pada poin ini dapat dilihat penerapannya pada

penelitian Fuada Novianti, dkk tahun 2012. Dimana dalam penelitiannnya

didapatkan daerah yang memiliki kasus gizi buruk tinggi, secara faktual

disebabkan oleh faktor KK miskin tinggi, kejadian penyakit infeksi tinggi

dan pemanfaatan posyandu oleh balita/ibu balita rendah. Sehingga pada

daerah tersebut merupakan daerah rawan dan berpotensi rawan gizi (dilihat

dari empat variabel). Terdapat 4 wilayah tergolong rawan tingkat resiko

tinggi, dan 14 wilayah dikategorikan sedang. Pada daerah Kategori sedang

ini mempunyai dua kemungkin, akan berubah ke tingkat kategori tinggi atau

kategori rendah, oleh karena itu sebaiknya perhatian tidak hanya pada daerah

kategori tinggi tetapi juga fokus pada kategori sedang.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.idsinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1220025003-3-BAB II_skripsi lina.pdfDi wilayah desa yang terpencil dengan stasus ekonomi menengah ke bawah,

18

2. Dapat melakukan intervensi-intervensi untuk perencanaan dan target.

Pemanfaatan aplikasi SIG pada poin ini dapat dilihat pada penelitian yang

dilakukan oleh Dian Kurniasari tahun 2009, aplikasi SIG dapat digunakan

untuk memetakan distribusi sasaran pemantauan kesehatan ibu seperti

distribusi ibu hamil K1, K4, ibu hamil resti, ibu hamil yang akan bersalin,

ibu bersalin, sarana pelayanan kesehatan, jarak pelayanan kesehatan dengan

ibu hamil serta persentase kemiskinan dengan ibu hamil resti di wilayah kerja

Puskesmas I Denpasar Selatan bulan November – Desember Tahun 2010.

3. Didapatkannya informasi kesehatan dengan menggunakan peta-peta di

internet.

4. Dapat menempatkan fasilitas kesehatan yang dapat dijangkau oeh

masyarakat. (Kristina, 2008).