bab ii tinjauan pustaka a. beban kerja 1. pengertianrepository.ump.ac.id/3831/3/anishya lucki wira...
TRANSCRIPT
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Beban Kerja
1. Pengertian
Beban kerja adalah sejumlah target pekerjaan atau hasil yang harus
dicapai dalam suatu satuan waktu (Kep. Menpan no.75/2004). Sementara
menurut Marquis dan Houston (2010) beban kerja perawat adalah seluruh
kegiatan atau aktifitas yang dilakukan oleh seorang perawat selama
bertugas di suatu unit pelayanan keperawatan, Workload atau beban kerja
diartikan sebagai patients days yang merujuk pada jumlah prosedur,
pemeriksaan kunjungan (visite) pada klien. Hasil penelitian tentang beban
kerja di bagian pelayanan intensive Norwegia didapatkan bahwa score
aktifitas perawat 75-90% per perawat (Stafseth, 2011). Hasil penelitian
tentang pengukuran beban kerja pada sumber daya perawat bagian unit
kritikal di Kanada, bahwa dengan menempatkan seorang sekretaris dan
seorang farmasi dapat menurunkan kebutuhan 2 perawat RPS dan 1
perawat RP untuk setiap shift (Vanderberg, 1998 dalam Situmorang,
2015). Berdasarkan defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa beban kerja
perawat adalah seluruh kegiatan atau aktifitas yang dilakukan perawat
pada tingkatan prestasi yang ditetapkan dalam satuan waktu tertentu.
Gillies (1996) dalam Situmorang (2015) menyatakan bahwa untuk
memperkirakan beban kerja perawat pada sebuah unit, manajer harus
mengumpulkan data tentang : jumlah pasien yang masuk pada unit itu
13
Hubungan Antara Beban..., ANISHYA LUCKI WIRA PRADHANI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
14
setiap hari/bulan/tahun, kondisi atau tingkat ketergantungan pasien, di unit
tersebut, rata-rata hari perawatan pasien, jenis tindakan keperawatan yang
dibutuhkan pasien, frekuensi masing-masing tindakan keperawatan yang
dibutuhkan pasien, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk memberikan
tindakan keperawatan.
Perkiraan beban kerja perawat pada tiap unit dapat dilakukan dengan
mengumpulkan data tentang jumlah klien yang masuk pada unit itu setiap
hari/bulan/tahun, kondisi atau tingkat ketergantungan klien di unit
tersebut, rata-rata hari perawatan, jenis tindakan yang dibutuhkan klien,
frekuensi masing-masing tindakan keperawatan yang dilakukan, rata-rata
waktu yang dibutuhkan untuk memberi tindakan keperawatan (Gillies,
1996 dalam Situmorang, 2015). Beban kerja perawat memiliki
dampakyang luas sehingga harus menjadi perhatian bagi institusi
pelayanan kesehatanterlebih bagi profesi perawat, seperti penelitian
(Carayon dan Gurses, 2007) menyatakan bahwa beban kerja perawat yang
tinggi dapat menyebabkan kurangatau buruknya komunikasi antara pasien
dan perawat, berdampak pada buruknyakualitas pelayanan keperawatan
yang diberikan serta berpengaruh terhadapkondisi pasien. Soschalski
(2004) menyatakan bahwa perawat dengan beban kerja yang tinggi lebih
sering melakukan kesalahan yang menyebabkan kejadian pasienjatuh pada
saat perawat bertugas. Kone (2007) menyatakan bahwa rumah sakitdengan
tenaga perawat yang kurang menghadapi resiko terhadap hal-hal yang
merugikan bagi pasien, seperti angka kejadian infeksi, shock. Tetapi
Hubungan Antara Beban..., ANISHYA LUCKI WIRA PRADHANI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
15
jumlah perawat yang adekuat akan menurunkan resiko kematian,
pengunduran diri dankepuasan kerja, sedangkan menurut Tarnow, Hauc,
Warden, Shearer (2000) kelebihan beban kerja menyebabkan terjadinya
kesalahan dalam tindakankeperawatan dan pengobatan oleh karena faktor
human error/iatrogenic, komplikasi, lambat dalam memberikan kebutuhan
klien, menghentikan ventilasi mekanik belum pada waktunya, menjadi
faktor yang berkonstribusi terhadap akibat yang merugikan.
2. Mengukur Beban Kerja Perawat
Untuk mengukur beban kerja dikembangkan berdasarkan sistem
klasifikasi klien, (Gillies, 1994). Perhitungan ini menghasilkan
perhitungan beban kerja yang lebih akurat karena dalam sistem klasifikasi
klien dikelompokkan sesuai tingkat ketergantungan klien atau sesuai
waktu, tingkat kesulitan serta kemampuan yang diperlukan untuk
memberikan perawatan. Lebih jauh Swansburg & Swansburg (1999)
dalam Situmorang (2015) membagi tingkat ketergantungan klien menjadi
lima kategori :
a. Kategori 1 Perawatan Mandiri
1) Aktifitas kehidupan sehari-hari pada kategori ini diuraikan sebagai
berikut : dapat melakukan makan, minum sendiri atau dengan
bantuan yang minimal, merapikan diri dapat melakukan sendiri,
dan kebutuhan eliminasi dapat ke kamar mandi sendiri serta
mengatur kenyamanan posisi tubuh dapat dilakukan sendiri.
Hubungan Antara Beban..., ANISHYA LUCKI WIRA PRADHANI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
16
2) Keadaan umum baik, masuk ke rumah sakit untuk prosedur
diagnosik sederhana, check-up, bedah minor.
3) Kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan emosi,
membutuhkan penjelasan untuk tiap prosedur tindakan,
membutuhkan penjelasan/orientasi waktu, tempat dan orang tiap
shift.
4) Tindakan dan pengobatan tidak ada atau hanya tindakan dan
pengobatan sederhana.
b. Kategori 2 Perawatan Minimal
1) Aktifitas kehidupan sehari-hari pada kategori ini diuraikan sebagai
berikut : makan/minum perawat membantu dalam mempersiapkan,
masih dapat makan dan minum sendiri, merapikan diri perlu sedikit
bantuan demikian juga dengan penggunaan urinal, kenyamanan
posisi tubuh perlu sediikit bantuan.
2) Keadaan umum : tampak sakit sedang, perlu monitoring tanda-
tanda vital, urine diabetik, drainage atau infus.
3) Kebutuhan pendidikan kesehatan dibutuhkan 5-10 menit setiap
shift, klien mungkin sedikit bingung atau agitasi tetapi dapat
dikendalikan dengan obat.
4) Pengobatan dan tindakan diperlukan waktu 20-30 menit setiap
shift. Diperlukan evaluasi terhadap aktifitas pengobatan dan
tindakan. Perlu observasi status mental setiap 2 jam.
Hubungan Antara Beban..., ANISHYA LUCKI WIRA PRADHANI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
17
c. Kategori 3 Perawatan Moderat
1) Aktifitas kehidupan sehari-hari pada kategori ini diuraikan sebagai
berikut : makan dan minum disuapi, masih dapat mengunyah dan
menelan makanan, merapikan diri tidak dapat dilakukan sendiri,
eliminasi disediakan pispot atau urinal, ngompol dua kali setiap
shift, kenyamanan posisi tergantung kepada perawat.
2) Keadaan umum mencakup gejala sakit dapat hilang timbul, perlu
observasi fisik dan emosi setiap 2-4 jam. Infus monitoring setiap 7
jam.
3) Kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan emosi perlu 10-30
menit setiap shift, gelisah, menolak bantuan dapat dikendalikan
dengan obat.
4) Pengobatan dan tindakan perlu 30-60 menit per shift, perlu sering
diawasi terhadap efek samping atau reaksi alergi. Perlu observasi
status mental setiap 1 jam.
d. Kategori 4 Perawatan Ekstensif (Semi Total)
1) Aktifitas kehidupan sehari-hari pada kategori ini diuraikan sebagai
berikut : makan dan minum, tidak bisa mengunyah dan menelan,
perlu sonde, merapikan diri perlu dibantu semua, dimandikan,
perawatan rambut dan kebersihan gigi dan mulut harus dibantu,
eliminasi sering ngompol lebih dari dua kali setiap shift.
Kenyamanan posisi perlu dibantu dua orang.
Hubungan Antara Beban..., ANISHYA LUCKI WIRA PRADHANI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
18
2) Keadaan umum : tampak sakit berat, dapat kehilangan cairan atau
darah, gangguan sistem pernapasan akut, perlu sering dipantau.
3) Kebutuhan pendidikan dan kesehatan dan dukungan emosi : perlu
lebih dari 30 menit setiap shift, klien gelisah, agitasi dan tidak
dapat dikontrol atau dikendalikan dengan obat.
4) Pengobatan atau tindakan : perlu lebih dari 60 menit per shift.
Pengobatan lebih banyak dilakukan dalam satu shift. Observasi
status mental perlu lebih sering (kurang dari 1 jam).
e. Kategori 5 Perawatan Intensif (Total)
Klien yang termasuk dalam kategori ini memerlukan
pengawasan secara intensif terus-menerus dalam setiap shift dan
dilakukan satu perawatan untuk satu klien. Semua kebutuhan klien
diurus/dibantu oleh perawat (Johnson, 1984 dalam Situmorang, 2015).
3. Teknik Perhitungan Beban Kerja
Menghitung beban kerja personal secara sederhana dapat dilakukan
dengan mengobservasi apakah beban kerja yang ada dapat diselesaikan
dengan baik dan tepat waktu dengan menunjukkan langsung pada yang
bertugas, hasilnya bersifat kualitas sehingga sulit untuk menggambarkan
beban kerja personal tersebut dan sangat subjektif.
Swansburg and Swansburg (1999) dalam Situmorang (2015),
mengatakan bahwa ada empat teknik perhitungan beban kerja perawat,
yaitu : Adalah studi untuk menghitung beban kerja dari segi kualitas yang
dikaitkan pekerjaan dengan waktu yang dibutuhkan. Tujuannya untuk
Hubungan Antara Beban..., ANISHYA LUCKI WIRA PRADHANI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
19
mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu kegiatan,
langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
Work sampling adalah mengamati apa yang dilakukan perawat.
Informasi yang dibutuhkan dengan teknik ini adalah waktu da kegiatan
yang dilakukan oleh perawat melalui pengamatan interval waktu tertentu
atau secara random sebagai sample kegiatan. Pada work sampling orang
yang diamati harus dilihat/amati dari kejauhan.
Ilyas (2004), menjelaskan pada work sampling dapat diamati hala-
hal spesifik terhadap pekerjaan seperti :
a. Aktifitas apa yang sedang dilakukan personal pada waktu jam kerja;
b. Apakah aktivitas personal tersebut berkaitan
1) Time study and task frequency
a) Menentukan sampel yang akan diambil setelah diklasifikasikan
b) Membuat formulir kesehatan yang akan diamati serta waktu
yang digunakan
c) Menentukan observer, harus yang mengetahui kompetensi
responden
d) Satu observer mengamati satu orang perawat selama 24 jam.
2) Work sampling (merupakan variasi dari time study and task
frequncy).
Work sampling adalah mengamati apa yang dilakukan
perawat. Informasi yang dibutuhkan dengan teknik ini adalah
waktu da kegiatan yang dilakukan oleh perawat melalui
Hubungan Antara Beban..., ANISHYA LUCKI WIRA PRADHANI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
20
pengamatan interval waktu tertentu atau secara random sebagai
sample kegiatan. Pada work sampling orang yang diamati harus
dilihat/amati dari kejauhan.
Ilyas (2004), menjelaskan pada work sampling dapat diamati
hala-hal spesifik terhadap pekerjaan seperti : a) aktifitas apa yang
sedang dilakukan personal pada waktu jam kerja; b) apakah
aktivitas personal tersebut berkaitan dengan fungsi dan tugasnya
pada waktu jam kerja; c) proporsi waktu kerja yang digunakan
untuk kegiatan produktif atau tidak produktif; d) pola beban kerja
personel dikaitkan dengan waktu dan jadwal jam kerja. Masih
menurut Ilyas (2004) dengan cara work sampling peneliti akan
mendapatkan informasi yang tepat dari sejumlah personal yang
diteliti mengenai kegiatan dan banyaknya pengamatan kegiatan
dari mulai datang sampai pulangnya responden.
Beberapa tahap yang harus dilakukan dalam melakukan
survey adalah :
a) Menentukan jenis personal perawat yang ingin diteliti
b) Bila jenis personel ini jumlahnya banyak, perlu dilakukan
simple random sampling.
c) Membuat formulir daftar kegiatan perawat yang
diklasifikasikan sebagai kegiatan produktif atau tidak produktif
atau diklasifikasikan kegiatan langsung dan tidak langsung.
Hubungan Antara Beban..., ANISHYA LUCKI WIRA PRADHANI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
21
d) Melatih pelaksana peneliti tentang cara pengamatan kerja
dengan menggunakan work sampling. Pengamat diharapkan
memiliki latar belakang sejenis dengan subjek yang ingin
diamati. Setiap peneliti/ pengamat akan mengamati 5-8 orang
perawat yang bertugas saat itu.
e) Pengamatan kegiatan perawat dilakukan dengan interval 2 – 15
menit tergantung karakteristik pekerjaan yang dilakukan
perawat. Semakin tinggi tingkat mobilitas pekerjaan yang
diamati, maka makin pendek waktu pengamatan. Semakin
pendek jarak pengamatan semakin banyak sampel pengamatan
yang dapat diambil oleh peneliti sehingga akurasi
penelitianmenjadi lebih akurat. Pengamatan dilakukan selama
jam kerja (7 jam) dan bila jenis tenaga yang diteliti berfungsi
24 jam atau 3 shift, maka pengamatan dilakukan sepanjang
hari.
B. Kinerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor dari variabel
individu yang terdiri dari kemampuan dan keterampilan, latar belakang, dan
demografis. Faktor yang mempengaruhi kinerja yang kedua adalah faktor dari
variabel psikologi yang terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, motivasi,
kepuasan kerja dan stres kerja. Sedangkan faktor yang ketiga yang
mempengaruhi kinerja adalah faktor organisasi yang terdiri dari
Hubungan Antara Beban..., ANISHYA LUCKI WIRA PRADHANI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
22
kepemimpinan, kompensasi, konflik, kekuasaan, struktur organnisasi, desain
pekerjaan, desain organisasi, dan karir (Gibson, 2008).
Kemampuan dan keterampilan memainkan peran penting dalam perilaku
dan kinerja individu. Sebuah kemampuan adalah sebuah trait (bawaan atau
dipelajari) yang mengijinkan seseorang mengerjakan sesuatu mental atau fisik.
Keterampilan adalah kompetensi yang berhubungan dengan tugas seperti
keterampilan mengoperasikan komputer atau keterampilan berkomunikasi
dengan jelas untuk tujuan dan misi kelompok. Manajer harus mencocokkan
setiap kemampuan dan keterampilan seseorang dengan persyaratan kerja agar
dalam bekerja dapat mencapai kinerja (Gibson et al, 2008)
C. Caring
1. Pengertian
Caring menurut Watson (2004), adalah esensi dari keperawatan
yang membedakan dengan profesi yang lain dan mendominasi serta
mempersatukan tindakan keperawatan. Sedangkan menurut Leininger
(1991) dalam Simarmata (2010),caring merupakan fenomena trans
kultural dimana perawat berinteraksi dengan pasien, staf dan kelompok
lain. Perilaku caring bertujuan dan berfungsi mengubah struktur sosial,
pandangan hidup dan nilai kultur setiap orang yang berbeda pada satu
tempat dengan tempat yang lain. Dalam merawat diri sendiri dan orang
lain dalam praktiknya akan berbeda pada setiap kultur dan etik serta pada
sistem professional care. Sedangkan menurut Shoffner (2003), caring juga
diartikan sebagai perilaku saling peduli yang memudahkan diperolehnya
Hubungan Antara Beban..., ANISHYA LUCKI WIRA PRADHANI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
23
kesehatan dan pemulihan. Menurut Carruth et.all, (1999) dalam
Simarmata (2010), caring adalah suatu tindakan yang bertujuan
memberikan asuhan fisik dan perhatian emosi sambil meningkatkan rasa
aman dan keselamatan pasien.
Menurut Poter & Perry (2005), caring merupakan pengetahuan
kemanusiaan, inti dari praktek keperawatan yang bersifat etik dan
filosofikal. Sedangkan menurut Marriner-Tomey (1994) dalam Nuracmah
(2001), caring bukan semata-mata perilaku, namun caringadalah cara
yang memiliki makna dan memotivasi tindakan. Menurut Crowden (1994)
dalam Lea (1998) mendefinisikan caring merupakan pusat dan elemen inti
dari praktek keperawatan.
Beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa caring adalah
manifestasi dari perhatian kepada orang lain, berpusat pada orang,
menghormati harga diri dan kemanusiaan, komitmen untuk mencegah
terjadinya status yang memburuk, memberi perhatian dan konsen,
menghormati kepada orang lain dan kehidupan manusia, cinta dan ikatan,
otoritas dan keberadaan, selalu bersama, empati, pengetahuan,
penghargaan dan menyenangkan.
2. Aspek-Aspek Caring
Tindakan caring bertujuan untuk memberikan asuhan fisik dan
memperhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan
klien. Kemudian caring juga menekankan harga diri individu, artinya
dalam melakukan praktik keperawatan, perawat senantiasa selalu
Hubungan Antara Beban..., ANISHYA LUCKI WIRA PRADHANI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
24
menghargai klien denganmenerima kelebihan maupun kekurangan klien
sehingga bisa memberikan pelayanan kesehatan yang tepat.Tiga aspek
penting yang mendasari keharusan perawat untuk care terhadap orang lain.
Aspek ini adalah aspek kontrak, aspek etika, dan aspek spiritual dalam
caring terhadap orang lain yang sakit :
a. Aspek kontrak
Telah diketahui bahwa, sebagai profesional, kita berada di
bawahkewajiban kontrak untuk care. Radsma (1994) mengatakan,
“perawat memiliki tugas profesional untuk memberikan care”. Untuk
itu, kita sebagai perawat yang profesional diharuskan untuk bersikap
care sebagai kontrak kerja kita.
b. Aspek etika
Pertanyaan etika adalah pertanyaan tentang apa yang benar atau
salah, bagaimana membuat keputusan yang tepat, bagaimana bertindak
dalam situasi tertentu. Jenis pertanyaan ini akan memengaruhi cara
perawat memberikan asuhan. Seorang perawat harus care karena hal
itu merupakan suatu tindakan yang benar dan sesuatu yang penting.
Dengan care perawat dapat memberikankebahagiaan bagi orang lain.
c. Aspek spiritiual
Di semua agama besar di dunia, ide untuk saling caring satu
sama lainadalah ide utama. Oleh karena itu, berarti bahwa perawat
yang religious adalahorang yang care, bukan karena dia seorang
Hubungan Antara Beban..., ANISHYA LUCKI WIRA PRADHANI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
25
perawat tetapi lebih karena dia adalahanggota suatu agama atau
kepercayaan, perawat harus care terhadap klien.
Caring dalam praktik keperawatan dapat dilakukan dengan
mengembangkan hubungan saling percaya antara perawat dan klien.
Pengembangan hubungan saling percaya menerapkan bentuk
komunikasi untuk menjalin hubungan dalam keperawatan. Perawat
bertindak dengan cara yangterbuka dan jujur. Empati berarti perawat
memahami apa yang dirasakan klien.Ramah berarti penerimaan positif
terhadap orang lain yang sering diekspresikanmelalui bahasa tubuh,
ucapan tekanan suara, sikap terbuka, ekspresi wajah, danlain-lain
(Kozier & Erb, 1985 dalam Nurachmah, 2001).
3. Konsep dasar caring
Menurut Watson (1998) dalam Simarmata (2010) ada 10 asumsi
yang mendasari konsep caring. Sepuluh asumsi tersebut adalah:
a. Pembentukan sistem nilai humanistik dan altruistik. Perawat
menumbuhkan rasa puas karena mampu memberikan sesuatu kepada
pasien. Selain itu perawat juga memperlihatkan kemampuan diri
dengan memberikan pendidikan kesehatan pada pasien.
b. Memberikan kepercayaan dan harapan dengan cara memfasilitasi dan
meningkatkan asuhan keperawatan yang holistik. Disamping itu,
perawat meningkatkan perilaku pasien dalam mencari pertolongan.
c. Menumbuhkan sensitifan terhadap diri dan orang lain. Perawat belajar
menghargai kesensitifan dan perasaan kepada pasien, sehingga ia
Hubungan Antara Beban..., ANISHYA LUCKI WIRA PRADHANI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
26
sendiri dapat menjadi lebih sensitif, murni, dan berperilaku wajar pada
orang lain.
d. Mengembangkan hubungan saling percaya. Perawat memberikan
informasi dengan jujur, dan memperlihatkan perilaku empati yaitu
turut merasakan apa yang dialami pasien.
e. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif
pasien. Perawat memberikan waktunya dalam mendengarkan keluhan
dan perasaan pasien.
f. Penggunaan sistematis metode penyelesaian masalah untuk
pengambilan keputusan. Perawat menggunakan metoda proses
keperawatan sebagai pola pikir dan pendekatan asuhan kepada pasien.
g. Peningkatan pembelajaran dan pengajaran interpersonal, memberikan
asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal, dan memberikan
kesempatan untuk pertumbuhan personal pasien.
h. Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spiritual
yang mendukung. Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan
internal dan eksternal pasien terhadap kesehatan kondisi penyakit
pasien.
i. Memberi bimbingan dalam memuaskan kebutuhan manusiawi.
Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif diri dan pasien.
j. Perawat membantu memberikan semangat spiritual terhadap
kebutuhan pasien.
Hubungan Antara Beban..., ANISHYA LUCKI WIRA PRADHANI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
27
4. Nilai humanis dalam caring
Menurut Dwidiyanti (2007) nilai humanis meyakini kebaikan dan
nilai-nilai manusia sebagai suatu komitmen dalam bekerja untuk
kemanusiaan. Perilaku yang manusiawi adalah empati, simpati, terharu
dan menghargai kehidupan. Dalam keperawatan, humanisme merupakan
suatu perilaku dan pendekatan yang memperlakukan pasien sebagai
manusia yang mempunyai kebutuhan lebih dari sekedar nomor tempat
tidur atau sebagai seseorang berpenyakit tertentu. Perawat yang
menggunakan pendekatan humanistik dalam prakteknya memperhitungkan
semua yang diketahuinya tentang pasien yang meliputi pikiran, perasaan,
nilai-nilai, pengalaman, kesukaan, perilaku, dan bahasa tubuh.
Menurut Dwidiyanti (2007) pendekatan humanistik ini adalah aspek
keperawatan tradisional dari caring, yang diwujudkan dalam pengertian
dan tindakan. Pegertian membutuhkan kemampuan mendengarkan orang
lain secara aktif dan arif serta menerima perasaan-perasaan orang lain.
Prasyarat bertindak adalah mampu bereaksi terhadap kebutuhan orang lain
dengan keiklasan, kehangatan untuk meningkatkan kesejahteraan yang
optimal. Untuk memahami bagaimana perawatan mendekati dengan cara
humanistik, diperlukan kesadaran diri yang membuat perawat menerima
perbedaan dan keunikan pasien. Kesadaran diri dapat ditingkatkan melalui
tiga cara yaitu :
Hubungan Antara Beban..., ANISHYA LUCKI WIRA PRADHANI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
28
a. Mempelajari diri sendiri yaitu proses eksplorasi diri sendiri, tentang
pikiran, perasaan, perilaku, termasuk pengalaman yang
menyenangkan, hubungan interpersonal dan kebutuhan pribadi.
b. Belajar dari oranglain. Kesediaan dan keterbukaan menerima umpan
balik orang lain akan meningkatkan pengetahuan tentang diri sendiri.
c. Membuka diri. Keterbukaan merupakan salah satu kepribadian yang
sehat, untuk ini harus ada teman intim yang dapat dipercaya, tempat
menceritakan hal yang rahasia.
5. Hubungan perawat dengan pasien dalamcaring
Menurut Abraham (1997), hubungan interpersonal tergantung pada
komitmen moral perawat dalam melindungi dan meningkatkan martabat
manusia serta dirinya sendiri yang lebih dalam, kesadaran perawat dalam
memelihara komunikasi dan menghargai jiwanya serta kesadaran perawat
akan adanya potensi pasien untuk sembuh berdasarkan pengalaman selama
melakukan pelayanan keperawatan. Hubungan ini menjelaskan bagaimana
perawat dalam penilaian yang obyektif serta menunjukkan perhatian
terhadap subyek, perawat menjadi penghubung dalam pandangan orang
lain tentang keperawatan, sehingga mampu menyatukan persepsi yang
sama tentang pelayanan yang diberikan antara perawat, pasien, keluarga
dan dokter.
Menurut Potter dan Perry (1999) dalam Dwidiyanti (2007),
perkembangan, persepsi, nilai, latar belakangbudaya, emosi, pengetahuan,
peran, dan tatanan interaksi mempengaruhi isi pesan dan perilaku
Hubungan Antara Beban..., ANISHYA LUCKI WIRA PRADHANI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
29
penyampaian pesan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
berinteraksi dengan pasien yaitu:
a. Perkembangan
Lingkungan yang diciptakan oleh orang tua mempengaruhi
kemampuan anak untuk berkomunukasi. Perawat menggunakan teknis
khusus ketika berkomunikasi pada anak sesuai dengan
perkembangannya.
b. Persepsi
Persepsi adalah pandangan personal terhadap suatu kejadian. Persepsi
dibentuk oleh harapan dan pengalaman, Northouse & Northouse
(1992) dalam Dwidiyanti (2007). Perbedaan persepsi akan
menghambat komunikasi.
c. Nilai
Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku sehingga penting
bagi perawat untuk menyadari nilai seseorang.
d. Latar belakang sosial budaya,
Budaya mempengaruhi cara bertindak dan komunikasi dalam
pemberian pelayanan keperawatan.
e. Emosi
Emosi adalah perasaan subyektif tentang suatu peristiwa. Cara
seseorang berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain
dipengaruhi oleh keadaan emosinya.
Hubungan Antara Beban..., ANISHYA LUCKI WIRA PRADHANI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
30
f. Pengetahuan
Hubungan sulit terjalin jika orang yang bersangkutan memiliki tingkat
pengetahuan yang berbeda. Dengan pengkajian, perawat dapat
menjalin hubungan terapeutik dengan pasien sesuai dengan tingkat
pegetahuannya.
g. Peran
Perawat perlu menyadari perannya saat berhubungan dengan pasien
ketika memberikan asuhan keperawatan.
h. Tatanan interaksi
Interaksi antara perawat dengan pasien akan lebih efektif jika
dilakuakan dilingkungan yang menunjang. Perawat perlu memilih
tatanan yang memadai ketika berinteraksi dengan pasien.
6. Komunikasi dalam caring
Kemampuan komunikasi menurut Dwidiyanti (2007), adalah hal
yang paling penting dalam berhubungan dengan pasien, dan merupakan
kompetensi kunci serta menggambarkan profil seorang perawat yang
wajib digunakan dalam pelayanan keperawatan. Dengan komunikasi,
perawat tentu akan memahami masalah pasien sehingga perawat akan
mampu berperilaku caring.
Menurut Simarmata (2010), di rumah sakit terjadi pertukaran
informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka.
Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yang memungkinkan
Hubungan Antara Beban..., ANISHYA LUCKI WIRA PRADHANI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
31
individu untuk berespon secara langsung. Komunikasi verbal yang efektif
harus :
a. Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek, langsung.
Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan
mengucapkan dengan jelas.
b. Perbendaharaan kata
Komunikasi tidak akan berhasil, jika mengirim pesan tidak mampu
menerjemahakan kata dan ucapan. Perawat harus menggunakan kata-
kata yang dapat dimengerti oleh pasien.
c. Arti denotatif dan konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang
digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau
ide yang terdapat pada suatu kata.
Setelah mendalami tentang definisi dan juga semua unsur yang
berhubungan dengan caring dan spiritualitas, maka peneliti mengambil
kesimpulan yaitu, caring dan spiritualitas merupakan bagian esensial dari
tindakan keperawatan yang dapat meningkatkan kualitas perawat dan juga
kualitas pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien. Keduanya
merupakan bagian yang terintegrasi dan sulit untuk dipisahkan. Disini
seorang perawat haus punya suatuintuisi klinik yang tinggi untuk
pemberian pelayanan optimal atau untuk memberikan caring yang lebih
baik terhadap pasien. Young (1987) dalam Simarmata (2010)
Hubungan Antara Beban..., ANISHYA LUCKI WIRA PRADHANI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
32
mendefinisikan intuisi klinik sebagai suatu proses dimana perawat
mengetahui sesuatu tentang pasien yang tidak dapat diungkapkan dengan
kata–kata, yang diungkapkan dengan kesulitan, atau yang sumber
pengetahuannya tidak diketahui.
Menurut Simarmata (2010), intuisi adalah suatu aspek dari berpikir
kritis, yang mencakup menganalisis dan merasakan isyarat yang berbeda,
ingatan, dan perasaan untuk membantu perawat memiliki kesasadan lebih
baik tentang kebutuhan pasien. Disini perawat yang memiliki intuisi klinik
yang baik akan berpengaruh terhadap sistem caring yang diberikan kepada
pasien. Dan intuisi yang baik dipengaruhi oleh kuaitas spiritulitas yang
baik dari individu. Kualitas spiritual yang baik berawal dari suatu
keyakinan yang ada dalam setiap diri perawat.
7. Alat ukur perilaku caring
Perilaku caring dapat diukur dengan beberapa alat ukur (tools) yang
telah dikembangkan oleh para peneliti yang membahas ilmu caring.
Beberapa penelitian tentang caring bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
Watson (2009) menyatakan bahwa pengukuran caring merupakan proses
mengurangi subyektifitas, fenomena manusia yang bersifat invisible (tidak
terlihat) yang terkadang bersifat pribadi, ke bentuk yang lebih obyektif.
Oleh karena itu, penggunaan alat ukur formal dapat mengurangi
subyektifitas pengukuran perilaku caring.
Tujuan pemakaian alat ukur formal pada penelitian keperawatan
tentang perilaku caring antara lain: untuk memperbaiki caring secara terus
Hubungan Antara Beban..., ANISHYA LUCKI WIRA PRADHANI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
33
menerus melalui penggunaan hasil (outcomes) dan intervensi yang berarti
untuk memperbaiki praktik keperawatan; sebagai studi banding
(benchmarking) struktur, setting, dan lingkungan yang lebih menujukkan
caring; mengevaluasi konsekuensi caring dan non caring pada pasien
maupun perawat. Alat ukurformal caring dapat menghasilkan model
pelaporan perawatan pada area praktiktertentu, mengidentifikasi
kelemahan dan kekuatan proses caring dan melakukan intervensi untuk
memperbaiki dan menghasilkan model praktik yang lebihsempurna. Selain
itu, penggunaan alat ukur formal dapat meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman tentang hubungan caring, kesehatan dan proseskesembuhan
dan sebagai validasi empiris untuk memperluas teori caring
sertamemberikan petunjuk baru bagi perkembangan kurikulum, keilmuan
keperawatan, dan ilmu kesehatan termasuk penelitian (Watson, 2009).
Pengukuran perilaku caring perawat dapat dilakukan melalui
pengukuran persepsi pasien terhadap perilaku caring perawat. Penggunaan
persepsi pasiendalam pengukuran perilaku caring perawat dapat
memberikan hasil yang lebih sensitif karena pasien adalah individu yang
menerima langsung perilaku dan tindakan perawat termasuk perilaku
caring (Rego, Godinho dan McQueen, 2008).
Beberapa alat ukur formal yang mengukur perilaku caring perawat
berdasarkan persepsi pasien antara lain caring behaviors assesment tool
(digunakan oleh Cronin dan Harrison, 1988), caring behavior checklist
and client perception of caring (digunakan oleh McDaniel, 1990), caring
Hubungan Antara Beban..., ANISHYA LUCKI WIRA PRADHANI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
34
professional scale (digunakan oleh Swanson, 2000), caring assesment
tools (digunakan oleh Duffy,1992, 2001), caring factor survey (digunakan
oleh Nelson, Watson, danInovahelath, 2008).
Caring behaviors assesment tool (CBA) dilaporkan sebagai salah
satu alatukur pertama yang dikembangkan untuk mengkaji caring. CBA
dikembangkanberdasarkan teori Watson dan menggunakan 10 faktor
karatif. CBA terdiri dari 63 perilaku caring perawat yang dikelompokkan
menjadi 7 subskala yang disesuaikan 10 faktor karatif Watson. Tiga faktor
karatif pertama dikelompokkan menjadi satu subskala. Enam faktor karatif
lainnya mewakili semua aspek dari caring. Alat ukur ini menggunakan
skala Likert (5 poin) yang merefleksikan derajat perilaku caring menurut
persepsi pasien (Watson, 2009).
D. Kebutuhan yang dibutuhkan di Instalasi Gawat Darurat
10 kebutuhan yang paling dibutuhkan oleh pasien instalasi gawat
darurat diantaranya: pelayanan yang cepat dan responsif, kejelasan pemberian
informasi, keramahan, kesopanan dan keadilan, administrasi yang jelas dan
terbuka, ruangan yang nyaman dan bersih, waktu menunggu yang sebentar
untuk pelayanan dan administrasi di unit gawat darurat, pelaksanan prosedur
secara kompeten, penyediaan layanan doa dan motivasi untuk pasien, fasilitas
yang lengkap, dan keamanan, Suroso (2015).
Hubungan Antara Beban..., ANISHYA LUCKI WIRA PRADHANI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
35
E. Kerangka Teori
Berdasarkan landasan teori menurut Situmorang (2015), Simarmata
(2010), dan Watson (2004), Duffi (1990) dalam Watson (2009) di atas, maka
dapat dibentuk kerangka teori yang telah dimodifikasi sebagai berikut:
Gambar 2.1. Kerangka Teori.
Situmorang (2015), Simarmata (2010), dan Watson (2004), Kozier dan Erb dalam
Nurachmah (2001), Duffi (1990) dalam Watson (2004)
Beban Kerja
Perawat
1. Kategori Perawtan Mandiri
2. Kategori Perawatan
Minimal
3. Kategori Perawatan
Moderat
4. Kategori Perawatan
Ekstensif
5. Kategori Perawatan
Intensif
Caring
(pelayanan IGD)
Aspek caring
1. Aspek kontrak
2. Aspke etika
3. Aspek spritual
Hubungan Antara Beban..., ANISHYA LUCKI WIRA PRADHANI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
36
F. Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori menurut Situmorang (2015), Simarmata
(2010), dan Watson (2004), Suroso (2015) diatas, maka dapat dibentuk
kerangka konsepyang telah dimodifikasi sebagai berikut:
Gambar 2.1. Kerangka Konsep
Situmorang (2015), Simarmata (2010), dan Watson (2004),Duffi (1990) dalam
Watson (2004),Suroso (2015)
G. Hipotesis
Pengertian hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori dan belum menggunakan fakta (Notoatmodjo, 2010).
Hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ada hubungan antara beban kerja
Beban Kerja
Perawat Perilaku Caring
Di Ruang IGD
Kebutuhan caring IGD :
1. Cepat dan tanggap dalam
pelayanan.
2. Jelas dalam pemberian informasi.
3. Ramah,sopan dan adil.
4. Perhatian,mendoakkan dan
memotivasi pasien
5. Kompeten dalam tindakan.
Sumber : Suroso (2016)
Work Sampling :
1. Ratio Delay
2. Performance Level
3. Menentukan waktu
baku untuk suatu
proses
Hubungan Antara Beban..., ANISHYA LUCKI WIRA PRADHANI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
37
dengan perilaku caring perawat di IGD RSUD PROF.DR. Margono Soekarjo
Purwokerto.
Hubungan Antara Beban..., ANISHYA LUCKI WIRA PRADHANI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017