bab ii tinjauan pustaka 2.1 tanah 2.1.1 definisi tanaheprints.umm.ac.id/54484/3/bab ii.pdf4 bab ii...

16
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah 2.1.1 Definisi Tanah Tanah adalah material bahan bangunan yang berasal dari alam, material tanah ini terdiri dari butir butir tanah padat, air dan juga udara. Perbandingan kandungan air dan udara dalam tanah mempengaruhi pada jenis atau kondisi tanah tersebut, apabila tanah tersebut bersifat jenuh maka dapat dipastikan bila keadaan pori tanah tersebut didominasi oleh air dibandingkan dengan udara yang ada didalam tanah tersebut, begitu pula dengan sebaliknya bila kondisi tanah tersebeut bersifat kering maka dapat dipastikan bila keadaan pori tanah tersebut lebih didominasi angin dibandingkan oleh air atau sama sekali tidak mengandung air. 2.1.2 Jenis Tanah Sesuai dengan penjelasan diatas tanah dapat dikategorikan berdasarkan jenisnya menjadi 3 bagian yaitu : 1. Tanah Kohesif : Tanah kohesif merupakan tanah berbutir halus dan memilik i rekatan antara butir-butirnya contoh : Lempung (Clay), lanau (Silt). 2. Tanah non-Kohesif : Tanah non-kohesif merupakan tanah berbutir kasar dan tidak memiliki rekatan antar butir-butirnya contoh : Krikil (Gravel), Pasir (Sand). 3. Tanah Campuran : Tanah campuran merupakan campuran dari tanah kohesif dan juga tanah non-kohesif, contoh : Pasir Kelempungan (Pasir > Lempung), Lempung Kepasiran (Lempung > Pasir). 2.1.3 Kestalibitasan Lereng Untuk menentukan kestabilan lereng metode yang sering digunakan merupakan metode felenius, metode ini membagi massa longsoran tanah menjadi beberapa segmen, dengan bidang gelincirnya yang berbentuk busur ( arc-failure ) sebagaimana terlihat seperti pada gambar 2.1.

Upload: others

Post on 30-Dec-2019

53 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah

2.1.1 Definisi Tanah

Tanah adalah material bahan bangunan yang berasal dari alam, material

tanah ini terdiri dari butir – butir tanah padat, air dan juga udara. Perbandingan

kandungan air dan udara dalam tanah mempengaruhi pada jenis atau kondisi tanah

tersebut, apabila tanah tersebut bersifat jenuh maka dapat dipastikan bila keadaan

pori tanah tersebut didominasi oleh air dibandingkan dengan udara yang ada

didalam tanah tersebut, begitu pula dengan sebaliknya bila kondisi tanah tersebeut

bersifat kering maka dapat dipastikan bila keadaan pori tanah tersebut lebih

didominasi angin dibandingkan oleh air atau sama sekali tidak mengandung air.

2.1.2 Jenis Tanah

Sesuai dengan penjelasan diatas tanah dapat dikategorikan berdasarkan

jenisnya menjadi 3 bagian yaitu :

1. Tanah Kohesif : Tanah kohesif merupakan tanah berbutir halus dan memilik i

rekatan antara butir-butirnya contoh : Lempung (Clay), lanau (Silt).

2. Tanah non-Kohesif : Tanah non-kohesif merupakan tanah berbutir kasar dan

tidak memiliki rekatan antar butir-butirnya contoh : Krikil (Gravel), Pasir (Sand).

3. Tanah Campuran : Tanah campuran merupakan campuran dari tanah kohesif

dan juga tanah non-kohesif, contoh : Pasir Kelempungan (Pasir > Lempung),

Lempung Kepasiran (Lempung > Pasir).

2.1.3 Kestalibitasan Lereng

Untuk menentukan kestabilan lereng metode yang sering digunakan

merupakan metode felenius, metode ini membagi massa longsoran tanah menjadi

beberapa segmen, dengan bidang gelincirnya yang berbentuk busur (arc-failure)

sebagaimana terlihat seperti pada gambar 2.1.

5

Gambar 2.1 Stabilitas Lereng Metode Fellenius

Sumber: paulus (1994)

Dengan rumus :

𝑊𝑛 = An. 𝛾

𝐹𝐾 =(∑∆𝐿𝑛.𝑐)+(∑𝑊𝑛𝑐𝑜𝑠𝛼) 𝑡𝑎𝑛 𝜙

∑𝑊𝑛𝑠𝑖𝑛𝛼

Dimana :

∆Ln = Panjang busur pda sagmen yang dihitung

An = Luas bidang tanah yang dihitung

𝛷 = Sudut geser tanah

2.2 Dinding Penahan Tanah

Dinding penahan tanah merupakan suatu konstruksi yang ditujukan untuk

menahan gaya lateral tanah, menjaga kestabilitasan tanah, dan bisa juga untuk

menopang atau menahan timbunan tanah.

Jenis – jenis dinding penahan tanah konvensional antara lain tembok

dinding pasangan batu, dinding gravitasi, dinding kantilever, dinding penahan tanah

tipe yang diperkuat dengan penopang, reinforced retaining wall, dinding

counterfort, dan dinding krib. Namun dengan seiring perkembangan teknologi dan

metode pelaksanaan, saat ini ada jenis dinding penahan tanah modern (modern

retaining wall). Jenis jenis dinding penahan modern ini antara lain bored pile wall,

secant pile, berliner, soldier pile, dan sheet pile. (Asiyanto,2012).

6

2.2.1 Jenis Dinding Penahan Tanah

1. Dinding Penahan Tanah Massa (Gravity Retaining Wall),

Dinding penahan tanah jenis ini biasanya terbuat dari material beton

bertulang ataupun material pasangan batu. Bobot material yang berat dari dinding

ini menjadi prinsip kerja utama untuk kestabilan pada struktur badan konstruksi dan

konstruksi ini sangat bergantung dengan berat dinding itu sendiri sehingga dinding

penahan tanah jenis ini dinamakan Gravity Retaining Wall. Dengan prinsip kerja

tersebut konstruksi dinding penahan tanah ini menjadi lebih stabil untuk menahan

tekanan tanah lateral pada tebing-tebing maupun tekanan tanah lateral pada

timbunan tanah.

Gambar 2.2 Dinding penahan tipe gravity wall

2. Dinding penahan Tanah Tipe Jepit (Cantilever Retaining Wall)

Jenis konstruksi dinding penahan tanah tipe ini umumnya digunakan untuk

menahan tekanan tanah pada timbunan maupun pada tebing. Prinsip kerja dari jenis

dinding penahan jenis ini yaitu dengan mengandalkan daya jepit atau fixed pada

dasar tubuh strukturnya. Oleh karena itu ciri khas dari dinding penahan jenis

kantilever yaitu berupa model telapak atau spread memanjang pada dasar

strukturnya yang bersifat jepit untuk menjaga kestabilan dari struktur penahan.

7

Umumnya konstruksi dinding penahan tipe jepit dibuat dari pasangan batu maupun

dengan konstruksi beton bertulang.

Gambar 2.3 Dinding penahan tipe kantilever

3. Dinding Penahan Tipe Turap (Sheet Pile),

jenis konstruksi dinding penahan tipe turap merupakan jenis konstruksi

yang banyak digunakan untuk menahan tekanan tanah aktif lateral tanah pada

timbunan maupun untuk membendung air (coverdam). Jenis konstruksi tipe turap

atau sheet pile umumnya terbuat dari material beton pra tegang (Prestrees

Concrete) baik berbentuk corrugate-flat maupun dari material baja. Konstruksi

dinding penahan tipe sheet pile berbentuk ramping dengan mengandalkan tahanan

jepit pada kedalaman tancapnya dan dapat pula dikombinasikan dengan sistem

angkur/Anchord yang disesuaikan dengan hasil perencangan. Dalam

pelaksanaannya kedalaman sheet pile dapat mencapai elevasi sampai tanah keras.

Gambar 2.4 Dinding penahan tipe sheet pile.

8

4. Dinding Penahan Bronjong (Gabion),

Dinding penahan bronjong merupakan dinding penahan tanah berbentuk

menyerupai tangga-tangga atau terasiring, dinding ini terbuat kumpulan ayaman

kawat logam galvanis yang berisikan agregat kasar berbentuk kerikil dan disusun

secara vertikal. Kelebihan utama dari dinding ini yaitu dapat memperbesar

konsentrasi resapan air kedalam tanah selain berfungsi untuk menahan tekanan

tanah.

Gambar 2.5 Dinding penahan tipe gabion

5. Dinding Penahan Tipe Blok Beton (Block Concrete)

Dinding penahan ini biasanya terbuat secara modular dan di fabrikasi

berupa beton pre-cast, dinding ini merupakan blok-blok beton masif padan dan

9

disusun secara vertikal dengan antar blok yang di berikan sistem pengunci/lock ing

disetiap susunannya.

Gambar 2.6 Dinding penahan tipe block concrete

6. Dinding Penahan Tanah Tipe Diaphragm Wall

Jenis konstruksi dinding penahan tanah ini biasanya dibuat untuk

membendung konstruksi bawah tanah khususnya pada konstruksi basement.

dinding jenis ini biasanya digabungkan dengan sintem ground anchor, sehingga

daya dukung terhadap tekanan tanah lateral aktif meningkat, dan juga berfungs i

dalam proses dewatering untuk memotong aliran muka air tanah.

Gambar 2.7 Dinding penahan tipe diaphragm wall

7. Dinding Penahan Tanah Secant Pile

Tipe secant pile ini dapat berfungsi sama dengan dinding penahan tanah

tipe diaphragm wall (dinding diafragma), tipe secant pile ini dapat berfungs i

10

sebagai pemutus aliran air bawah tanah atau biasa disebut juga cut off, dan juga

dapat digabungkan dengan konstruksi ground anchor untuk meningkatkan daya

dukung terhadap tekanan tanah lateral aktif. Contingous pile atau biasa disebut juga

hard pile dibuat dengan cara di cor ditempat (cor in-situ) dengan sistem bored pile

yaitu berupa rangkaian besi beton bertulang yang menggunakan profil baja serta

dikombinasikan dengan bentonited (soft pile) dan dirangkai membentuk dinding

penahan tanah yang padat.

Gambar 2.8 Dinding penahan tipe secant pile.

8. Revetment

Konstruksi revetment merupakan sebuah kontruksi dinding penahan tanah

sederhana yang difungsikan untuk perkuatan lereng atau tebing maupun verfungs i

juga untuk melindungi dari gerusan aliran sungai dan ombak di alur pantai. Pada

dasarnya konstruksi jenis ini tidak memiliki fungsi utama dalam menahan tekanan

tanah lateral aktif, namun berfungsi untuk memproteksi tanah terhadap efek erosi

atau gerusan yang merusak kestabilan tanggul atau lereng yang berpotensi

menimbulkan longsor.

Gambar 2.9 Dinding penahan tipe Revetment.

11

2.3 Perhitungan Kestabilan Dinding Penahan Tipe Turap

Dinding dapat dikatakan berada dalam keadaan stabil atau seimbang bila

jumlah gaya vektor antara gaya yang bekerja akan sama dengan nol (Hary Chrisad y

Hadiyatmo,2010). Berikut uraian gaya yang bekerja pada dinding penahan.

1. Gaya Tekanan Tanah Aktif Total (Pa)

Perhitungan tekanan gaya aktif ini didapat dari perhitungan tekanan aktif dengan

menggunakan metode Rankine

2. Gaya Tekanan Tanah Pasif Total (Pp)

Perhitungan tekanan gaya pasif ini didapat dari perhitungan tekanan aktif dengan

menggunakan metode Rankine

2.3.1 Kestabilan Turap Terhadap Geser (Fgs)

Kestabilan geser pada turap merupakan kontrol yang menguji apakah

dinding turap (Sheet Pile) akan tahan akan dengan gaya yang mengakibatkan geser

pada turap, sehingga turap akan dikatakan aman. Faktor keamanan pada

penggeseran (Fgs), dapat didapat melalui persamaan berikut ini

Gambar 2.10 Sketsa Pergeseran Dinding Turap

Dimana :

Faktor aman terhadap penggeseran (Fgs) minimum diambil 1,5.

12

2.3.2 Kestabilan Turap Terhadap Guling (Fgl)

Tekanan lateral yang ditahan oleh dinding turap cenderung menghasi lkan

gaya guling dengan pusat rotasi yang berada pada dasar dinding turap. Momen

penggerak yang disebabkan oleh tekanan aktif (Pa) pada sisi luar galian, akan

disetimbangkan oleh momen penahan yang disebabkan oleh tekanan pasif (Pp)

pada sisi bagian dalam galian. Faktor keamanan terhadap guling (Fgs) ini yaitu 1,5.

Dimana :

Fgl = Faktor aman terhadap guling

∑Mt = Momen penahan total (ton.m)

∑Mg = Momen penggerak total (ton.m)

lp = Jarak pusat Pp ke pusat rotasi

la = Jarak pusat Pa ke pusat rotasi

2.3.3 Tekanan tanah aktif dan pasif menurut metode Rankine

Tekanan aktif tanah yang bekerja pada bidang vertikal (yang merupakan

bidang utama) adalah tekanan tanah aktif menurut Rankine (Rankine's active earth

pressure).

Tekanan tanah pasif merupakan tekanan tanah ke samping yang berlawanan

dengan tekanan aktif, yang merupakan tegangan utama besar (major principal

stress), kita namakan tekanan tanah pasif menurut Rankine (Rankine's passive earth

pressure).

Analisa tekanan tanah aktif dan pasif pada kondisi kohesif menggunakan

formula berdasarkan metode (Rankine) sebagai berikut:

13

c = Kohesi tanah

𝜙 = Sudut geser tanah

- Tekanan tanah pasif :

2.4 Ground Anchor

Ground anchor merupakan sebuah struktur pendukung untuk sebuah

struktur, penggunaan ground anchor sendiri sudah mulai sering digunakan tidak

hanya untuk dinding penahan tanah, namun juga untuk bangunan dermaga kering

(dry docks), cofferdams, Storm-water tank, bendungan gravitasi beton, terowongan,

dan lain lain. (Littlejohn, 1982) (BS 8081 : 1989)

14

Ground anchor sendiri adalah suatu sistem struktur untuk menyalurkan gaya

tarik yang bekerja menuju lapisan tanah atau batuan pendukung. Sistem pendukung

ini dapat dibedakan atas angkur sementara dengan umur layanan ≤ 2 tahun dan

angkur permanen dengan umur layanan ≥ 2 tahun. (RSNI 3 Persyaratan

Perancangan Geoteknik (2013), hal 246)

Gaya tarik pada angkur adalah gaya yang paling penting untuk

mensetimbangkan antara angkur, struktur yang di angkur dan pada tanah, sehingga

pergerakan dari struktur dan tanah tetap dapat diterima. Metode ground anchor ini

tidak hanya digunakan hanya untuk perencanaan saja, dengan berkembangnya

teknologi didunia sipil, metode ground anchor ini dapat digunakan juga untuk

perbaikan struktur (constructin improvement).

2.4.1 Syarat dan Komponen Ground Anchor

Dalam Ground terdapat 3 (tiga) komponen utama yaitu Tendon, Free

Length, dan juga Bond Length / Fixed Length. Ketiga komponen tersebut memilik i

persyaratan masing – masing yang harus dipenuhi seperti berikut ini :

1. Tendon

Tendon merupakan bagian angkur yang paling atas, yang berfungsi untuk

menahan beban stressing yang akan diberikan. Dengan dilakukan perhitungan

terlebih dahulu tendon akan di sesuaikan melalui tabel yang sudah ada seperti

dibawah ini

Tabel 2.1 Tabel Spesifikasi Tendon dan Strand

2. Free Length

Free length merupakan bagian dari ground anchor yang berada diantara

tendon dan fixed length / bond length, dengan fungsi menyalurkan gaya yang

15

bekerja pada struktur menuju fixed length, syarat yang digunakan untuk free length

yaitu panjang minimum yang digunakan adalah 4,5 m. (FHWA-IF-99-015)

(sumber: RSNI 3 Persyaratan Perancangan Geoteknik, 2013)

3. Fixed Length

Fixed length adalah bagian dari ground anchor yang menahan beban yang

diterima oleh struktur dan di salurkan oleh free length, persyaratan untuk

perencanaan fixed length antara lain :

Kedalaman terbenamnya fixed length ≥ 5 meter.

Fixed length harus berada diluar bidang longsor gelincir kritis.

Sudut kemiringan fixed length berkisar antara 300 - 450, agar efektif menahan

gaya yang bekerja.

(sumber: RSNI 3 Persyaratan Perancangan Geoteknik, 2013)

2.5 Perhitungan Kebutuhan Anchor

2.5.1 Perhitungan Panjang Free Length

Langkah untuk menentukan panjang free length terlebih dahulu kita harus

menghitung nilai dari :

Perencanaan ketinggian tiap ground anchor.

Perencanaan ketinggian ini digunakan untuk mencari panjang fixed length agar

panjang fixed length ≤ 13 meter

Distribusi tekanan tiap tanah yang ditahan ground anchor.

Distribusi tekanan tanah ditentukan dengan rumus :

P = 0,5.γ.Ka.H

Dengan :

P = beban tanah (t/m2)

γ = berat jenis tanah (t/m3)

Ka = koefisien tanah aktif

H = tinggi lapisan tanah (m)

(sumber : US.Department of Transportation (1982). Permanent Ground Anchors

Nicholson Design Criteria).

16

Perencanaan sudut kemiringan angkur.

Pada perencanaan sudut kemiringan angkur ini agar efektif dalam menahan

gaya yang bekerja, maka sudut kemiringan angkur terhadap gaya yang bekerja

berkisar antara 300 - 450. (sumber : RSNI 3 Persyaratan Perancangan Geoteknik,

2013)

Beban tarik yang ditahan oleh angkur.

Beban tarik yang ditahan oleh angkur diperoleh dengan rumus :

T1 = (ℎ1+ℎ2/2)(𝑃1)

𝑐𝑜𝑠 𝛼

T2 = (ℎ2/2+ℎ3/2)(𝑃2)

𝑐𝑜𝑠 𝛼

T3 = (ℎ2/2+ℎ3)(𝑃2)

𝑐𝑜𝑠 𝛼

Dengan :

T = tieback load (t/m).

h1,h2,h3 = tinggi tanah yang ditahan ground anchor (m).

P = beban tanah yang ditahan ground anchor (t/m2)

α = sudut kemiringan ground anchor

(sumber : US.Department of Transportation (1982). Permanent Ground Anchors

Nicholson Design Criteria)

Menentukan panjang free length.

Rumus yang digunakan untuk menentukan panjang free length adalah :

FL = (h + 1,5) sin α

Dengan :

FL = Free Length (m)

h = panjang titik angkur – titik dasar galian (m)

1,5 = tinggi jagaan longsor (m)

α = sudut kemiringan ground anchor

(sumber : US.Department of Transportation (1982). Permanent Ground Anchors

Nicholson Design Criteria)

17

2.5.2 Perhitungan Panjang Fixed Length

Perhitungan utama pada fixed length adalah :

Tult.Sf = α.As.Ls.Su(ave)

Sehingga :

Ls =𝑇𝑢𝑙𝑡 . 𝑆𝐹

α.As.Su(ave)

Dengan :

Tult = tegangan tarik ultimate (ton).

SF = faktor keamanan (2).

α = Faktor adhesi (tergantung dengan besar nilai C).

As = keliling selimut fixed length (m).

Su(ave) = kuat geser rata-rata tanah sepanjang fixed length (t/m2).

Ls = panjang fixed length (m).

(sumber : RSNI 3 Persyaratan Perancangan Geoteknik, 2013)

2.5.3 Perhitungan Kebutuhan Strand dan Tendon Unit

Untuk peritungan ini kita dapat menggunakan tabel atau perhitungan, dan

dapat diambil hasil yang paling besar, untuk menghitung kebutuhan strand kita

dapat menggunakan rumus :

Menentukan luasan kebutuhan stran

AS = 𝑇𝑢𝑙𝑡

𝑇𝑆𝑥 1000000

Dengan :

AS = luasan kebutuhan stran (mm2).

Tult = tegangan tarik ultimate (ton).

TS = kuat tarik stran (t/m2).

Menentukan jumlah kebutuhan stran

S = 𝐴𝑆

𝐴𝑠

Dengan :

S = jumlah kebutuhan stran

AS = luasan kebutuhan stran (mm2)

18

As = luasan satuan stran (mm2)

(sumber : US.Department of Transportation (1982). Permanent Ground Anchors

Nicholson Design Criteria)

Atau dengan menggunakan tabel dibawah ini :

Tabel 2.2 Tabel Kebutuhan Stran dan Tendon

19

Dengan cara menyesuaikan kebutuhan stran dari besarnya Tult, contoh :

Diketahui : Tult = 798 kN

Maka stran dan tendon yang digunakan adalah :

Stran = - 5 buah (bila menggunakan dia. stran 12,7 mm2)

- 3 buah (bila menggunakan dia. stran 15,2 mm2)

Tendon = - 5-7 (bila menggunakan dia. stran 12,7 mm2)

- 6-3 (bila menggunakan dia. stran 15,2 mm2)