bab ii tinjauan pustaka 2.1 pengertian tanah · pdf fileini merupakan sumber utama dari kohesi...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Tanah
Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai material
yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi
(terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah
melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas mengisi ruang-
ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut. Tanah berguna sebagai
bahan bangunan pada berbagai macam pekerjaan teknik sipil, di samping itu tanah
berfungsi juga sebagai pendukung pondasi dari bangunan (Das, 1988).
Sifat dan karakteristik tanah sangat tergantung pada keadaan topografi dan
geologi yang membentuk tanah tersebut.Sifat-sifat fisik banyak tergantung pada
faktor ukuran, bentuk dan komposisi kimia butiran. Istilah tanah dalam bidang
mekanika tanah dimaksudkan sebagai campuran dari partikel yang terdiri dari
salah satu atau berbagai jenis partikel berikut, yang tergantung dari ukuran
partikel yang dominan seperti:
a. Berangkal (boolders)
Potongan batuan yang besar biasanya diambil lebih dari 250 sampai 300
mm. Untuk ukuran 150 sampai 250 mm fragmen batuan ini disebut krokol
(cobbles) atau pebbles
b. Kerikil (gravel)
Partikel batuan yang berukuran 5mm sampai 150 mm
c. Pasir (sand)
Partikel batuan yang berukuran 0,075 mm sampai 5 mm, berkisar dari
kasar (5 sampai 3 mm) sampai halus (< l mm)
d. Lanau (silt)
Partikel batuan berukuran 0,002 sampai 0,074 mm
e. Lempung (clay)
Partikel mineral yang berukuran lebih kecil 0,002 mm. Partikel-partikel
ini merupakan sumber utama dari kohesi bagi tanah kohesif.
6
f. Koloid (coloids)
Partikel mineral yang diam dan berukuran lebih kecil dari 0,001
mm.Apabila suatu ukuran partikel mendominasi suatu tanah, maka
tanahtersebut akan diberi nama sesuai dengan partikel tersebut. Misalnya
pasir, kerikil, kerikil kepasiran, lempung dan sebagainya. Suatu pengecualian
terdapatpada lempung dan lanau, yang deposit lanau dominan dengan
kandungan-kandungan lempung lebih dan 10 sampai 25 akan disebut lempung
(Bowles, 1997)
2.2 Lempung dan Mineral Penyusunnya
Mineral lempung merupakan senyawa aluminium silikat yang kompleks.
Mineral ini terdiri dari dua lempung kristal pembentuk kristal dasar, yaitu silica
tetrahedra dan aluminium oktahedra (Das, 1988).
Das (1988) menerangkan bahwa tanah lempung sebagian besar terdiri dari
partikel mikroskopis dan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila
hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih
dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung (clay
mineral), dan mineral-mineral yang sangat halus lain. Tanah lempung sangat
keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Namun pada
kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat
lunak. Kohesif menunjukan kenyataan bahwa partikel-pertikel itu melekat satu
sama lainnya sedangkan plastisitas merupakan sifat yang memungkinkan bentuk
bahan itu dirubah-rubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya
dan tanpa terjadi retakan-retakan atau terpecah-pecah.
Dalam terminologi ilmiah, lempung adalah mineral asli yang mempunyai
sifat plastis saat basah, dengan ukuran butir yang sangat halus dan mempunyai
komposisi berupa hydrous aluminium dan magnesium silikat dalam jumlah yang
besar. Batas atas ukuran butir untuk lempung umumnya adalah kurang dari 2 ΞΌm
(1ΞΌm = 0,000001m), meskipun ada klasifikasi yang menyatakan bahwa batas atas
lempung adalah 0,005 m
Menurut Das (1988), satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari
silika tetrahedron dan aluminium oktahedron. Satuan-satuan dasar tersebut bersatu
7
membentuk struktur lembaran (Das, 1988) seperti yang digambarkan pada
Gambar 2.1 sampai dengan Gambar 2.4 berikut ini. Jenis-jenis mineral lempung
tergantung dari komposisi susunan satuan struktur dasar atau tumpuan lembaran
serta macam ikatan antara masing-masing lembaran
Gambar 2.1 Single silica tetrahedral
Gambar 2.2 Isometric silica sheet
Gambar 2.3 Single alluminium oktahedron
8
Gambar 2.4 Isometric oktahedral sheet
Umumnya partikel-partikel lempung mempunyai muatan negatif pada
permukaannya. Hal ini disebabkan oleh adanya substitusi isomorf dan oleh karena
pecahnya keping partikel pada tepi-tepinya. Muatan negatif yang lebih besar dapat
dijumpai pada partikel-partikel yang mempunyai spesifik yang lebih besar. Jika
ditinjau dari mineraloginya, lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun,
antara lain mineral lempung (kaolinite, montmorillonite dan illite group) dan
mineral-mineral lain yang mempunyai ukuran sesuai dengan batasan yang ada
(mika group, serpentinite group).
2.2.1 Kaolinite
Kaolinite merupakan hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung
karbonat pada temperatur sedang.Warna kaolinite murni umumnya putih, putih
kelabu, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan. Kaolinite disebut sebagai
mineral lempung satu banding satu (1:1). Bagian dasar dari struktur ini adalah
lembaran tunggal silika tetrahedral yang digabung dengan satu lembaran alumina
oktahedran (gibbsite) membentuk satu unit dasar dengan tebal kira-kira 7,2 Γ (1
Γ =10-10 m) seperti yang terlihat pada Gambar 2.5, hubungan antar unit dasar
ditentukan oleh ikatan hidrogen dan gaya bervalensi sekunder. Mineral kaolinite
berwujud seperti lempengan β lempengan tipis, masing-masing dengan diameter
1000 Γ sampai 20000 Γ dan ketebalan dari 100 Γ sampai 1000 Γ dengan luasan
spesifik per unit massa Β± 15 m2/gr.
9
Gambar 2.5 Struktur kaolinite
2.2.2 Montmorillonite
Montmorillonite disebut juga mineral dua banding satu (2:1) karena satuan
susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedral mengapit
satu lempeng alumina oktahedral ditengahnya. Struktur kisinya tersusun atas satu
lempeng Al2O3 diantara dua lempeng SiO2. Karena struktur inilah
Montmorillonite dapat mengembang dan mengkerut menurut sumbu C dan
mempunyai daya adsorbsi air dan kation lebih tinggi.
Tebal satuan unit adalah 9,6 Γ (0,96 ΞΌm), seperti ditunjukkan Gambar 2.6 di
bawah ini yang dikutip Das (1988). Hubungan antara satuan unit diikat oleh
ikatan gaya Van der Walls, di antara ujung-ujung atas dari lembaran silika itu
sangat lemah, maka lapisan air (n.H2O) dengan kation yang dapat bertukar
dengan mudah menyusup dan memperlemah ikatan antar satuan susunan kristal
mengakibatkan antar lapisan terpisah. Ukuran unit massa sangat besar, dapat
menyerap air dengan sangat kuat, mudah mengalami proses pengembangan.
10
Gambar 2.6 Struktur montmorillonite
2.2.3 Illite
Mineral illite mempunyai hubungan dengan mika biasa, sehingga dinamakan
pula hidrat-mika.Illite memiliki formasi struktur satuan kristal, tebal dan
komposisi yanghampir sama dengan montmorillonite. Perbedaannya ada pada :
a. Pengikatan antar unit kristal terdapat pada kalium (K) yang berfungsi sebagai
penyeimbang muatan, sekaligus sebagai pengikat.
b. Terdapat Β± 20% pergantian silikon (Si) oleh aluminium (Al) pada lempeng
tetrahedral.
c. Struktur mineralnya tidak mengembang sebagaimana montmorillonite
Gambar satuan unit illite seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7 berikut
ini:
Gambar 2.7 Struktur illite
11
Substitusi dari kationβkation yang berbeda pada lembaran oktahedral akan
mengakibatkan mineral lempung yang berbeda pula. Apabila ion-ion yang
disubstitusikan mempunyai ukuran yang sama disebut ishomorphous. Bila sebuah
anion dari lembaran oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation diisi
oleh aluminium maka mineral tersebut disebut gibbsite dan bila magnesium
disubstitusikan kedalam lembaran aluminium dan mengisi seluruh posisi kation,
maka mineral tersebut disebut brucite.
2.3 Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)
Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan
diatas tanah dasar yang dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk
menerima beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan dibawahnya (Sukirman,
1995).
Gambar 2.8 Susunan lapisan konstruksi perkerasan lentur
Dalam Sukirman (1995) dijelaskan bahwa lapisan tanah setebal 50-100 cm
diatas mana akan diletakkan lapisan pondasi bawah dinamakan lapisan tanah
dasar. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah
aslinya baik, tanah yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan atau tanah
yang distabilisasi dengan kapur atau bahan lainnya. Pemadatan yang baik
diperoleh jika dilakukan pada kadar air optimum dan diusahakan kadar air
tersebut konstan selama umur rencana. Hal ini dapat dicapai dengan perlengkapan
drainase yang memenuhi syarat. Ditinjau dari muka tanah asli, maka lapisan tanah
dasar dapat dibedakan atas:
12
- Lapisan tanah dasar, tanah galian
- Lapisan tanah dasar, tanah timbunan
- Lapisan tanah dasar, tanah asli
Gambar 2.9 Jenis-jenis lapisan tanah dasar
Sebelum diletakkan lapisan-lapisan lainnya, tanah dasar dipadatkan
terlebih dahulu sehingga tercapai kestabilan yang tinggi terhadap perubahan
volume. Ketentuan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat ditentukan
oleh sifat-sifat daya dukung tanah dasar. Masalah-masalah yang sering ditemui
menyangkut tanah dasar adalah:
- Perubahan bentuk tetap dari jenis tanah tertentu akibat beban lalu lintas.
- Sifat mengembang dan menyusut tertentu akibat perubahan kadar air.
- Daya dukung tanah dasar yang tidak merata pada daerah dengan macam
tanah yang sangat berbeda.
- Daya dukung tanah akibat pelaksanaan yang kurang baik.
- Perbedaan penurunan (differential settlement) akibat terdapatnya lapisan-
lapisan tanah lunak di bawah tanah dasar akan mengakibatkan perubahan
bentuk tetap.
- Kondisi geologist dari lokasi jalan perlu dipelajari dengan teliti, jika ada
kemungkinan lokasi jalan berada pada daerah patahan, dll.
a. Lapisan tanah dasar galian b. Lapisan tanah dasar timbunan
c. Lapisan tanah dasar asli
13
2.4 Tanah Lempung
Tanah lempung adalah tanah lempung yang lunak dan mudah tertekan
sehingga sering menjadi masalah dalam pelaksanaan konstruksi. Selain itu, tanah
ini mempunyai sifat-sifat yang kurang baik, seperti plastisitas yang tinggi, dan
permeabilitas rendah sehingga air susah keluar dari tanah. Sifatβsifat tersebut
menyebabkan tanah lempung memiliki kembang susut yang besar.
Proses pengembangan (swelling) terjadi karena kandungan air yang tinggi,
sehingga tanah yang jenuh air ini akan mengembang dan tegangan efektif tanah
akan mengecil seiring dengan peningkatan tegangan air pori. Begitu juga
sebaliknya saat terjadi proses susut (shringkage) pada tanah. Tanah yang
kehilangan air secara tiba-tiba akan mengalami penyusutan volume pori akibat
kehilangan air. Hal ini akan menyebabkan tanah mengalami kembang susut yang
besar. Untuk memperbaiki sifat tanah lempung tersebut, tanah lempung umumnya
distabilisasi dengan bahan-bahan yang sesuai dengan sifat tanah lempung
sehingga menjadi lebih baik dan memenuhi syarat sebagai bahan konstruksi.
Tanah lempung sebagian besar terdiri atas partikel mikroskopis yang
berbentuk lempenganβlempengan pipih dan merupakan partikelβpartikel dari
mika, dan mineralβmineral tanah berbutir halus atau butirβbutir koloid dengan
ukuran butiran partikel tanah <0,002 mm. Namun dalam beberapa kasus partikel
berukuran antara 0,002 sampai 0,005 mm juga masih digolongkan sebagai partikel
lempung.
Karakteristik tanah lempung dipengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor
mikroskopik dan faktor makroskopik. Yang dimaksud faktor mikroskopik adalah
faktorβfaktor dalam tanah yang menyebabkan tanah lempung mengalami
kembang susut, antara lain: mineralogi tanahnya, perilaku air dan jumlah
exchangeable cation serta besarnya specific surface dari partikel tanah.
Sedangkan yang dimaksud faktor makroskopik adalah properti tanah secara fisik,
antara lain indeks plastisitas dan berat volume tanah.
Faktor-faktor makroskopik tanah lempung dipengaruhi oleh perilaku
mikroskopiknya. Yang terjadi pada skala mikro akan mempengaruhi skala makro
tanah lempung Faktor makroskopik tanah lempung adalah faktor yang
menunjukkan perilaku kembang susut tanah. Batas Atterberg merupakan salah
14
satu parameter yang termasuk karakteristik makroskopis tanah yang dapat
digunakan sebagai indikator untuk mengetahui potensi kembang susut tanah.
Dilihat dan skala makronya, karakteristik tanah lempung yang berpotensi
besar untuk mengalami kembang susut, secara umum mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Mempunyai harga batas cair dan indek plastisitas yang tinggi.
b. Mempunyai harga swelling indeks yang besar.
c. Mempunyai kandungan organik.
2.5 Identifikasi Tanah Lempung
Cara-cara yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi tanah lempung ada
tiga cara, yaitu :
2.5.1 Identifikasi Mineralogi
Analisa mineralogi sangat berguna untuk mengidentifikasi potensi kembang
susut suatu tanah lempung. Identifikasi dilakukan dengan cara :
a. Difraksi sinar X (X-Ray Diffraction)
b. Penyerapan terbilas (Dye Absorbsion)
c. Penurunan panas (Differensial Thermal Analysis)
d. Analisa kimia (Chemical Analysis)
e. Elektron microscope resolution
2.5.2 Cara Tidak Langsung
Hasil uji sejumlah indeks dasar tanah dapat digunakan untuk evaluasi
berpotensi lempung atau tidak pada suatu contoh tanah. Uji indeks dasar adalah
sebagai berikut :
a. Batasβbatas Atterberg
b. Kembang Susut Tanah (Swelling)
c. Aktivitas Tanah
15
2.5.3 Cara Langsung
Metode pengukuran terbaik adalah dengan pengukuran langsung, yaitu suatu
cara untuk menentukan potensi pengembangan dan tekanan pengembangan dari
tanah lempung dengan menggunakan Oedometer Terzaghi. Contoh tanah yang
berbentuk silinder tipis diletakkan dalam konsolidometer yang dilapisi dengan
lapisan pori pada sisi atas dan bawahnya yang selanjutnya diberi beban sesuai
dengan yang diinginkan. Besarnya pengembangan contoh tanah dibaca beberapa
saat setelah tanah dibasahi dengan air. Besarnya pengembangan adalah
pengembangan tanah dibagi dengan tebal awal contoh tanah.
Adapun cara pengukuran tekanan pengembangan ada dua cara yang umum
digunakan. Cara pertama yaitu pengukuran dengan beban tetap sehingga
mencapai persentase mengembang tertinggi, kemudian contoh tanah diberi
tekanan untuk kembali ke tebal semula. Cara kedua yaitu contoh tanah direndam
dalam air dengan mempertahankan volume atau mencegah terjadinya
pengembangan dengan cara menambah beban diatasnya setiap saat. Metode ini
sering juga disebut constan volume method.
2.6 Sifat Fisik Tanah Lempung
Tanah dalam keadaan asli mempunyai sifat-sifat yaitu sifat dasar dari tanah
yang berguna untuk mengetahui jenis tanah.Sifat fisik tanah berhubungan dengan
tampilan dan ciri umum tanah. Sifat fisik tanah lempung dapat diketahui dengan
melihat beberapa keadaan antara lain sebagai berikut:
2.6.1 Ukuran Butiran
Tanah memiliki ukuran partikel yang berbeda tergantung jenis tanah
tersebut.Tanah lempung merupakan jenis tanah dengan ukuran butir lebih kecil
dari 2 mikron.Ukuran butir dapat ditentukan dengan menyaring sejumlah tanah
melalui seperangkat saringan yang disusun dengan lubang yang paling besar
berada paling atas dan makin bawah semakin kecil. Menurut departemen pertanian
Amerika Serikat (USDA) dalam Das (1988) tanah dapat diklasifikasikan
berdasarkan teksturnya terlihat pada Gambar 2.10
16
Gambar 2.10 Klasifikasi tanah berdasarkan tekstur
2.6.2 Kadar Air Tanah (Water Content)
Kadar air (w) yang juga disebut sebagai water content didefinisikan sebagai
perbandingan antara berat air dan berat butiran padat dari volume tanah yang
diselidiki. Kadar air dihitung sebagai berikut:
w = ππππππππ
x 100% (2.1)
dengan :
w = Kadar air
Mw = Massa air
Ms = Massa tanah kering
2.6.3 Berat Jenis Tanah (Specific of Gravity)
Berat jenis (Gs) adalah perbandingan antar berat butir tanah dengan beratair
suling dengan volume sama pada suhu tertentu. Berat butir tanah adalah
perbandingan antara berat butir dan isi butir.Sedangkan berat isi air adalah
17
perbandingan antara berat air dengan isi air. Untuk isi air sama dengan isi butir
tanah maka berat jenis tanah adalah perbandingan antara berat butir tanah
denganair destilasi pada temperatur tertentu.
Besarnya berat jenis tanah didapat dengan rumus :
Gs = πΎπΎπππΎπΎππ
= ππππ
πππππππΎπΎππ=
(ππ2βππ1)(ππ4βππ1)β(ππ3βππ2)
(2.2)
dengan :
Gs = Berat jenis tanah (specific gravity) M1 = Massa piknometer
Ξ³s = Berat volume butiran M2= Massa piknometer + tanah
Ξ³w = Berat volume air M3= Massa piknometer+tanah+air
Vw = Volume air M4= Massa piknometer + air
Ms = Massa butiran tanah
Menurut Bowles (1997), nilai berat jenis tanah dapat dikelompokkan
seperti pada Tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1 Macam-macam tanah berdasarkan berat jenisnya
Macam Tanah Berat Jenis (Gs)
Kerikil
Pasir 2,65 β 2,68
Lanau anorganik 2,62 β 2,68
Lempung organic 2,58 β 2,65
Lempung anorganik 2,68 β 2,75
Humus 1,37
Gambut 1,25 β 1,8
2.6.4 Angka Pori (Void Ratio)
Angka pori (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara besarnya volume
ruang kosong dan volume butir padat. Semakin besar nilai angka pori maka daya
dukung tanah semakin kecil. Angka pori dihitung dengan rumus:
ππ = ππππππππ (2.3)
dengan :
e = Angka pori
18
Vv = Volume pori
Vs = Volume butir padat
Perhitungan angka pori juga dapat dilakukan dengan persamaan berikut :
ππ = (π»π»π»π»βπ»π»π»π»)π»π»π»π» (2.4)
dengan :
e = Angka pori
Ho = Tinggi sampel awal (cm)
Ht = Tinggi efektif sampel (cm)
Tinggi efektif sampel (Ht) didapat dengan rumus :
π»π»π»π» = π΅π΅πππ΅π΅π΅π΅π»π» πππ΅π΅πππ΅π΅β πΎπΎπππ΅π΅πΎπΎπππΎπΎπΏπΏπΏπΏπ΅π΅ππ πππππππ΅π΅πππππ΅π΅πππΎπΎ πππ΅π΅πππππππ π ππ π΅π΅πππ΅π΅π΅π΅π»π» πππππππΎπΎππ (2.5)
2.6.5 Porositas (Porocity)
Porositas (np) didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume
ruang kosong dengan volume massa tanah. Porositas merupakan ukuran bagi
kerapatan tanah dan banyak gunanya untuk perhitungan-perhitungan pada
rembesan. Porositas dinyatakan dalam Persamaan 2.6 dan Persamaan 2.7 yaitu :
ππππ = ππππππ x 100% (2.6)
atau
ππππ = ππ1+ππ (2.7)
dengan :
np = Porositas Vv = Volume pori
V = Volume massa tanah e = Angka pori
2.6.6 Derajat Kejenuhan (Degree of Saturation)
Derajat kejenuhan (S) dan massa tanah didefinisikan sebagai perbandingan
antara volume air dengan volume pori. Umunya derajat kejenuhan ini dinyatakan
dalam persen atau desimal. Derajat kejenuhan berkisar (0% β 100%) atau (0 β 1).
Berbagai macam klasifikasi tanah berdasarkan derajat kejenuhannya (Hardiyatmo,
1992) dapat dilihat pada Tabel 2.2.
19
Tabel 2.2 Klasifikasi tanah berdarkan derajat kejenuhan
Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan (S)
Tanah kering 0
Tanah agak lembab >0-0,25
Tanah lembab 0,26-0,50
Tanah sangat lembab 0,51-0,75
Tanah basah 0,76-0,99
Tanah Jenuh 1
Batas-batas antara masing-masing wujud tanah tersebut disebut Batas
Atterberg, yang terdiri atas batas cair (LL), batas plastis (PL), dan batas susut (SL)
menurut Das (1988), dapat dilihat pada Gambar 2.11
Basah Makin kering Kering
Keadaan cair
(liquid)
Keadaan plastis
(plastic)
Keadaan semi
beku
(semi solid)
Keadaan beku
(solid)
Batas cair Batas plastis Batas pengerutan
(liquid limit) (plastic limit) (shrinkage limit)
Gambar 2.11 Batasβbatas konsistensi tanah
Pengukuran batas-batas ini dilakukan secara rutin untuk sebagian besar
penyelidikan yang meliputi tanah berbutir halus (Bowles, 1997). Dua angka yang
paling penting adalah batas cair dan batas plastis yang disebut batas-batas
Atterberg. Penentuan batas-batas Atterberg ini dilakukan hanya pada bagian tanah
yang melalui saringan no.40 (Wesley, 1977). Beberapa percobaan untuk
menentukan batas-batas Atterberg adalah:
20
1. Batas Cair (Liquid Limit)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kadar air suatu
tanah pada keadaan batas cair. Batas cair (LL) adalah kadar air batas
dimana suatu tanah berubah dan keadaan cair menjadi keadaan plastis.
Pendekatan yang digunakan untuk menentukan batas cair, dapat
digunakan data jumlah pukulan dan kadar air yang dihitung dengan
persamaan:
πΏπΏπΏπΏ = ππππ οΏ½ππ25οΏ½
0,121 ....... (2.8)
dengan :
LL = Batas cair
Wc = Kadar air pada saat tanah menutup
N = Jumlah pukulan pada kadar air Wc
Nilai batas cair yang digunakan pada penelitian ini merupakan kadar
air pada jumlah pukulan (N) adalah 25. Nilai batas cair dapat
dikelompokkan menjadi beberapa kategori menurut Tabel 2.3 berikut ini :
Tabel 2.3 Nilai batas cair tanah
Kategori Persentase
Low Liquid Limit 20-25% Intermediate Liquid Limit 25-50%
High Liquid Limit 50-70%
Very High Liquid Limit 70-80%
Extra High Liquid Limit >80%
2. Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas plastis (PL) didefinisikan sebagai kadar air, dinyatakan dalam
persen, di mana tanah apabila digulung sampai dengan diameter 1/8 in
(3,2mm) menjadi retak-retak. Batas platis merupakan batas terendah dari
tingkat keplastisan suatu tanah (Das, 1988). Cara pengujiannya adalah
sangat sederhana, yaitu dengan cara menggulung massa tanah berukuran
elipsoida dengan telapak tangan di atas kaca datar hingga terjadi retak-retak
21
rambut.
3. Indek Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks plastisitas (PI) suatu tanah adalah bilangan dalam persen yang
merupakan selisih antara batas cair dengan batas plastis suatu tanah
(Das,1988). Pendekatan untuk menentukan indeks plastisitas suatu tanah
adalah:
IP = LL - PL (2.9)
dengan:
IP = Indek plastisitas
LL = Batas cair
PL = Batas plastis
Besaran indeks plastis dapat digunakan sebagai indikasi awal
swelling pada tanah lempung. Potensi mengembang didefinisikan sebagai
persentase mengembang contoh tanah lempung yang telah dipadatkan pada
kadar air optimum metode AASHTO, setelah direndam dengan tekanan
1psi. Potensi mengembang tanah lempung sangat erat hubungannya dengan
indeks plastisitas seperti terlihat dalam Tabel 2.4 berikut :
Tabel 2.4 Hubungan potensi mengembang dengan indeks plastisitas
Potensi Mengembang Indeks Plastisitas
Rendah 0 β 15
Sedang 10 β 35
Tinggi 20 β 55
Sangat Tinggi 55 <
4. Batas Susut (Shrinkage Limit)
Suatu tanah akan menyusut apabila air yang dikandungnya secara
perlahan-lahan hilang dalam tanah. Dengan hilangnya air secara terus-
menerus, tanah akan mencapai suatu tingkat keseimbangan dimana
penambahan kehilangan air tidak menyebabkan perubahan volume. Kadar
air dinyatakan dalam persen dan perubahan volume suatu massa tanah
22
berhenti didefinisikan sebagai batas susut (shrinkage limit) (Das, 1988).
Harus diketahui bahwa apabila batas susut ini semakin kecil, maka tanah
akan lebih mudah mengalami perubahan volume, yaitu semakin sedikit
jumlah air yang dibutuhkan untuk menyusut (Bowles, 1997). Perhitungan
batas susut ini dapat digunakan rumus:
SL = ππ β ππ1βππ2ππ
(2.10)
dengan : SL = Batas susut : V1 = Volume tanah basah
W = Berat tanah kering : V2 = Volume tanah kering
w = Kadar air tanah basah
Acuan mengenai hubungan derajat mengembang tanah lempung
dengannilai persentase susut linier dan persentase batas susut Atterberg,
seperti yangtercantum dalam Tabel 2.5 berikut :
Tabel 2.5 Klasifikasi potensi mengembang didasarkan pada batas
Atterberg
Batas Susut Atterberg (%) Susut Linier (%) Derajat Mengembang
< 10 >8 Kritis
10 β 12 5 β 8 Sedang
> 12 0 β 8 Tidak kritis
2.6.7 Spesific Surface
Spesific surface merupakan perbandingan antara luas permukaan suatu
bahan terhadap massa bahan yang bersangkutan. Spesific surface didapat dengan
Persamaan 2.11 berikut ini:
Spesific Surface (SS) = πΏπΏπΏπΏπ΅π΅ππ πππππ΅π΅πππΏπΏπππ΅π΅π΅π΅ππ (ππ2)
πππ΅π΅πππππ΅π΅ π΅π΅πππππ΅π΅π΅π΅ ............................................... (2.11)
Makin kecil ukuran butiran, makin kecil spesific surface-nya.Sebagai contoh
butiran lempung montmorillonite dapat mempunyai Ss mencapai 800m2/gram.
23
2.6.8 Aktivitas Tanah
Sifat plastis suatu tanah diebabkan oleh air yang terserap di sekeliling
permukaan partikel lempung (absorbed water), maka tipe dan jumlah mineral
lempung yang terkandung di dalam suatu tanah akan mempengaruhi batas plastis
dan batas cair tanah yang bersangkutan (Das, 1988).
Harga indeks plastis (PI) suatu tanah akan bertambah menurut garis lurus
sesuai dengan bertambahnya persentase dari fraksi berukuran lempung (% berat
butiran yang Iebih kecil dari 2ππ) yang dikandung oleh tanah. Hubungan antara PI
dengan fraksi berukuran lernpung untuk tiap tanah berbeda-beda (Skempton,
1953dalam Das, 1988). Hubungan antara PI dan persentase butiran yang lolos
ayakan 2ππ didefinisikan sebagai suatu besaran yang disebut aktivitas (activity)
atau yang dapat ditulis sebagai berikut :
Ak =IP
(% berat fraksi berukuran lempung ) (2.12)
dengan :
Ak = Aktivitas (activity)
IP = Indeks plastisitas
Dari rumus tersebut kategori tanah terbagi dalam tiga golongan menurut
Skempton (1953) dalam Das (1988)yaitu :
a. Ak < 0,75 ( tidak aktif)
b. 0,75 < Ak < 1,25 (normal)
c. Ak > 1,25 (aktif)
Untuk tanah yang dipadatkan dengan pemadatan standar pada kadar air
optimum, tingkat keaktifannya ditentukan berdasarkan persamaan berikut :
Ak =IP
(CFβ10) (2.13)
dengan:
Ak = Aktivitas (activity)
IP = Indeks plastisitas
CF = Presentase fraksi lempung dalam tanah (%)
10 = Konstanta
24
Lempung yang aktif mempunyai potensi pengembang yang besar. Nilai
tipikal untuk aktivitas beberapa kandungan mineral lempung dapat dilihat pada
Tabel 2.6 sebagai berikut :
Tabel 2.6 Hubungan aktivitas dengan mineral lempung
Mineral Aktifitas
Kaolinite 0,33 β 0,46
Illite 0,99
Montmorillonite (Ca) 1,50
Montmorillonite (Na) 7,20
Harga aktifitas tanah tersebut dapat dipakai untuk mengidentifikasi potensi
mengembang dari tanah tersebut.Seed, Woodward, dan Lundgren (1964) dalam
Das (1988) mengidenfikasikan potensi mengembang dari tanah berdasarkan
aktivitas dengan rumus:
Sβ = 3,6 x 10-5. Ak2,44.CF3,44 (2.14)
dengan:
Sβ = Persen pengembang (swelling)
Ak = Aktivitas
CF = Persen fraksi lempung dalam tanah
Harga indeks plastisitas juga bisa secara langsung dipergunakan untuk
mengevaluasi potensi mengembang dari tanah lempung seperti yang terlihat pada
Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Perkiraan sweeling potential berdasarkan indeks plastisitas
IP (%) Sweeling Potential
0 β 15 Lemah
15 β 25 Sedang
25 β 55 Tinggi
> 55 Sangat tinggi
25
Selain itu menurut Seed, Woodward dan Lundgren (1964) dalam Das (1988)
memberikan hubungan aktifitas dengan fraksi berukuran lempung untuk
menentukan potensi mengembang (swelling potential) dari suatu jenis tanah.
Hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Grafik klasifikasi potensi pengembangan
2.6.9 Kembang Susut
Tanah lempung yang banyak mengandung butir-butir koloid mengakibatkan
kembang susut yang besar. Sifat mudah mengembang dan menyusut tanah
lempung dapat dikarakteristikkan dari batas plastis dan indeks plastisitas yang
tinggi. Permeabilitas tanah tergantung pada ukuran butir tanah. Karena ukuran
butiran tanah lempung berukuran kecil, kemampuan meloloskan air
(permeabilitas) juga kecil dengan koefisien permeabilitas berkisar antara 10-6
sampai 10-7 cm/detik.
Tanah lempung bersifat kohesif dan sedikit plastis. Kohesi menunjukan
kenyataan bahwa partikel-partikel tanah melekat satu sama lainnya, sedangkan
plastisitas adalah sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu berubah ke bentuk
aslinya tanpa terjadi retakan atau terpecah-pecah.
Penyusutan (shrinkage) pada tanah lempung sebagian besar terjadi karena
peristiwa kapiler, dimana pada penurunan kadar air dalam proses mengering tanah
akan diikuti segera dengan kenaikan yang tajam dan tegangan efektif antar
26
butiran. Dan sebagai konsekuensinya volume tanah tersebut akan menyusut.
Mekanisme pengembangan dari tanah lempung sedikit lebih kompleks dari
penyusutannya.
Tingkat pengembangan secara umum bergantung pada beberapa faktor,
yaitu:
a. Tipe dan jumlah mineral yang ada di dalam tanah.
b. Kadar air.
c. Susunan tanah.
d. Konsentrasi garam dalam air pori.
e. Sementasi.
f. Adanya bahan organik, dll.
Menurut Kormonik dan David (1969) dalam Trisnayani (2008)
pengembangan dan tanah disebabkan oleh dua hal:
a. Sebab mekanis
Bila kadar air dalam tanah naik dan tanah menjadi jenuh, maka tegangan
kapiler mengecil sedangkan tegangan pori didapat dari tegangan hidrostatis
biasa. Dengan sedirinya tegangan efektif menurun dan tanah cenderung untuk
mengembang seperti volume semula.
b. Sebab fisikaβkimia
Pengembangan disebabkan oleh masuknya kadar air pada partikel-partikel
tanah lempung. Mineral jenis montmorillonite maupun illite akan
menyebabkan mengembangnya jarak antar unit lapisan struktur dasar.
Kondisi ini dapat bila kadar air dalam tanah naik. Hal ini disebabkan kadar air
yang masuk menghasilkan tegangan yang melampaui tegangan pengikat antar
unit lapisan struktur dan lapisan dasar tersebut, sehingga molekul air dari dua
kutub H dan OH tertarik untuk mengikat partikel tanah yang bermuatan
negatif. Tekanan air yang masuk sebagian disebabkan oleh tegangan osmosis.
Tegangan osmosis ini terjadi karena perbedaan konsentrasi larutan air
disekitarnya (air bebas). Sehingga terjadinya kecenderungan oleh air untuk
bergerak dari tempat yang konsentrasinya rendah ke tempat yang
konsentrasinya tinggi. Tekanan osmosis bersama dengan tekanan lainya,
27
mempunyai tendensi untuk memperkecil harga tegangan efektif tanah karena
proses absorbsi pada permukaan partikel.
2.7 Sifat Mekanik Tanah Lempung
Sifat mekanik tanah adalah sifat-sifat tanah yang mengalami perubahan
setelah diberikan gaya-gaya tambahan atau pembebanan dengan tujuan untuk
memperbaiki sifat-sifat tanah.
2.7.1 Pemadatan Tanah
Pemadatan merupakan suatu usaha untuk mempertinggi kerapatan tanah
dengan pemakaian energi mekanis untuk menghasilkan pemampatan partikel atau
suatu proses ketika udara pada pori-pori tanah dikeluarkan dengan cara mekanis.
Di lapangan biasanya digunakan mesin gilas, alat-alat pemadat dengan getaran
dan alat tekan statik yang menggunakan piston dan mesin tekanan.
Keuntungan yang diperoleh dengan pemadatan ini, antara lain:
a. Berkurangnya penurunan permukaan tanah yaitu gerakan vertikal di dalam
massa tanah itu sendiri akibat berkurangnya angka pori
b. Bertambahnya kekuatan tanah
c. Berkurangnya penyusutan akibat berkurangnya kadar air dari nilai patokan
pada saat pengeringan
Ada dua macam percobaan pemadatan yang dilakukan di laboratorium
(Wesley, 1977), yaitu:
a. Percobaan pemadatan standar (Standard Compaction Test)
Dalam percobaan ini, tanah dipadatkan dalam cetakan berdiameter 102
mm dan tinggi 115 mm, menggunakan alat tumbuk dengan diameter 50,8
mm, berat 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30 cm. Tanah ini dipadatkan dalam 3
lapis dimana tiap lapis dipadatkan 25 kali pukulan.
b. Percobaan pemadatan modified (Modified Compaction Test)
Pelaksanaan percobaan ini tidak jauh berbeda dengan cara percobaan
pemadatan standar. Cetakan yang digunakan dan banyaknya tumbukan tiap
lapis sama, hanya berat pemukul yang digunakan lebih besar yaitu 4,5 kg
dengan tinggi jatuh 45 cm dan jumlah lapisan tanah sebanyak 5 lapis.
28
Pengujian-pengujian ini dilakukan dengan memadatkan sampel tanah basah
dalam cetakan dengan jumlah lapisan tertentu. Setiap lapisan dipadatkan dengan
sejumlah tumbukan yang ditentukan dengan massa dan tinggi jatuh tertentu.
Usaha pemadatan dilihat dari energi tiap satuan volume tanah yang telah
dipadatkan, sehingga didapat suatu hubungan berat volume tanah kering dengan
kadar air tanah. Bila kadar air suatu tanah rendah maka tanah tersebut akan kaku
dan sukar dipadatkan. Namun bila ditambahkan air pada tanah yang dipadatkan
tersebut maka air akan berfungsi sebagai pembasah/pelumas pada partikel-partikel
tanahnya. Karena adanya air, partikel-partikel tersebut akan lebih mudah bergerak
dan bergeser satu sama lainya dan membuat kedudukan yang lebih rapat. Untuk
usaha pemadatan yang sama, berat volume kering dari tanah akan naik pula pada
saat air sama dengan nol dan berat volume basah sama dengan berat volume
kering. Pada usaha yang sama itu pula, peningkatan kadar air secara bertahap akan
menyebabkan berat dari bahan padat tanah per satuan volume juga meningkat
secara bertahap, sampai adanya penambahan kadar air tertentu yang akan
menurunkan berat volume kering tanah dari tanah tersebut, hal ini disebabkan
karena air lebih banyak menempati ruang pori-pori tanah. Pada keadaan ini
dimana kadar air yang memberikan berat volume kering maksimum disebut kadar
air optimum. Dan setiap pekerjaan pemadatan yang telah dilakukan, dihitung :
1. Kadar air
2. Berat volume tanah basah (Ξ³b) , dengan persamaan:
Ξ³b =ππππ
(2.15)
dengan:
W = Berat tanah yang dipadatkan pada cetakan
V = Volume cetakan
3. Berat volume kering tanah (Ξ³d) , dengan persamaan:
Ξ³d =Ξ³b
1+ππ (2.16)
dengan:
w = Kadar air
Ξ³b = Berat volume basah
29
Berdasarkan data yang diperoleh maka dapat digambarkan grafik hubungan
antara berat volume kering dengan kadar air. Dari grafik ini dapat ditentukan juga
kadar air optimum (Wopt) dan berat volume kering maksimum (Ξ³dmax).
Secara teoritis berat volume kering maksimum pada suatu kadar air tertentu
dengan pori-pori tanah tidak mengandung udara sama sekali (zero air void/ZAV)
dapat dirumuskan:
Ξ³zav =Gs .Ξ³w
1+ππ (2.17)
dengan:
Ξ³zav = Berat volume pada kondisi ZAV
Ξ³w = Berat volume air
e = Angka pori
Gs = Berat jenis tanah
Untuk keadaan tanah jenuh 100% artinya e = w x Gs, sehingga:
Ξ³zav =Ξ³w
ππ+ 1πΊπΊππ
(2.18)
Dalam keadaan bagaimanapun kurva pemadatan tidak mungkin memotong
zero void air (ZAV).
2.7.2 Percobaan Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)
Percobaan kuat tekan bebas (Unconfined Compression Test) merupakan
suatu cara pemeriksaan untuk mendapatkan daya dukung tanah. Dalam percobaan
ini yang didapat adalah kuat tekan bebas dari tanah yaitu besarnya tekanan aksial
yang diperlukan untuk menekan suatu silinder tanah sampai pecah atau sebesar
20% dari tinggi tanah mengalami perpendekan bila tanah tersebut tidak pecah.
Dan hasil tes ini akan dibuatkan tabel kuat tekan bebas dengan beberapa
perhitungan sebagi berikut:
a. Regangan dari setiap pembebanan dihitung dengan rumus :
Ξ΅ = βπΏπΏπΏπΏ0
(2.19)
dengan :
βL = Pemendekan/pengurangan tinggi benda uji (cm)
30
L0 = Tinggi benda uji mula-mula
Ξ΅ = Regangan aksial
b. Luas rata-rata penampang benda uji dengan koreksi akibat pemendekan
dengan rumus :
A = π΄π΄0
1βππ (2.20)
dengan :
A = Luas rata-rata benda uji (cm3)
A0 = Luas penampang benda uji mula-mula (cm3)
Ξ΅ = Regangan aksial
c. Tekanan aksial yang bekerja pada benda uji pada setiap pembebanan dengan
rumus :
Ο = πππ΄π΄
(2.21)
dengan :
A = Luas rata-rata benda uji (cm3)
P = Gaya beban yang bekerja dihitung dari pembacaan arloji ukur cincin
beban (kg)
Ο = Tekanan aksial
d. Besarnya kuat tekan bebas (qu) diperoleh dari nilai terbesar perhitungan pada
persamaan (2.21) dikalikan dengan faktor kalibrasi dari alat yang digunakan
e. Nilai sudut geser tanah yang diperoleh dari perhitungan :
ππ = (Ξ± β 450) x 2 (2.22)
dengan :
ππ = Sudut geser tanah
Ξ± = Sudut runtuh tanah saat tes
f. Besarnya nilai kohesi diperoleh dari perhitungan :
cu = πππΏπΏ2
(2.23)
dengan :
cu = Nilai kohesi
qu = Kuat tekan bebas
31
2.7.3 Percobaan CBR (California Bearing Ratio)
Metode uji CBR pertama diperkenalkan oleh O.J Porter, California State
Highway Department. Metode ini mengkombinasikan load penetrationtest di
laboratorium maupun di lapangan dengan design chart empiris untuk
mendapatkan kekuatan tanah dan sekaligus mendapatkan tebal perkerasan jalan.
Tahanan penetrasi diukur dengan jarum berdiameter 5 cm (3 in2) yang ditekan ke
dalam massa tanah dengan kecepatan 1,25 mm/menit. Observasi dilakukan
dengan pembacaan beban dan penetrasi jarum ke dalam massa tanah. Beban
standar sesuai dengan penetrasi standar ditentukan dengan memakai crushed stone
(Redana, 2010). Nilai CBR didapat melalui persamaan:
CBR = π΅π΅πππ΅π΅π΅π΅ππ π»π»ππππ
π΅π΅πππ΅π΅π΅π΅πππππ»π»π΅π΅πππ΅π΅π΅π΅π΅π΅x 100 % (2.24)
Beban standar untuk berbagai penetrasi standar CBR diberikan pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Beban standar
Penetrasi Jarum (mm) Beban Standar (kg) Beban Standar (kPa)
2,5 1370 6900 5 2055 10300
7,5 2630 13000 10 3180 16000
12,5 3600 18000
Tes penetrasi CBR dilakukan setelah tanah dipadatkan pada CBR mould
berdiameter 150 mm dan tinggi 175 mm. Pada saat pemadatan, densitas kering
dan kadar air tanah dijaga sama dengan nilai dilapangan. Untuk mensimulasi
konsolidasi tanah paling jelek di lapangan, setelah dipadatkan, tanah direndam
selama kurang lebih 4 jam sebelum tes penetrasi dilakukan. Pada kondisi
terendam maupun tidak terendam, spesimen harus dibebani beban tambahn sesuai
beban yang terjadi di lapangan. Beban 2,5 kg setara dengan kira-kira lapisan tanah
setebal 6,5 cm di lapangan.
Pada saat pengujian penetrasi, pembacaan beban dilakukan pada penetrasi
0,05; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; 3,0; 4,0; 5,0; 7,5; 10,0; dan 12,5 mm. Grafik beban dan
penetrasi kemudian di-plot. Nilai CBR biasanya dihitung berdasar pembacaan
32
beban pada penetrasi 2,5; 5,0; 7,5; 10; dan 12,5 mm, dibagi dengan beban standar
masing-masing.
2.7.4 Konsolidasi
Konsolidasi adalah suatu proses pengecilan volume secara perlahan-lahan
pada tanah jenuh sempurna dengan permeabilitas rendah akibat pengaliran
sebagian air pori. Proses tersebut berlangsung terus sampai kelebihan tekanan air
pori yang disebabkan oleh kenaikan tegangan total telah benar-benar hilang.
Kasus yang paling sederhana adalah konsolidasi satu dimensi, yaitu pada kondisi
tegangan lateral nol mutlak ada.
Penurunan konsolidasi adalah perpindahan vertikal permukaan tanah
sehubungan dengan perubahan volume pada suatu tingkatdalam proses
konsolidasi. Sebagai contoh, penurunan konsolidasi akan terjadi bila suatu
struktur di bangun di suatu lapisan lempung, atau muka air tanah turun secara
permanen pada lapisan di atas lapisan lempung tersebut, serta bila dilakukan
penggalian pada suatu lempung jenuh.
Perkembangan konsolidasi di lapangan dapat dipantau dengan memasang
pizometer untuk mencatat perubahan tekanan air pori terhadap waktu. Besarnya
penurunan dapat diukur dengan mencatat ketinggian suatu titik acuan yang sesuai
pada suatu struktur atau pada permukaan tanah. Di sini diperlukan pengukuran
beda tinggi yang teliti yang dilakukan pada patok acuan yang penurunnya sangat
kecil. Dalam mencari data penurunan, setiap kesempatan harus diambil, sebab
hanya dengan pengukuran tersebut, ketepatan metode teoritis dapat terwujud.
2.7.4.1. Koefisien Konsolidasi
Koefisien konsolidasi sangat berpengaruh terhadap lamanya proses
konsolidasi yang akan terjadi pada tanah tertentu. Koefisien konsolidasi vertikal
(Cv) menentukan kecepatan pengaliran air pada arah vertikal dalam tanah. Pada
umumnya konsolidasi berlangsung satu arah saja yaitu arah vertikal, maka
koefisien konsolidasi vertikal sangatlah berpengaruh terhadap kecepatan
konsolidasi yang akan terjadi. Lamanya penurunan yang terjadi pada tanah
tergantung pada permeabilitas tanah dan sifat kompresibel tanah yang
33
bersangkutan. Koefisien konsolidasi vertikal dapat dicari menggunakan
Persamaan 2.25.
Cv =ππ
πΎπΎππ . ππππ (2.25)
dengan :
Cv = Koefisien konsolidasi (cm2/dt)
πΎπΎw = Berat volume air
k = Koefisien permeabilitas tanah
mv = Koefisien kompresibilitas volume
Harga Cv juga dapat dicari dengan Persamaan 2.26 sebagai berikut :
Cv =ππππ . π»π»2
π»π» (2.26)
dengan :
Cv = Koefisien konsolidasi (cm2/dt)
Tv = Faktor waktu tergantung dari derajat konsolidasi
t = Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai derajat konsolidasi
U%
H = Jarak lintasan air (cm)
Penentuan Cv dari uji konsolidasi satu dimensi di laboratorium dapat
dilakukan dengan metode logaritma waktu (logarithm time method) dan akar
waktu (square roote of time).
1. Metode Logaritma Waktu (Logarithm Time Method)
Metode logaritma waktu adalah prosedur untuk menentukan nilai koefisien
konsolidasi menurut Casagrande dan Fando (1940). Metode logaritma waktu
Casagrande dan Fando (1940) dalam Craig (1994) dapat dilihat pada Gambar
2.13.
Pada kurva eksperimental, titik yang sesuai dengan U = 0 dapat ditentukan
berdasarkan fakta bahwa bagian awal dari kurva mewakili hubungan yang
hampir parabol antara kompresi dan waktu. Dari kurva tersebut, dipilih titik A
dan titik B (dapat dilihat pada Gambar 2.13) yang memiliki nilai t dalam
34
perbandingan 4:1, dan kemudian diukur jarak vertikal antar titik β titik
tersebut. Suatu jarak yang sama dengan jarak vertikal tersebut diletakkan di
atas titik pertama dan didapat titik (π΅π΅ππ) yang sesuai dengan U = 0. Sebagai
pemeriksaan, prosedur di atas diulang kembali dengan pasangan β pasangan
titik yang berbeda. Titik yang sesuai dengan U = 0 biasanya tidak sama
dengan titik (π΅π΅0) yang mewakili pembacaan arloji pengukuran awal,
perbedaan tersebut dibedakan oleh kompresi udara dengan jumlah sedikit di
dalam tanah, tingkat kejenuhan sedikit di bawah 100%. Kompresi ini disebut
kompresi awal. Bagian akhir dari kurva eksperimental tersebut linear tetapi
tidak horizontal dan titik (π΅π΅100 ) yang sesuai dengan U =100% diambil sebagai
titik potong dari dua bagian linear dari kurva tersebut. Kompresi antara titik
(π΅π΅ππ) dan (π΅π΅100 ). Setelah melebihi titik potong tersebut, kompresi berlangsung
terus dengan laju yang sangat rendah selama periode waktu yang tidak tertentu
dan disebut kompresi sekunder.
Titik yang sesuai dengan U = 50% merupakan pertengahan antara titik β
titik (π΅π΅ππ) dan (π΅π΅100 ), kemudian didapat waktu t50. Nilai Tv yang sesuai
dengan U = 50% adalah 0,197 dan besar keofisien konsolidasinya dapat dicari
dengan Persamaan 2.27 sebagai berikut :
Cv =ππππ . π»π»2
π»π»50=
0,197 . π»π»2
π»π»50 (2.27)
Gambar 2.13 Grafik logaritma waktu
35
2. Metode Akar Waktu (Square Roote of Time Methode).
Penggunaan dari cara ini adalah dengan menggambarkan hasil pengujian
konsolidasi pada grafik hubungan akar waktu melawan penurunannya. Metode
akar waktu menurut (Taylor, 1984) dalam (Craig, 1994) dapat dilihat pada
Gambar 2.14.
Kurva teoritis yang terbentuk biasanya linier sampai dengan menentukan
U= 90%. Karakteristik cara akar waktu ini yaitu dengan menentukan U = 90%
konsolidasi, yang pada U = 90%, absis AC akan sama dengan 1,15 kali absis AB.
Karakteristik ini digunakan untuk menentukan titik yang sesuai dengan U = 90%
pada kurva eksperimental.
Gambar 2.14 Grafik akar waktu
Kurva eksperimental biasanya terdiri dari kurva pendek yang mewakili
kompresi awal, bagian linear dan kurva kedua. Titik yang sesuai dengan U = 0 (D)
didapat dengan memperpanjang bagian linear dari kurva tersebut sampai ordinat
pada waktu nol. Suatu garis lurus (DE) kemudian digambarkan dengan absis 1,15
kali absis bagian linear dari kurva eksperimental tersebut. Perpotongan garis (DE)
36
dengan kurva eksperimental tersebut merupakan titik yang sesuai dengan U =
90% dan nilai οΏ½π»π»90 dapat ditentukan. Nilai Tv yang sesuai untuk U= 90% adalah
0,848 dan koefisien konsolidasi dapat dicari dengan menggunakan Persamaan
2.28.
Cv =ππππ . π»π»2
π»π»90=
0,848 π»π»2
π»π»90 (2.28)
Dalam penelitian ini digunakan metode akar waktu untuk mendapatkan
t90 dari masing-masing pembebanan. Hubungan derajat konsolidasi (U) dengan
faktor waktu (T) dapat dilihat pada Tabel 2.9.
Tabel 2.9 Hubungan derajat konsolidasi (U) dengan faktor waktu (T)
% 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0,008 0,031 0,071 0,126 0,197 0,287 0,403 0,567 0,848 ~
2.7.4.2. Waktu Konsolidasi (t)
Waktu konsolidasi akibat pengaliran vertikal adalah waktu yang
diperlukan oleh tanah untuk proses konsolidasi yang diperlukan. Waktu
konsolidasi didapat dengan Persamaan 2.28 sebagai berikut :
t =ππππ . π»π»2
πΆπΆππ (2.29)
dengan :
t = Waktu konsolidasi
Cv = Koefisien konsolidasi (cm2/dt)
Tv = Faktor waktu tergantung dari derajat konsolidasi
H = Jarak lintasan air (cm)
2.7.4.3. Tekanan Prakonsolidasi
Tekanan prakonsolidasi (Pc') merupakan suatu tekanan tanah yang pernah
bekerja pada tanah lempung di masa lalu. Perhitungan tekanan prakonsolidasi
didapatkan melalui penggambaran grafik dari kurva e log P pada Gambar 2.15.
37
Gambar 2.15 Penentuan tekanan prakonsolidasi
Langkah-langkah mencari Pc' terdiri dari beberapa tahap berikut ini:
a. Memperkirakan titik dimana kurva melengkung paling tajam dan
menggambarkan garis singgung di titik tersebut.
b. Menggambarkan garis horizontal melalui titik singgung tersebut yang
membentuk sudut πΌπΌ dengan garis singgung.
c. Membagi sudut πΌπΌ menjadi dua.
d. Memperpanjang bagian lurus dari cabang akhir sampai memotong garis pada
sudut πΌπΌ/2.
e. Mendapatkan Pc'dengan memproyeksikan perpotongan yang didapat pada
langkah ke empat ke sumbu tekanan.
Tekanan prakonsolidasi yang dibandingkan dengan tekanan efektif dapat
mengetahui jenis konsolidasi dari suatu tanah, yaitu dengan mengetahui jumlah
relatif dari prakonsolidasi yang dinyatakan dalam ratio konsolidasi berlebih (over
consolidated ratio= OCR) yang didefinisikan dengan Persamaan 2.30
sebagaiberikut:
38
OCR = Pc'/Po (2.30)
dengan :
OCR = Ratio konsolidasi berlebih
Pc' = Tekanan prakonsolidasi
Po = Tekanan efektif
2.7.4.4. Angka Pori
Nilai e yang dipakai dalam perhitungan didapat melalui percobaan di
laboratorium. Untuk memperoleh nilai angka pori (e), nilai angka pori awal
(e0)harus diketahui terlebih dahulu. Angka pori awal didapat dengan Persamaan
2.31 dan Persamaan 2.32yaitu :
Ht = πππππ΄π΄ . πΊπΊππ
(2.31)
e0 = π»π»π»π»βπ»π»π»π»π»π»π»π»
(2.32)
dengan :
e0 = Angka pori awal dengan tekanan Po
Ws = Berat kering
A = Luas benda uji
Gs = Berat jenis tanah
Ht = Tinggi efektif benda uji
Ho = Tinggi contoh tanah mula β mula
Setelah itu dicari nilai βππ terlebih dahulu menggunakan Persamaan 2.33.
βππ = π»π»π»π»π»π»
(2.33)
dengan :
Ξe = Beda angka pori
H = Pembacaan arloji pengukuran pada percobaan dikurangi dengan
pembacaan arloji pengukuran sesudah pembebanan yang
bersangkutan
Ht = Tinggi efektif benda uji
39
Nilai angka pori (e) didapat dengan Persamaan 2.34
ππ = ππ0 β βππ (2.34)
dengan :
e = Angka pori
e0 = Angka pori awal
Ξe = Beda angka pori
Setelah mendapat angka pori, maka indek pemampatan (Cc) dapat dicari
secara empiris melalui Persamaan 2.35 sebagai berikut:
Cc = Ξe
log ππ1/ππ2 (2.35)
2.8 Daya Dukung Tanah
Struktur perkerasan didesain untuk dapat menahan dan menyalurkan beban
roda kendaraan sedemikian rupa sehingga tegangan yang disalurkan pada lapisan-
lapisan perkerasan dan tanah dasar yang ada dibawahnya mampu dipikul oleh
masing-masing lapisan tersebut sesuai kapasitasnya.Tanah dasar yang umumnya
tanah asli (galian atau timbunan), yang relatif lemah, memiliki peranan yang
sangat penting bagi kestabilan sistem perkerasan dan juga nilai ekonomi. Untuk
kondisi desain tertentu, makin tinggi stabilitas tanah dasar akan makin tipis
struktur perkerasan yang diperlukan.
Stabilitas tanah dasar dapat diperoleh dari berbagai percobaan di lapangan
dan di laboratorium, seperti misalnya pengujian CBR, Dinamic Cone Penetration,
Resistance dan Plate Bearing.Oleh karena itu, untuk penyederhanaan ditetapkan
parameter bebas daya dukung tanah (DDT) yang dapat dikorelasikan secara
empiris dengan berbagai nilai stabilitas tanah dasar.Adapun persamaannya adalah
sebagai berikut:
DDT = 4,3 log(CBR) + 1,7 (2.36)
2.9 Abu Sekam Padi
Gabah yang merupakan hasil dari produksi padi terdiri dari beras 65%,
sekam 20%, katul 8%, bagian lainnya yang hilang sebesar 7% (Trisnayani, 2008).
40
Sekam tersusun dari bahan β bahan selulosa 50%, lignin 30%, dan abu 20% yang
terdiri ari opline silika yang terdapat pada jaringan sederhana.
Hasil proses pembakaran sekam padi berupa abu sekam padi yang
merupakan bahan anorganik yang tidak membusuk oleh proses waktu baik bentuk
maupun struktur kimianya. Menurut Cox (1993) dalam Trisnayani (2008), abu
sekam padi dibedakan menjadi tiga jenis, hal ini berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan terlebih dahulu mengenai karakteristik abu sekam padi yaitu :
a. Abu sekam padi berwarna hitam keperakan berbutir kasar
b. Abu sekam padi berwarna hitam berbutir halus
c. Abu sekam padi berwarna abuβabu kehitaman, yang cenderung menjadi lebih
hitam pada keadaan lembab
LazarodanMoh (1970) dalam Trisnayani (2008), mengadakan penelitian
komposisi kimia abu sekam padi dengan hasil seperti yang terlihat pada tabel
2.10.
Tabel 2.10 Komposisi kimia abu sekam padi
No Komposisi Persen (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Silikon Dioksida (SiO2)
Aluminuim Oksida (Al2O3)
Besi Oksida (Fe2O3)
Sulfat (SO3)
Kalsium Oksida (CaO)
Magnesium Oksida (MgO)
Karbondioksida (CO2)
Hilang saat pembakaran
88,66
1,48
0,36
0,91
0,75
3,53
0,51
3,80
Abu sekam padi memiliki senyawa (SiO2) yang tinggi sehingga bersifat
pozzolanik. Sehingga, seiring dengan bertambahnya waktu, apabila bereaksi
dengan senyawa alumia Al2O3 dan CaO yang terkandung dalam tanah lempung
akan bertambah keras. Selain itu, unsur Al, Fe, Ca, Mg yang bermuatan positif
mampu mengikat tanah lempung yang bermuatan negatif sehingga perbedaan
kembang susut menjadi tidak terlalu besar.
41
Menurut hasil percobaan Williams dan Sukpatrapirome (1971) dan Cox dan
Hengchaovanish (1973) dalam Trisnayani (2008), berat jenis spesifik dari abu
sekam padi adalah antara 2,2 - 2,4.
Pada tahun 1975, Direktorat Penyelidikan Masalah Tanah dan Jalan dalam
Trisnayani (2008), telah mengadakan penelitian laboratorium untuk mengetahui
sifatβsifat abu sekam padi beserta komposisi kimianya. Berdasarkan penelitian
tersebut, abu sekam padi memiliki berat isi rata β rata 0,45 gram/cc dan kadar air
0,5%. Pemeriksaan analisa saringan memberikan susunan butiran rataβrata abu
sekam padi seperti yang terlihat pada Tabel 2.11
Tabel 2.11 Analisa saringan
Nomor Saringan Presentase yang Lewat (%)
4
10
20
30
40
60
80
100
200
100
95
86
71
64
45
25
15
6
2.10 Semen
Dalam Mulyono (2003) dijelaskan bahwa semen merupakan hasil industri
yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan yang berbeda-beda.
2.10.1 Jenis-jenis Semen
Semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu:
a. Semen Non-hidrolik
Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan
tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen hidrolik adalah kapur.
Kapur dihasilkan oleh proses kimia dan mekanis alam. Kapur telah
digunakan/ selama berabad-abad lamanya sebagai bahan adukan dan plesteran
42
untuk bangunan. Hal tersebut terlihat pada piramida-piramida di Mesir yang
dibangun 4500 tahun sebelum masehi. Kapur digunakan sebagai bahan pengikat
selama zaman Romawi dan Yunani. Orang-orang Romawi menggunakan beton
untuk membangun Colleseum dan Parthenon, dengan cara mencampur kapur
dengan abu gunung yang mereka peroleh didekat Pozzuoli, Italia dan mereka
namakan Pozollan.
Pondasi jalan pada zaman Romawi, termasuk jalan Via Appia, merupakan
tanah yang distabilkan dengan kapur. Kini kapur digunakan dalam bidang
pertanian, industri kimia, industri karet, industri kayu, industrifarmasi, industri
baja, industri gula, industri semen.
b. Semen Hidrolik
Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di
dalam air. Contohnya antara lain:
- Kapur Hidrolik
Sebagian besar (65-75) bahan kapur hidrolik terbuat dari batu gamping,
yaitu kalsium karbonat beserta bahan pengikutnya berupa silika, alumina,
magnesia dan oksida besi.
- Semen Pozollan
Pozzolan adalah sejenis bahan yang mengandung silisium atau
aluminium, yang tidak mempunyai sifat penyemenan. Butirannya halus dan
dapat bereaksi dengan kalsium hidroksida pada suhu ruang serta membentuk
senyawa-senyawa yang mempunyai sifat semen
Semen pozollan adalah bahan ikat yang mengandung silika amorf, yang
apabila dicampur dengan kapur akan membentuk benda padat yang keras.
Bahan yang mengandung pozollan adalah teras, semen merah, abu terbang,
dan bubukan terak tanur tinggi.
- Semen Terak
Semen Terak adalah semen hidrolik yang sebagian besar terdiri dari
suatu campuran seragam serta kuat dari terak kapur tanur tinggi dan kapur
tohor.Campuran ini biasanya tidak dibakar.
43
- Semen Alam
Semen Alam dihasilkan melalui pembakaran batu kapur yang
mengandung lempung pada suhu lebih rendah dari suhu pengerasan.Hasil
pembakaran kemudian di giling menjadi serbuk halus. Kadar silika, alumina
dan oksida besi pada serbuk cukup untuk membuatnya bergabung dengan
kalsium oksida sehingga membentuk senyawa kalsium silikat dan aluminat
yang dapat dianggap mempunyai sifat hidrolik
- Semen Portland
Semen Portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak
digunakan dalam pekerjaan beton. Menurut ASTM C-150, 1985, semen
Portland didefinisikan sebagai semen hidrolik, yang umumnya mengandung
satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahannya yang
digiling bersama-sama dengan bahan utamanya. Kandungan utama penyusun
semen Portlandadalah :
Tabel 2.12 Kandungan utama penyusun semen portland
No Komposisi Persen (%)
1.
2.
3.
Kalsium Oksida (CaO)
Silikon Dioksida (SiO2)
Aluminuim Oksida (Al2O3) dan Besi
Oksida (Fe2O3)
60-65%
20-25%
7-12%
- Semen Putih
Semen putih adalah semen Portland yang kadar oksida besinya rendah,
kurang dari 0,5%. Bahan baku yang digunakan harus kapur murni, lempung
putih yang tidak mengandung oksida besi dan pasir silika. Semen putih
digunakan untuk membuat siar ubin/ keramik dan benda yang lebih banyak
nilai seninya, tetapi biasanya tidak digunakan untuk bangunan struktur.
- Semen Alumina
Semen alumina dihasilkan melalui pembakaran batu kapur dan bauksit
yang telah digiling halus pada temperature 1600o C. Hasil pembakaran
44
tersebut berbentuk klinker dan selanjutnya dihaluskan hingga menyerupai
bubuk.Jadilah semen alumina yang berwarna abu-abu.
2.10.2 Interaksi Semen dengan Tanah
Ada beberapa interaksi yang terjadi antara semen dan tanah yaitu:
a. Absorpsi Air Dan Reaksi Pertukaran Ion
Menurut Herzog dan Mitchell (1963) dalam Suardi (2005), bahwa partikel
semen yang kering tersusun secara heterogen dan berisi kristal-kristal 3CaO.
SiO2, 4CaO.SiO4, 3CaO.Al2O3 dan bahan-bahan yang padat berupa
4CaO.Al2O3Fe2O3. Bila semen ditambahkan pada tanah, ion kalsium Ca+++
dilepaskan melalui hidrolisa dan pertukaran ion berlanjut pada permukaan
partikel-partikel lempung. Dengan reaksi ini partikel-partikel lempung
menggumpal sehingga mengakibatkan konsistensinya tanah menjadi lebih baik.
b. Reaksi Pembentukan Kalsium Silikat
Dari reaksi-reaksi kimia yang berlangsung diatas, maka reaksi utama yang
berkaitan dengan kekuatan adalah hidrasi dari A-lite (3CaO.SiO2) dan B-lite
(2CaO.SiO2) terdiri dari kalsium silikat dan melalui hidrasi tadi hidrat-hidrat
seperti kalsium silikat dan aluminat terbentuk.Senyawa-senyawa ini berperan
dalam pembentukan atau pengerasan.
c. Reaksi pozzolan
Kalsium hidroksida yang dihasilkan pada waktu hidrasi akan membentuk
reaksi dengan tanah (reaksi pozzolan) yang bersifat memperkuat ikatan antara
partikel, karena ia berfungsi sebagai binder (pengikat).