bab ii peb kpsw

51
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Preeklampsia Berat 2.1 Definisi Preeklampsia merupakan sindrom dalam kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria. 1,2 Preeklampsia adalah gangguan menyeluruh mengenai malfungsi endotel vaskular dan vasospasme yang terjadi pada minggu ke 20 kehamilan dan dapat pula terjadi sampai minggu ke 4-6 postpartum. Secara klinis didefinisikan sebagai hipertensi dan proteinuria dengan maupun tidak disertai edema patologis. Preeklampsia merupakan bagian dari hipertensi yang merupakan penyulit dari kehamilan. Ini meliputi hipertensi kronis, preeklampsia superimposed dengan hipertensi kronik, hipertensi gestasional, preeklampsia dan eklampsia. 5,6,7 Kriteria diagnosis dari preklampsia terfokus pada pengukuran dari tekanan darah yang meninggi dan proteinuria yang terjadi setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini harus dibedakan dengan hipertensi gestasional yang dimana lebih sering dan selalu muncul dengan gejala yang sama dengan preeklampsia yang termasuk

Upload: am-echa-dwi-reswari

Post on 19-Jan-2016

38 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

referatkoassobgyntugas

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II PEB KPSW

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Preeklampsia Berat

2.1 Definisi

Preeklampsia merupakan sindrom dalam kehamilan berupa berkurangnya

perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan

hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria.1,2

Preeklampsia adalah gangguan menyeluruh mengenai malfungsi endotel vaskular

dan vasospasme yang terjadi pada minggu ke 20 kehamilan dan dapat pula terjadi

sampai minggu ke 4-6 postpartum. Secara klinis didefinisikan sebagai hipertensi

dan proteinuria dengan maupun tidak disertai edema patologis. Preeklampsia

merupakan bagian dari hipertensi yang merupakan penyulit dari kehamilan. Ini

meliputi hipertensi kronis, preeklampsia superimposed dengan hipertensi kronik,

hipertensi gestasional, preeklampsia dan eklampsia.5,6,7

Kriteria diagnosis dari preklampsia terfokus pada pengukuran dari tekanan

darah yang meninggi dan proteinuria yang terjadi setelah 20 minggu kehamilan.

Hal ini harus dibedakan dengan hipertensi gestasional yang dimana lebih sering

dan selalu muncul dengan gejala yang sama dengan preeklampsia yang termasuk

didalamnya nyeri epigastrik atau trombositopenia, tapi tidak ditandai dengan

proteinuria. 5,6,7

Hasil konsensus mengenai kesepakatan sangat bervariasi pada setiap negara

dan organisasi internasional mengenai ukuran yang dapat mendeskripsikan

gangguan ini, namun terdapat batas yang masih wajar mengenai normotensi pada

minggu ke 20 adalah tekanan sistolik tidak melebihi 140mmHg dan tekanan

diastolik yang tidak lebih 90 mmHg dalam 2 kali pengukuran selama 4-6 jam.

Preeklampsia pada pasien yang menderita hipertensi esensial terdiagnosis jika

tekanan darah sistolik meningkat 30 mmHg atau tekanan diastolik meningkat 15

mmHg. 1,2,5,6,7

Proteinuria yaitu bila terdapat protein dalam urin dengan kadar ≥ 300mg

dalam 24 jam atau ≥ 1 gram/liter dalam dua kali pengambilan urine selang 6 jam

Page 2: BAB II PEB KPSW

5

secara acak atau dengan pemeriksaan kualitatif 2+ pada pengambilan urine secara

acak. 1,2,5,6,7

Edema sekarang tidak lagi menjadi tanda yang sahih untuk menegakkan

preeklampsia, oleh karena edema pada wajah dan tangan biasa dijumpai pada

wanita hamil. Edema pada preeklampsia adalah patologis, timbul pada wajah dan

tangan yang sering kali menetap. 1,5,6,7

Preeklampsia dibagi lagi menjadi preeklampsia ringan dan berat. Diagnosis

preeklampsia berat ditegakkan pada wanita hamil >20 minggu dengan hipertensi

ditambah dengan salah satu gejala berikut: 5,6,7

1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110

mmHg

2. Proteinuria ≥5gr/24 jam atau ≥ 3+

3. Oligouria (< 500ml per 24 jam) yang disertai dengan kenaikan kreatinin

plasma

4. Gangguan visus dan serebral yang menetap

5. Nyeri epigastrium

6. Edema paru dan sianosis

7. Sindroma HELLP

8. Oligohidramnion, perlambatan pertumbuhan janin, atau abrupsi plasenta

Preeklampsia berat dibagi menjadi:1

1. Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia

2. Preeklampsia berat dengan impending eclampsia.

Disebut impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala

subjektif berupa:1

Muntah-muntah

Sakit kepala yang keras karena vasospasm atau oedema otak

Nyeri epigastrium karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau

oedema, atau sakit karena perubahan pada lambung

Page 3: BAB II PEB KPSW

6

Gangguan penglihatan: penglihatan menjadi kabur sampai terkadang buta. Hal

ini disebabkan karena vasospasm, oedema atau ablation retinae. Perubahan-

perubahan ini dapat dilihat dengan ophtalmoskop.1

2.2 Klasifikasi8

Berdasarkan pedoman pengelolaan hipertensi dalam kehamilan di Indonesia

(2010):

1. Hipertensi Gestasional

Didapatkan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg Untuk pertama kalinya setelah

umur kehamilan 20 minggu, tidak disertai dengan proteinuria dan tekanan

darah kembali normal < 12 minggu pasca persalinan.

2. Preeklampsia

a. Ringan

Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu

disertai dengan proteinuria ≥ 300mg/24 jam atau dipstick ≥ 1+

b. Berat

Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg Setelah umur kehamilan 20 minggu,

disertai dengan proteinuria > 2gr/24 jam atau dipstick ≥ 2+ sampai 4+

3. Eklampsia

Kejang-kejang pada preeklampsia disertai koma

4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia

Timbulnya proteinuria ≥ 300mg/24 jam pada wanita hamil yang sudah

mengalami hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya timbul setelah

kehamilan 20 minggu.

5. Hipertensi Kronik

Ditemukannya tekanan darah ≥ 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau

sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang 12 minggu pasca

persalinan.

Page 4: BAB II PEB KPSW

7

2.3 Faktor Resiko Preeklampsia Berat1

Terdapat banyak faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan,

termasuk preeklampsia berat, yaitu:

Primigravida, primipaternitas

Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes

mellitus, hidrops fetalis, bayi besar.

Umur yang ekstrim.

Riwayat keluarga pernah preeklampsia/ eklampsia.

Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil, obesitas.

2.4 Epidemiologi7

Preeklampsia merupakan penyebab ketiga terbanyak yang menyebabkan

kematian selama kehamilan setelah perdarahan dan emboli. Preeklampsia

merupakan penyebab pada 790 kematian ibu/100.000 kelahiran hidup.

Wanita ras Afrika-Amerika memiliki mortalitas yang lebih tinggi

dibandingkan dengan wanita ras kulit putih. Secara umur mortalitas dan

morbiditas semakin meningkat pada wanita hamil dengan umur muda (<20 tahun)

dan wanita hamil dengan umur > 35 tahun.

2.5 Etiologi Preeklampsia Berat

Sampai saat ini belum ada etiologi pasti dari preeklampsia dan eklampsia. Ada

beberapa teori yang menjelaskan perkiraan dari etiologi dari kelainan tersebut

diatas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai Disease of Theory. Secara

umum dasar dari patofisiologi preeklampsia adalah vasokonstriksi dari pembuluh

darah arteriole dan peningkatan sensitivitas vaskuler terhadap vasopressor. Teori-

teori yang diajukan untuk mengetahui etiologi dari preeklampsia adalah sebagai

berikut :

Page 5: BAB II PEB KPSW

8

2.5.1 Peran Immunologi1,2

Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi

dalam kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut:

Primigravida mempunyai faktor risiko lebih besar terjadinya

hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida

Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih

besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan

suami yang sebelumnya.

Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam

kehamilan. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan

ialah makin lama periode ini makin kecil terjadinya hipertensi dalam

kehamilan.

Pada perempuan hamil normal respon imun tidak menolak adanya “hasil

konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human Leucocyte

Antigen Protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun,

sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada

plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu

dan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan decidua ibu.

Plasenta pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi

HLA-G. Berkurangnya HLA-G menghambat invasi trofoblas kedalam decidua.

Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan decidua menjadi lunak, dan gembur

sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang

produksi sitokin, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Selain itu,

pada awal trimester kedua kehamilan, perempuan yang mempunyai

kecenderungan terjadi preeklampsia, ternyata mempunyai proporsi Helper sel

yang lebih rendah dibanding pada normotensive.

2.5.2 Invasi trofoblas abnormal

Pada implantasi normal, arteri spiralis uterus mengalami remodelling

akibat invasi endovascular trophoblasts ke dalam lapisan otot arteri spiralis. Hal

ini menimbulkan degenerasi lapisan otot arteri spiralis sehingga terjadi dilatasi

Page 6: BAB II PEB KPSW

9

dan distensi (Gambar 2.1). Pada preeklampsia, terjadi invasi trofoblas namun

tidak sempurna dan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri

spiralis. Dalam hal ini, hanya pembuluh darah desidua (bukan pembuluh darah

miometrium) yang dilapisi oleh endovaskuler trofoblas. Akibatnya, lapisan otot

arteri spiralis tetap kaku dan keras serta tidak memungkinkan untuk mengalami

distensi dan dilatasi. Ini menciptkan suatu keadaan di mana arteri spiralis

mengalami vasokonstriksi relative. Madzali dan rekannya (2000) menunjukkan

bahwa keparahan defek invasi trofoblas pada arteri spiralis berkaitan dengan

keparahan hipertensi.2

Gambar 2.1Implantasi plasenta yang normal menunjukkan adanya proliferasi trofoblas

extravili, membentuk saluran di bawah villi yang melekat. Trofoblas extravillous menginvasi desidua dan masuk ke dalam artei spiralis. Hal ini menyebabkan perubahan pada endotel dan dinding otot pembuluh darah

sehingga pembuluh darah melebar (Cunningham, et al, 2007)

Page 7: BAB II PEB KPSW

10

Gambar 2.2Perbandingan remodelling arteri spiralis pada kehamilan normal dan

preeklampsia. Tampak pada gambar bahwa pada preeklampsia terjadi remodeling yang tidak sempurna sehingga arteri spiralis relative menjadi

lebih konstriksi.(Cunningham, et al, 2007)

De wolf dan rekannya (1980) mengamati arteri-arteri yang diambil

dari sisi implantasi plasenta dengan menggunakan mikroskop electron.

Mereka menemukan bahwa perubahan preeklampsia pada tahap awal

termasuk kerusakan endotel, insudasi plasma ke dalam pembuluh darah,

proliferasi sel-sel miointima, dan nekrosis medial. Mereka menemukan

adanya lipid yang trerakumulasi di dalam sel-sel miointima kemudian di

dalam makrofag. Dalam gambar 2.3 tampak sel-sel lipid bersama sel

inflamasi lainnya di dalam pembuluh darah dinamakan atherosis. Biasanya,

pembuluh darah yang terkena atherosis akan berkembang menjadi aneurisma

dan seringkali berkaitan dengan arteriola spiralis yang gagal untuk

melakukan adaptasi. Obstruksi pada lumen arteriola spiralis oleh atherosis

dapat mengganggu aliran darah plasenta. Hal inilah yang membuat perfusi

plasenta menurun dan menyebabkan terjadinya sindrom preeklampsia.2

Page 8: BAB II PEB KPSW

11

Gambar 2.3Atherosis dalam pembuluh darah ini diambil dari anyaman plasenta (sebelah kiri,

menunjukkan gambaran fotomikrograf; sebelah kanan, menunjukkan diagram skematik dari pembuluh darah). Kerusakan endotel menyebabkan penyempitan

pada lumen pembuluh darah akibat akumulasi protein plasma dan foamy makrofag di bawah endotel. Foamy makrofag ditunjukkan oleh anak panah yang

melengkung, sedangkan anak panah yang lurus menunjukkan kerusakan endotel.

2.5.3 Teori Radikal Bebas dan Disfungsi Sel Endotel

Disfungsi sel endotel yang berkaitan dengan preeklampsia disebabkan oleh

gangguan adaptasi intravaskuler ibu terhadap kehamilan sehingga memicu proses

inflamasi intravaskuler sistemik (Gambar 2.4). Dalam teori ini dinyatakan bahwa

preeklampsia timbul akibat adanya leukosit aktif dengan jumlah yang ekstrem

dalam sirkulasi ibu. Singkatnya, sitokin-sitokin seperti Tumor Necrosis Factor

(TNF) dan interleukin (IL) dapat memicu stres oksidatif yang berkaitan dengan

preeklampsia. Stres oksidatif ini ditandai oleh spesies oksigen reaktif dan radikal

bebas yang memicu terbentuknya peroksida lipid. Proses ini selanjutnya

menghasilkan radikal beracun yang merusak sel-sel endotel, mengacaukan

produksi nitrit oksida, dan mengganggu keseimbangan prostaglandin. Akibat

lainnya adalah terbentuknya sel makrofag yang mengandung lipid (sel foam) di

dalam atherosis; aktivasi proses koagulasi mikrovaskuler menyebabkan

trombositopenia; dan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan terjadinya

edema dan proteinuria.2

Penelitian tentang efek stress oksidatif pada preeklampsia ini

menimbulkan ketertarikan untuk memberikan antioksidan sebagai pencegahan

Page 9: BAB II PEB KPSW

12

preeklampsia. Antioksidan merupakan kelompok senyawa yang berfungsi untuk

mencegah kerusakan akibat produksi radikal bebas yang berlebihan. Contoh

antioksidan antara lain, vitamin E atau tokoferol, vitamin C (asam askorbat), dan

karoten.1

Gambar 2.4Patofisiologi hipertensi dalam kehamilan (Cunningham, et al, 2007)

2.5.4 Faktor Defisiensi Nutrisi

Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk

hati halibut, dapat mengurangi resiko preeklampsia. Minyak ikan mengandung

banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan,

menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik bahwa konsumsi minyak

Page 10: BAB II PEB KPSW

13

ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dapat digunakan untuk

mencegah preeklampsia.1

Studi lain menunjukkan bahwa pada populasi dengan diet kaya buah-

buahan dan sayuran yang banyak mengandung aktioksidan berkaitan dengan

penurunan tekanan darah. Studi ini berkaitan dengan penelitian Zhang bahwa

resiko preeklampsi menjadi dua kali lipat pada wanita yang mengkonsumsi asam

askorbat kurang dari 85 mg. C-Reactive Protein (CRP) yang merupakan marker

inflamasi, juga meningkat pada obesitas. Hal ini selanjutnya juga berkaitan

dengan preeklampsia karena obesitas pada orang tidak hamil pun dapat

menyebabkan aktivasi endotel dan respon inflamasi sistemik akibat

atherosklerosis.2

2.5.5 Faktor genetik

Preeklampsia adalah gangguan multifaktorial poligenik. Dalam review

komprehensif mereka, Ward dan Lindheimer (2009) menyebutkan insiden risiko

preeklampsia adalah 20 sampai 40 persen untuk anak wanita ibu preeklampsia; 11

sampai 37 persen untuk saudara wanita preeklampsia dan 22-47 persen dalam

studi kembar.

Dalam sebuah studi oleh Nilsson dan rekan kerja (2004) yang mencakup

hampir 1.200.000 kelahiran di Swedia, mereka melaporkan komponen genetik

untuk hipertensi kehamilan serta preeklampsia. Mereka juga melaporkan

konkordansi 60 persen di monozigotik pasangan kembar wanita.

Kecenderungan ini kemungkinan besar turun temurun adalah hasil

interaksi dari ratusan gen pewaris-baik ibu dan ayah-yang mengontrol fungsi

metabolik enzimatik dan banyak sekali setiap seluruh sistem organ. Dengan

demikian, manifestasi klinis pada wanita diberikan dengan sindrom preeklampsia

akan menempati spektrum sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Dalam hal ini

ekspresi, fenotipik akan berbeda antara genotipe yang sama tergantung pada

interaksi dengan faktor lingkungan.2

2.6 Patogenesis Preeklampsia Berat

Page 11: BAB II PEB KPSW

14

2.6.1 Vasospasme

Konsep vasospasme diajukan oleh Volhard (1918) berdasarkan

pengamatan langsung tentang pembuluh darah kecil di kuku, mata, dan

conjunctivae bulbar. Ia juga menduga dari perubahan histologis terlihat dalam

berbagai organ yang terkena.

Penyempitan pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi dan

hipertensi berikutnya. Pada saat yang sama, kerusakan sel endotel menyebabkan

kebocoran yang interstisial melalui darah konstituen, termasuk platelet dan

fibrinogen, yang disimpan pada subendothelial. 

Wang dan kolega (2002) juga menunjukkan gangguan protein endothel

junctional. Suzuki dan rekannya (2003) menjelaskan perubahan resistensi

ultrastruktural di wilayah subendothelial arteri pada wanita preeklampsia. Dengan

aliran darah yang berkurang karena maldistribusi, iskemia jaringan sekitarnya

akan menyebabkan nekrosis, perdarahan, dan lain organ akhir gangguan

karakteristik sindrom tersebut.2

2.6.2 Aktivasi sel endotel

Selama dua dekade terakhir, aktivasi sel endotel menjadi acuan dalam

pemahaman dari patogenesis preeklampsia. Dalam skema ini, faktor yang tidak

diketahui - kemungkinan berasal dalam plasenta - juga dikeluarkan ke sirkulasi

ibu dan memprovokasi aktivasi dan disfungsi vaskular endotelium. Sindrom klinis

preeklampsia diperkirakan merupakan hasil dari perubahan sel endotel yang luas.

Selain mikropartikel, Grundmann dan rekan (2008) telah melaporkan

bahwa sirkulasi sel endotel, secara signifikan meningkat empat kali lipat dalam

darah perifer wanita preeklampsia.

Endotelium utuh memiliki sifat antikoagulan, dan sel endotel

menumpulkan respon otot polos vaskular untuk agonis dengan melepaskan oksida

nitrat. Sel endotel yang rusak atau teraktivasi dapat memproduksi oksida nitrat

dan mengeluarkan zat yang mempromosikan koagulasi dan meningkatkan

kepekaan terhadap vasopressors.2

Page 12: BAB II PEB KPSW

15

Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi

sel endotel akan terjadi:

Gangguan metabolism prostaglandin (vasodilator kuat)

Agregasi sel trombosit untuk menutup endotel yang mengalami

kerusakan. Agregasi trombosit ini memproduksi tromboksan (TXA2),

suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal, kadar prostasklin

lebih tinggi daripada kadar tromboksan. Pada preeklampsia, terjadi

sebaliknya sehingga berakibat naiknya tekanan darah.

Peningkatan endotelin (vasopresor), penurunan oksida nitrit

(vasodilator).

Peningkatan faktor koagulasi.

Bukti lebih lanjut dari aktivasi endotel termasuk perubahan karakteristik

morfologi endotel kapiler glomerulus, permeabilitas kapiler meningkat, dan

meningkatnya konsentrasi mediator yang berperan untuk menimbulkan aktivasi

endotel. Penelitian menunjukkan bahwa serum dari wanita dengan preeklampsia

merangsang sel endotel yang dikultur untuk memproduksi prostasiklin dalam

jumlah yang lebih besar dibandingkan serum wanita hamil normal.2

2.7 Diagnosis Preeklampsia Berat

Digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai

berikut:

Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥ 110

mmHg. Tekanan darah tidak turun meskipun ibu hamil sudah dirawat di

rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.

Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.

Oliguria, yaitu produksi urin <500 cc/24 jam.

Peningkatan kreatinin plasma (>1.2 mg/dL).

Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma,

dan pandangan kabur.

Page 13: BAB II PEB KPSW

16

Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat

teregangnya kapsula Glisson oleh karena nekrosis hepatoseluler, iskemia,

dan edema).

Gangguan fungsi hepar (peningkatan kadar AST dan ALT)

Edema paru-paru dan sianosis.

Hemolisis mikroangiopati (ditandai dengan peningkatan LDH)

Trombositopenia (<100.000/mm3)

Pertumbuhan janin intra uterin yang terlambat.

Sindrom HELLP.

2.8 Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan preeklampsia adalah sebagai berikut :

1. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah

2. Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia

3. Mengatasi dan menurunkan komplikasi pada janin

4. Terminasi kehamilan dengan cara yang paling aman

Perawatan preeklampsia berat dibagi menjadi dua unsur:

Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya: yaitu terapi

medikamentosa dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya

Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya: yang

tergantung pada umur kehamilannya dibagi 2, yaitu:

Ekspektatif; Konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu, artinya:

kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberi terapi

medikamentosa

Aktif, agresif: bila umur kehamilan > 37 minggu, artinya kehamilan

diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi.

Page 14: BAB II PEB KPSW

17

2.8.1 Penanganan di rumah sakit

Dasar pengelolaan PEB terbagi menjadi dua. Pertama adalah pengelolaan

terhadap penyulit yang terjadi, kedua adalah sikap terhadap kehamilannya.

Penanganan penyulit pada PEB meliputi:4

a. Pencegahan Kejang

Tirah baring, tidur miring kiri

Infus RL atau D5

Pemberian anti kejang MgSO4 yang terbagi menjadi dua tahap,

yaitu :

- Loading / initial dose : dosis awal

- Maintenance dose: dosis rumatan

Pasang Foley catheter untuk monitor produksi urin

Tabel 1. Tatacara Pemberian SM pada PEB

Loading dose Maintenance dose

SM 20 % 4 g iv pelan-pelan

selama 5 menit

- SM 40 % 10 g im, terbagi pada

glutea kiri dan kanan

- SM 40 % 5 g per 500 cc RD5 30

tts/m

1. SM rumatan diberikan sampai

24 jam pada perawatan

konservatif dan 24 jam setelah

persalinan pada perawatan aktif

Syarat pemberian SM :

- Reflex patella harus positif

- Respiration rate > 16 /m

- Produksi urine dalam 4 jam 100cc

- Tersedia calcium glukonas 10 %

Antidotum :

Bila timbul gejala intoksikasi SM dapat diberikan injeksi Calcium

Page 15: BAB II PEB KPSW

18

gluconas 10 %, iv pelan-pelan dalam waktu 3 menit

Bila refrakter terhadap SM dapat diberikan preparat berikut :

1. Sodium thiopental 100 mg iv

2. Diazepam 10 mg iv

3. Sodium amobarbital 250 mg iv

4. Phenytoin dengan dosis :

- Dosis awal 100 mg iv

- 16,7 mg/menit/1 jam

500 g oral setelah 10 jam dosis awal diberikan selama 14 jam

b. Antihipertensi

Hanya diberikan bila tensi ≥ 180/110 mmHg atau MAP ≥ 126

Bisa diberikan nifedipin 10 – 20 mg peroral, diulang setelah 30

menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam

Penurunan darah dilakukan secara bertahap :

- Penurunan awal 25 % dari tekanan sistolik

- Target selanjutnya adalah menurunkan tekanan darah <

160/105 mmHg atau MAP < 125

c. Diuretikum

Tidak diberikan secara rutin karena menimbulkan efek :

Memperberat penurunan perfusi plasenta

Memperberat hipovolemia

Meningkatkan hemokonsentrasi

Indikasi pemberian diuretikum :

1. Edema paru

2. Payah jantung kongestif

3. Edema anasarka

Page 16: BAB II PEB KPSW

19

Berdasarkan sikap terhadap kehamilan, perawatan pada pasien PEB

dibedakan menjadi perawatan konservatif dan perawatan aktif.

a. Perawatan konservatif

1. Tujuan :

Mempertahankan kehamilan hingga tercapai usia kehamilan

yang memnuhi syarat janin dapat hidup di luar rahim

Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa

mempengaruhi keselamatan ibu

2. Indikasi :

Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala

impending eklampsia

3. Pemberian anti kejang :

Seperti Tabel 1 di atas, tapi hanya diberikan maintainance dose (

loading dose tidak diberikan )

4. Antihipertensi

Diberikan sesuai protokol untuk PER.

5. Induksi Maturasi Paru

Diberikan injeksi glukokortikoid, dapat diberikan preparat

deksametason 2 x 16 mg iv/24 jam selama 48 jam atau

betametason 24 mg im/24 jam sekali pemberian.

6. Cara perawatan :

Pengawasan tiap hari terhadap gejala impending eklampsia

Menimbang berat badan tiap hari

Mengukur protein urin pada saat MRS dan tiap 2 hari

sesudahnya

Mengukur tekanan darah tiap 4 jam kecuali waktu tidur

Pemeriksaan Lab : DL, LFT, RFT, lactic acid

dehydrogenase, Albumin serum dan faktor koagulasi

Bila pasien telah terbebas dari kriteria PEB dan telah masuk

kriteria PER, pasien tetap dirawat selama 2 – 3 hari baru

Page 17: BAB II PEB KPSW

20

diperbolehkan rawat jalan. Kunjungan rawat jalan dilakukan

1 minggu sekali setelah KRS.

7. Terminasi kehamilan

Bila pasien tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai

aterm

Bila penderita inpartu, persalinan dilakukan sesuai dengan

indikasi obstetrik.

b. Perawatan aktif

1. Tujuan : Terminasi kehamilan

2. Indikasi :

a. Indikasi Ibu :

Kegagalan terapi medikamentosa :

Setelah 6 jam dimulainya terapi medikamaentosa

terjadi kenaikan tekanan darah persisten

Setelah 34 jam dimulainya terapi medikamentosa

terjadi kenaikan tekanan darah yang progresif

Didapatkan tanda dan gejala impending preeclampsia

Didapatkan gangguan fungsi hepar

Didapatkan gangguan fungsi ginjal

Terjadi solusio plasenta

Timbul onset persalinan atau ketuban pecah

b. Indikasi Janin

Usia kehamilan ≥ 37 minggu

PJT berdasarkan pemeriksaan USG serial

NST patologis dan Skor Biofisikal Profil < 8

Terjadi oligohidramnion

c. Indikasi Laboratorium

Page 18: BAB II PEB KPSW

21

Timbulnya HELLP syndrome

3. Pemberian antikejang : protokol yang tercantum pada tabel 1.

4. Terminasi kehamilan :

Bila tidak ada indikasi obstetrik untuk persalinan

perabdominam, mode of delivery pilihan adalah pervaginam

dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Pasien belum inpartu

Dilakukan induksi persalinan bila skor pelvik ≥ 8. Bila

skor pelvik < 8 bisa dilakukan ripening dengan

menggunakan misoprostol 25 μg intravaginal tiap 6 jam.

Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II sejak

dimulainya induksi, bila tidak maka dianggap induksi

persalinan gagal dan terminasi kehamilan dilakukan dengan

operasi sesar.

b. Indikasi operasi sesar :

Indikasi obstetrik untuk operasi sesar

Induksi persalinan gagal

Terjadi maternal distress

Terjadi fetal compromised

Usia kehamilan < 33 minggu

c. Pasien sudah inpartu

Perjalanan persalinan dilakukan dengan mengikuti

partograf

Kala II diperingan

Bila terjadi maternal distress maupun fetal

compromised, persalinan dilakukan dengan operasi

sesar

Pada primigravida direkomendasikan terminasi dengan

operasi sesar

2.9 Komplikasi Preeklampsia Berat

Page 19: BAB II PEB KPSW

22

2.9.1 Penyulit Ibu1

A. Sistem Saraf Pusat

Perdarahan Intrakranial

Thrombosis vena sentral

Hipertensi ensephalopati

Edema cerebri

Edema retina

Macular atau retinal detachment

Kebutaan cortex

B. Gastrointestinal-hepatik:

Subcapsular hematoma hepar

Ruptur kapsul hepar

Asites

C. Ginjal

Gagal ginjal akut

Nekrosis Tubular Akuta

D. Hematologik:

DIC

Trombositopenia

E. Kardiopulmonal:

Edema paru

Arrest napas

Cardiac arrest

Iskemia miokardium

2.9.2 Penyulit Janin4

a. PJT

Page 20: BAB II PEB KPSW

23

b. Solusio plasenta

c. IUFD

d. Kematian neonatal

e. Prematuritas

f. Cerebral palsy

B. Persentasi Bokong

2.1. Presentasi Bokong

a. Definisi

Presentasi bokong adalah keadaan dimana janin terletak memanjang

atau membujur dengan kepala di fundus uteri dan bokong di bagian bawah

kavum uteri.2

Presentasi bokong adalah janin yang terletak memanjang (membujur)

dalam rahim, kepala berada di fundus dan bokong di bawah. 11

b. Insiden

Presentasi bokong terjadi dalam 3-4% dari persalinan yang ada (Norwitz

dan Schorge, 2008). Terjadinya presentasi bokong berkurang dengan

bertambahnya umur kehamilan. Presentasi bokong terjadi pada 25% dari

persalinan yang terjadi sebelum umur kehamilan 28 minggu, terjadi pada 7%

persalinan yang terjadi pada minggu ke 23 dan terjadi pada 1-3% persalinan

yang terjadi pada kehamilan aterm. Insiden presentasi bokong meningkat

pada kehamilan ganda; 25% pada gemelli janin pertama, dan 50 % pada janin

kedua. Sebagai contoh, 3,5% dari 136.256 persalinan tunggal dari tahun 1990

sampai 1999 di Parkland Hospital merupakan presentasi bokong.2

c. Klasifikasi Presentasi Bokong

Presentasi bokong terdiri dari berbagai macam klasifikasi, yaitu

presentasi bokong murni (frank breech), presentasi bokong sempurna

Page 21: BAB II PEB KPSW

24

(complete breech), dan presentasi bokong tidak sempurna (incomplete

breech).2

Presentasi Bokong Murni (Frank Breech)

Pada presentasi bokong akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki

terangkat ke atas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu atau kepala

janin. Dengan demikian pada pemeriksaan dalam hanya dapat diraba

bokong. Frekuensi terjadinya presentasi bokong murni, yaitu 50-70%

(Cunningham dkk, 2005). Posisi ini paling sering ditemukan yang terjadi

75% presentasi bokong primigravida dan 50% multigravida.12

Presentasi Bokong Sempurna (Complete Breech)

Presentasi bokong sempurna, yaitu letak bokong dimana kedua kaki ada

di samping bokong (letak bokong kaki sempurna). Frekuensi terjadinya

presentasi bokong sempurna yaitu 75% (Cunningham dkk, 2005). Pada ibu

multigravida dengan diameter pelvis baik atau pada gestasi multipel terdapat

resiko prolaps tali pusat.12

Presentasi Bokong Tidak Sempurna (Incomplete Breech)

Presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (incomplete

or footling), frekuensi terjadinya berkisar 10 – 30%. Pada presentasi bokong

kaki tidak sempurna hanya terdapat satu kaki di samping bokong, sedangkan

kaki yang lain terangkat ke atas. Pada presentasi kaki bagian paling rendah

adalah satu atau dua kaki. Selain bokong bagian terendah juga kaki dan

lutut, terdiri dari kedua kaki yang disebut letak kaki sempurna; satu kaki

yang disebut letak kaki tidak sempurna, frekuensi terjadinya 24%; kedua

lutut yang disebut letak lutut sempurna; dan satu lutut yang disebut letak

lutut tidak sempurna, frekuensi terjadinya 1%.2 Presentasi ini dapat

mengindikasikan kesulitan dalam penurunan, sehingga direkomendasikan

pelahiran dengan seksio sesaria.12

Page 22: BAB II PEB KPSW

25

Gambar 2.1. Bermacam-macam presentasi bokong

Sumber : (Syamsuddin, 2010)

Gambar : 2.2. Letak presentasi bokong

a.Letak bokong sempurna.

b. Letak bokong tidak sempurna.

c. Letak bokong saja.

Sumber : (Manuaba,2007)

d. Posisi Bokong

Posisi bokong ditentukan oleh sakrum ada 4 posisi, yaitu sebagai

berikut.11

Left sacrum anterior (sakrum kiri depan).

Right sacrum anterior (sakrum kanan depan).

Left sacrum posterior (sakrum kiri belakang).

Right sacrum posterior (sakrum kanan belakang).

e. Etiologi

Presentasi bokong terdiri dari berbagai etiologi, yaitu sebagai berikut.10

Gerakan janin yang bebas

Page 23: BAB II PEB KPSW

26

Hal ini biasanya terjadi karena adanya hidramnion, prematur, dan

multiparitas. Pada kondisi hidramnion air ketuban relatif banyak sehingga

janin dapat bergerak bebas. Pada usia kehamilan prematur berat bayi masih

di bawah normal atau ukuran bayi masih kecil dan cairan amnion lebih

banyak dibandingkan dengan besar anak sehingga janin mudah bergerak.

Pada kondisi ibu yang multiparitas terjadi relaksasi uterus sehingga

mengakibatkan uterus cenderung lebih kendur bila dibandingkan ibu yang

tidak multiparitas sehingga hal tersebut dapat mengakibatkan janin bebas

bergerak dan berputar posisi.

Gangguan akomodasi

Gangguan akomodasi dapat terjadi pada kelainan bentuk uterus. Adanya

tumor rahim, adanya ekstensi tungkai janin dan plasenta yang terletak di

daerah kornu fundus uteri dapat pula menyebabkan presentasi bokong

karena plasenta mengurangi luas ruangan di daerah fundus.

Gangguan fiksasi

Gangguan fiksasi kepala pintu atas panggul dapat terjadi karena adanya

plasenta previa, tumor panggul, kesempitan panggul, anensefalus, dan

hidrosefalus. Plasenta previa dapat menghalangi turunnya ke dalam pintu

atas panggul. Kelainan bentuk kepala yaitu hidrosefalus, anensefalus,

mengakibatkan kepala kurang sesuai dengan bentuk pintu atas panggul

sehingga janin dapat berputar mencari posisi yang lebih nyaman

Relaksasi Uterus

Berkaitan dengan multiparitas, multifetus, persalinan sungsang

sebelumnya, kelainan uterus dan tumor pelvis. Relaksasi uterus

menyebabkan janin mudah berputar posisi ke posisi sungsang.

f. Patofisiologi

Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap

ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu,

Page 24: BAB II PEB KPSW

27

jumlah air ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin

bergerak dengan leluasa, ditambah berbagai faktor risiko yang mendukung

terjadinya presentasi bokong salah satunya kondisi ibu yang multiparitas

terjadi relaksasi uterus yang mengakibatkan janin lebih mudah berputar

posisi. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam berbagai

presentasi yang tidak biasa, salah satunya dengan posisi presentasi bokong. 11

Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan

jumlah air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai

terlipat lebih besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati

ruang yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada di ruangan

yang lebih kecil di segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti

mengapa pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi presentasi bokong

lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar

ditemukan dalam presentasi kepala. Sayangnya, beberapa fetus tidak seperti

itu. Sebagian dari mereka berada dalam posisi sungsang.11

g. Diagnosis

Anamnesis

Kehamilan dengan presentasi bokong seringkali oleh ibu hamil

dinyatakan bahwa kehamilannya terasa lain dari kehamilan sebelumnya,

karena perut terasa penuh dibagian atas, merasa seperti benda keras (kepala)

yang mendesak tulang iga dan gerakan lebih banyak dibagian bawah. Pada

kehamilan pertama kalinya mungkin belum bisa dirasakan perbedaannya.

Dapat ditelusuri dari riwayat kehamilan sebelumnya apakah ada yang

sungsang.13

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan luar berdasarkan pemeriksaan Manuver Leopold yang

sebaiknya dilakukan pada setiap kunjungan perawatan antenatal bila umur

kehamilannya ≥ 34 minggu, ditemukan bahwa Leopold I di fundus akan

Page 25: BAB II PEB KPSW

28

teraba bagian yang keras dan bulat yakni kepala. Leopold II teraba

punggung disatu sisi dan bagian kecil disisi lain. Leopold III bila

engagement belum terjadi (diameter intertrokanterika panggul janin belum

melewati pintu atas panggul) bokong janin masih dapat digerakkan di atas

pintu atas panggul. Leopold IV teraba bokong (bagian yang kurang bundar

dan lunak) di bagian bawah uterus yang men nunjukkan posisi bokong yang

mapan di bawah simfisis. Kadang-kadang bokong janin teraba bulat dan

dapat memberi kesan seolah-olah kepala, tetapi bokong tidak dapat

digerakkan semudah kepala. Denyut jantung janin pada umumnya

ditemukan setinggi pusat atau sedikit lebih tinggi daripada umbilikus.1,10

Gambar 2.3. Pemeriksaan Manuver Leopold

Sumber : (Cunningham dkk, 2005)

Keterangan :

A : Leopold I B: Leopold II C : Leopold III D : Leopold IV

Pada pemeriksaan dalam pada kehamilan presentasi bokong apabila

didiagnosis dengan pemeriksaan luar tidak dapat dibuat oleh karena dinding

perut tebal, uterus berkontraksi atau air ketuban banyak. Setelah ketuban

pecah dapat lebih jelas adanya bokong yang ditandai dengan adanya

Page 26: BAB II PEB KPSW

29

sakrum, kedua tuberositas iskiadika, anus dan kaki (pada letak kaki)

(Angsar dan Setjalilakusuma, 2010). Pada persalinan lama, bokong

mengalami edema sehingga kadang-kadang sulit untuk membedakan

bokong dengan muka. Pemeriksaan yang teliti dapat membedakan bokong

dengan muka karena jari yang akan dimasukkan ke dalam anus mengalami

rintangan otot, sedangkan jari yang dimasukkan ke dalam mulut akan

meraba tulang rahang dan alveola tanpa hambatan, mulut dan tulang pipi

akan membentuk segitiga, sedangkan anus dan tuberosis iskiadika

membentuk garis lurus. Pada presentasi bokong kaki sempurna, kedua kaki

dapat diraba di samping bokong, sedangkan pada presentasi bokong kaki

tidak sempurna hanya teraba satu kaki di samping bokong. Informasi yang

paling akurat berdasarkan lokasi sakrum dan prosesus untuk diagnosis

posisi.

Page 27: BAB II PEB KPSW

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan jika masih ada keragu-raguan dari

pemeriksaan luar dan dalam, sehingga harus dipertimbangkan untuk

melakukan pemeriksaan ultrasonografik atau Magnetic Resonance Imaging

(MRI). Pemeriksaan ultrasonografik diperlukan untuk konfirmasi letak janin

bila pemeriksaan fisik belum jelas, menentukan letak plasenta, menemukan

kemungkinan cacat bawaan, taksiran berat janin, penilaian volume air

ketuban dan keadaan hiperekstensi kepala. Berat janin dapat diperkirakan

secara ultrasonografi berdasarkan ukuran biparietal, lingkar kepala, lingkar

perut dan panjang tulang femur. Pada foto rontgen (bila perlu) juga bisa

digunakan untuk menentukan posisi tungkai bawah, konfirmasi letak janin

serta fleksi kepala, menentukan adanya kelainan bawaan anak.3

h. Persalinan

Dalam presentasi bokong diperlukan banyak ketekunan dan kesabaran

dibandingkan dengan pertolongan persalinan presentasi kepala (Mansjoer

dkk, 2001). Selama terjadi kemajuan pada persalinan dan tidak ada tanda-

tanda yang mengancam kehidupan janin, maka penolong tidak perlu

melakukan tindakan yang bertujuan mempercepat kelahiran janin.

Mekanisme persalinan presentasi bokong hampir sama saja dengan letak

kepala, hanya disini yang memasuki pintu atas panggul adalah bokong.

Persalinan berlangsung agak lama, karena bokong dibandingkan dengan

kepala lebih lembek, jadi kurang kuat menekan, sehingga pembukaan agak

lama.11

Pertama-tama hendaknya ditentukan apakah tidak ada kelainan lain yang

merupakan indikasi untuk melakukan seksio sesarea, seperti misalnya

kesempitan panggul, plasenta previa atau adanya tumor dalam rongga

panggul. Presentasi bokong biasanya lahir spontan, karena itu jangan terlalu

lekas bertindak. Sikap konservatif dipertahankan sampai pusat lahir.

Indikasi waktu setelah pembukaan lengkap, biasanya lebih pendek

1

30

Page 28: BAB II PEB KPSW

35

dibandingkan dengan letak kepala misalnya 2 jam setelah pembukaan

lengkap anak sudah harus lahir.10

Mekanisme persalinan presentasi bokong dimulai dengan garis pangkal

paha yang masuk serong ke dalam pintu atas panggul (engagement dan

descent). Pantat depan memutar ke depan setelah mengalami rintangan dari

otot-otot dasar panggul. Dengan demikian dapat terjadi laterofleksi badan

untuk menyesuaikan diri dengan lengkungan panggul. Pantat depan nampak

terdahulu dalam vulva dan dengan trokhanter depan sebagai hipomoklion

(di bawah simfisis) dan laterofleksi dari badan lahirlah pantat belakang pada

pinggir depan perineum disusul dengan kelahiran pantat depan. Setelah

bokong lahir terjadi rotasi luar sehingga punggung berputar sedikit ke depan

dan supaya bahu dapat masuk dalam ukuran serong dari pintu atas panggul.

Sesudah bahu turun terjadilah putaran paksi dari bahu. Karena itu punggung

berputar lagi ke samping. Pada saat bahu akan lahir maka kepala dalam

keadaan fleksi masuk dalam ukuran melintang pintu atas panggul. Kepala

ini mengadakan putaran paksi sedemikian rupa hingga kuduk terdapat di

bawah simfisis dan dagu sebelah belakang. Berturut-turut lahir pada

perineum; dagu, mulut, hidung, dahi, dan belakang kepala.13

Tabel 2.3 Kriteria pemilihan persalinan janin dengan presentasi bokong.

Persalinan Pervaginam Section Caesarea

Presentasi Frankbreech Presentasi Footing

Usia kehamilan > 34 minggu Janin preterm ( usia kehamilan 25-34

minggu)

Taksiran berat janin 2000-3500 gram Taksiran berat janin > 3500 gram atau

< 1500 gram kepala janin defleksi

atau hiperekstensi

Kepala fleksi Kepala janin defleksi atau

hiperekstensi

Ukuran panggul adekuat Panggul sempit atau ukuran dalam

( berdasarkan x-ray)

Page 29: BAB II PEB KPSW

35

Persalinan Pervaginam

Berdasarkan tenaga yang dipakai dalam melahirkan janin pervaginam,

persalinan pervaginam dibagi menjadi 3 sebagai berikut.14

1. Persalinan spontan (spontaneous breech).

Janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu sendiri. Cara ini lazim

disebut cara Bracht. Prosedur pertolongan persalinan spontan dibagi

menjadi beberapa tahapan dan teknik. Tahapan prosedur pertolongan

spontan adalah sebagai berikut.1

Tahap pertama: fase lambat, yaitu mulai lahirnya bokong sampai pusar

(skapula depan). Disebut fase lambat karena fase ini hanya untuk

melahirkan bokong, yaitu bagian janin yang tidak berbahaya.

Tahap kedua: fase cepat, yaitu mulai dari lahirnya pusar sampai lahirnya

mulut. Disebut fase cepat karena pada fase ini kepala janin mulai masuk

pintu atas panggul, sehingga kemungkinan tali pusat terjepit. Oleh karena

itu fase ini harus segera diselesaikan dan tali pusat segera dilonggarkan. Bila

mulut sudah lahir, janin dapat bernapas lewat mulut.

Tahap ketiga: fase lambat, yaitu mulai lahirnya mulut sampai seluruh

kepala lahir. Disebut fase lambat karena kepala akan keluar dari ruangan

yang bertekanan tinggi (uterus), ke dunia luar yang tekanannya lebih

rendah, sehingga kepala harus dilahirkan secara perlahan-lahan untuk

menghindari terjadinya perdarahan intrakranial (adanya ruptura tentorium

sereberi).

2. Manual aid (partial breech extraction; assisted breech delivery).

Janin dilahirkan sebagian menggunakan tenaga dan kekuatan ibu dan

sebagian lagi dengan tenaga penolong. Prosedur manual aid terdapat

beberapa indikasi, tahapan dan teknik. Indikasi untuk dilakukan tindakan

manual aid adalah sebagai berikut.

Persalinan secara Bracht mengalami kegagalan, misalnya bila terjadi

kemacetan baik pada waktu melahirkan bahu atau kepala. Dari semula

Page 30: BAB II PEB KPSW

35

memang hendak melakukan pertolongan secara manual aid. Untuk tahapan

manual aid, yaitu

Tahap pertama: lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan

kekuatan tenaga ibu sendiri.

Tahap kedua: lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong.

Cara/teknik untuk melahirkan bahu dan lengan ialah secara: klasik

(Deventer), Mueller, Lovset, dan Bickenbach.

Tahap ketiga, lahirnya kepala yang dapat dilakukan dengan cara

Mauriceau, Najouks, Wigand Martin-Winckel, Prague terbalik dan Cunam

Piper.

3. Ekstraksi Sungsang (Total Breech Extraction).

Janin dilahirkan seluruhnya dengan memakai tenaga penolong. Prosedur

Ekstraksi sungsang terdapat 2 teknik yaitu teknik ekstraksi kaki dan teknik

ekstraksi bokong.

Persalinan Perabdominal (Seksio Sesaria)

Persalinan perabdominal (seksio sesaria) dipilih jika persalinan

pervaginam sukar dan berbahaya, tali pusat menumbung pada primigravida

atau multigravida, distosia, prematur atau postmatur, riwayat obstetri buruk,

dan terdapat komplikasi kehamilan dan persalinan seperti hipertensi dalam

kehamilan, serta ketuban pecah dini.15Beberapa kriteria yang dapat dipakai

pegangan bahwa letak sungsang harus dilahirkan perabdominal, yaitu

primigravida tua, riwayat persalinan yang buruk, janin besar, lebih dari

3,5kg – 4kg, panggul sempit, prematuritas.1

i. Komplikasi

Komplikasi persalinan presentasi bokong antara lain dari faktor ibu yaitu

perdarahan oleh karena trauma jalan lahir, atonia uteri dan sisa plasenta,

infeksi karena terjadi secara ascendens melalui trauma (endometritis) dan

trauma persalinan seperti trauma jalan lahir

Page 31: BAB II PEB KPSW

35

Sedangkan dari faktor bayi yaitu perdarahan seperti perdarahan

intrakranial dan edema intrakranial akibat kepala dilahirkan dengan cepat,

perdarahan alat-alat vital intra-abdominal, trauma persalinan seperti

dislokasi atau fraktur ekstremitas, persendian leher, ruptur alat-alat vital

intra-abdominal, kerusakan pleksus brakialis dan fasialis, kerusakan pusat

vital di medulla oblongata yang semuanya diakibatkan tarikan yang kuat

pada saat proses pelahiran aPnak, trauma langsung alat vital (mata, telinga,

mulut), infeksi karena manipulasi asfiksia sampai lahir mati yang

diakibatkan terlilitnya tali pusat.13

j. Prognosis

Bila dibandingkan dengan presentasi kepala, maka presentasi bokong,

baik ibu maupun bayi menghadapi risiko yang lebih besar, walaupun tidak

akan sama derajatnya.2

Bagi Ibu

Prognosis bagi ibu pada presentasi bokong tak banyak berbeda dengan

prognosis pada letak kepala, mungkin ruptur perinea lebih sering terjadi.

Robekan pada perinea lebih besar, juga karena dilakukan tindakan, selain itu

ketuban lebih cepat pecah dan partus lebih lama, jadi mudah terkena infeksi.

Sebab kematian maternal terpenting adalah penanganan persalinan yang

kurang sempurna

Bagi Bayi

Prognosis tidak terlalu baik, karena adanya gangguan peredaran darah

plasenta setelah bokong lahir dan juga setelah perut lahir, tali pusat terjepit

antara kepala dan panggul, anak bisa menderita asfiksia serta akibat retraksi

uterus yang dapat menyebabkan lepasnya plasenta sebelum kepala lahir.

Selanjutnya prognosis bagi anak dengan presentasi bokong lebih buruk

terutama kalau anaknya besar dan ibunya seorang primigravida, maka

kematian anak dengan presentasi bokong 3 kali lebih besar daripada

kematian anak letak kepala

Page 32: BAB II PEB KPSW

35

DAFTAR PUSTAKA

1. Angsar, Muh. Dikman. “Hipertensi dalam Kehamilan”. dalam

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. ”Ilmu Kandungan edisi keempat”. editor:

Saifuddin, Abdul Bari. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Hal: 530-561.

2. Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC,

Hankins GD et al. 2001. “Hypertension Disorders in Pregnancy. Williams

Obstetrics. 21th ed”.London: Prentice-Hall International. Hal: 567-618.

3. Manuaba, I.B.G., I.A. Chandranita Manuaba, dan I.B.G. Fajar Manuaba.

2007. “Pengantar Kuliah Obstetri.” Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal:

401-420

4. Prasetyorini, N, 2009. “Penanganan Preeklampsia dan Eklampsia”.

Seminar POGI Cabang Malang. Divisi Kedokteran Feto Maternal -

FKUB/RSSA Malang.

5. Prasetyawan. 2002. ”Perbandingan kadar kalsium darah pada

PreEklampsia berat dan kehamilan normotensi.” SMF OBGIN FK Univ.

Diponegoro: Semarang

6. Subhaberata, Ketut. 2001. “Penanganan preeklampsia berat dan

eklampsia”. UPF OBGIN RSU Tarakan : Indonesia.

Page 33: BAB II PEB KPSW

35

7. Jamilu, Tukur. 2009. “The use of magnesium sulphate for treatmen severe

preeclampsia and eclampsia.”

8. Achadiat, C.M. 2004. “Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi”. Jakarta:

EGC.

9. Monintja, H.E. 2005. “Penyakit-Penyakit Dalam Masa Neonatal” dalam

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. ”Ilmu Kandungan edisi keempat”. editor:

Saifuddin, Abdul Bari. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

10. Wiknjosastro, H. 2005. “Ilmu Kebidanan” Edisi Ketiga, Cetakan

Ketujuh. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

11. Mochtar, R. 1998. Letak Sungsang. Dalam: Lutan, D (Editor). Sinopsis

Obstetri (hal. 350-365). EGC, Jakarta, Indonesia.

12. Liu, D dan Loughna, P. 2008. Manual Persalinan: “Presentasi Bokong”

(edisi ke-3). Terjemahan oleh : Ayu, N.M.S., EGC, Jakarta, Indonesia, hal.

269-282.

13. Krisandi, R.S. 2005. Letak Sungsang. Dalam: Sastrawinata,

Martaadisoebrata, Wirakusumah (Editor). Obstetri Patologi (hali. 169-

185). EGC, Jakarta, Indonesia.

14. Supono. 1985. Ilmu Kebidanan bagian patologi: “Letak Sungsang”. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Palembang, Indonesia, hal. 365-373.

15. Giuliani, A., dkk. 2002. Mode of delivery and outcome of 699 term singelton breech deiveries at a single center. American Journal Obstetrics and Gynecologi, hal 187.

Page 34: BAB II PEB KPSW

35

Ligasi arteri uterina

Ligasi uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini

dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas

segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan

segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang

besar dan benang absorbabel yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan

Page 35: BAB II PEB KPSW

35

melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina. Masuk ke miometrium keluar

dibagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina.8

3.1 Penatalaksanaan

IVFD RL 20x/m

MgSO4 40% 4gr 10 cc boka/boki

Injeksi antibiotik Cefotaxime 2x1 gram IV

Nifedipine 10 mg tablet Sublingual

Obeservasi Vital sign dan DJJ

Informed consent dengan keluarga