bab ii ortopedi stupa 5 02102011
TRANSCRIPT
`Bab II
Tinjauan umum
Untuk merancang rumah sakit ortopedi khusus anak-anak maka diperlukan
tinjauan-tinjauan untuk mengetahui interaksi dan aktivitas yang terjadi didalamnya,
selain itu perlu pula kita mengetahui tinjauan lain terkait dengan perancangan seperti
tinjauan kota, lingkungan sekitar dan kondisi geografis untuk perancangan serta
tinjauan dasar mengenai teori rumah sakit ortopedi anak. Untuk itu penulis
melakukan survei dan tinjauan langsung dengan mengambil objek rumah sakit
ortopedi Surakarta yang menjadi preseden. Secara garis besar di dalam bab ini,
tinjauan dibedakan menjadi 2, yakni tinjauan teori mengenai rumah sakit dan
tinjauan kota Klaten.
A. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian Rumah Sakit, Rumah Sakit Orthopedi dan Rumah Sakit
Orthopedi Anak
Rumah sakit adalah Suatu lembaga yang memelihara dan memiliki fasilitas –
fasilitas untuk menetapkan diagnosa, mengobati dan merawat individu yang
mempunyai hubungan satu dengan yang lain yang membutuhkan tempat perawatan
dibawah ruangan lembaga tersebut1.
Rumah sakit adalah Suatu bangunan atau ruang yang digunakan untuk
menampung dan merawat orang sakit maupun bersalin2.
Ortopedi adalah ilmu tentang penyembuhan tulang anggota gerak atau
tulang punggung yg tidak lurus atau salah bentuk3.
Ortopedi juga bermakna cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang
cedera akut, kronis, dan trauma serta gangguan lain sistem muskuloskeletal. Dokter
bedah ortopedi menghadapi sebagian besar penyakit muskuloskeletal termasuk
artritis, trauma dan kongenital menggunakan peralatan bedah dan non-bedah4.
Anak bermakna Laki/laki atau perempuan dimana bayi neonatus sampai
remaja (2 -14 tahun)4.
1 The American People Encyclopedia, hal 6622 Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 031, Binhup 1972, Bab II Ayat 1 tentang Rumah sakit3Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas 2008 halaman 10244 Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI
Dengan demikian, Rumah Sakit Orthopedi Anak adalah Suatu lembaga
yang memelihara dan memiliki fasilitas – fasilitas untuk menetapkan diagnosa,
mengobati dan merawat individu yang mempunyai hubungan satu dengan yang lain
terkait pada pelayanan mengenai cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang
cedera akut, kronis, dan trauma serta gangguan lain sistem muskuloskeletal. Dokter
bedah ortopedi menghadapi sebagian besar penyakit muskuloskeletal termasuk
artritis, trauma dan kongenital menggunakan peralatan bedah dan non-bedah yang
dilakukan pada Laki/laki atau perempuan dimana rentang usianya dari bayi neonatus
sampai remaja (2-14 tahun).
2. Type Rumah sakit
a. Type Rumah Sakit menurut Dasar – Dasar Arsitektur dan AHM (Advanced
Hospital Management) :
Pavilliun, berkembang dari tahun 1860 sampe 1900, massa dibuat
dengan model bangunan rendah dan tata massa menyebar
menjadikan biaya pelaksanaan mahal karena terlalu menyebar dan
memerlukan banyak ruang, tidak hemat, sukar untuk dicapai dan
mendapatkan klinik yang dibutuhkan, serta sulit untuk memisahkan
sirkulasi pasien, pengunjung dan tamu non pengunjung dan pasien.
Satellite atau Mobobloc, berkembang dari tahun 1900 – 1950, blok
utama dan bangsal berbentuk satelit atau bangunan tinggi.
Memerlukan banyak pengondisian udara buatan sehingga banyak
membutuhkan, tambahan pada paviliun dengan ruang perawatan
paviliun akan tetapi jarak ke blok pelayanan utama masih terlalu
besar.
Comb atau Titanic, berkembang tahun 1950 – 1980. Bangsal
dihubungkan dengan tempat perawatan ke poliklinik, yang dapat
dibagi lagi, tetapi bagian sisi menghalangi pemandangan bangsal
yang menghadap ruang perawatan dari bangsal yang
bersebelahan. Pada system Comb (Block) bangsal, terletak
bersisian dengan yang lainnya dalam satu baris dengan ruang
perawatan dan pelayanan dibelakang atau di depan blok klinik
dengan tinggi yang sama. Bentuk ini terlalu banyak memakan biaya
baik dalam pembuatannya maupun operasionalnya, teknologi tinggi
yang terdapat di dalamnya malah menyerap energi terlalu besar
sehingga tidak diperoleh efisiensi di dalamnya.
Horsehou atau village, luas tempat yang dibutuhkan lebih kecil,
bangunan dibuat tipis, koridor lebih pendek sehingga harga operasi
pelaksanaan lebih murah. Penyatuan rumahsakit yang efisien
dengan rute pendek. Mudh diperluas dengan blok tambahan lain.
b. Penggolongan dan Klasifikasi Rumah Sakit menurut Kementrian
Kesehatan RI
Penggolongan Rumah sakit menurtut Kemenkes RI5 :
No. Jenis Keterangan
1. Berdasarkan
Kepemilikan
RS Umum Milik Pemerintah
RS Swasta Milik
perorangan/golongan
2. Jenis Pelayanan RS Umum Memberikan pelayanan
Umum termasuk
persalinan
RS Swasta Memberikan pelayanan
satu bidang spesialisasi
5 Direktorat Jendral Pelayanan Medik DEPKES RI 1994
Klasifikasi Rumah Sakit menurut Kementrian Kesehatan RI :
c. Persyaratan Rumah Sakit Khusus.
Persyaratan rumah sakit khusus diambil dari persyaratan menteri
kesehatan Republik Indonesia No. 920/Menkes/RI/Per/XII/1989 tentang
upaya pelayanan kesehatan di bidang medik, bab IV pasal 5 dan pasal 18.
Dalam pasal 5, yang berbunyi :
“Lokasi, tempat pelayanan medik dasar dan medik spesialistik harus
ditempatkan sesuai dengan fungsinya”
No Klasifikasi RS Keterangan
1. Rumah sakit kelas A Top National Referral Hospital atau Rumah Sakit
rujukan nasional
Pelayanan medis umum dan spesialisasi
Tempat tidur 1000-1500
Di bawah kepemilikan pemerintah pusat
2. Rumah sakit kelas B Pelayanan medis umum dan sekurang-kurangnya
10 bedah spesialisasi
Tempat tidur 500-1000
Berada di kota propinsi
Di bawah pengelolaan Pemda Tingkat I
3. Rumah sakit kelas C Pelayanan medis umum dan 4 cabang spesialisasi
Tempat tidur 250-500
Berada di kotamadya atau kota
Di bawah pengelolaan Pemda DATI-II dan DATI-I
4. Rumah sakit kelas D Pelayanan yang bersifat umum
Tempat tidur 25-100
Berada di Kawedanan
Di bawah pengelolaan Pemda DATI-II dan DATI-I
5. Rumah sakit kelas E Pelayanan kesehatan satu macam penyakit
Dalam pasal 18, yang berbunyi :
“Rumah Sakit khusus diselenggarakan dengan persyaratan sebagai
berikut:
1) Dipimpin oleh seorang dokter spesialis atau dokter umum yang bekerja
penuh dan telah memiliki surat ijin dokter
2) Mempunyai tenaga medis, paramedis perawatan, paramedis non
perawat, tenaga non medis dan tenaga medis spesialisasi
3) Mempunyai susunan organisasi dan tata kerja yang berpedoman pada
standardisasi rumah sakit
4) Mempunyai peralatan medis, penunjang medis, non medis, dan obat –
obatan yang berpedoman pada standardisasi rumah sakit
5) Standardisasi diatas ditetapkan oleh Dirjen Pelayanan Medik
6) Semua tenaga medis di Rumah Sakit Khusus harus mempunyai surat
ijin praktek sesuai dengan perundangan yang berlaku.
7) Harus memiliki gedung :
d. Kebutuhan Aksesibilitas Khusus di Dalam Rumah Sakit Ortopedi
Anak
Fasilitas publik adalah semua atau sebagian dari kelengkapan prasarana
dan sarana pada bangunan gedung dan lingkungannya agar dapat diakses
dan dimanfaatkan oleh semua orang termasuk kaum difabel dan lansia guna
mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan
penghidupan (Anonim,).
Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas dalam bangunan gedung dan
lingkungan, harus dilengkapi dengan penyediaan fasilitas dan aksesibilitas.
Setiap orang atau badan termasuk instansi pemerintah dalam
penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung wajib memenuhi
persyaratan teknis fasilitas dan aksesibilitas. Dalam hal ini ada beberapa hal
yang perlu mendapatkan perhatian: (1) Keselamatan, yaitu setiap bangunan
yang bersifat umum dalam suatu lingkungan yaitu setiap orang dapat
mencapai semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu
lingkungan. (3) Kegunaan, yaitu setiap orang harus dapat mempergunakan
semua tempat atau bangunan yang bersifat urnurn dalam suatu lingkungan.
(4) Kemandirian, yaitu setiap orang harus bisa mencapai, masuk dan
mempergunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam
suatu lingkungan dengan tanpa membutuhkan bantuan orang lain (Anonim.).
Berbagai fasilitas publik yang aksesibel tersebut sudah ada pentunjuk
teknisnya yang terdapat pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
30/PRT/M/ tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan. Dalam naskah ini hanya dikemukakan
beberapa contoh. antara lain, berkenaan dengan ukuran dasar ruang, jalur
pemandu. ram. dan toilet. sebagai berikut:
1. Ukuran Ruang
i. Esensi
Ukuran dasar ruang tiga dimensi (panjang. lebar, tinggi) yang
mengacu kepada ukuran tubuh manusia dewasa, peralatan yang
digunakan. dan ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi
pergerakannya.
ii. Persyaratan
Ukuran dasar ruang diterapkan dengan mempertimbangkan
fungsi bangunan, bangunan dengan fungsi yang memungkinkan
digunakan oleh orang banyak secara sekaligus, seperti balai
pertemuan. hioskop. Dan sebagainya. Harus menggunakan
ukuran dasar maksimum.
Ukuran dasar minimum dan maksimum yang digunakan dalam
pedoman ini dapat ditambah atau dikurangi sepanjang asas-asas
aksesibilitas dapat tercapai.
Ukuran Dan Detail Penerapan Standar
2. Jalur Pemandu
i. Esensi
Jalur yang memandu kaum difabel untuk berjalan dengan
memanfaatkan tekstur ubin pengarah dan ubin peringatan.
ii. Persyaratan
Tekstur ubin pengarah berrnotif garis-garis rnenunjukkan arah
perjalanan.
Gambar 2
Sumber : Dinamika Pendidikan No.
Gambar 3
Sumber : Dinamika Pendidikan No.
Gambar 4
Sumber : Dinamika Pendidikan No.
Tekstur ubin peringatan (bulat) rnernberi peringatan terhadap
adanya perubahan situasi di sekitarnya.
Daerah-daerah yang hams rnenggunakan ubin tekstur pernandu
(guiding blocks) antara lain :
1) Di depanjalur lalu-lintas kendaraan.
2) Di depan pintu rnasuk/keluar dari dan ke tangga atau fasilitas
persilangan dengan perbedaan ketinggian lantai.
3) Di pintu rnasuklkeluar pad a terminal transportasi urnurn atau
area penurnpang.
4) Pada pedestrian yang rnenghubungkan antarajalan dan
bangunan.
5) Pada pernandu arah dari fasilitas urnurn ke stasi un
transportasi umum terdekat.
Pemasangan ubin tekstur untuk jalur pernandu pada pedestrian
yang telah ada perlu memperhatikan tekstur dari ubin eksisting,
sedernikian sehingga tidak terjadi kebingungan dalarn
rnernbedakan tekstur ubin pengarah dan tekstur ubin peringatan.
Untuk memberikan perbedaan warna antara ubin pernandu
dengan ubin lainnya, rnaka pada ubin pernandu dapat diberi warn
a kuning atau jingga.
iii. Ukuran Dan Detail Penerapan Standar
3. Ramp
i. Esensi
Gambar 5
Sumber : Dinamika Pendidikan No. 1ITh.XIV/ Gambar 6 Sumber : Dinamika Pendidikan No. 1ITh.XIV/ Mei 2007
Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan
kemiringan tertentu sebagai altematif bagi orang yang tidak dapat
menggunakan tangga.
ii. Persyaratan-persyaratan
Kemiringan suatu ramp di dalam bangunan tidak boleh
melebihi 7°, perhitungan kemiringan tersebut tidak termasuk
awalan atau akhiran ramp (curb ramps/landing) Sedangkan
kemiringan suatu ramp yang ada di luar bangunan maksimum
6°.
Panjang mendatar dari satu ramp (dengan kemiringan 7°) tidak
boleh lebih dari 900 cm. Panjang ramp dengan kemiringan
yang lebih rendah dapat lebih panjang.
Lebar minimum dari ramp adalah 95 cm tanpa tepi pengaman,
dan 120 cm dengan tepi pengaman. Untuk ramp yang juga
digunakan sekaligus untuk pejalan kaki dan pelayanan
angkutan barang harus dipertimbangkan secara seksama
lebarnya, sedemikian sehingga bisa dipakai untuk kedua fungsi
tersebut, atau dilakukan pemisahan ramp dengan fungsi
sendiri-sendiri.
Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu ramp
harus bebas dan datar sehingga memungkinkan sekurang-
kurangnya untuk memutar kursi roda dengan ukuran minimum
160 cm.
Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus
memiliki tehtur sehingga tidak licin baik diwaktu hujan.
Lebar tepi pengaman ramp (low curb) 10 cm, diraneang untuk
menghalangi roda kursi roda agar tidak terperosok atau keluar
dari jalur ramp. Apabila berbatasan langsung dengan lalu-lintas
jalan umum atau persimpangan hams dibuat sedemikian mpa
agar tidak mengganggujalan umum.
Ramp harus diterangi dengan peneahayaan yang cukup
sehingga membantu penggunaan ramp saat malam hari.
Pencahayaan disediakan pada bagian-bagian ramp yang
memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya dan
bagian- bagian yang membahayakan.
Ramp hams dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail)
yang dijamin kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai.
iii. Ukuran Dan Detail Penerapan Standar
4. Kamar Kecil
i. Esensi
Fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk semua orang (tanpa
terkecuali kaum difabel, orang tua dan ibu-ibu hamil) pada
bangunan atau fasilitas umum lainnya.
ii. Persyaratan
Toilet atau kamar kecil urnurn yang aksesibel harus dilengkapi
dengan tampilan rambu bagi difabel pada bagian luamya.
Toilet atau kamar kedl urnum hams memiliki mang gerak yang
cukup untuk masuk dan keluar pengguna kursi roda.
Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan
ketinggian pengguna kursi roda. (45-50 cm)
Toilet atau kamar kecil umum hams dilengkapi dengan
pegangan rambat (handrail) yang memiliki posisi dan
ketinggian disesuaikan dengan pengguna kursi roda dan kaum
difabel yang lain. Pegangan disarankan memiliki bentuk siku-
siku mengarah ke atas untuk membantu pergerakan pengguna
kursi roda.
Gambar 7 Sumber : Dinamika Pendidikan No. 1ITh.XIV/ Mei 2007
Letak kertas tissu, air, kran air atau paneuran (shower) dan
perlengkapan perlengkapan seperti tempat sabun dan
pengering tangan harus dipasang sedemikian hingga mudah
digunakan oleh orang yang memiliki keterbatasan-keterbatasan
fisik dan bisa dijangkau pengguna kursi roda.
Kran pengungkit sebaiknya dipasang pada wastafel.
Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin.
Pintu harus mudah dibuka untuk memudahkan pengguna kursi
roda untuk membuka dan menutup.
Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa
dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat.
Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah
pintu masuk, dianjurkan untuk menyediakan tombol
pencahayaan darurat (emergency light button) bila sewaktu-
waktu terjadi listrik padam
iii. Ukuran Dan Detail Penerapan Standar
5. Hambatan terhadap Aksesibilitas
Hambatan arsitektural mempengaruhi tiga kategori, yaitu:
Kecacatan fisik, yang mencakup mereka yang menggunakan
kursi roda, semi-ambulant, dan mereka yang memiliki
hambatan manipulatoris yaitu kesulitan gerak otot;
Gambar 8 Sumber : Dinamika Pendidikan No. 1ITh.XIV/ Mei 2007
Gambar 9 Sumber : Dinamika Pendidikan No. 1ITh.XIV/ Mei 2007
Kecacatan sensoris (alat indra) yang meliputi orang tunanetra
dan tunarungu;
Kecacatan intelektual (tunagrahita).
i. Hambatan Arsitektural bagi Pengguna Kursi Roda
Hambatan yang dihadapi oleh para pengguna kursi roda sebagai
akibat dari desain arsitektural saat ini mencakup:
Perubahan tingkat ketinggian permukaan yang mendadak
seperti pada tangga atau parit.
Tidak adanya pertautan landai antara jalan dan trotoar.
Tidak cukupnya ruang untuk lutut di bawah meja atau
wastapel.
Tidak cukupnya ruang untuk berbelok, lubang pintu dan koridor
yang terlalu semit
Permukaan jalan yang renjul (misalnya karena adanya
bebatuan) menghambat jalannya kursi roda.
Pintu yang terlalu berat dan sulit dibuka.
Tombol-tombol yang terlalu tinggi letaknya.
ii. Hambatan yang Dihadapi Penyandang Semi-ambulant
Semi-ambulant adalah tunadaksa yang mengalami kesulitan
berjalan tetapi tidak memerlukan kursi roda. Hambatan arsitektural
yang mereka hadapi antara lain mencakup:
Tangga yang terlalu tinggi.
Lantai yang terlalu licin.
Bergerak cepat melalui pintu putar atau pintu yang menutup
secara otomatis.
Pintu lift yang menutup terlalu cepat.
Tangga berjalan tanpa pegangan yang bergerak terlalu cepat.
iii. Hambatan Arsitektural bagi Tunanetra
Yang dimaksud dengan tunanetra adalah mereka yang tidak
memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang
masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak cukup baik untuk dapat
membaca tulisan biasa meskipun sudah dibantu dengan kaca
mata. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi para tunanetra sebagai
akibat dari desain arsitektural selama ini antara lain:
Tidak adanya petunjuk arah atau ciri-ciri yang dapat didengar
atau dilihat dengan penglihatan terbatas yang menunjukkan
nomor lantai pada gedung-gedung bertingkat.
Rintangan-rintangan kecil seperti jendela yang membuka ke
luar atau papan reklame yang dipasang di tempat pejalan kaki.
Cahaya yang menyilaukan atau terlalu redup.
Lift tanpa petunjuk taktual (dapat diraba) untuk membedakan
bermacam-macam tombol, atau petunjuk suara untuk
menunjukkan nomor lantai.
iv. Hambatan bagi Tunarungu
Para tunarungu tidak mungkin dapat memahami pengumuman
melalui pengeras suara di bandara atau terminal angkutan umum.
Mereka juga mengalami kesulitan membaca bibir di auditorium
dengan pencahayaan yang buruk, dan mereka mungkin tidak dapat
mendengar bunyi tanda bahaya.
v. Hambatan bagi Tunagrahita
Para tunagrahita yang memiliki masalah dengan
keintelektualannya akan mengalami kesulitan mencari jalan di
dalam lingkungan baru jika di sana tidak terdapat petunjuk jalan
yang jelas dan baku.
B. TINJAUAN KOTA DAERAH TINGKAT II KLATEN
1. Kondisi Geografis Dan Topografis
Secara geografis Kota Klaten terletak diantara 110°30'-110°45' Bujur Timur
dan 7°30'-7°45' Lintang Selatan. Luas wilayah Kota Klaten mencapai 665,56
km2. Menurut topografi Kota Klaten terletak diantara gunung Merapi dan
pegunungan Seribu dengan ketinggian antara 75-160 meter diatas permukaan
laut yang terbagi menjadi wilayah lereng Gunung Merapi di bagian utara areal
miring, wilayah datar dan wilayah berbukit di bagian selatan.
Ditinjau dari ketinggiannya, wilayah kota Klaten terdiri dari dataran dan
pegunungan, dan berada dalam ketinggian yang bervariasi, yaitu 9,72% terletak
di ketinggian 0-100 meter dari permukaan air laut. 77,52% terletak di ketinggian
100-500 meter dari permukaan air laut dan 12,76% terletak di ketinggian 500-
1000 meter dari permukaan air laut. Keadaan iklim Kota Klaten termasuk iklim
tropis dengan musim hujan dan kemarau silih berganti sepanjang tahun,
temperatur udara rata-rata 28°-30° Celsius dengan kecepatan angin rata-rata
sekitar 153 mm setiap bulannya dengan curah hujan tertinggi bulan Januari
(350mm) dan curah hujan terrendah bulan Juli (8mm).
Sebagian besar wilayah kota ini adalah dataran rendah dan tanah
bergelombang. Bagian barat laut merupakan pegunungan, bagian dari sistem
Gunung Merapi. Ibukota kota ini berada di jalur utama Solo-Yogyakarta.
Batas – batasnya antara lain:
1. Sebelah utara dengan Kab. Boyolali.
2. Sebelah timur dengan Kab. Sukoharjo.
3. Sebelah selatan dengan Propinsi DI. Yogyakarta
4. Sebelah barat dengan Propinsi DI. Yogyakarta
Peta Wilayah Daerah Tingkat II Klaten, Jawa Tengah
2. Pemerintah Daerah
Kota Klaten terdiri atas 26 kecamatan, yang dibagi lagi atas 391 desa dan 10
kelurahan. Ibukotanya adalah adalah Klaten, yang sebenarnya terdiri atas tiga
kecamatan yaitu Klaten Utara, Klaten Tengah, dan Klaten Selatan. Klaten dulunya
merupakan Kota Administratif, namun sejak diberlakukannya Undang-undang
Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, tidak dikenal adanya kota
administratif, dan Kota Administratif Klaten kembali menjadi bagian dari wilayah
Kabupaten Klaten. Kecamatan di Klaten :
Bayat
Cawas
Ceper
Delanggu
Gantiwarno
Jatinom
Jogonalan
Juwiring
Kalikotes
Karanganom
Karangdowo
Karangnongko
Kebonarum
Kemalang
Klaten Utara
Klaten Tengah
Klaten Selatan
Manisrenggo
Ngawen
Pedan
Polanharjo
Prambanan
Trucuk
Tulung
Wedi
Wonosari
3. Perkembangan Potensi Dan Fungsi Kota
a. Pertumbuhan penduduk kota Klaten
Pertumbuhan penduduk kota Klaten6 sekitar 0,26% per tahun, dengan
perkembangan penduduk terbanyak terjadi di kecamatan Klaten Selatan yang
mendekati pusat kota, dengan demikian, strategi pengembangan kota akan
mengacu pada konsep metropolitan yakni pengembangan terjadi pada pusat
kota kemudian meluas ke tepi pusat kota. Proyeksi tambahan jumlah
penduduk dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
NO KECAMATAN
LUAS JUMLAH KEPADATANWILAYAH PENDUDUK PER KM 2
( KM 2 ) 1 2 3 4 5
1KLATEN SELATAN 1443
41,121 28.50
2 KLATEN TENGAH 892 43,87
5 49.19
3 KLATEN UTARA 1038 42,65
0 41.09
4 WEDI 2438 55,96
8 22.96
5 KEBONARUM 967 21,67
5 22.41
6 Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Klaten, 2007
6 NGAWEN 1697 44,36
3 26.14
7 KALIKOTES 1298 37,26
7 28.71
8 JOGONALAN 2607 57,95
5 22.23
9 GANTIWARNO 2564 39,48
6 15.41
10 PRAMBANAN 2443 49,01
7 20.06
11 MANISRENGGO 2696 41,73
0 15.48
12 KEMALANG 5166 34,54
6 6.69
13 KARANGNONGKO 2674 38,41
9 14.37
14 JATINOM 3653 57,15
3 15.65
15 KARANGANOM 2406 49,06
2 20.39
16 TULUNG 3200 54,45
9 17.02
17 POLANHARJO 2384 45,85
9 19.24
18 PEDAN 1917 48,74
3 25.43
19 KARANGDOWO 2923 50,80
9 17.38
20 CAWAS 3447 65,93
4 19.13
21 TRUCUK 3381 81,85
9 24.21
22 BAYAT 3943 63,61
5 16.13
23 DELANGGU 1878 45,74
0 24.36
24 CEPER 2445 63,50
7 26.07
25 JUWIRING 2979 61,01
1 20.48
26 WONOSARI 3114 62,53
5 20.08
JUMLAH 65593 1298620 19.8
Tabel 2.3 Tabel proyeksi pertumbuhan penduduk kota Klaten tahun 2007
Dan penyebaran kepadatan penduduk wilayah pemerintahan
kabupaten Klaten7 adalah digambarkan pada peta berikut :
b. Peningkatan Perekonomian
Pertumbuhan perekonomian Kabupaten Klaten selama tahun dapat
dilihat pada pertumbuhan produk domestik Regional bruto (PDRB) atas dasar
harga konstan 2000 yaitu sebasar 2,30%. Dibandingkan tahun- tahun
sebelumnya, pertumbuhan tahun merupakan pertumbuhan yang paling
rendah. Keadaan ini disebabkan karena bencana alam gempa bumi yang
melanda Kabupaten Klaten tanggal 27 mei yang menyebabkan begitu
banyak rumah yang roboh, rusak berat yang tidak layak huni lagi. Sehingga
sangat mempengaruhi di sub sektor sewa rumah yang mengakibatkan
pertumbuhan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan turun
sebesar 8,17 %, sektor industri pengolahan juga mengalami penurunan
sebesar 6,14 %. Penggalian pasir yang sempat terganggu dibulan april dan
mei karena status awas merapi tenyata dengan adanya banjir lahar dingin di
akhir bulan nopember dapat mengangkat produksi pasir sehingga untuk tahun
sektor penggalian mengalami kenaikan sebesar 16,86 %.
7 Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Klaten, 2010
Dengan adanya dana rekonstruksi rumah tahap I (pertama), mendorong
sektor bangunan/konstruksi mengalami kenaikan sebesar 15,03%.
Produkstifitas komoditi padi juga meningkat tinggi di tahun , juga cukup
membantu mengangkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Klaten yang
terpuruk akibat gempa.
c. Perkembangan Fungsi Kota Klaten
Wilayah kotamadya Dati II Klaten, merupakan kota yang sudah cukup
dapat dikatakan mapan, mempunyai banyak peranan dan fungsi sebagai
kota pemerintahan, perdagangan, industri, pendidikan, pariwisata, olahraga
serta sosial budaya.
Seperti ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 1.2 Tabel fungsi dan skala pelayanan Kotamadya Dati II Klaten:
No Fungsi kota Skala pelayanan
1. Pemerintahan Lokal dan Regional
2. Industri Lokal, Regional dan Nasional
3. Pendidikan Lokal, Regional dan Nasional
4. Pariwisata dan Sosial
Budaya
Lokal, Regional dan
Internasional
5. Perdagangan Lokal dan Regional
6. Pusat Olahraga Lokal, Regional dan Nasional
Sumber: Perda no. 8/1993 dan pengolahan studio
Sementara pada rencana umum tata ruang kota Klaten sendiri,
pengembangan kota klaten dibagi dalam 7 sub wilayah perencanaan (SWP)
yakni:
SWP 1 meliputi :
kecamatan Klaten
Selatan, Klaten
Tengah, Klaten
Utara, Kalikotes.
Dengan pusat
pertumbuhan di
kota Klaten.
SWP 2 meliputi : kecamatan Gantiwarno, Jogonalan,
Prambanan, Wedi. Dengan pusat pertumbuhan di kecamatan
Prambanan
SWP 3 meliputi : kecamatan Karangnongko, Kebon Arum,
Kemalang dan Manisrenggo. Dengan pusat pertumbuhan di
kecamatan Kemalang.
SWP 4 meliputi : kecamatan Jatinom, Karang Anom, Ngawen,
dan Tulung. Dengan pusat pertumbuhan di kecamatan Jatinom.
SWP 5 meliputi : kecamatan Ceper, Delanggu, Polanharjo.
Dengan pusat pertumbuhan di kecamatan Delanggu.
SWP 6 meliputi : kecamatan Juwiring, Karangdowo, Pedan,
Wonosari. Dengan pusat pertumbuhan di kecamatan Juwiring.
SWP 7 meliputi : kecamatan Bayat, Cawas dan Trucuk dengan
pusat pertumbuhan di kecamatan Bayat.
d. Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Dalam pelaksananaan pembangunan kawasan perwilayahan, diperlukan
pengendalian tata ruang yang terdiri dari arahan :
Peraturan zonasi : yang didalamnya meliputi rencana KDB, KLB,
Perpetakan Bangunan, Garis Sepadan Bangunan dan Garis Sepadan
Sungai
Perizinan meliputi Ijin Lokasi, IMB, Layak Fungsi, AMDAL, RKL, RPL,
ANDAL
Insentif dan Disinsentif
Penertiban Penyimpangan Tata Ruang meliputi Proses Penertiban,
Tahap Penindakan Penertiban dan Lokasi Pendindakan Penertiban.
C. TINJAUAN SPESIFIKASI PENYAKIT YANG DILAYANI RUMAH SAKIT
ORTOPEDI ANAK
Penyakit – penyakit yang dilayani oleh Rumah Sakit Ortopedi Anak yang
sekaligus sebagai bagian dari layanan istilah dan berpengaruh pada organisasi
ruang dalam poliklinik di dalam Rumah Sakit Ortopedi Anak adalah :
1. DDH (Developmental Dysplasia of the Hip)
DDH ini biasanya mencakup berbagai kondisi dari ketidakstabilan atau
dislokasi pinggul. Jika dapat terdeteksi saat dini, maka pengobatan yang
diberikan cukup sederhana dan tidak membutuhkan operasi. Kondisi pinggul
yang tidak biasa pada bayi merupakan salah satu masalah serius. Karena jika
telat dideteksi dapat menyebabkan pengobatan yang mahal dan
menimbulkan kecacatan yang permanen mulai dari kaki pincang, tulang
mudah patah, hingga tidak bisa berjalan.
2. CTEV (Congenital Talipes Equinus Varus)
Kaki pengkor atau CTEV disebabkan adanya kelainan otot. Kaki memanjang
secara tidak sama antara yang belakang dengan depan. Bagian belakang
ketinggalan, sehingga memutar. Ditangani sedini mungkin dengan cara yang
dilakukan antara lain mengkoreksi kaki dengan menggunakan gips.
3. Cerebal Palsy (CP)
Cerebral palsy (CP) merupakan kelainan fungsi motorik (kebalikan dari fungsi
mental) dan postural yang diperoleh pada usia dini, bahkan sebelum
lahir. Tanda dan gejala cerebral palsy biasanya ditunjukkan pada tahun
pertama kehidupan.
Kelainan sistem motorik ini merupakan akibat lesi otak yang non-
progresif. Sistem motor tubuh memberikan kemampuan untuk bergerak dan
mengendalikan gerakan. Lesi otak adalah setiap kelainan struktur atau fungsi
otak. Cerebral palsy mempengaruhi sekitar 1-3 dari setiap seribu anak yang
lahir. Namun, jauh lebih tinggi pada bayi yang lahir dengan berat badan
sangat rendah dan pada bayi prematur. Sebagian besar penyebab cerebral
palsy tidak memiliki , perawatan kuratif spesifik. Namun, anak-anak cerebral
palsy dengan banyak masalah medis yang saat ini dapat diobati atau
dicegah. Tahap awal pengobatan melibatkan tim interdisipliner, yang terdiri
dari dokter anak, lebih baik dengan pengalaman pada gangguan
perkembangan saraf, seorang ahli saraf (atau praktisi neurologis lainnya),
merupakan praktisi kesehatan mental , seorang ahli bedah ortopedi, ahli
terapi fisik, ahli terapi bicara, dan seorang terapis okupasi. Setiap anggota tim
penting untuk berkontribusi secdara independen dalam perawatan anak yang
terkena dampak.
Terapis fisik mengevaluasi otot, kekuatan dan gaya berjalan (berjalan).
Terapis pekerjaan mengevaluasi anak atas kemampuan untuk melakukan
tugas-tugas menolong diri-sendiri dan perawatan ketangkasan manual.
Terapis bicara mengevaluasi kemampuan anak untuk berbicara dan
memahami pembicaraan.
4. Achondroplasia
Achondroplasia adalah kelainan genetik mempengaruhi pertumbuhan tulang.
Ini menyebabkan jenis dwarfisme di mana orang-orang yang menderita oleh
kondisi yang bertubuh kecil.
Kelainan pertumbuhan tulang disebut Achondroplasia atau yang dikenal
dengan sebutan cebol ini ditandai dengan adanya bentuk proporsi tubuh yang
abnormal. Umumnya memiliki tangan dan kaki yang sangat pendek, meski
ukuran batang tubuhnya mendekati normal. Belum ada cara pasti untuk
menormalisasi kelainan tulang belakang pada anak yang achondroplasia tersebut.
Beberapa ahli mengevaluasi hormon pertumbuhan pada anak dengan kelainan ini.
Pada umumnya beberapa anak mencapai peningkatan dalam pertumbuhan namun
belum diketahui pengobatan yang akan secara signifikan meningkatkan tinggi badan
menjadi normal. Pembedahan untuk penambahan panjang kaki dapat meningkatkan
tinggi seseorang achondroplasia sampai 12 inchi. Prosedur ini menyingkat waktu
pengobatan yang lama meski tetap memiliki beberapa komplikasi. Bayi dan anak
yang menderita hal itu harus melalui evaluasi untuk abnormalitas tulang oleh dokter
ahli. Dokter akan memantau pertumbuhan anak menggunakan catatan khusus
tentang pertumbuhan kepala dan badannya.
5. Osteogenesis imperfecta
Osteogenesis imperfecta adalah kelompok gangguan pada
pembentukan tulang yang membuat tulang mudah patah secara tidak normal.
Osteogenesis imperfecta adalah kelompok gangguan paling terkenal yang
mengganggu pertumbuhan tulang ; gangguan ini disebut osteodysplasis.
Pada osteogenesis imperfecta, sintesis pada kolagen, salah satu komponen
normal pada tulang, rusak. Tulang tersebut menjadi lemah dan mudah retak.
Terdapat beberapa jenis osteogenesis imperfecta. Dapat dobati dengan obat-
obatan bisphosphonate (seperti pamidronate, alendronate, etidronate, dan
risedronate) yang bisa menguatkan tulang. Pengobatan pada tulang yang
patah adalah serupa untuk anak dengan osteogenesis imperfecta
sebagaimana untuk anak tanpa gangguan tersebut. meskipun begitu, tulang
yang patah bisa menjadi berubah bentuk atau gagal untuk bertumbuh.
Akibatnya, pertumbuhan tubuh bisa menjadi tetap kerdil pada anak dengan
tulang yang banyak patah, dan kelainan bentuk sering terjadi. Tulang bisa
membutuhkan stabilitasi dengan tangkai logam (tangkai intramedullary).
Menggunakan alat untuk menghindari bahkan luka kecil bisa membantu
mencegah keretakan.
6. Polydactily
Polydactyly adalah kelainan sejak lahir yang paling umum terjadi dan
dialami sekitar 1 dari setiap 1.000 kelahiran. Biasanya hanya satu tangan
yang terpengaruh. Pada populasi orang kulit hitam tambahan pada jari
kelingking (post-axial polydactyly) adalah yang paling umum. Sedangkan di
Asia yang paling umum terjadi adalah tambahan pada ibu jari (pra-aksial
polydactyly). Polydactyly didiagnosa setelah pemeriksaan riwayat kesehatan
menyeluruh dan juga pemeriksaan fisik yang hati-hati. Sinar-X sering
digunakan untuk mengonfirmasikan diagnosis dan mengidentifikasi setiap
keterlibatan tulang jari-jari dan tangan. Pengobatan Polydactyly dapat
bervariasi, dari yang paling sederhana dengan pembedahan untuk
membuang jari tambahan atau yang lebih kompleks dengan melibatkan
tulang, ligamen dan tendon.
7. Synacdactily
Adalah kelainan jari tangan berupa pelekatan dua jari atau lebih.
8. Congenital Constriction Band
Kelainan bawaan pada pergelangan ataupun bagian ekstemitas
(tangan atau kaki) yang bermanifestasi seperti cincin.
9. Arthrogryposis Multiplex Congenita
adalah gangguan bawaan langka yang ditandai dengan beberapa
sendi kontraktur dan dapat meliputi kelemahan otot dan fibrosis. Ini adalah
penyakit non-progresif. Penyakit ini berasal dari nama Yunani, secara harfiah
berarti 'sendi melengkung atau bengkok'
10. Metatarsus Adductus
Kaki depan Varus Ortopedi Sebuah deformitas kaki ditandai dengan
sudut tajam ke dalam setengah bagian depan dari kaki, deformitas fleksibel,
kaki diluruskan dan dapat menimbulkan risiko kecil bagi bayi; kebanyakan
kasus menyelesaikan secara sukarela, sisanya hanya perlu latihan sederhana
11. Vertical Talus
Gangguan kaki yang jarang terjadi, terwujud sebagai kelasi rocker-
bawah yang kaku. Karakteristik radiografi adalah dislokasi dorsal navicular
pada talus. Jika tidak diobati, hasil CVT dalam kelasi yang menyakitkan dan
kaku dengan lemah push-off kekuasaan. CVT telah disebut dalam literatur
oleh beberapa sinonim, termasuk bawaan valgus pes cembung.
auto