bab ii landasan teori dan kerangka pemikiran · pdf filefalsafah manajemen pemasaran...
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Pengertian Pemasaran
Istilah pemasaran dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan Marketing. Asal
kata pemasaran adalah market yang artinya pasar. Didalamnya tercakup berbagai kegiatan
seperti membeli, menjual, serta mendistribusikanya.
Menurut Kotler (2005, p10) “Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya
individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan
menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan
pihak lain.”
“Manajemen pemasaran terjadi bila sekurang-kurangnya satu pihak pelaku
pertukaran potensial berpikir tentang sarana-sarana untuk melaksanakan tanggapan yang
diinginkan oleh pihak pertama itu dari pihak lain.”
Menurut Maynard dan Beckman (dalam buku Prof DR. H. Buchari Alma, “Manajemen
Pemasaran dan Pemasaran Jasa”, Cetakan 7, 2005) “Pemasaran berarti segala kegiatan
bisnis yang meliputi penyaluran barang dan jasa dari sektor produksi fisik ke sektor
konsumsi.”
Menurut Stanton (Umar, 2005, p31) “Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan
dari kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga,
mempromosikan, mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik pada
pembeli yang ada maupun pembeli potensial.”
Menurut Charles F Philip Ph,D dan Delbert J. Duncan PH,D (dalam buku Prof DR. H.
Buchari Alma, “Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa”, Cetakan 7, 2005, p1)
menyatakan bahwa marketing which is often refered to as “distribution” by businessman-
included all the activities necessary to place tangible goods in the hand of house hold
consumer and user.
Menurut Hermawan Kertajaya (dalam buku Prof. Dr. H Buchari Alma, “Manajemen
Pemasaran dan Pemasaran Jasa”, Cetakan-7, 2005, p3) menyatakan bahwa pemasaran
adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran dan
perubahan values dari suatu inisiator kepada stakeholdernya.
Pemasaran adalah kegiatan yang memberikan arah kepada seluruh aktivitas bisnis
atau niaga yang meliputi bauran pemasaran dimana produk (barang, jasa maupun ide) yang
dipasarkan merupakan perwujudan dari konsep yang telah mengalami proses pengembangan
uji coba dan produksi yang ditujukan kepada pemakai akhir. (Wikipedia)
Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan pemasaran adalah
keseluruhan proses dalam memberikan nilai kepada konsumen yang meliputi penciptaan,
penentuan harga, promosi dan distribusi produk atau jasa.
2.1.1 Pengertian Manajemen Pemasaran
Istilah Manajemen Pemasaran menurut Philip Kotler (Manajemen Pemasaran, 2005,
p11) adalah sebagai seni dan ilmu untuk memilih pasar sasaran serta mendapatkan,
mempertahankan, dan menambah jumlah pelanggan melalui penciptaan, penyampaian, dan
komunikasi nilai pelanggan yang unggul.
Menurut Philip Kotler dan Amstrong (dalam buku Prof. Dr. H. Buchari Alma,
“Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa”, cetakan-7, 2005, p130), istilah marketing
management dirumuskan sebagai kegiatan menganalisa, merencanakan, mengimplementasi,
dan mengawasi segala kegiatan (program), guna memperoleh tingkat pertukaran yang
menguntungkan dengan pembeli sasaran dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Menurut Philip William J. Shultz (dalam buku Prof. Dr. H. Buchari Alma, “Manajemen
Pemasaran dan Pemasaran Jasa”, cetakan-7, 2005, p130), Manajemen pemasaran adalah
merencanakan, pengarahan, dan pengawasan seluruh kegiatan pemasaran perusahaan
ataupun bagian dari perusahaan.
2.1.2 Esensi Konsep Pemasaran
Dalam buku Prof. Dr. H. Buchari Alma, “Manajemen Pemasaran dan Pemasaran
Jasa”, cetakan-7, 2005, p136), konsep pemasaran dijabarkan sebagai berikut :
Menekankan pada apa yang diinginkan konsumen.
Perusahaan mula-mula meneliti apa keinginan konsumen, kemudian merancang,
bagaimana membuat produk tersebut agar memuaskan selera konsumen.
Manajemen berorentasi pada profit, dalam arti laba total bukan laba per unit
barang.
Rencana dibuat jangka panjang, dalam arti memikirkan pertumbuhan
perusahaan dimasa yang akan datang.
Dapat dilihat pula konsep pemasaran dalam buku prinsip-prinsip pemasaran jilid 1
Edisi kedelapan (Kotler Amstrong, 2003, p22) adalah sebagai berikut :
Konsep pemasaran (Marketing Concept)
Falsafah manajemen pemasaran mengatakan bahwa, untuk mencapai tujuan
organisasi tergantung pada penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran
(target market) dan memuaskan pelanggan secara lebih efektif dan efisien daripada
dilakukan pesaing.
Tabel 2.1. Konsep Pemasaran TITIK AWAL
FOKUS CARA AKHIR
Pasar Kebutuhan Pemasaran Laba lewat pelanggan terpadu kepuasan pelanggan
(Sumber : Kotler and Amstrong, 2003, p16)
2.1.3 Pengertian Bauran Pemasaran (Marketing Mix)
Menurut Kotler (2005, p19) “Bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran
yang digunakan perusahaan untuk terus menerus mencapai tujuan pemasaran di pasar
sasaran.” Pemasaran yang efektif memadukan seluruh elemen pemasaran ke dalam suatu
program koordinasi yang dirancang untuk meraih tujuan pemasaran perusahaan dengan
mempersembahkan nilai kepada konsumen. Bauran pemasaran menciptakan seperangkat
alat untuk membangun posisi yang kuat dalam pasar sasaran. Bauran pemasaran tersebut
diklasifikasi oleh Mc Carthy (Kotler,2005, p19) menjadi empat kelompok yang dikenal dengan
4-p yaitu product, price, promotion, dan place.
Lewat konsep pemasaran, mulai dipikirkan bagaimana produk atau jasa tersebut
dikemas, diberikan merek, memiliki karakteristik, berapa tingkat harga yang akan
ditawarkan, berapa tingkat diskon yang akan diberikan, bagaimana produk atau jasa tersebut
didistribusikan dan yang terakhir dipikirkan melalui media apa produk atau jasa tersebut
akan dikenal.
Menurut Adrian Palmer, dalam jasa ditambahkan elemen people, process, dan
physical evidence sehingga dapat disebut dengan tujuh “P”. Penulis mengadopsi 7 elemen
yang dikemukakan oleh Palmer ini.
Berikut adalah tujuh-P beserta pemahaman menurut berbagai ahli manajemen :
1. Product (produk)
Menurut Zimmer dan Scarborough (2004, p166) “Produk adalah barang atau
jasa yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.“
Produk (Kotler dan Amstrong, 2005, p11) adalah “Segala sesuatu yang dapat
ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi yang
dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produk mencakup objek fisik, jasa,
orang, tempat, organisasi, dan gagasan.”
Menurut Adrian Palmer (2004, p8) produk adalah merupakan keseluruhan
konsep objek atau proses yang memberikan sejumlah nilai manfaat kepada
konsumen. Pembahasan tentang produk berarti yang menjadi fokus utama adalah
kualitas. Untuk jasa, kualitas sangat bergantung pada reability (kehandalan),
responsiveness (respond dan tanggapan), assurance (jaminan), dan empathy
(empati). Pemasar harus dapat mengembangkan value tambahan dari produknya
selain basic featurenya, supaya dapat dibedakan dan bersaing dengan produk lain,
dengan kata lain memiliki image tersendiri.
Menurut Rambat Lupiyoadi dan Ahmad Hamdani (Manajemen Pemasaran
Jasa, 2006, p81), Konsumen tidak hanya membeli fisik dari produk tetapi manfaat
dan nilai produk yang disebut “the offer.” Keunggulan produk jasa terletak pada
kualitasnya, yang mencakup keandalan, ketanggapan, kepastian dan empati.
Kembangkan nilai tambah produk selain keistimewaan dasarnya, agar dapat
dibedakan dengan produk lain dan memiliki citra tersendiri. Dengan demikian,
produk akan mampu bersaing.
2. Price (Harga)
Menurut Prof. Dr. Buchari Alma (2005, p35) “Harga adalah nilai suatu barang
yang dinyatakan dalam uang.”
Menurut Kotler dan Amstrong (2001, p73) “Harga adalah sejumlah uang
yang harus dibayar oleh pelanggan untuk memperoleh produk.”
Menurut Adrian Palmer (2004, p9), strategi penentuan harga sangat
signifikan, value kepada konsumen dan mempengaruhi image produk, serta
keputusan konsumen untuk membeli. Price juga berhubungan dengan pendapatan
dan turut mempengaruhi supply atau marketing channels. Akan tetapi, yang paling
penting adalah keputusan dalam penentuan harga harus konsisten dengan strategi
pemasaran secara keseluruhan.
Menurut Rambat Lupiyoadi dan Ahmad Hamdani (Manajemen Pemasaran
Jasa, 2006, p81), Keputusan dalam penentuan harga harus konsisten dengan
strategi pemasaran. Strategi penentuan harga harus memperhatikan tujuan
penentuan harga, yaitu bertahan, memaksimalkan laba, memaksimalkan penjualan,
gengsi atau prestis. Faktor-faktor seperti positioning jasa, sikluis hidup jasa,
kapasitas jasa merupakan hal yang mempengaruhi penentuan harga dalam bisnis
jasa.
3. Place (Distribusi/Tempat)
Menurut Kotler dan Amstrong (2003, p74) “Distribusi meliputi aktivitas
perusahaan agar produk atau jasa mudah didapatkan konsumen sasaran.”
Menurut Adrian Palmer (2004, p9), place dalam jasa merupakan gabungan
antara lokasi dan keputusan atas saluran distribusi, dalam hal ini berhubungan
dengan bagaimana cara penyampaian jasa kepada konsumen dan dimana lokasi
yang strategis.
Menurut Rambat Lupiyoadi dan Ahmad Hamdani (Manajemen Pemasaran
Jasa, 2006, p81), Tempat dalam bisnis jasa dimaksudkan sebagai cara penyampaian
jasa (delivery system) kepada konsumen dan di mana lokasi yang strategis. Ada tiga
pihak sebagai kunci keberhasilan yang perlu dilibatkan dalam penyampaian jasa,
yaitu penyedia jasa, perantara dan konsumen.
4. Promotion (promosi)
Menurut Kotler dan Amstrong (2005, p74) “Promosi adalah aktivitas
mengkomunikasikan keunggulan produk serta membujuk pelanggan sasaran untuk
membelinya.”
Menurut Adrian Palmer (2004, p10), yang perlu diperhatikan dalam promosi
adalah pemilihan bauran promosi (promotion mix). Promotion mix terdiri dari :
1. Advertising
2. Personal selling
3. Sales promotion
4. Public relation
5. Word of mouth
6. Direct email
Menurut Rambat Lupiyoadi dan Ahmad Hamdani (Manajemen Pemasaran
Jasa, 2006, p81), Keberhasilan dalam promosi jasa tergantung pada :
kemampuan mengidentifikasi audiens target sesuai segmen pasar
kemampuan menentukan tujuan promosi; apakah untuk menginformasikan,
mempengaruhi, atau mengingatkan
kemampuan mengembangkan pesan yang disampaikan; terkait dengan isi
pesan, struktur pesan, gaya pesan, dan sumber pesan
Kemampuan memilih bauran komunikasi; apakah komunikasi personal atau
komunikasi nonpersonal
5. People (Manusia)
Dalam hubungannya dengan pemasaran jasa, maka people yang berfungsi
sebagai service provider sangat mempengaruhi kualitas jasa yang diberikan.
Pentingnya manusia dalam pemasaran jasa berkaitan erat dengan internal
marketing. Internal marketing adalah interaksi atau hubungan antara setiap
karyawan dari departemen. Tujuan dari adanya hubungan tersebut adalah untuk
mendorong people dalam kinerja memberikan kepuasan konsumen.
Menurut Arif (2006, p102) “People (manusia) adalah peranan manusia dalam
memainkan suatu bagian dalam penyampaian layanan yang mempengaruhi persepsi
pembeli, yaitu karyawan perusahaan, pelanggan, dan pelanggan lain dalam lingkup
pelayanan”.
Menurut Rambat Lupiyoadi dan Ahmad Hamdani (Manajemen Pemasaran
Jasa, 2006, p81), “Orang” berfungsi sebagai penyedia jasa sangat mempengaruhi
kualitas jasa yang diberikan. Untuk mencapai kualitas yang diperlukan pelatihan staf
sehingga karyawan mampu memberikan kepuasan kepada konsumen.
6. Process (Proses)
Menurut Rambat Lupiyoadi dan Ahmad Hamdani (Manajemen Pemasaran
Jasa, 2006, p81), Proses dalam pemasaran jasa terkait dengan kualitas jasa yang
diberikan, terutama dalam hal sistem penyampaian jasa. Kemampuan membangun
proses yang menghasilkan pengurangan biaya, peningkatan produktivitas, dan
kemudahan distribusi.
7. Physical Evidence (Sarana fisik)
Menurut Adrian Palmer (2004, p10) sarana fisik merupakan lingkungan fisik
tempat produk atau jasa diciptakan dan langsung berinteraksi dengan konsumen.
Ada dua tipe sarana fisik :
a. Essential Evidence : Merupakan keputusan-keputusan yang dibuat oleh
pemberi produk atau jasa mengenai desain dan layout gedung, ruang, dan
lain-lain.
b. Peripheral Evidence : Merupakan nilai tambah yang bila berdiri sendiri tidak
akan berarti apa-apa. Jadi hanya berfungsi sebagai pelengkap saja,
sekalipun demikian perananya sangat penting dalam produksi jasa.
Rambat Lupiyoadi dan Ahmad Hamdani (Manajemen Pemasaran Jasa, 2006,
p81), layanan konsumen mengarah pada aktivitas pelayanan pra-transaksi, dan
pasca-transaksi. Kegiatan sebelum transaksi akan turut mempengaruhi kegiatan
transaksi dan setelah transaksi. Tujuan dari aktivitas ini adalah agar konsumen
memberi respons yang positif dan menunjukan loyalitas yang tinggi.
2.2 Latar Belakang Manajemen Hubungan Pelanggan / CRM (Customer
Relationship Management)
Munculnya CRM sebagai solusi alternatif dalam mengelola hubungan pelanggan
umumnya dikarenakan oleh beberapa alasan, yaitu :
1. Pergeseran paradigma baru dari transactional marketing ke relationship marketing.
2. Adanya transisi perkembangan struktur organisasi perusahaan dari yang semula
berorientasi pada fungsi menjadi berorientasi pada proses.
3. Pemanfaatan kapabilitas informasi teknologi dalam memaksimalkan nilai pelanggan.
4. Diyakininya pendapat bahwa pelanggan bukan hanya merupakan mitra perusahaan
namun merupakan asset bisnis perusahaan.
Sebuah sistem CRM harus bisa menjalankan fungsinya, yaitu :
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang penting bagi pelanggan.
2. Mengusung falsafah customer-oriented (customer centric).
3. Mengadopsi pengukuran berdasarkan sudut pandang pelanggan.
4. Membangun proses ujung ke ujung dalam melayani pelanggan.
5. Menyediakan dukungan pelanggan yang sempurna.
6. Menangani keluhan/komplain pelanggan.
7. Mencatat dan mengikuti semua aspek dalam penjualan.
8. Membuat informasi holistik tentang informasi layanan dan penjualan dari pelanggan.
2.2.1 Konsep Manajemen Hubungan Pelanggan-CRM (Customer Relationship
Management)
Sejak kemunculannya beberapa tahun belakangan ini, CRM telah mengalami
perkembangan yang sangat pesat dalam implementasinya baik ditinjau dari aspek konsepnya
maupun dalam aspek pemanfaatan teknologinya. CRM saat ini dapat dikatakan sudah
menjadi bagian penting dari perusahaan dalam membangun hubungan pelanggan. Hal
tersebut didukung pada hasil riset yang telah dilakukan oleh Meta Group Consulting, estimasi
investasi yang sudah dikeluarkan berbagai perusahaan dalam implementasi CRM menunjukan
angka yang cukup signifikan, yaitu sebesar US$ 5 miliar pada tahun 2000 dan diperkirakan
menjadi US$ 20 miliar pada tahun 2004 dan mengalami pertumbuhan berkisar antara 30%-
35% per tahun dalam beberapa tahun kedepan.
Ciptamaya mendeifinikskan CRM sebagai serangkaian aktivitas terintegrasi untuk
mengidentifikasikan, mengakuisisi, mempertahankan dan mengembangkan pelanggan yang
menguntungkan. Tujuan utamanya adalah mengoptimalkan keuntungan perusahaan melalui
kepuasan pelanggan. (www.indocrm.com/indekx.cfm)
Menurut Francis Buttle (Customer Relationship Management Concept and Tools,
2006, p3) CRM adalah pendekatan strategi manajemen dalam upaya menciptakan,
mengembangkan dan mewujudkan hubungan yang saling menguntungkan dengan
pelanggan dalam jangka panjang, khususnya terhadap pelanggan potensial, dalam upaya
memaksimalkan customer value (nilai pelanggan) dan corporate profitability.
Pengertian lain mengatakan bahwa CRM adalah sebuah sistem informasi yang
terintegrasi yang digunakan untuk merencanakan, menjadwalkan, dan mengendalikan
aktivitas-aktivitas pra-penjualan dan pasca-penjualan dalam sebuah organisasi. CRM
melingkupi semua aspek yang berhubungan dengan calon pelanggan dan pelanggan saat ini,
termasuk di dalamnya adalah pusat panggilan (call center), tenaga penjualan, pemasaran,
dukungan teknis (technical support) dan layanan lapangan.
Meningkatnya kompetisi dan kompleksitas produk atau jasa di pasar memberi
tekanan yang kuat jauh dari segala macam transaksi, menuntut adanya hubungan yang
sangat kuat antara penjual dan pembeli. Tenaga penjualan merupakan individu yang
langsung berhadapan dengan pelanggan, dimana tenaga penjualan ini dituntut untuk dapat
membuat hubungan mutualisme yang berkelanjutan dengan terus mengedukasi pelanggan
terhadap produk atau jasa yang ditawarkan.
Ada tiga faktor utama yang penting mengapa relationship marketing ini harus
dibangun dan diwujudkan suatu organisasi, faktor–faktor tersebut antara lain :
1. Dengan adanya relationship marketing, pelanggan akan mendapatkan edukasi yang
cukup terhadap barang atau jasa yang ditawarkan ditengah derasnya kompetisi dan
kompleksitas produk atau jasa di pasar.
2. Dengan adanya relationship marketing, pembeli dan penjual akan dapat saling
bertukar informasi mengenai suatu produk atau jasa yang ditawarkan atau yang
akan dibangun. Sehingga produk atau jasa yang dijual akan mudah beradaptasi
dengan pelanggan yang lain.
3. Dengan adanya relationship marketing, mempertahankan pelanggan bukan hal yang
sulit lagi karena disini telah tercipta hubungan yang dekat dan saling
menguntungkan. Organisasi akan lebih mengerti budaya pelanggan dan keinginan-
keinginan yang dipunyai oleh pelanggan terhadap produk atau jasa yang dijual,
dengan demikian pasar pun akan lebih terproteksi.
Perusahaan yang ideal untuk melakukan CRM adalah perusahaan yang ingin
mengoptimalkan keuntungan dengan cara menjalin hubungan lebih dekat (customer
intimacy) dan harmonis dengan pelanggannya. Dengan demikian nilai tambah CRM dapat
dioptimalkan dalam mengefektifkan dan mengefisinsikan biaya untuk mengakuisisi pelanggan
baru, atau mempertahankan pelanggan lama sehingga biaya-biaya dan usaha-usaha
pemasaran menjadi tidak sia-sia dan keuntungan dapat ditingkatkan lebih banyak lagi.
2.2.2 Pilar Utama (Building Block) CRM
Francis Buttle (Customer Relationship Management Concept and Tools, 2006),
menjelaskan bahwa perusahaan yang sukses dalam mengimplementasikan CRM pada
umumnya memiliki delapan karakteristik sebagai pilar utamanya yaitu :
1. Visi CRM
Pernyataan visi dibutuhkan bagi organisasi sebagai arah tujuan perusahaan serta
acuan dalam upaya pencapaian tujuan Perusahaan. Melalui Board of Directors
artikulasi visi tersebut harus diketahui dan dipahami oleh setiap elemen organisasi
dan pada setiap level manajemen perusahaan.
2. Strategi CRM
Bersaing dengan kompetitor dalam memperebutkan dan mempertahankan
pelanggan tidak cukup hanya dipenuhi dari sekedar melalui pernyataan visi suatu
perusahaan. Visi tersebut harus di transformasikan menjadi strategi perusahaan
yang mampu menjawab kebutuhan pelanggan, mengetahui kapabilitas internal
perusahaan serta memiliki komitmen dalam memberikan pelayanan yang terbaik.
3. Consistent Valued-Customer Experience
Aktivitas pada elemen ini memastikan perusahaan memiliki nilai bagi pelanggan dan
perusahaan, mendapatkan market position dan konsistensi pelayanan pada setiap
channel yang digunakan.
4. Organizational Collaboration
Elemen ini melibatkan transformasi budaya perusahaan, struktur dan perilaku dari
setiap pegawai dan unit organisasi, mitra, supplier dalam bekerjasama memenuhi
kebutuhan pelanggan.
5. CRM Process
Cakupan dari kegiatan ini melibatkan manajemen dalam hubungannya dengan
customer life cycle, analysis dan knowledge management.
6. CRM Information
Berdasarkan data berkualitas yang dikumpulkan dari berbagai sumber diolah menjadi
informasi yang akurat dan up-to-date untuk dipergunakan sebagai basis dalam
proses pengambilan keputusan oleh manajemen.
7. CRM Technology
Perusahaan yang sukses pada umumnya memanfaatkan data dan informasi
manajemen, aplikasi-aplikasi dalam berhubungan dengan pelanggan yang didukung
oleh arsitektur dan infrastruktur IT dalam menjalankan CRM.
8. CRM Metrics
Pengukuran kinerja berdasarkan tolok ukur dari sudut pandang internal maupun
internal dalam implementasi CRM merupakan hal penting yang harus dapat dilakukan
oleh sistem tersebut.
2.2.3 Konsep Pendekatan CRM
Berdasarkan analisis terhadap pembangunan hubungan dengan pelanggan, maka
terdapat tiga pendekatan utama yang perlu dalam implementasi CRM (Francis Buttle,
Customer Relationship Management Concept and Tools, 2006, p88), yaitu :
1. Technology-based Relationship
Dalam hal ini pendekatan CRM berhubungan dengan mekanisme
membangun hubungan pelanggan melalui teknologi dan menyederhanakan
rangkaian bisnis proses dalam menciptakan value bagi pelanggan. Bentuk-bentuk
competitive advantage yang ditawarkan dengan technology-based relationship ini
yaitu :
Pelayanan non-stop 24 jam dan 7 hari per minggu.
Kenyamanan dalam hal aksesibilitas
Biaya yang murah dalam berinteraksi
Virtual problem handling
Multi product marketing
Intellegent cross selling
Customized pricing & Discount
Operational flexibility
Comprehensive product catalogue
Holistic view of customer
2. Brand-based Relationship
Dalam hal ini pendekatan CRM berhubungan dengan mekanisme
membangun hubungan pelanggan melalui hubungan emosional antara pelanggan
dengan perusahaan. Dalam pendekatan ini, konsep branding menjadi fokus penting
dalam upaya perusahaan menciptakan customer value sehingga tercipta hubungan
emosional yang erat, beberapa sikap misalnya : kepercayaan, komitment, empati,
dll. Dengan menggunakan konsep brand-based relationship ini memiliki competitive
advantage yang unik bila relatif dibandingkan dengan technology-based relationship,
yaitu :
Brand umumnya menciptakan long-term relationship
Brand sebagai competitive advantage tidak mudah ditiru/dicopy oleh kompetitor
Spectrum dari brand lebih luas
Brand loyalty menciptakan loyalty customer
Brand image berkaitan dengan company image
3. Human-based Relationship
Dalam hal ini pendekatan CRM berhubungan dengan mekanisme
membangun hubungan pelanggan melalui kompetensi dan skill front liner dalam
menciptakan value bagi pelanggan. Dalam pendekatan human-based relationship ini,
diyakini memiliki kontribusi sangat besar terhadap terciptanya hubungan yang baik
antara pelanggan dengan perusahaan. Bentuk competitive advantage yang
ditawarkan dengan human-base relationship ini yaitu :
Human touch
Komunikasi dua arah
Personal
Responsif
Empati
2.2.4 Faktor-Faktor Kesuksesan CRM
Untuk menerapkan CRM diperlukan suatu pengertian, komitmen dan dukungan dari
semua pihak di dalam perusahaan. Filisofi tentang CRM dapat merubah cara pandang dan
pemikiran bahkan memperluas perspektif seseorang. Karena CRM bukan merupakan suatu
aplikasi sales dan marketing saja, tetapi merupakan transformasi bisnis secara luas yang
menuntut adanya perubahan pada setiap aspek perusahaan.
Untuk mengimplementasikan CRM dengan sukses, suatu perusahaan harus memiliki
orientasi pada pelanggan. Perusahaan yang berorientasi kepada pelanggan tidak akan
berjalan apa bila :
1. Budaya memerintah dan mengontrol dimana hal ini tidak memungkinkan terjadinya
suatu usaha yang berorientasi pada pelanggan (birokratif).
2. Pengambilan keputusan marketing yang terpusat. Pemasaran, promosi dan
penjualan sebaiknya berada di frontline. Akan tetapi pengambilan keputusan yang
tersentralisasi tidak mendukung kesuksesan CRM.
3. Tidak adanya keinginan untuk melakukan perubahan di bagian sales dan marketing.
Pentingnya CRM harus dapat diterima dan dimengerti oleh setiap orang di
perusahaan.
2.2.5 Operasional CRM
Dalam buku “Customer Relationship Management, Concept and Tools” (Francis
Butte, 2006) menjelaskan kunci proses-proses operasional dalam CRM,berikut :
1. Sales / penjualan : salah satu model yang digunakan untuk menerapkan CRM, sales
termasuk didalamnya adalah cross selling dan up selling. Perangkat lunak yang
digunakan pada cross selling dan up selling mencakup kemampuan untuk membatasi
calon konsumen, melakukan penelusuran terhadap kontrak, menunjukan siapa sales
person yang baik. Dan dapat pula digunakan untuk menjadwalkan sales call,
menjaga laporan-laporan secara rinci akan aktivitas penjualan dan melakukan
pengecekan atas status pesanan-pesanan konsumen.
2. Marketing / pemasaran : termasuk salah satu interaksi prajual, yaitu seperti direct
marketing atau pemasaran langusung dan teknik-teknik periklanan baik yang
mempengaruhi atau menyiapkan konsumen yang potensial dengan informasi yang
dibutuhkan agar konsumen dapat memutuskan produk atau jasa apa yang akan
dibeli.
3. Customer Service : dukungan dan layanan yang diberikan kepada konsumen,
termasuk di dalamnya yaitu dukungan untuk permintaan pelayanan dan pengelola,
akuntan manajemen, kontak dan aktifitas manajemen, survey konsumen dan
perjanjian pelayanan secara rinci. Kemampuan-kemampuan dukungan konsumen
digunakan untuk mengatur konsumen yang mempunyai masalah dengan sebuah
produk atau layanan penaggulangannya.
2.2.6 Tahap CRM
Tiga tahap CRM (Francis Buttle, Customer Relationship Management Concept and
Tools, 2006)
Acquire
1
Enchance 2 3 Retain
Gambar 2.1. Tahap CRM
1. Aquiring new customer : memperoleh konsumen baru dengan mempromosikan
keunggulan produk atau jasa dalam hal inovasi dan kemudahan, karena nilai dari
suatu produk atau jasa bagi konsumen adalah suatu produk atau jasa yang lebih
baik didukung oleh pelayanan yang memuaskan.
2. Enchancing the Profitability of existing Customer : meningkatkan keuntungan yang
diperoleh dari konsumen dengan mendorong terciptanya penjualan produk atau jasa
kembali.
3. Retaining Profitable Customer for life : menahan konsumen yang memberikan
keuntungan dengan menawarkan apa yang dibutuhkan oleh pasar, karena nilai
produk atau jasa bagi konsumen adalah nilasi hubungan proaktif yang paling sesuai
dengan kebutuhannya. Fokus perusahaan saat ini adalah bagaimana menahan
konsumen yang menguntungkan perusahaan daripada bagaimana mendapatkan
konsumen baru yang lebih menguntungkan.
Tiga tahap CRM ini saling berhubungan satu sama lain, tetapi untuk menerapkan
ketiga tahap ini secara bersamaan sangatlah sulit. Perushaan harus memiliki untuk fokus
pada salah satu dari CRM ini, tetapi tidak meninggalkan sama sekali kedua tahap lainnya.
2.2.7 Hubungan CRM dengan Loyalitas Konsumen
Pada Buku Francis Buttle (Customer Relationship Management Concept and Tools,
2006, p20) menjelaskan bahwa CRM meningkatkan “performance” bisnis dengan meraih
kepuasan dan meraih loyalitas pelanggan.
Customer Satisfaction Customer Loyalty Business Performance
- Mengetahui kebutuhan - Kebiasaan Loyalitas - Peningkatan pendapatan
pelanggan - Sikap Loyalitas - Meraih pelanggan
- Mengetahui harapan - Penempatan image
pelanggan pelanggan
Gambar 2.2. Pengaruh CRM terhadap loyalitas
Kepuasan meningkat karena perusahaan mengetahui kemauan konsumen sehingga
dapat memberikannya lebih baik lagi. Disaat kepuasan meningkat maka akan berdampak
pada intensitas pembelian ulang. Hal tersebut akan mempengaruhi kebiasan dalam membeli
(Purchasing behaviour) yang akan berdampak kepada kinerja atau “performance” bisnis
perusahaan.
Francis Buttle (Customer Relationship Management Concept and Tools, 2006, p22)
mengemukakan bahwa dengan CRM, perusahaan bisa mendapatkan pangsa pasar yang lebih
besar daripada mengadopsi sistem tradisonal. (gambar 2.3 Grafik perbedaan sistem
tradisional-CRM)
05
101520253035
Number of Customer
TraditionalCRMTraditional
Gambar 2.3. Grafik perbedaan sistem tradisional-CRM
2.3 Pengertian Loyalitas Konsumen
Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen akan suatu produk atau jasa sebagai akhir
dari suatu proses penjualan memberikan dampak tersendiri kepada perilaku pelanggan akan
produk atau jasa yang diterima. Bagaimana perilaku pelanggan dalam melakukan pembelian
kembali, bagaimana pelanggan dalam mengekspresikan produk yang dipakainya dan jasa
yang diperolehnya, dan perilaku lain yang menggambarkan reaksi pelanggan atas produk
atau jasa yang telah dirasakan.
Loyalitas konsumen memiliki peran dalam sebuah perusahaan, mempertahankan
mereka berarti meningkatkan kinerja keuangan dan mempertahankan kelangsungan hidup
perusahaan, hal ini menjadi alasan utama bagi sebuah perusahaan untuk menarik dan
mempertahankan pelanggan. Usaha untuk memperoleh pelanggan yang loyal tidak dapat
dilakukan sekaligus, tetapi melakukan beberapa tahapan, mulai dari mencari pelanggan
potensial sampai memperoleh partners atau rekan kerja.
Menurut Durianto, et, all (2004, p19) kepuasan adalah pengukuran secara langsung
bagaimana konsumen tetap loyal atau setia kepada suatu merek. Loyalitas adalah akumulasi
pengalaman penggunaan produk.
Menurut Kotler (2003, p294), loyalitas adalah sebuah komitmen untuk membeli
kembali produk atau jasa dimasa yang akan datang meskipun dipengaruhi oleh situasi dan
keadaan pasar yang dapat menyebabkan perubahan perilaku.
Sementara menurut Prof. Dr. H. Buchari Alma (Manajemen Pemasaran dan
Pemasaran Jasa, Cetakan Ketujuh, 2005. p294), loyalitas pelanggan mencakup :
Pembelian ulang
Penolakan pesaing
Tidak terpengaruh terhadap daya tarik barang lain
Frekuensi rekomendasi kepada orang lain
2.3.1 Karakteristik Loyalitas Konsumen
Pelanggan yang loyal merupakan asset penting bagi perusahaan, hal ini dapat dilihat
dari karakteristik yang dimilikinya, sebagaimana diungkapkan oleh Griffin (2005, p31),
pelanggan yang loyal memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Melakukan pembelian secara teratur atau pembelian ulang. Adalah pelanggan
yang telah melakukan pembelian suatu produk atau jasa sebanyak dua kali atau
lebih.
2. Membeli diluar lini produk atau jasa (pembelian antar lini produk). Adalah
membeli semua barang atau jasa yang ditawarkan dan mereka butuhkan.
Mereka membeli secara teratur, hubungan dengan jenis pelanggan ini sudah
kuat dan berlangsung lama serta membuat mereka tidak terpengaruh oleh
produk pesaing.
3. Merekomendasikan produk atau jasa kepada orang lain. Adalah membeli barang
atau jasa yang ditawarkan dan yang mereka butuhkan, serta melakukan
pembelian secara teratur. Selain itu, mereka mendorong orang lain agar membeli
barang atau jasa perusahaan tersebut. Secara tidak langsung, mereka telah
melakukan pemasaran untuk perusahaan dan membawa konsumen kepada
perusahaan.
4. Menunjukkan kekebalan dari daya tarik produk atau jasa sejenis, atau dengan
kata lain tidak mudah terpengaruh oleh tarikan persaing.
Salah satu reaksi pelanggan apabila merasa puas adalah dengan tetap setia akan
produk atau jasa tersebut. Menurut Rambart Lupiyoadi (2006, p161), loyalitas konsumen
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Membicarakan hal-hal positif kualitas jasa kepada orang lain.
2. Merekomendasikan kualitas jasa kepada orang lain.
3. Mendorong teman atau relasi bisnis untuk berbisnis dengan perusahaan
tersebut.
4. Mempertimbangkan perusahaan tersebut sebagai pilihan pertama dalam
membeli dan menggunakan jasa.
5. Melakukan bisnis lebih banyak di waktu mendatang.
Dick dan Basu (Buku Francis Buttle, “Customer Relationship Management Concept
and Tools, 2006, p 22) menggambarkan dua model dimensi loyalitas.(gambar 2.4. Dua Model
Dimensi Loyalitas)
Repeat Purchase
High Low
Strong Loyals Laten
Loyals
Spurious No
Weak Loyalty Loyalty
Gambar 2.4. Dua Model Dimensi Loyalitas
2.3.2 Tahapan Loyalitas
Jill Griffin (2005, P35) membagi tahapan loyalitas pelanggan sebagai berikut :
1. Suspect
Meliputi semua orang yang mungkin akan membeli barang atau jasa perusahaan
tetapi belum tahu apapun mengenai perusahaan dan produk (barang atau jasa) yang
ditawarkan.
2. Prospects
Adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan produk atau jasa tertentu dan
mempunyai kemampuan untuk membelinya. Pada prospect ini, meskipun mereka
belum melakukan pembelian, mereka telah mengetahui keberadaan perusahaan dan
produk (barang atau jasa) yang ditawarkan.
3. Disqualified Prospect
Adalah orang yang telah mengetahui keberadaan barang atau jasa tertentu, tetapi
tidak mempunyai kebutuhan akan barang atau jasa tersebut, atau tidak mempunyai
kemampuan untuk membeli barang atau jasa tersebut.
4. First Time Customer
Adalah pelanggan yang membeli untuk pertama kalinya. Mereka masih menjadi
pelanggan baru.
5. Repeat Customer
Adalah pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu produk atau jasa sebanyak
dua kali atau lebih. Mereka adalah yang melakukan pembelian atas produk yang
sama sebanyak dua kali, atau membeli dua macam produk yang berbeda dalam dua
kesempatan yang berbeda pula.
6. Clients
Adalah membeli semua barang atau jasa yang ditawarkan dan mereka butuhkan.
Mereka membeli secara teratur, hubungan dengan jenis pelanggan ini sudah kuat
dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh produk
pesaing.
7. Advocates
Seperti halnya clients, advocates membeli barang atau jasa yang ditawarkan dan
yang mereka butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur. Selain itu,
mereka mendorong relasi mereka agar membeli barang atau jasa perusahaan atau
merekomendasikan perusahaan tersebut kepada orang lain, dengan begitu secara
tidak langsung mereka telah melakukan pemasaran untuk perushaan dan membawa
konsumen untuk perusahaan. Tahapan kesetiaan pelanggan yang diungkap Griffin
tersebut dikenal dengan istilah Profil Generator System.
2.4 Definisi Jasa
Sebenarnya pembedaan antara produk dan jasa sukar dilakukan, karena pembelian
suatu produk seringkali disertai disertai dengan jasa-jasa tertentu (misalnya instalasi,
pelayanan restoran, dsb).
Dewasa ini setiap bisnis adalah bisnis jasa, dimana setiap perusahaan tidak lagi
hanya menjual suatu produk, tetapi juga segala aspek jasa dalam bentuk pelayanan yang
melekat pada produk tersebut, mulai dari tahap sebelumnya pembelian hingga tahap
pembelian, jasa memiliki berbagai pengertian, diantaranya sebagai berikut :
Jasa (Kotler dalam buku Fandy Tjiptono, “Strategi Pemasaran”, edisi ketiga, 2008,
p134) adalah “Setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada
pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan
apapun”
Menurut Philip Kotler (Manajemen Pemasaran, Jilid kedua, 2005), “A service is any
act or performance that one party can ofer to another that is essentially ingatible and does
not result in the ownership of anything. It’s production may or may not be tied a physical
product.” Jasa atau pelayanan merupakan suatu kinerja penampilan tidak berwujud dan
cepat hilang lebih cepat dirasakan daripada dimiliki, serta pelanggan lebih cepat
berpartisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut.
Menurut Rangkuti (2003, p26) “Jasa merupakan pemberian suatu kinerja atau
tindakan tidak kasat mata dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya jasa diproduksi
dan dikonsumsi secara bersamaan, dimana interaksi antara pemberi jasa dan penerima jasa
mempengaruhi hasil jasa tersebut
Menurut Schoell dan Gultinan (dalam buku Fandy Tjiptono, edisi ketiga, 2008, p133)
perkembangan jasa pada jaman ini dikarenakan beberapa faktor, yaitu :
1. Adanya peningkatan pengaruh sektor jasa
2. Presentase wanita yang masuk dalam angkatan kerja semakin besar
3. Tingkat harapan hidup semakin meningkat
4. Produk-produk yang dibutuhkan dan dihasilkan semakin kompleks
5. Adanya peningkatan kompleksitas kehidupan
6. Perubahan teknologi berlangsung semakin cepat
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa jasa tidak berwujud, bila waktunya
berulang maka jasa akan hilang, artinya jasa tidak dapat dikonsumsi lebih dari satu kali,
kecuali jasa tersebut diproduksi kembali, dan walaupun jasa tidak bisa disimpan tetapi
efeknya bisa disimpan.
Dalam strategi pemasaran, definisi jasa harus dapat diamati dengan baik, karena
pengertiannya sangat berbeda dengan produk berupa barang. Kondisi cepat lambatnya
pertumbuhan jasa akan sangat tergantung pada penilaian pelanggan terhadap kinerja yang
ditawarkan oleh pihak produsen.
2.4.1 Karakteristik Jasa
Jasa memiliki empat karakteristik utama yang membedakannya dari barang,
karakteristik jasa tersebut terdiri dari :
1. Intangibility (Tidak berwujud)
Jasa berbeda dengan barang jika merupakan suatu obyek alat atau benda.
Maka jasa adalah suatu perbuatan atau kinerja (performance). Bila barang dapat
dimiliki, maka jasa hanya dikonsumsi tetapi tidak dimiliki. Seperti contoh pada
makanan dalam jasa restoran, esensi dari apa yang dibeli pelanggan adalah
kinerja yang diberikan oleh produsen kepadanya.
Menurut Kotler, jasa bersifat tidak berwujud. Tidak seperti halnya produk
fisik, jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau dicium sebelum jasa
itu dibeli.
Menurut Berry dalam Enis dan Cox (Fandy Tjiptono, “Strategi pemasaran”,
2008, p136), maksud jasa bersifat intangible adalah sesuatu yang dapat mudah
didefinisikan, diformulasikan atau dipahami secara rohaniah.
Dengan demikian, orang tidak dapat menilai kualitas jasa sebelum ia
merasakan/mengkonsumsi sendiri. Bila pelanggan membeli suatu jasa, ia hanya
menggunakan, memanfaatkan atau menyewa jasa tersebut. Menurut Fandy
Tjiptono dalam buku “Strategi Pemasaran” edisi ketiga, p137, konsumen akan
menyimpulkan kualitas jasa dari tempat (place), orang (people), peralatan
(equipment), bahan-bahan komunikasi (communication materials), dan harga
(bauran pemasaran) yang mereka amati.
2. Inseparability (Tidak terpisahkan)
Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan
jasa di lain pihak, umumnya dijual terdahulu, baru kemudian diproduksi dan
dikonsumsi secara bersamaan.
Menurut Kotler, Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual dan
dikonsumsi. Sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian
diproduksi, dan dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi antara penyedia jasa
dan konsumen merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa dimana kedua
pihak mempengaruhi hasil dari jasa tersebut.
3. Variability (Bervariasi)
Menurut Fandy Tjiptono, “Strategi pemasaran”, 2008, p136, Jasa bersifat
sangat variable karena merupakan non-standardized output, artinya banyak
variasi bentuk, kualitas, dan jenis tergantung pada siapa, kapan, dan dimana
jasa tersebut dihasilkan. Para pembeli jasa sangat peduli dengan variabilitas
yang tinggi dan mereka akan meminta pendapat orang lain sebelum
memutuskan untuk memilih. Dalam hal ini penyedia jasa dapat melakukan tiga
tahap dalam pengendalian kualitasnya, yaitu :
a. Melakukan investasi dalam seleksi dan pelatihan personil yang baik.
Dengan melakukan seleksi dan pelatihan terhadap personil atau
karyawan perusahan merupakan investasi yang baik. Pelatihan yang
diberikan mempelajari tentang cara-cara untuk berinteraksi dengan
pelanggan. Kemampuan karyawan untuk melakukan interaksi secara
baik dengan pelanggan akan meningkatkan kepuasan pelanggan.
b. Melakukan standarisasi proses pelaksanaan jasa. Hal ini dapat dilakukan
dengan jalan menyiapkan suatu cetak biru jasa yang menggambarkan
peristiwa dan proses jasa dalam suatu diagram alur, dengan tujuan
untuk mengetahui faktor-faktor potensial yang dapat menyebabkan
kegagalan dalam jasa tersebut.
c. Memantau kepuasan pelanggan melalui sistem saran, keluhan, dan
survey konsumen, sehingga pelayanan yang kurang baik dapat dideteksi
dan dikoreksi sejak dini.
4. Perishability (Mudah lenyap)
Jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan.
Menurut Kotler (2005, p155) ada 3 karakteristik jasa, yaitu :
1. Lebih bersifat tidak berwujud daripada berwujud (more ingatible than
tangible).
2. Produksi dan konsumsi dalam waktu bersamaan (simultaneous production
and consumption).
3. Kurang memiliki standard dan keseragaman (less standardized and uniform).
4. Usaha jasa sangat mementingkan unsur manusia.
5. Distribusinya bersifat langsung, dari produsen ke konsumen.
2.4.2. Kualitas Jasa
Menurut Kottler (2005, p310) yang mengutip pendapat dari American Society for
Quality Control, definisi “Kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat suatu produk atau
pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang
dinyatakan atau tersirat.” Sedangkan menurut Tjiptono (2008, p51) mendefinisikan “Kualitas
sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan
lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.”
Menurut Umar (2005, p38) ada lima penentu mutu jasa. Kelimanya disajikan secara
berurutan berdasarkan tingkat kepentingannya dan didefinisikan sebagai berikut :
1. Reability (Keandalan)
Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang
ditawarkan.
2. Responsiveness (Daya Tanggap)
Respon atau kesigapan karyawan dalam membantu konsumen dalam melayani
konsumen, kecepatan karyawan dalam menangani transaksi dan menangani
keluhan yang diajukan konsumen.
3. Assurance (Kepastian)
Meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan terhadap produk secara tepat,
kualitas keramah-tamahan, perhatian, dan kesopanan dalam memberi
pelayanan, ketrampilan, dalam memberikan informasi, kemampuan dalam
memberikan keamanan didalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan dan
kemampuan dalam menanamkan kepercayaan konsumen terhadap perusahaan.
Dimensi kepastian ini merupakan gabungan dari dimensi :
a. Kompetensi : ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para
karyawan untuk melakukan pelayanan.
b. Kesopanan : meliputi keramahan, perhatian, dan sikap para karyawan.
c. Kredibilitas : meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan
kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi dan sebagainya.
4. Empathy (Empati)
Perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada konsumen seperti
kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk
berkomunikasi dengan konsumen, dan usaha perusahaan untuk memahami
keinginan dan kebutuhan konsumennya. Dimensi empati ini merupakan
penggabungan dari dimensi :
a. Access (Akses)
Meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan
perusahaan.
b. Communication (Komunikasi)
Kemampuan melakukan komunikasi untuk menyampaikan informasi
kepada konsumen atau memperoleh masukan dari konsumen.
c. Understanding the Customer (Pemahaman kepada konsumen)
Meliputi usaha perusahaan untuk memahami kebutuhan dan keinginan
konsumen.
5. Tangibles (Berwujud)
Meliputi kemampuan fisik seperti gedung dan ruangan front office, tersedia
tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan ruangan, kelengkapan
peralatan komunikasi dan penampilan karyawan.
2.4.3. Strategi Pemasaran Jasa
Bisnis jasa sangat kompleks, karena banyak elemen yang mempengaruhinya, seperti
sistem internal organisasi, lingkungan fisik, komentar pelanggan dan sebagainya. Oleh
karena itu, menurut Gronroos dalam buku Fandy Tjiptono, “Strategi Pemasaran” edisi ketiga,
2008, p143-144 menjelaskan bahwa pemasaran jasa tidak hanya membutuhkan pemasaran
eksternal, tetapi juga pemasaran internal dan pemasaran interaktif. (gambar 2.5 Tiga jenis
Pemasaran dalam dunia jasa)
Perusahaan
Pemasaran Internal Pemasaran Eksternal
Karyawan Pelanggan Pemaran Interaktif
Gambar 2.5. Tiga jenis Pemasaran dalam dunia jasa
Pemasaran eksternal menggambarkan aktivitas normal yang dilakukan oleh
perusahaan dalam mempersiapkan jasa, menetapkan harga, melakukan distribusi, dan
mempromosikan jasa. Bila ini bisa dilakukan dengan baik, maka pelanggan akan terikat
dengan perusahaan, sehingga laba jangka panjang bisa terjamin.
Pemasaran internal menggambarkan tugas yang diemban perusahaan dalam rangka
melatih dan memotivasi para karyawan (sebagai aset utama perusahaan dan ujung tombak
pelayanan) agar dapat melayani para pelanggan dengan baik. Yang tak kalah pentingnya
adalah pemberian penghargaan dan pengakuan yang sepadan. Aspek ini bisa
membangkitkan motivasi, moral kerja, rasa bangga, loyalitas dan rasa memiliki setiap orang
dalam organisasi, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi besar bagi perusahaan
dan bagi pelanggan yang dilayani.
Pemasaran interaktif menggambarkan interaksi antara pelanggan dan karyawan.
Diharapkan setiap karyawan yang loyal, bermotivasi tinggi, dan diberdayakan (empowered)
dapat memberikan Total Quality Service kepada setiap pelanggan dan calon pelanggan. Biia
ini terealisasi, maka pelanggan yang puas akan menjalin hubungan berkesinambungan
dengan personil dan perusahaan bersangkutan.
Secara garis besar, strategi pemasaran jasa yang pokok berkaitan dengan tiga hal
berikut :
1. Melakukan diferensiasi kompetitif
Perusahaan jasa dapat mendiferensiasikan dirinya melalui citra di mata pelanggan,
misalnya melaui simbol-simbol dan merek yang digunakan. Selain itu perusahaan dapat
melakukan diferensiasi kompetitif dalam penyampaian jasa melalui 3 aspek yang juga dikenal
sebagai 3P dalam pemasaran jasa, yaitu melalui :
a. Orang (People)
Perusahaan jasa dapat membedakan dirinya dengan cara merekrut dan melatih
karyawan yang lebih mampu dan lebih dapat diandalkan dalam berhubungan dengan
pelanggan, daripada karyawan pesaingnya.
b. Lingkungan Fisik (Physical Environment)
Perusahaan jasa dapat mengembangkan lingkungan fisik yang lebih atraktif.
c. Proses (Process)
Perusahaan jasa dapat merancang proses penyampaian jasa yang superior, misalnya
home banking yang dibentuk oleh bank tertentu.
2. Mengelola kualitas jasa
Cara lain untuk melakukan diferensiasi adalah secara konsisten memberikan kualitas
jasa yang lebih baik daripada para pesaing. Hal ini dapat tercapai dengan memenuhi atau
bahkan melampaui kualitas jasa yang diharapkan oleh para pelanggan. Kualitas jasa sendiri
dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu jasa yang dirasakan (perceived service) dan jasa yang
diharapkan (expected service). Bila jasa yang dirasakan lebih kecil daripada yang diharapkan,
maka pelanggan menjadi tidak tertarik lagi pada penyedia jasa yang bersangkutan.
Sedangkan bila yang terjadi adalah sebaliknya (perceived lebih besar daripada expected),
maka ada kemungkinan para pelanggan akan menggunakan penyedia jasa itu lagi.
3. Mengelola produktivitas
Ada beberapa pendekatan yang dapat diterapkan untuk meningkatkan produktivitas
jasa, antara lain :
1. Penyedia jasa bekerja lebih keras atau dengan lebih cekatan daripada biasanya.
2. Merancang jasa yang efektif.
3. Memberikan insentif kepada pelanggan untuk melakukan sebagian tugas
perusahaan.
4. Melakukan standarisasi produksi (contoh, sales target)
2.5 Kerangka Pemikiran
Price
Place
Product
Promotion
Bauran Pemasaran
(Marketing Mix) 4p’s
Loyalitas Konsumen
Manajemen Hubungan Pelanggan
(Customer Relationship Management)
• Technology Based
• Human Based
• Brand Based
Sumber : Penulis
Gambar 2.6 Kerangka Pemikiran