bab ii konflik, perdamaian, dan konseling pernikahan a...

33
15 Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan Pada bagian ini akan dikemukan teori-teori pendukung yang digunakan dalam menganalisa data. Teori-teori yang dimaksud diantaranya: A. Konflik 1.1 Defenisi Konflik Konflik adalah suatu proses sosial yang berlangsung dengan melibatkan orang orang atau kelompok-kelompok yang saling menantang dengan ancaman kekerasan. Konflik tercipta karena adanya perbedaan dari segi kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial, keadaan ekonomi dan lain sebagainya. 1 Secara etimologis konflik berasal dari bahasa latin “con” berarti bersama dan “fligere” benturan atau tabrakan. Benturan, maksudnya berupa kepentingan, keinginan, pendapat dan lain sebagainya antara dua belah pihak atau lebih. 2 Menurut Weber, konflik tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial terjadinya konflik tidak terelakkan dalam suatu masyarakat disebabkan masyarakat dipandang sebagai struktur sosial yang mencakup proses-proses asosiatif dan disosiatif yang hanya dapat dibedakan secara analisis. 1 Fera Nugroho, Pradjarto Dirdosanjoto, Nico L Kana (ed); Konflik dan Kekerasan Lokal(Salatiga:Pustaka Pelajar, 2004) 82. 2 Chandra, R.I.,Konflik Dalam Kehidupan Sehari hari. (Yogyakarta; Kanisius,1992) 35.

Upload: lamthu

Post on 13-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

15

Bab II

Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan

Pada bagian ini akan dikemukan teori-teori pendukung yang digunakan

dalam menganalisa data. Teori-teori yang dimaksud diantaranya:

A. Konflik

1.1 Defenisi Konflik

Konflik adalah suatu proses sosial yang berlangsung dengan

melibatkan orang orang atau kelompok-kelompok yang saling menantang

dengan ancaman kekerasan. Konflik tercipta karena adanya perbedaan dari segi

kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial, keadaan ekonomi dan lain

sebagainya.1 Secara etimologis konflik berasal dari bahasa latin “con” berarti

bersama dan “fligere” benturan atau tabrakan. Benturan, maksudnya berupa

kepentingan, keinginan, pendapat dan lain sebagainya antara dua belah pihak

atau lebih. 2 Menurut Weber, konflik tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

sosial terjadinya konflik tidak terelakkan dalam suatu masyarakat disebabkan

masyarakat dipandang sebagai struktur sosial yang mencakup proses-proses

asosiatif dan disosiatif yang hanya dapat dibedakan secara analisis.

1 Fera Nugroho, Pradjarto Dirdosanjoto, Nico L Kana (ed); Konflik dan Kekerasan

Lokal(Salatiga:Pustaka Pelajar, 2004) 82. 2 Chandra, R.I.,Konflik Dalam Kehidupan Sehari – hari. (Yogyakarta; Kanisius,1992)

35.

Page 2: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

16

Coser mengatakan bahwa konflik adalah unsur penting bagi integrasi

sosial. Selama ini konflik selalu dipandang sebagai faktor negatif yang

memecah belah. Konflik sosial dalam beberapa cara memberikan sumbangan pada

kepentingan kelompok serta mempererat hubungan interpersonal.3 Konflik sosial

adalah salah satu bentuk interaksi sosial antara satu pihak dengan pihak lain

didalam masyarakat yang ditandai dengan adanya sikap saling mengancam,

menekan, hingga saling menghancurkan.4 Konflik ada yang bersifat positif yakni

dengan meningkatkan keharmonisan hubungan dalam masyarakat dan bersifat

negatif yaitu dengan menghancurkan tatanan hubungan yang telah ada.5

Penjelasan ini memberikan penggambaran bahwa konflik terjadi karena

adanya pertentangan dan perselisihan antar kelompok masyarakat untuk mencapai

tujuan bersama dengan berbagai kepentingan yang sifatnya terbatas. Konflik juga

dapat memberikan perbedaan yang ditempatkan pada pentingnya mengubah

struktur sosial yang tidak adil. Konflik dalam masyarakat memang pada dasarnya

tidak dapat dihindari tetapi dalam proses konflik tersebut dianggap sebagai sebuah

integrasi sosial bagi kehidupan masyarakat. Konflik dapat membangun dan

membentuk manusia. Dengan pengertian bahwa konflik tidak dapat dihindari

namun harus dihadapi. Karena penghindaran konflik bisa mengakibatkan

terjadinya konflik yang lebih besar. Konflik tidak selalu bersifat negatif,

melainkan konflik yang terjadi dalam masyarakat bisa dijadikan wadah atau

3 Lewis A. Coser, The Function of Social Conflict(New York: The Free, 1964), 22.

4 Don Davis & Hook Joshua, Integration, Multicultural counseling and sosial Justice.

Journal of Psychology & Theology Vol 40, 3-4. 5 Fera Nugroho, Pradjarto Dirdosanjoto, Nico L Kana (ed); Konflik dan Kekerasan

Loka,(Salatiga:Pustaka Pelajar, 2004) 85.

Page 3: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

17

sarana untuk membangun saling pengertian dan membentuk kedewasaan

berinteraksi antar individu maupun kelompok yang memiliki beragam sifat,

sikap dan kepentingan. Dalam konflik itu akan ada konflik yang bersifat positif

dan konflik yang bersifat negatif.

1.2 Penyebab Konflik

Adam Kuper menyatakan sumber konflik adalah bertumpu kepada

hubungan-hubungan sosial, politik, ekonomi, dan sifat dasar biologis

manusia. Paparan Kuper tersebut melihat semua aspek dari kehidupan

manusia. 6 Fisher menjabarkan konflik disebabkan oleh:

a. Polarisasi kelangsungan yang terjadi karena ketidakpercayaan dan

permusuhan diantara perbedaan kelompok dalam masyarakat (Teori Hubungan

Masyarakat).

b. Posisi tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang penyebab konflik

oleh pihak-pihak yang mengalami konflik (Teori negosiasi prinsip).

c. Kebutuhan dasar manusia yaitu; fisik, mental, dan sosial, tidak

terpenuhi atau dihalangi (Teori kebutuhan manusia).

d. Identitas yang terancam karena kehilangan sesuatu hal atau masalah

masa lalu yang belum terselesaikan (Teori identitas).

e. Kesalahpahaman atau ketidakcocokan karena budaya yang dianut.

6 A. Kuper & J . Kuper,Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial ,(.Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2008) 60.

Page 4: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

18

f. Masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan, muncul sebagai

masalah-masalah sosial, budaya, dan ekonomi (Teori transformasi

konflik). 7

Konflik-konflik yang terjadi dalam masyarakat bertumpu pada konflik

sosial, konflik yang ada dalam masyarakat ada yang bersifat positif dan bersifat

negatif sehingga menurut Samiyono dikatakan bahwa konflik yang terjadi dapat

merugikan, tetapi juga dapat bermanfaat jika dikelola dengan baik. Ada

pun hal-hal positif, ketika konflik dapat dikelola dengan baik antara lain:

a. Membuat organisasi tetap hidup dan humoris, masing-masing

kelompok dapat melakukan adaptasi sehingga dapat terjadi perubahan

dan perbaikan.

b. Munculnya keputusan inovatif. Konflik akan mendorong orang

untuk berpikir lebih hati-hati dalam memutuskan sesuatu atau

mempertimbangkan dengan sebaik-baiknya.

c. Munculnya persepsi lebih kritis.

d. Meningkatnya sikap solidaritas sosial. Adapun solidaritas itu bisa

timbul karena sesama anggota merasa memiliki nasib yang sama.

Sebaliknya, jika konflik tidak dikelola, akan muncul beberapa hal

negatif antara lain yaitu: Pertama, kerugian berupa material dan spiritual. Kedua,

menggangu keharmonisan sosial. Ketiga, terjadinya perpecahan kelompok.

7 S. Fisher, dkk, Mengelola Konflik: Ketrampilan dan Strategi Untuk Bertindak

,(Jakarta: The British Council,2001).

Page 5: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

19

Melihat dampak dari sebuah konflik yang terjadi, sangat perlu untuk mengelola

konflik menjadi berdaya guna. 8

Bertolak dari beberapa pandangan diatas maka akibat yang ditimbulkan

dari konflik itu adalah adanya pola pembentukan dalam masyarakat serta

dipengaruhi oleh budaya yang ada dalam dirinya, karenanya hal-hal ini menjadi

pijakan yang kuat terhadap diri seseorang atau kelompok kemasyarakatan seperti

perbedaan sikap, pikiran serta nilai-nilai yang sudah tertanam.

Konflik dalam lingkup masyarakat tidak selalu dapat menghancurkan

tetapi justru dengan adanya konflik maka sistem dan nilai-nilai yang sudah tertata

dalam masyarakat akan menjadi harmonis dan lebih baik lagi dengan pengertian

bahwa hadirnya konflik dapat membuat rasa solidaritas dan kebersamaan dalam

masyarakat menjadi meningkat dengan pola interaksi satu dan yang lainnya. Oleh

karenanya sebuah konflik yang terjadi dapat terselesaikan jika mampu untuk

mengelola dan melakukan penyelesaian konflik agar proses konflik tidak

berkepanjangan serta teratasi dengan baik pula.

1.3 Resolusi Konflik

Cara yang dilakukan seseorang untuk menyelesaikan konflik disebut

sebagai resolusi konflik. Setiap orang pasti berbeda caranya dalam menyelesaikan

konflik. Resolusi konflik merupakan suatu cara yang digunakan sebagai respon

atau serangkaian perilaku yang dilakukan oleh seseorang dalam menyelesaikan

konflik. Weitzman mendefinisikan resolusi konflik sebagai sebuah tindakan yang

8 David Samiyono, Diktat Lokakarya “Membangun Perdamaian didalam Masyarakat

Berbinekha Tunggal Ika;tanggal 28-29 Januari 2011.

Page 6: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

20

dilakukan secara bersama-sama dalam memecahkan masalah (solve a problem

together). 9 Syafuan Rozy menyatakan, resolusi konflik merupakan sebuah

terminologi ilmiah yang menekan kebutuhan untuk melihat perdamaian

sebagai proses terbuka dalam penyelesaian sebuah konflik.10

Resolusi konflik mengacu pada strategi-strategi untuk menananangi

konflik terbuka dengan harapan tidak hanya mencapai suatu kesepakatan untuk

mengakhiri kekerasan (penyelesaian konflik) tetapi juga untuk mencapai suatu

resolusi dari berbagi perbedaan sasaran yang menjadi penyebabnya. Dengan

pengertian bahwa resolusi konflik antar suku sama maknanya dengan pengeloaan

keharmonisan hubungan antara mereka. Wujud tatanan kualitas kehidupan

masyarakat yang harmonis paling tidak melibatkan dua aspek : 1). Wujud

konstelasi kehidupan ideal ( constelation of ideal life), dan 2). Bagaimana suatu

masyarakat mengelola dinamika kehidupannya.

Aspek pertama, menyangkut kepada pengertian mengenai tatanan

kehidupan sosial yang diinginkan. Aspek kedua,berkenaan dengan kehandalan

berbagi strategi dan mekanisme pengelolaan untuk mencegah dan mengatasi

setiap permasalahan sosial yang timbul dan konflik-konflik yang menjurus kearah

kehancuran tatanan sosial yang sudah baik. Banyak faktor yang menyebabkan

konflik antar suku yang tersembunyi dan berkembang menjadi konflik yang

terbuka. Paling tidak bermuara pada tiga hal yaitu: a) adanya ketidaksesuaian

9 Anwar Zainul. Resolusi Konflik dalam Perspektif Kepribadian, Seminar Asean 2nd

Psychhology & Humanity © Psychology Forum UMM, 19 – 20 Februari 2016. 10

Syafuan Rozi, Kekerasan Komunal “ Anatomi dan Resolusi Konflik di Indonesia,

(Jakarta: Pustaka Pelajar,2006)

Page 7: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

21

tuntutan terhadap sumberdaya; b) ketidaksesuaian kepercayaan, standar nilai dan

norma; dan c) ekspresi perilaku yang afektif dan impulfif. Masalahnya adalah

bagaimana suatu masyarakat yang beragam etnik dan suku bisa secara terus-

menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas keharmonisan

hubungannya. Salah satunya adalah bagaimana masyarakat itu mampu mengelola

dinamika kehidupannya. Hal-hal ini berkenaan dengan kehandalan berbagai

teknik atau pendekatan untuk mencegah dan mengatasi setiap konflik-konflik

yang terjadi dalam masyarakat. 11

Penjelasan diatas memberikan gambaran bahwa dalam sebuah komunitas

masyarakat akan ada banyak konflik yang terjadi konflik itu bisa saja dapat

merusak tatanan yang sudah dibangun dengan baik atau justru konflik yang terjadi

dalam masyarakat dapat membuat sebuah tatanan yang telah ada menjadi lebih

baik dan keharmonisan hubungannya terus terjaga. Masyarakat dapat menjaga

tatanan dan keharmonisan dalam masyarakat dengan cara mampu mengelola dan

bahkan mencegah serta mengatasi agar sebuah konflik tetap dapat teratasi dengan

baik.

Proses penyelesaian konflik dalam kultur sebuah masyarakat akan

berbeda-beda didasarkan adanya pola dan tradisi lokal yang tentu saja masih

dipertahankan sebagai bentuk atau cara yang dilakukan untuk menyelesaikan

konflik dalan tatanan kemasyarakatan yang ada. Resolusi konflik hadir untuk

dapat menyelesaikan konflik dengan tidak menggunakan kekerasan. Dalam proses

11

Fera Nugroho, Pradjarto Dirdosanjoto, Nico L Kana (ed), Konflik dan Kekerasan

Lokal,(Salatiga:Pustaka Pelajar, 2004) 81-82

Page 8: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

22

penyelesaian konflik itu dapat diberikan strategi-strategi kepada msyarakat agar

dapat menyelesaikan konflik dengan wujud kebersamaan untuk dapat menemukan

solusi dari permasalahan yang ada tanpa melalui tindakan kekerasan sehingga

tidak merusak tatanan kehidupan bermasyarakat yang sudah ada.

Dalam memecahkan masalah yang terjadi dalam suatu wilayah tertentu

maka perlulah diketahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik.

Faktor-faktor tersebut diantaranya yaitu:

1. Perbedaan pendirian

Yaitu keyakinan orang perorangan yang telah menyebabkan konflik

antar individu. Dalam konflik-konflik seperti ini terjadilah bentrokan-

bentrokan yang berkaitan dengan pendirian, dan masing-masing pihak pun

berusaha membinasakan lawannya. Membinasakan disini tidak selalu diartikan

sebagai pembinasaan fisik, tetapi bisa pula diartikan dalam bentuk pemusnahan

simbolik atau melenyapkan pikiran-pikiran lawan yang tidak disetujui. Di dalam

realitas sosial tidak ada satu pun individu yang memiliki karakter yang sama

sehingga perbedaan pendapat, tujuan dan keinginan tersebutlah yang

mempengaruhi timbulnya konflik sosial.

b. Perbedaan budaya.

Perbedaan kebudayaan tidak hanya akan menimbulkan konflik antar

individu akan tetapi bisa juga antar kelompok. Pola-pola kebudayaan yang

berbeda akan menimbulkan pola-pola kepribadian dan pola-pola prilaku yang

berbeda pula dikalangan khalayak kelompok yang luas. Perbedaan-perbedaan

Page 9: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

23

yang terjadi dalam masyarakat membuat adanya perubahan-perubahan sosial yang

terjadi tetapi hal-hal diatas tidak menjadi patokan akan timbulnya konfik yang

terjadi dalam masyarakat tetapi yang berubah justru ada pada sistem nilai-nilai

yang tertanam dalam masyarakat karena yang menyebabkan perbedaan pada pola

pikir serta pendirian ada dalam masyrakat itu sendiri. 12

Clifford Geertz, menemukan ada beberapa hal yang dapat menjadi

peredam konflik antar kelompok dalam kerangka yang struktural yaitu

berhubungan dengan pola interpretasi kebudayaan, pola perilaku keagamaan,

tolerasi umum dan pertumbuhan dalam mekanisme sosial yang mantab menuju

pada bentuk integrasi.13

1.4 Cara-Cara Penyelesaian Konflik

Dari pernyataan diatas maka terdapat lima cara juga yang dapat ditempuh

individu dalam menyelesaikan konflik, diantaranya adalah: Pertama. Akomodatif/

berdamai, yaitu suatu pihak memuaskan kepentingan pihak yang lain tanpa

memuaskan kepentingannya sendiri. Kedua. Berbagi/berkompromi, perilaku ini

merupakan intermediasi antara mendominasi dan mendamaikan, perilaku ini

adalah pilihan yang moderat tetapi tidak memberikan kepuasan sepenuhnya bagi

kedua belah pihak. Dalam hal ini suatu pihak memberikan sesuatu secara sebagian

kepada pihak lainnya dan menyimpan sebagian lainnya. Ketiga. Kolaborasi/

integrasi, perilaku ini berusaha memuaskan kepentingan kedua belah pihak secara

12

Ritha Safithri, Mediasi dan Fasilitasi Konflik dalam Membangun Perdamaian,674. 13

Fera Nugroho, Pradjarto Dirdosanjoto, Nico L Kana (ed), Konflik dan Kekerasan

Lokal(Salatiga:Pustaka Pelajar, 2004) 85.

Page 10: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

24

penuh, yaitu untuk mengintegrasikan kepentingan mereka. Kempat. Menghindari/

membiarkan, artinya perilaku ini merefleksikan ketidakpedulian terhadap

kepentingan pihak manapun. Kelima. Kompetitif/ mendominasi, yaitu keinginan

suatu pihak memuaskan kepentingan sendiri atas kerugian pihak lainnya dengan

kata lain mendominasi.14

Penjelasan diatas memberikan kesimpulan bahwa kehidupan disaat ini

tindakan konflik sangat berperan penting dalam setiap aspek kehidupan

masyarakat. Masyarakat menjadi pola pertama untuk mudah saja terjadi konflik

karena kehidupan masyarakat terbentuk dari faktor kebudayaan yang sudah

tertanam sejak dulu kala. Faktor budaya membuat terkadang masyarakat susah

untuk menerima sebuah hal baru dan bahkan mempertahankan setiap budaya yang

ada tanpa melalui proses pemilahan terlebih dahulu sehingga saat ada persoalan

sosial yang terjadi dalam sebuah wilayah tertentu yang melibatkan masyarakat

maka kondisi-kondisi itu yang membuat masyarakat menjadi lebih bertindak

dengan proses pendirian dirinya yang sudah ada dalam diri setiap individual

tersebut. Oleh karena itu dalam setiap proses untuk menyelesaikan setiap konflik

yang terjadi sudah banyak cara dan langkah yang dilakukan, sehingga proses

resolusi untuk mengatasi setiap konflik bisa diatasi dengan baik.

14

Anwar Zainul. Resolusi Konflik dalam Perspektif Kepribadian, Seminar Asean 2nd

Psychology &Humanity.

Page 11: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

25

1.5 Mediasi Sebagai Salah Satu Cara penyelesaian Konflik

Dalam proses mediasi, mediator atau fasilitator adalah pihak

terpercaya dari kedua belah pihak yang berkonflik. Kovach menjelaskan,

mediator berasal dari bahasa Latin “mediare” berarti berada di tengah-tengah.

Dengan demikian seorang mediator menempatkan dirinya ditengah-

tengah suatu perselisihan. Pihak ketiga dimaksudkan dalam konflik adalah

pihak netral dan imparsial, tidak memihak dan tidak biasa. Artinya pihak

ketiga tersebut tidak terlibat dan terikat dengan masalah. Peran pihak ketiga

sangat tepat dilaksanakan pada konflik yang sudah berlangsung lama terutama

apabila terjadi kebutuhan dalam mencapai penyelesaian.15

Amriani membagi

mediasi dalam empat model diantaranya:

Pertama, model penyelesaian. Biasanya mediator adalah orang yang

ahli dalam bidang yang didiskusikan atau dipersengketakan tetapi tidak

memiliki keahlian teknik mediasi atau mediation skills. Fokus mediasi adalah

penyelesaian bukan kepentingan sehingga penyelesaian cenderung lebih cepat.

Namun kelemahannya yaitu para pihak yang berkonflik merasa tidak memiliki

hasil keputusan tersebut.

Kedua, model fasilitasi, biasanya yang diutamakan adalah teknik

mediasi tanpa harus ahli pada bidang tersebut. Kelebihannya pihak yang

berkonflik cendrung puas karena yang diangkat adalah

kepentingannya. Tetapi model ini memakan waktu yang lama.

15

K.Kimberlee Kovach, Mediation: Principles and Practise. St. Paul: (West

Publishing, 2002).

Page 12: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

26

Ketiga, model therapeutic, yang diharapkan dalam model mediasi ini

adalah penyelesaian konflik secara kekeluargaan sehingga kedua pihak bisa tetap

menjaga hubungan baik.

Keempat, evaluatif, model ini lebih fokus kepada hak dan kewajiban

sehingga mediator bisanya ahli pada bidang hukum. 16

Ronald menambahkan bahwa proses mediasi dapat membantu

pihak-pihak berkonflik untuk: Pertama, saling memahami aneka kebutuhan,

kepentingan, dan nilai-nilai hidup masing-masing pihak. Kedua, mediasi

menolong mereka bertanggung jawab atas aneka keputusan yang mereka

ambil. Ketiga, mediasi dapat memberikan landasan untuk mengubah

hubungan mereka serta mulai bekerja sama untuk berbagi sumber daya,

saling mengklarifikasi informasi, bahkan bersama-sama mengubah

struktur. 17

Penjelasan diatas memberikan pemahaman bahwa dalam proses

penyelesaian konflik salah satu cara yang ditempuh adalah mediasi. Dalam

melaksanakan mediasi ada orang yang dipilih untuk menjadi mediator. Mediator

ini memiliki tanggung jawab untuk menjadi jembatan komunikasi antara pihak-

pihak yang berkonflik. Berbagai macam model mediasi ditawarkan untuk dapat

menemukan solusi yang tepat atas permasalahan dalam nasyarakat, model-model

ini tentu saja akan disesuaikan dengan konteks masyarakat serta pemasalahan-

16

S.Ronald Kraybill, „‟Peace Skills “ Panduan Mediator”; (Yogyakarta : Kanisius

2002). 17

S.Ronald Kraybill, „‟Peace Skills “ Panduan Mediator”; (Yogyakarta : Kanisius 2002).

Page 13: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

27

permasalahan apa yang sedang terjadi sehingga menimbulkan konflik. Dari

pernyataan-pernyataan diatas memberitahu bahwa proses mediasi akan sangat

membantu masyarakat yang berkonflik karena dari proses ini tentu saja ada dapat

menolong masyarakat yang berkonflik agar memahami lebih dalam lagi tentang

nilai-nilai, landasan hidup, membangun keutuhan bersama serta mengubah pola

pikir dna perbedaan –perbedaan yang ada kearah hidup bersama yang lebih baik.

B. Perdamaian

Perdamaian ialah tidak adanya sebuah tindakan kekerasan yang terjadi

dalam sebuah wilayah tertentu. Menurut John Galtung, kekerasan terdiri dari

kekerasan secara struktural, kekerasan langsung dan kekerasan kultural yang

dapat menghalangi pemenuhan kebutuhan dasar, kelestarian serta kesejahteraan

dan identitas sosial dari masyarakat yang berada dan mendiami suatu wilayah

tertentu. Kekerasan struktural ialah sebuah model kekerasan yang diciptakan oleh

suatu sistem yang menyebabkan manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan

dasarnya (human needs). Artinya bentuk kekerasan ini tercipta karena adanya

tekanan dari kaum yang lebih tinggi kedudukanya yang kemudian menyiksa atau

memberikan rasa tidak adil kepada kaum bawah yang berbeda ras, budaya dan

agama.

Kekerasan langsung ialah bentuk kekerasan yng dilakukan oleh kelompok

yang satu dengan kelompok yang lain yang menimbulkan ancaman dan teror

sehingga dapat membuat trauma secara psikis dan fisik. Biasanya kekerasan ini

dilakukan dalam bentuk tawuran/ bentrok antara kelompok yang berbeda budaya,

Page 14: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

28

ras dan agama. Kekerasan kultural ialah suatu bentuk kekerasan dari kekerasan

struktural dan kekerasan langsung.18

Bentuk dari kekerasan ini akan menekankan

pada aspek perbedaan kebudayan, ruang simbolik, agama,ideologi, bahasa yang

digunakan untuk menjustfikasi bentuk kekerasan struktural dan kekerasan

langsung. Dari pendapat diatas mengambarkan bahwa dalam proses untuk

menghadirkan perdamaian menunjuk pada tindakan dari individu yang dapat

dilakukan dengan cara mengelola sebuah konflik sehingga tidak berujung pada

sebuah tindaka kekerasan. Perdamaian yang ada juga merupakan wujud dari

interaksi masyarakat untuk dapat mengelolah setiap konflik yang ada secara baik

dan secara positif.

Galtung juga membagi bentuk-bentuk perdamaian yang lainnya

diantaranya ada bentuk perdamaian positif dan bentuk perdamaian negatif .

Perdamaian positif (positive peace), yaitu adanya kondisi damai secara struktural,

baik secara struktur relasi antara penguasa dengan rakyat, maupun relasi sesama

rakyat. Relasi secara struktural ini juga mampu menghilangkan benih-benih atas

ketidakpuasan yang dapat melahirkan sebuah konflik baru. Positive peace juga

didasarkan kepada perdamaian yang berbasis keadilan, persamaan dan kesetaraan.

Sedangkan perdamaian negatif (negatif peace) adalah kondisi dimana

“perdamaian” hanya dianggap sebagai ketiadaan dari sebuah konflik kekerasan.19

18

Johan Galtung, Peace by Peacefull Means, Peace and Conflict, Development and

Civilization(International Peace Research Institute,(Oslo ,1996). 19

Galtung John, Peace by Peacefull Means, Peace and Conflict, Development and

Civilization(International Peace Research Institute), (Oslo, 1996) 9.

Page 15: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

29

Pemahaman diatas menyatakan bahwa sebuah tindakan kekerasan adalah

tindakan ketika manusia memberikan dampak aktual yang berkaitan dengan

mental dan potensi yang menonjol dalam dirinya. Potensi dalam diri manusia itu

bisa dengan sebuah tindakan yang bersifat positif atau tindakan yang negatif.

Perdamaian yang positif juga lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan

perdamaian secara negatif. Sehingga bentuk perdamaian ini memberikan efek

dalam bentuk kekerasan yakni kekerasan secara langsung, kekerasan struktural

dan kekerasan kultural.

Berkaitan dengan pemikiran antara perdamaian positif dan perdamaian

negatif maka Galtung menjelaskan bahwa konflik dapat dikelola melalui ketiga

strategi yang saling berhubungan yaitu peace keeping, peacemaking dan peace

building.

Pertama. Peacekeeping, adalah proses menghentikan atau mengurangi aksi

kekerasan melalui intervensi militer yang menjalankan peran sebagai penjaga

perdamaian yang netral. Pendekatan ini pada dasarnya disosiatif yakni pihak yang

berkonflik dijauhkan satu sama lainnya dibawah ancaman hukum yang cukup

disertakan dengan kekuatan pemerintah dan langkah-langkah sosial disosiatif

lainnya seperti pemisahan pihak yang berkonflik dan juga disertai dengan

pendekatan klasik seperi penggunaan jarak geografi.

Kedua. Peacemaking, adalah proses yang tujuannya merekonsiliasi sikap

politik dan starategi dari pihak yang bertikai melalui mediasi, negosiasi, dan

arbitrasi. Dikaitkan dengan topik ini maka ini pihak – pihak yang berseteru

Page 16: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

30

dipertemukan guna mendapat penyelesaian dengan cara damai. Hal ini dilakukan

dengan menghadirkan pihak ketiga sebagai penegah, akan tetapi pihak ketiga

tersebut tidak mempunyai hak untuk menentukan keputusan yang diambil. Pihak

ketiga tersebut hanya menengahi apabila terjadi suasana yang memanas antara

pihak bertikai yang sedang berunding.

3. Peacebuilding, adalah upaya untuk mencoba mengembalikan keadaan

destruktif akibat kekerasan yang terjadi dalam konflik dengan cara membangun

jembatan komunikasi antara pihak yang terlibat konflik. Ini juga merupakan

proses implementasi perubahan atau rekonstruksi sosial, politik, dan ekonomi

demi terciptanya perdamaian yang langgeng. Melalui proses peacebuilding

diharapkan negative peace (the absence of violence) berubah menjadi positive

peace dimana masyarakat merasakan adanya keadilan sosial, kesejahteraan

ekonomi dan keterwakilan politik yang efektif.20

Penjelasan diatas memberikan gambaran bahwa perdamaian itu sendiri

tidak berfokus pada bagaimana mengontrol dan mereduksi kekerasan yang terjadi.

Lebih dari itu, perdamaian juga harus dapat memberikan sebuah pembangunan

vertikal yang lebih baik. Perdamaian juga tidak hanya menyangkut pada teori-

teori yang bersangkutan dengan konflik semata, tapi juga harus mencakup pada

wujud dari sebuah pembangunan perdamaian itu sendiri. Penelitian mengenai

perdamaian harus mencakup hal-hal ataupun situasi yang berkenaan dengan masa

lalu, saat ini, dan juga yang akan datang. Untuk mewujudkan perdamaian, maka

20

Galtung John, Peace, war defense: essays in peace research: Vol 2 (Ejlers:

Copenhagen, 1976).

Page 17: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

31

harus terdapat hubungan antara perdamaian itu sendiri dengan cara untuk

melakukan pembangunan perdamaian. Kekerasan personal atau kekerasan dalam

sebuah kelompok masyarakat yang kerap terjadi, biasanya terdapat dalam sebuah

struktur sehingga untuk mengatasi perdamaian dalam kekerasan struktural

membutuhkan sebuah dorongan lebih.

Perdamaian juga harus ada kerjasamanya dengan budaya-budaya lokal

yang ada dengan cara membangun budaya damai yang berbasis masyarakat

sehingga masyarakat dapat terlibat secara langsung untuk mengupayakan budaya

damai tersebut. Setiap konflik yang terjadi dalam masyarakat dengan berbagai

macam bentuknya dapat dimulai dan dapat pula diakhiri dengan baik jika sebuah

konflik itu sudah terjadi maka untuk mewujudkan sebuah tindakan perdamaian

cara yang harus dilakukan adalah dengan memahami bentuk konflik serta situasi

masyarakat dan budaya setempat sehingga untuk mengupayakan sebuah tindakan

perdamaian dapat terlaksana dengan baik. Tetapi terkadang perdamaian itu datang

pula dari masyarakat, masyarakat yang memiliki inisiatif sendiri untuk

membangun sebuah budaya damai lewat budaya-budaya yang ada ditempat

tersebut sebagai upaya untuk mempertahakan kearifan lokal yang ada sehingga

justru upaya dari masyarakat itu sendiri yang membuat sebuah budaya damai

lebih awet dan terjaga yang membuat pemecahan konfliknya bisa terselesaikan

dengan baik

Page 18: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

32

C. Konseling Pernikahan

1. Defenisi Pernikahan

Secara etimologi perkawinan dalam bahasa Indonesia, berasal dari

kata kawin, yang kemudian diberi imbuhan awalah “per” dan akhiran “an”.

Istilah sama dengan kata kawin ialah nikah, apabila diberi imbuhan awalan

“per” dan akhiran “an” menjadi pernikahan. Perkawinan atau pernikahan

diartikan sebagai perjanjian antara laki-laki dan perempuan bersuami isteri.21

Dalam perkawinan ada ikatan lahir dan ikatan batin, yang berarti bahwa dalam

perkawinan itu perlu adanya ikatan yang saling berhubungan antara keduanya.

Ikatan lahir adalah ikatan yang menampak, ikatan formal sesuai dengan

peraturan-peraturan yang ada. Sedangkan ikatan batin adalah ikatan yang tidak

nampak secara langsung dalam hal ini berkaitan dengan ikatan psikologis.

Sayuti mengemukakan bahwa perkawinan merupakan suatu perjanjian suci dalam

membentuk keluarga antara seorang laki-laki dan seorang perempuan di mana

perjanjian tersebut merupakan perbuatan yang dikehendaki oleh kedua belah

pihak dan berdasarkan agama.22

Penjelasan diatas memberikan pengertian bahwa perkawinan

adalah adanya relasi yang baik antara laki-laki dan perempuan yang akan

menikah. Dalam ikatan perkawinan itu adanya ikatan secara lahir dan batin yang

saling berkesinambungan untuk dapat menolong kedua pasangan yang akan

21

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

1994), 453. 22

Sayuti, Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Intermas, 1981), 47.

Page 19: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

33

menikah agar dapat mempersiapkan dirinya baik secara fisik maupun secara

batiniah dalam hal ini berkaitan dengan psikologis pasangan tersebut. Proses

perkawinan yang terjadi juga merupakan sebuah kesepakatan bersama antar kedua

belah pihak untuk menjadi sebuah keluarga yang utuh untuk saling menopang,

menolong membimbing dengan sudah disetujui oleh agama dan keputusan

bersama.

1.2 Pengertian Konseling

Istilah konseling berasal dari bahasa inggris yaitu to counsel yang secara

harafiah berarti memberi nasihat, arahan. Orang yang melakukan konseling

disebut konselor.23

Konseling diartikan sebagai proses pemberian bantuan yang

dilakukan secara tatap muka antara dua orang dimana konselor melalui hubungan

tersebut dengan segala kemampuan yang ada menyediakan situasi untuk belajar,

dalam hal ini belajar untuk memahami dirinya sendiri serta memperbaiki, demi

terciptanya kondisi yang diinginkan.24

Paterrson, mengemukakan bahwa

konseling adalah proses yang melibatkan hubungan antar pribadi, antar

seorang terapis dengan satu atau lebih klien di mana terapis menggunakan

metode-metode psikologis atas dasar pengetahuan sistematik tentang

kepribadian manusia dalam upaya meningkatkan kesehatan mental klien.

Gladding, menyebutkan bahwa konseling adalah hubungan pribadi antara

konselor dan klien. Dalam hubungan pribadi tersebut, terapis atau konselor

membantu klien untuk memahami diri sendiri disetiap keadaan, baik

23

J. D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-Isu Kontemporer, (Jakarta, Bpk Gunung

Mulia,2016) 67. 24

Prayitno, Dasar-dasar Bimbingan dan konseling, 99.

Page 20: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

34

sekarang dan dimasa yang akan datang, dengan menggunakan potensi-potensi

yang dimilikinya untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat.25

Dari

pengertian tersebut dapat dipahami bahwa konseling adalah proses pemberian

bantuan yang dilakukan oleh konselor kepada klien dengan cara yang

humanis agar klien dapat menemukan potensi diri dan terlepas dari

permasalahan yang dihadapinya, baik permasalahan sekarang maupun yang

akan datang.

Timbulnya profesi konseling dimulai dengan kebutuhan ahli professional

yang bertugas secara khusus untuk membimbing, membina maupun mengarahkan

perilaku klien agar menjadi sehat sejahtera secara psikologis. Secara khusus para

ahli George & Christiani dan Schmidt mengungkapkan 5 tujuan dari konseling

pernikahan yaitu: a). memfasilitasi klien untuk dapat mengubah perilakunya

menjadi lebih baik, b). membantu klien agar dapat menggunakan

keterampilan memecahkan masalah-masalah psikoemosionalnya sendiri

(coping skill), c) memberi fasilitasi bagi klien supaya dapat mengambil suatu

keputusan secara tepat (adequate decision making) ketika menghadapi

masalah-masalah psikoemosionalnya, d), membantu klien supaya dapat

mengembangkan keterampilan hubungan sosial (social relationship skill)

dengan orang lain (pasangan hidup, suami, istri, anak-anak maupun tetangga

di masyarakat), e), membantu klien supaya dapat menggali, memahami dan

mengembangkan potensi-pctensinya yang sebelumnya tidak disadarinya

25

Selviana Lia, Layanan konseling perkawinan pada pasangan suami istri di BP4 (Kota

Yogyakarta), 15.

Page 21: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

35

dengan baik.26

Artinya dalam tahapan ini konselor yang ditunjuk untuk

menjalankan konseling pernikahan dan mengarahkan konseli untuk bisa

memahami dirinya sehingga saat nanti menghadapi masalah-masalah yang ada

dalam rumah tangganya maka konseli bisa untuk memecahkan masalahnya dan

bahkan dapat memberdayakan dirinya agar bisa mengembangkan potensi dan

kemampuan yang ada dalam dirinya atas setiap masalah yang telah dihadapi yang

berkaitan dengan persoalan konseling perkawinan tersebut.

1.3 Konseling Pernikahan dan Budaya

Berbicara tentang sebuah konseling pernikahan maka tidak terlepas juga

dari kebudayaan-kebudayaan yang telah ada di tengah-tengah kehidupan

masyarakat. Budaya dikenal pada sebuah tataran subkutural yang meliputi ilmu

pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat serta kebiasaan

yang mempengaruhi antarindividu yang terjadi dalam lingkup keluarga, adat

istiadat dan kebiasaan-kebiasaan yang dapat mempengaruhi serta dipengaruhi

dalam masyarakt itu. Dengan memiliki pengertian bahwa setiap manusia

mempunyai sikap yang berbeda karena keadaannya, pengalamannya dan

kepribadiannnya yang selalu unik. Bakker menjelaskan bahwa kebudayaan dari

pendekatan psikologi sebagai suatu bentuk penyesuaian diri manusia kepada alam

sekelilingnya artinya bahwa manusia berusaha untuk memahami dan mengetahui

apa yang dialaminya dan mengartikannya untuk menemukan makna dan

kehidupan yang sesungguhnya sebagai suatu penyesuaian diri. Dalam proses

26

Selviana lia, Layanan konseling perkawinan pada pasangan suami istri di BP4 ,(Kota

Yogyakarta), 15.

Page 22: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

36

penyesuaian diri itu manusia berusaha untuk menyesuaikan diri dengan alam

lingkungannya yang ditunjang oleh perkembangan kognitif berdasarkan pada

pengalaman hidup yang dialaminya dan diwariskan secara turun temurun.27

Berdasarkan pada penjelasan diatas maka budaya hadir ditengah-tengah

kehidupan manusia agar dapat menunjang setiap aspek kehidupannya. Budaya

dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam pribadi setiap orang untuk dapat

memaknai nilai-nilai, moral dan sikap untuk dapat bertindak dan melakukan

sesuatu. Budaya yang ada dalam masyarakat adalah budaya yang sudah terwarisi

secara turun temurun sehingga sudah seharusnya masyarakat tetap mewarisi dan

menjalankan setiap pola kebudayaan yang sarat akan makna ditengah-tengah

masyarakat itu sendiri.

Menurut Clinebell dijelaskan bahwa konseling pastoral bagi pernikahan

adalah dengan menggunakan model hubungan peran ( role relationship). Model

ini menjelaskan bahwa bila dua orang menikah maka mereka akan membangun

suatu kesatuan psikologis yang baru, yakni hubungan mereka. Kesatuan ini

menjadi pusat perhatian pada konseling pernikahan.28

Konseling pastoral

terhadap pernikahan berfokus pada “perbaikan relasi pernikahan”, bukan kepada

penanggulangan konflik kepribadian intrapsikis’’ (sebagaimana dalam bidang

27

J. D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-isu Kontemporer, ( Jakarta, Bpk Gunung

Mulia, 2016) 64-65. 28

Howard Clinebell, Types Of Pastoral Counseling, 110

Page 23: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

37

psikoterapi). Tujuan utama pendekatan konseling pernikahan adalah membangun

relasi agar semakin saling memenuhi kebutuhan masing-masing.29

Proses membangun kebutuhan kebutuhan masing-masing maka tercipta

relasi yang baik antar pasangan untuk membentuk sebuah ikatan pernikahan.

Dalam hal ini berkaitan dengan konseling perkawinan. Konseling perkawinan

ialah suatu pembicaraan professional yang bertujuan untuk membantu

memecahkan masalah-masalah perkawinan agar klien dapat mencapai

kebahagiaan dalam kehidupan perkawinannya. Ahli khusus yang menangani

konseling perkawinan dinamakan konselor perkawinan (married counsellor).

Mereka adalah tenaga ahli yang telah memperoleh pelatihan dan

pendidikan secara professional di bidang psikologi dan konseling perkawinan.

Mereka cukup menguasai konsep-konsep psikologi perkembangan, teknik

konseling maupun terapi perkawinan. Konselor berpandangan bahwa dirinya

tidak memiliki hak untuk memutuskan cerai atau tidak sebagai solusi

terhadap masalah yang dihadapi pasangan. Menurutn Brammer dan Shostrom

mengemukakan bahwa konseling perkawinan dimaksudkan agar membantu

klien-kliennya untuk dapat mengaktualkan diri dari yang menjadi perhatian

pribadi menjadi perhatian bersama.30

Dalam konseling perkawinan, konselor membantu klien (pasangan)

untuk melihat realitas yang dihadapi, dan mencoba menyusun keputusan

29

Donald Capps, Penggunaan Alkitab Dalam Konseling Pastoral, (Yogyakarta, Kanisius,

1999) 193 30

Agoes Dariyo, Memahami bimbingan, konseling dan terapi perkawinan untuk

pemecahan masalah perkawinan. Jurnal Psikologi Vol. 3 No. 2, Desember 2005.

Page 24: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

38

yang tepat bagi keduanya. Keputusannya dapat berbentuk menyatu kembali,

berpisah, cerai, untuk mencari kehidupan yang lebih harmonis, dan

menimbulkan rasa aman bagi keduanya.

Secara lebih rinci tujuan jangka panjang konseling perkawinan

menurut Huff adalah sebagai berikut : 1), Meningkatkan kesadaran terhadap

dirinya dan dapat saling berempati. 2), Meningkatkan kesadaran tentang

kekuatan dan potensinya masing-masing. 3),Saling membuka diri.

4),Meningkatkan hubungan yang saling intim. 5), Mengembangkan keterampilan

komunikasi, pemecahan masalah, dan mengelola konfliknya. 31

Pemahaman diatas menyatakan bahwa konseling pernikahan ada untuk

membantu para klien yang memiliki masalah-masalah dalam keluarganya

sehingga seorang konselor yang dipersiapkan untuk menangani persoalan

konseling pernikahan baiknya dilengkapai dengan pengetahuan yang memadai

sehingga dapat memahami akar persoalan yang dihadapi oleh kliennya. Konselor

juga bisa memberikan pemahaman kepada konseli sehingga konseli bisa

mengaktualkan dirinya untuk bisa memecahkan persoalan yang terkait dengan

dirinya dan rumah tangga dalam sebuah ikatan pernikahan. Dalam memahami

akan persoalan yang ada dalam rumah tangga pasangan suami isteri terkadang

judga dapat di hadapakan dengan konflik-konflik yang ada, konflik itulah yang

dapat memicu terjadinya persoalan dalam rumah tangga.

31

Selviana Lia, Layanan konseling perkawinan pada pasangan suami istri di Bp4 , (Kota

Yogyakarta), 17.

Page 25: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

39

Konflik yang terjadi dalam kehidupan perkawinan diantaranya:1)

Ketidakcocokan dalam kebutuhan dan harapan satu sama lain. 2), Kesulitan

menerima perbedaan-perbedaan nyata (kebiasaan, kebutuhan, pendapat, dan nilai).

3), Masalah keuangan (cara memperoleh dan membelanjakan). 4), Masalah anak.

5), Perasaan cemburu dan memiliki perasaan yang berlebihan sehingga pasangan

kurang mendapat kebebasan. 6), Pembagian tugas tidak adil. 7), Kegagalan dalam

berkomunikasi. 8), Pasangan tidak sejalan dengan minat dan tujuan awal.32

Adapun masalah-masalah perkawinan lainnya adalah segala masalah yang timbul

selama masa perkawinan antara pasangan suami-istri, seperti komunikasi

perkawinan, kepuasan hubungan sexual suami-istri (dissatisfaction of sexual

relationship), hubungan menantu dengan mertua, masalah keuangan keluarga,

masalah keturunan, maupun masalah orangtua dengan anak, dan sebagainya.

Karena masalah-masalah perkawinan ini timbul dalam kehidupan keluarga,

seringkali konseling perkawinan juga disebut sebagai konseling keluarga (family

conselling). 33

Pemahaman diatas menjelaskan bahwa persoalan rumah tangga dapat

menimbulkan konflik bukan saja terbatas pada pemikiran dan konsep yang

berbeda tetapi lebih kompleks dari itu. Sehingga terkadang saat sudah

menghadapi persoalan seperti ini akan lebih banyak pasangan yang susah untuk

menyelesaikan persolannya sehingga memilih untuk bercerai tetapi terkadang ada

32

Agoes Dariyo, Memahami bimbingan konseling dan terapi perkawinan untuk

pemecahan masalah perkawinan. Jurnal Psikologi Vol. 3 No. 2, Desember 2005. 33

Theresia Aitta Gradianti, Veronika Suprapti, Gaya Penyelesaian Konflik Perkawinan

Pada Pasangan Dual Earner (Marital Conflict Resolution Style In Dual Earner Couples). Jurnal

Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Volume 3, No. 3, Desember 2014.

Page 26: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

40

pasangan yang berusaha untuk mendatangi konselor pernikahan agar persoalan

yang ada dalam pernikahanya bisa untuk terselesaikan dengan bantuan dan arahan

dari konselor itu sendiri.

Latar belakang diperlukannya konseling perkawinan adalah berangkat dari

hakekat manusia sebagai makhluk yang paling indah dan paling tinggi derajatnya

sehingga mendorong manusia untuk terus maju dan berkembang tanpa henti dari

zaman ke zaman, dari situlah maka dimensi-dimensi kemanusiaan perlu

dikembangkan dengan pertimbangan: pertama, antara individu satu dengan

individu lain terdapat banyak perbedaan sebagai contoh perbedaan tersebut dilihat

dari fisiknya. Dari sinilah bagaimana manusia menyikapi perbedaan-perbedaan

tersebut sebagai keragaman yang dapat mewarnai kehidupan,dimensi inilah yang

sering disebut dengan dimensi keindividualan atau individualitas. Disisi lain

manusia dapat hidup dan berkembang tidak dapat lepas dari faktor lingkungan

yang mempengaruhinya. Oleh karena itu peranan individu satu dengan individu

lain sangat besar.34

Berdasarkan pada penjelasan diatas maka konseling perkawinan

diperlukan untuk menyikapi segala perbedaan-perbedaan yang dialami oleh dua

pribadi yang berbeda secara karakter dan budaya, untuk dapat saling memahami

dan menerima satu dengan yang lain. Dalam hal ini perbedaan itu akan mencolok

kepada dua pribadi yakni kepada laki-laki dan perempuan yang kemudian

memerlukan sebuah konseling yang hadir untuk memberikan pemahaman baru

34

Faizah Noer Laela, Konseling Perkawinan sebagai Salah Satu Upaya Membentuk

Keluarga Bahagia, 2.

Page 27: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

41

yakni konseling pernikahan. Konseling pernikahan dibutuhkan pada saat sekarang

ini karena banyak pasangan yang akan menikah banyak mengalami masalah

rumah tangga seperti perselingkuhan, percekcokan karena tidak adanya kesamaan

persepsi, dan lain sebagainya sehingga pada akhirnya dapat berakibat fatal yaitu

terjadinya perceraian.

Menurut Messach mengartikan perawinan adalah suatu relasi. Relasi ini

yang akan menentukan arah dan sasaran yang bisa dicapai oleh keluarga.

Perkawinan juga bersifat kemitraan percaya bahwa penikahan adalah suatu pilihan

yang didasarkan oleh cinta yang didasarkan oleh hubungan mesra yang dibentuk

oleh kedua pasangan yang yang ingin menikah. Dalam arti umum, perkawinan

pada hakikatnya adalah persekutuan hidup antara pria dan wanita, atau dasar

saling mencintai untuk membentuk hidup bersama secara tetap dan memilki

tujuan yang sama, yaitu saling membahagiakan. Tujuannya adalah guna untuk

membentuk persekutuan hidup yang adalah untuk mencapai kebahagiaan dan

melanjutkan keturunan.35

Melalui konseling perkawinan pasangan yang akan

menikah dibantu untuk membentuk sebuah pengakuan bahwa apakah

sesungguhnya mereka sudah matang untuk menikah dan apakah memang harus

menikah atau tidak.36

Dalam konseling pernikahan biasanya ada pendekatan-pendekatan yang

dipakai diantaranya ialah:

35

Messach Kristeya,Konseling Pernikahan dan Keluarga( Salatiga: Fakultas Teologi

Uksw, 1999) , 25-26. 36

Latipun. 2006. Psikologi Konseling ,( Malang, UPT Penerbitan Universitas

Muhamadiyah Malang).

Page 28: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

42

1. Pendekatan Sistem

Pendekatan sistem sangat erat kaitannya dengn struktur keluarga terutama

adanya “ dyads dan triads”, dimana dalam pendekatan ini istilah dyads berarti dua

orang yang dipandang dan di perlakukan sebagai satu kesatuan. Pendekatan ini

tidak berfokus pada satu orang saja tetapi dalam hal ini pada suami isteri serta

tingkah laku yang mempengari keduanya. Adapun tujuannya untuk merubah pola-

pola tingkah laku antara keduanya. Triads yang dimaksud disini adalah daerah

untuk kerap kali terjadinya persatuan dan persekutuan secara negatif. Semisal

saja, ibu yang bersekutu dengan anak perempuanya untuk melawan anak

menantunya atau sebaliknya.

Pendekatan Sistem menurut Murray Bowen merupakan peletak dasar

konseling keluarga pendekatan sistem. Menurutnya, anggota keluarga itu

bermasalah jika keluarga itu tidak berfungsi (disfunctining family). Keadaan ini

terjadi karena anggota keluarga tidak dapat membebaskan dirinya dari peran dan

harapan yang mengatur dalam hubungan mereka. Menurut Bowen, dalam

keluarga terdapat kekuatan yang dapat membuat anggota keluarga bersama-sama

dan kekuatan itu dapat pula membuat anggota keluarga melawan yang mengarah

pada individualitas. Sebagian anggota keluarga tidak dapat menghindari sistem

keluarga yang emosional yaitu yang mengarahkan anggota keluarganya

mengalami kesulitan (gangguan). Jika hendak menghindari dari keadaan yang

tidak fungsional itu, dia harus memisahkan diri dari sistem keluarga. Dengan

demikian dia harus membuat pilihan berdasarkan rasionalitasnya bukan

emosionalnya.

Page 29: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

43

2. Pendekatan Conjoint.

Menurut Sarti, masalah yang dihadapi oleh anggota keluarga berhubungan

dengan harga diri (self-esteem) dan komunikasi. Menurutnya, keluarga adalah

fungsi penting bagi keperluan komunikasi dan kesehatan mental. Masalah terjadi

jika self-esteem yang dibentuk oleh keluarga itu sangat rendah dan komunikasi

yang terjadi di keluarga itu juga tidak baik. Satir mengemukakan pandangannya

ini berangkat dari asumsi bahwa anggota keluarga menjadi bermasalah jika tidak

mampu melihat dan mendengarkan keseluruhan yang dikomunikasikan anggota

keluarga yang lain.

3. Pendekatan Struktural

Pendekatan ini lebih bertumpu pada tidak tepatnya struktur dan pola

pembentukan yang salah sehingga menyebabkan ketidakktepatan interaksi antara

anggota keluarga yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini setiap individu

dalam keluarga baik suami dan istri memilki kebutuhan individual yang tentu saja

berbeda satu dengan yang lainnya.

Faktor-faktor seperti inilah yang membuat adanya ketidaksesuaian dan

menimbulkan perbedaan yang memicu adanya konflik dalam lingkungan keluarga

dalam hal ini untuk suami dan istri tersebut. Minuchin beranggapan bahwa

masalah keluarga sering terjadi karena struktur keluarga dan pola transaksi yang

Page 30: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

44

dibangun tidak tepat. Seringkali dalam membangun struktur dan transaksi ini

batas-batas antara subsistem dari sistem keluarga itu tidak jelas. Mengubah

struktur dalam keluarga berarti menyusun kembali keutuhan dan menyembuhkan

perpecahan antara dan seputar anggota keluarga..37

Oleh sebab itu berdasarkan dari pernyataan diatas maka konseling

biasanya menunjuk kepada relasi profesional antara seorang konselor yang terlatih

dan seorang klien. Relasi ini bisanya antar dua orang walau kadang-kadang

melibatkan lebih dari itu dengan tujuan untuk dapat membantu klien memahami

dan memperjelas pandangan atau ruang geraknya. Sedangkan dalam memahami

pasangan antara suami dan isteri maka perlulah menamai tentang keluarga.

Keluarga adalah kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan manusia, tempat

dimana tiap individu akan belajar dan menyatakan diri sebagai mahkluk sosial.

Proses membangun relasi yang baik dalam sebuah kelompok yang bisa

saja terjadi sebuah konflik maka perlu adanya pendampingan-pendampingan

pastoral yang berikan dalam hal ini menurut Willian A. Clesbsch dan Charles R

Jackle mengemukan 4 fungsi pendampingan yakni :

1. Menyembuhkan (Healing) yakni suatu fungsi pastoral yan terarah

untuk mengatasi kerusaan yang dialami orang dengan memperbaiki

orang itu untuk mencapai keutuhan dan membimbingnya ke arah

kemajuan di luar kondisinya terdahulu.

37

Tjandrari Kristiana, Bimbingan dan konseling keluarga ( Salatiga: Widya Sari Press,

2004), 53-55.

Page 31: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

45

2. Mendukung (Sustaining) ialah menolong orang yang sakit (terluka)

agar dapat bertahan dan mengatasi suatu kejadian yang terjadi pada

waktu yang lampau, dimana perbaikan atau penyembuhan atas

penyakitnya tidak mungkin lagi diusahkan atau kemungkinannya

sangat tipis sehingga tidak mungkin lagi diharapakan.

3. Membimbing (Guilding) ialah membantu orang yang berada dalam

kebingungan dalam mengambil pilihan yang pasti (meyakinkan

diantara berbagai pikiran dan tindakan alternatif/ pilihan) pilihan yang

dipandang mempengaruhi keadaan jiwa mereka sekarang dan pada

waktu yang akan datang.

4. Memulihkan (Reconciling) yaitu usaha untuk membangun hubungan-

hubungan yang rusak kembali di antara manusia dan sesama manusia

dna di antara manusia dengan Allah.38

Kesimpulan yang di dapat dari berbagai penjelasan diatas ialah konseling

pernikahan ada untuk membantu para konseli yang akan menikah atau bahkan

yang sudah menikah untuk masing-masing dapat mencari jalan keluar dan

memberdayakan mereka untuk dapat mempersiapkan diri dan mengatasi setiap

konflik yang terjadi dalam persoalan pernikahan tersebut. Konflik yang dimaksud

disini beraneka ragam bentuknya ada konflik secara sosial, konflik antar keluarga

dan bahkan konflik yang bisa saja ditimbulkan dari dalam diri masing-masing

pula. Pendampingan pastoral dapat diberikan kepada pasangan yang akan

menikah agara dapat mempersiapkan diri dan dapat mengutuhkan hubungan

38

Howard Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral ,

(Yogyakarta, 2002, Kanisius), 53-54

Page 32: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

46

pernikahan serta hubungan dalam membangun rumah tangga pada nantinya

dengan bantuan pendampingan serta konseling pastoral yang ada.

Budaya juga berperan penting dalam konseling pernikahan, perbedaan

budaya yang terjadi dalam setiap proses pernikahan juga berpengaruh pada

pembentukan karakter dari dua orang pribadi yang akan menikah yakni pada diri

perempuan dan laki-laki itu sendiri. Baik dalam segi perbedaan nilai-nilai,

perbedaa pikiran, perbedaan pola pembentukan dalam keluarga serta perbedan-

perbedaan budaya yang dapat menjadi tolak ukur untuk pembentukan dlaam

pribadi tiap orang. Sehingga untuk mengatasi akan hal tersebut maka tentu saja

membutuhkan sebuah konseling pernikahan yang dapat mewadahi dua pasangan

yang akan menikah dan bahkan sudah menikah agar dapat mengatasi persoalan-

persoalan yang ada dengan bantuan dari konselor pernikahan yang secara

profesional memahami akan konseling pernikahan.

D. Rangkuman

Berdasarkan uraian di atas maka penulis membuat rangkuman sebagai

berikut:

1. Konflik terjadi karena adanya pertentangan dan perselisihan antar kelompok

masyarakat untuk mencapai tujuan bersama dengan berbagai kepentingan yang

sifatnya terbatas.

2. Konflik tercipta karena adanya perbedaan dari segi kepentingan, ras, agama,

pandangan, status sosial, keadaan ekonomi dan lain sebagainya.

Page 33: Bab II Konflik, Perdamaian, dan Konseling Pernikahan A ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13353/2/T2_752016007_BAB II... · kepentingan, ras, agama, pandangan, status sosial,

47

3. Resolusi konflik sebagai sebuah tindakan yang dilakukan secara bersama-sama

dalam memecahkan masalah. Resolusi konflik mengacu pada strategi-strategi

untuk menangani konflik terbuka dengan harapan tidak hanya mencapai suatu

kesepakatan untuk mengakhiri kekerasan (penyelesaian konflik) tetapi juga

untuk mencapai suatu resolusi dari berbagi perbedaan sasaran yang menjadi

penyebabnya

4. Perdamaian dapat memberikan pemahaman bahwa ada perdamaian secara

positif dan negatif yang dapat dikeolola dalam tiga strategi yang saling

berhubungan yakni peacekeeping ,peacemaking dan peacebuilding.

5. Konseling perkawinan ialah suatu pembicaraan professional yang bertujuan

untuk membantu memecahkan masalah-masalah perkawinan agar klien dapat

mencapai kebahagiaan dalam kehidupan perkawinannya. Dimana dalam tahap

ini konselor berfungsi untuk mengarahkan konseli agar dapat mengaktualkan

dirinya dari yang bersifat pribadi menjadi bersifat bersama untuk keharmonisan

hubungan dalam keluarga yang akan dibangun.