bab ii kerangka teori -...
TRANSCRIPT
11
BAB II
KERANGKA TEORI
Setiap proses penelitian, selalu diperlukan kerangka teori yang digunakan
untuk mendukung pernyataan dan juga sebagai bahan dasar dilakukannya suatu
penelitian. Teori itu sendiri bermakna serangkaian asumsi, konsep, definisi dan
proposisi untuk menerangkan suatu fenomena social secara sistematis dengan cara
merumuskan hubungan antar konsep (Singarimbun & Effendi, 1984). Maka dari
itu, dalam prosesnya, penelitian dan teori tidak dapat dipisahkan. Kerangka
teoritis ini merupakan salah satu hal yang penting dalam suatu penelitian agar
pembahasan, analisis dan evaluasi yang diadakan atas data praktis bersifat ilmiah.
Aspek-aspek teoritis yang mendukung dalam penelitian ini digunakan untuk
melandasi persoalan penelitian yang telah dirumuskan.
1. Dikotomi Feminin dan Maskulin
Feminin dan maskulin merupakan hasil dari kontruksi sosial masyarakat
yang dilekatkan pada jenis kelamin tertentu, sehingga dikotomi feminin dan
maskulin menjadi suatu norma atau aturan tertentu dalam proses hidup
keberdampingan antara laki-laki dan perempuan (Chandra, 1983). Konstruksi
sosial mengenai dikotomi feminin dan maskulin merupakan hasil dari legitimisasi
kekuasaan laki-laki. Salah satu akses kekuasaan laki-laki adalah budaya patriarki
yang memandang laki-laki adalah sosok yang superior. Hal tersebut dapat dilihat
dari paparan stereotip feminin dan maskulin berikut yang menempatkan
perempuan pada figur yang lemah dan kurang dapat diandalkan karena sangat
lekat dengan afeksi sehingga mendapat justifikasi sebagai mahkluk yang tidak
mampu menggunakan rasionalitas
Feminin adalah citra, sifat, ungkapan diri yang bagaimana pun juga tetap
didambakan oleh wanita dan selalu ingin dipertahankannya. Di dalam kata
feminin itu tersiratlah sekaligus : keibuan, kelemahlembutan, kemanisan,
keserasian, ketenangan dan lain-lain yang seiring. Sebaliknya, maskulin sangat
12
lekat dengan kaum pria yang cenderung lebih kasar dan keras, seperti jantan,
macho, berwibawa, tegas, berjiwa memimpin dan lain-lain yang seiring. Save
Dagun turut mengutarakan perbedaan sifat perempuan dan laki-laki yang mengacu
pada stereotip gender tradisional (Dagun,1992):
Feminin Maskulin Tidak Agresif Sangat Agresif Tidak Bebas Sangat Bebas
Sangat Emosional Tidak Emosional Tidak memendamkan emosi Hampir memendamkan emosi
Sangat subjektif Sangat objektif Sangat mudah terpengaruh Tidak mudah terpengaruh
Tidak dominan Dominan Sangat terangsang kemelut yang kecil Tidak terpengaruh kemelut yang
keci Pasif Aktif
Tidak memakai logika Menggunakan Logika Orientasi Rumah Orientasi Dunia
Mudah Tersinggung Tidak mudah tersinggung Mudah menangis Sulit menangis Tidak percaya diri Sangat percaya diri
Umumnya bukan seorang pemimpin Tampil sebagai pemimpin Tidak menyukai situasi agresif Menyukai situasi agresif
Tidak ambisi Sangat ambisi Lemah lembut Kasar
Tenang Riuh Rendah Mudah meluapkan perasaan Tidak mudah meluapkan perasaan
Dalam setiap diri manusia pasti memiliki dua unsur feminin dan maskulin,
hanya saja pada masyarakat Indonesia yang menganut budaya patriarkal, dikotomi
tersebut sangat tegas. Sehingga, perempuan harus menggunakan standar feminin
tradisional yang baku, begitu pula laki-laki yang dilekatkan pada standar maskulin
yang baku. Jung, seorang neo-freudian memiliki pemikiran yang sama mengenai
stereotip gender tradisional yang dilekatkan terhadap perempuan dan laki-laki,
beliau menulis “menyembunyikan sfat-sifat feminin merupakan suatu keutamaan
bagi laki-laki. Sementara itu, wanita, sekurang-kurangnya sampai saat ini,
Tabel 2.1 Perbedaan sifat perempuan dan laki-laki
13
menganggap tidak pantas untuk kelihatan seperti laki-laki” (Handayani, 2004).
Lebih lanjut dalam Bem Sex-Role Inventory (BSRI) dijelaskan mengenai dimensi
feminitas. Dimensi feminitas biasanya mencakup ciri-ciri sifat berikut ini: penuh
kasih sayang; menaruh simpati/perhatian kepada orang lain; tidak memikirkan diri
sendiri; penuh pengertian; mudah iba/kasihan; pendengar yang baik; hangat dalam
pergaulan; berhati lembut; senang terhadap anak-anak; lemahlembut; mengalah;
malu; merasa senang jika dirayu; konsumtif; berbicara dengan suara keras; mudah
terpengaruh; polos/naif/sopan; suka merawat diri; bersifat kewanitaan. Sedangkan
dimensi maskulinitas mencakup ciri-ciri sifat: mempertahankan
pendapat/keyakinan sendiri; berjiwa bebas/tidak terganggu dengan pendapat
orang; berkepribadian kuat; penuh kekuatan (fisik); mampu memimpin/ punya
jiwa kepemimpinan; berani mengambil resiko; suka mendominasi atau
menguasai; punya pendirian/berani bersikap; agresif; percaya diri; bersikap
analitis/ melihat hubungan sebab-akibat; mudah membuat keputusan; mandiri;
egois; bersifat kelelaki-lelakian; berani bersaing/kompetisi; bersikap/bertindak
sebagai pemimpin (Handayani, 2004).
Berdasarkan pemaparan stereotip feminin dan maskulin yang dikemukakan
oleh beberapa pakar sebelumnya, peneliti mengklasifikasikan stereotip tersebut ke
dalam beberapa tema, sebagai berikut:
14
Tabel 2.2 Dikotomi Feminin dan Maskulin Berdasarkan Tema Tema Feminin
Maskulin Keterangan Penampilan o Suka merawat
diri/ bersolek
• Tidak suka
merawat diri/ cuek
Feminin ditampilkan sebagai sosok yang memperhatikan kecantikan dan kemolekan tubuh. Sedangkan, maskulin ditampilkan sebagai sosok yang cuek terhadap penampilan diri.
Afeksi (Emosi)
o Sangat emosional
o Tidak memendam emosi
o Sangat terangsang kemelut kecil
o Mudah tersinggung
o Mudah menangis o Menaruh simpati
pada orang lain o Penuh kasih
sayang o Mudah
iba/kasihan o Merasa senang
jika dirayu
• Tidak emosional • Hampir
memendam emosi • Tidak terpengaruh
kemelut kecil • Tidak mudah
tersinggung • Sulit menangis
Feminin dilekatkan dengan afeksi yang tinggi dan lebih bebas dalam mengekspresikan apa yang dirasakan. Maskulin digambarkan sebagai mahkluk yang miskin afeksi, cenderung menutup diri dari berbagai bentuk afeksi.
Kognisi (Pikiran)
o Tidak memakai logika
o Mudah terpengaruh
o Penuh pengertian o Subjektif
• Memakai logika • Tidak mudah
terpengaruh • Objektif • Mudah membuat
keputusan
Feminin cenderung lemah dalam kemampuan berfikir / irasional. Maskulin ditonjolkan sebagai sosok yang analitis dan rasional.
Konasi (Tindakan)
o Konsumtif o Lemah lembut o Tidak agresif o Pasif o Mengalah o Berbicara dengan
suara keras o Simpati
• Produktif • Kasar • Agresif • Aktif • Suka
mendominasi/ menguasai
• Berani bersaing/ berkompetisi
• Bertindak sebagai pemimpin
Pekerjaan o Orientasi rumah • Orientasi dunia
Feminin diletakkan dalam ranah domestik dan maskulin pada ranah publik.
15
Klasifikasi tersebut menunjukkan bahwa stereotip gender tradisional
menjalar ke dalam tiga komponen sikap, yaitu baik dari afeksi, kognisi maupun
konasi. Ciri feminin yang akan diujikan ke dalam konten Cosmopolitan Men
adalah sebagai berikut:
a. Suka bersolek
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), solek didefinisikan
sebagai:
so·lek /solék/ 1 a serba elok (tt pakaian, hiasan, dsb); 2 a suka berhias diri
(berdandan); 3 n cara berhias diri (berpakaian);
ber·so·lek v berdandan; berhias diri; mempercantik diri: walaupun sudah dewasa,
ia masih belum pandai -;
so·lek-me·nyo·lek n hal (perihal) bersolek: spt juga wanita-wanita lainnya, ia
juga senang dng -;
mem·per·so·lek v menjadikan elok; memperindah;
pe·so·lek n (orang) yg suka bersolek: ia dikenal sbg gadis – (kamus besar bahasa
Indonesia)
Keterangan: terlihat dalam contoh kalimat yang mendefiniskan kata solek
tersebut, perempuan dikonotasikan sebagai seseorang yang akrab dengan
tindakan solek.
b. Konsumtif
Gaya hidup konsumtif adalah pola hidup seseorang dalam kehidupan sehari-
hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat, pendapat (opini) sehingga gaya hidup
akan mencerminkan keseluruhan individu yang dalam hal ini diwujudkan dalam
bentuk kecenderungan manusia melakukan konsumsi tiada batas dan lebih
mementingkan keinginan daripada kebutuhannya (Kotler dalam Angela,2009).
Gaya hidup konsumtif berkaitan dengan konsumsi barang/jasa, makanan-
minuman, pakaian dan perlengkapan (kosmetika, sepatu,hp dsb), transportasi,
hobi yg dilakukan secara berlebihan, pemborosan waktu dan energi (dalam
Soesanto, 2011)
Rusimin (dalam Soesanto, 2011) menyatakan beberapa aspek dalam
perilaku konsumtif, diantaranya:
16
- Aspek Motif
Meliputi dorongan-dorongan yg bersifat irasional maupun emosional, ikut-ikutan
dan uji coba.
- Aspek Mode
Mencangkup macam-macam barang yg sedang popular dan digemari oleh orang
banyak. Orang cenderung dianggap prestisius bila mengkonsumsi jenis produk
tertentu atau produk dengan merk tertentu yg dianggap fashionable
- Inferiority complex
Berkaitan dengan masalah harga diri yg rendah, kurang percaya diri, gengsi dan
konsumen membeli untuk mendapatkan simbol status pribadi.
c. Sangat Emosional
Terbuka dalam mengungkapkan emosi, khususnya sedih, susah, tergantung,
tak berdaya, rasa gembira, rasa cinta (Albin,1990). Menurut KBBI, emosi adalah
keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (seperti kegembiraan, kesedihan,
keharuan, kecintaan). Emosional adalah menyentuh perasaan; mengharukan;
dengan emosi; beremosi. Emosi memiliki berbagai macam bentuk, diantaranya
adalah rasa sedih, rasa dukacita, depresi, rasa takut, rasa cemas, rasa marah, cinta,
rasa benci, rasa gembira, rasa bersalah, rasa malu, rasa iri (Albin, 1990).
Ungkapan emosi tersebut digolongkan ke dalam emosi biasa atau yang lazim
dialami oleh seseorang. Kompleksitas seorang manusia menimbulkan variasi
emosi yang signifikan, oleh karena itu, emosi dapat diklasifikasikan menjadi
emosi positif dan emosi negatif (Santrock, 1999: 353). Emosi positif adalah
perasaan yang disenangi oleh manusia, karena mencakup rasa bahagia/ gembira/
senang/ sukacita, jatuh cinta, antusias, ketertarikan, inspirasi, harapan, bangga,
pujian, kagum, puas, percaya, percaya diri. Emosi negatif mecakup rasa marah,
cemburu, dukacita, depresi, sedih, bersalah, malu, iri, tidak gembira, tidak aman,
terancam, tidak puas, kecewa, putus asa, cemas, dikhianati, bingung/ tidak yakin/
bimbang, ragu-ragu, dipermalukan, tidak percaya, tidak percaya diri .
Perempuan dan laki-laki pasti mengalami pengalaman emosional dalam
hidup,tetapi perbedaan terletak pada cara pengungkapannya. Emosional melekat
dalam stereotip feminin karena perempuan cenderung melampiaskan emosi
17
tertentu dalam bahasa atau verbal, sebaliknya laki-laki lebih mengungkapkan
dengan gesture dan respon fisik (Dagun,1992).
d. Kasih Sayang
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,definisi dari kasih sayang
merupakan ungkapan perasaan cinta dan suka yang tulus tanpa imbalan.
e. Orientasi Rumah/ Domestik
Jika merujuk pada KBBI, arti dari domestik itu sendiri adalah mengenai
(bersifat) rumah tangga dan rumah tangga berarti yang berkenaan dengan urusan
kehidupan dalam rumah (seperti hal belanja rumah); berkenaan dengan keluarga.
Aktivitas yang dilakukan dalam sektor rumah tangga diantaranya adalah
memelihara, mengasuh, mengelola keuangan, memasak, orientasi terhadap
keluarga, melayani.
2. Majalah
2.1 Majalah sebagai komunikasi massa
“Mass Communication is message comunicated through a mass medium to
a large number of people”
Komunikasi massa adalah penyebaran pesan dengan menggunakan media
yang ditujukan kepada masyarakat yang abstrak, yaitu sejumlah orang yang tidak
nampak oleh penyampai pesan (Effendy, 2002). Dalam arti lain dapat disimpulkan
bahwa komunikasi massa merupakan proses transmisi pesan yang sifatnya masif
dan cenderung bersifat satu arah dari media massa -seperti koran, majalah,
televisi, radio dan media baru- kepada khalayak luas.
Fokus dari komunikasi massa adalah media massa, kehadiran media massa
yang semakin mengepung kehidupan sehari-hari masyarakat dirasa amat sangat
penting untuk ditilik lebih dalam. McQuail (2005) mengemukakan beberapa
fungsi dari media masa yakni :
1. Media seringkali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan
saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga
dalam pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup dan norma-norma
18
2. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk
memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan
kelompok secara kolektif; media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian
normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan
3. Media juga merupakan saluran yang dimanfaatkan untuk mengendalikan arah
dan memberikan dorongan terhadap perubahan sosial.
Majalah adalah salah satu media yang memfasilitasi terwujudnya
komunikasi massa. Majalah disajikan dalam kemasan yang menarik dan
mengedepankan estetika dalam penggarapan cover hingga konten di dalamnya.
Berbeda dengan surat kabar yang menyajikan informasi peristiwa terkini secara
universal dan bersifat umum, majalah lebih membidik target audience-nya lebih
sempit dan khusus. Industri majalah semakin bertumbuh pesat dimulai dari
Zaman Reformasi yang menampakkan titik terang bagi praktik demokrasi dalam
pers karena pada masa transisi tersebut berbagai pihak mulai menerbitkan majalah
sesuai dengan selera pasar. Tingginya minat masyarakat dalam mengkonsumsi
majalah, tidak lepas dari keunikan dan kelebihan yang coba ditawarkan dalam
kemasan majalah. Beberapa karakteristik majalah yang turut menjadi keunggulan,
diantaranya adalah (Karlina, 2000) :
1. Penyajian lebih dalam
Frekuensi majalah pada umumnya disajikan dalam rentang mingguan hingga
bulanan. Berita dalam majalah disajikan lebih lengkap, karena proses
terjadinya peristiwa disajikan secara kronologis.
2. Nilai aktualitas lebih lama
Nilai aktualitas majalah mencapai tempo satu minggu karena majalah
mingguan baru selesai dibaca dalam tempo tiga atau empat hari.
3. Menampilkan gambar dan foto lebih banyak
Jumlah halaman banyak, menampilkan gambar/foto yang lengkap, dengan
ukuran besar kadang kadang berwarna, kualitas kertas yang digunakan lebih
baik.
4. Sampul/cover majalah sebagai daya tarik
19
Disamping foto, cover juga merupakan daya tarik tersendiri yang menunjukan
ciri suatu majalah, sehingga secara sepintas pembaca dapat mengidentifikasi
majalah tersebut. Cover ibarat pakaian dan aksesorisnya pada manusia. Cover
biasanya menggunakan kertas bagus dengan warna yang menarik.
Menurut Dominick, majalah diklasifikasikan menjadi lima kategori utama, yaitu :
1. General consumen magazine (majalah konsumen umum)
2. Bussiness publication (majalah bisnis)
3. Literacy reviews and academic journal (kritik sastra dan majalah ilmiah)
4. Newsletter (majalah khusus terbitan berkala)
5. Public Relation Magazine ( majalah humas)
Sedangkan kategori majalah secara umum dapat dibagi pada beberapa
kelompok,diantaranya adalah majalah berita, keluarga, wanita, pria, remaja
wanita, remaja pria, anak-anak, ilmiah populer, umum, hukum, pertanian, humor,
olahraga, daerah; dengan mengacu pada sasaran khalayak yang spesifik.
Tata letak majalah tidak dapat diabaikan karena turut memegang posisi
sentral dalam keberhasilan sebuah majalah. Berikut akan dipaparkan mengenai
elemen-elemen yang terkandung dalam media cetak, khususnya surat kabar dan
majalah, diantaranya adalah1
1. Header
:
Area diantara sisi atas kertas dan margin atas
2. Judul/ Head/ Heading/ Headline
Beberapa kata singkat yang berfungsi untuk mengawali sebuah artikel.
3. Deck/ Blurb/ Standfirst
Gambaran singkat tentang topik yang dibicarakan pada isi tulisan (bodytext),
sehingga berfungsi sebagai pengantar dari sebuah isi tulisan. Ciri-ciri deck
ditunjukkan dengan ukuran huruf yang lebih kecil dari judul tetapi tidak lebih
besar dari ukuran hudruf pada isi tulisan, biasanya terletak diantara judul dan
isi tulisan.
4. Initial Caps
1 http://wahyuercheend.blogspot.com/2011/11/elemen-elemen-layout-dan.html (diunduh tanggal 6 November 2012)
20
Huruf awal yang berukuran besar dari kata pertama pada paragraf. Penggunaan
initial caps lebih condong pada pemenuhan sisi estetika dari penyajian suatu
artikel, oleh karena itu hanya terdapat satu initial caps dalam setiap artikel.
5. Kotak/ Box/ Bingkai/ Frame
Kotak biasanya memuat informasi tambahan dari artikel utama. Jika letaknya
di pinggir halaman disebut dengan sidebar.
6. Artwork
Semua jenis karya seni, seperti ilustrasi, sketsa, kartun, kecuali karya fotografi.
Fungsi artwork adalah untuk menunjang tampilan dari sebuah artikel,
sehingga penggunaanya disesuaikan dengan kebutuhan dari artikel tersebut.
7. Footer
Area diantara sisi bawah kertas dan margin bawah.
8. Kicker/ Eyebrow
Sebuah tulisan yang menujukkan bab, topik atau rubrik yang sedang dibaca.
9. Callouts
Keterangan yang menyertai elemen visual, biasanya ditulis dalam satu bidang
atau memiliki garis-garis yang menghubungkannya dengan bagian-bagian dari
elemen visualnya.
10. Byline/ Credit Line/ Writer’s Credit
Nama seseorang yang menjadi penulis atau pengarang yang menulis pada
bagian isi dari artikel
11. Caption
Keterangan yang menyertai elemen visual dan biasanya memiliki ukuran huruf
lebih kecil dan jenis huruf yang dipilih berbeda dengan huruf dalam artikel
utama.
12. Foto
Foto dapat memperkuat pesan yang disampaikan dari sebuah artikel, karena
setiap foto yang baik mampu mencapai tataran afeksi dari pembacanya.
13. Sidebar
Berisi nama situs yang dapat dikunjungi oleh pembaca untuk memperoleh lebih
lanjut informasi terkait dengan artikel tersebut
21
14. Point Bullets
Suatu daftar atau list yang mempunyai beberapa baris berurutan ke bawah,
biasanya di depan tiap barisnya diberi penanda berupa angka atau simbol.
15. Informational/ Graphic
Fakta-fakta dan data-data statistik dari hasil survei dan penelitian yang
disajikan dalam bentuk grafik, diagram, tabel dan peta.
16. Signature/ Mandatories
17. Nomor Halaman/ Page Number
Nomor halaman yang terletak pada bagian bawah halaman guna
mempermudah pembaca dalam menandai artikel yang ingin dibaca.
18. Indent
Baris pertama paragraf yang menjorok masuk ke dalam, sedangkan hanging
indent adalah kebalikannya, yaitu baris pertama tetap pada posisi dan baris-
baris di bawahnya menjorok masuk ke dalam.
19. Subjudul/ Subhead/ Crosshead
Sebuah judul kecil yang berada dalam isi atau bodytext, huruf yang dipakai
biasanya dibuat berwarna dan mencolok mata.
20. Pull quotes/ Liftouts
Elemen layout yang menerangkan bodytext atau garis besar dari isi.
21. Isi/ Bodytext/ Bodycopy
Elemen layout yang paling banyak memberikan informasi terhadap topik
bahasan. Keberhasilan bodytext didukung oleh elemen-elemen yang telah
diutarakan di atas, sehingga pembaca tertarik untuk membaca secara
keseluruhan informasi yang disampaikan dalam sebuah artikel.
2.2. Majalah sebagai agen kontruksi sosial dan teks budaya populer
Media massa merupakan sektor yang vital bagi masyarakat, sifatnya yang
massif membuat perhatian masyarakat tertuju pada segala elemen yang
terkandung di dalamnya baik isi pemberitaan hingga penayangan iklan dalam
media massa. Oleh karena itu, media massa juga memiliki peranan yang besar
dalam membentuk suatu pola konstruksi sosial masyarakat. Konstruksi sosial
22
sendiri merupakan teori yang dikemukakan oleh Peter L. Burger dan Thomas
Luckman (dalam Eriyanto, 2002) yang mengatakan bahwa manusia merupakan
instrumen dalam menciptakan realitas yang objektif melalui proses eksternalisasi
(usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan
mental maupun fisik). Menurut teori konstruksi sosial tersebut, pemahaman
seseorang akan sesuatu dipengaruhi oleh pengalaman dan lingkungan sekitarnya.
Penegasan majalah sebagai agen konstruksi sosial juga terlihat dalam salah
satu fungsi media massa bagi individu dilihat dari sudut pandang identitas pribadi
yaitu untuk menemukan penunjang nilai-nilai pribadi, menemukan model
perilaku, mengidentifikasikan diri dengan nilai-nilai lain (dalam media), serta
meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri (McQuail,1996). Majalah
semenjak awal kelahirannya telah bertindak sebagai buku panduan dalam
menjalani kehidupan, sehingga tanpa disadari, khalayak menjadi tergantung
dengan segala daya tarik yang ditawarkan sebuah majalah. Janice Winship pun
berpendapat mengenai sikap ketergantungan perempuan dan majalah , beliau
berujar, ”menghilangkan majalah perempuan berarti menghilangkan kehidupan
jutaan perempuan yang membaca dan menikmatinya tiap minggu”.
Teks Media atau seluruh elemen yang dimunculkan oleh media membentuk
sebuah budaya populer yang oleh para pemikir kajian budaya, seperti Kellner
(dalam Strinati, 2004) mendefinisikannya sebagai wilayah peperangan ideologis
dan praktek penguasaan atas kelas sosial, ras, suku, kebangsaan, subalternitas
maupun orientasi seksual . Sedangkan dalam perspektif antropologis, kebudayaan
populer adalah kebudayaan yang memiliki elemen-elemen budaya tanpa harus
mengikuti norma-norma tradisi atau adat istiadat masyarakat tertentu. Kemudian,
pelaku budaya dapat mengaktualisasikan elemen budaya dengan lebih bebas tanpa
mengindahkan atau takut pada pakem yang telah ada (Meliono & Budianto,
2004). Pemicu utama tumbuhnya budaya populer adalah media massa.
Masyarakat sudah menjadi pecandu media, tingkat ketergantungan akan
informasi/ pemberitaan dalam media yang tinggi memposisikan media sebagai
suatu barang yang dipuja. Tidak heran apabila segala pesan dalam media sangat
efektif dalam mempengaruhi pola perilaku masyarakat dan pada akhirnya
23
membentuk sebuah budaya baru dari realitas yang ditawarkan oleh media. Teks
budaya populer yang dihasilkan melalui media massa sangat beragama,
diantaranya adalah mode berpakaian, lagu, film, program radio, program televisi,
majalah, dsb.
3. Invasi Budaya dan Hibridisasi
Invasi budaya terdiri dari dua susunan kata, yaitu invasi dan budaya. Invasi
jika didefinisikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti hal atau
perbuatan memasuki wilayah negara lain dengan mengerahkan angkatan
bersenjata dengan maksud menyerang atau menguasai negara tersebut;
penyerbuan ke dalam wilayah negara lain atau hal berbondong-bondong
memasuki suatu daerah, tempat, atau negeri. Definisi kata invasi yang
dikemukakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia lebih diasosiasikan pada
tindakan militer. Budaya berarti keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia
dengan belajar (Koentjaraningrat, 2009). Konsep mengenai invasi budaya
disinggung oleh seorang filsuf pendidikan bernama Paulo Freire dalam bukunya
yang berjudul Pedagogy of The Oppressed:
“cultural invasion is thus always an act of violence against the person of
the invaded culture, who lose their originality or face the threat of losing
it” (invasi budaya selalu berkenaan dengan kekerasan terhadap budaya dari
kelompok terinvasi yang kehilangan otentisitasnya)
Berbagai definisi dari invasi, budaya maupun invasi budaya yang
dirumuskan oleh Freire, pada akhirnya perlu dipertegas mengenai invasi budaya
yang dimaksudkan dalam konteks penelitian ini. Invasi budaya dalam penelitian
ini dipandang sebagai penyerangan terhadap suatu wilayah dan berdampak pada
hilangnya otentisitas dari budaya yang terinvasi, dalam hal ini ciri feminin yang
menyerang beberapa rubrik dalam majalah Cosmopolitan Men.
24
Kemunculan rubrik-rubrik yang lekat dengan unsur feminin tersebut
membuat Cosmopolitan Men menjadi majalah yang mengandung dua unsur
feminin dan maskulin sekaligus yang sebelumnya terpisah dalam dikotomi. Hal
tersebut menggambarkan bahwa penyerangan ciri feminin terhadap arena
maskulin,yaitu dalam kasus ini adalah majalah Cosmopolitan Men, terjadi melalui
persilangan antara ciri feminin dan ciri maskulin. Jika Freire mendefinisikan
invasi budaya sebagai sebuah hilangnya otentisitas dari budaya yang terinvasi,
invasi dalam penelitian ini meskipun tidak sepenuhnya menghilangkan ciri dari
budaya terinvasi tetapi tetap dimaknai tidak autentik. Dikatakan tidak lagi autentik
atau aseli karena adanya persilangan antara dua unsur atau entitas yg
bersebarangan dan bermuara pada munculnya sebuah entitas baru dalam majalah
Cosmopolitan Men. Persilangan tersebut dapat dijelaskan dengan teori mengenai
hibridisasi yang merupakan salah satu paradigma globalisasi.
Globalisasi atau kecenderungan kesalingkaitan yang berkembang di seluruh
dunia ini disertai dengan benturan-benturan perbedaan budaya. Jan Nederveen
Pieterse (2009) mengutarakan bahwa perbedaan budaya yang dibawa oleh
globalisasi dapat dilihat dari tiga sudut pandang atau tiga paradigma, yaitu
diferensialisme, konvergensi dan hibridisasi. Berikut akan diulas mengenai
karakteristik dari tiga paradigma tersebut melalui skema dalam tabel 2.1 (Pieterse,
2009)
25
Dimensi Diferensialisme Konvergensi Hibridiasi Kosmologi Kemurnian Emanasi Perpaduan Analitis Budaya
kedaerahan Pusat kebudayaan dan penyebaran budaya
Budaya translokal
Garis Keturunan
Perbedaan dalam bahasa, agama daerah dan kasta
Kekaisaran dan universalisme religius. “Sentrisme” kuno
Pencampuran budaya, dari teknologi, agama dan bahasa
Jaman Modern
Diferensialisme romantis, pemikiran yang berpacu, patriotisme berlebihan. Relativisme budaya
Universalisme rasional. Evolusionisme. Modernisasi. Coca-colonisasi
Mettisage, hibridisasi, creolisasi, sinkretisme.
Sekarang “Benturan Peradaban” Pembersihan etnis. Pengembangan etnis.
Mcdonalisasi. Disneyfikasi. Barbiefikasi. Homogenisasi
Pandangan posmodern dari budaya, aliran kebudayaan
Masa Depan Sebuah mozaik ketahanan perbedaan budaya dan peradaban
Homogenitas budaya global
Buka-tutup pencapuran berkelanjutan
Hibridisasi mengambil istilah dalam bidang biologi, yaitu hibrida, dalam
KBBI mempunyai arti turunan yang dihasilkan dari perkawinan antara dua jenis
yang berlainan. Hibrida diterapkan dalam tumbuhan dan hewan, sedangkan
hibridisasi lebih berkenaan dengan sosial-budaya. Hibridisasi merupakan proses
pencampuran budaya sebagai akibat dari globalisasi yang membawa budaya
global ke dalam teritori budaya setempat. Tidak dapat dipungkiri dengan
masuknya budaya global dalam suatu wilayah dipandang sebagai manifestasi dari
aliansi sosial-politik antar wilayah yang dipertemukan dalam titik perjuangan
Tabel 2.3 Tiga Cara Melihat Perbedaan Budaya
26
budaya dan ideologi. Nestor Garcia melihat gagasan hibriditas sebagai alat
analisis yang sangat penting dalam melakukan investigasi terhadap ketegangan
kompleksitas budaya antara modernitas dan tradisi lokal tempat hibridisasi kultur
berlangsung (dalam Littlejohn, 2009). Pencampuran budaya dalam konsep
hibridisasi ini dipandang sebagai proses budaya yang berkonotasi positif, yaitu
proses pencampuran merupakan hasil negosiasi dari pengaruh budaya asing dan
budaya setempat (Littlejohn,2009). Hibridisasi terjadi melalui dua cara, yaitu
hibridisasi alami melalui pernikahan campuran antar pendatang dan penduduk
asli, imigrasi, sedangkan hibridisasi non-alami dilakukan melalui media massa
lintas negara dengan konten yang disesuaikan dengan budaya setempat. Majalah
transnasional adalah salah satu kendaraan dari proses hibridisasi non-alami.
Konten dari majalah transnasional membawa sebuah budaya global yang asing
dengan budaya setempat. Cosmopolitan Men adalah salah satu contoh majalah
transnasional yang terbit di Indonesia. Hadirnya Cosmopolitan Men terkesan
melahirkan sebuah proses hibridisasi atau persilangan ciri feminin di dalam arena
maskulin yang melampaui stereotip gender tradisional.
Pemahaman mengenai invasi budaya dan hibridisasi yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan landasan bagi peneliti untuk merumuskan kriteria invasi
budaya yang terjadi dalam rubrik Cosmopolitan Men. Invasi budaya dapat
dikatakan terjadi apabila dua wilayah yang awal mulanya merupakan dua kubu
dengan ciri yang berbeda kemudian karena dilakukan penyerangan dari salah satu
wilayah, maka dua ciri tersebut bersinergi ke dalam satu wilayah. Jika dikaitkan
dengan ruang feminin dan maskulin, maka invasi budaya terjadi apabila ciri
feminin terdapat dalam rubrik Cosmopolitan Men melalui tahap pengujian analisis
isi.
27
4. Kerangka Pikir Gambar 2.1 Alur Pemikiran
Dikotomi
Analisis Isi
Teks: - Judul - Subjudul - Deck - Isi/Bodytext - Kotak/Box
Rubrik: 1. Grooming Opening 2. Grooming Q&A 3. Fashion Opening 4. Fashion Outfit Advice 5. From The Editor 6. Ask Cosmo Men
Anything 7. Miss V 8. Connecting 9. Cosmo Men Cooking
Majalah Cosmopolitan Men
Maskulin Feminin
Visual: - Artwork - Foto Produk - Foto Model
Laki-laki - Foto Model
Perempuan
Invasi
Hibridisasi
Stereotip Gender Tradisional
Laki-Laki Perempuan
Ciri Feminin: - Suka bersolek - Konsumtif - Emosional - Kasih Sayang - Orientasi
rumah
Ciri Maskulin: - Cuek - Produktif - Rasional - Kasar - Orientasi
publik
28
Penjelasan:
Stereotip gender tradisional berbicara mengenai dikotomi feminin dan
maskulin yang begitu tegas dan kaku, sehingga ruang feminin dan maskulin
terpisah menjadi dua kubu yang terhalang oleh sekat. Pandangan tradisional ini
melekatkan perempuan dengan ciri feminin dan laki-laki dengan ciri maskulin.
Feminin ditunjukkan dengan ciri-ciri diantaranya adalah suka bersolek, konsumtif,
emosional, kasih sayang, orientasi rumah, sedangkan maskulin ditunjukkan
dengan ciri-ciri yang berseberangan dengan ciri feminin yang dikemukakan
sebelumnya, diantaranya adalah cuek atau acuh tak acuh, produktif, rasional,
kasar, orientasi publik. Ciri dan definisi feminin selalu dirumuskan bertentangan
dengan ciri dan definisi maskulin, seperti maskulin dengan rasional dan feminin
dengan non-rasional atau emosional.
Dikotomi feminin yang mengikat perempuan dan maskulin yang mengikat
laki-laki secara ekslusif dalam pandangan tradisional, tidak ditemukan dalam
konten majalah Cosmopolitan Men. Cosmopolitan Men merupakan majalah gaya
hidup pria yang dapat disebut sebagai sebuah arena maskulin. Majalah
Cosmopolitan Men menyajikan konten yang memiliki kandungan ciri-ciri feminin
di dalamnya. Peneliti menangkap indikasi gejala invasi budaya feminin dalam
arena maskulin di majalah Cosmopolitan Men. Hal tersebut dilihat dari masuknya
beberapa karakteristik nilai feminin dalam majalah tersebut yang dirasa
melampaui stereotip gender tradisional. Arena maskulin dalam Cosmopolitan Men
seakan menampakkan sebuah wajah atau entitas baru. Entitas baru yang
dimaksudkan muncul karema adanya persilangan antara dua entitas yang
berseberangan, yaitu feminin dan maskulin yang terpisah ke dalam dua kubu. Di
dalam kajian ilmiah, persilangan dua entitas yang menghasilkan entitas baru
dikenal dengan istilah hibridisasi. Indikasi invasi feminin dapat dibuktikan
melalui studi analisis isi yang menguji frekuensi kemunculan ciri feminin dalam
majalah Cosmopolitan Men. Oleh karena itu, dalam skema kerangka pikir, kotak
invasi dan hibridisasi digambarkan dengan garis putus-putus karena masih
merupakan rumusan masalah yang harus dipecahkan dalam penelitian ini.
29
Peneliti memfokuskan rubrik dalam Cosmopolitan Men sebagai sampel
untuk studi analisis isi. Rubrik yang disinyalir terkandung ciri feminin berjumlah
9 buah, yaitu Grooming Opening, Grooming Q&A, Fashion Opening, Fashion
Outfit Advice, From The Editor, Ask Cosmo Men Anything, Connecting, Miss V,
Cosmo Men Cooking. Elemen dalam rubrik yang diamati terbagi ke dalam dua
bagian, yaitu elemen tekstual (judul, subjudul, deck, isi/bodytext, kotak/box) dan
elemen visual (artwork, foto produk, foto model laki-laki, foto model perempuan).