bab ii kajian pustaka, kerangka pemikiran dan...

49
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu Berbicara Kepemimpinan dalam praktek tidak luput dari teknik, cara atau gaya seperti apa yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam menjalankan peran kepemimpinannya. Karenanya dalam penelitian ini, untuk mengukur kepemimpinan kepala BKPP Kota Sukabumi, peneliti juga menggunakan teori tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian terdahulu sebagai bahan referensi. Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan topik kepemimpinan. Diantaranya penelitian yang dilakukan oleh R.Untung Gesang (2001) dengan judul Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bandung mengemukakan bahwa kepemimpinan itu dipengaruhi beberapa unsur, yaitu: Pemimpin yang mempunyai wewenang untuk memimpin, Bawahan atau pengikut yang harus dipimpin dan Tujuan atau sasaran yang harus dicapai oleh pemimpin bersama- sama dengan bawahan. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa dalam kepemimpinan terdapat beberapa unsur yang harus ada di dalamnya yaitu pimpinan, bawahan dan tujuan organisasi yang dicapai bersama-sama antara pimpinan dan bawahan. Optimalisasi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab organisasi terletak pada seberapa produktifnya peranan kepemimpinan yang diciptakan dalam mencapai

Upload: trinhliem

Post on 06-Jul-2018

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1. Kajian Pustaka

2.1.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Berbicara Kepemimpinan dalam praktek tidak luput dari teknik, cara atau gaya

seperti apa yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam menjalankan peran

kepemimpinannya. Karenanya dalam penelitian ini, untuk mengukur

kepemimpinan kepala BKPP Kota Sukabumi, peneliti juga menggunakan teori

tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian terdahulu

sebagai bahan referensi.

Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan topik

kepemimpinan. Diantaranya penelitian yang dilakukan oleh R.Untung Gesang

(2001) dengan judul Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Produktivitas Kerja

Pegawai Pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bandung mengemukakan

bahwa kepemimpinan itu dipengaruhi beberapa unsur, yaitu: Pemimpin yang

mempunyai wewenang untuk memimpin, Bawahan atau pengikut yang harus

dipimpin dan Tujuan atau sasaran yang harus dicapai oleh pemimpin bersama-

sama dengan bawahan.

Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa dalam kepemimpinan terdapat

beberapa unsur yang harus ada di dalamnya yaitu pimpinan, bawahan dan tujuan

organisasi yang dicapai bersama-sama antara pimpinan dan bawahan.

Optimalisasi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab organisasi terletak pada

seberapa produktifnya peranan kepemimpinan yang diciptakan dalam mencapai

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

2

pelaksanaan tugas demi tercapainya tujuan organisasi. Kekompakan dan

keteguhan komitmen para pegawai dalam melaksanakan tugas adalah modal

pokok yang harus ditampilkan dalam organisasi. Artinya dengan pegawai sebagai

modal utama dalam mencapai tujuan organisasi perlu dikembangkan sumber daya

manusianya.

Usan Bagao (2002) melakukan penelitian Hubungan Tingkat Kematangan

Pengikut dengan Pemimpin dan Sumber Kekuatan pada Kepemimpinan

Situasional, menunjukkan bahwa suatu organisasi kepemimpinan merupakan

suatu faktor determinant guna berlangsungnya pencapaian tujuan organisasi

karena kepemimpinan merupakan motor penggerak bagi sumber dan alat-alat

lainnya yang terdapat dalam suatu organisasi.

Pemimpin tersebut melakukan pertukaran dengan yang dipimpin, terdapat pula

yang berpendapat bahwa pemimpin timbul karena situasinya yang memungkinkan

dia ada.

Penelitian mengenai gaya kepemimpinan juga pernah dilakukan oleh saudara

Yulianis pada tahun 2007, dari Universitas Padjadjaran dengan bidang kajian

utama Administrasi Publik. Dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh gaya

kepemimpinan terhadap prestasi kerja pegawai pada dinas kebudayaan, kesenian

dan pariwisata propinsi Riau. Penelitian saudara Yulianis yang menggunakan

metode eksplanatory research menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kerja pegawai di dinas

kebudayaan, kesenian dan pariwisata propinsi Riau.

2.1.2. Kematangan Pegawai

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

3

2.1.2.1. Konsep Kematangan Pegawai

Untuk mendapatkan kinerja yang baik dan hasil kerja yang meningkat di suatu

organisasi kerja, pegawai harus memenuhi persyaratan atau memiliki: (1) keahlian

dan kemampuan dasar, yaitu sekelompok kemampuan, yang meliputi kemampuan

komunikasi, kemampuan teknik, kemampuan konseptual, (2) kualitas pribadi

yang meliputi mental, fisik, emosi, watak sosial, sikap, komitmen, integritas,

kesadaran, serta perilaku yang baik, (3) kemampuan administrasi meliputi

kemampuan menganalisis persoalan, memberi pertimbangan, pendapat,

keputusan, mengatur sumberdaya, dan berbagai macam kegiatan, lapang dada,

sabar, berpartisipasi aktif dalam berbagai aktivitas, dan motivasi yang tinggi

(Wahjosumidjo, 2001).

Kinerja pegawai yang baik harus ditopang oleh kualitas professional dalam

melaksanakan tugas. Perwujudan kualitas professional harus ditopang oleh jiwa

professionalisme sebagai sikap mental pegawai yang senantiasa mendorong

dirinya untuk mewujudkan dirinya sebagai pegawai yang professional. Kualitas

professional ditunjukkan oleh lima indikator, yaitu (1) keinginan untuk selalu

menempatkan perilaku yang mendekati standar ideal, (2) meningkatkan, dan

memelihara citra profesi, (3) keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan

pengembangan professional yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas

pengetahuan dan keterampilan, (4) mengejar kualitas dan cita-cita profesi, (5)

memiliki kebanggaan terhadap profesi (Surya, 2003: 32). Kualitas profesional

tidak lain merupakan gambaran dari atau berkaitan dengan kematangan pegawai

di suatu organisasi kerja.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

4

Lebih jauh Hersey dan Blanchard (1982: 179), mendefinisikan bahwa

kematangan kerja bawahan atau pegawai adalah kemampuan dan kemauan

pegawai dalam memikul tugas pekerjaan yang menjadi wewenang dan

ditanggungjawabi untuk mengarahkan perilakunya sendiri. Kematangan kerja

pegawai ini dikaitkan dengan tugas atau pekerjaan, aktivitas, fungsi, dan peran

tertentu yang perlu dilaksanakan, artinya pegawai tidak dapat dikatakan matang

atau tidak matang dalam arti menyeluruh. Pada dasarnya, sebagian besar pegawai

cenderung kurang matang dalam kaitannya dengan tugas, fungsi, peran, dan

sasaran spesifik yang diupayakan pemimpin untuk diselesaikan melalui

pegawainya atau bawahannya. Berdasarkan uraian di atas, dapatlah diinduksi,

bahwa kematangan pegawai terkait dengan dua aspek yaitu (1) aspek kemampuan

kerja pegawai, dan (2) aspek kemauan kerja pegawai.

1) Kemampuan Kerja Pegawai

Kematangan kerja pegawai yang tercakup dalam aspek kemampuan kerja pegawai

meliputi dua ranah yaitu (1) ranah pengetahuan dan (2) ranah keterampilan.

Artinya, pegawai yang memiliki kematangan kerja yang tinggi dalam bidang

tugas pekerjaan tertentu memiliki pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman

untuk melaksanakan tugas pekerjaannya tersebut tanpa arahan orang lain

(Blanchard, 1996: 56). Kemampuan kerja pegawai adalah kapabilitas atau

kebisaan, kebolehan, dan keahlian pegawai di suatu organisasi kerja, dalam

melaksanakan tugas pekerjaan tertentu yang menjadi wewenang dan

tanggungjawabnya.

Kemampuan kerja pegawai mencakup kemampuan kerja intelektual, dan

kemampuan kerja fisik. Kemampuan kerja intelektual yaitu kapabilitas untuk

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

5

melaksanakan suatu tugas pekerjaan pada tataran atau yang berkaitan kegiatan

mental, dan kemampuan kerja fisik adalah kapabilitas menjalankan suatu tugas

pekerjaan yang menuntut stamina, keterampilan, kekuatan, dan karakteristik fisik

lainnya (Robbins, 1982: 187), dan merupakan sifat yang dibawa sejak lahir atau

yang dipelajari (Gibson, dkk. 1985: 54). Dengan kemampuan kerja, pegawai

mau, dapat, dan mampu menyelesaikan tugas pekerjaan yang menjadi wewenang

dan tanggungjawabnya dengan baik dan berhasil. Sedangkan keterampilan kerja

adalah kecakapan yang berhubungan dengan tugas pekerjaan, yang dimiliki, dan

digunakan pegawai untuk mengerjakan tugas pekerjaan yang menjadi wewenang

dan tanggungjawabnya, pada waktu yang tepat .

Jadi, kemampuan kerja pegawai adalah kadar sejauhmana pegawai memiliki

keterampilan, kemauan, mampu, bisa, serta dapat menyelesaikan suatu tugas

pekerjaan yang menjadi wewenang dan tanggungjawabnya sehingga memberikan

hasil dan mencapai tujuan organisasi kerjanya. Berdasarkan uraian di atas, jika

diinduksi dapat dinyatakan, bahwa kemampuan kerja pegawai meliputi dua ranah

yaitu (1) pengalaman kerja pegawai, dan (2) pengetahuan dan pemahaman akan

syarat pekerjaan pegawai.

(1) Pengalaman Kerja Pegawai.

Pengalaman kerja pegawai dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan, baik

pendidikan formal, nonformal, maupun informal, dan masa kerja baik di satu unit

organisasi kerja maupun di beberapa unit organisasi kerja. Jadi, pengalaman kerja

yang dimiliki pegawai bisa didapat selama mereka duduk di bangku sekolah atau

kuliah, pelatihan, seminar, dan kegiatan ilmiah lainnya, sehingga menjadi

pengalaman, kecakapan, dan keterampilan yang dimiliki untuk melakukan suatu

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

6

pekerjaan tertentu. Pengalaman kerja dapat dikatakan sebagai keahlian atau

keterampilan khusus yang dimiliki pegawai, yang meliputi tingkat pendidikan,

pelatihan yang pernah diikuti, yang mencerminkan kemampuan intelektual dan

keterampilan.

Pengalaman kerja pegawai merupakan faktor penting untuk dipertimbangkan

tatkala pemimpin memberi tugas kepada pegawainya. Artinya, pemimpin dalam

memberikan tugas kepada pegawainya harus mempertimbangkan berbagai hal,

diantaranya bagaimana pekerjaan dilakukan dan tingkat pengalaman kerja

pegawainya atas pekerjaan tersebut, dengan tujuan agar pekerjaan yang diberikan

dapat dikerjakan secara baik, benar, efektif, dan efisien sehingga tujuan organisasi

dapat dicapai dengan optimum. Jika pegawai kurang berpengalaman di bidang

kerja yang akan diberikan kepadanya, maka pemimpinan perlu menjelaskan

kepada pegawai tersebut, bagaimana cara melakukannya, di mana dan kapan

dilakukan, dengan cara dan alat apa dikerjakan, sehingga pegawainya memahami

pekerjaan dan dapat mengerjakannya dengan baik dan berhasil.

(2) Pengetahuan dan Pemahaman Akan Syarat Pekerjaan Pegawai.

Pengetahuan dan pemahaman akan syarat pekerjaan pegawai adalah segala hal

yang layak dan tidak layak dikerjakan dengan baik oleh pegawai. Artinya,

pengetahuan tentang syarat pekerjaan merupakan faktor utama yang harus dimiliki

oleh pegawai. Pekerjaan tidak terlaksana dengan baik dan berhasil, jika pegawai

tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang syarat pekerjaan yang

menjadi wewenang dan tanggung jawabnya. Jika kondisi pegawai kurang

memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang syarat pekerjaannya, maka

pimpinan hendaknya mengusahakan agar pegawainya dapat menyelesaikan

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

7

pekerjaan dan mengetahui serta memahami tentang pekerjaan yang akan

dilakukan pegawainya. Pemimpin dapat melakukan dengan cara menjelaskan

kepada pegawainya berbagai hal yang harus dipenuhi pegawai sehingga mereka

mampu melakukan pekerjaannya, diantaranya menunjukkan cara, tempat, waktu,

syarat, dll., dan membiarkan pegawai untuk mencoba melakukan suatu tugas

pekerjaan yang menjadi wewenang dan tanggungjawabnya, serta mengarahkan

dan memuji kemajuan yang diraiha atas hasil kerjanya (Blanchard, dkk. 1996:79-

82).

1) Kemauan Kerja Pegawai

Kemauan kerja pegawai adalah kematangan psikologis atau kematangan 'soft

skill', yang dikaitkan dengan komitmen, integritas, kemauan, dan motivasi, untuk

melakukan suatu tugas pekerjaan (Hersey & Blanchard, 1982: 187). Artinya,

pegawai yang sangat matang secara psikologis di suatu bidang tugas pekerjannya,

adalah pegawai yang bertanggung jawab, memiliki komitmen, integritas,

motivasi, dan memiliki keyakinan terhadap diri sendiri bahwa ia merasa mampu

melakukan suatu pekerjaan tertentu, dan tidak membutuhkan dorongan untuk

melakukan pekerjaan tersebut. Sebaliknya, pegawai yang tidak bertanggung

jawab, tidak memiliki komitmen, integritas, motivasi, dan tidak memiliki

keyajinan terhadap diri sendiri, bahwa ia merasa mempu melakukan suatu

pekerjaan tertentu, adalah pegawai yang memiliki kematangan psikologis rendah

di bidang tugas pekerjaannya. Pegawai yang kematangan psikologis rendah, perlu

mendapat dukungan dari pimpinan agar kinerjanya menjadi lebih baik, dan hasil

kerjanya meningkat, dan tujuan organisasi dapat dicapai sebagaimana yang telah

ditentukan sebelumnya. Berdasarkan uraian di atas, secara umum, kemampuan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

8

kerja pegawai mencakup dua ranah yaitu (1) motivasi kerja pegawai, dan (2)

tanggung jawab kerja pegawai.

(1) Motivasi Kerja Pegawai

Motivasi kerja pegawai adalah 'perhatian dan antusiasme pegawai untuk

melaksanakan tugas yang menjadi wewenang dan tanggungjawabnya dengan baik

dan benar' (Blanchard, dkk., 1996: 57), 'sesuatu yang membuat orang bertindak

dalam cara-cara tertentu' (Nawawi, 2003: 3328), dan 'berupa konsep yang

menguraikan tentang kekuatan-kekuatan yang ada dalam diri pegawai yang

memulai dan mengarahkan perilakunya' (Gibson, dkk., 1985: 94). Motivasi kerja

pegawai memiliki dua bentuk dasar berupa (1) motivasi hakiki (intrinsic

motivation), yaitu faktor dari dalam diri pegawai yang mempengaruhi untuk

melakukan suatu tugas pekerjaan yang menjadi wewenang dan

tanggungjawabnya, dan (2) motivasi buatan (extrinsic motivation), yaitu sesuatu

yang dilakukan pimpinan (orang lain) terhadap pegawainya untuk memotivasi

pegawainya sehingga mau melakukan suatu tugas pekerjaan yang menjadi

wewenang dan tanggungjawabnya, misalnya memberikan insentif, menciptakan

lingkungan kerja yang kondusif, menempatkan pegawai sesuai dengan

kompetensinya, dan sesuai dengan pekerjaan yang disenanginya.

(2) Tanggung Jawab Kerja Pegawai

Tanggung jawab kerja pegawai pada hakekatnya adalah tanggung jawab pegawai

dalam melaksanakan suatu tugas pekerjaan yang diembankan padanya dan dalam

lingkup wewenangnya. Tanggung jawab kerja pegawai, adalah suatu pengertian

yang di dalamnya mengandung norma etika, sosial, dan scientific. Artinya,

aktivitas pegawai di suatu bidang tugas pekerjaan yang dipertanggung-jawabkan

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

9

itu adalah baik, dapat diterima, disetujui orang-orang lain, dan mengandung

kebenaran yang bersifat umum. Tanggung jawab pegawai juga mengandung

keberanian mengambil resiko terhadap tantangan, hambatan, dan rintangan yang

menghalangi tercapainya tujuan pekerjaan yang telah diyakini kebaikan dan

kebenarannya. Jadi, tanggung jawab pegawai di bidang tugas pekerjaannya adalah

kesanggupan pegawai, yaitu kesanggupan untuk menjalankan tugas pekerjaan

yang menjadi wewenang yang diembankan padanya dengan sebaik-baiknya.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan bahwa kematangan pegawai

melaksanakan tugas pekerjaannya mencakup dua aspek, yaitu (1) kemampuan

kerja pegawai, dan (2) tanggung jawab kerja pegawai, dan masing-masin aspek

meliputi pengalaman kerja pegawai, pengetahuan dan pemahaman akan syarat

pekerjaan pegawai, motivasi kerja pegawai, dan tanggung jawab terhadap

prkerjaan pegawai. Kematangan pegawai dalam melaksanakan tugas pekerjaannya

direntang menjadi empat tingkatan, yaitu tingkat kematangan rendah (M1),

tingkat kematangan sedang (M2), tingkat kematangan cukup matang (M3), dan

tingkat kematangan sangat matang (M4) (Hersey & Blanchard, 1982:87). Masing-

masing tingkat kematangan pegawai tersebut memiliki cirri-ciri khusus, dan

diuraikan seperti pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 2.1

Ciri-Ciri Tingkat Kematangan Kerja Pegawai

No. Tingkat Kematangan

Kerja Pegawai Ciri-Ciri

1. Rendah (M1) Pegawai tidak mau dan tidak mampu

melaksanakan tugas yang menjadi wewenang

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

10

dan tanggungjawabnya, artinya kemampuan

pegawai dalam melaksanakan tugas rendah,

dan tidak mau bertanggung jawab. Faktor

penyebabnya, adalah tugas dan pekerjaan yang

menjadi wewenangnya jauh di atas

kemampuan pegawai, kurang mengerti apa

kaitan antara tugas dan tujuan organisasi kerja,

mempunyai sesuatu yang diharapkan tetapi

tidak sesuai dengan ketersediaan di tempat

kerja.

2. Sedang (M2) Pegawai tidak mampu melaksanakan tugas

yang menjadi wewenang dan

tanggungjawabnya, tetapi mau bertanggung

jawab, artinya walaupun kemampuan dalam

melaksanakan tugas rendah, tetapi memiliki

rasa tanggung jawab yang tinggi sehingga ada

upaya untuk berprestasi, dan mereka yakin

akan pentingnya tugas, dan tahu pasti tujuan

organisasi kerja yang akan dicapai. Faktor

penyebabnya, adalah pegawai belum

berpengalaman atau belum mengikuti

pelatihan, tetapi memiliki motivasi yang tinggi,

jabatan yang didududki baru, dimana semangat

kerjanya tinggi, tetapi bidangnya baru, dan

selalu berupaya mencapai prestasi, punya

harapan yang sesuai dengan ketersediaan yang

ada di tempat kerja.

3. Cukup Matang (M3) Pegawai mampu melaksanakan tugas yang

menjadi wewenang dan tanggungjawabnya,

tetapi tidak mau melakukannya karena satu

atau beberapa hal, tidak yakin akan

keberhasilan kerjanya, sehingga tugas tersebut

tidak dilaksanakannya. Pegawai seperti ini

ingin didengarkan keluhan, pendapat, dan

sarannya, serta perlu bantaun dalam

memecahkan masalah tugas pekerjaannya.

Faktor penyebabnya, adalah pegawai merasa

kecewa atau frustasi, misalnaya baru saja

mengalami alih tugas, restrukturisasi tugas

pekerjaan, atau organisasi kerja, dan tidak puas

dengan penempatan tugas pekerjaan yang baru.

4. Sangat Matang (M4) Pegawai mau dan mampu melaksanakan tugas

yang menjadi wewenang dan

tanggungjawabnya, artinya mereka memiliki

kemampuan yang tinggi dalam menyelesaikan

tugasnya dengan baik dan berhasil,

memechkan masalah tugas pekerjaan yang

dihadapi, memiliki motivasi kerja yang tinggi,

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

11

dan besar tanggung jawabnya, serta kurang

membutuhkan pujian dan pengawasan yang

ketat dari pemimpin atau orang lain. Mereka

berpengalaman dan berkemampuan tinggi

dalam menyelesaikan tugas pekerjaannya, serta

mendapat kepuasan atas prestasi kerja yang

diraih, dengan penuh keyakinan akan selalu

berhasil dalam kinerjanya.

Sumber : Rivai, 2008: 74-75.

Kematangan pegawai dalam melaksanakan suatu tugas pekerjannya sebagaimana

uraian di atas, dalam kondisi empirik keadannya relative bervariasi dari pegawai

ke pegawai lain, dan di suatu organisasi kerja yang satu ke suatu organisasi kerja

yang lain. Konsekuensinya, pemimpin dalam kepemimpinannya di suatu

organisasi kerja harus mengaplikasikan gaya kepemimpinan yang bervariasi, yang

sesuai dan serasi dengan tingkat kematangan pegawai sebagai bawahannya, dalam

melaksanakan suatu tugas pekerjaan yang menjadi wewenang dan tanggungjawab

pegawai

Gaya kepemimpinan, Secara langsung maupun tidak langsung mempunyai

pengaruh yang positif terhadap peningkatan produktivitas kerja

karyawan/pegawai/bawahan. Hal ini didukung oleh Sinungan (1987) yang

menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang termasuk di dalam lingkungan

organisasi merupakan faktor potensi dalam meningkatkan produktivitas kerja.

Sehingga para bawahan bisa secara cepat menjadi bawahan yang profesional.

Sekarang ini, banyak para ahli yang menawarkan gaya kepemimpinan yang dapat

meningkatkan produktivitas kerja pegawai, dimulai dari yang paling klasik yaitu

teori sifat sampai kepada teori situasional.Gaya kepemimpinan situasional adalah

yang paling baru dan sering di gunakan pemimpin saat ini. Gaya kepemimpinan

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

12

situasional dianggap para ahli manajemen sebagai gaya yang sangat cocok untuk

diterapkan saat ini untuk kematangan bawahan.

Sedangkan untuk bawahan yang tergolong pada tingkat kematangan yaitu

bawahan yang tidak mampu tetapi berkemauan, maka gaya kepemimpinan yang

seperti ini masih pengarahan, karena kurang mampu, juga memberikan perilaku

yang mendukung. Dalam hal ini pimpinan/pemimpin perlu membuka komunikasi

dua arah (two way communications), yaitu untuk membantu bawahan dalam

meningkatkan motivasi kerjanya.

Selanjutnya, yang mampu tetapi tidak mau melaksanakan tugas/tangung

jawabnya. Bawahan seperti ini sebenarnya memiliki kemampuan untuk

melakukan pekerjaan, akan tetapi kurang memiliki kemauan dalam melaksanakan

tugas. Untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, dalam hal ini pemimpin harus

aktif membuka komunikasi dua arah dan mendengarkan apa yang diinginkan oleh

bawahan. Sedangkan gaya delegasi adalah gaya yang cocok diterapkan pada

bawahan yangmemiliki kemauan juga kemampuan dalam bekerja. Dalam hal ini

pemimpin tidak perlu banyak memberikan dukungan maupun pengarahan, karena

dianggap bawahan sudah mengetahui bagaimana, kapan dan dimana mereka barus

melaksanakan tugas/tangung jawabnya. Dengan penerapan gaya kepemimpinan

situasional ini, maka bawahan/pegawai merasa diperhatikan oleh pemimpin,

sehingga diharapkan produktivitas kerjanya akan meningkat.

Menurut Paul Hersey dan Ken Blanchard, seorang pemimpin harus memahami

kematangan bawahannya dengan cermat sehingga dia tidak akan salah dalam

menerapkan gaya kepemimpinan. Tingkat kematangan yang dimaksud adalah

sebagai berikut:

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

13

1.Tingkat kematangan M1 (Tidak mampu dan tidak ingin) maka gaya

kepemimpinan yang diterapkan pemimpin untuk memimpin bawahan seperti ini

adalah Gaya Telling (S1), yaitu dengan memberitahukan, menunjukkan,

mengistruksikan secara spesifik.

2.Tingkat kematangan M2 (tidak mampu tetapi mau), untuk menghadapi bawahan

seperti ini maka gaya yang diterapkan adalah Gaya Selling/Coaching, yaitu

dengan Menjual, Menjelaskan, Memperjelas, Membujuk.

3.Tingkat kematangan M3 (mampu tetapi tidak mau/ragu-ragu) maka gaya

pemimpin yang tepat untuk bawahan seperti ini adalah Gaya Partisipatif, yaitu

Saling bertukar Ide & beri kesempatan untuk mengambil keputusan.

4.Tingkat kematangan M4 (Mampu dan Mau) maka gaya kepemimpinan yang

tepat adalah Delegating, mendelegasikan tugas dan wewenang dengan

menerapkan system control yang baik.

Bagaimana cara pemimpin memimpin haruslah dipengaruhi oleh kematangan

orang yang kita pimpin supaya tenaga kepemimpinan kita efektif dan juga

pencapaian hasil optimal. Dengan mengenal tipe bawahan (kematangan dan

kesediaan) maka seorang pemimpin akan dapat memakai gaya kepemimpinan

yang sesuai.

Northouse (2001), bahwa seseorang yang dapat menampilkan kepemimpinan

transformasional ternyata dapat juga menunjukkan sebagai seorang pemimpin

yang efektif dengan hasil kerja yang lebih baik. Oleh karena itu, merupakan awal

positif untuk sebuah sekolah untuk berkembang menjadi lebih baik. Karena

kepemimpinan transformasional harus bisa membangun rasa percaya diri bawahan

sehingga merasa yakin kemammpuan yang akan dimiliki. Pemimpin harus

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

14

berharapan yang lebih tinggi kemungkinan harapan kepada bawahan untuk

menuju keberhasilan yang di harapkan

Northouse (2001) memberikan beberapa tips untuk menerapkan kepemimpinan

transformasional, yakni sebagai berikut:

1. Memberdayakan seluruh bawahan untuk melakukan hal yang terbaik

untuk organisasi

2. Berusaha menjadi pemimpin yang bisa diteladani yang didasari nilai

yang tinggi

3. Mendengarkan semua pemikiran bawahan untuk mengembangkan

semangat kerja sama

4.Menciptakan visi yang dapat diyakini oleh semua orang dalam

organisasi

5.Bertindak sebagai agen perubahan dalam organisasi dengan memberikan

contoh bagaimana menggagas dan melaksanakan suatu perubahan

6.Menolong organisasi dengan cara menolong orang lain untuk

berkontribusi terhadap organisasi

2.1.2.2 Mengubah Kematangan Bawahan Melalui Modifikasi Perilaku

Modifikasi perilaku dapat diartikan sebagai: (1) upaya, proses, atau tindakan

untuk mengubah perilaku, (2) aplikasi prinsip-prinsip belajar yg teruji secara

sistematis untuk mengubah perilaku tidak adaptif menjadi perilaku adaptif, (3)

penggunaan secara empiris teknik-teknik perubahan perilaku untuk memperbaiki

perilaku melalui penguatan positif, penguatan negatif, dan hukuman, atau (4)

usaha untuk menerapkan prinsip-prinsip proses belajar maupun prinsip-prinsip

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

15

psikologi hasil eksperimen pada manusia. Menurut pandangan para ahli, menurut

Eysenk modifikasi Perilaku adalah upaya mengubah perilaku dan emosi manusia

dengan cara yang menguntungkan berdasarkan teori yangg modern dalam prinsip

psikologi belajar.

B.F Skinner : modifikasi perilaku : (1)perilaku yang menimbulkan

konsekuensi positif (imbalan) cenderung diulangi lagi. (2)dengan memberi

imbalan secara tepat dapat mempengaruhi perilaku. (3)perilaku lebih penting

daripada sebab-sebabnya, misal : motif, (4)perilaku yang timbul sebab motif nyata

(uang, hukuman, dll) adalah hal penting untuk memperbaiki masalah kinerja,

(5)kebutuhan tak nyata, misal : penghargaan.

Tujuan pengembangan bawahan sebagai pematangan adalah membangkitkan

perasaan mereka untuk mau bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan. Atasan yang mempunyai perhatian kepada bawahannya dapat

membantu bawahannya dalam pengembangan diri. Ada empat faktor penting yang

dibutuhkan dalam pengembangan untuk kematangan bawahan. Dalam

memperhatikan faktor-faktor tersebut harus bekerja sama dengan bawahannya

bertanggung jawab dalam mencapai target hasil yang direncanakan.

1. Menetapkan Target Hasil

Penetapan target hasil ini merupakan bagian dari rencana kerja yang melandasi

peraturan-peraturan dasar yang mengkoordinasikan usaha-usaha para mandor,

supervisior dan manajer dalam kerjasamanya. Menetapkan standar pelaksanaan

yang terpadu akan banyak keuntungannya bagi semua pihak yang berkepentingan

dan akan mempermudah mencapai sasaran organisasi.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

16

Dalam istilah standar pelaksanaan perlu dibedakan, bahwa istilah tersebut

mencakup dua segi yaitu penetapan standar target yang harus dicapai oleh

kelompok dan peroranangan kedua hal tersebut saling berkaitan erat. Organisasi

secara keseluruhan sebagai suatu sistem dan bagian-bagian yang dikoordinirnya

adalah sebagai sub sistem, melaksanakan tujuan utama organisasi secara sinkron.

Akan tetapi dalam hal ini harus kita perhatikan bahwa ada perbedaan yang

prinsipil dalam pelaksanaanya antar manajer tengah dan bawah untuk

mewujudkan hasil kerjatujuan umum itu. Dengan tidak menyimpang terlalu jauh

dari standar pelaksanaan umum, setiap manajer-bagian sebagai kepala subsistem

mempunyai pola kebijakan sendiri-sendiri untuk memimpin, mengatur dan

mengelola bawahannya dalam subsistemnya. Tetapi walaupun setiap bagian

sebagai subsistem dalam suatu sistem itu mempunyai standar pelaksanaan yang

berbeda namun secara garis besarnya akan tetap menuju kepada tujuan umum.

Setiap manajer bagian dalam subsistem menggariskan kebijakannya secara

kelompok yang dipertanggung jawabkan kepada manajer atas.

Dengan demikian setiap manajer bagian dikatakan membuat standar pelaksanaan

untuk target kelompok. Sedangkan top-manajer membuat kebijakan umum

sebagai kepala eksekutif sistim, untuk mengelola dan mencapai tujuan pokok

organisasi, adalah dalam hal standar pelaksanaan target hasil personal. Dia

bertanggung jawab kepada pemilik perusahaan atau kepada para pemegang

saham.

Seluruh target hasil yang dinyatakan dalam standar pelaksanaan itu dikatakan

efektif bila mengandung karakteristik sebagai berikut :

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

17

• Sebagai hasil musyawarah antara atasan dan bawahan mengenai apa yang

harus dikerjakan dengan baik.

• Jika mungkin merupakan sejumlah bilangan hasil perbanyakan dan

terukur. Istilah kualitatifnya hanya digunakan sebagai usaha terakhir.

• Istilah-istilah yang samar atau mengaburkan seperti “biasanya”, “kadang-

kadang” dan “beberapa” harus dihindarkan karena akan menimbulkan

salah pengertian.

• Terbuka kepada bawahan bahwa mereka dibatasi oleh beberapa faktor

dalam pengawasan, dan mereka harus jujur menerima pengarahan bagi

kepentingan organisasi daripada melaksanakannya setengah-setengah.

• Mencurahkan perhatian 20% dari waktu dalam pertemuan untuk

pengembangan usaha penjualan (sebagai segi positifnya) dan penyerahan

urusan perusahaan harus kurang dari 5% (sebagai segi negatifnya)

• Dapat memperoleh hasil dan terus mendorong usaha-usaha bawahan yang

baik.

• Melengkapi peralatan kerja yang harus dikerjakan.

• Mencerminkan urutan prioritas yang rasional.

• Setelah menempuh suatu periode waktu tertentu, diadakan penelitian

kembali dan perbaikan seperlunya.

2. Keuntungan Bagi Bawahan

Standar bukan hanya memberikan pengarahan oleh supervisior tetapi juga memun

gkinkan energinya lebih bertujuan. Bawahan percaya bahwa supervisior

pada dasarnya akan menilai dari segi pelaksanaan daripada dari segi-segi yang

tidak relevan seperti politik, favoritisme, azas senioritas, dsb.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

18

Hal yang lebih penting, dengan adanya standar memungkinkan para supervisior

akan memperoleh pengalaman sbb :

•Melakukan kewajiban sendiri

Karena manajer atau supervisior berpartisipasi dalam menetapkan standar maka

patut menerima dan berusaha keras untuk mengukurnya.

•Merencakan sendiri

Tahu akan hasil-hasil tertentu yang akan dipertanggung jawabkannya maka

selanjutnya dapat merencanakan bagaimana mencapai hasil yang lebih baik.

•Memotivasi sendiri

Jika standar tersebut realistik maka hal tersebut merupakan tantangan baginya

untuk berhasil.

•Mengawasi sendiri

Begitu sasaran menjadi jelas maka beban pengawasan bergeser dari atasan

kepadanya.

•Mendisiplinkan diri sendiri

Dia cenderung untuk mendisiplinkan dirinya sendiri daripada menunnggu sampai

majikannya menegurnya.

•Mengelola sendiri

Standar dalam arti tertentu adalah suatu kepercayaan kepada atasan. Supervisior

mempunyai kebebasan untuk mengurus sumber-sumber miliknya supaya

mencapai sasaran.

•Mengembangkan sendiri

Karena standar dapat diterima dan daripada pelaksanaanya setengah-setengah,

maka dia berpendapat hasil harus dicapai secara ketat.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

19

•Mengajar sendiri

Menunaikan kewajibannya menghasilkan memungkinkan dia mersa puas karena

bertambahnya kecakapan dan kemauan.

3. Keuntungan Bagi Organisasi

Jika setiap orang berhasil (bekerja) maka kemudia sasaran tujuan perusahaan akan

dicapai. Penaikan pangkat dapat diteliti segera dan perencanaan tenaga kerja

manusia dapat disedehanakan. Ketidakberhasilan mencapai target memberikan

suatu dasar untuk pelatihan dan penyuluhan. Analisis sebab-sebab

ketidakberhasilan menolong bawahan itu untuk meningkatkan atau menunjukkan

kepindahannya ke bagian lain dalam perusahaan dimana dia mungkin akan

sukses.

4. Menempatkan Target Hasil

Cara yang dilakukan dalam menempatkan target hasil yaitu dengan menyususn

keadaan kondisi yang dapat dikuasai jika setiap aspek dari seluruh tugas itu dapat

dikerjakan, dengan menggunakan deskripsi posisinya sebagai titik tolaknya.

Empat macam cara menempatkan target hasil :

• Aspek pekerjaan harus selektif

• Aktivitas harus digambarkan

• Sasaran yang hendak dicapai aktivitas harus diperinci

• Kriteria sukses harus didefinisikan secara tegas

Ada 10 langkah dalam proses mengubah dan membentuk perilaku bawahan:

1. Menampung proses perubahan perilaku.

Perilaku berubah secara bertahap, bukan sekaligus. Seseorang menguasai

satu komponen, bergerak maju, mengubah tahap berikutnya, hingga semua

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

20

komponen dikuasai, dan sebuah perilaku baru yang kompleks “terbentuk”.

Dalam hal ini bisa memberikan prioritas kepada setiap aspek dan

menghargainya secara berurutan, bisa dalam bentuk pujian lisan, promosi,

dan segala sesuatu yang berarti bagi mereka.

2. Tentukan pola-pola perilaku baru dengan rinci.

Menyatakan apa yang diinginkan untuk dicapai secara menyeluruh serta

rinci atau detil, dan dibagi dalam jumlah kecil yang mudah dicapai, yaitu

dilakukan dengan kerincian.

3. Memberikan umpan balik pada setiap prestasi

Sebagian besar orang selalu tertarik dengan seberapa baik prestasi. Tidak

adanya umpan balik, sering menimbulkan perilaku setengah-setengah, atau

bahkan tidak dapat diterima sama sekali.Memberikan pemahaman tentang

hasil-hasil perilaku bawaha. Hal ini bisa memotivasi untuk terus

memperbaikinya.

4. Menanggapi perilaku secepat mungkin.

Menginformasikan kepada bawahan, bahwa mengetahui perilaku bawahan

begitu perilaku tersebut terjadi. Misalnya, jika seseorang datang ke kantor

tepat waktu, maka ketepatan waktu ini harus diakui dan dicatat.

5. Menggunakan penguatan (reinforcement) yang kuat.

Untuk dapat menjadi efektif, maka penghargaan penting bagi pegawai.

Sebagai bentuk penguatan, penguatan juga harus cukup kuat, baik untuk

mengundang perilaku baru maupun mempertahankan perilaku yang benar.

Penghargaan yang ada harus diterangkan dengan bijak dan rinci.

6. Menggunakan penguatan secara berkesinambungan.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

21

Perilaku-perilaku baru harus ditanggapi setiap waktu terjadi. Penguatan ini

harus dilanjutkan hingga perilaku ini menjadi sebuah kebiasaan, yaitu

secara konsistensi.

7. Menggunakan beragam penguatan untuk perawatan.

Meskipun perilaku tersebut telah menjadi kebiasaan, itu perlu dihargai,

meskipun tidak harus setiap kali.

8. Menghargai kerjasama kelompok (teamwork) – bukan persaingan.

Hubungan yang saling membantu adalah suatu keharusan untuk membina

semangat kelompok. Oleh karena itu, sistem penghargaan harus

menerapkan hal ini. Sasaran kelompok dan penghargaan kelompok adalah

satu cara untuk mendorong kerjasama, dalam keadaan-keadaan dimana

pekerjaan dan prestasi saling bergantung. Dengan melakukan pertemuan-

pertemuan “pemecahan masalah kelompok”, maka setiap orang dapat

terlibat dalam kerjasama kelompok dan prestasi kerja yang tinggi.

9. Mengaitkan semua penghargaan dengan prestasi kerja.

Untuk dapat belajar, maka pegawai perlu tahu: mengapa mereka dihargai

atau mengapa dalam beberapa hal tidak dihargai, bahkan bisa

mendapatkan hukuman. Misalnya, kenaikan gaji secara rutin setahun

sekali, menjadi tidak jelas, mengapa kenaikan gaji diberikan, ini tidak bisa

memberikan motivasi perilaku. Oleh karena itu, mengkaitkan semua

penghargaan itu langsung dengan perilaku adalah hal yang penting pula.

10. Tetap mengingat dan menghargai prestasi kerja yang tinggi.

Memastikan bahwa orang-orang yang berprestasi tinggi menyadari, bahwa

mereka diakui sebagai orang yang berprestasi tinggi, dan dihargai

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

22

sewajarnya. Jika dilupakanmereka yang berprestasi tinggi, dan tidak

menghargainya, maka itu akhirnya akan merusak prestasi kerja mereka

selanjutnya. Begitu mereka sudah berprestasi tinggi, perlu tetap diberikan

motivasi tinggi kepadanya.

2.1.3. Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan, mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan

tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam

memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk

tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan

pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995). Keduanya

menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang

dipersepsikan atau diacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya

kepemimpinan.

Hersey dan Blanchard (1992) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan pada

dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri,

bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan.

Bertolak dari pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard (1992) mengajukan

proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan suatu fungsi dari pimpinan

(p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s)., yang dapat dinotasikan sebagai : k = f (p,

b, s).

Menurut Hersey dan Blanchard, pimpinan (p) adalah seseorang yang dapat

mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja

maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

23

berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan

setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan

teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan bawahan (b) adalah seorang atau

sekelompok orang yang merupakan anggota dari suatu perkumpulan atau pengikut

yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati

bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai

peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan

bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpinan

dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin.

Adapun situasi (s) menurut Hersey dan Blanchard adalah suatu keadaan yang

kondusif, di mana seorang pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu

mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam

rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan pimpinan

pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada

saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan. Dengan demikian,

ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan,

bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya, dan

akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan.

Ellis O. Kelly dalam Soebagio S. (1999:44) membagi pola tata laku umum

gaya kepemimpinan sebagai berikut: 1) Gaya kepemimpinan Otoriter; 2) Gaya

Kepemimpinan Demokrasi; 3) Gaya Kepemimpinan Laissez-faire. Gaya

kepemimpinan otoriter pertanggungjawaban sepenuhnya ada pada pimpinan, pada

gaya kepemimpinan demokrasi pertanggungjawaban ada di tangan seluruh

anggota kelompok, sedangkan gaya kepemimpinan laissez-faire

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

24

pertanggungjawaban didistribusikan kepada setiap anggota sebagai individu yang

terpisah-pisah. Gaya kepemimpinan otoriter dan demokratis memiliki garis

kepemimpinan yang jelas, sedangkan laissez-faire tidak terdapat garis

kepemimpiann yang jelas, sehingga cenderung mengarah kepada kebebasan total.

Menurut Kartini Kartono(1998:167) bahwa gaya kepemimpinan demokratis

dalam situasi normal, keadaannya lebih superior daripada gaya kepemimpinan

otoriter dan laissez-faire. Sebab utamanya adalah: 1) orang biasa menghimpun

dan memanfaatkan semua informasi dan kearifan dari semua anggota kelompok,

2) orang tidak menyandarkan diri kepada kepandaian atau kemampuan pribadi

pemimpin saja.

Hasil penelitian Fiedler (1997:28-29) dalam pengukuran orientasi

kepemimpinan yang mengembangkan Least-Preferred Co-Worker (LPC) Scale

untuk mengukur dua gaya kepemimpinan: 1) tugas (melakukan kontrol,

memberikan struktur) kepemimpinan, dan 2) pengaruh (pasif, pengertian)

kepemimpinan, menemukan bahwa tiap gaya kepemimpinan akan efektif dalam

situasi tertentu. Hal ini berarti bahwa efektivitas kepemimpinan sangat tergantung

dari situasi yang sedang dihadapi (situasional). Adakalanya pada situasi tertentu

gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas lebih efektif digunakan oleh

pemimpin daripada berorientasi pada hubungan dan pada situasi lain

kepemimpinan yang berorientasi pada pengaruh yang lebih efektif digunakan

daripada berorientasi pada tugas.

Davis dan Newstrom (1985:167) mengemukakan bahwa pendekatan yang

digunakan oleh Fiedler telah memberikan sumbangan penting. Dikatakannya

bahwa pendekatan tersebut telah mendorong agar manajer untuk: 1) Mengkaji

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

25

situasi mereka orang-orang, tugas dan organisasi, 2) Luwes menggunakan

berbagai keterampilan dalam keseluruhan gaya, 3) Mempertimbangkan untuk

memodifikasi unsur-unsur pekerjaan guna memperoleh kesesuaian yang lebih

baik dengan gaya yang lebih mereka sukai.

Menurut Veithzal Rivai (2004:91) “Kepemimpinan memerlukan tiga hal yaitu:

(1) melakukan, (2) memfasilitasi sehingga orang lain bisa bekerja secara lebih

efektif, dan (3) tak lakukan apa-apa, merefleksi dan menghabiskan waktu untuk

berfikir”.

Menurut Henry Mintzberg (dalam Veithzal Rivai, 2004:91), seoarang

Amerika yang mengadakan studi eksekutif puncak beberapa tahun lalu, aktivitas

pemimpin dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu:

1) Kepemimpinan Interpersonal. Pemimpin bertindak sebagai puncak figur

dan simbol, memiliki tanggung jawab untuk memotivasi dan memimpin

staf dan membutuhkan hubungan dengan kontak jaringan kerja.

2) Kepemimpinan Informasional. Pemimpin memonitor informasi dalam

skala luas menyebarkan informasi dan bertindak sebagai juru bicara.

3) Kepemimpinan Desisional. Pemimpin berperan sebagai pekerja

wiraswastawan yang mencari kesempatan, menginisiasi kemajuan,

membawa perubahan dan mengawasi beberapa proyek serta pemcah

hambatan dengan tanggung jawab untk mengambil tindakan korektif.

Iajuga bertanggung jawab untuk mengalokasikan berbagai sumber daya

dan bernegosiasi untuk organisasi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Veithzal Rivai (2004:13) mengemukakan

bahwa “ketika seorang pemimpin mengungkap beberapa strategi dalam

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

26

memainkan perannya dalam menentukan emosi bersama, dimana para pemimpin

dengan gayanya yang khas berbicara dan ketika itu sudah dapat dipastikan bahwa

bawahannya akan mendengarkannya dengan seksama.

Pada dasarnya ketika pemimpin memberi pujian, mengkritik sifat baik atau

buruk, memberi dukungan atau tidak mau tahu kebutuhan masyarakat, mereka

dapat mengemas misi kelompok itu dengan cara-cara yang dapat memberikan arti

labih ke kontribusi masing-masing anggota kelompok. Sebagai pemimpin dapat

memandu dengan cara yang lebih jelas dalam pekerjaan mereka dan itu

mendorong fleksibilitas, memberikan kebebasan orang untuk mengungkapkan

perasaan mereka dan bagaimana cara mendapatkan pekerjaan. Semua upaya ini

penting artinya dalam menentukan dampak emosional pimpinan.

Pemimpin akan selalu berusaha untuk mempengaruhi para anggota atau

pengikutnya agar mau melaksanakan apa yang dikehendakinya. Untuk dapat

memenuhi kehendak itu, para pemimpin menggnakan berbagai cara agar

keinginannya itu dilaksanakan. Cara-cara yang digunakan/dipraktekkan oleh para

pemimpin dalam mempengaruhi pengikutnya itulah yang disebut dengan gaya

kepemimpinan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugandha (1986:70) yang

mengatakan bahwa tiap-tiap pemimpin memiliki cara-cara tersendiri dalam

mendorong pengikutnya untuk mau bekerja sama.

Sedangkan teori gaya kepemimpinan yang dijadikan acuan dalam penelitian ini

adalah teori gaya kepemimpinan situasional dari Paul Hersey dan Ken Blanchard,

yang mengemukakan bahwa:

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

27

“The theory states that instead of using just one style, successful leaders

should change their leadership styles based on the maturity of the people

they’re leading and the details of the task. Using this theory, leaders

should be able to place more or less amphasis onthe task, and more or less

amphasis onthe relationships with the people they’re leading, depending

on what’s needed to get the job done successfully”.

“Pemahaman fundamental dari teori kepemimpinan situasional adalah

tentang tidak adanya gaya kepemimpinan yang terbaik. Kepemimpinan

yang efektif adalah bergantung pada relevansi tugas, dan hampir semua

pemimpin yang sukses selalu mengadaptasi gaya kepemimpinan yang

tepat”.

Definisi kepemimpinan situasional adalah ” A Leadership Contingency Theory

That Focuses on Followers Readiness/Maturity”. Dimana inti dari teori

kepemimpinan situasional adalah bahwa gaya kepemimpinan seorang pemimpin

akan berbeda-beda, tergantung dari tingkat kesiapan para pengikutnya.

Teori kepemimpinan situasional bertumpu pada dua konsep fundamental yaitu:

(1) tingkat kesiapan/kematangan individu atau kelompok sebagai pengikut dan (2)

gaya kepemimpinan. Dimana gaya kepemimpinan yang tepat bergantung pula

pada kesiapan/kematangan individu atau kelompok sebagai pengikut. Tingkat

kesiapan/kematangan pengikut ditandai oleh dua karakteristik, yaitu: (i) The

ability and willingness for directing their own behavior; dan (ii) The extent

towhich people have and willingness to accomplish a specific task.

Berdasarkan kriteria mampu dan mau , maka diperoleh empat tingkat

kesiapan/kematangan pengikut (Follower Readiness) sebagai berikut: Readiness1-

Kesiapan tingkat 1 menunjukkan bahwa pengikut tidak mampu dan tidak mau

mengambil tanggungjawab untuk melakukan tugas. Pada tingkat ini, pengikut

tidak memiliki kompetensi dan tidak percaya diri. Readiness 2- Menunjukkan

pengikut tidak mampu melakukan suatu tugas, tetapi ia sudah memiliki kemauan.

Motivasi yang kuat tidak didukung oleh pengetahuan dan keterampilan kerja yang

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

28

memadai untuk melaksanakan tugas-tugas. Readiness 3- Menunjukkan situasi

dimana pengikut memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja yang memadai

untuk melaksanakan tugas-tugas. Tetapi pengikut tidak mau melaksanakan tugas-

tuas yang diberikan oleh pemimpinnya. Readiness 4- Menunjukkan bahwa

pengikut telah memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja yang dibutuhkan

untuk melaksanakan tugas-tugas, disertai dengan kemauan yang kuat untuk

melaksanakannya.

Tingkat kesiapan/kematangan individu atau kelompok yang berbeda menuntut

gaya kepemimpinan yang berbeda pula. Hersey dan Blanchard memilah gaya

kepemimpinan dalam perilaku kerja dan perilaku hubungan yang harus

diterapkan terhadap pengikut dengan derajat kesiapan/kematangan tertentu.

Perilaku kerja meliputi penggunaan komunikasi satu arah, pendiktean tugas, dan

pemberitahuan pada pengikut seputar hal apa saja yang harus mereka lakukan,

kapan, dan bagaimana melakukannya.

Berikut ini empat gaya kepemimpinan (leadership styles) yang disarankan sesuai

dengan tingkat kematangan pegawai, menurut Hersey dan Blanchard: S1

(Telling/pemberitahu)- gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut rendah (M1).

Ini menekankan perilaku tugas tinggi dan perilaku hubungan yang terbatas. Gaya

kepemimpinan telling (kadang-kadang disebut directing) adalah karakteristik gaya

kepemimpinan dengan komunikasi satu arah. Pemimpin memberitahu individu

atau kelompok soal apa, bagaimana mengapa, kapan dan dimana sebuah pekerjaan

dilaksanakan. Pemimpin ini selalu memberikan instruksi yang jelas, arahan yang

rinci, serta mengawasi pekerjaan secara langsung. S2 (Selling/penjual)- gaya ini

paling tepat untuk kesiapan pengikut moderat (M2). Ini menekankan pada jumlah

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

29

tugas dan perilaku hubungan yang tinggi. Pada tahapan gaya kepemimpinan ini

seorang pemimpin masih memberi arahan namun ia menggunakan komunikasi

dua arah dan memberi dukungan secara emosional terhadap individu atau

kelompok guna memotivasi dan rasa percaya diri pengikut. Gaya ini muncul kala

kompetensi individu atau kelompok meningkat, sehingga pemimpin perlu terus

menyediakan sikap membimbing akibat individu atau kelompok belum siap

mengambil tanggung jawab penuh atas proses dalam pekerjaan. S3

(Participating/Partisipatif)- gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut tinggi

dengan motivasi moderat (M3). Ini menekankan pada jumlah tinggi perilaku

hubungan tetapi jumlah perilaku tugas rendah. Gaya kepemimpinan pada tahap ini

mendorong individu atau kelompok untuk saling berbagi gagasan dan sekaligus

memfasilitasi pekerjaan dengan semangat yang mereka tunjukkan. Gaya ini

muncul tatkala pengikut merasa percaya diri dalam melakukan pekerjaannya

sehingga pemimpin tidak lagi terlalu bersikap sebagai pengarah. Pemimpin tetap

memelihara komunikasi terbuka, tetapi kini melakukannya dengan cenderung

untuk lebih menjadi pendengar yang baik serta siap membantu pengikutnya.

Tugas seorang pemimpin adalah memelihara kualitas hubungan antar individu

atau kelompok. S4 (Delegating/pendelegasian)- gaya ini paling tepat untuk

kesiapan pengikut tinggi (M4). Ini menekankan pada kedua sisi yaitu tingginya

perilaku kerja dan perilaku hubungan dimana gaya kepemimpinan pada tahap ini

cenderung mengalihkan tanggungjawab atas proses pembuatan keputusan dan

pelaksanaannya. Gaya ini muncul tatkala individu atau kelompok berada pada

level kompetensi yang tinggi sehubungan dengan pekerjaannya.Gaya ini efektif

karena pengikut dianggap telah kompeten dan termotivasi penuh untuk

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

30

mengambil tanggung jawab atas pekerjaannya. Tugas seorang pemimpin hanyalah

memonitor berlangsungnya sebuah pekerjaan.

Dari keempat notasi di atas, tidak ada yang bisa disebut teroptimal setiap saat bagi

seorang pemimpin. Pemimpin yang efektif butuh fleksibilitas, dan harus

beradaptasi di setiap situasi. Prinsip “One Size Fits All” tidak berlaku dalam gaya

kepemimpinan, terutama menghadapi tingkat kesiapan bawahan yang berbeda.

Menurut Robbins ( 2001 : 314-330 ) terdapat teori-teori kepemimpinan yang

dapat diklasifikasikann diantaranya yaitu :

1. Teori karakteristik ( Traits Theories )

Pandangan teori sifat/ karakter menyatakan karakteristik atau sifat tertentu

yang dimiliki seseorang mempengaruhi efektifitas kepemimpinan kualitas

pribadi seseorang sangat menentukan kepemimpinan. Kualitas pribadi tersebut

tidak dapat dialihkan kepada orang lain, karena tidak semua orang bisa jadi

pemimpin, kecuali bagi mereka yang memiliki kualitas pribadi.

Teori ini memandang pemimpin sebagai suatu kombinasi pencairan atribut

karakter (traits) kepribadian, sosial, fisik, intelektual yang membedakan

pemimpin dan bukan pemimpin. Teori ini mencoba untuk mencari karakter-

karakter yang konsisten dan unik yang berlangsung secara universal yang

dimiliki oleh seorang pemimpin yang efektif.

Terdapat enam karakter yang cenderung membedakan peminpin dan bukan

pemimpin meliputi : ambisi dan energi, hasrat untuk memimpin, kejujuran dan

integritas (keutuhan ) percaya diri, kecerdasan dan pengetahuan yang relevan

dalam pekerjaan. Disamping itu, penelitian baru ini memberikan bukti yang

kuat bahwa orang-orang yang mempunyai sifat pemantauan yang tinggi artinya

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

31

sangat luwes dalam menyelesaikan perilaku mereka dalam situasi yang

berlainan, jauh lebih besar kemungkinannya untuk muncul sebagai pemimpin

dalam kelompok-kelompok dari pada yang pemantauan dirinya rendah.

Pendekatan sifat/karakter belum terbukti dalam menjelaskan kepemimpinan.

Terdapat empat alasan yaitu pendekatan ini mengabaikan kebutuhan para

pengikut (bawahan) pendekatan ini gagal dalam memperjelas kepentingan

relatif pada berbagai karakter, pendekatan ini tak memisahkan sebab dari

akibat dan mengabaikan faktor-faktor situasional.

2. Teori Contingensi

Pendekatan kesipatan dan perilaku belum sepenuhnya dapat menjelaskan

kepemimpinan. Menjadi makin jelas bahwa mereka yang sedang menelaah

fenomena kepemimpinan bahwa memanfaatkan sukses kepemimpinan lebih

rumit daripada memisahkan beberapa karakter atau perilaku yang lebih di

sukai. Kegagalan untuk memperoleh hasil yang konsisten mendorong perhatian

pada pengaruh situasional.

Sebagian besar penelitian pada masa kini menyimpulkan bahwa tidak ada

satupun gaya kepemimpinan yang tepat bagi setiap pemimpin dalam suatu

kondisi. Hasil penelitian coba memilah faktor situasional yang mempengaruhi

keefektifan kepemimpinan variabel ini digunakan dalam mengembangkan teori

kemungkinan yang mencakup tingkat struktur tugas yang akan dikerjakan,

kualitas hubungan pemimpin – anggota, kekuasaan jabatan pemimpin,

kejelasan peran bawahan, norma kelompok, ketersediaan informasi,

penerimaan bawahan akan keputusan pemimpin dan kematangan bawahan.

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

32

Menurut Rivai Veithzal (2004:14-15) bahwa kajian terbaru terhadap teori

kepemimpinan terdapa tiga pendekatan, yaitu : teori atribusi, kepemimpinan

kharismatik, kepemimpinan transaksional versus kepemimpinan

transformasional.

1. Teori Atribusi Kepemimpinan

Dalam konteks kepemimpinan teori atribusi mengemukakan bahwa

kepemimpinan semata-mata suatu atribusi yang dibuat orang bagi individu-

individu lain. Dengan menggunakan kerangka atribusi, para peneliti

mengemukakan bahwa orang menggolongkan para pemimpin sebagai

penyandang karakteristik yang menonjol seperti kecerdasan, kepribadian,

ramah tamah, keterampilan verbal yang kuat, keagresifan, pemahaman dan

kerajinan.

Salah satu yang menarik dalam literatur teori atribusi kepemimpinan adalah

persepsi bahwa pemimpin yang efektif umumnya dianggap konsisten dan tidak

goyah dalam keputusan mereka.

2. Teori Kepemimpinan Kharismatik

Teori kepemimpinan kharismatik merupakan pengembangan dari teori

atribusi.teori ini mengemukakan para pengikut membuat atribusi

(penghubungan) dari kemampuan kepmimpinan yang heroik atau luar

biasa bila mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu. Pemimpin

kharismatik memiliki tujuan ideal yang ingin dicapai, memiliki komitmen

yang kuat pada tujuan, tidak konvensional, teguh dalam pendirian dan

percaya diri, sebagai agen perubahan, bukan manajer dari status quo.

3. Kepemimpinan Traksaksional Versus Kepemimpinan Transformasional

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

33

Penelitian terakhir yang menjadi perhatian akhir-akhir ini pada perbedaan

pemimpin transaksional versus pemimpin transformasional. Kebanyakan

teori seperti studi Ohio, model Fiedler, Teori Jalur Tujuan dan model

partisipasi pemimpin memperhatikan pemimpin transaksional memandu

atau memotivasi pengikut mereka kearah tujuan yang telah ditetapkan

dengan memperjelas peran dan tuntutan tugas, sedangkan pemimpin

transformasional adalah pemimpin yang memberikan pertimbangan dan

rangsangan intelktual yang di individualkan dan memiliki kharisma. Tipe

kepemimpnan ini mengilhami para pengikut untuk lebih mementingkan

kepentingan diri mereka sendiri demi kebaikan orang dan mampu

memberikan efek yang mencolok dan luar biasa pada diri pengikutnya.

Dari beberapa definisi atau pengertian kepemimpinan menurut para ahli yang

dikemukakan di atas, dapat dirumuskan bahwa kepemimpinan itu pada

hakekatnya adalah:

1. Kemampuan memengaruhi orang lain, apakah dia bawahan, rekan sekerja,

atau atasan.

2. Adanya pengikut yang dapat dipengaruhi, baik oleh ajakan, anjuran,

bujukan, sugesti, perintah, saran atau bentuk lainnya.

3. Adanya tujuan yang hendak dicapai.

Demikian juga dengan kepala BKPP Kota Sukabumi dalam memimpin organisasi

Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan. Sebagai pemimpin tertinggi di

BKPP Kota Sukabumi, kepemimpinannya akan sangat berpengaruh dan bahkan

sangat menentukan terhadap keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Dalam

usahanya mengatur dan mendayagunakan pegawai dan staf lainnya agar bekerja

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

34

secara optimal, kepala BKPP harus dapat menggunakan gaya kepemimpinannya

secara tepat. Dengan penggunaan gaya kepemimpinan secara tepat tersebut

diharapakan akan memotivasi para pegawai dalam bekerja sehingga

meningkatkan kinerja pegawai.

Berdasarkan pendapat para ahli dan uraian diatas yang dimaksud dengan

kepemimpinan kepala BKPP adalah penilaian para pegawai terhadap cara kepala

BKPP dalam memengaruhi para bawahan untuk mencapai tujuan organisasi

dengan dimensi: 1) Telling; 2) Selling; 3) Participating; dan 4) Delegating.

2.1.4Macam-Macam gaya Kepemimpinan

Ada beberapa jenis gaya kepemimpinan yang di tawarkan oleh para pakar

leardership, mulai dari yang klasik sampai kepada yang modern yaitu gaya

kepemimpinan situasional model Hersey dan Blanchard.

2.1.4.1Gaya Kepemimpinan Klasik

Teori klasik gaya kepemimpinan mengemukakan, pada dasarnya di dalam setiap

gaya kepemimpinan terdapat 2 unsur utama, yaitu unsur pengarahan (directive

behavior) dan unsur bantuan (supporting behavior). Dari dua unsur tersebut gaya

kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu otokrasi

(directing), pembinaan (coaching), demokrasi (supporting), dan kendali bebas

(delegating).

1) Mengarahkan (directing)

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

35

Gaya kepemimpinan yang mengarahkan, merupakan respon kepemimpinan yang

perlu dilakukan oleh manajer pada kondisi karyawan lemah dalam kemampuan,

minat dan komitmenya. Sementara itu, organisasi menghendaki penyelesaian

tugas-tugas yang tinggi. Dalam situasi seperti ini Hersey and Blancard

menyarankan agar manajer memainkan perandirective yang tinggi, memberi saran

bagaimana menyelesaikan tugas-tugas itu, dengan terus intens berhubungan sosial

dan komunikasi dengan bawahannya.

Pertama pemimpin harus mencari tahu mengapa orang tersebut tidak termotivasi,

kemudian mencari tahu dimana keterbatasannya. Dengan demikian pemimpin

harus memberi arahan dalam penyelesaian tugas dengan terus menumbuhkan

motivasi dan optimismenya.

2)Melatih (coaching)

Pada kondisi karyawan menghadapi kesulitan menyelesaikan tugas-tugas, takut

untuk mencoba melakukannya, manajer juga harus memproporsikan struktur

tugas sesuai kemampuan dan tanggung jawab karyawan.

Oleh karena itu, pemimpin hendaknya menghabiskan waktu mendengarkan dan

menasehati, dan membantu karyawan untuk memperoleh keterampilan yang

diperlukan melalui metode pembinaan.

3)Demokrasi (supporting)

Gaya kepemimpinan partisipasi, adalah respon manajer yang harus diperankan

ketika karyawan memiliki tingkat kemampuan yang cukup, tetapi tidak memiliki

kemauan untuk melakukan tanggung jawab. Hal ini bisa dikarenakan rendahnya

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

36

etos kerja atau ketidakyakinan mereka untuk melakukan tugas/tangung jawab.

Dalam kasus ini pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah dan secara aktif

mendegarkan dan mengapresiasi usaha-usaha yang dilakukan para karyawan,

sehingga bawahan merasa dirinya penting dan senang menyelesaikan tugas.

4) Kendali bebas (delegating)

Selanjutnya, untuk tingkat karyawan dengan kemampuan dan kemauan yang

tinggi, maka gaya kepemimpinan yang sesuai adalah gaya “delegasi”. Dengan

gaya delegasi ini pimpinan sedikit memberi pengarahan maupun dukungan,

karena dianggap sudah mampu dan mau melaksanakan tugas/tanggung jawabnya.

Mereka diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan memutuskannya tentang

bagaimana, kapan dan dimana pekerjaan mereka harus dilaksanakan. Pada gaya

delegasi ini tidak terlalu diperlukan komunikasi dua arah, cukup memberikan

untuk terus berkembang saja dengan terus diawasi.

Dalam gaya kepemimpinan klasik juga diperkenalkan beberapa gaya

kepemimpinan lain yang cukup populer yang pada prinsipnya merupakan sama

seperti gaya klasik diatas maupun gabungan dari beberapa gaya klasik yang

disebutkan sebelumnya. Gaya kepemimpinan tersebut adalah gaya kepemimpinan

otokrasi, gaya kepemimpinan pembinaan, gaya kepemimpinan demokrasi dan

gaya kepemimpinan kendali bebas.

Pada gaya kepemimpinan otokrasi, pemimpin mengendalikan semua aspek

kegiatan. Pemimpin memberitahukan sasaran apa saja yang ingin dicapai dan cara

untuk mencapai sasaran tersebut, baik itu sasaran utama maupun sasaran

minornya. Pemimpin juga berperan sebagai pengawas terhadap semua aktivitas

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

37

anggotanya dan pemberi jalan keluar bila anggota mengalami masalah. Dengan

kata lain, anggota tidak perlu pusing memikirkan apappun. Anggota cukup

melaksanakan apa yang diputuskan pemimpin. Gaya kepemimpinan pembinaan

mirip dengan otokrasi. Pada gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin masih

menunjukkan sasaran yang ingin dicapai dan cara untuk mencapai sasaran

tersebut. Namun, pada kepemimpinan ini anggota diajak untuk ikut memecahkan

masalah yang sedang dihadapi. Pada Gaya kepemimpinan demokrasi, anggota

memiliki peranan yang lebih besar. Pada kepemimpinan ini seorang pemimpin

hanya menunjukkan sasaran yang ingin dicapai saja, tentang cara untuk mencapai

sasaran tersebut, anggota yang menentukan. Selain itu, anggota juga diberi

keleluasaan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Gaya kepemimpinan

kendali bebas merupakan model kepemimpinan yang paling dinamis. Pada gaya

kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menunjukkan sasaran utama yang

ingin dicapai saja. Tiap divisi atau seksi diberi kepercayaan penuh untuk

menentukan sasaran minor, cara untuk mencapai sasaran, dan untuk

menyelesaikan masalah yang dihadapinya sendiri-sendiri. Dengan demikian,

pemimpin hanya berperan sebagai pemantau saja. Lalu, gaya kepemimpinan yang

mana yang sebaiknya dijalankan? Jawaban dari pertanyaan ini adalah tergantung

pada kondisi anggota itu sendiri. Pada dasarnya tiap gaya kepemimpinan hanya

cocok untuk kondisi tertentu saja. Dengan mengetahui kondisi nyata anggota,

seorang pemimpin dapat memilih model kepemimpinan yang tepat. Tidak

menutup kemungkinan seorang pemimpin menerapkan gaya yang berbeda untuk

divisi atau seksi yang berbeda. Kepemimpinan otokrasi cocok untuk anggota yang

memiliki kompetensi rendah tapi komitmennya tinggi. Kepemimpinan pembinaan

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

38

cocok untuk anggota yang memiliki kompetensi sedang dan komitmen rendah.

Kepemimpinan demokrasi cocok untuk anggota yang memiliki kompetensi tinggi

dengan komitmen yang bervariasi. Sementara itu, kepemimpinan kendali bebas

cocok untuk angggota yang memiliki kompetensi dan komitmen tinggi.

2.1.4.2 Gaya kepemimpinan situasional model Hersey dan Blanchard.

Gaya kepemimpinan, Secara langsung maupun tidak langsung mempunyai

pengaruh yang positif terhadap peningkatan produktivitas kerja pegawai. Hal ini

didukung oleh Sinungan (1987) yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan

yang termasuk di dalam lingkungan organisasi merupakan faktor potensi dalam

meningkatkan produktivitas kerja saat ini. Gaya kepemimpinan situasional

dianggap para ahli manajemen sebagai gaya yang sangat cocok untuk diterapkan

saat ini. Sedangkan untuk bawahan yang tergolong pada tingkat kematangan yaitu

bawahan yang tidak mampu tetapi berkemauan, maka gaya kepemimpinan yang

seperti ini masih pengarahan, karena kurang mampu, juga memberikan perilaku

yang mendukung. Dalam hal ini pimpinan atau pemimpin perlu membuka

komunikasi dua arah (two way communications), yaitu untuk membantu bawahan

dalam meningkatkan motivasi kerjanya. Selanjutnya, yang mampu tetapi tidak

mau melaksanakan tugas atau tangung jawabnya. Bawahan seperti ini sebenarnya

memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaan, akan tetapi kurang memiliki

kemauan dalam melaksanakan tugas. Untuk meningkatkan produktivitas kerjanya,

dalam hal ini pemimpin harus aktif membuka komunikasi dua arah dan

mendengarkan apa yang diinginkan oleh bawahan. Sedangkan gaya delegasi

adalah gaya yang cocok diterapkan pada bawahan yang memiliki kemauan juga

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

39

kemampuan dalam bekerja. Dalam hal ini pemimpin tidak perlu banyak

memberikan dukungan maupun pengarahan, karena dianggap bawahan sudah

mengetahui bagaimana, kapan dan dimana mereka barus melaksanakan tugas atau

tangung jawabnya. Dengan penerapan gaya kepemimpinan situasional ini, maka

bawahan atau pegawai merasa diperhatikan oleh pemimpin, sehingga diharapkan

produktivitas kerjanya akan meningkat.

Harsey & Blanchard mengembangkan model kepemimpinan situasional efektif

dengan memadukan tingkat kematangan anak buah dengan pola perilaku yang

dimiliki pimpinannya.

Ada 4 tingkat kematangan bawahan (Maturity Levels), yaitu:

• M 1 : bawahan tidak mampu dan tidak mau atau tidak ada keyakinan.

• M 2 : bawahan tidak mampu tetapi memiliki kemauan dan keyakinan

bahwa ia bisa.

• M 3 : bawahan mampu tetapi tidak mempunyai kemauan dan tidak yakin.

• M 4 : bawahan mampu dan memiliki kemauan dan keyakinan untuk

menyelesaikan tugas.

Ada 4 gayakepemimpinan (Leadership Styles) yang efektif untuk diterapkan

yaitu:

•S1:telling, pemimpin memberi instruksi dan mengawasi pelaksanaan tugas dan

kinerja anak buahnya.

•S2: selling, pemimpin menjelaskan keputusannya dan membuka kesempatan

untuk bertanya bila kurang jelas.

•S3: participating, pemimpin memberikan kesempatan untuk menyampaikan ide-

ide sebagai dasar pengambilan keputusan.

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

40

•S4:delegating, pemimpin melimpahkan keputusan dan pelaksanaan tugas kepada

bawahannya.

Sebagai ilustrasi, berikut ini adalah gambar gaya kepemimpinan situasional

model Hersey dan Blanchard.

Gambar 2.2

Gaya Kepemimpinan Situasional Hersey-Blanchard

2.1.4.2. Gaya Kepemimpinan Kontinum

Gaya kepemimpinan kontinum dipelopori oleh Robert Tannenbaum dan Warren

Schmidt. Kedua ahli menggambarkan gagasannya bahwa ada dua bidang

pengaruh yang ekstrem , pertama bidang pengaruh pimpinan kedua bidang

•Situation M1

•Situation M4

•Situation M2

•Situation M3

Style Partisipatif

Style Selling

Style Telling

Style Delegatif

Directive Behavior

S

u

p

o

r

t

i

v

e

b

e

h

a

v

i

o

r

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

41

pengaruh kebebasan bawahan. Gaya kepemimpinan Managerial Grid dipelopori

oleh Robert R. Blake dan Jane S Mouton. Dalam pendekatan Managerial Grid ini,

manajer berhubungan dengan 2 hal yakni produksi di satu pihak dan orang-orang

di pihak lain. Managerial Grid menekankan bagaimana manajer memikirkan

produksi dan hubungan manajer serta memikirkan produksi dan hubungan kerja

dengan manusianya, bukan ditekankan pada berapa banyak produksi harus

dihasilkan, dan berapa banyak ia harus berhubungan dengan bawahan.

Model Kepemimpinan Kontinum (Otokratis-Demokratis). Tannenbaun dan

Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) berpendapatbahwa pemimpin

mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang

menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan

cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku

demokratis. Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negatif, di mana

sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi

otoritas berada di tangan pemimpin, karena pemusatan kekuatan dan pengambilan

keputusan ada pada dirinya serta memegang tanggung jawab penuh, sedangkan

bawahan dipengaruhi melalui ancaman dan hukuman. Selain bersifat negatif, gaya

kepemimpinan ini mempunyai manfaat antara lain, pengambilan keputusan cepat,

dapat memberikan kepuasan pada pimpinan serta memberikan rasa aman dan

keteraturan bagi bawahan. Selain itu, orientasi utama dari perilaku otokratis ini

adalah pada tugas.

Perilaku demokratis; perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau

wewenang yang berawal dari bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan dimotivasi

dengan tepat dan pimpinan dalam melaksanakan kepemimpinannya berusaha

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

42

mengutamakan kerjasama dan team work untuk mencapai tujuan, di mana si

pemimpin senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari bawahannya.

Kebijakan di sini terbuka bagi diskusi dan keputusan kelompok. amun,

kenyataannya perilaku kepemimpinan ini tidak mengacu pada dua model perilaku

kepemimpinan yang ekstrim di atas, melainkan memiliki kecenderungan yang

terdapat di antara dua sisi ekstrim tersebut. Tannenbaun dan Schmidt dalam

Hersey dan Blanchard (1995) mengelompokkannya menjadi tujuh kecenderungan

perilaku kepemimpinan. Ketujuh perilaku inipun tidak mutlak melainkan akan

memiliki kecenderungan perilaku kepemimpinan mengikuti suatu garis kontinum

dari sisi otokratis yang berorientasi pada tugas sampai dengan sisi demokratis

yang berorientasi pada hubungan.

2.2 Hubungan Tingkat Kematangan Pegawai dengan Gaya Kepemimpinan

Kematangan bawahan mempunyai hubungan yang sangat erat kaitannya dengan

gaya kepemimpinan. Pondasi dasarnya adalah perilaku kepemimpinan yang baik

mampu menyesuaikan diri dengan perbedaan-perbedaan diantara bawahannya.

Atau dengan kata lain kematangan bawahan merupakan salah satu unsur dalam

mempengaruhi perilaku kepemimpinan. Tannenbaum dan Schmidt dalam Gibson

(1984:285) menyatakan bahwa ada 3 unsur yang mempengaruhi perilaku

kepemimpinan yaitu kemampuan manajer, kematangan bawahan dan situasi

kepemimpinan. Dari pendapat yang dikemukakan, ada beberapa unsur yang

mempengaruhi perilaku kepemimpinan, salah satunya yaitu kematangan bawahan.

Hersey dan Blanchard dalam Toha (2010:74) menyatakan bahwa kepemimpinan

yang berhasil dicapai dengan memilih gaya kepemimpinan yang mampu

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

43

mengadaptasikan gaya agar sesuai dengan situasi, yang menurut argumentasinya

tergantung pada tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut. Semakin para

manajer mampu menyesuaikan gaya, perilaku kepemimpinan mereka pada situasi

dan kebutuhan dari para pengikut mereka, semakin efektiflah mereka untuk

mencapai tujuan pribadi dan tujuan organisasi.

Berdasarkan beberapa uraian teori di atas, maka jelaslah bahwa tingkat

kematangan bawahan akan berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan, karena

gaya kepemimpinan yang diterapkan seorang pemimpin disesuaikan dengan

tingkat kematangan bawahannya agar para pemimpin mampu memberikan

pengaruh terhadap bawahannya sesuai kondisi bawahannya tersebut. Identifikasi

level kematangan bawahan diharapkan mampu mempengaruhi pemilihan gaya

kepemimpinan yang tepat oleh seorang pemimpin yang mana nantinya juga dapat

berimbas pada peningkatan kinerja organisasi.

2.3. Kerangka Pemikiran

Pemahaman tentang kepemimpinan pada penelitian ini diletakkan dalam

perspektif teori organisasi sebagai sebuah sistem organisma, yang memandang

adanya pengaruh kematangan pegawai terhadap gaya kepemimpinan yang harus

digunakan, karena akan berdampak pada kinerja pegawai secara keseluruhan.

Gaya kepemimpinan seseorang akan efektif jika pemilihan gaya kepemimpinan

yang digunakan disesuaikan dengan tingkat kematangan pegawai yang akan

dipimpinnya. Hal ini sangat penting dilakukan karena akan berdampak pada

keseluruhan proses kegiatan yang bermuara pada kinerja seluruh pegawai.

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

44

Penelitian ini menekankan definisi gaya kepemimpinan menurut PaulHerseydan

Ken Blanchard yang menyatakan bahwa Kepemimpinan dipengaruhi oleh faktor

pemimpin, pengikut dan situasi. Dimana pengikut memiliki dua dimensi yaitu

kematangan pegawai dan kematangan psikologis. Dan faktor kematangan ini

berpengaruh terhadap penentuan gaya kepemimpinan seperti apa yang sebaiknya

digunakan oleh seorang pemimpin.

Pada dasarnya setiap pemimpin akan berhasil memimpin suatu organisasi secara

efektif apabila, (1) mempunyai kecerdasan yang cukup tinggi untuk dapat

memikirkan dan mencarikan cara-cara pemecahan setiap persoalan yang timbul

dengan cara yang tepat, bijaksana serta mendukung kelengkapan dan syarat-syarat

yang memungkinkan untuk dilaksanakan; (2) mempunyai emosi yang stabil, tidak

mudah diombang-ambingkan oleh perubahan suasana yang senantiasa berganti-

ganti dan dapat memisahkan antara mana yang soal pribadi, soal rumah tangga,

dan mana soal organisasi; (3) mempunyai kepandaian dalam menghadapi manusia

dan mampu membuat bawahan merasa betah, senang, dan puas dengan dan dalam

pekerjaan; (4) mempunyai keahlian untuk mengorganisasi dan menggerakkan

bawahan secara bijaksana dalam mewujudkan tujuan organisasi serta mengetahui

dengan tepat kapan dan kepada siapa tanggungjawab dan wewenang akan di

delegasikan; dan (5) mempunyai keterampilan manajemen untuk menghadapi

persoalan masyarakat yang semakin maju.

Pengikut dalam hal ini bawahan atau kelompok masyarakat yang dipimpin oleh

seorang pemimpin politik, pada prinsipnya harus dapat diberdayakan oleh

pemimpin, sehingga secara bersama-sama dapat mengubah kondisi menjadi lebih

baik, menapak tujuan yang telah disepakati bersama.

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

45

Dalam proses kepemimpinan, pengikut tidak hanya bersifat pasif akan tetapi lebih

bersifat aktif. Seperti pendapat Pierce dan Gardner bahwa:

“The followers is not a passive player in the leadership process. Edwin

Hollander, after many years of studying leadership, suggested that the

followers is the most critical factor in any leadership event”.

“Pengikut bukanlah seorang yang pasif dalam proses kepemimpinan, Edwin

Hollanders, setelah beberapa tahun mempelajari kepemimpinan

beranggapan bahwa pengikut adalah faktor yang paling penting pada

beberapa kepemimpinan”.

Dalam mencapai suatu produktivitas yang maksimal, maka pemimpin harus

memahami benar beberapa dimensi pengikut, antara lain: motivasi, kepuasan

kerja dan kinerja. Untuk menciptakannya perlu pengertian antara pemimpin

dengan bawahan atau pengikut.

Pengikut merupakan hal penting untuk dipertimbangkan pemimpin dalam menilai

situasi mereka. Seperti yang telah dikemukakan oleh Sanford (dalam Hersey dan

Blanchard, 1995:156), bahwa:

“Ada semacam keharusan untuk mempertimbangkan pengikut sebagai

faktor yang paling krusial dalam setiap kepemimpinan. Dalam situasi

apapun pengikut adalah vital, tidak hanya karena secara individual mereka

menerima atau menolak pemimpin tetapi juga karena suatu kelompok,

karena merekalah yang sebenarnya menentukan kuasa pribadi apapun

yang akan dimiliki pemimpin”.

Dimensi pengikut sangat penting pada semua level manajemen, termasuk di

dalamnya manajemen pemerintahan. Seperti yang dikemukakan Hersey dan

Blanchard, 1995:186, berikut ini:

“Faktor kunci penerapan kepemimpinan situasional adalah penilaian

tingkat kematangan pengikut dan selanjutnya menerapkan perilaku seperti

yang diuraikan model tersebut. Dalam kepemimpinan situasional implisit

Page 46: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

46

adanya ide bahwa seorang pemimpin seyogyanya membantu pengikut

untuk menumbuhkan kematangan sejauh yang dapat dan mau dilakukan”.

Untuk mengukur komponen kematangan menurut Paul Hersey dan Ken

Blanchard, ada dua yakni:

1) Kematangan pegawai, dikaitkan dengan kemampuan untuk melakukan

sesuatu. Hal ini berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan.

2) Kematangan psikologis, dikaitkan dengan kemauan atau motivasi

untuk melakukan sesuatu. Hal ini terkait dengan rasa yakin dan

keikatan. Orang-orang yang sangat matang secara psikologis dan

bidang atau tanggungjawab tertentu merasa bahwa tanggungjawab

merupakan hal yang penting serta memiliki rasa yakin terhadap diri

sendiri dan merasa dirinya mampu dalam aspek pekerjaan tertentu.

Dengan instrumen pengukuran sebagai berikut:

a) Lower maturity

b) Medium maturity/Limited skill

c) Medium maturity/ High skill

d) High maturity

Untuk mengukur Pengaruh Kematangan Pegawai Terhadap Gaya Kepemimpinan

Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kota Sukabumi,

peneliti mengacu pada teori Gaya Kepemimpinan Situasional dari Paul Hersey

dan Ken Blanchard, karena dianggap paling sesuai untuk diterapkan di organisasi

pemerintah seperti BKPP Kota Sukabumi ini. Dimana gaya kepemimpinan terdiri

dari empat kriteria yaitu Telling, Selling, Participating dan Delegating. Sementara

untuk mengukur Kematangan Pegawai, peneliti juga menggunakan teori dari Paul

Page 47: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

47

Hersey danKen Blanchard dimana kematangan pegawai diukur dengan

menggunakan levelLow Maturity, Medium Maturity (Limited Skill), Medium

Maturity (High Skill, Lack of Confidence), High Maturity.

Gambar 2.3

Kerangka Pemikiran Gaya Kepemimpinan Situasional Hersey-Blanchard

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut di atas maka dapat digambarkan

paradigma penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.4

Kesesuaian antara Kematangan Pegawai dengan Gaya Kepemimpinan

Page 48: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

48

Kematangan Pegawai

(Maturity of the People):

1. Low Maturity

2. Medium

Maturity/Limited

Skill

3. Medium

Maturity/High Skill,

Lack of Confidence

4. High Maturity

Hersey and Blanchard

(1995)

Gaya Kepemimpinan

(Leadership Style) :

1. Telling

2. Selling

3. Participating

4. Delegating

Hersey and Blanchard

(1995)

Kesesuaian

Menurut teori Hersey dan Blanchard, idealnya untuk memimpin pegawai yang

tingkat kematangannya Low maturity, gaya kepemimpinan yang sesuai untuk

digunakan adalah Telling, untuk pegawai yang tingkat kematangannya Medium

maurity/limited skill, gaya kepemimpinan yang sesuai untuk digunakan oleh

pemimpin adalah Selling, untuk tingkat kematangan pegawai Medium

maturity/high skill, maka gaya kepemimpinan yang sesuai adalah Participating,

dan untuk tingkat kematangan pegawai High maturity, seorang pemimpin

disarankan menggunakan gaya kepemimpinan Delegating.

Efektivitas kepemimpinan seseorang dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu pemimpin itu

sendiri, pengikut dan situasi. Pada penelitian kali ini peneliti mencoba

menghubungkan faktor pengikut/pegawai yang dilihat dari tingkat

kematangan/kedewasaannya dengan gaya kepemimpinan. Karena pemilihan

gaya kepemimpinan yang tepat akan dapat mengoptimalkan kepemimpinan

seseorang yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kinerja pegawai.

Page 49: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …media.unpad.ac.id/thesis/170720/2008/170120080005_2_7474.pdf · tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian

49

2.3. Hipotesis

Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas maka peneliti membuat hipotesis

sebagai berikut: “Pengaruh Kematangan Pegawai Terhadap Gaya Kepemimpinan

Kepala BKPP Kota Sukabumi diukur dari Low Maturity, Medium

Maturity/Limited Skill, Medium Maturity/High Skill, dan High Maturity ”.