bab ii kajian pustaka 2.1. kajian teori 2.1.1. tujuan...

12
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Tujuan Pembelajaran Matematika Pembelajaran matematika menurut Muhsetyo (2008: 26) adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari. Sedangkan menurut Rahayu (2007: 2) pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan seseorang melaksanakan kegiatan belajar matematika dan pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika. Dengan demikian, pembelajaran matematika adalah suatu kegiatan yang sengaja dirancang agar peserta didik memperoleh pengetahuan dari hal yang telah dipelajari. Adapun tujuan pembelajaran matematika menurut NCTM (2000) adalah: komunikasi matematis, penalaran matematis, pemecahan masalah, koneksi matematis dan representasi matematis. Sedangkan tujuan pembelajaran matematika seperti yang diuraikan dalam Kurikulum 2006 (BSNP, 2006) adalah agar peserta didik memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Secara lebih terinci, menurut (Permendiknas: 2006) tujuan pembelajaran matematika sebagai berikut: (1) Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen,

Upload: others

Post on 25-Dec-2019

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Tujuan ...eprints.umm.ac.id/40322/3/jiptummpp-gdl-dewimasith-50828-3-babii.pdfkesulitan soal), bahasa soal, maupun pola masalah satu

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1. Tujuan Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika menurut Muhsetyo (2008: 26) adalah proses

pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan

yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan

matematika yang dipelajari. Sedangkan menurut Rahayu (2007: 2) pembelajaran

matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk

menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan seseorang melaksanakan

kegiatan belajar matematika dan pembelajaran matematika harus memberikan

peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang

matematika.

Dengan demikian, pembelajaran matematika adalah suatu kegiatan yang

sengaja dirancang agar peserta didik memperoleh pengetahuan dari hal yang telah

dipelajari. Adapun tujuan pembelajaran matematika menurut NCTM (2000)

adalah: komunikasi matematis, penalaran matematis, pemecahan masalah, koneksi

matematis dan representasi matematis. Sedangkan tujuan pembelajaran

matematika seperti yang diuraikan dalam Kurikulum 2006 (BSNP, 2006) adalah

agar peserta didik memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi

kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan

model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

Secara lebih terinci, menurut (Permendiknas: 2006) tujuan pembelajaran

matematika sebagai berikut: (1) Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik

kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen,

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Tujuan ...eprints.umm.ac.id/40322/3/jiptummpp-gdl-dewimasith-50828-3-babii.pdfkesulitan soal), bahasa soal, maupun pola masalah satu

8

menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. (2)

Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan

penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu,

membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. (3) Mengembangkan

kemampuan memecahkan masalah. (4) Mengembangkan kemampuan

menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui

pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan.

Berdasarkan pemaparan di atas, tujuan dari pembelajaran matematika

adalah agar siswa memiliki komunikasi matematis, penalaran matematis,

pemecahan masalah, koneksi matematis, dan representasi matematis. Kemampuan

pemecahan masalah menjadi salah satu tujuan pembelajaran matematika karena

dengan mengasah kemampuan pemecahan masalah, seseorang akan terbiasa

ketika menghadapi permasalahan bukan hanya dalam bidang matematika akan

tetapi juga dalam bidang lainnya.

2.1.2. Kemampuan Pemecahan Masalah

(a) Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah adalah suatu proses terencana yang perlu

dilaksanakan agar memperoleh penyelesaian tertentu dari sebuah masalah yang

mungkin tidak didapat dengan segera (Saad & Rajendran, 2008: 120). Menurut

Krulik dan Rudnik (1995: 4) pemecahan masalah adalah suatu usaha individu

menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahamannya untuk menemukan

solusi dari suatu masalah. Solso (2007: 434) menyatakan bahwa pemecahan

masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan

suatu solusi/ jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Tujuan ...eprints.umm.ac.id/40322/3/jiptummpp-gdl-dewimasith-50828-3-babii.pdfkesulitan soal), bahasa soal, maupun pola masalah satu

9

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemecahan

masalah adalah sebuah proses terencana yang dilakukan dengan menggunakan

pengetahuan, keterampilan dan pemahaman untuk memperoleh suatu solusi.

Sedangkan kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan seseorang dalam

melakukan suatu tindakan yang menggunakan pemahaman dan pengetahuan

matematika untuk menyelesaikan masalah yang juga merupakan metode

penemuan solusi.

(b) Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Pemecahan Masalah

Siswono (2008:35) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah yaitu:

1. Pengalaman awal.

Pengalaman terhadap tugas-tugas menyelesaikan soal cerita atau soal aplikasi.

Pengalaman awal seperti ketakutan (pobia) terhadap matematika dapat

menghambat kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.

2. Latar belakang matematika.

Kemampuan siswa terhadap konsep-konsep matematika yang berbeda-beda

tingkatnya dapat memicu perbedaan kemampuan siswa dalam memecahkan

masalah.

3. Keinginan dan motivasi.

Dorongan yang kuat dari dalam diri (internal), seperti menumbuhkan

keyakinan saya “BISA” maupun eksternal, seperti diberikan soal-soal yang

menarik, menantang, kontekstual dapat mempengaruhi hasil pemecahan

masalah.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Tujuan ...eprints.umm.ac.id/40322/3/jiptummpp-gdl-dewimasith-50828-3-babii.pdfkesulitan soal), bahasa soal, maupun pola masalah satu

10

4. Struktur Masalah.

Struktur masalah yang diberikan kepada siswa seperti kompleksitas (tingkat

kesulitan soal), bahasa soal, maupun pola masalah satu dengan masalah yang

lain dapat mempengaruhi kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.

Berdasarkan pemaparan tentang kemampuan pemecahan masalah di atas,

penelitian ini akan mengkategorikan kemampuan pemecahan masalah siswa

menjadi 3 yaitu tinggi, sedang, rendah, dan hal itu dapat diukur berdasarkan skor

yang diperoleh melalui bagaimana cara siswa dalam memecahkan masalah dengan

menggunakan pengetahuan yang dimilikinya sehingga dapat menemukan sebuah

solusi.

2.1.3. Perilaku Pemecahan Masalah

Perilaku pemecahan masalah adalah langkah-langkah yang ditunjukkan

siswa ketika proses penyelesaian masalah mulai dari cara perhitungan sampai

dengan menemukan solusi dari permasalahan yang dapat menggambarkan

bagaimana pemahaman siswa terhadap suatu permasalahan. Oleh karena itu,

langkah siswa dalam menyelesaikan masalah akan berbeda-beda, tergantung

bagaimana pemahaman siswa dalam memahami sebuah permasalahan.

Perilaku pemecahan masalah menurut Hegarty et al. (1995) ada dua yaitu,

Pendekatan Terjemah Langsung (Direct Translation Approach) dan Pendekatan

Berbasis Makna (Meaning Based Approach), kemudian melalui penelitiannya,

Pape (2004: 199) mengembangkan perilaku pemecahan masalah tersebut menjadi

lima yaitu: DTA - mahir (Direct Translation Approach - proficient), DTA - tidak

mahir (Direct Translation Approach - not proficient), DTA – konteks terbatas

(Direct Translation Approach - limited context), MBA – konteks penuh (Meaning

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Tujuan ...eprints.umm.ac.id/40322/3/jiptummpp-gdl-dewimasith-50828-3-babii.pdfkesulitan soal), bahasa soal, maupun pola masalah satu

11

Based Approach - full context), MBA- pembenaran (Meaning Based Approach -

justification).

Adapun karatteristik dari perilaku DTA dan MBA adalah:

1. Pendekatan Terjemah Langsung (Direct Translation Approach)

Karakteristik Pendekatan Terjemah Langsung (Direct Translation

Approach) yaitu siswa mengartikan secara langsung. Dalam kategori ini siswa

melakukan pemecahan masalah secara langsung tanpa menggunakan konteks

permasalahan ditandai dengan kurangnya bukti transformasi informasi masalah

(yaitu merekam informasi yang diberikan) atau menggunakan konteks masalah

dan hubungan antara unsur-unsur masalah.

Siswa mengulangi angka yang diberikan tanpa konteks yang relevan

atau berulang kali membaca kalimat tanpa merekam atau mengubah informasi

yang diberikan. Salah satu sub kategori yang dilakukan siswa dengan perilaku

Pendekatan Terjemah Langsung adalah melakukan perhitungan matematika

tanpa mengacu atau membaca ulang teks masalah.

2. Pendekatan Berbasis Makna (Meaning Based Approach)

Karakteristik dari Pendekatan Berbasis Makna (Meaning Based Approach)

ditandai dengan perilaku transformatif siswa, yang memiliki tiga definisi

karakteristik: merekam informasi yang diberikan, penggunaan konteks, dan

memberikan penjelasan atau pembenaran untuk operasi matematika. Salah satu

perilaku dominan dari siswa merekam informasi yang diberikan dengan konteks

yang sesuai, mengatur informasi untuk mendukung proses solusi. Siswa

memberikan penjelasan untuk langkah-langkah perhitungan yang dilakukan.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Tujuan ...eprints.umm.ac.id/40322/3/jiptummpp-gdl-dewimasith-50828-3-babii.pdfkesulitan soal), bahasa soal, maupun pola masalah satu

12

Menurut Pape (2004) karakteristik perilaku siswa dalam memecahkan

masalah dapat dikategorikan menjadi 5 yaitu:

1) DTA-mahir (Direct Translation Approach–proficient)

Ciri-ciri dari DTA-mahir (Direct Translation Approach–proficient) adalah:

siswa langsung melakukan perhitungan tanpa menggunakan konteks

permasalahan, tidak memberikan urutan atau sistematika dari informasi yang

diberikan dan tidak menuliskan hasil akhir walaupun jawaban yang dinyatakan

dapat dinyatakan dalam konteks masalah akan tetapi siswa tidak kesulitan dalam

menemukan solusi.

2) DTA-tidak mahir (Direct Translation Approach–not proficient)

Ciri-ciri dari DTA-tidak mahir (Direct Translation Approach–not

proficient) adalah: siswa kurang terampil dalam memahami masalah, ragu-ragu

dan tidak dapat melakukan perhitungan menuju solusi permasalahan, perhitungan

yang dilakukan kurang bermakna dan hanya berfungsi untuk menyelesaikan soal

dan siswa mengalami kesulitan dalam proses pemecahan masalah.

3) DTA–konteks terbatas (Direct Translation Approach–limited context)

Ciri-ciri dari DTA–konteks terbatas (Direct Translation Approach-limited

context) adalah: siswa melakukan pemecahan masalah sesuai dengan konteks akan

tetapi terbatas dalam memberikan penjelasan dari perhitungan yang telah

dilakukan.

4) MBA–konteks penuh (Meaning Based Approach-full context)

Ciri-ciri dari MBA–konteks penuh (Meaning Based Approach-full context)

adalah pemecahan masalah yang dilakukan sesuai dengan konteks akan tetapi

tidak disertai dengan pembenaran untuk jawaban yang telah diperoleh.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Tujuan ...eprints.umm.ac.id/40322/3/jiptummpp-gdl-dewimasith-50828-3-babii.pdfkesulitan soal), bahasa soal, maupun pola masalah satu

13

5) MBA–pembenaran (Meaning Based Approach–justification)

Ciri-ciri dari MBA–pembenaran (Meaning Based Approach–justification)

adalah pemecahan masalah yang dilakukan sesuai dengan konteks dan disertai

dengan pembenaran untuk jawaban yang telah diperoleh.

Berdasarkan pemaparan tentang perilaku pemecahan masalah di atas,

dalam penelitian ini akan mengkategorikan siswa berdasarkan: (1) Pemahaman

siswa dalam menerima informasi yang ada pada soal hal itu dapat dilihat dari cara

siswa membaca soal secara berulang dan hati-hati (2) Merekam informasi yang

telah diterima (3) Kesesuaian antara perhitungan yang dilakukan dengan konteks

yang ada pada soal (4) Adanya pembenaran dari perhitungan yang dilakukan.

2.1.4. Prosedur Pemecahan Masalah Polya

Model dalam menyelesaikan masalah ada beberapa macam, diantaranya

Model Polya, Lester dan Pendekatan Metakognitif. Dalam penelitian ini, model

yang digunakan adalah model Polya. Model Polya telah banyak

diimplementasikan untuk menyelesaikan masalah matematika, baik dalam

pembelajaran matematika di pendidikan dasar, pendidikan menengah maupun

atas, bahkan di perguruan tinggi pun juga digunakan sebagai dasar dalam

menyelesaikan masalah matematika (In’am, 2015). Secara detil keempat tahapan

yang dikemukakan Polya dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Memahami Permasalahan

Memahami masalah disini yang dimaksud adalah: mengidentifikasi

variabel yang berkaitan dengan maslah, menghubungkan antar variabel yang telah

diketahui dan menggunakan variabel yang dibutuhkan dalam menyelesaikan

masalah. Pada langkah ini, siswa harus dapat menentukan apa yang diketahui dan

apa yang dinyatakan dalam soal yang diberikan. Hal ini harus disusun sebelum

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Tujuan ...eprints.umm.ac.id/40322/3/jiptummpp-gdl-dewimasith-50828-3-babii.pdfkesulitan soal), bahasa soal, maupun pola masalah satu

14

siswa merencanakan penyelesaian untuk menghindari kesalahan yang mungkin

terjadi ketika proses pemecahan masalah.

2) Merencanakan Tahap Penyelesaian

Setelah memahami, langkah selanjutnya adalah merencanakan tahapan

yang akan digunakan dalam penyelesaian masalah. Beberapa aspek perencanaan

yang perlu disiapkan dalam membuat perencanaan penyelesaian masalah

adalah sebagai berikut: Aspek pertama pilihlah tahapan yang sesuai dengan

informasi yang diperoleh mengenai permasalahan yang akan diselesaikan, Aspek

kedua buatlah diagram yang tepat, dan hal ini sangat membantu untuk

menentukan langkah yang tepat dalam menyelesaikan masalah.

Aspek yang selanjutnya lakukan analogi, hal ini diperlukan sebagai

usaha untuk menentukan strategi, pendekatan dan metode yang tepat dengan

membuat analog terhadap permasalahan yang relatif sama dengan

permasalahan yang akan dicari pemecahannya dan aspek yang terakhir adalah

memilih pendekatan yang tepat, sebab masalah yang berbeda pendekatan yang

dilakukan adalah berlainan dan tidak setiap strategi, pendekatan dan metode

dapat digunakan untuk menyelesaikan segala permasalahan.

3) Melaksanakan Tahap Penyelesaian

Setelah merencanakan tahapan apa yang akan digunakan, maka langkah

selanjutnya adalah melaksanakan tahapan yang telah ditentukan sehingga dapat

memperoleh penyelesaian atau solusi dari permasalahan tersebut.

4) Mereview Hasil yang Telah diperoleh

Ketika solusi telah diperoleh, dilanjutkan dengan tahapan yang terakhir

yaitu mereview kembali, hal itu dilakukan untuk memeriksa apakan perhitungan

sudah sesuai dengan tahapan yang telah direncanakan atau belum. Salah satu cara

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Tujuan ...eprints.umm.ac.id/40322/3/jiptummpp-gdl-dewimasith-50828-3-babii.pdfkesulitan soal), bahasa soal, maupun pola masalah satu

15

yang dapat digunakan adalah dengan mensubtitusikan hasil tersebut ke dalam soal

sehingga dapat diketahui kebenarannya.

Berdasarkan 4 langkah Polya yang telah dipaparkan di atas, peneliti

menggunakan langkah-langkah tersebut untuk mengkategorikan kemampuan dan

juga perilaku siswa ketika memecahkan msalah yaitu: (1) bagaimana pemahaman

siswa terhadap soal yang telah tersedia (2) apa rencana yang dilakukan siswa

untuk memecahkan permasalahan (3) bagaimana langkah siswa ketika

melaksanakan tahap penyelesaian dan (4) apakah siswa memeriksa kembali solusi

yang telah ditemukan.

2.1.5. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan Langkah

Polya

Kemampuan pemecahan masalah matematika berdasarkan langkah Polya

adalah kemampuan seseorang dalam melakukan suatu tindakan dengan

menggunakan pemahaman dan pengetahuan matematika yang dimilikinya untuk

menyelesaikan permasalahan berdasarkan langkah Polya. Adapun indikator dari

tiap tahapan yang digunakan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah

siswa adalah sebagai berikut:

Tahapan pertama yaitu bagaimana pemahaman siswa terhadap soal yang

telah tersedia dalam hal ini meliputi kemampuan siswa untuk menuliskan apa

yang diketahui dan yang ditanyakan dari soal tersebut, siswa dapat menyebutkan

informasi yang diberikan dari pertanyaan yang diajukan. Tahapan kedua yaitu apa

rencana yang akan dilakukan siswa untuk memecahkan permasalahan serta siswa

dapat memberikan alasan penggunaannya.

Setelah merencanakan, tahap selanjutnya adalah bagaimana langkah siswa

ketika melaksanakan tahap penyelesaian, apakah siswa telah melakukan

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Tujuan ...eprints.umm.ac.id/40322/3/jiptummpp-gdl-dewimasith-50828-3-babii.pdfkesulitan soal), bahasa soal, maupun pola masalah satu

16

perhitungan sesuai dengan apa yang telah direncanakan dan tahap yang terakhir

adalah apakah siswa mereview kembali solusi yang telah ditemukan seperti

memeriksa kembali dengan mensubtitusikan jawaban yang telah diperoleh ke

dalam soal sehingga dapat diketahui kebenarannya.

Adapun indikator yang digunakan untuk dapat mengatakan bahwa siswa

mampu menyelesaikan masalah apabila: (1) Siswa mampu menuliskan informasi

dari soal (2) Merencanakan penyelesaian yang akan mengarahkan pada jawaban

yang benar (3) Memperoleh jawaban dengan benar, jelas dan lengkap (4)

Memeriksa kembali untuk melihat kebenaran proses dan hasil.

2.1.6. Perilaku Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan Langkah

Polya

Perilaku siswa dalam menyelesaikan masalah berdasarkan langkah Polya

adalah langkah yang dilakukan siswa ketika menyelesaikan sebuah permasalahan

matematika yang dapat menggambarkan pemahaman mereka terhadap soal

berdasarkan langkah Polya yaitu: (1) Bagaimana pemahaman siswa terhadap soal

(2) apa rencana siswa untuk memecahkan permasalahan (3) bagaimana langkah

siswa ketika melaksanakan tahap penyelesaian (4) Apakah siswa melakukan

review terhadap jawaban yang telah diperoleh. Adapun indikator untuk perilaku

pemecahan siswa berdasarkan langkah Polya adalah sebagai berikut

Tahapan pertama yaitu bagaimana pemahaman siswa terhadap soal dapat

dilihat dari cara siswa dalam membaca soal secara berulang-ulang dari soal.

Tahapan selanjutnya adalah apa rencana yang dilakukan siswa untuk memecahkan

permasalahan dalam hal ini dilihat dari langkah apa saja yang akan dilakukan

siswa untuk menemukan solusi, rumus apa yang dibutuhkan untuk menemukan

solusi.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Tujuan ...eprints.umm.ac.id/40322/3/jiptummpp-gdl-dewimasith-50828-3-babii.pdfkesulitan soal), bahasa soal, maupun pola masalah satu

17

Perilaku

Tahap

Polya

Setelah merencanakan penyelesaian, tahapan ketiga adalah bagaimana

langkah siswa ketika melaksanakan tahap penyelesaian dalam hal ini dilihat dari

kesesuaian antara konteks soal dan langkah perhitungan yang dilakukan siswa,

menuliskan jawaban dari hasil perhitungan yang dilakukan, tahapan terakhir yaitu

memberikan kesimpulan di akhir jawaban, dan mampu memberikan alasan atau

pembenaran dari perhitungan yang telah dilakukan. Setelah siswa melakukan

ketiga tahapan tersebut, maka akan dikategorikan ke dalam 5 perilaku pemecahan

masalah. Adapun indikator masing-masing dari kelima perilaku tersebut adalah:

Tabel 2.1. Indikator Perilaku Pemecahan Masalah

Memahami Merencanakan Melaksanakan Mereview

Membaca

Berulang

Merekam

Informasi

Menentukan

Strategi

Sesuai

Konteks

Masalah

Menyer

takan

Hasil

Menjelas

kan

Semua

Langkah

Memberi

Alasan

Jawaban

DTA Mahir Tidak Tidak Tidak Ya Ya Tidak Tidak

DTA Tidak

Mahir Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak

DTA

Konteks

Terbatas

Tidak Ya Tidak Ya Ya Tidak Tidak

MBA

Konteks

Penuh

Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak

MBA

Pembenaran Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Tujuan ...eprints.umm.ac.id/40322/3/jiptummpp-gdl-dewimasith-50828-3-babii.pdfkesulitan soal), bahasa soal, maupun pola masalah satu

18

2.2. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:

Stepani Elsa (2016) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis

Kesalahan dan Perilaku Pemecahan Masalah Siswa dalam Mengerjakan Soal

Cerita Bangun Ruang Sisi Datar Kelas VII D SMP Negeri 4 Yogyakarta Tahun

2015/2016”. Dalam penelitiannya disimpukkan bahwa perilaku siswa yang

ditunjukkan dalam penelitian adalah MBA Full Context sebesar 6,45%, DTA

Limited Context sebesar 19,35%, DTA proficient sebesar 41,94% dan DTA not

proficient sebesar 32,26%.

Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya

adalah penelitian yang akan diteliti oleh peneliti yaitu menganalisis kemampuan

pemecahan masalah siswa dan juga perilaku pemecahan masalah siswa

berdasarkan dengan kemampuan pemecahan matematika berdasarkan teori Polya.

Sedangkan penelitian sebelumnya adalah tentang kesalahan dan perilaku

pemecahan masalah berdasarkan tahapan Newman.