bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 model...
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil
penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang
berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya
pada tingkat operasional di kelas (Agus Suprijono, 2009:46).
Menurut Joyce dan Well model pembelajaran adalah suatu rencana
atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana
pembelajaran jangka panjang), merancang bahan–bahan pembelajaran, dan
membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain ( Rusman, 2010:133).
Model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang digunakan,
termasuk di dalamnya tujuan pembelajaran, tahap-tahap pembelajaran,
lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran adalah
pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran
atau merancang aktivitas belajar mengajar secara sistematis.
Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran atau merancang aktivitas belajar mengajar
secara sistematis.
2.1.2 Pembelajaran Kooperatif
2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Robert E Slavin (2005:57) pembelajaran kooperatif adalah
salah satu model pembelajaran yang peserta didik pelajar dalam kelompok
kecil yang terdiri dari 4-5 orang peserta didik yang heterogen dan
dikelompokkan dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Sehingga
setiap kelompok ada peserta didik yang tingkat kemampuannya rendah,
sedang, dan tinggi.
9
Menurut Ibrahim Muslim (2001:36) dalam pembelajaran kooperatif,
belajar dikatakan, belum selesai jika salah satu dalam menyelesaikan tugas
kelompoknya, setiap peserta didik anggota kelompok harus saling bekerja
sama dan saling membantu satu sama lain.
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran
yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif berasal dari
kata “kooperatif” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama
dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau tim
seperti yang dikemukakan Johnson (dalam Anita Lie:2004).
Menurut Isjoni (2011:14) pembelajaran kooperatif adalah salah satu
bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis dimana
pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa
sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda.
Belajar dengan model kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi
siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan
saling memberikan pendapat (sharing ideas). Selain itu dalam belajar
biasanya siswa dihadapkan pada latihan soal-soal atau pemecahan masalah.
Oleh sebab itu, pembelajaran kooperatif sangat baik untuk dilaksanakan
karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong menolong mengatasi
tugas yang dihadapinya. Model pembelajaran kooperatif, tidak hanya
unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga
sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja
sama, dan membantu teman. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa terlibat
aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif
terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat
memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya.
Pembelajaran kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam
proses pembelajaran yang memungkinkan kerja sama dalam menuntaskan
permasalahan.
10
2.1.2.2 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Isjoni (2010:27) mengungkapkan tentang kelebihan dan kelemahan
pembelajaran kooperatif. Kelebihan dari pembelajaran kooperatif antra lain:
Saling ketergantungan positif, adanya pengakuan dalam merespon
perbedaan individu, siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan
kelas, suasana kelas yang rileks dan menyenangkan, terjalinnya hubungan
yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan gurunya, memiliki banyak
kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman yang menyenangkan.
Kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor yaitu
faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam
yaitu sebagai berikut:
1) Guru, harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu
memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu.
2) Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan
dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.
3) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan
topik permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang
tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
4) Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini
mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.
Berdasarkan kelemahan dalam pembelajaran kooperatif, sebelum
pembelajaran berlangsung sebaiknya guru mempersiapkan pembelajaran
secara matang seperti alat peraga atau yang lainnya, agar pada saat proses
belajar mengajar berlangsung tidak ada hambatan. Pada waktu pembelajaran
kooperatif berlangsung guru sebaiknya membatasi masalah yang dibahas,
agar waktu yang telah ditentukan tidak melebihi batas. Ketika pembelajaran
kooperatif berlangsung guru harus berusaha menanamkan dan membina
sikap berdemokrasi diantara para siswa. Maksudnya suasana sekolah kelas
harus diwujudkan sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan
kepribadian siswa yang demokratis dan dapat diharapkan suasana yang
terbuka dengan kebiasaan-kebiasaan kerjasama, terutama dalam
11
memecahkan kesulitan-kesulitan. Seorang siswa haruslah dapat menerima
pendapat siswa lainnya, seperti siswa satu mengemukakan pendapatnya lalu
siswa yang lainnya mendengarkan dimana letak kesalahan, kekurangan atau
kelebihan, kalau ada kekurangannya maka perlu ditambah. Penembahan ini
harus disetujui oleh semua anggota dan harus saling menghormati pendapat
orang lain.
Pembelajaran kooperatif dapat membuat kemajuan besar para siswa
kearah pengembangan sikap, nilai, dan tingkah laku yang memungkinkan
mereka dapat berpartisipasi dalam komunitas mereka dengan cara-cara yang
sesuai dengan tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai karena tujuan utama
pembelajaran kooperatif adalah untuk memperoleh pengetahuan dari sesama
temannya. Pengetahuan itu tidak lagi diperoleh dari gurunya. Seorang teman
haruslah memberikan kesempatan kepada teman yang lain untuk
mengemukakan pendapatnya dengan cara menghargai pendapat orang lain,
saling mengoreksi kesalahan, dan saling membetulkan sama lainnya.
Melalui teknik saling menghargai pendapat orang lain dan saling
membetulkan kesalahan secara bersama mencari jawaban yang tepat dan
baik, dengan cara mencari sumber-sumber informasi dari mana saja seperti
buku paket, buku-buku yang ada diperpustakaan, dan buku-buku penunjang
lainnya, dijadikan pembantu dalam mencari jawaban yang baik dan benar
serta memperoleh pengetahuan tentang pemahaman terhadap materi
pelajaran yang diajarkan semakain luas dan semakin baik.
2.1.2.3 Macam-macam Pembelajaran Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif terdapat bermacam-macam tipe, salah
satunya adalah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
Menurut (Zaenal Aqib:2007) macam pembelajaran kooperatif adalah:
1. Student Team- Achievment Division (STAD)
STAD merupakan kerja tim yang anggota kelompok heterogen dan tiap
anggota tim dan dalam kegiatan pembelajaran tim dituntut untuk selalu
12
melakukan perbaikan agar berhasil dalam menghadapi kuis (Zaenal Aqib:
2007).
2. Teams Game- Tournament (TGT)
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model
pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas
seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa
sebagai tutor sebaya dan mengandung unsure permainan dan
reinforcement (Sahiri:2009).
3. Jigsaw
Pengertian pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe
pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu
kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan materi belajar dan
mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam
kelompoknya (Achmad Sudrajat:2008).
Salah satu pembelajaran kooperatif yang berpengaruh pada hasil belajar,
khususnya pelajaran matematika adalah tipe jigsaw.
2.1.2.4 Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Menurut Aronson (dalam Miftahul Huda, 2011:149) pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw adalah teknik pembelajaran kooperatif di mana siswa,
bukan guru, yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam melaksanakan
pembelajaran. Tujuan dari jigsaw ini adalah mengembangkan kerja tim,
ketrampilan belajar kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara
mendalam yang tidak mungkin diperoleh apabila mereka mencoba untuk
mempelajari semua materi sendirian.
Arti Jigsaw dalam bahasa inggris adalah gergaji ukir dan ada juga
yang menyebutnya dengan istilah puzzle yaitu sebuah teka–teki menyusun
potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model Jigsaw mengambil pola
cara bekerja sebuah gergaji (zigzag), yaitu siswa melakukan suatu kegiatan
belajar dengan bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan
bersama. (Rusman, 2011:217). Model pembelajaran Jigsaw adalah model
13
belajar kooperatif yang menitikberatkan pada kerja kelompok siswa dalam
bentuk kelompok kecil. (Rusman, 2011:218).
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw juga diperkenalkan Elliot
Aronson dan para koleganya (Aronson, Blaney, Stephan, Sikes, dan
Snapp,1978: Aronson, Bridgeman dan Geffner, 1978). Model ini adalah
strategi belajar kooperatif dimana setiap siswa menjadi seorang anggota
kelompok dalam bidang tertentu. Kemudian membagi pengetahuannya
kepada anggota dalam bidang tertentu. (Isjoni,2011:79)
Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw merupakan pembelajaran yang
terdiri dari tim-tim belajar yang heterogen beranggotakan 4 sampai dengan
5 orang peserta didik. Materi pembelajaran diberikan kepada peserta didik
dalam bentuk teks. Setiap anggota bertanggung jawab untuk mengajari
bagian tersebut kepada anggota tim yang lain, Robet E. Slavin (2010:237).
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dilandasi oleh pemikiran bahwa
kegiatan belajar hendak mendorong dan membantu peserta didik untuk
terlibat membangun pengetahuan sehingga mencapai pemahaman yang
mendalam. Sedangkan menurut Blaney (dalam Hisyam Zaeni 2007:53)
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa
tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga
pembelajaran orang lain. Sehingga dengan demikian iswa tidak hanya
mempelajari materi yang diberikan tetapi mereka juga harus siap
memberikan dan mengerjakan materi tersebut pada anggota kelompoknya.
Selain didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab secara mandiri
juga dituntut saling ketergantungan yang positif atau saling membantu satu
sama lain dalam kelompoknya. Model pembelajaran yang mempunyai
karakter seperti ini diharapkan dapat meninggkatkan hasil belajar siswa.
Menurut Achmad Sudrajat (2008:17) pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa
anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan
materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain
dalam kelompoknya.
14
Ilustrasi Kelompok Kooperatif tipe Jigsaw:
Para anggota dari kelompok asal yang mendapatkan lembar ahli
yang berbeda, bertemu dengan anggota kelompok ahli yang mendapatkan
lembar ahli, serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topic mereka
tersebut. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian
kembali pada kelompok semula (kelompok asal) dan berusaha mengajarkan
pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat
pertemuan di kelompok ahli. Di akhir pembelajaran, peserta didik diberi
evaluasi individu mencakup topik materi yang telah dibahas. Kunci tipe
Jigsaw ini adalah interpendensi yang diperlukan dengan tujuan agar dapat
mengerjakan soal-soal latihan dengan baik.
Menurut Isjoni (2011:115) bahwa teknik jigsaw adalah guru
memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan
membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi
bermakna, selain itu siswa juga bekerja sama dalam suasana gotong royong
dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan
meningkatkanketrampilan dan komukasi yang cocok.
Pembentukan kelompok ahli (expert group), setiap anggota yang mendapat
bagian/ subtopik yang sama berkumpulan dengan anggota dari kelompok-
kelompok yang juga mendapat bagian/subtopik tersebut. Kemudian,
masing-masing dari kelompok ahli kembali ke kelompoknya yang semula,
lalu menjelaskan apa yang baru dipelajarinya (dari kelompok ahli) kepada
rekan-rekan kelompok yang semula menurut Miftahul Huda (2011:150).
1. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw menurut
Hisyam Zaeni (2007:57)
a. Pilih materi yang dapat dibagi menjadi beberapa segmen atau
bagian.
b. Bagi siswa mejadi beberapa kelompok sesuai dengan segmen yang
ada. Jika jumlah siswa ada 50 sementara segmen 5, maka masing-
masing kelompok terdiri dari 10 orang. Jika jumlah terlalu banyak
15
bagi lagi menjadi 2, sehingga setiap kelompok terdiri dari 5 orang
setelah proses selesai gabung kembali kedua kelompok tadi.
c. Setiap kelompok mendapatkan mendapatkan tugas membaca dan
memahami materi yanmg berbeda-beda.
d. Setiap kelompok mengirimkan anggotanya ke kelompok lain untuk
menyampaikan apa yang telah mereka pelajari dikelompok.
e. Kembalikan suasana kelas seperti sedia kala, kemudian tanyakan
ada persoalan-persoalan yang tidak terpecahkan dalam kelompok.
f. Beri siswa pertanyaan untuk mengecek pemahaman siswa.
Pengecekan pemahaman siswa dilakukan untuk mengetahui sejauh
mana kemampuan mereka dalam memahami teks.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas peneliti menjelaskan dan membuat
langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sebagai berikut:
1). Persiapan:
a. Membuat bahan ajar
Bahan ajar pembelajaran tipe Jigsaw dirancang sedemikian rupa
untuk pembelajaran secara kelompok sebelum menyajikan materi
pembelajaran dibuat lembar ahli yang akan dipelajari oleh peserta
didik dalam kelompok kooperatif.
b. Menentukan nilai awal (pre test)
Nilai awal diperoleh dari hasil evaluasi awal peserta didik secara individu
sebelum diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
2). Tahap Pembelajaran
Untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada
pembelajaran matematika guna meningkatkan hasil belajar, maka dapat
ditempuh dengan tahapan sebagai berikut:
a. Guru membagi siswa kedalam kelompok beranggota 4 orang.
b. Siswa bergabung dengan tim/ anggota masing-masing yang telah
ditentukan.
c. Guru memberikan pada masing-masing kelompok dengan materi
yang berbeda.
16
d. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan.
e. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/ sub
bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk
mendiskusikan sub bab mereka.
f. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap anggota kembali ke
kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka
tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya
mendengarkan dengan sungguh-sungguh.
g. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
h. Guru memberi evaluasi.
2.1 Bagan Pembentukan Kelompok Jigsaw:
Kelompok
Asal 1
Kelompok
Asal 2
Kelompok
Asal 3
Kelompok
Asal 4
Kelompok
Asal 5
Kelompok
Ahli
1
Kelompok
Ahli
2
Kelompok
Ahli
3
Kelompok
Ahli
4
Kelompok
Ahli
5
Belajar
Materi 1
Belajar
Materi 2
Belajar
Materi 3
Belajar
Materi 4
Belajar
Materi 5
17
2.1.3 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah dia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley (Sudjana,
Nana, 2011:22) membagi tiga macam hasil belajar, yaitu (a) keterampilan
dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita, yang
masing-masing jenis belajar dapat diisi dengan bahan yang ada pada
kurikulum sekolah. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil belajar dapat dibedakan menjai dua jenis yaitu sebagai berikut a)
Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri manusia Faktor ini dapat
diklasifikasikan menjadi dua yakni faktor biologis dan faktor psikologis.
Faktor biologis antara lain usia, kematangan dan kesehatan. Sedangkan
faktor psikologis adalah kelelahan, suasana hati, motivasi, minat dan
kebiasaan belajar. b) Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri manusia
Faktor ini diklasifikasikan menjadi dua yakni faktor manusia dan faktor non
manusia seperti alam, benda, hewan, dan lingkungan fisik.
Jadi hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari
proses belajar yang dilakukan oleh siswa. Semakin tinggi proses belajar
yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang
diperoleh siswa.
Seorang siswa dikatakan telah belajar apabila terlihat adanya
perubahan tingkah laku yang relatif menetap pada siswa tersebut. Dengan
demikian dikatakan bahwa perubahan tingkah laku pada siswa tersebut
merupakan hasil dari belajar. Hal ini sesuai yang dinyatakan Sudjana
(2011:3) bahwa hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan
tingkah laku.
Menurut pendapat Hudojo (1988:44) hasil belajar adalah penguasaan
hubungan yang telah diperoleh sehingga orang itu dapat menampilkan
pengalaman dan penguasaan bahan pelajaran yang telah dipelajari.
Menurut W. James Popham dan Eva L. Baker yang diterjemahkan oleh
Amirul (2008:113) jika seorang guru menginginkan punya dasar yang
memadai untuk menentukan kualitas pengajarannya, ia harus menggunakan
18
tes yang secara teliti dan representatif mengungkapkan tercapai butir-butir
tes yang sudah jadi tidak dapat digunakan, maka ia harus menyusun tes
sendiri. Untuk mengukur prestasi belajar siswa dibutuhkan suatu alat ukur
yang akurat, yang dapat diandalkan. Jika tidak maka informasi yang
diperoleh tidak dapat dipercaya dan mungkin tidak memberikan gambaran
yang sebenarnya tentang hasil belajar siswa.
Masidjo (1995:39) mendefinisikan tes hasil belajar atau Achievment
Test adalah suatu tes yang mengukur prestasi seseorang dalam suatu bidang
sebagai hasil proses belajar yang khas, yang dilakukan secara sengaja dalam
bentuk pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, sikap dan nilai.
Dengan demikian disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil usaha
yang diperoleh siswa melalui proses belajar berdasarkan tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan, yang diukur melalui tes.
Sedangkan yang dimaksud dalam penelitian ini mengenai hasil belajar
matematika adalah penguasaan yang diperoleh siswa, melalui suatu tes yang
mengukur prestasi seseorang dalam suatu bidang sebagai hasil proses
belajar yang khas, yang dilakukan secara sengaja dalam bentuk
pengetahuan, pemahaman (kognitif).
2.1.4 Pengertian Matematika
Menurut Ruseffendi (1991), matematika adalah bahasa simbol; ilmu
deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola
keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak
didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan
akhirnya ke dalil.
Dalam matematika, setiap konsep yang abstrak yang baru dipahami siswa
perlu segera diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama dalam
memori siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola
tindakannya. Untuk keperluan inilah, maka diperluan adanya pembelajaran
melalui perbuatan dan pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau
mengingat fakta saja, karena hal ini akan mudah dilupakan siswa.
19
Menurut Hasan Shadyli (Ensiklopedia Indonesia: 1983) istilah
”matematika” (dari yunani: mathematikos ialah ilmu pasti, dari kata
mathema atau mathesis yang berarti ajaran, pengetahuan, atau ilmu
pengetahuan). Matematika adalah salah satu pengetahuan tertua, terbentuk
dari penelitian bilangan dan ruang. Matematika adalah suatu disiplin ilmu
yang berdiri sendiri dan tidak merupakan cabang dari ilmu pengetahuan
alam.
Dalam pembelajaran matematika, diharapkan terjadi reinvention
(penemuan kembali). Penemuan kembali adalah penemuan suatu cara
penyelesaian secara informal dalam pembelajaran di kelas. Walaupun
penemuan tersebut sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang telah
mengetahui sebelumnya, tetapi bagi siswa penemuan tersebut merupakan
sesuatu hal yang baru.
Bruner (Heruman, 2007:4) metode penemuannya mengungkapkan
bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa harus menemukan sendiri
berbagai pengetahuan yang diperlukannya. „Menemukan‟ disini terutama
adalah „menemukan lagi‟ (discovery), atau dapat juga menemukan yang
sama sekali baru (invention). Oleh karena itu, kepada siswa materi disajikan
bukan dalam bentuk akhir dan tidak diberitahukan cara penyelesaiannya.
Dalam pembelajaran ini, guru harus lebih banyak berperan sebagai
pembimbing dibandingkan sebagai pemberi tahu.
Sepintas konsep matematika yang diberikan pada siswa sekolah dasar
(SD) sangatlah sederhana dan mudah, tetapi sebenarnya materi matematika
SD memuat konsep-konsep yang mendasar dan penting serta tidak boleh
dipandang gampang. Diperlukan kecermatan dalam menyajikan konsep-
konsep tersebut, agar siswa mampu memahaminya secara benar, sebab
kesan dan pandangan yang diterima siswa terhadap suatu konsep di sekolah
dasar dapat terus terbawa pada masa-masa selanjutnya, sebab kesan yang
pertama kali ditangkap oleh siswa akan terus terekam dan menjadi
pandangannya di masa-masa selanjutnya. Antonius Cahya Prihandoko
(2006:1).
20
2.1.5 Pengertian Efektivitas Jigsaw
Efektivitas adalah sesuatu yan memiliki pengaruh atau akibat yang
ditimbulkan, manjur, membawa hasil dan merupakan keberhasilan dari
suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas dapat dilihat dari
tercapai tidaknya tujuan intruksional khusus yang telah dicanangkan
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002: 219).
Mnurut Said (dalam Yuliastini, 2010:21) efektivitas berarti berusaha
untuk dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan
kebutuhan yang diprlukan, sesuai juga dengan rencana, dalam penggunaan
data, sarana maupun waktunya atau berusaha melalui aktifitas tertentu baik
secara fiik maupun nonfisik untuk memperoleh hasil yang maksimal baik
secara kualitatif maupun kuantitatif.
Arti Jigsaw dalam bahasa inggris adalah gergaji ukir dan ada juga
yang menyebutnya dengan istilah puzzle yaitu sebuah teka–teki menyusun
potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model Jigsaw mengambil pola
cara bekerja sebuah gergaji (zigzag), yaitu siswa melakukan suatu kegiatan
belajar dengan bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan
bersama. (Rusman, 2011:217). Model pembelajaran Jigsaw adalah model
belajar kooperatif yang menitikberatkan pada kerja kelompok siswa dalam
bentuk kelompok kecil. (Rusman, 2011:218).
Jadi efektivitas jigsaw dapat disimpulkan apakah model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw mendapatkan suatu hasil baik positif atau negatif.
Dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini siswa dibentuk
menjadi kelompok dan bertukar pengalaman antara kelompok ahli ke
kelompok asal dan akan membuahkan hasil.
2.2 Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan
1. Penelitian tentang model pembelajaran tipe Jigsaw telah dilakukan peneliti
lain, penelitian tersebut berbentuk skripsi, dengan judul ” Pengaruh
Metode Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw Terhadap Hasil Belajar
Matematika Kelas V SDN Purworejo Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang Semester I Tahun Ajaran 2009/ 2010” yang dilakukan oleh
21
Laila Mardhiyah (2007) bahwa berdasarkan analisis data dengan uji beda
rata- rata 2 populasi diperoleh t hitung = 3,872 dengan signifikan sebesar
0,002 < 0,05, yang berarti kedua rata-rata hasil belajar tidak sama, artinya
terdapat pengaruh pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada pokok
bahasan luas bangun datar Terhadap Hasil Belajar Matematika siswa kelas
V SD N Purworejo, Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Semester I
Tahun Ajaran 2009/ 2010. Hal ini juga diperkuat dari nilai rata-rata kelas
kontrol adalah 70,45. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw berpengaruh terhadap Hasil Belajar
Matematika siswa kelas V SDN Purworejo, Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang Semester I Tahun Ajaran 2009/ 2010.
2. Menurut Ayu Merlisa Nubatonis (2006), dengan judul skripsi “Efektivitas
Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw Terhadap Prestasi Belajar
Bagi siswa kelas X SMA Efata Soe Kabupaten TTS Propinsi NTT
semester I Tahun Ajaran 2010/2011. Bahwa berdasarkan analisis data
dengan uji beda rata- rata 2 populasi diperoleh t hitung = 3,382 dengan
signifikan sebesar 0,001 < 0,05, yang berarti kedua rata-rata prestasi
belajar tidak sama, artinya terdapat efektivitas pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw pada pokok bahasan system persamaan linear dua variabel
Terhadap Prestasi Belajar Bagi siswa kelas X SMA Efata Soe Kabupaten
TTS Propinsi NTT semester I Tahun Ajaran 2010/2011. Hal ini juga
diperkuat dari nilai rata-rata kelas kontrol adalah 64,95 sehingga dapat
disimpulkan bahwa kelas yang diberi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
mempunyai nilai rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan kelas yang
diberi pembelajaran konvensional.
2.3 Kerangka Berpikir
Dalam penelitian ini peneliti akan menguji suatu hipotesis yang
memiliki variabel bebas yaitu model pembelajaran jigsaw dan variabel
terikat yaitu hasil belajar. Model pembelajaran jigsaw adalah model dengan
cara belajar kelompok dimana siswa mempunyai tanggung jawab untuk
kelompoknya supaya materi yang telah didapatkan menyeluruh dan semua
22
siswa aktif. Sedangkan hasil belajar adalah hasil yang telah diperoleh
setelah mendapatkan pembelajaran.
Dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, maka penguasaan
materi ajar yang diberikan akan lebih mudah ditangkap oleh siswa karena
sebenarnya pembelajaran kooperatif ini memanfaatkan siswa untuk dapat
aktif dan menguasai materi serta mengajarkannya kembali pada teman-
temannya, hal ini tidak akan hanya meningkatkan hasil belajar siswa akan
tetapi juga meningkatkan kerjasama antar kelompok. Selain itu siswa
biasanya akan lebih mengerti dengan bahasa yang dijelaskan oleh teman-
temannya.
2.2 Bagan Kerangka Berpikir
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari perumusan masalah di atas adalah terdapat perbedaan
yang efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap hasil
belajar matematika kelas V SD 1 Maduretno semester II tahun pelajaran
2011/2012.
Kegiatan
Belajar
Mengajar
Kelas V
Pembelajaran
Koopertif tipe
Jigsaw
Pembelajaran
konvensional
1.Penyajian materi
2.Pembagian Kelompok
3. Kerja Kelompok
4.Presentasi Kelompok
5.Evaluasi Individu
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
3. Evaluasi
Hasil Belajar
Pembelajaran
Kooperatif
Tipe Jigsaw
Hasil Belajar
Pembelajaran
Konvensional
23
Berdasarkan kerangka berfikir tersebut selanjutnya disusun hipotesis.
Sugiyono (2010:96) menyatakan bahwa hipotesis adalah jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian
telah dinyatakan dalam bentuk kalimat.
Hipotesis akan diuji di dalam penelitian dengan pengertian bahwa uji
statistik selanjutnya yang akan membenarkan atau menolaknya. Adapun
hipotesis pada penelitian ini yaitu:
Ho : “Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (X2)
tidak efektif terhadap hasil belajar matematika kelas V SD Negeri
01 Maduretno Kecamatan Kalikajar Kabupaten Wonosobo”
dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional (X1).
H1 : “Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (X2)
efektif terhadap hasil belajar matematika bagi siswa kelas V SD
Negeri 01 Maduretno Kecamatan Kalikajar Kabupaten
Wonosobo” dibandingkan dengan model pembelajaran
konvensional (X1).