bab ii kajian pustaka 2.1 2.1.1 matematika dan...

25
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Matematika dan Pembelajaran Matematika 2.1.1.1 Pengertian dan Tujuan Matematika Matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan atau menelaah bentuk-bentuk atau struktur-struktur yang abstrak dan hubungan-hubungan di antara hal-hal tersebut, maka diperlukan pemahaman tentang konsep-konsep yang terdapat di dalam matematika. Mustafa dalam Wijayanti (2011) menyatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang kuantitas, bentuk, susunan, dan ukuran, yang utama adalah metode dan proses untuk menemukan konsep yang tepat dan lambang yang konsisten, sifat dan hubungan antara jumlah dan ukuran, baik secara abstrak, matematika murni atau dalam keterkaitan manfaat pada matematika terapan. Suherman (2001) mendefinisikan matematika sebagai ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar, melainkan matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau eksperimen disamping penalaran.Matematika merupakan buah pikir manusia yang kebenarannya bersifat umum (deduktif) dan tidak bergantung pada metode ilmiah yang mengandung proses induktif. Kebenaran dalam matematika bersifat koheren.Selain itu, matematika juga merupakan produk dari pemikiran manusia yang didorong dari persoalan pemikiran belaka maupun dari persoalan yang menyangkut dalam kehidupan nyata. Matematika juga dapat dipandang sebagai proses berpikir dan berperan menata pemikiran manusia sehingga hasil yang diperoleh benar-benar dapat dipertanggungjawabkan (Sumardyono, 2004). Lebih khusus, James & James dalam Suherman (2001) mendefinisikan matematika sebagai ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, konsep-konsep yang berhubungan satu

Upload: truongkhanh

Post on 03-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Matematika dan Pembelajaran Matematika

2.1.1.1 Pengertian dan Tujuan Matematika

Matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan atau menelaah

bentuk-bentuk atau struktur-struktur yang abstrak dan hubungan-hubungan di

antara hal-hal tersebut, maka diperlukan pemahaman tentang konsep-konsep

yang terdapat di dalam matematika. Mustafa dalam Wijayanti (2011)

menyatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang kuantitas, bentuk, susunan,

dan ukuran, yang utama adalah metode dan proses untuk menemukan konsep

yang tepat dan lambang yang konsisten, sifat dan hubungan antara jumlah dan

ukuran, baik secara abstrak, matematika murni atau dalam keterkaitan manfaat

pada matematika terapan.

Suherman (2001) mendefinisikan matematika sebagai ilmu pengetahuan

yang diperoleh dengan bernalar, melainkan matematika lebih menekankan

aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan dalam ilmu lain lebih

menekankan hasil observasi atau eksperimen disamping penalaran.Matematika

merupakan buah pikir manusia yang kebenarannya bersifat umum (deduktif) dan

tidak bergantung pada metode ilmiah yang mengandung proses induktif.

Kebenaran dalam matematika bersifat koheren.Selain itu, matematika juga

merupakan produk dari pemikiran manusia yang didorong dari persoalan

pemikiran belaka maupun dari persoalan yang menyangkut dalam kehidupan

nyata. Matematika juga dapat dipandang sebagai proses berpikir dan berperan

menata pemikiran manusia sehingga hasil yang diperoleh benar-benar dapat

dipertanggungjawabkan (Sumardyono, 2004). Lebih khusus, James & James

dalam Suherman (2001) mendefinisikan matematika sebagai ilmu tentang logika

mengenai bentuk, susunan, besaran, konsep-konsep yang berhubungan satu

9

dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak dan terbagi ke dalam tiga

bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri.

Lebih lanjut, Soedjadi dalam Depdiknas (2000) mengungkapkan bahwa

1) matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara

sistematik; 2) matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi; 3)

matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan

dengan bilangan; 4) matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta

kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk; 5) matematika adalah

pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.Matematika mempelajari tentang

keteraturan, tentang struktur yang terorganisasikan, konsep-konsep matematika

tersusun secara hirarkis, berstruktur dan sistematika mulai dari konsep yang

paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

matematika adalah ilmu tentang kuantitas, bentuk, susunan, besaran, konsep-

konsep, dan ukuran, yang merupakan buah pikir manusia yang kebenarannya

bersifat umum (deduktif) dan tidak bergantung pada metode ilmiah yang

mengandung proses induktif. Matematika terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu

aljabar, analisis, dan geometri.

2.1.1.2 Pengertian dan kajian pembelajaran matematika

Matematika diberikan di sekolah dimana materinya telah dipilih dan

dipersiapkan untuk mengembangkan kemampuan penalaran siswa, kemampuan

pemecahan masalah siswa, dan karakter siswa. Hal ini sesuai dengan tujuan mata

pelajaran matematika menurut Depdiknas (2006) untuk semua jenjang

pendidikan dasar dan menengah adalah agar siswa mampu 1) memahami konsep

matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep

atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah;

2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan

gagasan dan pernyataan matematika; 3) memecahkan masalah yang meliputi

10

kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan

model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) mengkomunikasikan gagasan

dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau

masalah; dan 5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam

kehidupan, yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari

matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Rahayu (2007) menyatakan bahwa hakikat pembelajaran matematika

adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana

lingkungan yang memungkinkan seseorang (siswa) melaksanakan kegiatan

belajar matematika dan pembelajaran matematika harus memberikan peluang

kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika.

Lebih lanjut, pembelajaran matematika menurut Bruner dalam Hudoyo

(2000:56) adalah belajar tentang konsep dan struktur matematika yang terdapat

dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep dan struktur

matematika di dalamnya. Senada dengan pendapat tersebut, Menurut Cobb dalam

Suherman (2003:71) mendefinisikan pembelajaran matematika sebagai proses

pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan

matematika. Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran matematika merupakan proses aktif dan konstruktif sehingga siswa

mencoba menyelesaikan masalah yang ada sekaligus menjadi penerima atau

sumber dipelajari serta mencari hubungan antara konsep dan struktur matematika

di dalamnya.

Menurut Prihandoko (2006:21),tujuan pembelajaran matematika adalah

melatih dan menumbuhkan cara berfikir sistematis, logis, kritis, kreatif, dan

konsisten, serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri dalam

menyelesaikan masalah. Matematika merupakan ide-ide abstrak yang diberi

simbol-simbol, maka konsep matematika harus dipahami terlebih dahulu sebelum

memanipulasi simbol-simbol itu. Seseorang akan lebih mudah mempelajari

matematika apabila telah didasari pada apa yang telah dipelajari orang itu

11

sebelumnya. Mempelajari suatu materi matematika yang baru, pengalaman

belajar yang lalu dari seseorang itu akan mempengaruhi terjadinya proses belajar

matematika tersebut.

Dokumen Standar Kompetensi mata pelajaran matematika untuk satuan

SD/MI pada kurikulum 2006 menyatakan tujuan pembelajaran matematika

adalah:

1. Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifat-

sifatnya, serta menggunakan dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-

hari.

2. Memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-unsur dan

sifat-sifatnya, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan

sehari-hari.

3. Memahami konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang, luas, volume,

sudut, waktu, kecepatan, debit, serta mengaplikasikan dalam pemecahan

masalah sehari-hari.

4. Memahami konsep koordinat untuk menentukan letak benda dan

menggunakannya dalam pemecahan masalah sehari-hari.

5. Memahami konsep pengumpulan data, penyajian data dengan tabel, gambar

dan grafik (diagram), mengurutkan data, rentangan data, rerata hitung,

modus, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah sehari-hari.

6. Memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan.

7. Memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif.

Berdasarkan pengertian dan tujuan pembelajaran matematika diatas

maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses yang

sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan yang

memungkinkan seseorang (siswa) melaksanakan kegiatan belajar matematika dan

memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman

tentang matematika sehingga siswa dapat mengkonstruksi pengetahuannya

sendiri.

12

2.2 Hasil Belajar

2.2.1 Pengertian Hasil Belajar

Secara etimologi, hasil belajar terdiri dari dua kata dasar, yaitu hasil dan

belajar. Istilah hasil bermakna sebuah prestasi dari apa yang telah dilakukan dan

istilah belajar bermakna usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh

perubahan tingkah laku yang baru.Menurut Susanto (2013:5), hasil belajar adalah

kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Adapun

menurut Suprijono (2011:5), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,

pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.

Hasil belajar merupakan merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi,

yaitu sisi siswa dan sisi guru (Dimyanti, 2002). Sisi siswa, hasil belajar merupakan

tingkat perkembangan mental yang lebih baik dari pada saat sebelum belajar.

Tingkat perkembangan mental tersebut dapat terwujud dalam jenis-jenis ranah

kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Ketiga ranah tersebut dipenuhi menjadi

beberapa jangkauan kemampuan. Jangkauan kemampuan kognitif adalah meliputi

pengetahuan dan ingatan (knowledge), pemahaman, menjelaskan, meringkas, dan

contoh (comprehention), penerapan (application), menguraikan, menentukan

hubungan (analysis), mengorganisasikan, merencanakan membentuk bangunan

yang baru (syntesis), dan menilai (evaluation). Termasuk dalam ranah afektif

(affective) adalah sikap menerima (receiving), partisipasi (participation),

menentukan penilaian (valuving), mengorganisasi (organization, dan pembentukan

pola hidup (characterization), sedangkan ranah psikomotor meliputi persepsi,

kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks,

penyesuaian pola gerakan dan kreativitas. Hasil belajar dapat dikatakan sempurna

apabila target jangkauanmencapai pada tingkatpencapaian sebagaimana telah

disampaikan sebagai tujuan belajar yang diharapkan siswa. Dari sisi guru, hasil

belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.

13

Tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah,

yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai

sejumlah materi pelajaran tertentu (Hamalik, 2002). Hasil belajar merupakan

perubahan sesuatu yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar

(Anni, 2004). Selain itu, Winkel (1996) berpendapat bahwahasil belajar

merupakan salah satu bukti yang menunjukkan kemampuan atau keberhasilan

seseorang dalam melakukan proses belajar sesuai dengan bobot atau nilai yang

berhasil diraihnya.

Adapun Suprijono (2010:5) menyatakan bahwa hasil belajar adalah pola-

pola perbuatan nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan

keterampilan. Hasil belajar pada siswa hakikatnya adalah kemampuan-kemampuan

yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya sedangkan Slameto

(2010) menyatakan bahwa hasil belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan sebagai hasil pengalamnnya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya.

Berdasarkan uraian tersebut maka yang dimaksud hasil belajar dalam

penelitian ini adalah perubahan yang terjadi pada diri seseorang atau kemampuan-

kemampuan yang ditunjukan oleh siswa baik itu dalam perubahan tingkah laku

maupun dalam bentuk angka atau skor yang biasanya didapatkan siswa setelah

melakukan sesuatu yang dinilai. Hasil belajar terkadang sesuai dengan yang kita

inginkan tapi juga terkadang tidak sesuai dengan yang kita inginkan. Ketiga

domain dalam penilaian hasil belajar, domain kognitiflah yang akan digunakan

untuk mengukur apakah pembelajaran yang dilakukan telah efektif.

2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar yang diperoleh siswa bukan hanya semata-mata sebatas

karena kemampuan dan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran saja, namun

ada faktor-faktor lain yang memengaruhi hasil belajar siswa. Menurut Susanto

(2013:12), hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua hal yaitu siswa itu sendiri dan

14

lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Wasliman dalam Susanto (2013:12)

yang mengatakan bahwa hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan

hasil interaksi antara berbagai faktor yang memengaruhi, baik faktor internal

maupun eksternal. Selain hal tersebut, Wasliman juga menambahkan bahwa

sekolah merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan hasil belajar siswa.

Menurut Susanto (2013:12) faktor internal merupakan faktor yang

bersumber dari dalam diri peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan

belajarnya. Faktor internal meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi

belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.

Adapun faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar peserta didik yang

mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.

Selain pendapat ahli di atas Rusefendi dalam Susanto(2013:14)

mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar kedalam sepuluh

macam, yaitu : 1)kecerdasan; 2)kesiapan anak; 3)bakat anak; 4)kemauan belajar;

5)minat anak; 6)model penyajian materi; 7)pribadi dan sikap guru; 8)suasana

belajar; 9)kompetensi guru; 10)kondisi masyarakat.

Berdasarkan beberapa teori diatas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa

faktor yang dapat memengaruhi hasil belajar, yaitu faktor internal dan eksternal.

Faktor internal yaitu berbagai macam faktor yang berasal dari dalam diri siswa

yang bermacam-macam bentuknya.Adapun faktor eksternal merupakan faktor

yang berasal dari luar diri siswa yang juga bermacam-macam bentuknya.

Menurut Slameto (2003), ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil

belajar seorang siswa yaitu :

a) Faktor internal

1. Faktor jasmani

a) Faktor kesehatan

Proses belajar seseorang akan terganggu apabila kesehatan orang

tersebut terganggu, selain itu juga cepat lelah, tidak bersemangat, dan

15

sebagainya. Agar seseorang dapat belajar dengan semangat harus

mengusahakan kesehatannya terjamin dengan baik.

b) Cacat tubuh

Cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Siswa yang menyandang

cacat, belajarnya juga akan terganggu.

1. Faktor psikologis

Orang yang keadaan jiwanya tenang dan gembira maka akan

berdampak pula pada sikap dan perbuatannya.

2. Faktor kelelahan (jasmani dan rohani)

Kelelahan jasmani misalnya, lemah lunglai, tubuh lemas. Sedangkan

lelah rohani seperti kelesuan, kebosanan, sehingga minat dan

dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang.

b) Faktor eksternal

1) Faktor keluarga

a) Cara orang tua mendidik

Cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya terhadap

belajar anak. Orang tua yang kurang memperhatikan pendidikan anaknya,

orang tua yang acuh tak acuh terhadap belajar anak, tidak memperhatikan

kepentingan sama sekali akan kepentingan dan kebutuhan anak dalam

belajar dapat menyebabkan anak tidak berhasil dalam belajarnya.

b) Relasi antar anggota keluarga

Relasi yang terpeting adalah relasi antara orang tua dan anaknya.

Selain itu juga relasi dengan anggota keluarga lain pun juga mempengaruhi

belajar anak. Wujud realisasi itu misalnya hubungan yang penuh dengan

kasih sayang dan kehangatan atau diliputi oleh kebencian, sikap acuh tak

acuh.

c) Suasana rumah

Misalnya suasana rumah yang gaduh atau ramai dan tidak teratur

akan mengganggu ketenangan anak yang sedang belajar. Suasana yang

16

tegang, ribut dan sering cek cok atau pertengkaran antar anggota keluarga

dengan keluarga lain, menyebabkan anak bosak di rumah dan akibatnya

menjadi kacau. Begitu juga suasana rumah yang bising dengan radio, tape,

recoder, atau televisi pada waktu belajar akan mengganggu belajar anak.

Agar anak dapat belajar dengan baik maka perlu diciptakan suasana rumah

yang tenang dan tentram.

d) Pengertian orang tua

Anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Bila anak

sedang belajar jangan diganggu dengan tugas-tugas rumah. Jika anak

mengalami lelah semangat, maka orang tua bertanggung jawab memberikan

pengertian dan dorongan, membantu sedapat mungkin kesulitan yang

dialami anak.

e) Latar belakang budaya

Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempegaruhi

sikap anak dalam belajar. Perlu ditanamkan kepada anak kebiasaan-

kebiasaan baik dalam belajar, agar mendorong semangat belajar anak.

2) Faktor sekolah

a) Metode pengajaran

Metode mengajar guru yang kurang akan mempengaruhi belajar

siswa yang tidak baik pula. Ini terjadi karena guru kurang persiapan dan

kurang menguasai bahan pelajaran sehingga keterangan guru menjadi

kurang jelas dan akibatnya siswa menjadi malas belajar. Agar siswa dapat

belajar dengan baik, maka metode mengajar diusahakan tepat, efisien dan

efektif.

b) Relasi guru dengan siswa

Relasi guru dan siswa yang baik akan membuat siswa menyukai

guru dan juga matapelajaran yang diberikan. Guru yag kurang berinteraksi

dengan siswa secara akrab menyebabkan proses belajar mengajar kurang

17

lancar. Siswa merasa jauh dari guru, maka segan berpartisipasi secara aktif

dalam belajar.

c) Relasi siswa dengan siswa

Menciptakan relasi yang baik antar siswa perlu diadakan agar dapat

memberikan pengaruh yang positif terhadap belajar siswa.

d) Alat pelajaran

Alat pelajaran yang lengkap dan tepat akan melancarkan

penerimaan bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa. Jika siswa

mudah menerima pelajaran dan menguasainya, maka belajarnya akan lebih

giat.

3) Faktor masyarakat

Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap

minat belajar siswa. Pengaruh ini terjadi karena keberadaan dalam masyarakat.

a) Kegiatan siswa dalam masyarakat

Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap

perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa terlalu banyak ambil bagian dalam

kegiatan masyarakat akan terganggu belajarnya. Lebih-lebih jika tidak

bijaksana dalam mengatur waktu. Perlu kiranya membatasi siswa dalam

bermasyarakat.

b) Teman bergaul

Siswa dapat belajar dengan baik maka perlu diusahakan agar siswa

mempunyai teman bergaul yang baik. Pembinaan pergaulan yang baik seperti

pengawasan dari orang tua maupun pendidik harus cukup bijaksana.

c) Bentuk kehidupan masyarakat

Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruhi terhadap

belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang tidak terpelajar akan

berpengaruh jelek terhadap anak yang belajar di lingkungan tersebut.

Sebaliknya jika lingkungan anak adalah orang terpelajar, baik-baik, antusias

18

dengan cita-citanya, maka anak akan terpengaruh dengan apa yang ada di

sekitarnya.

2.2.3 Ranah Hasil Belajar

Menurut Bloom (Thobroni, 2015:21), hasil belajar mencakup kemampuan

kognitif, afektif, dan psikomotorik.

1. Domain Kognitif mencakup:

a. Knowledge (pengetahuan, ingatan);

b. Comprehension (pemahaman,4 menjelaskan, meringkas, contoh);

c. Application (menerapkan);

d. Analysis (menguraikan, menentukan hubungan);

e. Synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru);

f. Evaluating (menilai).

2. Domain Afektif mencakup:

a. Receiving (sikap menerima);

b. Responding (memberikan respon);

c. Valuing (menilai);

d. Organization (organisasi);

e. Characterization (karakterisasi).

3. Domain Psikomotor mencakup:

a. initiatory;

b. Pre-routine;

c. Rountinized;

d. keterampilan produktif, teknik, fisik, social, manajerial, dan intelektual

2.3 Minat belajar

2.3.1 Pengertian Minat belajar

Menurut Widya (2006: 19), minat belajar siswa merupakan rasa suka

dan ketertarikan pada aktifitas belajar antara lain membaca, menulis, serta tugas

praktek, tanpa ada yang menyuruh. Siswa yang memiliki minat belajar yang

19

tinggi akan memperhatikan partisipasinya pada suatu aktifitas yang dia minati

khusus di kelas. Senada dengan pendapat tersebut, Ayunigtyas (2005)

mendefinisikan minat belajar merupakan suatu rasa lebih suka dan rasa

ketertarikan yang menimbulkan keinginan untuk berhubungan lebih aktif yang

ditandai adanya hubungan perasaan senang tanpa ada paksaan. Siswa yang

memiliki minat belajar yang tinggi dalam kelasnya akan menimbulkan keinginan

untuk berhubungan lebih aktif dengan proses belajar di kelas seperti sering

bertanya pada guru, rajin mengerjakan pekerjaan rumah, mencari referensi

materi pelajaran sekolah dengan rasa senang. Jadi dapat disimpulkan bahwa

minat belajar adalah pilihan kesenangan dalam melakukan kegiatan dan dapat

membangkitkan gairah seseorang untuk memenuhi kesediaanya dalam belajar.

2.3.2 Indikator Minat Belajar

Menurut Safari (2003:60), untuk mengetahui tingkat ketertarikan dan

keterlibatan belajar siswa, dapat diukur melalui indikator sebagai berikut:

a. Kesukaan, pada umumnya individu yang suka pada sesuatu disebabkan

karena adanya minat. biasanya apa yang paling disukai mudah sekali untuk

diingat. Sama halnya dengan siswa yang berminat pada suatu mata pelajaran

tertentu akan menyukai pelajaran itu. Kesukaan ini tampak dari kegairahan

dan inisiatifnya dalam mengikuti pelajaran tersebut. Kegairahan dan inisiatif

ini dapat diwujudkan dengan berbagai usaha yang dilakukan untuk

menguasai ilmu pengetahuan yang terdapat dalam mata pelajaran tersebut

dan tidak merasa lelah dan putus asa dalam mengembangkan pengetahuan

dan selalu bersemangat, serta bergembira dalam mengerjakan tugas ataupun

soal yang berkaitan dengan pelajaran yang diberikan guru di sekolah.

b. Ketertarikan, seringkali dijumpai beberapa siswa yang merespon dan

memberikan reaksi terhadap apa yang disampaikan guru pada saat proses

belajar mengajar di kelas. Tanggapan yang diberikan menunjukkan apa yang

20

disampaikan guru tersebut menarik perhatiannya, sehingga timbul rasa ingin

tahu yang besar.

c. Perhatian, semua siswa yang mempunyai minat terhadap pelajaran tertentu

akan cenderung memberikan perhatian yang besar terhadap pelajaran itu.

Melalui perhatiannya yang besar ini, seorang siswa akan mudah memahami

inti dari pelajaran tersebut.

d. Keterlibatan yakni keterlibatan, keuletan, dan kerja keras yang tampak

melalui diri siswa menunjukkan bahwa siswa tersebut ada keterlibatannya

dalam belajar di mana siswa selalu belajar lebih giat, berusaha menemukan

hal-hal yang baru yang berkaitan dengan pelajaran yang diberikan guru di

sekolah. Dengan demikian, siswa akan memiliki keinginan untuk

memperluas pengetahuan, mengembangkan diri, memperoleh kepercayaan

diri, dan memiliki rasa ingin tahu.

2.3.3 Ciri-Ciri Minat Belajar

Dalam minat belajar memiliki beberapa ciri-ciri. Menurut Elizabeth

Hurlock (dalam Susanto, 2013: 62) menyebutkan ada tujuh ciri minat belajar

sebagai berikut:

1) Minat tumbuh bersamaan dengan perkembangan fisik dan mental

2) Minat tergantung pada kegiatan belajar

3) Perkembangan minat mungkin terbatas

4) Minat tergantung pada kesempatan belajar

5) Minat dipengaruhi oleh budaya

6) Minat berbobot emosional

7) Minat berbobot egoisentris, artinya jika seseorang senang terhadap

sesuatu, maka akan timbul hasrat untuk memilikinya.

21

2.4 Ice Breaking

2.4.1 Hakikat IceBreaking

Menurut Sunarto (2012:1), istilah ice breaking berasal dari dua kata

asing, yaitu ice yang berarti es yang memiliki sifat kaku, dingin, dan keras,

sedangkan breaker berarti memecahkan. Arti harfiah ice-breaker adalah

pemecah es. Jadi, ice breaking bisa diartikan sebagai usaha untuk memecahan

atau mencairkan suasana yang kaku seperti es agar menjadi lebih nyaman

mengalir dan santai. Hal ini bertujuan agar materi-materi yang disampaikan

dapat diterima. Siswa akan lebih dapat menerima materi pelajaran jika suasana

tidak tegang, santai, nyaman, dan lebih bersahabat. Ice breaking juga dapat

diartikan sesuatu yang dingin yang perlu diberikan pada suasana yang panas.

Artinya, ketika suasana sudah memanas, menegang, maka perlu suatu minuman

yang dingin dan menyegarkan, yaitu ice breaking agar suasana kembali dingin

dan otak siap menuju kegiatan pembelajaran yang lebih menantang. Selain itu,

M. Said dalam Andi Offset (2010:1) mengungkapkan yang dimaksud ice

breaking adalah permainan atau kegiatan yang berfungsi untuk mengubah

suasana kebekuan dalam kelompok.

Soenarno dalam Andi (2005:1) menyebutkan bahwa Ice breaking adalah

peralihan situasi dari yang membosankan, membuat mengantuk, menjenuhkan

dan tegang menjadi rileks, bersemangat, tidak membuat mengantuk, serta ada

perhatian dan ada rasa senang untuk mendengarkan atau melihat orang yang

berbicara di depan kelas atau ruangan pertemuan. Ice breaking merupakan cara

tepat untuk mencipatakan suasana kondusif. “Penyatuan” pola pikir dan pola

tindak ke satu titik perhatian adalah yang bisa membuat suasana menjadi

terkondisi untuk dinamis dan fokus. Dinamis karena peserta bisa mengubah

aktivitasnya sendiri untuk mengikuti pola terstruktur yang telah diarahkan oleh

pemimpi forum.

22

2.4.2 Pentingnya Ice breaking Dalam Pembelajaran

Proses pembelajaran yang serius dan kaku tanpa adanya nuansa

kegembiraan akan membuat siswa cepat merasa bosan dan jenuh. Menurut

Darmansyah dalam Sunarto (2012) menyatakan bahwa hasil penelitian dalam

pembelajaran pada dekade terakhir mengungkapkan bahwa belajar akan lebih

efektif, jika siswa dalam keadaan gembira. Lebih lanjut, Gestalt dalam Nasution

(2009: 112) menyatakan bahwa belajar tidak mungkin tanpa kemauan untuk

belajar, maka kesukaan siswa terhadap sikap yang dilahirkan guru jelas akan

memberikan motivasi tersendiri dalam belajar. Cara yang paling sering

digunakan oleh guru yang bisa membuat nuansa gembira saat belajar adalah

dengan meramu. Keunggulan ice breaking, yaitu dapat dipelajari oleh setiap

orang tanpa membutuhkan keterampilan tinggi. Proses pembelajaran yang

menarik sangat dibutuhkan untuk meningkatkan perhatian dan tentunya minat

belajar siswa akan meningkat. Salah satu cara untuk meningkatkan perhatian

siswa adalah menyisipkan permainan icebreaking dalam proses pembelajaran.

Icebreaking dapat dilakukan dengan menyajikan lelucon, variasi tepuk tangan,

bernyanyi, mendongeng, yel-yel dan bermain. Icebreaking juga dimaksudkan

untuk membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat, dan

antusiasme.

Sunarto (2012: 3) menyatakan bahwa karakteristik ice breaking adalah

menciptakan suasana belajar yang menyenangkan (fun) serta serius tapi santai

(sersan), untuk penciptaan suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi

gerak (akrab), dan dari jenuh menjadi riang (segar). Ice breaking bukan menjadi

tujuan utama dalam pembelajaran namun merupakan pendukung utama dalam

menciptakan pembelajaran yang menyenangkan di sekolah. Begitu pentingnya

membangun suasana hati siswa saat mengikuti proses pembelajaran. Suasana

hati yang gembira dan tidak tertekan akan sangat membantu siswa dalam

konsentrasi belajar. Konsentrasi belajar yang baik dan lama akan menarik

23

perhatian siswa dalam pembelajaran, maka diharapkan bisa mencapai hasil

belajar yang lebih baik.

2.4.3 Tujuan Ice breaking

Ice breaking didefinisikan sebagai “a fun way to support the objective of

presentation”(Svendsen, 1996). Bahkan hampir dipastikan semua aktivitas

manusia memerlukan kehadiran ice breaking. Ada beberapa tujuan penggunaan

ice breaking, yaitu :

a. Menghilangkan sekat-sekat pembatas di antara siswa.

b. Terciptanya kondisi yang dinamis di antara siswa

c. Menciptakan motivasi antara sesama siswa untuk melakukan aktivitas

selama proses belajar-mengajar berlangsung.

d. Membuat peserta saling mengenal dan akan menghilangkan jarak mental

sehingga suasana menjadi benar-benar rileks, cair dan mengalir.

e. Mengarahkan atau memfokuskan peserta pada topik pembahasan,

Ice breaking dapat pula digunakan sebagai daya pembangkit (energizer).

Energizer adalah permainan-permainan yang digunakan ketika para peserta

tampak dingin atau kehilangan semangat, jenuh dan mengantuk. Aktivitas ini

digunakan sebagai sarana menurunkan ketegangan dan menyuntikkan tenaga

baru. Menurunnya semangat ini juga bisa terjadi sesudah jeda (break) atau

makan siang. Catatan penting pemakaian Ice breaking: Sebelum

mempraktikkan, hendaknya seorang guru, melakukan uji coba, dengan ujicoba

akan diketahui secara pasti waktu yang dibutuhkan, bahkan melihat secara

cermat antara kesesuaian materi ice breaking dengan materi pelajaran.

2.4.4 Teknik Penerapan Ice breaking dalam Pembelajaran

Teknik penggunaan ice breaking menurut Sunarto (2012) ada dua cara

yaitu secara spontan dilaksanakan dalam situasi pembelajaran dan

direncanakan. Ice breaking digunakan secara spontan dalam proses

pembelajaran biasanya digunakan tanpa skenario tetapi lebih banyak digunakan

24

karena situasi pembelajaran yang ada saat itu butuh energizer atau karena

terlalu noice sehingga pembelajaran tidak terfokus lagi. Pelaksanaan ice

breaking dapat dibagi dalam tiga kegiatan pembelajaran sebagai berikut:

a. Penerapan ice breaking secara spontan dalam proses pembelajaran

Ice breaking dapat dilakukan secara spontan dalam proses

pembelajaran. Hal ini tentu dilakukan tanpa persiapan atau tanpa

direncanakan terlebih dahulu oleh guru. Seorang guru yang tanggap

terhadap kondisi siwa tentu akan segera mengambil tindakan terhadap

kondisi dan situasi pembelajaran yang kurang kondusif selama KBM. Ice

breaking diberikan secara spontan adalah dengan tujuan antara lain untuk :

1) Memusatkan kembali perhatian siswa

2) Memberikan semangat baru pada saat siswa mencapai titik jenuh.

3) Mengalihkan perhatian terhadap fokus materi pelajaran yang berbeda.

Ice breaking yang dilaksanakan secara spontan memiliki beberapa

keunggulan, yaitu:

1) Lebih kontekstual dengan situasi dan kondisi pembelajaran yang

dihadapi saat itu.

2) Guru lebih kreatif memanfaatkan kondisi siswa untuk melakukan Ice

breaking secara interaktif.

3) Kejenuhan yang dialami siswa cepat segera dapat diatasi.

b. Ice breaking di awal kegiatan pembelajaran

Pada kegiatan awal pembelajaran biasanya anak masih dalam

kondisi segar, kecuali sebelumnya ada mata pelajaran lain. Kondisi yang

masih segar seperti ini dapat menggunakan ice breaking tipe ringan, yaitu

dengan menepuk-nepuk punggung tangan dengan punggung tangan, telapak

kaki dengan telapak kaki, atau kebalikannya telapak tangan dengan telapak

kanan dengan punggung kaki dengan punggung kaki. Dapat juga diisi

dengan berbagai tepuk sesuai dengan mata pelajaran yang akan dilakukan.

Ice breaking yang direncanakan dalam Rencana Pelaksaan Pembelajaran

25

(RPP) memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki pada Ice breaking

spontan, antara lain :

1) Ice breaking dapat dipilih secara lebih tepat, baik dalam menyesuaikan

materi pembelajaran maupun ketepatan dalam memenuhi prinsip-

prinsip penggunaan Ice breaking dalam pembelajaran.

2) Ada kesempatan bagi guru untuk belajar terlebih dahulu terhadap Ice

breaking yang belum dikuasainya.

3) Ice breaking yang dipersiapkan lebih sinkron dengan strategi

pembelajaran yang dipilih guru saat itu.

4) Ice breaking terasa lebih menyatu dengan proses pembelajaran yang

sedang berlangsung.

c. Ice breaking pada inti kegiatan pembelajaran

Pada kegiatan inti pembelajaran merupakan saat-saat krusial di

mana siswa harus terus memusatkan perhatian selama jam pembelajaran

berlangsung, baik pada saat mengerjakan tugas ataupun mendengarkan

penjelasan guru. Penggunaan ice breaking pada inti pembelajaran harus

dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Ice breaking digunakan pada saat pergantian sesi atau pergantian

kegiatan. Ice breaking hendaknya jangan digunakan pada saat tengah-

tengah kegiatan, seperti pada saat diskusi, kerja kelompok,

demonstrasi dan lain-lain.

2) Ice breaking dilakukan pada saat anak mengalami kejenuhan atau

kebosanan dalam menjalankan tugas belajar. Hal ini diperlukan untuk

mengembalikan stamina kepada peserta didik agar dapat optimal

dalam mengikuti proses pembelajaran.

3) Ice breaking juga dapat digunakan untuk memberikan penguatan

materi pembelajaran yang sedang diberikan. Biasanya Ice breaking

yang dapat digunakan untuk penguatan adalah jenis yel-yel ataupun

jenis lagu.

26

d. Ice breaking pada akhir kegiatan pembelajaran

Walaupun pelajaran sudah selesai Ice breaking masih dianggap

perlu. Ice breaking pada akhir pembelajaran berfungsi antara lain untuk :

1) Memberikan penguatan tentang pemahamam konsep pelajaran yang

baru saja dilaksanakan.

2) Mengakhiri kegiatan dengan penuh kegembiraan

3) Memotivasi siswa untuk selalu senang mengikuti pelajaran berikutnya.

Menurut Sunarto (2012), cara-cara yang dilakukan untuk

mengakhiri sebuah pelajaran agar siswa mengingat apa yang telah dipelajari

dan memahami cara menerapkannya dimasa mendatang. Ada beberapa

teknik yang dapat dilakukan, antara lain :

a. Peninjauan: mengingat dan mengikhtisarkan apa yang telah

dipelajari.

b. Penilaian-diri: mengevaluasi perubahan-perubahan pengetahuan,

ketrampilan atau sikap.

c. Perencanaan masa mendatang: menentukan bagaimana siswa akan

melanjutkan belajarnya setelah pelajaran berakhir.

d. Ungkapan perasaan terakhir: menyampaikan pikiran, perasaan dan

persoalan yang dihadapi siswa pada akhir pelajaran.

2.4.5 Jenis-jenis Teknik Ice Breaking

Menurut Sunarto (2012), ada 9 (sembilan) jenis teknik Ice breaking

yang sering digunakan oleh guru yang meliputi :

a. Jenis yel-yel

Jenis yel-yel ini sangat efektif dalam menyiapkan aspek psikologis siswa

untuk siap mengikuti pelajaran, terutama pada jam-jam awal

pembelajaran. Selain itu, yel-yel juga sangat efektif membangun

kekompakan dan kerja sama dalam tim (kelompok).

b. Jenis Tepuk Tangan

27

Jenis ice breaking ini adalah jenis yang paling sering digunakan oleh para

tenaga pendidik. Teknik tepuk tangan merupakan teknik ice breaking

yang paling mudah dilakukan, karena tidak memerlukan persiapan yang

15 membutuhkan banyak waktu.

c. Jenis Lagu

Lagu-lagu sangat populer dalam proses pembelajaran pada zaman dulu.

Namun, seiring dengan perkembangan zaman, para guru masa kini sudah

jarang menggunakan sarana ini. Terdapat banyak varian lagu yang bisa

digunakan untuk ice breaking dalam pembelajaran:

1) Lagu murni untuk kegembiraan hampir semua lagu-lagu anak ceria

bisa digunakan dalam ice breaking. Hal yang perlu diingat dalam

menyanyikan lagu yang berfungsi sebagai ice breaking adalah tingkat

keseriusannya. Lagu-lagu yang paling nyaman dinyanyikan adalah

lagu anak-anak yang sudah bisa dinyanyikan oleh semua anak didik.

2) Lagu-lagu gubahan yang berisi materi pelajaran Lagu ice breaking

akan menjadi lebih bermakna jika guru mampu mengubah lagu-lagu

dengan syair berisi materi pelajaran. Biasanya lagu semacam ini

digunakan pada akhir sesi pelajaran sebagai bentuk penguatan atau

kesimpulan (verifikasi).

d. Jenis Gerak Badan

Jenis ice breaking ini bertujuan untuk menggerakkan tubuh setelah

beberapa jam berdiam diri dalam aktivitas belajar. Bergeraknya badan,

maka aliran darah akan menjadi lancar kembali dengan demikian

proses berpikir akan menjadi lebih segar dan kreatif. Banyak cara

untuk membuat siswa bergerak sebagai selingan dalam proses belajar.

e. Jenis Humor

Humor berasal dari istilah Inggris yang pada mulanya memiliki beberapa

arti. Namun, semuanya berasal dari suatu istilah yang berarti “cairan”.

Humor adalah sesuatu yang bersifat dapat menimbulkan atau

28

menyebabkan pendengarnya merasa tergelitik, perasaan lucu, sehingga

terdorong untuk tertawa (Dananjaya, 2009: 91). Humor dalam

pembelajaran yang diperlukan tidaklah mengharuskan siswa didik bisa

tertawa terpingkal-pingkal, namun lebih kepada bagaimana membuat

suasana menjadi cair tanpa ada ketegangan setelah beberapa jam serius

memperhatikan materi pelajaran.

f. Jenis Permainan (Games)

Permainan (games) adalah jenis ice breaking yang paling membuat siswa

heboh. Siswa akan muncul semangat baru yang lebih saat melakukan

permainan. Dengan permainan akan mampu membangun konsentrasi

anak untuk dapat berpikir dan bertindak lebih baik dan lebih efektif.

Permainan merupakan kegiatan yang paling digemari oleh semua orang.

Bukan saja bagi anak-anak, namun juga bagi para siswa didik dewasa.

g. Jenis Cerita/Dongeng

Dongeng adalah salah satu sarana yang cukup efektif untuk memusatkan

perhatian siswa. Sejak zaman dulu dongeng selalu digunakan untuk

membentuk karakter anak dengan cara memperdengarkannya ketika

menjelang tidur. Menurut isinya, dongeng dibedakan menjadi beberapa

jenis sebagai berikut:

1) Dongeng motivasi, yaitu dongeng yang bertujuan untuk membangun

semangat yang tinggi dalam perjuangan hidup maupun dalam belajar.

2) Dongeng nasehat, yaitu dongeng yang berisi tentang petuah kebijakan

yang diharapkan dapat ditiru oleh anak didik. Banyak sekali contoh-

contoh dongeng nasehat, baik berupa fabel (cerita hewan) maupun

yang berupa legenda.

3) Dongeng lelucon, yaitu dongeng yang bersifat jenaka (lucu) yang

dapat menghibur dan menciptakan situasi yang menyegarkan,

sehingga suasana kelas menjadi lebih akrab dan lebih kondusif untuk

proses pembelajaran.

29

h. Jenis Sulap

Sulap adalah sarana ice breaking yang sangat menarik perhatian anak-

anak. Namun demikian, jenis ini sangat jarang digunakan para guru di

sekolah, karena tidak semua orang mampu bermain sulap. Untuk

kepentingan ice breaking dalam pembelajaran guru tidaklah harus

menguasai semua jenis permainan sulap. Paling tidak mempelajari

beberapa jenis yang mudah diterapkan di dalam kelas, seperti sleight of

hand (permainan yang mengandalkan kecepatan tangan untuk

menghilangkan dan memunculkan suatu benda), dan tricks (permainan

yang mengandalkan peralatan sulap untuk menghilangkan,

memunculkan, dan mengubah suatu benda).

i. Jenis Audio Visual

Banyak sekali jenis audio visual yang dapat digunakan sebagai ice

breaking. Biasanya berupa klip film pendek yang lucu, inspiratif, atau

memotivasi anak didik untuk belajar lebih keras, saling menghargai, dan

lain-lain.

2.5 Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian Isti Khadiyanti pada tahun 2014 dengan judul “Pengaruh Ice

Breaking dan Media Poster terhadap minat belajar pada mata pelajaran IPA kelas III

Siswa SDN Panjang 3 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014” dengan hasil

perhitungan thitung < ttabel atau 0,557<2,032 (α = 0,05). Sehingga dapat disimpulkan

bahwa ice breaking tidak berpengaruh terhadap minat belajar siswa.

Penelitian Ari Nur Cahyani pada tahun 2014 dengan judul “Pengaruh

Reward dan Ice breaker terhadap minat belajar tematik Siswa kelas IV SDN

Ngadirejo 01 Kec. Kartasura, Kab. Sukoharjo tahun pelajaran 2013/ 2014” dengan

hasil uji t diketahui bahwa thitung > ttabel, yaitu 2,547 > 2,042 dan nilai signifikansi

< 0,05 yaitu 0,016 dengan sumbangan relatif sebesar 54,7 % dan sumbangan efektif

30

sebesar 33,53 %. Sehingga dapat disimpulkan Ice breaker berpengaruh signifikan

terhadap minat belajar siswa.

Penelitian Alaena Saroya pada tahun 2014 dengan judul “Pengaruh

Penerapan Ice breaking Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Sosiologi

di SMA Darussalam Ciputat” dengan hasil hasil perhitungan diperoleh nilai thitung

sebesar 4,29 sedangkan ttabel pada taraf signifikansi 0,05 sebesar 0,325 atau thitung

> ttabel. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penerapan ice

breaking terhadap hasil belajar pada pembelajaran Sosiologi.

Tampaklah bahwa terdapat dua hasil penelitian yang kontradiktif akan

pengaruh ice breaking terhadap hasil belajar dan minat belajar siswa. Adapun yang

membedakan penelitian ini dengan dua penelitian diatas adalah penelitian ini

menggunakan ice breaking tetapi dibantu dengan penggunaan media musik yang

akan mendukung penggunaan ice breaking. Penggunaan ice breaking dengan

bantuan musik dirasa akan menarik minat siswa dan akan berpengaruh pada hasil

belajar siswa.

2.6 Kerangka Berpikir

Pembelajaran Matematika yang digunakan di SD Gugus Among Siswa

Temanggung adalah berpusat pada guru yang juga dapat disebut dengan pendekatan

konvensional. Guru masih menggunakan metode ceramah yang menyebabkan siswa

menjadi jenuh dan bosan. Keadaan tersebut membuat minat belajar siswa terhadap

pembelajaran matematika menjadi berkurang. Pembelajaran matematika dengan

pendekatan konvensional juga bersifat membosankan, tidak menarik, dan

menyebabkan siswa mengantuk, dan tidak aktif dalam proses pembelajaran. Siswa

malas bertanya, malas mengerjakan tugas, dan malas mendengarkan penjelasan guru.

Faktor lain adalah siswa kurang bersemangat dan kurang berminat untuk mengikuti

pembelajaran matematika. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap pencapaian hasil

belajar siswa.

31

Upaya untuk mengatasi berbagai masalah yang terjadi diatas maka penelitian

ini mencoba mengeksperimenkan pembelajaran menggunakan ice breaking

berbantuan musik. Pembelajaran matematikayang dilakukan dengan menggunakan

media ice breaking berbantuan musik akan lebih menarik dan menyenangkan bagi

siswa. Ice breaking merupakan permainan atau kegiatan sederhana, ringan, dan

ringkas untuk mengubahkan seasana kekakuan, rasa bosan, atau mengantuk dalam

pembelajaran. Sehingga bisa membangun suasana belajar yang dinamis penuh

semangat dan antusias yang dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.

Penelitian ini menggunakan dua kelas sebagai sampel penelitian, yaitu satu

kelas sebagai kelas eksperimen, dan satu kelassebagai kelas kontrol. Kedua kelas

tersebut akan diberikan perlakuan yang berbeda, pada kelas kontrol akan diberikan

pembelajaran konvensional sedangkan untuk kelas eksperimen akan diperlakukan

dengan pembelajaran menggunakan ice breaking berbantuan musik. Melalui

penggunakan ice breaking berbantuan musik, diharapkan memberikan pengaruh

terhadap minat belajar dan hasil belajar siswa. Berdasarkan uraian di atas, maka

kerangka berpikir dalam penelitian tindakan kelas ini dapat digambarkan sebagai

berikut :

Gambar 1.1 Paradigma Penelitian

Model Ice Breaking Minat Belajar

Hasil Belajar

32

2.7 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah diuraikan diatas, maka

dapat dirumuskan hipotesis atau dugaan sementara yaitu

1. ada pengaruh ice breaking berbantuan musik terhadap hasil belajar bagi siswa

kelas III SDN Gugus Among Siswa Temanggung

2. ada pengaruh ice breaking berbantuan musik terhadap minat belajar bagi siswa

kelas III SDN Gugus Among Siswa Temanggung.