bab ii ikhsan glukosa

37
BAB II TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN POST OP LAPARATOMI EKSPLORASI a/i ILEUS OBSTRUKSIPARSIAL A. Konsep Dasar Medis 1. Pengertian Ileus obstruktif adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal. Obstruski usus dapat akut atau kronis, parsial atau total (komplit), keparahannya tergantung pada usus yang terkena, derajat dimana lumen tersumbat dan khususnya derajat dimana sirkulasi darah dalam dinding usus terganggu (Sylvia A. Price, 2006). Ileus obstruksi adalah kerusakan parsial atau komplit ke arah depan dari isi usus. Obstruksi pada ileus sering terjadi karena mempunyai segmen yang paling sempit (Monica E, 2002). Ileus obstruksi adalah keadaan dimana usus terjadi sumbatan mencagah aliran normal dari usus melalui saluran usus yang dapat bersifatt parsial atau komplit ( Smeltzer dan Bare, 2002). 10

Upload: septian-muna-barakati

Post on 14-Jul-2015

94 views

Category:

Business


3 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN POST OP

LAPARATOMI EKSPLORASI a/i ILEUS OBSTRUKSIPARSIAL

A. Konsep Dasar Medis

1. Pengertian

Ileus obstruktif adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang

traktus intestinal. Obstruski usus dapat akut atau kronis, parsial atau total

(komplit), keparahannya tergantung pada usus yang terkena, derajat dimana

lumen tersumbat dan khususnya derajat dimana sirkulasi darah dalam

dinding usus terganggu (Sylvia A. Price, 2006).

Ileus obstruksi adalah kerusakan parsial atau komplit ke arah depan

dari isi usus. Obstruksi pada ileus sering terjadi karena mempunyai segmen

yang paling sempit (Monica E, 2002).

Ileus obstruksi adalah keadaan dimana usus terjadi sumbatan

mencagah aliran normal dari usus melalui saluran usus yang dapat bersifatt

parsial atau komplit ( Smeltzer dan Bare, 2002).

10

2. Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan

a. Anatomi sistem pencernaan

Gambar .1 Anatomi Sistem PencernaanSumber : (http://www.blogdokter.com, 2002)

1) Oris (mulut)

Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri dari 2

(dua) bagian yaitu :

a) Bagian luar, yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi

b) Bagian dalam atau rongga mulut yaitu : rongga mulut yang

dibatasi sisinya oleh tulang maxilaris, palatum dan mandibularis

disebelah belakang dengan faring.

2) Faring (tekak)

Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan

kerongkongan (oesophagus). Di dalam lengkungan faring terdapat

tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak

11

mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi.

Disini terletak persimpangan antara jalan napas dan jalan makan,

letaknya di belakang rongga mulut dan rongga hidung di depan ruas

tulang belakang.

3) Oesophagus (kerongkongan)

Merupakan saluran yang menghubungkan rongga mulut

dengan lambung, panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai masuk

kardiak di bawah lambung. Esophagus terletak di belakang trachea dan

di depan tulang punggung setelah melalui thoraks menembus

diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung dengan lambung.

4) Gaster (lambung)

Gaster (lambung) merupakan bagian dari saluran yang dapat

mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung

terdiri dari bagian atas fundus berhubungan dengan esophagus melalui

orifisium pilori, terletak dibawah diafragma di depan pancreas dan

limpa, menempel di sebelah kiri fundus. Bagian lambung terdiri

fundus ventriuli, korpus ventriuli, pylorus, kurvatura minor, kurvatura

mayor, dan osteum kadiakum.

5) Intestinum minor (usus halus)

Usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang

membentang dari pylorus sampai katup ileosekal panjangnya kira-kira

12

6 meter. Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah rongga abdomen.

Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin

kebawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai menjadi

sekitar 2,5 cm.

Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum dan ileum.

Pembagiaan ini didasarkan pada sedikit perubahan struktur dan

perbedaan fungsinya. Deudenum panjangnya sekitar 25 cm mulai dari

pylorus sampai jejenum. Pemisahan dedenum dan jejenum ditandai

oleh ligamentum treitz kira-kira 2/5 dari sisi usus halus adalah jejenum

dan 3/5 bagian terminalnya adalah ileum. jejenum terletak diregio

abdominalis media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di

regio abdominalis sebelah kanan. Masuknya kimus kedalam usus

halus diatur oleh spinter pylorus sedangkan pengeluaran zat yang telah

dicernakan kedalam usus besar diatur oleh katup ileosekal dimana

katup ini juga mencengah refluks isi usus besar kedalam usus halus.

Otot yang meliputi usus halus mempunyai dua lapisan yaitu

lapisan luar terdiri atas serabut-serabut longitudinal yang lebih tipis

dan lapisan dalam berupa serabut-serabut sirkular. Penataan demikin

membantu gerakan peristaltik usus halus. Lapisan supmukosa terdiri

atas jaringan penyambung sedangkan lapisan mukosa bagian dalam

tebal, banyak mengandung pembuluh darah dan kelenjar.

13

Arteria mesentrika superior dicabangkan dari aorta tepat

dibawah arteri siliaka memperdarahi seluruh usus halus kecuali

deodenum yang diperdarahi oleh arteri gastroduodenalis dan

cabangnya arteri pankrea-tiduodenalis superior. Darah dikembalikan

lewat vena mesentrika superior yang menyatuh dengan vena lienalis

membentuk vena porta.

Usus halus dipersarafi cabang-cabang kedua sistem saraf

otonom rangsangan parasimpatis merangsang aktivitas sekresi dan

pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan

usus. Serabut-serabut sensoris sistem simpatis mengahantarkan nyeri,

sedangkan serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai

saraf intrinsif, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui

pleksus auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis dan pleksus

meissner dilapisan submukosa.

6) Intestinum mayor (usus besar)

Panjang ± 1 ½ meter, lebarnya 5 – 6 cm, lapisan-lapisan usus

besar dari dalam keluar. Intestinum mayor terdiri dari :

a) Seikum, dibawah seikum terdapat appendiks vermiformis yang

berbentuk seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing,

panjangnya 6 cm.

14

b) Colon asendens, panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen

sebelah kanan membujur keatas dari ileum ke bawah hati di bawah

hati melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatica

dilanjutkan sebagai colon tranversum.

c) Apendiks (usus buntu) bagian dari usus besar yang muncul

seperti corong dari akhir seikum mempunyai pintu keluar yang

sempit tapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi

usus.

d) Colon tranversum, panjangnya ± 38 cm, membujur dari colon

asendens sampai colon desendens berada di bawah abdomen,

sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat

fleksura lienalis.

e) Colon desendens panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah

abdomen bagian kiri membujur dari atas ke bawah dari fleksura

lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan colon

sigmoid.

f) Colon sigmoid merupakan lanjutan dari colon desendens

terletak miring, dalam rongga pelvis sebelah kiri bentuknya

menyerupai huruf sehubungan dengan ujung bawahnya

berhubungan dengan rektum.

15

g) Rektum terletak di bawah colon sigmoid yang menghubungkan

intestium mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di

depan os sacrum dan os koksigeus.

h) Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang

menghubungkan rectum dengan dunia luar (udara luar) terletak

didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter :

(1) Sfingter ani internus (sebelah kiri),

bekerja tidak menurut kehendak

(2) Sfingter levaton ani, bekerja juga tidak

menurut kehendak

(3) Sfingter ani eksternus (sebelah bawah)

bekerja menurut kehendak (Monica.E, 2002).

b. Fisiologi Sistem Pencernaan

Untuk melakukan fungsinya semua sel memerlukan nutrient,

nutrient harus di turunkan dari masukan makanan yang terdiri dari

protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral serta serat selulosa dan

bahan sayuran lain yang tidak bernilai nutrisi. Fungsi utama pencernaan

dari saluran gastrointestinal yang berhubungan dengan memberikan

kebutuhan tubuh :

1) Memecahkan partikel makanan ke dalam bentuk molekul untuk

dicerna.

2) Mengabsorbsi hasil pencernaan dalam bentuk molekul kecil ke

dalam aliran darah.

16

3) Mengeliminasi makanan yang tidak di cerna dan terabsorbsi dan

produk sisa lain dari tubuh.

Saat makanan di dorong melalui saluran gastrointestinal, makanan

mengalami kontak dengan sekresi yang membantu dalam pencernaan,

penyerapan atau eliminasi dari saluran gastrointestinal.

Proses fisiologi pencernaan terdiri dari :

1) Pencernaan oral

Proses pencernaan di mulai dari aktivitas mengunyah, di

mana makan di pecah ke dalam partikel kecil yang dapat di telan

dan dicampur dengan enzim-enzim pencernaan. Makan atau

bahkan melihat, mencium atau mencicipi makanan dapat

menyebabkan reflex saliva. Saliva adalah sekresi pertama yang

kontak dengan makanan. Saliva disekresi dalam mulut melalui

kelenjar saliva pada kecepatan kira-kira 1,5 liter setiap hari. Saliva

mengandung enzim ptyalin atau amilase saliva, yang di mulai

pencernaan zat pati, juga mengandung mukus yang membantu

melumasi makanan saat di kunyah, sehingga memudahkan

menelan ( Smeltzer dan Bare, 2002).

2) Menelan

Menelan dimulai sebagai aktivitas volunter yang di atur oleh

pusat penelan di medula oblongata dari sistem syaraf pusat. Saat

makanan di telan, epiglottis bergerak menutup lubang trachea dan

17

mencegah aspirasi makanan ke dalam paru-paru. Menelan

mengakibatkan bolus makanan berjalan ke dalam esophagus atas,

yang berakhir sebagai aktivitas reflex. Otot halus di dinding

esfagus berkontraksi dalam urutan irama dari esophagus kearah

lambung untuk mendorong bolus makanan sepanjang saluran.

Selama proses peristaltic esophagus, spingter esophagus bawah

rileks dan memungkinkan bolus makanan masuk lambung.

Akhirnya spingter esophagus menutup dengan rapat untuk

mencegah refluks isi lambung ke dalam esophagus (Smeltzer dan

Bare, 2002).

3) Kerja lambung

Lambung mensekresi cairan yang sangat asam mempunyai

pH terendah satu, memperoleh keasamannya dari asam

hidroklorida yang di sekresikan oleh kelenjar lambung. Fungsi

sekresi asam yaitu :

a) Untuk memecah makanan menjadi komponen yang di absorbs.

b) Untuk membantu destruksi kebanyakan bakteri pencernaan.

Sekresi lambung juga mengandung enzim pepsin yang penting

untuk memulai pencernaan protein. Factor intrinsic juga di sekresi

oleh mukosa lambung, senyawa ini berkombinasi dengan vitamin

B12 dalam diet, sehingga vitamin dapat diabsorbsi dalam ileum.

18

Kontraksi peristaltic dari dalam lambung mendorong isi lambung

kearah pylorus. Karena partikel makanan tidak dapat melewati

spingter pylorus, partikel ini diaduk kembali ke korpus lambung

untuk dihancurkan menjadi partikel yang lebih kecil.

Peristaltic di dalam lambung dan kontraksi spingter pylorus

memungkinkan makanan dicerna sebagai untuk masuk ke usus

halus (Smeltzer dan Bare, 2002).

4) Kerja usus halus

Ada dua tipe kontraksi yang terjadi secara teratur di usus

halus. Kontraksi segmentasi yang menghasilkan campuran

gelombang yang menggerakan isi usus ke belakang dan kedepan

dalam gerak mengaduk. Peristaltic usus mendorong isi usus halus

tersebut kearah kolon (Smeltzer dan Bare, 2001).

5) Kerja kolon

Dalam empat jam setelah makan materi sisa residu melewati

ileum terminalis dan dengan perlahan melewati bagian proksimal

kolon melalui katup ileosekal. Aktivitas peristaltic yang lemah

menggerakkan isi kolon dengan perlahan sepanjang saluran.

Transport lambat ini memungkinkan reabsorbsi efisien terhadap air

dan elektrolit. Materi sisa dari makanan akhirnya mencapai dan

mengembangkan anus, biasanya kira-kira 12 jam (Smeltzer dan

Bare, 2002).

19

6) Defekasi

Distensi rektum secara relatif menimbulkan kontraksi otot

rektum dan merilekskan spingter anal interna yang biasanya

tertutup. Spingter internal di control oleh sistem saraf otonom,

spingter eksternal di bawah control sadar dari korteks cerebral.

Selama defekasi spingter anal eksternal secara volunter rileks

untuk memungkinkan isi kolon keluar. Secara normal spingter anal

eksternaldipertahankan pada status tonus. Oleh karena itu defekasi

terlihat menjadi reflex spinal yang dapat secara volunteer dihambat

dengan mempertahankan spingter anal tertutup. Kontraksi otot

abdomen memudahkan pengosongan kolon (Smeltzer dan Bare

2002).

3. Etiologi

Obstruksi mekanik mempengaruhi kekuatan dinding usus. Beberapa

penyebab obstruksi usus sebagai berikut :

a. Adhesi : Jaringan sikatrik melingkar diatas segmen usus, menyebabkan

usus terpuntir dan tertekan.

b. Hernia : Hernia dapat menyebabkan obstruksi ketika batang usus

terperangkap didalam defek tersebut.

c. Invaginasi : Masuknya satu segmen usus kedalam usus itu sendiri. Lebih

sering ditemukan pada anak-anak.

20

d. Volvulus : Adalah usus besar melintir terhadap dirinya sendiri,

menyumbat lumen usus proksimal oleh distal.

e. Tumor : Secara bertahap menghambat lumen usus besar. Kanker

menjadi penyebab 80 % obstruksi usus besar.

f. Askariasis : Kebanyakan cacing askariasis ahidup di usus halus bagian

jejenum.

g. Benda-benda asing seperti batu empedu dan kelainan kongenital

merupakan penyebab obstruksi pada anak dan bayi (Smeltzer dan Bare,

2002)

4. Patofisiologi

Secara normal 7 – 8 liter cairan kaya elektrolit disekresi oleh usus dan

kebanyakan direabsorbsi. Bila usus tersumbat, cairan ini sebagian tertahan

dalam usus dan sebagian dieliminasi melalui muntah, yang menyebabkan

pengurangan besar dalam volume darah sirkulasi, mengakibatkan hipotensi,

syok hipovolemik, dan penurunan aliran darah ginjal dan serebral. Karena

cairan hilang tetapi sel darah tidak, maka hematokrit dan hemoglobin

meningkat, jadi meningkatkan potensial terhadap gangguan oklusif vaskuler

seperti trombosis koroner, serebral, dan mesentrika.

Pada awitan obstruksi, cairan dan udara bertumpuk pada bagian

proksimal sisi yang bermasalah, menyebabkan distensi. Manifestasi terjadi

lebih cepat dan tegas pada blok usus halus karena usus halus lebih sempit dan

21

secara normal lebih aktif. Volume besar sekresi dari usus halus menambah

distensi. Sekresi satu-satunya yang bermakna dari usus besar adalah mukus.

Distensi menyebabkan peningkatan sementara pada peristaltik saat

usus berusaha untuk mendorong material melalui area tersumbat. Dalam

beberapa jam peningkatan peristaltik berakhir dan usus menjadi palksis,

sehingga mengurangi tekanan dalam lumen dan memperlambat proses yang

disebabkan oleh obstruksi. Peningkatan tekanan dalam usus mengurangi

kemampuan absorpsinya, peningkatan retensi cairan masih tetap berlanjut.

Segera tekanan intraluminal menurunkan aliran balik vena, yang

meningkatkan tekanan vena, kongesti, dan kerapuhan pembuluh darah. Proses

ini pada waktunya, meningkatkan permeabilitas kapiler dan memungkinkan

plasma ekstravasasi kedalam lumen usus ke rongga peritoneal. Peningkatan

tekanan didalam dinding usus segera meperlambat aliran darah arteri yang

menyebabkan nekrosis, dan pada beberapa kasus, toksemia dan peritonitis.

Strangulasi usus mengakibatkan penurunan suplai darah arterial. Nekrosis dan

perforasi dapat mendorong isi usus kedalam rongga peritoneal, menyebabkan

peritonitis. Bakteri berproliperasi kedalam usus yang terstrangulasi dan dapat

membentuk endotoksin. Bila endotoksin dilepaskan ke rongga peritoneal atau

sirkulasi sistemik terdapat kolaps sirkulasi cepat dengan syok endotoksik,

menunjukkan laju mortalitas tinggi pada kondisi ini ( Monica E, 2002).

22

5. Manifestasi klinis

a. Gejala-gejala awal adalah nyeri kram, seperti gerakan bergelombang dan

kolik pada usus, mungkin mengeluarkan darah atau mukus tetapi tidak ada

massa faeces, terjadi muntah.

b. Gelombang peristaltik menjadi sangat keras dan menjadi berlawanan arah,

sehingga mengeluarkan isi usus kearah mulut, jika terjadi obstruksi

komplet.

c. Jika obstruksinya terjadi pada ileum maka akan terjadi muntah fekal.

d. Dehidrasi menyebabkan haus yang berlebihan, rasa mengantuk, maleise

umum dan sakit.

e. Lidah dan membran mukosa menjadi kotor, abdomen menjadi distensi

(makin rendah obstruksi terjadi pada saluran gastrointestinal, maka makin

kentara distensi yang terjadi).

f. Jika tidak diatasi, akan terjadi syok karena dehidrasi atau kehilangan

volume plasma (Smeltzer dan Bare, 2002).

6. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan radiogram barium untuk mengetahui tempat obstruksi yaitu

obstruksi mekanik usus halus ditandai oleh udara dalam usus halus, tetapi

tidak pada colon. Sedangkan obstruksi colon ditandai oleh gas diselurh

colon, tetapi sedikit atau tidak ada gas dalam usus halus.

23

b. Test serum darah akan menunjukkan perubahan dari keadaan normal

(hemokonsentrasi) ketika terjadi dehidrasi. Akan terdapat penurunan

sodium dan potasium dan peningkatan dalam hematokrit, bikarbonat,

serum dan nitrogen ureum darah (BUN) (Brunner dan Suddarth, 2002).

7. Penatalaksanaan

a. Dekompresi usus melalui selang nasogastrik atau selang usus halus untuk

memecahkan obstruksi.

b. Jika usus terobstruksi sempurna, kemungkinan terjadi strangulata maka

diperlukan intervensi pembedahan. Tindakan pembedahan tergantung

pada penyebab obstruksi. Adapun penatalaksanaan bedah abdomen

sebagai berikut :

1) Pra operasi

b) Puasa dan cairan parenteral

c) Selang nasogastrik disambungkan pada penghisap rendah dan

intermitten

d) Terapi antibiotik

2) Pembedahan

Pembedahan untuk memperbaiki formasi dari usus.

Salah satu pembedahan yang sering dilakukan adalah operasi

laparatomy.

24

a) Pengertian laparatomy

Tindakan pembedahan perut sampai dengan membuka selaput

perut.

b) Tehnik-tehnik

Ada 4 tehnik tindakan laparatomy :

(1) Midline incision

(2) Paramedian yaitu sedikit ke tepi dari

garis tengah (± 2,5 cm),

panjang (12,5 cm).

(3) Transverse upper abdomen incision

yaitu insisi di bagian atas, misalnya pembedahan

colesistotomy dan splenoktomi.

(4) Transverse lower abdomen incision

yaitu insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior

spinal iliaka, misalnya operasi appendectomy.

c) Indikasi

(5) Trauma abdomen (tumpul dan tajam).

(6) Peritonitis

(7) Perdarahan saluran cerna.

(8) Sumbatan pada usus halus dan usus

besar.

(9) Massa pada abdomen

25

d) Komplikasi

Komplikasi yang dapat setelah post operasi laparatomy adalah

infeksi pada peritoneum, usus dan luka operasi (Masajats, 2009)

3) Pasca operasi

a. Puasa

b. Cairan parenteral (terdiri dari NGT)

c. Cairan nasogastrik yang keluar digantikan dengan cairan parenteral

d. Selang nasogastrik disambungkan pada penghisap rendah dan

intermitten atau selang sump pada penghisap rendah dan kontinyu

e. Tentukan larutan irigasi selang nasogastrik

f. Berikan makanan peroral dan semakin ditingkatkan dari pemberian

cairan jernih sampai diet yang teratur sesuai usia

g. Spirometer intensif

h. Tentukan jenis perawatan luka

i. Tingkatkan dan lepas drain pentose

j. Antibiotik, analgetik dan antipiuretik (Smeltzer dan Bare, 2002).

8. Komplikasi

a. Nekrosis usus

b. Perforasi usus

c. Sepsis

d. Gangguan elektrolit

26

e. Malnutrisi (Monica.E, 2002).

B. Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan Klien Dengan Post Op Laparatomi

Eksplorasi a/i Ileus Obstruksi

Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses

keperawatan melalui tahap pengkajian (assessment), perencanaan (planning),

pelaksanaan (implementasi), evaluasi, dan keterampilan professional tenaga

keperawatan (Hidayat, 2009).

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar proses keperawatan.

Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan

ketelitian dalam mengenal masalah klien sehingga memberi arah kepada

tindakan keperawatan. Tahapan-tahapan dalam pengkajian adalah sebagai

berikut :

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data merupakan upaya untuk mendapatkan data-data

yang di gunakan sebagai informasi tentang klien. Data yang di butuhkan

tersebut mencakup data tentang biopsikososial dan cultural dari klien, data

yang berhubungan dengan masalah klien serta data tentang factor-faktor

yang mempengaruhi atauyang berhubungan dengan klien seperti data

27

tentang keluarga dan lingkungan yang ada (Hidayat, 2001). Adapun data

yang di kumpulkan adalah sebagai berikut :

1) Biodata

Biodata adalah pengumpulan data tentang identifikasi pasien dan

keluarga (penanggung jawab) yang mencakup: nama, umur, jenis

kelamin, agama, suku/bangsa, status perkawinan, alamat, pekerjaan,

pendidikan, hubungan pasien dengan penanggungjawab.

2) Riwayat

Kesehatan

a) Keluhan utama

Merupakan keluhan yang dirasakan klien saat dilakukan

pengkajian, sehingga klien minta pertolongan. Pada umumnya

klien dengan post op laparatomi eksplorasi a/i ileus obstruksi

keluhan yang paling dirasakan oleh klien adalah nyeri.

b) Riwayat keluhan utama

Mengambarkan keadaan kesehatan klien sejak keluhan

pertama kali dirasakan hingga saat dilakukan pengkajian dengan

menggunakan anlisa metode PQRST.

28

(1) Paliatif/profokatif, merupakan apa yang menyebabkan klien

merasa nyeri, pada klien post op laparatomy eksplorasi a/i

ileus obstruksi nyeri di rasakan karena adanya luka operasi.

(2) Qualitative/quantitative, merupakan seberapa berat keluhan

tersebut dirasakan, pada klien post op laparatomy eksplorasi

a/i ileus obstruksi. Keluhan biasanya dirasakan pada saat

mengganti balutan atau bergerak.

(3) Region/radiasi, merupakan lokasi keluhan, pada klien post op

laparatomy eksplorasi a/i ileus obstruksi biasanya nyeri

dirasakan di abdomen sebelah kanan.

(4) Skala merupakan intensitas keluhan yang dirasakan, apakah

sampai mengganggu atau tidak. Skala nyeri 0-10 dapat di

klasifikasikan sebagai berikut : Ringan (1-3), sedang (4-6),

Berat (7-8), dan sangat berat (9-10). Adapun skala nyeri pada

post op laparatomi dapat berkisar pada skala 6-8.

(5) Timming, merupakan waktu keluhan di rasakan, kapan

keluhan tersbut mulai dirasakan, lamanya keluhan, frekuensi

keluhan, apakah terjadi secara mendadak atau terus-menerus.

Biasanya keluhan pada klien post op laparatomy eksplorasi a/i

ileus obstruksi adalah hilang timbul, pada saat menggerakan

badan.

c) Riwayat kesehatan dahulu

29

Pada riwayat kesehatan dahulu pernahkah klien menderita

penyakit yang sama atau apakah klien pernah mengalami

penyakit yang berat atau suatu penyakit tertentu yang

memungkinkan akan berpengaruh pada kesehatan.

d) Riwayat kesehatan keluarga

Yang perlu di tanyakan adalah apakah ada anggota keluarga

yang menderita penyakit ileus obstruksi, apakah ada riwayat

penyakit keturunan dalam keluarga dan genogram 3 generasi.

3) Pemeriksaan

fisik

Pemeriksaan fisik di mulai dari melihat keadaan umum.

Pemeriksaan tanda-tanda vital, pengkajian sistem tubuh dengan teknik

pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi terhadap

sebagian sistem tubuh.

Secara umum data yang dapat dikumpulkan pada klien dengan

post op laparatomy eksplorasi a/i ileus obstruksi adalah sebagai

berikut :

30

a) Keadaan umum lemah, kesadaran compos mentis, tanda-tanda vital

tekanan darah, denyut nadi, pernapasan biasanya meningkat oleh

karena adanya nyeri sedangkan suhu badan dalam batasan normal.

b) Pemeriksaan fisik umum yaitu secara persistem. Untuk pemeriksaan

persistem yang di kaji adalah :

(1) Sistem pernapasan

Pada klien dengan post op laparatomy eksplorasi a/i ileus

obstruksi ditemukan adanya kelaianan pada sistem pernapasan.

(2) Kardiovaskuler

Pada klien dengan post op laparatomy eksplorasi a/i ileus

obstruksi tidak ditemukan adanya kelainan sistem

kardiovaskluer.

(3) Sistem pencernaan

Pada klien dengan post op laparatomy eksplorasi a/i ileus

obstruksi ditemukan data peristaltic usus menurun, adanya

nyeri tekan luka laparatomy pada daerah abdomen, fungsi

menelan dan mengunyah baik.

(4) Sistem musckuloskeletal

Pada klien dengan post op laparatomy eksplorasi a/i ileus

obstruksi yang perlu di kaji adalah range of montion dari

31

pergerkan sendi mulai dari kepala sampai anggota gerak

bawah. Ketidaknyamanan atau nyeri yang di laporkan klien

waktu bergerak. Toleransi klien waktu bergerak dan observasi

adanya luka pada otot akibat terbuka. Selaian ROM tonus otot

dan kekuatan otot di kaji karena klien immobilitas biasanya

tonus dan kekuatan otot menurun.

(5) Sistem integument

Pada klien post op laparatomy eksplorasi a/i ileus obstruksi

didapat adanya luka pada kuadran kanan bawah akibat dari

tindakan operasi, peningkatan suhu tubuh akibat dampak

infeksi sistemik dan dapat terjadi defisit perawatan diri akibat

kelemahan.

(6) Sistem endokrin

Pada klien post op laparatomy eksplorasi a/i ileus obstruksi

sistem endokrin bisanya tidak mengalami gangguan.

(7) Sistem perkemihan

Pada klien post op laparatomy eksplorasi a/i ileus obtsruksi

sistem perkemihan dapat terjadi retensi urine dan karena

keterbatasan aktivitas sehingga harus dipasang dower kateter.

(8) Sistem persarafan

32

Pada klien post op laparatomy eksplorasi a/i ileus obtsruksi

pengkajian pada sistem persarafan tidak didapatkan adanya

kelainan-kalaianan dengan GCS 15.

4) Pola aktivitas

sehari-hari

a) Pola nutrisi

Pada klien dengan post op laparatomy eksplorasi biasanya

kehilangan nafsu makan, anoreksia, muntah, perubahan

rasa/penyimpangan rasa, dan penurunan berat badan.

b) Eliminasi

Pada klien dengan post op laparatomy aksplorasi a/i ileus

obstruksi di dapatkan data pasase kemerahan, faeses seperti jelli

(darah dan mukus), muntah dan produksi urine menurun.

c) Aktivitas

Pada klien dengan post op laparatomy aksplorasi a/i ileus

obstruksi biasanya di dapatkan keluhan kelelahan otot, malaise,

dan samnolen oleh karena tindakan operasi dan bedrest yang lama.

d) Istrahat dan tidur

Pada klien dengan post op laparatomy aksplorasi a/i ileus

obstruksi ditemukan keluhan susah tidur oleh karena klien

memikirkan kondisi penyakitnya.

e) Personal hygiene

33

Pada klien dengan post op laparatomy aksplorasi a/i ileus

obstruksi, klien mengalami hambatan dalam pemenuhan

kebutuhan personal hygiene oleh karena tindakan operasi dan

keadaan klien yang masih lemah.

5) Pola interaksi social

Meliputi siapa yang dekat dengan klien, organisasi sosial yang pernah

di ikuti, serta pemacahan masalah dalam keluarga.

6) Keadaan psikologis

Setiap orang yang menderita suatu penyakit pasti mengalami gangguan

psikologis baik itu sendiri maupun keluarga.

7) Riwayat spiritual

Hal-hal yang perlu di kaji bagaimana pelaksanaan ibadah selama dan

sesudah masuk RS.

8) Penatalaksaan pengobatan

Adapun pengobatan dari post op laparatomi dapat berupa pemberian

antibiotik, analgetik, maupun pemberian terapi cairan dll.

9) Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostic terdiri dari beberapa pemeriksaan di antaranya

radiologi, laboratorium, USG.

b. Klasifikasi data

Mengidentifikasi masalah kesehatan yang di hadapi klien yang terdiri dari

data subyektif dan obyektif.

34

c. Analisa data

Kemampuan untuk mengkaitkan dan menghubungkan data tersebut

dengan kemampuan kognitif, sehingga di ketahui masalah yang sedanga di

hadapi oleh klien.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respn

insane (status atau perubahan pola interaksi baik actual maupun potensial),

individu atau kelompok yang perawat dapat membuat pernyataan resmi srta

memasang intervensi yang pasti demi kelestarian kesehatan atau mengurangi,

menghikangkan serta mencagah perubahan-perubahan terjadi (Carpenito,

2002)

Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa data maka kemungkinan

diagnose keperaweatan yang akan timbul adalah (Doenges, 2002) :

a. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya

kontinuitas jaringan.

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan

dengan intake yang tidak adekuat.

c. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume

cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi (puasa)

d. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan

tindakan bedah.

35

e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan

kelemahan dan keterbatasan gerak.

f. Defisit perawatan diri kurang berhubungan

keterbatasan gerak dan kelemahan.

g. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan

dengan adanya luka operasi.

h. Ansietas berhubungan dengan kurangnya

pengetahuan terhadap penyakit

3. Perencanaan

Rencana keperawatan merupakan suatu metode komunikasi tentang

asuhan keperawatan kepada klien dan merupakan suatu acuan setelah

merumuskan diagnose keperawatan dengan tujuan mencegah, menghilangkan

dan mengoreksi masalah-masalah yang di identifikasi pada diagnose

keperawatan.

Dari diagnose tersebut di atas dapat di buat suatu rencana keperawatan

sebagai beikut :

a. Nyeri akut berhubungan dengan terp;utusnya kontinuitas jaringan

1) Tujuan

Melaporkan nyeri hilang/terkontrol, tampak rileks, mampu

tidur/istrahat dengan tepat

2) Intervensi

36

a) Kaji nyeri, catat lokasi karakteristik, beratnya (skala 0-10), selidiki

dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat

b) Observasi tanda-tanda vital

c) Ajarkan tehnik relaksasi dan anjurkan untuk melakukan relaksasi

nafas dalam bila nyeri muncul

d) Pertahankan istrahat dengan posisi semi fowler

e) Anjurkan ambulasi dini

f) Berikan aktivitas hiburan

g) Pertahankan puasa

h) Berikan analgetik sesuai indikasi

3) Rasional

a) Berguna dalam keefktifan obat, kemajuan penyembuhan,

perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses /

peritonitis

b) Tanda-tanda vital dapat berubah akibat rasa nyeri dan merupakan

indicator untuk menilai perkembangan penyakit

c) Tehnik napas dalam dapat mengalihkan perhatian klien dari rasa

nyeri

d) Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah

atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah

dengan dengan posisi terlentang

37

e) Meningkatkan normalisasi fungsi organ, merangsang peristaltic

dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen

f) Focus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi dan dapat

meningkatkan kemampuan koping

g) Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltic usus dini dan

irigasi gaster / muntah

h) Menghilangkan nyeri, mempermudah kerjasama dengan intervensi

terapi lain contoh ambulasi, dan batuk

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang

tidak adekuat

1) Tujuan

Merencanakan diet untuk memenuhi kebutuhan

2) Intervensi

a) Lakukan pengkajian status nutrisi dengan seksama

b) Auskultasi bising usus

c) Berikan makanan parenteral/enteral bila diindikasikan

d) Kolaborasi dengan ahli diet

3) Rasional

a) Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan untuk membantu memilih

intervensi

b) Kembalinya fungsi usus menunjukkan kesiapan untuk memulai

makan

38

c) Pada kelemahan tidak toleran terhadap makanan oral

d) Membantu mengkaji kebutuhan nutrisi pasien dalam perubahan

pencernaan dan fungsi usus

c. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

pembatasan pasca operasi (puasa)

1) Tujuan

Mempertahankan keseimbangan cairan di buktikan oleh kelembaban

membrane mukosa, turgor kulit baik, tanda vital stabil, dan secara

individual pengeluaran urine adekuat

2) Intervensi:

a) Kaji turgor kulit dan pengisian kapiler

b) Awasi masukan dan pengeluaran, catat warna urine/kosentrasi,

berat jenis

c) Auskultasi bising usus, catat kelancaran flatus

d) Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral

dimulai, dan lanjutkan dengan diet sesuai dengan toleransi

e) Pertahankan gaster/usus.

f) Berikan cairan IV dan elektrolit

3) Rasional :

a) Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler

b) Penurunan pengeluaran urine pekat dengan peningkatan berat

jenis di duga dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan

39

c) Indicator kembalinya peristaltic, kesiapan untuk pemasukan

peroral

d) Meningkatkan iritasi gaster/muntah untuk meminimalkan

kehilangan cairan

e) Selang NGT biasanya dimasukan pada preoperasi dan

dipertahankan pada fase segera pasca operasi untuk dekompresi

usus, meningkatkan istrahat usus, mencegah muntah

f) Peritoneum bereaksi terhadap iritasi/infeksi dengan menghasilkan

sejumlah cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah,

mengakibatkan hipovolemia

d. Perubahan pola eliminasi BAK berhubungan dengan tindakan bedah

1) Tujuan

Klien dapat berkemih dengan baik

2) Intervensi

a) Kaji haluaran urin dan sistem kateter

b) Bantu pasien memilih posisi normal untuk berkemih

c) Perhatikan waktu dan jumlah berkemih

d) Anjurkan pasien untuk berkemih bila kandung kemih terasa penuh

40

e) Anjurkan pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi

3) Rasional

a) Retensi dapat terjadi karena edema area bedah dan spasme kandung

kemih

b) Mendorong posase urine dan meningkatkan rasa normalitas

c) Mengetahui jumlah dan pola berkemih

d) Mencegah retensi urine

e) Mempertahankan hidrasi adukuat dan perfusi ginjal

e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak,

kelemahan

1) Tujuan

Mempertahankan aktivitas yang adekuat

2) Intervensi

a) Kaji keterbatasan aktivitas

b) Ubah posisi secara sering bila tirah baring

c) Bantu dalam latihan rentang gerak

d) Buat rencana program aktiviti dengan masukan dari pasien

3) Rasional

a) Mempengaruhi pilihan intervensi

b) Munurunkan ketidaknyamanan, mempertahankan kekuatan otot

c) Mempertahankan kelenturan sendi

d) Meningkatkan energi pasien

41

f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak,

kelemahan

1) Tujuan

Klien berpartisipasi dalam perawatan diri

2) Intervensi

a) Tentukan kemampuan pasien dalam perawatan diri

b) Berikan bantuan dengan aktivitas yang di perlukan.

c) Anjurkan tehnik penghematan energi

3) Rasional

a) Kondisi dasar akan menentukan tingkat kekurangan kebutuhan

b) Memenuhi kebutuhan dengan mendukung partisipasi dan

kemandirian pasien

c) Menghemat energi, menurunkan kelelahan dan meningkatkan

kemampuan

g. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi

1) Tujuan

Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi

/inflamasi dan demam

2) Intervensi

a) Awasi tanda-tanda vital

b) Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptic

42

c) Lihat insisi dan balutan, catat karakteristik drainase luka (bila di

masukan)

d) Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien/orang terdekat

e) Berikan antibiotic sesuai indikasi

3) Rasional

a) Dugaan adanya infeksi / terjadinya sepsis, abses peritonitis

b) Menurunkan risiko penyebaran bakteri

c) Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi

d) Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan

emosi, membantu menurunkan ansietas

e) Mungkin diberikan secara profilkatif atau menurunkan jumlah

organisme (pada infeksi yang telah ada sebelumnya)

h. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan terhadap

penyakit

1) Tujuan :

a. Memberikan informasi tentang manajemen yang tepat sesuai

dengan kondisi klien.

2) Kriteria evaluasi :

a. Pasien mengungkapkan proses penyakit, faktor-faktor

penyebab.

b. Pasien dapat berpartisipasi dalam perawatan.

3) Intervensi :

43

a. Kaji pengetahuan pasien/tanyakan proses sakit dan harapan

pasien

b. Jelaskan dan anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas secara

teratur

c. Identifikasi tanda-tanda terjadinya komplikasi

d. Jelaskan prosedur pengobatan dan perubahan gaya hidup

4) Rasional :

a. Mengetahui tingkat pengetahuan pasien dan memimih cara

untuk komunikasi yang tepat

b. Kurang aktivitas dapat membuat klien menjadi rileks

c. Mendeteksi secara dini, komplikasi yang serius dan

berulangnya penyakit

d. Membantu pasien merasakan, mengontrol melalui apa yang

terjadi dengan dirinya

4. Implementasi

Pelaksanaan adalah insiatif dari rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan di

susun dan di tujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai

tujuan yang di harapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik

dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah

kesehatan klien ( Nursalam, 2001).

44

5. Evaluasi

Evaluasi adalah merupakan ukuran dari keberhasilan rencana

keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. Adapun hasil yang di

harapkan pada perawatan ileus obstruksi adalah klien dan keluarga dapat

mengidentifikasi ileus obstuksi, mengidentifikasi faktor ileus obstuksi dan

adanya perencanaan untuk mencegah risiko yang dapat di ubah dan

menguraikan rencana perawatan selanjutnya (Hidayat, 2001).

Adapun hasil yang di harapkan pada perawatan klien dengan post

operasi laparatomy eksplorasi a/i ileus obstruksi adalah :

a) Nyeri hilang atau terkontrol, tampak rileks dan mampu istrahat dengan

tepat.

b) Mempertahankan keseimbangan cairan di buktikan oleh kelembaban

membrane mukosa, turgor kulit baik, tanda-tanda vital baik, dan secara

individual haluaran urine adekuat.

c) Memahami proses penyakit, pengobatan, potensial komplikasi dan

berpartisipasi dalam program pengobatan.

d) Pola eliminasi kembali normal.

e) Klien dapat beraktivitas dengan sempurna.

f) Kebutuhan perawatan diri terpenuhi.

g) Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda-tanda

infeksi/inflamasi dan demam.

45

Evaluas i dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP

sebagai pola pikir yaitu sebagai berikut :

S : Respon subyektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.

O : Respon obyektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.

A : Analisa ulang atas data subyektif dan data obyektif untuk

menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau ada masalah

baru.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada

respon (Hidayat, 2001).

46