bab i pendahuluan a. latar...

31
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak tanaman dan juga rempah-rempah yang sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh, salah satunya adalah temulawak. Tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu dari sembilan tanaman unggulan yang ditetapkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. Pengembangan tanaman temulawak di Indonesia sangat potensial karena produksi rimpang temulawak mengalami peningkatan sejak tahun 2001 - 2002 (BPS, 2003). Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan, minuman maupun farmasi adalah pati, kurkuminoid dan minyak atsiri (Sidik dkk., 1995). Kurkuminoid merupakan komponen berwarna kuning, sehingga dapat digunakan sebagai zat warna dalam industri pangan dan kosmetik. Fraksi kurkuminoid yang terdapat pada temulawak terdiri dari dua komponen, yaitu kurkumin dan demetoksikurkumin (Sidik dkk., 1995). Menurut Khanna (1999), kurkumin memiliki khasiat sebagai antioksidan, antiinflamasi, antimikroba, antiparasit, antimutagen, dan antikanker. Selama ini, permintaan temulawak dari luar negeri cukup tinggi. Namun, temulawak Indonesia ternyata belum bisa diterima pasar luar negeri karena berada di

Upload: dodat

Post on 13-May-2018

221 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki banyak tanaman dan juga rempah-rempah yang sangat

bermanfaat untuk kesehatan tubuh, salah satunya adalah temulawak. Tanaman

temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu dari sembilan

tanaman unggulan yang ditetapkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan

Republik Indonesia. Pengembangan tanaman temulawak di Indonesia sangat

potensial karena produksi rimpang temulawak mengalami peningkatan sejak tahun

2001 - 2002 (BPS, 2003).

Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam

bidang industri makanan, minuman maupun farmasi adalah pati, kurkuminoid dan

minyak atsiri (Sidik dkk., 1995). Kurkuminoid merupakan komponen berwarna

kuning, sehingga dapat digunakan sebagai zat warna dalam industri pangan dan

kosmetik. Fraksi kurkuminoid yang terdapat pada temulawak terdiri dari dua

komponen, yaitu kurkumin dan demetoksikurkumin (Sidik dkk., 1995). Menurut

Khanna (1999), kurkumin memiliki khasiat sebagai antioksidan, antiinflamasi,

antimikroba, antiparasit, antimutagen, dan antikanker.

Selama ini, permintaan temulawak dari luar negeri cukup tinggi. Namun,

temulawak Indonesia ternyata belum bisa diterima pasar luar negeri karena berada di

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

2

bawah standar mutu internasional. Oleh karena itu, diperlukan kontrol kualitas

terhadap temulawak yang tumbuh di Indonesia. Kontrol kualitas temulawak biasanya

dilakukan dengan analisis kuantitatif kurkumin dengan teknik kromatografi cair

kinerja tinggi (KCKT) (Jiang dkk., 2006; Jadhav dkk., 2007; Bos dkk., 2007; Lee

dkk., 2011). Meskipun demikian, metode KCKT memiliki keterbatasan yaitu perlu

waktu yang lama, memerlukan ahli untuk melakukan analisis, dan memerlukan tahap

penyiapan sampel yang relatif kompleks (Tanaka dkk., 2008). Keterbatasan lainnya

adalah jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh

(Munson, 1991). Oleh karena itu, diperlukan metode yang praktis dan efisien.

Dewasa ini, penggunaan spektrofometer Fourier transformed infrared (FTIR)

yang dikombinasikan dengan kalibrasi multivariat untuk analisis suatu komponen

dalam tumbuhan telah banyak dikembangkan. Spektrofometer FTIR yang

dikombinasikan dengan kalibrasi multivariat dapat mengukur sampel secara cepat

tanpa merusak dan mampu menganalisis beberapa komponen secara serentak

(Rohaeti dkk., 2011). Penggunaan spektrofotometer FTIR dalam analisis tumbuhan

masih terbatas karena matriks dan spektrum yang dihasilkan cukup kompleks.

Kombinasi dengan kemometrik dapat memperluas potensi spektroskopi FTIR sebagai

metode alternatif untuk menganalisis komponen dalam tumbuhan. Metode analisis ini

dikembangkan dengan memanfaatkan informasi pola sidik jari yang bersifat khas

(Wold dkk., 2001). Kemometrik memanfaatkan ciri serapan IR yang khas dari setiap

molekul untuk mengklasifikasi sampel atau untuk membuat model kalibrasi

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

3

multivariat (dengan melibatkan data referensi) yang dapat digunakan dalam prediksi

hasil pengukuran suatu sampel (Naes dkk., 2002).

Kombinasi spektrum FTIR dengan kalibrasi multivariat telah banyak

digunakan diantaranya model klasifikasi asal daerah meniran (Dharmaraj dkk., 2006),

penentuan kadar senyawa atau golongan senyawa aktif tumbuhan obat (Rohaeti dkk.,

2006), metode deteksi pemalsuan atau diskriminasi bahan baku pangan atau obat

herbal (Liu dkk., 2008; Chen dkk., 2009) dan prediksi kapasitas antioksidan total

pada minuman anggur (Versari dkk., 2010). Selain itu, kombinasi spektroskopi Near

Infrared (NIR) dengan kalibrasi multivariat pernah dilakukan sebelumnya oleh

Tanaka dkk. (2008) untuk mengkuantifikasi kurkumin dalam ekstrak metanol kunyit.

Pemakaian yang luas tersebut karena teknik ini memberikan hasil yang cukup teliti

dan akurat walaupun dengan matriks sampel yang kompleks (Rohaeti dkk., 2011).

Namun, analisis kurkumin dalam ekstrak etanolik temulawak menggunakan metode

spektrofotometer FTIR yang dikombinasikan dengan kalibrasi multivariat belum

pernah dilaporkan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan

metode spektroskopi FTIR yang dikombinasikan dengan kemometrika kalibrasi

multivariat untuk analisis kurkumin dalam ekstrak etanolik temulawak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat diambil suatu perumusan

masalah yaitu:

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

4

1. Apakah metode spektrofotometri FTIR yang dikombinasikan dengan kalibrasi

multivariat dapat diterapkan dalam analisis kuantitatif kurkumin dalam ekstrak

etanolik temulawak?

2. Bagaimana hubungan antara hasil analisis kuantitatif kurkumin dalam ekstrak

etanolik temulawak yang dianalisis dengan KCKT dan spektrofotometri FTIR

yang dikombinasikan dengan kalibrasi multivariat (Partial Least Square, PLS)?

C. Pentingnya Penelitian Dilaksanakan

Kontrol kualitas kandungan kurkumin dalam tanaman temulawak penting

dilakukan agar dapat memenuhi standar mutu yang dipersyaratkan oleh pasar dalam

dan luar negeri.Selain itu, keamanan, dosis, dan efikasi penggunaan ekstrak

temulawak dapat dipastikan. Kontrol kualitas ekstrak temulawak yang umum

dilakukan adalah melalui penentuan kandungan senyawa aktif kurkumin dalam

tanaman. Tentunya hal ini perlu didukung dengan metode analisis kurkumin dalam

ekstrak temulawak yang efisien, valid, dan praktis. Spektrofotometri FTIR yang

dikombinasikan dengan metode kalibrasi multivariat Partial Least Square (PLS)

merupakan teknik yang tidak merusak, valid, cepat, dan membutuhkan sedikit

persiapan sampel. Selain itu, spektrofotometri FTIR menawarkan teknik sidik jari

yang mana 2 ekstrak etanolik tanaman yang berbeda tidak akan memiliki profil

spektra inframerah yang sama sehingga identifikasinya menjadi lebih reliable. Hasil

dari penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh peneliti lain sebagai dasar acuan untuk

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

5

analisis kurkumin dalam ekstrak etanolik temulawak.

D. Tujuan

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis kurkumin dalam

ekstrak etanolik temulawak yang efisien, valid, dan praktis menggunakan

spektrofotometer FTIR dikombinasikan dengan Partial Least Square (PLS). Tujuan

penelitian ini secara rinci adalah:

1. Melakukan analisis kurkumin dalam ekstrak etanolik temulawak dengan

spektrofotometri FTIR yang dikombinasikan dengan kalibrasi multivariat.

2. Mencari hubungan konsentrasi kurkumin dalam ekstrak etanolik temulawak

yang dianalisis dengan KCKT dan dengan metode spektrofotometri FTIR yang

dikombinasikan dengan kalibrasi multivariat (Partial Least Square, PLS).

E. Tinjauan Pustaka

1. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Rimpang induk temulawak (Gambar 1) dapat memiliki 3-4 buah rimpang.

Warna kulit rimpang adalah cokelat kemerahan atau kuning tua, sedangkan warna

daging rimpang adalah oranye tua atau kuning. Rimpang temulawak terbentuk di

dalam tanah pada kedalaman sekitar 16 cm. Tiap rumpun umumnya memiliki 6 buah

rimpang tua dan 5 buah rimpang muda (Anonim, 2007; Departemen Kesehatan RI,

2008). Klasifikasi Ilmiah tanaman temulawak adalah sebagai berikut:

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

6

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Keluarga : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb. (Rukmana, 1995).

(a) (b)

Gambar 1. Penampakan temulawak yang digunakan untuk penelitian. (a) contoh temulawak yang

digunakan yang berasal dari pasar Bantul, (b) contoh irisan temulawak.

Kandungan rimpang temulawak segar adalah pati (48-59,64%), kurkuminoid

(1,6-2,2%) dan minyak atsiri (1,48-1,63%) (Sidik dkk., 1995). Minyak atsiri atau

minyak menguap merupakan komponen dalam temulawak yang memberikan bau

karakteristik, sedangkan kurkuminoid terdiri dari beberapa zat warna kuning.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

7

Manfaat temulawak terutama diperoleh dari kurkuminoid yang merupakan

senyawa aktif dalam rimpang tanaman temulawak. Temulawak dilaporkan memiliki

berbagai aktivitas yakni antitumor, antiinflamasi, antioksidan, hepatoprotektif, dan

atibakteri. Aktivitas tersebut disebabkan komponen aktif temulawak berupa

kurkuminoid dan xanthorrizol (Hwang, 2006).

2. Kurkumin

Kurkumin [1,7-bis(4'-hidroksi-3'-metoksifenil)-1,6-heptadien-3,5-dion]

merupakan salah satukomponen kurkuminoid yang terdapat pada rimpang tanaman

Curcuma sp. (Tonnesen, 1989; Masuda dkk., 1992; Masuda dkk., 1993). Dua

komponen kurkuminoid lainnya adalah demetoksikurkumin dan bis-

demetoksikurkumin. Kurkuminoid merupakan polifenol yang bertanggung jawab

pada warna kuning Curcuma xanthorrhiza Roxb. . Rumus molekul dan berat molekul

kurkumin berturut-turut adalah C21H2006 dan 368,67. Kurkumin bersifat semipolar

yang relatif tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik seperti aseton,

dimetilsulfoksida dan etanol. Studi kinetika peruraian kurkumin pada pH 1-11 oleh

Tonnesen dan Karlsen (1985) menunjukkan bahwa kurkumin dalam larutan air

mengalami degradasi melalui reaksi hidrolisis. Pada pH < 1, kurkumin terprotonasi

sehingga berwarna merah. Pada pH 1-7, kurkumin dalam bentuk netral yang

berwarna kuning dan memiliki kelarutan dalam air yang sangat rendah; dan pada pH

> 7,5, kurkumin berwarna oranye hingga merah, dan sangat tidak stabil. Kecepatan

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

8

degradasi pada pH 7 lebih lambat dibanding pada pH > 7. Bentuk kristal kurkumin

berupa batang atau prisma, dengan titik leleh 183-185ºC. Struktur senyawa

komponen kurkuminoid sebagaimana dalam Gambar 2.

H3CO

HO OH

OCH3

O O

H3CO

HO OH

O O

HO OH

O O

(a)

(b)

(c)

Gambar 2.Struktur kimia (a) kurkumin, (b) demetoksikurkumin, dan (c) bis-

demetoksikurkumin (Gambar diadopsi dari Hwang, 2006).

Kurkumin merupakan senyawa yang berperan sebagai antioksidan

untuk mengurangi dampak negatif radikal bebas (Sugiharto, 2007). Kurkumin dapat

berperan sebagai antioksidan karena mengandung gugus -OH fenolik. Priyadarsini

dkk. (2003) menyatakan bahwa gugus -OH dari senyawa fenolik sangat potensial

beraktivitas sebagai antioksidan. Efek farmakologis lainnya adalah sebagai antitumor,

antiinflamasi, dan hepatoprotektif (Hwang, 2006).

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

9

Beberapa peneliti telah melaporkan analisis kuantitatif kurkuminoid dengan

berbagai metode analisis. Salah satu metode penentuan kurkuminoid atau produk

berbasis kurkumin adalah dengan spektrofotometri UV-Vis (Jayaprakasha dkk., 2005;

Pothitirat dan Gritsanapan, 2006). Meskipun demikian, kehadiran senyawa lain dalam

ekstrak temulawak yang dapat menyerap pada panjang gelombang yang sama dengan

panjang gelombang kurkuminoid akan mempengaruhi akurasi hasil (Jayaprakhasa

dkk., 2005). Prosedur analisis sederhana menggunakan Flow Injection Analysis (FIA)

juga dilakukan untuk pengukuran kurkumin (Thongcai dkk., 2009; Inoue dkk., 2001).

Metode berbasis kromatografi adalah teknik analisis yang umum untuk

analisis kuantitatif dan kualitatif kurkuminoid seperti kromatografi lapis tipis

(Anderson dkk., 2000; Forgacs dan Cserhati, 2002; Zhang dkk., 2008), KCKT (Sun

dkk., 2005; Ruslay dkk.,2007; Jiang dkk., 2006; Jadhav dkk., 2007; Bos dkk., 2007;

Lee dkk., 2011), dan kromatografi gas (Almeida dkk., 2005; Zhang dkk., 2008;

Anderson dkk., 2000). Rendahnya volatilitas dan sifatnya yang labil pada pemanasan,

menjadikan kurkuminoid kurang populer ditetapkan menggunakan kromatografi gas.

Elektoforesis kapiler adalah alat pemisahan yang kuat, yang berkembang pesat dan

banyak diterapkan untuk analisis produk farmasi, dan komponen bioaktif tumbuhan.

Beberapa faktor, yaitu persiapan sampel, kapasitas pemisahan, dan tingkat deteksi

harus diperhitungkan ketika elektroforesis digunakan untuk analisis kurkuminoid (Li

dkk., 2006). Analisis kurkuminoid dalam makanan dan produk farmasi sangat

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

10

penting, karena itu diperlukan metode yang cepat, handal, murah dan tidak merusak

sampel seperti spektrofotometri inframerah.

3. Ekstraksi

Ekstraksi atau penyarian adalah peristiwa pemindahan zat aktif yang semula

di dalam sel akan ditarik oleh cairan penyari, sehingga zat aktif berada di dalam

cairan penyari. Penyarian ini menghasilkan suatu ekstrak. Ekstrak adalah sediaan

pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau

simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir

semua pelarut diuapkan (Departemen Kesehatan RI, 1995). Metode penyarian yang

digunakan tergantung wujud dan kandungan zat dalam bahan yang akan disari.

Proses ekstraksi dipengaruhi oleh derajat kehalusan serbuk dan perbedaan

konsentrasi, mulai dari pusat butir serbuk simplisia sampai ke permukaannya.

Semakin besar perbedaan konsentrasi, semakin besar daya dorong tersebut sehingga

mempercepat penyarian. Cairan penyari harus dapat mencapai seluruh serbuk dan

secara terus-menerus mendesak ke luar larutan yang memiliki konsentrasi yang lebih

tinggi (Departemen Kesehatan RI, 1986).

Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstraksi. Suatu

senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah murah dan mudah

diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, dan tidak mudah terbakar,

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

11

selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki, tidak mempengaruhi

zat berkhasiat dan diperbolehkan oleh peraturan yang berlaku (Departemen

Kesehatan RI, 1986). Ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan yaitu

maserasi, perkolasi, dan soxhletasi.

Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut

dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Teknik

ini dilakukan untuk mengekstrak jaringan tanaman yang belum diketahui kandungan

senyawanya yang mungkin bersifat tidak tahan panas (Harbone, 1987). Remaserasi

berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan

maserat pertama, dan seterusnya.

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan

dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan

menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif,

dan zat aktif akan larut. Karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif

di dalam dan di luar sel, maka larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak

keluar. Peristiwa tersebut berulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi di dalam

dan di luar sel (Departemen Kesehatan RI, 1986).

Pada penyarian dengan cara maserasi dilakukan pengadukan yang bertujuan

untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia. Selain itu, dengan

pengadukan akan terjaga perbedaan konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan

di dalam sel dengan larutan di luar sel. Hasil penyarian dengan cara maserasi perlu

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

12

dibiarkan dalam selang waktu tertentu. Waktu tersebut diperlukan untuk

mengendapkan zat-zat yang tidak diperlukan tetapi ikut terlarut dalam cairan penyari

(Departemen Kesehatan RI,2000).

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan

peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Sementara kerugiannya

adalah pengerjaan lama dan penyariannya kurang sempurna (Departemen Kesehatan

RI, 2000).

Proses ekstraksi dengan metode maserasi dikombinasikan dengan alat

vaccum rotary evaporator yang bertujuan untuk mendapat hasil pemisahan yang

maksimal. Vaccum rotary evaporator merupakan alat yang dirancang untuk

memindahkan pelarut yang mudah menguap dalam jumlah yang besar dari larutan

pada penurunan tekanan, meninggalkan komponen yang tidak mudah menguap.

Perbedaan utama pekerjaan ini dengan kerja distilasi adalah dilakukannya pemutaran

labu distilasi selama pemindahan pelarut. Pemutaran memiliki fungsi penting yakni

dapat menghindari resiko bumping dan meningkatkan kecepatan pemindahan pelarut

(Firdaus, 2011).

4. Spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FTIR)

Radiasi inframerah (Infrared, IR) tidak memiliki cukup energi untuk

menyebabkan transisi elektronik. Bila radiasi IR dilewatkan melalui suatu cuplikan,

maka molekul akan menyerap energi sehingga terjadi vibrasi (Hendayana dkk.,

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

13

1994). Panjang gelombang serapan oleh suatu ikatan bergantung pada jenis getaran

ikatan antar atom. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan akan menyerap radiasi

IR pada panjang gelombang yang berbeda (Fessenden dan Fessenden, 1986).

Spektrum inframerah kurkumin terdiri dari gugus fungsional alkena,

karbonil, alkana, benzena dan hidroksi. Kesamaan serapan alkena terhadap serapan

aromatik menyebabkan sukar untuk mendeteksi gugus alkena dalam molekul

aromatik. Puncak sedang hingga kuat di daerah 1650-1450 cm-1

sering

diinterpretasikan sebagai cincin aromatik. Kenampakan yang paling umum dari

serapan C-H ulur (alkana) adalah munculnya dua pita kuat di sebelah kanan 3000

cm-1

dan C-H tekuk di sekitar 1390 cm-1

. Gugus karbonil (C=O) memberi puncak

kuat di daerah 1820-1600 cm-1

(Sastrohamidjojo, 2007).

Molekul-molekul hanya akan menyerap sinar inframerah pada frekuensi

tertentu jika di dalam molekul ada transisi tenaga sebesar ΔΕ=hυ. Transisi yang

terjadi di dalam molekul berkaitan dengan perubahan-perubahan vibrasi di dalam

molekul. Sebagai contoh, pita kuat di daerah 1700 cm-1

mempunyai frekuensi yang

sama dengan ikatan C=O yang mengalami vibrasi ulur. Ikatan-ikatan yang berbeda

(C-C, C=C, C≡C, C-O, C=O, O-H, N-H dsb.) mempunyai frekuensi vibrasi yang

berbeda dan kita dapat mendeteksi adanya ikatan-ikatan tersebut dalam molekul

organik dengan mengidentifikasi frekuensi-frekuensi karakteristiknya sebagai pita

serapan dalam spektrum inframerah (Sastrohamidjojo, 2007).

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

14

Kedudukan pita serapan dapat dinyatakan dalam satuan frekuensi υ (det-1

atau Hz), atau panjang gelombang λ (mikrometer μm) atau bilangan gelombang

(cm-1

). Sebagian besar kimiawan menggunakan bilangan gelombang (cm-1

), dan

sedikit menggunakan panjang gelombang (μm) (Sastrohamidjojo, 2007). Penggunaan

spektroskopi inframerah pada bidang kimia organik menggunakan daerah dari 650 –

4000 cm-1

. Daerah inframerah dibagi menjadi tiga sub daerah, yaitu inframerah dekat

(14000-4000 cm-1

), inframerah sedang (4000-400 cm-1

), dan inframerah jauh (400 -

40 cm-1

) (Griffiths dan Chalmers, 1999). Umumnya analisis senyawa dilakukan pada

daerah IR sedang (Tanaka dkk., 2008). Masing-masing daerah tersebut lebih jauh dan

lebih dekat dengan spektrum tampak. Inframerah jauh, mengandung sedikit serapan

yang bermanfaat bagi kimiawan organik.

Terdapat dua macam vibrasi, yaitu vibrasi ulur dan tekuk. Vibrasi ulur

merupakan suatu gerakan berirama di sepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar

atom akan bertambah atau berkurang. Vibrasi tekuk dapat terjadi karena perubahan

sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan pada sebuah molekul (Silverstein dan Bassler,

1998). Vibrasi dua atom yang dihubungkan secara ikatan kimia dapat disamakan

dengan vibrasi dua bola yang dihubungkan dengan pegas. Dengan menggunakan

analogi ini, kita dapat menerangkan sejumlah gambar dari spektra inframerah.

Sebagai contoh untuk merentangkan pegas kita membutuhkan tenaga yang lebih

besar daripada untuk menekuknya, dan serapan rentangan/ulur dari suatu ikatan

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

15

muncul pada frekuensi yang lebih tinggi dalam spektrum inframerah daripada serapan

tekuk dari ikatan yang sama (Sastrohamidjojo, 2007).

Secara umum, vibrasi uluran asimetrik terjadi pada bilangan gelombang

yang lebih tinggi dibanding vibrasi uluran simetrik; demikian juga, vibrasi uluran

juga terjadi pada bilangan gelombang yang lebih tinggi dibanding vibrasi tekukan.

Vibrasi tekuk sendiri terdiri dari 4 macam yakni guntingan, ayunan, kibasan dan

pelintiran. Istilah tersebut digunakan dalam pustaka untuk merujuk bilangan

gelombang yang merupakan asal pita inframerah (Pavia dkk., 2009). Gambar 3

menunjukkan bahwa gugus metilen tunggal memberikan sejumlah ragam vibrasi, dan

setiap atom yang dihubungkan dengan dua atom lain akan mengalami vibrasi, ketika

terjadi perbedaan momen dipol.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

16

Vibrasi uluran (stretching)

Uluran simetris (v = 2853 cm-1) Uluran asimetris (v = 2923 cm-1)

C

H

HC

H

H

Vibrasi tekukan (bending)

Vibrasi guntingan

(v = 1450 cm-1)

Vibrasi kibasan (v = 1250 cm-1)

Vibrasi goyangan (v = 720 cm-1);

Dalam bidang (in-plane)

Vibrasi pelintiran (v = 1250 cm-1);

Keluar bidang (out of plane)

C

H

H

C

H

H

C

H

C

H

H

Gambar 3. Berbagai jenis vibrasi untuk gugus metilen (Gambar diadopsi dari Pavia dkk., 2009).

Bagian pokok spektrofotometer inframerah adalah sumber cahaya

inframerah, monokromator dan detektor. Cahaya dari sumber dilewatkan melalui

sampel, dipecah menjadi frekuensi-frekuensi individunya dalam monokromator, dan

intensitas relatif dari frekuensi individu diukur oleh detektor (Sastrohamidjojo, 2007).

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

17

Spektra inframerah mempunyai karakteristik yang unik untuk setiap

molekul, maka dalam spektrum IR diperoleh pita-pita serapan yang karakteristik juga.

Bentuk pita ini dikenal sebagai “finger print” dari suatu molekul. Daerah yang

mengandung sejumlah besar vibrasi tertentu yang tak pernah ditelaah yang berkisar di

frekuensi 1400 - 900 cm-1

sering disebut daerah finger print (Sastrohamidjojo, 2007).

Spektroskopi FTIR dapat digunakan untuk analisis kualitatif maupun

kuantitatif.

a) Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif dengan spektroskopi FTIR secara umum digunakan untuk

identifikasi gugus-gugus fungsional yang terdapat dalam suatu senyawa yang

dianalisis (Silverstein dan Bassler, 1998).

b) Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif dengan spektroskopi FTIR secara umum digunakan

untuk menentukan konsentrasi analit dalam sampel. Dalam penentuan analisis

kuantitatif dengan Inframerah digunakan hukum Lambert Beer’s. Hukum Lambert

Beer’s dinyatakan sebagai berikut:

A= ε b c

Yang mana A merupakan absorbansi, ε untuk absorptivitas, b untuk tebal

tempat sampel dan c untuk konsentrasi sampel. Jika c dinyatakan dalam mol/liter atau

Molar (M) maka ε dinyatakan sebagai absortivitas molar. Bila absorbansi A

dihubungkan terhadap konsentrasi c untuk sampel yang tebalnya b dalam cm, maka

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

18

akan dihasilkan suatu garis lurus (linier) dengan lereng AB dalam daerah yang mana

hukum Lambert Beer’s berlaku (Pescok dkk., 1976; Skoog & West, 1971). Oleh

karena itu, hanya spektra berbentuk absorbansi yang dapat digunakan untuk analisis

kuantitatif. Kurvanya bisa dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Kurva hubungan absorbansi terhadap konsentrasi (Gambar diadopsi dari Pecsok dkk., 1976).

Aplikasi spektofotometer FTIR untuk analisis inframerah kuantitatif secara

konvensional telah dilakukan sejak tahun 1966 oleh Hans venning. Peneliti ini

melakukan kuantifikasi meta- dan para-xilena secara kuantitatif dengan spektroskopi

inframerah menggunakan orto-xilena sebagai standar internal dan sikloheksana

sebagai pelarut. Stuart (2004) juga menganalisis aspirin yang dilarutkan dalan

kloroform. Spektroskopi inframerah dalam analisis kuantitatif mempunyai

keterbatasan yang tidak dapat diabaikan yaitu tidak adanya hubungan antara hukum

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

19

Lambert Beer’s dengan kompleksitas spektrum sehingga tumpang-tindihnya puncak-

puncak tidak dapat diukur (Pescok dkk., 1976).

Saat ini, analisis kuantitatif dengan metode spektroskopi FTIR yang

dikombinasikan dengan kemometrika metode kalibrasi multivariat sudah banyak

dikembangkan karena penggunaannya yang lebih efisien dan cepat. Aplikasi untuk

menganalisis kuantitatif kurkumin dalam ekstrak metanolik kunyit telah dilakukan

oleh Tanaka dkk. (2008) dengan menggunakan spektroskopi Near-infrared (NIR)

yang dikombinasikan dengan kalibrasi multivariat (Partial Least Square, PLS).

Selain itu, spektroskopi FTIR dihubungkan dengan kalibrasi multivariat telah

digunakan untuk mendeteksi adanya minyak sawit dalam VCO (Rohman dan Che

Man, 2011), untuk mendeteksi adanya lemak babi dalam berbagai minyak nabati

(Rohman dkk., 2011b) dan untuk mendeteksi minyak dedak padi dalam minyak zaitun

( Rohman dan Che Man, 2012).

Dua variasi instrumental dari spektrameter inframerah adalah metode

dispersif dan metode Fourier Transform. Berbeda dari spektrometer dispersif,

spektrofotometer FTIR tidak mengukur panjang gelombang satu demi satu,

melainkan dapat mengukur intensitas pada berbagai panjang gelombang secara

serempak (Skoog dan West, 1971). Pada spektrofotomete FTIR digunakan suatu

interferometer sebagai pengganti monokromator. Interferometer ini akan memberikan

sinyal ke detektor sesuai dengan intensitas frekuensi vibrasi molekul yang berupa

interferogram (Bassler, 1996). Interferogram merupakan plot dari intensitas versus

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

20

waktu. Plot ini diganti dengan plot intensitas versus bilangan gelombang. Suau

operasi matematika yang disebut Fourier Transform dapat digunakan untuk

memisahkan suatu frekuensi absorbsi dari interferogram sehingga membentuk pita

yang dapat diartikan seperti pita hasil spektrofotometer IR (Stuart, 2004).

Sistem optik spektrofotometer FTIR seperti dalam Gambar 4, yang

dilengkapi dengan cermin yang bergerak tegak lurus dan cermin yang diam. Radiasi

inframerah akan menimbulkan perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin yang

bergerak dan jarak menuju cermin yang diam. Perbedaan jarak tempuh radiasi disebut

sebagai retardasi (δ). Hubungan antara intensitas radiasi IR yang diterima detektor

terhadap retardasi disebut sebagai interferogram, sedangkan sistem optik dari

spektrofotometer IR yang didasarkan atas bekerjanya interferometer disebut sebagai

sistem optik Fourier Transform InfraRed (Pavia dkk., 2001).

Gambar 5. Komponen spektrofotometer FTIR secara skematik (Gambar diadopsi dari Pavia dkk.,

2009).

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

21

Salah satu teknik penanganan sampel yang umum dilakukan pada

spektroskopi FTIR adalah dengan teknik Attenuated Total Reflection (ATR). Teknik

ATR hanya membutuhkan sedikit preparasi sampel atau bahkan tidak ada preparasi

sama sekali. ATR menggunakan aksesoris dalam kompartemen sampel

spektrofotometer FTIR. Cermin pada aksesoris membawa sinar IR pada suatu fokus

di permukaan kristal. Jika kristal mempunyai indeks bias yang sesuai dan sinar

mempunyai sudut datang yang sesuai, maka akan terjadi pemantulan internal total.

Energi IR akan memantul pada permukaan kristal (Stuart, 2004).

5. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan komponen-

komponen campuran dalam keadaan kesetimbangan diantara dua fase, yaitu fase

diam yang dapat menahan sampel dan fase gerak yang dapat membawa sampel.

Kromatografi berdasarkan fase geraknya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

kromatografi gas dan kromatografi cair (Day dan Underwood, 2002). Fase diam

berguna untuk menjerap komponen zat, sedangkan fase bergerak berguna untuk

mengangkut komponen zat lain yang tidak terikat. Oleh karena adanya sistem

pengangkutan dan sistem pengikatan ini, maka suatu komponen zat dapat dipisahkan

dari komponen lainnya. Metode berbasis kromatografi adalah teknik analisis dalam

analisis kimia yang telah sesuai untuk penentuan secara kualitatif dan kuantitatif

sejumlah besar sampel (Gritter dkk., 1991).

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

22

Menurut Harborne (1987), terdapat empat macam teknik kromatografi, yaitu

kromatografi kertas (KKt), kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi gas cair, dan

kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Metode pemisahan dan pemurnian

kandungan tumbuhan terutama dilakukan dengan menggunakan salah satu dari empat

teknik atau gabungan teknik tersebut.

KLT dan KKt serupa dalam hal fase diamnya yang berupa lapisan tipis dan

fase geraknya mengalir karena kerja kapiler. Perbedaan keduanya dalam sifat dan

fungsi fase diam (Gritter dkk., 1991). KKt dapat digunakan terutama bagi kandungan

tumbuhan yang mudah larut dalam air (karbohidrat, asam amino, dan senyawa

fenolat). KLT dapat digunakan untuk tujuan preparatif dan kuantitatif (Rasmussen

dkk., 2000). KCKT adalah metode pilihan untuk analisis kurkuminoid dikaitkan

dengan presisi dan akurasi yang tinggi dan mempunyai batas deteksi yang rendah.

KCKT merupakan salah satu contoh kromatografi cair yang menggunakan

zat cair sebagai fase gerak. Selain untuk pemisahan, metode ini juga dapat digunakan

untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Instrumen dasar KCKT terdiri dari pompa,

sistem pemasukan sampel, kolom, detektor, dan rekorder atau pencatat (Hendayana

dkk., 1994).

KCKT merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang

tinggi. Hal ini karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa

tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam. KCKT mampu

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

23

menganalisis berbagai sampel secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam

komponen tunggal maupun campuran (Direktorat Jenderal POM, 1995).

KCKT dapat disamakan dengan Kromatografi Gas Cair dalam hal kepekaan

dan kemampuan menghasilkan data kualitatif dan kuantitatif dengan sekali kerja saja.

Perbedaannya adalah fase diam dalam KCKT terikat pada polimer berpori yang

terdapat pada kolom baja tahan karat yang bergaris tengah kecil dan fase gerak cair

mengalir akibat tekanan yang besar (Harbone, 1987). Fase gerak atau eluen biasanya

terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan

dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas

keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel

(Johnson dan Stevenson, 1991).

Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan dicatat sebagai puncak-

puncak yang secara keseluruhan disebut sebagai kromatogram. Kromatogram dapat

digunakan untuk tujuan kualitatif dan kuantitatif. Disamping itu, kromatogram dapat

digunakan untuk mengevaluasi efisiensi pemisahan dan kinerja kolom.Pelarut yang

akan digunakan harus dihilangkan gelembung udaranya (degassing), karena udara

yang terlarut akan keluar melewati detektor yang dapat menghasilkan banyak noise

sehingga data tidak dapat digunakan (Putra, 2007).

KCKT adalah metode yang paling banyak digunakan untuk analisis

kurkuminoid karena fleksibilitas dan kemudahan dalam penggunaanya. Aplikasi

KCKT untuk penetapan kurkuminoid oleh He dkk. (1998) menunjukkan bahwa

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

24

kurkuminoid danseskuiterpenoid dalam kunyit dapat dianalisis dengan KCKT

spektrometri massa. Jiang dkk. (2006) menyatakan bahwa metode KCKT dengan

Photodiode Array Detector (PAD) dapat digunakan untuk identifikasi secara

langsung kurkuminoid dalam serbuk kunyit. Bos dkk. (2007) melaporkan

penggunaan metode KCKT-PAD untuk analisis kurkuminoid dalam berbagai spesies

asli Curcuma dan digunakan untuk pengobatan di Indonesia, dengan menggunakan

campuran fase gerak metanol, asam trifluoroasetat, dan asetonitril.

KCKT digabungkan dengan detektor UV-Vis adalah metode analisis

kurkuminoid dalam sampel kunyit yang paling umum digunakan. Tonnesen dan

Karlsen (1983), pertama melaporkan metode ini untuk analisis kurkumin dan

komponen lain dalam kunyit, serta Smith dan Withowska (1984) membandingkan

detektor UV dan detektor elektrokimia yang digabung dengan KCKT untuk analisis

kurkumin dalam serbuk kunyit. Rouseff (1988) meningkatkan pemisahan

kurkuminoid pada kolom oktadesilsilana (C18) dengan menggunakan teknik gradien

(air dan tetrahidrofuran) selama 22 menit. Jayaprakasha dkk. (2002) melaporkan

pengembangan metode KCKT-UV untuk analisis kurkuminoid dengan teknik elusi

gradien pada campuran fase gerak metanol, asam asetat, dan asetonitril selama 20

menit. Meskipun demikian, teknik KCKT ini memerlukan biaya yang mahal karena

menggunakan banyak bahan kimia dan alat yang canggih.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

25

6. Kemometrika

Istilah kemometrika pertama kali diperkenalkan oleh ilmuwan

berkebangsaan Swedia yaitu Swante Wold dan ilmuwan berkebangsaan Amerika

Serikat yaitu Bruce R. Kowalski. Definisi kemometrika adalah cabang ilmu kimia

yang memanfaatkan metode-metode matematika dan statistika. Kemometrika

digunakan untuk merancang atau memilih prosedur pengujian dan pengukuran yang

optimal. Selain itu, kemometrika digunakan untuk menarik informasi kimia

sebanyak-banyaknya dengan menganalisis suatu data (Otto, 2007).

Menurut Miller dan Miller (2010), kemometrika merupakan cabang ilmu

pengetahuan yang mengaplikasikan ilmu statistika dan matematika untuk mengolah

data kimia. Keuntungan kemometrika yang dikombinasikan spektroskopi FTIR

adalah penggunaannya yang cepat dan efisien karena menggunakan komputer

modern dan teknik statistik yang valid (Lee, 2006). Selain itu, dimungkinkan adanya

pengukuran data multivariat, yang mana beberapa variabel (absorbansi dalam banyak

bilangan gelombang) diukur untuk suatu sampel yang dituju (Miller dan Miller,

2010).

Kemometrika banyak berhubungan dengan pengukuran data multivariat

(Adams, 2004). Banyak contoh penggunaan pengukuran data multivariat dalam kimia

analisis. Pertama untuk analisis korelasi, seperti penentuan adanya keterkaitan antara

spektrum FTIR ekstrak dan aktivitasnya. Kedua untuk mengelompokkan data,

contohnya mengelompokkan tanaman dari berbagai daerah yang memilki aktivitas

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

26

sama dengan cara membandingkan data serapan inframerah pada daerah sidik jari

(Darusman dkk., 2007). Keuntungan pengukuran data multivariat adalah dapat

mengurangi noise akibat mempertimbangkan banyak variabel secara bersamaan.

Selain itu, dengan pengukuran data multivariat dapat dideteksi adanya sampel palsu.

Hal ini dapat dilakukan karena bentuk profil yang diukur mencerminkan profil yang

sebenarnya. Jika sampel merupakan komponen yang berbeda, maka akan tampak bila

sampelpalsu (Bro, 2003).

Ada 3 jenis kemometrika yaitu 1) Kemometrika yang terkait dengan teknik

pemrosesan spektra; 2) Kemometrika untuk pengelompokkan; dan 3) Kemometrika

dengan metode kalibrasi multivariat (Moros dkk., 2010). Metode kalibrasi multivariat

yang sering digunakan dalam mengolah data kimia yaitu regresi komponen utama

(Principle Component Regression/PCR) dan regresi kuadrat terkecil sebagian (Partial

Least Square/PLS) yang digunakan untuk menghubungkan antara spektrum FTIR

dengan sifat sampel yang dapat dikuantifikasi, misalnya konsentrasi analit.

Konsentrasi analit berada pada variabel respon, dan absorbansi pada bilangan

gelombang yang berbeda berada pada variabel prediksi (Miller dan Miller, 2010).

a) Principle Component Regression (PCR)

Principle Component Regression atau yang biasa disebut PCR merupakan

salah satu metode yang digunakan untuk mengatasi masalah multivariat kolinieritas

yang sering muncul dalam analisis multivariat (Myers, 1990). PCR berfungsi sebagai

teknik pengurangan jumlah data multivariat ketika muncul korelasi antar

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

27

data/variabel. Teknik kalibrasi multivariat ini diawali dengan PCA kemudian

dilanjutkan dengan regresi antara komponen utama yang baru dengan respon (Nawa,

2012). Ketika variabel prediksi tidak saling berhubungan, maka teknik ini tidak

berguna. Variabel yang dikurangi dalam hal ini adalah variabel prediksi dengan

menggunakan komponen utama (principle component, PC) yang berasal dari metode

pengelompokkan Principal component analysis (PCA) dibandingkan dengan variabel

aslinya. Keuntungan dari jenis regresi ini adalah berkurangnya jumlah variabel

prediktor yang digunakan untuk kalibrasi daripada jumlah variabel asalnya (Miller

dan Miller, 2010). Namun, PCR hanya mempertimbangkan korelasi variabel prediksi

dengan komponen utama (PC) tanpa memperhatikan kekuatan hubungan dengan

variabel respon.

b) Partial Least Square (PLS)

Partial least square, atau yang biasa disebut PLS pertama kali

dikembangkan oleh H. Wold di bidang ekonometri pada akhir tahun 1960

(Gemperline, 2006). PLS digunakan untuk memperkirakan serangkaian variabel tidak

bebas (respon) dari variabel bebas (prediktor yang jumlahnya sangat banyak,

memiliki struktur sistematik linier atau nonlinier, dengan atau tanpa data yang hilang,

dan memiliki kolinieritas yang tinggi (Herve, 2003). Pada metode kemometrika PLS,

variabel yang dipilih merupakan variabel yang memiliki korelasi yang baik dengan

respon, sehingga variabel tersebut akan memberikan prediksi yang lebih efektif

(Adams, 1995).

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

28

Regresi PLS dihitung dengan alogaritma kuadrat terkecil yang

menghubungkan antara dua matriks, data spektra pada matriks X dan nilai referen

pada matriks Y. PLS sering digunakan dalam spektroskopi FTIR untuk mengekstrak

informasi dari spektra yang kompleks yang mengandung puncak-puncak yang

tumpang tindih, serta adanya noise dari instrumen yang digunakan untuk

mengumpulkan data (Syahariza dkk., 2005).

PLS menggunakan kombinasi linier dari variabel prediksi terhadap variabel

sebenarnya. Variabel yang menunjukkan korelasi tinggi dengan variabel respon

diberikan bobot tambahan karena lebih efektif untuk prediksi. Dengan cara ini,

kombinasi linier dari variabel prediksi dipilih dari yang memiliki korelasi tinggi

dengan variabel respon dan juga menjelaskan variasi dalam variabel prediksi (Miller

dan Miller, 2010). Model regresi ini memberikan kelebihan berupa pembentukan

komponen model PLS yang dapat menggambarkan korelasi antara spektra FTIR dan

konsentrasi analit, meskipun jika diamati visual tidak terlihat adanya perbedaan nyata

pada spektra (Yang dkk., 2006). Setiap komponen pada regresi PLS diperoleh dengan

memaksimalkan korelasi variasi antara variabel y dengan setiap fungsi linier yang

memungkinkan dari variabel x (Romia dan Bernardez, 2009).

Dalam penelitian ini diperlukan metode untuk menguji validitas model

analisis dengan menggunakan data uji di luar data yang digunakan dalam

pembentukan analisis. Metode ini disebut “Validasi Silang” yang digunakan untuk

menentukan seberapa kuat model prediksi yang dibuat untuk dapat

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

29

diimplementasikan (Nawa, 2012). Ada 3 macam teknik validasi silang yaitu Leave

One Out, K-Fold Cross Validation dan 2-Fold Cross Validation. Teknik yang dipakai

dalam penelitian ini adalah Leave One Out, yaitu dengan cara nilaisampel pertama

dikeluarkan dari serangkaian data dan nilai sampel sisanya digunakan untuk membuat

persamaan terprediksi, lalu sampel yang pertama diujikan pada persamaan terprediksi

yang baru dan diperoleh nilai terprediksi untuk sampel pertama. Nilai terprediksi

diperoleh untuk seluruh nilai sampel yang ada, kemudian didapat selisih dari nilai

sampel sebenarnya dengan nilai terprediksi untuk tiap sampel. Total kuadrat selisih

nilai-nilai ini disebut dengan Predicted Residual Error Sum of Squares (PRESS)

(Miller dan Miller, 2010).

F. Landasan Teori

Salah satu komoditas bahan alam andalan Indonesia, yakni temulawak

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.), merupakan bahan yang sangat strategis untuk

dikembangkan mengingat banyaknya manfaat yang ditunjukkan oleh bahan aktif

kurkuminoid yang terkandung di dalamnya. Kurkumin merupakan senyawa

komponen kurkuminoid dengan persentase paling besar.

Metode kuantifikasi kurkumin dalam ekstrak etanolik temulawak yang cepat

dan efisien mutlak diperlukan. Salah satu metode kuantifikasi cepat dan efisien yang

ditawarkan adalah metode spektroskopi Fourier Transform Infrared (FTIR) yang

dikombinasikan dengan kalibrasi multivariat. Metode spektroskopi FTIR telah

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

30

terbukti menjadi alat yang ampuh untuk analisis kualitatif dan kuantitatif konstituen

dalammakanan, tanaman dan produk farmasi (Roggo dkk., 2007; Burns dkk., 2001).

Metode kalibrasi multivariat dengan teknik Partial Least Square (PLS) dalam

penelitian ini dapat digunakan untuk menghasilkan korelasi yang baik antara data

spektrum FTIR dan informasi yang telah diketahui dari sampel, yang dalam hal ini

berupa konsentrasi kurkumin. Konsentrasi kurkumin dari setiap sampel diukur

dengan menggunakan metode acuan yang diakui, yaitu metode Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi (KCKT).

Tanaka dkk. (2008) membuktikan bahwa kemometrika PLS dapat digunakan

untuk menganalisis kuantitatif kurkumin dalam ekstrak metanolik kunyit dengan

menggunakan spektroskopi Near-infrared (NIR). Dengan metode yang sama,

diharapkan kemometrika PLS juga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif

kuantitatif kurkumin dalam ekstrak etanolik temulawak.

Pola spektrum FTIR (terutama pada daerah sidik jari) merupakan pola yang

kompleks, penafsirannya memerlukan bantuan metode kemometrik. Optimasi

spektroskopi FTIR dengan digabungkan dengan metode kemometrika tertentu seperti

kalibrasi multivariat (Partial Least Square, PLS) dapat digunakan untuk analisis

kuantitatif kurkumin dalam ekstrak etanolik temulawak.

G. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan, maka dapat disusun suatu

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72013/potongan/S1...Kandungan kimia rimpang temulawak yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri makanan,

31

hipotesis sebagai berikut:

1. Kandungan kurkumin dalamekstrak etanolik temulawak dapat dianalisis

menggunakan metode spektrofotometri FTIR yang dikombinasikan dengan

kalibrasi multivariat.

2. Kandungan kurkumin dalam ekstrak etanolik temulawak yang dianalisis dengan

metode KCKT dan spektrofotometri inframerah akan menghasilkan korelasi yang

baik dengan bantuan model kalibrasi multivariat (Partial Least Square, PLS).