bab i pendahuluan a. latar belakang...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Korupsi di Indonesia dirasakan telah merambah keseluruh lini
kehidupan masyarakat dan dilakukan secara sistematis, sehingga merusak
perekonomian dan menghambat pembangunan serta memunculkan
stigma negatif bagi bangsa Indonesia dan negara Indonesia di dalam
pergaulan masyarakat internasional. Upaya pemberantasan korupsi
terkendala dan berpacu dengan munculnya beragam modus operandi
korupsi yang semakin canggih. Begitu mengakarnya korupsi sampai
membentuk struktur kejahatan, yaitu faktor negatif yang terpatri dalam
berbagai institusi masyarakat yang bekerja melawan kesejahteraan
bersama.1
Urgensi perang melawan korupsi salah satunya di dorong
merebaknya berbagai anomali menyangkut pembacaan atas doktrin
agama yang secara langsung atau tidak menjadi ”landasan pacu” bagi
merebaknya perbuatan korupsi. Agama apapun pasti melarang perbuatan
korupsi. Dan pelaku korupsi pun tahu pasti agama apapun melarang dan
1 Loso, “Peningkatan Pemahaman Siswa tentang Bahaya Korupsi melalui Pendidikan
Anti Korupsi di Sekolah dalam Upaya Menciptakan Generasi Muda yang Anti Korupsi di
SMK Diponegoro Karang Anyar” (Pekalongan: Fakultas Ilmu Hukum UNIKAL: Jurnal
Pena Vol. 19, No. 2,September 2010), hlm. 145
2
mengutuk tindakan itu. Mungkin dengan pendekatan agama bisa dipakai
untuk pencegahan yang bersifat kultural. Paradoks itu menunjukkan
bahwa ibadah ritual yang tidak bermutu tidak berdampak positif bagi
para perilaku.2
Singkatnya, dalam upaya memberantas korupsi, peranan agamawan
(guru, ulama, kyai, ustadz, da‟i) dengan institusi sosial keagamaannya
sangatlah strategis. Agamawan yang memiliki kedekatan dengan
masyarakat tentu sangat efektif dalam menyosialisasikan pesan-pesan
agama anti korupsi. Apalagi pada kenyataannya dalam struktur sosial-
politik Indonesia, agamawan mempunyai legitimasi dan pengaruh yang
luas yang jauh melampaui sekadar fungsi-fungsi spiritual. Sehingga pada
sisi ini, gerakan sosial anti korupsi yang terpusat di kalangan tokoh
agama harus dimaknai sebagai sebuah gerakan moral, yang diharapkan
memiliki implikasi positif.
Keterlibatan pendidikan formal dalam upaya pencegahan korupsi
memiliki kedudukan strategis-antisipatif. Upaya pencegahan budaya
korupsi di masyarakat terlebih dahulu dapat dilakukan dengan mencegah
berkembangnya mental korupsi pada anak bangsa Indonesia melalui
pendidikan.
Semangat antikorupsi yang patut menjadi kajian adalah penanaman
pola pikir, sikap, dan perilaku antikorupsi melalui sekolah, karena
sekolah adalah proses pembudayaan. Sektor pendidikan formal di
2Pemberantasan Korupsi dengan Nilai-nilai Islam diakses pada tanggal 5 Oktober 2015
dari http://adahspace.blogspot.co.id/2013/05/pemberantasan-korupsi-dengan-nilai.html
3
Indonesia dapat berperan dalam memenuhi kebutuhan pencegahan
korupsi.
Langkah pencegahan tersebut secara tidak langsung bisa melalui
dua pendekatan, pertama: menjadikan peserta didik sebagai target, dan
kedua: menggunakan pemberdayaan peserta didik untuk menekan
lingkungan agar tidak permissive to corruption.
Pendidikan yang diberikan untuk mengurangi korupsi adalah
pendidikan nilai, yaitu pendidikan untuk mendorong setiap generasi
menyusun kembali sistem nilai yang diwarisi oleh Nabi Muhammad
SAW.3 Tujuan pendidikan itu adalah untuk mengetahui konsep
Pendidikan anti korupsi yang direlevansikan dengan tinjauan normatif
aspek kurikulum dalam Pendidikan Agama Islam, kemudian mencoba
menampilkan model Pendidikan anti korupsi dalam Pendidikan Agama
Islam. Pendidikan anti korupsi yang dimaksud disini adalah program
pendidikan anti korupsi yang secara konsepsional disisipkan pada mata
pelajaran yang sudah ada di sekolah dalam bentuk perluasan tema yang
sudah ada dalam kurikulum dengan menggunakan pendekatan
kontekstual pada pembelajaran antikorupsi, yaitu dengan model
Pendidikan antikorupsi integratif-inklusif dalam Pendidikan Agama
Islam.
Untuk berpartisipasi dalam gerakan pemberantasan dan pencegahan
korupsi ada dua model yang dapat dilakukan oleh sekolah/madrasah
3Agus Syahrul Amnan, Cegah Mental Korupsi Sedini Mungkin Dengan Pendidikan
Islam,diakses pada tanggal 10 Oktober 2015 dari
http://sugihrejo31.blogspot.co.id/2014_06_01_archive.html
4
dalam mengembangkan kurikulum Pendidikan Antikorupsi yang
integratif-inklusif pada Pendidikan Agama Islam.
a. Pertama, proses pendidikan harus menumbuhkan kepedulian sosial-
normatif, membangun penalaran obyektif, dan mengembangkan
perspektif universal pada individu.
b. Kedua, pendidikan harus mengarah pada penyemaian strategis,
yaitu kualitas pribadi individu yang konsekuen dan kokoh dalam
keterlibatan peran sosialnya. Model Pendidikan anti korupsi yang
integratif inklusif dalam pendidikan agama Islam secara aplikatif
lebih berkedudukan sebagai pendekatan dalam pembelajaran
berbasis kontekstual.4
Melawan budaya korupsi harus dengan budaya juga yaitu budaya
Antikorupsi. Hakikat dari Korupsi menurut pandangan saya adalah
perbuatan mencuri, seleweng (menyimpang dari jalan yang benar), segala
kelakuan yang merusak, mengambil uang yang bukan menjadi hak milik
individu dengan cara sembunyi-sembunyi yang menyebabkan negara
mengalami berbagai macam kerugian. Mencuri adalah akibat dari pola
hidup manusia yang membudayakan egoisme dalam kehidupannya akibat
rendahnya “rasa” berbagi, peduli, perhatian dan kasih sayang.
Budaya Korupsi adalah cerminan dari perilaku manusia yang
menganut paham hedonisme. Hedonisme adalah suatu pola hidup atau
pandangan yang menjadikan kesenangan dan kenikmatan materi sebagai
4 Model Integrasi Pendidikan Anti Korupsi di akses pada tanggal 10 Oktober 2015 dari
http://dokumen.tips/documents/04-model-integrasi-pendidikan-anti-korupsi-lukman-
hakim1.html
5
tujuan utama dalam hidup. Karena tujuannya adalah kepuasan dan
kesenangan hidup di dunia, semuanya kemudian diukur dengan
kebendaan berupa harta, uang dan semua yang tampak dari luanya saja.
Orang yang senang itu menurut mereka adalah yang harta bendanya
banyak dan orang yang bahagia itu adalah orang yang senang.5
Pandangan hidup seperti ini membuahkan pola pikir bagaimana
agar punya harta yang banyak lalu hidup jadi senang dan bahagia. Tidak
peduli dengan tujuan yang mulia. Yang penting puas, yang penting
senang, tidak peduli dengan yang lain. Sedangkan orang atau individu
yang menganut pandangan ini disebut sebagai hedonis atau hedon.
Pola hidup hedonisme menimbulkan egoisme semakin membudaya,
memprioritaskan kesenangan diri sendiri. Memberi gadget pada anak
juga dapat menyebabkan anak menjadi egois, materealistis, konsumtif,
korupsi, pergaulan bebas, melupakan tanggung jawab, merusak sistem
nilai kebudayaan.
Budaya egoisme timbul karena sikap acuh atau tidak perhatian
terhadap kesulitan sesama manusia dan lunturnya “rasa” peduli. Manusia
lebih memprioritaskan terpenuhinya kebutuhan tersier (barang, jasa dan
fasilitas serba mewah).
Budaya antikorupsi termasuk dalam ranah itsar (altruisme).
Altruisme adalah lawan dari sifat egois yang mementingkan diri sendiri.
Lawan dari altruisme adalah egoisme. Sedangkan altruisme adalah
5 Hedonisme di akses pada tanggal 10 Oktober 2015 dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Hedonisme
6
perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri
sendiri. Perilaku ini merupakan kebajikan yang ada dalam banyak budaya
dan dianggap penting oleh beberapa agama. Gagasan ini sering
digambarkan sebagai aturan emas etika. Altruisme dapat dibedakan
dengan perasaan loyalitas dan kewajiban. Altruisme memusatkan
perhatian pada motivasi untuk membantu orang lain dan keinginan untuk
melakukan kebaikan tanpa mengharap adanya balasan, sementara
kewajiban memusatkan perhatian pada tuntutan moral dari individu
tertentu.6
Perbuatan yang berlawanan dengan tindak mencuri adalah memberi
bantuan. Orang yang mencuri bisa jadi karena mereka benar-benar
kekurangan, atau orang yang sudah kaya namun mereka merasa kurang
atas penghasilan yang diperolehnya. Orang dapat memberi bantuan
karena memiliki “rasa” peduli. Orang bisa peduli karena mereka empati.
Altruisme dapat dikembangkan dengan menanamkan empati.
Pendidikan adalah salah satu faktor yang sangat menentukan dan
berpengaruh terhadap perubahan sosial. Dampak globalisasi yang terjadi
saat ini membawa masyarakat Indonesia melupakan pendidikan karakter
bangsa. Padahal, pendidikan karakter merupakan suatu pondasi bangsa
yang sangat penting dan perlu ditanamkan sejak dini kepada anak-anak.
Globalisasi telah membawa kita pada “penuhanan” materi sehingga
6 Altruisme di akses pada tanggal 10 Oktober 2015 dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Altruisme
7
terjadi ketidakseimbangan antara pembangunan ekonomi dan tradisi
kebudayaan masyarakat.7
Pembentukan karakter yang dijalankan oleh pemerintah masih
belum sepenuhnya dikatakan berhasil. Seperti dalam kebijakan
kurikulum 2013 yang belum efektif, semakin minimnya jam untuk mata
pelajaran yang bernafaskan moralitas dan keagamaan. Sementara itu,
Pemerintah lebih berfokus pada pembangunan fisik ataupun fasilitas saja.
Secara kuantitas, umat islam di Indonesia merupakan mayoritas,
bahkan dikenal sebagai The Largest Moslem Country in The World. Di
sisi lain, Indonesia dikenal sebagai The Most Corrupted Country di
belahan Asia Fenomena tersebut disebabkan oleh faktor keberagamaan
yang sebatas ritual saja, tidak memberi warna bagi kehidupan sosial
kemasyarakatan yang kompleks. Akibatnya, umat Islam dalam beribadah
pun sering terjebak pada rutinitas menjalankan kewajiban saja. Padahal,
baik secara historis maupun filosofis, agama bagi bangsa Indonesia
merupakan salah satu aspek yang tak terpisahkan dari aspek-aspek
kehidupan lainnya, sehingga agama telah ikut mewarnai dan menjadi
landasan spiritual, moral, dan etika dalam proses pembentukan jati diri
bangsa.8
Pendidikan sejatinya merupakan faktor pertama untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, juga mempunyai integritas moral yang
7Masnur, Pendidikan Karakter, (Jakarta : Bumi Aksara, September 2011) hlm. 1
8 Ahmad Ludjito, Mengembangkan Keilmuan Pendidikan Islam, Rasail Media
Group1995 : 5
8
tinggi. Oleh karena itu, maju mundurnya suatu bangsa sangat ditentukan
oleh maju mundurnya pendidikan. Dalam Undang-Undang Sisdiknas No.
20 Tahun 2003, terdapat rumusan sebagaimana terangkum dalam tujuan
pendidikan Nasional, yakni “berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.”
Pendidikan adalah suatu proses belajar dan penyesuaian dan
penyesuaian individu-individu secara terus menerrus terhadap nilai-nilai
budaya dan cita-cita masyarakat; suatu proses di mana suatu bangsa
mempersiapkan regenerasi untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi
tujuan hidup secara efektif dan efisien. 9
Membentuk watak dalam Islam disebut dengan pendidikan akhlak
sehingga manusia wajib dibekali dengan nilai-nilai akhlak demi
mempertinggi kualitas iman. Karena pada hakikatnya, pendidikan
menurut Islam adalah membentuk kepribadian agar menjadi manusia
yang berakhlak mulia, maka, menjadi pendorong baginya untuk berbuat
kebaikan dalam kehidupan dan menghalangi dirinya dari berbuat
maksiat.
Ketika bangsa Indonesia bersepakat untuk memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, para Bapak
pendiri bangsa (the founding fathers) menyadari bahwa paling tidak ada
9 Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan, Suatu Pengantar 2002: 3
9
tiga tantangan besar yang harus dihadapi. Pertama, adalah mendirikan
negara yang bersatu dan berdaulat, kedua adalah membangun bangsa,
dan ketiga adalah membangun karakter. Ketiga hal tersebut secara jelas
tampak dalam konsep negara bangsa (nation-state) dan pembangunan
karakter bangsa (nation and character building). Pada implementasinya
kemudian upaya mendirikan negara relatif lebih cepat jika dibandingkan
dengan upaya untuk membangun bangsa dan membangun karakter.
Pendidikan karakter saat inisangat mendesak. Gambaran situasi
masyarakat bahkan situasi dunia pendidikan di Indonesia menjadi
motivasi pokok pengarus utamaan (mainstreaming) implementasi
pendidikan karakter di Indonesia.10
Upaya preventif dalam menangani
kasus korupsi dapat dilakukan lewat jalur pendidikan agama islam di
sekolah, keluarga dan di masyarakat dalam upaya penanaman nilai
antikorupsi dalam mendidik anak.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah tersebut di atas,
maka peneliti mengajukan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penanaman nilai-nilai Antikorupsi dalam pembelajaran
Akidah Akhlakdi MAN Kota Batu?
10
Muchlas Samani (Pendidikan Karakter, Konsep dan Model) hlm. 2
10
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan penanaman nilai-nilai anti korupsi dalam
pembelajaran Pendidikan Akidah Akhlak di MAN Kota Batu
D. Manfaat Penelitian
a. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
dalam dunia pendidikan khususnya di bidang Pendidikan Agama
Islam. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai
pedoman di dalam menyampaikan materi atau pengajaran dalam
Pendidikan Agama Islam serta mengkritisi proses pembelajaran
yang dilakukan di berbagai lembaga pendidikan dalam perannya
sebagai proses internalisasi nilai-nilai antikorupsi.
b. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
kepada para pembaca berupa informasi mengenai problematika
mampu membuat pemikir/pendidik pendidikan islam bersikap
aktif untuk mengarahkan agar peserta didik mampu
mengaktualisasikan nilai-nilai pendidikan islam dan memerangi
kejahatan korupsi sebagai wujud perlawanan terhadap penyakit
masyarakat/kemungkaran sosial.
E. Batasan Istilah
1. Penanaman
11
Penanaman berasal dari kata “tanam” yang mengandung arti
memberikan dasar, benih, atau bibit, dalam hal ini agama. Sehingga
mengandung arti menaburkan faham ajaran dan sebagainya.11
Sedangkan “penanaman” sendiri berarti proses, cara melakukan
sesuatu perbuatan, menanamkan sesuatu ke dalam diri manusia
yang disebut pendidikan.12
Dan yang dimaksud sebagai dasar di
sini adalah nilai-nilai ajaran Islam.
Nilai adalah daya pendorong dalam hidup, yang memberi
makna dan pengabsahan pada tindakan seseorang.13
Nilai adalah
suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem
kepercayaan, dimana seseorang harus bertindak atau menghindari
suatu tindakan atau mengenai suatu yang pantas atau tidak pantas
dikerjakan, dimiliki dan dipercayai.14
Jadi, dari pengertian di atas
nilai15
merupakan sifat yang melekat pada sesuatu yang
berhubungan dengan subyek/manusia (dalam hal ini manusia
selaku pemberi nilai). Sehingga penanaman nilai dapat diartikan
sebagai wujud aplikasi dari apa yang di peroleh dari pendidikan
11
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka,1982), hlm.1008 12
Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Umum Bahasa Indonesia Kontemporer,(Jakarta
:Modern English Press, 1991), hlm. 1035 13
EM. K. Kaswardi, Pendidikan nilai Memasuki tahun 2000. (Jakarta : PT.
Grasindo,1993). hlm. 24-25 14
Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008),
hlm.16. 15
Nilai bila di lihat dari sumbernya terdapat 2 Jenis : nilai ilahiyah & nilai insaniyah,
nialiilahiyah adalah nilai yang bersumber dari agama (wahyu Allah) sedangkan nilai
insaniyah yaitu nilai yang di ciptakan manusia atas dasar kriteria yang diciptakan oleh
manusia pula. Baca.Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai. (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2008), hlm. 19
12
yang kemudian di transformasikan secara sadar ke dalam sikap dan
perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
2. Anti Korupsi
a. Menurut kamus umum bahasa indonesia, korupsi adalah
penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara
(perusahaan,organisasi, yayasan, dsb) untuk keuntungan pribadi
atau orang lain.16
b. Korupsi berasal dari bahasa latin, corruptio yang artinya busuk,
rusak, menggoyahkan, atau memutarbalikkan. Melihat dari asal
katanya, korupsi adalah semua tindakan yang merusak serta
menggoyahkan kehidupan masyarakat luas.17
Pengertian korupsi di
dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme, dijelaskan sebagai berikut. Penyelenggara negara
adalah pejabat negara yang melaksanakan fungsi eksekutif,
legislatif, dan yudikatif, serta pejabat lain yang fungsi dan tugas
pokoknya berkaitan dengan penyelenggara negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Sedangkan berdasarkan pemahaman pasal 2 UU No. 31 th. 1999
sebagaimana yang diubah dengan UU No. 20 th 2001, korupsi
adalah perbuatan secara melawan hukum dengan maksud
16
DEPDIKNAS, kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan ke empat, (Jakarta : PT
Gramedia PustakaUtama, 2008) hlm. 736 17
Diana Napitupulu, KPK In Action, (Jakarta : Raih Asa Sukses, 2010), hlm. 8
13
memperkaya diri sendiri/orang lain (perseorangan/korporasi) yang
dapat merugikan keuangan atau perekonomian Negara.18
Korupsi
juga dapat memiliki makna tingkah laku yang menyimpang dari
tugas-tugas resmi sebuah jabatan Negara karena keuntungan status
atau uang yang menyangkut (pribadi, perorangan, keluarga dekat,
kelompok sendiri), atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan
beberapa tingkah laku pribadi.
Dalam pembahasan kali ini anti korupsi dimaknai sebagai nilai-
nilai yang berlawanan dengan sikap korupsi, atau dapat dikatakan
nilai yang bertentangan dengan sikap korupsi yang selama ini
dijadikan sebagai penyakit yang dapat merusak tatanan masyarakat
khususnya terkait dengan perilaku atau moral bangsa.
3. Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaktif yang berlangsung antaraguru
dan siswa dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan,
ketrampilan, atau sikap serta memantapkan apa yang dipelajarinya
itu.19
Jadi, pelaksanaan pembelajaran disini yaitu merupakan suatu
proses pembelajaran yang dilaksanakan guru untuk membelajarkan
siswa dalam belajar bagaimana memperoleh, memproses
pengetahuan, keterampilan, dan sikap, dalam hal ini mencakup
18
Arya Maheka, Mengenali & Memberantas Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK)hlm. 14 19
S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta: Bina Aksara, 1989), hlm. 102.
14
pembelajaran pendidikan agama islam. Dimana dalam pelaksanaan
pembelajaran disini meliputi materi, metode, serta evaluasi
penanaman nilai-nilai antikorupsi yang digunakan di MAN BATU
yang dalam praktek pelaksanaan kesehariannya disesuaikan dengan
SKH (Satuan Kegiatan Harian) yang sudah dibuat oleh guru sesuai
tema yang sudah dipilih. Proses pembelajaran harus diupayakan
dan selalu terikat dengan tujuan (goal based). Oleh karenanya,
segala interaksi, metode dan kondisi pembelajaran harus
direncanakan dan mengacu pada tujuan pembelajaran yang
dikehendaki.
4. Akidah Akhlak
Akidah adalah Ilmu pengetahuan dalam memahami perkara-
perkara yang berkaitan keyakinan terhadap Allah swt dan sifat-sifat
kesempurnaanNya. Akidah yang benar adalah akidah yang
berdasarkan pada al-Quran dan As-Sunnah.20
Kata akhlak berasal dari kata khuluk yang dalam bahasa Arab
artinya watak, kelakuan, tabiat, perangai, budi pekerti, tingkah laku
dan kebiasaan. Pengertian akhlak dalam islam adalah perangai serta
tingkah laku yang terdapat pada diri seseorang yang telah melekat,
dilakukan dan dipertahankan secara terus menerus.21
20
M. Basyaruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta : Ciputat
Pers, 2002), hlm. 45. 21
Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta ; PT. Bumi Aksara, Cetakan
kelima, 2004), hlm. 86.
15
F. Sistematika Penulisan
Pada sistematika penulisan skripsi ini terdapat empat bab yang
yang berisi tentang penjelasan, perinciannya sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN,
Pembahasan pada bab ini meliputi Latar Belakang Penelitian,
Rumusan Masalah, Tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Batasan
Istilah, dan Sistematika Penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA,
Bab ini akan membahas tentang teori yang digunakan sebagai
kunci dalam melihat hasil penelitian, maksud dalam hal ini diantaranya:
Pengertian Penanaman Nilai, Pengertian Anti Korupsi yang terdiri dari:
Pengertian Korupsi dan Anti Korupsi, Nilai-nilai Islam tentang Anti
Korupsi, Pendidikan Anti Korupsi. Pembelajaran Akidah Akhlak yang
terdiri dari: Pengertian Pembelajaran Akidah Akhlak, Dalil /
Argumentasi dalam Akidah, Tujuan Akidah Islam, Prinsip-Prinsip
Akidah Akhlak, Pengertian Akhlak, Macam-macam Akhlak, Macam-
macam Akhlak.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan membahas tentang Pendekatan dan Jenis
Penelitian, Lokasi Penelitian, Informan Penelitian, Teknik Pengumpulan
Data, Analisis Data.
BAB IV HASIL PENELITIAN
16
Pada bab ini akan memaparkan tentang data yang telah diteliti dan
berkaitan dengan latar belakang obyek penelitian. Adapun penyajian dan
analisis data yang akan dibahas adalah: Latar Belakang Obyek Penelitian,
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pemilihan Metode Pembelajaran,
Metode-metode Pengajaran Akidah Akhlak, Integrasi Nilai-Nilai Akidah
Akhlak yang mengandung Nilai Anti Korupsi.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan memaparkan hasil dari kesimpulan dari
penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya dan berkaitan
dengan rumusan masalah yang peneliti lakukan. Sedangkan saran akan
memaparkan beberapa masukan yang berkaitan dengan hasil penelitian
selama proses penelitian berlangsung.