bab i pendahuluan 1.1. latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Sebagai sumber kehidupan makhluk hidup, sungai memiliki banyak manfaat.
Bagi manusia sungai bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, untuk
kegiatan perekonomian, transportasi, dan sebagainya. Pentingnya keberadaan sungai
membuat aktifitas manusia yang tinggal di sekitarnya tidak akan lepas dari sungai,
sehingga terbentuk kebudayaan masyarakat di tepi sungai. Seiring waktu, peradaban
di tepi sungai terus berkembang dalam berbagai aspek kehidupan. Perkembangan
yang terjadi disebabkan oleh tingginya intensitas pertukaran informasi masyarakat
antar daerah dengan beragam latar belakang, ditandai dengan meningkatnya
konsentrasi dan aktifitas penduduk pada tepi sungai, beberapa diantaranya tumbuh
dan berkembang menjadi kota.
Terpusatnya pembangunan di sekitar aliran sungai ditandai dengan banyak
didirikannya pusat-pusat kegiatan masyarakat, terutama yang berkaitan dalam sektor
perekonomian dan perindustrian. Hal ini semakin didukung oleh fungsi sungai
sebagai sarana transportasi yang mengakomodasi kegiatan distribusi antar daerah,
sehingga banyak pelabuhan di sepanjang aliran sungai. Peningkatan aktifitas
perekonomian di sekitar tepi sungai diikuti dengan pertumbuhan penduduk dan
berkembangnya kawasan permukiman di tepi sungai. Pesatnya pertumbuhan dan
perkembangan kawasan permukiman tidak hanya terjadi di tepi sungai, tetapi juga
meluas ke wilayah daratan. Pembangunan di wilayah daratan mulai diperkenalkan
oleh Bangsa Eropa, yaitu dengan membangun jalan raya sebagai kekuatan keamanan
dan ekonomi. Pembuatan jalan raya diikuti dengan pembangunan infrastruktur dan
bangunan-bangunan strategis lainnya. Arah pembangunan ke wilayah daratan ini
kemudian dilanjutkan pada masa pemerintahan Republik Indonesia yang dirumuskan
dalam berbagai kebijakan tata ruang dan wilayah (Salura, 2014).
2
Permasalahan terjadi karena pembangunan yang terjadi tidak seimbang antara
wilayah daratan dan wilayah tepi sungai, sehingga terjadi kesenjangan. Kondisi ini
mempengaruhi kawasan permukiman di tepi sungai yang sudah ada sebelumnya.
Pada beberapa kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, dan
Banjarmasin, banyak terjadi perubahan orientasi kawasan permukiman di tepi
sungai. Jika sebelumnya sungai merupakan bagian depan, maka setelah
pembangunan di wilayah daratan sungai menjadi bagian belakang dan seringkali
menjadi tempat pembuangan limbah. Inilah yang menjadi penyebab turunnya
kualitas lingkungan sungai, baik fisik maupun non-fisik.
Perkembangan kawasan Banjarmasin yang cukup pesat menyebabkan
penurunan kualitas lingkungan, salah satunya lingkungan sungai. Bermunculannya
permukiman yang berada di tepian sungai seperti pada daerah komersial dengan
kosenstrasi penduduk yang tinggi. Sungai-sungai pada daerah komersil diantaranya
Martapura, Kelayan, Pekapuran yang berada di tengah Kota dan untuk Sungai Kuin
merupakan kawasan budaya dan sejarah Banjarmasin. Permukiman yang berada di
tepi sungai yang kurang tertata berkembang menjadi permukiman kumuh. Letak
bangunan yang tidak teratur, utilitas (drainase dan persampahan) yang tidak baik,
fasilitas pelayanan (MCK, sarana bermain, pasar) yang buruk serta kebiasaan
masyarakat yang kurang baik berdampak pada lingkungan sungai sekitar.
Berdasarkan fakta yang terjadi dari beberapa tahun yang lalu hingga sekarang,
permukiman kumuh di tepi sungai menjadi penyebab pencemaran sungai.
Keberadaan permukiman tepi sungai sudah ada sejak dahulu, karena kondisi
geografis Kota Banjarmasin yang dikelilingi sungai-sungai, sehingga permukiman
tumbuh didekat sungai.
Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah RI No. 26 tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional mengenai kawasan permukiman
dinyatakan bahwa “kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan”. Salah satu kawasan yang termasuk
3
kawasan lindung yaitu Tepi Sungai dan atau Sempadan Sungai, dengan berdasarkan
pada ketentuan peraturan tersebut, maka permukiman di tepian sungai dapat dikatakan
melanggar peraturan dan dapat dikenakan sanksi seperti penggusuran atau relokasi.
Oleh karena itu perlu dilakukan studi mendalam mengenai dampak yang akan terjadi
ke lingkungan sekitar baik fisik (sungai), biotik (biota sungai), dan sosial (masyarakat)
ditinjau dengan melihat sistem persampahan pada permukiman tersebut, khususnya
pada daerah sungai yang padat permukiman.
1.2. Rumusan Masalah
Permasalahan sampah sudah lama terjadi di permukiman tepi sungai di Kota
Banjarmasin, banyak berita di media yang mengatakan bahwa sungai di Kota
Banjarmasin tercemar limbah padat domestik dari permukiman. Sebagai contoh
pemberitaan media, yaitu; Limbah rumah tangga merupakan faktor tertinggi dalam
pencemaran sungai-sungai di Banjarmasin, padahal sungai di Banjarmasin dijadikan
air baku (Hanafi, 2013). Berdasarkan data hasil penelitian dari Kementerian
Lingkungan Hidup sepanjang 2013-2014, menunjukkan bahwa kualitas Sungai
Martapura, Sungai Barito, Sungai Negara dan Riam Kiwa, dalam kondisi tercemar
berat, dan Sumber pencemar paling besar berasal sampah.
Pengelolaan persampahan yang kurang baik akan berdampak pada lingkungan
fisik dan sosial, dan memberikan pengaruh kualitas lingkungan sekitar yang saling
berinteraksi, Hal ini perlu diperkuat dengan menelusuri sejarah dan budaya masyarakat
Banjarmasin yang sejak lama bermukim di dekat aliran sungai. Sistem pengelolaan
sampah yang buruk akan berdampak pada lingkungan fisik dan biotik sungai, sehingga
kawasan permukiman pada daerah tepi sungai dengan pengelolaan yang buruk akan
berpengaruh pada komponen lingkungan, yaitu; abiotik,biotik,kultural. Limbah rumah
tangga merupakan faktor tertinggi dalam pencemaran sungai-sungai di Banjarmasin,
padahal sungai di Banjarmasin dijadikan air baku Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) setempat (Hanafi, 2013).
Sepanjang Sungai Kuin muncul permukiman pertama di Banjarmasin
sehingga menjadikan Kampung Kuin sebagai kampung tertua dari kampung-
kampung yang ada di Banjarmasin dan sekitarnya. Di kampung inilah sebagai awal
4
dari persinggahan dan menetapnya masyarakat untuk bertempat tinggal dalam bentuk
suatu komunitas yakni komunitas etnis Banjar. Gambaran Kondisi yang berkaitan
dengan pengelolaan sampah beberapa tahun terakhir pada Sungai Kuin yaitu pada
bantaran kiri dan kanan sungai menjadi daratan yang menyerupai tepian pantai,
dikarenakan tumpukan sampah yang banyak mengendap di kolong rumah warga,
sehingga menyerupai pantai sampah yang menutupi bantaran sungai (Sriwahyuni,
2015).
Permasalahan sampah yang menjadi sumber pencemar terbesar untuk sungai-
sungai di Kota Banjarmasin berkaitan dengan keberadaan permukiman kumuh di tepi
sungai, karena indikasi sumber sampah tersebut berasal dari permukiman kumuh di tepi
sungai. Pengaruh perubahan lingkungan yang disebabkan oleh pengelolaan sampah
terdiri dari dua, yaitu; pengaruh terhadap Sungai Kuin dan pengaruh terhadap kondisi
sosial masyarakat. Pertanyaan besar yaitu “Apakah pengelolaan sampah pada
permukiman di tepi sungai saat ini sesuai dengan kondisi permukiman ? Dalam hal ini
pengelolaan sampah pada permukiman di tepi sungai perlu dikaji dan diteliti.
Sebagaimana penjabaran rumusan masalah beberapa pertanyaan muncul dan
menjadi acuan penelitian yang dilakukan, Pertanyaan tersebut dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1. Bagaimana sistem pengelolaan sampah yang digunakan di permukiman kumuh
tersebut?
2. Seperti apa kondisi Sungai Kuin dan kondisi masyarakat dalam mengelola
sampah?
3. Bagaimana strategi dan kebijakan pemerintah dalam menyikapi permasalahan
sampah di permukiman kumuh di tepi sungai tersebut?
4. Apakah sistem pengelolaan persampahan sesuai untuk kondisi permukiman di
bantaran Sungai Kuin?
5. Bagaimana pengelolaan sampah yang tepat untuk permukiman kumuh ditepi
sungai?
5
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui dampak permasalahan sampah
permukiman kumuh di tepi sungai terhadap lingkungan fisik sungai dan pengaruhnya
terhadap masyarakat, ditinjau, dengan rincian yang ingin dicapai yaitu sebagai berikut:
1. Mengkaji sistem pengelolaan sampah yang digunakan di permukiman kumuh
2. Menganalisa kondisi sungai dan kondisi masyarakat dalam mengelola sampah di
sekitar di permukiman tepi Sungai Kuin
3. Mengkaji strategi dan kebijakan pemerintah dalam menyikapi permasalahan
sampah di permukiman kumuh di tepi Sungai Kuin.
4. Mengevaluasi sistem pengelolaan sampah yang digunakan
5. Merumuskan saran pengelolaan yang sesuai dengan permukiman di tepi sungai
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat kepada semua pihak, baik kepada pemerintah
dan juga masyarakat. Manfaat tersebut diantaranya sebagai berikut:
1. Menjadi masukan kepada pemerintahan untuk menata kembali persampahan
permukiman kumuh di tepi sungai.
2. Menjadi masukan kepada masyarakat setempat, terutama yang bermukim di tepi
sungai agar dapat lebih menghargai lingkungan sekitar
3. Menjadi gambaran untuk mendeskripsikan keadaan persampahan permukiman
kumuh masyarakat tepi sungai di Kota Banjarmasin
1.5. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang pengelolaan sampah pada permukiman di Tepi Sungai Kuin
di Banjarmasin, dibandingkan dengan penelitian lain terlihat bahwa usulan penelitian
ini belum pernah dilakukan sebelumnya untuk permukiman Sungai Kuin. Penelitian
menenkankan pada mendeskripsikan dampak dari permasalahan pengelolaan
persampahan terhadap lingkungan dan mengkaji startegi dan kebijakan pemerintah.
Berikut ini Penelitian yang pernah dilakukan (Tabel 1.1.) dan berikut penjabarannya
adalah:
6
Rachmawati (2015) dalam hasil Penelitiannya tentang pastisipasi warga dalam
mengelola lingkungan permukiman di Bantaran Sungai Code dan Sungai Gajah Wong,
menunjukkan bahwa partisipasi warga sangat penting dalam keberhasilan pengelolaan
lingkungan, demikian juga tokoh setempat di kedua lokasi yaitu sama-sama berperan
dalam mengorganisasi dan mengkoordinasi warga dalam mengelola lingkungan.
Rachmawati (2015) menjelaskan bahwa Pemerintah sebagai pemrakarsa program
pengelolaan lingkungan di Sungai Code dan Sungai Gajah Wong, dibantu Organisasi
non-Gorverment (NGO) Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) dan akademisi
perguruan tinggi sebagai fasilitator warga. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui
bahwa dalam mengelola lingkungan tidak dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah,
melainkan perlunya melibatkan warga setempat dan bantuan fasilitator warga seperti
organisasi lingkungan dan akademisi.
Novrial (2014) dalam penelitiannya tentang kajian pengaruh pengelolaan
sampah permukiman terhadap pengendalian Vektor Penyakit Demam Berdarah (
Aedes aegypti), Studi di Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman, menggunakan
metode Observasional analitik dalam menemukan pengaruh pengelolaan sampah
permukiman terhadap pengendalian vektor penyakit demam berdarah dan produk
akhirnya berupa rumusan pengelolaan persampahan, hasil penelitiannya yaitu;
(1)Ada hubungan antara kondisi tempat perkembangbiakan nyamuk dengan
kepadatan populasi vektor penyakit demam bedarah. Hal ini diketahui dengan
besarnya angka HI, CI, dan BI yang merupakan indikator untuk mengetahui risiko
penularan penyakit demam berdarah; (2) Dari hasil statistik, tidak ada pengaruh
pengelolaaan sampah permukiman dengan pengendalian vektor penyakit demam
berdarah di Kecamatan Gaamping; (3)Rumusan strategi pengelolaan yang dapat
dilakukan adalah lebih menggiatkan kerjasama yang terintegrasi diantara pemangku
kepentingan terkait dengan pengelolaan sampah secara berkelanjutan bersama-sama
dengan kegiatan pengendalian vektor penyakit.
Prahdipta (2012) dalam penelitian tentang pengaruh kondisi sosial ekonomi
masyarakat terhadap produksi sampah rumah tangga Kota Yogyakarta,
menggunnakan metode survai analisis dalam menentukan jenis sampah yang
dihasilkan, menghitung nilai ekonomi sampah, dan mengestimasi pengaruh faktor
7
sosial-ekonomi masyarakat terhadap jumah sampah yang diproduksi. Penelitian ini
membagi sampah menjadi sembilan kategori umum dan 33 kategori khusus,
berdasarkan jenis material dan nilai ekonomi. Hasil dan kesimpulan dalam peneitian
ini yaitu, Sampah yang dihasilkan oleh keluarga inti dan keluarga besar ternyata
berbeda secara statistik. Berdasarkan aktivitas daur ulang dan jual-beli sampah
informal yang telah terjadi, sampah rumah tangga memiliki nilai ekonomi yang
positif. Jumlah anggota rumah tangga dan total pendapatan rumah tangga ternyata
berpengaruh kuat secara statistik terhadap produksi sampah rumah tangga
Hartanto (2012) dalam penelitian tentang Pengelolaan Sampah Rumahtangga
Berbasis Masyarakat di Padukuhan Soragan Desa Ngetisharjo Kecamatan Kasihan
Kabupaten Bantul KotaYogyakarta, bertujuan untuk (1) memperoleh Gambaran
tentang pengelolaan sampah rumah tangga berbasis masyarakat, (2)
menginventarisasi problematika dalam sistem pengelolaan sampah rumah tangga ini,
(3) memberikan rekomendasi untuk menyempurnakan sistem pengelolaan sampah
rumah tangga berbasis masyarakat. Menggunakan metode analisis deskriptif-
kualitatif. Dari hasil penelitian ini, dapat ditarik tiga kesimpulan. Pertama,
pengelolaan sampah rumah tangga berbasis masyarakat di Soragan, Kabupaten
Bantul berjalan secara baik dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) dan berhasil
mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPS hingga 73%. Kedua, model
pengelolaan sampah rumah tangga berbasis masyarakat dengan prinsip 3R
merupakan solusitif. Ketiga, problem utama dalam pelaksanaan model ini adalah
bagaimana mengubah paradigma “membuang sampah” menjadi “memanfaatkan
sampah”. Problem lain yang teridentifikasi ialah (1) pemerintah daerah belum
memberikan apresiasi terhadap masyarakat yang telah melakukan pemilahan
sampah; (2) tidak ada mekanisme dan person yang memantau dan mengevaluasi
kegiatan; (3) penerapan kebijakan pengelolaan sampah berbasis masyarakat dengan
prinsip 3R tidak diikuti penyediaan sarana dan prasarana penunjang; (4) pemilahan
sampah di rumah tangga kurang tuntas; (5) tidak ada kaderisasi untuk mencari
pengurus baru yang memiliki kapabilitas dan integritas.
Soares (2011), Penelitiaan mengenai persepsi masyarakat terhadap
pengelolaan sampah padat perkotaan dilaksanakan di Kecamatan Dom Aleixo,
8
Kabupaten Dili Timor Leste dengan sampel penelitiannya adalah rumah tangga yang
ada di Desa Comoro dan Bairopite. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk:
(1) mengkaji persepsi masyarakat terhadap usaha pemerintah dalam
memberdayakan, menguatkan serta bagaimana menfasilitasi peranserta masyarakat
dalam mengelola sampah rumah tangganya; (2) mengkaji kelemahan-kelemahan
maupun permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kota Dili. Hasil dari penelitian ini
: (a) untuk kepentingan pemerintah daerah dalam usaha pemberdayaan, penguatan
dan fasilitasi masyarakat melalui pendidikan non formal, penyuluhan, pendampingan
dan pengembangan program 3R (reuse, reduce dan recycling) guna meningkatkan
persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah rumah tangganya, (b) sebagai
model dalam merumuskan kebijakan dan aturan daerah guna meningkatkan persepsi
masyarakat terhadap pengelolaan sampah padat perkotaan, (c) sebagai masukan
untuk pemerintah pusat dalam menentukan intansi pengelola sampah perkotaan guna
meningkatkan persepsi masyarakat terhadap kinerja Pemkot Dili, (d) sebagai
masukan untuk pemerintah kota Dili dalam melibatkan peranan stakeholder terhadap
kegiatan pengelolaan sampah perkotaan di Kota Dili.
Iskandar (2009), dalam penelitian tentang kajian lingkungan kultural terhadap
persepsi,sikap, dan perilaku penduduk dalam membuang sampah di Perkotaan
Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu Propnsi Riau. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui respon penduduk dalam bentuk persepsi, sikap dan perilaku
penduduk dalam membuang sampah berdasarkan pendidikan, tingkat pendapatan,
jenis pekerjaan, jumlah anggota keluarga dan kondisi pemukiman. Bagaimana sistem
pembuangan sampah dari rumah tangga sampai dengan TPA saat ini berdasarkan
kepadatan dan keteraturan pemukiman. Bagaimana strategi pengelolaan lingkungan
cultural supaya persepsi, sikap dan perilaku penduduk dalam membuang sampah
lebih baik dari sebelumnya. Metode yang digunakan adalah metode survey dengan
analisis deskriptif dan skoring. Penentuan daerah penelitian dengan cara purposif,
sedang untuk menentukan responden dengan menggunakan metode random
sampling dengan pengambilan responden sebanyak 100 responden. Hasil penelitian
menunjukkan, persepsi penduduk Rengat terhadap pengelolaan sampah dapat
ditentukan oleh tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan keteraturan pemukiman.
9
Sikap penduduk Rengat terhadap pengelolaan sampah dapat ditentukan oleh tingkat
pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan dan keteraturan pemukiman sedang
perilaku penduduk Rengat dalam membuang sampah dapat ditentukan oleh tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan dan keteraturan pemukiman.
Berdasarkan penelitian (Annisa,2014) bertujuan untuk mengetahui ragam
keruangan (tipologi) tepi sungai di kawasan permukiman produktif di Kelurahan Alalak
Tengah dan Alalak Selatan, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ragam
keruangan (tipologi) tepi sungai di kawasan permukiman produktif di Kelurahan Alalak
Tengah dan Alalak Selatan, dan mengGambarkan konsep penataan keruangan kawasan
permukiman produktif di Kelurahan Alalak Tengah dan Alalak Selatan sesuai dengan
ragam keruangan yang ada. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan
secara rasional dengan metode kualitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan
rasionalistik karena menggunakan grand theory yang didasarkan dari parameter,
variabel serta indikator penelitian yaitu pola dan raut kawasan permukiman tepi
sungai yang dapat dijelaskan dengan solid (massa) dan void (ruang tertutup/terbuka)
dan jejalur (jaringan sirkulasi) serta aktivitas pendukung kawasan permukiman
produktif tepian sungai Alalak Tengah dan Alalak Selatan. Hasil penelitian ini
menyebutkan bahwa terdapat 3 tipe permukiman produktif (tipologi/ragam
keruangan) di kawasan tepian sungai Alalak Tengah dan Alalak Selatan berdasarkan
pada fungsi kawasan/tata guna lahan, solid/void, jejalur (jaringan sirkulasi) dan
aktivitas pendukung kawasan Alalak Tengah dan Alalak Selatan, yaitu tipe
permukiman produktif area daratan, tipe permukiman produktif area tepian sungai
dan tipe permukiman produktif area sungai. Sehingga rekomendasi yang akan
diarahkan pada penelitian ini adalah penataan kawasan Alalak Tengah dan Alalak
Selatan yang sesuai dengan fungsi kawasan yaitu permukiman produktif kawasan
tepian sungai.
Menurut penelitian (Ari Okinosa Agus,2013) yang dilakukan di Kelurahan
Tanjung Solok, Desa Teluk Majelis, dan Desa Majelis Hidayah Kecamatan Kuala
Jambi ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bermaksud untuk
mengeksplorasi dan mendeskripsikan konsep permukiman di bantaran Sungai
Batanghari. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berlandaskan
10
fenomenologi. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara,
observasi, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan metode Analisis Deskriptif
Kualitatif, dengan melakukan pendekatan analisis dengan menggunakan sudut
pandang peneliti sebagai tool analisis utama. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
terdapat 3 (tiga) konsep permukiman yang dibentuk dari tema-tema hasil temuan
penelitian, yaitu: 1). Konsep kemudahan akses transportasi, 2). Konsep kedekatan
hubungan kekerabatan, 3). Konsep kedekatan dengan lokasi pekerjaan. Tema-tema
hasil temuan penelitian yang membangun konsep-konsep tersebut adalah: tata letak
dan orientasi bangunan, kondisi bangunan, status kepemilikan tanah, sarana dan
prasarana, ekonomi, dan hubungan kekerabatan.
Fathurrakhman (2001), bertujuan untuk mengetahui seperti apa karakteristik
permukiman tepian sungai Mahakam di kecamatan samarinda seberang kota
samarinda. hasil penelitiannya yaitu, pertama aspek fisik, permukiman dilokasi
penelitian sebagian besar menunjukkan kondisi bangunan darurat dan semi
permanen, tata letak bangunan tidak teratur dan kurang teratur, dekat dengan jalan,
menjorok dan membelakangi sungai. Kepadatan bangunan sangat tinggi dan pengap.
Kepemilikan tanah dominan tidak mempunyai sertifikat tanah. Kebutuhan air bersih,
penduduk mengkonsumsi air sungai Mahakam. Kedua, aspek ekonomi, sebagian
besar penghuni bekerja di sektor informal (buruh pelabuhan, buruh industry,
galangan kapal, tukang bangunan, mengojek, taksi air, nelayan dan pedagang).
Tingkat pendapatan penghuni rata-rata rendah. Jumlah pengeluaran keluarga
diprioritaskan hanya sebatas kebutuhan sandang. Ketiga, aspek budaya, sebagian
besar kepala keluarga berumur pada rentang 30-40 tahun. Jumlah anggota keluarga
mayoritas 5 orang, tingkat pendidikan rata-rata rendah. Suku mayoritas penghuni
adalah pendatang. Pemeluk agama terbesar adalah Islam, diikuti Kristen dan katolik.
Ikatan kekerabatan sosial masyarakat sangat tinggi, dilakukan melalui kegiatan
keagamaan, kerukunan warga, gotong royong dan kegiatan olahraga/kesenian.
Nurfansyah, (2004) menemukan hasil yaitu pola permukiman linier
berkembang sepanjang tepian sungai martapura yang mengakibatkan bangunan
semakin padat dan tidak teratur. Rumah panggung banyak ditemui di sepanjang
sungai, selain itu terdapat juga rumah terapung yang menyebar di beberapa spot di
11
sepanjang tepian sungai. Sarana infarstruktur kawasan terdiri dari MCK terapung
yang juga dimanfaatkan sebagai dermaga singgah penumpang angkutan taksi sungai.
Sistem pembuangan sampah rumah– tangga masih banyak yang dibuang ke sungai
dan tidak ditempatkan pada tempat pembuangan sampah sementara sehingga sungai
menjadi tercemar oleh banyaknya sampah-sampah.
Pindatri Jemy, (2010) menemukan bahwa kawasan tepi Sungai Kahayan
secara umum terbentuk cenderung mix dengan kanal sungai yang minim dan tidak
menjadi acuan pola hunian. Secara spesifik, kawasan terbagi atas tiga area tipologi
yaitu kawasan daratan (Inland area) membentuk koridor kawasan secara linear sejajar
dan berbelok terhadap kontur lahan, kawasan pasang surut sungai (Tidal area)
membentuk pola tata massa ke dalam kluster-kluster hunian dan kawasan atas sungai
(Riverzone area) membentuk tata massa secara kurva linear terhadap sungai yang
terbentuk mengikuti alur tepi sungai dan linear tegak lurus terhadap sungai pada
beberapa area yang membentuk promenade sepotong-sepotong (area Pahandut).
Arahan rancangan yang dihasilkan terhadap tiga tipe tersebut bersifat untuk
meningkatkan kualitas secara lingkungan dan tata bangunan dari permukiman tepi
sungai Kahayan.
Hartanto (2006) dalam penelitian tentang Mengkaji kinerja pengelolaan
sampah di Kota Gombong dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menemukan
hasil bahwa Produksi sampah di Kota Gombong berdasarkan jumlah penduduk
mencapai 269 m3/hari. Jumlah timbulan sampah yang dapat terangkut saat ini hanya
sebesar 40 m3/hari, maka kinerja pengelolaan sampah masih sangat kurang atau
kurang efektif. Hasil kinerja pengelolaan sampah berdasarkan persepsi masyarakat,
sebagian besar dinilai oleh masyarakat masih kurang baik sehingga belum
sepenuhnya sesuai dengan kepuasan atau harapan masyarakat. Hasil kinerja
pengelolaan sampah di Kota Gombong dipengaruhi oleh aspek yaitu teknis,
kelembagaan, pembiayaan, hukum dan peran serta masyarakat..
Naatonis, (2010) dalam penelitian tentang Sistem Pengelolaan Sampah
Berbasis Masyarakat Di Kampung Nealayan Oesapa Kupang. Menemukan hasil
kesimpulan yaitu: Peran serta masyarakat dalam mengelola sampah rumah tangga
hanya terbatas pada penyediaan pewadahan sampah sampai pembuangan sementara
12
di TPS, sedangkan pengangkutan dari lokasi TPS sampai lokasi TPA menjadi
tanggung jawab pemerintah kota;masyarakat kampung nelayan membuang sampah
pada tempatnya/pewadahan walaupun sampah yang dibuang masih bercampur
antara sampah basah dan kering;Peran serta masyarakat kampung nelayan dalam
pembiayaan pengelolaan sampah merupakan hal yang sangat penting dalam
operasional pengelolaan sampah; Tingkat kepuasan masyarakat kampung nelayan
terhadap sistem pengumpulan dan pemindahan sampah menyatakan sangat puas
karena dengan kemampuan yang terbatas mereka dapat melaksanakan dengan baik.
Yones, (2007) dalam penelitian tentang Kajian Pengelolaan Sampah Di Kota
Ranai, Kabupaten Natuna Propinsi Riau. Menemukan hasil kesimpulan yaitu:
Tingkat dan daerah layanan yang dilakukan masih terbatas pada sebagian kegiatan
komersil yakni sekitar 107 sumber sampah yang disekitar kawasan jalan utama,
sementara sumber sampah dari sebagian kegiatan komersil lainya dan rumah tangga
belum terlayani sama sekali; Kondisi sarana dan prasarana yang dimiliki saat ini
masih kurang; masalah kewenangan pada institusi pengelola sehingga hal ini
berdampak pada sub sistim lainnya yakni sub sistem teknis operasional yakni sarana
dan prasarana, sub sistim pembiayaan yakni masih kurang biaya 117 pengelolaan
sampah, sub sistim Hukum yakni belum terdapatnya peraturan daerah yang berkaitan
dengan persampahan terutama Peraturan Daerah tentang Retribusi, Peraturan
Daerahtentang Pembuangan sampah dan permasalahan masih kurangnya keterlibatan
masyarakat dalam perencanaan pengelolaan sampah..
Wibowo (2010), dalam penelitian perilaku sampah dalam mengelola sampah
permukiman di Kampung Kamboja Kota Pontianak. Menemukan hasil bahwa Pola
pembinaan pengelolaan sampah permukiman dengan peran masyarakat sebagai
objek pelaku pengelolaan secara mandiri, memerlukan kontinuitas atau
pelaksanaan pembinaan yang simultan guna membentuk atau mengkondisikan
masyarakat untuk melaksanakan pengelolaan sampah. Pembinaan pengelolaan
sampah yang telah diadakan oleh Pemerintah Kota Pontiana nampakkan
keberhasilannya.
Utami (2006). dalam jurnal peneitian tentang mengetahui efektivitas dan
efisiensi pola pengelolaan sampah rumahtangga pada sumbernya di Wedomartani
13
(Sleman) dan Banjarsari (Jakarta Selatan). Menemukan hasil yaitu, Pengembangan
penegolaan sampah pada sumbernya sangat dipengaruhi oleh bentuk inisiasi dan
pendampingan pemimpin lokal. Pola pengelolaan sampah di Wedomartani yang
berbasis di industri lebih efektif dalam mereduksi sampah rumahtangga
dibandingkan dengan pola di Banjarsari yang berbasis komunitas.
14
Tabel 1.1. Keaslian Penelitian No. Penulis Judul Tujuan Metode Kesimpulan
1. Rini Rachmawati, 2015 Community Participation in
Managing The Space and
Settlement Environment on The
Riparian Area: A Case Study in
Yogyakarta, Indonesia
Menjelaskan partisipasi
masyarakat dalam mengelola
lingkungan permukiman di
Bantaran Sungai Gajah Wong
dan Bantaran Sungai Code
Deskripsi Kualitatif Keikutsertaan masyarakat
penting dalam keberhasilan
pengelolaan lingkungan
Tokoh masyarakat berperan
dalam mengorganisasi dan
mengkoordinasi warga
Pemerintah, Organisasi
WALHI (NGOs), akademisi
berkontribusi dalam
pengelolaan lingkungan.
1.
Annisa, 2014 Ragam Keruangan Tepi sungai
Kawasan Permukiman Produktif
Alalak, Banjarmasin.
Mengetahui ragam keruangan
(tipologi) tepi sungai,
mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi ragam keruangan
(tipologi), mengGambarkan
konsep penataan keruangan
kawasan permukiman
Pendekatan secara
rasional dengan metode
kualitatif
Terdapat 3 tipe permukiman
produktif (tipologi/ragam
keruangan), yaitu tipe
permukiman produktif area
daratan, tipe permukiman
produktif area tepian sungai dan
tipe permukiman produktif area
sungai
2 Ari Okinosa Agus, 2013 Permukiman Di Bantaran
Sungai Batanghari Di
Kecamatan Kuala Jambi
Kabupaten Tanjung Jabung
Timur Provinsi Jambi
Mengeksplorasi dan
mendeskripsikan konsep
permukiman di bantaran Sungai
Batanghari.
Metode deskriptif
kualitatif
Terdapat 3 (tiga) konsep
permukiman yang dibentuk dari
tema-tema hasil temuan
penelitian, yaitu: 1).Konsep
kemudahan akses transportasi,
2).Konsep kedekatan hubungan
kekerabatan, 3).Konsep
kedekatan dengan lokasi
pekerjaan.
3 Pindatri Jemy, 2010 Tipologi permukiman kawasan
tepian sungai Kahayan
Palangkaraya Kalimantan
Tengah
Bertujuan untuk dapat
melakukan identifikasi karakter
kawasan tepian sungai
Metode rasionalistik
secara deduktif
kualitatif
Hasil penelitian ditemukan
bahwa kawasan tepi Sungai
Kahayan secara umum terbentuk
cenderung mix dengan kanal
sungai yang minim dan tidak
menjadi acuan pola hunian
15
4 Nurfansyah, 2004 Model penataan permukiman
tepian sungai: Studi kasus
Sungai Martapura
Mendapatkan karakter
permukiman tepi sungai di
sungai martapura dan
mendapatkan keterkaitan antara
pola permukiman dengan
infrastruktur tepian sungai.
Metode rasionalistik
dan deskriptif
kualitatif
Pola permukiman linier
berkembang yang
mengakibatkan bangunan
semakin padat dan tidak teratur.
Sistem pembuangan sampah
yang buruk.
5. Fathurrakhman, 2001 Karakteristik permukiman
tepian sungai Mahakam :: Studi
kasus Kecamatan Samarinda
Seberang, Kota Samarinda
Mengetahui seperti apa
karakteristik permukiman tepian
sungai Mahakam
Aspek fisik, kondisi bangunan
darurat dan semi permanen, tata
letak bangunan tidak teratur dan
kurang teratur,. Kepadatan
bangunan sangat tinggi dan
pengap.Kebutuhan air bersih,
penduduk mengkonsumsi air
sungai Mahakam.
Aspek ekonomi, sebagian besar
penghuni bekerja di sector
informal.
Aspek budaya, sebagian besar
kepala keluarga berumur pada
rentang 30-40 tahun. Jumlah
anggota keluarga mayoritas 5
orang, tingkat pendidikan rata-
rata rendah.. Ikatan kekerabatan
sosial masyarakat sangat tinggi,
6. Widi Hartanto, 2006 Kinerja Pengelolaan Sampah Di
Kota Gombong Kabupaten
Kebumen
Mengkaji kinerja pengelolaan
sampahdi Kota Gombong dan
faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Metode Kualitatif
Deskriptif
1. Hasil kinerja pengelolaan
sampah berdasarkan persepsi
masyarakat, sebagian besar
dinilai oleh masyarakat masih
kurang baik sehingga belum
sepenuhnya sesuai dengan
kepuasan atau harapan
masyarakat. Hal ini
menunjukan kinerja
pengelolaan sampah belum
sepenuhnya berjalan efektif.
16
2. Hasil kinerja pengelolaan
sampah di Kota Gombong
dipengaruhi oleh aspek yaitu
teknis, kelembagaan,
pembiayaan, hukum dan
peran serta masyarakat
7. Rony M.Naatonis, 2010 Sistem Pengelolaan Sampah
Berbasis Masyarakat Di
Kampung Nealayan Oesapa
Kupang
Mengkaji sistem pengelolaan
sampah yang sesuai dengan
keinginan masyarakat di
kampung nelayan Oesapa
Kupang
Metode campuran
antara kualitatif dan
kuantitatif
1. Peran serta masyarakat dalam
mengelola sampah rumah
tangga hanya terbatas pada
penyediaan pewadahan
sampah sampai pembuangan
sementara di TPS, sedangkan
pengangkutan darilokasi TPS
sampai lokasi TPA menjadi
tanggung jawab pemerintah
kota.
2. Kesadaran masyarakat
kampung nelayan dalam
penyediaan pewadahan sudah
dikatakan baik.
3. Peran serta masyarakat
kampung nelayan dalam
pembiayaan pengelolaan
sampah merupakan hal yang
sangat penting dalam
operasional pengelolaan
sampah.
8.
Indra Yones, 2007 Kajian Pengelolaan Sampah Di
Kota Ranai, Kabupaten Natuna
Propinsi Riau
Mengkaji sistem pengelolaan
sampah yang sesuai dengan
keinginan masyarakat di Kota
Ranai, Kabupaten Natuna
Propinsi Riau
Metode Kualitatif
Deskripif
1. Tingkat dan daerah layanan
yang dilakukan masih
terbatas pada sebagian
kegiatan komersil.
2. Kondisi sarana dan prasarana
yang dimiliki saat ini masih
kurang.
3. Permasalahan utama yang
dihadapi dalam pengelolaan
sampah Kota Ranai adalah
masalah kewenangan pada
institusi pengelola sehingga
hal ini berdampak pada sub
sistim lainnya
17
9. Hermawan Eko Wibowo,
2010
Perilaku Dalam Mengelola
Sampah Permukiman Di
Kampung Kamboja Kota
Pontianak
Mengetahui bentuk-bentuk
perilaku dan faktor
pembentuk perilaku individu
dan masyarakat dalam
mengelola sampah
permukiman di Kampung
Kamboja Kota Pontianak.
Metode Kualitatif
Deskriptif
1. Karakteristik fisik Sungai
Kapuas di wilayah
Kampung Kamboja
membentuk image kepada
masyarakat di wilayah ini
untuk menjadikan sungai
sebagai bagian dari fasilitas
atau bagian yang
memfasilitasi dalam
pengelolaan sampah
permukiman.
2. Bentuk konstruksi rumah
panggung di bantaran
sungai yang berfungsi untuk
mengadaptasi kondisi pasang
surut air sungai, menciptakan
kolong dibawah rumah yang
berpotensi menjadi tempat
timbulan sampah yang relatif
sulit untuk dilakukan proses
pembersihannya.
3. Pola pembinaan pengelolaan
sampah permukiman dengan
peran masyarakat sebagai
objek pelaku pengelolaan
secara mandiri, memerlukan
kontinuitas
10. Beta Dwi Utami, 2006 Pengelolaan Sampah
Rumahtangga Berbasis
Komunitas: Teladan Dari Dua
Komunitas Di Sleman dan
Jakarta Selatan
Mengetahui efektivitas dan
efisiensi pola pengelolaan
sampah rumahtangga pada
sumbernya di Wedomartani
(Sleman) dan Banjarsari
(Jakarta Selatan)
Metode campuran
antara kualitatif dan
kuantitatif.
1. Pola pembinaan pengelolaan
sampah permukiman dengan
peran masyarakat sebagai
objek pelaku pengelolaan
secara mandiri, memerlukan
kontinuitas.
2. Pola pembinaan pengelolaan
sampah permukiman dengan
peran masyarakat sebagai
objek pelaku pengelolaan
secara mandiri, memerlukan
kontinuitas.
18
11. Novrial, 2014
Kajian Peengaruh Pengelolaan
Sampah Permukiman Terhadap
Pengendalian Vektor Penyakit
Demam Berdarah ( Aedes
aegypti), Studi di Kecamatan
Gamping Kabupaten Sleman
Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta
Mengetahui hubungan
kondisi tempat
perkembangbiakan nyamuk
dengan kepadatan vektor
penyakt demam berdarah
Mengetahui pengaruh
pengelolaan sampah
permukiman terhadap
pengendalian vektor penyakit
demam berdarah
Merumuskan strategi
pengelolaan lingkungan
untuk pengendalian vektor
penyakit demam berdarah
Observasional analitilk
1. Ada hubungan antara kondisi
tempat perkembangbiakan
nyamuk dengan kepadatan
populasi vektor penyakit
demam bedarah.
2. Dari hasil statistik, tidak ada
pengaruh pengelolaaan
sampah permukiman dengan
pengendalian vektor penyakit
demam berdarah.
3. Rumusan strategi pengelolaan
yang dapat dilakukan adalah
lebih menggiatkan kerjasama
yang terintegrasi diantara
pemangku kepentingan
terkait dengan pengelolaan
sampah secara berkelanjutan
bersama-sama dengan
kegiatan pengendalian vektor
penyakt
12. Wipti eka prahadipta,
2012
Pengaruh kondisi sosial
ekonomi masyarakat terhadap
produksi sampah rumah tangga
Kota Yogyakarta
Menganalisis jenis material
sampah yang dihasilkan oleh
rumahtangga berdasarkan tipe
keluarga Kota Yogyakarta
Menghitung nilai ekonomi
dari sampah rumhatangga
Mengestimasi pengaruh
faktor sosial-ekonomi
terhadap produksi sampah
rumhatangga
Merumuskan pengelolaan
sampah rumahtangga Kota
Yogyakarta
Metode survei analisis
Produksi sampah
rumhatangga sangat
dipengaruhi oleh pendapatan
total rumahtangga, akan tetapi
peningkatan produksi sampah
rumah tangga terbesar terjadi
jika jumlah anggota
rumahtangga bertambah.
13. Benny Hartanto, 2012 Pengelolaan Sampah
Rumahtangga Berbasis
Masyarakat di Padukuhan
Soragan Desa Ngetisharjo
Mengetahui sistem
pengelolaan sampah rumah
tangga berbasis masyarakat
yang ada di pedukuhan
soragan
Deskriptif kualitatif
dengan interview
guide dan survei
lapangan
1. Pengelolaan sampah rumah
tangga berbasis masyarakt
telah berhasil dilakukan
dengan prinsip 3R melalui
proses pemilahan sampah
19
Kecamatan Kasihan Kabupaten
Bantul, Yogyakarta
Mengetahui problem pada
pengelolaan sampah rumah
tangga berbasis masyarakat
Membuat suatu rekomendasi
untuk menyempurnakan
pengelolaan sampah rumah
tangga berbasis masyarakat
2. Problem utama dari
penerapan model ini adalah
pada soal bagaimana
mengubah paradigma dari
membuang sampah menjadi
pemanfaatan sampah.
3. Sistem pengelolaan sampah
rumah tangga berbasis
masyarakat dengan prinsip
3R melalui kegiatan
pemilahan sampah
merupakan solusi
paradigmatik, yaitu solusi
dari paradigma cara
mengelola sampah.
14. Joao Carlos Soares, 2011 Persepsi Masyarakat Terhadap
Pengelolaan Sampah Padat
Perkotaan di Kecamatan Dom
Aleixo Kabupaten Dili, Timor
Leste
Mengkaji persepsi
masyarakat terhadap usaha
pemerintah dalam
memberdayakan,
danmemfasilitasi
peran/serta masyarakat
dalam mengelola sampah
rumahtangganya
Mengakaji kelemahan-
kelemahan maupun
permasalahan
Mengkaji struktur
kelembagaan Pemerintah
Kota Dili guna
mempertegas pendelegasian
wewenang institusi
pengelolaan sampah
perkotaan
Membantu memfasilitasi
keterlibatan stakeholders
dalam mendukung program
pengelolaan sampah
Mix Methods
1. Belum adanya usaha
pemerintah timor leste dalam
rangka memberdayakan,
menguatkan, dan
menfasiitasi peran/serta
masyarakat dalam
pengelolaan sampah pada
perkotaan
2. Belum adanya perumusan
kebijakan dan peraturan
daerah dalam pengelolaan
sampah perkotaan
3. Tidak adanya kejelasan
struktur tata kelola sampah
Kota Dili mengakibatkan
pekerjaan pengelolaan
sampah Kota menjadi
tumpah tindih
4. Belum adanya peranan
stakeholder dalam setiap
program pemerintah dalam
pengelolaan sampah kota
15. Basuki, 2010 Pengelolaan Sampah di
Kampung Jogoyudan dan
Mengetahui perbedaan
pengelolaan sampah
penduduk menurut tingkat
Kuantitatif deskriptif 1. Terdapat pengaruh yang
positif antara variabe umur
terhadap pengelolaan
20
Ratmakan di Bantaran Sungaai
Code Kota Yogyakarta
umur, tingkat pendidikan,
dan tingkat penghasilan
kepala keluarga
Dari tingkat umur,
pendidikan, dan
penghasilan manakah yang
berpengaruh terhadap
pengelolaan sampah
sampah, baik di kampung
Jogoyudan dan Kampung
Ratmakan
2. Ada perbedaan tingkat
pengelolaan sampah di
Kampung Ratmakan dengan
Kampung Jogoyudan,
pengelolaan sampah di
Kampung Ratmakan lebih
baik dari Kampung
Jogoyudan
3. Urutan pertama yang
berpengaruh terhadap
pengelolaan sampah adalah
variabel pendidikan, kedua
variabel umur
4. Penghasilan tidak
menunjukkan signifikan
terhadap peran serta dalam
pengelolaan sampah
21
16. Dody Iskandar, 2009 Kajian Lingkungan Kulturaal
Terhadap Persepsi, Sikap, dan
Perilaku Penduduk Dalam
Membuang Sampah di
Perkotaan Kecamatan Rengat
Kabupaten Indragiri Hulu
Propnsi Riau
Mengkaji respon penduduk
yang dicerminkan dalam
bentuk persepsi, sikap dan
perilaku dalam membuang
sampah berdasarkan
pendidikan, tingkat
pendapatan, jenis pekerjaan,
jumlah anggota keluarga
dan kondisi permukiman.
Mengkaji sistem
pembuangan sampah mula
dari rumah tangga sampai
tempat pembuangan akhir
Mengkaji bagaimana
strategi pengelolaan
lingkungan kultural supaya
persepsi, sikap dan perilaku
penduduk dalam membuang
sampah lebih baik dari
sebelumnya.
Kuantitatif deskriptif
a. Persepsi penduduk terhadap
pengelolaan sampah
Semakin tinggi tingkat
pendidikan maka semakin
baik tingkat persepsi
terhadap pengelolaan sampah
Jenis pekerjaan tidak dapat
menentukan persepsi
penduduk
Semakin baik tingkat
pendapatan maka semakin
baik tingkat persepsi
penduduk
Kepadatan pemukiman tidak
dapat menentukan persepsi
penduduk
b. Sikap penduduk terhadap
pengelolaan sampah
Semakin tinggi tingkat
pendidikan maka akan
semakin baik sikap
terhadap pengelolaan
sampah
Semakin baik jenis
pekerjaan maka akan
semakin baik sikap
pengelolaan sampah