bab i pendahuluan a. latar belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93830/potongan/s1... ·...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Republik Demokratik Rakyat Laos adalah salah satu negara komunis yang
masih tersisa di dunia. Sejak Uni Soviet runtuh pada 1991, negara ini kesulitan
menentukan kebijakannya dalam ranah ekonomi dan politik yang kian berubah.
Kekuatan Komunis yang menggulingkan pemerintah kerajaan pada 1975,
membuat negara tersebut terisolasi. Laos baru membuka diri ke dunia pada 1990-
an. Pada Maret 1991, Laos melakukan perubahan jangka panjang dalam struktur
ekonominya yaitu membuka kesempatan untuk penanaman modal asing dan
swasta, persaingan pasar bebas dan sebagainya. Perkembangan ekonomi yang
cukup signifikan berhasil dicapai Laos setelah mendapat bantuan finansial dari
International Monetary Fund (IMF).
Laos membuka diri pada kerja sama di berbagai bidang meski sistem
politiknya masih tertutup. Negara ini terus menempuh kebijakan ekonomi yang
mengarah pada pasar bebas. Bidang-bidang sumber pendapatan ekonomi mulai
mendapat perhatian dari investor asing, seperti pertambangan tembaga, emas dan
produk tambang lain, bidang pemrosesan makanan, pariwisata dan bidang lainnya.
Kebijakan pemerintah untuk membuka diri membuahkan hasil yang signifikan
di bidang industri pariwisata. Keterbukaan ekonomi yang dilakukan secara
dramatis membuat potensi wisata negara tersebut ikut terdongkrak.
2
Negara Laos diapit oleh Thailand, Vietnam, Kamboja, Myanmar dan China,
yang menjadikannya sebagai negara yang tidak memiliki pantai atau laut. Namun,
Laos dilewati Sungai Mekong yang dijuluki sebagai Ibu Sungai. Meski tidak
memiliki obyek wisata laut, obyek wisata lain di negara yang berlogo bunga Dok
Champa (frangipani) ini tidak kalah menariknya. Survei pada 2010 menunjukkan
ada 1493 situs pariwisata resmi di Laos yang meliputi 849 lokasi dengan
keindahan alam, 435 situs budaya dan 209 situs bersejarah.1 Sektor pariwisata
menjadi salah satu pemasukan penting bagi pertumbuhan ekonomi negara yang
terkurung daratan di Asia Tengggara tersebut
Pada 2008 terjadi krisis keuangan global. Negara-negara di kawasan Asia
termasuk Asia Tenggara juga terkena dampak krisis keuangan tersebut. Laporan
World Bank menyatakan bahwa “Laos mengatasi krisis keuangan global lebih
baik dibanding negara tetangga", namun sektor pariwisata Laos cukup rentan2 dan
turut merasakan goncangan finansial dengan menurunnya jumlah wisatawan.
Angka resmi pemerintah menyebutkan sejak akhir 2008- 2009, sekitar 15%-20%
wisatawan asing membatalkan kunjungan ke negara komunis tersebut.3
1 “Soal Pariwisata Laos pun Menggeliat” (online), 8 Mei 2012, http://internasional.kompas.com/read/2012/05/08/18453082/Soal.Pariwisata.Laos.Pun. Menggeliat, diakses 22 Mei 2014
2 Impact of the Global Financial Crisis and Recent Economic Developments in Lao PDR (online),, Juni 2009, http://www.sunlabob.com/data/documents/energy_issues/W-09-06-Lao_Economic_Monitor.pdf , diakses 2 Juni 2015
3 “Pariwisata Laos Mulai Berkembang” (online), 8 Januari 2010, http://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus/2010/01/100106_laos3.shtml , diakses 22 Mei 2014
3
Pariwisata Laos kemudian cukup terangkat berkat perhelatan SEA Games
yang diselenggarakan pada Desember 2009 di Vientiane, kehadiran tamu asing
mengalami peningkatan. Bukan hanya atlet, pejabat olah raga dan penggemar olah
raga saja yang datang, namun wisatawan juga memanfaatkan momentum pesta
olah raga tersebut.
Sementara itu pada tingkat pariwisata global, semakin banyak negara
berkembang yang masuk ke sektor pasar pariwisata dengan menawarkan beragam
atraksi alternatif. Pergeseran pasar wisatawan ke kawasan Asia Pasifik dalam satu
dasawarsa terakhir dapat dipetik sebagai bukti kompetisi destinasi yang sangat
dinamis di aras internasional. Negara Laos yang mengusung slogan Simply
Beautiful dari tahun ke tahun semakin memperlihatkan keseriusannya menata
industri pariwisatanya, agar dapat bersaing dengan sesama negara kawasan
ASEAN lainnya.
Keberhasilan Laos dalam menata dan memajukan industri pariwisatanya
telah mendapatkan berbagai pengakuan dari dunia internasional. Pada 2008,
New York Times memasukkan Laos sebagai salah satu dari 53 negara tujuan
utama wisata di dunia. Situs warisan dunia Luang Prabang menerima penghargaan
the Top City Gold Award, setelah kota tersebut keluar sebagai the world's top
tourist destination oleh Wanderlust, sebuah majalah Inggris berbasis travel dari
2006-2008 dan 2010-2012.4 Laos juga dinobatkan sebagai World's Best Tourist
4Award will spur growth of Lao tourism (online), 10 Mei 2014, http://www.vientianetimes.org.la/FreeContent/FreeConten_Award.htm, diakses 26 Agustus 2014.
4
Destination for 2013 oleh European Council on Tourism and Trade (ECTT) atau
Dewan Pariwisata dan Perdagangan Eropa.
ECCT merupakan organisasi nirlaba yang mempromosikan pariwisata di
luar Uni Eropa. Penghargaan World's Best Tourist Destination merupakan yang
tertinggi bagi sebuah negara atas pencapaiannya di sektor pariwisata. Menteri
Kebudayaan dan Pariwisata Laos Bosengkham Vongdara menghadiri acara
penganugerahan tersebut yang diadakan di Vientiane, ibukota Laos, pada 9 Mei
2013. Tingkat kedatangan turis meningkat hingga mencapai 22% per tahunnya,
diperkirakan jumlah wisatawan yang mengunjungi negara itu mencapai 3,3 juta
pada 2012.5
Keberhasilan pemerintah Laos dalam mengelola sektor pariwisata telah
berhasil meningkatkan jumlah kedatangan wisatawan asing. Kemudian diikuti
oleh meningkatnya pendapatan negara di sektor pariwisata, serta mendapatkan
penghargaan internasional. Semua itu tidak terlepas dari langkah-langkah
pemerintah Laos dalam menyusun strategi pengembangan pariwisata nasional
Laos dari tahun ke tahun.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana strategi pemerintah Laos dalam mengembangkan sektor
pariwisata negaranya pada pasca Krisis Keuangan Global pada 2008 hingga
akhirnya berhasil mendapatkan penghargaan predikat World's Best Tourist
5 Lao PDR Awarded World's Best Tourist Destination (online), 22 Mei 2013, http://www.asean.org/news/asean-secretariat-news/item/lao-pdr-awarded-world-s-best-tourist-destination , diakses 24 Mei 2014
5
Destination for 2013 oleh ECTT ?
C. Landasan Konseptual
Penulis menggunakan tiga konsep utama yaitu teori normative power dari
Ian Manners, Manajemen Sektor Publik atau Public Sector Management (PSM)
dari James Elliot dan Tourism Development Strategies dari J.R. Brent Ritchie dan
Geoffrey Crouch.
1. Normative Power
Terkait dengan keberhasilan sektor pariwisata Laos yang memperoleh
penghargaan sebagai World's Best Tourist Destination for 2013 oleh European
Council on Tourism and Trade (ECTT), dapat ditelaah melalui salah satu kajian
yang mendasari ECTT untuk mendeklarasikan pemberian penghargaan tersebut
yaitu melalui teori normative power yang dikumandangkan oleh Ian Manners.
Konsep normative power memiliki fungsi untuk menjelaskan definisi Uni Eropa
sebagai aktor dalam dinamika hubungan internasional. Definisi Uni Eropa sebagai
aktor normatif ditegaskan Sonia Lucarelli yang mengatakan bahwa: “Europe is a
normative actor because Europe itself is based on normative principle”(Lucarelli,
2008). Artinya, Uni Eropa dapat dikategorikan sebagai aktor normatif karena dia
dibangun dengan menggunakan satu set nilai dan norma (prinsip-prinsip) yang
disepakati bersama. Seperangkat norma tersebut juga sekaligus menjadi alat
pengikat dan kerangka berpikir Uni Eropa dalam berinteraksi dengan aktor
eksternal.
Ian Manners menjelaskan bahwa bentuk kekuasaan yang dimiliki Uni
Eropa berlandaskan pada bentuk ide (norma, nilai) dibanding bentuk materi atau
6
fisik, di mana Uni Eropa menyatukan visi mereka bukan melalui kepentingan
nasional melainkan melalui pemenuhan terhadap ide-ide universal. Uni Eropa
adalah aktor normatif, karena karakter mereka yang dibentuk oleh kumpulan
norma universal. Dari karakterisasi ini, norma tidak hanya menjadi sebuah metode
yang dilakukan Uni Eropa, melainkan menjadi sesuatu yang seharusnya atau
idealnya dilakukan oleh mereka (Manners, 2009, hal. 1).
Ian Manners merangkum “ide dan norma-norma Eropa” ke dalam lima bidang,
yaitu:
1. Peace – perdamaian
2. Liberty – kemerdekaan
3. Democracy – demokrasi
4. Rule of law – penegakan hukum
5. Human rights – hak asasi manusia (Manners, 2002:242).
Kelima norma tersebut sebagai core atau inti dari prinsip-prinsip yang dibawa
Eropa dalam kebijakan internal maupun eksternal. Selain kelima norma
tersebut, masih ada pula beberapa norma sekunder seperti:
1. Social solidarity- solidaritas sosial.
2. Anti Discrimination– anti diskriminasi.
3. Sustainable Development– pembangunan berkelanjutan,
4. Good Governance– tata kelola pemerintahan yang baik (Manners, 2002).
7
2. Manajemen Sektor Publik (Public Sector Management /PSM)
Menurut pendekatan manajemen sektor publik, pariwisata tidak terlepas dari
aspek politik, karena keterlibatan aktif pemerintah dalam permasalahan pariwisata
suatu negara. Pemerintah Laos berperan penting dalam mengembangkan sektor
pariwisatanya. Pemerintah adalah pemegang kekuasaan, namun keterlibatannya
dengan pariwisata tidak hanya sebagai sebuah industri, melainkan sebagai
pendidikan dan pengalaman budaya bagi para wisatawan maupun masyarakat.
Pariwisata tidak hanya berdampak ekonomi, namun juga mempengaruhi
lingkungan alam dan budaya lokal. Besarnya dinamika dan dampak pariwisata
menjadikan „tangan‟ pemerintah begitu diperlukan dan keberadaan Departemen
dan Kementerian Pariwisata serta Organisasi Pariwisata Nasional (National
Tourism Organization) pun sangat penting.
Sementara kebanyakan pariwisata disediakan dan dikendalikan oleh sektor
swasta, sektor publik berperan penting dalam memberikan pedoman kebijakan
yang diperlukan, lingkungan, infrastruktur dan manajemen yang diperlukan
di bidang ekonomi dan non-ekonomi. Keberhasilan pemerintah Laos dalam
menjalankan fungsinya untuk terlibat dalam sektor pariwisata sebagai pihak yang
memiliki kewenangan dan kekuasaan tertinggi dalam suatu negara ditentukan oleh
keberadaan PSM (Public Sector Management). Hal ini karena PSM tersebut yang
mengeksekusi segala bentuk kewenangan pemerintah dalam sektor pariwisata.
Pemerintah bersifat sebagai fasilitator, sedangkan masyarakat berperan sebagai
„tuan rumah‟ atau tamu itu sendiri.
8
Elliot menyatakan alasan terpenting pemerintah harus terlibat adalah karena
pemerintah memiliki power. Pemerintah sebagai otoritas tertinggi di negara
memiliki kekuatan politik terkuat di negara dan berpengaruh terhadap kebijakan
serta sumber daya yang terkait dengan sektor pariwisata suatu negara. PSM yang
secara konsep berada di bawah pemerintah, juga terlibat dalam lingkungan politik,
terutama dengan budaya birokrasi, sistem administratif, ideologi politis, konflik
kekuatan dan prioritas kepentingan kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah.
Keutamaan pemerintah dalam sektor pariwisata berada pada kekuasaan
pemerintah itu sendiri atas konstelasi politik, keamanan, serta kerangka finansial
dan hukum yang dibutuhkan oleh sektor pariwisata. Elliott menyebutkan bahwa
hanya pemerintahlah yang mampu bernegosiasi dan membuat perjanjian dengan
pemerintah lain mengenai isu-isu strategis seperti prosedur imigrasi atau teritorial
penerbangan dengan negara lain. Kewenangan yang dimiliki pemerintah pun
berbeda pada setiap negara, tergantung pada budaya politik dan persepsi ekonomi
pariwisata pada masing-masing negara. Namun pada umumnya, pemerintah
memiliki fungsi legitimasi yang dapat diterapkan untuk kepentingan publik,
terutama dalam sektor pariwisata. 6
PSM sebagai alat utama yang digunakan oleh pemerintah untuk mengelola
pariwisata mencakup semua jenis organisasi publik, dimulai dari departemen
pemerintah berskala nasional sampai unit kecil pariwisata yang dikelola oleh
pemerintah daerah. Badan pariwisata di Laos yaitu Lao National Tourism
6 James Elliot, Tourism: Politics and Public Sector Management (NewYork:Routledge, 1997), hal.
1-4.
9
Administration (LNTA), sebuah organisasi negara di tingkat kementerian, berada
langsung di bawah Departemen Kebudayaan, Informasi dan Pariwisata.
Pemerintah memberikan legitimasinya kepada LNTA untuk mengembangkan
strategi nasional dan menerapkan kebijakan dan perencanaan pariwisata Laos.
Pemerintah bekerja sama dengan berbagai pihak dalam sektor pariwisata
dalam lingkup domestik atau mancanegara. Aktor-aktor lainnya yang dapat
diidentifikasi dalam sektor pariwisata adalah organisasi pariwisata internasional,
industri pariwisata, organisasi internasional, partai politik, media massa, opini
publik dan interest group. Laos juga bekerja sama melalui the Greater Mekong
Subregion (GMS) yang beranggotakan 6 negara kawasan Indochina (China,
Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand dan Vietnam) dan kerangka kerja sama
pariwisata ACMECS (The Ayeyawady – ChaoPhraya - Mekong Economic
Cooperation Strategy).
3. Strategi Pengembangan Pariwisata (Tourism Development Strategies)
Suatu kebijakan dibuat agar terciptanya suatu strategi yang tersusun untuk
mendorong proses pembangunan industri pariwisata. Peran kebijakan pariwisata
adalah untuk menciptakan lingkungan sosial ekonomi yang akan mendorong
pariwisata untuk berkembang dan berhasil secara berkelanjutan.
LNTA sebagai lembaga resmi pariwisata dibentuk oleh pemerintah Laos.
LNTA menciptakan master plan yang disebut National Tourism Strategy and
Action Plan (NTSAP). Master plan tersebut sesuai dengan konsep Strategi
10
Pengembangan Pariwisata (Tourism Develpoment Strategies/TDS) yang
dikemukakan oleh J.R. Brent Ritchie dan Geoffrey Crouch yaitu:7
a. Strategi Pembangunan Pasokan (Supply Development Strategies)
Strategi kategori ini berbasis tindakan utama, berkaitan dengan 5 kelompok
utama sumber daya, masing-masing diperlukan untuk memberikan tujuan wisata
menarik dan layak. Lima kategori sumber daya mendasar ini mencakup banyak
faktor penentu daya saing / keberlangsungan destinasi. Lima komponen utama
kebijakan supply pariwisata itu adalah:
1). Kebijakan Sumber Daya Fisik (Physical Resources Policy).
Sumber daya fisik dari suatu destinasi pariwisata merepresentasikan daya
tariknya yang mungkin menjadi faktor penentu paling mendasar. Konservasi
dan peningkatan materi nasional dan warisan budaya, penerbitan izin untuk
melakukan perjalanan bisnis, mengontrol kegiatan ilegal agen perjalanan,
hotel, penginapan, restoran dan infrastruktur lainnya dengan menggunakan
denda, pencabutan izin dan suspensi bekerja.
2). Kebijakan Sumber Daya Manusia (Human Resources Policy).
Kebijakan ini berfokus pada kuantitas, kualitas dan campuran personil
yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan pariwisata negara atau wilayah
bersangkutan. Pemeliharaan kebijakan personil di daerah wisata untuk
meningkatkan perannya dalam perekonomian.
3). Kebijakan Sumber Daya Finansial (Financial Resources Policy).
7 Mekong Tourism Service Center (online), http://www.mekongcenter.com/article_lnta.html, diakses 3 Juli 2014
11
Diperlukan modal untuk mengimplementasikan strategi yang telah
dibuat. Pembiayaan eksternal diperlukan juga untuk merealisasikan rencana
dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan ini. Untuk merealisasikannya
juga perlu dilakukan pemantauan penggunaan dana pengembangan dan
promosi pariwisata .
4). Kebijakan Sumber Daya Informasi (Information Resources Policy).
Kemampuan merespon permintaan pasar dan meningkatnya tekanan
sosial terhadap pariwisata tergantung pada kesadaran dan pemahaman faktor
tersebut. Tidak hanya arus informasi, namun juga penyebarluasan informasi
diperlukan untuk membangun hubungan antara wisatawan, masyarakat dan
pembuat kebijakan (Pengumpulan dan pengolahan statistik pariwisata).
5). Kebijakan Sumber Daya Program / Aktivitas (Programme / Activity Resources
Policy).
Diperlukan eksekusi atau pelaksanaan yang efektif, agar kebijakan yang
telah dibuat dapat dibuktikan bernilai. Bermacam fokus aktivitas DMO
(Destination Management Organization) harus dapat memastikan kebijakan,
ide-ide dan konsep diterjemahkan menjadi kenyataan pada basis prakteknya.
b. Strategi (Pemasaran) Pembangunan Permintaan (Demand Development
Strategies).
Strategi ini melibatkan keputusan tiga komponen utama dan komponen
sekunder. Komponen utamanya yaitu:
12
1). Level of marketing expenditures. The overall level of marketing support
that should be provided. Tingkat dukungan pemasaran secara keseluruhan
yang disediakan untuk menarik arus wisatawan di Laos.
2). Strategic target market selection. Pemilihan target pasar strategis diterapkan
untuk menyasar target pasar yang signifikan untuk pariwisata Laos, yaitu
wisatawan internasional.
3). Destination positioning in the marketplace. Pemosisian tujuan strategis di
pasar strategis, artinya langkah-langkah untuk menarik wisatawan asing ke
obyek-obyek kesenian dan kerajinan, diterapkan dalam rangka untuk
meningkatkan kondisi kehidupan orang-orang di lapangan.
Komponen sekunder yaitu kebijakan promosi atau periklanan, kebijakan
kebijakan harga, kebijakan kemasan dan distribusi (Penyebaran produk dengan
baris cetak, iklan, online yang berisi gambaran obyek wisata, lokasi atau rute
wisata dan tur).
c. Kebijakan Pembangunan dan Organisasional (Organizational and
Development Policy).
Agar suatu destinasi bisa kompetitif atau berkelanjutan, suatu badan
bertanggungjawab untuk kepemimpinan efektif dan koordinasi yang berkomitmen
yaitu Destination Management Organization (DMO). Konsep DMO menunjuk
pada badan yang memiliki otoritas dan kompetensi dalam mengelola destinasi
pariwisata. DMO berperan penting menjadi suatu organisasi yang terstruktur
sebagai wadah untuk mengordinasikan seluruh kebijakan dan erat kaitannya
dengan manajemen destinasi sebagai suatu rangkaian tindakan terencana. Badan
13
Pariwisata Dunia (WTO,2004) mengartikan DMO sebagai organisasi yang
bertanggungjawab untuk mengelola dan memasarkan destinasi pariwisata.8
Komponen utama pengembangan organisasi dan kebijakan yaitu DMO
Roles Policy, DMO Structure Policy dan DMO Funding Policy. Peranan DMO
secara kebijakan organisasional menyediakan pedoman yang berkaitan dengan
struktur internal yang memadai untuk hal tersebut. Beberapa alternatif
memungkinkannya. Beberapa DMO terutama berdasarkan pada keanggotaan
individu dan kecenderungan yang terstruktur sebagai sebuah federasi organisasi
dukungan seperti kamar dagang, asosiasi hotel, asosiasi restoran dan kelompok
lainnya. Struktur internal lainnya merefleksikan kenyataan bahwa DMO tersebut
merupakan departemen atau bagian dari pemerintahan daerah setempat.
Peran LNTA sebagai DMO melaksanakan semua pekerjaan dan kegiatan
konsultasi dan koordinasi dengan Asosiasi Agen Perjalanan Laos (Lao
Association of Travel Agents), Asosiasi Hotel dan Restoran Laos (Lao Hotel dan
Restaurant Association) dan Dewan untuk Pemasaran dan Promosi Pariwisata
(Tourism Marketing Promotion Board). Selain itu, juga melakukan koordinasi
kerja dengan organisasi pariwisata lokal dan internasional, manajemen dan
kontrol atas pelaksanaan rencana kerja dalam industri pariwisata. 9
D. Argumen Utama
Strategi Pemerintah Laos yang telah berhasil dalam mengembangkan
pariwisatanya, pada akhirnya dianugerahkan New York Times' List of World's Top
8 Damanik, Janianton dan Frans Teguh, 2012. Manajemen Destinasi Pariwisata. Sebuah
Pengantar Ringkas, Yogyakarta, Kepel Press. 9J.R. Brent Ritchie dan Geoffrey Crouch, The Competitive Destination; A Sustainable Tourism
Perspective (Cambridge: CABI Publishing, 2003), hal. 167-176
14
Tourist Destinations dan Best Tourist Destination for 2013 oleh ECTT. ECTT
sebagai bagian dari Uni Eropa yang merupakan aktor normatif, memiliki
kualifikasi tersendiri dalam menilai kepantasan suatu negara untuk menyandang
penghargaan tersebut. Terdapat satu norma didalam normative power yang
memiliki keterkaitan yang cukup signifikan dengan kualifikasi ECCT untuk
memberikan penghargaan di bidang pariwisata. Norma tersebut adalah
sustainable development (pembangunan berkelanjutan). Dalam hal ini
pembangunan berkelanjutan yang dimaksud mengarah pada keberlanjutan atau
pembangunan dan pengembangan jangka panjang pariwisata di Laos. Pada
penelitian ini, konsep normative power yang diusung oleh Uni Eropa merupakan
hal yang melandasi ECCT untuk memberikan penghargaan kepada Laos dalam
bidang pariwisata. Prinsip dasar yang menjadi kunci utama dalam pemberian
penghargaan tersebut yaitu sustainable development yang mengarah pada
sustainable tourism.
Pemerintah Laos di bawah Partai Komunis (Partai Revolusioner Rakyat
Laos) berperan besar sebagai pemegang kekuasaan untuk mengembangkan
pariwisata. Pemerintah Laos berusaha mensinergikan dan mengkoordinasi para
aktor yang terlibat dalam proses pengembangan pariwisata. Pemerintah berstrategi
melalui LNTA dalam mengembangkan potensi pariwisata dan menjadikannya
sebagai destinasi pariwisata unggulan.
LNTA gencar menjalankan strategi pengembangan pariwisata (Tourism
Development Strategies) dengan menggunakan pedoman pengembangan
manajemen destinasi pariwisata nasional yang jelas dan secara aplikatif yaitu
15
Tourism Law and National Tourism Strategy and Action Plan (NTSAP). NTSAP
memuat arahan strategis dan operasional sebagai basis untuk mengelola sumber
daya pariwisata secara profesional dalam destinasi pariwisata dan berfungsi
sebagai acuan bagi pemangku kepentingan untuk mengakselerasi, serta menjamin
keberlanjutan pariwisata itu sendiri.
Strategi lainnya adalah menjalin kerja sama eksternal dengan IGO seperti
Asian Development Bank (ADB), Greater Mekong Subregion (GMS) dan
ASEAN. Pembangunan pariwisata di Laos mendapat dukungan dan pinjaman dari
Asian Development Bank (ADB), karena ADB melihat kemapanan sistem politik
di Laos yang memungkinkan pengembangan pariwisata dengan baik. LNTA
bersama Tourism Law dan NTSAP beserta aktor-aktor lainnya yang turut
mengembangkan Manajemen Destinasi Pariwisata dan menerapkan pelaksanaan
Strategi Pengembangan Pariwisata (Tourism Development Strategies).
E. Metode Penelitian
Penulisan skripsi ini akan menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu
berupa pengumpulan data melalui studi pustaka, yang terdiri dari literatur buku-
buku, jurnal-jurnal, website, bentuk dokumentasi yang relevan dengan
perkembangan pariwisata di Laos. Adapun data-data yang diperoleh tersebut akan
dikompilasi dan dianalisis untuk kemudian dituliskan dalam skripsi sebagai hasil
dari penelitian elaboratif.
16
F. Sistematika Penulisan
Bab I berisi Pendahuluan yang menjelaskan latar belakang, rumusan masalah,
landasan konseptual, dan argumen utama, metode penelitian, serta
organisasi penulisan.
Bab II berisi Dinamika Perkembangan Pariwisata Laos yang menjelaskan mulai
dari sejarah kepariwisataan Laos hingga berhasil meraih predikat World's
Best Tourist Destination dari ECTT. Serta penjelasan standar dan kriteria
yang ditetapkan oleh ECTT sebagai dasar dalam pemberian penghargaan
terhadap Laos.
Bab III berisi Peran Pemerintah dalam Strategi Pengembangan Pariwisata Laos
yang menjelaskan peran pemerintah domestik dan strategi aktor-aktor
yang terlibat dalam pengembangan pariwisata Laos.
Bab IV berisi tentang Peranan dan Kerjasama Lembaga Internasional
dalam Strategi Pengembangan Pariwisata Laos yang menjelaskan
tentang keterlibatan pihak eksternal yang dirangkul pemerintah Laos
untuk mendukung pembangunan sektor pariwisata Laos.
Bab V sebagai penutup yang berisi kesimpulan yang diperoleh dari seluruh
pembahasan.