bab i katarak
DESCRIPTION
katarakTRANSCRIPT
BAB I
Pendahuluan
Katarak merupakan penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah diseluruh dunia.
Katarak adalah perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya menjadi keruh,
sehingga cahaya sulit mencapai retina, akibatnya penglihatan menjadi kabur. Katarak terjadi
secara perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita terganggu secara berangsur. Katarak tidak
menular dari satu mata ke mata lain, tetapi katarak dapat terjadi pada kedua mata pada waktu
yang tidak bersamaan. Perubahan ini dapat terjadi karena proses degenerasi atau ketuaan (jenis
katarak ini paling sering dijumpai), trauma mata, infeksi penyakit tertentu (diabetes mellitus).
Katarak dapat terjadi pula sejak lahir (cacat bawaan), karena itu katarak dapat dijumpai
pada usia anak-anak maupun dewasa. Selain penglihatan yang semakin kabur dan tidak jelas,
tanda-tanda awal terjadinya katarak antara lain merasa silau terhadap cahaya matahari dan daya
penglihatan berkurang hingga kebutaan. Katarak biasanya terjadi dengan perlahan dalam waktu
beberapa bulan. Daya penglihatan yang menurun mungkin tidak disadari karena merupakan
perubahan yang progresif. Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain
seperti radang, dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaucoma, tumor
intra ocular, iskemia ocular, nekrosis anterior segmen, buftalmos, akibat suatu trauma dan pasca
bedah mata. Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin dan
keracunan obat. Katarak menyebabkan penurunan penglihatan bahkan kebutaan. Oleh karena
itu sangat penting untuk membahas katarak komplikata lebih mendalam.
1
BAB II
Anatomi Lensa
Lensa kristalina merupakan suatu struktur transparan bikonveks yang fungsinya adalah
menjaga kebersihan lensa, merefraksikan cahaya, dan memberikan akomodasi. Lensa tidak
memiliki suplai darah atau inervasi setelah perkembangan pada masa fetus, dan lensa bergantung
seluruhnya terhadap humor aqueous untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya dan untuk
menghilangkan sisa pembuangannya. Lensa terletak disebelah posterior iris dan sebelah anterior
korpus vitreus. Lensa dipertahankan pada posisinya oleh zonulla Zinnii. Lensa tersusun atas
kapsula, epithelium lentis, korteks, dan nucleus.2 Lensa tumbuh secara terus menerus seumur
hidup. Saat lahir, ukurannya kurang lebih 6,4 mm diameter ekuatorial dan 3,5 mm diameter
anteroposterior dan beratnya kurang lebih 90 mg. Lensa orang dewasa ukuran diameter
ekuatorial 9 mm dan diameter anteroposterior 5 mm dan beratnya kurang lebih 255 mg.
Ketebalan relatif korteks meningkat sesuai dengan usia. Pada saat bersamaan, lensa mengadopsi
suatu bentuk kurva yang semakin bertambah sehingga lensa yang lebih tua memiliki kekuatan
refraksi yang lebih tinggi. Indeks refraksi menurun sesuai usia, kemungkinan sebagai hasil
bertambahnya partikel-partikel protein insolubel. Oleh karenanya, mata yang menua mungkin
menjadi lebih hiperekoik atau miopik sesuai dengan usia.2
Kapsula lentis merupakan suatu membrane basalis yang transparan dan elastic disusun
oleh kolagen tipe IV didasari oleh sel-sel epitel. Lapisan terluar kapsula lentis, lamella zonularis,
juga berfungsi sebagai tempat perlekatan serabut-serabut zonula. Kapsula lentis paling tebal di
daerah pre-ekuatorial anterior dan posterior dan paling tipis di region kutub posterior sentral.2
2
Tepat dibelakang kapsul lensa anterior terdapat satu lapis sel epitel yang disebut epithelium
lensa. Sel-sel ini secara metabolit aktif dan dapat melakukan semua aktivitas sel normal,
termasuk biosintesis DNA, RNA, protein, dan lipid, dan juga meghasilkan ATP untuk memenuhi
kebutuhan energi lensa. Sel-sel epitel bersifat mitotis, dengan aktivitas terbesar sintesis DNA
fase premitosis terjadi dalam suatu cincin di sekeliling lensa anterior yang dikenal zona
germinativum. Sel-sel yang baru terbentuk ini bermigrasi kearah ekuator, dan berdiferensiasi
menjadi serabut-serabut.2 Setelah serabut-serabut baru mulai terbentuk, mereka menambah dan
memadatkan serabut-serabut yang terbentuk sebelumnya, dengan lapisan tertua di bagian paling
tengah. Serabut-serabut yang terluar merupakan serabut yang paling baru dibentuk dan
membentuk korteks lensa. 2
Sutura lentis dibentuk oleh penyusunan interdigitasi prosessus sel apical (sutura
anterior) dan prosessus sel basalis (sutura posterior). Sutura Y terletak di dalam nucleus
lentis, zona optis multiple dapat dilihat menggunakan biomikroskop slit-lamp. Zona perbatasan
ini terjadi karena tingkatan sel-sel epitel dengan kepadatan optis yang berbeda yang menetap
seumur hidup.2
3
BAB III
Katarak
Katarak adalah kekeruhan lensa. Katarak memilikin derajat kepadatan yang sangat
bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal, tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan.
Penelitian-penelitian mengidentifikasi adanya katarak pada sekitar 10% orang Amerika Serikat,
dan prevalensi ini meningkat sampai sekitar 50% untuk mereka yang berusia antara 65 sampai 74
tahun dan sampai sekitar 70% untuk mereka yang berusia lebih dari 75 tahun. Sebagian kasus
bersifat bilateral, walaupun kecepatan perkembangannya pada masing-masing mata jarang sama.
Katarak traumatic, katarak congenital, dan jenis-jenis lain lebih jarang dijumpai.4
Lensa katarak memiliki ciri berupa edema lensa, perubahan protein, peningkatan
proliferasi, dan kerusakan kontinuitas normal serat-serat lensa. Secara umum, edema lensa
bervariasi sesuai stadium perkembangan katarak. Katarak imatur (insipien) hanya sedikit opak.
Katarak matur yang keruh total (tahap menengah lanjut) mengalami sedikit edema. Apabila
kandungan air maksimum dan kapsul lensa teregang, katarak disebut mengalami intumesensi
(membengkak). Pada katarak hipermatur (sangat lanjut), air telah keluar dari lensa dan
meninggalkan lensa yang sangat keruh, relative mengalami dehidrasi, dengan kapsul berkeriput.4
Pada katarak congenital, kelainan utama terjadi di nucleus lensa-nukleus fetal atau
nucleus embrional, bergantung pada waktu stimulus kataraktogenik – atau di kutub anterior atau
posterior lensa apabila kelainannya terletak di kapsul lensa. Pada katarak akibat usia, kelainan
mungkin terutama mengenai nucleus (sklerosis nucleus), korteks (kekeruhan koroner atau
kuneiformis), atau daerah subkapsul posterior. Katarak yang menyertai uveitis dan terapi steroid
5
sistemik juga sering merupakan tipe subkapsul posterior.4 Sebagian besar katarak tidak dapat
dilihat oleh pengamat awam sampai menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan
menimbulkan kebutaan. Namun, katarak, pada stadium perkembangannya yang paling dini,
dapat diketahui melalui pupil yang didalatasi maksimum dengan oftalmoskop, kaca pembesar,
atau slitlamp. Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya
kekeruhan lensa, sampai reaksi fundus sama sekali hilang. Pada stadium ini katarak biasanya
telah matang dan pupil mungkin tampak putih. 4
Derajat klinis pembentukan katarak, dengan menganggap bahwa tidak terdapat penyakit
mata lain, dinilai terutama dengan uji ketajaman penglihatan Snellen. Secara umum, penurunan
ketajaman penglihatan berhubungan langsung dengan kepadatan katarak. Namun beberapa orang
yang secara klinis memperlihatkan katarak yang cukup bermakna berdasarkan pemeriksaan
dengan oftalmoskop atau slitlamp dapat melihat cukup baik sehingga dapat melaksanakan
aktivitasnya sehari-hari. Yang lain mengalami penurunan ketajaman penglihatan berlebihan
dibandingkan dengan derajat kekeruhan lensa yang diamati. Hal ini disebabkan distorsi bayangan
oleh lensa yang mengalami kekeruhan parsial. The Cataract Management Guideline Panel
menganjurkan bahwa petunjuk terbaik untuk perlu tidaknya tindakan bedah adalah penilaian
berdasarkan gambaran klinis dan uji ketajaman penglihatan Snellen dengan memperhatikan
fleksibilitas berkaitan dengan kebutuhan fungsional dan visual spesifik pasien, lingkungan, dan
faktor resiko lain-yang kesemuanya dapat berbeda-beda. 4
Pembentukan katarak secara kimiawi ditandai oleh penurunan penyerapan oksigen dan
mula-mula terjadi peningkatan kandungan air diikuti oleh dehidrasi. Kandungan natrium dan
kalsium meningkat; kandungan kalium, asam askorbat, dan protein berkurang. Pada lensa yang
6
mengalami katarak tidak ditemukan glutation. Usaha-usaha untuk mempercepat atau menahan
perubahan-perubahan kimiawi ini dengan terapi medis sampai saat ini belum berhasil.4
7
BAB IV
Katarak Komplikata
Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang, dan
proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaukoma, tumor intra ocular,
iskemia ocular, nekrosis anterior segmen, buftalmos, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata . 1
Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin (diabetes mellitus,
hipoparatiroid, galaktosemia, dan miotonia distrofi) dan keracunan obat (tiotepa intravena,
steroid lokal lama, steroid sistemik, oral kontra septic dan miotika antikolinesterase). Katarak
komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya di daerah bawah kapsul
atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata ataupun linear. 1
Dikenal dua bentuk yaitu bentuk yang disebabkan kelainan pada polus posterior terjadi
akibat penyakit koroiditis, retinitis pigmentosa, ablasi retina, kontusio retina dan myopia tinggi
yang mengakibatkan kelainan badan kaca. Biasanya kelainan ini berjalan aksial yang biasanya
tidak berjalan cepat dalam nucleus, sehingga sering terlihat nucleus lensa tetap jernih. Katarak
akibat myopia tinggi dan ablasi retina memberikan gambaran agak berlainan.1
Katarak akibat kelainan polus anterior bola mata biasanya akibat kelainan kornea berat,
iridosiklitis, kelainan neoplasma dan glaucoma. Pada iridosiklitis akan mengakibatkan katarak
subkapsularis anterior. Pada katarak akibat glaucoma akan terlihat katarak diseminata pungtata
subkapsular anterior (Katarak Vogt). Penyebabnya :5
1. Penyakit lokal di mata
2. Penyakit sistemik, yang mengenai seluruh tubuh, terutama penyakit endokrin
8
3. Trauma : - Fisik : radiasi
- Mekanis : pasca bedah atau kecelakaan
- Kimia : zat toksis
IV.I. Penyakit Lokal Mata
IV.I.1. Glaukoma
Glaukoma adalah sekelompok gangguan yang melibatkan beberapa perubahan atau gejala
patologis yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraocular (TIO) dengan segala akibatnya.
Selain itu glaukoma memberikan gambaran klinik berupa penggaungan papil saraf optik dengan
defek lapang pandang mata. Glaukoma dapat timbul secara perlahan dan menyebabkan
hilangnya lapang pandang ireversibel tanpa timbulnya gejala lain yang nyata atau dapat timbul
secara tiba-tiba dan menyebabkan kebutaan dalam beberapa jam. Jika peningkatan TIO lebih
besar daripada toleransi jaringan, kerusakan terjadi pada sel ganglion retina, merusak diskus
optikus sehingga menyebabkan atrofi saraf optik dan hilangnya pandangan perifer.
Glaukoma pada saat serangan akut dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan cairan
lensa subkapsul anterior. Bentuk kekeruhan ini berupa titik-titik yang tersebar sehingga
dinamakan katarak pungtata subkapsular diseminata anterior atau dapat disebut menurut
penemunya katarak Vogt. Kekeruhan seperti porselen/susu tumpah di meja pada subkapsul
anterior. Katarak ini bersifat reversible dan dapat hilang bila tekanan bola mata sudah terkontrol.5
IV.I.2. Uveitis
9
Seperti semua proses radang, uveitis anterior ditandai dengan adanya dilatasi pembuluh
darah yang akan menimbulkan gejala hyperemia silier (hiperemi perikorneal atau perikorneal
vascular injection). Peningkatkan permeabilitas ini akan menyebabkan eksudasi ke dalam akuos
humor, sehingga terjadi peningkatan konsentrasi protein dalam akuos humor. Pada pemeriksaan
slit lamp hal ini tampak sebagai akuos flare atau sel, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak
brown (efek tyndal). Kedua gejala tersebut menunjukkan proses peradangan akut. Pada proses
yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang di dalam bilik mata depan yang
disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam bilik mata depan yang dikenal dengan
hifema. Apabila proses radang berlangsung lama dan berulang, maka sel-sel radang melekat pada
endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate. Jika tidak mendapatkan terapi yang adekuat,
proses peradangan akan berjalan terus dan menimbulkan komplikasi.
Perubahan lensa sering terjadi sebagai akibat sekunder dari uveitis kronis. Biasanya
muncul katarak subkapsular posterior, dan juga dapat terjadi perubahan lensa anterior.
Pembentukan sinekia posterior sering berhubungan dengan penebalan kapsul lensa anterior dan
perkembangan fibrovaskular yang melewatinya dan melewati pupil. Kekeruhan juga dapat
terjadi pada tempat iris melekat dengan lensa (sinekia posterior) yang dapat berkembang
mengenai seluruh lensa. Kekeruhan dapat bermacam-macam, dapat difus, total, atau hanya
terbatas pada tempat sinekia posterior. Perubahan lensa pada katarak sekunder karena uveitis
dapat berkembang menjadi katarak matur. Deposit kalsium dapat diamati pada kapsul anterior
atau dalam substansi lensa.2
IV.I.3. Miopia Maligna
10
Miopia maligna adalah miopia yang berjalan progresif yang dapat mengakibatkan ablasio
retina dan kebutaan. Miopia maligna biasanya bila mopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan
pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang
terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan
kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang kadang terjadi ruptur membran Bruch yang
dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Dapat juga
ditemukan bercak Fuch berupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis sensoris
retina luar, dan lebih lanjut akan terjadi degenerasi papil saaraf optik. Miopia maligna dapat
ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir. Pada anak-anak diagnosis sudah dapat dibuat
jika terdapat peningkatan beratnya myopia dalam waktu yang relatif pendek. Katarak miopia
dikarenakan terjadinya degenerasi badan kaca, yang merupakan proses primer, yang
menyebabkan nutrisi lensa terganggu, juga karena lensa pada myopia kehilangan transparasi
sehingga menyebabkan katarak. 5
IV.II. Penyakit Sistemik
IV.II.1 Katarak Diabetes Melitus
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksinya, dan besaran
akomodasinya. Seiring dengan meningkatnya kadar gula darah, demikian pula kandungan
glukosa di humor aqueous. Karena glukosa dari aqueous masuk ke lensa secara difusi, oleh
karenanya glukosa yang terkandung dalam lensa akan meningkat. Beberapa glukosa dikonversi
oleh enzim aldosa reduktase menjadi sorbitol, yang tidak dimetabolisir tetapi menetap dalam
lensa. Kemudian, tekanan osmotic menyebabkan influks air ke dalam lensa, yang menyebabkan
edema serabut-serabut lensa. Keadaan hidrasi lensa dapat mempengaruhi kekuatan refraksi lensa.
Pasien diabetes mungkin menunjukkan perubahan refraksi sementara, yang paling sering adalah
11
miopia, tetapi kadang-kadang hipermetrop. Orang-orang diabetes menurun kekuatan
akomodasinya dibandingkan dengan kontrol pada umur yang sesuai, dan presbiopia dapat timbul
pada usia yang lebih muda pada pasien dengan diabetes daripada pasien-pasien nondiabetes.
Katarak merupakan penyebab umum penurunan visual pada pasien-pasien diabetes.
Meskipun dua tipe katarak secara klasik teramati pada pasien diabetes pola-pola lainnya juga
dapat terjadi. Katarak diabetes sejati atau katarak snowflake, memiliki gambaran perubahan
lensa subkapsular yang tersebar luas, bilateral,beronset cepat dan akut, biasanya pada orang
muda dengan diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Kekeruhan subkapsular putih abu-abu
multiple yang memiliki gambaran snowflake (butiran salju) terlihat pertama kali di korteks lensa
anterior dan posterior superfisial. Vakuola tampak dalam kapsul, dan bentuk celah di korteks.
Katarak kortikal intumescent dan matur terjadi segera sesudahnya.
Katarak senillis adalah tipe kedua yang sering teramati pada pasien diabetes. Bukti
menunjukkan bahwa pasien diabetes memiliki peningkatan risiko perubahan lensa berhubungan
dengan umur dan perubahan lensa ini cenderung terjadi pada usia yang lebih muda daripada
pasien tanpa diabetes. Pasien diabetes memiliki risiko tinggi terjadinya katarak berhubungan
dengan umur yang mungkin merupakan hasil dari akumulasi sorbitol dalam lensa, perubahan
hidrasi yang mengikutinya, dengan peningkatan glikolisasi protein pada lensa diabetika.2
IV.II.2. Galaktosemia
Galaktosemia merupakan ketidakmampuan mengubah galaktosa menjadi glukosa yang
diwariskan secara autosom resesif. Sebagai konsekuensinya, galaktosa terakumulasi pada
jaringan tubuh, yang dengan metabolisme lebih lanjut mengkonversi galaktosa menjadi galaktitol
(dulsitol), gula alkohol dari galaktosa. Galaktosemia merupakan hasil adanya defek pada satu
dari tiga enzim yang terlibat dalam metabolism galaktosa: galaktosa 1-fosfat uridil transferase,
12
galaktokinase, atau UDP-galaktosa-4-epimerase. Bentuk yang paling umum dan paling berat,
dikenal sebagai galaktosemia klasik, disebabkan oleh defek pada enzim transferase. Enzim ini
penting untuk mengubah galaktosa menjadi glukosa, karena laktosa yang merupakan gula utama
susu adalah disakarida yang mengandung glukosa dan galaktosa.
Pada galaktosemia klasik, gejala-gejala malnutrisi, hepatomegali, jaundice, dan defisiensi
mental muncul pada beberapa minggu pertama kehidupan. Penyakit ini bersifat fatal jika tidak
terdiagnosis dan tidak diterapi. Diagnosis galaktosemia klasik dapat dikonfirmasi dengan
ditemukannya substansi galaktosa reduksi non glukosa di urin. Pasien-pasien dengan
galaktosemia klasik, 75% akan timbul katarak, biasanya dalam beberapa minggu pertama setelah
kelahiran. Akumulasi galaktosa dan galaktiol dalam sel-sel lensa menyebabkan peningkatan
tekanan osmotic intraselular dan influks cairan lensa. Biasanya, nucleus dan korteks bagian
dalam menjadi keruh, menyebabkan gambaran “tetesan minyak” pada retroiluminasi. Jika
penyakit ini tetap tidak diterapi, katarak berkembang menjadi kekeruhan lensa total. Terapi
galaktosemia adalah mengeliminasi susu dan produk susu dari diit. Pada beberapa kasus,
pembentukan katarak awal dapat dibalik oleh diagnosis yang tepat dan intervensi diit. Defisiensi
dua enzim lainnya, epimerase dan galaktokinase, juga dapat menyebabkan galaktosemia.
Defisiensi ini lebih jarang dan menyebabkan abnormalitas sistematis yang lebih ringan. Katarak
dapat juga tampak tetapi biasanya muncul pada umur yang lebih tua daripada galaktosemia
klasik.2
IV.II.3. Hipokalsemia (Katarak Tetani)
Katarak mungkin terjadi dalam hubungan dengan setiap keadaan yang menyebabkan
hipokalsemia. Hipokalsemia dapat idiopatik, atau dapat timbul sebagai hasil dari perusakan yang
tidak disengaja glandula paratiroidea selama operasi tiroid. Biasanya bilateral, katarak
13
hipokalsemia adalah kekeruhan iridescent punctata di korteks anterior dan posterior yang terletak
diantara kapsul lensa dan biasanya dipisahkan dari kapsul lensa oleh suatu daerah lensa yang
jernih. Kekeruhan ini mungkin tetap stabil atau matur menjadi katarak kortikal total. Pada
pemeriksaan darah terlihat kadar kalsium turun.2
IV.III. Trauma
IV.III.1. Katarak Diinduksi Radiasi
Radiasi pengion. Lensa sangat sensitive terhadap radiasi pengion; bagaimanapun juga
diperlukan 20 tahun setelah paparan sebelum katarak menjadi tampak secara klinis. Periode laten
ini berhubungan dengan dosis radiasi dan usia pasien, semakin muda semakin rentan terhadap
radiasi pengion karena memiliki sel-sel lensa yangs sedang tumbuh secara aktif. Radiasi pengion
pada daerah x-ray (panjang gelombang 0,001-10 nm) dapat menyebabkan katarak pada beberapa
individu dengan dosis 200 rad tiap fraksi. Tanda klinis pertama katarak diinduksi radiasi
seringkali berupa kekeruhan punctata di dalam kapsul posterior dan kekeruhan subkapsular
anterior yang halus menjalar kearah ekuator lensa. Kekeruhan ini dapat berkembang menjadi
kekeruhan lensa total.
Radiasi inframerah (katarak glassblowers). Paparan radiasi inframerah dan panas yang terus
menerus ke mata pada waktu yang lama dapat menyebabkan lapisan terluar kapsul lensa anterior
mengelupas dan menjadi lapisan tunggal. Eksfoliasi sesungguhnya dari kapsul lensa, dengan
lamella terluar terkelupas menggulung diatasnya, jarang terlihat saat ini. Katarak kortikal
mungkin berkaitan dengan keadaan ini.
Radiasi ultraviolet. Bukti eksperimental menunjukkan bahwa lensa rentan terhadap kerusakan
yang disebabkan oleh radiasi ultraviolet pada daerah UVB 290-320 nm. Bukti epidemiologis dan
penelitian berbasiskan populasi mengindikasikan bahwa paparan jangka lama terhadap UVB dari
14
paparan sinar matahari berhubungan dengan peningkatan risiko katarak kortikal dan subkapsular
posterior.2
IV.III.2. Mekanis
IV.III.2.1. Trauma Tembus dan Trauma Tak Tembus
Trauma pada umumnya menyebabkan katarak monookuler. Trauma fisik baik tembus
maupun tidak tembus dapat merusak kapsul lensa, cairan COA masuk ke dalam lensa dan timbul
katarak. Trauma tak tembus (tumpul) dapat menimbulkan katarak dengan berbagai bentuk :
a. Vossious ring
Cetakan pupil pada lensa akibat trauma tumpul yang berbentuk vossious ring yaitu
lingkaran yang terbentuk oleh granula coklat kemerah-merahan dari pigmen iris dengan garis
tengah kurang lebih 1 mm. Secara normal menjadi padat sesudah trauma. Cincin vossious
cenderung untuk menghilang sedikit demi sedikit. Kekeruhan kapsul yang kecil-kecil dan
tersebar dapat ditemui sesudah menghilangnya pigmen.
b. Roset (bintang)
Katarak berbentuk roset; bentuk ini dapat terjadi segera sesudah trauma tetapi dapat
juga beberapa minggu sesudahnya. Trauma tumpul mengakibatkan perubahan susunan serat-
serat lensa dan susunan sisten suture (tempat pertemuan serat lensa) sehingga terjadi bentuk
roset. Bentuk ini dapat sementara dan dapat juga menetap.
c. Katarak zonuler atau lamellar
Bentuk ini sering ditemukan pada orang muda sesudah trauma. Penyebabnya karena
adanya perubahan permeabilitas kapsul lensa yang mengakibatkan degenerasi lapisan korteks
superfisial. Trauma tumpul akibat tinju atau bola dapat menyebabkan robekan kapsul, walaupun
tanpa trauma tembus mata. Bahan-bahan lensa dapat keluar melalui robekan kapsul ini dan bila
15
diabsorbsi maka mata akan menjadi afakia. Trauma penetrasi atau perforasi lensa sering
mengakibatkan kekeruhan korteks pada sisi yang rupture, biasanya berkembang secara cepat
menjadi kekeruhan total. Kadang- kadang trauma perforasi kecil pada kapsul lensa dapat
sembuh, sehingga menimbulkan katarak kortikal fokal yang stasioner.5
IV.III.2.2 Pasca Bedah
Katarak sekunder menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak traumatic yang
terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular (EKEK). Hal ini terjadi
akibat terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa yang tertinggal, paling cepat keadaan ini
terlihat sesudah dua hari EKEK. Bentuk lain yang merupakan proliferasi epitel lensa pada
katarak sekunder berupa mutiara Elsching dan cincin Soemmering. Katarak sekunder merupakan
fibrin sesudah suatu operasi EKEK atau sesudah trauma yang memecah lensa. Cincin
Soemmering mungkin akan bertambah besar oleh karena daya regenerasi epitel yang terdapat di
dalamnya. Cincin Soemmering terjadi akibat kapsul anterior yang pecah dan traksi ke arah
pinggir-pinggir melekat pada kapsula posterior meninggalkan daerah yang jernih di tengah, dan
membentuk gambaran cincin. Pada cincin ini tertimbun serabut lensa epitel yang berproliferasi.
Mutiara Elsching adalah epitel subkapsular yang berproliferasi dan membesar sehingga tampak
sebagai busa sabun atau telur kodok. Mutiara elsching ini mungkin akan menghilang dalam
beberapa tahun oleh karena pecah dindingnya. 1
IV.IV. Kimia
IV.IV.1. Obat-obatan
Kortikosteroid
16
Penggunaan jangka panjang kortikosteroid dapat menyebabkan katarak subkapsular
posterior. Insidensinya berhubungan dengan dosis dan durasi pengobatan. Pembentukan katarak
telah dilaporkan setelah pemberian kortikosteroid melalui beberapa jalur, sistemik, topical,
subkonjungtiva dan semprot hidung. Pada suatu penelitian pasien-pasien diterapi dengan
prednisone oral dan diobservasi selama 1-4 tahun, 11% yang diterapi dengan prednisone 10
mg/hari mengalami katarak, 30% yang menerima 10-15 mg/hari dan 80% yang menerima lebih
dari 15 mg/hari. Pada penelitian lain, setengah dari pasien-pasien yang mendapatkan
kortikosteroid topical setelah keratoplasti mengalami katarak setelah menggunakan 765 tetes
dexamethason 0,1% selama periode 10,5 bulan.
F enotiazin
Kelompok obat psikotropika, dapat menyebabkan deposit pigmen di epithelium lensa
anterior dalam bentuk konfigurasi aksial. Deposit ini dipengaruhi oleh dosis dan durasi
pemberian obat. Deposit lebih sering terlihat dengan penggunaan beberapa jenis fenotiazin,
terutama klorpromazin dan thloridazin, daripada jenis yang lainnya.
Miotikum
Antikolinesterase seperti echothiophate iodide dan demekarium bromide dapat menyebabkan
katarak. Insidensi katarak yang telah dilaporkan sebesar 20% pada pasienpasien setelah 55 bulan
penggunaan pilokarpin dan 60% pada pasien-pasien setelah penggunaan posfolin iodide.
Biasanya katarak ini pertama kali tampak sebagai vakuola kecil di dalam dan sebelah posterior
kapsul dan epithelium lensa anterior. Katarak dapat berkembang ke korteks posterior dan nucleus
lensa dapat berubah juga. 2
IV.IV.2. Trauma Basa
17
Trauma basa pada permukaan okular sering menyebabkan timbulnya katarak, selain
merusak kornea, konjungtiva, dan iris. Komponen basa mempenetrasi mata, menyebabkan
peningkatan pH aqueous dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat aqueos. Pembentukan
katarak kortikal dapat terjadi secara akut atau sebagai efek yang tertunda dari trauma kimia.
Karena asam cenderung mempenetrasi mata tidak semudah basa, trauma asam jarang
menyebabkan pembentukan katarak.2
BAB V
Terapi
18
Pengobatan untuk katarak adalah pembedahan. Pembedahan dilakukan jika penderita
tidak dapat melihat dengan baik dengan bantuan kacamata untuk melakukan kegiatannya sehari-
hari. Beberapa penderita mungkin merasa penglihatannya lebih baik hanya dengan mengganti
kacamatanya, menggunakan kacamata bifokus yang lebih kuat atau menggunakan lensa
pembesar. Jika katarak tidak mengganggu biasanya tidak perlu dilakukan pembedahan.
Indikasi operasi :
a. Pada bayi : kurang dari 1 tahun
Bila fundus tidak terlihat. Bila masih dapat dilihat, katarak dibiarkan saja
b. Pada usia lanjut
· Indikasi klinis : kalau katarak menimbulkan penyulit seperti uveitis atau glaucoma, meskipun
visus masih baik untuk bekerja, perlu dilakukan operasi setelah keadaan menjadi tenang
· Indikasi visual : batasnya pada orang yang buta huruf 5/50, pada orang yang terpelajar 5/20
Dua macam pembedahan yang bisa digunakan untuk mengangkat lensa :
a. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK)
Merupakan tindakan pembedahan pada lensa katarak, dimana dilakukan pengeluaran isi
lensa dengan mencegah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan korteks
lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Robekan tersebut diambil melalui insisi limbus
superior yang lebarnya 140-1600. Insisi Limbus yang kecil akan mempermudah penyembuhan
luka pasca bedah. Setelah kapsul anterior dirobek dan diambil, inti dekstraksi, dan korteks lensa
diirigasi dan diaspirasi agar keluar dari mata, sedangkan kapsul posterior dipertahankan tetap
pada tempatnya. Larutan -larutan yang dapat dipakai untuk irigasi lensa ada bermacam – macam,
yaitu : Nacl 0,9% larutan Ringer dan larutan BSS yang merupakan larutan yang relatif lebih baik.
19
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-
sama keratoplasti, implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa
intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glaucoma, mata dengan predisposisi untuk
terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid
macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan
katarak seperti prolaps badan kaca.5
b. Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK)
Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan pada
zonulla zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah diputus. Pada katarak ekstraksi
intrakapsuler tidak akan terjadi katarak sekunder. Pembedahan ini tidak boleh dilakukan atau
kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligament
hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmat, glaucoma, uveitis,
endoftalmitis, dan perdarahan.1
BAB VI
Kesimpulan
20
Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah, tembus
pandang dengan diameter 9 mm dan tebal 5 mm. Kedepan berhubungan dengan cairan bilik
mata, kebelakang berhubungan dengan badan kaca. Digantung pada prosesus siliaris oleh zonula
zinnia, yang melekat pada ekuator lensa. Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai
membran semipermeabel untuk menyerap air dan elektrolit untuk makanannya.
Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang, dan
proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaucoma, iskemia ocular, nekrosis
anterior segmen, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata. Katarak komplikata dapat juga
disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin (diabetes mellitus, hipoparatiroid, galaktosemia, dan
miotonia distrofi) dan keracunan obat (steroid lokal dan sistemik, miotika antikolinesterase).
Katarak komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya di daerah bawah
kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata, linear, rosete, reticulum dan
biasanya terlihat vakuol.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata.Edisi ketiga. FKUI. Jakarta : 2007
2. Leo. Lens and Cataract. Ed 11. Jakarta : 2004
21