bab i agnes

Upload: agnessia-fery-waitmiracle

Post on 20-Jul-2015

107 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat adil makmur yang merata baik materiil maupun spiritual. Salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat tersebut adalah dengan semakin

ditingkatkannya pembangunan perumahan terutama yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Hal ini mengingat bahwa perumahan merupakan kebutuhan primer setelah makanan dan sandang atau pakaian bagi manusia. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan disegala bidang kehidupan yang dilakukan secara sengaja berdasarkan suatu rencana tertentu. Pembangunan nasional di Indonesia, misalnya, merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan berdasarkan rencana tertentu, dengan sengaja dan memang dikehendaki, baik oleh pemerintah yang menjadi pelopor pembangunan maupun masyarakat (Soerjono Soekanto, 1990:454) Proses pembangunan terutama bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik secara spiritual maupun material. Peningkatan hidup masyarakat mencakup suatu peranggkat cita-cita yang meliputi hal-hal sebagai berikut :

1

2

1. Pembangunan harus bersifat rasionalitas; artinya haluan yang diambil harus dilandaskan pada pertimbangan rasional. Haluan itu hendaknya didasarkan pada fakta, sehingga nantinya merupakan suatu kerangka yang sinkron. 2. Adanya rencana pembangunan dan proses pembangunan. Artinya ada keinginan untk selalu membangun pada ukuran dan haluan yang terkoordinasi secara rasional, dalam suatu system. 3. Peningkatan produktivitas 4. Peningkatan standar kehidupan 5. Kedudukan, peranan, dan kesempatan yang sederajat dan sama dibidang politik, sosial, ekonomi dan hokum, 6. Pengembangan lembaga-lembaga sosial dan sikap-sikap dalam masyarakat. Sikap-sikap tesebut mencakup : a. efisiensi b. kerajinan dan ketekunan c. keteraturan d. ketetapan e. kesederhanaan dan kecermatan f. ketelitian dan kejujuran g. bersifat rasional dalam mengambil keputusan h. selalu siap untuk menghadapi berbagai perubahan i. selalu mempergunakan kesempatan dengan benar j. giat dalam usaha

3

k. mempunyai integritas dan dapat berdiri sendiri l. bersikap kooperatif 7. Konsilidasi nasional 8. Kemerdekaan nasional Pembangunan bukanlah hanya menjadi tema sentral perbaikan hajat hidup atau inisiatif pemerintah saja, akan tetapi juga harus mampu memberikan wadah bagi berkembangnya partisipasi, dan rasa tanggung jawab secara meluas, yang perduli terhadap emansipasi diri dan kemampuan endogen yang ada dalam tingkat lokal. Untuk itu, pembangunan sebagai usaha perubahan sosial secara berencana seharusnyalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat yang di dalam strukturnya, hingga dapat maju atas kemampuan diri sendiri (self sustaining procces). Pembangunan yang mendasarkan diri pada keswadayaan dapat dilihat sebagai jalan keluar untuk meningkatkan pendapatan, mengatasi kesenjangan, dan sekaligus meningkatkan partisipasi wong cilik. Keswadayaan bisa dipahami sebagai "semangat" yakni upaya yang didasarkan pada kepercayaan kemampuan diri yang berdasarkan pada sumberdaya yang dimiliki. Keswadayaan berarti juga semangat untuk membebaskan diri dari ketergantungan pada pihak luar atau kekuatan dari atas (Rahardjo, 1992:56). Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia, yang sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian bangsa. Perumahan dan pemukiman tidak dapat hanya dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi lebih merupakan

4

proses bermukim manusia dalam menciptakan tatanan hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. Pesatnya perkembangan perkotaan akan menyebabkan meningkatnya

permintaan lahan di kota. Masalah yang timbul kemudian berkembang kearah kebutuhan penduduk akan tempat tinggal atau perumahan. Karena dari tingkat pendapatan masing-masing penduduk yang berbeda akan mengakibatkan berbeda pula daya beli mereka terhadap suatu tempat tinggal (rumah). Bagi penduduk kota yang berpendapatan rendah, kebutuhan tempat tinggal ini merupakan masalah yang berat bagi mereka. Penyediaan perumahan merupakan salah satu hal yang harus dihadapi wilayah perkotaan dimasa yang akan datang, seiring dengan perkembangan kota yang berlangsung cepat. Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar (basic needs) manusia selain pangan dan sandang, maka pemenuhan kebutuhan akan rumah menjadi prioritas yang tidak dapat ditangguhkan. Di sisi lain, masyarakat mempunyai kemampuan terbatas untuk mencukupi biaya pengadaan perumahan, karena tidak mampu mendapatkan lahan yang legal di pusat kota, maka masyarakat berpenghasilan rendah menduduki tanah-tanah secara illegal di sepanjang jalur kereta api, kuburan, pinggiran sungai dan lahan-lahan terlantar lainnya. Problematika kepadatan penduduk masyarakat kota berbanding terbalik dengan semakin minimnya ketersediaan lahan. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya laju perpindahan penduduk dari desa ke kota akibat tuntutan hidup yang semakin kompleks seiring dengan perkembangan zaman. Selain itu juga laju pertumbuhan

5

penduduk yang terus meningkat sehingga lahan semakin langka. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, tercatat jumlah penduduk di Kota Surakarta sebanyak 500.642 jiwa. Dengan luas sebesar 44,03 km membuat tingkat kepadatan penduduk di Kota Surakarta sangat tinggi, bahkan tertinggi di Jawa Tengah, yaitu 11.370 jiwa/km (BPS, Kota Surakarta). Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah Kota Surakarta membangun rumah susun (rusun) sebagai alternative tempat tinggal untuk merelokasi warga kalangan menengah ke bawah (Rusunawa Semanggi, Kelurahan Semanggi, Surakarta) Untuk mengatasi keterbatasan lahan dalam pemenuhan perumahan yang layak huni bagi masyarakatnya, pemerintah Surakarta mengeluarkan kebijakan pembagunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Rusunawa ini di harapkan keterbatasan lahan yang ada dapat di atasi untuk memenuhi

pemukiman yang layak huni bagi warga Solo. Pembangunan rumah susun ini nampaknya merupakan jalan yang di anggap sesuai bagi perkotaan dalam mengatasi pemukiman kumuh yang semakin meningkat dan juga mampu

memberdayakan masyarakat kurang mampu untuk mendapatkan tempat tinggal yang lebih baik lagi. Pembangunan rumah susun ini dinilai sesuai dalam mendukung pertumbuhan kota. Pengelolaan pembangunan rumah susun perkotaan yang efektif dan efisien, mengacu pada rencana tata ruang perkotaan yang berkualitas, termasuk pengelolaan administrasi pertanahan yang tertib dan adil, dan ditunjang oleh kelembagaan pemerintah yang siap melaksanakan otonomi daerah; makin mantapnya kemitraan

6

pemerintah daerah dengan masyarakat dan dunia usaha dalam pelaksanaan pembangunan perkotaan; meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan oleh meningkatnya pendapatan per kapita dan kualitas hidup penduduk yang makin merata; berkurangnya jumlah penduduk miskin di perkotaan; serta meningkatnya kualitas fisik lingkungan di perkotaan. Pembangunan rumah susun merupakan respon terhadap kebutuhan rumah bagi masyarakat. Rumah susun menjadi alternative pilihan untuk penyediaan hunian karena merupakan pilihan yang ideal bagi negara-negara berkembang. Daerah yang mempunyai tingkat kepadatan penduduk yang tinggi memiliki permasalahan pada kurangnya ketersediaan hunian, ketidaklayakan hunian, dan keterbatasan lahan. Hal ini membutuhkan suatu konsep perencanaan dan pembangunan yang tepat agar permasalahan hunian dapat terselesaikan. Menurut UU No.16 tahun 1985 tentang rumah susun. Rumah Susun diartikan sebagai berikut: Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuansatuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Jadi bisa dikatakan bahwa rumah susun merupakan suatu pengertian yuridis arti bangunan gedung bertingkat yang senantiasa mengandung sistem kepemilikan perseorangan dan hak bersama, yang penggunaannya bersifat hunian atau bukan hunian. Secara mandiri ataupun terpadu sebagai satu kesatuan sistem

7

pembangunan. Atau Rumah Susun adalah bangunan yang dibangun untuk menampung sekumpulan manusia yang terorganisir kedalam suatu wadah dengan pertimbangangan kehidupan manusia hidup secara layak secara horizontal dan vertikal dengan sistem pengelolaan yang menganut konsep kebersamaan. Pemerintah dalam undang-undang nomor 3 tahun 1958 juga telah mengatur tentang urusan perumahan yang intinya mengenai penguasaan perumahan dan peruntukan penghuniannya. Khusus mengenai sewa menyewa selama ini diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 17 dan 49 tahun 1963, Peraturan Pemerintah nomor 55 tahun 1981. Menurut Yudohusodo (1991), dalam membangun rumah susun sewa perlu diperhatikan beberapa aspek, yaitu : 1. Aspek ekonomi Rumah susun sewa yang berdekatan dengan tempat kerja, tempat usaha atau tempat berbelanja untuk keperluan sehari- hari akan sangat membantu menyelesaikan masalah perkotaan, terutama yang menyangkut masalah transportasi dan lalu lintas kota. 2. Aspek lingkungan Pada setiap lingkungan perumahan yang dibangun membutuhkan sejumlah rumah tambahan bagi masyarakat yang mempunyai tingkat sosial ekonomi yang berbeda. Melalui penerapan subsidi silang masih dimungkinkan membangun sejumlah rumah sewa yang dibiayai oleh lingkungan itu sendiri. 3. Aspek tanah perkotaan

8

Rumah susun sewa yang secara minimal dapat memenuhi kebutuhan masyarakat pada saat ini, tidak akan lagi memenuhi kebutuhan masyarakat di kemudian hari. Program peremajaan lingkungan dengan membangun kembali perumahan sesuai dengan standar yang dituntut, harus dilaksanakan agar lingkungan perkotaan tetap dapat terjamin kualitasnya. Dengan dikuasainya tanah dimana rumah susun sewa itu dibangun, program peremajaan lingkungan di masa mendatang dengan mudah dapat dilaksanakan. 4. Aspek investasi Pembangunan rumah susun sewa untuk masyarakat berpenghasilan rendah secara ekonomis kurang menguntungkan. Besarnya sewa tidak dapat menutup seluruh biaya investasinya. Akan tetapi apabila ditinjau dari nilai tanah perkotaan yang selalu meningkat sesuai dengan perkembangan kotanya, maka cadangan tanah yang dikuasai pemerintah akan selalu meningkat harganya. Dengan nilai tanah tersebut, akan terpenuhi pengembalian sebagian atau seluruhnya biaya investasi. 5. Aspek keterjangkauan Untuk dapat mencapai sasaran yang tepat maka tarif sewa disesuaikan dengan kemampuan masyarakat, atas dasar penghasilan yang nyata dan besarnya pengeluaran rumah tangga. Letak keberhasilan pembangunan dan penghunian rumah susun sewa tergantung pada lokasinya. Program rusunawa ini nantinya juga diharapkan dapat mengatasi masalah hunian liar yang kerap terjadi di kawasan perkotaan. Semakin sempitnya lahan karena populasi yang meningkat membuat harga tanah di perkotaan melonjak

9

tinggi, banyak masyarakat berpenghasilan rendah yang mendirikan bangunan ditanah yang tidak berizin karena keterbasan ekonomi. Program rumah susun inilah merupakan obyek eksperimen dari pemerintah dalam hal mengatasi pemukiman liar dan pemukiman kumuh yang ada di Surakarta yang setiap tahunnya semakin bertambah. Sehingga ini merupakan langkah yang bijak dari pemerintah, dalam hal ini dengan melalui pendekatan kepada masyarakatnya tanpa dengan menggunakan tindakan yang kasar seperti penggusuran, karena pembangunan rusunawa tersebut menggunakan lahan kosong di Semanggi. Pembangunan Rusunawa Semanggi adalah program rumah susun yang kedua kali di kota Surakarta setelah pembangunan Rusunawa Begalon I dan Rusunawa Begalon II yang dibangun oleh DPU tahun 2003-2004 di Kelurahan Panularan dan telah dihuni sejak April 2009. Program Rusunawa Semanggi ini dilaksanakan mulai pada tahun 2006-2007 dengan pembangunan rumah susun di Kelurahan Semanggi Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta, terdiri dari 196 unit dan telah dihuni sejak Januari 2010. Kebijakan pembangunan rumah susun tersebut merupakan salah satu alternatif dalam penanganan permasalahan perumahan dan permukiman di Surakarta. Rusunawa Semanggi dirancang dengan pola pengelolaan rumah susun sederhana melalui peraturan-peraturan untuk pengelola maupun penghuni rumah susun. Namun, dalam kenyataannya peraturan tersebut tidak dapat berjalan dengan semestinya, hal ini dapat terlihat dalam beberapa aspek yaitu aspek pembiayaan sebagai perumahan yang bersifat sosial, pembayaran sewa seharusnya diperuntukan bagi operasional

10

harian rusunawa Semanggi, pemeliharaan lingkungan dan penjagaan keamanan; aspek sosial penataan unit hunian dan blok lingkungan sebaiknya memungkinkan terjalinnya hubungan sosial antar penghuni sehingga menunjang hubungan sosial; aspek ekonomi dengan adanya rusunawa Semanggi disebabkan karena lokasi rusun yang strategis maupun dengan membuka peluang usaha; aspek pengelolaan yang dapat melaksanakan tata aturan dan penerapan sanksi dengan baik, dan adanya pemberdayaan masyarakat merupakan hal yang sangat penting dan strategis untuk segera direalisasikan. Pemberdayaan komunitas penghuni rumah susun ini seharusnya mencakup interaksi aktif dua pelaku, yaitu pihak pemberdaya (pemerintah) dan pihak yang diperdayakan (penghuni rusunawa). Pihak pemberdaya di sini tidak mutlak datang dari pemerintah, tetapi dapat pula berasal dari sistem sosial komunitas lainnya. Pendekatan pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu wujud pembangunan alternatif yang menghendaki agar masyarakat mampu mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Empowerment (pemberdayaan) berasal dari Bahasa Inggris, dimana power diartikan sebagai kekuasaan atau kekuatan. Menurut Robert Dahl (1973:50), pemberdayaan diartikan pemberian kuasa untuk mempengaruhi atau mengontrol. Manusia selaku individu dan kelompok berhak untuk ikut berpartisipasi terhadap keputusan-keputusan sosial yang menyangkut komunitasnya. Sedangkan menurut Korten (1992) pemberdayaan adalah peningkatan kemandirian rakyat berdasarkan kapasitas dan kekuatan internal rakyat atas SDM baik material maupun non material melalui redistribusi modal.

11

Salah satu pola pendekatan pemberdayaan masyarakat yang paling efektif dalam rangka peningkatan partisipasi masyarakat adalah inner resources approach. Pola ini menekankan pentingnya merangsang masyarakat untuk mampu

mengidentifikasi keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhannya dan bekerja secara kooperatif dengan pemerintah dan badan-badan lain untuk mencapai kepuasan bagi mereka. Pola ini mendidik masyarakat menjadi concern akan pemenuhan dan pemecahan masalah-masalah yang mereka hadapi dengan menggunakan potensi yang mereka miliki (Ross 1987 : 77-78). Sementara itu efektivitas dapat diartikan sebagai pencapaian sasaran dari upaya bersama, dimana derajat pencapaian menunjukkan derajat efektivitas (Bernard dalam Gybson 1997 : 56). Efektivitas dapat digunakan sebagai suatu alat evaluasi efektif atau tidaknya suatu tindakan (Zulkaidi dalam Wahyuningsih D, 2005:22) yang dapat dilihat dari : (a) Kemampuan memecahkan masalah, keefektifan tindakan dapat diukur dari kemampuannya dalam memecahkan persoalan dan hal ini dapat dilihat dari berbagai permasalahan yang dihadapi sebelum dan sesudah tindakan tersebut dilaksanakan dan seberapa besar kemampuan dalam mengatasi persoalan dan (b) Pencapaian tujuan, efektivitas suatu tindakan dapat dilihat dari tercapainya suatu tujuan dalam hal ini dapat dilihat dari hasil yang dapat dilihat secara nyata. Menurut Kartasasmita (1995:19) upaya memberdayakan rakyat harus dilakukan melalui tiga cara, yaitu : (1) Menciptakan suasana yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang, (2) Memperkuat potensi yang dimiliki oleh

12

rakyat dengan menerapkan langkah-langkah nyata, (3) Melindungi dan membela kepentingan masyarakat lemah. Berdasarkan latar belakang di atas, selanjutnya penulis terdorong untuk mengadakan RUSUNAWA MISKIN. penelitian dengan judul EFEKTIVITAS KEBERADAAN MASYARAKAT

SEMANGGI

DALAM

PEMBERDAYAAN

B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Sejauhmana efektifitas keberadaan Rusunawa Semanggi bagi penghuni dalam pemberdayaan masyarakat miskin di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta ?

C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas keberadaan Rusunawa Semanggi bagi penghuni dalam pemberdayaan masyarakat kurang miskin di Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta.

13

D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1.Pemerintah dan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) sebagai pengelola rusunawa dapat dijadikan masukan guna perumusan kebijakan pengelolaan lingkungan rumah susun sederhana sewa yang optimal. 2.Masyarakat penghuni rumah susun sederhana sewa dapat dijadikan sebagai wawasan pelaku/subyek aktivitas lingkungan rumah susun sederhana sewa yang berkesinambungan. 3.Bagi dunia ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini dapat memperkaya konsep pengelolaan rumah susun sederhana sewa untuk waktu yang akan datang. 4.Bagi peneliti sendiri dapat digunakan sebagai pembelajaran dan juga sebagai bahan kajian ilmiah dalam pengelolaan rusunawa.

E. TINJAUAN PUSTAKA 1.Konsep yang digunakan a. Efektivitas Efektifitas menurut Dani Darmawan dalam bukunya yang berjudul, Dinamika Pembangunan merupakan Sesuatu yang tercapai, ingin dicapai, sesuai dengan apa yang telah direncanakan.

(Darmawan,1992;8). Efektiftas berasal dari kata efektif yang artinya ada efeknya atau ada akibatnya, pengaruh, kesannya. (Depdikbud, 1995:250) Wilbur Scramm menampilkan apa yang disebut the condition of success in

14

communication

yakni

kondisi

yang

harus

dipenuhi

jika

kita

menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki. Efektivitas adalah pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya. Efektifitas bisa juga diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuantujuan yang telah ditentukan. Sebagai contoh jika sebuah tugas dapat selesai dengan pemilihan cara-cara yang sudah ditentukan, maka cara tersebut adalah benar atau efektif. Efektifitas adalah melakukan tugas yang benar sedangkan efisiensi adalah melakukan tugas dengan benar. Penyelesaian yang efektif belum tentu efisien begitu juga sebaliknya. Yang efektif bisa saja membutuhkan sumber daya yang sangat besar sedangkan ya Efektivitas memiliki arti berhasil atau tepat guna. Efektif merupakan kata dasar, sementara kata sifat dari efektif adalah efektivitas. Menurut Effendy (1989)

mendefinisikan efektivitas sebagai berikut: Komunikasi yang prosesnya mencapai tujuan yang direncanakan sesuai dengan biaya yang dianggarkan, waktu yang ditetapkan dan jumlah personil yang ditentukan (Effendy, 1989;14). Pengertian efektivitas menurut Hadayaningrat dalam buku Azasazas Organisasi Manajemen sebagai berikut:

15

Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya (Handayaningrat, 1995:16). Dari pengertian Handayaningrat dapat diartikan sebagai suatu pengukuran akan tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya secara matang. Menurut Kumoronto (1996), efektivitas sebagai salah satu kriteria untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja organisasi pelayanan publik memiliki pengertian, yaitu apakah tujuan dari didirikannya organisasi pelayanan publik tersebut tercapai ? Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis : nilai, misi, tujuan organisasi, serta fungsi pembangunan. Sedangkan efektivitas kinerja pelayanan menurut Salim dan Woodward (1992) ialah untuk melihat tujuan atau target pelayanan yang telah ditentukan. Kata efektivitas bisa dilihat dari segi Etimologi berasal dari effectiveness yang berarti taraf sampai sejauh mana suatu kelompok mencapai tujuannya (Sukanto, 1983:96). Sedangkan dalam Ensiklopedia umum administrasi, pengertian efektif berasal dari efektivitas yang berarti suatu keadaan mengenai terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki (Komaruddin, 1977:109). Adapun Emerson dalam Handayaningrat (1996:16) mengatakan bahwa Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan. Jadi apabila tujuan tersebut telah dicapai,

16

baru dapat dikatakan efektif. Masih dalam buku yang sama, Hal ini dipertegas kembali dengan pendapat Hasibuan dalam Handayaningrat (1996:16) bahwa efektivitas adalah tercapainya suatu sasaran eksplisit dan implisit. Hal senada juga dikemukakan oleh Miller dalam Handayaningrat (1996:16) Effectiveness be define as the degree to which a social system achieve its goals. Effectiveness must be distinguished from efficiency. Efficiency is mainly concerned with goal attainments, yang artinya efektivitas dimaksudkan sebagai tingkat seberapa jauh suatu sistem-sistem sosial mencapai tujuannya. Efektivitas organisasi sendiri dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran (Lubis, 1987:34). Dengan demikian efektivitas menyangkut persoalan apa yang akan dilakukan (input), bagaiman cara melakukannya (proses) dan apa hasilnya (output), dengan demikian tentunya tidak terlepas dengan sistem yang digunakan. b. Rusunawa Rusunawa adalah kepanjangan dari rumah susun sederhana sewa. Kerap dikonotasikan sebagai apartemen versi sederhana, walaupun sebenarnya apartemen versi bertingkat sendiri bisa dikategorikan sebagai rumah susun. Rusun menjadi jawaban atas terbatasnya lahan untuk pemukiman di daerah perkotaan. Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun

17

dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. (Undangundang nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun, Presiden Republik Indonesia, 1985). Bagian bersama dapat diartikan, bagian rumah susun (melekat pada struktur bangunan) yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam satu kesatuan fungsi dengan rumah susun. Contoh: pondasi, atap, lobby, listrik, telekomunikasi dan utilitas. Benda bersama dapat diartikan, benda yang bukan merupakan bagian rumah susun, tetapi yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama. Contoh: Tanah, pagar, tempat parkir, tamantaman, jalan, dan sebagainya. Tanah bersama dapat diartikan sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang diatasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasannya dalam perasyaratan izin bangunan. Rumah susun sederhana sewa adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing digunakan

18

secara terpisah, status penguasaannya sewa serta dibangun dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dengan fungsi utamanya sebagai hunian. (Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor:

9/PERMEN/M/2008 BAB I Ketentuan Umum, Bagian Kesatu, Pengertian, Pasal 1). Jadi bisa dikatakan bahwa rumah susun merupakan suatu pengertian yuridis arti bangunan gedung bertingkat yang senantiasa mengandung sistem kepemilikan perseorangan dan hak bersama, yang penggunaannya bersifat hunian atau bukan hunian. Secara mandiri ataupun terpadu sebagai satu kesatuan sistem pembangunan. Rumah Susun adalah bangunan yang dibangun untuk menampung sekumpulan manusia yang terorganisir kedalam suatu wadah dengan pertimbangangan kehidupan manusia hidup secara layak secara horizontal dan vertikal dengan sistem pengelolaan yang menganut konsep kebersamaan. c. Pemberdayaan Pemberdayaan atau empowerment berasal dari kata daya atau power yang artinya kemampuan untuk secara mandiri menentukan dan mencapai apa yang dikehendaki. Pemberdayaan atau empowerment secara singkat dapat diartikan sebagai upaya untuk memberikan kesempatan dan kemampuan kepada kelompok masyarakat (miskin) untuk mampu dan

19

berani bersuara serta kemampuan dan keberanian untuk memilih (Totok Mardikanto, 2001). Menurut Masoed mendifinisikan Pemberdayaan sebagai upaya untuk memberikan daya (empowerment) atau kekuatan (strengthening) kepada masyarakat (Totok Mardikanto, 2001). Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 pasal 92 ayat 2, dinyatakan bahwa pemberdayaan diartikan sebagai upaya meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan kepemilikan dari prasarana dan sarana yang dibangun. Pemberdayaan juga mengandung arti mengembangkan,

memandirikan, menswadayakan dan memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah tehadap kekuatan-kekuatan penekanan disegala bidang dan sector kehidupan. Disamping itu juga mengandung arti melindungi dan membela dengan berpihak kepada yang lemah untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi atas yang lemah. Rakyat yang perlu diberdayakan antara lain: kaum buruh, petani, nelayan, orang yang marginal dan dalam posisi lemah, serta pinggiran. Pemberdayaan rakyat merupakan proses yang tidak dapat dilakukan secara parsial, tetapi membutuhkan strategi pendekatan yang menyeluruh dan terpadu (Sugeng, 2008 : 165). Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap penghuni Rusunawa semanggi, dalam rangka pemberdayaan masyarakat kurang

20

mampu di Surakarta. Jadi sebelum memasuki tujuan utama tersebut, konsep pemberdayaan harus dipahami terlebih dahulu. Menurut Suharto, pemberdayaan dapat dijelaskan sebagai berikut: Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah, sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya, sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas

mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan

pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka. (Suharto, 1997:210) Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orangorang yang lemah dan tidak beruntung. (Ife, 1995 dalam Suharto, 1997 : 214). Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan atas dan berpengaruh terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang boleh memperoleh keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang

21

menjadi perhatiaannya. (Parsons, et.al., 1994 dalam Suharto, 1997 : 217) Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial. (Swift dan Levin, 1987 dalam Suharto, 1997 : 221) Pemberdayaan adalah suatu cara dengan makna rakyat, organisasi dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya. (Rappaport, 1984 dalam Suharto, 1997 : 224) Konsep empowerment atau pemberdayaan pada intinya

menekankan pada otonomi pemngambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat, yang berlandaskan pada sumber daya pribadi, langsung (melalui partisipasi), demokratis dan pembelajaran soal melalui

pengalaman langsung. Pemberdayaan dalam pemabungan rusunawa semanggi dimaksudkan agar masyarakat kurang mampu dapat

memperoleh penghidupan yang lebih layak lagi. Menurut Ife, pemberdayaan memuat dua pengertian kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan disini diartikan bukan hanya menyangkut kekuasaan politik dalam arti sempit, melainkan penguasaan klien atas : Pilihan-pilihan personal dan kesempatan hidup (kemampuan dalam membuat keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal dan pekerjaan). Pendefinisian kebutuhan (kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi dan keinginanya). Ide/gagasan (kemampuan

22

mengekpresikan dan menyumbangkan gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan tanpa tekanan). Lembaga-lembaga (kemampuan menjangkau, menggunakan, dan mempengaruhi pranata-pranata

masyarakat, seperti lembaga-lembaga kesejahteraan sosial, pendidikan dan kesehatan). Sumber-sumber (kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal, informal dan kemasyarakatan). Aktivitas ekonomi (kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi dan pertukaran barang serta jasa). Reproduksi (kemampuan dalam kaitannya dengan proses kelahiran, perawatan anak dan sosiaolisasi). (Ife, dalam Suharto : 59) Menurut Sugeng (2008:1) pemberdayaan (empowerment)

merupakan alat penting dan strategis untuk memperbaiki, memperbaharui, dan meningkatkan kinerja organisasi baik organisasi dalam bentuk pemerintahan maupun organisasi yang bergerak dalam kegiatan dunia usaha/swasta. Schuler, Hashemi dan Riley (Sugeng, 2008:8) mengembangkan delapan indicator pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai

empowerment index ataupun indeks pemberdayaan. Keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan dan kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan dan kemampuan kultural dan politis.

23

Program pemberdayaan masyarakat telah menjadi mainstream upaya peningkatan kesejahteraan serta pengentasan kemiskinan, dengan pemberdayaan masyarakat maka pembangunan tidak dimulai dari titik nadir, tetapi berawal dari sesuatu yang sudah ada pada masyarakat. Pemberdayaan berarti apa yang telah dimiliki oleh masyarakat adalah sumberdaya pembangunan yang perlu dikembangkan sehingga makin nyata kegunaannya bagi masyarakat sendiri. Bentuk dari tindakan manusia adalah pemberdayaan dalam pengentasan kemisikinan. Yang dimana didalam penelitian ini teori pemberdayaan yang digunakan adalah: Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagai pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannyadan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Parsons, 1994). Berdasarkan konsep pembangunan masyarakat yang menekankan pada pemberdayaan maka diformulasikan sasaran pemberdayaan

masyarakat miskin, khusunya penghuni di Rusunawa Semanggi, yang adalah sebagai berikut: Tersedianya dan terpenuhinya kebutuhan dasar manusia

24

yang terdiri dari sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan. Meningkatkan peran kelembagaan masyarakat sebagai

wadah aksi kolektif (collective action) untuk mencapai tujuan-tujuan individu. Terciptanya kegiatan-kegiatan ekonomi produktif di

Rusunawa Semanggi. Terwujudnya struktur ekonomi Indonesia yang berbasis

pada kegiatan ekonomi di Rusunawa Semanggi sebagai wujud pemanfaatan dan pendayagunaan lahan untuk kegiatan perekonomian. Memberdayakan masyarakat miskin berarti menciptakan peluang bagi masyarakat miskin untuk menentukan kebutuhannya, merencanakan, dan melakasankan kegiatannya, yang akhirnya menciptakan kemandirian permanent dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Konsep pemberdayaan bertujuan untuk menemukan alternatifalternatif baru dalam pembangunan masyarakat (Hikmat, 2006). Pembangunan tidak lagi berpusat pada pemerintah tetapi juga dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah seringkali terhambat oleh karena pemerintah tidak mengetahui untuk siapa, apa pendekatan yang sesuai, dan bagaimana caranya program pembangunan tersebut dilaksanakan. Program pembangunan yang terpusat pada pemerintah seringkali mencapai tujuannya secara makro namun pada hakikatnya komunitas yang berada ditingkat mikro tidak mendapat

25

pengaruh ataupun tidak dijangkau oleh pembangunan tersebut. Sosiologi struktural fungsionalis Parson menyatakan bahwa konsep power dalam masyarakat adalah variabel jumlah. Power masyarakat adalahkekuatan masyarakat secara keseluruhan yang disebut sebagai tujuan kolektif. Misalnya, masyarakat diberdayakan berdasarkan kebutuhan yang mereka rasakan. Weber dalam Hikmat (2006) mendefinisikan power sebagai kemampuan seseorang atau individu atau kelompok untuk mewujudkan keinginannya. Pada akhirnya kekuatan (power) adalah kemampuan untuk mendapatkan atau mewujudkan tujuan (Hikmat, 2006). Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan. Mandiri berarti masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya (baik secara individu ataupun kolektif) melalui usaha yang dilakukan dan tidak bergantung pada yang lain. Jaringan kerja merupakan kerangka kerjasama yang dilakukan oleh stakeholder yaitu pemerintah, swasta, LSM, dan masyarakat sehingga pembangunan tidak merugikan pihak manapun dan dapat memberikan hasil yang merata yang merupakan konsep keadilan (kesejahteraan yang merata). Partisipasi dapat diartikan sebagai

keikutsertaan semua pihak yang berkaitan termasuk masyarakat itu sendiri. Masyarakat diberi kesempatan untuk ikut merencanakan, melaksanakan, dan menilai.

26

Strategi pembangunan meletakkan partisipasi masyarakat sebagai fokus isu sentral pembangunan sementara itu strategi pemberdayaan meletakkan partisipasi aktif masyarakat ke dalam efektivitas, efisiensi, dan sikap kemandirian (Hikmat, 2006). Partisipasi masyarakat merupakan potensi yang dapat digunakan untuk melancarkan pembangunan. Prinsip pembangunan yang partisipatif menegaskan bahwa rakyat harus menjadi pelaku utama dalam pembangunan dengan kata lain pembangunan tersebut bersifat bottom up (dari bawah ke atas). Pemerintah tidak lagi berperan sebagai penyelenggara akan tetapi telah bergeser menjadi fasilitator, mediator, koordinator, pendidik, ataupun mobilisator. Adapun peran dari organisasi lokal, organisasi sosial, LSM, dan kelompok masyarakat lebih dipacu sebagai agen pelaksana perubahan dan pelaksana program. Ada tiga strategi utama pemberdayaan dalam praktek perubahan sosial, yaitu tradisional, direct action (aksi langsung), dan transformasi (Hanna dan Robinson, 1994 dalam Hikmat, 2006) : 1) Strategi tradisional menyarankan agar mengetahui dan memilih kepentingan terbaik secara bebas dalam berbagai keadaan. Dengan kata lain semua pihak bebas menentukan kepentingan bagi kehidupan mereka sendiri dan tidak ada pihak lain yang mengganggu kebebasan setiap pihak. 2) Strategi direct-action membutuhkan dominasi kepentingan yang dihormati oleh semua pihak yang terlibat, dipandang dari sudut

27

perubahan yang mungkin terjadi. Pada strategi ini, ada pihak yang sangat berpengaruh dalam membuat keputusan. 3) Strategi transformatif menunjukkan bahwa pendidikan massa dalam jangka panjang dibutuhkan sebelum pengindentifikasian kepentingan diri sendiri. Hulme dan Turner (1990 :63 ) berpendapat bahwa pemberdayaan mendorong terjadinya suatu proses perubahan sosial yang memungkinkan orang-orang pinggiran yang tidak berdaya untuk memberikan pengaruh yang besar di arena politik secara lokal maupun nasional. Oleh karena itu, pemberdayaan sifatnya individual sekaligus kolektif. Di dalam literatur pembangunan, konsep pemberdayaan bahkan memiliki perspektif yang lebih luas. Pearse dan Stiefel (1979:63) mengatakan bahwa menghormati kebhinekaan, kekhasan lokal, dengan konsentrasi kekuatan, dan peningkatan kemandirian merupakan bentukbentuk pemberdayaan partisipatif. Memberdayakan rakyat mengandung makna mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, dan memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Di samping itu, juga mengandung arti melindungi dan membela dengan berpihak pada yang lemah, untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi atas yang lemah.

28

d. Masyarakat Miskin Menurut Mayor Polak, masyarakat (society) diartikan sebagai wadah segenap antar-hubungan sosial yang terdiri atas banyak sekali kolektivitas-kolektivitas serta kelompok-kelompok yang lebih kecil atau sub kelompok. Semuanya itu tersusun hierarkis (dari atas ke bawah) atau berseimbangan, sejajar dan setaraf ataupun saling tembus-menembus (berantar-penetrasi). Masyarakat adalah golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh mempengaruhi satu sama lain (Hasan Shadily; 1984:47). Di dalam Electronic Journal of Sociology (1995) ISSN: 1198 3665, yang berjudul Dynamics of Power and Cooperationin Rural Development diuraikan sebagai berikut : In recent years, analyses of poverty have become increasingly narrow, often leading to a focus on conventional images of public assistance. Poverty means more than "the condition or quality of being poor; need; indigence; lack of means of subsistence." It also means "deficiency in necessary properties or desirable qualities, or in a specific quality, etc." (Dubow, Saul. 1995. Cambridge University Press). Hal tersebut di atas dapat diartikan: Di tahun terakhir, analisa kemiskinan menjadi semakin terus meningkat, sering mendorong ke arah suatu fokus atas gambaran bantuan publik konvensional. Kemiskinan

29

dapat diartikan lebih dari "kondisi atau mutu menjadi lemah/miskin, kebutuhan, ketidakwajaran, ketiadaan alat/ makna penghidupan" Itu juga berarti " kekurangan di dalam kebutuhan dasar atau kualitas yang diinginkan, atau di dalam suatu mutu spesifik, dan lain-lain. Masyarakat merupakan salah satu pergaulan hidup oleh karena manusia itu hidup bersama. Dalam penelitian ini masyarakat diartikan sebagai society. Masyarakat sebagai society di dalamnya terdapat interaksi sosial, perubahan sosial, perhitungan-perhitungan rasional like-intern, hubungannya menjadi bersifat kepraminan. Masyarakat sebagai society tidak menekankan unsur likalitas maupun derajat hubungan sosial atau sentiment (Hasan Shadily dalam Abdul Syam; 1987:3). Kemiskinan dalam arti umum adalah kondisi kekurangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang layak (Fuad Amsyiri dalam Bagong Suyanto; 1995:179). Sedangkan menurut Soerjono Saekanto, kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut (Soerjono Soekanto; 1994:406). Kemiskinan dikaitkan dengan pembangunan masyarakat perkotaan diartikan sebagai adanya kelompok atau lapisan masyarakat yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya secara layak dan tidak berdaya menghadapi tantangan pembangunan yang terjadi dengan ciri-ciri sebagai

30

berikut: a) rendahnya kepemilikan asset fisik b) rendahnya kwalitas sumber daya manusia c) tersingkir dari pranata sosial formal yang ada d) tersingkir dari sumber daya alam e) tidak memiliki akses ke pelayanan dasar f) tidak memiliki akses ke sumber daya modal g) tidak memiliki akses ke proses pengambilan keputusan h) memiliki tingkat kerentanan yang tinggi dari segi mata pencaharian. (Modul Pelatihan Relawan Kecamatan Kartasura; 2005:3). Jadi, secara umum masyarakat miskin dapat diterjemahkan sebagai masyarakat yang "belum berdaya" yakni masyarakat yang berada pada situasi kerentanan, keterisolasian, dan ketidakmampuan untuk melepaskan diri dari kemiskinannya.

2.Landasan Teori Di dalam penelitian ini untuk mengkaji permasalahan yang ada peneliti menggunakan pendekatan teori sosiologi sebagai landasannya, oleh karena itu perlu kiranya untuk mengetahui lebih dahulu tentang definisi Sosiologi. Definisi Sosiologi menurut pitrim A. Sorokin adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang :

31

a. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala-gejala sosial, (misalnya; antar gejala ekonomi dan agama, politik dengan ekonomi, dll) b. Hubungan dan pengaruh timbal balik antar gejala sosial dengan non sosial. c. Ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial. Menurut Selo soemardjan dan Solaeman Soemardi menyatakan Sosiologi adalah ilmu masyarakat yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial, termasuk perubahan sosial. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Sosiologi merupakan ilmu yang objeknya masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antar manusia dan proses yang timbul dari hubungan antar manusia dan proses yang timbul dari hubungan manusia dalam masyarakat. Di dalam Sosiologi sendiri ada tiga Paradigma yang biasa digunakan untuk menelaah masalah sosial yang ada, ketiga Paradigma itu adalah Paradigma Fakta Sosial, Paradigma Definisi Sosial dan Paradigma Perilaku sosial. Dalam penelitian ini, untuk mengkaji masalah-masalah yang ada, peneliti menggunakan Paradigma Definisi Sosial, dimana eksemplar paradigma ini merupakan salah satu aspek khusus dari karya Max Weber, yaitu tentang tindakan sosial (social action). Bertolak dari konsep dasar tentang tindakan sosial dan antar hubungan sosial itu Weber mengemukakan 5 ciri pokok yang menjadi sasaran Sosiologi, yaitu:

32

1.

Tindakan manusia, yang menurut si aktor mengandung makna

yang subjektif ini meliputi berbagai tindakan nyata. 2. Tindakan nyata dan yang bersifat membatin sepenuhnya dan

bersifat subjektif. 3. Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari situasi , tindakan

yang sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan secara diam-diam. 4. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada kepada

beberapa induvidu. 5. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah pada

orang lain itu. (Ritzer, 2004 : 39). Menurut Weber, atas dasar rasionalitas tindakan sosial, maka tipe tindakan sosial dapat dibedakan menjadi : 1. Zwerk rational Yaitu tindakan sosial murni. Aktor tidak hanya sekedar menilai cara yang terbaik untuk mencapai tujuannya tapi juga menentukan nilai dari tujuan itu sendiri. 2. Werkrational action Dalam tindakan tipe ini aktor tidak dapat menilai apakah cara-cara yang dipilihnya itu merupakan yang paling tepat ataukah lebih tepat untuk mencapai tujuan lain. 3. Affectual action

33

Tindakan yang dibuat-buat, dipengaruhi oleh perasaan emosi dan kepurapuraan si aktor. 4. Traditional action Tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan dalam mengerjakan sesuatu dari masa lalu (Ritzer , 2004 : 40-41). Bertolak dari adanya pemaknaan terhadap tindakan sosial secara rasional seperti tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa pemberdayaan yang dilakukan terhadap penghuni rusunawa semanggi disini merupakan tindakan zwerk rational, dimana aktor adalah Dinas Pekerjaan Umum (DPU) yang dalam hal ini melakukan pemberdayaan, merupakan salah satu wujud konkret dari tindakan tersebut. Sesuai dengan tema yang diambil oleh penelitian ini maka teori yang digunakan adalah Teori perubahan Sosial. Menurut Macionis (1987; 615) dalam buku Mengubah dari yang Kecil karangan Dwi Tiyanto dkk (2006) perubahan sosial adalah proses transformasi yang terjadi di dalam struktur masyarakat dan di dalam pola piker dan pola tingkah laku yang berlangsung dari waktu ke waktu. Unsur yang penting dari dalam definisi ini ialah adanya perbedaan atau perkembangan di dalam struktur, pola pikir, dan pola tingkah laku di dalam masyarakat. Perbedaan ini dapat diamati setelah

membandingkan keadaan sebelum dan sesudah perubahan itu terjadi. Penekanan pada perbedaan yang terjadi dengan melibatkan unsur waktu, nampak jelas juga dalam definisi perubahan sosial dari Hendro Puspito yang

34

mengartikan perubahan sosial sebagai proses perkembangan unsur sosiobudaya dari waktu ke waktu yang membawa perbedaan berarti dalam struktur dan fungsi masyarakat. (Hendropuspito, 1989; 255). Sedangkan Gerbert Blummer menyebutkan bahwa perubahan sosial merupakan hasil dari gerakan sosial sebagai usaha kolektif untuk menegakkan suatu tata kehidupan yang baru. Hampir setiap masyarakat pasti mengalami perubahan walaupun kadar perubahan itu berbeda dari satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Materi yang berubah bisa menyangkut banyak hal antara lain: struktur dan fungsi di dalam masyarakat, pola tingkah laku, norma-norma dan nilai-nilai serta perubahan unsur-unsur kebudayaan. Perubahan sosial selalu

mengandaikan tiga aspek yakni manusia, waktu dan tempat. Hal ini berarti bahwa setiap perubahan sosial menyangkut manusia di dalam suatu unit waktu dan lingkungan tertentu. Karena itu di dalam analisis tentang perubahan sosial ketiga unsur tersebut harus diperhatikan. Perubahan sosial dalam masyarakat bukan merupakan sebuah hasil atau produk tetapi merupakan sebuah proses. Perubahan sosial merupakan sebuah keputusan bersama yang diambil oleh anggota masyarakat. Konsep dinamika kelompok menjadi sebuah bahasan yang menarik untuk memahami perubahan sosial. Kurt Lewin dikenal sebagai bapak manajemen perubahan, karena ia dianggap sebagai orang pertama dalam ilmu sosial yang secara khusus melakukan studi tentang perubahan secara ilmiah. Konsepnya dikenal

35

dengan model force-field yang diklasifikasi sebagai model power-based karena menekankan kekuatan-kekuatan penekanan. Menurutnya, perubahan terjadi karena munculnya tekanan-tekanan terhadap kelompok, individu, atau organisasi. Ia berkesimpulan bahwa kekuatan tekanan (driving forces) akan berhadapan dengan penolakan (resistences) untuk berubah. Perubahan dapat terjadi dengan memperkuat driving forces dan melemahkan resistences to change. Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengelola perubahan, yaitu: (1) Unfreezing, merupakan suatu proses penyadaran tentang perlunya, atau adanya kebutuhan untuk berubah, (2) Changing, merupakan langkah tindakan, baik memperkuat driving forces maupun memperlemah resistences, dan (3) Refreesing, membawa kembali kelompok kepada keseimbangan yang baru (a new dynamic equilibrium). Pada dasarnya perilaku manusia lebih banyak dapat dipahami dengan melihat struktur tempat perilaku tersebut terjadi daripada melihat kepribadian individu yang melakukannya. Sifat struktural seperti sentralisasi, formalisasi dan stratifikasi jauh lebih erat hubungannya dengan perubahan dibandingkan kombinasi kepribadian tertentu di dalam organisasi. Lippit (1958) mencoba mengembangkan teori yang disampaikan oleh Lewin dan menjabarkannya dalam tahap-tahap yang harus dilalui dalam perubahan berencana. Terdapat lima tahap perubahan yang disampaikan olehnya, tiga tahap merupakan ide dasar dari Lewin. Walaupun

36

menyampaikan lima tahapan Tahap-tahap perubahan adalah sebagai berikut: (1) tahap inisiasi keinginan untuk berubah, (2) penyusunan perubahan pola relasi yang ada, (3) melaksanakan perubahan, (4) perumusan dan stabilisasi perubahan, dan (5) pencapaian kondisi akhir yang dicita-citakan. Konsep pokok yang disampaikan oleh Lippit diturunkan dari Lewin tentang perubahan sosial dalam mekanisme interaksional. Perubahan terjadi karena munculnya tekanan-tekanan terhadap kelompok, individu, atau organisasi. Ia berkesimpulan bahwa kekuatan tekanan (driving forces) akan berhadapan dengan penolakan (resistences) untuk berubah. Perubahan dapat terjadi dengan memperkuat driving forces dan melemahkan resistences to change. Peran agen perubahan menjadi sangat penting dalam memberikan kekuatan driving force. Atkinson (1987) dan Brooten (1978), menyatakan definisi perubahan merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda dengan keadaan sebelumnya dan merupakan proses yang menyebabkan perubahan pola perilaku individu atau institusi. Ada empat tingkat perubahan yang perlu diketahui yaitu pengetahuan, sikap, perilaku, individual, dan perilaku kelompok. Setelah suatu masalah dianalisa, tentang kekuatannya, maka pemahaman tentang tingkat-tingkat perubahan dan siklus perubahan akan dapat berguna. Etzioni (1973) mengungkapkan bahwa, perkembangan masyarakat seringkali dianalogikan seperti halnya proses evolusi. suatu proses perubahan

37

yang berlangsung sangat lambat. Pemikiran ini sangat dipengaruhi oleh hasilhasil penemuan ilmu biologi, yang memang telah berkembang dengan pesatnya. Peletak dasar pemikiran perubahan sosial sebagai suatu bentuk evolusi antara lain Herbert Spencer dan August Comte. Keduanya memiliki pandangan tentang perubahan yang terjadi pada suatu masyarakat dalam bentuk perkembangan yang linear menuju ke arah yang positif. Perubahan sosial menurut pandangan mereka berjalan lambat namun menuju suatu bentuk kesempurnaan masyarakat. Menurut Spencer, suatu organisme akan bertambah sempurna apabila bertambah kompleks dan terjadi diferensiasi antar organ-organnya.

Kesempurnaan organisme dicirikan oleh kompleksitas, differensiasi dan integrasi. Perkembangan masyarakat pada dasarnya berarti pertambahan diferensiasi dan integrasi, pembagian kerja dan perubahan dari keadaan homogen menjadi heterogen. Spencer berusaha meyakinkan bahwa

masyarakat tanpa diferensiasi pada tahap pra industri secara intern justru tidak stabil yang disebabkan oleh pertentangan di antara mereka sendiri. Pada masyarakat industri yang telah terdiferensiasi dengan mantap akan terjadi suatu stabilitas menuju kehidupan yang damai. Masyarakat industri ditandai dengan meningkatnya perlindungan atas hak individu, berkurangnya kekuasaan pemerintah, berakhirnya peperangan antar negara, terhapusnya batas-batas negara dan terwujudnya masyarakat global. Seperti halnya Spencer, pemikiran Comte sangat dipengaruhi oleh

38

pemikiran ilmu alam. Pemikiran Comte yang dikenal dengan aliran positivisme, memandang bahwa masyarakat harus menjalani berbagai tahap evolusi yang pada masing-masing tahap tersebut dihubungkan dengan pola pemikiran tertentu. Selanjutnya Comte menjelaskan bahwa setiap kemunculan tahap baru akan diawali dengan pertentangan antara pemikiran tradisional dan pemikiran yang bersifat progresif. Sebagaimana Spencer yang menggunakan analogi perkembangan mahkluk hidup, Comte menyatakan bahwa dengan adanya pembagian kerja, masyarakat akan menjadi semakin kompleks, terdeferiansi dan terspesialisasi. Membahas tentang perubahan sosial, Comte membaginya dalam dua konsep yaitu social statics (bangunan struktural) dan social dynamics (dinamika struktural). Bangunan struktural merupakan struktur yang berlaku pada suatu masa tertentu. Bahasan utamanya mengenai struktur sosial yang ada di masyarakat yang melandasi dan menunjang kestabilan masyarakat. Sedangkan dinamika struktural merupakan hal-hal yang berubah dari satu waktu ke waktu yang lain. Perubahan pada bangunan struktural maupun dinamika struktural merupakan bagian yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Kornblum (1988), berusaha memberikan suatu pengertian tentang perubahan sosial. Ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun immaterial. Penekannya adalah pada pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur

39

immaterial. Perubahan sosial diartikan sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Definisi lain dari perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya. Tekanan pada definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan kelompok manusia dimana perubahan mempengaruhi struktur masyarakat lainnya (Soekanto, 1990). Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang

mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur geografis, biologis, ekonomis dan kebudayaan. Moore (2000), perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990). Aksi sosial dapat berpengaruh terhadap perubahan sosial masyarakat, karena perubahan sosial merupakan bentuk intervensi sosial yang memberi pengaruh kepada klien atau sistem klien yang tidak terlepas dari upaya melakukan perubahan berencana. Pemberian pengaruh sebagai bentuk intervensi berupaya menciptakan suatu kondisi atau perkembangan yang ditujukan kepada seorang

40

klien atau sistem agar termotivasi untuk bersedia berpartisipasi dalam usaha perubahan sosial. Akhirnya dikutip definisi Selo Soemardjan yang akan dijadikan pegangan dalam pembicaraan selanjutnya. Perubahan-perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1974), hal. 217 mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola per-kelakuan diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Definisi ini menekankan perubahan lembaga sosial, yang selanjutnya mempengaruhi segisegi lain struktur masyarakat. Lembaga sosial ialah unsur yang mengatur pergaulan hidup untuk mencapai tata tertib melalui norma. William F. Ogburn mengemukakan bahwa ruang lingkup perubahanperubahan sosial mencakup unsur-unsur kebudayaan yang materiil maupun immateriil dengan menekankan bahwa pengaruh yang besar dari unsur-unsur immaterial. Gillin dan Gillin mengatakan bahwa perubahan-perubahan sosial untuk suatu variasi cara hidup yang lebih diterima yang disebabkan baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan materiil, kompetisi penduduk, ideologi, maupun karena adanya difusi atau perubahan- perubahan baru dalam masyarakat tersebut. Selo Soemardjan mengatakan perubahan sosial adalah perubahan yang

41

terjadi pada lembaga kemasyarakatan di dalam sutau masyarakat yang mempengaruhi sitem sosial, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap- sikap dan pola perilaku diantara kelompok dalam masyarakat. Prof. Dr. M. Tahir Kasnawi mengartikan perubahan sosial merupakan suatu proses perubahan, modifikasi, atau penyesuaian-penyesuaian yang terjadi dalam pola hidup masyarakat, yang mencakup nilai-nilai budaya, pola perilaku kelompok masyarakat, hubungan-hubungan sosial ekonomi, serta kelembagaan-kelembagaan masyarakat, baik dalam aspek kehidupan material maupun nonmateri. Definisi perubahan sosial yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas memiliki kesimpulan yang sama bahwa perubahan sosial terjadi adanya pergeseran orientasi manusia dari yang lama menuju sesuatu yang baru dan disebabkan oleh pola pikir manusia yang dipengaruhi lingkungan yang ada. Perubahan tersebut berada pada dua bidang terdiri dari perubahan materiil dan immaterial. Perubahan materiil yaitu perubahan fisik yang dilakukan dan dialami oleh manusia misalnya dalam hal teknologi telah merubah pola interaksi manusia dari tatap muka menjadi perantara. Perubahan immaterial yang oleh Soetomo disebut perubahan idealistik, yaitu perubahan keyakinan dan prinsip hidup manusia, misalnya berkaitan dengan HAM. Dengan keberadaan Rusunawa Semanggi dalam pemberdayaan masyarakat miskin selama kurang lebih dua tahun lamanya adanya perubahan sosial yang terjadi di kalangan penghuni Rusunawa Semanggi. Indikator

42

penting dari perubahan sosial tersebut ialah adanya perbedaan atau perkembangan di dalam struktur, pola pikir, dan pola tingkah laku yang terjadi pada sebagian penghuni Rusunawa Semanggi.

F. DEFINISI KONSEPTUAL 1. Efektivitas Efektif menurut kamus ilmiah populer adalah tepat; manjur; mujarab; tepat guna; berhasil. Kata efektivitas berasal dari bahasa inggris yaitu effective yang berarti berhasil, atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah popular mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Efektivitas dalam kamus bahasa Indonesia adalah keefektifan, yaitu keadaan berpengaruh; hal berkesan; kemanjuran; keberhasilan (tentang usaha, tindakan). Robbins memberikan definisi efektivitas sebagai tingkat pencapaian organisasi dalam jangka pendek dan jangka panjang 2. Rusunawa Rumah susun sederhana sewa (rusunawa) adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing digunakan secara terpisah, status penguasaannya sewa serta dibangun dengan menggunakan dana APBN dan atau APBD dengan fungsi utamanya

43

sebagai hunian (Permenpera No.14/Permen/M/2007 tentang Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa). 3. Pemberdayaan Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan

(empowerment) berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan). Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan, dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan dan bebas dari kesakitan. Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka. 4. Masyarakat Miskin Adalah masyarakat yang "belum berdaya, yakni masyarakat yang berada pada situasi kerentanan, keterisolasian, dan ketidakmampuan untuk melepaskan diri dari kemiskinannya.

G. KERANGKA BERPIKIR Kerangka pikir merupakan alur berpikir yang mempengaruhi penelitian yangdigambarkan secara menyeluruh dan sistematis untuk mempelajari teori yang mendukung penelitian tersebut. Adapun kerangka pikir peneliti sebagai berikut :

44

Permasalahan Masyarakat Miskin

Pembangunan RUSUNAWA

Tujuan: 1.Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah yang menjamin kepastian hukum dalam memanfaatannya. 2.Meningkatkan daya guna dan hasil guna lahan di daerah perkotaan dengan memperhatikan pelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap, serasi dan seimbang. 3.Meningkatkan kehidupan dan penghidupan, harkat dan martabat masyarakat penghuni pemukiman kumuhPemberdayaan Masyarakat Miskin

Bagan 1 Kerangka Pemikiran H. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini digunakan bentuk penelitian kualitatif dengan jenis deskriptif, yaitu sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata kata tertulis ataupun lisan dari orang orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistic (utuh). Digunakannya metode penelitian kualitatif ini karena ada beberapa pertimbangan, yaitu : a. Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda.

45

b. Metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden. c. Metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola pola nilai yang dihadapi (Moleong, 2002 : 5). Penelitian deskriptif bermaksud untuk memberikan uraian mengenai suatu gejala sosial yang diteliti. Peneliti mendeskripsikan suatu gejala berdasarkan indikator-indikator yang dijadikan dasar dari ada tidaknya suatu gejala yang diteliti (Slamet, 2006 : 7). 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Rusunawa Semanggi Surakarta, dengan pertimbangan lokasi ini dianggap sesuai dengan tujuan penelitian, lokasi ini merupakan salah satu Rusunawa yang terdapat di wilayah Surakarta dan Rusunawa ini telah berdiri sejak tahun 2010, sehingga dampak positif dari keberadaan Rusunawa semanggi ini sudah bisa dirasakan oleh penghuni Rusunawa . Di lokasi ini dimungkinkan terdapat data-data yang diperlukan. 3. Sumber Data Menurut Moleong, Lofland&Lofland mengatakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tabahan dokumen dan yang lainnya. Kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau diwawancarai adalah sumber data utama. Pencatatan sumber data utama melalui wawancara atau pengamatan berperan merupakan

46

hasil kegiatan dari melihat, mendengar, dan bertanya. Pada penelitian kualitatif kegiatan-kegiatan ini dilakukan secara sadar, terarah, dan senantiasa bertujuan memperoleh suatu informasi yang diperlukan (Moleong, 2007:157158) Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Data Primer Data Primer data yang diperoleh secara langsung dari informan yang diperoleh melalui wawancara. Informan dalam penelitian ini adalah Dinas Pekerjaan Umum Surakarta, Unit Pengelola Rusunawa Surakarta, Penghuni Rusunawa Semanggi Surakarta.

b.

Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung, yaitu melalui buku-buku, kepustakaan, majalah/jurnal, dokumen, arsip serta sumber-sumber dari internet yang menyediakan banyak data sekunder dan keterangan lain yang berhubungan dengan masalah penelitian yang digunakan sebagai pendukung dan pelengkap data primer. Dengan kata lain, data sekunder merupakan data yang sudah diolah dan disajikan oleh pihak lain sehingga siap digunakan. Dalam hal ini, pemakaian data sekunder khususnya yang berhubungan dengan program rumah susun sederhana sewa di Kota Surakarta. 4. Teknik Pengumpulan Data

47

Ada beberapa teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data tersebut adalah: a. Interview (wawancara) Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu,

dilaksanakan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban-jawaban atas pertanyaan tersebut. Teknik wawancara ini dilakukan dengan struktur yang tidak ketat dan semi formal agar keterangan yang diperoleh dari informan mempunyai kedalaman dan keluasan, sehingga mampu memperoleh informasi yang sebenarnya tentang proses terbentuknya respons terhadap program ini. Pada setiap informan, wawancara secara informal ini dapat berkali-kali sesuai dengan keperluan peneliti tentang kejelasan masalah yang diteliti. Sehingga data yang dikumpulkan akan lebih mendalam (Moleong, 2002 : 135). Dalam pelaksanaan wawancara di lapangan peneliti menggunakan daftar pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya secara sistematis sehingga dapat berfungsi sebagai interview guide dalam penelitian. Interview guide ini bersifat fleksibel, artinya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada pemegang polis akan berkembang dan tidak hanya terpaku pada daftar pertanyaan yang telah peneliti sediakan. b. Observasi

48

Observasi adalah cara pengumpulan data melalui pengamatan maupun pencacatan secara langsung terhadap hal yang berkaitan dengan persoalan-persoalan yang diteliti. Teknik observasi adalah teknik pengumpulan data yang bersifat nonverbal. Teknik ini dapat melibatkan indera pendengaran, penglihatan, rabaan dan penciuman (Slamet, 2006 : 85-86). 5. Teknik Pengambilan Sampel Sedangkan strategi pengambilan sampel yang peneliti gunakan yaitu purposive sampling. Penarikan sampel dengan cara ini membutuhkan kemampuan dan pengetahuan yang baik dari peneliti terhadap populasi penelitian. Dalam menentukan siapa yang masuk menjadi anggota sampel penelitiannya, peneliti harus benar-benar mengetahui dan beranggapan bahwa orang yang dipilihnya dapat memberikan informasi yang diinginkan sesuai dengan permasalahan penelitian. 6. Validitas data Validitas data menunjukkan bahwa apa yang diamati peneliti sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada dilokasi penelitian dan penjabaran dari deskripsi permasalahan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Data yang diperoleh selama proses penelitian akan diuji kembali dengan melakukan pengujian validitas data melalui penggunaan trianggulasi data. Trianggulasi data adalah tehnik pemeriksaan data dengan memanfatkan sesuatu yang lain diluar untuk keperluan pengecekan atau pembandingan terhadap data itu.

49

Tehnik trianggulasi ada empat macam, yaitu : pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyelidikan dan teori. Tehnik pemeriksaan data dalam penelitian ini menggunakan trianggulasi sumber karena data yang akan diperoleh berasal dari sumber yang lokasinya terjangkau penelitian. Ini berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif, hal ini dapat dicapai dengan: 1. Membandingkan data hasil pengamatan

dengan data yang diperoleh dari hasil wawancara. 2. Membandingkan apa yang dikatakan orang

didepan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi. 3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-

orang tentang situasi peneliti, dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu. 4. Membandingkan keadaan perspektif

seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain. 5. Membandingkan hasil wawancara dengan

isi dokumen yang berkaitan (Moleong, 2002 : 176). 7. Teknik Analisis Data Analisis data yang digunakan adalah analisis model interaktif yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Ketiga hal tersebut adalah:

50

a. Reduksi Data Merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyerderhanaan dan abstraksi data (kasar) yang ada pada penelitian. Hal ini dimulai dari sebelum pengumpulan pelaksanaan penelitian pada saat pengumpulan data berlangsung. Reduksi data berupa pembuatan singkatan, memusatkan tema dan membuat batas-batas permasalahan. b. Penyajian data Adalah suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dilakukan. Dengan melihat suatu penyajian data, peneliti akan mengerti apa yang akan terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan suatu analisa atau suatu tindakan lain berdasarkan tindakan tersebut. Susunan penyajian yang baik dan jelas sistematikanya akan banyak menolong peneliti itu sendiri. c. Penarikan kesimpulan Dalam awal pengumpulan data, peneliti sudah mulai mengerti apa arti hal-hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan peraturan-peraturan, pola pertanyaaan-pertanyaan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin dan arahan sebab akibat. Kesimpulan yang perlu diverifikasi dapat berupa pengulangan yang menyeluruh cepat sebagai pemikiran kedua yang melintas dalam pemikiran peneliti pada waktu menulis dengan melihat kembali sebentar pada field notes (HB Sutopo, 1988:34-37). Skema Teknik Analisa Data

51

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Penyajian Data

Penarikan Kesimpulan