bab 8 lrfd.docx

11
BAB VIII DESAIN PENAMPANG KONDISI ULTIMATE 8.1 Pembebanan Ultimate Dalam mendesain kekuatan komponen struktur terdapat dua metode yang umum digunakan, yaitu metode Allowable Stress Design (ASD) dan Load and Resistance Factor Design (LRFD). Metode yang pertama pada umumnya telah ditinggalkan penggunaanya karena dalam metode ini faktor- faktor kelebihan beban dan berkurangnnya kekuatan ditentukan secara menyeluruh tanpa mempertimbangkan kemungkinan terjadinya sehingga dirasakan kurang realistis. Saat ini, Standar Nasional Indonesia (SNI) telah mengadopsi metode LRFD sebagai metode desain struktur bangunan. Filosofi dasar metode LRFD didasari konsep keadaan batas, yaitu akan dilakukan perhitungan beban yang menyebabkan suatu struktur gagal sepenuhnya (collapse). Ada dua kategori yang diperhitungkan sebagai keadaan batas struktur, yakni keadaan batas kekuatan dan keadaan batas mampu layan. Dalam filosofi ini, keadaan batas tersebut tercapai melalui interaksi antara faktor kelebihan beban dan berkurangnya kekuatan material. Kedua faktor ini dianggap sebagai fenomena yang tidak berkaitan dan acak (probabilistik). Pada metode LRFD, ketidakpastian beban yang bekerja diakomodir dengan faktor pembebanan (ϒ) yang nilainya lebih dari satu. Nilai ini bervariasi bergantung jenis beban dan akan semakin besar nilainya untuk beban yang tingkat ketidakpastiannya tinggi. Kekuatan suatu elemen struktur dapat berkurang karena adanya penyimpangan ukuran dan mutu bahan yang tidak sesuai dengan spesifikasi. Untuk mengantisipasi hal tersebut, kekuatan batas suatu bahan direduksi dengan suatu faktor reduksi (Ø). Dalam bentuk persamaan matematis, LRFD dapat dirumuskan sebagai: γR u ≤∅R n

Upload: nunu-nurur

Post on 15-Sep-2015

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB VIIIDESAIN PENAMPANG KONDISI ULTIMATE

1 2 3 4 5 6 7 8 8.1 Pembebanan UltimateDalam mendesain kekuatan komponen struktur terdapat dua metode yang umum digunakan, yaitu metode Allowable Stress Design (ASD) dan Load and Resistance Factor Design (LRFD). Metode yang pertama pada umumnya telah ditinggalkan penggunaanya karena dalam metode ini faktor-faktor kelebihan beban dan berkurangnnya kekuatan ditentukan secara menyeluruh tanpa mempertimbangkan kemungkinan terjadinya sehingga dirasakan kurang realistis. Saat ini, Standar Nasional Indonesia (SNI) telah mengadopsi metode LRFD sebagai metode desain struktur bangunan.Filosofi dasar metode LRFD didasari konsep keadaan batas, yaitu akan dilakukan perhitungan beban yang menyebabkan suatu struktur gagal sepenuhnya (collapse). Ada dua kategori yang diperhitungkan sebagai keadaan batas struktur, yakni keadaan batas kekuatan dan keadaan batas mampu layan. Dalam filosofi ini, keadaan batas tersebut tercapai melalui interaksi antara faktor kelebihan beban dan berkurangnya kekuatan material. Kedua faktor ini dianggap sebagai fenomena yang tidak berkaitan dan acak (probabilistik).Pada metode LRFD, ketidakpastian beban yang bekerja diakomodir dengan faktor pembebanan () yang nilainya lebih dari satu. Nilai ini bervariasi bergantung jenis beban dan akan semakin besar nilainya untuk beban yang tingkat ketidakpastiannya tinggi. Kekuatan suatu elemen struktur dapat berkurang karena adanya penyimpangan ukuran dan mutu bahan yang tidak sesuai dengan spesifikasi. Untuk mengantisipasi hal tersebut, kekuatan batas suatu bahan direduksi dengan suatu faktor reduksi (). Dalam bentuk persamaan matematis, LRFD dapat dirumuskan sebagai:

Dengan:= Faktor pengali beban= Faktor reduksi kekuatanRu= Beban rencanaRn= Kekuatan nominal bahanPada perhitungan desain penampang kondisi ultimate ini akan dilakukan perencanaan tulangan pasif (longitudinal dan transversal) dari balok I-Girder, perhitungan kapasitas nominal balok I-Girder serta penampang komposit, dan desain tulangan pelat.

8.2 Perhitungan Kapasitas Momen Nominal Penampang KompositMomen nominal penampang komposit merupakan momen kopel yang dihasilkan oleh komponen-komponen gaya tekan dan tarik yang bekerja pada penampang komposit balok I-Girder. Untuk itu perlu dilakukan perhitungan gaya tekan yang terjadi pada beton, gaya pada tulangan pasif, dan gaya yang terjadi pada tendon. Berdasarkan SNI-03-2847-2002 pasal 20.9, luas tulangan pasif perlu untuk struktur prategang dapat diambil sebesar 0,4% dari luas penampang pada bagian daerah tarik (yang sebelumnya mengalami tekan) dan harus dipasang sedekat mungkin dengan serat tarik terluar dari penampang. Dari perhitungan, diperoleh luas penampang pada bagian daerah tarik (yang sebelumnya mengalami tekan) sebesar 381.900 mm2. Sehingga diperoleh luas tulangan perlu minimum sebagai berikut:

Selanjutnya, SNI-03-2847-2002 mengatur tebal selimut beton minimum untuk struktur beton prategang sebagai berikut ini:Tabel 8.1 Tebal Selimut Beton Minimum Struktur Beton PrategangTebal Selimut Minimum (mm)

a) Beton yang dicor langsung di atas tanah dan selalu berhubungan dengan tanah75

b) Beton yang berhubungan dengan tanah atau berhubungan dengan cuaca:

Dinding panel, slab, dan balok berusuk ->25

Komponen struktur lain ->40

c) Beton yang tidak langsung berhubungan dengan tanah atau tidak langsung berhubungan dengan cuaca20

Pelat, dinding, dan pelat berusuk ->

Balok, kolom:

Tulangan utama ->40

Sengkang pengikat, sengkang, dan lilitan spiral ->25

Komponen struktur cangkang dan pelat lipat:

Batang D-16, jaring kawat polos P16 atau ulir D16, dan yang lebih kecil ->10

Tulangan lainnya ->a

a db (tetapi tidak kurang dari 20)

Berdasarkan Tabel 8.1, dipilih tebal selimut beton sebesar 40 mm. Untuk mempermudah perhitungan, luas tulangan longitudinal minimum perlu akan disamakan untuk bagian atas dan bawah dari balok I-Girder dan menggunakan tulangan D16 sebanyak 24 buah (AsD16 = 200,96 mm2) yang terbagi secara merata pada bagian serat atas dan bawah. Berdasarkan data-data tersebut, diperoleh konfigurasi penulangan longitudinal penampang komposit rencana pada bagian tengah bentang dan tumpuan sebagai berikut ini:

Gambar 8.1 Penulangan Longitudinal RencanaBerikut ini adalah data-data yang digunakan dalam perhitungan momen nominal dari penampang komposit pada tengah bentang:Tabel 8.2 Data Untuk Perhitungan Momen Nominal Penampang KompositAp6,840.55mm2

Ep186,000.00MPa

fc'50MPa

Ec Girder38,006.99MPa

Ac Komposit1,088,688mm2

Ic Girder7.371E+11mm4

Es200,000MPa

fy400MPa

D longitudinal 19mm

As D19283.528737mm2

n D1916buah

D sengkang 12mm

Selimut 40mm

Tebal Pelat200mm

Jarak Lapisan 70mm

Tinggi Girder2,300mm

Bekivalen1,457mm

emaks898.18mm

Pe7,820.45KN

7,820,454.92N

Selanjutnya, berikut ini adalah tahapan-tahapan perhitungan momen nominal dari penampang komposit pada tengah bentang:1. Perhitungan Gaya Kompresi Beton (Cc)Beton hanya memberikan kontribusi gaya kompresi karena beton tidak kuat menahan gaya tarik. Persamaan umum untuk mencari gaya kompresi dari beton adalah sebagai berikut:

Karena bentuk penampang yang tidak homogen, maka gaya kompresi beton masing-masing segmen akan dihitung sesuai dengan dimensinya masing-masing. Berikut ini adalah hasil perhitungan gaya kompresi beton, berdasarkan hasil iterasi nilai garis netral (dn) pada bagian selanjutnya:Tabel 8.3 Hasil Perhitungan Gaya Kompresi Beton Pada Penampang Kompositdn301.84mm

0.707

*dn213.446mm

b1,457mm

Cc13218719Nmm

2. Perhitungan Gaya Kompresi Tulangan (Cs)Tulangan dapat memberikan kontribusi kontribusi gaya kompresi apabila tulangan tersebut berada di daerah tekan seiring perubahan garis netral. Persamaan umum untuk mencari gaya kompresi dari tulangan baja adalah sebagai berikut:

Dengan nilai fs tidak melebihi fy dan dihitung berdasarkan regangan yang terjadi:

Tabel 8.4 Hasil Perhitungan Gaya Kompresi Tulangan Pada Penampang KompositTulangan Tekan2,268.23mm2

ds1 atas262mm

ds1 bawah 332mm

ds1 rata-rata297mm

sc10.00040-

fsc180.19MPa

Cs1181,896.10N

3. Perhitungan Gaya Tarik Tulangan (Ts)Tulangan dapat memberikan kontribusi kontribusi gaya tarik apabila tulangan tersebut berada di daerah tarik seiring perubahan garis netral. Persamaan umum untuk mencari gaya tarik dari tulangan baja adalah sebagai berikut:

Dengan nilai fs tidak melebihi fy dan dihitung berdasarkan regangan yang terjadi:

Keterangan:Asi= Luas tulangan ke-i (mm2)fsi= Tegangan yang terjadi pada tulangan ke-i (MPa)Es= Modulus elastisitas baja (MPa)st= Regangan tarik yang terjadi pada tulangan ke-1cu= Regangan ultimate betondn= Jarak garis netral ke serat tekan terluar (mm)ds= Jarak titik berat luas tulangan ke serat tekan terluar (mm)Berikut ini adalah hasil perhitungan gaya tarik tulangan, berdasarkan hasil iterasi nilai garis netral (dn) pada bagian selanjutnya:Tabel 8.5 Hasil Perhitungan Gaya Tarik Tulangan Pada Penampang KompositTulangan Tarik2,268.23mm2

ds2 atas2,169mm

ds2 bawah 2,239mm

ds2 rata-rata2,204mm

st20.01890-

fst2400.00MPa

Ts2907,291.96N

4. Perhitungan Gaya Tarik Tendon (Tp)Untuk struktur prategang, tendon akan selalu mengalami tegangan tarik sehingga akan selalu ada kontribusi gaya tarik dari tendon. Persamaan umum untuk mencari gaya tarik yang terjadi pada tendon adalah sebagai berikut:

Dengan:

Diketahui nilai A = 0,0332, nilai B = 114, dan nilai C = 12,0. Nilai-nilai tersebut diperoleh dari grafik untuk tendon relaksasi rendah sebagai berikut:

Gambar 8.2 Diagram Tegangan Regangan Tendon

Berikut ini adalah hasil perhitungan gaya tarik tendon, berdasarkan hasil iterasi nilai garis netral (dn) pada bagian selanjutnya:Tabel 8.6 Hasil Perhitungan Gaya Tarik Tendon Pada Penampang Kompositfpn1,734.42-

pn0.02543-

pe0.00615-

ce0.00041-

pt0.01887-

Tp11,864,409.78N

5. Mencari Nilai Garis Netral (dn) Dengan IterasiUntuk mencari nilai garis netral (dn) akan dilakukan proses iterasi dengan bantuan program Microsoft Excel. Proses iterasi ini bertujuan untuk menghasilkan keseimbangan gaya pada penampang komposit sesuai dengan prinsip:

Berdasarkan hasil proses iterasi, diperoleh nilai garis netral (dn) adalah 180,36 mm yang berarti garis netral tersebut terletak pada komponen pelat beton (menghasilkan balok-T palsu). Berikut ini adalah resume hasil proses iterasi untuk mencari nilai garis netral (dn):Tabel 8.7 Hasil Iterasi Nilai Garis Netral Pada Penampang KompositC12,771,702.74N

T12,771,701.742N

dn301.84mm

C - T = 01.00N

6. Mencari Momen Nominal (Mn)Untuk mencari nilai momen nominal dari penampang komposit, akan dihitung momen terhadap Cc pada penampang komposit sesuai dengan persamaan:

Berikut ini adalah hasil perhitungan momen nominal dari penampang komposit:Tabel 8.8 Hasil Perhitungan Nilai Momen Nominal Penampang KompositBentukSegmend (mm)C atau T (N)M (KN.m)

SAs tekan189.78181,896.10-34.52

SAs tarik2096.777907,291.961,902.39

Tendon2,093.2811,864,409.7824,835.50

0.707M = MN26,703.37

0.8MN21,362.69

Diperoleh nilai momen nominal untuk penampang komposit dari balok I-Girder dan pelat beton adalah 26703.37 kN.m dan nilai momen nominal yang telah diberikan faktor reduksi sebesar 0,8 adalah 21362.69 kN.m.Setelah selesai menghitung nilai momen nominal dari penampang komposit, selanjutnya adalah memeriksa apakah nilai momen nominal tersebut telah memenuhi syarat sesuai metode LRFD. Kombinasi faktor beban yang digunakan untuk mendesain penampang dengan kondisi ultimate dalam perencanaan kali ini adalah sebagai berikut:

Balok I-Girder dari jembatan dimodelkan sebagai balok sederhana sehingga momen maksimum akan terjadi pada tengah bentang Berikut ini adalah hasil perhitungan momen ultimate akibat beban-beban yang bekerja pada balok I-Girder Interior pada tengah bentang:

Tabel 8.8 Hasil Perhitungan Nilai Momen UltimateBalok I-Girder Interior Serviceability Bagian Tengah Bentang

Momen 3-3 Tahap I Tahap II

Bagian IBagian II

KN.mM0M1MT

Balok I-Girder3,749.623,749.623,749.62

Diafragma-432.00432.00

Plank Beton-456.00456.00

Pelat Beton-1,920.001,920.00

Aspal--440.00

BTR--3,150.00

BGT--1,372.00

Truk--5,752.46

Total3,749.626,557.6212,750.08

Karena nilai Mn > Mu, maka penampang komposit dari balok I-Girder dan pelat beton yang telah diberikan tulangan lentur D19 sebanyak 8 buah mampu menahan gaya lentur ultimate.