bab 2 tinjauan pustaka 2.1 komunikasi 2.1.1 definisi ...eprints.umbjm.ac.id/265/3/bab 2.pdf ·...
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi
2.1.1 Definisi Komunikasi
Istilah komunikasi berasal dari bahasa inggris yaitu communication. Kata
communication itu sendiri berasal dari bahasa latin “communication”
yang artinya pemberitahuan dan atau pertukaran ide, dengan pembicara
mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari pendengarnya (Liliweri,
2011).
Berbagai pendapat dalam mendefinisikan komunikasi, antara lain: Tappen
(1995) mendefinisikan bahwa komunikasi adalah suatu pertukaran pikiran,
perasaan dan pendapat dan memberikan nasehat dimana terjadi antara dua
orang atau lebih bekerja bersama. Komunikasi juga merupakan suatu seni
untuk dapat menyusun dan menghantarkan suatu pesan dengan cara yang
gampang sehingga orang lain dapat mengerti dan menerima (Nursalam,
2002: 115 dalam Mulkani 2015).
Komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam
bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non verbal), untuk
mempengaruhi perilaku orang lain. Stimulus atau rangsangan ini dapat
berupa suara/bunyi atau bahasa lisan, maupun berupa gerakan, tindakan,
atau simbol-simbol yang diharapkan dapat dimengerti, oleh pihak lain, dan
pihak lain tersebut merespon atau bereaksi sesuai dengan maksud pihak
yang memberikan stimulus. Oleh sebab itu reaksi respon, baik dalam
bentuk bahasa maupun simbol-simbol ini merupakan pengaruh atau hasil
proses komunikasi.
Komunikasi merupakan interaksi antar pribadi yang menggunakan sistem
simbolik linguistik, seperti sistem simbol verbal (kata-kata), verbal dan
non verbal. Sistem ini dapat disosialisasikan secara langsung/tatap muka
atau melalui media lain (tulisan, oral dan visual) (Knapp, 2003 dalam
Purwanto 2011).
Komunikasi adalah pernyataan diri yang efektif; pertukaran pesan-pesan
yang tertulis, pesan-pesan dalam percakapan, bahkan melalui imajinasi,
pertukaran informasi atau hiburan dengan kata-kata melalui percakapan
atau dengan metode lain, pengalihan informasi dari seseorang kepada
orang lain, pertukaran makna antar pribadi dengan sistem simbol dan
proses pengalihan pesan melalui saluran tertentu kepada orang lain dengan
efek tertentu (Liliweri, 2003).
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang
memungkinkan manusia yang memungkinkan sesorang untuk
menetapkan, mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan orang
lain. Karena komunikasi dilakukan oleh seseorang setiap hari, orang
seringkali salah berpikir bahwa komunikasi adalah sesuatu yang mudah.
Namun sebenarnya komunikasi adalah proses kompleks yang melibatkan
tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan individu bersosialisasi
dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya (A.Potter & Perry,
2005: 301).
Komunikasi melibatkan kecakapan untuk menyampaikan pikiran,
perasaan dan sikap melalui ucapan, tulisan dan non-verbal dengan maksud
menularkan ide-ide dan membangun arti manusia (Potter & Perry,
2001:419).
Komunikasi adalah proses mengirimkan dan menerima pesan melalui
lambang, kata-kata, tanda, tindakan. Komunikasi adalah proses multilevel
yang terdiri atas isi atau informasi, pesan (F Smith, J. Duell, and C.Martin,
2000:69 dalam Mulkani 2015).
2.1.2 Macam-Macam Komunikasi
2.1.2.1 Komunikasi Searah
Disini komunikator mengirim pesannya melalui saluran atau
media dan diterima oleh komunikan. Sedangkan komunikan
tersebut tidak memberikan umpan balik feedback.
2.1.2.2 Komunikasi Dua Arah
Komunikator mengirim pesan (berita) diterima oleh komunikan,
setelah disimpulkan kemudian komunikan mengirimkan umpan
balik kepada sumber berita atau komunikator.
2.1.2.3 Komunikasi Berantai
Komunikan menerima pesan atau berita dari komunikator,
kemudian disalurkan kepada komunikan kedua, dari komunikan
kedua disampaikan kepada komunikan ketiga dan seterusnya.
Terdapat kelemahan dalam komunikasi berantai, karena kadang-
kadang pesan yang disampaikan sudah tidak murni atau terjadi
distorsi informasi sehingga pesan dapat menyimpang dari yang
sebenarnya.
2.1.3 Bentuk-Bentuk Komunikasi
Komunikasi dibagi menjadi 2 yaitu:
2.1.3.1 Komunikasi Verbal (verbal communication)
Komunikasi verbal menggunakan kata-kata, mencakup
komunikasi bahasa lisan. Bahasa terbanyak dan terpenting
digunakan dalam berkomunikasi. Hal ini disebabkan karena
“bahasa” selain dapat mewakili kenyataan kongkrit dalam dunia
sekeliling, juga dapat mewakili hal-hal yang abstrak. Sebagai
contoh pengertian seseorang tentang “kursi” disatu pihak akan
mengatakan sebagai tempat duduk. Mungkin dipihak lain akan
mengatakan sebagai “kedudukan” atau “jabatan”
2.1.3.2 Komunikasi Non-Verbal (non verbal communication)
Apabila proses komunikasi tersebut menggunakan simbol-simbol
disebut komunikasi non-verbal. Komunikasi non-verbal kadang-
kadang disebut juga bahasa tubuh. Pesan yang disampaikan
melalui komunikasi jenis ini adalah sama halnya dengan simbol-
simbol yang digunakan secara sadar atau tidak sadar muncul
melalui: roman muka, gerak dan sikap, tekanan suara, irama dan
getaran, rabaan dan sentuhan, kerlingan mata, air mata, debaran
detak jantung, gelisah, menggigil, disorientasi dan sebagainya.
2.1.4 Tujuan Komunikasi
Secara umum ada lima kategori fungsi (tujuan) utama komunikasi, yakni:
2.1.4.1 Sumber atau pengirim menyebarluaskan informasi agar dapat
diketahui penerima.
2.1.4.2 Sumber menyebarluaskan informasi dalam rangka mendidik
penerima.
2.1.4.3 Sumber memberikan instruksi agar dilaksanakan penerima.
2.1.4.4Sumber memengaruhi konsumen dengan informasi yang persuasif
untuk mengubah persepsi, sikap dan perilaku penerima.
2.1.4.5 Sumber menyebarluaskan informasi untuk menghibur sambil
memengaruhi penerima.
Penjelasan point-point tentang tujuan Komunikasi:
2.1.4.6 Informasi
Fungsi utama dan pertama dari informasi adalah menyampaikan
pesan (informasi), atau menyebarluaskan informasi kepada orang
lain. Artinya diharapkan dari penyebarluasan informasi itu, para
penerima informasi akan mengetahui sesuatu yang ingin dia
ketahui.
2.1.4.7 Pendidikan
Fungsi utama dan pertama dari informasi adalah menyampaikan
pesan (informasi), atau menyebarluaskan informasi yang bersifat
mendidik kepada orang lain. Artinya, dari penyebarluasan
informasi itu diharapkan para penerima informasi akan
menambah pengetahuan tentang sesuatu yang ingin dia ketahui.
2.1.4.8 Intruksi
Fungsi intruksi adalah fungsi komunikasi untuk memberikan
intruksi (mewajibkan atau melarang) penerima melakukan atau
tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan.
2.1.4.9 Persuasi
Fungsi persuasi kadang disebut fungsi memengaruhi. Fungsi
persuasi adalah fungsi komunikasi yang menyebarkan informasi
yang dapat memengaruhi (mengubah) sikap, penerima agar dia
menentukan sikap dan perilaku yang sesuai dengan kehendak
pengirim.
2.1.4.10 Menghibur
Fungsi hiburan adalah fungsi pengirim untuk mengirimkan
pesan-pesan yang mengandung hiburan kepada para penerima
agar penerima menikmati apa yang diinformasikan.
2.1.5 Unsur-Unsur Komunikasi
Agar terjadi komunikasi yang efektif antara pihak yang satu dengan
pihak yang lain, antara kelompok satu dengan yang lain, atau seseorang
dengan orang lain diperlukan keterlibatan beberapa unsure komunikasi,
yaitu: komunikator, komunikan, pesan, dan saluran atau media.
2.1.5.1 Komunikator (source)
Adalah orang atau sumber yang menyampaikan atau
mengeluarkan stimulus antara lain dalam bentuk: informasi-
informasi, atau lebih tepatnya disebut pesan-pesan (message)
yang harus disampaikan kepada pihak atau orang lain dan
diharapkan orang atau pihak lain tersebut tidak memberikan
respon atau jawaban, berarti tidak terjadi komunikasi antara
kedua variabel tersebut.
2.1.5.2 Komunikan
Adalah penerima stimulus dan memberikan respon terhadap
stimulus tersebut. Respon tersebut dapat bersifat pasif yakni
memahami atau mengerti apa yang dimaksud oleh komunikan,
atau dalam bentuk pasif yakni memahami atau mengerti apa yang
dimaksud oleh komunikan, atau dalam bentuk pasif yakni dalam
bentuk ungkapan melalui bahasa lisan maupun tulisan (verbal)
atau menggunakan simbol-simbol (non verbal). Menerima
stimulus saja tanpa memberikan respon belum terjadi
komunikasi.
2.1.5.3 Pesan (message)
Adalah isi stimulus yang dikeluarkan oleh komunikator (sumber)
kepada komunikan (penerima). Isi stimulus yang berupa pesan
atau informasi ini dikeluarkan oleh komunikan tidak sekedar
diterima atau dimengerti oleh komunikan, tetapi diharapkan agar
direspon secara positif dan aktif berupa perilaku atau tindakan.
2.1.5.4 Saluran (media)
Saluran (channel) atau lebih popular disebut media adalah alat
atau sarana yang digunakan oleh komunikan dalam
menyampaikan pesan atau informasi kepada komunikan. Jenis
dan bentuk saluran atau media komunikasi sangat bervariasi,
mulai dari yang paling tradisional yakni melalui mulut (lisan),
bunyi-bunyian (kentongan), tulisan (cetakan) sampai dengan
elektronik yang paling modern, yakni televisi dan internet.
2.1.6 Bentuk-Bentuk Komunikasi
Agar proses komunikasi kesehatan itu efektif dan terarah, dapat
dilakukan melalui bentuk-bentuk komunikasi antara lain sebagai berikut:
2.1.6.1 Communication (face to face communication)
Komunikasi ini adalah salah satu bentuk komunikasi yang paling
efektif, karena antara komunikan dan komunikator dapat
langsung tatap muka, sehingga stimulus yakni pesan atau
informasi yang disampaikan oleh komunikan, langsung dapat
direspon atau ditanggapi pada saat itu juga. Apabila terjadi
ketidakjelasan pesan atau informasi yang diterima komunikan,
maka pada saat itu juga dapat diklarifikasikan atau dijelaskan oleh
komunikator (pembawa pesan).
Media yang paling penting dalam komunikasi antar-pribadi
adalah bahasa, baik lisan (melalui mulut) maupun tulisan. Namun
untuk visualisasi atau ilustrasi informasi yang memerlukan
dukungan data, perlu dibantu dengan alat bantu media lain,
misalnya: grafik, tabel, diagram, baik dalam bentuk cetak (leaflet,
flip, chart, buku, dan sebagainya) maupun elektronik (video,
slide, film, dan sebagainya, dan pengeras suara (sound system).
2.1.6.2 Mass communication (communication through the mass media)
Komunikasi ini menggunakan saluran (media) massa, atau
berkomunikasi melalui media massa. Komunikasi melalui media
massa kurang efektif bila dibandingkan dengan komunikasi
interpersonal, meskipun mungkin lebih efisien. Komunikasi
melalui media massa, khususnya di negara-negara berkembang
seperti Indonesia ini banyak kendalanya. Kendala yang paling
utama adalah tingkat pendidikan dan kecerdasan masyarakat yang
lebih rendah, oleh karena itu kadang-kadang pesan pembangunan
termasuk pesan kesehatan sulit dipahami oleh mereka. Karena
sulit memahami pesan-pesan ini, maka respon mereka sangat
lambat, bahkan tidak meresponnya.
Media yang paling banyak digunakan dalam komunikasi massa
atau lebih popular disebut media massa ini bermacam-macam
antara lain:
1. Media cetak: koran, majalah, jurnal, selebaran (flyer), dan
sebagainya.
2. Media elektronik: Radio, televisi, internet dan sebagainya.
3. Bermacam-macam papan nama (billboard)
4. Spanduk, umbul-umbul, dan sebagainya.
5. Prinsip-prinsip dasar komunikasi
2.1.7 Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik
Struktur dalam komunikasi terapeutik, menurut Stuart, G.W. (1998)
terdiri dari empat fase yaitu :
2.1.7.1 Fase preinteraksi
Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai
berhubungan dengan klien. Tugas perawat pada fase ini yaitu:
a. Mengeksplorasi perasaan, harapan dan kecemasannya.
b. Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa
diri ia akan terlatih untuk memaksimalkan dirinya agar
bernilai terapeutik bagi klien, jika merasa tidak siap maka
perlu belajar kembali, diskusi teman kelompok.
c. Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam
membuat rencana interaksi.
d. Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan
diimplementasikan saat bertemu dengan klien.
2.1.7.2 Fase orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien.
Pada saat pertama kali bertemu dengan klien fase ini digunakan
perawat untuk berkenalan dengan klien dan merupakan langkah
awal dalam membina hubungan saling percaya. Tugas utama
perawat pada tahap ini adalah memberikan situasi lingkungan
yang peka dan menunjukkan penerimaan, serta membantu klien
dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya.
2.1.7.3 Fase kerja
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi
terapeutik. Pada tahap ini, perawat bersama klien mengatasi
masalah yang dihadapi klien. Tahap ini berkaitan dengan
pelaksanaan rencana asuhan yang telah ditetapkan.
2.1.7.4 Fase terminasi
Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena
hubungan saling percaya sudah terbina dan berada pada tingkat
optimal. Perawat dan klien keduanya merasa kehilangan.
Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas
pada unit tertentu atau saat klien akan pulang. Perawat dan klien
bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah
dilalui dan pencapaian tujuan.
2.1.8 Faktor Pendukung Komunikasi Dilihat dari komunikator
2.1.8.1 Kepandaian pengirim berita
Komunikator yang menguasai teknik bicara dan menulis surat
simbol atau lambang yang tepat, cakap membangkitkan minat
pendengar, pembaca dan dapat memberikan keterangan-
keterangan secara sistematis serta mudah ditangkap.
2.1.8.2 Sikap komunikator
Sikap sombong, angkuh menyebabkan pendengar menolak
uraian dari komunikator. Sikap ragu-ragu menyebabkan
pendengar kurang percaya terhadap uraian komunikator. Tetapi
sikap tegas akan menyebabkan pendengar percaya dan
komunikasi semakin lancar.
2.1.7.3 Pengetahuan komunikator
Komunikator yang kaya akan pengetahuan dan menguasai
secara mendalam apa yang disampaikan akan lebih mudah
menyampaikan urain-uraian dan mudah menemukan contoh-
contoh sehingga komunikasi akan lebih berhasil.
2.1.7.4 Sistem sosial
Dalam hal ini ada 2 macam sistem sosial, yaitu sistem sosial
yang bersifat formal (dalam organisasi) dan sistem sosial non
formal (susunan masyarakat biasa). Dalam organisasi si
pembicara akan dipengaruhi oleh kedudukannya dalam
organisasi tersebut. Begitu pula pembicara yang berbicara di
depan masyarakat tertentu harus menyesuaikan pula kepada
sifat-sifat masyarakat tersebut. Sedangkan di dalam organisasi
pembicara harus memperhatikan dimana kedudukan pembicara.
2.1.7.5 Keadaan lahiriah komunikator suara yang mantap, ucapan yang
jelas, lagak lagu yang baik serta gerakan/gerak gerik tangan
yang sehat dapat mendukung pembicaraan.
2.1.8 Faktor Pendukung Komunikasi Dilihat dari komunikan (reseptor)
2.1.8.1 Kecakapan
Ini terutama kecakapan membaca dan mendengarkan walaupun
komunikator memenuhi persyaratan, jika reseptor kurang cakap
mendengarkan dan membaca, maka hasil komunikasi kurang
murni.
2.1.8.2 Sikap reseptor
Kadang-kadang reseptor, telah curiga terhadap pembicara
(prejudice) atau kadang-kadang bersikap apriori dan sebagainya
akan menyebabkan hasil komunikasi kurang murni.
2.1.8.3 Pengetahuan reseptor
Dengan pengetahuan yang luas pendengar akan cepat menangkap
isi pembicara, karena ia mudah menafsirkan maksud dari
pembicaraan. Sebaliknya pendengar yang pengetahuan terbatas
akan sulit menangkap pembicaraan.
2.1.8.4 Sistem sosial
Si pembaca atau pendengar harus memahami apa dan siapa
pembicara atau komunikator itu. Kita harus bisa menyesuaikan
diri dengan kebiasaan-kebiasaan pembicara dengan kata lain
pendengar harus dapat menyesuaikan diri terhadap sistem sosial
pembicara.
2.1.9 Faktor-faktor penghambat komunikasi
2.1.9.1 Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi. Kurang cakap
berbicara (terutama di depan umum), berbicara tersendat-
sendat, menyebabkan pendengar menjadi jengkel dan tidak
sabar.
2.1.9.2 Sikap yang kurang tepat. Seorang guru yang sedang mengajar di
depan kelas, sambil duduk di atas meja akan memberi kesan
kurang baik bagi siswanya.
2.1.9.3 Kurang pengetahuan. Seorang yang berkurang pengetahuannya,
jarang membaca atau mendengarkan radio atau televisi. Akan
mengalami kesulitan dalam mengikuti pembicaraan orang lain.
2.1.9.4 Kurang memahami sistem sosial.
2.1.9.5 Prasangka yang tidak beralasan.
2.1.9.6 Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak antara
komunikator dengan reseptor berjauhan.
2.1.9.7 Tidak ada persamaan persepsi.
2.1.9.8 Indera yang rusak.
2.1.9.9 Berbicara yang berlebihan. Berbicara berlebihan sering kali akan
mengakibatkan penyimpangan dari pokok pembicaraan.
2.1.9.10 Mendominir pembicaraan, dan lain sebagainya.
2.2 Konsep Kepuasaan Pasien
2.2.1 Pengertian Kepuasaan
Menurut kotler (2005), Kepuasaan adalah perasaan senang atau
kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya
terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya.
Kepuasaan merupakan fungsi dari kinerja dan harapan. Jika kinerja
dibawah harapan konsumen tidak puas, sebaliknya bila kinerja
memenuhi harapan mereka konsumen akan puas dan konsumen akan
sangat puas jika kinerjanya melebihi harapan.
Kepuasaan adalah fungsi dari kesan kinerja dan harapan. Pasien baru
akan merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan yang di
perolehnya sama ayau melebihi harapannyan dan sebaliknya.
Ketidakpuasaan atau perasaan kecewa pasien akan muncul apabila
kinerja layanan kesehatan yang di perolehnya itu tidak sesuai dengan
harapannya (Pohan, 2006).
Teori kepuasaan adalah indikator utama dari standar suatu fasilitas
kesehatan dan merupakan suatu ukuran mutu pelayanan kepuasaan
pelanggan yang rendah akan berdampak terhadap jumlah kunjungan
yang akan mempengaruhi provitabilitas fasilitas kesehatan tersebut,
sedangkan sikap karyawan terhadap pelanggan dari waktu ke waktu
akan meningkat, begitu pula tuntutannya akan mutu pelayanan yang
diberikan (Notoatmojo, 2005).
2.2.2 Kepuasaan pelanggan
Menurut Kotler (2005), dalam principle of Marketing kepuasaan
pelanggan terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :
2.2.2.1 Kepuasaan fungsional, merupakan kepuasaan yang
diperoleh dari fungsi atau pemakaian suatu produk.
2.2.2.2 Kepuasaan psikologi, merupakan kepuasaan yang
diperoleh dari atribut yang bersifat tidak terwujud
2.2.3 Teori - teori kepuasaan
2.2.3.1 Teori harapan-nilai dari Linder-Pelz
Kepuasan dimediasi oleh harapan pribadi dan nilai-nilai
tentang perawatan serta harapan sebelumnya terhadap
perawatan. Linder-Pelz memberikan definisi oprasional
sebagai “evaluasi positif dari demensi yang berbeda dari
kesehatan”.
2.2.3.2 Teori penentu dan komponen penentu dari Ware dkk
Mengemukakan bahwa kepuasan pasien adalah fungsi
respon subyektif klien terhadap pengalaman perawatan yang
dimediasi oleh keinginnan pribadi dan harapan klien.
2.2.3.3 Teori kualitas kesehatan dari Donabedian
Menyebutkan bahwa kepuasan merupakan hasil utama dari
proses perawatan interpersonal perawatan dimana ekspresi
kepuasan atau ketidakpuasan adalah penilaian klien terhadap
kualitas interpersoanl perawatan.
2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasaan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasaan pasien, yaitu
sebagai berikut:
2.2.4.1 Kualitas produk dan jasa
Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka
menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan
bekualitas.
2.2.4.2 Harga
Harga, yang termasuk di dalamnya adalah harga produk dan
jasa. Harga merupakan aspek penting, namun yang
terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai
kepuasaan pasien. Meskipun demikian elemen ini
memengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan,
biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien
mempunyai harapan yang lebh besar.
2.2.4.3 Emosional
Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain
kagum terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilh
institusi pelayanan kesehatan yang sudah mempunyai
pandangan, cenderung memiliki tingkat kepuasaan yang
lebih tinggi
2.2.4.4 Kinerja
Wujud dari kinerja ini misalnya: kecepatan, kemudahan, dan
kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan jasa
pengobatan terutama keperawatan pada waktu penyembuhan
yang relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan
pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan
memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan dan
sebagainya.
2.2.4.5 Estetika
Estetika merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat
ditangkap oleh pancaindra. Misalnya: keramahan perawat,
peralatan yang lengkap dan sebagainya.
2.2.4.6 Karakteristik Produk
Produk ini merupakan kepemilikan yang bersifat fisik
antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk
meliputi penampilan bangunan, kebersihan dan tipe kelas
kamar yang disediakan beserta kelengkapannya.
2.2.4.7 Pelayanan
Pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan
dalam pelayanan. Institusi pelayanan kesehatan dianggap
baik apabila dalam memberikan pelayanan lebih
memperhatikan kebutuhan pasien. Kepuasaan muncul dari
kesan pertama masuk pasien terhadap pelayanan
keperawatan yang diberikan misalnya: pelayanan yang
cepat, tanggap dan keramahan dalam memberikan pelayana
keperawatan.
2.2.4.8 Lokasi
Lokasi, meliputi letak kamar dan lingkungan. Merupakan
salah satu aspek yang menetukan pertimbangan dalam
memilih institusi pelayanan kesehatan. Umumnya semakin
dekat lokasi dengan pusat perkotaan atau yamg mudah
dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang
baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien.
2.2.4.9 Fasilitas
Kelengkapan fasilitas turut menetukan penilaian kepuasaan
pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan
prasarana, tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan
ruang kamar rawat inap. Walaupun hal ini tidak vital
menentukan penilain kepuasaan pasien, namun institusi
pelayanan kesehatan perlu memberikan perhatian pada
fasilitas dalam penyusunan strategi untuk menarik
konsumen.
2.2.4.10 Komunikasi
Komunikasi yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak
penyedia jasa dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana
keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh
penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan
terhadap keluhan pasien.
2.2.4.11 Suasana
Suasana meliputi keamanan dan keakraba. Suasana yang
tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat mempengaruhi
kepuasaan pasien dalam proses penyembuhan. Selain itu
tidak hanya bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi
orang lain yang berkunjung akan sangat senang dan
memberikan pendapat yang positif sehingga akan terkesan
bagi pengunjung institusi pelayanan kesehatan tersebut.
2.2.4.12 Desain Visual
Desain visual meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan
desain jalan yang tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi ikut
menentukan suatu kenyamanan.
2.2.5 Macam-macam kepuasaan klien
Menurut Djunaidi, dkk (2006) dalam Wahyu Rosadi (2015: 22) kepuasaan
pelanggan merupakan tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan
kinerja atau hasil yang dia rasakan dibandingkan dengan yang dia
harapkan, dan seseorang dikatakan memiliki kepuasaan yang tinggi
apabila produk, jasa, sama atau melebihi harapan yang diinginkan.
Kepuasaan pelanggan terdiri atas 2 yaitu:
2.2.5.1 Kepuasaan klien dan keluarga
Kepuasaan klien dan keluarga adalah kepuasaan konsumen dari
rumah sakit dan sudah dapat dipastikan bahwa para pasien tersebut
dapat memberikan penilaian atas pelayanan yang maksimal dalam
pemenuhan kebutuhan layanan jasa kesehatan dan pasien tersebut
pulang dari rumah sakit meskipun dalam keadaan apapun juga
merasa puas dan merasa dilayani sebaik mungkin.
2.2.5.2 Kepuasaan Perawat
Kepuasaan perawat merupakan kepuasaan kerja perawat dalam
memberikan pelayanan keerawatan. Kepuasaan kerja atau
kepuasaan terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan
merupakan sikap umum seseorang yang positif terhadap
kehidupannya, kepuasaan kerja ini sangat dipengaruhi oleh
langkah-langkah yang diambil oleh manager atau pimpinannya.
2.2.6 Manfaat mengetahui kepuasaan pasien
Tjiptono (1999) dalam Wahyu Rosadi (2015: 24) menyatakan bahwa
adanya kepuasaan pelanggan/ pasien dapat memberikan beberapa manfaat
antara lain:
2.2.6.1 Hubungan antara pemberi pelayanan dan pelanggan jadi harmonis
2.2.6.2 Memberikan dasar yang baik bagi kunjungan ulang klien
2.2.6.3 Dapat mendorong terciptanya loyalitas pelanggan/klien
2.2.6.4 Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang
menguntungkan pemberi pelayanan
2.2.6.5 Reputasi pemberi pelayanan menjadi baik di mata pelanggan/ klien
2.2.6.6 Dapat meningkatkan jumlah pendapatan.
2.2.7 Pengukuran kepuasaan
Soeparto (2006) dalam Wahyuni Rosadi (2015: 25) menyatakan ada
beberapa metode dalam pengukuran kepuasaan pelanggan, yaitu :
2.2.7.1 Sistem keluhan dan saran
Memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk menyampaikan
keluhan dan saran. Organisasi yang berorientasi pelanggan
(customed-centered) memberikan kesempatan yang luas kepada
para pelanggannya dengan menyediakan saran dan keluahan,
misalnya dengan menyediakan kotak saran, kartu komentar,
customer hot line dan lain-lain.
2.2.7.2 Ghost shopping
Merupakan salah satu cara umtuk memperoleh gambaran
kepuasaan pelanggan/pasien dengan memperkerjakan beberapa
orang untuk berperan sebagai pembeli, selanjutnya melaporkan
temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk
perusaan untuk memuaskan pelanggan.
2.2.7.3 Lost customer analysis
Yaitu dengan menghubungi pelanggan yang berhenti berlangganan
dan memehami menngapa hal tersebut bisa terjadi. Peningkatan
lost customer rate menunjukkan kegagalan perusahaan untuk
memuasakan pelanggan.
2.2.7.4 Survei kepuasaan pelanggan
Yaitu dengan melakukan survey untuk dapat memperoleh umpan
balik maupun tanggapan secara langsung dari pelanggan.
Metode yang dikembangkan oleh Parasuraman yang dikutip Tony wijaya
(2011: 155) Kepuasaan pasien dapat di ukur dengan indikator kepuasaan
terhadap akses layanan kesehatan, kepuasaan terhadap mutu layanan
kesehatan, kepuasaan terhadap proses layanan kesehatan, termasuk
hubungan antar manusia dan indikator terakhir kepuasaan terhadap sistem
layanan kesehatan.
Penilaian tingkat kepuasaan pasien dapat dilakukan melalui lima dimensi :
a. Dimensi Realbility
Dimensi realbility (kehandalan) yaitu kemampuan memberikan
pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.
Dimensi realbility merupakan dimensi pelayanan yang meliputi:
1) Perawat menayakan pantangan makanan
2) Perawat selalu memeriksa cairan dan tetesan infus
3) Perawat memangil nama klien dengan benar
4) Perawat mengawasi keadaan klien secara teratur
b. Dimensi Responsiveness
Dimensi responsiveness (ketanggapan) yaitu keinginan perawat dalam
memenuhi keinginan klien secara tanggap. Dimensi reponsiveness
meliputi:
1) Perawat menganjurkan makan buah-buahan, sayuran, minum yang
cukup pada saat kesulitan BAB.
2) Perawat segera memberikan bantuan bila diperlukan.
3) Perawat memberikan informasi tentang keperawatan kepada klien,
setelah klien diperbolehkan pulang.
c. Dimensi Assurance
Jaminan bahwa klien akan dilayani dengan baik oleh perawat yang
memiliki tingkat kompetensi yang memadai, ramah, memiliki
kredibilitas tinggi maupun memberi rasa aman.
Dimensi assurance (jaminan) meliputi :
1) Perawat menjelaskan akinat dari kurang bergerak dan berbaring
terlalu lama.
2) Perawat memberikan penjelasan fasilitas dan tata tertib yang
berlaku di rumah sakit.
3) Pelayanan keperwatan yang sopan dan ramah.
d. Dimensi Empaty
Kemapuan perawat untuk memberikan perhatian kepada klien
sehinggan dapat memahami masalah klien secara mendalam. Dimensi
empaty (kemampuan membina hubungan) meliputi:
1) Perawat memperkenalkan diri
2) Perawat melarang klien dan keluarganya merokok di ruangan
3) Perawat memperhatikan nafsu makan dan jumlah makan klien
4) Perawat membantu memberikan makanan saat klien tidak bisa
makan sendiri
5) Perawat menjaga privasi klien saatklien melakukan toileting
6) Perawat membantu memnuhi ADL klien saat klien tidak bisa
melakukannya sendiri
7) Perwat memberikan penjelasaan sebelum melakuakn tindakan
keperawatan
8) Perawat bersedia memperhatikan setiap keluhan klien
e. Dimensi Tangibles
Dimensi tangibles atau bukti langsung merupakan dimensi pelayanan
yang meliputi sarana dan prasarana yang dapat langsumg dirasakan
seperti, kebersihan, kerapian dan kenyamanan di ruangan perawatan,
kelengkapan alat, kebersihan alat, kebersihan dan penampilan perawat
dalam memberikan pelayanan.
Menurut Leonard L. Barry dan Pasuraman “marketing servis competin through
quality” (new york freepress, 1991: 16) yang dikutip parasuraman dan zeithami
(2001) mengidentifikasi lima kelompok karakteristik yang digunakan oleh
pelanggan dalam mengevaluasi kualitas jasa layanan, antara lain :
a. Tangible (kenyataan), yaitu berupa peunampilan fisik, peralatan materi
komunikasi yang menarik dan lain-lain.
b. Empati, yaitu kesediaan karyawan dan pengusaha untuk memberikan perhatian
secara pribadi kepada konsumen
c. Cepat tanggap yaitu kemauan dari karyawan dan pengusha untuk membantu
pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat serta mendengar dan mengatasi
keluhan dari konsumen.
d. Keandalan, yaitu kemampuan untuk memberikan jasa sesuai dengan yang
dijanjikan, terpercaya dan akurat dan konsisten.
e. Kepastian yaitu berupa kemampaun karyawan untuk menimbulkan keyakinan
dan kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan kepada konsumen
(Nursalam 2015).
Menurut Rangkuti (2003) dalam Nursalam 2015 ada enam faktor menyebabkan
timbulnya rasa tidak puas pelanggan terhadap suatu produk yaitu:
a. Tidak sesuai harapan dan kenyataan
b. Layanan selama proses menikmati jasa tidak memuaskan
c. Perilaku personal kurang memuaskan
d. Suasana dan kondisi fisik lingkungan yang tidak menunjang
e. Cost terlalu tinggi karena jarak terlalu jauh, banyak waktu terbuang dan harga
yang tidak sesuai
f. Promosi/iklan tidak sesuai kenyataan
Ada beberapa cara mengukur kepuasaan pasien (Nursalam 2015):
a. Sistem keluhan dan saran
b. Survei kepuasaan pelanggan
c. Pembeli bayangan
d. Analisis kehilanggan pelanggan
2.2.8 Penilaian kepuasan
Penilaian kepuasan dilakukan untuk mengindetifikasi dan memahami apa
yang mempengaruhi klien untuk mendapatkan perawatan yang berkualitas
dan kepuasan terhadap perawatan yang diterima memerlukan strategi
tertentu dimana institusi kesehatan harus dapat menarik minat klien dengan
pemberian pelayanan yang baik (Otani dan Kurz, 2004).
Menurut Wagner dan Bear (2009) menyatakan kepuasan klien dengan
asuhan keperawatan merupakan bagian untuk membangun alat penilaian
kepuasan klien dan menjadikannya sebagai tujuan peningkatan kualitas
pelayanan kebanyakan rumah sakit. Rumah sakit memerlukan survei
kepuasan pasien sebagai informasi untuk meningkatkan kepuasan
pelanggan.
2.2.9 Indeks Kepuasan pasien
Indeks kepuasan pasien sudah lama dikembangkan untuk melihat
kecenderungan perubahan kepuasan pasien dari waktu ke waktu dengan
pelayanan yang diberikan oleh pelayanan di Rumah Sakit. Berdasarkan
surat keputusan Menpan nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 ada 14 unsur yang
ada sebagai acuan atau dasar untuk melakukan pengukuran indeks kepuasan
masyarakat/pasien, yaitu:
a. Kemudahan dalam prosedur pelayanan yang dapat dilihat dari sisi
kesederhanaan alur prosedur layanan tersebut.
b. Kesesuaian persyaratan pelayanan masyarakat/pasien yang diperlukan
untuk mendapatkan pelayanan .
c. Kejelasan petugas dalam memberikan pelayanan
d. Kedisplinan petugas dalam memberikan pelayanan
e. Tanggung jawab petugas dalam memberikan pelayanan
f. Kemampuan atau tingkat keahlian keterampilan petugas dalam
memberikan pelayanan.
g. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan.
h. Keadilan dalam mendapatkan pelayanan
i. Kesopanan dan keramahan petugas dalam memberikan pelayanan.
j. Kewajaran biaya pelayanan
k. Kepastian biaya pelayanan
l. Kepastian jadwal pelayanan
m. Kenyamanan lingkungan pelayanan dalam hal saran dan prasarana
pelayanan
n. Kenyamanan pelayanan dalam hal keamanan lingkungan di unit
penyelengara pelayanan.
2.3 Konsep Pemberian Obat Injeksi Intravena
2.3.1 Pengertian Injeksi Intravena
Pemberian obat dengan cara memasukkan obat ke dalam pembuluh
darah vena dengan memanfaatkan spuit. Sedangkan pembuluh darah
vena adalah pembuluh darah yang menghantarkan darah ke jantung.
2.3.2 Kegunaan Injeksi Intravena
2.3.2.1 Digunakan pada pasien yang dalam keadaan darurat, agar
obat yang di berikan dapat menimbulkan efek langsung.
Contoh pada pasien epilepsi atau kejang-kejang.
2.3.2.2 Digunakan pada pasien yang tidak dapat diberi obat melalui
oral, contoh pada pasien terus menerus muntah-muntah.
2.3.2.3 Digunakan pada pasien yang tidak di perbolehkan
memasukkan obat apapun melalui mulutnya.
2.3.2.4 Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak
obat masuk ke pernapasan), sehingga pemberian melalui
jalur lain dipertimbangkan.
2.3.3 Tempat injeksi intravena
2.3.3.1 Pada lengan
a. Vena mediana cubit i/vena sefalika
b. Vena basilica
2.3.3.2 Pada tungkai
a. Vena saphenous
2.3.3.3 Pada leher
a. Vena jugularis
2.3.3.4 Pada Kepala
a. Vena frontalis
b. Vena temporalis
2.3.3.5 Pada mata kaki
a. Vena dorsal pedis
2.3.4 Macam-macam injeksi Intravena
2.3.4.1 Pemberian Obat melalui intravena (Secara Langsung)
Cara Pemberian obat melalui vena secara langsung,
diantaranya vena mediana cubiti/cephalika (lengan), vena
saphenosus (tungkai), vena jugularis (leher), vena
frontalis/temporalis (kepala), yang bertujuan agar reaksi
cepat dan langsung masuk pada pembuluh darah.
2.3.4.2 Pemberian Obat melalui intravena (Secara Tidak Langsung)
Merupakan cara pemberian obat dengan menambahkan atau
memasukkan obat kedalam media (wadah atau selang), yang
bertujuan untuk meminimalkan efek samping dan
mempertahankan kadar terapetik dalam darah.
2.3.5 Hal yang wajib diperhatikan dalam pemberian injeksi Intravena
2.3.5.1 Jarum suntik wajib dalam keadaan steril
2.3.5.2 Dilakukan dengan hati-hati dan tidak tergesa-gesa
2.3.5.3 Kaji obat yang akan diberikan, karena obat wajib tepat dan
sesuai untuk jenis penyakitnya. Apabila terjadi kesalahan
dalam pemberian obat, obat tidak dapat ditarik kembali
2.3.5.4 Dosis yang diberikan wajib tepat
2.3.5.5 Tepat lokasi injeksi, artinya injeksi wajib tepat pada vena
2.3.6 Kekurangan Pemberian Injeksi Intravena
2.3.6.1 Dapat terjadi emboli
2.3.6.2 Dapat terjadi infeksi karena jarum yang tidak steril
2.3.6.3 Pembuluh darah dapat pecah
2.3.6.4 Dapat terjadi alergi
2.3.6.5 Obat tidak dapat di tarik kembali
2.3.6.6 Membutuhkan keahlian khusus
2.3.7 Kelebihan pemberian injeksi intravena
2.3.7.1 Dapat diberdayakan untuk pasien yang tidak sadar
2.3.7.2 Obat dapat terabsorbsi dengan sempurna
2.3.7.3 Obat dapat bekerja cepat
2.3.7.4 Tidak dapat mengiritasi lambung
2.3.8 Bahaya Pemberian Obat Melalui Intravena
Bahaya- bahaya dalam pemberian obat melalui intravena yaitu:
(A. Aziz Alimul Hidayat dan Musrifatul Uliyah, 2011)
1. Apabila klien alergi terhadap obat dapat mengakibatkan seperti
menggigil, urtikaria, syok, kolaps.
2. Pada bekas suntikan dapat terjadi abses, narkose, atau
hematoma.
3. Dapat menimbulkan kelumpuhan.
4. Obat-obat suntikan yang diberikan harus berdasarkan program
pengobatan.
5. Sebelum menyiapkan obat, bacalah dengan teliti petunjuk
pengobatan yang ada dalam catatan medic atau status klien;
seperti nama obat, dosis, waktu, dan cara pemberiannya.
6. Pada waktu menyiapkan obat, bacalah dengan teliti label atau
etiket dari tiap-tiap obat. Obat-obat yang kurang jelas labelnya
tidak boleh diberikan kepada klien.
7. Perhatikan aseptic.
8. Klien yang mendapat suntikan harus diawasi untuk beberapa
waktu, karena ada kemungkinan timbul reaksi alergi dan lain-
lain
9. Bagi klien yang memiliki penyakit menular melalui peredaran
darah, harus menggunakan jarum spuit khusus.
2.3.9 Prinsip 10 Benar Dalam Pemberian Obat
Prinsip pemberian obat 10 benar yaitu benar pasien, benar obat, benar
dosis, benar waktu, benar rute, benar dokumentasi, benar pendidikan
kesehatan perihal medikasi klien, benar hak klien untuk menolak,
benar pengkajian dan benar evaluasi (Fundamental of nursing, 2010).
Adapun penjelasan dari 10 benar itu sendiri adalah:
2.3.9.1 Benar klien
a. Memeriksa identitas pasien sebelum melakukan
pemberian obat.
b. Memberikan penjelasan kepada pasien tentang kegunaan
obat yang akan diberikan.
c. Dapat membedakan pasien dengan dua nama yang sama
apabila terdapat kesamaan nama pasien.
2.3.9.2 Benar obat
a. Membaca label obat minimal tiga kali sebelum
memberikan obat yaitu pada saat melihat botol atau
kemasan obat, sebelum menuang atau menghisap obat,
dan setelah menuang obat
b. Memeriksa apakah perintah pengobatan lengkap dan sah
sesuai advis dokter pada status pasien
c. Mengetahui alasan mengapa klien menerima obat
tersebut.
2.3.9.3 Benar dosis obat yaitu memberikan obat sesuai dengan
dosis yang dianjurkan dokter.
2.3.9.4 Benar waktu pemberian Memberikan obat sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan.
2.3.9.5 Benar cara pemberian (rute)
a. Memperhatikan proses absorbsi obat dalam menelan
sebelum memberikan obat-obat peroral.
b. Menggunakan tehnik aseptik sewaktu memberikan
obat parenteral.
2.3.9.6 Benar dokumentasi selalu mencatat informasi yang sesuai
mengenai obat yang telah diberikan serta respon klien
terhadap pengobatan.
2.3.9.7 Benar pendidikan kesehatan perihal medikasi klien
a. Mmberikan pendidikan kesehatan pada pasien, dan
keluarga terutama yang berkaitan dengan obat seperti
manfaat obat, dan efek samping dari pemberian obat.
b. Memberikan penjelasan tentang efek samping obat
dan reaksi obat.
2.3.9.8 Hak klien untuk menolak
a. Tidak memberikan pengobatan ketika pasien menolak
setelah diberikan penjelasan.
b. Memberikan inform consent sebelum melakukan
pemberian obat.
2.3.9.9 Benar pengkajian yaitu melakukan pememeriksaan TTV
(Tanda-tanda vital) sebelum memberikan obat.
2.3.9.10 Benar evaluasi yaitu Melihat atau memantau efek kerja
dari obat setelah pemberiannya.
2.4 Kerangka Konsep
Berdasarkan uraian di atas yang mempengaruhi pelaksanaan komunikasi
dengan tingkat kepuassan terhadap pemberian obat melalui intravena maka
kerangka konsep dalam penelitian berikut ini adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
2.5 Hipotesis
Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
Terdapat Hubungan antara pelaksanaan komunikasi dengan tingkat kepuasaan
pasien terhadap tindakan pemberian obat melalui intravena di ruang Garuda 7
dan ruang Nuri Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin.
Pelaksanaan
Komunikasi
(Variabel Independen)
Kepuasaan Pasien
(Variabel Dependen)
Dimensi Kualitas
pelayanan
1. Tangible
(Kenyataan)
2. Empati
3. Cepat Tanggap
4. Keandalan
5. Kepastian