bab 2 landasan teori - library & knowledge...
TRANSCRIPT
15
BAB 2
Landasan Teori
2.1 Kerangka Teori
2.1.1 Komunikasi
2.1.1.1 Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses interaksi dimana seseorang ingin menyampaikan
sesuatu kepada orang lain, baik pesan, ide, maupun gagasan baik melalui gerakan tubuh,
simbolik, atau melalui media sehingga pesan tersebut dapat diterima oleh si penerima
pesan dan tujuan si pengirim dan maksudnya dapat tercapai atau dimengerti oleh si
penerima pesan. Suatu proses interaksi antar sesama manusia untuk mencapai tujuan
masing-masing. Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam hidup setiap
manusia, karena tanpa adanya komunikasi, manusia tidak dapat saling mengerti apa
yang mereka inginkan dan tidak dapat mencapai tujuan hidup mereka.
Kata “komunikasi” atau “communication” dalam bahasa Inggris berasal dari kata
latin “communis’ yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau communicare
yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communis) paling
sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin
lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau
suatu pesan dianut secara sama. Akan tetapi definisi-definisi kontemporernya
menyarankan bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagi hal-hal tersebut, seperti
16
dalam kalimat “Kita berbagi pikiran”, ‘Kita mendiskusikan makna”, dan “Kita
mengirimkan pesan’. (Deddy Mulyana, 2007)
Pada dasarnya manusia tidak akan pernah bisa lepas dari proses komunikasi, karena
hampir setiap waktu manusia selalu berkomunikasi untuk berinteraksi dan bersosialisasi
dengan sesamanya untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Manusia pada dasarnya
tidak dapat hidup sendiri, karena hakekat manusia adalah makhluk sosial yang selalu
berkomunikasi dengan sesamanya untuk memenuhi kebutuhannya misalnya untuk
menyalurkan perasaannya dan untuk mempererat hubungan sesama manusia.
Deddy Mulyana berpendapat dalam Ilmu Komunikasi Sosial bahwa “Orang yang
tidak pernah berkomunikasi dengan manusia, bisa dipastikan akan “tersesat”, karena ia
tidak sempat menata dirinya dalam suatu lingkungan sosial.”
Sebagai Public Relations yang kerap berhubungan dengan masyarakat luar lewat
komunikasi jadi menurut saya penting untuk kita mengetahui arti komunikasi itu sendiri
dan tujuan dari komunikasi agar kita bisa mendukung pekerjaan Public Relations kita
dalam membangun image perusahaan yang baik di mata masyarakat
2.1.1.2 Tujuan Komunikasi
Menurut Marhaeni Fajar, tujuan komunikasi adalah sebagai berikut:
1. Perubahan Sikap (Attitude Change)
Seorang komunikan setelah menerima pesan kemudian sikapnya berubah, baik
positif maupun negatif. Dalam berbagai situasi kita berusaha mempengaruhi
17
sikap orang lain dan berusaha agar orang lain bersikap positif sesuai keinginan
kita.
2. Perubahan Pendapat (Opinion Change)
Dalam komunikasi berusaha menciptakan pemahaman. Pemahaman ialah
kemampuan untuk memahami pesan secara cermat, sebagaimana dimaksudkan
oleh komunikator. Setelah memahami apa yang dimaksud oleh komunikator
maka akan tercipta pendapat yang berbeda-beda bagi komunikan.
3. Perubahan perilaku (Behavior Change)
Komunikasi bertujuan untuk merubah perilaku maupun tindakan seseorang.
4. Perubahan sosial (Social Change)
Membangun dan memelihara ikatan dengan orang lain sehingga menjadi
hubungan yang makin baik. Dalam proses komunikasi yang efektif secara tidak
sengaja meningkatkan kadar hubungan antarpersonal
Berdasakan pendapat ahli diatas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa tujuan
komunikasi adalah dengan komunikasi antara orang yang satu dengan lain, seseorang
akan mendapatkan pemahaman yang benar mengenai sesuatu yang terjadi sehingga yang
tadinya berpendapat negatif mengenai sesuatu hal dapat merubah pola pikirnya atau
pendapat bisa berubah menjadi positif atau benar lewat komunikasi yang baik, yang
berakibat akan sikap dan perilaku orang tersebut sampai akhirnya membawa dampak
perubahan sosial yang positif juga pada lingkungan di sekitarnya.
18
2.1.2. Public Relations
Dalam kehidupan masyarakat sekarang ini, kegiatan Public Relations merupakan
suatu kebutuhan yang sangat penting. Public Relations saat ini akan terus berkembang
sesuai dan sejalan dengan perkembangan masyarakat. Perkembangan Public Relations
itu berlangsung bersama dengan adanya hubungan-hubungan dalam masyarakat yang
sangat banyak tapi bersifat impersonal dan lebih banyak pembagian masyarakatnya itu
sendiri dikarenakan adanya bermacam-macam kepentingan masyarakat itu sendiri.
Setiap pimpinan organisasi atau perusahaan dituntut untuk berpikir dan
bertindak secara public relations, agar usahanya dapat berhasil dengan sebaik-baiknya.
“Public Relations Thinking” ini dilaksanakan untuk mendapatkan rasa tanggung-jawab
masyarakat terhadap perusahaan, melalui simpati dan persetujuan, dukungan dan
kepercayaan. (Soenarko Setyodarmodjo, 2003;13)
Menurut Cutlip dan Center, agar suatu Badan Usaha dapat berkembang dan
bertahan selanjutnya haruslah:
1. Dapat menerima ketentuan-ketentuan umum yang diberikan oleh
masyarakat. Hal ini dapat kita lakukan dengan “Public Relations
Thinking” di dalam manajemen perusahaan.
2. Menemukan cara-cara dan sarana untuk komunikasi dengan masyarakat
(public) sekalipun dengan jarak atau pandangan masyarakat yang
berbeda serta adanya penghalang-penghalang komunikasi dalam
masyarakat itu. Inilah yang mendorong Public Relations untuk
berkembang dengan pejabat-pejabat Public Relations yang ahli.
19
3. Menemukan jalan untuk menyatukan dan mengutuhkan masyarakat
yang perlu mendapat pelayanan dari organisasi / perusahaan. Hal itu
dapat kita temukan dalam tujuan dari landasan manajemen dan praktek-
praktek khususnya. (Cutlip dan Center, 1952;2)
Definisi-definisi Public Relations dari beberapa ahli antara lain sebagai berikut:
Menurut Cutlip & Center:
“Public relations is the planned effort to influence opinion and action through
socially responsible performance based on mutually satisfactory two way
communication.”
“Public relations adalah suatu usaha yang terencana untuk mempengaruhi
pendapat dan kegiatan melalui pelaksanaan yang bertanggung jawab dalam
masyarakat berdasarkan komunikasi dua arah yang saling memuaskan.”
Dalam Jurnal yang berjudul “Perpustakaan Dalam Perspektif Public Relation”
menerangkan mengenai public relations yang didefinisikan sebagai metode
komunikasi yang bertujuan menciptakan saling pengertian dan kerjasama
diantara semua publik yang berkepentingan guna memperoleh keuntungan dan
kepuasan bersama. Sebagai salah satu metode komunikasi, Public Relations
mempunyai ciri khas yaitu menciptakan dan memelihara hubungan baik dengan
publik, baik publik internal maupun eksternal. (Maksum, 2009;32)
20
Menurut definisi resmi dari International Public Relations Association (IPRA)
tahun 1982, adalah sebagai berikut :
“Public Relations is a distinctive management function which helps establish
and maintain mutual lines of communication, understanding, acceptance and
cooperation between an organization and its publics; involves the management
of problems or issues; helps management to keep informed on and responsive to
public opinion; defines and emphasises the responsibility of management to
serve the public interest; helps management keep abreast of effectively utilize
change, serving as an early warning system to help anticipate trends, and uses
research and sound and ethical communication techniques as its principle
tools.”
“Public Relations adalah fungsi manajemen yang khas yang mendukung
pembinaan dan pemeliharaan jalur bersama antara organisasi dengan publiknya
mengenai komunikasi, pengertian, penerimaan, dan kerja sama; melibatkan
manajemen dalam permasalahan atau persoalan; membantu manajemen
memberikan penerangan dan tanggapan dalam hubungan dengan opini publik;
menetapkan dan menekankan tanggung jawab manajemen untuk melayani
kepentingan umum; menopang manajemen dalam mengikuti dan memanfaatkan
perubahan secara efektif, bertindak sebagai sistem peringatan yang dini dalam
membantu mendahului kecenderungan; dan menggunakan penelitian serta teknik
komunikasi yang sehat dan etis sebagai sarana utama”
21
Tujuan Public Relations menurut Soenarko Setyodarmodjo
Public Relations haruslah dapat mengetahui, mengerti, dan mengatasi Public
opinion yang aktif itu, sehingga citra organisasi tidak terganggu. Terhadap public
opinion yang latent pun, Public Relations dapat mengetahui, mengerti, dan
mengantisipasi, sehingga public opinion itu tidak akan menggoyahkan keberadaan dan
program, serta kegiatan-kegiatan organisasi, Public opinion itu harus dibentuk menjadi
favourable public opinion. Karena tujuan Public Relations adalah membentuk the
favourable public opinion atau citra (image) positif di mata masyarakat.(Soenarko
Setyodarmodjo, 2003;47)
Menurut Bill Canton dalam Sukatendel (1990) mengatakan bahwa citra adalah
“image: the impression , the feeling, the conception, which the public has of a company;
a concioussly created impression of an object,person or organization” “Citra adalah
kesan, perasaan, gambaran diri publik terhadap perusahaan; kesan yang dengan sengaja
diciptakan dari suatu objek, orang, atau organisasi” jadi menurut Sukatendel, citra itu
dengan sengaja perlu diciptakan agar bernilai positif. Citra itu sendiri merupakan salah
satu aset terpenting dari suatu perusahaan atau organisasi. Istilah lainnya Favourable
Opinion.
Citra adalah cara atau bagaimana pihak lain memandang sebuah perusahaan,
seseorang, suatu komite, atau suatu aktivitas. Setiap perusahaan mempunyai citra. Setiap
perusahaan mempunyai citra sebanyak jumlah orang yang memandangnya. Berbagai
citra perusahaan datang dari pelanggan perusahaan, pelanggan potensial, bankir, staf
22
perusahaan, pesaing, distributor, pemasok, asosiasi dagang, gerakan pelanggan di sektor
perdagangan yang mempunyai pandangan terhadap perusahaan (Katz,1994:67-68)
Strategi Public Relations
Istilah strategi manajemen sering pula disebut rencana strategis atau rencana
jangka panjang perusahaan. Suatu rencana strategis perusahaan menetapkan garis-garis
besar tindakan strategis yang akan diambil dalam kurun waktu tertentu ke depan.
Menurut Kasali (1994,34) dengan mengetahui rencana jangka panjang inilah yang
menjadi pegangan para praktisi PR untuk menyusun berbagai rencana teknis, dan
langkah komunikasi yang akan diambil sehari-hari. Untuk dapat bertindak secara
strategis, kegiatan PR harus menyatu dengan visi dan misi organisasi atau
perusahaannya.
Menurut penulis, dengan PR mengetahui visi dan misi yang akan dicapai ke
depannya, praktisi PR dapat membuat langkah jangka pendek, menengah sampai
langkah jangka panjang apa yang harus ditempuh PR agar visi dan misi perusahaan serta
image yang diharapkan nantinya tentu akan bisa terbentuk atau tercipta sesuai dengan
yang diharapkan perusahaan. Dan hal itu merupakan proses panjang yang harus
dilakukan praktisi PR secara berkesinambungan sehingga saat perusahaan mencapai
visinya, maka imagenya pun sudah terbentuk sesuai yang dinginkan oleh si perusahaan
tersebut.
James E. Grunig dan Fred Repper, dalam Kasali (1994) mengemukakan model
strategic management dalam kegiatan PR (untuk menggambarkan 2 peran PR dalam
23
strategic management secara menyeluruh dan dalam kegiatan PR itu sendiri) melalui
tujuh tahapan, dimana tiga tahapan pertama mempunyai cakupan luas sehingga lebih
bersifat analisis. Empat langkah selanjutnya merupakan penjabaran dari tiga tahap
pertama yang diterapkan pada unsur yang berbeda-beda, yakni:
1. Tahap stakeholders
Sebuah organisasi atau perusahaan mempunyai hubungan dengan publiknya
bilamana perilaku organisasi tersebut mempunyai pengaruh terhadap stakeholdernya
atau sebaliknya. PR harus melakukan survei untuk terus membaca perkembangan
lingkungannya, dan membaca perilaku organisasinya serta menganalisis konsekuensi
yang akan timbul. Komunikasi yang dilakukan secara berkelanjutan dengan stakeholders
ini membantu organisasi untuk tetap stabil.
2. Tahap Public
Public terbentuk ketika organisasi atau perusahaan menyadari adanya problem
tertentu. Pendapat ini berdasarkan hasil penelitian Grunig dan Hunt, yang
menyimpulkan bahwa public muncul sebagai akibat adanya problem dan bukan
sebaliknya. Dengan kata lain public selalu eksis bilamana ada problem yang mempunyai
potensi akibat (konsekuensi) terhadap mereka. Public bukanlah suatu kumpulan massa
umum biasa, mereka sangat efektif dan spesifik terhadap suatu kepentingan tertentu dan
problem tertentu. Oleh karena itu, Public Relations perlu terus menerus
menngidentifikasi public yang muncul terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh
perusahaan atau organisasi. Biasanya dilakukan melalui wawancara mendalam pada
suatu focuss group atau biasa disebut FGD (focuss group discusion).
24
3. Tahap Isu
Public muncul sebagai konsekuensi dari adanya problem selalu mengorganisasi dan
menciptakan “isu”. Yang dimaksud denngan “isu” disini bukanlah isu dalam arti kabar
burung atau kabar tak resmi yang berkonotasi negatif (bahasa aslinya rumor), melainkan
suatu tema yang dipersoalkan. Mulanya pokok persoalan sedemikian luas dan
mempunyai banyak pokok, tetapi kemudian akan terjadi kristalisasi sehingga pokoknya
menjadi lebih jelas karena pihak-pihak yang terkait saling melakukan diskusi.
Public relations perlu mengantisipasi dan responsif terhadap isu-isu tersebut.
Langkah ini dalam manajemen dikenal dengan Issues Management. Pada tahap ini
media memegang peranan sangat penting karena media akan mengangkat suatu pokok
persoalan kepada masyarakat dan masyarakat akan menanggapinya. Media mempunyai
peranan yang sangat besar dalam perluasan isu dan bahkan membelokkannya sesuai
dengan persepsinya. Media dapat melunakkan sikap publik atau sebaliknya
meningkatkan perhatian publik, khususnya bagi hot issues, yakni menyangkut
kepentingan publik yang lebih luas.
Issues Management pada tahap ini perlu dilakukan secara simultan dan cepat,
dengan melibatkan komunikasi personal dan sekaligus komunikasi dengan media massa.
Public Relations melakukan program komunikasi dengan kelompok stakeholders atau
publik yang berbeda-beda pada ketiga tahap di atas.
4. Public Relations perlu mengembangkan objective formal seperti komunikasi,
akurasi, pemahaman, persetujuan, dan perilaku tertentu terhadap program-program
kampanye komunikasinya.
25
Menurut penulis seorang praktisi PR memang selalu harus mau belajar dan
mengembangkan kemampuan yang dimilikinya agar bisa memahami dan membuat
orang lain dapat mengerti apa sebenarnya kampanye komunikasi yang ingin
disampaikan dan agar publik bisa mendapatkan manfaat kampanye komunikasi PR yang
sebenarnya atau tidak salah penafsiran akan maksud PR tersebut dapat tersampaikan
dengan baik dan benar kepada publik.
5. Public Relations harus mengembangkan program resmi dan kampanye
komunikasi yang jelas untuk menjangkau objective di atas.
Menurut penulis kampanye komunikasi yang ingin dijalankan oleh seorang praktisi
PR memang harus dibuat sebagai program resmi yang diluncurkan oleh suatu
perusahaan atau organisasi sehingga publik akan menjadi jelas dengan maksudnya dan
tentunya image yang diinginkan oleh perusahaan atau organisasi dapat tercapai dan tepat
sasaran.
6. Public Relations khususnya para pelaksana, harus memahami permasalahan dan
dapat menerapkan kebijakan kampanye komunikasi.
Menurut penulis memang seorang praktisi PR yang mewakili suatu perusahaan atau
organisasi tempatnya bekerja harus mengerti dengan jelas permasalahan apa yang
sedang dialami oleh suatu perusahaan atau organisasi, tujuannya agar PR dapat membuat
suatu kampanye komunikasi yang sesuai terhadap publik yang mendengar isu tersebut,
agar image perusahaan tetap baik sama sebelum terjadinya masalah dan praktisi PR
dapat menerapkan kebijakan yang tepat dalam kampanyenya tersebut, agar tidak malah
merusak image perusahaan juga. Dalam hal ini PR juga harus bekerjasama dengan baik
26
terutama para pelaksana agar tujuan dari kampanye komunikasi yang dilakukan juga
dapat berhasil dengan sukses.
7. Public Relations harus melakukan evaluasi terhadap efektivitas pelaksanaan
tugasnya untuk memenuhi pencapaian objective dan mengurangi konflik yang muncul di
kemudian hari.
Seorang PR harus selalu melakukan evaluasi terhadap setiap pelaksanaan tugasnya
agar hasil yang baik dapat lebih ditingkatkan lagi, dan kekurangan yang terjadi dapat
diminimalisir pada tugas selanjutnya bahkan bisa dilakukan perbaikan yang lebih baik
lagi agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari, sehingga tugas yang selanjutnya
hampir bisa disebut sukses dan terus melakukan pembelajaran dan evaluasi agar tujuan
yang ingin dicapai oleh perusahaan bisa jadi lebih maksimal dan lebih cepat terwujud.
2.1.3 Uses and Gratification Theory
2.1.3.1 Tahapan dalam penelitian Kegunaan dan Gratifikasi
Teori Penggunaan dan kepuasan atau uses and gratification theory disebut-sebut
sebagai salah satu teori paling populer dalam studi komunikasi massa (Stephen W.
Littlejohn dan Karen A. Foss, 2005).
Teori Kegunaan dan Gratifikasi adalah perluasan dari teori kebutuhan dan motivasi
(Maslow, 1970). Dalam teori kebutuhan dan motivasi, Abraham Maslow menyatakan
bahwa orang secara aktif berusaha untuk memenuhi hierarki kebutuhannya. Setelah
27
mereka memperoleh tujuan yang mereka cari pada satu tingkat hierarki, mereka dapat
bergerak ke tahap berikutnya (lihat tabel dibawah paragraf ini). Gambaran mengenai
manusia sebagai seseorang yang aktif , berusaha untuk memuaskan kebutuhannya,
sesuai dengan ide yang dibawa Katz, Blumer dan Gurevitch ke dalam kajian mereka
mengenai bagaimana manusia mengonsumsi komunikasi massa. (Richard West dan
Lynn H.Turner, 2008)
Tabel 2.1.3 Tahapan Dalam Penelitian Kegunaan&Gratifikasi
Orang dapat dan melakukan partisipasi aktif dalam proses komunikasi massa,
sebagaimana dikemukakan oleh peneliti sebelum Katz, Blumer, dan Gurevitch yakni
Wilbur Schramm (1954), contohnya, mengembangkan sebuah cara untuk menentukan
“mengenai penawaran komunikasi massa mana yang akan dipilih oleh individu
tertentu”. Fraksi pemilihan (fraction of selection)-nya secara visual menggambarkan
secara tepat proses yang dilalui seseorang misalnya ketika seseorang ingin membuat
Penghormatan
diri
Biologis atau fisik
Aktualisasi
diri
Sosial
keamanan
28
pilihan menonton tayangan televisi dirumah atau menonton film di bioskop dengan
teman-temannya, dapat digambarkan seperti ini:
Harapan akan Penghargaan
Usaha yang dibutuhkan
Schramm berusaha menjelaskan bahwa anggota khalayak menilai tingkat
penghargaan (gratifikasi) yang mereka harapkan dari sebuah media atau pesan yang
diberikan terhadap seberapa banyak usaha yang mereka harus buat untuk melindungi
penghargaan tersebut-sebuah komponen penting dari apa yang kemudian dikenal sebagai
perspektif Kegunaan dan Gratifikasi.
2.1.3.2 Asumsi Teori Kegunaan dan Kepuasan
Banyak asumsi Kegunaan dan Gratifikasi secara jelas dinyatakan oleh para pencetus
pendekatan ini (Katz, Blumer, Gurevitch, 1974). Mereka menyatakan bahwa terdapat 5
asumsi dasar teori Kegunaan dan kepuasan, yang akan dirinci sebagai berikut :
1. Audiens aktif dan berorientasi pada tujuan ketika menggunakan media.
Dalam perspektif teori penggunaan dan kepuasan, audiens dipandang sebagai
partisipan yang aktif dalam proses komunikasi, namun tingkat keaktifan setiap
individu, tidaklah sama. Dengan kata lain, tingkat keaktifan audiens merupakan
variabel. Perilaku komunikasi audiens mengacu pada target dan tujuan yang ingin
dicapai serta berdasarkan motivasi. Audiens melakukan pilihan berdasarkan
motivasi, tujuan dan kebutuhan personal mereka.
29
Audiens memiliki sejumlah alasan dan berusaha mencapai tujuan tertentu ketika
menggunakan media. McQuail dan rekan (1972) mengemukakan 4 alasan mengapa
audiens menggunakan media, yang pertama untuk pengalihan (diversion) yaitu
maksudnya audiens ingin melarikan diri dari rutinitas atau masalah sehari-hari.
Mereka yang sudah lelah bekerja seharian membutuhkan media sebagai pengalih
perhatian dari rutinitas. Yang kedua alasannya adalah hubungan personal dimana hal
ini terjadi ketika orang menggunakan media sebagai pengganti teman.
Yang ketiga alasan orang menggunakan media adalah sebagai identitas personal
yakni sebagai cara untuk memperkuat nilai-nilai individu. Misalnya , banyak pelajar
yang merasa lebih bisa belajar jika ditemani alunan musik dan radio. Yang keempat
dan terakhir alasan audiens menggunakan media adalah untuk pengawasan
(surveillance) yaitu informasi mengenai bagaimana media membantu individu
mencapai sesuatu. Misal, orang menonton program siaran agama ditelevisi untuk
membantunya memahami agamanya secara lebih baik.
2. Inisiatif untuk mendapatkan kepuasan media ditentukan audiens.
Asumsi kedua ini berhubungan dengan kebutuhan terhadap kepuasan yang
dihubungkan dengan pilihan media tertentu yang ditentukan oleh audiens sendiri.
Karena sifatnya yang aktif, maka audiens yang mengambil inisiatif. Kita memilih
menonton program komedi di televisi karena kita menyukai acara yang dapat
membuat kita tertawa atau menonton program berita karena ingin mendapatkan
informasi. Tidak seorangpun yang dapat menentukan apa yang kita inginkan
terhadap isi media. Jadi, orang bisa saja mendapatkan hiburan dari program berita
30
atau sebaliknya, mendapatkan informasi dalam program komedi. Dengan demikian,
audiens memiliki kewenangan penuh dalam proses komunikasi massa.
3. Media bersaing dengan sumber kepuasan lain
Media dan audiens tidak berada dalam ruang hampa yang tidak menerima
pengaruh apa-apa. Keduanya menjadi bagian dari masyarakat yang lebih luas, dan
hubungan antara media dan audiens dipengaruhi oleh masyarakat. Media bersaing
dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya dalam hal pilihan, perhatian, dan
penggunaan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan seseorang. Contohnya, di
awal hubungan yang romantis, banyak pasangan yang memilih menonton bioskop
daripada menonton televisi dirumah. Seseorang yang jarang mengonsumsi media
dan lebih suka berbincang dengan teman atau keluarga, karena dirasa lebih bisa
memberi kepuasan atau akan menggunakan media lebih sering untuk mendapatkan
informasi mengenai pemilu karena ia ingin menjadi calon legislatif. Penonton harus
memberikan perhatian kepada pesan media untuk dapat dipengaruhi, pilihan
personal dan perbedaan individu merupakan pengaruh kuat untuk mengurangi efek
media. Individu yang tidak memiliki inisiatif diri yang cukup kuat akan mudah
dipengaruhi media.
4. Audiens sadar sepenuhnya terhadap ketertarikan, motif, dan penggunaan media.
Kesadaran diri yang cukup akan adanya ketertarikan dan motif yang muncul
dalam diri yang dilanjutkan dengan penggunaan media memungkinkan peneliti
mendapatkan gambaran yang tepat mengenai pengguanaan media oleh audien.
Audien melakukan pilihan secara sadar terhadap media tertentu yang akan
31
digunakannya. Riset awal terhadap teori penggunaan dan kepuasan dilakukan
dengan mewawancarai responden dengan menanyakan mengapa ia mengonsumsi
media tertentu dan secara langsung melakukan observasi terhadap reaksi responden
selama wawancara berlangsung.
5. Penilaian isi media ditentukan oleh audiens
Menurut teori penggunaan dan kepuasan ini , isi media hanya dapat dinilai oleh
audiens sendiri. Program televisi yang dianggap tidak bermutu bisa dianggap
berguna bagi audien tertentu karena merasakan mendapatkan kepuasan dengan
menonton program tersebut. Menurut J.D. rayburn dan Philip Palmgreen (1984),
seseorang yang membaca surat kabar tertentu tidak berarti ia merasa puas dengan
surat kabar yang dibacanya karena mungkin hanya surat kabar itu saja yang tersedia,
ia akan segera beralih ke surat kabar yang lain jika ia mendapat kesempatan untuk
memperoleh surat kabar lain (Morissan,M.A,2010;78).
Perusahaan pada umumnya seringkali hanya memikirkan menciptakan produk
dan bagaimana hal tersebut dapat disukai dan bisa dibeli oleh konsumennya,
terkadang mereka lupa memikirkan apa yang konsumen inginkan pada saat ini, apa
yang diinginkan masyarakat akan produknya? Riset terdahulu meneliti efek-efek
komunikasi massa dalam jangka pendek dan mengabaikan efek-efek jangka panjang
mengenai bagaimana mereka membuat pelanggan bertahan lama dan setia akan
prodak perusahaan agar tidak berpindah alih ke perusahaan lain.
Seperti yang dikemukakan oleh Donohew dan Tipton (1973) yang mencoba untuk
mencari hubungan antara pencarian informasi dengan sejumlah variabel yang
32
mempengaruhinya. Paradigma ini dapat di masukkan di bawah pendekatan uses and
gratifications yang tampaknya hampir serupa.(Suprapto, Tommy 2009;43).
Karena dengan mengetahui apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen,
maka lebih mudah dalam mencapai visi perusahaan dan menanamkan brand image
perusahaan, karena kalau perusahaan dapat memberikan produk apa yang diinginkan,
maka menurut teori kegunaan, masyarakat akan memilih produk yang ada dalam
perusahaan, karena sesuai dengan apa yang diinginkan oleh konsumen itu sendiri.
Pendekatan uses and gratifications mencoba untuk menentukan fungsi-fungsi
komunikasi massa dalam melayani khalayak dan sebagian besar dilakukan dengan
menanyakan langsung kepada khalayak. Sama seperti paradigma pencarian informasi,
pendekatan ini mencerminkan perubahan tajam perhatian utama dari tujuan-tujuan
komunikator kepada tujuan-tujuan khalayak penerima. Jadi teori ini sangat berguna
dalam penelitian ini, bukan terfokus pada perusahaan tapi masyarakat yang menerima
dan memakai produk sehingga nantinya brand image yang positif dapat dengan
sendirinya tertanam dibenak khalayak atau masyarakat itu sendiri.
Pendekatan ini pertama kali dikemukakan oleh Elihu Katz pada 1959, dimana ia
mengadakan reaksi terhadap klaim dari Bernard Berelson (1959) yang menyatakan
bahwa bidang bidang penelitian komunikasi tampaknya telah “mati”. Katz berpendapat
bahwa bidang yang telah mati itu adalah studi komunikasi massa yang mempelajari
tentang persuasi. Ia menjelaskan bahwa sebagian besar penelitian pada saat itu bertujuan
untuk meneliti efek-efek kampanye persuasi terhadap khalayak. Katz mengatakan bahwa
penelitian-penelitian tersebut bertujuan untuk menjawab pertanyaan: “Apa yang
33
dilakukan media kepada khalayak? Seperti apa yang dilakukan perusahaan kepada
khalayak? Sebagian besar penelitian itu memperlihatkan atau membuktikan bahwa
komunikasi massa mempunyai efek yang kecil dalam meyakinkan khalayak dan para
peneliti berusaha juga untuk mencari variabel-variabel yang memberikan lebih banyak
efek, seperti pengaruh-pengaruh lelompok.
Teori ini sangat cocok jika dikaitkan dengan penelitian saya, dimana dengan
bertanya pada konsumen perusahaan mengenai mengapa orang-orang membeli produk
kecantikan Oriflame? Jenis-jenis produk kecantikan yang seperti apa yang sebenarnya
diinginkan oleh para konsumen Oriflame? Deangan begitu dapat membantu pihak
perusahaan dalam memenuhi keinginan konsumen dan merasa hanya Oriflame yang
mampu memenuhi kebutuhan konsumen akan kecantikan alami yang diinginkannya.
Menurut teori penggunaan dan kepuasan yang mendasarkan asumsinya pada gagasan
bahwa konsumen atau audiens media bersifat aktif harus betul-betul dapat menjelaskan
apa yang dimaksudkannya dengan audiens aktif. Hal ini berarti adanya sifat sukarela
serta pilihan selektif audiens terhadap proses komunikasi.
Jay G Blumer (1979) mengemukakan sejumlah gagasan mengenai jenis-jenis
kegiatan yang dilakukan audien ketika menggunakan media, yang mencangkup
kegunaan (utility) , kehendak (intentionality), seleksi (selectivity),dan tidak terpengaruh
hingga terpengaruh (imperviousness to influence).
Dalam hal kegunaan, media memiliki kegunaan dan orang dapat memanfaatkan
kegunaan media. Misal, orang mendengarkan radio di mobilnya untuk mendapatkan
informasi lalu lintas, atau sebagai hiburan selama perjalanan, mengisi waktu luang atau
34
efek pelepasan dari kemacetan jalanan, membaca buku mode untuk mengetahui gaya
busana terbaru.
Untuk Kehendak, hal ini terjadi ketika motivasi menentukan konsumsi media. Ketika
orang membutuhkan hiburan dari televisi maka mereka mencari program komedi..
Ketika mereka membutuhkan informasi mengenai menu-menu masakan, mereka akan
menonton program seperti Top Cheef atau Farah Queen di Trans Tv untuk bisa
mengupdate keterampilan memasak mereka.
Seleksi maksudnya penggunaan media oleh audien mencerminkan ketertarikan atau
prefensinya. Jika orang menyukai musik dangdut maka ia akan mencari stasiun televisi
yang menyajikan jenis musik tersebut, jika ia menyukai sinetron, maka ia akan memilih
saluran televisi yang banyak menayangkan program jenis itu.
Untuk masalah tidak terpengaruh hingga terpengaruh, dalam hal ini audien
menciptakan makna terhadap isi media yang akan mempengaruhi apa yang mereka
pikirkan dan kerjakan, namun mereka juga secara aktif sering menghindar terhadap jenis
pengaruh media tertentu. Misalnya, orang tertentu membeli produk karena kualitasnya
dan bukan karena iklan yang ditontonnya, atau orang tidak menunjukkan perilaku
agresif, walaupun mereka selalu menonton tayangan yang banyak mengandung
kekerasan.
35
2.2. Kerangka Berpikir
Gambar 2.2 Kerangka Pikir
Frekuensi
media
Frekuensi
orang membeli
oriflame
publikasi
Strategi Public
Relations
Oriflame
Image Oriflame
Uses and
Gratifications Theory
promosi
CSR
Opini masyarakat
Kepuasan
pembeli
Manfaat memakai
produk oriflame
Inisiatif
orang
membeli
oriflame
Sejauh mana
masyarakat
tahu tentang
oriflame
event Kampanye PR
36
Saat ini konsumen memilih produk dan perusahaan yang dapat memenuhi kebutuhan
kreativitas, komunitas, dan idealisme. Perusahaan-perusahaan terkemuka menyadari
bahwa mereka harus menargetkan konsumen yang sangat sadar teknologi ini. Untuk itu,
pemasaran dengan cara lama tidak lagi tepat. Perusahaan harus menciptakan produk,
jasa, dan budaya perusahaan yang dapat menginspirasi, melingkupi serta merefleksikan
nilai-nilai pelanggan mereka.
Pada saat inilah peran dan strategi PR sangat diperlukan dalam membentuk brand
image di mata masyarakat, yang positif dan dapat mewakili nilai-nilai mereka. Stategi
PR dapat dilakukan lewat berbagai macam cara pada saat ini, bisa lewat promosi, event,
kampanye, dan CSR perusahaan mereka. Saya yakin cara-cara yang dilakukan oleh
pihak perusahaan ikut menentukan brand image yang nantinya tercipta dimata
konsumen. Untuk melihat apakah strategi PR Oriflame sudah efektif dalam membangun
brand imagenya maka saya menggunakan Uses and Gratification Theory.
Peneliti merasa teori tersebut cocok karena pendekatan penggunaan dan kepuasan,
berfokus kepada konsumen bukan pada pesannya. Dengan mengetahui apa yang
diinginkan konsumen maka dengan sendirinya konsumen akan memilih sendiri Oriflame
karena memang sesuai kebutuhan dan mereka bisa puas.
Dasar utama dari teori uses and gratifications diringkas sebagai berikut:
“Dibandingkan dengan penelitian pengaruh, pendekatan penggunaan dan
kepuasan berfokus pada konsumen media ketimbang pesan media sebagai titik awalnya,
dan menelusuri perilaku komunikasinya dalam artian pengalaman langsungnya dengan
media. Pendekatan ini memandang audiens sebagai pengguna isi media yang aktif, alih-
37
alih digunakan secara pasif oleh media. Jadi, pendekatan ini tidak mengharapkan adanya
hubungan langsung antara pesan dan pengaruh, tetapi sebaliknya merumuskan pesan-
pesan yang akan digunakan oleh audiens, dan bahwa penggunaan tersebut bertindak
secara variabel penghalang dalam proses pengaruh” (Stephen W. Littlejohn, Karen
A.Foss, penerjemah : Mohammad Yusuf Hamdan, 2009;214).
Dalam kutipan diatas maksudnya audiens dianggap sebagai audiens yang aktif dan
diarahkan oleh tujuan. Audiens sangat bertanggungjawab dalam memilih media untuk
memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Dalam pandangan ini, media dianggap sebagai
satu-satunya faktor yang mendukung bagaimana kebutuhan terpenuhi, dan audiens
dianggap sebagai perantara yang besar, mereka tahu kebutuhan mereka dan bagaimana
memenuhi kebutuhan tersebut.(ibid)
Kalau di dalam penelitian ini maksudnya dengan menggunakan teori penggunaan
dan kepuasan yang berfokus pada konsumen Oriflame, yang nantinya akan membentuk
imagenya Oriflame, konsumen disini secara aktif dalam memilih perusahaan kecantikan
mana yang akan dibeli produknya guna memenuhi kebutuhannya untuk tampil lebih
menarik, wangi, dan Oriflame dengan teori penggunaan dan kepuasan dianggap sebagai
satu-satunya yang dapat mendukung konsumen agar tampil menarik setiap saat lewat
produk kecantikannya yang dapat memenuhi setiap masalah kecantikan yang dibutuhkan
oleh masyarakat yang menjadi target konsumennya, jadi konsumen tahu apa yang
dibutuhkan dan Oriflame yang akan menyediakannya, karena Oriflame tahu apa
kebutuhan konsumen sehingga konsumen memilih Oriflame untuk memenuhi
kebutuhannya untuk selalu tampil menarik setiap saat.
38
Didalam uses and gratifications theory memunculkan nilai dugaan maksudnya
tingkat kepuasan yang di dapat oleh konsumen atau audiens lewat media, yang disebut
teori nilai dugaan (expentancy-value theory). Dalam hal ini menurut Philip Palmgreen
yang menciptakan penjabaran dari teori ini berdasarkan penelitiannya mengatakan
bahwa “Kepuasan yang anda cari dari media ditentukan oleh sikap Anda terhadap
media, keyakinan anda terhadap media tertentu apa yang dapat memuaskan anda dan
penilaian anda terhadap material ini. Jadi ketika anda memperoleh pengalaman dengan
sebuah program, genre atau media, kepuasan yang anda dapatkan selanjutnya akan
mempengaruhi keyakinan anda, juga menguatkan pola penggunaan anda.”
Kaitan teori diatas dalam penelitian ini adalah kepuasan yang dicari konsumen
ditentukan oleh sikap konsumen sendiri terhadap Oriflame, keyakinan konsumen
terhadap produk Oriflame apa yang dapat memuaskan konsumen tersebut, bisa untuk
tampil menarik atau mengatasi masalah mereka yang berhubungan dengan kecantikan,
atau perawatan tubuh dan wajah. Jadi ketika konsumen memperoleh pengalaman lewat
sebuah produk Oriflame, misalnya pengalaman agar tampil lebih putih lewat produk
Oriflame yang dibelinya, kepuasan yang didapatkannya tersebut yakni dengan
memakainya bisa tampil lebih putih akan mempengaruhi konsumen akan produk
Oriflame yang lainnya. Karena manfaat produk Oriflame yang dirasakannya maka
membuat mereka puas dan nantinya akan berpengaruh pada frekuensi membeli mereka.
Jika produk tersebut atau yang membuatnya tampil lebih putih habis, dengan kepuasan
yang dirasakan akan produk maka dengan sendirinya konsumen akan membeli produk
tersebut lagi jika masih ingin merasakan manfaatnya dan nantinya akan timbul
ketergantungan. Kepuasannya dalam hal ini mencakup beberapa hal yakni bisa jadi lebih
39
percaya diri karena kulitnya yang lebih putih, menjadi terhibur dan ada sesuatu untuk
dibicarakan.
Ketika dugaan mereka berkembang atau kepuasan meningkat dengan sendirinya
tingkat frekuensi membeli mereka juga akan meningkat terhadap Oriflame. Jadi uses
dan gratifications theory sangat berguna dan tepat nantinya dalam membentuk image
Oriflame nantinya. Karena kalau konsumen puas akan produk Oriflame, dengan
sendirinya image yang terbentuk akan perusahaan Oriflame dalam benaknya juga
meningkat, karena mereka sudah yakin akan produknya dan merasakan manfaat dari
produknya atau puas.
Kepuasan yang mereka rasakan nantinya juga dapat mereka ceritakan kepada teman-
teman sebaya mereka atau testimoni produk yang nantinya akan memicu teman-
temannya sehingga berinisiatif untuk membeli produk tersebut. Atau membuat image
Oriflame yang tadinya biasa-biasa saja, dengan banyaknya kepuasan yang dirasakan
konsumen akan produk Oriflame, dengan sendirinya, nilai image Oriflame akan
meningkat juga, mereka mulai yakin bahwa Oriflame adalah perusahaan kosmetik
dengan produk yang berkualitas. Lewat teori penggunaan dan kepuasan ini tentunya
dapat meningkatkan image Oriflame ke depannya. Karena dengan teori ini, Oriflame
tahu apa yang dibutuhkan konsumen dan menyediakannya, konsumen merasa ada
kegunaan dan terpenuhi kebutuhannya lewat produk Oriflame, mereka puas dan image
meningkat dengan sendirinya karena nilai, keyakinan mereka akan produk yang dipakai
meningkat, mereka merasakan manfaat produknya.
40
Sejalan dengan teori penggunaan dan kepuasan, teori ketergantungan
memperkirakan bahwa anda bergantung pada informasi media untuk memenuhi
kebutuhan tertentu dan mencapai tujuan tertentu. Akan tetapi, anda tidak bergantung
pada semua media. Ada faktor yang menentukan akan seberapa bergantungnya anda
pada media menurut Ball Rokeach dan DeFleur yakni anda akan menjadi lebih
bergantung pada media yang memenuhi beberapa kebutuhan anda daripada media yang
hanya sedikit memuaskan saja.
Sama halnya dalam penelitian ini, dalam teori penggunaan dan kepuasan bahwa
konsumen akan tergantung pada produk Oriflame untuk memenuhi kebutuhannya dan
mencapai tujuan tertentu. Seberapa bergantungnya konsumen dengan produk Oriflame
tergantung dari sejauh mana Oriflame dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan
memuaskan konsumen lewat produknya. Dengan tahu apa yang dibutuhkan konsumen
tentunya Oriflame dapat memenuhi kebutuhan konsumen akan perawatan kulit,
melengkapi koleksi make up mereka dan kebutuhan lainnya misalnya wewangian, dan
produk rambut dan tubuh yang tentunya berhubungan dengan kecantikan dan agar
semua konsumen baik laki-laki dan perempuan yang memakai produknya bisa tampil
lebih menarik.