bab 2 landasan teori - bina nusantara | library ...library.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/bab...

53
14 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Maskapai Penerbangan 2.1.1 Konsep Umum Bisnis Penerbangan Manurung (2010) menjelaskan bahwa jasa komersial angkutan udara di dunia dimulai di Amerika Serikat (AS) pada tahun 1938. Amerika Serikat mengadakan kongres yang hasilnya mempermudah entry usaha penerbangan swasta. Deregulasi tersebut membuat industri penerbangan tumbuh dengan cepat. Antara tahun 1945 sampai 1951 muncul 90 perusahaan penerbangan lokal yang mendapatkan sertifikat Civil Aeronautics Board (CAB). Hal tersebut mengakibatkan adanya persaingan yang ketat di antara perusahaan-perusahaan penerbangan di pasar yang sama di AS. Awalnya, industri penerbangan memiliki regulasi yang ketat dari otoritas penerbangan pemerintah. Namun pada tahun 1978 di AS muncul deregulasi penerbangan khusus kebebasan dalam kebijakan harga. Persaingan tarif pun mulai terjadi sehingga munculah penerbangan bertarif rendah (low fare airlines). Agar mencapai keuntungan yang diharapkan, perusahaan penerbangan pun berupaya meningkatkan volume penjualan. Upaya-upaya yang dilakukan tersebut

Upload: doliem

Post on 03-Feb-2018

231 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

14

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Maskapai Penerbangan

2.1.1 Konsep Umum Bisnis Penerbangan

Manurung (2010) menjelaskan bahwa jasa komersial angkutan udara di dunia

dimulai di Amerika Serikat (AS) pada tahun 1938. Amerika Serikat mengadakan

kongres yang hasilnya mempermudah entry usaha penerbangan swasta. Deregulasi

tersebut membuat industri penerbangan tumbuh dengan cepat. Antara tahun 1945

sampai 1951 muncul 90 perusahaan penerbangan lokal yang mendapatkan sertifikat

Civil Aeronautics Board (CAB). Hal tersebut mengakibatkan adanya persaingan yang

ketat di antara perusahaan-perusahaan penerbangan di pasar yang sama di AS.

Awalnya, industri penerbangan memiliki regulasi yang ketat dari otoritas

penerbangan pemerintah. Namun pada tahun 1978 di AS muncul deregulasi

penerbangan khusus kebebasan dalam kebijakan harga. Persaingan tarif pun mulai

terjadi sehingga munculah penerbangan bertarif rendah (low fare airlines). Agar

mencapai keuntungan yang diharapkan, perusahaan penerbangan pun berupaya

meningkatkan volume penjualan. Upaya-upaya yang dilakukan tersebut

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

15

mengakibatkan persaingan yang keras untuk memperebutkan pasar angkutan udara

(Manurung, 2010).

Manurung (2010) kembali menjelaskan, perubahan lingkungan dalam industri

penerbangan seperti yang disebutkan di atas mengarahkan harga tiket ke harga yang

lebih rendah. Namun ada juga perubahan lingkungan yang membawa harga menjadi

lebih tinggi. Pada tahun 1973, embargo Arab atas minyak dunia membawa dampak

yang luar biasa pada industri penerbangan. Harga minyak melonjak tajam hingga

mencapai 222%. Padahal proporsi fuel cost pada biaya penerbangan telah mencapai

20%-30% dan biaya tenaga kerja mencapai 45% dari total biaya operasi perusahaan

penerbangan.

Perubahan pada faktor biaya minyak dan tenaga kerja merupakan masalah

bagi industri penerbangan di AS. Dengan kondisi persaingan yang ketat lalu ditambah

dengan kenaikan kedua faktor biaya tersebut, pemerintah AS kembali melakukan

deregulasi di tahun 1978. Tujuan deregulasi tersebut adalah untuk menjadikan

industri penerbangan menjadi lebih mermutu dengan memperhatikan efisiensi,

inovasi, harga rendah, dan pilihan layanan. Ternyata deregulasi baru tersebut

mendorong perusahaan meningkatkan frekuensi penerbangan untuk mencapai skala

ekonomi, sehingga tekanan persaingan semakin tinggi di industri ini (Manurung,

2010).

Untuk mengantisipasi pertumbuhan trafik tersebut, mendorong industri lain

yang sejenis untuk mengambil langkah penyesuain. Contohnya pada perusahaan

pesawat terbang lain, perusahaan memproduksi pesawat jet berbadan lebar (wide-

body aircraft) sehingga mampu mengangkut penumpang lebih banyak. Tetapi

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

16

kebijakan ini tidak memperbaiki kondisi, karena berakibat load factor rata-rata anjlok

menjadi 50% di tahun 1970 dari 70% sebelumnya di tahun 1950. Demikian yang

disebutkan oleh Chan dan Barry (2005) dalam buku Manurung (2010).

Hal tersebut merupakan masalah yang ketiga, yaitu kemerosotan utilitas

kapasitas perusahan penerbangan. Ketiga masalah tersebut menurunkan pendapatan

perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi pada pembelian

pesawat baru berbadan lebar. Posisi ini yang menjadikan para pemain pada industri

penerbangan mengalami ”stuck-in-the-middle” (Manurung, 2010).

Di tengah permasalahan tersebut, muncullah maskapai Southwest Airlines

pada tahun 1970-an. Perusahaan maskapai ini menampilkan model baru pada industri

penerbangan. Inovasi yang dijalankan berorientasi pada low fare airlines. Bentuk

pelayanan yang diberikan sangat berbeda dengan full service carrier yang berelaku

pada saat itu. Mulai dari rute terbang yang pendek dari poin ke poin, memiliki

pesawat dengan tipe yang sama, tidak memiliki nomor tempat duduk, tanpa adanya

agen penjualan, dan tidak menyajikan makanan dan minuman yang menjadikan harga

menjadi lebih murah (Carpenter dan Sanders, 2007 dalam buku Manurung, 2010).

Manurung (2010) mengatakan dalam bukunya, walaupun model bisnis serba

minim dan hanya pada pasar domestik di AS, Southwest Airlines membangkitkan

kekuatan persaingan pada sektor industri penerbangan untuk meraih profit yang

konsisten. Perusahaan tersebut menduduki peringkat 10 di antara perusahaan

penerbangan dunia dalam hal passenger-kilometres pada tahun 2004, dan di peringkat

ke-3 sesudah Delta Airline dan American Airlines dalam hal jumlah penumpang.

Southwest Airlines dapat dijadikan panutan bagi perusahaan penerbangan global,

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

17

terutama bagi new entrants seperti Lion Air di Indonesia, Air Asia di Malaysia, Jet

Star dan Virgin Blue di Australia, Ryanair dan Eastjet di Eropa, dan lainnya.

Dengan demikian, bagi perusahaan penerbangan ada 3 dominan logic strategi,

yaitu low fare airlines, full service airlines, dan campuran antara keduanya

(Manurung, 2010).

2.1.2 Low Fare Airlines

Konsep penerbangan ”tanpa embel-embel” telah ada cukup lama, bahkan

sudah berkembang selama beberapa tahun terakhir. Maskapai yang pertama kali

mulai mengoperasikan konsep ini adalah maskapai dari AS pada tahun 1970.

Beberapa tahun setelah maskapai ini berkembang di AS, beberapa maskapai di Eropa,

Amerika Selatan, dan Asia Pasifik mulai mengikuti strategi ini. Walaupun banyak

yang menganggap pasar low cost carrier sebagai pasar yang sukses, namun banyak

perusahaan maskapai yang mengalami kegagalan di tengah kompetisi dan permintaan

pasar (Doring, 2009).

Menurut Doring (2009), ”No-Frills” (penerbangan ”tanpa embel-embel”) atau

low fare airlines dapat didefinisikan sebagai tindakan pengoperasian untuk biaya

yang lebih rendah. Tujuan dari strategi ini adalah untuk mengirimkan inti produk, di

kasus penerbangan ini adalah untuk menerbangkan penumpang dari A ke B, dan tidak

fokus pada keutamaan tertentu seperti tempat duduk yang nyaman atau makanan yang

enak. Tujuan dari konsep ini adalah harga murah bagi para konsumennya, dan untuk

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

18

membentuk keunggulan kompetitif dibandingkan maskapai lainnya. Poon & Waring

(2010) juga menjelaskan, model bisnis penerbangan low fare airlines merupakan

istilah untuk maskapai yang mengurangi pelayanan di dalam pesawat, perjalanan dari

poin ke poin, pemanfaatan pesawat yang tinggi, hanya memiliki satu tipe pesawat,

meminimalisir reservasi tiket dengan teknologi IT, dan para karyawannya melakukan

multi role dalam pekerjaannya.

2.1.2.1 Model Bisnis Low Fare Airlines

Dalam memilih strategi yang kompetitif, kunci dari pertimbangan untuk

strategi perusahaan adalah bagaimana mengkonfigurasikan persamaan nilai, sehingga

dapat memenuhi tuntutan pelanggan dengan yang terbaik. Untuk strategi low fare

airlines, berarti perusahaan berusaha untuk mencapai harga serendah mungkin untuk

layanan mereka. Struktur biaya merupakan perbedaaan yang jelas antara LCC dengan

maskapai yang menggunakan full service airlines (Lawton dan Salomko, 2005).

Selain itu, Lawton dan Salomko (2005) menunjukkan bahwa perbedaan utama

antara maskapai yang menggunakan full service airlines dan LSA adalah struktur

biaya, yang dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu layanan tabungan (contohnya

tanpa ada makanan dan minuman gratis), penghematan operasional (contohnya

terbang dari poin ke poin), dan overhead saving (contohnya penjualan melalui

internet dan birokrasi yang efisien).

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

19

Doganis (2001) dalam Manurung (2010) berpendapat bahwa LSA memulai

dengan dua keunggulan biaya yang timbul dari sifat pengoperasian LSA, yaitu

kepadatan tempat duduk yang tinggi dan pemanfaatan pesawat terbang yang lebih

tinggi sehari-harinya. Dengan menghapus kelas bisnis dan konfigurasi ulang

pesawat, FSA secara signifikan dapat meningkatkan jumlah kursi di dalam pesawat.

Secara keseluruhan, Doganis menghitung bahwa FSA harus mampu beroperasi

dengan biaya kursi yang hanya terisi 40%—50% dari keseluruhan. Jika hal ini

dikombinasikan dengan differensiasi factor beban yang dignifikan dan rendahnya

biaya distribusi, maka biaya penumpang FSA dapat turun menjadi sekitar sepertiga

dari penerbangan tradisional atau full service airlines.

2.1.2.2 Strategi Pemasaran Low Fare Airlines

Low fare airlines telah merevolusi industry penerbangan di Indonesia dan

membuat seluruh lapisan masyarakat mampu menggunakannya. Tidak ada keraguan

bahwa maskapai LFA di Indonesia telah luar biasa sukses, tetapi tidak semua

maskapai telah sukses berkompetisi di pasar ini.

Daniel Doring (2009) berpendapat bahwa maskapai-maskapai yang

berkompetisi dengan konsep LFA telah ada sejak pertengahan tahun 90-an, dengan

menyederhanakan model bisnisnya jika dibandingkan denga maskapai tradisional.

Maskapai dengan konsep low fare airlines telah menjadi sukses karena keuntungan

dari biaya per unit, yang memberikan kemungkinan untuk menawarkan harga murah.

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

20

Melalui strategi tersebut mereka telah merangsang permintaan pasar, dan menaikkan

pendapatan. LFA telah menciptakan pasar yang sangat kompetitif, yang juga sangat

mempengaruhi maskapai tradisional.

Daniel Doring (2009) juga mengatakan bahwa maskapai pertama

menggunakan strategi ini dengan sukses adalah Southwest Airline di AS. Strategi

LFA yang orisinil adalah sebagai berikut:

1) Harga rendah

2) Tingginya jumlah penerbangan

3) Pelayanan dari poin ke poin

4) Tidak ada makanan atau minuman gratis dalam pesawat

5) Tidak ada nomor kursi

6) Penerbangan jarak pendek

7) Penerbangan bukan ke airport utama

Penerbangan jarak pendek disini diartikan dalam buku Manurung (2010)

sebagai rute yang berjarak 400-600 mil atau 600-900km. Biasanya jarak tersebut

ditempuh dalam waktu 3-3,5 jam.

Beberapa maskapai bertujuan untuk menawarkan harga yang sangat rendah

agar dapat berkompetisi dengan transportasi yang lain, seperti kereta api, kapal laut,

dan lainnya. Untuk itu, maskapai tersebut memiki focus utama pada pemotongan

biaya di setiap bagian dari industri tersebut (Daniel Doring, 2009).

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

21

2.1.3 Full Service Airlines

Menurut Manurung (2010), konsep full service lebih dikenal dengan model

bisnis penerbangan tradisional (legacy carriers). Dalam konsep ini, yang ditekankan

adalah layanan yang lengkap dan berkualitas juga dengan harga yang premium.

Layanan yang diberikan dilakukan secara menyeluruh, frekuensi penerbangan yang

fleksibel, adanya pemberian fasilitas lounge, pemberian makanan dan minuman,

tempat duduk yang longgar dengan fasilitas televisi, dan sebagainya. Untuk

mendukung layanan yang berkualitas, bandara yang digunakan pun adalah bandar

udara utama.

Untuk operasional pemasaran masih mengandalkan agen tiket sebagai mitra

penjualan. Jumlah tempat duduk dan tiket yang dijual pun sudah diatur. Hal inilah

yang menjadikan sistem reservasi dan rute penumpang pada full service sangat

kompleks. Agar tercipta desain layanan yang berkualitas dan fleksibel, konsep ini

menggunakan jenis pesawat besar atau berbadan lebar, dengan tipe pesawat yang

berbeda pula, sehingga utilisasi rata-rata hanya 60% dari maksimum jam penerbangan

per hari (Manurung, 2010).

2.1.4 Low Fare Airlines Versus Full Service Airlines

Ada berbagai macam hal yang membedakan konsep low fare airlines dan full

service airline seperti dalam tabel di bawah ini:

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

22

Table 2.1

Karakteristik Low Fare Airlines dan Full Service Airlines

Features Low Fare Airlines Full Service Airlines

Generic Strategy Cost leadership Differentiation

Jenis Pesawat

Umumnya kecil, tetapi

pemain utama

Tipe pesawat besar

Model Operasional

- Point to point jarak

pendek (400-600

nautical miles)

- Rute utamanya short

haul

- Tipe pesawat seragam

- Utilisasi tinggi (70%-

80%)

- Rute gabungan short

haul/medium dan long-haul

- Tipe pesawat dan mesin

bermacam-macam

- Utilisasi moderate (^)%)

Pasar

Cheap travel sector of

the market,

segmentation by time of

booking dan pilihan

penerbangan dengan

kuliatas dan jasa dasar,

seperti:

Normally in competition with other

FSCs, leading to differentiation by

class (quality) of service, with high

service image, including:

- Frekuensi schedule dan

fleksibilitas penerbangan.

- Layanan dalam penerbangan

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

23

- Tidak ada catering

(harus membayar)

- Pengguna airport

typically secondary

extensive.

- Pengguna airport utama.

Inventory

Management

Inventory management

simplified: direct or

online bookings, ticket

less, no use of travel

agents.

Pre arranged tickets and seats:

reservation system complex, due to

feeder routes: use of travel agents.

Sumber: Manurung (2010)

Penerbangan jarak pendek disini diartikan dalam buku Manurung (2010)

sebagai rute yang berjarak 400-600 mil atau 600-900km. Biasanya jarak tersebut

ditempuh dalam waktu 3-3,5 jam.

2.1.5 PT. Indonesia AirAsia

PT. Indonesia AirAsia adalah salah satu maskapai yang menggunakan konsep

penerbangan berbiaya rendah (low fare airlines). Indonesia AirAsia membawa

konsep penerbangan berbiaya rendah yang sebelumnya telah dikembangkan oleh

maskapai penerbangan South West di Amerika dan Ryan Air di Eropa. Mengacu

pada kesuksesan mereka, induk perusahaan AirAsia yang berada di Malaysia tertarik

untuk mengembangkan konsep itersebut di Indonesia. AirAsia masuk pada tahun

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

24

2004 dengan menggunakan maskapai penerbangan Awair (Air Wagon International)

yang sedang bermasalah dan berhenti beroperasi. Awair berubah nama menjadi PT.

Indonesia AirAsia pada tanggal 1 Desember 2005 dan diluncurkan kembali pada

tanggal 8 Desember 2005 sebagai maskapai penerbangan berbiaya rendah dengan

menggunakan konsep yang sama dengan Grup AirAsia (AirAsia, 2007).

Visi dari AirAsia adalah menjadi maskapai penerbangan berbiaya rendah yang

terbesar di Asia dan melayani 3 milyar orang yang sekarang dilayani dengan

konektivitas yang kurang baik dan tarif yang mahal.

Misi dari AirAsia adalah:

Untuk menjadi perusahaan terbaik untuk bekerja dimana karyawan

diperlakukan sebagai bagian dari keluarga besar.

Menciptakan brand ASEAN yang diakui secara global.

Mencapai biaya terendah, sehingga setiap orang dapat terbang dengan

AirAsia.

Mempertahankan produk berkualitas tinggi, menggunakan teknologi

untuk mengurang biayam dan meningkatkan kualitas layanan.

Nilai perusahaan AirAsia adalah dengan membuat model berbiaya rendah

melalui penerapan strategi utama berikut:

- Safety first, bermitra dengan provider pemeliharaan paling terkenal di

dunia dan sesuai dengan operasi penerbangan dunia.

- Pemanfaatan pesawat tinggi

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

25

Ada beberapa faktor keberhasilan AirAsia yang disebutkan oleh Sen Ze dan

Jayne Ng (2007) dalam bukunya, yaitu:

1. Model bisnis yang menguntungkan.

Dengan modal capital yang begitu besar diperlukan untuk mendapatkan

pesawat dan membayar pilot beserta staf lain, selain itu pula untuk memenuhi

biaya bahan bakar yang meningkat, dan biaya lainnya, AirAsia mampu

mendapatkan keuntungan dalam tahun pertama operasinya. Ini merupakan

langkah yang diperlukan keahlian dan keberanian. Berikut model bisnis yang

menguntungkan yang menjadi salah satu faktor keberhasilan AirAsia:

Perjalanan adalah industri besar

Di seluruh dunia, milyaran orang berpindah dari satu tempat ke tempat

lainnya dengan alasan masing-masing dan hal ini akan terus

berlangsung sampai akhir masa. Jika memulai suatu bisnis, salah satu

cara untuk meningkatkan peluang keberhasilan adalah dengan berkerja

dalam suatu industri yang menjanjikan banyak prospek. Industri

perjalanan tidak diragukan lagi sebagai bisnis besar yang memberikan

peluang tersebut, dan AirAsia sadar akan hal ini. Dengan cerdasnya,

AirAsia menawarkan produk dan jasanya kepada konsumen yang

menginginkan tarif murah.

Orang selalu terbang

Tidak ada bisnis yang lebih baik dari bisnis yang berulang, dimana

konsumen yang sama merasa puas. Dalam industri perjalanan berbiaya

tinggi, konsumen yang berulang adalah yang selalu diharapkan.

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

26

Dengan adanya permintaan untuk transportasi secara terus-menerus,

maka masuk akala jika penyedia jasa perjalanan melihat pada

konsumen berulang sebagai pendukungnya. Cara AirAsia

melakukannya adalah dengan menawarkan diskon dan promosi tarif

rendah.

Asia adalah pasar besar

Asia merupakan benua terbesar di dunia, dengan penduduk daratan

yang padat di dunia. Begitu juga dengan Indonesia yang dengan

penduduk terbanyak keempat di dunia. AirAsia tahu, dalam jangka

waktu yang lama ke depan cukup untuk dinikmati hasilnya.

AirAsia bertahan sebagai model bisnis yang mapan

Model maskapai udara berbiaya rendah AirAsia merupakan hasil

salinan dari Eropa dan Amerika. AirAsia memilih model yang telah

terbukti keberhasilannya dengan biaya yang rendah dalam pasar yang

besar dan menggunakan model yang benar juga dengan mengontrol

biaya, membuat AirAsia meraih keberhasilannya.

Model armada biaya rendah menjaga biaya tetap rendah sampai di

tingkat minimum

Berikut beberapa cara AirAsia menurunkan biaya:

Dengan meniadakan makanan, namun tetap menjualnya bagi

mereka yang membutuhkan.

Sebagian besar penerbangan butuh waktu 3 sampai 3,5 jam

perjalanan, yang memungkinkan untuk menggunakan awak

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

27

kabin yang sama untuk penerbangan balik dari tujuan

kedatangan kembali ke tujuan pemberangkatan dengan

penumpang baru. Hal ini dapat menurunkan biaya gaji awak

kabin.

Tidak ada biaya yang dimasukkan untuk akomodasi awak

kabin pada tujuan kedatangan karena mereka kembali ke

rumah di hari yang sama.

AirAsia merencanakan tujuannya dengan cermat, dengan

terbang hanya ke tempat-tempat yang dapat dicapai dalam 3

sampai 3,5 jam.

Konsumen didorong untuk membeli tiket pada internet untuk

mengurangi kebutuhan akan konter tiket dan staf, dan juga

tanpa adanya tiket, tetapi hanya kode tiket dan rincian

penerbangan yang dapat dicetak sendiri oleh pelanggan.

AirAsia mencari landasan termurah.

Jika ada rute penting dan tidak dapat menghindari landasan

yang mahal, maka tidak semua fasilitas digunakan, seperti

jembatan layang. Parkiran pesawat pun berada di samping

ruangan terjauh dari pusat bandara.

Melakukan hedging terhadap biaya bahan bakar

Bahan bakar dapat mengabiskan 60% dari total biaya operasional.

AirAsia membayar bahan bakar dimuka untuk menjaga harga

terendah, sehingga meminimalkan resiko kenaikan harga bahan bakar.

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

28

Model bisnis yang menguntungkan

Pesawat tidak membawa muatan penuh setiap harinya, maka AirAsia

menawarkan tiket rendah. Dan kunci untuk mendapatkan keuntungan

yang lebih besar bagi AirAsia adalah dengan lebih banyak rute dan

lebih banyak pesawat.

Dengan harga rendah semacam itu, setiap orang dapat terbang

Maskapai berbiaya rendah dapat memasuki sumber prospek baru yang

belum pernah ada sebelumnya, contohnya penumpang yang tidak

dapat bepergian dengan maskapai layanan penuh. Hanya dengan

beberibu rupiah saja (jika orang tersebut bersabar menunggu harga

promosi) orang yang sebelumnya tidak mampu bepergian dengan

pesawat udara, sekarang dapat bepergian sesuai tujuan mereka.

Media menyukai kisah AirAsia

AirAsia mendapat publisitas gratis di media karena kisah

keberhasilannya. Selain itu Tony Fernandes, CEO AirAsia mengetahui

bagaimana masuk ke dalam kekuatan media.

2. Menghasilkan keuntungan walaupun menjual tiket dengan harga murah.

AirAsia menjual tiket dengan harga yang sangat murah secara reguler dan

tetap dapat menghasilkan ratusan milyar. Tidak setiap tempat duduk di setiap

pesawat akan terisi, namun AirAsia tahu berdasarkan pengalaman rute-rute

mana yang paling sibuk. Daripada membiarkan tempat duduk itu kosong,

lebih baik AirAsia menawarkan dengan harga yang sedemikian rendah. Bukan

merupakan masalah menjual tempat duduk sekali jalan dengan harga Rp 2.475

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

29

jika memang tempat duduk tersebut tidak akan ditempati. Sehingga AirAsia

mengumumkan harga ini ke masyarakat umum dan mendapatkan manfaat dari

publisitas yang beredar. Kalaupun tempat duduk itu tidak terjual, AirAsia

tetap memperkuat posisinya dalam benak konsumen sebagai maskapai biaya

rendah yang sebenarnya. Ringkasnya, dengan mengiklankan tempat duduk

yang sangat murah untuk tujuan tertentu, AirAsia:

Menjual tempat duduk yang jika tidak ditawarkan pun akan kosong

Pesawat yang terisi penuh dapat memberikan kesan lebih baik kepada

penumpang, yang meyakinkan bahwa maskapai tersebut berjalan

dengan baik.

Menjual tempat duduk berminggu-minggu sebelumnya, mengisi penuh

pesawat lebih dari yang dapat dilakukan sebelumnya

Banyak konsumen yang memesan tiket berbulan-bulan sebelumnya

untuk dapat terbang ke tujuan tertentu, sehingga dapat menikmati tarif

yang jauh lebih murah walaupun mereka tidak yakin dapat pergi pada

tanggal tersebut. Namun tidak masalah kehilangan Rp 50.000 dalam

suatu kegiatan yang tidak dapat mereka hadiri pada tanggal tersebut.

Menarik keingintahuan dari prospek yang bahkan tidak akan berpikir

untuk terbang

Setiap orang terbiasa akan harga tinggi untuk sebuah tiket udara,

sehingga ketika harga tiket lebih murak daripada harga bus, maka

orang akan tertarik untuk terbang.

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

30

Menggiring sebagian prospek menjadi pelanggan yang membayar

harga reguler jika tempat duduk termurah habis

Dapat memungkinkan untuk menggiring konsumen untuk membeli

tiket harga reguler yang masih jauh lebih murah daripada tiket yang

ditawarkan maskapai udara lain.

Memungkinkan para peragu untuk mengalami layanannya

AirAsia memberikan pengalaman terbang yang menyenangkan

walaupun dengan model harga yang rendah. Hal ini penting untuk

menunjukkan bahwa tingkat kenyamanan dan kepuasan tidak

diperuntukkan demi keuntungan semata.

Lebih jauh memperkuat posisinya sebagai maskapi biaya rendah

Iklan reguler tentang harga yang rendah merupakan hal kuat yang

secara permanen akan melekatkan nama maskapai di benak pelanggan.

Menciptakan pemasaran mulut ke mulut melalui iklan dan dari

pengalaman pelanggan

Jika konsumen puas, maka merupakan iklan yang potensial bagi

AirAsia, yang menyebarkan kata kepada ratusan teman dan kontak.

Dengan mudah meraih kesadaran cepat diingat, perlahan menyisihkan

pesaing dari benak prospek dan pelanggan

AirAsia memperoleh keberhasilan karena pemahamannya yang tepat,

dan dengan pemasaran yang agresif serta kampanye publisitas yang

terus mengisi media secara reguler.

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

31

3. Keuntungan sebagai yang pertama bergerak.

Model maskapai berbiaya rendah bukan model yang baru dan teruji. AirAsia

hanya menyesuaikan model yang teruji oleh Ryanair dan Easyjet. Dengan

model yang dimiliki ini, AirAsia mencanangkan dengan sebuah tagline yang

sederhana dan efektif “Now Everyone Can Fly (Sekarang Setiap Orang Dapat

Terbang).” Strategi sederhana ini member keuntungan kepada penggerak

pertama dalam sebuah pasar yang didominasi oleh maskapai udara layanan

penuh uang menetapkan tarif udara yang terlampau tinggi. AirAsia

mengiklankan ongkos rendahnya secara teratur di media, terutama surat kabar.

Tony Fernandes juga memberikan wawancara secara berkala mengenai

kemajuan AirAsia.

2.1.6 PT. Garuda Indonesia

Sejarah penerbangan komersial di Indonesia berada pada masa perjuangan

rakyat Indonesa dalam usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Penerbangan

komersial pertama menggunakan pesawat DC-3 Dakota dengan registrasi RI 001 dari

Calcutta ke Rangoon pada tanggal 26 Januari 1949 dan diberi nama “Indonesian

Airways”. Selanjutnya pada tanggal 28 Desember 1949, pesawat tipe Douglas DC-3

Dakota dengan registrasi PK-DPD yang sudah dicar dengan logo “Garuda Indonesian

Airways” terbang dari Jakarta ke Yogyakarta untuk menjemput Presiden Soekarno.

Ini adalah penerbangan yang pertama kali dengan nama Garuda Indonesian Airways.

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

32

Pada tahun 1950, Garuda Indonesia resmi menjadi Perusahaan Negara. Saat

itu perusahaan memiliki 38 buah pesawat yang terdiri dari 22 jenis DC3, 8 pesawat

laut Catalina, dam 8 pesawat jenis Convair 240. Untuk pertama kalinya, pada tahun

1956, Garuda Indonesia membawa penumpang jamaah haji ke Makkah, dan pada

tahun 1965 memulai perjalanan terbangnya ke Eropa dengan tujuan akhir

Amsterdam.

Sepanjang tahun 80an, armada Garuda Indonesia dan kegiatan operasionalnya

mengalami restrukturisasi besar-besaran. Pada masa itu, perusahaan mendirikan Pusat

Pelatihan Karyawan, Garuda Training Center yang terletak di Jakarta Barat. Selain

pusat pelatihan, Garuda Indonesia juga membangun Pusat Perawatan Pesawat,

Garuda Maintenance Facility (GMF) di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

Garuda Indonesia menyusun strategi jangka panjang sampai tahun 2000 pada

awal tahun 90an. Selain itu juga perusahaan meningkatkan jumlah armada, sehingga

Garuda Indonesia termasuk dalam 30 besar maskapai penerbangan di dunia.

Di awal tahun 2005, Garuda Indonesia di bawah kendali manajemen yang

baru, membuat perencanaa baru bagi masa depan perusahaan. Upaya membangun

kekuatan keuangan perusahaan, Garuda Indonesia memiliki hutang sewa pembiayaan

dengan Europian Export Credit Agency (ECA) yang merupakan bagian terakhir

dalam restrukturisasi dan diselesaikan pada tanggal 21 Desember 2010.

Per akhir Desember 2010, struktur kepemilikan saham perusahaan adalah

85,8% milik Pemerintah Republik Indonesia, 10,6% milik PT. Bank Mandiri, 1,4%

milik PT. Angkasa Pura, dan 2,2% milik PT. Angkasa Pura II.

Page 20: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

33

Sampai akhir 2010, Garuda Indonesia mengoperasikan 89 pesawat yang

terdiri dari 3 pesawat jenis Boeing 747-400, 6 pesawat jenis Airbus 330-300, 5

pesawat jenis Airbus 330-200, dan 33 pesawat jenis Boeing 737 Classic (seri 300,

400, 500) dan 42 pesawat Boeing 737-800 NG. Armada pesawat ini terbang ke 36

rute penerbangan domestic dengan rata-rata 434 kali penerbangan per minggu dan 25

rute internasional dengan 338 kali penerbangan per minggu dengan 12,5 juta

penumpang. Perusahaan memiliki 6.273 karyawan, termasuk 537 orang siswa yang

tersebar di kantor pusat maupun kantor cabang.

Garuda Indonesia memiliki 4 anak perusahaan untuk mendukung kegiatan

operasionalnya, yang focus pada produk atau jasa pendukung bisnis perusahaan

induk, yaitu PT. Abacus Distribution System, PT. Aero Wisata, PT. Garuda

Maintenance Facility Aero Asia, dan PT. Aero Systems Indonesia.

Visi dari Garuda Indonesia adalah:

“Menjadi perusahaan penerbangan yang handal dengan menawarkan

layanan yang berkualitas kepada masyarakat dunia menggunakan

keramahan Indonesia.”

Sedangkan misi Garuda Indonesia adalah:

“sebagai perusahaan penerbangan pembawa bendera bangsa (flag

carrier) Indonesia yang mempromosikan Indonesia kepada dunia

guna menunjang pembangunan ekonomi nasional dengan memberikan

pelayan yang professional.”

Selain itu, Garuda Indonesia juga memiliki nilai perusahaan, yakni:

“Tata nilai perusahaan yang disebut sebagai ‘Fly-Hi’ terdiri dari:

Page 21: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

34

Efficient & effective, loyalty, customer centricity, honesty & openness,

dan integrity,”

Garuda Indonesia juga memiliki tujuan perusahaan, yaitu:

“Untuk mencapai visi perusahaan maka tujuan perusahaan adalah

menjadi maskapai penerbangan terkemuka dengan reputasi yang

sejajar dengan maskapai kelas dunia lainnya. Sedangkan sasaran

perusahaan yang hendak dicapai adalah menciptakan perusahaan

yang terus tumbuh dan berkembang dengan keuntungan

berkelanjutan.”

Dalam mewujudkan sasaran-sasaran strategi pertumbuhan Quantum Leap

2015, Garuda Indonesia telah mendapatkan beberapa pencapaian penting di tahun

2010, yaitu:

- Memperoleh pengakuan sebagai 4-Star Airline dan penghargaan The World’s

Most Improved Airline dari Skytrex serta Airline Turnaround of the Year dari

Center of Asia Pasific Aviation (CAPA).

- Memperoleh perpanjangan sertifikasi IOSA (IATA Oparational Safety Audit)

sampai tahun 2012 dan menerapkan Integrated Operational Control System

(IOCS) yang mengintegrasikan sistem guna memonitor pergerakan pesawat,

jadwal penerbangan, dan juga pergerakan anak pesawat.

- Menandatangani perjanjian untuk bergabung dengan aliansi global SkyTeam

dimana Garuda Indonesia diwajibkan untuk memenuhi persyaratan dari

SkyTeam dan pada tahun 2012, akan menjadi anggota penuh.

Page 22: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

35

- Dengan mengeluarkan seragam baru bagi awak kabin dan frontliners yang

menciptakan citra dengan menampilkan desain batik khas Indonesia, Garuda

Indonesia menyempurkan konsep layanan Garuda Indonesia Experience.

- Telah menyelesaikan restrukturisasi hutang dengan seluruh kreditur termasuk

Europian Export Credit Agency (ECA).

- Telah melakukan persiapan akhir untuk go public dan siap melakukan

penawaran umum perdana saham di Bursa Efek Indonesia pada awal tahun

2011.

2.2 Penelitian Terdahulu

2.2.1 Factors Influencing Mode Selections of Low-cost

Carriers and a Full-service Airline in Thailand (Faktor-

faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Low-cost Carriers dan

Full Service Airline di Thailand)

Dalam jurnal Thanasupsin, Chaichana, & Pliankarom (2010) yang berjudul Factors

Influencing Mode Selections of Low-cost Carriers and a Full-service Airline in Thailand atau

“Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Low-cost Carriers dan Full Service Airline di

Thailand,” disebutkan ada beberapa penelitian lain mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi keputusan konsumen dalam membeli tiket maskapai low fare airlines atau full

service airline, yaitu sebagai berikut:

Page 23: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

36

1. Pada penelitian Mason (2001), para pebisnis yang melakukan perjalanan jarak

pendek sangat sensitive mengenai harga tiket pesawat yang harus dibayar.

Para pebisnis yang menggunakan low fare airlines sangat mengacu pada

seberapa besarnya perusahaan tempat mereka bekerja, proses pemesanan tiket,

saluran untuk memesan tiket, harga, layanan di dalam pesawat, skema

frequent flyer, dan business lounges.

2. Pada penelitian lain di Afrika oleh Fourie dan Lubbe (2006), disebutkan ada

beberapa faktor yang mempengaruhi para business traveler dalam pemilihan

FSA dan LFA. Di antaranya adalah program frequent flyer, jadwal/jumlah

penerbangan, makanan dan minuman dalam pesawat, fasilitas airport lounge,

adanya pilihan tempat duduk business class, dan pilihan pre-seating. Hal

tersebut menunjukkan bahwa harga bukanlah factor penting dalam

menentukan FSA atau LFA.

3. AirAsia (2006) melakukan survey terhadap konsumen mengenai penerbangan

jarak pendek. Hasil survey tersebut mengungkapkan bahwa yang menjadi

perhatian konsumen dalam memilih maskapai penerbangan adalah harga,

jumlah dan rute penerbangan, dan waktu perjalanan, bukan poin frequent

flyer, makanan, ataupun kemudahan pemesanan.

4. Pada penelitian O’ Connell and Williams (2005) juga telah mempelajari

persepsi penumpang FSA dan LFA yang melibatkan Ryan Air, Aer Lingus,

AirAsia, dan Malaysia Airlines. Dilaporkan bahwa penumpang yang

bepergian dengan maskapai yang menggunakan model FSA memperhatikan

kelebihan, kualitas, jadwal penerbangan, koneksi, program frequent flyer, dan

Page 24: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

37

kenyamanan, sedangkan konsumen yang menggunakan LFA focus terhadap

harga.

Pada penelitian Thanasupsin, Chaichana, & Pliankarom (2010) sendiri

menyimpulkan bahwa alasan pemilihan model maskapai udara pada masyarakat

Thailand adalah:

1) harga,

2) keamanan,

3) kenyamanan,

4) pelayanan,

5) saluran distribusi pembelian tiket, dan

6) ketepatan waktu.

Disebutkan pula, bahwa faktor yang paling mempengaruhi penumpang FSA

dalam memilih tiket adalah ketepatan waktu, dimana itu merupakan kelemahan dari

LFA. Sedangkan faktor yang paling mempengaruhi keputusan penumpang LFA

adalah harga, dimana harga yang merupakan kekuatan dari LFA. Dikatakan pula,

apabila LFA dalam melakukan ketepatan waktu dalam penerbangan dengan level

yang sama dengan LFA, maka konsumen akan ada kenaikkan penumpang sekitar

40%.

Page 25: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

38

2.2.2 How do Consumers Value Airline Services Attributes? A

Stated Preferences Discrete Choice Model Approach

(Bagaimanakah Konsumen Menilai Atribut Layanan

Sebuah Maskapai Penerbangan?)

Dalam jurnal Pereira, Almeida, Menezes, dan Vieira (2007) yang berjudul

How do Consumers Value Airline Serivces Attributes? A Stated Preferences Discrete

Choice Model Approach atau “Bagaimanakah Konsumen Menilai Atribut Layanan

Sebuah Maskapai Penerbangan?” telah diadakan penelitian factor-faktor yang

mempengaruhi keputusan konsumen dalam membeli tiket maskapai penerbangan.

Penelitian tersebut dilakukan pada calon penumpang maskapai penerbangan di

bandara Funchal, Portugis kepada 325 orang calon penumpang. Atribut yang

digunakan untuk mengukur factor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian

tiket tersebut adalah harga, penalty pada perubahan tiket, ketepatan waktu,

kenyamanan, dan frekuensi penerbangan.

Atribut yang digunakan pada variabel-variabel dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1) harga,

2) penalty untuk perubahan tiket,

3) makanan,

4) kenyamanan: ruang kaki di antara kursi (leg-room),

5) frekuensi penerbangan: 2, 4, dan 6 kali penerbangan per hari,

Page 26: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

39

6) reliability (jaminan ketepatan waktu): ada atau tidaknya kompensasi untuk

keterlambatan, ada atau tidaknya tiket gratis untuk perjalanan yang sama,

dan tiket diganti uang kembali.

Kesimpulan yang didapatkan pada penelitian ini bahwa para konsumen di

bandara Funchal, Portugis bersedia membayar dengan harga lebih tinggi demi

mendapatkan pelayanan dan ketepatan waktu keberangkatan.

2.2.3 Service Quality, Satisfaction, and Behavioural Intention:

A Study of Low-cos Airline Carriers in Thailand

(Kualitas Pelayanan, Kepuasan dan Perilaku

Keinginan: Penelitian Low-cost Carriers di Thailand)

Saha dan Theingi (2009) dalam jurnalnya yang berjudul Service Quality,

Satisfaction, and Behavioural Intention: A Study of Low-cos Airline Carriers in

Thailand atau ”Kualitas Pelayanan, Kepuasan dan Perilaku Keinginan: Penelitian

Low-cost Carriers di Thailand” menuliskan bahwa kualitas pelayanan sangat

berhubungan dengan kepuasan konsumen dan keuntungan perusahaan. Dimensi

kualitas pelayanan yang tradisional, yaitu reliability (kehandalan), assurance

(jaminan), tangibility (berwujud), empathy (empati), dan responsiveness (responsif)

telah dikembangkan pada penelitian ini agar sesuai dalam mengukur kualitas layanan

Page 27: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

40

dalam pembahasan low service airlines dan disimpulkan menjadi 4 (empat) faktor

yang luas, yaitu:

1) tangible factors (faktor-faktor yang berwujud), seperti baru/tidaknya

pesawat, tempat duduk, dan air conditioning (AC),

2) flight schedule factors (faktor-faktor jadwal penerbangan), seperti

kenyamanan jadwal dan ketepatan waktu keberangkatan dan kedatangan

penerbangan,

3) flight attendants (pramugara/i), seperti pakaian dan penampilan,

pengetahuan dalam memberikan pelayanan, dan keramahan pada

penumpang, dan

4) ground staff (staf lapangan), menyangkut hal-hal yang digunakan oleh

pramugara/i.

Keempat faktor tangible factors, flight schedule factors, flight attendants, dan

ground staff tersebut dikatakan akan mempengaruhi kepuasan konsumen. Saha dan

Theingi kembali mengukur dimensi kepuasan dengan 3 (tiga) hal, yaitu:

1) kepuasan dengan harga,

2) kepuasan dengan pelayanan, dan

3) kepuasan secara keseluruhan dengan maskapai.

Apabila konsumen mendapatkan kepuasan, maka akan mendorong konsumen

untuk melakukan keputusan pembelian lagi di masa yang akan datang. Sehingga,

dalam penelitian ini disimpulkan bahwa kualitas pelayanan mempengaruhi kepuasan

konsumen, dan kepuasan konsumen mempengaruhi keputusan pembelian.

Page 28: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

41

Hasil yang diungkapkan dalam penelitian ini bahwa variabel jadwal memiliki

pengaruh positif yang paling kuat dan memiliki perbedaan yang signifikan

dibandingkan variabel lainnya terhadap kepuasan penumpang dan juga terhadap

keputusan pembelian.

2.2.4 Service Quality and Satisfaction for Low Cost Carriers

(Kualitas Pelayanan dan Kepuasan untuk Low Cost

Carriers)

Ariffin, et al (2010) menuliskan dalam jurnal Service Quality and Satisfaction

for Low Cost Carriers atau ”Kualitas Pelayanan dan Kepuasan untuk Low Cost

Carriers” bahwa sebagian besar penumpang melihat suatu maskapai penerbangan

dari kualitas pelayanannya sebagai variabel multi-dimensi, yang terdiri dari

kehandalan (reability), jaminan (assurance), berwujud/nyata (tangibles), empati

empathy), dan responsif (responsiveness).

Dimensi yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan Ariffin, et al

adalah:

1) Caring (kepedulian) dan tangible (berwujud)

- Tingkat pengetahuan karyawan dalam menanggapi pertanyaan-

pertanyaan penumpang

- Kenyamanan dari kursi maskapai

- Tingkat komunikasi dalam situasi yang tidak biasa

Page 29: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

42

- Keramahan karyawan

- Fleksibilitas dari tiket yang dibeli

- Profesionalisme dalam menangani bagasi

- Tingkat kepercayaan yang ditransmisikan ke penumpang

- Penampilan karyawan secara keseluruhan

- Perilaku para wisatawan lainnya

2) Reliability (kehandalan)

- Keterlambatan kedatangan pesawat

- Penundaan waktu keberangkatan

- Waktu menunggu untuk klaim bagasi

- Antrian penumpang hingga duduk di pesawat

3) Responsiveness (responsif)

- Pemesanan tiket melalui call center

- Pemesanan tiket di konter tiket

- Pemesanan tiket melalui situs web

- Respon awak kabin terhadap permintaan penumpang

4) Affordability (keterjangkauan)

- Harga tiket

5) Visual Attractiveness (daya tarik visual)

- Material yang menunjang daya tarik visual (desain exterior dan

interior, desain tempat duduk, konter tiket, dll.

Page 30: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

43

Penelitian ini mengungkapkan bahwa caring dan tangible, reliability, dan

responsiveness merupakan faktor yang paling penting yang dapat membantu

mendapatkan kepuasan penumpang. Walaupun maskapai penerbangan dengan konsep

Low Fare Airlines harus fokus pada atribut yang menciptakan keunggulan kompetitif

seperti harga, perusahaan maskapai penerbangan juga harus memperhatikan faktor-

faktor lainnya.

2.2.5 How Much Airline Customers are Willing to Pay: An

Analysis of Price Sensitivity in Online Distribution

Channels (Seberapa besar konsumen maskapai

penerbangan ingin membayar: analisis sensitivitas

harga pada saluran distribusi secara online)

Dalam jurnal Garrow, Jones, dan Parker (2006) yang berjudul How Much

Airline Customers are Willing to Pay: An Analysis of Price Sensitivity in Online

Distribution Channels atau ”Seberapa besar konsumen maskapai penerbangan ingin

membayar: analisis sensitivitas harga pada saluran distribusi secara online,”

mengatakan bahwa pada penelitian tersebut memfokuskan pada pemahaman akan

kesediaan para wisatawan yang akan bepergian untuk membayar jasa pesawat terbang

dan kesediaan mereka untuk membayar beberapa layanan tertentu di pasar Amerika

Serikat.

Page 31: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

44

Pada penelitian ini, ada beberapa hal yang digunakan untuk meneliti faktor

yang mempengaruhi keinginan konsumen untuk membayar, yaitu:

1) Harga: ketika harga mengalami penurunan

2) Pelayanan: penerbangan non-stop vs connecting flight (penerbangan

dengan transit)

3) Adanya pilihan jadwal penerbangan (waktu keberangkatan dikatakan lebih

penting dari waktu kedatangan, dan tidak disukainya penundaan waktu

keberangkatan).

4) Perilaku pembelian secara online.

Kesimpulan yang didapat pada penelitian tersebut adalah bahwa pada

penumpang yang akan melakukan perjalanan bisnis lebih mementingkan layanan

dibandingkan penumpang yang akan liburan, seperti memilih penerbangan non-stop.

Sedangkan para penumpang yang akan liburan melakukan pemesanan secara online

dan lebih sensitif terhadap harga.

2.2.6 Pemahaman terhadap Segmentasi Pelanggan: Suatu

Usaha untuk Meningkatkan Efektifitas Pemasaran Jasa

Penerbangan

Dalam jurnal Natalisa (1999), dikatakan bahwa konsumen dalam industri

maskapai penerbangan dibagi menjadi 3 (tiga) segmen, yaitu konsumen yang

mengadakan perjalanan bisnis, perjalanan wisata, dan yang mengunjungi teman dan

Page 32: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

45

kenalan. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat kepuasan dan

ketidakpuasan konsumen maskapai penerbangan domestik tidak dibedakan oleh

variabel harga, tetapi dibedakan oleh variabel:

1) Persepsi pelanggan terhadap kualitas layanan,

2) Kesesuaian antara kualitas layanan dengan promosi, dan

3) Faktor situasi (on time performance).

Temuan lain yang diperoleh pada penelitian tersebut yang menggunakan

obyek penelitian dari ketiga segmen konsumen (bisnis, wisatawan, dan kunjungan

teman dan kenalan) menunjukkan bahwa:

1) Variabel persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan merupakan variabel

yang paling signifikan yang mempengaruhi kepuasan konsumen.

2) Variabel situasi (on time performance) merupakan variabel yang

mempengaruhi kepuasan pada segmen perjalanan bisnis.

3) Variabel harga tidak terbukti sebagai variabel yang mempengaruhi kepuasan

konsumen pada segmen wisatawan dan kunjungan teman dan kenalan.

2.3 Konsep Penelitian

Dari keenam jurnal yang telah dijelaskan sebelumnya, terlihat dimensi yang

paling banyak digunakan untuk mengukur keputusan pembelian tiket dalam model

bisnis full service airlines dan low fare airlines adalah harga,dan kualitas pelayanan

seperti pada tabel 2.1. Dimensi harga dan kualitas pelayanan juga merupakan dimensi

yang paling banyak digunakan juga berpengaruh paling signifikan pada keputusan

Page 33: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

46

pembelian tiket dalam model bisnis full service airlines dan low fare airlines. Dan

jika dikaitkan dengan kondisi keselamatan dan keamanan maskapai penerbangan di

Indonesia yang masih sangat mengkhawatirkan, maka selain harga dan kualitas

pelayanan, dalam penelitian ini penulis menambahkan dimensi keamanan untuk

mengukur sejauh mana pengaruhnya dalam keputusan pembelian tiket.

Tabel 2.2

Dimensi yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Tiekt dalam Model Bisnis Full

Service Airlines dan Low Fare Airlines

Dimensi

Jurnal

1

Jurnal

2

Jurnal

3

Jurnal

4

Jurnal

5

Jurnal

6

Harga v V V v v v

Keamanan v

Kualitas Pelayanan v v V v v v

Sumber: Hasil pengolahan penulis (2011)

Keterangan:

Jurnal 1 : Factors Influencing Mode Selections of Low-cost Carriers and a Full-

service Airline in Thailand

Jurnal 2 : How do Consumers Value Airline Serivces Attributes? A Stated

Preferences Discrete Choice Model Approach

Page 34: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

47

Jurnal 3 : Service Quality, Satisfaction, and Behavioural Intention: A Study of Low-

cos Airline Carriers in Thailand

Jurnal 4 : Service Quality and Satisfaction for Low Cost Carriers

Jurnal 5 : How Much Airline Customers are Willing to Pay: An Analysis of Price

Sensitivity in Online Distribution Channels

Jurnal 6 : Pemahaman terhadap Segmentasi Pelanggan: Suatu Usaha untuk

Meningkatkan Efektifitas Pemasaran Jasa Penerbangan.

2.3.1 Harga

Dalam penelitian Dinawan (2010), menurut sudut pandang konsumen, harga

adalah sesuatu yang diberikan atau dikorbankan untuk memperoleh suatu (Zeithaml,

1998). Sedangkan menurut Ferdinand (2000), harga merupakan salah satu variabel

penting dalam pemasaran, di mana harga dapat mempengaruhi konsumen dalam

mengambil keputusan untuk membeli suatu prosuk karena alasan-alasan tertentu.

Harga yang rendah atau harga yang kompetitif adalah alasan ekonomis dari

konsumen, tetapi harga juga dapat dijadikan indikator kulaitis jika dilihat dari sisi

alasan psikologis. Oleh karena itu, harga dirancang sebagai salah satu instrumen

penjualan sekaligus sebagai kompetisi yang menentukan.

Sedangkan menurut Stanton (1994), harga diartikan sebagai sejumlah nilai

uang ditukarkan konsumen dengan manfaat dari memiliki atau menggunakan produk

atau jasa yang ditetapkan oleh pembeli atau penjual untuk satu harga yang sama

terhadap semua pembeli. Disebutkan pula bahwa harga adalah sejumlah uang

Page 35: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

48

(ditambah dengan produk jika memungkinkan) yang dibutuhkan untuk mendapatkan

sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanan (dalam Dinawan, 2010).

Harga merupakan indikator seberapa besar pengorbanan yang diperlukan

untuk membeli suatu produk sekaligus dijadikan sebagai indikator. Harga dari sudut

pandang konsumen seringkali digunakan sebagai indikator value jika harga tersebut

dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atas suatu barang dan jasa. Value

didefinisikan sebagai manfaat yang dirasakan terhadap harga (Zeithaml, 1988 dalam

Dinawan, 2010).

Harga mahal, murah, ataupun standar dari kesan konsumen akan

mempengaruhi kepuasan dan aktifitas pembelian selanjutnya. Kesan inilah yang

menciptakan nilai persepsi konsumen terhadap suatu barang. Jika konsumen kecewa

setelah membeli produk atau jasa, maka kemungkinan selanjutnya konsumen tidak

akan membeli produk atau jasa tersebut, sehingga dapat beralih ke kompetitor. Kesan

konsumen terhadap harga dipengaruhi oleh harga produk atau jasa lain yang dijadikan

referensi (reference price). Reference price merupakan apapun bentuk harga yang

dapat dijadikan konsumen sebagai dasar perbandingan untuk menilai harga barang

lain (Shiffman dan Kanuk, 2000 dalam Dinawan, 2010).

Dinawan (2010) menyebutkan, Dharmmestha (1999) menjelaskan bahwa

konsumen akan menjadi loyal pada merek berkualitas, bergengsi, dan eksklusif

apabila ditawarkan dengan harga yang wajar. Namun ada pula konsumen yang loyal

terhadapt produk atau jasa dengan harga yang murah. Namun, setelah ada merek lain

dengan harga yang lebih murah, konsumen akan beralih ke merek tersebut.

Page 36: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

49

Harga juga merupakan seberapa besar pengorbanan (sacrifice) yang

diperlukan untuk membeli suatu produk dan dijadikan sebagai indikator kualitas

(Monroe, 1990 dalam Dinawan 2010). Penelitian Rao dan Monroe (1989) dalam

Dinawan (2010) menyebutkan bahwa konsumen memiliki anggapan adanya

hubungan yang positif antara harga dan kualitas suatu produk, makan mereka akan

membandingkan antara produk yang satu dengan yang lainnya, kemudian konsumen

akan mengambil keputusan untuk membeli suatu produk.

2.3.2 Kualitas Pelayanan

2.3.2.1 Pelayanan

Kusumah (2011) menuliskan dalam penelitiannya, menurut Kotler (2005),

pelayanan adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak lain

dan pada dasarnya tidak berwujud, serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.

Natalisa (2005) menjelaskan bahwa pelayanan terhadap pelanggan yang

dilakukan suatu maskapai penerbangan bertujuan untuk memuaskan konsumen pada

saat melakukan perjalanan. Pelayanan yang baik maka akan menjadikan konsumen

merasa puas, sehingga akan timbul loyalitas yang tinggi, dan kemungkinan besar

akan menarik konsumen lain yang potensial, yang akan meningkatkan penjualan atau

market share. Kemudian Natalisa (2005) membagi pelayanan maskapai penerbangan

berdasarkan jenisnya:

Page 37: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

50

Pelayanan di tempat penjualan (point-of-sale service)

Pelayanan di tempat penjualan tiket memiliki peranan yang cukup penting

karena penumpang tidak membeli barang dan jasa yang dapat disentuh

intangible product), tetapi membeli tiket dengan berharap untuk

mendapatkan kepuasan. Perencanaan pada tempat penjualan tiket

diperlukan tiga kebijakan yang berbeda, yaitu:

i. Tersedianya fasilitas bagi penumpang yang melakukan transaksi

langsung dengan maskapai penerbangan.

ii. Maskapai penerbangan berjadwal menjual sebagaian tiketnya melalui

maskapai lain. Kondisi ini dapat terjadi ketika penumpang

membeli sebuah tiket untuk perjalanan multi sektor yang

melibatkan lebih dari satu maskapai penerbangan.

iii. Maskapai penerbangan harus memberikan kesempatan kepada

penumpang untuk melakukan transaksi dengan agen perjalanan

(travel agent. Setiap maskapai penerbangan harus memberikan

pembinaaan kepada staf agen perjalanan dan memastikan bahwa

agen perjalanan mendapatkan informasi yang tepat dan akurat

mengenai produk yang ditawarkan oleh maskapai penerbangan

yang bersangkutan.

Page 38: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

51

Pelayanan di bandara

Pelayanan di bandara merupakan pelayanan sebelum keberangkatan pada

check-in counter dan ruang tunggu, juga pada saat kedatangan pada

transfer-desk dan tempat penyerahan bagasi.

i. Pelayanan check-in

Pada umumnya, penumpang menginginkan penanganan check-in

yang cepat, ramah, sopan, dan efisien dalam penempatan tempat

duduk, penanganan transfer, dan penanganan bagasi. Maskapai

penerbangan menyediakan beberapa check-in counter dengan

mengelompokkan penumpang pada tempat yang terpisah dengan

tujuan untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan kepada

penumpang. Penumpang kelas utama dan bisnis diberikan check-in

counter yang terpisah dari penumpang kelas ekonomi. Untuk

beberapa kota besar, maskapai penerbangan bahkan memberikan

kemudahan dengan menyediakan city check-in. Penumpang dapat

melaporkan keberangkatannya dari kota tanpa harus mengantri di

bandara dengan fasilitas ini. Garuda Indonesia dan Merpati

merupakan maskapai domestik yang menawarkan city check-in

pada konsumennya.

ii. Transfer penumpang dan bagasi

Untuk melakukan transfer penumpang dan bagasi yang akan

melanjutkan perjalanannya diperlukan ketepatan, kecepatan, dan

ketelitian.

Page 39: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

52

iii. Ruang tunggu

Maskapai penerbangan masing-masing menawarkan kelebihan

fasilitas ruang tunggu yang dimilikinya, terutama untuk

penumpang kelas bisnis dan utama, seperti menyediakan interior

ruang tunggu yang nyaman, makanan, serta minuman cuma-cuma

yang istimewa, pelayanan superior, dan fasilitas yang lengkap.

iv. Penyerahan bagasi

Setiap maskapai penerbangan harus memastikan agar bagasi segera

dapat diterima ketika penumpang tiba di tempat tujuan.

Pelayanan di udara (inflight service)

Inflight service juga merupakan produk maskapai yang sangat penting.

Komponen utama dalam inflight service, yaitu:

i. Menu makanan dan minuman (meals and drinks)

Menu makanan dan minuman setidaknya harus diperhatikan cara

penyajian makanan, rasa, jenis makanan, dan kualitasnya secara

keseluruhan. Rasa, kualitas, dan variasi untuk minuman juga harus

diperhatikan.

ii. Hiburan pada saat penerbangan (inflight entertainment)

Biasanya, hiburan yang disediakan di pesawat adalah musik dan

video. Hiburan ini sangat penting terutama untuk penerbangan

jarak jauh.

Page 40: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

53

iii. Awak kabin

Awak kabin sangat penting dalam sebuah penerbangan, baik untuk

pelayanan selama penerbangan maupun untuk keselamatan

penerbangan. Jumlah awak kabin harus disesuaikan dengan jumlah

penumpang yang ada, agar mereka dapat membantu penumpang

dalam keadaan darurat. Awak kabin diharuskan ramah, efisien,

bersikap penolong, dan mampu berkomunikasi dengan baik

dengan penumpang.

iv. Interior pesawat

Interior pesawat seperti keadaan kabin dan tempat duduk,

kebersihan di dalam pesawat, dan kebersihan kamar kecil juga

merupakan hal-hal yang harus diperhatikan pada setiap maskapai

penerbangan.

v. Barang cetakan dan gift away

Membagikan barang cetakan secara cuma-cuma, baik majalah,

surat kabar, atau barang cetakan lainnya yang memuat informasi

tentang perusahaan untuk memenuhi harapan konsumen.

2.3.2.2 Konsep Kualitas Pelayanan

Page 41: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

54

Kualitas pelayanan merupakan sikap yang berhubungan dengan keunggulan

suatu jasa pelayanan atau pertimbangan konsumen tentang kelebihan suatu

perusahaan (Parasuraman, et al, 1985 dalam Kusumah, 2011).

Parasuman, Zeithmal, dan Berry (1985) dalam Kusumah (2011)

mengembangkan pendekatan kualitas yang banyak dijadikan acuan dalam penelitian,

salah satunya adalah model SERVQUAL (Service Quality). Disebutkan pula bahwa

SERVQUAL dibangun atas dua faktor, yaitu persepsi pelanggan atas layanan nyata

mereka terima dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan atau diinginkan.

Service Quality didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan

harapan pelanggan atas layanan yang mereka peroleh.

Dalam kualitas pelayanan, dibagi beberapa dimensi menurut Zeithaml, Bery,

dan Parasuraman dalam Kusumah (2011), yaitu:

1. Bentuk fisik yang berwujud (tangibles)

Merupakan kondisi fisik yang ada dalam memberikan pelayanan meliputi

fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. Dimensi ini

biasanya digunakan oleh perusahaan untuk menaikkan image di mata

konsumen.

2. Kehandalan (reliabilty)

Merupakan kemampuan memberikan kinerja pelayanan yang dijanjikan

dengan handal dan akurat.

3. Daya tanggap (responsiveness)

Merupakan keinginan para staf untuk membantu pelanggan dan memberikan

pelayanan yang cepat dan cepat.

Page 42: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

55

4. Jaminan (assurance)

Mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat yang dapat

dipercaya dari para staf untuk membangun kepercayaan pelanggan.

5. Empati (emphaty)

Merupakan perhatian secara individu yang diberikan oleh penyedia jasa agar

pelanggan merasa penting, dihargai dan dimengerti oleh perusahaan.

Dalam jurnal Saha dan Theingi (2009), kelima dimensi tradisional tersebut

(tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty) disesuaikan untuk

mengukur kualitas pelayanan dalam konteks maskapai penerbangan, dan

menghasilkan 4 (empat) dimensi kualitas pelayanan, yaitu:

1. Tangible factors (faktor bentuk fisik yang berwujud), seperti: pesawat baru,

kenyamanan tempat duduk, dan alat pendingin (AC).

2. Faktor jadwal penerbangan, seperti: kenyamanan jadwal penerbangan,

ketepatan waktu keberangkatan dan waktu tiba.

3. Awak kabin, seperti: pakaian dan penampilan, pengetahuan dalam

memberikan pelayanan, dan keramahan pada penumpang.

4. Ground staff (staff bandara), seperti: melayani penumpang di bandara sampai

masuk ke dalam pesawat.

2.3.2.3 Hubungan Kualitas Pelayanan dengan Keputusan

Pembelian

Page 43: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

56

Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam kualitas pelayanan

(Parasuraman, et al, 1985) dalam Kusumah (2011), yaitu:

1. Dibandingkan kualitas barang, kualitas pelayanan lebih sulit dievaluasi

oleh pelanggan.

2. Persepsi kualitas pelayanan dihasilkan dari perbandingan antara kepuasan

pelanggan dengan pelayanan yang diberikan secara nyata.

3. Selain diperoleh dari hasil akhir sebuah layanan, evalusi kualitas juga

mengikutsertakan evaluasi dari proses layanan tersebut.

Kusumah (2011) juga menyebutkan menurut Brady dan Cronin dalam

Remiasa dan Lukman (2007), persepsi pelanggan terhadap kualitas layanan terdiri

dari tiga kualitas, yaitu kualitas interaksi, kualitas lingkungan fisik dan kualitas hasil.

Ketiga kualitas ini membentuk pada keseluruhan persepsi pelanggan terhadap kualitas

layanan.

Dalam merumuskan strategi dan program pelayanan, setiap pelaku usaha

harus mengutamakan kepentingan pelanggan dan juga harus memperhatikan dimensi

kualitasnya. Agar pelanggan tidak mengurungkan niatnya ketika melakukan

keputusan pembelian.

2.3.3 Keamanan

Kata ‘keamanan’ merupakan bentuk kata benda dari kata sifat ‘aman’ yang

berasal dari kata ‘security’ yang berarti bebas dari bahaya (Wojowasito, dkk, 2004).

Dimensi ini diwujudkan oleh konsumen dalam bentuk perasaan yang bebas akan rasa

Page 44: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

57

bahaya, resiko yang dihadapi, dan keragu-raguan dalam melakukan transaksi yang

berhubungan dengan atau melalui perusahaan. Keamaan didefinisikan oleh Crie

(2001) sebagai suatu upaya untuk memberikan perlindungan terhadap aset-aset agar

tidak terjadi atau terhindar dari kerugian atau kehilangan (Nugroho, 2006).

Sedangkan Sudjono (2009) menyebutkan bahwa di dalam Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2009 tentang Penerbangan dijelaskan definisi keamanan penerbangan adalah

suatu keadaan yang memberikan perlindungan kepada penerbangan dari tindakan

melawan hokum melalui keterpaduan pemanfaatan sumber daya manusia, fasilitas,

dan prosedur.

Menurut Rhoades & Waguespack (1999), ada 4 (empat) faktor yang

mempengaruhi keamanan operasi maskapai penerbangan, yaitu:

1) Stabilitas keuangan,

2) Kualitas perawatan pesawat,

3) Sikap manajemen, dan

4) Kemampuan pilot.

Jenis peristiwa yang terkait dengan keamanan, yaitu:

1) Kecelakaan, merupakan kejadian yang terkait dengan pengoperasian

pesawat udara di mana setiap orang mengalami kematian atau cedera

serius.

2) Insiden, merupakan kejadian selain kecelakaan yang mempengaruhi

keselamatan operasi. Contoh: malfungsi mekasik, pemogokan burhu,

kebakaran atau asap di kabin, dll.

Page 45: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

58

3) Tabrakan udara, merupakan peristiwa tabrakan yang mungkin terjadi saat

ketinggian pesawat kurang dari 500 kaki.

4) Penyimpangan yang dilakukan pilot, merupakan tindakan pelanggaran

yang dilakukan pilot yang melewati batas wilayah udara yang ditentukan.

Contoh: penyimpangan ketinggian udara, operasi yang dilakukan tanpa

hati-hati, dll.

Semakin rendah jumlah peristiwa yang terkait dengan keamanan terjadi, maka

semakin baik pula suatu maskapai penerbangan.

2.3.4 Keputusan Pembelian Tiket

2.3.4.1 Keputusan Pembelian

Menurut Setiadi (2003), keputusan pembelian merupakan keputusan

konsumen mengenai apa yang dibeli, membeli atau tidak, kapan, dimana, dan

bagaiman cara membayarnya. Proses pembelian meliputi:

1. Tahap pra pembelian, dimana perilaku yang terjadi meliputi mencari

infornasi dan mengambil dana.

2. Tahap pembelian, dimana perilaku konsumen meliputi tindakan yang

berhubungan dengan toko, mencari produk atau jasa, dan melakukan

transaksi.

Sedangkan menurut Howard dan Shay (1998) dalam Dinawan (2010), proses

membeli (buying intention) seorang konsumen melalui lima tahapan, yaitu:

1. Pemenuhan kebutuhan (need).

Page 46: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

59

2. Pemahaman kebutuhan (recognition).

3. Proses mencari barang (search).

4. Proses evaluasi (evaluation).

5. Pengambilan keputusan pembelian (decision).

Yang mendasari proses pembelian adalah informasi mengenai suatu produk

yang juga memunculkan suatu kebutuhan. Konsumen akan mempertimbangkan dan

memahami kebutuhan tersebut, jika penilaian sudah jelas, maka konsumen akan

mulai mencari produk yang dibutuhkan tersebut untuk dievaluasi dan pada akhirnya

akan terciptalah suatu pengambilan keputusan untuk membeli ataupun tidak membeli

sesuai dengan pertimbangan konsumen.

Dalam Dinawan (2010) ada dua model proses pembelian yang dilakukan

konsumen menurut Swasta (1990), yaitu:

1. Model phenomenologis, yaitu model perilaku konsumen yang berusaha

melibatkan perasaan mental dan emosional yang dialami konsumen dalam

memecahkan masalaha pembelian.

2. Mode logis, yaitu model perilaku konsumen yang berusaha

menggambarkan struktur dan tahap-tahap keputusan yang diambil

konsumen mengenai:

a. Jenis, bentuk, modal, dan jumlah yang akan dibeli.

b. Tempat dan saat pembelian.

c. Harga dan cara pembayaran.

Boyd et al (2000) dalam Dinawan (2010) menjelaskan, setelah konsumen

mengumpulkan dan mendapatkan informasi suatu produk, konsumen akan

Page 47: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

60

menggunakan informasi tersebut untuk mengevaluasi karakteristik produk, pelayanan

yang diberikan, harga, kenyamanan, personil, dan fisiknya. Konsumen biasaya akan

memilih yang memperlihatkan ciri yang paling penting bagi konsumen.

Dalam Dinawan (2010) menyebutkan pendapat Koeswara (1995) bahwa suatu

pembelian tidak langsung terjadi, tetapi dengan mengetahui, mengenal, dan kemudian

memiliki produk tersebut. Ada lima tahap dalam proses pembelian, yaitu:

1. Mengetahui masalahnya (Recognation of problem)

2. Mencari informasi (Search of information)

3. Mengevaluasi setiap alternatif (Evaluation of alternative)

4. Memilih salah satu alternatif (Choice)

5. Menentukan hasil pilihan (Outcome)

Keputusan atau niat untuk membeli merupakan sesuatu yang berhubungan

dengan sencara konsumen untuk membeli produk tertentu dan juga berapa banyak

unit yang dibutuhkan untuk periode tertentu. Setiadi (2003) mendefinisikan

keputusan pembelian sebagai pernyataan mental konsumen yang merefleksikan

rencana pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Pengetahuan akan

keputusan pembelian sangat diperlukan para pemasar untuk mengetahui niat

konsumen terhadap suatu produk maupun untuk memprediksikan perilaku konsumen

di masa mendatang. Keputusan atau niat untuk membeli terbentuk dari sikap

konsumen terhadap produk keyakinan konsumen terhadap kualitas produk, sehingga

akan membatalkan keputusan atau niat membeli konsumen.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dan membentuk perilaku keputusan

pembelian konsumen menurut Kismono (2001) adalah sebagai berikut:

Page 48: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

61

- Faktor budaya yang merupakan penentu yang paling fundamental dalam

membentuk keinginan dalam keputusan pembelian karena didasari oleh

suatu persepsi, referensi, dan proses sosialisasi lingkungan.

- Faktor sosial yang merupakan faktor yang mempengaruhi teman, keluarga,

dan peranan sosial dalam masyarakat.

- Faktor kepribadian yang perupakan faktor karakteristik pribadi yang

mempengaruhi tingkah laku.

- Faktor psikologis yang terdiri atas motivasi, persepsi, pembelajaran, dan

keyakinan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dan membentuk perilaku proses keputusan

menurut Angel (2001) adalah:

1. Pengaruh lingkungan yang meliputi:

Budaya

Kelas sosial

Pengaruh pribadi

Sikap

Situasi

2. Perbedaan individu yang sangat penting meliputi:

Sumber daya konsumen

Motivasi dan keterbatasan

Pengetahuan

Sikap

Page 49: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

62

Kepribadian, gaya hidup, dan demografi

3. Proses psikologis dasar, meliputi:

Pengelolaan informasi

Pembelajaran

Perubahan sikap dan perilaku

Suatu perusahaan harus mengidentifikasi konsumen, sasarannya, dan proses

keputusan mereka sebelum menencanakan pemasaran. Program pemasaran perlu

dirancang untuk menarik dan mencapai kunci keberhasilan guna menciptakan

keputusan pembelian konsumen.

2.3.4.2 Tiket

Tiket merupakan suatu dokumen perjalanan yang dikeluarkan oleh sebuah

lembaga atau perusahaan yang di dalamnya berisi rute, tanggal, harga, dan data

penumpang yang digunakan untuk melakukan suatu perjalanan. Darsono (2004)

berpendapat bahwa tiket adalah salah satu dokumen perjalanan yang dikeluarkan oleh

maskapai penerbangan dan merupakan kontrak tertulis dari salah satu pihak, yang di

dalamnya berisikan ketentuan yang harus dipenuhi oleh penumpang selama memakai

jasa penerbangan, dan data penerbangan penumpang yang mempunya masa periode

waktu tertentu. Tiket juga dapat diartikan sebagai suatu tanda terima atau kwitansi

Page 50: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

63

dari perusahaan penerbangan kepada penumpang atas sejumlah uang yang

dibayarkan.

Saha dan Theingi (2009) mengukur dimensi keputusan pembelian tiket yaitu

dengan:

1. Membeli kembali tiket maskapai penerbangan yang sama.

2. Membeli tiket maskapai penerbangan lain yang sejenis.

2.4 Teori Desain Penelitian

Untuk membuat suatu penelitian, diperlukan menyusun suatu desain

penelitian sebelumnya. Malhotra (2004) mendefinisikan desain penelitian (research

design) sebagai kerangka kerja yang digunakan dalam melakukan sebuah penelitian.

Research design memberikan prosedur yang penting secara detail untuk mendapatkan

informasi yang dibutuhkan, sehingga dapat menjawab permasalahan dari riset

pemasaran.

Research design diklasifikasikan menjadi dua, yaitu exploratory dan conclusive

research design. Menurut Santoso dan Tjiptono (2004), pada tahap pertama

penelitian dilakukan secara exploratory. Exploratory research design dilakukan dengan

menelaah literature yang membahas kasus serupa. Pada tahap selanjutnya, conclusive

research terbagi menjadi dua, yaitu data yang bersifat deskriptif (descriptive research) dan

causal research. Causal research bertujuan untuk mendapatkan bukti hubungan sebab-

akibat atau pengaruh dari variable-variabel penelitian.

Page 51: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

64

Santoso dan Tjiptono (2004) juga menjelaskan dalam bukunya, bahwa penelitian

deskriptif terbagi menjadi dua macam, yaitu cross-sectional dan longitudinal. Pada cross-

sectional, informasi yang didapatkan dari sampel tertentu hanya dikumpulkan satu kali.

Cross-sectional terbagi lagi menjadi dua macam, yaitu single cross-sectional dan multiple

cross-sectional. Dinamakan single cross-sectional apabila hanya ada satu sampel dari

populasi target dan informasi yang dikumpulkan dari sampel tersebut hanya satu kali.

Sedangkan apabila ada dua sampel atau lebih maka disebut multiple cross-sectional.

Selanjutnya pada longitudinal, melibatkan sampel tetap dari elemen populasi yang diukur

berulang kali.

Populasi diartikan sebagai jumlah keseluruhan semua anggota yang diteliti,

sedangkan sampel merupakan bagian yang diambil dari populasi (Istijanto, 2006).

Terdapat dua teknik pengambilan sampel, yaitu probability sampling dan non

probability sampling. Probability sampling adalah metode sampling yang setiap

anggota populasinya memiliki peluang spesifik dan bukan nol untuk dapat terpilih

sebagai sampel. Sedangkan non probability sampling, setiap unsur dalam populasi

tidak memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel, bahkan probabilitas

anggota populasi tertentu untuk terpilih tidak diketahui (Santoso dan Tjiptono, 2004).

Kedua sampling tersebut memiliki jenis yang berbeda. Probability sampling

terdiri dari simple random sampling, stratified random sampling, cluster sampling,

systematic/quast random sampling, dan multistage sampling (Santoso dan Tjiptono,

2004). Simple random sampling adalah ketika setiap anggota populasi memiliki

kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Stratified random sampling

Page 52: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

65

digunakan jika pengambilan sampel dilakukan berdasarkan ciri tertentu dari populasi

untuk keperluan penelitian. Pada cluster sampling, unsur-unsur populasi dibagi salam

sub kelompok, contohnya dengan menggunakan dasar wilayah administrasi

pemerintahan atau batas alam. Sedangkan dalam systematic/quasi random sampling,

unsur-unsur populasi dipilih dengan jarak interval yang sama. Dan pada multistage

sampling, sampel dipilih secara bertahap (berulang kali) sampai pada keadaan dimana

dipandang telah cukup untuk mengambil keputusan.

Santoso dan Tjiptono (2004) juga menyebutkan bahwa jenis-jenis yang

terdapat pada non probability sampling yaitu quota sampling, convenience sampling,

purposive sampling, dan snowball sampling. Quota sampling merupakan metode

memilih sampel yang mempunyai cirri-ciri tertentu dalam jumlah atau kuota yang

diinginkan. Pada convenience sampling sampel dipilih dari orang yang paling mudah

dijumpai, misalnya di pusat perbelanjaan. Jika sampel merupakan orang-orang yang

memiliki ciri-ciri khusus, maka dinamakan purposive sampling. Sedangkan pada

snowball sampling meminta responden untuk memberikan informasi mengenai rekan-

rekan lainnya, sehingga didapatkan responden tambahan.

Pengelompokkan status sosial ekonomi responden berdasarkan pengeluaran

belanja kebutuhan sehari-hari per bulan yang didapatkan dari AC Nielsen (2007),

yaitu:

SSE A1 : > Rp 3.000.000

SSE A2 : Rp 2.000.000 – Rp 3.000.000

SSE B : Rp 1.500.000 – Rp 2.000.000

SSE C1 : Rp 1.000.000 – Rp 1.500.000

Page 53: BAB 2 LANDASAN TEORI - BINA NUSANTARA | Library ...library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB 2_2013_0062.pdf · perusahaan penerbangan dan meningkatkan pengeluaran investasi

66

SSE C2 : Rp 700.000 – Rp 1.000.000

SSE D : Rp 500.000 – Rp 700.000

SSE E : < Rp 500.000

Sedangkan pengelompokkan umur berdasarkan Indonesia consumer survey

2011 dari AC Nielsen, yaitu 18-29 tahun, 30-45 tahun, 46-55 tahun, dan 56-65 tahun.

Secara umum, Malhotra (2004) membagi marketing research data menjadi

data primer (primary data) dan data sekunder (secondary data). Primary data adalah

data yang dihasilkan secara langsung oleh peneliti untuk tujuan tertentu guna untuk

menjawab masalah penelitian. Sedangkan secondary data adalah data yang

dikumpulkan dari sumber-sumber yang sudah ada sebelumnya untuk berbagai macam

tujuan.