bab 1 real robi plus ayi
DESCRIPTION
rtfsdfdsTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh
tidak dapat berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-insulin
Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai
kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap
insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sel dan jaringan tubuh terhadap
insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin didalam darah.1
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit kronis, sehingga
memerlukan penatalaksanaan yang tepat agar dapat mengendalikan kadar
gula darah dalam keadaan normal dan stabil serta mencegah terjadinya
komplikasi.2 Epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan
angka insidens dan prevalensi Diabetes Mellitus tipe II di berbagai penjuru
dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes
yang cukup besar untuk tahun-tahun merndatang. Untuk Indonesia, WHO
memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi
sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.3
Laporan dari hasil penelitian di berbagai daerah di Indonesia yang
dilakukan pada dekade 1980 menunjukkan sebaran prevalensi Diabetes
Mellitus tipe II antara 0,8% di Tanah Toraja, sampai 6,1% yang didapatkan di
Manado. Hasil penelitian pada era 2000 menunjukkan meningkatan
prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh penelitian diJakarta (daerah
1
urban) dari prevalensi DM 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun
1993 dan kemudian menjadi 12,8% pada tahun 2001 di daerah sub-urban
Jakarta.3
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) diperkirakan
penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta
jiwa. Dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah
rural sebesar 7,2%, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat penyandang
diabetes sejumlah 8,2 juta di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural.
Selanjutnya, berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada
tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun
dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka
diperkirakan terdapat 12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1
juta di daerah rural.3
Suatu jumlah yang sangat besar dan merupakan beban yang sangat
berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis/ subspesialis bahkan
oleh semua tenaga kesehatan yang ada. Mengingat bahwa DM akan
memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan
biaya kesehatan yang cukup besar, semua pihak, baik masyarakat maupun
pemerintah, seharusnya ikut serta dalam usaha penanggulangan DM,
khususnya dalam upaya pencegahan (Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes Mellitus Tipe II di Indonesia, 2006).3
Prevalensi DM Tipe 2 pada penduduk cukup tinggi. Penelitian yang
dilakukan di Kayu Putih Jakarta Timur (daerah urban) didapatkan hasil
2
39,1% terjadi pada responden laki-laki dan 52,3% terjadi pada wanita
(Waspadji, Sarwono, 1996). Berdasarkan National Health and Nutritional
Examination Survey II (NHANES) pada tahun 1976- 1981 ditemukan 26%
penduduk dewasa atau sekitar 340 juta penduduk menderita obesitas dan
menjadi sepertiga jumlah penduduk pada data NHANES III. Tetapi penelitian
terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok menunjukkan angka
14,7% dan di Makasar 2005 mencapai 12,5%. Suatu jumlah mengerikan yang
akan menjadi beban bagi petugas kesehatan, pemerintah dan masyarakat pada
umumnya (R.M. Tjekyan, S., 2007).3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut peneliti tertarik untuk
mengetahui apakah ada hubungan tingkat pemahaman penggunaan obat
hipoglikemik oral (OHO) dengan kadar gula darah premeal pagi di RS Natar
Medika Lampung Tahun 2015.
1.3 Tujuan Penelitian
a) Tujuan Umum
Mengetahui hubungan tingkat pemahaman penggunaan obat hipoglikemik
oral (OHO) dengan kadar gula darah premeal pagi di RS Natar Medika
Lampung Tahun 2015.
b) Tujuan Khusus
3
Untuk mengetahui prevalensi kejadian DM tipe 2 di RS Natar Medika
Lampung Tahun 2015.
1. Untuk mengetahui tingkat pemahaman penggunaan obat Hipoglikemik
Oral (OHO) di RS Natar Medika Lampung.
2. Untuk mengetahui tingkat kadar gula darah premeal pagi pada pasien
di RS Natar Medika Lampung.
3. Untuk mengetahui hubungan pemahaman Obat Hipoglikemik oral
(OHO) dan Kadar Gula Darah premeal pagi pada pasien DM tipe 2 di
RS Natar Medika Lampung.
1.4 Manfaat Penelitian
a) Bagi Peneliti
Mengetahui hubungan tingkat pemahaman penggunaan obat hipoglikemik
oral (OHO) dengan kadar gula darah premeal pagi pada pasien DM tipe 2
dan dapat menambah wawasan penulis serta dapat menerapkan
pengetahuan penulis yang telah didapat.
b) Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan
pemahaman tentang hubungan penggunaan obat hipoglikemik oral (OHO)
dengan kadar gula darah premeal pagi pada pasien DM tipe 2.
4
c) Bagi petugas kesehatan instansi terkait
Sebagai bahan informasi atau masukan mengenai hubungan pemahaman
penggunaan obat hipoglikemik oral (OHO) dengan kadar gula darah
premeal pagi pada pasien DM tipe 2, yang diharapkan dapat meningkatkan
peran petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan tentang
pencegahan dan penatalaksanaan penyakit DM tipe 2.
1.5 Ruang Lingkup
Penelitian ini menunjukan jenis desain analitik yang dilakukan terhadap
pasien rawat jalan di RS Natar Medika pada bulan November 2014, untuk
mengetahui tingkat pemahaman penggunaan obat hipoglikemik oral (OHO)
dengan kadar gula darah premeal pagi pada pasien DM tipe 2.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Mellitus Tipe 2
2.1.1 Pengertian
DM tipe 2 merupakan penyakit progresif dengan komplikasi akut
maupun kronik. Dengan pengelolaan yang baik, angka morbiditas dan
mortalitas dapat diturunkan. Dalam pengelolaan DM tipe 2,
diperlukan juga usaha mengkoreksi faktor-faktor risiko penyakit
kardiovaskuler yang sering menyertai DM tipe 2, seperti hipertensi,
dyslipidemia, resistensi insulin dan lain-lain. Walaupun demikian
pengendalian kadar glukosa darah tetap menjadi fokus utama.2
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus
1) Diabetes Mellitus Tipe-1
Merupakan diabetes mellitus yang tergantung pada insulin ( insulin-
dependent diabetes mellitus/DDM ) adalah gangguan autoimun dimana
terjadi penghancuran sel-sel pankreas penghasil insulin.
2) Diabetes Mellitus Tipe-2
Merupakan diabetes non insulin ( non-insulin-dependent diabetes
mellitus / NIDDM). Penderita diabetes mellitus tipe-2 memiliki satu atau
lebih keabnormalan di bawah ini, antara lain:
a) Defisiensi insulin relatif: insulin yang disekresi oleh sel-β pankreas
untuk memetabolisme tidak mencukupi (Kumar et al, 2005).
6
b) Resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif (Perkeni, 2006).
3) Diabetes Mellitus Tipe Lain
Diabetes tipe ini dapat disebabkan karena beberapa hal, antara lain : antagonisme
hormonal insulin, penghancuran pankreas, obat-obatan dan infeksi.
4) Diabetes Gestasional
Sebagian besar wanita yang mengalami diabetes saat hamil memiliki homeostasis
glukosa yang normal pada paruh pertama kehamilan dan berkembang menjadi
defisiensi insulin relatif selama paruh kedua, sehingga terjadi hiperglikemia.5
2.1.3 Etiologi Diabetes Mellitus Tipe 2
Yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi insulin
yang progresif dan adanya resistensi insulin. Pada pasien-pasien dengan
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (NIDDM), penyakitnya mempunyai
pola familial yang kuat. NIDDM ditandai dengan adanya kelainan dalam
sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya kelihatan terdapat
resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula
mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian
terjadi reaksi intraselular yang meningkatkan transport glukosa menembus
membrane sel. Pada pasien-pasien dengan NIDDM terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Ini dapat disebabkan oleh berkurangnya
jumlah tempat reseptor yang responsive insulin pada membrane sel.
Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin
dengan sistem transport glukosa.6
Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup
lama dengan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi
insulin menurun, dan jumlah insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia. Sekitar 80% pasien NIDDM mengalami
obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka
7
kemungkinan besar gangguan toleransi glukosa dan diabetes mellitus yang
pada akhirnya terjadi pada pasien-pasien NIDDM merupakan akibat dari
obesitasnya. Pengurangan berat badan seringkali dikaitkan dengan perbaikan
dalam sensitivitas insulin dan pemilihan toleransi glukosa.6
2.1.4 Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2
Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1 atau early peak yang terjadi
dalam 3-10 menit pertama setelah makan yaitu insulin yang disekresi pada
fase ini adalah insulin yang disimpan dalam sel beta (siap pakai) tidak dapat
menurunkan glukosa darah sehingga merangsang fase 2 adalah sekresi insulin
dimulai 20 menit setelah stimulasi glukosa untuk menghasilkan insulin lebih
banyak, tetapi sudah tidak mampu meningkatkan sekresi insulin sebagaimana
pada orang normal.7
Gangguan sekresi sel beta menyebabkan sekresi insulin pada fase 1
tertekan, kadar insulin dalam darah turun menyebabkan produksi glukosa
oleh hati meningkat, sehingga kadar glukosa darah puasa meningkat. Secara
berangsur-angsur kemampuan fase 2 untuk menghasilkan insulin akan
menurun. Dengan demikian perjalanan DM tipe 2, dimulai dengan gangguan
fase 1 yang menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase 2 di
mana tidak terjadi hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta. Penelitian
menunjukkan adanya hubungan antara kadar glukosa darah puasa dengan
kadar insulin puasa. Pada kadar glukosa darah puasa 80-140 mg/dl kadar
insulin puasa meningkat tajam, akan tetapi jika kadar glukosa darah puasa
melebihi 140 mg/dl maka kadar insulin tidak mampu meningkat lebih tinggi
lagi; pada tahap ini mulai terjadi kelelahan sel beta menyebabkan fungsinya
menurun. Pada saat kadar insulin puasa dalam darah mulai menurun maka
efek penekanan insulin terhadap produksi glukosa hati khususnya
glukoneogenesis mulai berkurang sehingga produksi glukosa hati makin
meningkat dan mengakibatkan hiperglikemi pada puasa. Faktor-faktor yang
dapat menurunkan fungsi sel beta diduga merupakan faktor yang didapat
(acquired) antara lain menurunnya massa sel beta, malnutrisi masa
8
kandungan dan bayi, adanya deposit amilyn dalam sel beta dan efek toksik
glukosa (glucose toxicity).7
Pada sebagian orang kepekaan jaringan terhadap kerja insulin tetap
dapat dipertahankan sedangkan pada sebagian orang lain sudah terjadi
resistensi insulin dalam beberapa tingkatan. Pada seorang penderita dapat
terjadi respons metabolik terhadap kerja insulin tertentu tetap normal,
sementara terhadap satu atau lebih kerja insulin yang lain sudah terjadi
gangguan. Resistensi insulin merupakan sindrom yang heterogen, dengan
faktor genetik dan lingkungan berperan penting pada perkembangannya.
Selain resistensi insulin berkaitan dengan kegemukan, terutama gemuk di
perut, sindrom ini juga ternyata dapat terjadi pada orang yang tidak gemuk.
Faktor lain seperti kurangnya aktifitas fisik, makanan mengandung lemak,
juga dinyatakan berkaitan dengan perkembangan terjadinya kegemukan dan
resistensi insulin.7
2.1.7 Diagnosis Diabetes Melitus Tipe 2
Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah
yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai:
a. Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu
faktor risiko untuk DM, yaitu:
1) Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )
2) Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27
(kg/m2)}Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmhg)
3) Riwayat keluarga DM
4) Riwayat kehamilan dengan bb lahir bayi > 4000 gram
5) Riwayat dm pada kehamilan
6) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl
7) Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT (glukosa
darah puasa terganggu).9
2.1.6 Gambaran Klinis
Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah:
9
1. Keluhan Klasik :
a) Penurunan berat badan
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu relatif
singkat harus menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa
dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan
bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup,
sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan
otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga
menjadi kurus.9
b) Poliuri
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan
menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah
banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu
malam hari.
c) Polidipsi
Rasa haus sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan
yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah
tafsirkan. Dikira sebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban
kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita minum
banyak.
d) Polifagia
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisme menjadi
glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita
zzselalu merasa lapar.9
Keluhan lain:
a) Gangguan saraf tepi / Kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki
di waktu malam, sehingga mengganggu tidur. Gangguan penglihatan
Pada fase awal penyakit Diabetes sering dijumpai gangguan
penglihatan yang mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya
berulang kali agar ia tetap dapat melihat dengan baik.
10
b) Gatal / Bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan
atau daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering
pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka
ini dapat timbul akibat hal yang sepele seperti luka lecet karena sepatu
atau tertusuk peniti.
c) Gangguan Ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering
tidak secara terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait
dengan budaya masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan
masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan
seseorang.
d) Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang
sering ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala
yang dirasakan.9
2. Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tinggi badan,berat badan,dan lingkar pinggang.
Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam
posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik,
serta ankle brachial index (ABI),untuk mencari kemungkinan penyakit
pembuluh darah arteri tepi.9
a) Pemeriksaan funduskopi
b) Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid.
c) Pemeriksaan jantung
d) Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
e) Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
f) Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempatpenyuntikan
insulin)dan pemeriksaan neurologis
Tandatanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipelain
11
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
b) A1C
c) Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan
trigliserida)
d) Kreatinin serum
e) Albuminuria
f) Keton, sedimen, dan protein dalam urin
g) Elektrokardiogram
h) Foto sinarx dada.9
Kadar glukosa darah sewaktu
Bukan DM Belum pasti DM DM
Plasma Vena < 110 110 – 199 ≥200
Darah Kapiler < 90 90 - 199 ≥200
Kadar glukosa darah puasa
Bukan DM Belum pasti DM DM
Plasma Vena < 110 110 – 125 ≥126
Darah Kapiler
< 90 90 - 109 ≥110
Sumber :Perkeni, 2006
Tabel 2.1Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan penyaring
dan diagnosis DM (mg/dl)
2.1.7 Faktor Resiko Diabetes Mellitus Tipe 2
Adapun Faktor resikonya yaitu:
a) Berat badan lebih dan obese (IMT ≥ 25 kg/m2)
b) Riwayat penyakit DM di keluarga
c) Mengalami hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg atau sedang dalam
12
terapi hipertensi)
d) Pernah didiagnosis penyakit jantung atau stroke (kardiovaskular)
e) Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan/atau Trigliserida > 250mg /dL
atau sedang dalam pengobatan dislipidemia
f) Riwayat melahirkan bayi dengan BBL > 4000 gram atau pernah
didiagnosis DM Gestasional
g) Perempuan dengan riwayat PCOS (polycistic ovary syndrome)
h) Riwayat GDPT (Glukosa Darah Puasa tergangu) / TGT
(Toleransi Glukosa Terganggu)
i) Aktifitas jasmani yang kurang.1
2.1.8Pengobatan
Pengobatan diabetes mellitus bergantung kepada pengobatan diet dan
pengobatan bila diperlukan. Kalau masih bisa tanpa obat, cukup dengan
menurunkan berat badan sampai mencapai berat badan ideal. Untuk itu perlu
dibantu dengan diet dan bergerak badan.
Pengobatan dengan perencanaan makanan (diet) atau terapi nutrisi
medik masih merupakan pengobatan utama, tetapi bilamana hal ini bersama
latihan jasmani/kegiatan fisik ternyata gagal maka diperlukan penambahan
obat oral. Obat hipoglikemik oral hanya digunakan untuk mengobati beberapa
individu dengan DM tipe II. Obat ini menstimulasi pelapisan insulin dari sel
beta pancreas atau pengambilan glukosa oleh jaringan perifer.4
2.1.9Intervensi Farmakologis
Obat hipoglikemik oralBerdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi
menjadi 5 golongan:
13
1) Pemicu Sekresi Insulin
a) Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama menguatkan setiap sekresi
insulin pancreas residual. Klorpropamid memiliki lama kerja yang
panjang sehingga lebih mungkin menyebabkan hipoglikemia. Obat ini
juga bias menyebabkan wajah memerah setelah minum alcohol.
Glibenklamid biasanya diberikan dalam dosis tunggal sebelum
sarapan
b) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam
benzoat) dan Nateglinid (de- rivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat
melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.11
2) Peningkat sensitivitas terhadap insulin
a) Tiazolidindion
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Pro- liferator
Activated Receptor Gamma (PPARg), suatu reseptor inti di sel otot
dan sel lemak.Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensiinsulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut
glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung
kelas IIV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga
pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan
tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.11
b) Golongan rosiglitazon sudah ditarik dari peredaran karena efek
sampingnya.
3) Penghambat gluconeogenesis
a) Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
14
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa
perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk.
Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasienpasien
dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-
vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat
memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut
dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus
diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada awal
penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping
obat tersebut.11
4) Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan. Acarbosetidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek
samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan latulens.
5) DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP1) merupakan suatu hormon peptida yang
dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel
mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran
pencernaan. GLP1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan
sekaligus seba gai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, se
cara cepat GLP1 diubah oleh enzim dipeptidyl peptidase4 (DPP4),
menjadi metabolit GLP1(9,36)amide yang tidak aktif.Sekresi GLP1
menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk
meningkatkan GLP1 bentuk aktif merupa kan hal rasional dalam
pengobatan DM tipe 2. Pening- katan konsentrasi GLP1 dapat dicapai
dengan pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP4
(penghambat DPP4), atau memberikan hormon asli atau analognya
(analog incretin=GLP1 agonis).
15
Berbagai obat yang masuk golongan DPP4 inhibitor, mampu
menghambat kerja DPP4 sehingga GLP1 tetap dalam kon sentrasi yang
tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merang sang penglepasan insulin
serta menghambat penglepasan glukagon.11
1. Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
a) OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap
sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis
optimal
b) Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan
c) Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan
d) Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
e) Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan pertama
f) Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.
g) DPPIV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum
makan.
2. Insulin diperlukan pada keadaan:
a) Penurunan berat badan yang cepat
b) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
c) Ketoasidosis diabetik
d) Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
e) Hiperglikemia dengan asidosis laktat
f) Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
g) Stresberat(infeksisistemik,operasibesar,IMA,stroke)
h) Kehamilan dengan DM/d
Jenis dan lama kerja insulinBerdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat
jenis, yakni:
a) Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
b) Insulin kerja pendek (short acting insulin)
16
c) Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)
d) Insulin kerja panjang (long acting insulin)
e) Insulin campuran tetap kerja pendek dan menengah(premixed insulin)11
Efek samping terapi insulin
a) Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
b) Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang
dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.11
2.2 Penelitian Terkait
penelitian yang dilakukan oleh Putri dan Isfandiari yang menemukan
bahwa terdapat hubungan antara kepatuhan pengobatan dengan rerata kadar gula
darah4.Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Jongaya dan Puskesmas Kassi-
Kassi Kota Makassar pada bulan Mei-Agustus 2014. Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian kuantitatif survei analitik dengan desain studi cross-
sectional. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder.
Pengolahan dan penyajian data menggunakan program SPSS version 16 for
Windows. Analisis data menggunakan uji Fisher. Penyajian data dilakukan dalam
bentuk tabel silang antara variabel independen dan variabel dependen disertai
narasi.4
17
Kerangka Teori
Sumber
jenis kelamin
usia berat badan aktivitas
fisik pola makan stres
Resistensi insulin dan
disfungsi sel beta
DM Tipe 2
Diet
Olahraga
Terapi
Edukasi
Kadar Gula Darah Premeal Pagi
GDP Terkontrol
GDP Tidak Terkontrol
Terapi dengan Penggunaan
OHO
Pemicu Sekresi Penghambat Gluconeogenesis
Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose) danDPP-IV
inhibitor
Peningkat Sensitivitas terhadap
Insulin
18
Gambar 2.3 Kerangka Teori
2.4Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara
konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penetilian yang akan
dilakukan. Pada penelitian ini peneliti ingin mengukurhubungan antara variabel
independen dan variabel dependen yang terlihat pada gambar berikut:
DM Tipe 2
Kadar Gula Darah Premeal
Pagi
Pemahaman penggunaan OHO
19
2.5 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara dari peneliti yang
kebenarannya masih harus diteliti (Arikunto,2002). Berdasarkan kerangka
konsep diatas penulis mengajukan hipotesis yaitu :
Ho : Tidak ada hubungan antara pemahaman penggunaan OHO dan kadar
gula darah premeal pagi dengan kejadian DM tipe 2di RS Natar Medika
Lampung Tahun 2015.
Ha : Ada hubungan antara pemahaman penggunaan OHO dan kadar gula
darah premeal pagi dengan kejadian DM tipe 2di RS Natar Medika Lampung
Tahun 2015.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian observasional jenis
studi analitik dimana penelitian ini bertujuan untuk memperoleh penjelasan
tentang faktor-faktor resiko dan penyebab penyakit dan untuk melihat
hubungan dua variabel atau lebih tanpa adanya perlakuan atau intervensi.Data
tentang DM tipe 2 diambil dari catatan medik pasien di RS Natar Medika
Lampung periode November2014.
20
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukanbulan Juni tahun 2015 di Rumah SakitNatar Medika
Lampung.
3.3 Rancangan Penelitian
Rancangan penetilian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan
menggunakan rancangan Cross sectional yaitu suatu rancangan penelitian
observasional yang dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel independen
dengan variabel dependen dimana pengukurannya dilakukan pada satu saat
(serentak).13
3.4 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek-objek yang
mempunyai kualitas dan karateristik tertentu yang ditetapkan oleh penulis untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2000). Pada penelitian ini
yang menjadi populasi adalah semua pasien laki-laki dan perempuan yang masuk
di Rumah Sakit Natar Medika yang terdiagnosisDM tipe 2 pada bulan November
2014 diambil pada berkas rekam medik sebanyak 63 orang.
3.5Sample
Sample adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto,2006).
Dalam penelitian ini teknik pengambilan sample yang digunakan adalah teknik
simple random sampling yaitu setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai
kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sample.12Cara perhitungan sample
untuk penelitian, menggunakan rumus slovin(Notoatmodjo, 2003) sebagai
berikut :
n = N
1 + N(d)2
Ket :
n = Besar Sample
N = Populasi
d = Tingkat toleransi kesalahan = 5% = 0,05
n = 63
21
1 + 63(0,05)2
n = 63
1 63.(0,0025)
n = 63
1 0,1575
n = 63 = 54
1,1575
dari rumus di atas didapatkan sample sejumlah 54orang sample yang
diambil menggunakanteknik simple random sampling.cara pengambilan sample
memenuhi kriteria inklusi dan eklusi. Adapun kriteria-kriteria dimaksud adalah
sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi
Terdiagnosis DM Tipe 2 berdasarkan catatan rekam medis di
Rumah Sakit Natar Medika Lampung 2014.
Bersedia menjadi Responden.
b. Kriteria Eklusi
Pasien DM Tipe 1.
Pasien DM Gestasional.
Pasien DM Tipe 2 Dengan Komplikasi Berat.
3.6 Variabel Penelitian
a. Variabel Dependen
Variabel dependen atau terikat pada penelitian ini adalah kejadian DM tipe 2 dan
Kadar gula darah premeal pagi.
b. Variabel Independen
Variabel independen atau bebas pada penelitian ini adalah Obat Hipoglikemik
Oral ( OHO ).
22
3.7 Definisi Operasional
Untuk lebih memahami dan menyamakan pengertian maka pada penelitian ini
perlu disusun beberapa definisi operasional sebagai berikut :
Variabel Definisi
Operasional
Cara ukur Alat Ukur Kategori/Hasil
Ukur
Skala
Ukur
23
Dependen
Kadar gula
puasa
Independen
Pemahaman
Penggunaan
OHO
Jumlah
kandungan
glukosa
dalam plasma
darah puasa
Kemampuan
responden
untuk
Menjawab
kuesioner
tentang
pemahaman
penggunaan
OHO
Pengukuran
Laboratoris
Wawancara
GlukoMet
er Digital
(Accu-
Check)
Kuesioner
1. Normal
(80-109
mg/dl)
2. Tidak
Normal
(126
mg/dl)
(PERKENI 2006)
Jika menjawab
“tidak” mendapat
skor 0, jika
menjawab
“kadang-
kadang”mendapat
skor 1, jika
menjawab “ya”
mendapat skor 2
dengan jumlah 9
pertanyaan.
Dengan Kriteria :
1. Sangat
Paham
(skor 13-
18)
2. Paham
(skor7-12)
Ordinal
Ordinal
24
3. Kurang
Paham
(skor 0-6)
Table 3.1 Definisi operasional
3.8 Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer yaitu
wawancara langsung menggunakan kuesioner dan data sekunder yaitu
melihat laporan hasil pemeriksaan kadar gula darah premeal pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 di laboratorium rawat jalan RS Natar Medika Lampung.
3.9 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan :
a) Editing
Setelah data dikumpulkan kemudian dilakukan editing untuk mengecek
kelengkapan data, kesinambungan dan keseragaman data sehingga
validitas data dapat terjamin.
b) Coding
Dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan termasuk pemberian
skor yang dilakukan setelah semua data terkumpul dan teridentifikasi
menjadi suatu pengkodean.
c) Entry Data
Memasukkan data ke dalam program komputer untuk proses analisis data
sehingga mampu memberikan suatu gambaran angka dari hasil penelitian.
d) Cleaning
Data yang telah dikumpulkan kemudian dilakukan cleaning data
(pembersihan data) yang berarti sebelum data dilakukan pengolahan, data
dicek terlebuh dahulu agar tidak terdapat data yang tidak perlu.
3.10 Analisis Data
Data yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisa secara :
25
a) Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi variabel
dependen dan variabel independen. Data yang terkumpul dalam penelitian
ini akan diolah menggunakan komputer.
b) Analisis Bivariat
Dilakukan dengan menggunakan uji Chi-square untuk mengetahui
hubungan yang signifikan antara masing masing variabel bebas dengan
variabel terikat. Uji rumus Chi-square sebagai berikut :
X2= Ʃ ¿¿
Keterangan:
Ʃ : Jumlah
X2 : nilai Chi-square
Qi : frekuensi pengamatan untuk tiap-tiap kategori
Ei : frekuensi yang diharapkan untuk tiap-tiap kategori
Berdasarkan hasil perhitungan statistik dapat dilihat kemaknaan hubungan antar
dua variabel, yaitu :
a) Jika p value < 0,05 maka bermakna ada hubungan yang berarti antara
variabel independen dengan variabel dependen atau hipotesa ditolak (Ho).
b) Jika p value >0,05 maka bermakna tidak ada hubungan antara variabel
independen dengan variabel atau hipotesa diterima (Ha).
26