bab 1 - akhir

38
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Banyak sekali penyebab penyakit di sekitar kita, di antaranya adalah virus dan bakteri yang mampu mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Bakteri dapat menyerang semua bagian bagian tubuh termasuk pada rongga mulut. Setiap harinya, rongga mulut setiap harinya dibasahi oleh 1000 hingga 1500 ml air liur yang dihasilkan oleh kelenjar liur. Jika aliran atau produksi air liur ini berkurang, bakteri bisa menyerang dan bisa menimbulkan infeksi. Salah satu infeksi yang dapat terjadi pada kelenjar liur adalah sialadenitis. Angka kejadian penyakit sialadenitis bakteri akut yang masuk dan dirawat di rumah sakit adalah 0,01% sampai 0,02% dari pasien dirawat di rumah sakit serta 0,02% menjadi 0,04% dari pasien pascaoperasi mengalami kondisi ini. Sebagian besar pasien adalah orang-orang dewasa, namun kondisi ini juga dapat terjadi neonatus, bayi prematur, dan anak-anak. Sialadenitis kronis berulang terjadi 10 kali lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak, dengan rentang usia 50 sampai 60 tahun pada orang dewasa dan 4 bulan sampai 15 tahun pada anak-anak hal ini dikarenakan adanya proses aging dan perkembangan imunitas pada anak (Eugene, 2007). Sialadenitis terjadi karena penurunan fungsi duktus oleh karena infeksi, penyumbatan atau trauma menyebabkan aliran saliva akan berkurang atau bahkan terhenti. Batu paling sering didapatkan di kelenjar submandibula. Pada kelenjar liur mayor, gangguan sekresi akan menyebabkan stasis (penghentian atau 1

Upload: indah-febriana

Post on 11-Jul-2016

54 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

MAKALAH SIALADENITIS

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1 - akhir

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Banyak sekali penyebab penyakit di sekitar kita, di antaranya adalah virus dan bakteri

yang mampu mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Bakteri dapat menyerang semua bagian

bagian tubuh termasuk pada rongga mulut. Setiap harinya, rongga mulut setiap harinya

dibasahi oleh 1000 hingga 1500 ml air liur yang dihasilkan oleh kelenjar liur. Jika aliran atau

produksi air liur ini berkurang, bakteri bisa menyerang dan bisa menimbulkan infeksi. Salah

satu infeksi yang dapat terjadi pada kelenjar liur adalah sialadenitis.

Angka kejadian penyakit sialadenitis bakteri akut yang masuk dan dirawat di rumah

sakit adalah 0,01% sampai 0,02% dari pasien dirawat di rumah sakit serta 0,02% menjadi

0,04% dari pasien pascaoperasi mengalami kondisi ini. Sebagian besar pasien adalah orang-

orang dewasa, namun kondisi ini juga dapat terjadi neonatus, bayi prematur, dan anak-anak.

Sialadenitis kronis berulang terjadi 10 kali lebih sering terjadi pada orang dewasa

dibandingkan pada anak-anak, dengan rentang usia 50 sampai 60 tahun pada orang dewasa

dan 4 bulan sampai 15 tahun pada anak-anak hal ini dikarenakan adanya proses aging dan

perkembangan imunitas pada anak (Eugene, 2007).

Sialadenitis terjadi karena penurunan fungsi duktus oleh karena infeksi, penyumbatan

atau trauma menyebabkan aliran saliva akan berkurang atau bahkan terhenti. Batu paling

sering didapatkan di kelenjar submandibula. Pada kelenjar liur mayor, gangguan sekresi akan

menyebabkan stasis (penghentian atau penurunan aliran) dengan inspissations (pengentalan

atau penumpukan) yang seringkali menimbulkan infeksi atau peradangan. Kelenjar liur mayor

yang mengalami gangguan aliran air liur akan mudah mengalami serangan organisme melalui

duktus atau pengumpulan organisme yang terbawa aliran darah.

Umumnya, sialadenitis akan sembuh dengan sendirinya. Peran perawat dalam

memberikan pendidikan kesehatan tentang kebersihan mulut sangat berguna bagi pasien. Jika

infeksi tidak membaik dengan pemberian obat, mungkin diperlukan tindakan pembedahan.

Oleh karena bila terjadi permasalahan atau gangguan pada kelenjar saliva akan menganggu

fungsi fisiologis dari kelenjar saliva dan akan mempengaruhi keadaan fisik dan psikis dari

penderita, sehingga seorang perawat perlu memahami keadaan yang mungkin dialami oleh

pasien sialadenitis sehingga mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat.

1

Page 2: BAB 1 - akhir

1.2 Tujuan

1.Umum Setelah proses pembelajaran mahasiswa/i mampu mendefenisikan,

menjelaskan dan mampu memberikan asuhanan keperawatan yang tepat kepada pasien yang mengalami sialadenitis.

2.Khusus Setelah proses pembelajaran diharapkan mahasiswa/i mampu :1. Menyebutkan pengertian dari penyakit sialadenitis 2. Menyebutkan penyebab serta tanda dan gejala yang ada pada

pasien yang mengalami sialadenitis 3. Menjelaskan pastofisiologis dari penyakit sialadenitis 4. Menyebutkan jenis pemeriksaan penunjang dan pengobatan yang

diberikan kepada pasien yang mengalami sialadenitis .5. Menguraikan asuhan keperawatan mulai dari proses pengkajian,

analisa data, penetapan diagnose keperawatan, perencanaan dan implementasi keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan sialadenitis dengan tepat.

1.3 Manfaat

Memberikan informasi tentang sialadenitis agar perawat dapat memberikan asuhan

keperawatan kepada klien secara tepat dan optimal.

2

Page 3: BAB 1 - akhir

BAB IITINJAUAN TEORI

2.1Anatomi Fisiologi2.1.1. Anatomi Kelenjar Liur

Donald C. Rizzo, 2010Kelenjar liur dibagi menjadi kelenjar liur mayor dan minor. Kelenjar liur mayor ialah

kelenjar parotis, kelenjar submandibula, dan sublingual. Kelenjar liur minor terletak tersebar

di rongga mulut dan tenggorokan. Kelenjar saliva mayor berkembang pada minggu ke-6

sampai ke-8 kehidupan embrio dan berasal dari jaringan ektoderm. Kelenjar saliva minor

berasal dari jaringan ektoderm oral serta endoderm nasofaring dan membentuk sistem

tubuloasiner sederhana (Kontis, 2001).

(Elaine, 2012)

3

Page 4: BAB 1 - akhir

2.1.1.1. Kelenjar Liur Mayor

1. Kelenjar Parotis

Kelenjar parotis merupakan sepasang kelenjar liur terbesar. Letaknya didekat liang

telinga dan ramus asendens mandibula. Nervus fasialis setelah keluar dari foramen

stilomastoid masuk ke dalam kelenjar parotis dan bercabang disana. Salurannya yaitu duktus

Stenon, menembus m. Bucinator dan bermuara ke dalam rongga mulut kanan dan kiri

berhadapan dengan remolare kedua rahang atas. Kelenjar parotis kaya akan saluran getah

bening dengan banyak sekali kelenjar getah bening intraglanduer. Serabut saraf parasimpatis

berjalan bersama n. Glosofaring sampai ke foramen jugularis dan kemudian terus bersama

dengan n. Petrosus superfisial minor menuju ke ganglion optikum. Serabut saraf tadi

mencapai kelenjar bersama dengan n. Aurikulotemporal. Di sini, saraf ini mempengaruhi

produksi air-liur.

2. Kelenjar Mandibula

Kelenjar submandibula terletak di sebelah medial tepi bawah rahang, di atas m.

Digastrikus dan menempati segitiga yang dibentuk oleh venter posterior dan anterior m.

Digastrici. Bagian tengah berhubungan dengan m. Styloglossus dan m. Hyoglossus. M.

Mylohyoideus yang membatasi rongga sublingual dan submandibular, merupakan batas

superior kelenjar submandibularis. Duktusnya keluar dari perluasan kelenjar submandibularis

yang melintasi batas posterior dari m. Mylohyoideus dan memasuki rongga atau ruang

subingual. Salurannya, yaitu duktus Whartoni sepanjang kurang lebih 6 cm, berjalan di bawah

selaput lendir dasar mulut bersama dengan n. Lingualis dan bermuara di dasar mulut

disamping frenulum lidah dalam karunkula. Persyarafannya berasal dari serabut saraf

parasimpatis yang melalui korda timpani dan kemudian mengikuti n. Lingualis mencapai

kelenjar.

3. Kelenjar sublingual

Kelenjar sublingual terletak sedikit ke depan dan tepat di sebelah kelenjar

submandibula. Keduanya mempunyai satu saluran (duktus) bersama. Kelenjar sublingual

menempati rongga sublingual bagian anterior dan karena itu hampir memenuhi dasar mulut.

Aliran dari sublingualis memasuki rongga mulut melalui sejumlah muara yang terdapat

sepanjang plica sublingualis, yaitu suatu lingir mukosa anteroposterior di dasar mulut yang

menunjukkan alur dari ductus submandibularis, atau melalui duktus utama (yaitu ductus

Bartholin) yang berhubungan dengan ductus submandibularis.

4

Page 5: BAB 1 - akhir

2.1.1.2. Kelenjar Liur Minor

Kelenjar saliva minor sangat banyak jumlahnya, berkisar antara 600 sampai 1000

kelenjar. Di antaranya ada yang memproduksi cairan serosa, mukoid, ataupun keduanya.

Masing-masing kelenjar memiliki duktus yang bermuara di dalam rongga mulut. Kelenjar ini

tersebar di daerah bukal, labium, palatum, serta lingual. Kelenjar ini juga bisa didapatkan

pada kutub superior tonsil palatina (kelenjar Weber), pilar tonsilaris serta di pangkal lidah.

Suplai darah berasal dari arteri di sekitar rongga mulut, begitu juga drainase kelenjar getah

bening mengikuti saluran limfatik di daerah rongga mulut.

2.1.2. Fisiologi Kelenjar Air Liur

Jumlah total produksi air liur setiap hari ialah 600 ml. Sebanyak 70% diproduksi oleh

kelenjar submandibula dan 25% oleh kelenjar parotis, yang mengeluarkan air liur pada waktu

makan. Air liur mempunyai peranan penting yaitu memungkinkan makanan dikunyah oleh

gigi dan dibentuk ke dalam bolus, mengubah karbohidrat menjadi maltosa dengan bantuan

enzim ptialin, dan melembabkan lidah dan bagian dalam mulut sehingga memungkinkan

lidah bergerak saat berbicara.

Berikut fisiologi kelenjar air liur menurut Mosier (2009) :

2.1.2.1. Produksi Saliva

Kelenjar saliva berperan memproduksi saliva, dimulai dari proksimal oleh asinus dan

kemudian dimodifikasi di bagian distal oleh duktus. Kelenjar saliva memiliki unit sekresi

yang terdiri dari asinus, tubulus sekretori, dan duktus kolektivus. Sel-sel asini dan duktus

proksimal dibentuk oleh sel-sel mioepitelial yang berperan untuk memproduksi sekret. Sel

asini menghasilkan saliva yang akan dialirkan dari duktus interkalasi menuju duktus

interlobulus, kemudian duktus intralobulus dan berakhir pada duktus kolektivus.

(Raff, 2011)

5

Peningkatan sekresi saliva

melalui efek yang terjadi

pada :

Kelenjar

submandibular

Kelenjar

Parotis

Ganglion

submandibular

Ganglion

oticParasimpatik

Peningkatan tekananDi mulut

Nukleus

kelenjar

saliva di

medula

Pusat saraf

otak

BauRasaSuara

Page 6: BAB 1 - akhir

2.1.2.2.

6

Page 7: BAB 1 - akhir

2.1.2.3. Inervasi autonom dan sekresi saliva

1. Sistem saraf parasimpatis

Sistem saraf parasimpatis menyebabkan stimulasi pada kelenjar saliva sehingga

menghasilkan saliva yang encer. Kelenjar parotis mendapat persarafan parasimpatis dari

nervus glosofaringeus (n.IX). Kelenjar submandibula dan sublingualis mendapatkan

persarafan parasimpatis dari korda timpani (cabang n. VII).

2. Sistem saraf simpatis

Serabut saraf simpatis yang menginervasi kelenjar saliva berasal dari ganglion

servikalis superior dan berjalan bersama dengan arteri yang mensuplai kelenjar saliva.

Serabut saraf simpatis berjalan bersama dengan arteri karotis eksterna yang memberikan

suplai darah pada kelenjar parotis, dan bersama arteri lingualis yang memberikan suplai darah

ke kelenjar submandibula, serta bersama dengan arteri fasialis yang memperdarahi kelenjar

sublingualis. Saraf ini menstimulasi kelenjar saliva untuk menghasilkan sekret kental yang

kaya akan kandungan organik dan anorganik.

2.2. Definisi Sialadenitis

Sialadenitis adalah infeksi kelenjar liur yang dapat bersifat akut, subakut, atau kronis

yang dapat disebabkan bakteri atau virus. Biasanya sistem duktus mengalami kerusakan,

sehingga serangan tunggal sialadenitis submandibularis jarang terjadi (Schlossberg,

2008).Bisa juga disebabkan oleh trauma (Mitchell, 2009).

a. Mukokel merupakan lesi kelenjar saliva yang paling sering ditemukan. Lesi ini terjadi

karena penyumbatan atau ruptur duktus salivarius dengan kebocoran saliva ke dalam

stroma di sekitarnya. Mukokel yang paling sering ditemukan pada bibir sebelah bawah

tersebut secara khas terjadi karena trauma. Ukuran lesi ini berfluktuasi dan terutama

berkaitan dengan makanan. Eksisi yang total dapat menyebabkan rekurensi (Mitchell,

2009).

b. Sialoadenitis nonspesifik (bakterial) umumnya terjadi sesudah obstruksi duktus

salivarius oleh batu (sialolitiasis), dengan pertumbuhan S. Aureus atau Streptococus

viridans yang berlebihan sehingga terjadi pembesaran kelenjar saliva serta nyeri dan

sekret purulen (Mitchell, 2009).

7

Page 8: BAB 1 - akhir

2.3. Etiologi Sialadenitis

Menurut Witt (2011), beberapa etiologi yang dapat menyebabkan sialadenitis adalah :

1. Dehidrasi, dan malnutrisi serta sejumlah terapi obat (misalnya: diuretik, antihistamin,

antidepresan, dan antihipertensi) dapat mengakibatkan penurunan fungsi dari kelenjar

liur sehingga dapat menurunkan produksi saliva. Keadaan ini bisa menyebabkan

penyebaran kolonisasi bakteri dari parenkim kelenjar liur melalui sistem ductal

(saluran) ke kelenjar liur.

2. Obstruksi mekanik karena sialolithiasis atau abnormalitas duktus kelenjar liur dapat

mengurangi produksi saliva. Keadaan ini dapat menyebabkan seseorang menderita

sialadenitis yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri aerobik khas yang sering

menginfeksi pada sialadenitis adalah Staphylococcus aureus dan Haemophilus

influenzae. Basil Gram-negatif termasuk Prevotella berpigmen, Porphyromonas, dan

Fusobacterium juga dapat menjadi penyebab pada sialadenitis.

3. Penyakit auto imun (Sjogren syndrome) disebut juga dengan penyakit Mikulicz dan

Sindrom Sicca, merupakan penyakit autoimun sistemik yang menyerang sel imun dan

menghancurkan kelenjar eksokrin yang memproduksi air mata dan ludah (saliva).

Sjogren Syndrome berhubungan dengan meningkatnya kadar IL-1RA, sebuah

interleukin 1 antagonis pada cairan sumsum tulang belakang. Hal ini terkesan bahwa

penyakit dimulai dengan meningkatnya aktivitas sistem interleukin1, diikuti dengan

auto regulator IL-1RA untuk mengurangi secara signifikan dari interleukin 1 ke

reseptor. Hal ini menunjukkan bahwa interleukin 1 penyebab pada kelelahan pada

penderita Sjogren Syndrome. Meningkatnya IL-1RA telah diamati pada CSF dan

berhubungan dengan meningkatnya kelelahan, berpengaruh pada cytokine yang

berimbas pada gangguan tingkah laku. Pasien dengan Sjogren sindrom sekunder juga

selalu menimbulkan gejala dan tanda-tanda pada penyakit reumatik primer, seperti

SLE, RA atau sclerosis sistemik (http://emedicine.medscape.com/article/332125-

overview).

4. Prosedur tindakan pembedahan pada pasien merupakan salah satu faktor predisposisi

yang paling umum yang dapat menyebabkan sialadenitis akut di rumah sakit. Anestesi

umum dapat mengakibatkan pertumbuhan yang berlebihan dari flora mulut.

8

Page 9: BAB 1 - akhir

5. Kuttner’s tumor adalah gangguan yang mempengaruhi fibro inflammatory kelenjar

liur. Tanda yang muncul seperti tumor jinak dan terutama mempengaruhi kelenjar

submandibular (http://www.Hxbenefit.com/sialadenitis. html).

6. Virus seperti HIV, Mumps, coxsackievirus, parainfluenza types I dan II, influenza A,

juga herpes juga dapat menjadi penyebab terjadinya sialadenitis. Angka kejadiannya

relatif lebih rendah daripada penyebab sialadenitis karena bakteri

(http://rarediseases.info).

2.4. Klasifikasi Sialadenitisa. Sialadenitis akut

Sialadenitis akut akan terlihat secara klinik sebagai pembengkakan atau pembesaran glandula dan salurannya dengan disertai nyeri tekan dan rasa tidak nyaman serta sering juga diikuti dengan demam dan lesu. Diagnosis dari keadaan sumbatan biasanya lebih mudah ditentukan dengan berdasar pada keluhan subjektif dan gambaran klinis. Penderita yang terkena sialadenitis akut seringkali dalam kondisi menderita dengan pembengkakan yang besar dari glandula yang terkena. Regio yang terkena sangat nyeri bila dipalpasi dan sedikit terasa lebih hangat dibandingkan daerah dekatnya yang tidak terkena. Pemeriksaan muara duktus akan menunjukkan adanya peradangan, dan jika terliahat ada aliran saliva, biasanya keruh dan purulen.

Pasien biasanya demam dan hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis yang merupakan tanda proses infeksi akut. Pemijatan glandula atau duktus (untuk mengeluarkan secret) tidak dibenarkan dan tidak akan bisa ditolerir oleh pasien. Probing (pelebaran duktus) juga merupakan kotraindikasi karena kemungkinan terjadinya inokulasi yang lebih dalam atau masuknya organism lain, yang merupakan tindakan yang harus dihindarkan. Sialografi yaitu pemeriksan glandula secara radiografis mensuplai medium kontras yang mengandung iodine, juga sebaiknya ditunda. Bila terdapat bahan purulen, dilakukan kultur aerob dan anaerob (Gordon,1996).

b. Sialadenitis kronis

9

Page 10: BAB 1 - akhir

Infeksi atau sumbatan kronis membutuhkan pemeriksaan yang lebih menyeluruh, yang meliputi probing, pemijatan glandula dan pemeriksaan radiografi. Palpasi pada glandula saliva mayor yang mengalami keradangan kronis dan tidak nyeri merupakan  indikasi dan seringkali menunjukkan adanya perubahan atrofik dan kadang-kadang fibrosis noduler. Sialadenitis kronis seringkali timbul apabila infeksi akut telah menyebabkan kerusakan atau pembentukan  jaringan parut atau pembentukan jaringan parut atau perubahan fibrotic pada glandula.

Tampaknya glandula yang terkena tersebut rentan atau peka terhadap proses infeksi lanjutan. Seperti pada sialadenotis akut, perawatan yang dipilih adalah kultur saliva dari glandula yang terlibat dan pemberian antibiotic yang sesuai. Probing atau pelebaran duktus akan sangat membantu jika sialolit ini menyebabkan penyempitan duktus sehingga menghalangi aliran bebas dari saliva. Bila kasus infeksi kronis ini berulang-ulang terjadi, maka diperlukan sialografi dan pemerasan untuk mengevaluasi fungsi glandula. Jika terlihat adanya kerusakan glandula yang cukup besar, perlu dilakukan ekstirpasi glandula. Pengambilan submandibularis tidak membawa tingkat kesulitan bedah dan kemungkinan timbulnya rasa sakit sebagaimana  pengambilan glandula parotidea. Karena kedekatannya dengan n. facialis dan kemungkinan cedera selama pembedahan, maka glandula parotidea yang mengalami gangguan biasanya dipertahankan lebih lama daripaa jika kerusakan mengenai glandula submandibula (Gordon, 1996).

c. Sialadenetis supuratifSialadenitis supuratif akut lebih jarang terjadi pada glandula

submandibularis, dan jika ada, seringkali disebabkan oleh sumbatan duktus dari batu saliva atau oleh benturan langsung pada duktus. Dilakukan pemeriksaan kultur dari sekresi purulen dan terapi antibiotic. Jika batu terletak pada bagian distal duktus (intraoral), batu harus dikeluarkan. Jika sialolit terletak pada duktus proksimal. Kadang-

10

Page 11: BAB 1 - akhir

kadang glandula harus dipotong untuk mengontrol infeksi akut (Gordon, 1996).

2.5 Manifestasi Klinis Sialadenitis Beberapa gejala umum dari sialadenitis meliputi :

1. Nyeri pada wajah

2. Rasa sakit yang berasal dari seluruh sudut rahang

Gejala-gejala dari kondisi ini dapat bervariasi tergantung pada intensitas infeksi.

Kebanyakan orang menderita rasa sakit saat membuka mulut. Gejala tambahan yang mungkin

muncul adalah :

1. Demam

2. Kemerahan pada leher atas dan sisi samping wajah

3. Kesulitan membuka mulut

4. Penurunan rasa saat makan

5. Mulut kering

6. Wajah bengkak

2.6. Patofisiologi SialadenitisTahap awal sialadenitis ditandai dengan akumulasi bakteri/virus, neutrofil, dan cairan

inspissated dalam lumen struktur duktal. Kerusakan epitel duktal menimbulkan sialodochitis

(peradangan periductal), akumulasi neutrofil dalam stroma kelenjar, dan selanjutnya nekrosis

asinus dan pembentukan mikro abses. Tahap kronis dimulai saat terjadi episode berulang dan

ditandai oleh kerusakan lebih lanjut asinus liur dan pembentukan folikel getah bening

periductal. (Abrons Student Health Center di University of North Carolina Wilmington.

2007)

Pada sialadenitis sklerosis kronis, terjadi berbagai tingkat peradangan (dimulai dengan

limfositik sialadenitis menyebar menjadi sirosis kelenjar liur yang mengenai sel asinus) yang

dapat disebabkan oleh obstruksi dari saluran-saluran air liur oleh microliths, yang

menyebabkan infeksi, atau dari reaksi kekebalan melalui pembentukan folikel getah bening

sekunder. Pada sialadenitis autoimun, respon terhadap antigen yang tak diketahui pada

parenkim kelenjar liur menyebabkan terjadinya aktivasi sel limfosit T dan limfosit B yang

dapat menginfiltrasi interstitium, yang kemudian menyebabkan kerusakan asinus dan

pembentukan pulau epimyoepithelial. Hal ini meningkatkan kemungkinan pengembangan B-

sel limfoma.

11

Page 12: BAB 1 - akhir

2.7. Penatalaksanaan SialadenitisMenurut Yoskovitch (2009) dalam Muttaqin (2011), penatalaksanaan umum untuk

sialadenitis meliputi :

1. Istirahat ditempat tidur selama masa panas dan pembengkakan kelenjar saliva

2. Pada kasus sialadenitis akut, harus melakukan hidrasi yang memadai sehingga

ketidakseimbangan elektrolit dapat diperbaiki

3. Diberikan kompres hangat serta dapat diberikan antipiretik dan analgesik

4. Menjaga kebersihan mulut dan gigi secara menyeluruh dengan menyikat gigi dan

flossing setidaknya dua kali per hari dapat membantu proses penyembuhan sialadenitis

5. Menganjurkan pasien untuk berhenti merokok untuk membantu mencegah penyebaran

infeksi

6. Membilas mulut dengan air garam hangat (1/2 sendok teh garam dalam satu cangkir

air) dapat membantu menenangkan dan menjaga mulut tetap lembab

7. Minum banyak air putih dan menggunakan sari lemon bebas gula untuk meningkatkan

aliran air liur dan mengurangi pembengkakan.

8. Bila faktor penyebab tidak dapat dihilangkan, diusahakan untuk memperbesar aliran

dengan cara mengunyah permen karet.

9. Pemberian antibiotic klindamisin (900 mg secara/IV atau 300 mg/Oral) selama 7-10

hari

10. Terapi pembedahan. Dengan melakukan insisi dan hidrasi serta massage (kalkuli,

tumor, sclerosing sialadenitis atau abses). Batu pada duktus dapat dikeluarkan dengan

12

Page 13: BAB 1 - akhir

membuat insisi ke duktus dari mukosa mulut. Batu yang terletak lebih di dalam,

memerlukan insisi linear eksternal.

11. Pada semua keadaan, lubang masuk duktus harus diperlebar dengan beberapa probe

lakrimal.

12. Pada keadaan yang lebih parah, gejala yang ada dapat dikontrol dengan pengikatan

duktus. Pengikatan duktus hanya dilakukan bila ada hiposekresi yang hebat, misalnya

bila ada sindrom Sicca atau kerusakan kelenjar sudah sangat besar atau bila kecepatan

sekresi tinggi, dapat dilakukan.

2.8.  Pemeriksaan Diagnostik SialadenitisTes Hasil

Kultur dan kepekaan dari eksudat Ditemukan adanya pertumbuhan

bakteri/virus pada kultur yang diperiksa

CBC Peningkatan Jumlah WBC

Radiografi wajah Mengindentifikasi Sialotiasis

USG kelenjar yang terkena dampak Menunjukan adanya rongga abses atau

adanya cairan

Kanula Lashley yang dipasang pada

tiap duktus atau liur ditampung

setelah pasien mengunyah permen

karet atau setelah dilakukan

penyuntikan pilokarpin secara

Kecepatan aliran liur yang lebih dari

normal (normal: 1 ml per menit) dan pada

sebagian besar keadaan tersebut biasanya

bersifat bilateral.

13

Page 14: BAB 1 - akhir

intravena.

Test Lain yang dapat Dilakukan

CT-Scan Akan menunjukkan adanya sialadenitis,

pembesaran kelenjar liurdi sialadenitis

atau sclerosing kronis

Sialography Akan menunjukkan adanya batu, striktur

duktus, atau hilangnya integritas

parenkim

Skintigrafi menggunakan radio

isotop natrium perteknetat Tc-99m

Mungkin menunjukkan adanya

hiposekresi kelenjar liur atau non

functional

SSA/anti-Ro, SSB/anti-La Positif (patognomonik sindrom Sjogren)

ANA normal atau meningkat

RF normal atau meningkat

FNA sitologi kelenjar yang terkena

dampak

ada perubahan neoplastik jika ada

sclerosing sialadenitis kronis

Biopsi Kelenjar Saliva Menunjukan keparahan infiltrate

parenkim dari kelenjar liur dengan

hilangnya struktur Acinar dan ketahanan

dari saluran liur disebabkan karena

etiologi autoimun, dan sialadenitis

nekrosis kelenjar tanpa metaplasia

skuamosa

2.9. Komplikasi

1. Abses

Infeksi bakteri yang timbul akibat adanya blokade air liur membuat kelenjar air ludah

membengkak dan menimbulkan benjolan yang kemudian jika dibiarkan akan

mengeluarkan nanah yang berbau busuk. Tubuh pun akan merasakan nyeri yang snagat

hebat disertai demam. Jika tidak ada penanganan akan terbentuk abses.

2.Kerusakan/pembusukan gigi

14

Page 15: BAB 1 - akhir

Saluran air liur yang terblokir selanjutnya akan timbul infeksi bakteri. Hal ini juga

dapat menyerang gigi yang merupakan bagian dalam rongga mulut. Sehingga dapat

menyebabkan pembusukan gigi pada mulut.

2.10. Prognosis

Sebagian besar Infeksi kelenjar ludah dapat hilang dengan sendirinya atau disembuhkan

dengan pengobatan. Komplikasi tidak umum, tetapi mereka dapat terjadi tanpa diketahui.

Berikut ini beberapa prognosis Sialadenitis :

1. Pada pasien pascaoperasi, pasien sering mengakui bahwa pasien sudah menggunakan

antibiotik intravena yang tepat. Pasien-pasien ini memiliki prognosis yang sama.

2. Pasien dengan sialadenitis kronis sering memiliki program kambuh dan timbul.

Prognosis tergantung pada etiologinya.

3. Prognosis sialadenitis akut sangat baik. Kebanyakan kasus mudah diobati dengan

manajemen medis konservatif, dan penerimaan adalah pengecualian, bukan aturan.

Gejala akut menyelesaikan dalam waktu 1 minggu, namun, edema di daerah tersebut

dapat berlangsung beberapa minggu. Pasien dengan sialolithiasis memerlukan

perawatan bedah definitif dalam banyak kasus, yang menghasilkan prognosis yang

sangat baik.

4. Pasien dengan Sjögren atau penyakit autoimun lainnya cenderung memiliki kursus yang

berkepanjangan terkait dengan keterlibatan sistemik.

5. Pasien dengan sialadenosis memiliki prognosis yang baik, jika masalah yang mendasari

pada penyakit tersebut cukup dikendalikan. Bahkan jika dicapainya control penyakit

yang tepat, pembengkakan bilateral mungkin dapat persisten

15

Page 16: BAB 1 - akhir

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI SIALADENITIS

3.1 Pengkajian

1. Identitas

Pada penyakit sialadenitis tidak dipengaruhi oleh ras, jenis kelamin, agama tapi

sialadenitis sering terjadi pada usia tertentu yakni antara 50an-60 an.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengalami keluhan gejala seperti gumpalan lembut yang nyeri di pipi atau di

bawah dagu, terdapat tonjolan pus dari glandula ke bawah mulut dan pada kasus yang

parah, pasien mengalami demam, menggigil, dan malaise (bentuk umum rasa sakit).

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien dengan gangguan sialadenitis biasanya pada penyakit terdahulu mengalami

obstruksi hiposecretion atau saluran kelenjar saliva yang menyebabkan saliva sedikit.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

16

Page 17: BAB 1 - akhir

Penyakit ini tidak berhubungan dengan genetik dari klien dan keluarganya. Namun,

penyakit ini dapat merupakan bawaan (kongenital).

5. Observasi dan Pemeriksaan Fisik

TTV: RR : 18-20 x/menit

N : 60-100 x/menit

S : 38 °C

TD : 120/80 mmhg

6. Pemeriksaan Fisik :

B1 (Sistem Pernafasan) : Pada pasien dengan kelainan kelenjar saliva kemungkinan akan terjadi peningkatan frekuensi napas oleh karena adanya nyeri dan peningkatan suhu tubuh. Pada auskultasi bunyi napas biasanya normal.B2 (Sistem Kardiovaskuler) : Dapat ditemukan adanya tacicardia, dapat pula ditemukan adanya peningkatan tekanan hal ini dapat dihubungkan dengan adanya ketakutan atau karena peningkatan suhu tubuh pasien.

B3 (Sistem Persyarafan) : Pasien mungkin mengalami nyeri kepala, nyeri otot dan nyeri rahang, juga kemungkinan akan mengalami kejang oleh karena adanya peningkatan suhu tubuh yang berlebihan (hipertemi).B4 (Sistem Perkemihan) : System eliminasi urine tidak mengalami gangguan.

B5 (Sistem Pencernaan) : Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan/mengunyah, nafsu makan menurun, adakalanya disertai dengan kaku pada rahang. Adanya pembengkan pada kelenjar saliva baik parotis, submandibular atau sublingual, dehidrasi, dan penurunan berat badan.B6 (Sistem Muskuloskeletaldan Integumen) : Pada kulit, turgor kulit jelek atau membrane mukosa kering. Adaya kesukaran dalam beraktivitas karena kelemahan

3.2 Diagnosa Keperawatan

1) Domain 2 : NutritionClass 1 : Ingestion

17

Page 18: BAB 1 - akhir

Diagnosa :Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakadekuatan intake nutrisi, respons sekunder dari nyeri, ketidaknyamanan oral (00002)

NOC NIC

Tujuan :

Dalam waktu 1x 24 jam intake

nutrisi klien adekuat

Domain 2 Physiologic Health

Class K Digestion and Nutrition

Nutritional Status (1004)

Kriteria Hasil :

Nutrisi klien membaik dilihat dari indikator :1. Intake Nutrisi (5)2. Asupan makanan (5)3. Rasio berat badan dan tinggi badan

(5)

Nutritional Monitoring (1160)

1. Monitor kalori dan intake diet klien2. Monitor kelihangan berat badan yang

dialami klien3. Tentukan rekomendasi energi yang

dibutuhkan klien4. Tentukan faktor yang mempengaruhi

intake nutrisi klien5. Tentukan pola makan klien

18

Page 19: BAB 1 - akhir

2) Domain 12 ComfortClass 1 Physical Comfort Diagnosa : Nyeri kronis berhubungan dengan sensitivitas saraf lokal sekunder dari respons inflamasi lokal

19

NOC NIC

Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam

menunjukkan nyeri berkurang sampai

hilang setelah dilakukan tindakan

keperawatan

Domain IV Health and Knowledge

Behavior

Class Q Health Behavior

Pain Control 1605

Kriteria Hasil :

Nyeri yang dirasakan klien berkurang dilihat dari indikator :1. Penggunaan analgesik (5)2. Melaporkan nyeri yang terkontrol

(5)3. Mengenali serangan nyeri (5)4. Melaporkan perubahan gejala nyeri

(5)Note :

1. tidak pernah didemonstrasikan2. Jarang dilakukan3. Kadang – kadang dilakukan4. Selalu dilakukan5. Dilakukan secara konsisten

Pain Management (4092)

1. Melakukan engkajian komprehensif mengenai nyeri klien

2. Mengamati komunikasi non verbal yang menunjukkan bahwa klien mengalami ketidaknyamanan

3. Meminimalkan faktor yang menimbulkan nyeri pada klien

4. Mengajarkan mengenai managemen nyeri

5. Mengajarkan klien untuk memonitor nyeri

6. Anjurkan untuk istirahat agar meminimalkan nyeri

7. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan profesional mengenai analgesik yang diberikan

Page 20: BAB 1 - akhir

3) Domain 11Class 6 ThermoregulationDiagnosa : Hipertermi berhubungan dengan respons inflamasi sistemik (00007)

4) Domain 11 Safety/Protection

Class 1 InfectionDiagnosa : Resiko Infeksi berhubungan dengan adanya peradangan kelenjar saliva (00004)

5) Domain 9 Coping/Stress Tolerance

Class 2 Coping ResponseDiagnosa : Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit (00146)

20

NOC NIC

Tujuan :

Dalam waktu 1 x 24 jam terjadi

penurunan suhu tubuh.

Domain II Physiologic Health

Class I MetaboicRegulation

Thermoregulation (0800)

Kriteria Hasil :

Suhu tubuh klien berkurang dilihat dari indikator :1. Berkeringat saat panas2. Penurunan suhu tubuh3. Denyut nadi normal (60 – 100 x /

menit)

Temperature Regulation (3900)

1. Monitor suhu setiap 2 jam sekali2. Monitor tekanan darah, denyut nadi

dan respirasi3. Anjurkan cairan dan intake nutrisi

adekuat4. Berikan medikasi antipyretic jika

diperlukan

NOC NIC

Tujuan :

Dalam waktu 1 x 24 jam prognosis

infeksi tidak memburuk

Domain II Physiologic Health

Class H Immune Response

Infection Severity (0703)

Kriteria Hasil :

Resiko infeksi pada klien berkurang dapat dilihat dari indikator :

1. Tidak ditemukan demam2. Suhu tubuh stabil3. Tidak ditemukan malaise4. Jumlah darah putih normal (4000 –

10.000/ mm3)

Infection Control (6540)

1. Intake nutrisi terpenuhi

2. Mengelola terapi antibiotik

3. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi

antibiotik, jika diperlukan

4. Memastikan teknik perawatan luka

dengan tepat

5. Ajarkan pada klien dan keluarga

tentang tanda dan gejala infeksi

Page 21: BAB 1 - akhir

BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS PADA KLIEN DENGAN SIALADENITIS

1.1 Kasus

Nyonya R seorang akuntan berusia 45 tahun dengan tinggi 165 cm dan berat badan 50

kg datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri hebat pada daerah leher tepatnya di bagian

rahang bawah disertai pembengkakan, kulit memerah serta demam dan pasien tampak

gelisah serta mual muntah. Pasien datang bersama suaminya pada tanggal 25 maret 2016

pukul 11.00. Pasien mengatakan bahwa ia mengalami nyeri hebat saat menelan makanan

sejak 1 minggu yang lalu, bibirnya kering, dan sering sariawan. Suami pasien juga

mengatakan bahwa nafsu makan dan berat badan istrinya menurun drastis. Dari hasil

21

NOC NIC

Tujuan :

Dalam waktu 1 x 24 jam kecemasan

pada klien berkurang

Domain III Psyhosocial Health

Class M Psychological Well – Being

Anxiety Level (1211)

Kriteria Hasil :

Kecemasan klien berkurang dapat dilihat dari indikator :1. Tidak ditemukan peningkatan

tekanan darah, denyut nadi, dan respiration rate

2. Tidak merasa kelelahan3. Tidak ditemukan distress4. Penurunan aktivitas sudah tidak

ditemukan5. Tidak ditemukan keringat

Anxiety Reduction (5820)

1. Kaji respon takut subyektif dan obyektif pasien2. Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai semua tindakan pemeriksaan dan pengobatan3. Dorong diskusi antara pasien dan dokter tentang ketakutan pasien4. Sering berikan penguatan positif bila pasien mendemonstrasikan perilaku yang dapat menurunkan atau mengurangi takut5. Tetap bersama pasien selama menghadapi situasi baru atau ketika pasien merasa ketakutan

Page 22: BAB 1 - akhir

pemeriksaan didapatkan Suhu 39ºC, Nadi 90/menit, TD 120/80 mmHg, RR 20 /menit , BB

sekarang 50 kg sedangkan BB sebelumnya 57kg.

1.2 Pengkajian

(Terlampir)

1.3 Analisa Data

No Data Etiologi Masalah1. DS :

Nyeri di bagian leher tepatnya rahang bawah (kelenjar submandibula)

Nyeri muncul saat menelan makanan

DO : P : inflamasi

Q: nyeri seperti di tekan

R: nyeri di bagian leher tepatnya

Infeksi virus Sialodochitis

Gangguan sekresi saliva

Penumpukan saliva

Terjadinya peradangan

Pembengkakan glandula

Sensitivitas serabut saraf lokal

Nyeri

Nyeri Akut

22

Page 23: BAB 1 - akhir

di rahang bawah

S: Skala nyeri 7

T: Nyeri hebat ketika menelan

2. DS :

Tidak nafsu makan

DO :

BB menurun 7 kg dari berat awal menjadi 50 kg dalam 1 minggu

TB: 160 cm IMT klien hanya 17,9 Mual muntah

Infeksi virus Sialodochitis

Terjadinya peradangan

Pembengkakan glandula

Nyeri saat menelan

Nafsu makan menurun

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3. DS : -

DO :

Suhu tubuh 39°C

Infeksi virus Sialodochitis

Gangguan sekresi saliva

Penumpukan saliva

Inflamasi

Pembengkakan glandula

Hipertermi

Hipertermi

1.3. Diagnosa Keperawatan

1) Domain 12 Comfort

Class 1 Physical Comfort

Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan sensitivitas saraf lokal sekunder dari

respons inflamasi local (terjadi berkepanjangan dalam jangka waktu lama)

NOC NIC

Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam

menunjukkan nyeri berkurang sampai

hilang saat menelan makanan/ aktivitas

oral setelah dilakukan tindakan

keperawatan

Pain Management (4092)

1. Melakukan pengkajian komprehensif

mengenai nyeri klien (nyeri pasien

tersebut terjadi pada saat pasien menelan

makanan)

23

Page 24: BAB 1 - akhir

Domain IV Health and Knowledge

Behavior

Class Q Health Behavior

Pain Control 1605

Kriteria Hasil :

Nyeri yang dirasakan klien berkurang

dilihat dari indikator :

1. Penggunaan analgesik

2. Melaporkan nyeri yang terkontrol

3. Mengenali serangan nyeri

4. Melaporkan perubahan gejala nyeri

pada pasien

2. Meminimalkan faktor yang

menimbulkan nyeri pada klien

3. Mengajarkan mengenai managemen

nyeri (teknik distraksi misalnya, napas

dalam)

4. Mengajarkan klien untuk memonitor

nyeri (respon yang dialami oleh pasien

sendiri dapat diidentifikasi)

5. Anjurkan untuk istirahat agar

meminimalkan nyeri

6. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan

profesional mengenai analgesik efektif

untuk pereda nyeri

24

Page 25: BAB 1 - akhir

2) Domain 2: NutritionClass 1 : IngestionDiagnosa :Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakadekuatan intake nutrisi, respons sekunder dari nyeri, ketidaknyamanan oral (00002)

NOC NIC

Tujuan :

Dalam waktu 1x 24 jam intake nutrisi

klien adekuat

Domain 2 Physiologic Health

Class K Digestion and Nutrition

Nutritional Status (1004)

Kriteria Hasil :

Nutrisi klien membaik dilihat dari indikator :1. Intake Nutrisi (5)2. Asupan makanan (5)3. Rasio berat badan dan tinggi badan (5)

Nutritional Monitoring (1160)

1. Monitor kalori dan intake diet klien2. Monitor kelihangan berat badan

yang dialami klien3. Tentukan rekomendasi energi yang

dibutuhkan klien4. Tentukan faktor yang

mempengaruhi intake nutrisi klien5. Tentukan pola makan klien

3) Domain 11Class 6 ThermoregulationDiagnosa : Hipertermi berhubungan dengan respons inflamasi sistemik (00007)

NOC NIC

Tujuan :

Dalam waktu 1 x 24 jam terjadi

penurunan suhu tubuh.

Domain II Physiologic Health

Class I MetaboicRegulation

Thermoregulation (0800)

Kriteria Hasil :

Suhu tubuh klien berkurang dilihat dari indikator :1. Berkeringat saat panas2. Penurunan suhu tubuh3. Denyut nadi normal (60 – 100 x /

menit)

Temperature Regulation (3900)

1. Monitor suhu setiap 2 jam sekali2. Monitor tekanan darah, denyut nadi dan

respirasi3. Anjurkan cairan dan intake nutrisi adekuat4. Berikan medikasi antipyretic jika diperlukan

BAB V

25

Page 26: BAB 1 - akhir

PENUTUP

5.1. Simpulan

Sialadenitis adalah peradangan kelenjar air liur yang dapat disebabkan oleh

virus, bakteri penyakit autoimun, dan bisa juga disebabkan oleh trauma. Awalnya

disebabkan oleh obstruksi kemudian berkmbang tanpa diketahui sebab yang jelas.

Beberapa faktor resikonyaseperti dehidrasi, terapi radiasi, stress, malnutrisi dan

hiegyne oral yang tidak tepat, orang sakit, dan operasi. Glandula saliva memiliki

ductus untuk mengeluarkan enzim, jika suatu duktus mengalami penurunan fungsi

oleh karena infeksi (sialodochitis), penyumbatan (batu ludah, sialolitiasis), atau

trauma, maka aliran aliran saliva akan berkurang atau bahkan terhenti. Manifestasi

klinik secara umum yang ditunjukan adalah terjadi Pembengkakan kelenjar air iur

yang nyeri, menurunnya fungsi kelenjar air liur (hiposaliva), ditemukannya sel radang

PMN (polimononuklear) dan bakteri dalam saliva.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diasnosis

diantara kultur darah, pemeriksaan elektrolit rutin dan jumlah sel darah lengkap,

analisis serum untuk antibodi antinuklear, SS-A, SS-B, dan laju endapan darah,

Evaluasi USG atau computed tomography (CT). Perawatan awaldapat dilakukan

hidrasi yang adekuat, menjaga kebersihan mulut, pijat berulang pada kelenjar,

antibotik IV. Komplikasi yang ditimbulkannya sepeti adanya pembentukan abses dan

perlindungan gigi serta karies menurun.

5.2. Saran

Sebagai seorang perawat sebaiknya kita mengetahui asuhan keperawatan pada klien

dengan sialadenitis secara jelas agar dapat menunjang keahlian perawat dalam

melaksanakan praktik keperawatan, mampu menegakkan daignosis dan intervensi

secara cepat dan tepat, sehingga dapat memperpendek masa patologis penyakit pada

tubuh klien

26