bab 1

35
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Toksoplasmosis disebabkan oleh Toxoplasma gondii, protozoa intraselular obligat distribusi di seluruh dunia. Pengembangan diperantarai sel kekebalan setelah infeksi akut. Toxoplasma gondii merupakan salah satu penyebab paling umum infeksi kronis dengan organisme intraseluler pada manusia. HIV mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel saraf, menyebabkan kerusakan neurologis. Kelainan ini mengenai SSP dan sedikit kesistem saraf tepi. Infeksi yang mengenai SSP pada AIDS ada dua jenis yaitu infeksi opportunis sekunder atas imunosupresi yang diinduksi oleh hilangnya imunitas sel-T, dan infeksi HIV langsung yang tampil sebagai meningitis atau kompleks dementia AIDS, manifestasi ensefalitis HIV yang secara klinis danbiologis berjangkauan luas. Ensefalitis toksoplasma merupakan penyebab tersering lesi otak fokal infeksi oportunistik yang paling banyak terjadi pada pasien AIDS. Di Amerika angka kejadiannya mencapai 15-29,2%, sedangkan di Eropa mencapai rata-rata 90%. Sekitar 10-20% dari pasien yang terinfeksi HIV di Amerika Serikat pada akhirnya akan terkena ensefalitis toksoplasma. Diagnosis presumtif ensefalitis toksoplasma dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan penunjang serologis dan pencitraan, baik dengan tomografi komputer (CT Scan) atau Magnetic

Upload: hanifan-fauzi

Post on 07-Dec-2015

218 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

definisi

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang

Toksoplasmosis disebabkan oleh Toxoplasma gondii, protozoa intraselular obligat

distribusi di seluruh dunia. Pengembangan diperantarai sel kekebalan setelah infeksi akut.

Toxoplasma gondii merupakan salah satu penyebab paling umum infeksi kronis dengan

organisme intraseluler pada manusia.

HIV mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel saraf, menyebabkan kerusakan

neurologis. Kelainan ini mengenai SSP dan sedikit kesistem saraf tepi. Infeksi yang mengenai

SSP pada AIDS ada dua jenis yaitu infeksi opportunis sekunder atas imunosupresi yang

diinduksi oleh hilangnya imunitas sel-T, dan infeksi HIV langsung yang tampil sebagai

meningitis atau kompleks dementia AIDS, manifestasi ensefalitis HIV yang secara klinis

danbiologis berjangkauan luas.

Ensefalitis toksoplasma merupakan penyebab tersering lesi otak fokal infeksi oportunistik

yang paling banyak terjadi pada pasien AIDS. Di Amerika angka kejadiannya mencapai 15-

29,2%, sedangkan di Eropa mencapai rata-rata 90%. Sekitar 10-20% dari pasien yang terinfeksi

HIV di Amerika Serikat pada akhirnya akan terkena ensefalitis toksoplasma.

Diagnosis presumtif ensefalitis toksoplasma dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,

pemeriksaan penunjang serologis dan pencitraan, baik dengan tomografi komputer (CT Scan)

atau Magnetic Resonance Imaging (MRI). Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan baku emasnya

dengan pemeriksaan histopatologi dari biopsi dan ditemukannya takizoit dan bradizoit.

Lesi toksoplasma ensefalitis (TE) sulit dibedakan dengan lesi lainnya, meskipun

demikian gambaran yang dianggap khas yaitu lesi otak fokal tunggal atau multipel yangn yata

bagian tepi menyerupai cincin, dengan lokasi tersering pada basal ganglia 75%, thalamus,

periventrikular dan corticomedullary junction (subkotikal) disertai edema perifokal dan

berdiameter 1 - 3 cm.

Di Indonesia sendiri, menurut Menkes RI, jumlah penderita terinfeksi HIV tahun2002

diestimasikan sebanyak 90.000-130.000 orang. Sebagian besar tersangka HIV ini merupakan

pengguna obat narkotika (intravenous drug users). Lebih dari 50 % penderita yang terinfeksi

HIV akan berkembang menjadi kelainan neurologis.

Page 2: BAB 1

Kelainan neurologis yang sering terjadi pada penderita yang terinfeksi HIV adalah

ensefalitis toksoplasma, limfoma SSP, meningitis kriptococcal, CMV ensefalitis dan progressive

multifocal leukoencephalopathy. Infeksi oportunistik SSP yang paling sering pada penderita HIV

adalah ensefalitis toksoplasma.

1.2         Rumusan Masalah

Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien HIV/AIDS dengan komplikasi Toksoplasmosis.

1.3         Tujuan Penulisan

1.3.1        Tujuan Umum

Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien HIV/AIDS dengan komplikasi Toksoplasmosis.

1.3.2        Tujuan Khusus

1.      Menjelaskan definisi HIV/AIDS dan Toksoplasmosis

2.      Menjelaskan etiologi klien HIV/AIDS dengan komplikasi Toksoplasmosis

3.      Menjelaskan daur hidup Toxoplasma gondii

4.      Menjelaskan patofisiologi klien HIV/AIDS dengan komplikasi Toksoplasmosis

5.      Menjelaskan manifestasi klinis klien HIV/AIDS dengan komplikasi Toksoplasmosis

6.      Menjelaskan pemeriksaan penunjang klien HIV/AIDS dengan komplikasi Toksoplasmosis

7.      Menjelaskan penatalaksanaan klien HIV/AIDS dengan komplikasi Toksoplasmosis

8.      Menjelaskan WOC klien HIV/AIDS dengan komplikasi Toksoplasmosis

9.      Menjelaskan asuhan keperawatan klien HIV/AIDS dengan komplikasi Toksoplasmosis

1.4         Manfaat Penulisan

1.4.1        Manfaat teoritis

Menambah pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien

HIV/AIDS dengan komplikasi Toksoplasmosis.

1.4.2        Manfaat praktis

1.    Tenaga keperawatan

Dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dan tepat pada klien HIV/AIDS dengan

komplikasi Toksoplasmosis.

2.    Mahasiswa

Page 3: BAB 1

Menambah wawasan bagi semua mahasiswa tentang asuhan keperawatan pada klien HIV/AIDS

dengan komplikasi Toksoplasmosis.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

AIDS berasal dari kata acquired yang artinya didapat atau bukan penyakit keturunan,

immune berarti sistem kekebalan tubuh, deficiency atau kekurangan dan syndrome yang berarti

kumpulan gejala-gejala penyakit. Jadi, dari kata-kata tersebut dapat diartikan bahwa AIDS

adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang

disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV).

Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh

Toxoplasma gondii. Toxsoplasma adalah parasit protozoa dengan sifat alami dengan

perjalanannya dapat akut atau menahun, juga dapat menimbulkan gejala simtomatik maupun

asimtomatik.

Insiden komplikasi SSP pada penderita AIDS cukup besar. Manifestasi klinis AIDS pada

SSP dapat terjadi karena 2 hal yaitu virus AIDS itu sendiri atau akibat infeksi oportunistik atau

neoplasma.

Page 4: BAB 1

Ensefalitis toksoplasma merupakan penyebab tersering lesi otak fokal infeksi oportunistik

yang paling banyak terjadi pada pasien AIDS. Ensefalitis toksoplasma muncul pada kurang lebih

10% pasien AIDS yang tidak diobati. Hal ini disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii yang

dibawa oleh kucing, burung dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar

oleh tinja kucing dan kadang pada daging mentah atau kurang matang.

Begitu parasit masuk ke dalam sistem kekebalan, ia menetap di sana, tetapi sistem

kekebalan pada orang yang sehat dapat melawan parasit tersebut hingga mencegah penyakit.

Gejala termasuk ensefalitis, demam, sakit kepala berat yang tidak menanggapi pengobatan,

lemah pada satu sisi tubuh, kejang, kelesuan, kebingungan yang meningkat, masalah penglihatan,

pusing, masalah berbicara dan berjalan, muntah dan perubahan kepribadian.

2.2 Etiologi

Ensefalitis toksoplasma disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa oleh

kucing, burung dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh tinja kucing

dan kadang pada daging mentah atau kurang matang. Begitu parasit masuk ke dalam sistem

kekebalan, parasit tersebut menetap di sana, sistem kekebalan pada orang yang sehat dapat

melawan parasit tersebut hingga tuntas, dan dapat mencegah terjadinya suatu penyakit. Namun,

pada orang pasien HIV/AIDS mengalami penurunan kekebalan tubuh sehingga tidak mampu

melawan parasit tersebut. Sehingga pasien mudah terinfeksi oleh parasit tersebut.

Transmisi pada manusia terutama terjadi bila memakan daging babi atau domba yang

mentah dan mengandung oocyst (bentuk infektif dari Toxoplasma gondii). Bisa juga dari sayur

yang terkontaminasi atau kontak langsung dengan feses kucing. Selain itu dapat terjadi transmisi

lewat transplasental, transfusi darah, dan transplantasi organ. Infeksi akut pada individu yang

immunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia dengan imunitas tubuh yang rendah

dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten. Yang akan mengakibatkan timbulnya infeksi

opportunistik dengan predileksi di otak.

2.3 Daur Hidup Toxoplasma gondii

Toxoplasma gondii hidup dalam 3 bentuk yaitu thachyzoite, tissue cyst (yang

mengandung bradyzoites) dan oocyst (yang mengandung sporozoites). Bentuk akhir dari parasit

diproduksi selama siklus seksual pada usus halus dari kucing. Kucing merupakan pejamu

Page 5: BAB 1

definitif dari Toxoplasma gondii. Siklus hidup aseksual terjadi pada pejamu perantara (termasuk

manusia). Dimulai dengan tertelannya tissue cyst atau oocyst diikuti oleh terinfeksinya sel epitel

usus halus oleh bradyzoites atau sporozoites secara berturut-turut. Setelah bertransformasi

menjadi tachyzoite, organisme ini menyebar ke seluruh tubuh lewat peredaran darah atau

limfatik.

Parasit ini berubah bentuk menjadi tissue cysts begitu mencapai jaringan perifer. Bentuk

ini dapat bertahan sepanjang hidup pejamu, dan berpredileksi untuk menetap pada otak,

myocardium, paru, otot skeletal dan retina.

Tissue cyst ada dalam daging, tapi dapat dirusak dengan pemanasan sampai 67oC,

didinginkan sampai -20oC atau oleh iradiasi gamma. Siklus seksual entero-epithelial

dengan bentuk oocyst hidup pada kucing yang akan menjadi infeksius setelah tertelan daging

yang mengandung tissue cyst. Ekskresi oocysts berakhir selama 7-20 hari dan jarang berulang.

Oocyst menjadi infeksius setelah diekskresikan dan terjadi sporulasi (pembentukan spora).

Lamanya proses ini tergantung dari kondisi lingkungan, tapi biasanya 2-3 hari setelah diekskresi.

Oocysts menjadi infeksius di lingkungan selama lebih dari 1 tahun.

Transmisi pada manusia terutama terjadi bila makan daging babi atau domba yang

mentah yang mengandung oocyst. Bisa juga dari sayur yang terkontaminasi atau kontak langsung

dengan feces kucing. Selain itu dapat terjadi transmisi lewat transplasental,transfusi darah, dan

transplantasi organ. Infeksi akut pada individu yang imunokompeten biasanya asimptomatik.

Pada manusia dengan imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten. yang

akan mengakibatkan timbulnya infeksi oportunistik dengan predileksi di otak. Tissue cyst

menjadi ruptur dan melepaskan invasive tropozoit (tachyzoite). Tachyzoite ini akan

menghancurkan sel dan menyebabkan focus nekrosis.

Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi

prediktor kemungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4 < 200 sel/mL

kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi. Oportunistik infeksi yangmungkin

terjadi pada penderita dengan CD4 < 200 sel/mL adalah pneumocystis carinii, CD4 < 100 sel/mL

adalah toxoplasma gondii , dan CD4 < 50 adalah M. Avium Complex, sehingga diindikasikan

untuk pemberian profilaksis primer. M. tuberculosis dan candida species dapat menyebabkan

infeksi oportunistik pada CD4 > 200 sel/mL.

Page 6: BAB 1

 

Gambar 2.1 Daur hidup Toxoplasma gondii

2.4 Patofisiologi

2.4.1 Patofisiologi HIV/AIDS

HIV secara signifikan berdampak pada kapasitas fungsional dan kualitas kekebalan tubuh.

HIV mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang mempunyai reseptor CD4. Beberapa

sel lain yang juga mempunyai reseptor CD4 adalah sel monosit, sel makrofag, sel folikular

dendritik, sel retina, sel leher rahim, dan sel langerhans. Infeksi limfosit CD4 oleh HIV dimediasi

oleh perlekatan virus kepermukaan sel reseptor CD4, yang menyebabkan kematian sel dengan

meningkatkan tingkat apoptosis pada sel yang terinfeksi. Selain menyerang sistem kekebalan

tubuh, infeksi HIV juga berdampak pada sistem saraf dan dapat mengakibatkan kelainan pada

saraf.

Human Immunodeficiency Virus (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam keadaan

bebas atau berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel

yang mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif (CD4+) mencakup monosit, makrofag dan

limfosit T4 helper. Saat virus memasuki tubuh, benda asing ini segera dikenal oleh sel T helper

(T4), tetapi begitu sel T helper menempel pada benda asing tersebut, reseptor sel T helper tidak

berdaya; bahkan HIV bisa pindah dari sel induk ke dalam sel T helper tersebut.

Jadi, sebelum sel T helper dapat mengenal benda asing HIV, ia lebih dahulu sudah

dilumpuhkan. HIV kemudian mengubah fungsi reseptor di permukaan sel T helper sehingga

reseptor ini dapat menempel dan melebur ke sembarang sel lainnya sekaligus memindahkan

HIV. Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper, HIV akan menginjeksikan dua utas benang

RNA yang identik ke dalam sel T4 helper.

Page 7: BAB 1

Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase, HIV akan

melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat

double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini akan disatukan ke dalam nukleus sel T4

sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen.

Fungsi T helper dalam mekanisme pertahanan tubuh sudah dilumpuhkan, genom dari HIV

dan proviral DNA kemudian dibentuk dan diintegrasikan pada DNA sel T helper sehingga

menumpang ikut berkembang biak sesuai dengan perkembangan biakan sel T helper. Sampai

suatu saat ada mekanisme pencetus (mungkin karena infeksi virus lain) maka HIV akan aktif

membentuk RNA, ke luar dari T helper dan menyerang sel lainnya untuk menimbulkan penyakit

AIDS. Karena sel T helper sudah lumpuh maka tidak ada mekanisme pembentukan sel T killer,

sel B dan sel fagosit lainnya. Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah yang disebut AIDS

(Acquired Immunodeficiency Syndrome) atau sindroma kegagalan kekebalan.

2.4.2 Patofisiologi Toxoplasmosis sebagai komplikasi HIV/AIDS

Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada penderita

HIV/AIDS. Infeksi tersebut dapat menyerang sistem saraf yang membahayakan fungsi dan

kesehatan sel saraf.

Setelah infeksi oral, bentuk tachyzoite atau invasif parasit dari Toxoplasma gonii menyebar

ke seluruh tubuh. Takizoit menginfeksi setiap sel berinti, di mana mereka berkembang biak dan

menyebabkan kerusakan. Permulaan diperantarai sel kekebalan terhadap T gondii disertai dengan

transformasi parasit ke dalam jaringan kista yang menyebabkan infeksi kronis seumur hidup.

Mekanisme bagaimana HIV menginduksi infeksi oportunistik seperti toxoplasmosis sangat

kompleks. Ini meliputi deplesi dari sel T CD4, kegagalan produksi IL-2, IL-12, dan IFN-gamma,

kegagalan aktivitas Limfosit T sitokin. Sel-sel dari pasien yang terinfeksi HIVmenunjukkan

penurunan produksi IL-12 dan IFN-gamma secara in vitro dan penurunan ekspresi dari CD 154

sebagai respon terhadap Toxoplasma gondii. Hal ini memainkan peranan yang penting dari

perkembangan toxoplasmosis dihubungkan dengan infeksi HIV.

Ensefalitis toksoplasma biasanya terjadi pada penderita yang terinfeksi virus HIV dengan

CD4 T sel <100/mL. Ensefalitis toxoplasma ditandai dengan onset yang subakut. Manifestasi

klinis yangtimbul dapat berupa defisit neurologis fokal (69%), nyeri kepala (55%), bingung atau

kacau(52%), dan kejang (29%). Pada suatu studi didapatkan adanya tanda ensefalitis global

Page 8: BAB 1

dengan perubahan status mental pada 75% kasus, adanya defisit neurologis pada 70%

kasus, nyeri kepala pada 50 % kasus, demam pada 45 % kasus dan kejang pada 30 % kasus.

Defisit neurologis yang biasanya terjadi adalah kelemahan motorik dan gangguan bicara.

Bisa juga terdapat abnormalitas saraf otak, gangguan penglihatan, gangguan sensorik, disfungsi

serebelum, meningismus, movement disorders dan menifestasi neuropsikiatri.

Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi prediktor untuk

validasi ke mungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4< 200sel/mL

kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi.

2.5 Manifestasi Klinis

Gejala termasuk ensefalitis, demam, sakit kepala berat yang tidak respon

terhadap pengobatan, lemah pada satu sisi tubuh, kejang, kelesuan, kebingungan yang

meningkat, masalah penglihatan, pusing, masalah berbicara dan berjalan, muntah dan perubahan

kepribadian. Tidak semua pasien menunjukkan tanda infeksi.

Nyeri kepala dan rasa bingung dapat menunjukkan adanya perkembangan ensefalitis

fokal dan terbentuknya abses sebagai akibat dari terjadinya infeksi toksoplasma. Keadaan ini

hampir selalu merupakan suatu kekambuhan akibat hilangnya kekebalan pada penderita-

penderita yang semasa mudanya telah berhubungan dengan parasit ini. Gejala-gejala fokalnya

cepat sekali berkembang dan penderita mungkin akan mengalami kejang dan penurunan

kesadaran.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Serologi

Didapatkan seropositif dari anti-Toxoplasma gondii IgG dan IgM. Deteksi juga dapat dilakukan

dengan indirect fluorescent antibody (IFA), aglutinasi, atau enzyme linked immunosorbentassay

(ELISA). Titer IgG mencapai puncak dalam 1-2 bulan setelah terinfeksi kemudian bertahan

seumur hidup.

b. Pemeriksaan cairan serebrospinal

Menunjukkan adanya pleositosis ringan dari mononuklear predominan dan elevasi protein.

c. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Page 9: BAB 1

Digunakan untuk mendeteksi DNA Toxoplasmosis gondii. Polymerase Chain Reaction (PCR)

untuk Toxoplasmosis gondii dapat juga positif pada cairan bronkoalveolar dan cairan vitreus atau

aquos humor dari penderita toksoplasmosis yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada

jaringan otak tidak  berarti terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapat bertahan lama berada di

otak setelah infeksi akut.

d. CT scan

Menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multiple dan biasanya ditemukan

lesi berbentuk cincin atau penyengatan homogen dan disertai edema vasogenik pada jaringan

sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma jarang muncul dengan lesi tunggal atau tanpa lesi.

e. Biopsi otak 

Untuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak 

2.7 Penatalaksanaan

a.    Toksoplasmosis otak diobati dengan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin. Kedua obat ini

dapat melalui sawar-darah otak. 

b.    Toxoplasma gondii, membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin

menghambat pemerolehan vitamin B oleh tokso. Toxoplasma gondii. Sulfadiazin menghambat

penggunaannya.

c.    Kombinasi pirimetamin 50-100mg perhari yang dikombinasikan dengan sulfadiazin1-2 g tiap 6

jam.

d.   Pasien yang alergi terhadap sulfa dapat diberikan kombinasi pirimetamin 50-100 mg perhari

dengan clindamicin 450-600 mg tiap 6 jam.

e.    Pemberian asam folinic 5-10 mg perhari untuk mencegah depresi sumsum tulang.

f.     Pasien alergi terhadap sulfa dan clindamicin, dapat diganti dengan Azitromycin 1200mg/hr,

atau claritromicin 1 gram tiap 12 jam, atau atovaquone 750 mg tiap 6 jam. Terapi ini diberikan

selam 4-6 minggu atau 3 minggu setelah perbaikan gejala klinis.

g.    Terapi anti retro viral (ARV) diindikasikan pada penderita yang terinfeksi HIVdengan CD4

kurang dari 200 sel/mL, dengan gejala (AIDS) atau limfosit totalkurang dari 1200. Pada pasien

ini, CD4 42, sehingga diberikan ARV.

Page 10: BAB 1

WOC

Page 11: BAB 1
Page 12: BAB 1

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIV/AIDS DENGAN KOMPLIKASI

TOKSOPLASMOSIS

3.1 Pengkajian

3.1.1 Kebiasaan sehari-hari

1. Aktivitas/istirahat

a)    Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktifitas, kelelahan.

Page 13: BAB 1

b)   Tanda : kelemahan otot, nyeri otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi terhadap

aktifitas.

2. Sirkulasi

a) Gejala : demam, proses penyembuhan luka yang lambat, perdarahan lama

bila cedera

b) Tanda : suhu tubuh meningkat, berkeringat, takikardia, mata cekung, anemis,

perubahan tekanan darah postural, volume nadi perifer menurun, pengisian kapiler memanjang.

3. Integritas ego

a) Gejala : merasa tidak berdaya, putus asa, rasa bersalah, kehilangan kontrol

diri, dan depresi.

b) Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah, menangis,

kontak mata kurang.

4. Eliminasi

a) Gejala : diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih.

b) Tanda : feces encer disertai mucus atau darah, nyeri tekan abdominal, lesi

pada rectal, ikterus, perubahan dalam jumlah warna urin.

5. Makanan/cairan

a) Gejala : tidak ada nafsu makan, mual, muntah, sakit tenggorokan.

b) Tanda : penurunan BB yang cepat, bising usus yang hiperaktif, turgor kulit jelek, lesi

pada rongga mulut, adanya selaput putih/perubahan warna mukosa mulut

6. Hygiene

a)    Tanda : tidak dapat menyelesaikan ADL, mempeliahtkan penampilan yang tidak rapi.

7. Neurosensorik

a) Gejala : pusing, sakit kepala, photofobia.

b) Tanda : perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan sensasi, kelemahan 

otot, tremor, penurunan visus, bebal, kesemutan pada ekstrimitas.

8. Nyeri/kenyamanan

a) Gejala : nyeri umum atau lokal, sakit, nyeri otot, sakit tenggorokan, sakit kepala, nyeri

dada pleuritis, nyeri abdomen.

b) Tanda : pembengkakan pada sendi, hepatomegali, nyeri tekan, penurunan ROM,

pincang.

Page 14: BAB 1

9. Pernapasan

a) Tanda : terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk produktif/non, sesak pada

dada, takipneu, bunyi napas tambahan, sputum kuning.

10. Keamanan

a) Gejala : riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka lambat proses penyembuhan.

b) Tanda : demam berulang

11.  Seksualitas

a) Tanda : riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido, penggunaan kondom

yang tdk konsisten, lesi pada genitalia, keputihan.

12.  Interaksi social

a) Tanda : isolasi, kesepian, perubahan interaksi keluarga, aktifitas yang tidak

terorganisir

3.2.2 Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan antibodi spesifik toksoplasma, yaitu IgG, IgM

dan IgG affinity.

      IgM adalah antibodi yang pertama kali meningkat di darah bila terjadi infeksi toksoplasma.

      IgG adalah antibodi yang muncul setelah IgM dan biasanya akan menetap seumur hidup pada

orang yang terinfeksi atau pernah terinfeksi.

      IgG affinity adalah kekuatan ikatan antara antibodi IgG dengan organisme penyebab infeksi.

Manfaat IgG affinity yang dilakukan pada wanita yang hamil atau akan hamil karena pada

keadaan IgG dan IgM positif diperlukan pemeriksaan IgG affinity untuk memperkirakan kapan

infeksi terjadi, apakah sebelum atau pada saat hamil. Infeksi yang terjadi sebelum kehamilan

tidak perlu dirisaukan, hanya infeksi primer yang terjadi pada saat ibu hamil yang berbahaya,

khususnya pada trimester I.

      Bila IgG (-) dan IgM (+)

Kasus ini jarang terjadi, kemungkinan merupakan awal infeksi. Harus diperiksa kembali 3

minggu kemudian dilihat apakah IgG berubah jadi (+). Bila tidak berubah, maka IgM tidak

spesifik, yang bersangkutan tidak terinfeksi toksoplasma.

Page 15: BAB 1

      Bila IgG (-) dan IgM (-)

Belum pernah terinfeksi dan beresiko untuk terinfeksi.

Bila sedang hamil, perlu dipantau setiap 3 bulan pada sisa kehamilan (dokter mengetahui kondisi

dan kebutuhan pemeriksaan anda). Lakukan tindakan pencegahan agar tidak terjadi infeksi.

      Bila IgG (+) dan IgM (+)

Kemungkinan mengalami infeksi primer baru atau mungkin juga infeksi lampau tapi IgM nya

masih terdeteksi. Oleh sebab itu perlu dilakukan tes IgG affinity langsung pada serum yang sama

untuk memperkirakan kapan infeksinya terjadi, apakah sebelum atau sesudah hamil.

      Bila IgG (+) dan IgM (-)

Pernah terinfeksi sebelumnya. Bila pemeriksaan dilakukan pada awal kehamilan, berarti

infeksinya terjadi sudah lama (sebelum hamil) dan sekarang telah memiliki kekebalan, untuk

selanjutnya tidak perlu diperiksa lagi.

b)   Pemeriksaan cairan serebrospinal

Menunjukkan adanya pleositosis ringan dari mononuklear predominan dan elevasi protein.

c)    Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Digunakan untuk mendeteksi DNA Toxoplasmosis gondii. Polymerase Chain Reaction (PCR)

untuk Toxoplasmosis gondii dapat juga positif pada cairan bronkoalveolar dan cairan vitreus atau

aquos humor dari penderita toksoplasmosis yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada

jaringan otak tidak  berarti terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapat bertahan lama berada di

otak setelah infeksi akut.

d)   CT scan

Menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multiple dan biasanya ditemukan

lesi berbentuk cincin atau penyengatan homogen dan disertai edema vasogenik pada jaringan

sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma jarang muncul dengan lesi tunggal atau tanpa lesi.

e)    Biopsi otak 

Untuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak.3.2 Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri kronik berhubungan dengan adanya proses infeksi atau inflamasi

b. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme dan penyakit, ditandai dengan

peningkatan suhu tubuh, tubuh menggigil

c. Kekurangan volume caiaran berhubungan dengan tidak adekuat masukan makanan dan cairan.

Page 16: BAB 1

3.4 Intervensi Keperawatan

NoDIAGNOSA

KEPERAWATANINTERVENSI RASIONAL

1. Nyeri kronik berhubungan dengan adanya proses infeksi/inflamasi.

Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam nyeri dapat berkurang, pasien dapat tenang dan keadaan umum cukup baik

Kriteria Hasil:  Klien mengungkapakan nyeri

yang dirasakan hilang dan terkontrol

  Klien tidak menyeringai kesakitan

  TTV dalam batasan normal  Intensitas nyeri berkurang

(skala nyeri berkurang 1-10)  Klien menunjukkan rileks,

istirahat tidur, peningkatan aktivitas dengan cepat

1.      Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, itensitas nyeri, dan skala

2.      Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri segera saat mulai

3.      Pantau tanda-tanda vital

4.      Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya

5.      Anjurkan istirahat selama fase akut

6.      Anjurkan teknik distruksi dan relaksasi

7.      Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri

8.      Berikan situasi lingkungan yang kondusif

9.      Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase otot daerah leher/bahu

1.     Nyeri insisi bermakna pada pasca operasi awal diperberat oleh gerakan

2.     Intervensi dini pada kontrol nyeri memudahkan pemulihan otot dengan menurunkan tegangan otot

3.     Respon autonomik meliputi, perubahan pada TD, nadi, RR, yang berhubungan dengan penghilangan nyeri

4.     Dengan sebab dan akibat nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri

5.     Mengurangi nyeri yang diperberat oleh gerakan

6.     Menurunkan tegangan otot, meningkatkan relaksasi, dan meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping

7.     Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri

8.     Memberikan dukungan (fisik, emosional, meningkatkan rasa kontrol, dan kemampuan koping)

9.     Dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri/rasa tidak nyaman tersebut

10. Menghilangkan atau mengurangi keluhan nyeri klien

Page 17: BAB 1

10.  Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian tindakan

2. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme dan penyakit, ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, tubuh menggigil.

Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam suhu tubuh dapat dipertahankan dalam batas normal.

Kriteria Hasil:  Suhu antara 36o-37o c  RR dan nadi dalam batas

normal  Membran mukosa lembab  Kulit dingin dan bebas dari

keringat yang berlebih.  Pakaian dan tempat tidur

pasien kering

1.     Monitor tanda-tanda infeksi.

2.     Monitor tanda-tanda vital tiap 2 jam.

3.     Berikan suhu lingkungan yang nyaman bagi pasien. Kenakan pakaian tipis pada pasien.

4.     Kompres hangat, hindari penggunaan alkohol

5.     Berikan cairan iv sesuai order atau anjurkan intake cairan yang adekuat.

6.     Berikan antipiretik, jangan berikan aspirin.

7.     Monitor komplikasi neurologis akibat demam.

1.     Infeksi pada umumnya menyebabkan peningkatan suhu tubuh

2.     Deteksi resiko peningkatan suhu tubuh yang ekstrem, pola yang dihubungkan dengan patogen tertentu, menurun dihubungkan dengan resolusi infeksi.

3.     Kehilangan panas tubuh melalui konveksi dan evaporasi

4.     Dapat membantu mengurangi demam, penggunaan air es atau alkohol dapat menyebabkan peningkatan suhu secara aktual

5.     Menggantikan cairan yang hilang lewat keringat.

6.     Aspirin bersiko terjadi perdarahan GI yang menetap.

7.     Febril dan enselopati bisa terjadi bila suhu tubuh yang meningkat.

3. Kekurangan volume caiaran berhubungan dengan tidak adekuat masukan makanan dan cairan

Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, asupan cairan adekuat

1.     Kaji tanda-tanda dehidrasi.2.     Pantau Tanda-tanda vital,

status membran mukosa dan turgor kulit

3.     Pantau tekanan darah atau denyut jantung

4.     Palpasi denyut perifer

1.     Intervensi lebih dini

2.     Sebagai indikator ke adekuatan sirkulasi

3.     Pengurangan dalam sirkulasi volume cairan dapat mengurangi tekanan darah.

4.     Denyut yang lemah dan mudah hilang dapat menyebabkan hipovolemia.

Page 18: BAB 1

Kriteria hasil:  Memiliki keseimbangan

asupan dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam.

  Tanda-tanda vita, dalam batas normal

  Membran mukosa lembab  Nadi perifer teraba  Menampilkan hidrasi yang

baik misalnya membran mukosa yang lembab.

  Memiliki asupan cairan oral dan atau intravena yang adekuat.

5.     Berikan minum per oral sesuai toleransi.

6.     Atur pemberian cairan infus sesuai order.

7.     Ukur semua cairan output (muntah, urine, diare). Ukur semua intake cairan.

5.     Mempertahankan intake yang adekuat

6.     Melakukan rehidrasi

7.     Mengatur keseimbangan antara intake dan output

  Mengetahui status nutrisi pasien

  Mengetahui keseimbangan nutrisi pasien

Page 19: BAB 1

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Toksoplasmosis disebabkan oleh Toxoplasma gondii, protozoa intraselular obligat

distribusi di seluruh dunia. Pengembangan diperantarai sel kekebalan setelah infeksi akut.

Toxoplasma gondii merupakan salah satu penyebab paling umum infeksi kronis dengan

organisme intraseluler pada manusia.

HIV mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel saraf, menyebabkan kerusakan

neurologis. Kelainan ini mengenai SSP dan sedikit kesistem saraf tepi. Infeksi yang mengenai

SSP pada AIDS ada dua jenis yaitu infeksi opportunis sekunder atas imunosupresi yang

diinduksi oleh hilangnya imunitas sel-T, dan infeksi HIV langsung yang tampil sebagai

meningitis atau kompleks dementia AIDS, manifestasi ensefalitis HIV yang secara klinis

danbiologis berjangkauan luas.

Toksoplasmosis merupakan infeksi oportunistik yang serius. Jika belum terinfeksi, dapat

menghindari risiko terpajan infeksi dengan tidak memakan daging atau ikan mentah, dan dengan

kewaspadaan lebih lanjut ketika membersihkan kandang kucing, atau dapat memakai obat anti-

HIV yang untuk menahan jumlah CD4. Ini kemungkinan akan mencegah masalah kesehatan

yang diakibatkan oleh Toxoplasma gondii. Dengan diagnosis dan pengobatan dini, Toxoplasma

gondii dapat diobati secara efektif.

Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada penderita

HIV/AIDS, akibatnya mudah terkena penyakit- penyakit lain seperti penyakit infeksi disebabkan

oleh virus, bakteri, protozoa dan jamur dan juga mudah terkena penyakit keganasan. Pengobatan

untuk infeksi oportunistik bergantung pada penyakit infeksi yang ditimbulkan. Pengobatan status

kekebalan tubuh dengan menggunakan immune restoring agents, diharapkan dapat memperbaiki

fungsi sel limfosit, dan menambah jumlah limfosit. Penatalaksanaan HIV/AIDS bersifat

menyeluruh terdiri dari pengobatan, perawatan atau rehabilitasi dan edukasi. Pengobatan pada

Page 20: BAB 1

pengidap HIV/penderita AIDS ditujukan terhada virus HIV (obat ART), infeksi opportunistik,

kanker sekunder, status kekebalan tubuh, simptomatis dan suportif.

4.2 Saran

1. Bagi institusi

Diharapkan dapat memberikan penanganan dan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien

HIV/AIDS dengan komplikasi toksoplasmosis. Serta terus meningkatkan kualitas pelayanan bagi

klien.

2.         Bagi klien HIV/AIDS

Diharapkan klien dapat memahami tentang penyakit HIV/AIDS dengan komplikasi

toksoplasmosis yang meliputi penyebab, pencegahan, serta penanganannya sehingga bisa

meningakatkan status kesehatan dan dapat beraktivitas seperti biasa.

DAFTAR PUSTAKA

Page 21: BAB 1

Aru W. Sudoyo, dkk. HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV.Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006

Manjur,A.,dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.

Syahlan, JH (1997) AIDS dan Penanggulangan. Jakarta : Studio Driya Media

Wilkinson,J.M. 2006. Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Athur, Frank. 2010. Toxoplasmosis. http://www.scribd.com/doc/81494363/BAB-I-II-III-Edit-Toxoplasmosis. Diakses pada tanggal 20 Mei 2012.

Sandy, Indah. 2011. Infeksi Oportunistik Susunan Saraf Pusat Pada Pasien AIDS. http://www.scribd.com/doc/49900217/Infeksi-Oportunistik-Susunan-Saraf-Pusat-Pada-AIDS. Diakses pada tanggal 20 Mei 2012.

  4 . J e l a s k a n s e b a b d a n a k i b a t n y e r i pada klien serta keluarganya5 . A n j u r k a n i s t i r a h a t s e l a m a f a s e a k u t 6 . A n j u r k a n t e k n i k d i s t r u k s i d a n relaksasi7 . T i n g k a t k a n t i r a h b a r i n g , b a n t u l a h kebutuhan perawatan diri8 . B e r i k a n s i t u a s i l i n g k u n g a n y a n g kondusif 9 . B e r i k a n l a t i h a n r e n t a n g g e r a k aktif/pasif secara tepat dan masaseotot daerah leher/bahu1 0 . K o l a b o r a s i d e n g a n t i m m e d i s dalam pemberian tindakanp e r u b a h a n p a d a T D , n a d i , R R , y a n g b e r h u b u n g a n d e n g a n penghilangan nyeri4.D e n g a n s e b a b d a n a k i b a t n y e r i d i h a r a p k a n k l i e n b e r p a r t i s i p a s i dalam perawatan untuk menguranginyeri5.Mengurangi nyeri yang diperberatoleh gerakan6.M e n u r u n k a n t e g a n g a n o t o t , m e n i n g k a t k a n r e l a k s a s i , d a n m e n i n g k a t k a n r a s a k o n t r o l d a n kemampuan koping7.Menurunkan gerakan yang dapatmeningkatkan nyeri8.M e m b e r i k a n d u k u n g a n ( f i s i k , e m o s i o n a l , m e n i n g k a t k a n r a s a kontrol, dan kemampuan koping)9.

Page 22: BAB 1

Dapat membantu merelaksasikank e t e g a n g a n o t o t y a n g m e n i n g k a t k a n r e d u k s i n y e r i / r a s a tidak nyaman tersebut10.M e n g h i l a n g k a n a t a u m e n g u r a n g i keluhan nyeri klienb.Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme dan penyakit, ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, tubuh menggigil.Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam suhu tubuhdapat dipertahankan dalam batas normal.Kriteria Hasil:

  · Suhu antara 36

Page 23: BAB 1

o-37oc· RR dan nadi dalam batas normal· Membran mukosa lembab· Kulit dingin dan bebas dari keringat yang berlebih.· Pakaian dan tempat tidur pasien keringintervensiI N T E R V EN S I R A S IO N A L1.Monitor tanda-tanda infeksi.2.Monitor tanda-tanda vital tiap 2 jam.3.B e r i k a n s u h u l i n g k u n g a n y a n g n y a m a n b a g i p a s i e n . K e n a k a n pakaian tipis pada pasien.4.K o m p r e s h a n g a t , h i n d a r i penggunaan alcohol5.Berikan cairan iv sesuai order atauanjurkan intake cairan yang adekuat.6.Berikan antipiretik, jangan berikanaspirin.7.M o n i t o r k o m p l i k a s i n e u r o l o g i s akibat demam.1.Infeksi pada umumnya menyebabkanpeningkatan suhu tubuh2.D e t e k s i r e s i k o p e n i n g k a t a n s u h u t u b u h y a n g e k s t r e m , p o l a y a n g d i h u b u n g k a n d e n g a n p a t o g e n t e r t e n t u , m e n u r u n d i h u b u n g k a n dengan resolusi infeksi.3.K e h i l a n g a n p a n a s t u b u h m e l a l u i konveksi dan evaporasi4.D a p a t m e m b a n t u m e n g u r a n g i d e m a m , p e n g g u n a a n a i r e s a t a u a l k o h o l d a p a t m e n y e b a b k a n peningkatan suhu secara actual5.M e n g g a n t i k a n c a i r a n y a n g h i l a n g lewat keringat.6. Aspirin bersiko terjadi perdarahan GIyang menetap.7.Febril dan enselopati bisa terjadi bilasuhu tubuh yang meningkat.c.Kekurangan volume caiaran berhubungan dengan tidak adekuat masukan makanan dancairanTujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, asupan cairan adekuatKriteria hasil:· Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam.

Page 24: BAB 1

  · Tanda-tanda vita, dalam batas normal· Membran mukosa lembab· Nadi perifer teraba· Menampilkan hidrasi yang baik misalnya membran mukosa yang lembab.· Memiliki asupan cairan oral dan atau intravena yang adekuat.IntervensiI N T E R V EN S I R A S IO N A L 1 . K a j i t a n d a - t a n d a d e h i d r a s i . 2 . P a n t a u T a n d a - t a n d a v i t a l , s t a t u s membran mukosa dan turgor kulit3 . P a n t a u t e k a n a n d a r a h a t a u d e n y u t  jantung4 . P a l p a s i d e n y u t p e r i f e r   5 . B e r i k a n m i n u m p e r o r a l s e s u a i toleransi.6 . A t u r p e m b e r i a n c a i r a n i n f u s s e s u a i order.7 . U k u r s e m u a c a i r a n o u t p u t ( m u n t a h , urine, diare).8 . U k u r s e m u a i n t a k e c a i r a n .1.Intervensi lebih dini

Page 25: BAB 1

2.S e b a g a i i n d i k a t o r k e a d e k u a t a n sirkulasi3.Pengurangan dalam sirkulasi volumec a i r a n d a p a t m e n g u r a n g i t e k a n a n darah.4.Denyut yang lemah dan mudah hilangdapat menyebabkan hipovolemia.5.Mempertahankan intake yang adekuat6.Melakukan rehidrasi7.M e n g a t u r k e s e i m b a n g a n a n t a r a intake dan output8.M e n g e t a h u i s t a t u s n u t r i s i p a s i e n , M e n g e t a h u i k e s e i m b a n g a n n u t r i s i pasienDAFTAR PUSTAKADoenges Marilynn E,Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan danPendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Keoikteran EGC,Tahun 2002, Hal ; 52 – 64 & 240 – 249.Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995).Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-prosesPenyakit . Edisi 4. Jakarta : EGC