atresia ani pada anjing lokal bali - unud
TRANSCRIPT
i
KARYA TULIS
ATRESIA ANI PADA ANJING LOKAL BALI
Oleh :
Drh. Made Suma Anthara, M.Kes (195803071987021001)
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan
karya tulis yang berjudul “Atresia Ani pada Anjing lokal Bali”, Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Udayana.
Penulis menyadari akan keterbatasan pengetahuan karya tulis ini masih belum
sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi untuk
perbaikan karya tulis ini. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan pembaca pada umumnya.
Denpasar, Juli 2016
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL..................................................................................... iLEMBAR PERSETUJUAN KASUS ........................................................... iiKATA PENGANTAR .................................................................................. iiiDAFTAR ISI................................................................................................. ivDAFTAR GAMBAR .................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 11.1. Latar Belakang....................................................................... 11.2. Tujuan Penulisan ................................................................... 21.3. Manfaat Penulisan ................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 32.1. Atresia Ani............................................................................. 32.2. Etiologi .................................................................................. 32.3. Klasifikasi Atresia Ani .......................................................... 32.4. Tanda Klinis .......................................................................... 42.5. Diagnosa ................................................................................ 52.6. Prognosa ................................................................................ 52.7. Treatmen................................................................................ 5
BAB III MATERI DAN METODE ........................................................... 73.1. Materi .................................................................................... 73.2. Metode ................................................................................... 7
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 124.1 Hasil........................................................................................ 124.2 Pembahasan ............................................................................ 12
BAB V SIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 145.1.Kesimpulan............................................................................. 145.2. Saran ...................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 15LAMPIRAN
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Skema atresia ani................................................................ 4Gambar 2.2. Tipe atresia ani ................................................................... 6Gambar 3.1. Pre Operasi ......................................................................... 9Gambar 3.2. Operasi colostomy.............................................................. 10Gambar 3.3. Operasi daerah perianal ...................................................... 10
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anjing merupakan hewan mamalia yang keberadaannya semakin popular
di kalangan masyarakat perkotaan maupun pedesaan. Sebagai hewan kesayangan
maupun hewan peliharaan, keberadaan anjing rupanya telah berkembang menjadi
semakin dekat dengan manusia. Oleh karena itu segala bentuk perhatian terhadap
kebutuhan anjing dipenuhi untuk menjaga kelangsungan hidupnya.
Kelangsungan hidup anjing sangat tergantung dari status kesehatan dan
pola pemeliharaan yang baik. Anjing yang tidak dipelihara dengan baik, akan
dengan mudah terserang penyakit. Penyakit yang dapat ditimbulkan dapat bersifat
infeksius maupun non infeksius. Selain itu, timbulnya kelainan-kelainan dapat
menggangu kesehatan anjing seperti kelainan yang bersifat congenital. Salah satu
kelainan yang bersifat congenital yaitu atresia ani (Papazoglou dan Ellison, 2012).
Atresia ani merupakan keadaan menyimpang atau keanehan yang paling
sering dijumpai pada anus dan rectum yang tidak berkembang secara sempurna
(Roberts, 1986). Atresia ani bersifat kelainan bawaan yang disebabkan oleh tidak
sempurnanya perkembangan pada masa embrionik distal anus atau tertutupnya
anus secara abnormal. Penyebab lain dari kelainan ini mungkin disebabkan oleh
genetic, faktor lingkungan atau kombinasi keduanya dalam berbagai kasus
penyebabnya tidak diketahui. Newman et al., (1999) juga menyatakan bahwa
atresia ani disebabkan oleh infeksi virus selama kehamilan dan mayoritas cacat
genetik pada sapi.
Di Indonesia, artesia ani pada hewan jarang dilaporkan. Di Swedia, atresia
ani dilaporkan sebagai cacat genetic. Pada 64 kasus atresia ani yang terjadi pada
domba, sebanyak 42 (62%) dikaitkan dengan cacat dari sistem tubuh lainnya,
terutama urogenital dan sistem muskuloskeletal (Newman, et al., 1999). Pada
hewan kecil, atresia ani umum terjadi pada anjing. Jenis anjing yang dilaporkan
menderita atresia ani antara lain Spitz Finlandia, Boston terrier, Maltese,
Chowchow, pointer shorthair jerman, poodle dan miniature schnauzer.
2
(Papazoglou dan Ellison, 2012). Hewan yang menderita atresia ani dapat bertahan
hidup hingga 10 hari dengan gejala yang terlihat seperti anoreksia, distensi
abdomen dan kurangnya kotoran (Radostitis, et al., 2000).
Atresia ani dapat menimbulkan berbagai permasalahan dalam hal
berkurangnya bobot badan yang berdampak terhadap kerugian ekonomi. Atresia
ani juga dapat menyebabkan kematian jika berlangsung terlalu lama. Untuk
menghindari hal tersebut, maka dilakukan penanganan yang cepat dan efektif
dengan tindakan operasi.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan Karya Tulis ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara
mendiagnosa, prosedur operasi, rencana terapi dan mengetahui dampak terapi
yang diberikan terhadap kasus atresia ani pada anjing.
1.3 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan Karya Tulis ini adalah memberikan
informasi serta menambah pengetahuan dalam melakukan diagnosa, prosedur
operasi serta perawatan post operasi terhadap kasus atresia ani pada anjing.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Atresia Ani
Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada
dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia
adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal. Atresia
ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar.
Atresia ani merupakan cacat bawaan dari rectum hingga anus yang jarang
ditemui pada hewan kecil. Atresia ani paling sering terjadi pada sapi maupun babi
dengan tingkat kematian yang tinggi. Atresia ani terlihat sebagai terpisahnya
hubungan atau malformasi tulang belakang bagian distal, saluran urogenital atau
tidak terdapatnya kolon (Papazoglou dan Ellison., 2012).
2.2 Etiologi
Penyebab secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber
mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan
pembentukan anus pada masa embrionik. Kebanyakan kasus atresia ani diikuti
oleh tidak terdapatnya sphincter ani atau tidak berfungsi secara optimal (Sheila, et
al., 2007).
Atresia ani terjadi karena ketidaksempurnaan dalam proses pemisahan.
Secara embriologis hindgut dari apparatus genitourinarius yang terletak di
depannya atau mekanisme pemisahan struktur yang melakukan penetrasi sampai
perianal tidak berjalan dengan sempurna. Penyebab lain atresia ani mungkin
disebabkan oleh genetic, faktor lingkungan, serta infeksi virus pada masa
kahamilan yang menyebabkan perkembangan embrio tidak sempurna atau cacat
(Newman et al., 1999).
2.3 Klasifikasi Atresia Ani
Terdapat empat jenis atresia ani yang terjadi pada anjing. Tipe I yaitu
terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar (anal
stenosis). Tipe II dimana terdapatnya membran pada anus (membranouse atresia).
4
Tipe III atresia ani yaitu hewan memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum
dengan anus (anal agenesis). Dan tipe IV atresia ani yaitu hewan tidak memiliki
rectum. Secara skematis dapat dilihat pada gambar 2.1
Gambar 2.1. Skema atresia ani. Anus anjing normal (A), atresia ani tipe I (B),atresia ani tipe II (C), atresia ani tipe III (D) dan tipe IV atresia aniyaitu atresia ani tipe II kombinasi fistula rectovaginal (E)
2.4 Tanda Klinis
Tanda klinis atresia ani bervariasi tergantung tipe atresia ani yang terjadi.
Secara umum, atresia ani ditandai dengan tidak adanya aktifitas buang air besar.
Tanda-tanda klinis atresia ani jelas terlihat dalam beberapa minggu setelah lahir
A B
C D
E
4
Tipe III atresia ani yaitu hewan memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum
dengan anus (anal agenesis). Dan tipe IV atresia ani yaitu hewan tidak memiliki
rectum. Secara skematis dapat dilihat pada gambar 2.1
Gambar 2.1. Skema atresia ani. Anus anjing normal (A), atresia ani tipe I (B),atresia ani tipe II (C), atresia ani tipe III (D) dan tipe IV atresia aniyaitu atresia ani tipe II kombinasi fistula rectovaginal (E)
2.4 Tanda Klinis
Tanda klinis atresia ani bervariasi tergantung tipe atresia ani yang terjadi.
Secara umum, atresia ani ditandai dengan tidak adanya aktifitas buang air besar.
Tanda-tanda klinis atresia ani jelas terlihat dalam beberapa minggu setelah lahir
A B
C D
E
4
Tipe III atresia ani yaitu hewan memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum
dengan anus (anal agenesis). Dan tipe IV atresia ani yaitu hewan tidak memiliki
rectum. Secara skematis dapat dilihat pada gambar 2.1
Gambar 2.1. Skema atresia ani. Anus anjing normal (A), atresia ani tipe I (B),atresia ani tipe II (C), atresia ani tipe III (D) dan tipe IV atresia aniyaitu atresia ani tipe II kombinasi fistula rectovaginal (E)
2.4 Tanda Klinis
Tanda klinis atresia ani bervariasi tergantung tipe atresia ani yang terjadi.
Secara umum, atresia ani ditandai dengan tidak adanya aktifitas buang air besar.
Tanda-tanda klinis atresia ani jelas terlihat dalam beberapa minggu setelah lahir
A B
C D
E
5
(Aronson, 2003). Hewan yang menderita atresia ani terlihat anoreksia, distensi
abdomen, mengalami kesakitan saat merejan, pembengkakan pada bagian perianal
dan tidak terlihat adanya lubang pada daerah perianal. Pada hewan betina, kadang-
kadang feses menembus keluar melalui vulva yang merupakan tanda klinis atresia
tipe II kombinasi fistula rektovaginal (Prassinos et al, 2003; Rahal et al, 2007).
2.5 Diagnosis
Diagnosis atresia ani dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, tanda klinis, dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiografi.
Anamnesa dari pemilik diperlukan untuk mengetahui sejarah menyeluruh
kesehatan anjing dan awal timbulnya gejala. Pada pemeriksaan fisik, dilakukan
inspeksi pada daerah perianal. Sedangkan pemeriksaan radiografi bertujuan untuk
mengetahui tipe atresia ani yang terjadi.
2.6 Prognosis
Anjing dengan tipe I dan II atresia ani dapat bertahan lama dengan jangka
waktu berkisar antara 12-96 bulan. Sebaliknya dilaporkan pada hewan yang
memiliki tipe III atresia ani, dilakukan eutanasia karena tenesmus yang terus
menerus (Ellison & Papazoglou, 2011).
2.7 Treatmen
Penanganan atresia ani dilakukan dengan tindakan operasi bedah yaitu
membuat lubang pada daerah perineal sehingga terbentuk anus. Tindakan operasi
bertujuan untuk mengembalikan kontinuitas anorektal, mengembalikan fungsi
kolon, dan menghilangkan hubungan dengan vagina.
a. Tipe I atresia ani
Hewan diposisikan ventral recumbency, incise pada bagian perianal
hingga bagian rectum. Mukosa dijahit ke kulit dengan pola jahitan simple
interrupted suture.
b. Tipe II dan III atresia ani
Hewan dengan atresia ani tipe II dan III diposisikan secara ventral
recumbency. Dibuat sayatan elips pada bagain perianal. Sphincter
6
eksternal dan distal rectum di identifikasi dan di incise. Dibuatkan stay
suture pada rectum kemudian ditarik keluar. Jahit subkutan dan kulit
dengan benang non arbsorbable.
c. Tipe IV atresia ani
Tipe IV atresia ani dilakukan dengan pendekatan abdominal yaitu dengan
colostomy untuk memobilisasi bagian cranial hingga caudal usus besar.
Segera setelah colostomy, dilakukan penutupan colon dan incise bagian
perianal. Incise juga bisa dilakukan dari anus ke vulva. Saluran yang
menyambug dari rectum ke anus dijahit.
Gambar 2.2. Tipe atresia ani. Tipe I (A), tipe II & III (B, C), tipe IV incise anushingga vulva (D, E) dan tipe IV procedure colostomy (F)(Papazoglou dan Ellison, 2012)
A
FE
DC
B
6
eksternal dan distal rectum di identifikasi dan di incise. Dibuatkan stay
suture pada rectum kemudian ditarik keluar. Jahit subkutan dan kulit
dengan benang non arbsorbable.
c. Tipe IV atresia ani
Tipe IV atresia ani dilakukan dengan pendekatan abdominal yaitu dengan
colostomy untuk memobilisasi bagian cranial hingga caudal usus besar.
Segera setelah colostomy, dilakukan penutupan colon dan incise bagian
perianal. Incise juga bisa dilakukan dari anus ke vulva. Saluran yang
menyambug dari rectum ke anus dijahit.
Gambar 2.2. Tipe atresia ani. Tipe I (A), tipe II & III (B, C), tipe IV incise anushingga vulva (D, E) dan tipe IV procedure colostomy (F)(Papazoglou dan Ellison, 2012)
A
FE
DC
B
6
eksternal dan distal rectum di identifikasi dan di incise. Dibuatkan stay
suture pada rectum kemudian ditarik keluar. Jahit subkutan dan kulit
dengan benang non arbsorbable.
c. Tipe IV atresia ani
Tipe IV atresia ani dilakukan dengan pendekatan abdominal yaitu dengan
colostomy untuk memobilisasi bagian cranial hingga caudal usus besar.
Segera setelah colostomy, dilakukan penutupan colon dan incise bagian
perianal. Incise juga bisa dilakukan dari anus ke vulva. Saluran yang
menyambug dari rectum ke anus dijahit.
Gambar 2.2. Tipe atresia ani. Tipe I (A), tipe II & III (B, C), tipe IV incise anushingga vulva (D, E) dan tipe IV procedure colostomy (F)(Papazoglou dan Ellison, 2012)
A
FE
DC
B
7
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Materi
3.1.1 Hewan
Hewan kasus adalah anjing lokal Bali berumur 9 bulan, berjenis kelamin
betina berwarna putih dengan corak coklat. Anjing memilki berat badan 10,9 kg
dengan tanda klinis yang terlihat yaitu adanya pembengkakan di daerah perianal,
hewan kesulitan buang air besar, badan kurus, tidak terdapat anus, kadang-kadang
feses keluar lewat vagina dan pembesaran pada bagian abdomen.
3.1.2 Alat-alat
Alat yang digunakan dalam pembedahan ini: scalpel dan mata scalpel, allis
forcep, artery clamp, drape, gunting lurus dan bengkok, hook, pinset fisiologi,
pinset bergerigi, needle holder, jarum ujung bulat dan segitiga, iv kateter dan
infuse set, endotracheal tube dan jarum suntik 3 ml.
3.1.3 Bahan-bahan
Bahan yang digunakan adalah tampon, plester, benang vicryl 2.0, benang
catgut 3/0, benang silk 3/0, alkohol, povidine iodine, lactat ringer, atropin sulfat,
ketamin, xylazin, penstrep, amoxycilin dan asam mefenamat.
3.2 Metode
3.2.1 Preoperasi
Sebelum dilakukan pembedahan harus dilakukan persiapan operasi yang
matang agar operasi pada hewan tersebut berjalan dengan sukses dan lancar.
Persiapan yang perlu dilakukan meliputi persiapan alat, bahan dan obat, persiapan
ruang operasi, persiapan pasien, dan persiapan operator.
a. Persiapan alat, bahan dan obat
Alat-alat yang digunakan adalah scalpel, pisau bedah, gunting,
arteri clamp, needle holder, pinset, spuit, jarum operasi, benang vicryl,
dan non absorbable silk. Sebelum menggunakan alat tersebut harus di
8
sterilisasi dengan autoclave ataupun alkohol 70%. Sedangkan bahan-
bahan yang digunakan adalah tampon, alkohol 70%, kain drape, sarung
tangan, penutup kepala, masker operasi dan lampu penerangan. Obat-
obat yang dipersiapkan adalah premedikasi yaitu atropine sulfat, anestesi
umum adalah ketamin + xilazin dan antibiotika penicillin-streptomycin
(Norbrook®) .
b. Persiapan ruang operasi
Ruang operasi harus dibersihkan, meja operasi harus disterilkan
dengan desinfektan, didalam operasi harus tersedia lampu penerangan.
Alat-alat operasi yang telah disterilisasi disiapkan dan ditata rapi sehingga
memudahkan untuk diambil ketika operasi.
Persiapan hewan/ pasien
Sebelum melakukan pembedahan pada hewan kita harus
melakukan pemeriksaan fisik yang meliputi signalemen, berat badan,
umur, pulsus, frekuensi nafas, suhu tubuh, system digestivus, respirasi,
sirkulasi, syaraf, reproduksi, perubahan anggota gerak dan perubahan
kulit yang telah dicatat semua pada ambulatory yang telah terlampir.
Selain dilakukan pemeriksaan fisik juga dilakukan pemeriksaan darah
yang sudah terlampir untuk mengetahui apakah hewan tersebut layak
untuk dilakukan operasi atau tidak. Dari pemeriksaan fisik yang telah
dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa anjing tersebut layak untuk
dilakukan pembedahan. Sebelum anjing tersebut dibedah, bersihkan
lokasi yang akan diinsisi dengan mencukur rambut anjing tersebut lalu
diberi alkohol dan povidon iodin secara bergiliran.Setelah itu diberikan
premedikasi berupa atropine sulfat secara subkutan,setelah 15 menit
diberikan xilazin dan ketamin yang dicampur dan diberikan secara secara
intramuskuler. Selanjutnya dipasangkan kain drape.
Persiapan operator
Seorang operator harus memahami prosedur operasi, dapat
memprediksi hal-hal yang akan terjadi selama operasi berlangsung, dapat
9
memperkirakan hasil operasi, operator harus dalam keadaan sehat dan
bersih, operator harus memakai peralatan operasi (seperti masker operasi,
sarung tangan, sandal kusus) dan seorang operator harus terampil dalam
melakukan operasi dan menjahit luka operasi (Sudisma et al., 2006).
3.2.2 Operasi
Atresia ani adalah tidak terbentunya lubang anus secara sempurna.
Penanganan berbeda pada setiap tipe atresia ani yang terjadi.
Teknik Operasi:
Tindakan operasi dilakukan pada atresia ani tipe II kombinasi fistula
rektovaginal. Hewan dipuasakan sehari sebelum operasi. Rambut daerah perianal
dan midline dicukur serta dibersihkan (Gambar 3.1).
Gambar 3.1. Pre Operasi. Daerah Perianal dicukur dan dibersihkan
Setelah dianastesi dan disiapkan secara aseptic, hewan dibaringkan pada
punggungnya. Dibuat irisan di garis tengah abdomen (linea alba) sehingga rongga
abdomen terbuka. Colon dikeluarkan, dibuatkan jahitan stay suture untuk
memegang colon. Incise dinding colon untuk mengeluarkan feses yang sudah
mengeras. Sonde dimasukan ke lumen kolon ke arah kaudal sampai menyentuh
anus/dinding belakang perianal (Gambar 3.2).
10
Gambar 3.2. Operasi colostomy. Incise pada bagian tengah abdomen/linea alba(A), kolon dieluarkan (B), incise kolon (C) dan keadaan abdomensetelah feses dikeluarkan (D)
Daerah anus yang ditandai sonde disayat membentuk lubang. Ujung kolon disayat
dan mukosanya dijahit pada lubang yang baru dibuat dengan jahitan simple
continous menggunakan benang non absorbable (Gambar 3.3).
A
DC
B
A B
11
Gambar 3.3. Incisi pada daerah perianal (A) dan ujung kolon serta mukosa dijahitsimple continous suture
Irigasi saluran yang telah dibuat dengan NaCl fisiologis dan Penstrep. Sayatan
colon ditutup dengan benang 2.0 chromic catgut jahitan pola lambert. Diikuti
peritoneum menggunakan benang 2.0 vicryl pola simple interrupted, subkutan dan
fascia dengan pola menenrus serta kulit dijahit terputus menggunakan benang non
absorbable (Papazoglou dan Ellison, 2012).
3.2.3 Pasca Operasi
Setelah operasi, dilakukan pemberian antibiotik yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya infeksi. Antibiotik yang diberikan yaitu penicillin-
streptomycin secara intramuskuler. Selain itu dilanjutkan dengan pemberian obat
secara per oral yaitu amoxicillin 250 mg pemberian 3 kali satu kapsul selama 5
hari. Untuk mengurangi peradangan pascaoperasi, diberikan asam mefenamat 500
mg dengan pemberian 2 kali sehari 1/4 tablet. Pemakaian Elizabeth collar
dilakukan untuk mencegah pasien menggaruk luka yang belum kering.
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Kegiatan operasi dilakukan pada tanggal 28 Maret 2016 di Rumah Sakit
Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Penanganan kasus
atresia ani ini dilakukan dengan cara pembedahan yaitu membuat lubang
melingkar pada daerah perianal sehingga terbentuk anus. Tindakan operasi
berlangsung selama kurang lebih 3,5 jam. Hewan kasus ini menderita atresia ani
tipe II kombinasi fistula rectovaginal. Sphincter ani tidak ditemukan saat operasi
berlangsung. Setelah tindakan operasi, perlahan-lahan denyut jantung, suhu dan
respirasi menurun. Kemudian anjing mati setelah 2 jam pasca operasi.
4.2 Pembahasan
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang
atau saluran anus. Atresia ani dapat menyebabkan kematian apabila tidak
dilakukan penanganan secara sepat. Tetapi, beberapa kasus atresia ani pada anjing
betina dapat bertahan hidup lebih lama. Kasus kronis atresia ani dapat
menyebabkan memburuknya kondisi fisik, ireversibe megacolon dan menginfeksi
saluran kemih.
Berdasarkan tindakan operasi yang telah dilakukan, anjing umur 9 bulan
didiagnosa menderita atresia ani tipe II kombinasi fistula rektovaginal. Hal ini
ditandai dengan keluarnya feses cair lewat vagina. Incise pada bagian perianal
menunjukkan hasil tidak terdapatnya sphincter ani. Kebanyakan kasus atresia ani
diikuti oleh tidak terdapatnya sphincter ani atau tidak berfungsi secara optimal
(Sheila, et al., 2007).
Anjing mengalami kematian setelah 2 jam pasca operasi. Hasil ini mirip
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sheila, et al., (2007) menunjukkan hasil
bahwa anjing poodle umur 1,6 tahun dan brazilian mastiff umur 2,5 bulan mati
setelah tindakan operasi. Demikian pula hasil penelitian yang dilakukan oleh
Magda dan Youseff, (2007), menunjukkan hasil yang sama yaitu terdapat 3 kasus
13
atresia ani pada ruminansia yang mati setelah pasca operasi. Hal tersebut
diakibatkan oleh kondisi fisik hewan yang buruk sebelum dilakukan operasi.
Mungkin juga disebabkan oleh kondisi kronis menyebabkan pelebaran pada usus
yang irreversible yang diikuti dilatasi pembuluh darah, sehingga pada saat
melakukan incisi colon terjadi perdarahan. Hal lain yang mungkin menyebabkan
hewan mati yaitu akibat infeksi saluran kemih. Kematian hewan akibat infeksi
saluran kemih banyak terjadi pada kasus atresia ani tipe II dengan komplikasi
fistula rectovaginal (Sheila, et al., 2007).
Atresia ani yang terjadi pada umur muda dan segera mendapat penanganan
yang tepat menunjukkan hasil yang baik. Defekasi berjalan normal, anus
berfungsi sebagaimana mestinya dalam kurun waktu 1 bulan pasca operasi dan
hewan dapat sembuh dengan tanpa adanya komplikasi gangguan (Mousa, 2013).
Kesembuhan merupakan suatu proses yang komplek yang meliputi peradangan,
terutama mekanisme perbaikan jaringan. Kesembuhan jaringan akan bervariasi
tergantung dari jenis jaringan itu sendiri (Berata, et al., 2011).
14
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Simpulan dari laporan ini yaitu berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan
gejala klinis, anjing pada kasus ini didiagnosa menderita atresia ani. Prognosa dari
kasus ini adalah infausta. Karena anjing terlalu lama menderita atresia ani yang
menyebabkan kondisinya buruk sehingga meyusahkan penanganan pada saat
operasi.
5.2 Saran
Hewan yang menderita atresia ani harus segera dilakukan tindakan operasi
untuk menghindari gangguan komplikasi yang lainnya sehingga hewan terhindar
dari kematian.
15
DAFTAR PUSTAKA
Aronson, L. (2003). Rectum and Anus, In: Textbook of Small Animal Surgery, D.Slatter, (Ed), 682-708, Saunders, ISBN 0721686079, Philadelphia, USA
Berata, I. K., I. B. O. Winaya., A. A. A. M. Adi., I. B. W. Adnyana., I. M.Kardena. (2011). Buku Ajar Patologi Veteriner Umum. Swasta Nulus.Denpasar
Ellison, G. dan Papazoglou, L. (2011). Long-term results of surgery for atresia aniin small animals-12 cases. Journal of the American Veterinary MedicalAssociation, n.d.
Mousa, H. D. (2013). Surgical Repair of Atresia Ani (imperforate anus) inNewborn Kids and Lambs. Jordan Journal of Agricultural Sciences. Vol9., 2: 193-200
Newman S.J., Bailey T.L., Jones J.C., DiGrassie W.A. and Whittier W.D. (1999).Multiple Congenital Anomalies in a Calf. J Vet Diagn Invest., 11, 368–371.
Papazoglou, L. dan Ellison, G. (2012). Atresia Ani In Dogs and Cats. Departmentof Clinical Sciences, Faculty of Veterinary Medicine. USA
Prassinos, N., Papazoglou,L., Adamama-Moraitou, K., Galatos, A., Gouletsou, P.& Rallis, T. (2003). Congenital anorectal abnormalities in six dogs.Veterinary Record, Vol.153, No. 3, J, pp. 81-85
Radostitis O.M., Gay C.C., Blood D.C. and Hinchcliff K.W. (2000). VeterinaryMedicine: A Textbook of the Diseases of Cattle, Sheep, Pigs, Goats andHorses, 9th ed., Saunders Company, Philadelphia, USA, pp.1729.
Roberts S.J (Ed.) (1986). Veterinary Obstetrics and Genital Diseases(Theriogenology). Edwards Brothers, Woodstock, VT, p. 354, p. 359, pp.553-556.
Sheila, C. R., C. S. Vicente., A. C. Mortari., M. J. Mamprim., E. H. G. Caporalli.(2007). Rectovaginal Fistula with Anal Atresia in 5 Dogs. Can VetJournal., 48:827-830
Sudisma, I.G.N., I.G.A.G. Putra Pemayun, A.A.G. Jaya Warditha, I.W. Gorda.(2006). Ilmu Bedah Veteriner dan Teknik Operasi. Pelawa Sari. Denpasar
16
L A M P I R A N
17
Lampiran 1. Jumlah Pemberian Obat
1. Premedikasi
Atropin Sulfat
Sediaan = 0,25 mg/ml
Jumlah Pemberian = Berat Badan × Dosis Anjuran
Sediaan
= 10,9 kg x (0,02 - 0,04) mg/kg BB
0,25 mg/ml
= 0,872 – 1,744 ml
Jumlah yang diberikan = 1,3 m
Xylazine
Sediaan = 20 mg/ml
Jumlah Pemberian = Berat Badan × Dosis Anjuran
Sediaan
= 10,9 kg × ( 1 - 3) mg/kg BB
20 mg/ml
= 0,545 – 0,635 ml
Jumlah yang diberikan = 1 ml
2. Anasthesi Umum
Ketamine
Sediaan = 100 mg/ml
Jumlah Pemberian = Berat Badan × Dosis Anjuran
Sediaan
= 10,9 × ( 10 - 15) mg/kg BB
100 mg/ml
= 1,09 – 1,635ml
Jumlah yang diberikan = 1,3 ml
18
3. Vitamin K
Sediaan = 10 mg/ml
Jumlah Pemberian = Berat Badan × Dosis Anjuran
Sediaan
= 10,9 kg × ( 1 - 2) mg/kg BB
10 mg/ml
= 1,09 – 2,18
Jumlah yang diberikan = 1,5 ml