atresia ani pada anjing lokal bali - unud

24

Upload: others

Post on 28-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ATRESIA ANI PADA ANJING LOKAL BALI - UNUD
Page 2: ATRESIA ANI PADA ANJING LOKAL BALI - UNUD
Page 3: ATRESIA ANI PADA ANJING LOKAL BALI - UNUD

i

KARYA TULIS

ATRESIA ANI PADA ANJING LOKAL BALI

Oleh :

Drh. Made Suma Anthara, M.Kes (195803071987021001)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

Page 4: ATRESIA ANI PADA ANJING LOKAL BALI - UNUD

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,

Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan

karya tulis yang berjudul “Atresia Ani pada Anjing lokal Bali”, Fakultas Kedokteran

Hewan Universitas Udayana.

Penulis menyadari akan keterbatasan pengetahuan karya tulis ini masih belum

sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi untuk

perbaikan karya tulis ini. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi penulis pada

khususnya dan pembaca pada umumnya.

Denpasar, Juli 2016

Penulis

Page 5: ATRESIA ANI PADA ANJING LOKAL BALI - UNUD

iii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL..................................................................................... iLEMBAR PERSETUJUAN KASUS ........................................................... iiKATA PENGANTAR .................................................................................. iiiDAFTAR ISI................................................................................................. ivDAFTAR GAMBAR .................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 11.1. Latar Belakang....................................................................... 11.2. Tujuan Penulisan ................................................................... 21.3. Manfaat Penulisan ................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 32.1. Atresia Ani............................................................................. 32.2. Etiologi .................................................................................. 32.3. Klasifikasi Atresia Ani .......................................................... 32.4. Tanda Klinis .......................................................................... 42.5. Diagnosa ................................................................................ 52.6. Prognosa ................................................................................ 52.7. Treatmen................................................................................ 5

BAB III MATERI DAN METODE ........................................................... 73.1. Materi .................................................................................... 73.2. Metode ................................................................................... 7

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 124.1 Hasil........................................................................................ 124.2 Pembahasan ............................................................................ 12

BAB V SIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 145.1.Kesimpulan............................................................................. 145.2. Saran ...................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 15LAMPIRAN

Page 6: ATRESIA ANI PADA ANJING LOKAL BALI - UNUD

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Skema atresia ani................................................................ 4Gambar 2.2. Tipe atresia ani ................................................................... 6Gambar 3.1. Pre Operasi ......................................................................... 9Gambar 3.2. Operasi colostomy.............................................................. 10Gambar 3.3. Operasi daerah perianal ...................................................... 10

Page 7: ATRESIA ANI PADA ANJING LOKAL BALI - UNUD

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anjing merupakan hewan mamalia yang keberadaannya semakin popular

di kalangan masyarakat perkotaan maupun pedesaan. Sebagai hewan kesayangan

maupun hewan peliharaan, keberadaan anjing rupanya telah berkembang menjadi

semakin dekat dengan manusia. Oleh karena itu segala bentuk perhatian terhadap

kebutuhan anjing dipenuhi untuk menjaga kelangsungan hidupnya.

Kelangsungan hidup anjing sangat tergantung dari status kesehatan dan

pola pemeliharaan yang baik. Anjing yang tidak dipelihara dengan baik, akan

dengan mudah terserang penyakit. Penyakit yang dapat ditimbulkan dapat bersifat

infeksius maupun non infeksius. Selain itu, timbulnya kelainan-kelainan dapat

menggangu kesehatan anjing seperti kelainan yang bersifat congenital. Salah satu

kelainan yang bersifat congenital yaitu atresia ani (Papazoglou dan Ellison, 2012).

Atresia ani merupakan keadaan menyimpang atau keanehan yang paling

sering dijumpai pada anus dan rectum yang tidak berkembang secara sempurna

(Roberts, 1986). Atresia ani bersifat kelainan bawaan yang disebabkan oleh tidak

sempurnanya perkembangan pada masa embrionik distal anus atau tertutupnya

anus secara abnormal. Penyebab lain dari kelainan ini mungkin disebabkan oleh

genetic, faktor lingkungan atau kombinasi keduanya dalam berbagai kasus

penyebabnya tidak diketahui. Newman et al., (1999) juga menyatakan bahwa

atresia ani disebabkan oleh infeksi virus selama kehamilan dan mayoritas cacat

genetik pada sapi.

Di Indonesia, artesia ani pada hewan jarang dilaporkan. Di Swedia, atresia

ani dilaporkan sebagai cacat genetic. Pada 64 kasus atresia ani yang terjadi pada

domba, sebanyak 42 (62%) dikaitkan dengan cacat dari sistem tubuh lainnya,

terutama urogenital dan sistem muskuloskeletal (Newman, et al., 1999). Pada

hewan kecil, atresia ani umum terjadi pada anjing. Jenis anjing yang dilaporkan

menderita atresia ani antara lain Spitz Finlandia, Boston terrier, Maltese,

Chowchow, pointer shorthair jerman, poodle dan miniature schnauzer.

Page 8: ATRESIA ANI PADA ANJING LOKAL BALI - UNUD

2

(Papazoglou dan Ellison, 2012). Hewan yang menderita atresia ani dapat bertahan

hidup hingga 10 hari dengan gejala yang terlihat seperti anoreksia, distensi

abdomen dan kurangnya kotoran (Radostitis, et al., 2000).

Atresia ani dapat menimbulkan berbagai permasalahan dalam hal

berkurangnya bobot badan yang berdampak terhadap kerugian ekonomi. Atresia

ani juga dapat menyebabkan kematian jika berlangsung terlalu lama. Untuk

menghindari hal tersebut, maka dilakukan penanganan yang cepat dan efektif

dengan tindakan operasi.

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan Karya Tulis ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara

mendiagnosa, prosedur operasi, rencana terapi dan mengetahui dampak terapi

yang diberikan terhadap kasus atresia ani pada anjing.

1.3 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan Karya Tulis ini adalah memberikan

informasi serta menambah pengetahuan dalam melakukan diagnosa, prosedur

operasi serta perawatan post operasi terhadap kasus atresia ani pada anjing.

Page 9: ATRESIA ANI PADA ANJING LOKAL BALI - UNUD

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Atresia Ani

Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada

dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia

adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal. Atresia

ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar.

Atresia ani merupakan cacat bawaan dari rectum hingga anus yang jarang

ditemui pada hewan kecil. Atresia ani paling sering terjadi pada sapi maupun babi

dengan tingkat kematian yang tinggi. Atresia ani terlihat sebagai terpisahnya

hubungan atau malformasi tulang belakang bagian distal, saluran urogenital atau

tidak terdapatnya kolon (Papazoglou dan Ellison., 2012).

2.2 Etiologi

Penyebab secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber

mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan

pembentukan anus pada masa embrionik. Kebanyakan kasus atresia ani diikuti

oleh tidak terdapatnya sphincter ani atau tidak berfungsi secara optimal (Sheila, et

al., 2007).

Atresia ani terjadi karena ketidaksempurnaan dalam proses pemisahan.

Secara embriologis hindgut dari apparatus genitourinarius yang terletak di

depannya atau mekanisme pemisahan struktur yang melakukan penetrasi sampai

perianal tidak berjalan dengan sempurna. Penyebab lain atresia ani mungkin

disebabkan oleh genetic, faktor lingkungan, serta infeksi virus pada masa

kahamilan yang menyebabkan perkembangan embrio tidak sempurna atau cacat

(Newman et al., 1999).

2.3 Klasifikasi Atresia Ani

Terdapat empat jenis atresia ani yang terjadi pada anjing. Tipe I yaitu

terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar (anal

stenosis). Tipe II dimana terdapatnya membran pada anus (membranouse atresia).

Page 10: ATRESIA ANI PADA ANJING LOKAL BALI - UNUD

4

Tipe III atresia ani yaitu hewan memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum

dengan anus (anal agenesis). Dan tipe IV atresia ani yaitu hewan tidak memiliki

rectum. Secara skematis dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1. Skema atresia ani. Anus anjing normal (A), atresia ani tipe I (B),atresia ani tipe II (C), atresia ani tipe III (D) dan tipe IV atresia aniyaitu atresia ani tipe II kombinasi fistula rectovaginal (E)

2.4 Tanda Klinis

Tanda klinis atresia ani bervariasi tergantung tipe atresia ani yang terjadi.

Secara umum, atresia ani ditandai dengan tidak adanya aktifitas buang air besar.

Tanda-tanda klinis atresia ani jelas terlihat dalam beberapa minggu setelah lahir

A B

C D

E

4

Tipe III atresia ani yaitu hewan memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum

dengan anus (anal agenesis). Dan tipe IV atresia ani yaitu hewan tidak memiliki

rectum. Secara skematis dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1. Skema atresia ani. Anus anjing normal (A), atresia ani tipe I (B),atresia ani tipe II (C), atresia ani tipe III (D) dan tipe IV atresia aniyaitu atresia ani tipe II kombinasi fistula rectovaginal (E)

2.4 Tanda Klinis

Tanda klinis atresia ani bervariasi tergantung tipe atresia ani yang terjadi.

Secara umum, atresia ani ditandai dengan tidak adanya aktifitas buang air besar.

Tanda-tanda klinis atresia ani jelas terlihat dalam beberapa minggu setelah lahir

A B

C D

E

4

Tipe III atresia ani yaitu hewan memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum

dengan anus (anal agenesis). Dan tipe IV atresia ani yaitu hewan tidak memiliki

rectum. Secara skematis dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1. Skema atresia ani. Anus anjing normal (A), atresia ani tipe I (B),atresia ani tipe II (C), atresia ani tipe III (D) dan tipe IV atresia aniyaitu atresia ani tipe II kombinasi fistula rectovaginal (E)

2.4 Tanda Klinis

Tanda klinis atresia ani bervariasi tergantung tipe atresia ani yang terjadi.

Secara umum, atresia ani ditandai dengan tidak adanya aktifitas buang air besar.

Tanda-tanda klinis atresia ani jelas terlihat dalam beberapa minggu setelah lahir

A B

C D

E

Page 11: ATRESIA ANI PADA ANJING LOKAL BALI - UNUD

5

(Aronson, 2003). Hewan yang menderita atresia ani terlihat anoreksia, distensi

abdomen, mengalami kesakitan saat merejan, pembengkakan pada bagian perianal

dan tidak terlihat adanya lubang pada daerah perianal. Pada hewan betina, kadang-

kadang feses menembus keluar melalui vulva yang merupakan tanda klinis atresia

tipe II kombinasi fistula rektovaginal (Prassinos et al, 2003; Rahal et al, 2007).

2.5 Diagnosis

Diagnosis atresia ani dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, tanda klinis, dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiografi.

Anamnesa dari pemilik diperlukan untuk mengetahui sejarah menyeluruh

kesehatan anjing dan awal timbulnya gejala. Pada pemeriksaan fisik, dilakukan

inspeksi pada daerah perianal. Sedangkan pemeriksaan radiografi bertujuan untuk

mengetahui tipe atresia ani yang terjadi.

2.6 Prognosis

Anjing dengan tipe I dan II atresia ani dapat bertahan lama dengan jangka

waktu berkisar antara 12-96 bulan. Sebaliknya dilaporkan pada hewan yang

memiliki tipe III atresia ani, dilakukan eutanasia karena tenesmus yang terus

menerus (Ellison & Papazoglou, 2011).

2.7 Treatmen

Penanganan atresia ani dilakukan dengan tindakan operasi bedah yaitu

membuat lubang pada daerah perineal sehingga terbentuk anus. Tindakan operasi

bertujuan untuk mengembalikan kontinuitas anorektal, mengembalikan fungsi

kolon, dan menghilangkan hubungan dengan vagina.

a. Tipe I atresia ani

Hewan diposisikan ventral recumbency, incise pada bagian perianal

hingga bagian rectum. Mukosa dijahit ke kulit dengan pola jahitan simple

interrupted suture.

b. Tipe II dan III atresia ani

Hewan dengan atresia ani tipe II dan III diposisikan secara ventral

recumbency. Dibuat sayatan elips pada bagain perianal. Sphincter

Page 12: ATRESIA ANI PADA ANJING LOKAL BALI - UNUD

6

eksternal dan distal rectum di identifikasi dan di incise. Dibuatkan stay

suture pada rectum kemudian ditarik keluar. Jahit subkutan dan kulit

dengan benang non arbsorbable.

c. Tipe IV atresia ani

Tipe IV atresia ani dilakukan dengan pendekatan abdominal yaitu dengan

colostomy untuk memobilisasi bagian cranial hingga caudal usus besar.

Segera setelah colostomy, dilakukan penutupan colon dan incise bagian

perianal. Incise juga bisa dilakukan dari anus ke vulva. Saluran yang

menyambug dari rectum ke anus dijahit.

Gambar 2.2. Tipe atresia ani. Tipe I (A), tipe II & III (B, C), tipe IV incise anushingga vulva (D, E) dan tipe IV procedure colostomy (F)(Papazoglou dan Ellison, 2012)

A

FE

DC

B

6

eksternal dan distal rectum di identifikasi dan di incise. Dibuatkan stay

suture pada rectum kemudian ditarik keluar. Jahit subkutan dan kulit

dengan benang non arbsorbable.

c. Tipe IV atresia ani

Tipe IV atresia ani dilakukan dengan pendekatan abdominal yaitu dengan

colostomy untuk memobilisasi bagian cranial hingga caudal usus besar.

Segera setelah colostomy, dilakukan penutupan colon dan incise bagian

perianal. Incise juga bisa dilakukan dari anus ke vulva. Saluran yang

menyambug dari rectum ke anus dijahit.

Gambar 2.2. Tipe atresia ani. Tipe I (A), tipe II & III (B, C), tipe IV incise anushingga vulva (D, E) dan tipe IV procedure colostomy (F)(Papazoglou dan Ellison, 2012)

A

FE

DC

B

6

eksternal dan distal rectum di identifikasi dan di incise. Dibuatkan stay

suture pada rectum kemudian ditarik keluar. Jahit subkutan dan kulit

dengan benang non arbsorbable.

c. Tipe IV atresia ani

Tipe IV atresia ani dilakukan dengan pendekatan abdominal yaitu dengan

colostomy untuk memobilisasi bagian cranial hingga caudal usus besar.

Segera setelah colostomy, dilakukan penutupan colon dan incise bagian

perianal. Incise juga bisa dilakukan dari anus ke vulva. Saluran yang

menyambug dari rectum ke anus dijahit.

Gambar 2.2. Tipe atresia ani. Tipe I (A), tipe II & III (B, C), tipe IV incise anushingga vulva (D, E) dan tipe IV procedure colostomy (F)(Papazoglou dan Ellison, 2012)

A

FE

DC

B

Page 13: ATRESIA ANI PADA ANJING LOKAL BALI - UNUD

7

BAB III

MATERI DAN METODE

3.1 Materi

3.1.1 Hewan

Hewan kasus adalah anjing lokal Bali berumur 9 bulan, berjenis kelamin

betina berwarna putih dengan corak coklat. Anjing memilki berat badan 10,9 kg

dengan tanda klinis yang terlihat yaitu adanya pembengkakan di daerah perianal,

hewan kesulitan buang air besar, badan kurus, tidak terdapat anus, kadang-kadang

feses keluar lewat vagina dan pembesaran pada bagian abdomen.

3.1.2 Alat-alat

Alat yang digunakan dalam pembedahan ini: scalpel dan mata scalpel, allis

forcep, artery clamp, drape, gunting lurus dan bengkok, hook, pinset fisiologi,

pinset bergerigi, needle holder, jarum ujung bulat dan segitiga, iv kateter dan

infuse set, endotracheal tube dan jarum suntik 3 ml.

3.1.3 Bahan-bahan

Bahan yang digunakan adalah tampon, plester, benang vicryl 2.0, benang

catgut 3/0, benang silk 3/0, alkohol, povidine iodine, lactat ringer, atropin sulfat,

ketamin, xylazin, penstrep, amoxycilin dan asam mefenamat.

3.2 Metode

3.2.1 Preoperasi

Sebelum dilakukan pembedahan harus dilakukan persiapan operasi yang

matang agar operasi pada hewan tersebut berjalan dengan sukses dan lancar.

Persiapan yang perlu dilakukan meliputi persiapan alat, bahan dan obat, persiapan

ruang operasi, persiapan pasien, dan persiapan operator.

a. Persiapan alat, bahan dan obat

Alat-alat yang digunakan adalah scalpel, pisau bedah, gunting,

arteri clamp, needle holder, pinset, spuit, jarum operasi, benang vicryl,

dan non absorbable silk. Sebelum menggunakan alat tersebut harus di

Page 14: ATRESIA ANI PADA ANJING LOKAL BALI - UNUD

8

sterilisasi dengan autoclave ataupun alkohol 70%. Sedangkan bahan-

bahan yang digunakan adalah tampon, alkohol 70%, kain drape, sarung

tangan, penutup kepala, masker operasi dan lampu penerangan. Obat-

obat yang dipersiapkan adalah premedikasi yaitu atropine sulfat, anestesi

umum adalah ketamin + xilazin dan antibiotika penicillin-streptomycin

(Norbrook®) .

b. Persiapan ruang operasi

Ruang operasi harus dibersihkan, meja operasi harus disterilkan

dengan desinfektan, didalam operasi harus tersedia lampu penerangan.

Alat-alat operasi yang telah disterilisasi disiapkan dan ditata rapi sehingga

memudahkan untuk diambil ketika operasi.

Persiapan hewan/ pasien

Sebelum melakukan pembedahan pada hewan kita harus

melakukan pemeriksaan fisik yang meliputi signalemen, berat badan,

umur, pulsus, frekuensi nafas, suhu tubuh, system digestivus, respirasi,

sirkulasi, syaraf, reproduksi, perubahan anggota gerak dan perubahan

kulit yang telah dicatat semua pada ambulatory yang telah terlampir.

Selain dilakukan pemeriksaan fisik juga dilakukan pemeriksaan darah

yang sudah terlampir untuk mengetahui apakah hewan tersebut layak

untuk dilakukan operasi atau tidak. Dari pemeriksaan fisik yang telah

dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa anjing tersebut layak untuk

dilakukan pembedahan. Sebelum anjing tersebut dibedah, bersihkan

lokasi yang akan diinsisi dengan mencukur rambut anjing tersebut lalu

diberi alkohol dan povidon iodin secara bergiliran.Setelah itu diberikan

premedikasi berupa atropine sulfat secara subkutan,setelah 15 menit

diberikan xilazin dan ketamin yang dicampur dan diberikan secara secara

intramuskuler. Selanjutnya dipasangkan kain drape.

Persiapan operator

Seorang operator harus memahami prosedur operasi, dapat

memprediksi hal-hal yang akan terjadi selama operasi berlangsung, dapat

Page 15: ATRESIA ANI PADA ANJING LOKAL BALI - UNUD

9

memperkirakan hasil operasi, operator harus dalam keadaan sehat dan

bersih, operator harus memakai peralatan operasi (seperti masker operasi,

sarung tangan, sandal kusus) dan seorang operator harus terampil dalam

melakukan operasi dan menjahit luka operasi (Sudisma et al., 2006).

3.2.2 Operasi

Atresia ani adalah tidak terbentunya lubang anus secara sempurna.

Penanganan berbeda pada setiap tipe atresia ani yang terjadi.

Teknik Operasi:

Tindakan operasi dilakukan pada atresia ani tipe II kombinasi fistula

rektovaginal. Hewan dipuasakan sehari sebelum operasi. Rambut daerah perianal

dan midline dicukur serta dibersihkan (Gambar 3.1).

Gambar 3.1. Pre Operasi. Daerah Perianal dicukur dan dibersihkan

Setelah dianastesi dan disiapkan secara aseptic, hewan dibaringkan pada

punggungnya. Dibuat irisan di garis tengah abdomen (linea alba) sehingga rongga

abdomen terbuka. Colon dikeluarkan, dibuatkan jahitan stay suture untuk

memegang colon. Incise dinding colon untuk mengeluarkan feses yang sudah

mengeras. Sonde dimasukan ke lumen kolon ke arah kaudal sampai menyentuh

anus/dinding belakang perianal (Gambar 3.2).

Page 16: ATRESIA ANI PADA ANJING LOKAL BALI - UNUD

10

Gambar 3.2. Operasi colostomy. Incise pada bagian tengah abdomen/linea alba(A), kolon dieluarkan (B), incise kolon (C) dan keadaan abdomensetelah feses dikeluarkan (D)

Daerah anus yang ditandai sonde disayat membentuk lubang. Ujung kolon disayat

dan mukosanya dijahit pada lubang yang baru dibuat dengan jahitan simple

continous menggunakan benang non absorbable (Gambar 3.3).

A

DC

B

A B

Page 17: ATRESIA ANI PADA ANJING LOKAL BALI - UNUD

11

Gambar 3.3. Incisi pada daerah perianal (A) dan ujung kolon serta mukosa dijahitsimple continous suture

Irigasi saluran yang telah dibuat dengan NaCl fisiologis dan Penstrep. Sayatan

colon ditutup dengan benang 2.0 chromic catgut jahitan pola lambert. Diikuti

peritoneum menggunakan benang 2.0 vicryl pola simple interrupted, subkutan dan

fascia dengan pola menenrus serta kulit dijahit terputus menggunakan benang non

absorbable (Papazoglou dan Ellison, 2012).

3.2.3 Pasca Operasi

Setelah operasi, dilakukan pemberian antibiotik yang bertujuan untuk

mencegah terjadinya infeksi. Antibiotik yang diberikan yaitu penicillin-

streptomycin secara intramuskuler. Selain itu dilanjutkan dengan pemberian obat

secara per oral yaitu amoxicillin 250 mg pemberian 3 kali satu kapsul selama 5

hari. Untuk mengurangi peradangan pascaoperasi, diberikan asam mefenamat 500

mg dengan pemberian 2 kali sehari 1/4 tablet. Pemakaian Elizabeth collar

dilakukan untuk mencegah pasien menggaruk luka yang belum kering.

Page 18: ATRESIA ANI PADA ANJING LOKAL BALI - UNUD

12

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Kegiatan operasi dilakukan pada tanggal 28 Maret 2016 di Rumah Sakit

Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Penanganan kasus

atresia ani ini dilakukan dengan cara pembedahan yaitu membuat lubang

melingkar pada daerah perianal sehingga terbentuk anus. Tindakan operasi

berlangsung selama kurang lebih 3,5 jam. Hewan kasus ini menderita atresia ani

tipe II kombinasi fistula rectovaginal. Sphincter ani tidak ditemukan saat operasi

berlangsung. Setelah tindakan operasi, perlahan-lahan denyut jantung, suhu dan

respirasi menurun. Kemudian anjing mati setelah 2 jam pasca operasi.

4.2 Pembahasan

Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang

atau saluran anus. Atresia ani dapat menyebabkan kematian apabila tidak

dilakukan penanganan secara sepat. Tetapi, beberapa kasus atresia ani pada anjing

betina dapat bertahan hidup lebih lama. Kasus kronis atresia ani dapat

menyebabkan memburuknya kondisi fisik, ireversibe megacolon dan menginfeksi

saluran kemih.

Berdasarkan tindakan operasi yang telah dilakukan, anjing umur 9 bulan

didiagnosa menderita atresia ani tipe II kombinasi fistula rektovaginal. Hal ini

ditandai dengan keluarnya feses cair lewat vagina. Incise pada bagian perianal

menunjukkan hasil tidak terdapatnya sphincter ani. Kebanyakan kasus atresia ani

diikuti oleh tidak terdapatnya sphincter ani atau tidak berfungsi secara optimal

(Sheila, et al., 2007).

Anjing mengalami kematian setelah 2 jam pasca operasi. Hasil ini mirip

dengan penelitian yang dilakukan oleh Sheila, et al., (2007) menunjukkan hasil

bahwa anjing poodle umur 1,6 tahun dan brazilian mastiff umur 2,5 bulan mati

setelah tindakan operasi. Demikian pula hasil penelitian yang dilakukan oleh

Magda dan Youseff, (2007), menunjukkan hasil yang sama yaitu terdapat 3 kasus

Page 19: ATRESIA ANI PADA ANJING LOKAL BALI - UNUD

13

atresia ani pada ruminansia yang mati setelah pasca operasi. Hal tersebut

diakibatkan oleh kondisi fisik hewan yang buruk sebelum dilakukan operasi.

Mungkin juga disebabkan oleh kondisi kronis menyebabkan pelebaran pada usus

yang irreversible yang diikuti dilatasi pembuluh darah, sehingga pada saat

melakukan incisi colon terjadi perdarahan. Hal lain yang mungkin menyebabkan

hewan mati yaitu akibat infeksi saluran kemih. Kematian hewan akibat infeksi

saluran kemih banyak terjadi pada kasus atresia ani tipe II dengan komplikasi

fistula rectovaginal (Sheila, et al., 2007).

Atresia ani yang terjadi pada umur muda dan segera mendapat penanganan

yang tepat menunjukkan hasil yang baik. Defekasi berjalan normal, anus

berfungsi sebagaimana mestinya dalam kurun waktu 1 bulan pasca operasi dan

hewan dapat sembuh dengan tanpa adanya komplikasi gangguan (Mousa, 2013).

Kesembuhan merupakan suatu proses yang komplek yang meliputi peradangan,

terutama mekanisme perbaikan jaringan. Kesembuhan jaringan akan bervariasi

tergantung dari jenis jaringan itu sendiri (Berata, et al., 2011).

Page 20: ATRESIA ANI PADA ANJING LOKAL BALI - UNUD

14

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Simpulan dari laporan ini yaitu berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan

gejala klinis, anjing pada kasus ini didiagnosa menderita atresia ani. Prognosa dari

kasus ini adalah infausta. Karena anjing terlalu lama menderita atresia ani yang

menyebabkan kondisinya buruk sehingga meyusahkan penanganan pada saat

operasi.

5.2 Saran

Hewan yang menderita atresia ani harus segera dilakukan tindakan operasi

untuk menghindari gangguan komplikasi yang lainnya sehingga hewan terhindar

dari kematian.

Page 21: ATRESIA ANI PADA ANJING LOKAL BALI - UNUD

15

DAFTAR PUSTAKA

Aronson, L. (2003). Rectum and Anus, In: Textbook of Small Animal Surgery, D.Slatter, (Ed), 682-708, Saunders, ISBN 0721686079, Philadelphia, USA

Berata, I. K., I. B. O. Winaya., A. A. A. M. Adi., I. B. W. Adnyana., I. M.Kardena. (2011). Buku Ajar Patologi Veteriner Umum. Swasta Nulus.Denpasar

Ellison, G. dan Papazoglou, L. (2011). Long-term results of surgery for atresia aniin small animals-12 cases. Journal of the American Veterinary MedicalAssociation, n.d.

Mousa, H. D. (2013). Surgical Repair of Atresia Ani (imperforate anus) inNewborn Kids and Lambs. Jordan Journal of Agricultural Sciences. Vol9., 2: 193-200

Newman S.J., Bailey T.L., Jones J.C., DiGrassie W.A. and Whittier W.D. (1999).Multiple Congenital Anomalies in a Calf. J Vet Diagn Invest., 11, 368–371.

Papazoglou, L. dan Ellison, G. (2012). Atresia Ani In Dogs and Cats. Departmentof Clinical Sciences, Faculty of Veterinary Medicine. USA

Prassinos, N., Papazoglou,L., Adamama-Moraitou, K., Galatos, A., Gouletsou, P.& Rallis, T. (2003). Congenital anorectal abnormalities in six dogs.Veterinary Record, Vol.153, No. 3, J, pp. 81-85

Radostitis O.M., Gay C.C., Blood D.C. and Hinchcliff K.W. (2000). VeterinaryMedicine: A Textbook of the Diseases of Cattle, Sheep, Pigs, Goats andHorses, 9th ed., Saunders Company, Philadelphia, USA, pp.1729.

Roberts S.J (Ed.) (1986). Veterinary Obstetrics and Genital Diseases(Theriogenology). Edwards Brothers, Woodstock, VT, p. 354, p. 359, pp.553-556.

Sheila, C. R., C. S. Vicente., A. C. Mortari., M. J. Mamprim., E. H. G. Caporalli.(2007). Rectovaginal Fistula with Anal Atresia in 5 Dogs. Can VetJournal., 48:827-830

Sudisma, I.G.N., I.G.A.G. Putra Pemayun, A.A.G. Jaya Warditha, I.W. Gorda.(2006). Ilmu Bedah Veteriner dan Teknik Operasi. Pelawa Sari. Denpasar

Page 22: ATRESIA ANI PADA ANJING LOKAL BALI - UNUD

16

L A M P I R A N

Page 23: ATRESIA ANI PADA ANJING LOKAL BALI - UNUD

17

Lampiran 1. Jumlah Pemberian Obat

1. Premedikasi

Atropin Sulfat

Sediaan = 0,25 mg/ml

Jumlah Pemberian = Berat Badan × Dosis Anjuran

Sediaan

= 10,9 kg x (0,02 - 0,04) mg/kg BB

0,25 mg/ml

= 0,872 – 1,744 ml

Jumlah yang diberikan = 1,3 m

Xylazine

Sediaan = 20 mg/ml

Jumlah Pemberian = Berat Badan × Dosis Anjuran

Sediaan

= 10,9 kg × ( 1 - 3) mg/kg BB

20 mg/ml

= 0,545 – 0,635 ml

Jumlah yang diberikan = 1 ml

2. Anasthesi Umum

Ketamine

Sediaan = 100 mg/ml

Jumlah Pemberian = Berat Badan × Dosis Anjuran

Sediaan

= 10,9 × ( 10 - 15) mg/kg BB

100 mg/ml

= 1,09 – 1,635ml

Jumlah yang diberikan = 1,3 ml

Page 24: ATRESIA ANI PADA ANJING LOKAL BALI - UNUD

18

3. Vitamin K

Sediaan = 10 mg/ml

Jumlah Pemberian = Berat Badan × Dosis Anjuran

Sediaan

= 10,9 kg × ( 1 - 2) mg/kg BB

10 mg/ml

= 1,09 – 2,18

Jumlah yang diberikan = 1,5 ml