askep trauma toraks

34
TRAUMA THORAKS Disusun Oleh : Kelompok IV Willy Priambudi Siti Chairunisah Romiko Nurhasanah Mirza Antoni Laminten Ice Krisnawati Eska Novitasari Anita Deci Yusmar Dosen Pembimbing : Ns. Yulius Tiranda, Skep.

Upload: mirza-sang-kapten

Post on 29-Jun-2015

1.647 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: ASKEP TRAUMA TORAKS

TRAUMA THORAKS

Disusun Oleh :

Kelompok IV

Willy Priambudi

Siti Chairunisah

Romiko

Nurhasanah

Mirza Antoni

Laminten

Ice Krisnawati

Eska Novitasari

Anita

Deci Yusmar

Dosen Pembimbing : Ns. Yulius Tiranda, Skep.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MUHAMMADIYAH PALEMBANGTAHUN AKADEMIK 2009-2010

Page 2: ASKEP TRAUMA TORAKS

BAB I

PENDAHULUAN

Secara keseluruhan angka mortalitas trauma thorax adalah 10 %, dimana

trauma thorax menyebabkan satu dari empat kematian karena trauma yang terjadi di

Amerika Utara. Banyak penderita meninggal setelah sampai di rumah sakit dan

banyak kematian ini seharusnya dapat dicegah dengan meningkatkan kemampuan

diagnostik dan terapi. Kurang dari 10 % dari trauma tumpul thorax dan hanya 15 – 30

% dari trauma tembus thorax yang membutuhkan tindakan torakotomi. Mayoritas

kasus trauma thorax dapat diatasi dengan tindakan teknik prosedur yang akan

diperoleh oleh dokter yang mengikuti suatu kursus penyelamatan kasus trauma

thorax.

Kasus

“ PALEMBANG, SRIPO – Gara-gara menolak disuruh pamanya membuat KTP,

Gunawan (21) Warga Komplek Kencana Damai Blok H Sako, tewas mengenaskan

selasa (26 / 10) pukul 09.00 setelah ditikam oleh anak pamanya sebanyak dua kali

tepat didada sebelah kanan dan kiri dada korban. Korban sempat dilarikan ke RSMH

Palembang, namun sayang setibanya di rumah sakit, korban menghembuskan nafas

terakhirnya. “

Dari kasus diatas muncul pertanyaan, mengapa klien dapat meninggal dalam

waktu yang cukup singkat ?.

Page 3: ASKEP TRAUMA TORAKS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 DEFENISI

Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang

dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax

yang disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan

keadaan gawat thorax akut.

2. 2 ETIOLOGI

1. Trauma thorax kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang

umumnya berupa trauma tumpul dinding thorax.

2. Dapat juga disebabkan oleh karena trauma tajam melalui dinding thorax.

2. 3 ANATOMI

Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut

terdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior

dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga

memisahkan articulasio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi

membentuk tepi kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternu. Perluasan

rongga pleura di atas klavicula dan di atas organ dalam abdomen penting untuk

dievaluasi pada luka tusuk. Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan

muskulus utama dinding anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi, trapezius,

rhomboideus, dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus

Page 4: ASKEP TRAUMA TORAKS

posterior dinding posterior thorax. Tepi bawah muskulus pectoralis mayor

membentuk lipatan/plika aksilaris posterior.

Dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan berlangsung dengan

bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu

muskulus interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar

sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan bronkus.

Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan

limfatik. Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoran

udara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura ini

berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama – sama dengan pleura parietalis,

yang melapisi dinding dalam thorax dan diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi paru

pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru – paru normal, hanya

ruang potensial yang ada.

Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam

kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian

muskuler melengkung membentuk tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi

motorik dari interkostal bawah mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi

putting susu, turut berperan dalam ventilasi paru – paru selama respirasi biasa /

tenang sekitar 75%.

2. 4 PATOFISIOLOGI

Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma thorax.

Hipokasia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke

jaringan oleh karena hipivolemia ( kehilangan darah ), pulmonary

ventilation/perfusion mismatch ( contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus )dan

perubahan dalam tekanan intratthorax ( contoh : tension pneumothorax,

pneumothorax terbuka ). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya

ventilasi akibat perubahan tekanan intrathorax atau penurunan tingkat kesadaran.

Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan ( syok ).

Page 5: ASKEP TRAUMA TORAKS

2. 5 INITIAL ASSESSMENT DAN PENGELOLAAN.

1. Pengelolaan penderita terdiri dari :

a. Primary survey. Yaitu dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa,

pertolongan ini dimulai dengan airway, breathing, dan circulation.

b. Resusitasi fungsi vital.

c. Secondary survey yang terinci.

d. Perawatan definitif.

2. Karena hipoksia adalah masalah yang sangat serius pada Trauma thorax,

intervensi dini perlu dilakukan untuk pencegahan dan mengoreksinya.

3. Trauma yang bersifat mengancam nyawa secara langsung dilakukan terapi

secepat dan sesederhana mungkin.

4. Kebanyakan kasus Trauma thorax yang mengancam nyawa diterapi dengan

mengontrol airway atau melakukan pemasangan selang thorax atau

dekompresi thorax dengan jarum.

5. Secondary survey membutuhkan riwayat trauma dan kewaspadaan yang tinggi

terhadap adanya trauma – trauma yang bersifat khusus.

2. 6 KELAINAN AKIBAT TRAUMA THORAX

.

A.  Trauma dinding thorax dan paru.

1) Fraktur iga. Merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering

mngalami trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, Nyeri pada

pergerakan akibat terbidainya iga terhadap dinding thorax secara keseluruhan

menyebabkan gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif intuk

mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia

meningkat secara bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru – paru.

Fraktur sternum dan skapula secara umum disebabkan oleh benturan

Page 6: ASKEP TRAUMA TORAKS

langsung, trauma tumpul jantung harus selalu dipertimbangkan bila ada asa

fraktur sternum. Yang paling sering mengalami trauma adalah iga begian

tengah ( iga ke – 4 sampai ke – 9 )

2) Flail Chest. terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai

kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena

fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis

fraktur. Adanya semen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan

gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di

bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan

menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelainan Flail Chest

yaitu trauma pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru).

Walaupun ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal

dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri saja tidak akan

menyebabkan hipoksia. Penyebab timbulnya hipoksia pada penderita ini

terutama disebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding dada yang

tertahan dan trauma jaringan parunya. Flail Chest mungkin tidak terlihat pada

awalnya, karena splinting (terbelat) dengan dinding dada. Gerakan pernafasan

menjadi buruk dan toraks bergerak secara asimetris dan tidak terkoordinasi.

Palpasi gerakan pernafasan yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur

tulang rawan membantu diagnosisi. Dengan foto toraks akan lebih jelas

karena akan terlihat fraktur iga yang multipel, akan tetapi terpisahnya sendi

costochondral tidak akan terlihat. Pemeriksaan analisis gas darah yaitu adanya

hipoksia akibat kegagalan pernafasan, juga membantu dalam diagnosis Flail

Chest. Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian ventilasi adekuat,

oksigen yang dilembabkan dan resusitasi cairan. Bila tidak ditemukan syok

maka pemberian cairan kristoloid intravena harus lebih berhati-hati untuk

mencegah kelebihan pemberian cairan. Bila ada kerusakan parenkim paru

pada Flail Chest, maka akan sangat sensitif terhadap kekurangan ataupun

kelebihan resusitasi cairan. Pengukuran yang lebih spesifik harus dilakukan

Page 7: ASKEP TRAUMA TORAKS

agar pemberian cairan benar-benar optimal. Terapi definitif ditujukan untuk

mengembangkan paru-paru dan berupa oksigenasi yang cukup serta

pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi. Tidak semua

penderita membutuhkan penggunaan ventilator. Pencegahan hipoksia

merupakan hal penting pada penderita trauma, dan intubasi serta ventilasi

perlu diberikan untuk waktu singkat sampai diagnosis dan pola trauma yang

terjadi pada penderita tersebut ditemukan secara lengkap. Penilaian hati-hati

dari frekuensi pernafasan, tekanan oksigen arterial dan penilaian kinerja

pernafasan akan memberikan suatu indikasi timing / waktu untuk melakukan

intubasi dan ventilasi.

3) Kontusio paru adalah kelainan yang paling sering ditemukan pada golongan

potentially lethal chest injury. Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan dan

berkembang sesuai waktu, tidak langsung terjadi setelah kejadian, sehingga

rencana penanganan definitif dapat berubah berdasarkan perubahan waktu.

Monitoring harus ketat dan berhati-hati, juga diperlukan evaluasi penderita

yang berulang-ulang. Penderita dengan hipoksia bermakna (PaO2 < 65 mmHg

atau 8,6 kPa dalam udara ruangan, SaO2 < 90 %) harus dilakukan intubasi

dan diberikan bantuan ventilasi pada jam-jam pertama setelah trauma. Kondisi

medik yang berhubungan dengan kontusio paru seperti penyakit paru kronis

dan gagal ginjal menambah indikasi untuk melakukan intubasi lebih awal dan

ventilasi mekanik. Beberapa penderita dengan kondisi stabil dapat ditangani

secara selektif tanpa intubasi endotrakeal atau ventilasi mekanik. Monitoring

dengan pulse oximeter, pemeriksaan analisis gas darah, monitoring EKG dan

perlengkapan alat bantu pernafasan diperlukan untuk penanganan yang

optimal. Jika kondisi penderita memburuk dan perlu ditransfer maka harus

dilakukan intubasi dan ventilasi terlebih dahulu.

4) Pneumotoraks dikibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleura

viseral dan parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan

bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab tersering

Page 8: ASKEP TRAUMA TORAKS

dari pnerumotoraks akibat trauma tumpul.Dalam keadaan normal rongga

toraks dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya sampai dinding dada

oleh karena adanya tegangan permukaan antara kedua permukaan pleura.

Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan

paru. Gangguan ventilasi-perfusi terjadi karena darah menuju paru yang

kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. Ketika

pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang terkena dan pada

perkusi hipesonor. Foto toraks pada saat ekspirasi membantu menegakkan

diagnosis. Terapi terbaik pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest

tube lpada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis mid-aksilaris. Bila

pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka akan

mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan dihubungkan dengan

WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks dilakukan untuk

mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru. Anestesi umum atau

ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan pada penderita dengan

pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang mempunyai resiko

terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga sebelumnya, sampai

dipasang chest tube. Pneumotoraks sederhana dapat menjadi life thereatening

tension pneumothorax, terutama jika awalnya tidak diketahui dan ventilasi

dengan tekanan posiif diberikan. Toraks penderita harus dikompresi sebelum

penderita ditransportasi/rujuk.

5) Pneumothorax terbuka ( Sucking chest wound ) Defek atau luka yang besar

plada dinding dada yang terbuka menyebabkan pneumotoraks terbuka.

Tekanan di dalam rongga pleura akan segera menjadi sama dengan tekanan

atmosfir. Jika defek pada dinding dada mendekati 2/3 dari diameter trakea

maka udara akan cenderung mengalir melalui defek karena mempunyai

tahanan yang kurang atau lebih kecil dibandingkan dengan trakea. Akibatnya

ventilasi terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia.

Langkah awal adalah menutup luka dengan kasa stril yang diplester hanya

Page 9: ASKEP TRAUMA TORAKS

pada 3 sisinya saja. Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi efek

flutter Type Valve dimana saat inspirasi kasa pnutup akan menutup luka,

mencegah kebocoran udara dari dalam. Saat ekspirasi kasa penutup terbuka

untuk menyingkirkan udara keluar. Setelah itu maka sesegera mungkin

dipasang selang dada yang harus berjauhan dari luka primer. Menutup seluruh

sisi luka akan menyebabkan terkumpulnya udara di dalam rongga pleura yang

akan menyebabkan tension pneumothorax kecuali jika selang dada sudah

terpasang. Kasa penutup sementara yang dapat dipergunakan adalah Plastic

Wrap atau Petrolotum Gauze, sehingga penderita dapat dilakukan evaluasi

dengan cepat dan dilanjutkan dengan penjahitan luka.

6) Tension pneumorothorax berkembang ketika terjadi one-way-valve

(fenomena ventil), kebocoran udara yang berasal dari paru-paru atau melalui

dinding dada masuk ke dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi (one-

way-valve). Akibat udara yang masuk ke dalam rongga pleura yang tidak

dapat keluar lagi, maka tekanan di intrapleural akan meninggi, paru-paru

menjadi kolaps, mediastinum terdorong ke sisi berlawanan dan menghambat

pengembalian darah vena ke jantung (venous return), serta akan menekan paru

kontralateral. Penyebab tersering dari tension pneumothorax adalah

komplikasi penggunaan ventilasi mekanik (ventilator) dengan ventilasi

tekanan positif pada penderita dengan kerusakan pada pleura viseral. Tension

pneumothorax dapat timbul sebagai komplikasi dari penumotoraks sederhana

akibat trauma toraks tembus atau tajam dengan perlukaan parenkim paru

tanpa robekan atau setelah salah arah pada pemasangan kateter subklavia atau

vnea jugularis interna. Kadangkala defek atau perlukaan pada dinding dada

juga dapat menyebabkan tension pneumothorax, jika salah cara menutup

defek atau luka tersebut dengan pembalut (occhusive dressings) yang

kemudian akan menimbulkan mekanisme flap-valve. Tension pneumothorax

jug adapat terjadi pada fraktur tulang belakang toraks yang mengalami

pergeseran (displaced thoracic spine fractures). Diagnosis tension

Page 10: ASKEP TRAUMA TORAKS

pneumotorax ditegakkan berdasarkan gejala klinis, dan tetapi tidak boleh

terlambat oleh karena menunggu konfirmasi radkologi. Tension

pneumothorax ditandai dengan gejala nyeri dada, sesak, distres pernafasan,

takikardi, hipotensi, deviasi trakes, hilangnya suara nafas pada satu sisi dan

distensi vena leher. Sianosisi merupakan manifestasi lanjut. Karena ada

kesamaan gejala antara tension pneumothorax dan tamponade jantung maka

sering membingungkan pada awalnya tetapi perkusi yang hipersonor dan

hilangnya suara nafas pada hemitoraks yang terkena pada tension

pneumothorax dapat membedakan keduanya. Tension pneumothorax

membutuhkan dekompresi segera dan penanggulangan awal dengan cepat

berupa insersi jarum yang berukuran besar pada sela iga dua garis

midclavicular pada hemitoraks yang mengalami kelainan. Tindakan ini akan

mengubah tension pneumothorax menjadi plneumothoraks sederhana

(catatan : kemungkinan terjadi pneumotoraks yang bertambah akibat tertusuk

jarum). Evaluasi ulang selalu diperlukan. Tetapi definitif selalu dibutuhkan

dengan pemsangan selang dada (chest tube) pada sela iga ke 5 (garis putting

susu) diantara garis anterior dan midaxilaris.

7) Hemothorax. Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau

laserasi dari pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang

disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari

vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks. Biasanya

perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi.

Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks,

sebaiknya diterapi dengan selang dada kaliber besar. Selang dada tersebut

akan mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya

bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor

kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan juga memungkinkan

dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma

traumatik. Walaupun banyak faktor yang berperan dalam memutuskan

Page 11: ASKEP TRAUMA TORAKS

perlunya indikasi operasi pada penderita hemotoraks, status fisiologi dan

volume darah yang kelura dari selang dada merupakan faktor utama. Sebagai

patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari selang dada sebanyak

1.500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jamuntuk 2

sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah terus menerus,

eksplorasi bedah herus dipertimbangkan.

8) Hemotoraks masif yaitu terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1.500 cc

di dalam rongga pleura. Hal ini sering disebabkan oleh luka tembus yang

merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru. Hal

ini juga dapat disebabkan trauma tumpul. Kehilangan darah menyebabkan

hipoksia. Vena leher dapat kolaps (flat) akibat adanya hipovolemia berat,

tetapi kadang dapat ditemukan distensi vena leher, jika disertai tension

pneumothorax. Jarang terjadi efek mekanik dari adarah yang terkumpul di

intratoraks lalu mendorong mesdiastinum sehingga menyebabkan distensi dari

pembuluh vena leher. Diagnosis hemotoraks ditegakkan dengan adanya syok

yang disertai suara nafas menghilang dan perkusi pekak pada sisi dada yang

mengalami trauma. Terapi awal hemotoraks masif adalah dengan penggantian

volume darah yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura.

Dimulai dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan

kemudian pmeberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari

rongga pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok untuk

autotransfusi. Bersamaan dengan pemberian infus, sebuah selang dada (chest

tube) no. 38 French dipasang setinggi puting susu, anteriordari garis

midaksilaris lalu dekompresi rongga pleura selengkapnya. Ketika kita

mencurigai hemotoraks masif pertimbangkan untuk melakukan autotransfusi.

Jika pada awalnya sudah keluar 1.500 ml, kemungkinan besar penderita

tersebut membutuhkan torakotomi segera. Beberapa penderita yang pada

awalnya darah yang keluar kurang dari 1.500 ml, tetapi pendarahan tetap

berlangsung. Ini juga mamebutuhkan torakotomi. Keputusan torakotomi

Page 12: ASKEP TRAUMA TORAKS

diambil bila didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200 cc/jam

dalam waktu 2 sampai 4 jam, tetapi status fisiologi penderita tetap lebih

diutamakan. Transfusi darah diperlukan selama ada indikasi untuk toraktomi.

Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yang dikeluarkan

dengan selang dada (chest tube) dan kehilangan darah selanjutnya harus

ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna darah

(arteri atau vena) bukan merupakan indikator yang baik untuk dipakai sebagai

dasar dilakukannya torakotomi. Luka tembus toraks di daerah anterior medial

dari garis puting susu dan luka di daerah posterior, medial dari skapula harus

disadari oleh dokter bahwa kemungkinan dibutuhkan torakotomi, oleh karena

kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur hilus dan jantung yang

potensial menjadi tamponade jantung. Torakotomi harus dilakukan oleh ahli

bedah, atau dokter yang sudah berpengalaman dan sudah mendapat latihan.

9) Cedera trakea dan Bronkus. Cedera ini jarang tetapi mungkin disebabkan oleh

trauma tumpul atau trauma tembus, manifestasi klinisnya yaitu yang biasanya

timbul dramatis, dengan hemoptisis bermakna, hemopneumothorax, krepitasi

subkutan dan gawat nafas. Empisema mediastinal dan servical dalam atau

pneumothorax dengan kebocoran udara masif. Penatalaksanaan yaitu dengan

pemasangan pipa endotrakea ( melalui kontrol endoskop ) di luar cedera untuk

kemungkinan ventilasi dan mencegah aspirasi darah, pada torakostomi

diperlukan untuk hemothorax atau pneumothorax.

B. Trauma Janung dan Aorta

1) Tamponade jantung sering disebabkan oleh luka tembus. Walaupun demikian,

trauma tumpul juga dapat menyebabkan perikardium terisi darah baik dari

jantung, pembuluh darah besar maupun dari pembuluh darah perikard.

Perikard manusia terdiri dari struktur jaringan ikat yang kaku dan walaupun

relatif sedikit darah yang terkumpul, namun sudah dapat menghambat

aktivitas jantung dan mengganggu pengisian jantung. Mengeluarkan darah

Page 13: ASKEP TRAUMA TORAKS

atau cairan perikard, sering hanya 15 ml sampai 20 ml, melalui

perikardiosintesis akan segera memperbaiki hemodinamik. Diagnosis

tamponade jantung tidak mudah. Diagnosistik klasik adalah adanya Trias

Beck yang terdiri dari peningkatan tekanan vena, penurunan tekanan arteri

dan suara jantung menjauh. Penilaian suara jantung menjauh sulit didapatkan

bila ruang gawat darurat dalam keadaan berisi, distensi vena leher tidak

ditemukan bila keadaan penderita hipovlemia dan hipotensi sering disebabkan

oleh hipovolemia. Pulsus paradoxus adalah keadaan fisiologis dimana terjadi

penurunan dari tekanan darah sistolik selama inspirasi spontan. Bila

penurunan tersebut lebih dari 10 mmHg, maka ini merupakan tanda lain

terjadinya tamponade jantung. Tetapi tanda pulsus paradoxus tidak selalu

ditemukan, lagi pula sulit mendeteksinya dalam ruang gawat darurat.

Tambahan lagi, jika terdapat tension pneumothorax, terutama sisi kiri, maka

akan sangat mirip dengan tamponade jantung. Tanda Kussmaul (peningkatan

tekanan vena pada saat inspirasi biasa) adalah kelainan paradoksal tekanan

vena yang sesungguhnya dan menunjukkan adanya temponade jantung. PEA

pada keadaan tidak ada hipovolemia dan tension pneumothorax harus

dicurigai adanya temponade jantung. Pemasangan CVP dapat membantu

diagnosis, tetapi tekanan yang tinggi dapat ditemukan pda berbagai keadaan

lain. Pemerikksaan USG (Echocardiografi) merupakan metode non invasif

yang dapat membantu penilaian perikardium, tetapi banyak penelitian yang

melaporkan angka negatif yang lebih tinggi yaitu sekitar 50 %. Pada penderita

trauma tumpul dengan hemodinamik abnormal boleh dilakukan pemeriksaan

USG abdomen, yang sekaligus dapat mendeteksi cairan di kantung perikard,

dengan syarat tidak menghambat resusitasi (lihat Bab 5, Trauma abdomen,

V.F, Studi diagnostik spesifik pada trauma tumpul). Evakuasi cepat darah dari

perikard merupakan indikasi bila penderita dengan syok hemoragik tidak

memberikan respon pada resusitasi cairan dan mungkin ada tamponade

jantung. Tindakan ini menyelamatkan nyawa dan tidak boleh diperlambat

Page 14: ASKEP TRAUMA TORAKS

untuk mengadakan pemeriksaan diagnostik tambahan. Metode sederhana

untuk mengeluarkan cairan dari perikard adaah dengan perikardiosintesis.

Kecurigaan yang tinggi adanya tamponade jantung pada penderita yang tidak

memberikan respon terhadap usaha rsusitasi, merupakan indiksi untuk

melakukan tindakan perikardiosintesis melalui metode subksifoid. Tindakan

alternatif lain, adalah melakukan operasi jendela perikad atau torakotomi

dengan perikardiotomi oleh seorang ahli bedah. Prosedur ini akan lebih baik

dilakukan di ruang operasi jika kondisi penderita memungkinkan. Walaupun

kecurigaan besar besar akan adanya tamponade jantung, pemberian cairan

infus awal masih dapat meningkatkan tekanan vena dan meningkatkan cardiac

output untuk sementara, sambil melakukan persiapan untuk tindakan

perikardiosintesis melalui subksifoid. Pada tindakan ini menggunakan plastic-

sheated needle atau insersi dengan teknik Seldinger merupakan cara paling

baik, tetapi dalam keadaan yang lebih gawat, prioritas adalah aspirasi darah

dari kantung perikard. Monitoring Elektrokardiografi dapat menunjukkan

tertusuknya miokard (peningkatan voltase dari gelombang T, ketika jarum

perikardiosintesis menyentuh epikardium) atau terjadinya disritmia.

2) Kontusio Miocard . Terjadi karena ada pukulan langsung pada sternum

dengan diikuti memar jantung dikenal sebagai kontusio miocard. Manifestasi

klinis cedera jantung mungkin bervariasi dari ptekie epikardial superfisialis

sampai kerusakan transmural. Disritmia merupakan temuan yang sering

timbul. Pemeriksaan Jantung yaitu dengan Isoenzim CPK merupakan uji

diagnosa yang spesifik, EKG mungkin memperlihatkan perubahan gelombang

T – ST yang non spesifik atau disritmia. Adapun penatalaksanaan berupa

suportif. 

3) Trauma tumpul jantung dapat menyebabkan kontusio otot jantung, ruptur

atrium atau ventrikel, ataupun kebocoran katup. Ruptur ruang jantung ditandai

dengan tamponade jantung yang harus diwaspadai saat primary survey.

Kadang tanda dan gejala dari tamponade lambat terjadi bila yang ruptur

Page 15: ASKEP TRAUMA TORAKS

adalah atrium. Penderita dengan kontusio miokard akan mengeluh rasa tidak

nyaman pada dada tetapi keluhan tersebut juga bisa disebabkan kontusio

dinding dada atau fraktur sternum dan/atau fraktur iga. Diagnosis pasti hanya

dapat ditegakkan dengan inspeksi dari miokard yang mengalami trauma.

Gejala klinis yang penting pada miokard adalah hipotensi, gangguan hantaran

yang jelas ada EKG atau gerakan dinding jantung yang tidak normal pada

pemeriksaan ekokardiografi dua dimensi. Perubahan EKG dapat bervariasi

dan kadang menunjukkan suatu infark miokard yang jelas. Kontraksi ventrikel

perematur yang multipel, sinus takikardi yang tak bisa diterangkan, fibrilasi

atrium, bundle branch block (biasanya kanan) dan yang paling sering adalah

perubahan segmen ST yang ditemukan pada gambaran EKG. Elevasi dari

tekanan vena sentral yang tidak ada penyebab lain merupakan petunjuk dari

disfungsi ventrikel kanan sekunder akibat kontusio jantung. Juga penting

untuk diingat bahwa kecelakaannya sendiri mungkin dpat disebabkan adanya

serangan infak miokard akut. Penderita kontusio miokard yang terdiagnosis

karena adanya kondusksi yang abnormal mempunyai resiko terjadinya

disrtimia akut, dan harus dimonitor 24 jam pertama, karena setelah interval

tersebut resiko disritmia kaan menurun secara bermakna.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara

menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).

Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliputi :

1. Aktivitas / istirahat

Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.

2. Sirkulasi

Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah,

tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.

Page 16: ASKEP TRAUMA TORAKS

3. Integritas ego

Tanda : ketakutan atau gelisah.

4. Makanan dan cairan

Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.

5. Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam

dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan

menyebar ke leher, bahu dan abdomen.

Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan

wajah.

6. Pernapasan

Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru

kronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ;

pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.

Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ;

fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ;

kulit pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas,

bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.

7. Keamanan

Geajala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk kkeganasan.

8. Penyuluhan / pembelajaran

Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah

intratorakal/biopsy paru.

B. ANALISA DATA

NO TGL / JAM DATA PROBLEM ETIOLOGI

Page 17: ASKEP TRAUMA TORAKS

1

Diisi pada

saat tanggal

pengkajian

Berisi data subjektif

dan data objektif

yang didapat dari

pengkajian

keperawatan

masalah yang sedang dialami

pasien seperti gangguan pola

nafas, gangguan

keseimbangan suhu tubuh,

gangguan pola aktiviatas,dll

Etiologi berisi

tentang penyakit

yang diderita

pasien

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan pola pernapasan b/d ekpansi paru yang tidak maksimal

karena akumulasi udara/cairan.

2. Inefektif bersihan jalan napas b/d peningkatan sekresi sekret dan penurunan

batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.

3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut b/d trauma jaringan dan reflek spasme

otot sekunder.

4. Gangguan mobilitas fisik b/d ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk

ambulasi dengan alat eksternal.

5. Potensial Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.

6. Kerusakan integritas kulit b/d trauma mekanik terpasang bullow drainage

7. Resiko terhadap infeksi b/d tempat masuknya organisme sekunder terhadap

trauma.

D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NODIAGNOSA

KEPERAWATANTUJUAN PERENCANAAN

1 Ketidakefektifan pola pernapasan b/d ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma

Pola pernapasan efektiveDengan Kriteria Hasil : Memperlihatkan frekuensi

pernapasan yang efektive. Mengalami perbaikan

pertukaran gas-gas pada paru. Adaptive mengatasi faktor-

1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur.

2. Balik ke sisi yang sakit.

3. Dorong klien untuk

Page 18: ASKEP TRAUMA TORAKS

faktor penyebab.

duduk sebanyak mungkin.

4. Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.

5. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.

6. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.

7. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.

8. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam

2 Inefektif bersihan jalan napas b/d peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan

Jalan napas lancer / normalKriteria Hasil : Menunjukkan batuk yang

efektif. Tidak ada lagi penumpukan

sekret di sal. pernapasan. Klien nyaman.

1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.

2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.

3. Auskultasi paru

Page 19: ASKEP TRAUMA TORAKS

sebelum dan sesudah klien batuk.

4. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.

5. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.

3 Perubahan kenyamanan : Nyeri akut b/d trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.

Nyeri berkurang/hilang.Kriteria Hasil : Nyeri berkurang / dapat

diadaptasi. Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan / menurunkan nyeri. Pasien tidak gelisah.

1. Jelaskan dan bantu klien dnegan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.

2. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.

3. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.

4. Kolaborasi

Page 20: ASKEP TRAUMA TORAKS

denmgan dokter, pemberian analgetik.

5. 16.  Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.

DAFTAR PUSTAKA

Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.

Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.

FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta

Hudak, C.M. 1999. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.

Mowschenson, Peter M. 1990. Segi Praktis Ilmu Bedah Untuk pemula. Edisi 2.

Binarupa Aksara : Jakarta.