analisis tentang dua sajak perancis: « spleen: quand...

26
ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand le Ciel Bas et Lourd.... » Karya Charles Baudelaire dan « Bestiaire Malfaisant » Karya Jules Supervielle Suatu studi Perbandingan Okke Kusuma Sumantri Zaimar FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA

Upload: vuxuyen

Post on 09-Apr-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir

ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS:

« Spleen: Quand le Ciel Bas et Lourd.... »

Karya Charles Baudelaire

dan

« Bestiaire Malfaisant »

Karya Jules Supervielle

Suatu studi Perbandingan

Okke Kusuma Sumantri Zaimar

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

Page 2: ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir

ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS:

« Spleen: Quand le Ciel Bas et Lourd.... »

Karya Charles Baudelaire

dan

« Bestiaire Malfaisant »

Karya Jules Supervielle

Suatu studi perbandingan perlu ditunjang oleh data-data yang kuat. Dua hal

yang sangat berbeda tentu tak perlu dibandingkan. Landasan persamaan antara hal yang

dibandingkan itu ditemukan dalam definisi apa yang disebut littérature comparée :

« La littérature comparée est l’art méthodique, par la recherche de

liens d’analogie, de parenté et d’influence, de rapprocher la litté-

rature d’autres domaines de l’expression ou de connaissance, ou

bien les faits et textes littéraires entre eux, distants ou non dans le

temps ou dans l’espace, pourvu qu’ils appartiennent à plusieurs

langues ou plusieurs cultures, firent-elles partie d’une même tra-

dition, afin de mieux les décrire, les comprendre et les goûter. »

(Daniel-Henri Pageaux : 1994, p.12)

:

« Sastra Bandingan adalah seni metodik, yang dilakukan dengan

mencari hubungan analogi, hubungan persaudaraan, atau pe-

ngaruh. Selain itu Sastra Bandingan mendekatkan kesusastraan de-

ngan cara pengungangkapan atau pengetahuan lain, juga dapat dila-

kukan dengan mendekatkan fakta-fakta dengan teks-teks kesusas-

traan, baik jauh maupun dekat dalam ruang dan waktu, asal saja

teks-teks itu termasuk berbagai bahasa atau budaya yang tercakup

dalam tadisi yang sama, agar peneliti dapat menggambarkannya,

memahaminya dan merasakannya dengan lebih baik »

.

Kali ini akan dilakukan penelitian terhadap sajak Charles Baudelaire dan sajak

Jules Supervielle. Baudelaire hidup antara tahun 1821 – 1867. Ia melakukan aktivitas

sastra dengan sangat intens, hampir semua penyair sesudah Baudelaire setidaknya

menunjukkan adanya pengaruh Baudelaire. Pada tahun 1857 ia menerbitkan karyanya

yang terkenal Les Fleurs du Mal, yang kemudian diperbaikinya pada tahun 1861 yang

Page 3: ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir

berisi 129 sajak. Keutuhan karya ini terletak pada kejujurannya dalam mengemukakan

keburukan yang dirasakannya, harapannya, kelemahannya, kegagalannya. Manusia

adalah mahluk yang gagal dan objek konflik yang terus menerus terjadi antara langit dan

neraka : Dalam diri manusia setiap saat ada dua kecenderungan bersama-sama, yang satu

pada Tuhan, dan yang lain pada Setan. Kecenderungan mendekat pada Tuhan atau

spiritualitas adalah keinginan untuk naik derajat ; kecenderungan mendekat pada Setan

atau kebinatangan adalah keinginan untuk bergelimang dalam kesenangan. Meskipun

tampaknya tidak teratur, konflik yang terus menerus ini ada dalam komposisi karya.

Bagian pertama karya ini berjudul Spleen, dan yang ke dua adalah Idéal yang

menampilkan. keinginan penyair untuk menyembuhkan jiwanya dari kebosanan (l’ennui)

yang begitu merajalela di dunia ini. Mula-mula ia mencari penyembuhan melalui Puisi,

kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir Spleen, penyair tak putus asa.

Tanpa kenal lelah, ia berpaling pada cara lain untuk melepaskan diri. Namun segala

usahanya gagal. Setelah segala usahanya di dunia ini sia-sia belaka, Baudelaire berpaling

pada pengobatan terakhir, yaitu melakukan perjalanan menuju dunia lain. Dalam

pertarungsn yang tak henti-hentinya antara l’Idéal dan Spleen, perlahan-lahan, yang

terakhir ini menjadi penguasa jiwa. Salah satu sajaknya yang menggambarkan betapa

jiwanya dikuasai oleh Spleen, berjudul Spleen : « Quand le Ciel Bas et Lourd ... » yang

akan dibahas dalam tulisan ini. Sebelum pembahasan, baiklah dikemukakan terlebih

dahulu tentang Jules Supervielle.

Jules Supervielle hidup tahun 1884-1960, jadi ia hidup kurang lebih seratus

tahun setelah Baudelaire. Penyair in tidak begitu terkenal, ia berada di tepian surealisme.

Pada masa mudanya, ia mendapat pengaruh simbolisme, terutama dari Jules Laforgue

yang seperti juga Supervielle, berasal dari Uruguay. Karya-karyanya, antara lain :Poèmes

de l’humour (1919), Débarcadère(1922), Gravitations (1925) dll. Sajaknya yang akan

dibahas du sini adalah : Bestiaire malfaisant. . : .

Mengingat kedua pengarang yang sajaknya akan dibandingkan hidup dalam

masa yang sangat jauh berbeda, maka timbul keraguan mengenai persamaan kedua sajak

ini. Memang, secara sepintas lalu. kedua sajak ini tidak memiliki kemiripan, namun

apabila diperhatikan lebih lanjut, persamaan keduanya sangat menonjol. Marilah kita

mulai dengan melihat sajak dan bentuknya :

Page 4: ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir

Data I :

Spleen : « Quand le ciel bas et lourd.... »

Quand le ciel bas et lourd pèse comme un couvercle

Sur l’esprit gémissant en proie aux longs ennuis,

Et que de l’horizon embrassant tout le cercle

Il nous verse un jour noir plus triste que les nuits ;

Quand la terre est changée en un cachot humide,

Où l’espérance comme un chauve-souris,

S’en va battant les murs de son aile timide

Et se cognant la tête à des plafonds pourris ;

Quand la pluie, étalant ses immenses traînées,

D’une vaste prison imite les barreaux,

Et qu’un peuple muet d’infâmes araignées

Vient tendre ses filets au fond de nos cerveaux,

Des cloches tout à coup sautent avec furie

Et lancent vers le ciel un affreux hurlement,

Ainsi que des esprits errants et sans patrie

Qui se mettent à geindre opiniâtrement.

Et de longs corbillards, sans tambours ni musique,

- Défilent lentement dans mon âme : l’Espoir,

Vaincu, pleure et l’Angoisse atroce, despotique,

Sur mon crâne incliné plante son drapeau noir.

Baudelaire, Les Fleurs du Mal.

2.1 Analisis Bentuk dan bunyi

Sajak Baudelaire terdiri dari 5 bait, masing-masing terdiri dari empat larik

dan setiap larik terdiri dari 12 suku kata (alexandrin) yaitu suatu bentuk yang banyak

digunakan oleh para penyair Perancis, rimanya merupakan rima bersilang yang sangat

teratur. Hal ini dapat dipahami, karena Baudelaire adalah penulis dari abad ke XIX.

Apabila dilihat dari aspek sintaksisnya, maka pada bait pertama sajak

Baudelaire tampak ada empat klausa bawahan. Klausa bawahan yang ada di larik pertama

terikat pada klausa yang terdapat jauh di bawah, yaitu pada bait ke empat.. Klausa

bawahan yang ke dua terikat pada klausa bawahan yang pertama, sedang yang ke tiga

Page 5: ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir

terikat pada klausa bawahan yang ke empat ; kedua kelompok klausa bawahan ini

dihubungkan oleh kata penghubung «et».

Quand le ciel bas et lourd pèse comme un couvercle

Sur l’esprit gémissant en proie aux longs ennuis,

Et que de l’horizon embrassant tout le cercle

Il nous verse un jour noir plus triste que les nuits ;

Pada bait ke dua, terlihat ada empat klausa bawahan. Klausa bawahan yang

ke dua dan ke tiga terikat pada klausa bawahan yang pertama (keduanya ada di larik ke

dua dan ke tiga pada bait ini, bahkan keduanya tampak menyatu dengan adanya kata

penghubung comme, jadi kedua klausa bawahan tersebut setara.). Kedua klausa tersebut

dihubungkan lagi dengan klausa bawahan yang ke empat, oleh kata penghubung «et».

Quand la terre est changée en un cachot humide,

Où l’espérance comme un chauve-souris,

S’en va battant les murs de son aile timide

Et se cognant la tête à des plafonds pourris ;

Pada bait tiga, ada tiga klausa bawahan . Klausa yang terdapat pada larik

pertama bait ini terikat pada klausa bawahan yang ada di larik ke dua, dan kedua klausa

bawahan tersebut dihubungkan dengan klausa terakhir di bait ini yang ada di larik ke tiga

dan keempat oleh kata sambung « et ». Jadi, kedua larik ini tampak seimbang.

Quand la pluie, étalant ses immenses traînées,

D’une vaste prison imite les barreaux,

Et qu’un peuple muet d’infâmes araignées

Vient tendre ses filets au fond de nos cerveaux,

Pada bait ke empat, barulah kita temui klausa utama dari serangkaian klausa

bawahan (berjumlah 11) yang terdapat di tiga bait pertama tadi. Di sini, kita dapati dua

klausa yang dihubungkan oleh « et », jadi keduanya setara. Sementara itu, klausa yang ke

dua masih mempunyai dua klausa bawahan lagi (ditandai oleh ainsi que dan qui) yang

mengikutinya (klausa yang berada di larik ke empat terikat pada yang ada di larik ke tiga,

dan yang ada di larik ke tiga terikat pada yang ada di larik ke dua).

Page 6: ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir

Des cloches tout à coup sautent avec furie

Et lancent vers le ciel un affreux hurlement,

Ainsi que des esprits errants et sans patrie

Qui se mettent à geindre opiniâtrement.

Bait yang terakhir (bait ke lima) sebenarnya merupakan bait yang berdiri

sendiri. Meskipun demikian, masih ada kata sambung « Et » di awal bait ini, yang

memberi kesan bahwa bait ini masih berhubungan erat dengan bait-bait sebelumnya. Di

sini tampak ada tiga klausa setara, klausa ke dua merupakan klausa rapatan, karena antara

klausa pertama dan yang ke dua hanya dihubungkan oleh tanda baca titik koma. Lebih

jauh dapat dikemukakan bahwa klausa yang terakhir dihubungkan dengan klausa ke dua

oleh kata sambung «et », jadi juga merupakan klausa setara. Ketiga klausa setara yang

terdapat pada bait terakhir ini menutup keseluruhan sajak.

Et de longs corbillards, sans tambours ni musique,

- Défilent lentement dans mon âme : l’Espoir,

Vaincu, pleure et l’Angoisse atroce, despotique,

Sur mon crâne incliné plante son drapeau noir.

Demikianlah, ketiga bait yang pertama hanya merupakan serangkaian klausa

bawahan (11 klausa), sedangkan klausa utamanya ada di bait yang ke empat. Jadi kalimat

pertama yang terdiri dari empat quartrains atau enambelas larik, yang terdiri dari 11

klausa bawahan yang terikat pada 2 klausa setara yang ada di bait ke empat. Kedua

klausa utama itu masih diikuti oleh 2 klausa bawahan lagi. Jadi, di bait 1-4, seluruhnya

ada 13 klausa bawahan dan dua klausa utama yang merupakan klausa setara. Sedangkan

pada bait ke lima (yang terakhir) ada tiga klausa (rapatan dan setara) yang membentuk

satu kalimat. Kesan yang ditimbulkan oleh banyaknya klausa bawahan yang terdapat di

empat bait pertama, sangat menekan bait ke lima yang sama sekali tidak mempunyai

klausa bawahan, melainkan hanya terdiri dari tiga klausa setara.

Kini, marilah kita lihat sajak Jules Supervielle Bestiaire malfaisant dan

bentuknya :

Page 7: ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir

Data II

Bestiaire malfaisant.

Quand le cerveau gît dans sa grotte,

Où chauve-sourient les pensées

Et que les désirs pris en faute

Fourmillent, noirs de déplaisir,

Quand les Chats vous hantent, vous hantent

Jusqu’à devenir chats huants,

Que nos plus petits éléphants

Grandissent pour notre épouvante,

O, bestiaire malfaisant

Et qui s’accroit chemin faisant,

Bestiaire fait de bonnes bêtes,

Qui nous paraissent familières

Et qui tout d’un coup vous secrètent

Un univers si violent

Que le temps de le reconnaître,

Nous n’en sommes déjà plus maîtres

Il nous fige et va galopant

Autour de nous dans tous les sens

Ainsi qu’une aveugle tempête

Qui ne se trouve qu’en courant.

Supervielle, Le Corps tragique, ed. Galimard.

Larik-larik dalam Bestiare malfaisant hanya terdiri dari delapan suku kata

(octosyllabe). Sajak ini hanya terdiri dari dua bait yang besarnya sangat tidak seimbang.

Yang pertama terdiri dari 16 larik dan bait ke dua terdiri dari 4 larik. Sajak Supervielle

tidak mempunyai rima teratur, namun kadang-kadang masih tampak keteraturan rima,

misalnya larik ke 5.6.7.8 mempunyai rima yang sama, juga larik ke 9 dengan ke 10,

kemudian larik ke 11 dengan ke 13 dan larik ke15 dengan 16 juga mempunyai rima yang

sama. Jadi sajak ini dapat dikatakan antara teratur dan tidak, bukan sajak bebas sama

sekali.

Berikut ini akan dikemukakan analisis aspek sintaksis sajak Supervielle. Pada

bait pertama yang terdiri dari 16 larik, terdapat 14 klausa bawahan dan satu klausa utama

Page 8: ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir

di larik yang terakhir. Untuk memudahkan pembagian sintaksis, bait akan dipenggal

dalam larik-larik yang mempunyai bentuk sintaksis «agak» lengkap.

Quand le cerveau gît dans sa grotte,

Où chauve-sourient les pensées

Et que les désirs pris en faute

Fourmillent, noirs de déplaisir,

Pada larik pertama tampak klausa bawahan yang terikat pada klausa utama

yang berada di larik terakhir (ke enambelas). Klausa bawahan berikutnya ada di larik ke

dua dan terikat pada klausa yang ada di larik pertama. Dua larik berikutnya mengandung

tiga klausa bawahan, dua klausa yang ada di larik ke empat terikat pada klausa utama

yang ada di larik 16, sedangkan klausa bawahan yang ada di larik ke tiga terikat pada

kedua klausa yang ada di larik ke 4 tadi. Kedua kelompok klausa bawahan yang ada di

larik ke 1 dan ke 2, dan yang ada di larik ke 3 dan 4, dihubungkan oleh kata sambung

«Et». Hal ini menunjukkan bahwa kedua kelompok klausa itu setara.

Quand les Chats vous hantent, vous hantent

Jusqu’à devenir chats huants,

Que nos plus petits éléphants

Grandissent pour notre épouvante,

Pada empat larik berikutnya terdapat tiga klausa yang tergantung dari klausa

utama yang terdapat di larik ke 16, yaitu yang berada di larik ke 5 (dua klausa rapatan)

dan di larik ke 7 dan 8, sedangkan di larik ke 6 terdapat klausa bawahan yang terikat pada

klausa rapatan yang ada di larik ke 5.

O, bestiaire malfaisant

Et qui s’accroit chemin faisant,

Bestiaire fait de bonne bêtes,

Qui nous paraissent familières

Et qui tout d’un coup vous secrètent

Un univers si violent

Kali ini pemenggalan memasukkan 6 larik (ke 9- ke 14). Larik ke 9 merupa-

kan suatu seruan. Larik ke 9 hanya berupa seruan yang diikuti oleh klausa bawahan pada

larik berikutnya, sehingga.dapat diperkirakan bahwa ada unsur kalimat yang melesap di

Page 9: ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir

sini, dan bila lesapan dimunculkan, menjadi « O bestiaire (qui est) malfaisant » Klausa

bawahan itu dihubungkan dengan larik sebelumnya oleh kata sambung «et» sehingga

pembaca dapat menganggapnya setara, terlebih setelah lesapan itu dimunculkan. Larik

berikutnya (ke 11) masih merupakan seruan juga, meskipun tak ada penanda seruan, dan

seruan itu diikuti oleh klausa bawahan (fait de bonnes bêtes) yang kemudian diikuti lagi

oleh dua klausa bawahan lain. Kedua klausa bawahan itu (larik ke 12 dan ke 13)

dihubungkan oleh kata sambung „et“. Hal ini berarti bahwa kedua klausa bawahan

tersebut setara, lebih-lebih karena keduanya sama-sama diawali oleh pronomina relatif

„qui“. Bentuk ini mengulang bentuk yang telah ada di larik sebelumnya ( larik 9 dan 10).

Akhirnya kita lihat pada larik ke 15 masih ada klausa bawahan, yang

mengandung lesapan. Jadi bila kita perhatikan, akan lebih mudah apabila lesapan itu

dimunculkan. Sehingga bentuknya menjadi « Que le temps de le reconnaître (vient)» Di

sini kata « que » mengandung pengertian « quand ». Sementara itu, klausa utama dari

serangkaian klausa bawahan tersebut, terdapat pada larik terakhir bait ini.

Que le temps de le reconnaître (vient),

Nous n’en sommes déjà plus maîtres

Selanjutnya, di bait berikutnya yang sama sekali tidak seimbang besarnya

dengan yang pertama (terdiri dari satu bait yang berupa empat larik saja), ada dua klausa

bebas yang dihubungkan oleh kata sambung «et». Kedua klausa tersebut terdapat pada

larik pertama dan ke dua. Rupanya kedua klausa inilah yang merupakan klausa utama.

Sesudah itu masih ada dua klausa bawahan yang dimulai dengan ainsi que dan qui

Il nous fige et va galopant

Autour de nous dans tous les sens

Ainsi qu’une aveugle tempête

Qui ne se trouve qu’en courant.

Demikianlah bentuk sintaksis sajak Supervielle. Sebagaimana dikemuka-

kan di atas, pada bait pertama terdapat 15 klausa bawahan dan satu klausa utama; sedang-

kan di bait ke dua, ada 2 klausa rapatan yang diikuti 2 klausa bawahan.

Page 10: ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir

Juga pada sajak Supervielle tampak adanya kesan sesuatu yang berat, menekan,

karena kalimat yang ke dua terdapat di bait yang ke dua (berada di sebelah bawah) yang

hanya terdiri dari 4 larik saja, terdiri dari 2 klausa rapatan dan 2 klausa bawahan.

Selanjutnya, mari kita perhatikan aspek semantik kedua sajak ini. Sejak

judul dan telah tampak kesan yang berat « Quand le ciel bas et lourd ... ». « Ketika langit

rendah dan berat... » Frasa ini diulangi pada larik pertama sajak, dan dilanjutkan dengan

frasa « comme un couvercle » «bagaikan tutup panci (yang juga sering berair dan

beruap)» memberikan konotasi sesuatu yang berat, menekan, dan sangat lembab, terlebih

karena di dalam tempat tertutup itu ada jiwa yang merintih karena menjadi mangsa

kebosanan ‘ennui’ yang begitu lama. Yang dibicarakan adalah jiwa yang sangat tertekan.

Semua gambaran dalam sajak ini menunjukkan hal tersebut. «...Il nous verse un jour noir

plus triste que les nuits». Ketika itu langit mengguyur bumi dengan hari yang begitu

hitam, sehingga lebih gelap dan lebih menyedihkan dari pada malam hari. Di sini

metafora mengemukakan keadaan jiwa yang dilingkupi kegelapan, tak ada secercah sinar

pun yang memberi harapan.

Pada bait ke dua, gambaran yang mencekam itu berlanjut. Dunia telah

berubah menjadi suatu persembunyian yang lembab «Quand la terre est changée en un

cachot humide », cachot ada la suatu tempat persembunyian yang kecil dan tertutup.

Dengan metafora ini si penutur memberikan kesan ketertutupan ruang yang

menyesakkan. Di tempat itu, „l’Espérance, comme un chauve-souris, s’en va battant les

murs de son aile timide et se cognant la tête à des plafonds pourris“ „harapan bagaikan

kelelawar, terbang terus menerus menabrak dinding dan menumbukkan kepala ke plafon

yang telah busuk“. Metafora kelelawar yang terbang kian kemari, tanpa tahu jalan keluar,

bahkan menyakiti tubuhnya sendiri dengan tabrak-tubruknya ke dinding dan plafon,

sangat menyakitkan. Si kelelawar ingin ke luar, tetapi ia tak berdaya.

Bait ke tiga memperpanjang penderitaan ini. «Hujan » dianggap sebagai terali

penjara sehingga « cachot humide» berubah menjadi penjara « prison ». Tambahan pula

segerombolan laba-laba mengembangkan jaringnya « au fond de nos cerveaux ». Otak

kita tak mampu lagi berpikir, karena telah berada dalam jaring laba-laba. Lagi pula suatu

Page 11: ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir

tempat yang telah mempunyai jaring laba-laba, dianggap sebagai tempat yang telah lama

tak digunakan, otak kita pun demikian pula.

Pada bait ke empat tampak « Des cloches tout à coup sautent avec furie »

«lonceng yang tiba-tiba berdentang dengan penuh kemarahan ». Suara lonceng ini

berkonotasi ledakan kemarahan jiwa. Kemudian dikatakan pula bahwa « Et lancent vers

le ciel un affreux hurlement » « lonceng melepaskan raungan ke arah langit », dengan

suara raungannya yang bergerak vertikal, lonceng seakan menyampaikan jeritan

penderitaannya. Ungkapan metaforis ini dilanjutkan dengan gambaran lugas tentang jiwa

yang selalu mengembara, « des esprits errants et sans patrie» tak ada baginya tempat

untuk pulang, sehingga pengembaraan akan terus berlanjut.. Penderitaan menjadi lebih

menusuk dengan ditampilkannya jiwa yang terus merintih. .

Bait terakhir mengemukakan bayangan yang mencekam. Dalam jiwa. tam-

pak. „de longs corbillards, sans tambours ni musique“ „iring-iringan panjang yang

mengantar jenazah tanpa suara musik“.“défilent lentement dans mon âme“ Iring-iringan

pengantar jenazah itu bergerak perlahan-lahan dalam jiwaku“. Selain mencekam,

metafora ini juga memberikan kesan lain. Tiadanya suara atau keheningan menjadikan

iringan jenazah itu lebih mengharukan.“l’Espoir, vaincu, pleure et l’Angoisse atroce,

despotique, sur mon crâne incliné plante son drapeau noir.“ „Harapan“ menangisi

kekalahannya dan „kegelisahan yang mengerikan dan kejam“ menebarkan bendera hitam

di kepalaku yang telah doyong. Kepala yang telah doyong karena beban yang terlalu

berat, masih ditutupi oleh bendera hitam. Bendera yang biasanya merupakan lambang

kejayaan, di sini menjadi bendera kematian. Inilah akhir pengembaraan jiwa, yang

berujung di kematian. Kematian ini bukan hanya kematian biasa, melainkan kematian

jiwa dan segala kemampuannya.

Setelah menelusuri sajak Baudelaire yang mengemukakan penderitaan,

keterkungkungan, ketakberdayaan, kekalahan dan akhirnya kematian pikiran.marilah kita

lihat sekarang sajak Supervielle. Seperti juga sajak yang terdahulu, sajak ini mengemu-

kakan pemikiran yang sangat berat, namun di sini penderitaan dan ketakberdayaan terfo-

kus pada ketakutan. Sejak awal, pada judul « Bestiaire malfaisant ». Supervielle sudah

membayangkan binatang, baik riil maupun imajinatif, yang merusak. Kata « Bestiaire »

mempunyai makna karya berupa dongeng binatang yang aneh-aneh, namun pada judul ini

Page 12: ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir

dikatakan malfaisant, yaitu merusak. Kemudian, pada larik pertama dari bait pertama

yang terdiri dari 16 larik, «Quand le cerveau gît dans sa grotte» ditampilkan saat otak

terbaring tak bergerak di dalam guanya, selanjutnya dikemukakan « où chauve-sourient

les pensées ». Pikiran yang biasa ada di otak itu, terbang kian kemari bagai kelelawar.

Kata « chauve-sourient » sebenarnya tidak ada dalam bahasa Perancis. Kata itu rekaan si

penyair agar imaji tentang pikiran yang terbang kian kemari dan tabrak-tubruk seperti

kelelelawar itu, lebih hidup. Sementara itu, sikap terbaring menunjukkan ketidakberdaya-

an, terlebih lagi karena si otak itu terbaring di gua yang berkonotasi sempit dan gelap,

Selanjutnya, klausa «Et que le désir pris en faute» mempunyai makna bahwa apa yang

tadinya dianggap realita, ternyata hanya ilusi. Memang, Supervielle telah menyatakan

bahwa yang digambarkannya adalah «bestiaire» atau binatang-binatang imajinatif. Ilusi

tadi tampak menggerumut dan menjadi hitam. Gambaran itu memberi konotasi banyak-

nya ilusi yang menggerumuti pikiran bagaikan semut yang menghitam karena jumlahnya

yang banyak..Selanjutnya digambarkan pula ketakutan «Quand les Chats vous hantent,

vous hantent jusqu’à devenir chats huants». Di sini klausa « vous hantent » diulang

sampai dua kali untuk menekankan rasa takut yang menghantui anda. Dalam klausa ini

penutur melibatkan penerima agar rasa takut ini juga bisa dirasakan penerima (pembaca).

Rasa takut ini dapat pula mengubah kucing menjadi burung hantu yang mempunyai

konotasi ketakutan saja, sedangkan kucing masih bisa mempunyai konotasi lain, seperti :

pencuri, kelembutan, kemanjaan, dan lain-lain.

Selanjutnya ketika itu dikatakan «Que nos plus petits éléphants grandissent

pour notre épouvante » Gajah yang paling kecil pun smembesar hingga menakutkan.

pikiran. Demikianlah, imajinasi binatang yang merusak itu sepanjang jalan makin lama

makin menjadi besar. Imajinasi yang tadinya terbentuk dari binatang-binatang yang baik,

yang tampaknya tak asing lagi bagi kita , tiba-tiba menimbulkan suatu dunia yang begitu

keras.«Et qui tout d’un coup nous secrètent un univers si violent » Pencerita sama sekali

tidak menyangka bahwa binatang-binatang yang tadinya begitu baik, bisa menimbulkan

suatu dunia yang keras, sehingga ia tidak lagi mengenali binatang-binatang tersebut.

Akhirnya, «Que le temps de le reconnaître, Nous n’en sommes déjà plus maîtres » Kedua

klausa terakhir dari sajak ini menyatakan suatu keterlambatan daya reaksi. Ketika kita

mengenali semua hal itu, kita bukan lagi majikan mereka. Frasa «le reconnaitre»

Page 13: ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir

menunjukkan saat pengenalan bahwa semua itu hanya imajinasi, namun terlambat, karena

pada saat itu» Nous n’en sommes déjà plus maîtres ». Justru majinasilah yang telah

menguasai kita.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bait ke dua yang hanya terdiri dari

empat larik saja, memberikan gambaran yang menyatakan bahwa imajinasi telah betul-

betul mengelilingi, mengurung jiwa kita. «Il nous fige et va galopant autour de nous dans

tous les sens » Rupanya binatang-binatang imaginasi itu dianggap sebagai angin puting

beliung yang berputar-putar. Sementara itu, klausa « Il nous fige » menyatakan bahwa

jiwa kita sudah beku, terpasung, tak dapat bergerak lagi, karena begitu takut melihat bina-

tang-binatang itu bergerak terus mengelilinginya. Demikianlah penderitaan si penutur

yang pada awalnya hanya membayangkan binatang yang telah dikenal dan jinak, tiba-tiba

imajinasi itu berubah menjadi liar dan mengelilinginya, hingga pikirannya menjadi beku,

tak berdaya.

Kini marilah kita lihat analisis pragmatik pada kedua sajak : Di sini, analisis

pragmatik hanya akan difokuskan pada pembahasan tentang isotopi..

Pada sajak Baudelaire, kita temukan beberapa isotopi, yaitu :

- Isotopi tekanan, yang beranggotakan : bas, lourd, pèse, un couvercle, de l’horizon

embrassant tout le cercle (tekanan horizontal), verser, un jour noir, étalant ses immenses

traînées, plante son drapeau noir, mon crâne incliné

- Isotopi keterbatasan: un cachot humide, battant les murs, son aile timide, se cognant la

tête, des plafonds pourris, prison, les barreaux, un peuple muet, vient tendre ses filets, au

fond de nos cerveaux.

- Isotopi penderitaan / perasaan sedih : gémissant, en proie, longs ennuis, un jour noir,

triste, les nuits, un chauve-souris, battant les murs, se cognant la tête, des plafonds

pourris, la pluie, étalant ses immenses traînées, un peuple muet, des esprits errants, sans

patrie, geindre opiniâtrement, de longs corbillard, sans tambour, ni musique, défilent

lentement, l’Espoir vaincu, (l’espoir) pleure, l’Angoisse, atroce, mon crâne incliné, son

drapeau noir.

- Isotopi kemarahan : (des cloches) sautent, furie, lancer, un hurlement, affreux,

opniâtrement, atroce, despotique.

Page 14: ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir

- Isotopi binatang yang menakutkan : une chauve-souris, d’infâmes araignées.

Demikianlah, isotopi tekanan (berjumlah 10) dan keterbatasan (berjumlah 10)

menopang motif penderitaan yang berjumlah 26. Sementara itu, meskipun isotopi

kemarahan tidak banyak, hanya berjumlah 8, hal ini menunjukkan ketidak berdayaan.

Keinginan marah ada, dan pernah meletus bersama bunyi lonceng, namun hal itu hanya

menambah penderitaan, karena pencerita menjadi sadar bahwa ia tak berdaya untuk

berbuat apa pun. Isotopi binatang yang menakutkan memang ada, tetapi hanya berjumlah

2 saja, jadi hanya merupakan latar penambah penderitaan. Jadi, tema sajak ini adalah

penderitaan manusia yang ditopang oleh 46 kosakata yang telah diuraikan dalam berbagai

isotopi tadi.

Sementara itu sajak Jules Supervielle menampilkan hasil analisis pragmatik

yang tidak jauh berbeda.

- Isotopi pikiran : le cerveau, les pensées, sa grotte (la grotte du cerveau, c’est la crâne)

(3)

- Isotopi penderitaan : gît, les désirs pris en faute, fourmillent, déplaisir, malfaisant,

nous n’en sommes plus déjà maîtres, fige, aveugle (8).

- Isotopi perasaan takut : noirs, hanter (2x), épouvante, aveugle, tempête, les chats,

chats-huants (8).

- Isotopi gerakan : gît (-), chauve-sourient, fourmillent, hanter (2x), grandissent,

s’accroît, chemin faisant, sécréter, si violent, fige (-), va, galopant, autour de nous, dans

tous les sens, aveugle tempête, en courant (17).

- Isotopi binatang : bestiaire, chauve-sourient, fourmillent, les chats, chats-huants,

éléphants, bestiaire (2x), bonnes bêtes (9).

- Isotopi waktu : Quand (2x), que (4x), jusqu’à, devenir, tout d’un coup, le temps,

reconnaître,(11).

Di sini kita lihat bahwa motif yang paling menonjol adalah motif yang terdiri

dari isotopi gerakan (17). Apabila isotopi gerakan ini disatukan dengan isotopi binatang

(9), menjadi motif binatang yang bergerak, jumlahnya menjadi 26. Sementara itu isotopi

perasaan berjumlah 8, dan bila disatukan dengan isotopi perasaan takut 8, menjadi motif

perasaan yang bersumber dari perasaan takut (16) Tampaknya gerakan-gerakan binatang

imajinatif inilah yang menimbulkan perasaan takut yang begitu besar sehingga

Page 15: ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir

mengganggu pikiran dan perasaan si penyair. Selain itu, meskipun isotopi pikiran

berjumlah sangat kecil (hanya 3), apabila dilihat konteksnya dapat dimasukkan dalam

motif penderitaan, karena «le cerveau gît dans sa grotte» menunjukkan ketidak-

berdayaan, sedangkan «où chauve-sourient les pensées» mengemukakan pikiran yang

selalu bergerak tak teratur kian-kemari dan menabrak-nabrak dinding dalam ruang yang

terbatas. Sementara itu isotopi waktu yang berjumlah 11 juga menopang gagasan bahwa

penderitaan itugsung lama.

Kini, marilah kita perhatikan dan perbandingkan kedua sajak secara terinci.

Dari segi bentuk, dapat dikatakan bahwa kedua sajak terdiri dari 20 larik. Sajak

Baudelare terdiri dari 5 bait dan sajak Supervielle terdiri dari 2 bait yang tidak seimbang

yaitu 16 larik dan 4 larik. Keduanya terdiri dari dua kalimat yang masing-masing terdiri

dari 16 dan 4 larik. Sajak Baudelaire sangat teratur, setiap larik merupakan alexandrin

dan setiap bait menampilkan rima bersilang (rimes croisées), sedangkan setiap larik

dalam sajak Supervielle merupakan octosyllabes (terdiri dari 8 suku kata) dan rimanya

kurang teratur.

Hasil analisis sintaksis, sudah dikemukakan di atas bahwa masing-masing

sajak terdiri dari 2 kalimat. Kalimat yang pertama dalam sajak Baudelaire terdiri dari se-

rangkaian klausa bawahan, sedangkan klausa utamanya ada di bait yang ke empat. Jadi

kalimat pertama terdiri dari empat quartrains atau enambelas larik, mengandung 11

klausa bawahan yang terikat pada 2 klausa setara di bait ke empat. Kedua klausa utama

itu masih diikuti oleh 2 klausa bawahan lagi. Jadi, pada kalimat pertama ada 13 klausa

bawahan dan dua klausa utama yang merupakan klausa setara. Sedangkan pada bait ke

lima (yang terakhir) ada tiga klausa (rapatan dan setara) yang membentuk satu kalimat.

Kesan yang ditimbulkan oleh banyaknya klausa bawahan yang terdapat di empat bait

pertama, sangat menekan bait ke lima yang sama sekali tidak mempunyai klausa

bawahan, melainkan hanya terdiri dari tiga klausa setara.

Hasil analisis sintaksis sajak Supervielle menunjukkan bahwa pada bait

pertama terdapat 15 klausa bawahan dan satu klausa utama; sedangkan di bait ke dua, ada

2 klausa rapatan yang diikuti 2 klausa bawahan. Dengan demikian pada sajak Supervielle

pun tampak adanya sesuatu yang berat, menekan, karena kalimat yang ke dua terdapat di

Page 16: ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir

bait yang ke dua (berada di sebelah bawah) yang hanya terdiri dari 4 larik saja, terdiri

dari 2 klausa rapatan dan 2 klausa bawahan.

Ternyata bukan bentuk sintaksis saja yang mirip antara kedua sajak ini, kosa

kata pun banyak yang sama. Kata «quand» dalam sajak Baudelaire diulang sebanyak 4x

(dengan judul), sedangkan kata «que» yang membawa makna «quand» diulang 2x.

Dalam sajak Supervielle kata «quand» diulang 2x, dan «que» yang sama maknanya

dengan «quand» diulang 2x. Dalam sajak Baudelaire, ada kata «un cachot», «mon

crâne» dalam sajak Supervielle ada kata «sa grotte». Dalam sajak Baudelaire ada «Où

l’espérance, comme une chauve-souris,» sedangkan dalam sajak Supervielle ada frasa

«où chauve-sourient les pensées». Sebenarnya dalam bahasa Perancis tidak ada kata kerja

« chauve sourier» Pengarang menggunakan lisensia puitika untuk membuat rekaan kata

kerja itu..

Kedekatan hasil analisis bentuk ini diikuti pula oleh kedekatan analisis

makna. Analisis semantik sajak Baudelaire mengemukakan penderitaan keterkungkung-

an, ketakberdayaan, kekalahan dan akhirnya kematian pikiran.. Hal ini sesuai dengan

gagasan Baudelaire tentang spleen. Memang, puisi ini adalah bagian dari Spleen yang

terdapat dalam bukunya Les Fleurs du Mal. Sebagaimana telah kita ketahui Baudelaire

mengemukakan pertentangan terus menerus antara Spleen dan Idéal. Dalam perjuangan

duniawi ini, justru spleen lah yang lebih berkuasa. Spleen ini memang berasal dari pribadi

penyair sendiri : kesulitan keuangan, kelemahan fisiknya, penderitaan cintanya,

perasaannya dihantui masa tua dan kematian. Si penyair berusaha terus menerus untuk

keluar dari lingkaran penderitaan ini dan mencoba untuk melarikan diri ke arah dunia

Ideal, namun realita selalu menghentikan hasratnya yang menggebu dan

mengembalikannya pada posisi semula, kejatuhannya menyebabkan penderitaannya tak

tertahankan. Keadaan inilah yang digambarkan dalam sajak di atas.

Sementara itu, sajak Supervielle.juga menampilkan pemikiran yang berat,

namun di sini penderitaan dan ketakberdayaan terfokus pada ketakutan.Ungkapan dan

klausa yang menunjukkan penderitaan itu : les désirs pris en faute (hasrat yang dianggap

salah), noirs de déplaisir (ketidaksenangan yang begitu kuat sehingga tampak

menghitam), de bonnes bêtes qui nous paraissaient familières et qui tout d’un coup vous

sécrètent un univers si violent (oposisi ini menunjukkan bahwa binatang-binatang yang

Page 17: ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir

kita kenal, kita anggap sebagai sahabat, tiba-tiba melahirkan dunia yang begitu keras),

Que le temps de nous reconnaître, nous n’en sommes plus déjà maîtres (Ketika kita

mengenali kembali binatang-binatang itu, kita tak dapat lagi menguasainya.). Jadi,

bestiaire malfaisant adalah binatang-binatang imajinatif (dari dongeng-dongeng

binatang) yang tiba-tiba berubah menjadi sangat menakutkan dan menimbulkan

penderitaan berkepanjangan (isotopi waktu berjumlah cukup banyak, yaitu 11).

Supervielle sering memperkenalkan kita pada dunia yang aneh, lebih bersifat surrealis di

mana tampak metamorfose yang menimbulkan kekhawatiran. Dunianya, bukanlah dunia

yang tampak, sebaliknya, dunianya itu berada di luar pandangan. Binatang-binatang yang

sering dimunculkan oleh Supervielle, berbeda jauh dari apa yang dikemukakan oleh La

Fontaine : di sini, binatang-binatang itu tak berbunyi, dan kebisuan itu memberikan kesan

ketenangan yang mendalam, tuli terhadap bahasa manusia. Kadang-kadang, Supervielle

mengharapkan suatu tanda persekongkolan, namun, ia tahu bahwa apabila binatang bisa

bicara, maka masyarakatnya akan sama sulitnya dengan manusia. Kita tidak pernah akan

bisa menyendiri, baik di desa maupun di hutan. Justru karena binatang itu penuh rahasia,

maka Supervielle banyak memunculkannya dalam sajak-sajaknya : dongeng-dongeng

binatang itu berada di antara realita dan dunia luar realita. Kosmos sendiri menunjukkan

keraguan tentang realita. Penyair merasa tak yakin karena begitu sedikit realita yang

diberikannya pada dunia impiannya. Semua itu menyebabkan metamorfosa terjadi terus

menerus. Setiap mahluk dapat berubah. Seekor kelinci yang terus menerus memimpikan

menjadi zebra, akan menjadi kuda kecil itu; dan gajah yang bernostalgia meringankan

tubuhnya, akan berubah menjadi kupu-kupu. Pada tahun-tahun akhir kehidupannya,

metamorfosa yang manis ini berubah makin lama makin menakutkan, bahkan menjadi

tragis. Dalam tubuhnya, sang penyair merasakan sekumpulan mahluk yang berontak.

Jantung yang sakit dan insomnia menyiksa penyair yang tak pernah mau menyerah pada

rasa khawatir: Supervielle berusaha menjinakkan monster yang ada dalam sajaknya

„Bestiaire malfaisant“. Kematian yang telah menjadi obsesi tampak dalam sajak-sajaknya

yang terakhir Sejak ia memiliki tubuh yang tragis dan jantung yang tak teratur denyutnya,

ia selalu melihat bayangan atau mayat. Dalam kehidupan ini ia melihat dirinya sendiri

sebagai orang asing, yang hanya ada satu hal yang diketahuinya secara konsisten, yaitu

kematian.. Dunia Supervielle yang sama sekali tidak riil ini, tidak dapat dibandingkan

Page 18: ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir

dengan dunis kaum surealis. André Breton melancarkan kritik dengan mengatakan bahwa

seekor kuda tak dapat berlari di dalam tomat, sedangkan Supervielle tertarik pada cara si

kuda itu dapat masuk ke dalam tomat. Itu adalah suatu perpindahan dari impresi pada

impian, dari realita pada imajiner, dan hal itu sangat memukaunya.Impiannya tidak

pernah berupa keseluruhan tubuh, ia sama sekali tidak ingin menganggap imaji tersebut

sebagai imaji realita.

Demikianlah dari perbandingan kedua sajak yang berasal dari jaman yang berbeda

itu, tampak bahwa keduanya memiliki banyak persamaan. Supervielle pernah

menyatakan bahwa ia tidak dipengaruhi Rimbaud, penyair besar abad ke XIX ataupun

Apollinaire, penyair abad ke XX. Namun disadari atau tidak, dari analisis yang telah di-

lakukan, tampak sekali bahwa bentuk, sintaks, maupun kosa kata yang digunakan oleh

Supervielle banyak miripnya dengan sajak Baudelaire.

Beberapa gagasan Supervielle dalam sajaknya menampilkan penderitaan yang

disebabkan oleh ketakutan. Meskipun demikian, ternyata gagasan yang melatari kedua

sajak ini jauh berbeda, apabila Baudelaire mengemukakan spleen yang begitu parah

menekannya, maka Supervielle mengemukakan ketakutan akan dunia irriil yang berada

di hadapannya. Baudelaire adalah pengarang besar Perancis, pelopor aliran simbolis,

sehingga tentu saja dikenal oleh semua pelajar Perancis. Karya Jules Supervielle tak

dapat dikatakan imitasi ataupun « pastiche », karena kedua sajak yang bentuknya mirip

itu mengusung gagasan yang berbeda, masing-masing sesuai dengan pengalaman sang

pengarang. Mungkin saja karya Supervielle ini mendapat pengaruh dari karya Baudelaire,

tetapi hal ini berada di luar rung lingkup penelitian singkat ini.

Okke Kusuma Sumantri Zaimar

Page 19: ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir

ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS:

« Spleen: Quand le Ciel Bas et Lourd.... »

Karya Charles Baudelaire

dan

« Bestiaire Malfaisant »

Karya Jules Supervielle

Suatu studi Perbandingan

Page 20: ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir

Okke Kusuma Sumantri Zaimar

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang masalah:.

1.1.1 Penelitian tentang sajak:

Sebagaimana kita ketahui penelitian sastra telah banyak dilakukan, baik sebagai karya

tulis akhir maupun dalam lomba penelitian atau penelitian lainnya. Suatu kenyataan

bahwa di antara jenis sastra, penelitian tentang puisi tidak banyak. Hal ini sama sekali

bukan disebabkan oleh fakta bahwa puisi tidak menarik. Sebaliknya, banyak sekali

pembacaan puisi, dan buku terbitan yang baru pun banyak yang berupa kumpulan puisi.

Mungkin penyebabnya terletak pada bahasa yang digunakan dalam puisi. Puisi

menyampaikan gagasan si penulis dalam bahasa yang dipadatkan. Pemahaman puisi

biasanya tidaklah gamblang, maknanya harus diraih peneliti. Membaca puisi sangat

menyenangkan, namun belum tentu demikian dalam tahapan analisis. Pada awalnya tentu

sulit sekali, namun setelah kita berhasil „membedahnya“, maka kesenangannya akan

berlipat ganda. Penelitian tentang puisi memang patut digalakkan, sehingga penelitiannya

akan „sejajar“ dengan penelitian genre sastra lainnya.

Page 21: ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir

1.1.2 Puisi Perancis dan para penulis yang karyanya menjadi sumber data penelitian ini:

Charles Baudelaire dan Jules Supervielle.

Baudelaire hidup antara tahun 1821 – 1867. Ia melakukan aktivitas sastra

dengan sangat intens, hampir semua penyair sesudah Baudelaire setidaknya menunjukkan

adanya pengaruh Baudelaire. Pada tahun 1957 ia menerbitkan karyanya yang terkenal Les

Fleurs du Mal, yang kemudian diperbaikinya pada tahun 1961 yang berisi 129 sajak.

Keutuhan karya ini terletak pada kejujurannya dalam mengemukakan keburukan yang

dirasakannya, harapannya, kelemahannya, kegagalannya. Manusia adalah mahluk yang

gagal dan objek konflik yang terus menerus terjadi antara langit dan neraka : Dalam diri

manusia setiap saat ada dua kecenderungan bersama-sama, yang satu pada Tuhan, dan

yang lain pada Setan. Kecenderungan mendekat pada Tuhan atau spiritualitas adalah

keinginan untuk naik derajat ; kecenderungan mendekat pada Setan atau kebinatangan

adalah keinginan untuk bergelimang dalam kesenangan. Meskipun tampaknya tidak

teratur, konflik yang terus menerus ini ada dalam komposisi karya. Bagian pertama karya

ini berjudul Spleen, dan yang ke dua adalah Idéal yang menampilkan. keinginan penyair

untuk menyembuhkan jiwanya dari kebosanan (l’ennui) yang begitu merajalela di dunia

ini. Mula-mula ia mencari penyembuhan melalui Puisi, kemudian melalui Cinta.

Meskipun tak berhasil mengusir Spleen, penyair tak putus asa. Tanpa kenal lelah, ia

berpaling pada cara lain untuk melepaskan diri. Namun segala usahanya gagal. Setelah

segala usahanya di dunia ini sia-sia belaka, Baudelaire berpaling pada pengobatan

terakhir, yaitu melakukan perjalanan menuju dunia lain. Dalam pertarungsn yang tak

henti-hentinya antara l’Idéal dan Spleen, perlahan-lahan, yang terakhir ini menjadi

penguasa jiwa. Salah satu sajaknya yang menggambarkan betapa jiwanya dikuasai oleh

Spleen, berjudul Spleen : « Quand le Ciel Bas et Lourd ... » yang akan dibahas dalam

tulisan ini. Kini, marilah kita lihat sekilas tentang kehidupan Jules Supervielle.

Jules Supervielle hidup tahun 1884-1960, jadi ia hidup kurang lebih seratus

tahun setelah Baudelaire. Penyair in tidak begitu terkenal, ia berada di tepian surealisme.

Pada masa mudanya, ia mendapat pengaruh simbolisme, terutama dari Jules Laforgue

yang seperti juga Supervielle, berasal dari Uruguay. Dia mengatakan bahwa dia tidak

terpengaruh baik oleh Apollinaire maupun oleh Rimbaud, namun dia tidak pernah

menyatakan bahwa dirinya tidak terpengaruh oleh Baudelaire, pemuka simbolisme ini.

Page 22: ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir

Karya-karya Jules Supervielle, antara lain :Poèmes de l’humour (1919), Débar-

cadère(1922), Gravitations (1925) dll. Sajaknya yang akan dibahas di sini adalah :

Bestiaire malfaisant.

1.2 Masalah :

Mengingat kedua pengarang yang sajaknya akan dibandingkan hidup dalam masa

yang sangat jauh berbeda, maka timbul keraguan mengenai persamaan kedua sajak ini.

Apakah memang antara kedua sajak ini ada persamaannya ? Apakah sajak Supervielle

dapat dianggap sebagai imitasi atau parodi dari sajak Baudelaire ? Memang, secara

sepintas lalu. kedua sajak ini tidak memiliki kemiripan, namun apabila diperhatikan lebih

lanjut, persamaan keduanya sangat menonjol.

1.3 Tujuan:

Penelitian yang berupa perbandingan sajak ini bertujuan menemukan persamaan dan

perbedaan antara sajak Perancis sajak Baudelaire: Spleen: „Quand le Ciel Bas et Lourd“

dan sajak Supervielle „ Bestiaire Malfaisant“. Kemudian, apabila persamaannya begitu

banyak, menemukan apakah karya Supervielle merupakan imitasi, pastiche, parodie

ataupun hanya merupakan pengaruh saja.

1.4 Sumber data:

Sajak Charles Baudelaire: Spleen „Quand le Ciel Bas et Lourd“ dans Lagarde et

Michard XIXe siècle. Les Grands Auteurs du Programme. Edition Bordas

Sajak Jules Supervielle „Bestiaire Malfaisant“ dans La Littérature en France Depuis

1945. Jacques Bersani et all. Edition Bordas, Paris-Montréal.

1.5 Ruang lingkup:

Penelitian ini hanya terbaatas pada penelitian tekstual, dan tidak mesuk ke dalam

penelitian tentang biografi dan jaman kehidupan kedua penulis.

1.6. Metode Penelitian:

Page 23: ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir

Metode penelitian ini adalah metode kualitatif, yaitu suatu metode yang

mementingkan hubungan antara subjek peneliti dan objek penelitian. Mengingat

penelitian ini membahas perbandingan dua puisi, maka pertama-tama akan dikemukakan

landasannya, yaitu metode perbandingan karya sastra.

Suatu studi perbandingan perlu ditunjang oleh data-data yang kuat. Dua hal yang

yang sangat berbeda tentu tak perlu dibandingkan. Landasan persamaan antara hal yang

dibandingkan itu ditemukan dalam definisi apa yang disebut littérature comparée :

« La littérature comparée est l’art méthodique, par la recherche de

liens d’analogie, de parenté et d’influence, de rapprocher la litté-

rature d’autres domaines de l’expression ou de connaissance, ou

bien les faits et textes littéraires entre eux, distants ou non dans le

temps ou dans l’espace, pourvu qu’ils appartiennent à plusieurs

langues ou plusieurs cultures, firent-elles partie d’une même tra-

dition, afin de mieux les décrire, les comprendre et les goûter.»

(Daniel-Henri Pageaux : 1994, p.12)

:

« Sastra bandingan adalah suatu seni metodis (yang teratur), berdasarkan

Hubungan analogi , persaudaraan, atau hubungan pengaruh, mendekat-

kan sastra yang berasal dari ranah pengungkapan atau pengetahuan

yang lain, ataupun antar fakta-fakta dan teks sastra itu sendiri, baik

yang berada dalam waktu dan tempat yang jauh maupun yang dekat,

asalkan karya-karya itu termasuk dalam tradisi yang sama agar dapat

dipaparkan secara lebih baik, dipahami atau dinikmati secara lebih baik

pula.“.

(Daniel-Henri Pageaux : 1994, p.12)

Selain itu, dalam penelitian kualitatif ini digunakan semiotik, yaitu ilmu tentang

tanda. Menurut Umberto Eco, salah seorang pemukanya, tanda adalah sesuatu yang

mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu. Semiotik mempunyai dua orang

Page 24: ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir

Bapak, yaitu Charles Sanders Peirce, seorang ahli filsafat Amerika, dan Ferdinand de

Saussure seorang linguis Swis. Setelah itu dikenal banyak pemuka semiotik, masing-

masing dengan teori yang dibawakannya. Salah seorang pemukanya, Charles Morris

mengemukakan teori tentang tiga tataran semiotik, yaitu:

a. Tataran sintaksis (disebut juga tataran sintagmatik oleh Barthes dan tataran in

praesentia oleh Todorov) yaitu tataran yang mengutamakan hubungan antar unsur

teks yang berurutan.

b. Tataran semantik (disebut juga tataran paradigmatik oleh Barthes dan tataran in

absentia oleh Todorov) yaitu tataran yang mengutamakan hubungan antara teks

dengan dunia fiksi, hubungannya tidak berurutan melainkan menyebar.

c. Tataran pragmatik (disebut juga wacana oleh Barthes dan verbal oleh Todorov)

Teori ini dipilih sebagai dasar analisis untuk meneliti kedua sajak yang menjadi objek

penelitian. Kini marilah kita lihat analisis kedua sajak, dimulai dengan analisis bentuk

dan bunyi, diikuti oleh analisis sintaksis, semantik, dan pragmatik.

Laporan penelitian

ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS:

„Spleen: Quand le Ciel Bas et Lourd ...“

Karya Charles Baudelaire

Dan

« Bestiaire malfaisant »

Page 25: ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir

Karya Jules Supervielle

Suatu Studi Perbandingan

Okke Kusuma Sumantri Zaimar

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

FORMAT LEMBAR PENGESAHAN

HASIL PENELITIAN TAHUN 2006

01. Judul Penelitian : Analisis tentang dua sajak Perancis

«Spleen : Quand le Ciel Bas et Lourd ... »

Karya Charles Baudelaire dan

«Bestiaire Malfaisant »

Karya Jules Supervielle.

Suatu Studi Perbandingan.

02. Bidang Ilmu : Budaya

03. Peneliti Utam : Okke Kusuma Sumantri Zaimar

04. Jenis kelamin : Perempuan

05. Unit Kerja : Program Studi Perancis, Departemen Sastra

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia

Page 26: ANALISIS TENTANG DUA SAJAK PERANCIS: « Spleen: Quand …staff.ui.ac.id/system/files/users/okke.ksz/publication/utkelly.okz.pdf · kemudian melalui Cinta. Meskipun tak berhasil mengusir

06. Alamat Unit Kerja : Fak. Ilmu Pengetahuan Budaya, UI

Kampus Universitas Indonesia, Depok 16424

Tel. (021) 7863528 ? 29, 7868285. Fax: (021) 7270036

07. Alamat Rumah : Jln. Yahya Nuih no 31. Kel Kemiri Muka

Depok 16424. Tel. (021) 78881910.

08. Alamat e-mail :

09. Lama Penelitian : 3 (tiga) bulan

10, Penyandang dana :

11. Total Biaya :

Mengetahui: Jakarta, 7 Desember 2006

Dekan FIB Peneliti Utama / Penanggung Jawab

Prof. Dr. Ida Sundari Husen

NIP. 130 202 964.