analisis perbandingan mengenai syarat sahnya perkawinan di

21
1 Analisis Perbandingan Mengenai Syarat Sahnya Perkawinan Di Indonesia Dan Malaysia Della Kartika Sari, Akhmad Budi Cahyono Fakultas Hukum, Universitas Indonesia E-mail : [email protected] Abstrak Pembahasan dalam skripsi ini adalah mengenai syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi dan dihindari untuk dapat melaksanakan perkawinan yang sah dihadapan negara. Di Indonesia, perkawinan diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Kemudian di Malaysia, perkawinan diatur berdasarkan wilayah federasi masing-masing yang berjumlah 14 (empat belas) khusus untuk orang yang beragama Islam dan Law Reform (Marriage and Divorce) Act 1976 untuk orang Non Islam diseluruh Malaysia. Dalam penelitian yang berbentuk tinjauan normatif studi perbandingan hukum ini menjelaskan syarat sahnya perkawinan di Indonesia dan Malaysia yang kemudian dibahas persamaan dan perbedaan syarat sahnya perkawinan yang berlaku di kedua negara. Kata kunci: Perkawinan, Syarat Sah Perkawinan, Perbandingan Syarat Sah Perkawinan, Malaysia. Comparative Analysis on Validity of Marriage Requirement in Indonesia and Malaysia Abstract The discussion of this academic thesis is about any terms that must be completed and avoided to be able to perform a legal marriage before the state. In Indonesia, the marriage is regulated in Law No. 1 Year 1974 about marriage. Then in Malaysia, marriage is governed by the respective federation of 14 (fourteen) specifically for people who are Muslims and Law Reform (Marriage and Divorce) Act 1976 to the Non Muslims all over Malaysia. In the form of survey research normative legal comparative study describes the legal conditions of marriage in Indonesia and Malaysia, which are then discussed the similarities and differences in terms of the validity of the marriage which took place in both countries. Keywords: Marriage, Validity of Marriage, Validity of Marriage Comparison, Malaysia. Analisis Perbandingan ..., Della Kartika Sari, FH UI, 2016

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Perbandingan Mengenai Syarat Sahnya Perkawinan Di

1  

Analisis Perbandingan Mengenai Syarat Sahnya Perkawinan Di

Indonesia Dan Malaysia

 

Della Kartika Sari, Akhmad Budi Cahyono Fakultas Hukum, Universitas Indonesia

E-mail : [email protected]

Abstrak Pembahasan dalam skripsi ini adalah mengenai syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi dan dihindari untuk dapat melaksanakan perkawinan yang sah dihadapan negara. Di Indonesia, perkawinan diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Kemudian di Malaysia, perkawinan diatur berdasarkan wilayah federasi masing-masing yang berjumlah 14 (empat belas) khusus untuk orang yang beragama Islam dan Law Reform (Marriage and Divorce) Act 1976 untuk orang Non Islam diseluruh Malaysia. Dalam penelitian yang berbentuk tinjauan normatif studi perbandingan hukum ini menjelaskan syarat sahnya perkawinan di Indonesia dan Malaysia yang kemudian dibahas persamaan dan perbedaan syarat sahnya perkawinan yang berlaku di kedua negara.

Kata kunci:

Perkawinan, Syarat Sah Perkawinan, Perbandingan Syarat Sah Perkawinan,

Malaysia.

Comparative Analysis on Validity of Marriage Requirement in Indonesia

and Malaysia

Abstract The discussion of this academic thesis is about any terms that must be completed and avoided to be able to perform a legal marriage before the state. In Indonesia, the marriage is regulated in Law No. 1 Year 1974 about marriage. Then in Malaysia, marriage is governed by the respective federation of 14 (fourteen) specifically for people who are Muslims and Law Reform (Marriage and Divorce) Act 1976 to the Non Muslims all over Malaysia. In the form of survey research normative legal comparative study describes the legal conditions of marriage in Indonesia and Malaysia, which are then discussed the similarities and differences in terms of the validity of the marriage which took place in both countries.

Keywords:

Marriage, Validity of Marriage, Validity of Marriage Comparison, Malaysia.

Analisis Perbandingan ..., Della Kartika Sari, FH UI, 2016

Page 2: Analisis Perbandingan Mengenai Syarat Sahnya Perkawinan Di

2  

PENDAHULUAN

Manusia merupakan makhluk sosial dimana setiap individu membutuhkan

individu lainnya untuk bertahan hidup. Hal tersebut merupakan hal yang tidak

bisa di dipisahkan dan diingkari oleh manusia yang karenanya hal tersebut dapat

menimbulkan adanya hubungan antar sesama individu. Hal yang sering ditemui

sebagai bentuk dari adanya hubungan sesama individu tersebut adalah suatu

perkawinan yang terjadi antara seorang laki-laki dan seorang perempuan.

Hubungan perkawinan tersebut merupakan penyebab timbulnya hubungan perdata

yang diatur dan dilindungi oleh Undang-undang.

Di Indonesia sendiri, Perkawinan diatur dalam UU No.1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan dan peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah

Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU No.1 Tentang Perkawinan UU

No.1 Tahun 1974 menggantikan peraturan-peraturan lama yang sebelumnya

berlaku. Menurut pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita

sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga).

Perkawinan ini juga merupakan suatu perjanjian kawin (akad nikah) antara calon

suami dan isteri oleh karena menurut pasal 6 ayat (1) UUP, maka dalam

perkawinan harus ada persetujuan antara kedua calon mempelai. Karena

memerlukan persetujuan untuk kawin dari calon suami dan isteri, maka dapat

dikatakan bahwa suatu pernikahan yalah merupakan suatu perjanjian (akad).1

Adanya Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang

berarti terciptalah kepastian hukum dalam bidang perkawinan bagi seluruh

masyarakat Indonesia. Dengan adanya unifikasi Undang-undang Nomor 1 tahun

1974 merupakan suatu kesatuan hukum tentang perkawinan yang bersifat nasional

yang berlaku untuk semua warga negara,2 sehingga tidak ada lagi pembedaan

antara begitu banyak suku bangsa yang ada di Indonesia yang kemudian

                                                                                                                         1Prof. Mr. S.A. Hakim, Hukum Perkawinan: menurut Undang-undang tentang

Perkawinan, hal. 7.

2 Sri Soesilowati Mahdi, Surini Ahlan Sjarif, Akhmad Budi Cahyono, Hukum Perdata (Suatu Pengantar), (Jakarta: Gitama Jaya, 2005, cet 1), hal.45.

Analisis Perbandingan ..., Della Kartika Sari, FH UI, 2016

Page 3: Analisis Perbandingan Mengenai Syarat Sahnya Perkawinan Di

3  

kesemuanya harus tunduk, terutama mengenai perkawinan, kepada Undang-

Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Menurut R. Soetojo Prawirohamidjojo, syarat-syarat perkawinan terbagi

menjadi syarat-syarat materiil dan syarat-syarat formal.3 Syarat materiil berkaitan

dengan para pihak yang akan melangsungkan perkawinan. Sedangkan syarat

formil berhubungan dengan formalitas-formalitas yang harus dipenuhi dalam

melangsungkan perkawinan.4 Di Indonesia sendiri, syarat-syarat perkawian diatur

dalam Pasal 6 sampai dengan pasal 12 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan (UU Perkawinan). Pasal 6 sampai dengan pasal 11 memuat

mengenai syarat perkawinan yang bersifat materiil, sedangkan pasal 12 mengatur

mengenai syarat perkawinan yang bersifat formil.

Sedangkan di negara Malaysia, perkawinan merupakan suatu hal yang

juga sangat diperhatikan pengaturannya. Undang-undang perkawinan Islam yang

berlaku di Malaysia adalah undang-undang perkawinan yang sesuai dengan

ketetapan undang-undang masing-masing negeri. Undang-undang tersebut

merupakan undang-undang yang mengatur mengenai segala sesuatu yang

berhubungan dengan perkawinan dan perceraian yang khusus bagi orang-orang

yang beragama Islam di wilayah federasi dan persekutuannya masing-masing.

Kemudian bagi orang-orang yang beragama Non-Islam diatur dalam Law Reform

(Marriage and Divorce) Act 1976 dimana mencakup seluruh orang-orang Non-

Islam di Malaysia, bukan hanya di wilayah-wilayah federasi dan persekutuan.

Setelah mengetahui bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku di

Malaysia mengenai perkawinan khususnya syarat sahnya perkawinan sangat

beragam dan mengatur secara rinci serta berbeda dengan keberlakuan perundang-

undangan di Indonesia, maka peneliti ingin memperbandingkan syarat sahnya

perkawinan yang berlaku di Indonesia dan juga yang berlaku di Malaysia untuk

mengetahui persamaan dan juga perbedaan pengaturan perkawinan khususnya

mengenai syarat sahnya perkawinan di masing-masing negara.

                                                                                                                         3 R. Soetojo Prawirohamidjojo, Pluralisme dalam Perundang-undangan Perkawinan di

Indonesia, (Airlangga University Press), 1988, hal. 39.

4Ibid.,

Analisis Perbandingan ..., Della Kartika Sari, FH UI, 2016

Page 4: Analisis Perbandingan Mengenai Syarat Sahnya Perkawinan Di

4  

RUMUSAN MASALAH

Setelah mengetahui latar belakang penelitian mengenai apa saja yang menjadi

persamaan dan perbedaan terhadap syarat sahnya perkawinan di Indonesia dan di

Malaysia, selanjutnya yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini antara

lain:

1. Bagaimana pengaturan mengenai syarat sahnya perkawinan yang berlaku

di negara Indonesia dan di Malaysia?

2. Bagaimana perbedaan dan persamaan mengenai syarat sahnya perkawinan

yang berlaku di negara Indonesia dan Malaysia?

TINJAUAN TEORITIS

Di Indonesia sendiri, Perkawinan diatur dalam UU No.1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan dan peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah

Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU No.1 Tentang Perkawinan UU

No.1 Tahun 1974 menggantikan peraturan-peraturan lama yang sebelumnya

berlaku, antara lain : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut

KUH Perdata), Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijks Ordonantie

Christen Indonesia/Huwelijks Ordonantie Christen Indonesiers/HOCI Stb. 1933

No. 74).5 Kemudian, walaupun telah ada undang-undang tentang perkawinan

nasional yaitu UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, namun ternyata

peraturan perundang-undangan yang ada sebelumnya masih diberlakukan,

sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan.6 Sebelum adanya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,

keberlakuan KUH Perdata setelah Indonesia merdeka didasarkan pada Peraturan

Peralihan Pasal II dan IV UUD 1945 (sebelum diamandemen). Terlepas dari

                                                                                                                         5 Indonesia, Undang-Undang Tentang Perkawinan, UU No.1, LN Nomor 1 Tahun 1974,

TLN No. 3400, Ps. 66.

6 Rosa Agustina, “Hukum Tentang Orang, Hukum Keluarga dan Hukum Waris di Belanda dan Indonesia” dalam Beberapa Catatan tentang Hukum Perkawinan di Indonesia, (Denpasar: Pustaka Larasan, cet 1) 2012, hal. 129.

Analisis Perbandingan ..., Della Kartika Sari, FH UI, 2016

Page 5: Analisis Perbandingan Mengenai Syarat Sahnya Perkawinan Di

5  

adanya anggapan bahwa KUH Perdata merupakan peninggalan Belanda dan sudah

ketinggalan zaman, namun di bidang hukum keluarga dan perkawinan pengaturan

dalam KUH Perdata masih lebih lengkap dan lebih rinci dibandingkan dengan

pengaturan dalam UU No. 1 Tahun 1974.7

Di Indonesia sendiri, syarat-syarat perkawian diatur dalam Pasal 6 sampai

dengan pasal 12 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU

Perkawinan). Pasal 6 sampai dengan pasal 11 memuat mengenai syarat

perkawinan yang bersifat materiil, sedangkan pasal 12 mengatur mengenai syarat

perkawinan yang bersifat formil. Syarat-syarat materiil terdiri dari:8

1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua belah pihak (pasal 6

ayat (1) UU Perkawian).

2. Harus mendapat izin dari kedua orang tua, bilamana masing-masing calon

belum mencapai umur 21 tahun (pasal 6 ayat (2) UU Perkawinan).

3. Bagi pria harus sudah mencapai usia 19 tahun dan wanita 16 tahun,

kecuali ada dispensasi yang diberikan oleh pengadilan atau pejabat lain

yang ditunjuk oleh orang tua kedua belah pihak (pasal 7 ayat (1) dan (2)

UU Perkawinan)

4. Bahwa kedua belah pihak dalam keadaan tidak kawin, kecuali bagi mereka

yang agamanya mengizinkan untuk berpoligami (pasal 9 jo. Pasal 3 ayat

(2) dan pasal 4 UU Perkawinan)

5. Bagi seorang wanita yang akan melakukan perkawinan untuk kedua kali

dan seterusnya, undang-undang mensyaratkan setelah lewatnya masa

tunggu, yaitu sekurang-kurangnya 90 hari bagi mereka yang putus

perkawinannya karena perceraian dan 130 hari begi mereka yang putus

perkawinannya karena kematian suaminya (pasal 10 dan 11 UU

Perkawinan).

                                                                                                                         7Ibid.,

8 R. Soetojo Prawirohamidjojo, Pluralisme dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia, (Airlangga University Press), 1988, hal. 39.

Analisis Perbandingan ..., Della Kartika Sari, FH UI, 2016

Page 6: Analisis Perbandingan Mengenai Syarat Sahnya Perkawinan Di

6  

Sedangkan syarat-syarat formil dalam melangsungkan perkawinan terdiri

dari:9

1. Laporan

2. Pengumuman

3. Pencegahan

4. Pelangsungan

Undang-undang perkawinan Islam yang berlaku sekarang di Malaysia

adalah undang-undang perkawinan yang sesuai dengan ketetapan undang-undang

masing-masing negeri. Undang-undang Keluarga tersebut diantaranya:10 UU

Keluarga Islam Malaka 1983, UU Kelantan 1983, UU Negeri Sembilan 1983, UU

Wilayah Persekutuan 1984, UU Perak 1984 ( No.1), UU kedah 1979, UU Pulau

Pinang 1985, UU Trengganu 1985, UU Pahang 1987, UU Selangor 2003, UU

johor 2003, UU Serawak 1991, UU Perlis 2006, dan UU Sabah 2004. Undang-

undang tersebut merupakan undang-undang yang mengatur mengenai segala

sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan dan perceraian yang khusus bagi

orang-orang yang beragama Islam di wilayah federasi dan persekutuannya

masing-masing. Kemudian bagi orang-orang yang beragama Non-Islam diatur

dalam Law Reform (Marriage and Divorce) Act 1976 dimana mencakup seluruh

orang-orang Non-Islam di Malaysia, bukan hanya di wilayah-wilayah federasi dan

persekutuan.

Dalam perundang-undangan mengenai perkawinan yang berlaku di

Malaysia juga mengatur secara rinci mengenai segala sesuatu yang berhubungan

dengan perkawinan seperti janji kawin atau pertunangan, cara melangsungkan

perkawinan, pencatatan perkawinan serta tata cara bercerai yang diatur dalam

undang-undang masing-masing wilayah bagi yang beragama islam dan di Law

Reform bagi yang beragama Non-Islam. Pengaturan mengenai hal-hal tersebut

                                                                                                                         9 Ibid.,

10  Khoiruddin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern, Studi Perbandingan dan Keberanjakan UU Modern dari Kitab-Kitab Fiqih, (Jakarta: Ciputat Press,2003) hal. 20.  

Analisis Perbandingan ..., Della Kartika Sari, FH UI, 2016

Page 7: Analisis Perbandingan Mengenai Syarat Sahnya Perkawinan Di

7  

berbeda-beda pada tiap wilayah di Malaysia, seperti ada beberapa persyaratan

yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak tertentu sebelum dilangsungkannya

perkawinan bagi golongan muslim secara umum, syarat-syarat yang kami

maksudkan adalah :11

a. Batas umur calon mempelai,

b. Persetujuan kedua belah pihak,

c. Larangan perkawinan karena hubungan kekeluargaan,

d. Mengikuti tata cara perkawinan yang ditentukan.

Jika seseorang hendak melangsungkan perkawinan di bawah Law Reform

(Marriage and Divorce) Act, 1976, beberapa syarat yang wajib dipatuhi oleh

orang yang bersangkutan ialah sebagai berikut :12

a. Belum kawin atau tidak terikat oleh suatu perkawinan (asas monogami),

b. Kedua pihak tidak mempunyai hubungan kekeluargaan yang dekat,

c. Atas persetujuan kedua pihak,

d. Memperoleh persetujuan orang tua-wali atau penjaganya,

e. Telah cukup umur.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian yang berbentuk tinjauan normatif studi

perbandingan hukum, dimana penelitian ini mengacu pada norma hukum yang

terdapat di peraturan perundang-undangan yang ada dan berlaku baik di Indonesia

maupun di Malaysia.

                                                                                                                         11Prof. Dr. Lili Rasjidi, S.H., LLM., Hukum Perkawinan Dan Perceraian Di Malaysia

Dan Indonesia, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1991), hal. 38.

12Ibid., hal. 43.  

Analisis Perbandingan ..., Della Kartika Sari, FH UI, 2016

Page 8: Analisis Perbandingan Mengenai Syarat Sahnya Perkawinan Di

8  

Metode penelitian yang digunakan dalam keputusan yang dilakukan

dengan tujuan untuk memperoleh data sekunder yang kelak akan digunakan

sebagai landasan teoritis sehingga berkaitan dengan masalah yang akan diteliti

oleh peneliti guna mendukung data-data yang diperoleh selama penelitian dengan

cara mempelajari buku-buku, literatur dan sumber lain yang relevan dengan

masalah yang akan dibahas dalam penelitian.13 Sumber data penelitian ini berasal

dari data kepustakaan. Sedangkan jenis data yang digunakan oleh peneliti dalam

penelitian ini adalah data sekunder yakni mencakup antara lain dokumen-

dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berbentuk laporan, buku

harian dan seterusnya. Dalam hal ini data sekunder adalah data yang diperleh dari

studi kepustakaan.14 Kemudian penelitian ini dilakukan untuk menganalisa

persamaan dan perbedaan mengenai syarat sahnya perkawinan dengan

dilakukannya analisis perbandingan yang berlaku di Indonesia dan juga di

Malaysia.

                                                                                                                         

13Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI-Press, 2005), hal. 250.  

14Ibid., hal.12.

Analisis Perbandingan ..., Della Kartika Sari, FH UI, 2016

Page 9: Analisis Perbandingan Mengenai Syarat Sahnya Perkawinan Di

9  

PEMBAHASAN

A. Pengaturan Perkawinan di Indonesia dan Malaysia

Hampir diseluruh dunia hukumya mengatur mengenai perkawinan secara

mendetil untuk menjamin dan melindungi hak-hak seseorang yang terikat pada

perkawinan yang sah. Begitu pula dengan yang terjadi di Indonesia bahwa

mengenai perkawinan diatur secara detil dalam Undang-Undang No. 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan. Pengaturan ini berlaku bagi seluruh orang-orang di

Indonesia sebagai pedoman melaksanakan perkawinan di Indonesia tanpa

membedakan suku atau agama apapun. Meskipun begitu, undang-undang ini tetap

mengadaptasi dari hukum agama yang juga menjadi acuan dan pedoman dalam

pembentukan undang-undang ini. Adanya Undang-undang Nomor 1 tahun 1974

tentang Perkawinan yang berarti terciptalah kepastian hukum dalam bidang

perkawinan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dengan adanya unifikasi Undang-

undang Nomor 1 tahun 1974 merupakan suatu kesatuan hukum tentang

perkawinan yang bersifat nasional yang berlaku untuk semua warga negara15

dimana semua orang harus tunduk pada peraturan ini.

Berbeda dengan yang terjadi di Malaysia, di negara ini pengaturan

mengenai perkawinan diatur berdasarkan wilayah federasi masing-masing yang

berlaku bagi orang-orang yang beragama Islam dan satu aturan yang berlaku

untuk seluruh Malaysia bagi orang-orang yang beragama non Islam. Pengaturan

perkawinan di wilayah federasi Malaysia bagi orang Islam antara lain Enakmen 8

Tahun 2002 (Enakmen Keluarga Islam Melaka 2002), Enakmen 12 Tahun 1985

(Enakmen Undang-Undang Pentadbiran Keluarga Islam Terengganu), Ordinan 5

Tahun 2001 (Ordinan Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Sarawak 2001),

Enakmen 2 Tahun 2004 (Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Pulau

Pinang 2004), Akta Undang-Undang Keluarga Islam Wilayah-Wilayah

Persekutuan 1984 (Akta 303), Enakmen 7 Tahun 2003 (Enakmen Undang-

Undang Negara Islam Negeri Sembilan 2003), Enakmen 13 Tahun 2004

(Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Perak 2004), Enakmen 1

                                                                                                                         15 Sri Soesilowati Mahdi, Surini Ahlan Sjarif, Akhmad Budi Cahyono, Hukum Perdata

(Suatu Pengantar), Cet I, (Jakarta: Gitama Jaya, 2005), hal.45.

Analisis Perbandingan ..., Della Kartika Sari, FH UI, 2016

Page 10: Analisis Perbandingan Mengenai Syarat Sahnya Perkawinan Di

10  

Tahun 2008 (Enakmen Keluarga Islam Negeri Kedah 2008), Enakmen 1 Tahun

2002 (Enakmen Keluarga Islam Kelantan 2002), Enakmen 3 Tahun 2005

(Enakmen Undang-undang Keluarga Islam Pahang 2005), Enakmen 2 Tahun 2003

(Enakmen Undang-undang Keluarga Islam Negeri Selangor 2003), Enakmen 8

Tahun 2004 (Enakmen Undang-undnag Negara Islam Sabah 2004), Enakmen 17

Tahun 2003 (Enakmen Undang-undang Keluarga Islam Negeri Johor 2003),

Enakmen 7 Tahun 2006 (Enakmen Undang-undang Keluarga Islam 2006) dan

juga pengaturan bagi orang non Islam adalah Law Reform (Marriage and

Divorce)Act 1976. Dengan adanya pengaturan seperti ini dapat diketahui bahwa

tidak ada unifikasi hukum terhadap pengaturan mengenai perkawinan di Malaysia

karena masih dibedakan berdasarkan agama mayoritas melayu dan pengaturan

berdasarkan wilayahnya. Berbeda dengan di Indonesia dimana pengaturan

mengenai perkawinannya berlaku secara universal bagi seluruh masyarakat

Indonesia.

B. Persamaan Syarat Sahnya Perkawinan di Indonesia dan Malaysia

Perkawinan merupakan hubungan perdata yang dilakukan oleh laki-laki

dan perempuan untuk membentuk suatu rumah tangga yang kekal. Di Indonesia

ataupun di Malaysia, pengaturan mengenai hal ini terutama tentang syarat sahnya

perkawinan diatur secara khusus dan mendetil pada tiap negara. Hal ini

melahirkan beberapa persamaan yang ditemukan terkait pengaturan syarat sahnya

perkawinan antara kedua negara tersebut.

Perkawinan di Indonesia kerap kali dianggap sakral dan merupakan suatu

ikatan yang sangat dihormati dalam kebiasaan masyarakat. Tidak mengherankan

jika suatu perkawinan dibuat peraturan khusus untuk mengatur hal-hal detil

mengenai perkawinan yang dalam penelitian ini terutama mengenai syarat sahnya

perkawinan. Begitu juga yang terjadi di Malaysia dimana suatu perkawinan

dipandang dari aspek agama dimana perkawinan merupakan sesuatu yang suci,

sesuatu yang dianggap luhur untuk dilakukan.16

                                                                                                                         16Prof. Dr. Lili Rasjidi, S.H., LLM., Hukum Perkawinan Dan Perceraian Di Malaysia

Dan Indonesia, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1991), hal. 7.  

Analisis Perbandingan ..., Della Kartika Sari, FH UI, 2016

Page 11: Analisis Perbandingan Mengenai Syarat Sahnya Perkawinan Di

11  

Pada dasarnya pengaturan mengenai perkawinan baik itu di Indonesia

ataupun di Malaysia yang diperuntukan untuk orang Muslim dan orang Non-

Muslim sebagian besar adalah sama. Pada ketiga peraturan sama-sama diatur

mengenai batas umur minimum untuk melakukan perkawinan, persetujuan kedua

pihak, izin orang tua-wali, larangan perkawinan, dan aturan boleh tidaknya

melakukan poligami dalam perkawinan. Mengenai hal-hal tersebut, memang

sebagian besar pengaturannya adalah sama, namun juga terdapat aturan yang

mengatur hal yang berbeda didalamnya meskipun dengan aturan yang sama.

Suatu perkawinan dapat dikatakan sah apabila memenuhi syarat-syarat

yang telah ditetapkan dalam pengaturan undang-undang negara masing-masing.

Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, syarat yang

harus dipenuhi dan di hindari untuk dapat melangsungkan perkawinan diatur

dalam pasal 6 sampai dengan pasal 12. Pasal 6 yang mengatur mengenai syarat

sahnya perkawinan dari undang-undang ini mencantumkan syarat perkawinan

yaitu suatu perkawinan didasarkan atas perjanjian kedua calon mempelai. Hal ini

juga sejalan dengan apa yang diatur dalam undang-undang perkawinan di

Malaysia. Di semua wilayah dan yang berlaku bagi orang Islam dan orang Non

Islam diatur mengenai hal yang sama yaitu bahwa suatu perkawinan harus

didasarkan pada suatu perjanjian antara kedua belah pihak yang ingin menikah.

Hal ini karena suatu perkawinan yang mempunyai tujuan yang suci harus

dilaksanakan tanpa paksaan dari pihak manapun dan harus berasal dari kemauan

masing-masing pihak.

Syarat berikutnya yang pengaturannya sama antara pengaturan syarat

perkawinan di Indonesia dan di Malaysia adalah apabila seseorang yang ingin

menikah namun belum berusia genap 21 tahun, maka harus dengan izin dari

kedua orang tua. Di Indonesia, hal yang diatur dalam pasal 6 ayat (2), (3), (4), (5)

dan (6) dimana mengatur bahwa suatu perkawinan yang akan dilaksanakan oleh

seseorang yang belum berusia 21 tahun harus dengan izin orang tua dan juga opsi

lainnya apabila orang tua yang bersangkutan dalam memberikan izinnya tidak

bisa disampaikan berkenaan apakah orang tua seseorang tersebut telah meninggal

atau enggan memberikan persetujuannya. Dengan keterangan yang didengar dari

pihak-pihak yang dapat menerikan persetujuannya namun enggan memberikan

Analisis Perbandingan ..., Della Kartika Sari, FH UI, 2016

Page 12: Analisis Perbandingan Mengenai Syarat Sahnya Perkawinan Di

12  

persetujuannya, maka Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang

tersebut dapat melangsungkan perkawinan atas orang tersebut. Begitu juga yang

diatur dalam undang-undang perkawinan di Malaysia untuk orang yang beragama

Non Islam bahwa setiap orang yang ingin melaksanakan perkawinan namun

usianya belum mencapai 21 tahun maka harus dengan persetujuan orang tuanya.

Apabila ayahnya, dalam hal telah meninggal dunia, sehingga tidak bisa

memberikan persetujuannya, maka ibunyalah yang dapat memberikan izin

terhadap perkawinan tersebut. Apabila keduanya tidak memungkinkan untuk

memberikan persetujuan untuk perkawinan maka persetujuan dapat diperoleh dari

penjaganya yang bertindak setara dengan kedua orang tua. Apabila orang-orang

tersebut enggan memberikan persetujuannya untuk perkawinan maka dapat

memintakan persetujuan kepada Pengadilan dan dari persetujuan yang terbit

diberitahukan kepada orang-orang yang enggan memberikan persetujuannya

terhadap perkawinan.17 Kedua pengaturan mengenai izin orang tua apabila

seseorang akan menikah dibawah umur 21 tahun adalah sama juga menurut

urutan-urutan pihak-pihak mana saja yang dapat memberikan persetujuannya

mengenai izin perkawinan ini. Dalam aturan mengenai izin perkawinan yang

diperoleh dari orang tua yang mengatur bagi orang Islam, diatur pula mengenai

hal ini hanya saja pengaturannya diletakan pada pasal yang menjelaskan mengenai

persetujuan kedua pihak dimana didalamnya juga terdapat izin yang harus

diperoleh dari orang tua atau wali, terutama perempuan, untuk melaksanakan

suatu perkawinan.

Persamaan selanjutnya yang terdapat pada ketiga peraturan mengenai

perkawinan adalah tentang larangan perkawinan. Ketiga peraturan tersebut

sepakat bahwa perkawinan tidak boleh dilakukan dikarenakan terdapat hubungan

darah antara orang-orang yang ingin melangsungkan perkawinan. Orang-orang

yang mempnyai hubungan darah yang tidak boleh dikawinkan menurut peraturan

mengenai syarat sahnya perkawinan di Indonesia, Malaysia bagi orang Islam dan

Malaysia bagi orang Non-Islam adalah ibu kandung, ayah kandung, kakek, nenek,

                                                                                                                         17 Pasal 12 Law Reform (Marriage And divorce) Act 1976.

Analisis Perbandingan ..., Della Kartika Sari, FH UI, 2016

Page 13: Analisis Perbandingan Mengenai Syarat Sahnya Perkawinan Di

13  

anak laki-laki atau anak perempuan, adik laki-laki ataupun adik perempuan,

kemenakan laki-laki atau perempuan dari nenek atau kakek, dan sebagainya

meskipun terdapat sedikit pengecualian bagi mereka yang beragama Hindu untuk

diperbolehkan menikah dengan kemenakan atau pamannya karena dalam aturan

agamanya boleh diatur demikian. Kemudian mengenai perkawinan bagi

perempuan yang putus perkawinannya karena perceraian dan karena kematian,

bahwa terdapat waktu tunggu yang harus dijalani oleh perempuan untuk dapat

dilaksanakannya perkawinan selanjutnya.

Suatu perkawinan juga tidak menutup kemungkinan dilaksanakan di luar

negeri, baik itu dengan sesama warga negara ataupun dengan warga negara asing.

Dalam undang-undang perkawinan di Indonesia, orang Islam Malaysia dan non

Islam Malaysia mengakomodasi, mengakui dan membolehkan adanya perkawinan

campuran yang dilaksanakan di luar negeri. Perkawinan yang dilangsungkan di

luar negeri tersebut dilaksanakan menurut aturan hukum perkawinan negara

tempat dilaksanakannya perkawinan. Kemudian dengan berlakunya hukum negara

tempati dilangsungkannya perkawinan bukan berarti hukum negara asal dalam hal

ini Indonesia dan Malaysia menjadi diabaikan. Kepada calon mempelai yang

ingin melaksanakan perkawinan di luar negeri harus tetap memperhatikan dan

memenuhi syarat dan aturan yang dilaksanakan di negara asal, seperti misalnya

memenuhi batas usia minimal atau perkawinan sudah mendapat izin dari orang

tua atau wali pihak bersangkutan.

C. Perbedaan Syarat Sahnya Perkawinan di Indonesia dan Malaysia

Hal yang paling mendasar yang membedakan hukum yang ada di

Indonesia dan Malaysia adalah sistem hukumnya. Sistem hukum yang dianut

Indonesia adalah sistem hukum civil law yang dibawa oleh Belanda, sedangkan

Malaysia menganut sistem hukum common law yang dibawa oleh Inggris. Hal ini

disebabkan karena latar belakang Indonesia yang merupakan wilayah jajahan

Belanda dan Malaysia merupakan wilayah jajahan Inggris. Asas dari hukum

common law adalah stare decisis artinya hakim dalam memutuskan perkara harus

Analisis Perbandingan ..., Della Kartika Sari, FH UI, 2016

Page 14: Analisis Perbandingan Mengenai Syarat Sahnya Perkawinan Di

14  

mendasar pada putusan hakim sebelumnya/terdahulu yurisprudensi.18 Dengan kata

lain hukum common law adalah hukum yang terbentuk dan merupakan unifikasi

hukum yang telah diputus hakim (yurisprudensi).19 Sedangkan yang dimaksud

dengan civil law adalah hukum yang bersumber pada hukum yang tertulis, baik

berupa Undang-undang Dasar, Kodifikasi atau produk legislatif lainnya.20

Karena tujuan perkawinan tidak lain adalah membentuk rumah tangga

yang kekal, maka suatu perkawinan harus diputuskan dan disepakati bersama oleh

orang-orang yang telah dewasa. Usia dewasa pada hakikatnya mengandung unsur

yang berkaitan dengan dapat atau tidaknya seseorang mempertanggungjawabkan

atas perbuatan hukum yang telah dilakukannya, yang menggambarkan kecakapan

seseorang untuk bertindak dalam lalu lintas hukum perdata.21 Dalam pasal 7

Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Indonesia, batas umur

minimum untuk melakukan perkawinan di Indonesia adalah 19 (sembilan belas)

tahun bagi laki-laki dan 16 (enam belas) tahun bagi perempuan. Batas minimum

usia menikah yang berlaku di negara Malaysia baik dalam peraturan yang

diperuntukan untuk orang-orang yang beragama Islam ataupun untuk yang

beragama Non-Islam adalah sama. Dari undang-undang ke 14 wilayah federasi

dan wilayah persekutuan di Malaysia ataupun dalam Law Reform (Marriage and

Divorce) Act 1976 mencantumkan bahwa usia minimum untuk seseorang bisa

melakukan perkawinan adalah 18 (delapan belas) tahun untuk laki-laki dan 16

(enam belas) tahun untuk perempuan. Ketentuan batas-batas umur untuk

melangsungkan perkawinan ini dimaksudkan untuk menjaga kesehatan suami

isteri dan keturunannya serta mencegah adanya perkawinan antara calon suami

isteri yang masih dibawah umur.22

                                                                                                                         18 R. Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007, cet. 7), hal

68.

19Ibid.

20Ibid., hal. 111.

21 Wahyono Darmabrata, Tinjauan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pelaksanaannya, (Jakarta: CV. Gitamaya Jaya, 2003, cet. 2), hal. 19.

22 Rachmadi Usman, S.H., M.H., Aspek-Aspek Hukum Perorangan & Kekeluargaan di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal. 275.

Analisis Perbandingan ..., Della Kartika Sari, FH UI, 2016

Page 15: Analisis Perbandingan Mengenai Syarat Sahnya Perkawinan Di

15  

Dalam hal pendaftaran perkawinan di Malaysia baik itu bagi perkawinan

bagi orang Islam ataupun bagi orang non-Islam bahwa pencatatan perkawinan

hanya diposisikan sebagai masalah administrasi, tidak ada hubungannya dengan

ketentuan sah tidaknya akad nikah (perkawinan). Perkawinan akan tetap dianggap

sah apabila perkawinan tersebut telah sah berdasarkan hukum syarak ataupun

hukum agamanya. Dengan demikian sedikit agak berbeda, dalam perundang-

undangan Indonesia masih ada kemungkinan status pencatatan perkawinan tidak

sekedar syarat administrasi, bahkan pasal-pasal tentang pencatatan perkawinan

bisa dipahami secara jama'i (utuh/keseluruhan) sebagai salah satu syarat sah

sebuah perkawinan.23 Perkawinan yang tidak dicatat sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan dapat diartikan sebagai peristiwa perkawinan yang

tidak memenuhi syarat formil, sehingga hal ini berimplikasi terhadap hak-hak

keperdataan yang timbul dari akibat perkawinan termasuk anak yang lahir dari

perkawinan yang tidak dicatat sebagaimana ditentukan dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan.24

Dalam UU Perkawinan Indonesia, laki-laki tidak diperkenankan berada

didalam ikatan perkawinan ketika masih terikat pada perkawinan lainnya dalam

waktu yang bersamaan. Begitu juga bagi perempuan yang hanya boleh memiliki

seorang suami. Dikatakan monogami sebagai prinsip dan poligami sebagai

pengecualian adalah bahwa menurut pasal 9 UU Perkawinan Indonesia Seorang

yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi,

kecuali dalam hal yang tersebut pada Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang

ini. Dalam pasal-pasal yang dimaksud tersebut yang menyebutkan bahwa

poligami dapat dilakukan namun dengan berbagai syarat sehingga poligami yang

dimaksud tidak dapat dengan mudah dilaksanakan. Dengan pasal tersebut di atas

yang membolehkan untuk poligami dengan alasan alasan tertentu, jelas bahwa

asas yang dianut oleh UU Perkawinan bukan monogami (terbuka), namun bukan

                                                                                                                         23 Supani, Pencatatan Perkawinan Dalam Teks Perundang-undangan Perkawinan Di

Beberapa Negara Islam Perspektif Usul Fikih, hal. 5.

24 Marwin, Pencatatan Perkawinan Dan Syarat Sah Perkawinan Dalam Tatanan Konstitusi, (ASAS, vol. 6, No. 2, Juli 2014), hal. 104.

Analisis Perbandingan ..., Della Kartika Sari, FH UI, 2016

Page 16: Analisis Perbandingan Mengenai Syarat Sahnya Perkawinan Di

16  

monogami Mutlak. Hal ini sama seperti yang berlaku di negara Malaysia dalam

pengaturan perkawinan untuk yang beragama Islam karena sama-sama telah

mengadopsi pengaturan dari Hukum Islam. Namun sangat berbeda dengan

pengaturan perkawinan bagi orang non-Islam di Malaysia dimana perkawinan

yang tunduk berdasarkan Law Reform (Marriage and Divorce) Act 1976 harus

berdasarkan asas monogami mutlak. Artinya tidak ada seorangpun yang

perkawinannya tunduk pada peraturan ini yang mempunyai ikatan perkawinan

lebih dari satu atau dapat melaksanakan poligami.

Larangan perkawinan yang dimaksud adalah larangan perkawinan antara

seseorang yang berbeda agama dan keyakinan satu sama lain. Peraturan

perundang-undangan di Indonesia tidak memperbolehkan seseorang dengan

agama yang berbeda menikahi orang lain. Memang aturan ini bukan pada bab

syarat sahnya perkawinan karena hal ini diatur dalam pasal 2 ayat (1) UU

Perkawinan dimana perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum

agama dan kepercayaannya masing-masing. Pengaturan mengenai hal yang sama

di Malaysia bagi orang Islam diatur agak sedikit berbeda. Perempuan memang

tidak diperbolehkan untuk menikah dengan laki-laki manapun yang beragama non

Islam, tetapi laki-laki diperbolehkan menikah dengan perempuan selain yang

beragama Islam dengan syarat bahwa perempuan tersebut merupakan seorang

kitabiyah.25 Kemudian dalam Law Reform (Marriage and Divorce) Act 1976,

perkawinan beda agama diatur dalam pasal 51 yang menyatakan apabila salah

seorang dari suami isteri telah berpindah agama menjadi agama Islam maka hal

tersebut dapat menjadi alasan perceraian antara keduanya. Yang dapat ditafsirkan

bahwa perkawinan tidak boleh dilangsungkan oleh orang yang agamanya berbeda

dalam aturan ini.

                                                                                                                         25Enakmen 5 Tahun 2004, Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam (Negeri Pulau

Pinang) 2004, Bahagian I – Permulaan, Seksyen 2. Tafsiran.

Analisis Perbandingan ..., Della Kartika Sari, FH UI, 2016

Page 17: Analisis Perbandingan Mengenai Syarat Sahnya Perkawinan Di

17  

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis terhadap perbandingan hukum mengenai syarat sahnya

perkawinan di Indonesia dan Malaysia sebagaimana terdapat pada bab-bab

sebelumnya, kesimpulan yang dapat ditarik sebagai jawaban atas pokok

permasalahan yang mendasari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perkawinan di Indonesia diatur secara menyeluruh untuk semua warga negara

Indonesia dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam

Undang-undang mengenai perkawinan tersebut mengatur perkawinan secara detil

dari sebelum dilakukannya perkawinan, syarat perkawinan, pelaksanaan

perkawinan, sampai akibat perkawinan dan perceraian seperti persoalan anak dan

harta bersama. Dari berbagai penjelasan yang diberikan oleh Undang-Undang No.

1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dapat ditarik bahwa syarat sahnya perkawinan

adalah sebagai berikut:

a. Persetujuan kedua pihak yang ingin melaksanakan perkawinan;

b. Izin kedua orang tua atau wali;

c. Batas usia minimal melakukan perkawinan;

d. Larangan perkawinan;

e. Berdasarkan asas monogami terbuka;

f. Mengikuti tata cara perkawinan;

g. Perkawinan yang dilakukan diluar negeri mengikuti aturan hukum dimana

perkawinan tersebut dilangsungkan;

h. Perkawinan menurut agama dan kepercayaan masing-masing.

2. Di Malaysia, mengenai perkawinan diatur oleh masing-masing wilayah federasi

yang berjumlah 14 wilayah. Pada peraturan masing-masing wilayah federasi

tersebut hanya mengatur perkawinan bagi yang beragama Islam saja, peraturan

tersebut antara lain: Enakmen 8 Tahun 2002 (Enakmen Keluarga Islam Melaka

2002), Enakmen 12 Tahun 1985 (Enakmen Undang-Undang Pentadbiran

Keluarga Islam Terengganu), Ordinan 5 Tahun 2001 (Ordinan Undang-Undang

Keluarga Islam Negeri Sarawak 2001), Enakmen 2 Tahun 2004 (Enakmen

Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Pulau Pinang 2004), Akta Undang-

Undang Keluarga Islam Wilayah-Wilayah Persekutuan 1984 (Akta 303),

Enakmen 7 Tahun 2003 (Enakmen Undang-Undang Negara Islam Negeri

Analisis Perbandingan ..., Della Kartika Sari, FH UI, 2016

Page 18: Analisis Perbandingan Mengenai Syarat Sahnya Perkawinan Di

18  

Sembilan 2003), Enakmen 13 Tahun 2004 (Enakmen Undang-Undang Keluarga

Islam Negeri Perak 2004), Enakmen 1 Tahun 2008 (Enakmen Keluarga Islam

Negeri Kedah 2008), Enakmen 1 Tahun 2002 (Enakmen Keluarga Islam

Kelantan 2002), Enakmen 3 Tahun 2005 (Enakmen Undang-undang Keluarga

Islam Pahang 2005), Enakmen 2 Tahun 2003 (Enakmen Undang-undang

Keluarga Islam Negeri Selangor 2003), Enakmen 8 Tahun 2004 (Enakmen

Undang-undnag Negara Islam Sabah 2004), Enakmen 17 Tahun 2003 (Enakmen

Undang-undang Keluarga Islam Negeri Johor 2003), Enakmen 7 Tahun 2006

(Enakmen Undang-undang Keluarga Islam 2006), sedangkan bagi orang-orang

yang beragama non Islam, perkawinannya diatur dalam Law Reform (Marriage

and Divorce) Act 1976 untuk seluruh wilayah Malaysia.

3. Persamaan-persamaan dari syarat-syarat perkawinan yang berlaku di Indonesia

dan Malaysia yakni:

a. Persetujuan kedua pihak

Bahwa para pihak yang ingin melangsungkan suatu perkawinan harus

berdasarkan persetujuan kedua pihak agar perkawinan dilaksanakan bukan

karena paksaan.

b. Izin Orang Tua-Wali

Setiap perkawinan dilaksanakan atas izin orang tua/wali para mempelai

terutama bagi orang-orang yang berusia dibawah 21 (dua puluh satu) tahun.

c. Larangan Perkawinan

Perkawinan tidak boleh dilangsungkan apabila kedua mempelai masih

memunyai hubungan darah keatas, kebawah, menyamping ataupun ketentuan

lainnya dalam undang-undang.

d. Perkawinan Di Luar Negeri

Perkawinan yang dilaksanakan diluar negeri adalah sah apabila dilakukan

berdasarkan aturan hukum perkawinan dimana perkawinan tersebut

dilangsungkan dengan tetap memperhatikan aturan perkawinan di negara

asal.

4. Perbedaan-perbedaan dari syarat-syarat perkawinan yang berlaku di Indonesia

dan Malaysia yakni:

a. Pengaturan Perkawinan

Analisis Perbandingan ..., Della Kartika Sari, FH UI, 2016

Page 19: Analisis Perbandingan Mengenai Syarat Sahnya Perkawinan Di

19  

Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan yang berlaku untuk seluruh masyarakat Indonesia,

sedangkan perkawinan di Malaysia diatur berdasarkan wilayah federasinya

masing-masing untuk yang beragama Islam dan Law Reform (Marriage and

Divorce) Act 1976 untuk yang beragama Non Islam yang berlaku diseluruh

Malaysia.

b. Batas Usia Minimum

Perkawinan di Indonesia dilaksanakan oleh orang-orang yang usia

minimalnya 16 (enam belas) tahun bagi perempuan dan 19 (sembilan belas)

tahun bagi laki-laki, sedangkan di Malaysia minimal orang bisa

melangsungkan perkawinan adalah 16 (enam belas) tahun untuk perempuan

dan 18 (delapan belas) tahun bagi laki-laki.

c. Tata Cara Perkawinan (Pendaftaran Perkawinan)

Perkawinan di Indonesia dapat dikatakan sah apabila didaftarkan pada

lembaga pencatatan perkawinan yang berwenang, sedangkan di Malaysia

untuk orang Islam, perkawinan yang tidak dicatat tetap dianggap sah apabila

telah sah pula dalam aturan agamanya.

d. Asas Perkawinan Monogami

Dalam aturan perkawinan untuk Non Islam di Malaysia, berlaku asas

perkawinan monogami mutlak sedangkan di Indonesia dan Malaysia untuk

agama Islam berlaku asas perkawinan monogami terbuka.

e. Larangan Perkawinan (Perkawinan Beda Agama)

Dalam aturan perkawinan di Indonesia dan Malaysia untuk Non Islam,

perkawinan dengan orang yang berbeda agama dan kepercayaan dilarang,

sedangkan dalam aturan Malaysia untuk orang Islam perkawinan beda agama

dapat dilaksanakan dengan berbagai syarat berdasarkan ketentuan wilayah

masing-masing.

Analisis Perbandingan ..., Della Kartika Sari, FH UI, 2016

Page 20: Analisis Perbandingan Mengenai Syarat Sahnya Perkawinan Di

20  

SARAN

Berdasarkan analisis dan kesimpulan yang telah penulis uraikan sebelumnya, saran

yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah Indonesia dapat memperbarui kembali undang-undang yang

mengatur mengenai perkawinan yaitu Undang-Undang No.1 Tahun 1974

tentang Perkawinan.

2. Masih terdapat beberapa kelemahan mengenai sanksi terhadap pelanggaran

syarat perkawinan. Seperti misalnya masih banyak terdapat perkawinan yang

dilakukan oleh anak dibawah umur yang tentu saja melanggar dari salah satu

syarat sahnya perkawinan. Sehingga aturan mengenai hal ini dapat diperketat

dan setiap pelaksanaan perkawinan harus diawasi.

3. Kemudian mengenai hal perkawinan campuran terhadap orang-orang yang

mempunyai agama dan keyakinan yang berbeda, masih terdapat celah untuk

dapat dilakukannya perkawinan oleh orang yang berbeda agama dan

keyakinan, seperti dapat melangsungkan perkawinannya di luar negeri atau

menikah pada dua upacara agama yang berbeda. Seharusnya aturan mengenai

hal ini dapat diperketat dengan diberikan sanksi yang lebih ketat dan tegas

terhadap peraturan-peraturan seperti ini.

4. Dikarenakan terdapat banyak persamaan antara peraturan-peraturan yang ada

di Malaysia, maka akan lebih praktis apabila aturan-aturan perkawinan di

Malaysia dibuat satu aturan yang mengatur perkawinan bagi seluruh wilayah

federasi Malaysia untuk yang beragama Islam.

Analisis Perbandingan ..., Della Kartika Sari, FH UI, 2016

Page 21: Analisis Perbandingan Mengenai Syarat Sahnya Perkawinan Di

21  

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Agustina, Rosa. Hukum Tentang Orang, Hukum Keluarga dan Hukum Waris di Belanda dan Indonesia dalam Beberapa Catatan tentang Hukum Perkawinan di Indonesia. Cet 1. Denpasar: Pustaka Larasan. 2012.

Darmabrata, Wahyono. Tinjauan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pelaksanaannya. Cet 2. Jakarta: CV. Gitamaya Jaya. 2003.

Hakim, S.A. Hukum Perkawinan: menurut Undang-undang tentang Perkawinan. Bandung: Elemen. 1974.

Mahdi, Sri Soesilowati, et. al. Hukum Perdata (Suatu Pengantar). Cet 1. Jakarta: Gitama Jaya. 2005.

Nasution, Khoiruddin. Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern, Studi Perbandingan dan Keberanjakan UU Modern dari Kitab-Kitab Fiqih. Jakarta: Ciputat Press. 2003.

Prawirohamidjojo, R. Soetojo. Pluralisme dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia. Airlangga University Press. 1988.

Rasjidi, Lili. Hukum Perkawinan Dan Perceraian Di Malaysia Dan Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press. 2005.

Soeroso, R. Perbandingan Hukum Perdata. Cet 7. Jakarta: Sinar Grafika. 2007.

Usman, Rachmadi. Aspek-Aspek Hukum Perorangan & Kekeluargaan di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. 2006.

Jurnal

Marwin. Pencatatan Perkawinan Dan Syarat Sah Perkawinan Dalam Tatanan Konstitusi. (ASAS. vol. 6. No. 2) Juli 2014.

Supani. Pencatatan Perkawinan Dalam Teks Perundang-undangan Perkawinan Di Beberapa Negara Islam Perspektif Usul Fikih.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Tentang Perkawinan, UU No.1, LN Nomor 1 Tahun 1974, TLN No. 3400.

Law Reform (Marriage and Divorce) Act 1976.

Enakmen 5 Tahun 2004 (Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Negeri Pulau

Pinang 2004).

Analisis Perbandingan ..., Della Kartika Sari, FH UI, 2016