analisis kedelai kemenko kppu(unrevised)
DESCRIPTION
Hasil analisis temporer persoalan impor dan harga kedelai Indonesia (backup)TRANSCRIPT
1
Komparasi Hasil Kajian KPPU dan Kemenko Perekonomian – Studi Kasus Kenaikan Harga
Kedelai Dalam Negeri
Hasil laporan terhadap media KPPU (Juli 2012), menyatakan adanya indikasi penyalahgunaan
kekuatan monopoli (dalam bentuk kartel) dari pasar komoditas kedelai oleh dua importir besar
kedelai di Indonesia (yang memiliki CR21 sebesar 74,66%) terkait dengan lonjakan harga kedelai
domestik yang lebih besar dari 25% selama 2 bulan terakhir. Adanya excess domestic demand juga
diduga kuat menjadi kenaikan harga kedelai domestik (sebesar 71% harus diisi via impor).
Staf Ahli Menko Perekonomian bidang Persaingan Usaha mencoba mengkaji kenaikan harga kedelai
domestik, dengan mengajukan beberapa hipotesis: 1. Apakah ada korelasi antara harga kedelai
domestik dengan harga kedelai impor ; 2. Apakah terdapat korelasi antara harga kedelai domestik
dengan harga kedelai internasional. Jika terbukti terdapat korelasi positif yang cukup kuat diantara
keduanya, maka dapat dikatakan bahwa dugaan kartel impor dan hubungannya dengan kenaikan harga
kedelai domestik adalah tidak signifikan.
I. Latar Belakang Masalah
Sejak awal tahun 2012, kedelai (Soybeans, dengan kode HS6 120100 ataupun SITC 22220)
mengalami kenaikan harga yang relatif stabil dengan nilai akumulasi harian rata – rata sekitar 6,25 %
di pasar domestik, sedangkan sampai bulan Juli 2012, akumulasi harian rata – rata kenaikan harga
kedelai impor2 menurut data Kementrian Perdagangan mengalami kenaikan sebesar 7,6%
3. Namun
jika diperbandingkan dengan data dari GEM - Worldbank (akses Agustus 2012), didapatkan kenaikan
harga dunia yang cukup signifikan perubahannya dari bulan Juni 2012 ke akhir bulan Juli 2012, yaitu
sebesar 26,8% untuk harga kedelai dunia secara umum. Secara umum data dari Kemendag maupun
Worldbank mengalami fluktuasi yang hampir sama secara rata – rata bulanan, namun untuk bulan Juli
2012, terdapat perubahan harga dalam skala Global akibat bencana kekeringan di Amerika Latin
(sebagai eksportir terbesar kedelai dunia).
Tren linear antara harga domestik dengan harga impor secara grafikal dapat dijelaskan dengan baik,
namun fluktuasi harga domestik dengan harga internasional nampaknya perlu dikaji lebih dalam lagi.
Kenyataannya, kenaikan harga domestik untuk kedelai ternyata tidak terlalu berpengaruh terhadap
keranjang inflasi nasional (dari data SEKI Bank Indonesia, inflasi nasional mengalami kenaikan
sebesar 0.06% selama bulan Juni menuju bulan Juli 2012).
1 CR2 atau Concentration Ratio dari market share 2 Perusahaan terbesar dalam suatu pasar. CR merupakan ciri khas dari pasar Oligopoli (Martin, 2000), dan semakin besar persentase CR, semakin besar kemungkinan penyalahgunaan posisi dominan, salah satu bentuknya adalah adanya kartel usaha. 2 Dari statistik BPS (2012), impor disini adalah berasal dari beberapa negara eksportir kedelai terbesar ke Indonesia selama tahun 2012, seperti Amerika Serikat. Selama dua bulan terakhir, Amerika Serikat maupun Amerika Latin (eksportir terbesar kedelai dunia) mengalami kekeringan dan gagal panen. Perbedaan data harga kedelai impor dan harga kedelai dunia dari Kementrian Perdagangan dengan data Worldbank dikarenakan data impor Indonesia hanya mengambil dari rata – rata harga negara yang diimpor oleh Indonesia, sedangkan harga dunia mencakup seluruh eksportir kedelai dalam skala global. 3 Keduanya berasal dari data statistik Kementrian Perdagangan bulan Agustus tahun 2012
(http://www.kemendag.go.id/harga_kebutuhan_pokok_nasional/ ), diolah oleh penulis.
2
Tabel 1.1 Harga Kedelai Dunia (WorldPrice, Local Indonesia, dan Imported Indonesia) - RP/KG,
2010m08 - 2012m07
Sumber: 1. Statistik Kementrian Industri dan Perdagangan (akses Agustus 2012); 2. GEM –
Worldbank (akses Agustus 2012); dan 3. Publikasi BPS (akses Agustus 2012).
Tabel 1.2 Perubahan Tingkat Inflasi Nasional, Februari 2012 – Juli 2012
Sumber: Bank Indonesia
Tabel 1.3 Persen Perubahan Harga Kedelai (Lokal, Impor dan Dunia), 2010 - 2012
Sumber: 1. Statistik Kementrian Industri dan Perdagangan (akses Agustus 2012); 2. GEM –
Worldbank (akses Agustus 2012); dan 3. Publikasi BPS (akses Agustus 2012).
0.0000
1000.0000
2000.0000
3000.0000
4000.0000
5000.0000
6000.0000
7000.0000
8000.0000
9000.0000
10000.0000
Worlbank-Price(RP/KG)
INDAG-LocalPrice(RP/KG)
INDAG-ImportPrice(RP/KG)
-10
0
10
20
30
201
0M
09
201
0M
10
201
0M
11
201
0M
12
201
1M
01
201
1M
02
201
1M
03
201
1M
04
201
1M
05
201
1M
06
201
1M
07
201
1M
08
201
1M
09
201
1M
10
201
1M
11
201
1M
12
201
2M
01
201
2M
02
201
2M
03
201
2M
04
201
2M
05
201
2M
06
201
2M
07
gr_loc
gr_imp
gr_world
3
II. Dugaan Kartel Oleh KPPU
Adanya dugaan penyalahgunaan posisi dominan dari kedua importir kedelai (PT GCU dan PT Cargill
Indonesia), diajukan oleh KPPU sebagamana disebutkan oleh Ketua KPPU saat ini, Tajuddin Noer
pada akhir Juli lalu. Disebutkan oleh Tajuddin (2012), berdasarkan data KPPU tahun 2008, besar
pasokan kedua perusahaan tersebut (CR2) telah mencapai 74,66%. Dengan CR2 lebih besar dari 50%,
memang secara teori Industri (Martin, 2000) mengalami tingkat konsentrasi yang memungkinkan
penyalahgunaan posisi dominan dalam pasar oligopoli (konteks ini kartel). Sementara jika
digabungkan dengan dua perusahaan lain, Yaitu PT Citra Bhakti Mulia dan PT Alam Agriasi Perkasa,
maka nilai CR4 menjadi 88,66%.
Dugaan kartel semakin kuat melihat adanya kenaikan harga kedelai domestik, yang dalam catatan
bulanan BPS (bukan Kementrian Perdagangan), mengalami kenaikan hingga lebih dari 25% selama
bulan Juni – Juli.
Apabila ditelaah lebih dalam, ketergantungan terhadap impor kedelai Indonesia menjadi fokus kajian
ini. Dengan kenaikan permintaan kedelai sebesar 0.04 juta ton selama 1 tahun (2011 – 2012), dari
BPS (2011), produksi domestik hanya mencukupi kebutuhan kedelai sebesar 29% dari total kebutuhan
(851.286 ton) dan sisanya sebesar 2.087.986 ton (71%) dipenuhi dengan cara mengimpor kedelai.
Dengan angka ketergantungan sebesar ini, ada kemungkinan untuk melakukan pendekatan dugaan
kartel dengan melihat perbedaan harga dalam negeri dengan harga impor, maupun harga dunia. Jika
terdapat korelasi positif yang kuat, dapat dikatakan dugaan kartel kedua perusahaan yang telah
disebutkan sebelumnya mengadakan penyalahgunaan posisi dominan dalam bentuk kartel usaha.
Selain itu, jika terbukti secara statistik peluang terjadinya kartel sangat kecil, maka Kemenko
Perekonomian menyimpulkan kebijakan pemerintah untuk menurunkan tarif impor kedelai menjadi
kebijakan yang cukup baik untuk dilaksanakan, mengingat konsumsi kedelai domestik pada tahun
2011 hanya mampu mencukupi sekitar 29% dari total kebutuhan.
4
III. Metodologi Penelitian
Kajian ini menggunakan dua metode sebagai pendekatan, metode pertama adalah dengan penggunaan
regresi linear (OLS) untuk melihat korelasi secara sederhana antara harga domestik dengan harga
impor, maupun penggunaan metode Assymetric Price Transmition (Meyer & Cramon, 2004) yang
dilakukan dengan pendekatan kointegrasi (VECM) dalam prakteknya. Kemudian pada bagian terakhir
akan sedikit diberikan bahasan tentang teori statistik mencakup materi pengujian hipotesis.
1. Regresi Linear Sederhana (Ordinary Least Square)
Regresi linear adalah teknik statistika yang memberikan pendugaan dari kemiringan suatu garis lurus
(linear) dan posisi dimana garis tersebut memotong sumbu y, berdasarkan sejumlah informasi
mengenai hubungan antar variabel. Memberikan pendugaan nilai a dan b, berdasarkan sejumlah
informasi mengenai x dan y, pada persamaan berikut: y = α + βX
• x disebut variabel independent,karena nilainya tidaktergantung variabel lain.
• y disebut variabel dependent, karena nilainya tergantung nilai x.
• α danβ disebut parameter, α adalah intercept (nilai awal) danβ adalah slope (bentuk kurva).
Regresi linear sederhana, apabila variabel dependent hanya ditentukan oleh satu variabel independent.
Contohnya: y = α + βX + ϵ. Sedangkan Jika Regresi Linear berganda, apabila variabel dependent
ditentukan oleh lebih dari satu variabel independent. Contohnya:
y = α + β1X1 + β2X2 + ... +βnXn+ϵ.
Dimana, ϵ = error term = perbedaan antara y aktual dengan y hasil estimasi garis regresi.
Metode yang digunakan untuk mengestimasi parameter garis regresi disebut metode Ordinary Least
Square (OLS). Metode ini meminimisasi jumlah dari error yang dikuadratkan (ϵ2) dari setiap
observasi. Pada dasarnya, model regresi dengan OLS dibangun atas asumsi CLRM (Classical Linear
Regression Model ). Asumsi tersebut memiliki properti sesuai dengan Gauss-Markov Theorem yang
menuntut adanya karakteristik Best Linier Unbiassed Estimator / BLUE dari penduga / estimatornya
(Gujarati,2003), yakni:
Gambar 1.1. Distribusi Normal
• Linier. Estimator OLS merupakan fungsi linier dari variabel acak (random). Contoh: variabel terikat
Y dalam model regresi
5
•Tidak Bias. Nilai rata-rata atau nilai ekspektasi dari estimator sama dengan nilai
aktual/sesungguhnya,
• Varians Minimum. Estimator OLS memiliki nilai varians minimum. Kriteria ini penting untuk
memastikan bahwa estimator efisien. Dengan kata lain, estimator yang tidak bias dengan varians
terkecil dapat dikatakan sebagai estimator yang efisien.
Sesuai gambar 1, varians minimum bisa terjadi dengan asumsi terdistribusi normal sebaran datanya.
2. Assymetric Price Transmition
Dalam istilah bisnis, transmisi harga berarti proses di mana harga hulu mempengaruhi harga hilir.
Harga Hulu harus dianggap dalam hal harga input utama (untuk pengolahan / manufaktur, dll) atau
harga pasar pada tingkat pasar yang lebih tinggi (misalnya pasar grosir). Dengan demikian, harga hilir
harus dianggap dalam hal harga output (untuk pengolahan / manufaktur, dll) atau harga pasar pada
tingkat pasar yang lebih rendah (pasar ritel misalnya). Dengan asumsi transmisi harga simetris dan
linear,persamaan berikut dapat digunakan:
Farrell (1952) adalah yang pertama untuk menyelidiki keterbalikan asimetris secara empiris, dengan
fokus pada estimasi permintaan ireversibel functions.15 Di bidang pertanian, Tweeten & Quance
(1969) menggunakan teknik variabel dummy untuk memperkirakan fungsi pasokan ireversibel.
Persamaan (2) adalah terjemahan dari persamaan aslinya untuk analisis pasokan ke konteks APT.
Dengan bantuan kointegrasi, maka Ward (1982) mengelaborasi APT yang memiliki notasi persamaan
sebagai berikut:
Yang secara ringkas kedua notasi persamaan diatas menyatakan apabila terdapat kointegrasi error
dari kedua persamaan, maka hasilnya menyatakan adanya APT bagi kedua model, dan
mengindikasikan adanya hubungan / tidak berhubungannya antara industri hulu dan hilir.
3. Hipotesis
Sebuah hipotesis adalah pernyataan tentang populasi yang kemudian akan dibuktikan oleh data. Kalau
dalam bidang hukum kita sering mendengar ada istilah praduga tak bersalah, di mana seseorang dalam
pengaduan sebagai tersangka akan diasumsikan tak bersalah sampai hakim membuktikan ia bersalah.
Dalam statistika kita juga menggunakan suatu penduga terhadap populasi dan kemudian kita perlu
membuktikan kebenarannya. Jadi hipotesis adalah sebuah pernyataan tentang parameter populasi yang
perlu dibuktikan kebenannya.
3.1 Pengujian Hipotesis
6
Dalam pengujian hipotesis, sebelum mengadakan pengujian hipotesis kita harus memahami dahulu
asumsi yang diperlukan dalam pengujian hipotesis. Asumsi ini penting sebab dalam pengujian
hipotesis, perbedaan asumsi akan membedakan alat uji yang digunakan.
Contoh dalam hipotesis tentang mean adalah uji Z yang dihitung dengan rumus:
n
xZ
Penggunaan rumus uji Z untuk menguji hipotesis mean di atas membutuhkan asumsi bahwa deviasi
standar populasi diketahui serta sampel harus berjumlah besar, sehingga jika asumsi di atas tidak
dipenuhi kita harus menggunakan alat uji yang lain berupa uji t.
Tahap-tahap dalam pengujian hipotesis
Dalam pengujian hipotesis tahap–tahap yang harus dilakukan adalah:
Tahap 1. Menentukan hipotesis null dan alternatif.
Dalam menentukan hipotesis null dan alternatif kita harus mengetahui tentang hipotesis yang akan
diuji. Hipotesis null adalah hipotesis yang akan diuji kebenarannya. Sebagai contoh kita ingin menguji
tentang rata-rata laba perusahaan di BEJ adalah sama dengan 100 juta, maka hipotesis null-nya adalah
Ho: μ=100 juta.
Tahap 2. Memilih tingkat signifikansi.
Dalam memilih tingkat signifikansi kita harus memperhatikan hasil penelitian terdahulu terhadap
penelitian sejenis. Masing-masing bidang ilmu mempunyai standar yang berbeda dalam menentukan
tingkat signifikansi. Ilmu sosial biasanya menggunakan tingkat signifikansi antara 90% ( 10%)
sampai 95% ( 5%), sedangkan ilmu-ilmu eksakta biasanya menggunakan tingkat signifikansi antara
98% ( 2%) sampai 99% ( 1%).
Tahap 3. Mengidentifkasi uji statistik.
Setelah menentukan tingkat signifikansi langkah selanjutnya adalah menentukan uji statistik yang
akan digunakan. Hal ini karena masing-masing uji statistik memerlukan asumsi yang berbeda dalam
penerapannya.
Tahap 4. Membuat aturan keputusan
Aturan keputusan adalah sebuah pernyataan tentang kondisi di mana hipotesis ditolak atau
kondisi hipotesis tidak ditolak. Area penolakan menjelaskan lokasi dari semua nilai yang sangat besar
atau sangat kecil sehingga probabilitas kita di bawah sebuah hipotesis null yang benar agar jauh.
Berikut adalah gambaran daerah penolakan untuk uji signifikansi
7
Jangan Tolak Ho Tolak Ho
1,65
0,05 probabilitas
1,98
Gambar 1.2. Daerah Penolakan dan Penerimaan H0
Titik Kritis
Titik kritis adalah titik yang membagi daerah di mana hipotesis null di terima atau hipotesis null di
tolak.
Tahap 5. Pengambilan Keputusan
Tahap terakhir adalah pengambilan keputusan untuk menolak atau tidak menolak hipotesis
null. Berdasarkan Gambar 5.1 apabila Z hitung ditemukan sebesar 1,98 maka hipotesis null ditolak
pada level kepercayaan 95%. Ho ditolak karena Z hitung berada pada daerah penolakan H0 yaitu
disebelah kanan nilai Z sebesar 1,65.
3.2. Uji satu arah atau uji 2 arah
Pada Gambar 5.1 tersebut terlihat bahwa kita menggunakan uji satu arah, karena area
penolakan hanya di sebelah kanan arah dari kurva. Pengujian satu arah atau dua arah akan sangat
ditentukan oleh hipotesis yang akan kita uji. Pada contoh uji tentang mean yang menyatakan bahwa
Ho: µ 3,02, yang dibaca bahwa rata-rata populasi adalah sama dengan atau kurang dari 3,02,
sehingga hipotesis alternatifnya adalah Ha: µ > 3,02. Uji ini adalah uji satu arah sehingga apabila kita
gambarkan dalam bentuk grafik adalah seperti Gambar 5.2.
Terima Ho Tolak Ho
1,65
Gambar 1.3. Grafik Pengujian Satu Arah
Apabila kita ingin menguji suatu hipotesis yang menyatakan bahwa rata-rata keluarga memiliki anak
kurang dari 4 orang maka bentuk uji hipotesisnya adalah sebagai berikut:
8
Ho: µ 4
Ho: µ < 4
Pada hipotesis di atas dalam pengujiannya menggunakan uji satu arah di mana aturan pengambilan
keputusannya bisa kita gambarkan sebagai berikut:
Terima Ho
Tolak Ho
-1,65
Gambar 1.4. Grafik Pengujian Satu Arah
Uji satu arah digunakan jika dalam pernyataan hipotesis ada tanda lebih besar atau lebih kecil (>/<).
Apabila dalam pernyataan hipotesis tidak ada petunjuk lebih besar atau lebih kecil maka uji dua arah
digunakan. Sebagai contoh adalah apabila kita ingin menguji suatu hipotesis yang menyatakan bahwa
tidak ada perbedaan antara rata-rata pendapatan daerah A dengan daerah B, maka hipotesis yang kita
gunakan rumus sebagai berikut:
Ho: µA = µB
Ho: µA µB
Untuk menguji hipotesis di atas maka uji yang digunakan adalah uji dua arah, sehingga kurva uji
adalah seperti pada Gambar 5.4.
Jangan Tolak Ho
95%
Tolak Ho
1,96-1,96
Gambar 1.5. Grafik Pengujian Dua Arah
Dalam uji hipotesis tentang rata-rata populasi dengan sampel besar, deviasi standar populasi harus
diketahui.
Pada uji ini kita ingin mengetahui tentang apakah rata-rata populasi semua dengan nilai tertentu.
Sebagai contoh adalah rata-rata return on equity perusahaan publik di Indonesia adalah 0,46 dengan
jumlah populasi adalah 700 dan deviasi standart adalah 0,05 maka nilai Z hitung bisa dicari dengan
rumus :
9
Z = n
x
Dimana:
μ adalah rata-rata populasi; n adalah jumlah sampel
x adalah rata-rata sampel; σ adalah deviasi standar populasi
Apabila diambil sampel sebanyak 30 perusahaan ditemukan bahwa x = 0,47 maka hipotesisnya
adalah:
Ho: µA = 0,46
Ho: µA 0,46.
Maka nilai Z = n
x
= 30/05,0
46,047,0
=
00913,0
01,0
= 1,095
Apabila dengan tingkat kepercayaan 95% maka nilai kritis Z dengan uji 2 arah, setengah dari 0,05
adalah 0,025, sehingga luas kurva adalah 0,475 dengan mencari pada nilai tabel Z didapatkan nilai Z
tabel +1,96 sehingga bentuk kurvanya adalah:
1,96-1,96
0,475 0,475
0
025,02
05,0
Z
x
Gambar 1.6. Titik Kritis Pengujian Dua Arah
10
Nilai Z hitung tersebut akan terletak pada daerah penerimaan Ho. Dari sini kita bisa menyimpulkan
bahwa kita tidak membuktikan bahwa Ho benar tetapi kita telah gagal untuk menyangkal Ho, yang
berarti kesimpulannya rata-rata return on investment perusahaan di Indonesia adalah 0,46.
Apabila kita ingin menguji satu arah maka nilai Z hitung akan berubah menjadi 0,5 – 0,05 = 0,45
sehingga titik kritisnya adalah 1,65. Dalam bentuk kurva nilai pengujian satu arah adalah sebagai
berikut:
1,65
Gambar 1.7. Titik Kritis Pengujian Satu Arah
Dengan menggunakan uji satu arah bisa dilihat bahwa nilai Z hitung tetap berada pada daerah penolakan
H0 sehingga kita bisa menyimpulkan bahwa rata-rata return on investment perusahaan di Indonesia
adalah 0,46.
3.3. Nilai P dalam Uji Hipotesis (Probabilita)
Dalam aplikasi software statistik biasanya akan tercantum nilai P yang merupakan nilai kekuatan
penolakan. Dengan nilai P kita bisa membandingkan dengan tingkat signifikansi atau alpha di mana
jika nilai P lebih kecil dari nilai tingkat signifikansi atau alpha maka menolak Ho, namun jika nilai P
lebih besar dari tingkat signifikansi atau alpha maka menerima Ho.
Nilai P adalah probabilitas sampel observasi mempunyai perbedaan yang besar dari nilai observasi di
mana hipotesis null benar. Nilai P yang sangat kecil menunjukkan bahwa kecil kemungkinan Ho
benar, sebaliknya jika P-value besar maka kecil kemungkinan bahwa Ho salah.
Untuk mendapatkan nilai P kita mengurangi luas area ½ kurva dengan luas area z dari z hitung. Pada
contoh rata-rata pendapatan uji hipotesis tentang return on investment dengan dua arah diatas,
diperoleh luas area z hitung = 0,3621. Dengan 0,5 – 0,3621 = 0,1375. Dikali dua untuk uji dua arah =
0,275. Karena nilai P sebesar 0,275 lebih besar dari pada 0,05 maka kita tidak menolak Ho.
Dalam aplikasi software yang lain mungkin bukan nilai P sebagai indikator penerimaan atau
penolakan hipotesis,tetapi menggunakan nilai Signifikansi. Contoh yang ada adalah pada aplikasi
software Stata (yang dipakai tim), keputusan penerimaan atau penolakan hipotesis bisa dengan
melihat nilai P>|Z| atau P>|t|. Jika nilai Sig lebih kecil dari alpha maka kita bisa menyimpulkan
untuk menolak H0 (signifikan), sebaliknya jika nilai Sig lebih besar dari alpha maka kesimpulan yang
dibuat adalah kita menerima H0. Penerimaan dan penolakan H0 terlihat seperti Gambar 5.7
11
1,095 1,96
0,3621
luas area = 0,275
-1,96 -1,095
Gambar 1.8. Daerah Penerimaan & Penolakan H0
Apabila dalam uji hipotesis di atas tidak diketahui, maka kita menggunakan deviasi standar sampel
sebagai penggantinya, sehingga z hitung adalah
Z = ns
x
di mana:
μ = adalah rata-rata populasi s = adalah deviasi standar sampel
x = adalah rata-rata sampel n =adalah jumlah sampel
12
IV. Hasil Analisis
Analisis pertama didapatkan dari data Kementrian Perdagangan (secara harian selama 24 bulan,
Agustus 2010 sampai Juli 2012). Regresi linear secara analisis deret waktu dengan titik observasi
sebanyak 470 titik mendapatkan hasil sebagai berikut:
reg price_rp price_for, vce(ro)
Linear regression Number of obs = 470
F( 1, 468) = 39.51
Prob > F = 0.0000
R-squared = 0.1165
Root MSE = 152.1
------------------------------------------------------------------------------
| Robust
price_rp | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]
-------------+----------------------------------------------------------------
price_for | .3044283 .0484289 6.29 0.000 .2092633 .3995933
_cons | 6325.293 402.7383 15.71 0.000 5533.893 7116.692
------------------------------------------------------------------------------
Dari hasil regresi diatas, dapat diterjemahlkan secara sederhana adalah terdapat hubungan positif
antara harga domestik (price_rp) terhadap harga kedelai impor (price_for). Hubungan tersebut
dinyatakan berkorelasi sangat kuat (dilihat dari nilai P>|t| (probabilita-t) yang lebih kecil dari 5%, dan
memiliki hubungan positif dengan nilai koefisien sebesar 0.304 (kenaikan 1 rupiah harga barang
impor, akan menaikan 0.304 rupiah harga kedelai domestik).
Selanjutnya, analisis kedua akan membahas regresi OLS perbandingan deret waktu bulanan (selama
24 titik waktu), tentang korelasi bulanan harga kedelai domestik dengan harga kedelai impor di
Indonesia, maupun harga kedelai domestik dengan harga kedelai dunia.
. reg avg_loc avg_imp, vce(ro)
Linear regression Number of obs = 24
F( 1, 22) = 3.38
Prob > F = 0.0797
R-squared = 0.1699
Root MSE = 133.94
------------------------------------------------------------------------------
| Robust
avg_loc | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]
-------------+----------------------------------------------------------------
avg_imp | .3332747 .1813656 1.84 0.080 -.0428544 .7094039
_cons | 6083.847 1505.263 4.04 0.001 2962.122 9205.571
------------------------------------------------------------------------------
Dari hasil regresi linear kedua, didapatkan signifikansi model adalah signifikan (nilai Prob-F < 5%),
dengan ini kita dapat melihat bahwa adanya hubungan kuat pula antara harga impor dengan harga
domestik (avg_imp dengan avg_loc) yang diindikasikan dengan nilai probabilita – t < 5%. Dengan
nilai koefisien sebesar 0.33, intepretasi hasil tidak jauh berbeda dengan analisis OLS harian, yaitu
adanya hubungan positif antara harga domestik dengan harga impor kedelai yang dalam bahasa
statistik diterjemahkan sebagai berikut: Kenaikan harga impor sebesar 1 rupiah, akan menaikan
harga kedelai per kilogram sebesar 0.33 rupiah.
Berlajut pada analisis ketiga, yaitu OLS bulanan antara harga domestik dengan harga internasional.
Hasilnya didapatkan sebagai berikut:
13
. reg avg_loc pricerpkg, vce(ro)
Linear regression Number of obs = 24
F( 1, 22) = 1.29
Prob > F = 0.2686
R-squared = 0.0478
Root MSE = 143.46
------------------------------------------------------------------------------
| Robust
avg_loc | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]
-------------+----------------------------------------------------------------
pricerpkg | .0579174 .0510274 1.14 0.269 -.047907 .1637418
_cons | 8556.574 250.5622 34.15 0.000 8036.94 9076.208
------------------------------------------------------------------------------
Hasil ketiga ternyata menghasilkan nilai koefisiensi korelasi yang hampir sama dengan analisis
sebelumnya, namun dikarenakan masalah dalam data, hasil koefisien korelasinya masih kurang kuat /
signifikan jika dibandingkan kedua model OLS sebelumnya. Dengan interval kepercayaan sebesar
4%, harga domestik dan internasional memiliki koefisien sebesar 0.058, atau jika diintepretasikan:
Kenaikan 1 rupiah harga internasional kedelai, akan cenderung meningkatkan harga kedelai
dalam negeri sebesar 0.058 rupiah.
Sebagai tambahan, seperti yang kita ketahui harga internasional ternyata lebih berfluktuasi kuat untuk
harga kedelai, relatif jika dibandingkan dengan tren linear harga impor maupun harga domestik.
Secara umum metode OLS rentang waktu mengindikasikan korelasi posifit (baik kuat maupun
lemah), antara harga domestik kedelai per kilo terhadap harga kedelai impor maupun harga kedelai
dunia. Dengan adanya analisis ini, secara sederhana dapat dinyatakan dugaan adanya praktek
kartel dalam CR2 industri impor kedelai dalam negeri tidak bisa dibuktikan dengan jelas.
Sementara jika menggunakan metode VECM – Kointegrasi ATP dengan data harian (469 observasi),
hasil yang didapatkan adalah:
. vec price_rp price_for
Vector error-correction model
Sample: 03aug2010 – 14jul2012 No. of obs = 469
AIC = 20.85783
Log likelihood = -4882.162 HQIC = 20.88917
Det(Sigma_ml) = 3774205 SBIC = 20.93748
Equation Parms RMSE R-sq chi2 P>chi2
----------------------------------------------------------------
D_price_rp 4 55.182 0.0266 12.69636 0.0129
D_price_for 4 35.8155 0.0280 13.39149 0.0095
----------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------------
| Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]
-------------+----------------------------------------------------------------
D_price_rp |
_ce1 |
L1. | -.0578601 .0166238 -3.48 0.001 -.0904423 -.025278
|
price_rp |
LD. | .033292 .0469193 0.71 0.478 -.0586681 .1252522
|
price_for |
LD. | .0279297 .0735047 0.38 0.704 -.1161368 .1719962
|
_cons | .4594273 2.560486 0.18 0.858 -4.559033 5.477888
-------------+----------------------------------------------------------------
D_price_for |
_ce1 |
L1. | .0113388 .0107896 1.05 0.293 -.0098084 .032486
|
14
price_rp |
LD. | .0439319 .0304527 1.44 0.149 -.0157542 .1036181
|
price_for |
LD. | -.1401614 .0477077 -2.94 0.003 -.2336667 -.046656
|
_cons | 2.344385 1.661866 1.41 0.158 -.9128129 5.601582
------------------------------------------------------------------------------
Cointegrating equations
Equation Parms chi2 P>chi2
-------------------------------------------
_ce1 1 5.007723 0.0252
-------------------------------------------
Identification: beta is exactly identified
Johansen normalization restriction imposed
------------------------------------------------------------------------------
beta | Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]
-------------+----------------------------------------------------------------
_ce1 |
price_rp | 1 . . . . .
price_for | -.510716 .228223 -2.24 0.025 -.9580248 -.0634073
_cons | -4632.669 . . . . .
------------------------------------------------------------------------------
Dengan hasil akhir _ce1 (koefisien kointegrasi) memiliki nilai probabilita – chi-square < 5%, serta
modelasiasi VEC yang keduanya nilai prob-chi2 < 5%, maka dinyatakan baik model dengan variabel
dependen harga kedelai lokal (price_rp) maupun dengan dependen harga kedelai impor (price_for),
memiliki kointegrasi error dalam jangka panjang. Hal ini menyatakan bahwa industri hulu maupun
hilir (harga impor dengan harga dalam negeri) memiki korelasi kointegrasi jangka panjang.
Kointegrasi ini sama dengan analisis OLS sebelumnya, menyatakan rendahnya probabilita
penyalahgunaan kekuasaan dominan (dalam bentuk kartel usaha) dalam kasus harga komoditas
kedelai dalam negeri. Faktor harga luar negeri memang dominan mempengaruhi fluktuasi harga
kedelai dalam negeri. Dengan kata lain, kecil kemungkinan pihak importir kedelai melakukan
kartel usaha di industri kedelai impor.
15
Kesimpulan dan Saran
Berbeda dengan dugaan KPPU, dari analisis OLS maupun ATP menyatakan secara statistik bahwa
kecil probabilita adanya dugaan kartel usaha dalam industri impor kedelai dalam negeri. Sekalipun
CR2 telah mencapai 74,66% pada tahun 2008, dan CR4>80% di tahun yang sama, namun korelasi
kenaikan harga domestik dan impor, maupun harga domestik dan harga dunia komoditas kedelai
lebih dominan dalam kasus ini.
16
Sumber:
Meyer, J. and von Cramon-Taubadel, S. v. (2004). Asymmetric price transmission: A survey.
Journal of Agricultural Economics, 55(3):pp.581-611.
Peltzman, S. (2000). Prices rise faster than they fall. Journal of Political Economy, 108(3),
466:501.
Tappata, M. (2008). Rockets and Feathers. Understanding Asymmetric Pricing.
Internet
BPS Indonesia (http://bps.go.id)
SEKI Bank Indonesia (http://bi.go.id )
GEM – Worldbank Databank (http://databank.worldbank.org/data/home.aspx)
Data Statistik Kementrian Perdagangan
(http://www.kemendag.go.id/harga_kebutuhan_pokok_nasional/ )