analisis faktor-faktor pengambilan pembiayaan dan … · bmt dana insani adalah salah satu lembaga...
TRANSCRIPT
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENGAMBILAN PEMBIAYAAN
DAN PENILAIAN EFEKTIVITAS PEMBIAYAAN SYARIAH
BAGI USAHA KECIL PADA BMT DANA INSANI
KABUPATEN GUNUNG KIDUL
PROPINSI YOGYAKARTA
Aulia Noviandi Barus
A14104054
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
RINGKASAN
AULIA NOVIANDI BARUS. Analisis Faktor-Faktor Pengambilan Pembiayaan
dan Penilaian Efektivitas Pembiayaan Syariah Bagi Usaha Kecil pada BMT Dana
Insani Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Yogyakarta (Di bawah bimbingan
RATNA WINANDI)
Salah satu kendala bagi usaha kecil adalah lemahnya permodalan yang
dirasakan oleh para pelaku usaha baik yang bergerak disektor pertanian maupun
sektor non pertanian. Langkah awal yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi
lemahnya sumber modal untuk operasional usaha kecil adalah meningkatkan
permodalan melalui lembaga keuangan yang menawarkan sistem administrasi
lebih sederhana dari pada kalangan perbankan pada umumnya. Ini tercermin dari
jumlah syarat pengajuan yang lebih sedikit dan tidak memberatkan para pelaku
usaha kecil.
Lembaga keuangan seperti ini yang disebut sebagai lembaga keuangan
mikro (LKM). Lembaga keuangan mikro sebagai salah satu penopang
perekonomian negara indonesia dengan memberikan pembiayaan terhadap usaha
kecil sangat diharapkan dapat membantu dalam pengentasan kemiskinan di
Indonesia. Salah satunya adalah Baitul Maal wat Tamwil (BMT) yang memiliki
standar operasional yang berbasis syariah. BMT menyelenggarakan usaha
pelayanan jasa keuangan dalam skala mikro, kecil dan menengah memiliki misi
sosial dan bisnis.
BMT Dana Insani adalah salah satu lembaga keuangan mikro di
Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Yogyakarta yang berlandaskan sistem syariah
dalam operasionalnya sudah berdiri selama kurang lebih 7 tahun sejak tanggal 1
Juni 2001. Selama perkembangannya, BMT Dana Insani telah mendirikan dua
kantor cabang di dua kecamatan berbeda untuk meningkatkan pelayanan terhadap
para nasabahnya. Dalam penyaluran pembiayaan, BMT Dana Insani menerapkan
konsep prosedur yang sederhana sehingga memudahkan bagi para nasabahnya
yang ingin mendapatkan pembiayaan.
Tujuan dari penelitian ini antara lain: (1) menganalisis tingkat efektivitas
pembiayaan yang berlangsung pada BMT Dana Insani, (2) menganalisis faktor-
faktor yang mempengaruhi jumlah pengambilan pembiayaan syariah pada BMT
Dana Insani. Dari tujuan tersebut dilakukan analisis secara kualitatif dan
kuantitatif. Analisis menggunakan skala Likert dan regresi linear berganda yang
hasilnya disajikan secara deskriptif.
Selang penilaian penyaluran pembiayaan dinilai dari skor penilaian. Pada
tahap pengajuan pembiayaan memiliki nilai skor yang paling tinggi diantara
tahapan-tahapan lainnya dalam pembiayaan yaitu sebesar 334. Skor tersebut
mengindikasikan bahwa BMT Dana Insani memiliki kemudahan prosedur
pembiayaan yang dirasakan oleh seluruh nasabahnya. Aspek kemudahan prosedur
dan keramahan petugas dalam melayani pengajuan dinilai sangat baik oleh
responden dibanding aspek-aspek lainnya dalam tahap pengajuan pembiayaan
yaitu dengan skor 90. Sedangkan aspek jaminan pembiayaan memiliki skor paling
rendah yaitu 65, dalam mempengaruhi penilaian pengajuan pembiayaan.
Dari keseluruhan skor dalam tahap-tahap pembiayan sampai dampak
terhadap nasabah diperoleh rata-rata skor dengan nilai 310. Ini menunjukkan
bahwa tahapan prosedur pembiayaan sampai dengan dampak pembiayaan yang
dirasakan oleh nasabah sudah memenuhi kriteria efektif dalam penilaian. Ini
berarti bahwa keseluruhan prosedur sudah berjalan dengan baik. Akan tetapi pada
bagian pemanfaatan pembiayaan, pihak BMT masih belum cukup optimal dalam
memberikan bantuan teknik dan pengawasan rutin terhadap nasabahnya yang
mendapatkan modal pembiayaan untuk menjalankan usaha. Seluruh responden
mengatakan bahwa tidak adanya bantuan teknik yang diberikan oleh pihak BMT.
Ini dikarenakan kekurangan sumber daya manusia pada pihak BMT itu sendiri
yang bertugas untuk memberikan pengawasan dan bantuan teknik secara
langsung.
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pengambilan pembiayaan oleh
nasabah di BMT Dana Insani yaitu faktor skala usaha (lnSU) dan jangka waktu
realisasi pembiayaan (lnJWR) pada koefisien keyakinan 99 persen. Faktor jangka
waktu angsuran (lnJW) dan sektor usaha (D) berpengaruh terhadap jumlah
pembiayaan yang diambil pada koefisien keyakinan 90 persen. Dan faktor jumlah
karyawan (lnJK) berpengaruh terhadap jumlah pengambilan pembiayaan pada
koefisien kepercayaan 85 persen. Dari segi sektor usaha nasabah, pihak BMT
untuk saat ini lebih memfokuskan kepada nasabah yang memiliki usaha sebagai
pedagang. Hal ini dikarenakan perputaran uang di sektor ini lebih cepat
dibandingkan sektor-sektor usaha lainnya.
BMT Dana Insani dinilai perlu meningkatkan pengawasan, pembinaan dan
juga bimbingan teknik terhadap para nasabah yang meminjam pembiayaan untuk
modal kerja. Kegiatan ini sebaiknya dilakukan terjadwal oleh pihak BMT
sehingga dapat mengetahui sejauh mana perkembangan usaha nasabah. Selain itu
juga dapat meminimalkan resiko pembiayaan yang bermasalah. Oleh karena itu,
pihak pemerintah diharapkan lebih fokus untuk mengentaskan masalah
kemiskinan dengan memfasilitasi pengadaan pelatihan-pelatihan bagi peningkatan
keahlian para pelaksana BMT.
Pihak BMT diharapkan memperhatikan sektor usaha selain perdagangan
dalam memberikan pembiayaan. Contohnya pada bidang pertanian, karena sektor
ini juga sangat membutuhkan sejumlah modal pembiayaan yang akan digunakan
untuk kegiatan usahanya. Dari penelitian ini menyebutkan bahwa sektor pertanian
berpengaruh nyata dan memiliki tanda estimasi negatif, yang berarti bahwa
nasabah yang memiliki usaha disektor pertanian mengalami penurunan jumlah
pengambilan pembiayaan bila dibandingkan sektor non petanian. Dalam
pelaksanaannya BMT harus selalu melakukan monitoring dan pembinaan
sehingga usaha dari nasabah yang bergerak dibidang pertanian dapat memperoleh
hasil yang diharapkan.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENGAMBILAN PEMBIAYAAN
DAN PENILAIAN EFEKTIVITAS PEMBIAYAAN SYARIAH
BAGI USAHA KECIL PADA BMT DANA INSANI
KABUPATEN GUNUNG KIDUL
PROPINSI YOGYAKARTA
AULIA NOVIANDI BARUS
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
Pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
Judul : Analisis Faktor-Faktor Pengambilan Pembiayaan dan Penilaian
Efektivitas Pembiayaan Syariah Bagi Usaha Kecil pada BMT
Dana Insani Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Yogyakarta
Nama : Aulia Noviandi Barus
NRP : A14104054
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Skripsi
Dr. Ir. Ratna Winandi, MS
NIP. 19530718 197803 2 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr
NIP. 19571222 198203 1 002
Tanggal Lulus : __________________
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA KARYA ILMIAH INI
BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA ILMIAH SENDIRI DAN
BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2009
Aulia Noviandi Barus
A14104054
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 9 November 1986 dari ayah
Alm. Simpan Barus dan ibu Zusfiarti. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara.
Pendidikan dasar diselesaikan penulis pada tahun 1998 di SD Al-Azhar
Medan. Pendidikan tingkat menengah diselesaikan penulis pada tahun 2001 di
SLTP MMA UISU Teladan Medan. Pendidikan tingkat atas diselesaikan penulis
pada tahun 2004 di SMU Negeri 3 Padang Sidempuan. Pada tahun 2004, penulis
diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan seleksi masuk IPB
(USMI) pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti pendikan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Islam
Komisariat Fakultas Pertanian periode 2007-2008 dan lembaga organisasi
mahasiswa daerah Ikatan Mahasiswa Tapanuli Selatan periode 2005-2006.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke khadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan lancar tanpa ada hambatan berarti.
Skripsi dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Pengambilan Pembiayaan
dan Penilaian Efektivitas Pembiayaan Syariah Bagi Usaha Kecil pada BMT Dana
Insani Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Yogyakarta” ini, bertujuan untuk
menganalisisi prosedur pembiayaan yang terjadi, faktor-faktor penduga yang
mempengaruhi jumlah pengambilan pembiayaan serta efektivitas pembiayaan
tersebut pada nasabahnya.
Dalam skripsi ini menerangkan faktor-faktor penduga yang mempengaruhi
jumlah pengambilan pembiayaan syariah antara lain adalah: jumlah karyawan,
pengalaman usaha, penerimaan usaha, skala usaha, pengalaman pengambilan
pembiayaan, jagka waktu realisasi pembiayaan, jangka waktu angsuran
pembiayaan, dan sektor usaha nasabah, dalam hal ini dilihat dari sektor pertanian
dan sektor non pertanian.
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas
tentang dinamika lembaga keuangan mikro khususnya BMT dalam menyalurkan
pembiayaan kepada para nasabahnya untuk memenuhi kebutuhan modal
usahanya. Serta dapat juga digunakan sebagai bahan evaluasi pada BMT Dana
Insani dalam memberikan fasilitas layanan pembiayaan kepada pengusaha kecil
baik yang bergerak di sektor pertanian ataupun sektor lain.
Sepenuhnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna, mengingat keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki oleh penulis,
karena itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari
pihak-pihak yang terkait. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak.
Bogor, Agustus 2009
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS sebagai dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, masukan, dan arahan kepada Penulis.
2. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji utama dalam ujian sidang
penulis.
3. Arif Karyadi Uswandi, S.P selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan
Departemen Agribisnis.
4. Mama yang telah mendidik dan membesarkan, memberi semangat, dan
mendo’akan setiap saat dengan kasih sayang dan juga kepada kakak dan adik
tercinta Kak Uli dan Mira atas perhatian, dukungan dan kasih sayang.
5. Seluruh keluarga besar penulis om Yan, om Rul, mak Ngah, mak Uncu, mak
Dang, tek Nen, tek Upik, tek Net, tek Atik, tek Rina, bi Uda, bi Tengah, uda
Rahmat, uda Syahril, tante Eva, tante Neng dan semua yang telah
memberikan dukungan kepada penulis.
6. Mas Fahmi selaku Manager Umum, Mas Joko selaku Manager Operasional,
Mas Aris selaku Kabag Marketing dan seluruh keluarga besar BMT Dana
Insani yang telah membantu dalam proses penelitian yang dijalani oleh
penulis.
7. Teman-teman AGB 41: Gandhi, Erik, Saut, Doni, Ricard, Haritz, Agus, Ica,
Nuy dan semua yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
8. Teman-teman angkatan 41 IMATAPSEL Bogor: Ilham, Insanul, Nina, Rika,
Kiki, Ana, Saleh, Epit, Nora, Ade, Zami dan semua yang tidak dapat
disebutkan satu per satu, terima kasih atas dukungannya.
9. Pondok Saroha Crew: Bang Roy, Leo, Zamzami, Dedi, Andri terima kasih
atas kebersamaannya.
10. Semua orang yang penulis sayangi dan cintai.
Akhirnya, semoga Allah SWT memberikan kemudahan dalam segala hal
dan balasan yang setimpal atas amal baik Bapak/Ibu/Saudara/i. Amin.
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ....................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... x
I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................ 8
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 11
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 11
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 12
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 13
2.1 Sistem dan Prosedur Pembiayaan Syariah ......................................... 13
2.2 Produk Pembiayaan Syariah .............................................................. 15
2.3 Lembaga Keuangan Mikro ................................................................ 22
2.3.1 Pengertian Lembaga Keuangan Mikro ..................................... 22
2.3.2 Prinsip Lembaga Keuangan Mikro ........................................... 23
2.3.3 Jenis-jenis LKM di Indonesia ................................................... 23
2.4 Karakteristik Usaha BMT .................................................................. 24
2.5 Aspek Legalitas BMT ........................................................................ 25
2.6 Visi Misi dan Tujuan BMT ................................................................ 26
2.7 Prinsip Operasional BMT .................................................................. 27
2.8 Efektivitas Pembiyaan ....................................................................... 29
2.9 Penelitian Terdahulu .......................................................................... 32
III. KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................ 36
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................. 36
3.2 kerangka Pemikiran Operasional ....................................................... 39
vi
IV. METODE PENELITIAN ..................................................................... 42
4.1 Lokasi danWaktu Penelitian .............................................................. 42
4.2 Metode Pengumpulan Data ................................................................ 42
4.3 Penentuan dan Sumber Data .............................................................. 43
4.4 Metode Penenteuan Responden ......................................................... 43
4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data .............................................. 44
4.6 Definisi Operasional .......................................................................... 52
V. GAMBARAN UMUM BMT ................................................................. 54
5.1 Sejarah Singkat BMT Dana Insani .................................................... 54
5.2 Ruang Lingkup dan Struktur Organisasi BMT Dana Insani .............. 56
5.2.1 Ruang Lingkup Organisasi BMT Dana Insani ......................... 56
5.2.2 Struktur Organisasi BMT Dana Insani ..................................... 57
5.3 Produk-Produk BMT Dana Insani ..................................................... 58
5.4 Perkembangan BMT Dana Insani ...................................................... 61
5.4.1 Kondisi Keanggotaan ................................................................ 61
5.4.2 Kondisi Keuangan..................................................................... 62
5.5 Pelaksanaan Pembiayaan di BMT Dana Insani ................................. 63
5.5.1 Tahap Pengajuan Pembiayaan .................................................. 63
5.5.2 Tahap Pencairan Pembiayaan ................................................... 65
5.5.3 Tahap Pemanfaatan dan Pengembalian Pembiayaan ................ 66
VI. ANALISIS EFEKTIVITAS DAN FAKTOR-FAKTOR
PENGAMBILAN PEMBIAYAAN SYARIAH .................................. 69
6.1 Analisis Efektivitas Prosedur Pembiayaan di BMT Dana Insani ...... 69
6.1.1 Analisis Efektivitas Tahap Pengajuan Pembiayaan .................. 69
6.1.2 Analisis Efektivitas Tahap Pencairan Pembiayaan ................... 71
6.1.3 Analisis Efektivitas Tahap Pemanfaatan Pembiayaan .............. 73
6.1.4 Analisis Efektivitas Tahap Pengembalian Pembiayaan ............ 75
6.1.5 Analisis Dampak Pembiayaan Bagi Nasabah ........................... 77
6.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pengambilan Pembiayaan .................................................................. 80
vii
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 87
7.1 Kesimpulan ........................................................................................ 87
7.2 Saran .................................................................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 89
LAMPIRAN ................................................................................................. 91
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Perkembangan Jumlah Bank Syariah di Indonesia dan Unit Usaha
Syariah Tahun 2002-2007 (unit) .......................................................... 3
2. Perbedaan Operasional antara BMT dan Koperasi Konvensional ...... 28
3. Aspek-aspek yang Mempengaruhi Ketidakefektifan
Pembiayaan Sistem Syariah ................................................................. 31
4. Jumlah Nasabah Responden Dalam Menanggapi Pelaksanaan
Tahap Pengajuan Pembiayaan Pada BMT Dana Insani ...................... 69
5. Jumlah Nasabah Responden Dalam Menanggapi Pelaksanaan
Tahap Pencairan Pembiayaan Pada BMT Dana Insani ....................... 71
6. Jumlah Nasabah Responden Dalam Menanggapi Pelaksanaan
Tahap Pemanfaatan Pembiayaan Pada BMT Dana Insani .................. 74
7. Jumlah Nasabah Responden Dalam Menanggapi Pelaksanaan
Tahap Pengembalian Pembiayaan Pada BMT Dana Insani ................ 75
8. Jumlah Nasabah Responden Dalam Menanggapi Dampak
Pembiayaan Yang Diberikan Oleh BMT Dana Insani ........................ 78
9. Rekapitulasi Tanggapan Responden Terhadap Pembiayaan Yang
Diberikan Oleh BMT .......................................................................... 79
10. Hasil Penduga Koefisien Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pengambilan Pembiayaan Pada BMT Dana Insani ............................ 81
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Jenis-jenis Pembiayaan ........................................................................ 14
2. Pembiayaan Musyarakah ..................................................................... 17
3. Pembiayaan Mudharabah .................................................................... 19
4. Pembiayaan Al-Muzara’ah .................................................................. 21
5. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ....................................... 41
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Struktur Organisasi BMT Dana Insani ................................................ 91
2. Penjelasan fungsi perangkat organisasi BMT Dana Insani ................. 92
3. Perkembangan Keanggotaan BMT Dana Insani.................................. 95
4. Perkembangan Keuangan BMT Dana Insani ...................................... 96
5. Contoh Akad Pembiayaan ................................................................... 97
6. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda .............................................. 98
7. Hasil Analisis Uji White Heterokedasticity ......................................... 99
8. Kuisioner Responden Mitra BMT Dana Insani ................................... 100
9. Kuisioner Responden Mitra BMT Dana Insani ................................... 105
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan bank syariah melaju dengan pesat di Indonesia.
Hal ini diawali sejak tahun 1992, yang ditandai dengan dikeluarkannya UU No. 7
tahun 1992 tentang perbankan sebagai landasan hukum yang menjadi dasar
perkembangan perbankan syariah nasional. Kemudian pada tahun 1998,
pemerintah dan DPR melakukan penyempurnaan undang-undang perbankan
tersebut menjadi UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan yang didalamnya
diatur mengenai perbankan syariah dengan lebih jelas.
Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran
uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah islam dan dasar
operasionalnya menggunakan prinsip bagi hasil. Prinsip bagi hasil merupakan
karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional bank syariah secara
keseluruhan. Berbeda dengan pembiayaan menggunakan sistem bunga yang
diterapkan oleh bank konvensional, pembiayaan dengan sistem bagi hasil lebih
memberikan citra keadilan (Antonio, 2001). Sistem bagi hasil lebih adil karena
hasil yang diperoleh tergantung pada keberhasilan pengusaha yang mendapatkan
pembiayaan dari lembaga keuangan syariah. Sistem bunga bersifat lebih
eksploitasi karena tidak melihat kondisi ekonomi riil dari pengusaha. Jika tingkat
keuntungan lebih rendah, nasabah akan mengalami kesulitan mengembalikan
pinjaman pokok dan bunganya.
2
Tidak hanya pada bank syariah, penerapan skim atau pola bagi hasil
menjadi dasar pembiayaan yang diterpakan oleh lembaga keuangan mikro, yang
lebih lanjut dapat disebut dengan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS).
LKMS merupakan lembaga keuangan yang melakukan jasa keuangan untuk
pengusaha mikro dan masyarakat yang berpenghasilan rendah dengan memakai
pola pembiayaan syariah. Lembaga yang termasuk pada LKMS antara lain: Bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), Baitul Maal wat Tamwil (BMT), Koperasi
Baitul Maal wat Tamwil (KBMT), Koperasi Simpan Pinjam Syariah (KSP
Syariah).
Bagi Indonesia, perbankan syariah adalah sesuatu yang relatif baru
sekalipun konsep ini telah mulai dioperasikan oleh Bank Muamalat jauh sebelum
krisis terjadi di Indonesia yaitu pada tahun 1992. Perbankan syariah yang
menerapkan sistem bebas bunga di Indonesia saat ini telah memasuki periode
perkembangan yang ditandai dengan dibukanya unit layanan perbankan yang
berbasis syariah pada bank-bank konvensional. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1
dimana pada periode tahun 2002 sampai dengan tahun 2007 mengalami
pertumbuhan yang signifikan, dengan volume pertumbuhan usaha perbankan
syariah hingga akhir tahun 2007 terjaga pada tingkat yang cukup tinggi yaitu 36,7
persen (Direktorat Perbankan Syariah BI, 2007).
3
Tabel 1. Perkembangan Jumlah Bank Syariah di Indonesia dan Unit Usaha
Syariah 2002-2007 (unit).
Kelompok Bank Tahun
2002 2003 2004 2005 2006 2007
Bank Umum Syariah 2 2 3 3 3 3
PT. Bank Muamalat 1 1 1 1 1 1
PT. BSM 1 1 1 1 1 1
PT. Bank Syariah Mega Indonesia 0 0 0 1 1 1
Unit Usaha Syariah 6 8 8 8 8 8
PT. Bank IFI 1 1 1 1 1 1
PT. BNI 1 1 1 1 1 1
PT. Bank Jabar 1 1 1 1 1 1
PT. BRI 1 1 1 1 1 1
PT. Bank Danamon 1 1 1 1 1 1
PT. Bank Bukopin 1 1 1 1 1 1
PT. BII 0 1 1 1 1 1
HSBC.Ltd. 0 1 1 1 1 1
BPRS 83 84 88 92 105 114
Total 91 94 99 103 116 125 Sumber: Direktorat Perbankan Syariah BI (2007)
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa perkembangan bank syariah
sangat signifikan yaitu mengalami pertumbuhan sebesar 72,8 persen dari tahun
2002 sampai tahun 2007. Dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya nilai
pertumbuhan pada periode tahun 2007 menunjukkan perbankan syariah akan terus
tumbuh, sehingga pada masa yang akan datang dapat diprediksi sektor syariah
menjadi unit pelayanan pembiayaan utama pada masyarakat disamping bank-bank
konvensional yang masih menerapkan sistem bunga pada proses pembiayaan.
Melihat perkembangan jumlah bank syariah maupun cabang unit usaha
syariah pada Tabel 1, bisa disimpulkan bahwa cabang unit syariah menjadi salah
satu unit ekonomi yang diharapkan dapat mendongkrak perekonomian Indonesia
menjadi lebih baik karena pada operasionalnya lembaga keuangan syariah baik
yang berbentuk bank ataupun lainnya lebih mengedepankan layanannya kepada
masyarakat kecil. Meskipun demikian, hal ini belum dapat dikatakan berhasil
untuk dapat mendongkrak perekonomian rakyat yang salah satunya dengan
4
penyaluran pembiayaan untuk menanggulangi kemiskinan. Ini dikarenakan
perkembangan bank syariah masih terbatas dalam hal jumlah jaringannya.
Peranan bank syariah belum dapat dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat
yang berada di pedesaan, dikarenakan masih terfokus di kota-kota besar
(Direktorat Perbankan Syariah BI, 2003)1. Pendirian jaringan kantor sebuah bank
umum syariah dalam upaya pemerataannya tentu membutuhkan investasi yang
besar. Dengan begitu perlu adanya pola kemitraan antara bank umum syariah
dengan Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Keuangan mikro adalah merupakan
jasa keuangan untuk pengusaha mikro dan masyarakat yang berpenghasilan
rendah. Lembaga keuangan yang melakukan kegiatan jasa keuangan tersebut
adalah Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Jasa keuangan mikro yang
dilaksanakan oleh lembaga keuangan mikro (LKM) memiliki ragam yang luas,
antara lain memberikan jasa pinjaman (kredit), penghimpunan dana (saving) yang
terkait dengan persyaratan pinjaman atau bentuk pembiayaan lainnya.
Pengembangan lembaga keuangan pertanian pedesaan berada dibawah kerangka
keuangan mikro. Lembaga Keuangan tersebut dikembangkan berdasarkan
semangat untuk membantu dan memfasilitasi masyarakat miskin, baik untuk
kegiatan produktif yang dilakukan oleh berbagai kegiatan mikro, maupun kegiatan
konsumtif keluarga masyarakat miskin tersebut (Deptan, 2002).
Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia belakangan
ini semakin pesat. Salah satu jenis LKM yang pesat berkembang di Indonesia
adalah Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) yang menjalankan prinsip syariah agama
Islam. Pada tahun 2007 Bank Muamalat Indonesia (BMI) bersama dengan Pusat
1 www.bi.go.id, Direktorat Perbankan Syariah (diakses pada 2 April 2008)
5
Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) mendirikan sebanyak 525 BMT2. BMT
adalah lembaga keuangan yang termasuk kepada lembaga keuangan mikro
disamping lembaga keuangan formal dan memiliki peranan penting untuk
menyalurkan kredit UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah). Pembiayaan
kepada UMKM memiliki potensi dan peluang. Berdasarkan salah satu hasil survei
Bank Indonesia (BI) tahun 2005 mengenai profil UMKM di Indonesia adalah
bahwa UMKM masih enggan mengambil kredit ke bank konvensional karena
tidak adanya agunan atau terlalu tingginya suku bunga bank. Selain itu, survei BI
tersebut juga mendukung realita mengapa jumlah UMKM di Indonesia hanya
sekitar 12 persen saja yang mengambil kredit ke bank. Hal ini dikarenakan pada
umumnya bank konvensional telah mensyaratkan dilengkapinya berbagai
dokumen seperti ijin usaha dan legalitas perusahaan (badan hukum), sedangkan
kedua hal ini masih jarang dimiliki oleh sebagian besar UMKM.
Munculnya Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) yang memfokuskan kegiatan
usahanya kepada pengusaha mikro, kecil dan menengah termasuk sektor pertanian
diduga dapat memberikan dampak yang positif bagi para pengusaha, misalnya
dengan peningkatan kesejahteraan keluarga pengusaha tersebut yang diakibatkan
dari terpenuhinya modal usaha, sehingga usaha dapat berjalan dengan lancar
seperti yang diharapkan. Sistem bagi hasil yang ditawarkannya mengakibatkan
para pengusaha kecil menjadi leluasa bergerak karena tidak terbebani akan adanya
bunga yang terus bertambah. BMT dipandang sebagai salah satu alternatif
sehubungan dengan usaha untuk memperjuangkan nasib pengusaha kecil. BMT
2 www.republika.co.id, BMI Gandeng Pinbuk Dirikan 525 BMT Tahun Ini (Senin, 02 April 2007)
6
dapat mengurangi atau meniadakan syarat-syarat yang dipandang memberatkan
pengusaha kecil dan petani tersebut.
Perkembangan BMT dari sisi kuantitas telah mencatat hasil yang cukup
mengesankan. Pada tahun 1992 adalah awal mulanya berdiri BMT, sampai tahun
2000 berjumlah 2938 unit yang lokasinya tersebar di berbagai provinsi di
Indonesia. Pada tahun 2001, pertumbuhan BMT mengalami kenaikan sebesar 2,7
persen atau jumlahnya menjadi 3017 unit (PINBUK, 2004). Pertumbuhan tersebut
sangatlah kecil bila dibandingkan dengan awal-awal pertumbuhannya yaitu sekitar
tahun 1998, dimana pada tahun tersebut terdapat program dari pemerintah berupa
perancangan pendirian 10.000 BMT.
Sebagai salah satu lembaga keuangangan mikro yang berbasis syariah,
BMT memiliki peran langsung dalam penyediaan jasa-jasa keuangan kepada
penduduk yang berpendapatan rendah dan termasuk dalam kelompok miskin.
Pemerintah melalui departemen terkait bekerja sama dengan Pusat Inkubasi Bisnis
Usaha Kecil (PINBUK) untuk memfasilitasi fakir miskin dalam memanfaatkan
fasilitas pembiayaan yang mudah melalui BMT. BMT yang didirikan merupakan
wadah kegiatan usaha simpan pinjam dalam membantu fakir miskin untuk
mempermudah penambahan pemupukan modal usaha, pembinaan produksi,
pemasaran dan jaringan usaha3. Rakyat miskin dalam cakupan luas pada
umumnya membutuhkan dana bagi tiga kebutuhan utama mereka, yaitu kebutuhan
siklus kehidupan (life cycles needs), kebutuhan darurat (emergency needs), dan
kebutuhan untuk memenfaatkan peluang (opportunity needs). Melihat situasi dan
3 M. Amin Azis, Pedoman Pendirian BMT, Pinbuk Press, Jakarta 2004
7
karakteristik yang dihadapi oleh rakyat miskin, maka LKM dalam berbagai
pendekatannya perlu mencakup dua elemen penting, yaitu:
1. Menyediakan beragam jenis pelayanan keuangan.
Dalam cakupan ini LKM diharuskan menyediakan pelayanan keuangan yang
beragam seperti tabungan, pinjaman, pembayaran, deposito, maupun asuransi.
Beragamnya pelayanan keuangan yang diberikan karena memang keuangan
mikro didesain tidak dari prinsip dan metodologi perbankan modern akan
tetapi didesai dan dikembangkan berdasarkan kebutuhan riil rakyat yang
dilayani.
2. Melayani rakyat miskin.
Keuangan mikro hidup dan berkembang karena melayani rakyat yang
terpinggirkan oleh sistem keuangan formal yang ada, karenanya keuangan
mikro memiliki karakteristik yang khas sesuai dengan rakyat miskin.
Menurut laporan program Dana Bergulir Syariah (DBS) Kementrian
Koperasi Usaha Kecil Menengah (UKM), kinerja BMT semakin baik yang
diindikasikan dengan dana yang disalurkan sejak tahun 2003 kepada 127 BMT
mencapai Rp. 6,35 milyar. Sedangkan kredit macetnya (Non Performing Loan)
juga kecil, yaitu 2 persen. Implikasi dari keberhasilan tersebut, pada tahun 2005
dana untuk program ditambah menjadi Rp. 53 milyar yang diberikan kepada 256
BMT di seluruh Indonesia.
Peningkatan BMT dalam menyalurkan pembiayaan ke sektor usaha kecil
dan menengah tidak terlepas dari sistem yang diterapkan di BMT (PINBUK,
2007). Sistem yang diterapkan di BMT merupakan prinsip syariah yang
pelaksanaannya mengutamakan kesejahteraan bersama tanpa ada salah satu pihak
8
yang dirugikan, kejujuran, kepercayaan dan mendukung peran serta nasabahnya.
Untuk itu BMT harus mampu berkembang tidak hanya kuantitas lembaganya saja,
tetapi kualitas harus selalu dijaga dan pada akhirnya diarahkan pada efisiensi dan
efektivitas kerja.
Efektivitas pembiayaan suatu lembaga keuangan (BMT) menjadi satu hal
yang mendesak terutama bagi masyarakat ekonomi lemah. Apabila efektivitas
pembiayaan dapat dicapai maka akan berdampak positif bagi nasabah dan BMT
itu sendiri. Meningkatnya kesejahteraan nasabah melalui peningkatan produksi,
peningkatan pendapatan nasabah, peningkatan nilai asset, perbaikan rumah,
mampu membuka usaha baru, peningkatan modal, dan peningkatan konsumsi.
Bagi BMT yaitu terjaminnya keberlangsungan kegiatan pembiayaan karena
perputaran modal lancar, sehingga penting kiranya topik analisis efektivitas
pembiayaan syariah pada lembaga keuangan mikro (LKM) untuk dikaji.
1.2. Perumusan Masalah
Lembaga keuangan mikro sebagai salah satu penopang perekonomian
negara Indonesia dengan memberikan pembiayaan terhadap usaha kecil sangat
diharapkan dapat membantu dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia. Salah
satunya adalah BMT yang memiliki standar operasional yang berbasis syariah.
Berbeda dengan lembaga keuangan konvensional lainnya, BMT sebagai lembaga
keuangan mikro syariah dinilai lebih memudahkan bagi setiap pengusaha untuk
memenuhi kebutuhan modalnya yang menjadi salah satu kendala utama dalam
setiap usaha. Disebutkan memudahkan karena melayani pembiayaan bebas bunga
atau biasa dikenal dengan sistem bagi hasil (loss and profit sharing), dan juga
memudahkan dengan memberikan pembiyaan dengan meniadakan agunan seperti
9
yang biasanya menjadi ciri khas utama setiap lembaga keuangan konvensional
dalam memberikan pinjaman modal.
Pembiayaan yang diberikan oleh lembaga keuangan mikro tersebut
memiliki prospek berkembang yang sangat baik, terlihat dari komposisi
pembiayaan yang relatif lebih tinggi dibandingkan perbankan nasional, serta rasio
pembiayaan terhadap dana pihak ketiga yang mencapai (FDR) 99,8 persen (BI,
2007). FDR adalah besarnya penggunaan dana yang diterima dalam penyaluran
kredit. Semakin tinggi nilai persentasi FDR mengindikasikan bahwa semakin
tinggi nilai dana yang disalurkan. Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan
syariah berfungsi sangat baik sebagai financial intermediary institution.
Selain itu ditunjukkan bahwa Non Performing Financings (NPFs)
perbankan syariah mengalami peningkatan per Desember 2007 sebesar 4,05
persen dibandingkan pada akhir tahun 2006 masih mencapai 4,27 persen. nilai
NPFs yang masih dibawah 5 persen ini menunjukkan relatif terkendalinya
pembiayaan bermasalah yang menerapkan pola syariah (BI, 2007). NPFs
mengindikasikan pembiayaan non lancar atau kredit macet yang terjadi. Dengan
kata lain bahwa semakin rendah nilai persentasi NPFs maka semakin kecil pula
tunggakan terhadap pengembalian pinjaman yang terjadi. Rendahnya nilai NPFs
disebabkan oleh sistem operasional bank syariah yang kebanyakan menerapkan
pola kemitraan, yaitu pola keterikatan antara pihak bank dan nasabah sehingga
nasabah selalu mendapatkan perhatian dari pihak bank untuk menjalankan
usahanya tersebut.
Dari data yang tersebut di atas dapat terlihat bahwa pertumbuhan usaha
perbankan syariah melalui lembaga keuangan mikro yang berbasiskan syariah
10
diimbangi dengan kinerja yang cukup baik. Ini tercermin dari kualitas pembiayaan
non lancar (NPFs) lembaga keuangan mikro syariah yang relatif rendah bila
dibandingkan dengan rata-rata kredit non lancar perbankan nasional, yaitu 4,27
persen pada perbankan syariah dan 8,19 persen pada perbankan nasional.
Pemilihan BMT sebagai media pembiayaan untuk pemenuhan modal dari
para pemilik usaha tidak terlepas dari sistem dan kemudahan yang mungkin
ditawarkan oleh pihak pengelola BMT sehingga dengan leluasa para pemilik
usaha dapat meminjam sejumlah dana untuk modal kerja. Kemudian terdapat
faktor-faktor penduga yang menimbulkan ketertarikan para pemilik usaha untuk
meminjam modal kepada lembaga keuangan mikro khususnya BMT diantaranya
adalah jumlah tanggungan keluarga, jangka waktu anggsuran, dan lain
sebagainya. Pendugaan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengambilan
pembiayaan dilakukan untuk melihat hal-hal yang berpengaruh maupun tidak
begitu mempengaruhi nasabah untuk mengambil pembiayaan yang diberikan oleh
pihak BMT.
BMT Dana Insani adalah salah satu lembaga keuangan mikro di
Kabupaten Gunung Kidul Propinsi Yogyakarta yang berlandaskan sistem syariah
dalam operasionalnya telah berdiri selama kurang lebih 7 tahun. Dalam
perkembangannya, BMT Dana Insani dinilai telah membantu masyarakat dalam
menajalankan usaha mereka dengan memberikan pembiayaan modal kerja. Dalam
penyaluran pembiayaan, BMT Dana Insani menerapkan konsep prosedur yang
sederhana sehingga memudahkan bagi para nasabahnya yang ingin mendapatkan
pembiayaan. Dengan penjelasan tersebut dapat ditarik beberapa permasalahan
yang menarik untuk dibahas, yang dirumuskan sebagai berikut:
11
1. Bagaimanakah tingkat efektivitas pembiayaan pada BMT Dana Insani?
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi jumlah pengambilan pembiayaan
syariah pada BMT Dana Insani?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Menganalisis tingkat efektivitas pembiayaan yang berlangsung pada BMT
Dana Insani.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pengambilan
pembiayaan syariah pada BMT Dana Insani.
1.4. Manfaat Penelitian
Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis khususnya ataupun untuk berbagai kalangan umumnya. Manfaat yang
diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain:
1. Memberikan pemahaman yang mendalam tentang lembaga keuangan mikro
dan dinamikanya.
2. Memberikan informasi yang berguna bagi BMT dan instansi terkait tentang
efektivitas produk-produk layanan pembiayaan yang diberikan dan
ditawarkan.
12
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas tentang sistem dan prosedur pembiayaan syariah
serta efektivitasnya terhadap nasabah dalam hal ini nasabah yang melakukan
peminjaman pembiayaan untuk modal kerja atau dengan kata lain untuk
menjalankan usaha baik di sektor pertanian maupun lainnya. Dalam penelitian ini
hanya mengkaji sejauh mana kinerja pembiayaan yang telah dilakukan BMT Dana
Insani yang dilihat dari sistem dan prosedur pembiayaan, faktor-faktor
pengambilan pembiayaan, tahap-tahap pembiayaan serta dampak yang
ditimbulkan dari pembiayaan tersebut terhadap nasabahnya. Kinerja pembiayaan
didasarkan pada efektivitas pembiayaannya yang diukur berdasarkan persepsi
nasabah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Dan Prosedur Pembiayaan Syariah
Pembiayaan menurut Karim dalam Antonio (2001) merupakan salah satu
pokok tugas bank, yaitu pemberian fasilitas penyedia dana untuk memenuhi
kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit atau pihak yang
membutuhkan. Menurut sifat penggunaanya, pembiayaan dapat dibagi menjadi
dua hal, yaitu:
1. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik
usaha produksi, perdagangan maupun investasi.
2. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakanuntuk memenuhi kebutuhan.
Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua:
1. Pembiayaan Modal Kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan:
a. Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi,
maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil
produksi.
b. Untuk keperluan perdagangan atau peningkataan utility of place dari suatu
barang.
2. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang
modal/capital goods serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.
14
Prosedur pembiayaan adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk
memperoleh pembiayaan. Serangkaian proses tersebut dilakukan untuk
meminimalisir resiko yang mungkin terjadi dari kegiatan usaha calon peminjam.
Setiap lembaga keuangan mikro memiliki kriteria dalam melakukan analisa
pembiayaan yang diajukan peminjam. Dalam melakukan analisia pihak lembaga
keuangan mikro menentukan beberapa aspek untuk menentukan kelayakan
pemberian pembiayaan. Diantaranya adalah:
1. Layak nilai, yaitu kualitas akhlak calon peminjam pada lembaga keuangan
mikro dapat memberikan jaminan kepercayaan.
2. Layak pembiayaan, yaitu bantuan modal yang diberikan oleh lembaga
keuangan mikro dinilai dapat meningkatkan omset usaha calon peminjam
sekaligus menaikkan pendapatannya.
Secara umum jenis-jenis pembiayaan dapat digambarkan sebagai berikut
(Antonio, 2001):
Gambar 1. Jenis-jenis Pembiayaan
Sumber: Antonio (2001).
Modal Kerja
Produktif
Investasi
Konsumtif
Pembiayaan
15
2.2 Produk Pembiayaan Syariah
Ada beberapa produk pembiayaan syariah yang ditawarkan oleh lembaga
keuangan baik bank ataupun non bank antara lain4:
1. Produk simpanan (al-wadi’ah)
Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari suatu pihak kepihak
lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja sipenitip menghendaki. Atau dengan kata lain al-
wadi’ah adalah perjanjian antara pemilik barang (termasuk uang), dimana
pihak penyimpan bersedia menyimpan dan menjaga keselamatan barang yang
dititipkan kepadanya. Bentuk produk simpanan, yaitu: giro wadi’ah dan
tabungan wadi’ah.
2. Produk bagi hasil (syirkah)
a. Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan
resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Secara
spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa
dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan
(entrepreneurship), keahlian (skill), kepemilikan (property), peralatan
(equipment), atau integible asset (seperti hak paten), kepercayaan/reputasi
dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Dengan
merangkum seluruh kombinasi dari bentuk kontribusi masing-masing
4 Muhammad Syafi’i Antonio,Buku Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Gema Insani, Jakarta
2001
16
pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat
fleksibel. Secara teknis bank menyediakan sebagian dana dan mitra usaha
(nasabah) menanggung selebihnya dalam membiayai suatu proyek. Dalam
hal ini bank dapat turut serta mengelolanya. Seandainya bank turut serta
mengelola proyek tersebut, maka terlebih dahulu diadakan kesepakatan
tentang pembagian keuntungan. Pembagian keuntungan tidak harus
sebanding dengan jumlah yang disetor, tetapi berdasarkan perjanjian
kedua belah pihak. Namun, kerugian yang terjadi ditanggung bersama
sesuai dengan pangsa pembiayaan masing-masing.
Manfaat pembiayaan Musyarakah:
Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tetentu pada saat
keuntungan usaha nasabah meningkat.
Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada
nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan
pendapatan/hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah
mengalami negative-spread.
Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan arus kas
usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-
benar halal, aman, dan menguntungkan. Hal ini karena
keuntungan yang riil benar-benar terjadi itulah yang dibagikan.
Prinsip bagi hasil dalam mudharabah/musyarakah ini berbeda
dengan prinsip bunga dimana bank akan menagih penerimaan
pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun
17
keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi
dan terjadi krisis ekonomi.
Skmema Musyarakah
Gambar 2. Pembiayaan Musyarakah Sumber: Pusat Pembiayaan Pertanian DEPTAN (2007)
5
Berdasarkan Direktorat Perbankan Syariah BI tahun 2001 terdapat
beberapa ketentuan umum untuk pembiayaan musyarakah, antara lain:
Semua modal disatukan untuk jadi modal proyek musyarakah dan
dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam
menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah dan tidak
boleh melakukan tindakan seperti:
1. Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi
2. Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa ijin pemilik
modal lainnya
3. Memberi pinjaman kepada pihak lain
5 Skim Pola Pembiayaan Bagi Hasil/Syariah Untuk Usaha Sektor Pertanian, Pusat Pembiayaan
Pertanian DEPTAN 2007
Perjanjian
Bagi Hasil
Nasabah Bank
Syariah
Proyek
Usaha
Pembagian
Keuntungan
18
4. Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan
oleh pihak lain
5. Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila: menarik
diri dari perserikatan, meninggal dunia, tidak cakap hukum
6. Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek
harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan
sedangkan kerugian dibagi dengan porsi kontribusi modal
7. Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad dan setelah
proyek selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi
hasil yang telah disepakati untuk bank
b. Mudharabah
Mudharabah merupakan hubungan berserikat antara dua pihak, yaitu
pemilik dana menyediakan dana dan pihak yang memiliki pengalaman,
keahlian (entrepreneur) menyalurkan dana tersebut sehingga menciptakan
nilai tambah, misalnya bank.
Secara teknis, mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak
dimana pihak pertama (Shahibul maal) menyediakan seluruh (100%)
modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha
secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama
kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola. Seandainya kerugian itu
diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola
harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
19
Modal
100% Keahlian/
Keterampilan
Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan
pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, Mudharabah diterapkan pada:
1. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan
khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, deposito biasa, dan
sebagainya.
2. Special Investment (deposito spesial), dimana dana yang dititipkan
nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau
ijarah saja.
Adapun dari sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk:
1. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.
2. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqqayadah, dimana
sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-
syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.
Skema Mudharabah
Gambar 3. Pembiayaan Mudharabah Sumber: Pusat Pembiayaan Pertanian DEPTAN (2007)
Perjanjian
Bagi Hasil
Nasabah
(Mudharib) Bank
(Shahibul Maal)
Usaha/Proyek
Pembagian
Keuntungan Nisbah Y % Nisbah X %
MODAL
20
Berdasarkan Direktorat Perbankan Syariah BI tahun 2001 terdapat
beberapa ketentuan umum untuk pembiayaan mudharabah, antara lain:
1. Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal
harus diserahkan tunai dan dapat berupa uang atau barang yang
dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan
secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama.
2. Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat
diperhitungkan dengan dua cara:
a. Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing)
b. Perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing)
3. Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap
bulan atau waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik modal
menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian dan
penyimpangan pihak nasabah, seperti penyelewengan, kecurangan dan
penyalahgunaan dana.
4. Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan nasabah,
namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah. Jika
nasabah cedera janji dengan sengaja, misalnya tidak mau membayar
kewajiban atau menunda pembayaran kewajiban, dapat dikenakan
sanksi administrasi.
c. Al-Muzara’ah
Al-Muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik
lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian
21
kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan
bagian tertentu (persentase) dari hasil panen.
Skema Al-Muzara’ah
Gambar 4. Pembiayaan Al-Muzara’ah Sumber: Pusat Pembiayaan Pertanian DEPTAN (2007)
3. Produk jual beli (ba’i)
a. Murabahah, yaitu pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan
nasabah untuk membeli suatu barang atau jasa dengan kewajiban
mengembalikan talangan dana tersebut seluruhnya pada waktu jatuh
tempo. Bank memperoleh margin keuntungan dari transaksi jual-beli yang
telah disepakati.
b. Salam, yaitu pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah
untuk membeli suatu barang atau jasa yang sudah wujud tetapi masih
harus menunggu waktu penyerahannya, dengan kewajiban mengembalikan
Perjanjian
Bagi Hasil
Pemilik
lahan
Penggarap
Lahan
Pertanian
Lahan
Pertanian
Keahlian
Tenaga
Waktu
Lahan
Benih
Pupuk
Dsb.
22
talangan dana tersebut secara menyicil atau dibayar sekaligus sampai lunas
dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan.
c. Istishna, yaitu kontrak atau order yang ditanda tangani bersama antara
pemesan dengan produsen untuk pembuatan suatu jenis barang tertentu.
4. Produk sewa (ijarah)
Prinsip antara pemilik barang dengan penyewa untuk memanfaatkan barang
tersebut dengan membayar sewa sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak.
5. Produk biaya administrasi (al qard al hasan)
Perjanjian pinjam meminjam uang atau barang dengan tujuan untuk
membantu penerima pinjaman.
2.3 Lembaga Keuangan Mikro
2.3.1 Pengertian Lembaga Keuangan Mikro
Keuangan mikro adalah merupakan jasa keuangan untuk pengusaha mikro
dan masyarakat berpenghasilan rendah, baik formal, semi formal dan informal.
Lembaga keuangan yang melakukan kegiatan jasa keuangan tersebut disebut
lembaga keuangan mikro. Jasa keuangan mikro yang dilaksanakan oleh lembaga
keuangan mikro (LKM) memiliki ragam yang luas, antara lain memberikan jasa
pinjaman (kredit), penghimpunan dana (saving) yang terkait dengan persyaratan
pinjaman atau bentuk pembiayaan lainnya. Pengembangan lembaga keuangan
pertanian pedesaan berada dibawah kerangka keuangan mikro. Lembaga
keuangan tersebut dikembangkan berdasarkan semangat untuk membantu dan
memfasilitasi masyarakat miskin, baik untuk kegiatan produktif yang dilakukan
23
oleh berbagai kegiatan mikro, maupun kegiatan konsumtif keluarga masyarakat
miskin tersebut.
2.3.2 Prinsip Lembaga Keuangan Mikro
Dalam pedoman pemberdayaan Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP),
terdapat prinsip lembaga keuangan mikro merupakan bentuk pelayanan
pembiayaan dengan prinsip-prinsip, yaitu:
1. Lembaga keuangan mikro tumbuh dari, oleh dan untuk anggota atas dasar
kesadaran.
2. Lembaga keuangan mikro harus berpedoman pada prinsip kehati-hatian.
3. Modal lembaga keuangan mikro harus bersumber dari anggotanya sendiri
yang dihimpun dari simpanan pokok dan simpanan wajib dan dapat pula
ditambahkan simpanan pokok khusus sebagai penguat modal serta dapat pula
membuka jenis-jenis tabungan (simpanan sukarela).
4. Pelayanan kredit/pinjaman (pembiayaan) hanya diberikan kepada anggota
LKM saja, tidak boleh kepada bukan anggota.
5. Jaminan barang (collateral) boleh diterapkan, namun pertimbangan yang
terbaik tetap atas watak/karakter peminjam sendiri.
2.3.3 Jenis-jenis LKM di Indonesia
Secara umum LKM di Indonesia dikelompokkan menjadi dua jenis,
bersifat formal dan informal6.
6 Buku Kemiskinan dan Keuangan Mikro, Gema PKM Indonesia 2003
24
1. LKM formal terdiri dari:
a. Bank : BKD (Badan Kredit Desa), BPR (Bank Perkreditan Rakyat), BKK
(Bank Kredit Kecamatan), BRI Unit, Mandiri Unit Mikro, DSP
(Danamon Simpan Pinjam), ULM BNI (Unit Layanan Mikro BNI).
b. Non Bank : LDKP (Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan), KSP (Koperasi
Simpan Pinjam, dan KUD (Koperasi Unit Desa), Perum Pegadaian.
2. LKM Non Formal terdiri dari:
LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), KSM (Kelompok Swadaya
Masyarakat), BMT (Baitul Maal Wa Tamwil), LEPM (Lembaga Ekonomi
Produktif Masyarakat Mandiri), UEDSP (Unit Ekonomi Desa Simpan
Pinjam), dan lain-lain.
2.4 Karakteristik Usaha BMT
BMT adalah singkatan dari Baitul Maal Wat Tamwil. Baitul Maal adalah
lembaga keuangan yang kegiatannya mengelola dana yang bersifat nirlaba dan
Baitut Tamwil yang kegiatannya menghimpun dana serta menyalurkannya kepada
masyarakat dan bersifat profit motive. Sumber dana diperoleh dari zakat, infak,
dan sedekah atau sumber lain yang halal. Kemudian seluruh dana yang sudah
terhimpun disalurkan kepada mustahik yang berhak ataupun untuk kebaikan.
Dalam segi operasi, BMT tidak lebih dari sebuah koperasi. Karena ia
dimiliki oleh masyarakat yang menjadi anggotanya, menghimpun simpanan
anggota dan menyalurkannya kembali kepada anggota melalui produk
pembiayaan/kredit. Oleh karena itu, legalitas BMT pada saat ini yang paling
cocok adalah berbadan hukum koperasi. Baitul Maal-nya sebuah BMT, berupaya
25
menghimpun dana dari anggota masyarakat yang berupa zakat, infak, dan
shodaqoh dan disalurkan kembali kepada pihak yang berhak menerimanya
ataupun dipinjamkan kepada anggota yang benar-benar membutuhkan melalui
produk pembiayaan qordhul hasan (pinjaman dengan bunga nol persen).
Sementara Baitut Tamwil, berupaya menghimpun dana masyarakat yang
berupa simpanan pokok, simpanan wajib, sukarela dan simpanan berjangka serta
penyertaan pihak lain, yang sifatnya merupakan kewajiban BMT untuk
mengembalikannya. Dana yang terhimpun diputar secara produktif bisnis kepada
para anggotanya dengan pola syariah.
2.5 Aspek Legalitas BMT
Ketentuan pembentukan BMT berbadan hukum koperasi diperkuat oleh
PP No.9/1995, dimana dalam penjelasan pasal 2 ayat 1 membolehkan penerapan
sistem bagi hasil pada koperasi, sebagai berikut:
1. Jumlah pendiri minimal 20 orang.
2. Jumlah pengurus minimal 3-5 orang
3. Jumlah pengelola mnimal 3-5 orang, dimana mereka telah mengikuti
pelatihan BMT dan manejer dengan pendidikan formal terakhir minimal D3.
4. Anggota terdiri dari anggota pendiri dan anggota biasa. Anggota pendiri
meliputi tokoh masyarakat yang bersedia menjadi sponsor dalam
menyediakan modal awal. Anggota biasa adalah para penyimpan (penabung)
dan debitur.
5. Simpanan-simpanan yang ada meliputi: simpanan pokok, simpanan wajib,
simpanan sukarela, dan simpanan pendiri. Simpanan pokok adalah simpanan
26
tertentu yang harus disimpan oleh anggota pada saat pendaftaran diri atau saat
transaksi untuk pertama kalinya. Simpanan wajib adalah simpanan dalam
jumlah tertentu yang diberikan anggota secara rutin. Simpanan pendiri adalah
modal awal yang berasal dari para pendiri dalam jumlah tertentu berdasarkan
hasil kesepakatan bersama, dimana simpanan ini tidak dapat diambil dan
tidak memperoleh imbalan jasa bagi hasil tabungan.
6. Tumbuh dan berkembang di tempat-tempat yang belim atau tidak terjangkau
oleh lembaga-lembaga keuangan yang ada, dengan bentuk awal berupa KSM
(kelompok swadaya masyarakat).
7. Pengurus BMT sekaligus berfungsi sebagai Badan Pemeriksa dan
mensupervisi manajemen (pelaksanaan) BMT.
2.6 Visi Misi dan Tujuan BMT
Visi BMT adalah menjadi lembaga yang profesional, terpercaya, dan
terkemuka di Indonesia dalam penanggulangan kemiskinan melalui
pengembangan LKM BMT dan Kelompok-kelompok usaha Mikro yang mandiri,
berkelanjutan dan mengakar di masyarakat (Aryati, 2006). Selanjutnya Misi yang
diemban BMT dapat dirumuskan sebagai berikut: “Pemberdayaan masyarakat
bawah sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan tawar, kemampuan
mengakses sumber daya ekonomi, politik dan sosial. Sehingga terwujud hubungan
kemanusiaan yang adil dengan berlandaskan pada syariat Islam”. (Hidayat, 2004)
Tujuan BMT diantaranya adalah:
1. Mewujudkan ekonomi umat yang produktif dan berkesinambungan.
27
2. Menciptakan peluang lapangan pekerjaan dalam rangka pencapaian sasaran
pembangunan ekonomi.
3. Memperluas kesempatan berusaha serta menumbuhkan wira usaha yang
mandiri.
4. Membangun lembaga mikro yang kuat tatanan kelembagaannya dengan
menciptakan sumber daya manusia yang handal, terdidik dan terampil.
2.7 Prinsip Operasional BMT
Menurut Hamidi (2002), prinsip operasional BMT tidak jauh berbeda
dengan prinsip-prinsip yang digunakan oleh bank-bank Islam yaitu prinsip simpan
(tabungan), bagi hasil, jual beli, sewa, jasa. Ada tiga prinsip yang dilaksanakan
oleh BMT, yaitu:
1. Sistem Bagi Hasil, dimana sistem ini meliputi tata cara pembagian hasil usaha
antara pemodal (penyedia dana) dengan pengelola dana. Pembagian hasil ini
dilakukan antara BMT dengan pengelola dana dan antara BMT dengan
penyedia dana (penabung). Bentuk yang berdasarkan prinsip ini adalah
mudharabah dan musyarakah.
2. Sistem jual beli dengan Mark Up (keuntungan), dimana sistem ini merupakan
tata cara jual beli yang dalam pelaksanaannya BMT mengangkat nasabah
sebagai agen yang diberikan kuasa untuk melakukan pembelian barang atas
nama BMT, kemudian BMT bertindak sebagai penjual yang menjual barang
tersebut kepada nasabah dengan sejumlah harga beli ditambah keuntungan
bagi BMT (mark up/margin). Keuntungan yang diperoleh BMT akan
28
dibagikan juga kepada penyedia/penyimpan dana. Bentuk produk ini adalah
murabahah dan Ba’i Bit’tsaman Ajil.
3. Sistem Non Profit, atau disebut juga dengan pembiayaan kebajikan atau lebih
bersifat sosial. Sumber dana untuk pembiayaan ini tidak memerlukan biaya,
tidak seperti bentuk-bentuk pembiayaan tersebut diatas. Bentuk pembiayaan
ini disebut Qordhul Hasan.
Koperasi syariah (BMT) dan koperasi konvensional tetap memiliki
kekhasasan dalam operasionalnya yang berbeda satu sama lain. Perbedaan
tersebut dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2. Perbedaan Operasional antara BMT dan Koperasi Konvensional
Keterangan Koperasi Syariah
(BMT)
Koperasi Konvensional
Orientasi Laba dan sosial Laba
Bentuk Usaha Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM)
Koperasi
Landasan Operasional Syariah Islam dan
perundang-undangan
Peraturan
perundang-undangan
Operasional Pembiayaan Bagi hasil
(Profit and loss sharing)
Menetapkan jasa
pinjaman pada anggota
dengan sistem bunga
Sumber Laba Laba dari pengelolaan
dana anggota
dengan sistem bagi hasil/
mark up/sewa
Sisa Hasil Usaha
(SHU)
Pelayanan Proaktif ke lapang
dengan sistem
“jemput bola”
Pasif, sebatas di kantor
Permodalan Tabungan dan dana ZIS Simpanan Pokok,
Simpanan Wajib,
Simpanan Sukarela
Anggota Dibedakan atas anggota
pendiri dan anggota biasa
Tidak membedakan
status keanggotaan Sumber: Hidayat (2004) dalam Aryati (2006)
7
7 Dikutip dari skripsi Aryati dengan judul “Analisis Permintaan Dan Efektivitas Pembiayaan
Usaha Kecil Pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah”, IPB 2006
29
2.8 Efektivitas Pembiayaan
Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan
uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil (Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998).
Menurut Aryati (2006) dalam skripsinya menyatakan bahwa efektif atau
tidaknya suatu penyaluran pembiayaan pada BMT dapat dinilai berdasarkan
beberapa parameter antara lain: persyaratan peminjaman, prosedur peminjaman,
realisasi kredit, besar kecilnya biaya administrasi, pelayanan petugas bank, lokasi
bank, jaminan/agunan, pengetahuan dan partisipasi nasabah/calon nasabah, serta
memberikan dampak positif.
Hamid dalam Hidayat (2004) menyatakan bahwa efektivitas pembiayaan
dapat diukur dengan cara melihat kemantapan prosedur pembiayaan yang
berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:
a. Jumlah nasabah yang menunjukkan bahwa sistem pembiayaan dapat diterima
dan mampu menjangkau sasaran secara luas
b. Keragaman mata pencaharian nasabah yang menunjukkan fleksibilitas
prosedur pembiayaan yang dijalankan
c. Frekuensi pinjaman nasabah, sebagai tingkat keseringan nasabah dalam
mengambil pembiayaan
d. Frekuensi tunggakan, sebagai tingkat keseringan nasabah dalam menunggak
pembayaran dalam satu proses peminjaman
30
e. Pelayanan pembiayaan, sejauh mana tingkat pelayanan yang dilakukan, mulai
dari pengajuan pembiayaan sampai realisasi pembiaayaan.
Sementara itu penelitian ini ditujukan untuk melihat efektivitas
pembiayaan yang terjadi dan juga melihat faktor-faktor penduga yang
mempengaruhi pengambilan pembiayaan pada lembaga keuangan mikro tersebut.
Rora (2007) dalam skripsinya menyebutkan ada beberapa faktor-faktor penduga
yang mempengaruhi pengambilan pembiayaan pada lembaga keuangan miko,
antara lain adalah:
11. Jumlah karyawan, jumlah anggota pekerja usaha tersebut
12. Pengalaman usaha, lama seseorang dalam menjalankan usahanya tersebut
13. Penerimaan usaha perbulan, besar pemasukan yang diperoleh dari usaha
tersebut setiap bulannya
14. Skala usaha yang diukur dengan besar modal yang digunakan untuk
menjalankan usaha tersebut
15. Pengalaman pengambilan pembiayaan, adalah frekuensi nasabah dalam
melakukan permohonan pembiayaan
16. Jangka waktu realisasi pembiyaan adalah rentang waktu pencairan
pembiayaan dari awal permohonan sampai pemberian pembiayaan
17. Jangka waktu angsuran, selang waktu yang diberikan oleh lembaga keuangan
untuk mengangsur pengembalian pembiayaan
Jika dilihat dari segi ketidakefektifannya, menurut Yumanita dalam Syafar
(2005) bahwa beberapa pakar telah mengidentifikasi sumber-sumber penyebab
tidak efektifnya pembiayaan sistem syariah dapat dilihat dari empat aspek, yaitu:
31
1) internal lembaga keuangan syariah, 2) nasabah, 3) regulasi dan 4) pemerintah
dan institusi lain. Dengan rincian yang diperlihatkan pada Tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3. Aspek-aspek yang Mempengaruhi Ketidakefektifan Pembiayaan
Sistem Syariah
Aspek Masalah Utama
1. Internal
Lembaga
Keuangan
Syariah
a. Kualitas sumber daya insani (SDI) yang belum memadai
untuk menangani, memproses, memonitor, menyelia dan
mengaudit beberapa proyek syariah.
b. Lembaga Keuangan Syariah belum dapat menanggung resiko
besar, karena belum memiliki bentuk keahlian yang
dibutuhkan untuk memroses, memonitor, menyelia bagi hasil.
c. Kompetisi ketat dengan bank konvensional memaksa bank
syariah harus menyediakan pembiayaan alternatif yang
beresiko lebih kecil.
d. Tidak dapat membiayai proyek jangka panjang, karena rumit
dan makan waktu dari sisi prosedur, kurangnya pengalaman
dan keahlian SDI, dan kurangnya penggunaan dana akibat
modal tertanam untuk jangka waktu lama.
2. Nasabah
a. Sebagian nasabah penyimpan/peminjam bersifat risk averse,
karena belum terbiasa dengan kemungkinan rugi dan sudah
terbiasa dengan sistem bunga.
b. Moral hazard, karena pengusaha enggan menyampaikan
laporan keuangan/laba yang sebenarnya untuk menghindar
pajak dan menyembunyikan keuntungan sebenarnya.
c. Permintaan pembiayaan masih kecil dari nasabah.
3. Regulasi
a. Kurangnya dukungan dari regulator, karena tidak melakukan
inesiatif-inesiatif untuk mengadakan perubahan-perubahan
peraturan dan institusional yang diperlukan untuk
mendukung bekerjanya sistem perbankan dengan baik.
b. Tidak adanya institusi pendukung untuk mendorong
penggunaan bagi hasil.
c. Tidak adanya prosedur operasional yang seragam.
4. Pemerintah
a. Tidak adanya kebijakan pendukung yang mendorong
penggunaan pembiayaan bagi hasil untuk proyek-proyek
pemerintah.
b. Perlakuan pajak yang tidak adil, yang memperlakukan
keuntungan sebagai objek pajak sedangkan bunga bebas dari
pajak.
c. Pasar sekunder instrumen keuangan syariah belum ada,
sehingga menyulitkan bank untuk menyalurkan atau
mendapatkan akses likuiditas. Sumber: Yuanita dalam Syafar (2005)
32
Dalam penelitian ini efektivitas pembiayaan akan dilihat dari:
1. Prosedur pembiayaannya, yaitu:
a. Mekanisme pengajuan pembiayaan.
b. Mekanisme penyaluran pembiayaan.
c. Mekanisme pengembalian pembiayaan.
2. Dampak pembiayaan terhadap kondisi usaha nasabah, yaitu:
a. Peningkatan pendapatan perbulan.
b. Penigkatan keuntungan.
Pembiayaan ini diberikan kepada nasabah untuk modal atau tambahan
modal usaha dikatakan efektif apabila prosedur pembiayaan tergolong mudah,
pembiayaan yang diberikan dapat meningkatkan pendapatan dan keuntungan
usaha nasabah.
2.9 Penelitian Terdahulu
Rora (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Penilaian dan
Faktor-Faktor Penyaluran Pembiayaan Syariah dalam Pembiayaan Agribisnis
Pada KBMT Khidmatul Ummah”, menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi penyaluran pembiayaan bagi hasil (mudharabah), antara lain:
kepercayaan antara mitra dan BMT, keterbukaan atau transparansi dalam
mengelola usaha, pemahaman mengenai sistem bagi hasil, kemampuan
manajemen usaha. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan pembiayaan
mudharabah oleh mitra antara lain: rasa aman dalam pembagian bagi hasil,
pendampingan usaha yang diberikan KBMT, dan kerugian yang ditanggung
KBMT.
33
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penyaluran pembiayaan
murabahah, antara lain: kejelasan barang yang akan diperjual belikan, pengenalan
calon mitra dalam hal karakter dan usahanya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengambilan pembiyaan murabahah, antara lain: variabel skala usaha (SU),
jangka waktu angsuran (JWA), jumlah tanggungan (JT), pendapatan usaha (PDU),
frekuensi pembiayaan (FP), dan sektor usaha (D2) yang berpengaruh sangat nyata
pada koefisien keyakinan 85 persen.
Selang penilaian penyaluran pembiayaan dinilai dari skor penilaian. Skor
85 menunjukkan penyaluran pembiayaan yang dilakukan KBMT dinilai cukup
baik oleh mitra pembiayaan. Faktor persyaratan awal dinilai sangat baik oleh
responden bila dibandingkan dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi
penilaian penyaluran dengan skor 84. Sedangkan faktor pengetahuan mengenai
prinsip syariah menurut responden memiliki skor yang paling rendah yaitu 45,
dalam mempengaruhi penilaian penyaluran.
Hidayat (2004) dalam penelitiannya yang berjudul “Efektifitas
Pembiayaan Pola Bagi Hasil Pada Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Hubbul
Wathon, Kecamatan Cimalaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat”, menyatakan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pengambilan pembiayaan oleh
nasabah di BMT Kopontren Hubbul Wathon yaitu faktor besar tunggakan dan
jangka waktu angsuran pada taraf nyata 90 persen. Diantara faktor-faktor tersebut
faktor jangka waktu angsuran yang memiliki tingkat elastisitas tertinggi.
Secara keseluruhan pembiayaan yang telah diberikan oleh pihak BMT
Kopontren Hubbul Wathon dapat dirasakan manfaatnya oleh nasabah dan sesuai
dengan apa yang diharapkannya, seperti prosedur yang sederhana, kemudahan
34
dalam prasaratannya dengan tidak adanya jaminan, realisasinya relatif cepat,
kecilnya biaya administrasi, pelayanan petugas BMT yang ramah dan tidak kaku
dalam berhubungan, lokasi BMT yang dekat, dan yang terpenting yaitu sebagian
besar nasabah responden merasakan dampak positif atas pembiayaan yang
diberikan oleh BMT. Namun, hal tersebut tidaklah cukup karena dampak
pembiayaan yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pihak
BMT, sehingga efektivitas atas pembiayaan yang telah dilakukan belum
sepenuhnya tercapai. Hal ini dibuktikan dengan frekuensi pinjaman yang rendah
serta tunggakan pembiayaan yang semakin meningkat.
Putra (1995) dalam penelitiannya yang berjudul “Evaluasi Efektivitas
Penyaluran Kredit Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Bagi Usaha Kecil Pedesaan,
BMT Dompet Dhuafa Al-Abror, Kabupaten Garu, Jawa Barat”, menyatakan hasil
evaluasi terhadap penyaluran kredit BMT DD Al-Abror menunjukkan bahwa
penyaluran kredit tersebut efektf menurut kriteria nasabah BMT. Sedangkan
efektivitas menurut pengelola terlihat dari besarnya jumlah kredit yang diberikan
disertai dengan kelancaran dalam pengembaliannya, diantaranya tidak terjadinya
kredit macet ataupun ragu-ragu.
Menurut kriteria nasabah penyaluran kredit BMT belum efektif,
tercermin dari sangat lambatnya realisasi kredit (70 persen nasabah membutuhkan
waktu lebih dari 16 hari dalam realisasi kredit). Namun variabel lainnya sudah
menunjukkan kriteria yang baik. Seperti persyaratan yang mudah, yaitu tidak
mutlaknya unsur jaminan (90 persen menggunakan jaminan immaterial). Prosedur
sederhana karena fleksibelnya pengelola BMT terutama dalam pengangsuran
kredit (40 persen nasabah didatangi petugas dalam mengangsur).
35
Penelitian yang saya lakukan menggunakan analisis regresi linear
berganda dengan memasukkan faktor-faktor penduga dalam keputusan
pengambilan pembiayaan berbeda dengan kedua penelitian terdahulu diatas.
Sementara itu penentuan efektivitas dinilai dari persepsi nasabah, yaitu menilai
keefektifan prosedur pembiayaan yang dilakukan pihak BMT juga dampak yang
ditimbulkan dari pembiayaan tersebut terhadap kondisi usaha nasabah dan
peningkatan kesejahteraan nasabah. Pengukuran ini menggunakan teknik
pemberian skor-skor pada kategori penilaian efektivitas yang telah ditentukan
sebelumnya jenjang nilai yang menentukan efektif atau tidak pembiayaan yang
dilakukan.
Persamaan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama menilai
keefektifan dari pembiayaan yang diberikan menurut persepsi nasabah dari
lembaga keuangan mikro tersebut. Pendugaan faktor-faktor yang mempengaruhi
pengambilan pembiayaan dalam penelitian ini menggunakan perpaduan faktor-
faktor penting yang digunakan oleh Hidayat (2004), Putra (1995), dan Rora
(2007).
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
Lembaga-lembaga keuangan, baik bank konvensional, bank syariah bagi
hasil maupun BMT menjadi penengah dalam kebutuhan keuangan. Ia mengambil
posisi tengah diantara orang-orang yang memiliki kelebihan dana (penyimpan,
penabung atau deposan) dan orang-orang yang membutuhkan atau kekurangan
dana (peminjam, debitor atau investor).
Lembaga keuangan syariah dapat bertahan dan berkembang jika mampu
menawarkan keserbapraktisan dan kelebihpraktisan bagi masyarakat dalam urusan
keuangan, baik dari sisi pengerahan dana maupun sisi penyaluran dana terutama
untuk usaha kecil (Putra, 1995). Lembaga keuangan syariah harus mampu
memberikan kepastian kepada masyarakat calon nasabahnya dalam mendapatkan
kredit berikut dengan segala konsekuensinya, dalam menyediakan imbalan bagi
simpanan yang dititipkan nasabahnya, serta harus berhasil menekan resiko,
ongkos informasi dan ongkos transaksi, agar masyarakat tertarik menjadi nasabah.
Program pembiayaan berdasarkan prinsip syariah merupakan suatu
program pembiayaan yang bertujuan untuk mengayomi dan mengangkat kaum
golongan menengah kebawah. Dengan demikian, kriteria efesiensi dalam
pengertian ekonomis tidak sepenuhnya dapat diterapkan dalam mengevaluasi
program pembiayaan sejenis ini. Kriteria efektivitas dirasakan lebih tepat
dibandingkan dengan kriteria efesiensi, dalam arti sejauh mana program
pembiayaan tersebut dapat dengan cepat dan luas menjangkau sasaran mereka.
37
Efektivitas pembiayaan pada BMT dapat dinilai dari efektivitas tahap
pengajuan pembiayaan, tahap penyaluran pembiayaan, tahap pemanfaatan
pembiayaan dan tahap pengembalian pembiayaan. Keberhasilan suatu program
pembiayaan ditandai dengan adanya hubungan timbal balik antara pihak shahibul
maal (pemilik dana) dan mudharib (debitur) sehingga manfaat yang dihasilkan
dapat diperoleh oleh keduanya. Dilihat melalui perbandingan dengan bank
konvensional yang masih menerapkan sistem bunga dalam penyaluran
pembiayaan, BMT dinilai lebih memberikan kemudahan dalam pelaksanaannya.
Dalam pemberian pembiayaan bank konvensional dalam tahap pengajuan
pembiayaannya selalu meminta agunan yang mungkin dirasakan berat oleh para
pelaku usaha kecil dan menengah. Kemudian prosedur yang sulit karena bank
akan melakukan seleksi tertentu untuk permohonan pembiayaan dan memakan
waktu yang lama untuk mendapatkan jawaban dari pihak bank konvensional atas
pengajuan permohonan pembiayaan. Berbeda dengan BMT yang langsung
menjadikan nasabah sekaligus anggota dalam pemberian pembiayaan.
Prosedur yang diberikan juga tidak dianggap menyulitkan nasabah karena
biasanya BMT tidak mensyaratkan adanya agunan dalam permohonan
pembiayaan. Dan juga terdapatnya pendampingan yang ditujukan untuk
membantu pelaku usaha dalam menjalankan usahanya dinilai menjadi nilai
tambah yang biasanya tidak dimiliki oleh bank konvensional pada umumnya. Juga
BMT tidak mensyaratkan adanya legalitas hukum dari usaha para nasabahnya
karena kebanyakan pelaku usaha kecil tidak memiliki hal tersebut dalam
menjalankan usahanya.
38
Efektivitas pembiayaan menurut mudharib berdasarkan beberapa
parameter, antara lain (Hidayat, 2004):
a. Prosedur pembiayaan yang menunjukkan kemudahan bagi calon nasabah
untuk memahaminya
b. Persyaratan pembiayaan yang menunjukkan kesanggupan/kemudahan bagi
calon nasabah pembiayaan untuk memenuhinya, termasuk ada/tidak adanya
jaminan
c. Waktu pencairan atau realisasi yang menunjukkan kecepatan pihak BMT
untuk mewujudkan pembiayaanyang diajukan
d. Lokasi BMT yang menunjukkan kemudahan bagi nasabah pembiayaan untuk
mengakses sumber permodalan yang disediakan
e. Dampak pembiayaan yang menunjukkan tingkat kemanfaatan pembiayaan
Menurut Tomo dalam Hidayat (2004), suatu lembaga keuangan yang
melayani golongan ekonomi menengah kebawah dalam upaya memperluas
jangkauan pemberian pembiayaannya di pedesaan harus memperhatikan beberapa
unsur yaitu: hubungan antara kreditur dengan nasabah harus bersifat hubungan
informal, dalam pemberian pembiayaan maupun penagihannya harus aktif dalam
arti harus sering mengunjungi tempat tinggal atau tempat usaha nasabah,
pengawasan serta pembinaan harus dilakukan secara terus-menerus, kondisi sosial
budaya setempat, bantuan teknik perlu ditingkatkan disamping bantuan dana yang
selama ini diberikan.
Jadi, keberhasilan suatu program keuangan tidak hanya dilihat dari jumlah
pembiayaan yang dapat disalurkan oleh lembaga keuangan yang bersangkutan,
tetapi juga dilihat dari tingkat pengembaliannya karena tingkat pengembalian
39
pembiayaan akan mempengaruhi program keuangan selanjutnya. Suatu program
keuangan dikatakan efektif apabila dapat menghapuskan hambatan-hambatan
yang timbul akibat dari kebiasaan pinjam-meminjam untuk keperluan konsumsi,
salah satunya yaitu hambatan berupa kelemahan dalam melunasi hutang.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Tahapan pertama dalam penelitian ini yaitu mencari informasi tentang
prosedur pembiayaan syariah yang dilakukan oleh BMT dan selanjutnya
penelitian difokuskan kepada tahapan-tahapan pembiayaan, faktor-faktor yang
mempengaruhi pengambilan pembiayaan serta dampak yang ditimbulkan dari
pembiayaan terhadap nasabah. Selanjutnya dilihat dari sisi nasabah yang dalam
hal ini difokuskan nasabah mengambil pembiayaan modal kerja.
Pembiayaan pola bagi hasil ini selanjutnya akan dianalisis tahapan-tahapan
pembiayaan yang meliputi (Hidayat, 2004):
1. Tahap pengajuan pembiayaan
2. Tahap pencairan/penyaluran pembiayaan
3. Tahap penggunaan dana pembiayaan
4. Tahap pengembalian pembiayaan
Serta dampaknya terhadap nasabah berupa:
1. Kondisi usaha
2. Peningkatan pendapatan
3. Peningkatan kesejahteraan
4. Pemilikan asset
40
Dari sisi nasabah yang dalam hal ini adalah para pemilik usaha, dampak
pembiayaan adalah mengacu kepada tingkat kesejahteraan. Asumsi keberhasilan
atau efektivitas pembiayaan syariah bagi nasabah adalah terpenuhinya kebutuhan
sehari-hari dari setiap anggota keluarga serta kesinambungan dalam usaha yang
dikelola oleh nasabah itu sendiri.
Analisis yang dilakukan mencakup analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan guna mengatahui tingkat efektivitas
prosedur pembiayaan syariah yang telah dilakukan oleh BMT Dana Insani serta
dampak pembiayaan tersebut terhadap nasabah, sedangkan analisis kuantitatif
untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pembiayaan syariah
yang diambil oleh nasabahnya. Hasil dari kedua analisis tersebut berupa langkah-
langkah perbaikan dalam mencapai pengelolaan pembiayaan yang efektif.
Kerangka pemikiran operasional penelitian ini dapat terlihat pada Gambar 5
41
aa
Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
Lemahnya permodalan UKM sektor pertanian dan
sektor non pertanian
BMT Dana Insani
Analisis Faktor-Faktor Penduga
Berpengaruh Terhadap Pengambilan
Pembiayaan Syariah Melalui Analisis
Kuantitatif Menggunakan Model
Regresi Linear Berganda
Penilaian Efektivitas
Pembiayaan Melalui Analisis :
1. Skala Likert
2. Deskriptif
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Penilaian Efektivitas
1. Tidak Efektif
2. Kurang Efektif
3. Cukup Efektif
4. Efektif
1. Bagaimana Tingkat Efektivitas Pembiayaan di BMT
2. Faktor-Faktor Apa yang Mempengaruhi Jumlah
Pengambilan Pembiayaan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
1. Jumlah Karyawan
2. Pengalaman Usaha
3. Penerimaan Usaha
4. Skala Usaha
5. Pengalaman Pengambilan Pembiayaan
6. Jangka Waktu Realisasi Pembiayaan
7. Jangka Waktu Agsuran Pembiayaan
8. Sektor Usaha
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu penelitian
Penelitian dilakukan di BMT Dana Insani yang berlokasi di kabupaten
Gunung Kidul propinsi Yogyakarta. Periode penelitian dilakukan pada bulan
September-Oktober 2008. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja
(purposive) dengan berbagai pertimbangan diantaranya adalah sejak berdirinya
BMT tersebut mengalami pertumbuhan yang melaju dengan pesat sehingga telah
mampu membuka beberapa kantor cabang pembantu untuk memudahkan
pelayanan kepada nasabahnya.
4.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
dengan metode wawancara. Dalam hal ini, informasi yang diperoleh langsung dari
responden atau informan dengan cara tatap muka serta berbincang-bincang dan
alat yang digunakan untuk mengumpulkan informasi adalah berupa kuisioner
yang akan diberikan kepada responden yang merupakan anggota dari BMT
tersebut yang telah mendapatkan pembiayaan. Kuisioner yang diberikan terdiri
dari tiga bagian. Bagian pertama berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai identitas
responden, kuisioner bagian kedua berisi pertanyaan-pertanyaan tentang
karakteristik keragaan usaha dan juga faktor-faktor yang mempengaruhi
pengambilan pembiayaan, dan kuisioner bagian tiga berisi tentang penilaian
efektivitas penyaluran pembiayaan beserta dampak dari pembiayaan itu sendiri
terhadap nasabah. Kuisioner bagian tiga terdiri dari 20 pertanyaan yang
43
didistribusikan masing-masing secara merata kepada responden, yang isinya
menyangkut tahap pembiayaan yang meliputi pengajuan pembiayaan, penyaluran
pembiayaan, pemanfaatan/penggunaan dana pembiayaan, pengembalian
pembiayaan dan dampak pembiayaan terhadap nasabah.
Pengumpulan data tersebut dimaksudkan untuk menganalisis kegiatan
pembiayaan dari BMT tersebut untuk menilai apakah sudah efektif atau belum.
Penilaian ini berdasarkan persepsi para responden yang dengan ini adalah nasabah
dari BMT itu sendiri dengan menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi
efektivitas pembiayaan di BMT dan dari faktor-faktor tersebut akan diketahui
faktor-faktor mana yang sudah baik dan juga faktor-faktor mana yang perlu
diperbaiki lagi.
4.3 Penentuan Data dan Sumber Data
Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, sedangkan sifatnya
adalah data kualitatif dan kuantitatif yang berkaitan dengan penelitian ini. Data
primer didapatkan dari wawancara kepada pihak pengelola BMT dan penyebaran
kuisioner kepada para responden. Sedangkan data sekunder diperoleh dari
berbagai arsip dan administrasi BMT yang mendukung penelitian ini serta
berbagai pustaka dan literatur-literatur yang juga mendukung untuk penulisan
tugas akhir ini.
4.4 Metode Penentuan Responden
Pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive sampling).
Jumlah dari sampel yang diambil adalah 30 orang. Pengambilan sampel secara
44
sengaja ini dengan mempertimbangkan kemudahan dan juga keterwakilan dari
seluruh nasabah BMT tersebut.
4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh berupa data kualitatif dan kuantitatif. Sebelum diolah
dan dianalisa, data terlebih dahulu dikelompokkan berdasarkan faktor-faktor
penduga yang mempengaruhi pengambilan pembiayaan dan penilaian efektivitas
pembiayaan. Kemudian melakukan skoring terhadap data agar data bisa
digolongkan dan dikelompokkan dalam beberapa kategori jawaban. Cara
penentuan total skor tiap katagori adalah:
Total Skor = Jumlah responden × Nilai skor tiap kategori
Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk uraian, gambar dan
tabel. Pengolahan data dan analisis data untuk menjawab tujuan penelitian
dilakukan dengan dua metode, yaitu:
a. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui apakah pembiayaan yang
dilakukan pihak BMT telah efektif dalam pengelolaannya serta dampak yang
ditimbulkan terhadap nasabah, baik dalam peningkatan usaha, pendapatan,
penambahan jumlah asset, modal usaha, peningkatan kesejahteraan, serta
pemenuhan kebutuhan hidup juga tanggungan keluarga. Analisis dilakukan
dengan melakukan perbandingan kondisi sebelum pembiayaan dengan sesudah
pembiayaan.
Data kualitatif yang diperoleh dari kuisioner diukur dengan skala Likert.
Pemilihan penggunaan skala Likert dikarenakan skala ini dapat mengukur sikap
45
masyarakat terhadap masalah yang sedang diteliti. Jenjang skor yang digunakan
yaitu tiga, ini mempertimbangkan karakteristik dari polpulasi nasabah yang
memiliki kemungkinan berpendidikan rendah sehingga dapat membedakan
pendapatnya dengan lebih tajam. Sedangkan skor yang diberikan ada tiga, yaitu
skor tiga untuk responden yang menjawab meningkat, dua untuk yang menjawab
tetap, dan satu untuk responden yang menjawab menurun.
Penilaian tanggapan responden terhadap tahapan-tahapan pembiayaan
pada BMT serta dampaknya akan dibagi kepada empat kategori yaitu efektif,
cukup efektif, kurang efektif dan tidak efektif. Pembagian skor penilaian
digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan pada pengelolaan
pembiayaannya dan juga dampak terhadap nasabah. Total skor untuk setiap
prosedur adalah antara 120-360. Skor ini diperoleh dari pengalian skor terendah
dan tertinggi dengan jumlah pertanyaan dalam setiap prosedur dan juga jumlah
responden. Selang diperoleh dari selisih total skor tertinggi yang mungkin dibagi
jumlah kategori jawaban kemudian dikurangi satu (Hidayat, 2004).
Selang = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 −𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝐾𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖 𝐽𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛− 1
Kemudian diperoleh selang untuk setiap penilaian adalah 59. Kemudian
dari selang tersebut akan diperoleh pengelompokan kategori beserta nilai skornya,
yaitu:
1. Tidak efektif bila total skor antara 120-179
2. Kurang efektif bila total skor antara 180-239
3. Cukup efektif bila total skor antara 240-299
4. Efektif bila total skor antara 300-360
46
Setelah data diolah dan kemudian didapatkan skor-skor untuk penilaian,
kemudian skor penilaian tersebut diinterpretasikan sehingga diketahui tahapan-
tahapan pembiayaan serta dampaknya terhadap nasabah yang memiliki penilaian
efektif, cukup efektif, kurang efektif dan tidak efektif. Dari penilaian tersebut bisa
diberikan alternatif-alternatif untuk memperbaiki hal-hal yang masih dianggap
kurang di BMT tersebut.
b. Analisis Kuantitatif
Data kuantitatif yang diperoleh dari responden penelitian kemudian diolah
dan dianalisis dengan menggunakan metode statistik guna memberikan dasar
bertolak untuk menjelaskan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi jumlah
pengambilan pembiayaan syariah oleh nasabah.
Analisis yang dilakukan menggunakan persamaan regresi linier berganda.
Persamaan regresi linier berganda digunakan untuk menguji keterkaitan antara
variabel bebas dan tidak bebas di dalam model yang kemudian akan diuraikan
secara deskriptif. Penelitian ini dalam menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi pengambilan pembiayaan pada BMT dilakukan dengan melalui
pendekatan fungsi permintaan dimana pembiayaan dipandang sebagai barang
ekonomi (Hidayat, 2004).
Fungsinya dapat ditulis dalam bentuk matematis sebagai berikut:
Yi=f(X1, X2, X3,......, Xn)
Dimana Yi diasumsikan sebagai jumlah pembiayaan yang diambil
nasabah, sedangkan X1, X2, X3,....., Xn adalah faktor-faktor yang diduga
mempengaruhi pengambilan pembiayaan. Penelitian ini dalam mengestimasi
fungsi permintaan tersebut menggunakan model Cobb-Douglas. Model ini cocok
47
untuk mengestimasi fungsi produksi dan fungsi permintaan karena persamaan
tersebut adalah fungsi paling logis dari fungsi permintaan dan bentuk aljabar
fungsi ini dapat ditransformasikan menjadi sebuah hubungan linear dengan
menggunakan logaritma sehingga dapat diestimasi dengan metode OLS (Hidayat,
2004). Model ini dapat ditulis dengan notasi Yule dengan cara sebagai berikut
(Guzarati, 1978):
Yi = aX1b1
X2b2
.......e
Persamaan ini dapat dinyatakan dengan lebih mudah dalam bentuk
logaritma sebagai berikut:
lnYi = ao + b1 lnX1 + b2 lnX2 + bk lnXk + e
dimana : Y = peubah tidak bebas (dependent)
X = peubah bebas (independent)
b = koefisien persamaan
a0 = intercept
e = galat (peubah pengganggu)
Dalam penelitian ini faktor-faktor yang diduga mempengaruhi
pengambilan pembiayaan adalah sebagai berikut:
18. Jumlah karyawan adalah jumlah anggota pekerja usaha tersebut. Faktor
diduga ini berimplikasi terhadap anggaran pembiayaan usaha.
19. Pengalaman usaha adalah lama seseorang dalam menjalankan usahanya
tersebut. Semakin lama memiliki pengalaman usaha maka akan lebih
memiliki kemampuan untuk memperhitungkan jumlah kebutuhan
pembiayaan dalam menjalankan usahanya tersebut. Sehingga dapat
memanfaatkan pembiayaan yang diberikan.
48
20. Penerimaan usaha perbulan adalah besar pemasukan yang diperoleh dari
usaha tersebut setiap bulannya. Adalah suatu indikator dalam menilai
kemampuan untuk membayar angsuran dari pembiayaan.
21. Skala usaha adalah besar kecilnya usaha yang dijalankan. Diukur dengan
besar modal yang digunakan untuk menjalankan usaha tersebut. Semakin
besar modal yang digunakan untuk menjalankan usah tersebut, maka semakin
besar pula skala usaha tersebut.
22. Pengalaman pengambilan pembiayaan, adalah frekuensi nasabah dalam
melakukan permohonan pembiayaan. Semakin tinggi frekuensi melakukan
pinjaman maka akan semakin menimbulkan kepercayaan pihak BMT kepada
nasabah.
23. Jangka waktu realisasi pembiyaan adalah rentang waktu pencairan
pembiayaan dari awal permohonan sampai pemberian pembiayaan.
24. Jangka waktu angsuran, selang waktu yang diberikan oleh lembaga keuangan
untuk mengangsur pengembalian pembiayaan. Semakin lama waktu yang
diberikan oleh BMT untuk mengangsur maka akan memberikan keleluasaan
nasabah dalam mengembalikan pembiayaan
25. Sektor usaha responden dibagi menjadi dua kategori yaitu sektor pertanian
dan non sektor pertanian. Sektor pertanian yang dimaksud adalah sektor
pertanian dalam arti luas, termasuk peternakan, kehutanan, dan perikanan.
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka faktor-faktor yang diduga
mempengaruhi jumlah pengambilan pembiayaan secara matematis dapat
dituliskan dalam persamaan sebagai berikut:
49
lnYi = a0 + b1 lnJK + b2 lnPU + b3 lnPRU + b4 lnSU + b5 lnPPM + b6 lnJWR
+ b7 lnJW + cD + ei
Dugaan nilai parameter:
b2, b3, b4, b6 > 0 dan b1, b5, b7, c > 0
Dimana:
lnYi = Jumlah pembiayaan yang diambil (Rp)
lnJK = Jumlah karyawan (orang)
lnPU = Pengalaman usaha (tahun)
lnPRU = Penerimaan usaha (Rp/bulan)
lnSU = Skala usaha dengan besar modal (Rp)
lnPPM = Pengalaman pengambilan pembiayaan (kali)
lnJWR = Jangka waktu realisasi (hari)
lnJW = Jangka waktu angsuran (bulan)
D = Sektor usaha responden (dummy)
= 1, jika sektor pertanian
= 0, jika non sektor pertanian
e = galat (disturbance term)
a0 = intercept
Untuk menentukan faktor yang berpengaruh nyata atau tidak berpengaruh
nyata digunakan uji, sebagai berikut:
1. Pengujian serentak seluruh parameter dugaan (uji-F)
Statistik uji: Fhitung = 𝑆𝑆𝑅/(𝑘−1)
𝑆𝑆𝐸/(𝑛−1)
50
Dimana:
SSR = jumlah kuadrat regresi
SSE = jumlah kuadrat residual
k = banyaknya parameter dugaan termasuk intercept
n = jumlah sampel
Hipotesa:
H0 : seluruh variabel bebas dalam model tidak berpengaruh nyata
terhadap variabel tidak bebas
H1 : ada sedikitnya satu variabel bebas dalam model berpengaruh nyata
terhadap variabel tidak bebas
Kriteria uji:
H0 ditolak apabila : Fhitung > Ftabel, derajat bebas tertentu
H0 diterima apabila : Fhitung < Ftabel, derajat bebas tertentu
2. Pengujian parameter dugaan (uji-t)
Statistik uji: t hitung = 𝑏𝑖
𝑆(𝑏𝑖 )
Dimana:
bi = parameter dugaan
S(bi) = standar deviasi parameter bi
Hipotesa:
H0 : masing-masing variabel bebas dalam model tidak berpengaruh
nyata terhadap variabel tidak bebas
H1 : masing-masing variabel bebas dalam model berpengaruh nyata
terhadap variabel tidak bebas
51
Kriteria uji:
H0 ditolak apabila : thitung > ttabel, derajat bebas tertentu
H1 diterima apabila : thitung < ttabel, derajat bebas tertentu
3. Pengujian terhadap adanya masalah multikolinear, autokorelasi, dan
heterokedastisitas.
Pengujian dilakukan multikolinear dengan melihat nilai Value Inflation
Factor (VIF) yang diperoleh dari setiap variabel bebas yang diperoleh.
Kemudian autokorelasi diuji dengan menggunakan uji Durbin-Watson yang
dianalisa menggunakan software Minitab versi 14, dan heterokedastisitas
diuji dengan menggunakan White Heteroskedasticity yaitu dengan cara
melihat nilai probabilitas obs*R-squared-nya yang dianalisa dengan
menggunakan software E-Views versi 4. Apabila nilai probabilitasnya lebih
besar daripada taraf nyata yang digunakan dalam analisis maka hasil estimasi
tersebut lolos dari adanya masalah heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika nilai
probabilitasnya lebih kecil daripada taraf nyata yang digunakan maka hasil
estimasi tersebut mempunyai masalah dengan heteroskedastisitas.
4. Pengujian kebaikan suatu model.
Pengujian dilakukan dengan melihat besarnya nilai koefisien determinasi
(R2) yang bertujuan untuk mengetahui berapa jauh keragaman besarnya
pembiayaan dapat diterangkan oleh variabel penjelas yang dipilih. Koefisien
determinasi dirumuskan sebagai berikut:
𝑅2 =𝐽𝐾𝑅
𝐽𝐾𝑇= 1 −
∑𝑒𝑖2
∑𝑦𝑖2
52
Dimana:
∑ei2 = Jumlah kuadrat unsur sisa (galat)
∑yi2 = Jumlah kuadrat total
Semakin besar nilai dari R2
berarti model yang dijelaskan akan semakin
baik dan eror yang ditimbulkan akan semakin kecil. Untuk taraf uji (α) yang
digunakan adalah 1 persen, 10 persen dan 15 persen.
4.6 Defenisi Operasional
1. Pembiayaan syariah adalah pola pembiayaan yang berdasarkan syariat Islam
yang bebas bunga dan bebas dari riba.
2. Jumlah pembiayaan yang diambil nasabah adalah merupakan besarnya
realisasi pembiyaan yang diberikan pihak BMT kepada nasabah (dalam
satuan rupiah)
3. Jumlah tanggungan keluarga merupakan besarnya jiwa yang ditanggung oleh
nasabah, baik anggota keluarga sendiri maupun anggota keluarga lain (orang)
4. Pengalaman usaha adalah lamanya nasabah dalam menjalankan usaha baik
sebelum maupun sesudah mendapat pembiayaan (tahun)
5. Penerimaan usaha keluarga adalah pendapatan yang diperoleh nasabah dari
seluruh kegiatan usaha yang dijalankan dalam memanfaatkan pembiayaan
dikurangi modal yang digunakan (Rp/bulan)
6. Skala usaha adalah ukuran besar atau kecilnya usaha yang dijalankan. Skala
usaha diukur dengan modal yang digunakan pada usaha tersebut (rupiah)
7. Pengalaman pengambilan pembiayaan, adalah frekuensi nasabah dalam
melakukan permohonan pembiayaan.
53
8. Jangka waktu realisasi pembiyaan adalah rentang waktu pencairan
pembiayaan dari awal permohonan sampai pemberian pembiayaan.
9. Jangka waktu angsuran adalah selang waktu yang diberikan pihak BMT
kepada nasabah untuk mengangsur dan melunasi pinjamannya yang lamanya
telah disepakati bersama antara pihak BMT dan pihak nasabah (bulan)
10. Sektor usaha responden dibagi menjadi dua kategori yaitu sektor pertanian
dan non sektor pertanian.
11. Tahap pengajuan pembiayaan adalah permohonan dari nasabah untuk
mendapatkan pembiayaan dari BMT Dana Insani.
12. Tahap penyaluran pembiayaan adalah pencairan dana pembiayaan dari pihak
BMT kepada nasabah yang besarnya disesuaikan dengan kesepakatan kedua
belah pihak.
13. Tahap pengelolaan pembiayaan adalah kemampuan nasabah dalam
memanfaatkan pembiayaan yang diberikan BMT.
14. Tahap pengembalian adalah kemampuan nasabah dalam mengangsur
sejumlah pembiyaan yang dipinjamnya dari BMT. Pengembalian pinjaman
ini dibatasi oleh jangka waktu angsuran yang telah disepakati oleh kedua
belah pihak.
15. Dampak pembiayaan yang diberikan oleh BMT dilihat dari kondisi usaha,
peningkatan pendapatan, peningkatan kesejahteraan, dan pemilikan asset.
V. GAMBARAN UMUM BMT
5.1. Sejarah Singkat BMT Dana Insani
BMT Dana Insani merupakan lembaga keuangan yang operasionalnya
berdasarkan prinsip syariah dan prinsip koperasi atas dasar azas kekeluargaan.
Dalam usahanya BMT Dana Insani berperan sebagai lembaga perantara
(intermediary) antara mereka yang memiliki dana berlebih tapi tidak memiliki
kemampuan untuk berniaga dengan mereka yang memiliki kemampuan berniaga
tetapi tidak memiliki dana. BMT Dana Insani terdiri dari dua lembaga yaitu:
1. Baitul Maal yaitu lembaga yang bertugas menghimpun dana anggota dan
masyarakat dalam bentuk zakat, infaq, shadaqoh dan hibah serta
didistribusikan kepada yang berhak (8 asnaf dalam Al Qur’an yaitu faqir,
miskin, ghorim, hamba sahaya, fisabilillah, mualaf, amil).
2. Baitul Tamwil yaitu lembaga yang bertugas menghimpun dana dari
anggota dan masyarakat luas dalam bentuk simpanan, kemudian dana
tersebut digunakan untuk pembiayaan produktif anggota.
Dana yang disimpan di BMT Dana Insani merupakan amanah yang harus
ditunaikan oleh BMT Dana Insani untuk mengembangkan usaha sehingga
menghasilkan keuntungan. Selain itu karena BMT diberi amanah menggunakan
dana tersebut untuk memperoleh keuntungan, maka BMT memberika bagi hasil
atau bonus kepada para penabung/penyimpan sesuai pendapatan yang diperoleh
BMT setiap bulannya.
Kehadiran BMT Dana Insani berawal dari hasil kajian dan pendampingan
dari ekonomi akar rumput yang diadakan oleh aktivis pemuda Yogyakarta dengan
55
beberapa aktivis pemuda Gunung Kidul pada akhir tahun 1999 sampai awal tahun
2001. Dari hasil pendampingan dan kajian yang dilakukan diperoleh bahwa
banyak masyarakat yang mempunyai usaha ekonomi produktif seperti pedagang-
pedagang kecil di pasar dan para pengusaha kecil lainnya sulit untuk
memanfaatkan jasa perbankan. Sementara mereka terjerat dengan lembaga non
formal atau rentenir yang memberikan bunga terlalu tinggi.
Hal ini terpaksa mereka lakukan karena tidak ada lembaga keuangan
alternatif lain yang memberikan pelayanan kepada mereka. Selepas dari
pendampingan tersebut beberapa aktivis pemuda, tokoh agama, dan masyarakat
yang memiliki kepedulian terhadap pengembangan ekonomi kerakyatan, pada
tanggal 1 Februari 2001 diprakarsai berdirinya BMT Dana Insani dan mulai
beroperasi pada tanggal 1 Juni 2001.
Pada tanggal 31 Desember 2002, BMT Dana Insani telah memiliki badan
hukum koperasi dengan nomor badan hukum 518.003/BH/XII/2002 sebagai
lembaga keuangan alternatif yang dapat memberikan pembiayaan/pinjaman
kepada masyarakat yang mempunyai usaha ekonomi produktif. Setelah perjalanan
selama 7 tahun, BMT telah membuka 2 kantor cabang di wilayah Kabupaten
Gunung Kidul. Kantor cabang pertama dibuka pada tanggal 19 Maret 2005,
berlokasi di Kecamatan Semin yang sebagian besar anggotanya adalah pedagang.
Kantor cabang kedua dibuka pada tanggal 15 Februari 2008, berlokasi di
Kecamatan Ponjong yang sebagian besar anggotanya adalah petani yang
tergabung dalam kelompok tani binaan BMT Dana Insani.
Pada tanggal 30 Desember 2004, BMT Dana Insani memperoleh dana
bantuan dari Kementrian Koperasi yang akan disalurkan kepada anggota yang
56
membutuhkan sebagai pembiayaan usaha produktif. Setelah itu pada bulan Juni
2007 BMT Dana Insani bekerja sama dengan Kementrian Perumahan Rakyat
guna menyalurkan kredit perumahan rakyat swadaya bersubsidi yang memang
sudah menjadi program kerja pemerintah guna memberantas kemiskinan.
5.2. Ruang Lingkup dan Struktur Organisasi BMT Dana Insani
5.2.1. Ruang Lingkup Organisasi BMT Dana Insani
Kegiatan-kegiatan usaha yang telah dilakukan BMT Dana Insani hingga
tahun 2008 sudah memuaskan yang dapat dilihat dari perkembangan usahanya
dan telah mempu membuka dua kantor cabang untuk memperluas wilayah
pelayanannya. Dengan dilakukannnya kerja sama antara BMT Dana Insani
dengan Kementrian Perumahan Rakyat membuktikan bahwa BMT Dana Insani
memiliki eksistensi yang cukup baik dikalangan lembaga keuangan alternatif
lainnya. Kegiatan-kegiatan usaha yang dilakukan oleh BMT Dana Insani terdiri
dari kegiatan-kegiatan intern dan ekstern.
Kegiatan yang bersifat intern dilakukan di dalam ruangan oleh para staf,
antara lain: mengadakan transaksi simpan pinjam dan menabung, menganalisis
ulang calon mitra pembiayaan, mengolah data pembiayaan, dan mengadakan rapat
evaluasi. Sedangkan kegiatan yang bersifat eksten meliputi funding
(penghimpunan dana) dan landing (pembiayaan).
Funding meliputi:
a. Menjelaskan visi dan misi BMT Dana Insani kepada pemilik dana dengan
harapan mereka dapat mempercayakan dananya kepada BMT untuk
disalurkan kepada mereka yang membutuhkan.
57
b. Mengenalkan produk-produk BMT Dana Insani kepada pemilik dana.
Sedangkan kegiatan landing seperti mencari calon mitra pembiayaan yang benar-
benar amanah terhadap dana yang diberikan. Untuk kegiatan landing
(pembiayaan), BMT Dana Insani selalu melakukan survei lokasi usaha dan juga
survei lokasi tempat tinggal terhadap calon mitra yang kemudian hasil survei
tersebut dibawa ke dalam rapat evaluasi untuk memutuskan layak atau tidaknya
calon mitra tersebut mendapatkan pembiayaan.
5.2.2. Struktur Organisasi BMT Dana Insani
BMT Dana Insani memiliki dasar hukum koperasi, sehingga keputusan
tertinggi ada pada Rapat Anggota Tahunan (RAT). Dalam menjalankan organisasi
RAT mengamanahkan kepada Badan Pengawas dan Badan Pengurus. Selanjutnya
Badan Pengurus membawahi manajemen BMT sebagai pelaksana teknis
operasional yang dipimpin oleh seorang manajer umum yang berfungsi sebagai
orang yang merencanakan, mengkordinasikan dan mengendalikan seluruh
aktivitas lembaga yang meliputi penghimpunan dana dan penyaluran dana yang
merupakan kegiatan utama lembaga serta kegiatan-kegiatan yang secara langsung
berhubungan dengan aktivitas utama tersebut dalam upaya mencapai target.
Struktur organisasi dan fungsi perangkat organisasi BMT Dana Insani dapat
dilihat pada lampiran 1.
Perangkat manajemen yang diterapkan BMT Dana Insani memungkinkan
setiap perangkat menjalankan fungsinya secara profesional. Pada perangkat
manajemen tidak terdapat sumber daya manusia yang menjalankan dua peran
sekaligus. Setiap perangkat menjalankan perannya masing-masing sesuai fungsi
58
kerja yang telah ditentukan. Dalam hal ini kebutuhan SDM di BMT Dana Insani
sudah sangat mencukupi, sehingga sampai saat ini dapat menjalankan kegiatan
usahanya secara optimal tanpa terkendala oleh kekuarangan sumber daya
manusia.
5.3. Produk-Produk BMT Dana Insani
BMT sebagai lembaga keuangan alternatif yang berlandaskan syariah
Islam menjalankan perannya dalam hal penghimpunan dan penyaluran dana. Pada
penghimpunan dana BMT akan berhadapan dengan penyimpan dana sedangkan
pada penyaluran dana BMT akan berhadapan dengan pengguna dana.
Produk-produk keuangan dalam penghimpunan dana dan penyaluran dana
yang dijalani oleh BMT Dana Insani adalah sebagai berikut:
A. Modal
1. Produk Simpanan Umum
a. Simpanan Wadiah yaitu simpanan dengan model titipan yang
memungkinkan anggota melakukan transaksi penyimpanan dan penarikan
dananya setiap saat. Setiap bulan akan diberikan bonus sesuai pendapatan
BMT.
b. Simpanan Mudhorobah yaitu simpanan yang dikelola dengan prinsip
syariah. Anggota dapat melakukan transaksi penyimpanan dan penarikan
dananya setiap saat. Setiap bulan akan diberikan bagi hasil sesuai proporsi
nisbah.
c. Simpanan Qurban yaitu simpanan yang direncanakan oleh anggota untuk
mewujudkan niatnya beribadah Qurban. Penarikan simpanan dilakukan
59
menjelang Hari Raya Idul Adha dalam bentuk tunai ataupun hewan
Qurban.
d. Simpanan Masa Depan (SIMAPAN) yaitu simpanan yang direncanakan
oleh anggota untuk mempersiapkan masa depan putra/putri dan masa
depan keluarga. Setoran simpanan dilakukan setiap bulan dan jumlah
setoran bersifat tetap setiap bulannya sesuai kesepakatan. Penarikan
simpanan dilakukan sesuai dengan jangka waktu simpanan yang
diinginkan, pilihan jangka waktu: 5, 10 dan 15 tahun.
e. Simpanan Perumahan yaitu simpanan yang diperuntukan bagi anggota
yang mengikuti program perumahan bersubsidi KPRS. Penarikan
simpanan dilakukan sesuai dengan berakhirnya program KPRS.
f. Simpanan Walimah yaitu simpanan yang dimaksudkan untuk
merencanakan niat suci Walimah/Pernikahan. Penarikan simpanan
dilakukan menjelang pelaksanaan pernikahan dalam bentuk dana tunai.
g. Simpanan Haji yaitu simpanan yang dimaksudkan untuk merencanakan
niat suci menunaikan Ibadah Haji. Penarikan simpanan dilakukan setelah
simpanan akan digunakan untuk membayar Ongkos Naik Haji (ONH).
2. Produk Simpanan Berjangka
Adalah bentuk simpanan bagi anggota dalam bentuk investasi yang halal
dan berprinsip syariah dengan jangka waktu: 3, 6, 12 dan 24 bulan. Dana dari
anggota disalurkan pada berbagai macam usaha halal dan produktif guna
mendukung peningkatan ekonomi umat.
60
3. Produk Modal Penyertaan
Modal penyertaan merupakan produk eksklusif BMT bagi anggota dalam
bentuk investasi yang halal dan berprinsip syariah dengan jangka waktu minimal
36 bulan. Dana dari anggota akan disalurkan pada berbagai macam usaha halal
dan produktif guna mendukung peningkatan ekonomi umat.
B. Pembiayaan
Pembiayaan yang diberikan oleh pihak BMT meliputi segala bentuk usaha
nasabahnya baik usaha di bidang pertanian maupun non pertanian. Menurut
sifat penggunaanya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Pembiayaan Produktif
a. Musyarakah merupakan pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai
dengan proporsi penyertaannya, selanjutnya pembagian hasil dilakukan
sesuai kesepakatan bersama berdasarkan proporsi pendapatan.
b. Mudharabah merupakan pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil, BMT
selaku pemilik dana memberikan modal kepada anggota untuk usaha yang
telah disepakati bersama dan nisbah bagi hasil disepakati kedua belah
pihak.
2. Pembiayaan Konsumtif
a. Jual beli (Murabahah)
Murabahah yaitu pembiayaan dengan prinsip jual beli dengan pembayaran
cicilan barang yang dijual oleh pihak BMT. Pihak BMT memperoleh kadar
keuntungan dari harga barang yang dibeli anggota.
61
b. Pembiayaan Ijarah
Ijarah pembiayaan dengan prinsip sewa, dimana BMT akan membelikan
barang tertentu sesuai pesanan anggota dan selanjutnya disewakan kepada
anggota untuk diangsur sesuai kemampuan. Apabila jangka waktu
pembiayaan selesai maka barang tersebut menjadi hak milik anggota.
c. Pinjaman (Qordhul Hasan)
Qordhul Hasan adalah pembiayaan kebajikan tanpa dikenakan bagi hasil
atau keuntungan dan pengembalian pinjaman hanya dituntut
mengembalikan modal pinjaman saja.
5.4. Perkembangan BMT Dana Insani
5.4.1. Kondisi Keanggotaan
Keanggotaan BMT Dana Insani mengalami kenaikan setiap tahunnya ini
dapat dilihat hingga pada bulan Juli 2008 tercatat sekitar 200 orang calon anggota
yang telah mendaftar, terjadi kenaikan jumlah pendaftar sebanyak 120 orang dari
tahun 2007 yang berjumlah 80 orang calon anggota (Lampiran 3). Semakin
banyaknya calon anggota yang mendaftar didasarkan kepada ketersediaan dana di
BMT Dana Insani tersebut sehingga para calon anggota mempercayakan lembaga
keuangan ini untuk penyaluran pembiayaan. Pertanggal 31 Juli 2008 tercatat
sebanyak 2.018 orang yang menjadi penabung aktif. Dihitung dari tahun 2007,
tercatat kenaikan jumlah penabung sebanyak 631 orang dari catatan jumlah
terakhir sebanyak 1.387 orang penabung.
Sementara itu jumlah peminjam mengalami penurunan sebanyak 144
orang dari catatan tahun 2007 sebanyak 846 orang menjadi 702 orang peminjam
62
per tanggal 31 Juli 2008 (Lampiran 3). Penurunan jumlah peminjam tersebut
mungkin disebabkan oleh peningkatan taraf ekonomi nasabah yang telah
melakukan pinjaman modal usaha dari BMT Dana Insani. Ini tidak terlepas dari
peran aktif BMT dalam melakukan kontrol usaha mitranya, sehingga BMT dapat
meminimalkan resiko kemacetan pengembalian pinjaman oleh nasabah.
5.4.2. Kondisi Keuangan
Perkembangan perputaran pembiayaan dan penerimaan pada BMT Dana
Insani semakin meningkat terhitung sampai pada bulan Agustus 2008. Hal ini
mengindikasikan bahwa jarang sekali terjadi pembiayaan yang bermasalah yang
dapat menyebabkan terjadinya kemacetan pengembalian pembiayaan oleh para
anggota yang telah melakukan pinjaman modal pada BMT Dana Insani. Semua ini
tidak terlepas dari kinerja seluruh staff BMT Dana Insani yang bekerja secara
profesional dan amanah.
Pada awal-awal tahun berdirinya tahun 2001, BMT Dana Insani memiliki
asset modal sebesar Rp 42.380.947,00 yang digunakan untuk pembiayaan kepada
anggota sebesar Rp 24.150.250,00. Terhitung per tanggal 31 Agustus 2008 BMT
memiliki asset modal sebesar Rp 3.266.302.921,00. Secara keseluruhan akumulasi
pembiayaan yang telah diberikan oleh BMT Dana Insani hingga bulan Agustus
2008 sebesar Rp 2.791.708.998,00 dan penerimaannya sebesar Rp 291.024.657,00
(Lampiran 4). Dalam jangka waktu tujuh tahun operasional BMT telah memiliki
asset modal sebesar kurang lebih 3,26 miliyar rupiah. Dengan kata lain BMT
tersebut dinilai berhasil dalam menjalankan usahanya untuk memberikan
pembiaayan kepada masyarakat yang membutuhkan.
63
5.5. Pelaksanaan Pembiayaan di BMT Dana Insani
Pembiayaan yang diberikan oleh BMT Dana Insani kepada mitranya yang
keseluruhan dananya diperoleh dari perputaran uang, keuntungan nisbah bagi
hasil dan juga dari modal penyertaan dana pihak ke tiga. Prosedur pembiayaan
telah ditetapkan oleh pihak BMT dengan mempertimbanggakan kemudahan dan
juga minimalisasi resiko pembiayaan tersebut.
5.5.1. Tahap Pengajuan Pembiayaan
Pada tahap pengajuan pembiayaan, calon nasabah/mitra disyaratkan
mempersiapkan beberapa hal:
a. Aplikasi permohonan pembiayaan (APP) serta pendapatan dan
pengeluaran keluarga (PPK)
b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)
c. Fotokopi Kartu Keluarga (KK)
d. Fotokopi surat nikah (bagi yang sudah menikah)
e. Fotokopi jaminan pembiayaan
f. Uang pendaftaran menjadi anggota koperasi (simpanan pokok) sebesar Rp
10.000,00 bagi yang belum menjadi anggota
g. Uang simpanan wajib Rp 2.000,00
Selanjutnya syarat-syarat tersebut diberikan kepada Customer Service (CS) untuk
diperiksa kelengkapannya. Kemudian pihak CS menanyakan pertanyaan dasar
tentang usaha dan keluarga mitra dan selanjutnya menerangkan kepada calon
mitra pembiayaan tentang proses pembiyaan di BMT tersebut. Kemudian berkas
pengajuan pembiayaan dan kelengkapan lainnya diserahkan kepada Account
Officer (AO) untuk diperiksa lebih lanjut. Setelah itu pihak CS mencatat pada
64
buku pengajuan pembiayaan tentang permohonan pembiayaan dan kemudian
membuat formulir pembiayaan. Setelah semuanya selesai kemudian mitra
dipersilahkan pulang dan akan dihubungi kembali oleh pihak BMT dalam jangka
waktu maksimal tiga hari untuk proses lebih lanjut.
Kemudian pihak AO melakukan wawancara kepada calon mitra untuk
memperoleh informasi yang diperlukan sebagai bahan pertimbangan putusan
pembiayaan. Dalam hal ini pihak AO BMT telah mempersiapkan form
wawancara yang berisi berbagai pertanyaan yang menjauhi dari kesan
mengintrogasi calon mitra. Analisa dan wawancara yang dilakukan mengenai:
a. Karakter, meliputi keadaan pribadi dan keluarga nasabah, kepatuhan
memenuhi kewajiban (PBB, simpanan pokok, simpanan wajib bagi
nasabah yang telah menjadi anggota, dll.)
b. Kemampuan usaha dan kemampuan mengembalikan pembiayaan, meliputi
bidang usahanya, penghasilan usaha per hari/per minggu/per bulan dan
jumlah tanggungan keluarga
c. Modal, meliputi modal yang ditananmkan dan sarana usaha yang dimiliki
d. Jaminan. Dalam hal ini pihak BMT Dana Insani mensyaratkan adanya
jaminan pembiayaan yang gunanya adalah untuk meminimalkan resiko
yang mungkin terjadi dari pembiayaan tersebut
e. Kondisi usaha. Dalam hal ini pihak BMT melakukan kunjungan ke lapang
(On The Spot/OTS). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan
usaha yang dijalankan calon nasabah.
Kemudian setelah melakukan wawancara, semua hasil wawancara dicatat oleh
AO dan selanjutnya dibuatkan memorandum analisis pembiayaan (MAP) yang
65
kemudian akan dibawa dalam rapat komite untuk menentukan keputusan layak
atau tidaknya mitra tersebut diberikan pembiayaan oleh BMT.
5.5.2. Tahap Pencairan Pembiayaan
Pencairan pembiayaan akan dilakukan setelah hasil rapat komite
menyetujui permintaan pembiayaan calon nasabah. Lamanya pencairan
pembiayaan tergantung dari jumlah dana pembiayaan yang diajukan oleh nasabah
dan juga tenggang waktu setelah prosedur terpenuhi sampai diadakannya rapat
komite untuk mengambil keputusan. Rata-rata lamanya pencairan pembiayaan
yaitu antara tiga sampai dengan tujuh hari. Dalam melakukan pembiayaan pihak
BMT tidak memberikan batas maksimal dalam satu kali pengajuan permohonan
pembiayaan. Hal ini dikarenakan BMT Dana Insani memiliki jumlah asset modal
yang cukup besar yang akan digunakan untuk pembiayaan kepada para
nasabahnya.
Setelah permohonan disetujui, maka mitra akan dipanggil ke BMT untuk
menandatangani slip pembiayaan dan juga pembacaan akad pembiayaan yang
akan dilakukan oleh AO. Di dalam akad dijelaskan tentang jumlah pembiayaan,
nisbah bagi hasil yang telah disepakati bersama, dan jumlah angsuran pokok yang
harus dibayarkan oleh nasabah.
Selanjutnya kasir akan menerima slip penarikan, akad pembiayaan, kartu
angsuran dan kartu pengawasan pembiayaan yang telah dibuat oleh Administrasi
Legal yang telah diperiksa dan disetujui oleh manajer. Setelah itu kasir akan
menyerahkan sejumlah uang yang sesuai dengan jumlah yang tertera pada kuitansi
yang telah ditandatangani oleh nasabah beserta kartu angsuran, dan kartu
pembiayaan kepada nasabah pembiayaan.
66
5.5.3. Tahap Pemanfaatan dan Pengembalian Pembiayaan
Dana yang telah cair, dapat langsung digunakan oleh nasabah untuk
menambah modal usaha. BMT hanya merekomendasikan pembiayaannya hanya
kepada nasabah yang telah menjalankan usahanya bukan yang memulai dari nol.
Dalam memanfaatkan pembiayaan ini, mitra BMT mempunyai kekuasaan penuh
untuk mengelola usahanya. Namun pihak BMT selalu mengadakan pengawasan
secara aktif kepada nasabah untuk mengontrol keadaan usahanya, tidak ada jadwal
pasti yang dibuat oleh pihak BMT untuk melakukan kunjungan ke lokasi usaha
nasabah yang mendapatkan pembiayaan. Pihak BMT juga melakukan pembinaan
usaha kepada seluruh mitra usahanya yang mendapatkan pembiayaan untuk
menambah modal usaha.
Pengembalian pembiayaan dalan BMT Dana Insani berbentuk angsuran
baik harian, mingguan maupun bulanan. Jangka waktu angsuran ditetapkan
berdasarkan hasil kesepakatan antara kedua belah pihak, sedangkan besarnya
angsuran telah ditetapkan oleh BMT Dana Insani dari perhitungan nisbah bagi
hasil yang telah disepakati bersama dalam akad perjanjian. Dalam pelaksanaannya
pembayaran angsurannya, pihak BMT langsung mengunjungi lokasi usaha mitra.
Karena BMT telah membuat ketetapan untuk memberikan kemudahan kepada
mitra dalam proses pengembalian angsuran dengan sistem jemput bola.
Angsuran yang dibayarkan oleh mitra terdiri dari 3 macam pembayaran,
yaitu angsuran pokok, bagi hasil untuk BMT dan tabungan pembiayaan.
a. Angsuran pokok adalah angsuran yang dibayarkan oleh mitra untuk
mengembalikan pinjaman pembiayaan. Besarnya ditentukan berdasarkan
besarnya jumlah pembiayaan dibagi dengan jangka waktu pembiayaan.
67
Misalkan: Jumlah Pembiayaan = Rp 5.000.000,00
Jangka waktu = 10 bulan/250 hari
Angsuran pokok perhari (A) = Rp 20.000,00/hari
b. Profit BMT adalah besarnya keuntungan yang diterima oleh BMT atas
modal yang telah diberikan, dalam hal ini pihak BMT Dana Insani biasa
disebut dengan bagi hasil. Nisbah bagi hasil ini sebelumnya telah
disepakati bersama antara kedua belah pihak yaitu mitra yang
mendapatkan pembiayaan dengan pihak BMT. Penetapan bagi hasil yang
berlaku di BMT Dana Insani yaitu berdasarkan pendapatan (revenue
sharing), bukan berdasarkan keuntungan yang diperoleh nasabah (profit
sharing). Besarnya nisbah bagi hasil mempertimbangkan pada tingkat
keuntungan yang ingin diperoleh BMT.
Misakan: Nisbah bagi hasil yang telah disepakati adalah 80 : 20
80 persen untuk mitra sementara 20 persen adalah keuntungan
yang diharapkan oleh pihak BMT.
Maka perhitungannya adalah:
Rp 5.000.000,00/10 bulan = Rp 500.000,00/bulan
Keuntungan per bulan yang diharapkan BMT adalah:
Rp 500.000,00 : 20 persen = Rp 100.000,00/bulan
Maka:
Keuntungan yang diharapkan BMT = Rp 100.000,00
Bagi hasil (B) = Rp100.000,00 : 25 hari = Rp 4.000,00/hari
Maka, besar angsuran per hari (A+B) = Rp 24.000,00
68
c. Tabungan pembiayaan adalah simpanan anggota yang mendapatkan
fasilitas pembiayaan dari BMT. Besar tabungan ini disesuaikan dengan
kemampuan nasabah atau bahkan hanya untuk menggenapkan total
angsuran saja. Tabungan ini dapat diambil bila pembiayaan telah lunas dan
jika yang bersangkutan tidak membayar angsuran pembiayaan, maka pihak
BMT berhak memotong sejumlah dana di tabungan pembiayaan. Selain
itu, tabungan pembiayaan ini tidak mendapatkan imbalan bagi hasil.
VI. ANALISIS EFEKTIFITAS DAN FAKTOR-FAKTOR
PENGAMBILAN PEMBIAYAAN SYARIAH
6.1. Analisis Efektifitas Prosedur Pembiayaan di BMT Dana Insani
6.1.1. Analisis Efektivitas Tahap Pengajuan Pembiayaan
Pada tahap pengajuan pembiayaan ada beberapa prosedur yang telah
ditetapkan oleh pihak BMT untuk meminimalkan pembiayaan yang bermasalah.
Seluruh mitra yang berkehendak untuk mendapatkan pembiayaan dari pihak BMT
terlebih dahulu harus memenuhi segala prosedur yang diberlakukan BMT. Dari
beberapa mitra yang menjadi responden penelitian ini mengatakan bahwa
prosedur pembiayaan yang dilakukan oleh BMT Dana Insani sangat sederhana
dan mudah untuk dipenuhi oleh para mitranya (Tabel 4)
Tabel 4. Jumlah Nasabah Responden dalam Menanggapi Pelaksanaan Tahap
Pengajuan Pembiayaan pada BMT Dana Insani Tahun 2008
No Aspek Pengajuan Pembiayaan Skor 3 Skor 2 Skor 1 Total Skor
1 Kemudahan prosedur 30 0 0 90
2 Persyaratan pembiayaan 29 1 0 89
3 Jaminan 7 21 2 65
4 Keramahan petugas dalam melayani
pengajuan pembiayaan 30 0 0 90
Total Skor 334
Keterangan :
Skor 3 untuk jawaban mudah, ringan, kecil dan ramah
Skor 2 untuk jawaban sedang dan biasa saja
Skor 1 untuk jawaban berbelit-belit, berat, besar dan tidak ramah
Berdasarkan Tabel 4 diperoleh keterangan bahwa proses pengajuan
pembiayaan yang terjadi di BMT Dana Insani sudah efektif, dalam artian prosedur
pada tahap pengajuannya dapat diterima oleh nasabah. Hal ini diharapkan dapat
menjadi daya tarik bagi calon nasabah lainnya untuk mengajukan pembiayaan.
70
Efektivitas proses pengajuan pembiayaannya dapat dilihat dari
sederhananya prosedur pembiayaan menurut nasabah yang ditetapkan BMT
walaupun pihak BMT meminta banyak persyaratan yang antara lain: fotokopi
KTP, fotokopi KK (kartu keluarga), fotokopi surat nikah (bagi yang sudah
menikah) dan uang pendaftaran menjadi anggota BMT. Uang pendaftarannya
(simpanan pokok) masih terhitung murah yaitu sebesar Rp 10.000,00 yang masih
dibawah rata-rata koperasi lainnya yang biasanya menetapkan uang pendaftaran
diatas Rp 20.000,00.
Untuk meminimalkan resiko bermasalahnya pengembalian pembiayaan
oleh nasabah, pihak BMT mensyaratkan adanya jaminan pembiayaan. Biasanya
jaminan tersebut adalah surat-surat berharga seperti BPKB kendaraan bermotor,
surat tanah dan sebagainya. Ada 21 orang atau 70 persen dari 30 orang nasabah
yang menjadi responden mengatakan bahwa jaminan tersebut sebanding dengan
jumlah pembiayaan yang diperoleh, 7 orang atau sekitar 23 persen mengatakan
jaminan tersebut lebih ringan dari jumlah pembiayaan yang diambil dan 2 orang
atau sekitar 7 persen nasabah mengatakan bahwa jaminan tersebut lebih mahal
nilainya dibandingkan jumlah pembiayaan yang diambil. Jaminan yang
disyaratkan oleh BMT tidak menjadi kendala besar bagi sebagian nasabah yang
mendapatkan pembiayaan dari BMT Dana Insani. Berdasarkan total skor yang
didapat yaitu sebesar 334, maka prosedur tahap pengajuan pembiayaan di BMT
Dana Insani sudah efektif.
71
6.1.2. Analisis Efektivitas Tahap Pencairan Pembiayaan
Kateristik nasabah pada umumnya mengajukan pinjaman pada saat
membutuhkan tambahan modal bagi usahanya. Sehingga mereka sangat
membutuhkan dana pinjaman dalam waktu cepat untuk keberlangsungan
usahanya. Pihak BMT Dana Insani mengusahakan sesingkat mungkin waktu
pencairan atau realisasi pembiayaan. Rata-rata waktu yang diperlukan dari proses
pengajuan sampai pencairan kurang lebih satu minggu. Jika realisasi pembiayaan
lebih dari satu minggu, ini biasanya disebabkan waktu pengajuan merupakan
moment hari libur nasional, hari raya atau terlambatnya proses pengecekan ke
tempat usaha.
Tabel 5. Jumlah Nasabah Responden dalam Menanggapi Pelaksanaan Tahap
Pencarian Pembiayaan pada BMT Dana Insani Tahun 2008
No Aspek Pencairan Pembiayaan Skor 3 Skor 2 Skor 1 Total Skor
1 Realisasi pembiayaan 27 3 0 87
2 Biaya administrasi saat pencairan 30 0 0 90
3 Besar pembiayaan yang diberikan 4 26 0 64
4 Kemampuan dalam memenuhi
permintaan pembiayaan 30 0 0 90
Total Skor 331
Keterangan :
Skor 3 untuk jawaban cepat, ringan, besar dan mampu
Skor 2 untuk jawaban sedang dan kurang mampu
Skor 1 untuk jawaban lama, berat, kecil dan tidak mampu
Berdasarkan Tabel 5 diperoleh keterangan bahwa tanggapan nasbah
responden terhadap lamanya realisasi pembiayaan yaitu sebesar 90 persen
mengatakan cepat dan sisanya sebanyak 10 persen mengatakan jangka waktu
realisasi pencairan pembiayaan sedang (jangka waktu 1 minggu sampai dengan 1
bulan sejak pengajuan). Beberapa responden yang mengatakan jangka waktu
pencairan lebih dari 1 minggu dikarenakan kebanyakan adalah nasabah dari BMT
72
yang baru pertama kali mengajukan permohonan pembiayaan. Sebagian besar
nasabah BMT Dana Insani setelah melunasi pembiayaannya langsung
mengajukan permohonan kembali.
Dalam hal biaya administrasi yang harus dikeluarkan tersebut diperlukan
untuk materai, buku tabungan, infak, serta biaya administrasi lainnya. Dari
keseluruhan responden mengatakan biaya yang administrasi yang dikeluarkan
pada saat permohonan pembiaayaan adalah ringan. Ini menunjukkan bahwa tidak
adanya kendala yang dirasakan oleh nasabah berkaitan dengan jumlah biaya
administrasi yang harus dikeluarkan mitra untuk memperoleh pembiayaan dari
BMT tersebut.
Dari segi besarnya jumlah pembiayaan yang diberikan oleh pihak BMT
Dana Insani, sebanyak 13 persen dari jumlah responden mengatakan jumlah
pembiayaan yang diberikan oleh pihak BMT besar dan sisanya sebanyak 87
persen dari jumlah responden mengatakan jumlahnya mencukupi untuk modal
usaha, dalam artian jumlah yang diperoleh lebih kecil dari pada yang diajukan
oleh nasabah dalam permohonan pembiayaan. Hal ini dilakukan BMT karena
kebanyakan dari pemohon adalan mitra yang baru ingin bergabung dengan BMT
Dana Insani. BMT Dana Insani dalam memberikan pembiayaan kepada
nasabahnya dilakukan secara bertahap, menurut frekuensi peminjaman yang telah
dilakukan terutama bagi nasabah baru. Semakin sering nasabah melakukan
peminjaman maka jumlah modal yang diberikan akan semakin besar dan
sebaliknya, nasabah yang baru mengajukan pembiayaan akan diberi modal yang
sedikit dahulu. Strategi tersebut dilakukan oleh BMT Dana Insani untuk melihat
73
kesungguhan dari nasabah dalam pemenuhan kewajibannya untuk membayar
angsuran kepada BMT.
Kemampuan BMT dalam memenuhi permohonan pembiayaan yang
diajukan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya penerimaan angsuran
pembiayaan. Terlihat dari keseluruhan responden mengatakan bahwa BMT Dana
Insani mampu memenuhi permintaan mereka dalam pembiayaan. Secara
keseluruhan berdasarkan total skor yang didapat yaitu sebesar 331, BMT Dana
Insani dapat dikatakan sudah efektif dalam hal prosedur penyaluran pembiayaan.
6.1.3. Analisis Efektivitas Tahap Pemanfaatan Pembiayaan
Efektivitas pemanfaatan pembiayaan mengukur sejauh mana ketepatan
BMT Dana Insani dalam memberikan pembiayaannya serta pengelolaannya. Hal
ini bertujuan agar pembiayaan yang diberikan benar-benar dimanfaatkan untuk
usaha produktif, sehingga pengembalian pembiayaannya tidak mengalami
kemacetan. Dalam hal pemanfaatannya seluruh nasabah menggunakannya untuk
modal kerja. Namun dalam pengelolaannya, pihak BMT kurang melakukan
pengawasan dan pembinaan atas pembiayaan yang telah diberikan kepada
nasabahnya.
Berdasarkan Tabel 6 di bawah ini, diperoleh keterangan bahwa sebagian
kecil tidak mendapatkan pengawasan dan pembinaan dari pihak BMT Dana Insani
yaitu sebesar 40 persen dari jumlah responden. Sementara itu sisanya sebesar 60
persen mengatakan bahwa pihak BMT kurang aktif dalam melakukan pengawasan
dan pembinaan terhadap usaha mereka.
74
Tabel 6. Jumlah Nasabah Responden dalam Menanggapi Pelaksanaan Tahap
Pemanfaatan Pembiayaan pada BMT Dana Insani Tahun 2008
No Aspek Pemanfaatan Pembiayaan Skor 3 Skor 2 Skor 1 Total Skor
1 Pengawasan dan pembinaan terhadap
usaha nasabah 0 18 12 48
2 Bantuan teknik 0 0 30 30
3 Sikap dalam hal konsultasi 30 0 0 90
4 Keaktifan petugas dalam kunjungan
ke tempat usaha nasabah 18 12 0 78
Total Skor 246
Keterangan :
Skor 3 untuk jawaban aktif, sering dan ramah
Skor 2 untuk jawaban kurang aktif, jarang dan biasa saja
Skor 1 untuk jawaban tidak aktif, tidak pernah dan tidak ramah
Hal ini disadari oleh pihak BMT Dana Insani yang mengatakan bahwa
program kerja untuk pengawasan, pembinaan dan bantuan teknik kepada para
nasabah yang memiliki usaha belum sepenuhnya diberlakukan secara optimal. Ini
didasarkan kepada belum tersedianya staff di BMT Dana Insani yang memiliki
fungsi kerja untuk melakukan pembinaan secara terjadwal. Selama ini hanya staff
AO yang bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap para nasabahnya yang
telah mendaptkan pembiayaan dari BMT tersebut.
Sementara itu seluruh responden mengatakan tidak adanya bantuan teknik
yang diberikan oleh pihak BMT untuk menunjang kemajuan usaha mereka. Pihak
BMT. Hal ini disadari oleh BMT Dana Insani yang merasa bahwa hampir seluruh
nasabahnya merasa mampu untuk menjalankan usahanya sendiri, terutama pada
usaha yang membutuhkan skill khusus seperti pengrajin tembaga. Dalam hal
konsultasi mengenai pembiayaan ataupun mengenai usaha seluruh responden
mengatakan bahwa sudah dilakukan dengan baik oleh pihak BMT Dana Insani.
Berdasarkan total skor yang didapat yaitu sebesar 246 menunjukkan bahwa tahap
pemanfaatan pembiayaan di BMT Dana Insani dapat dikatakan cukup efektif.
75
6.1.4. Analisis Efektivitas Tahap Pengembalian Pembiayaan
Jangka waktu pembayaran angsuran dan pelunasan pembiayaan oleh
nasabah ditentukan oleh kesepakatan bersama. Biasanya untuk pembayaran
angsuran pihak BMT menanyakan kepada nasabah tentang jadwal pengambilan
angsuran. Kebanyakan dari anggota nasabah yang mendapatkan pembiayaan
adalah para pedagang di pasar tradisional Kepek Kecamatan Wonosari Kabupaten
Gunung Kidul, yang membayar angsurannya perhari. Ini dirasakan lebih
memudahkan para nasabah karena jumlahnya yang dibayarkan setiap harinya
lebih kecil nilainya dibandingkan apabila pembayaran dilakukan setiap bulan
ataupun pada saat jatuh tempo.
Tabel 7. Jumlah Nasabah Responden dalam Menanggapi Pelaksanaan Tahap
Pengembalian Pembiayaan pada BMT Dana Insani Tahun 2008
No Aspek Pengembalian Pembiayaan Skor 3 Skor 2 Skor 1 Total Skor
1 Besar angsuran 29 1 0 89
2 Jangka waktu angsuran 14 16 0 74
3 Presentase bagi hasil yang diberikan 6 24 0 66
4 Keaktifan petugas dalam penagihan 30 0 0 90
Total Skor 319
Keterangan :
Skor 3 untuk jawaban kecil, lama, ringan dan aktif
Skor 2 untuk jawaban sedang dan kurang aktif
Skor 1 untuk jawaban besar, cepat, berat dan tidak aktif
Berdasarkan Tabel 7 diperoleh keterangan bahwa sebesar 97 persen dari
jumlah responden mengatakan besarnya angsuran yang ditetapkan ringan,
sedangkan sisanya sebesar 3 persen mengatakan besarnya anggsuran sedang
(masih terjangkau tapi terkadang telat dibayar). Hal ini menunjukkan secara
umum besarnya angsuran pembiayaan tidak memberatkan, karena sebelumnya
pihak BMT sudah menganalisis kemampuan calon nasabah dalam membayar
76
angsuran. Sedangkan dalam hal jangka waktu angsuran yang diberikan oleh pihak
BMT, sebanyak 47 persen dari jumlah responden mengatakan lama dan sisanya
sebanyak 53 persen mengatakan sedang yang terutama disebabkan jumlah
pinjaman yang dirasakan oleh nasabah tidak sebanding dengan waktu yang
diberikan BMT untuk melunasi pinjamannya tersebut.
Mengenai bagi hasil atau keuntungan yang harus diberikan kepada BMT,
sebagian besar nasabah yang menjadi responden mengatakan sedang (nasabah
merasa sama-sama untung dengan pihak BMT) sebesar 80 persen dan sisanya
sebesar 20 persen mengatakan ringan (nasabah tidak merasa dirugikan). Sebagian
besar nasabah kurang paham tentang prinsip bagi hasil ini dan mereka
menganggapnya sebagai bunga, sehingga sering dibandingkan dengan bunga
rentenir yang rata-rata tiap bulannya 10 hingga 15 persen.
Untuk penarikan pembiayaan pihak BMT menerapkan metode jemput bola
yang artinya pihak BMT yang selalu melakukan penarikan angsuran nasabahnya
langsung ke lokasi usahanya ataupun ke tempat tinggal dari nasabah yang
mendapatkan pembiayaan. Dari Tabel 7 dapat dilihat seluruh responden
mengatakan bahwa pihak BMT selalu aktif dalam melakukan penagihan. Ini
menunjukkan bahwa BMT Dana Insani telah memiliki SDM yang menjalankan
tugas dan fungsinya dengan baik. Dari total skor yang didapat yaitu sebesar 319,
tahap pengembalian pembiayaan pada BMT Dana Insani dapat dikatakan sudah
efektif.
77
6.1.5. Analisis Dampak Pembiayaan Bagi Nasabah
Kehadiran BMT Dana Insani di wilayah Kecamatan Wonosari Kabupaten
Gunung Kidul dirasakan sangat bermanfaat bagi warga setempat. Alasannya yaitu
dapat membuka akses permodalan diluar dari akumulasi keuntungan usaha
sendiri, membantu menjaga keberlangsungan usaha khususnya dirasakan oleh
para pedagang di pasar tradisional setempat. Selain itu juga berperan menutup
akses masyarakat yang terjerat kepada para rentenir dalam peminjaman modal
usaha. Dampak ekonomi yang cukup banyak dirasakan oleh nasabah responden
yaitu perbaikan kondisi usaha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8.
Pembiayaan yang didapat para nasabah dari BMT Dana Insani sebagian
besar digunakan untuk modal usaha, sehingga manfaatnya secara langsung yang
dirasakan adalah perbaikan kondisi usaha. Perbaikan usaha yang dirasakan oleh
nasabah berbeda-beda tergantung jenis usahanya, seperti penigkatan modal
sehingga omset penjualan dapat meningkat bagi nasabah yang berusaha di bidang
perdagangan dan menjaga keberlangsungan usaha bagi para pengrajin, nasabah
yang bergerak di bidang usaha peternakan serta para nasabah yang menjadi petani
sawah.
Sebagian besar nasabah responden mengatakan bahwa pembiayaan yang
diberikan oleh BMT Dana Insani bermanfaat bagi peningkatan usaha mereka,
yaitu sebesar 93 persen. Dimana sebesar 7 persen mengatakan bahwa tidak ada
perubahan bagi usahanya. Perbaikan kondisi usaha yang dirasakan oleh para
nasabah yang menjadi responden mempengaruhi kepada pendapatan yang mereka
dapatkan. Sedangkan 77 persen nasabah mengatakan bahwa tingkat pendapatan
mereka meningkat seiring dengan perbaikan usaha yang dirasakan setelah
78
mendapatkan pembiayaan dari BMT Dana Insani, sisanya sebanyak 23 persen
mengatakan tidak ada perubahan pendapatan baik sebelum ataupun sesudah
mendapat pembiayaan. Adapun respon nasabah dalam menanggapi dampak
pembiayaan yang diberikan BMT Dana Insani dapat dilihat pada Tabel 8 berikut
ini:
Tabel 8. Jumlah Nasabah Responden dalam Menanggapi Dampak Pembiayaan
yang Diberikan oleh BMT Dana Insani Tahun 2008
No Aspek Ekonomi Skor 3 Skor 2 Skor 1 Total Skor
1 Kondisi usaha 28 2 0 88
2 Tingkat pendapatan 23 7 0 83
3 Kesejahteraan keluarga 20 10 0 80
4 Asset yang dimiliki 8 22 0 68
Total Skor 319
Keterangan :
Skor 3 untuk jawaban meningkat
Skor 2 untuk jawaban tetap
Skor 1 untuk jawaban menurun
Peningkatan pendapatan yang diperoleh nasabah tersebut sebagian besar
digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti untuk kebutuhan
konsumsi dan kebutuhan sekolah anaknya. Sedangkan penggunaan tambahan
pendapatan adalah untuk memperbesar volume usaha. Ini terlihat dari pendapat
nasabah mengenai kesejahteraanya yang meningkat setelah mendapatkan
pembiayaan. Kesejahteraan tersebut sebagian besar berupa kemampuan
pemenuhan kebutuhan konsumsi yang meningkat dan kemampuan untuk
menyekolahkan anaknya. Sebesar 67 persen nasabah responden mengatakan
kesejahteraannya meningkat dan 33 persen mengatakan tidak ada yang berubah
dari kesjahteraan mereka.
79
Jarang sekali nasabah yang menggunakan kelebihan pendapatannya untuk
menambah asset mereka dengan artian bahwa kelebihan pendapatan digunakan
sepenuhnya untuk modal usaha dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Asset
ini tidak terbatas pada barang-barang elektronik semata, tetapi juga mencakup
pada peralatan usaha. Hal ini dikarenakan peningkatan pendapatan yang diperoleh
tidak terlalu besar sehingga habis untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Nasabah responden yang mengatakan adanya peningkatan asset hanya sebesar 27
persen dan sebagian besar mengatakan tetap yaitu sebesar 73 persen. Berdasarkan
skor yang didapat yaitu sebesar 319, maka manfaat pembiayaan yang diberikan
oleh BMT Dana Insani sudah efektif.
Secara keseluruhan dapat diperoleh rata-rata skor data dari data yang telah
diolah dan ditampilkan pada Tabel 5 sampai dengan Tabel 8 sebagai berikut:
Tabel 9. Rekapitulasi Tanggapan Responden Terhadap Pembiayaan Yang
Diberikan Oleh BMT
No Tanggapan Mitra BMT Total Skor
1 Tahap Pengajuan Pembiayaan 334
2 Tahap Pelaksanaan Pembiayaan 331
3 Tahap Pemanfaatan Pembiayaan 246
4 Tahap Pengembalian Pembiayaan 319
5 Dampak Pembiayaan Terhadap Nasabah 319
Rata-Rata Skor 310
Dari keseluruhan skor dalam tahap-tahap pembiayan sampai dampak
terhadap nasabah diperoleh rata-rata skor dengan nilai 310. Ini menunjukkan
bahwa tahapan prosedur pembiayaan sampai dengan dampak pembiayaan yang
dirasakan oleh nasabah sudah memenuhi kriteria efektif dalam penilaian. Ini
berarti bahwa keseluruhan prosedur sudah berjalan dengan baik. Akan tetapi pada
80
bagian pemanfaatan pembiayaan, pihak BMT masih belum cukup optimal dalam
memberikan bantuan teknik dan pengawasan rutin terhadap nasabahnya yang
mendapatkan modal pembiayaan untuk menjalankan usaha. Seluruh responden
mengatakan bahwa tidak adanya bantuan teknik yang diberikan oleh pihak BMT.
Ini dikarenakan kekurangan sumber daya manusia pada pihak BMT itu sendiri
yang bertugas untuk memberikan pengawasan dan bantuan teknik secara
langsung.
6.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Pembiayaan
Penelitian ini dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
pengambilan pembiayaan adalah menggunakan analisis ekonometrika dengan
model persamaan regresi linear berganda. Model persamaan regresi linear
berganda digunakan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan nyata atau
tidak berpengaruh nyata. Model persamaan yang didapat dari hasil analisis regresi
linear selanjutnya dianalisa secara deskriptif.
Variabel yang digunakan dalam analisis regresi linear berganda adalah
jumlah karyawan (lnJK), pengalaman usaha (lnPU), penerimaan usaha (lnPRU),
skala usaha (lnSU), pengalaman pengambilan pembiayaan (lnPPM), jangka waktu
realisasi pembiayaan (lnJWR), jangka waktu angsuran (lnJW) serta sektor usaha
yang terbagi menjadi sektor pertanian dan sektor non pertanian (D) yang diduga
mempengaruhi pengambilan oleh mitra BMT Dana Insani. Hasil regresi linear
berganda dari responden BMT Dana Insani dapat dilihat pada Tabel 10 dan hasil
secara terperinci dengan menggunakan software Minitab versi 14 dapat dilihat
pada Lampiran 6.
81
Tabel 10. Hasil Penduga Keofisien Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pengambilan Pembiayaan pada BMT Dana Insani dengan Peubah
Tak Bebas Ln Y (jumlah pembiayaan yang diambil nasabah)
Variabel Koefisien T-hitung P-value
lnJK (jumlah karyawan) 0,395 1,65 0,115 *
lnPU (pengalaman usaha) - 0,153 - 1,21 0,239
lnPRU (penerimaan usaha) 0,0012 0,01 0,990
lnSU (skala usaha) 0,373 4,71 0,000 ***
lnPPM (pengalaman pembiayaan) - 0,289 - 1,25 0,225
lnJWR (jangka waktu realisasi) 0,972 4,95 0,000 ***
lnJW (jangka waktu angsuran) 0,642 2,90 0,009 **
D (sektor usaha. D1: sektor pertanian, D2:
sektor non pertanian ) - 0,223 - 1,74 0,096 **
Intercept 2,61 4,58 0,000 ***
R2 = 88,3 persen
Keterangan :
*** (nyata pada taraf 1 persen)
** (nyata pada taraf 10 persen)
* (nyata pada taraf 15 persen)
Pengujian pertama dilakukan terhadap koefisien-koefisien yang diperoleh
dengan menggunakan uji F. Nilai P-value yang diperoleh pada uji F adalah 0 yang
mana lebih kecil dari α (α = 1 persen), berarti sedikitnya ada satu variabel bebas
yang mempengaruhi variabel tak bebas. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat
nilai P-value dari masing-masing parameter (uji t), ternyata ada dua variabel yang
berpengaruh secara nyata pada selang kepercayaan 99 persen yaitu lnSU (skala
usaha dan lnJWR (jangka waktu realisasi pembiayaan). Ada dua variabel yang
berpengaruh secara nyata pada selang kepercayaan 90 persen yaitu variabel
jangka waktu angsuran (lnJW) dan sektor usaha mitra pembiayaan (D).
Sementara itu variabel jumlah karyawan (lnJK) berpengaruh secara nyata
pada selang kepercayaan 85 persen. Nilai koefisien determinasi (R2) yang
diperoleh sebesar 88,3 persen, artinya bahwa 88,3 persen variasi pengambilan
pembiayaan oleh nasabah responden dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang
terdapat dalam model, sedangkan 11,7 persen lainnya diterangkan oleh error.
82
Pengujian selanjutnya yaitu pengujian asumsi kenormalan regresi linear
klasik. Pengujian pertama yaitu pengujian multikolinearitas untuk memastikan
tidak ada hubungan linear antara variabel penjelas. Pengujian ini dapat dilakukan
dengan cara melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF). Apabila VIF sama
dengan satu berarti tidak ada masalah multikolinearitas dan bila nilai VIF lebih
dari 10 maka menunjukkan adanya gejala multikolinearitas. Nilai VIF yang
diperoleh dari hasil perhitungan berkisar antara 1,4 sampai dengan 4,4. Hasil ini
dapat menunjukkan bahwa pendugaan model yang diperoleh tidak menunjukkan
gejala multikolinearitas (Lampiran 6).
Pengujian kedua adalah uji autokorelasi yang digunakan untuk melihat ada
atau tidaknya hubungan/korelasi antara faktor pengganggu. Salah satu caranya
adalah dengan menggunakan metode Durbin-Watson. Hasil yang didapatkan dari
uji Durbin-Watson sebesar 2,81244. Hal ini menunjukkan bahwa model yang
diperoleh tidak memperlihatkan gejala autokorelasi karena nilai yang didapatkan
masih dalam kisaran angka 2.
Pengujian ketiga adalah uji heterokedastisitas yang digunakan untuk
melihat ada atau tidaknya variasi dari faktor pengganggu yang berbeda. Uji yang
digunakan untuk melihat masalah heterokedastisitas adalah uji White
Heteroskedasticity (Lampiran 7). Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai
probability obs*R-squared pada model persamaan yaitu sebesar 0,094828, artinya
nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu sebesar 1 persen.
Oleh karena itu model pada persamaan yang digunakan dalam penelitian ini tidak
memiliki masalah heterokedastisitas.
83
Berdasarkan hasil analisis, variabel yang tidak berpengaruh secara nyata
pada selang kepercayaan 85 persen adalah variabel pengalaman usaha (lnPU),
variabel penerimaan usaha (lnPRU) dan variabel pengalaman pengambilan
pembiayaan (lnPPM). Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel pengalaman
usaha tidak berpengaruh secara nyata. Hal ini terjadi karena dalam penyaluran
pembiayaan, pihak BMT tidak terlalu mempermasalahkan penerimaan usaha per
bulan dan pengalaman usaha dari mitra pembiayaan. Karena pihak BMT
sebelumnya telah melakukan wawancara untuk melihat karakter mitra calon
pembiayaan, sehingga mitra yang dinilai amanah dalam pembiayaan yang akan
diberikan pembiayaan. Tetapi untuk meminimalkan resiko BMT selalu
memprioritaskan bagi mitra yang telah menjalankan usahanya sebelum melakukan
permohonan pembiayaan.
Variabel penerimaan usaha tidak berpengaruh secara nyata dikarenakan
pihak BMT telah mensyaratkan adanya jaminan dalam pembiayaan. Sehingga
pihak BMT secara tidak langsung memiliki kepercayaan kepada mitra
pembiayaan akan lancarnya dalam proses pengembalian angsuran pinjaman. Dan
juga karena BMT memiliki asset modal pembiayaan dalam jumlah besar yang
belum tersalurkan, maka dari itu faktor penerimaan usaha nasabah tidak menjadi
tolak ukur utama dalam penilaian layak atau tidaknya seorang mitra mendapatkan
pembiayaan dari BMT.
Variabel pengalaman pengambilan pembiayaan juga tidak berpengaruh
secara nyata dikarenakan BMT Dana Insani kurang mempertimbangkannya dalam
mengambil keputusan suatu pengajuan pembiayaan. Dalam hal ini BMT
memandang semua orang yang benar-benar membutuhkan pembiayaan layak
84
untuk diberikan pembiayaan tersebut. Dalam pelaksanaannya pihak BMT selalu
memantau mitra yang baru pertama kali mendapatkan pembiayaan sehingga dapat
memperkecil resiko pengembalian pembiayaan yang bermasalah.
Berdasarkan hasil analisis variabel yang berpengaruh secara nyata pada
selang kepercayaan 85 persen, antara lain:
1. Jumlah Karyawan
Variabel jumlah karyawan dalam model dugaan memiliki nilai probability
untuk menerima kesalahan taraf α sebesar 0,115 dan tanda estimasi yang
sesuai dengan parameter dugaan yaitu positif. Hal tersebut menjelaskan
bahwa semakin bertambahnya jumlah karyawan maka akan bertambah
pula biaya operasional usaha sehingga berimplikasi pada modal usaha
yang harus dikeluarkan untuk menjalankan usaha atau sebaliknya. Ini akan
menjadi pertimbangan pihak BMT dalam pemberian pembiayaan untuk
melihat kemampuan dalam mengangsur pembiayaan. Nilai koefisien
jumlah karyawan dalam persamaan model adalah 0,395 yang artinya
apabila jumlah karyawan naik (turun) sebesar 1 persen maka akan jumlah
pembiayaan akan naik (turun) sebesar 0,395 persen, cateris paribus.
2. Skala Usaha
Variabel skala usaha dalam model dugaan memiliki nilai probability untuk
menerima kesalahan taraf α sebesar 0,000 dan tanda estimasi yang sesuai
dengan parameter dugaan yaitu positif. Hal tersebut menjelaskan bahwa
dengan meningkatnya skala usaha akan berpengaruh terhadap peningkatan
jumlah pembiayaan atau sebaliknya. Skala usaha merupakan ukuran besar
atau kecilnya usaha yang dijalankan. Pada penelitian ini skala usaha
85
diukur dengan besarnya modal yang digunakan dalam usaha tersebut.
Untuk meningkatkan skala usaha seorang pengusaha perlu menambah
modal untuk usaha tersebut. Dengan asumsi modal sendiri yang digunakan
dalam usaha relatif terbatas, maka diperlukan tambahan modal dari sumber
pembiayaan yang lain. Semakin besar skala usaha maka akan semakin
besar pula modal yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha tersebut.
Nilai koefisien skala usaha dalam model persamaan adalah 0,373 yang
artinya apabila skala usaha naik (turun) sebesar 1 persen maka jumlah
pembiayaan akan naik (turun) sebesar 0,373 persen, cateris paribus.
3. Variabel jangka waktu realisasi pencairan pembiayaan dalam model
dugaan memiliki nilai probability untuk menerima kesalahan taraf α
sebesar 0,000 dan tanda estimasi sesuai dengan parameter dugaan yaitu
positif. Hal ini menjelaskan bahwa semakin cepatnya realisasi pembiayaan
menunjukkan bahwa seorang mitra pembiayaan memiliki seluruh
persyaratan yang dibutuhkan dalam permohonan pengajuan. Pihak BMT
dalam hal ini sangat mempertimbangkan seluruh kelengkapan yang
disyaratkan kepada mitra sebelum memberikan keputusan pembiayaan.
Semakin besarnya jumlah nominal pembiayaan yang diminta akan
berimplikasi terhadap waktu realisasinya pembiayaan tersebut atau
sebaliknya. Nilai koefisien jangka waktu realisasi pembiayaan dalam
model dugaan adalah sebesar 0,972 yang artinya apabila jangka waktu
realisasi naik (turun) sebesar 1 persen maka jumlah pembiayaan akan naik
(turun) sebesar 0,972 persen, cateris paribus.
86
4. Variabel jangka waktu angsuran dalam model dugaan memiliki nilai
probability untuk menerima kesalahan taraf α sebesar 0,009 dan tanda
estimasi sesuai dengan parameter dugaan yaitu positif. Hal ini menjelaskan
bahwa dengan bertambahnya jangka waktu angsuran akan berpengaruh
pada peningkatan jumlah pembiayaan atau sebaliknya. Jangka waktu
angsuran merupakan selang waktu dalam mengangsur pembiayaan.
Semakin lama waktu yang digunakan dalam angsuran maka semakin
mudah mitra dalam melakukan pemnembalian pembiayaan. Nilai koefisien
jangka waktu angsuran adalah sebesar 0,642 yang artinya apabila jangka
waktu angsuran naik (turun) 1 persen maka jumlah pembiayaan yang
diambil akan naik (turun) sebesar 0,642 persen, cateris paribus.
5. Variabel sektor usaha dalam model memiliki nilai probability untuk
menerima kesalahan taraf α sebesar 0,096 dan tanda estimasi yang sesuai
dengan parameter dugaan yaitu negatif. Hal tersebut menjelaskan bahwa
mitra dengan sektor usaha pertanian berpengaruh negatif, artinya nasabah
yang memilki usaha di sektor pertanian pembiayaan akan mengalami
penurunan atau berkurang dari pada sektor non pertanian.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan kajian dan analisis yang dilakukan mengenai pembiayaan
pola bagi hasil pada BMT Dana Insani, Maka beberapa kesimpulan yang dapat
diambil adalah sebagai berikut :
1. Pembiayaan yang diberikan oleh BMT dinilai efektif, hal ini dibuktikan dari
keseluruhan rata-rata skor pada tahap pengajuan pembiayaan sampai dengan
dampak yang dirasakan oleh nasabah dari pembiayaan tersebut sudah masuk
dalam selang penilaian efektif yaitu skornya adalah 310.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pengambilan pembiayaan oleh
nasabah di BMT Dana Insani yaitu faktor skala usaha dan jangka waktu
realisasi pembiayaan pada koefisien keyakinan 99 persen. Faktor jangka
waktu angsuran dan sektor usaha berpengaruh terhadap jumlah pembiayaan
yang diambil pada koefisien keyakinan 90 persen. Dan faktor jumlah
karyawan berpengaruh terhadap jumlah pengambilan pembiayaan pada
koefisien kepercayaan 85 persen. Dari segi sektor usaha nasabah, pihak BMT
untuk saat ini lebih memfokuskan kepada nasabah yang memiliki usaha
sebagai pedagang. Hal ini dikarenakan perputaran uang di sektor ini lebih
cepat dibandingkan sektor-sektor usaha lainnya.
88
7.2. SARAN
Berdasarkan hasil kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis-analisis
yang telah dilakuakan, maka saran-saran yang dapat menjadi pertimbangan dan
masukan dalam penelitian ini yaitu :
1. BMT Dana Insani perlu meningkatkan pengawasan, pembinaan dan juga
bimbingan teknik terhadap para nasabah yang meminjam pembiayaan untuk
modal kerja. Kegiatan ini sebaiknya dilakukan terjadwal oleh pihak BMT
sehingga dapat mengetahui sejauh mana perkembangan usaha nasabah. Selain
itu juga dapat meminimalkan resiko pembiayaan yang bermasalah. Oleh
karena itu, pihak pemerintah diharapkan lebih fokus untuk mengentaskan
masalah kemiskinan dengan memfasilitasi pengadaan pelatihan-pelatihan
bagi peningkatan keahlian para pelaksana BMT.
2. Pihak BMT diharapkan mau memperhatikan sektor usaha selain perdagangan
dalam memberikan pembiayaan. Contohnya pada bidang pertanian, karena
sektor ini juga sangat membutuhkan sejumlah modal pembiayaan yang akan
digunakan untuk kegiatan usahanya. Dalam pelaksanaannya BMT harus
selalu melakukan monitoring dan pembinaan sehingga usaha dari nasabah
yang bergerak dibidang pertanian dapat memperoleh hasil yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Kemiskinan dan Keuangan Mikro. Gema PKM Indonesia. Jakarta.
Antonio, M.S. 2001. Bank Syariah : Dari Teori ke Praktek. Gema Insani Press.
Jakarta.
Aryati. 2006. Analisis Permintaan dan Efektivitas Pembiayaan Usaha Kecil Pada
Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus KBMT Khidmatul
Ummah, Kecamatan Cibungbulang, Bogor). Skripsi. Ilmu Ekonomi.
Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Aziz, A. 2004. Pedoman Pendirian BMT. Pinbuk Press. Jakarta.
_________. et al 2004. Penaggulangan Kemiskinan Melalui POKUSMA dan
BMT. Pinbuk Press. Jakarta.
Departemen Pertanian. 2007. Skim Pola Pembiayaan Bagi Hasil/Syariah Untuk
Usaha Sektor Pertanian. Jakarta.
_________. 2002. Buku Pedoman Pemberdayaan Lembaga Dana Kredit
Pedesaan (Peningkatan Kapasitas Manajemen Keuangan dan
Organisasi LKM). Jakarta.
Gujarati, D dan Sumarno, Z. 1997. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta.
Hidayat, Y. 2004. Efektivitas Pembiayaan Pola Bagi Hasil Pada Baitul Maal Wat
Tamwil (BMT) Koperasi Pondok Pesantren (KOPPONTREN)
Hubbul Wathon, Kecamatan Cimalaya, Kabupaten Karawang, Jawa
Barat. Skripsi. Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Hilman, I. et al. 2003. Perbankan Syariah Masa Depan. Senayan Abadi
Publishing. Jakarta.
Kwartono, A.M. 2003. Analisis Usaha Kecil dan Menengah. Penerbit Andi.
Yogyakarta.
Ma’turidi, D.H. 2007. Peran Pembiayaan Syariah Dalam Pembangunan
Pertanian di Indonesia. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
90
Perwataatmadja, K.A. et al. Bank Syariah :Teori, Praktik, dan Peranannya.
Calestial Publishing. Jakarta.
Putra, A.S. 1995. Evaluasi Efektivitas Penyaluran Kredit Baitul Maal Wat Tamwil
(BMT) Bagi Usaha Kecil Pedesaan (Studi Kasus di BMT Dompet
Dhuafa Al-Abror Kabupaten Garut Jawa Barat). Skripsi. Sosial
Ekonomi Pertanian. Fakultas pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Rora, F. 2007. Analisis Penilaian dan Faktor-Faktor Penyaluran Pembiayaan
Syariah Dalam Pembiayaan Agribisnis Pada KBMT Khidmatul
Ummah. Skripsi. Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Simorangkir, O.P. 2004. Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank.
Ghalia Indonesia. Bogor.
Syafar, M. 2006. Analisis Efektivitas Pembiayaan Sistem Syariah Terhadap
Petani Agribisnis Sayuran Pada Program UPK Ikhtiar Yayasan
Peramu Bogor (Studi Kasus Petani Sayuran Desa Ciaruteun Ilir
Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor). Skripsi. Ilmu
Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Walpole, E.R. 1992. Pengantar Statistika. Edisi Ke-3. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
LAMPIRAN
91
Lampiran 1. Struktur Organisasi BMT Dana Insani
RAPAT
ANGGOTA
TAHUNAN
PENGURUS
KETUA
SEKRETARIS
BENDAHARA
MANAJER
UMUM
KABAG.
MARKETING
KABAG.
OPERSIONAL KABAG ADM. PERSONALIA
dan LEGAL
AO
OFFICER
FO
OFFICER
TELLER CS REMEDIAL ADM.
LEGAL
PERSONALIA PEMBUKUAN
KEPALA
CABANG
ACCOUNT
OFFICER
ADM. dan
PEMBUKUAN
CS/
TELLER
92
92
Lampiran 2. Penjelasan fungsi perangkat organisasi BMT Dana Insani
a. Rapat Anggota Tahunan (RAT)
Rapat Anggota Tahunan merupakan kekuasan tertinggi dalam koperasi
dengan tugas menetapkan anggaran dasar. Rapat anggota merupakan
perangkat organisasi koperasi yang menentukan arah dari kegiatan usaha dan
organisasi melalui suatu kesepakatan bersama diantara seluruh anggota. Hasil
kesepakatan tersebut kemudian dimandatkan kepada pengurus selaku wakil
anggota.
b. Badan Pengurus
Badan pengurus memiliki fungsi untuk melakukan kontrol/pengawasan
secara keseluruhan atas aktivitas lembaga dalam rangka menjaga kekayaan
BMT dan memberikan arahan dalam upaya lebih mengembangkan dan
meningkatkan kualitas BMT.
c. Manajer Umum
Merencanakan, mengkordinasikan dan mengendalikan seluruh aktivitas
lembaga yang meliputi penghimpunan dana dan pihak ketiga serta penyaluran
dana yang merupakan kegiatan utama lembaga serta kegiatan-kegiatan yang
secara langsung berhubungan dengan aktivitas utama tersebut dalam upaya
mencapai target.
d. Kabag. Operasional
Merencanakan, mengarahkan, mengontrol serta mengevaluasi seluruh
aktivitas dibidang operasional baik yang berhubungan dengan pihak internal
maupun eksternal yang dapat meningkatkan profesionalisme BMT khususnya
dalam pelayanan mintra maupun anggota BMT.
d. Kabag. Marketing
Merencanakan, mengarahkan serta mengevaluasi target landing dan funding
serta memastikan strategi yang digunakan sudah tepat dalam upaya mencapai
sasaran termasuk dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah.
93
93
Lanjutan Lampiran 2.
e. Kabag. Administrasi Personalia dan Legal
Merencanakan mengarahkan, mengontrol serta mengevaluasi seluruh
aktivitas di bidang administrasi, legal dan personalia yang berhubungan
dengan pihak internal dan eksternal dan meningkatkan profesionalitas SDM
BMT.
f. Kepala Cabang
Merencanakan, mengkordinasikan dan mengendalikan seluruh aktivitas
cabang operasional BMT yang meliputi penghimpunan dana dan pihak ketiga
serta penyaluran dana yang merupakan kegiatan utama lembaga serta
kegiatan-kegiatan yang secara langsung berhubungan dengan aktivitas utama
tersebut dalam upaya mencapai target.
g. Pembukuan
Mengelola administrasi keuangan hingga hingga pelaporan keuangan.
h. Customer Service (CS)
Memberikan pelayanan prima kepada mitra sehubungan dengan produk
funding (penghimpunan dana) yang dimiliki oleh BMT, dalam hal ini
tabungan (simpanan lancar) dan deposito (simpanan berjangka).
i. Teller
Merencanakan dan melaksanakan segala sesuatu termasuk yang sifatnya
tunai.
j. Account Officer (AO)
Melayani pengajuan pembiayaan, melakukan analisis kelayakan serta
memberikan rekomendasi atas pengajuan pembiayaan sesuai dengan hasil
analisis yang telah dilakukan.
k. Funding Officer (FO)
Menerapkan strategi dan pola-pola tertentu dalam rangka menghimpun dana
masyarakat.
l. Administrasi Legal
Mengelola administrasi pembiayaan mulai dari pencairan hingga pelunasan
dan membuat surat-surat perjanjian lain.
94
94
Lanjutan Lampiran 2.
m. Remedial
Menjemput setoran baik angsuran pembiayaan maupun setoran tabungan
mitra.
n. Personalia
Mengelola dan mengembangkan sumber daya manusia sesuai dengan tujuan
kebijakan BMT.
95
95
Lampiran 3. Perkembangan Keanggotaan BMT Dana Insani
Jenis Keanggotaan Tahun 2006 Tahun 2007 PER 31
JULI 2008
Anggota 68 orang 76 orang 76 orang
Calon Anggota 80 orang 80 orang 200 orang
Pemegang Sertifikat Saham 36 orang 36 orang 36 orang
Masyarakat Yg Dilayani :
- Penyimpan 1.253 orang 1.387 orang 2,018 orang
- Penerima Pinjaman/Kredit 913 orang 846 orang 702 orang
96
Lampiran 4. Perkembangan Keuangan BMT Dana Insani
Tahun Asset Landing Funding Pendapatan Biaya
2001 42.380.947 24.150.250 28.919.160 3.577.607 8.061.170
2002 95.648.094 77.418.900 63.547.765 16.689.050 17.391.930
2003 151.051.014 94.145.025 101.031.146 33.919.137 32.733.448
2004 395.536.046 177.170.875 148.733.767 45.818.890 44.786.222
2005 703.789.169 615.383.075 337.187.020 138.126.857 129.411.301
2006 1.004.655.667 885.748.200 541.053.061 226.459.609 216.565.852
2007 1.346.450.377 1.093.038.855 870.200.081 299.469.490 288.417.209
31-Agust-08 3.266.302.921 2.791.708.998 1.799.485.365 291.024.657 254.926.717
97
97
Lampiran 5. Contoh Akad Pembiayaan
LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH
BMT DANA INSANI
Amanah, Mandiri & Profesional
Kantor Pusat
Jl. KH Agus Salim 109 Kepek, Wonosari, Gunungkidul
Telp. 0274-7435726
Kantor Cabang
Semin, Semin, Gunungkidul
Jl. Raya Ponjong Wonosari km 1 Ponjong, Gunungkidul
Jl. Raya Trowono-Ngrenean (Barat Pasar Trowono) Paliyan
AKAD PEMBIAYAAN MUSYAROKAH Nomor: 2649/BMT-DI/MSA/06/IX/2008
Dari Abu Hurairoh R.A. bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Barang siapa meminjam dari saudaranya dengan tekad mengembalikannya, maka Allah akan membantu melunasinya. Dan barang siapa meminjam dengan niat tidak mengembalikannya maka Allah akan membuatnya bangkrut” (Hadits) Dengan memohon petunjuk dan Ridho Alloh SWT, pada hari Sabtu, 06 September 2008 kami yang bertanda tangan di bawah ini :
1. Nama : Arisno, S.Pd.I 2. Jabatan : Manajer Marketing
Dalam akad ini bertindak untuk dan atas nama BMT Dana Insani, selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA. 1. Nama : Sumaryanto 2. Alamat : Ngeleri Lor, Ngeleri,,Playen Gunungkidul Dalam akad ini bertindak untuk dan atas namanya sendiri, selanjutnya disebut PIHAK KEDUA.
Kedua belah pihak sepakat melakukan perjanjian pembiayaan Musyarokah dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Perjanjian ini dilandaskan pada ketaqwaan kepada Allah SWT, saling percaya, ukhuwah Islamiyah dan rasa tanggung
jawab. 2. Pihak Kedua dengan ini mengakui dengan sebenarnya telah menerima uang sebesar Rp 2.000.000,- dari Pihak
Pertama sebagai pembiayaan Musyarokah. 3. Bahwa dana tersebut dalam butir (2) oleh Pihak Kedua akan dipergunakan dengan sebenarnya untuk Tambah Modal 4. Pihak Kedua memberikan Bagi Hasil sebesar Rp 735.000,- mengembalikan dana kepada Pihak Pertama secara
Bulanan sebanyak 15 kali dan jatuh tempo tanggal 06 Desember 2009 5. Besarnya angsuran adalah : Rp. 183.000,-
a. Angsuran Pokok b. Bagi Hasil c. CDR
: Rp. : Rp. : Rp.
133.400,- 49.000,- 600,-
6. Sebagai jaminan atas Pembiayaan sebagaimana tersebut butir (3), maka bersama ini Pihak Kedua menjaminkan Tabungan. Apabila masa jatuh tempo belum bisa melunasi, maka jaminan akan dilelang oleh Pihak Pertama.
7. Hal-hal yang belum diatur dalam butir-butir tersebut di atas akan ditetapkan kemudian dengan kesepakatan kedua belah pihak.
Demikian akad pembiayaan ini dibuat dan ditandatangani dengan sebenarnya tanpa unsur paksaan dari manapun. Semoga Allah SWT memudahkan segala ikhtiar kita. Amien.
Pihak Pertama
(Arisno, S.Pd.I)
Pihak Kedua
(Sumaryanto)
Saksi : 1. Edi Haryono (………………………..) 1. ……………………. (………….……………)
2. ……………………….. (………………………..) 2. …………………….. (……………………….)
98
98
Lampiran 6. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda
Regression Analysis: Ln Y versus Ln JK; Ln PU; ... The regression equation is
lnY = 2,61 + 0,395 lnJK - 0,153 lnPU + 0,0012 lnPRU + 0,373 lnSU
- 0,289 lnPPM + 0,972 lnJWR + 0,642 lnJW - 0,223 D
Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant 2,6072 0,5698 4,58 0,000
lnJK 0,3947 0,2398 1,65 0,115 2,4
lnPU -0,1526 0,1260 -1,21 0,239 2,5
lnPRU 0,00118 0,09479 0,01 0,990 2,9
lnSU 0,37348 0,07926 4,71 0,000 2,7
lnPPM -0,2892 0,2313 -1,25 0,225 4,4
lnJWR 0,9725 0,1964 4,95 0,000 1,4
lnJW 0,6424 0,2214 2,90 0,009 2,0
D -0,2226 0,1279 -1,74 0,096 4,3
S = 0,168814 R-Sq = 88,3% R-Sq(adj) = 83,8%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 8 4,51374 0,56422 19,80 0,000
Residual Error 21 0,59846 0,02850
Total 29 5,11220
Source DF Seq SS
lnJK 1 0,26445
lnPU 1 0,33924
lnPRU 1 1,07959
lnSU 1 1,66904
lnPPM 1 0,05783
lnJWR 1 0,73537
lnJW 1 0,28187
D 1 0,08635
Unusual Observations
Obs lnJK lnY Fit SE Fit Residual St Resid 8 0,301 6,3010 5,9696 0,0980 0,3315 2,41R
9 0,000 5,6990 6,0070 0,1123 -0,3080 -2,44R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Durbin-Watson statistic = 2,81244
99
99
Lampiran 7. Hasil Analisis Uji White Heterokedasticity
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic 2.811025 Probability 0.030284 Obs*R-squared 22.52208 Probability 0.094828
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 01/17/09 Time: 21:42 Sample: 1 30 Included observations: 30 White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -2.58E+09 8.95E+09 -0.288062 0.7775 LN_JK -1046.784 783.9830 -1.335212 0.2031
LN_JK^2 0.001350 0.001187 1.137087 0.2746 LN_PU 7849.939 9377.615 0.837093 0.4166
LN_PU^2 -0.030745 0.041066 -0.748682 0.4664 LN_PRU 19555.91 24895.42 0.785522 0.4452
LN_PRU^2 -0.014086 0.020015 -0.703763 0.4931 LN_SU -8294.185 14438.53 -0.574448 0.5748
LN_SU^2 0.005637 0.010426 0.540606 0.5973 LN_PPM -41.89016 935.1191 -0.044797 0.9649
LN_PPM^2 0.001471 0.001097 1.340587 0.2014 LN_JWR 3654.163 20171.36 0.181156 0.8588
LN_JWR^2 -0.054408 0.099017 -0.549481 0.5913 LN_JW -28023.98 11333.95 -2.472569 0.0269
LN_JW^2 0.133558 0.052531 2.542445 0.0235 DUMMY 3.05E+08 2.23E+08 1.370308 0.1922
R-squared 0.750736 Mean dependent var 1.99E+08 Adjusted R-squared 0.483668 S.D. dependent var 2.66E+08 S.E. of regression 1.91E+08 Akaike info criterion 41.27868 Sum squared resid 5.11E+17 Schwarz criterion 42.02598 Log likelihood -603.1802 F-statistic 2.811025 Durbin-Watson stat 2.185969 Prob(F-statistic) 0.030284
100
100
Lampiran 8. Kuisioner Responden Mitra BMT Dana Insani
KUISIONER PENELITIAN
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENGAMBILAN PEMBIAYAAN DAN
PENILAIAN EFEKTIVITAS PEMBIAYAAN SYARIAH
BAGI USAHA KECIL
(Studi Kasus di BMT Dana Insani Kabupaten Gunung Kidul
Propinsi Yogyakarta)
Kuisioner ini digunakan dalam rangka penyusunan bahan penelitian untuk
skripsi oleh Aulia Noviandi Barus, mahasiswa Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Mohon Bapak/Ibu berkenan mengisi kuisioner dengan
jujur dan objektif sesuai dengan kondisi yan sebenarnya. Karena hal ini
sangat membantu keberhasilan penelitian ini. TerimaKasih.
Bagian I: identitas responden nasabah BMT Dana Insani
Nama :
Umur :
Jenis kelamin : Pria Wanita
Status : Menikah Belum menikah
Pendidikan : SD SLTP SLTA lain-lain
Jenis usaha :
Alamat :
Data keluarga : Suami/Istri : (orang)
Anak : (orang)
Jumlah pembiayaan yang diambil : (rupiah)
101
101
Lanjutan Lampiran 8.
Bagian II: Kuisioner untuk perhitungan penduga faktor-faktor pengambilan
dan pemanfaatan pembiayaan
Petunjuk Pengisian: isilah pertanyaan berikut dengan jawaban yang tepat
1. Pengalaman usaha : (tahun)
2. Jumlah karyawan : (orang)
3. Pengalaman mengambil pembiayaan : (kali)
4. Jangka waktu realisasi pembiayaan : (hari)
5. Jangka waktu angsuran : (bulan)
6. Besar modal sendiri (skala usaha) : (rupiah)
7. Penerimaan usaha : (Rp/bulan)
Bagian III. Kuisioner penilaian efektivitas penyaluran pembiayaan (skala
likert)
Petunjuk Pengisian: lingkarilah jawaban yang sesuai
Aspek pengajuan pembiayaan
1. Kemudahan prosedur
Tahapan yang harus dilalui sejak proses permohonan pembiayaan hingga
realisasi pembiayaan kepada nasabah
a. mudah (tidak berbelit-belit/tidak terlalu banyak tahapan pencairan
dana)
b. sedang (tidak terlalu berbelit-belit, tapi prosesnya lambat)
c. berbelit-belit (berbelit-belit/prosesnya panjang dan lambat)
2. Persyaratan pembiayaan
Ketentuan yang harus dipenuhi oleh seorang calon nasabah.
a. ringang (mudah dipenuhi oleh nasabah)
b. sedang (ada item yang tidak bisa dipenuhi)
c. berat (sulit dipenuhi oleh nasabah)
3. Jaminan
Jaminan umumnya diberlakukan pada nasabah baru dengan melampirkan
sertifikat/akta jual beli tanah/bangunan, BPKB kendaraan (mobil/motor)
a. kecil (jaminan lebih kecil daripada pinjaman)
b. sedang (jaminan sebanding dengan nilai pinjaman)
c. besar (jaminan lebih besar dari nilai pinjaman)
102
102
Lanjutan Lampiran 8.
4. Keramahan petugas dalam melayani pengajuan pembiayaan
Keramahan petugas yaitu penilaian responden pada saat pertama kali
mengajukan pinjaman.
a. ramah
b. biasa saja
c. tidak ramah
Aspek pencairan pembiayaan
1. Realisai pembiayaan
Cairnya pembiayaan setelah melalui tahapan proses dengan melihat
ketepatan pada setiap tahap proses yang dilakukan sejak pembiayaan
disetujui
a. cepat (jangka waktu paling lambat 7 hari sejak pengajuan
pembiayaan)
b. sedang (jangka waktu 1 minggu-1 bulan sejak pengajuan pembiayaan)
c. lama (jangka waktu melebihi 1 bulan sejak pengajuan pembiayaan)
2. Biaya administrasi saat pencairan
Biaya yang dikeluarkan selama proses permohonan pembiayaan hingga
direalisasikan
a. ringan (tidak memberatkan kepada nasabah)
b. sedang (nasabah mengalami kesulitan untuk mencari dana awal)
c. berat (memberatkan kepada nasabah)
3. Besar pembiayaan yang diberikan
Pembiayaan yang diberikan tergolong besar apabila melebihi dari
kebutuhan pembiayaan, sedang apabila cukup untuk memenuhi
kebutuhan pembiayaan, kecil apabila pembiayaan yang diberikan tidak
mencukupi sebagai tambahan modal usaha
a. besar
b. sedang
c. kecil
4. Kemampuan dalam memenuhi permintaan pembiayaan
Batasan terhadap kemampuan BMT dalam memenuhi permintaan
pembiayaan adalah pihak BMT selalu menyetujui permohonan
pembiayaan yang diminta di mana besar pengajuan sama dengan realisasi
pembiayaan (mampu), besar pembiayaan yang terealisasi jurang dari
besar pengajuan (kurang mampu), besar pembiayaan jauh dari pengajuan
(tidak mampu)
a. mampu
b. kurang mampu
c. tidak mampu
103
103
Lanjutan Lampiran 8.
Aspek pemanfaatan pembiayaan
1. Pengawasan dan pembinaan terhadap usaha nasabah
Pihak BMT selalu datang terjadwal untuk melihat perkembangan usaha
(aktif), terkadang tidak datang sesuai jadwal (kurang aktif), tidak pernah
datang untuk melihat perkembangan usaha (tidak aktif)
a. aktif
b. kurang aktif
c. tidak aktif
2. Bantuan teknik
Pihak BMT memberikan arahan dalam menjalankan usaha agar berjalan
dengan semestinya dan hasil yang didapat sesuai dengan yang
diharapkan. Batasan ini dilihat dari komitmen pihak BMT untuk
memberikan arahan untuk kemajuan usaha nasabah
a. sering (dilakukan minimal 1 bulan sekali)
b. jarang (dilakukan dalam rentang 1 bulan-3 bulan sekali)
c. tidak pernah
3. Sikap dalam hal konsultasi
Pelayanan BMT kepada nasabah ketika nasabah melakukan konsultasi
untuk perkembangan usaha
a. ramah
b. biasa saja
c. tidak ramah
4. Keaktifan petugas dalam kunjungan ke tempat usaha
Pihak BMT selalu melakukan kunjungan untuk memberikan masukan
maupun arahan dan motivasi dalam menjalankan usaha mnasabah
tersebut
a. aktif
b. kurang aktif
c. tidak aktif
Aspek pengembalian pembiayaan
1. Besar angsuran
Jumlah angsuran pembiayaan yang harus dibayar nasabah setelah
pengambilan pembiayaan. Besarnya angsuran ini telah disepakati kedua
belah pihak dengan mempertimbangkan kemampuan nasabah dalam
mengangsur
a. kecil (angsuran tidak memberatkan)
b. sedang (angsuran masih terjangkau namun terkadang telat dibayar)
c. besar (angsuran memberatkan)
104
104
Lanjutan Lampiran 8.
2. Jangka waktu angsuran
Selang waktu nasabah harus mengangsur dan melunasi pinjamannya
(bulan). Lama angsuran ini telah disepakati bersama oleh pihak nasabah
dengan BMT
a. lama
b. sedang
c. cepat
3. Persentase bagi hasil yang diberikan
Biaya yang harus dibayar nasabah sebagai bentuk dukungan operasional
kegiatan bagi pengelola BMT. Bisanya hal tersebut telah disepakati
bersama antara pihak nasabah dengan BMT
a. ringan (nasabah tidak merasa dirugikan)
b. sedang (sama-sama untung)
c. berat (nasabah merasa rugi)
4. Keaktifan petugas dalam penagihan
Petugas selalu datang untuk mengambil angsuran (aktif), terkadang tidak
datang untuk mengambil angsuran (kurang aktif), angsuran diantarkan
sendiri oleh nasabah (tidak aktif)
a. aktif
b. kurang aktif
c. tidak aktif
Aspek ekonomi (Dampak pembiayaan yang diberikan)
1. Kondisi usaha
a. meningkat b. tetap c. menurun
2. Tingkat pendapatan
a. meningkat b. tetap c. menurun
3. Kesejahteraan keluarga
a. meningkat b. tetap c. menurun
4. Asset yang dimiliki
a. meningkat b. tetap c. menurun
105
Lampiran 9. Data-Data Nasabah Responden BMT Dana Insani
Jumlah
Pembiayaan yang
Diambil
(Rp)
Jumlah
Karyawan
(orang)
Pengalaman
Usaha
(tahun)
Penerimaan
Usaha (Rp)
Skala Usaha
(Rp)
Pengalaman
Pengambilan
Pembiayaan
(kali)
Jangka
Waktu
Realisasi
(hari)
JangkaWaktu
Angsuran
(bulan)
Dummy
1500000 1 10 1000000 1000000 1 7 12 0
1000000 1 14 1000000 1000000 2 7 12 0
1500000 1 5 500000 1500000 2 7 8 0
2000000 2 10 500000 2000000 3 7 10 0
1000000 2 15 1500000 1000000 5 15 5 0
1500000 1 3 500000 1000000 2 7 8 0
5000000 2 10 6000000 10000000 4 15 10 0
2000000 2 25 750000 2000000 6 7 6 0
500000 1 3 3600000 3000000 6 7 5 0
9000000 2 14 6000000 11000000 2 7 24 0
2000000 2 5 1500000 500000 3 7 10 0
1500000 2 5 7500000 300000 1 7 15 0
3000000 5 2 24800000 24000000 1 2 12 1
3000000 2 5 450000 5500000 5 7 20 0
1000000 3 31 675000 1000000 1 7 12 1
1000000 3 40 450000 525000 1 7 12 1
1000000 5 28 600000 970000 1 7 12 1
1000000 2 30 337500 455000 1 7 12 1
1000000 2 30 337500 455000 1 7 12 1
1000000 2 9 300000 590000 1 7 12 1
106
Lanjutan Lampiran 9.
Jumlah
Pembiayaan yang
Diambil
(Rp)
Jumlah
Karyawan
(orang)
Pengalaman
Usaha
(tahun)
Penerimaan
Usaha (Rp)
Skala Usaha
(Rp)
Pengalaman
Pengambilan
Pembiayaan
(kali)
Jangka
Waktu
Realisasi
(hari)
JangkaWaktu
Angsuran
(bulan)
Dummy
1000000 2 46 337500 455000 1 7 12 1
1000000 3 20 2250000 1625000 1 7 12 1
1000000 3 31 450000 325000 1 7 12 1
1000000 2 40 1125000 860000 1 7 12 1
1000000 4 31 500000 800000 1 7 12 1
1000000 3 21 450000 360000 1 7 12 1
1000000 2 30 125000 600000 1 7 12 1
5000000 5 23 3000000 60000000 2 5 10 0
75000000 3 19 6000000 75000000 1 30 36 1
5000000 3 4 15000000 5000000 4 15 3 0